Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
ANALISIS PENGARUH LUAS LAHAN, PRODUKSI, DAN
HARGA TERHADAP EKSPOR TEBU DI INDONESIA
TAHUN 1985 - 2015
DENGAN PENDEKATAN ECM
Oleh :
Joko Prihatin (20150430222)
Kelas : A
ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017/ 2018
2
ANALISIS PENGARUH LUAS LAHAN, PRODUKSI, DAN
HARGA TERHADAP EKSPOR TEBU DI INDONESIA
TAHUN 1985 - 2015
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh luas lahan, produksi, dan
harga terhadap ekspor tebu baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek, dengan
menggunakan metode Error Correction Mechanism (ECM). Data dalam bentuk timeseries
selama periode 1985-2015. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
pada jangka pendek dan jangka panjang, variabel luas lahan perkebunan tebu, produksi tebu, dan
harga ekspor tebu secara signifikan berpengaruh positif terhadap volume/jumlah ekspor tebu di
Indonesia. Sedangkan variabel pengeluaran pemerintah tidak berpengaruh terhadap pendapatan
nasional di Indonesia.
Kata kunci : ekspor tebu, luas lahan perkebunan tebu, produksi tebu, harga tebu
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tebu atau saccharum officinarum (sugarcane) termasuk tanaman jenis rumput-rumputan
yang dimanfaatkan air dari batangnya untuk bahan baku gula dan vetsin. Tanaman ini hanya
tumbuh di daerah tropis, tanah yang dibutuhkan untuk berkembang yaitu alluvial, grumosol,
latosol dan regusol dengan ketinggian 0-600 m dpl.
Di Indonesia, industri gula berbahan baku tanaman tebu telah ada sejak era penjajahan
Belanda. Industri gula tergolong industri yang keberadaannya tua di dunia. Hal ini dapat diihat
dari sejarah industri gula di Thailand yang telah berdiri sejak abad ke-13, di Brasil sejak abad ke-
15, dan di Indonesia diperkirakan telah ada sejak abad ke-16. Indonesia pernah mengalami era
kejayaan industri gula pada tahun 1930-an dengan jumlah pabrik gula (PG) yang beroperasi 179
pabrik, produktivitas sekitar 14,80%, dan rendemen 11%−13,80%. Produksi puncak mencapai
hingga 3 juta ton dan ekspor gula sebesar 2,40 juta ton. Keberhasilan tersebut didukung oleh
kemudahan dalam memperoleh lahan yang subur, tenaga kerja murah, prioritas irigasi, dan
disiplin dalam penerapan teknologi (Susila et al., 2005a).
Pada periode 1989-1999 , industri gula Indonesia mulai menghadapi berbagai masalah
yang serius, antara lain ditunjukkan oleh volume impor gula yang terus meningkat dengan laju
21,62%/tahun pada periode tersebut, padahal laju impor pada dekade sebelumnya (1979−1989)
hanya 0,98%/tahun. Hal ini terjadi karena konsumsi meningkat dengan laju 2,56%/tahun pada
periode 1989−1999, sementara produksi gula dalam negeri menurun dengan laju -2,02%/tahun
(Pakpahan, 2000). Pada tahun 1997-2002, produksi gula bahkan mengalami penurunan dengan
laju 6,14%/tahun (Dewan Gula Indonesia, 2002). Penurunan produksi dan kenaikan defisit yang
dihadapi Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor internal dan eksternal yang saling terkait.
Disamping disebabkan oleh penurunan efisiensi di tingkat usahatani dan PG (Pakpahan, 2000),
berbagai faktor kebijakan pemerintah, khususnya untuk periode tahun 1982-2000, juga
berpengaruh secara signifikan terhadap kemuduran industri gula Indonesia (Susila, et al. 2005b).
Walaupun kebijakan pemerintah akhir-akhir ini dipandang pro-petani, banyak pula yang
melihatnya sebagai kebijakan parsial (tidak komprehensif) dan kurang jelas keterkaitannya
antara satu sektor dengan sektor lain dalam kerangka pengembangan industri gula yang efisien
(Mardianto, et al. 2005).
Pembangunan industri gula yang efisien memerlukan suatu rancangan kebijakan yang
menyeluruh, mempunyai keterkaitan dan keselarasan yang jelas antara satu kebijakan dengan
yang lain, dan terintegrasi sehingga cukup efektif untuk mencapai tujuan yang sama (Mardianto,
et al. 2005). Dalam perumusan kebijakan, data pendukung dibutuhkan sebagai bahan untuk
mendefinisikan permasalahan yang akan dijawab melalui kebijakan serta sebagai bagian dari
agen kontrol bagi kebijakan itu sendiri.
4
Dalam outlook komoditas tebu ini, disajikan keragaan komoditas tebu di Indonesia dan
dunia, serta hasil analisis proyeksi produksi dan konsumsi tebu/gula di Indonesia pada periode
2016-2020, yang diharapkan dapat berguna sebagai data mentah maupun bagian dari
pengawasan terhadap kebijakan yang telah ada.
1.2 Batasan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, untuk lebih memfokuskan penelitian pada pokok
permasalahan, maka penulis membatasi masalah dalam penelitian ini. Adapun batasan masalah
tersebut sebagai berikut:
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume dari Ekspor (LG_EKS) tebu
dengan menggunakan beberapa faktor internal, yaitu Luas Lahan (LG_LHN), Produksi
(LG_PRO), dan Harga (LG_HRG).
2. Penelitian ini hanya dilakukan pada Komuditas Tebu di Indonesia.
3. Penelitian hanya dilakukan dengan menggunakan data mulai tahun 1985 sampai dengan
2015.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas dapat dirumuskan masalah dari
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh luas lahan pertanian tebu terhadap pendapatan ekspor tebu di
Indonesiapada tahun 1985-2015?
2. Bagaimana pengaruh produksi tebu terhadap ekspor tebu di Indonesiapada tahun 1985-2015?
3. Bagaimana pengaruh harga tebu terhadap ekspor tebu di Indonesiapada tahun 1984-2014?
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang masalah serta perumusan masalah, dapat ditetapkan
tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis pengaruh antara luas lahan tebu terhadap ekspor tebu di Indonesia pada
tahun 1985-2015.
2. Untuk menganalisis pengaruh antara produksi tebu terhadap ekspor tebu di Indonesiapada
tahun 1985-2015.
3. Untuk menganalisis pengaruh antara harga tebu terhadap ekspor tebu di Indonesiapada tahun
1985-2015.
5
1.5Manfaat Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang masalah serta perumusan masalah, diharapkan manfaat
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai referensi bagi Mahasiswa, dosen, dan Masyarakat Umum dengan memberikan
informasi tentang ekspor tebu di Indonesia serta faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhinya.
2. Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan Ilmu Pengetahuan.
3. Memberikan informasi kepada Pemerintah tentang kebijakan yang dikeluarkan yang
berkaitan dengan kenaikan pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada ekspor tebu.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
1) Teori Ekspor
Ekspor merupakan salah satu sumber devisa. Untuk mampu mengekspor negara tersebut
harus mampu menghasilkan barang-barang dan jasa yang mampu bersaing di pasar
Internasional. Menurut Deliarnov (1995) Ekspor adalah salah satu komponen atau bagian
dari pengeluaran agregat. Makin banyak jumlah barang yang dapat diekspor maka makin
besar pengeluaran agregat dan makin tinggi pula pendapatan nasional negara yang
bersangkutan. Akan tetapi hal yang sebaliknya belum tentu demikian, dimana pendapatan
nasional yang tinggi akan menjamin ekspor akan tinggi pula.
Ekspor merupakan bentuk paling sederhana dalam perdangangan internasional dan
merupakan suatu strategi dalam memasarkan produksi keluar negeri. Faktorfaktor seperti
pendapatan negara yang di tinjau dari populasi penduduk merupakan dasar pertimbangan
dalam perkembangan ekspor (Kotler dan Amstrong, 1996).
Ekspor adalah penjualan barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara ke negara lainnya,
terdiri dari barang berwujud dan jasa-jasa (transport, pinjaman dan investasi). Menurut
Michael Todaro (2000) ekspor adalah kegiatan perdagangan internasional yang memberi
ransangan guna menumbuhkan permintaan dalam negeri yang menyebabkan tumbuhnya
industri-industri pabrik besar, bersamaan dengan struktur positif yang stabil dan lembaga
sosial yang efesien. Menurut Mankiw (2003) ekspor adalah barang dan jasa yang diproduksi
di dalam negeri dan dijual di luar negeri.
Menurut Statistik Perdagangan Indonesia, ekspor adalah perdagangan dengan cara
mengeluarkan barang dari dalam keluar wilayah Pabean Indonesia dengan memenuhi
ketentuan yang berlaku. Daerah pabean yang dimaksud adalah wilayah Republik Indonesia
yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara dialasnya serta tempat-tempat tertentu
di Zona Eksklusif dan Landas Kontinen yang didalamnya berlaku Undang-undang Nomor 10
tahun 1995 tentang kepabean.
Kegiatan ekspor terbagi menjadi 2 jenis, yaitu :
Ekspor Langsung
Ekspor langsung adalah cara menjual barang atau jasa melalui perantara/eksportir yang
bertempat di negara lain atau negara tujuan ekspor. Penjualan dilakukan melalui distributor
7
dan perwakilan penjualan perusahaan. Keuntungannya, produksi terpusat di negara asal dan
kontrol terhadap distribusi lebih baik. Kelemahannya, biaya transportasi lebih tinggi untuk
produk dalam skala besar dan adanya hambatan perdagangan serta Proteksionisme.
Ekspor tidak langsung
Ekspor tidak langsung adalah teknik dimana barang dijual melalui perantara/eksportir
negara asal kemudian dijual oleh perantara tersebut. Melalui, perusahaan manajemen ekspor
(export management companies) dan perusahaan pengekspor (export trading companies).
Kelebihannya, sumber daya produksi terkonsentrasi dan tidak perlu menangani ekspor secara
langsung. Kelemahannya, kontrol terhadap distribusi kurang dan pengetahuan terhadap
operasi di negara lain kurang. Umumnya, industri jasa menggunakan ekspor langsung
sedangkan industri manufaktur menggunakan keduanya.
2) Teori Luas Lahan
Menurut Adiwilaga (dalam Munawarah, 2001 : 17) mengatakan, ditinjau dari sudut
ekonomi pertanian, tanah dapat dianggap sebagai dasar utama kegiatan potensial yaitu daya
meng hasilkan benda yang tergantung dalam alam. Menurut kamus umum bahasa Indonesia
(dalam Hijratullaili, 2009:12) yang dimaksud dengan lahan adalah tanah terbuka dan tanah
garapan.Tanah garapan adalah tanah terbuka yang di gunakan untuk lahan pertanian. Jadi
lahan dapat diartikan sebagai suatu tempat atau tanah yang mempunyai luas tertentu yang
digunakan untuk usaha pertanian. Sukirno (2002:4) menyatakan tanah sebagai faktor
produksi, menurutnya : Tanah adalah mencakup bagian permukaan bumi yang tidak ter tutup
oleh air atau bagian dari permukaan bumi yang dapat dijadikan untuk tempat bercocok tanam
dan untuk tempat tinggal termasuk pula kekayaan alam yang terdapat dida lamnya . Menurut
Mubyarto (dalam Hijratullaili,2009:13) di negara agraris seperti Indonesia, tanah merupakan
faktor produksi yang paling penting diban dingkan dengan faktor produksi yang lain karena
balas jasa yang diterima oleh tanah lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain. Dalam
bidang pertanian, penguasaan tanah bagi masyarakat meru pakan unsur yang paling penting
untuk meningkatkan kesejahteraannya. Luas penguasaan lahan bagi rumah tangga petani
akan berpengaruh pada produksi usaha tani yang akhirnya akan menen tukan tingkat ekspor
(Mubyarto, 1986:79). Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha yang pada
akhirnya akan mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian. Sering kali
dijumpai makin luas lahan yang dipakai dalam usaha pertanian semakin tidak efisien
lahantersebut. Ini dida sarkan pada pemikiran bahwa luas lahan mengakibatkan upaya
melakukan tin dakan yang mengarah pada segi efisiensi akan berkurang karena : 1)
Lemahnya pengawasan pada faktor produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga
kerja. 2) Terbatasnya persediaan tenaga kerja di sekitar daerah itu, yang pada akhirnya
mempengaruhi efisiensi usaha pertanian tersebut. 3) Terbatasnya persediaan modal untuk
membiayai usaha pertanian dalam skala luas tersebut. Dan sebaliknya luas lahan yang
8
sempit, upaya pengawasan faktor pro duksi akan semakin baik, namun luas lahan yang
terlalu sempit cenderung me nghasilkan usaha yang tidak efisien pula. Produktivitas tanaman
pada lahan yang terlalu sempit akan berkurang bila di bandingkan dengan produktivitas
tanaman pada lahan yang luas (Soekartawi, 2003). Sedangkan menurut Sukirno (2002:4)
tanah sebagai faktor pro duksi adalah tanah yang mencakup bagian permukaan bumi yang
dapat di jadikan untuk bercocok tanam, dan untuk tempat tinggal dan termasuk pula
kekayaan alam yang terdapat didalamnya. Dari pendapat ini dapatlah dikatakan bahwa tanah
itu merupakan faktor pro duksi yang boleh dikatakan suatu pabrik dari hasil pertanian karena
disanalah tempat produksinya.
3) Teori Produksi
Produksi diartikan sebagai penggunaan atau pendayagunaan sumberdaya yang
mengubah suatu komoditi menjadi komoditi lainnya yang sama sekaliberbeda, baik dalam
penjelasan apa, kapan, atau dimana komoditi tersebutdialokasikan, maupun dalam pengertian
apa yang dapat dikerjakan oleh produsenterhadap komoditi tersebut (Miller dan Meiners,
1997). Menurut Agus Ahyari (2002),produksi adalah suatu metode yang bertujuan untuk
menambah kegunaan suatubarang dan jasa dengan menggunakan faktor – faktor produksi
yang tersedia. Teoriproduksi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu yang pertama, teori
produksijangka pendek dimana seandainya seseorang produsen memakai faktor produksi
yanghanya bersifat variabel (variable input) dan yang bersifat tetap (fixed input). Kedua,teori
produksi jangka panjang bilamana semua input yang dipakai adalah inputvariabel dan tidak
terdapat input tetap (fixed input), sehingga dapat diperkirakanbahwa terdapat dua jenis faktor
produksi yakni labor dan capital (Aziz Noor, 2003).Sedangkan menurut Sugianto (2000),
produksi adalah suatu tindakan yang bertujuanuntuk merubah input menjadi output.
Setiap proses produksi mempunyai komponen penting yang diperlukandalam sistem
produksi yaitu input, proses dan output. Input merupakan suatukeperluan dari produksi akan
komoditi yang melingkupi kemampuan manajerial, jiwakewirausahaan, dan keberanian
dalam mengambil resiko, bahan – bahan baku,berbagai macam bentuk ketrampilan atau
labor, mesin– mesin, capital, bangunan,pabrik dan peralatan dan sebagainya (Miller dan
Meiners, 1997).
4) Teori Harga
Harga adalah nilai suatu barang atau jasa yang diukur dengan jumlah uang yang
dikeluarkan oleh pembeli untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dan barang atau jasa
berikut pelayanannya. Menurut William J. Stanton harga adalah jumlah uang (kemungkinan
ditambah beberapa barang) yang dibutuhkan untuk memperoleh beberapa kombinasi sebuah
produk dan pelayanan yang menyertainya. Harga menurut Jerome Mc Cartgy harga adalah
apa yang dibebabankan untuk sesuatu. Menurut Philip Kotler harga adalah sejumlah nilai
atau uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa untuk jumlah dari nilai yang ditukar
9
konsumen atas manfaat-manfaat harga yang telah menjadi faktor penting yang
mempengaruhi pilihan pembeli, hal ini berlaku dalam negara miskin, namun faktor non harga
telah menjadi lebih penting dalam perilaku memilih pembeli pada dasawarsa (10 tahun) ini.
Dalam arti yang paling sempit harga (price) adalah jumlah uang yang dibebankan atas suatu
atau jasa.
Harga (price) adalah jumlah semua nilai yang diberikan oleh pelanggan untuk
mendapatkan keuntungan dari memiliki atau menggunakan suatu produk atau jasa (Philip
Kolter, 2008:345). Menurut Basu Swastha (2005:185) harga adalah jumlah uang (ditambah
beberapa barang kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi
dari barang beserta pelayanannya.Menurut Tjiptono (2005), Harga adalah satuan moneter
atau ukuran lainnya termasuk barang dan jasa lainnya yang ditukarkan agar memperoleh hak
kepimilikan atau pengguna suatu barang dan jasa.
Hubungan Luas Lahan dengan Ekspor
Besar kecilnya suatu lahan perkebunan atau pertanian yang digunakan untuk bertanam
secara langsung akan berpengaruh terhadap banyak/sedikitnya hasil yangdapat dipanen. Menurut
Iswandhie (dalam Galih dan Setiawina, 2013) semakin luas lahan areal perkebunan yang
diusahakan maka produksi yang dihasilkan secara kuantitas diduga akan cenderung meningkat.
Oleh karena itu apabila produksi meningkat, maka volume cengkeh yang dapat diekspor juga
meningkat
Hubungan Produksi dengan Ekspor
Produksi adalah suatu proses dimana mengolah barang mentah menjadi barang jadi.
Lindert (dalam Galih dan Setiawina, 2013) menjelaskan akibat kondisi produktif di tiap Negara
berbeda, apabila produksi domestic tinggi maka negara tersebut akan melakukan ekspor lebih
banyak. Komalasari (dalam Galih dan Setiawina, 2013) menjelaskan, peningkatan produksi
berpengaruh secara positif terhadap penawaran ekspor. Saat produksi mengalami peningkatan
maka ketersediaan cengkeh meningkat, sehingga penawaran cengkeh di dalam dan luar negeri
juga meningkat. Hal inilah yang mengakibatkan apabila produksi cengkeh meningkat, maka
volume ekspor cengkeh juga meningkat
Hubungan Harga dengan Ekspor
Para produsen di negara tersebut tertarik untuk memanfaatkan harga yang lebih tinggi di
pasar dunia dan mulai menjual produknya pada pembeli di negara lain. Dan sebaliknya ketika
harga internasional lebih rendah daripada harga domestik, maka ketika hubungan perdagangan
mulai dilakukan, negara tersebut akan menjadi pengimpor karena konsumen di negara tersebut
akan tertarik untuk memanfaatkan harga yang lebih rendah yang ditawarkan oleh Negara lain
(Gregory Mankiw, 2007:97)
10
2.2 Tinjauan Empiris
Studi empiris yang meneliti tentang ekspor komuditas pertanian telah banyak dilakukan
di Indonesia. Penelitian-penelitian tersebut menggunakan variabel-variabel yang bervariatif.
Variabel tersebut diantaranya : luas lahan, produksi, harga, kurs, konsumsi. Walaupun dasar teori
yang digunakan relatif sama, namun sebagian besar kesimpulan tidak menunjukkan hasil yang
sama. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 1. Review Penelitian terdahulu (Theoritical Mapping)
Nama Peneliti Tahun Judul Variabel yang
digunakan
Hasil yang
diperoleh
Muhammad
Hibatul Haqqi
Zuhri, Jozef
Bambang Tri
Joga dan
Umar Farouk
2013 Analisis pengaruh luas
kebun, produksi, dan
harga ekspor cengkeh
terhadap volume
cengkeh di Jawa Tengah
Variabel dependen:
volume ekspor
Variabel independen:
luas lahan, produksi,
dan harga
Variabel luas
kebun, produksi
dan harga ekspor
secara parsial
berpengaruh
signifikan terhadap
volume ekspor
cengkeh di Jawa
Tengah
I Kadek Edi
Wirya Berata
2014 Pengaruh Luas Lahan,
Jumlah Produksi, Kurs
Dollar Amerika Serikat
dan Inflasi Terhadap
Ekspor Kakao Indonesia
Kurun Waktu 1993-
2013
Variabel dependen:
volume ekspor
variabel independen:
luas lahan, jumlah
produksi, dan kurs
Variabel luas
kebun, produksi
dan harga ekspor
secara parsial
berpengaruh
signifikan terhadap
volume ekspor
kakao di Indonesia
2.3 Kerangka Berfikir
Kerangka Konsep yang dapat dibentuk dari penelitian ini adalah :
Gambar 1. Kerangka Berfikir
Luas Lahan (X1)
Produksi (X2)
Harga(X3)
Ekspor (Y)
11
2.4 Hipotesis
Berdasarkan kajian teori yang telah dijabarkan diatas, maka hipotesis yang dapat dibuat
untuk penelitian ini adalah :
1. Terdapat pengaruh yang positif antara luas lahan dengan volume ekspor tebu pada jangka
pendek dan jangka panjang, bahwa semakin besar luas lahan maka volume ekspor tebu akan
semakin naik.
2. Terdapat pengaruh yang positif antara produksi dengan volume ekspor tebu pada jangka
pendek dan jangka panjang, bahwa semakin tinggi hasil produksi tebu maka volume ekspor
tebu ,akan semakin naik.
3. Terdapat pengaruh yang positif antara tingginya harga tebu dengan volume ekspor tebu pada
jangka pendek dan jangka panjang, bahwa semakin tinggi harga ekspor tebu maka volume
ekspor tebu akan semakin berkurang.
12
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif.
Pendekatan kuantitatif melakukan uji hipotesis yang menggunakan model ekonometrika berupa
gabungan antara analisa matematis, statistik, dan teori ekonomi guna mengetahui dampak
perubahan dari suatu variabel terhadap variabel lainnya. Pendekatan kuantitatif yang digunakan
untuk mendapatkan hubungan antar variabel dengan menggunakan analisis ECM. Dengan
periode tahunan dari tahun 1985 sampai 2015. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan
perangkat lunak Eviews 7.2 untuk menganalisis data yang telah dihimpun.
3.2 Populasi, Sampel, dan Sampling
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data outlook tebu komuditas pertanian subsector
perkebunan (Volume Ekspor Tebu, Luas Lahan Perkebunan Tebu, Hasil Produksi Perkebunan
Tebu, dan Harga Ekspor Tebu) di Indonesia dari tahun 1985 -2015.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah Volume Ekspor Tebu, Luas Lahan Perkebunan Tebu,
Produksi Perkebunan Tebu dan Harga Ekspor Tebu di Indonesia.
3. Metode Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu teknik
pengambilan sampel berdasarkan kriteria atau pertimbangan tertentu. Dalam purposive
sampling, sampel yang diambil didasarkan pada pertimbangan kelengkapan data,
pertimbangan faktor eksternal, dan faktor-faktor lainnya.
3.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat kuantitatif yaitu
data yang berbentuk angka-angka. Sedangkan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh langsung melalui hasil
laporan-laporan dari suatu penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti yang terlebih dahulu.
Disamping itu data lainnya yang mendukung penelitian ini diperoleh dari sumber bacaan seperti,
bulletin penelitian, jurnal, majalah, dan buku bacaan. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data time series yang berukuran dalam jangka waktu 30 tahun mulai dari tahun 1985
sampai dengan tahun 2015.
13
3.4 Metode Pengumpulan Data
Dalam menganalisis besarnya pengaruh LG_LHN, LG_PRO, dan LG_HRG terhadap
LG_PRO di Indonesia diuji dengan menggunakan model penelitian ECM (Error Correction
Model). Model koreksi kesalahan atau Error Correction Model (ECM) ini mampu menguji
konsisten tidaknya model empiris dengan teori ekonomi serta dalam pemecahannya terhadap
variabel runtut waktu yang tidak stasioner dan regresi lancung. Error Correction Model juga
merupakan alat ekonometrika yang digunakan dengan tujuan untuk mengidentifikasikan
hubungan jangka panjang dan jangka pendek yang terjadi karena adanya kointegrasi diantara
variabel penelitian.
Metode ini adalah suatu regresi tunggal menghubungkan diferensi pertama pada variabel
terikat (∆Yt) dan diferensi pertama untuk semua variabel bebas dalam model. Dalam melakukan
estimasi, parameter-parameter yang diestimasi harus linier, untuk melinierkan parameter-
parameter tersebut maka digunakan fungsi log.
3.5Metode Analisis Data
Model umum dari ECM adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui spesifikasi model dengan ECM merupakan model yang valid, dapat
terlihat pada hasil uji statistic terhadap residual dari regresi pertama, yang selanjutnya akan
disebut Error Correction Term (ECT). Jika hasil pengujian terhadap koefisien ECT signifikan,
maka spesifikasi model yang diamati valid.
1. Pengujian Stasioneritas
Hal pertama yang harus dilakukan dalam penelitian ini adalah menguji data
apakah data tersebut stasioner atau tidak. Uji stasioneritas diperlukan karena, untuk
menghindari regresi lancung (spurious regression). Data dikatakan stasioner jika rata-rata
dan varian konstan selama periode penelitian. Mengapa data harus stasioner? Hal ini
terkait dengan metode estimasi yang yang digunakan. Misalnya regresi, yang dapat
memberikan dampak kurang baiknya model yangdiestimasi akibat autokorelasi dan
heteroskedastisitas. Mengingat tidak stasionernya data mempunyai sifat seperti salah satu
atau kedua hal tersebut, maka tentunya tidak stasioneritasnya data akan mengakibatkan
pula kurang baiknya model yang diestimasi (Widarjono, 2009:315).
14
Uji stasioneritas terdiri dari :
a. Uji Akar Unit (Unit Root Test)
Uji akar unit ini dilakukan untuk mengamati apakah koefisien tertentu dari
model autoregresif yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak. Langkah
pertama adalah menaksir model autoregresif dari masing-masing variabel yang
digunakan (Siagian, 2003:5). Untuk menguji perilaku data, di dalam penelitian ini
digunakan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF). Langkah pertama untuk uji ADF
ini menaksir model dari masing-masing variabel yang digunakan. Prosedur untuk
menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan membandingkan antara nilai
statistik ADF dengan nilai kritisnya yaitu distribusi statistik MacKinnon. Jika
nilai absolut statistik ADF lebih besar dari nilai kritisnya, maka data yang diamati
menunjukkan stasioner (Widarjono, 2009:322).
2. Uji Kointegrasi (Cointegration Test)
Untuk melakukan uji kointegrasi (Cointegration Test) sebelumnya variabel yang
diuji harus lolos uji akar unit (Unit Root Test). Uji kointegrasi ini dilakukan untuk
mengetahui apakah ada hubungan jangka panjang antara variabel bebas dan variabel
terikatnya. Uji Kointegrasi dimaksudkan untuk menguji apakah residual regresi yang
dihasilkan stasioner atau tidak.
Untuk menguji kointegrasi antara variabel-variabel yang ada dalam penelitian ini,
digunakan metode residual based test. Metode ini dilakukan dengan memakai uji statistik
ADF, yaitu dengan melihat residual regresi kointegrasi stasioner atau tidak. Syarat untuk
melanjutkan ke tahap berikutnya yaitu dengan.menggunakan metode Error Correction
Model residual harus stasioner pada tingkat level. Untuk menghitung nilai ADF terlebih
dahulu adalah membentuk persamaan regresi kointegrasi dengan metode kuadrat terkecil
biasa (OLS) (Widarjono, 2009:326).
3. Model Koreksi Kesalahan (Error Corection Model Domowith-El Badawi)
Penelitian ini merupakan penelitian data time series dengan menggunakan
pendekatan Error Correction Model. ECM adalah teknik untuk mengoreksi
ketidakseimbangan jangka pendek menuju pada keseimbangan jangka panjang (Nachrowi
& Usman, 2006:371). Persamaan dasar yang disusun dalam penelitian ini sebagai berikut:
LG_EKSt = α0 + α1 LG_LHNt + α2 LG_PROt + α3 LG_HRGt +
Selanjutnya, apabila persamaan tersebut dirumuskan dalam bentuk
Error Correction Model (ECM) maka persamaanya menjadi:
15
DLG_EKSt = α0 + α1 DLG_LHNt + α2 DLG_PROt + α3 DLG_HRGt +
α4LG_LHNt-1 + α5 LG_PROt-1 + α6 LG_HRGt-1 + α7 ECT + ut
Di mana ECT = LG_LHNt-1 + LG_PROt-1 + LG_HRGt-1 – LG_EKSt-1
Keterangan:
LG_EKS =Volume Ekspor Tebu
LG_LHN = Luas Lahan Perkebunan Tebu
LG_PRO = Produksi Tebu
LG_HRG = Harga Ekspor Tebu
DLG_EKS = LG_EKSt – LG_EKSt-1
DLG_LHN = LG_LHNt – LG_LHNt-1
DLG_PRO = LG_PROt – LG_PROt-1
DLG_HRG = LG_HRGt – LG_HRGt-1
α0 = Konstanta
α1, α2, α3, α4, α5, α6 = Koefisien ECM
α7 = Koefisien Error Correction Term (ECT)
µt = Variabel Pengganggu
t = Periode Waktu
Pendekatan Error Corection Model (ECM) digunakan pada data time series
dengan tujuan untuk dapat mengetahui pergerakan dinamis jangka pendek dan jangka
panjang. Sedangkan untuk dapat mengidentifikasi adanya hubungan jangka panjang
antarvariabel penjelas dan variabel terikat digunakan pendekatan kointegrasi. Disamping
itu, model ECM digunakan karena memiliki kemampuan meliput lebih banyak variabel
dalam menganalisis fenomena ekonomi dan mengkaji konsistensi model empirik dengan
teori ekonomi. Penggunaan model
ECM dapat membantu peneliti dalam memecahkan masalah spurious regression
dan data runtut waktu yang tidak stasioner (Shocrul, 2011:133).Model ECM Domowitz-
El Badawi valid dan layak digunakan jika tanda koefisien koreksi kesalahan (ECT)
bertanda positif dan signifikan secara statistik (Widarjono, 2009:336).
4. Pengujian Asumsi Klasik
Agar model regresi yang diajukan menunjukkan persamaan hubungan
yang valid atau BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) model tersebut harus
memenuhi asumsi-asumsi dasar klasik Ordinary Least Square (OLS). Asumsi-
asumsi tersebut adalah : 1) Tidak terdapat autokorelasi (adanya hubungan antara
residual observasi); 2) Tidak terjadi multikolinieritas (adanya hubungan antara
variabel bebas); 3) Tidak ada heteroskedastisitas (adanya varian yang tidak
konstan dari variabel penggangu). Oleh karena itu pengujian asumsi klasik perlu
dilakukan (Gujarati, 1978:153).
16
a. Uji Multikolniieritas
Menurut Ghozali (2006:95) uji ini bertujuan menguji apakah pada
model regresi ditemukan adanya korelasi antarvariabel independen. Pada
model regresi yang baik seharusnya antarvariabel independen tidak terjadi
kolerasi. Indikasi awal adanya multikolinieritas adalah standard error yang tinggi
dan nilai t-statistik yang rendah. Multikolinieritas dapat muncul apabila model
yang kita pakai merupakan model yang kurang bagus. Selain indikasi awal di atas,
multikolinieritas dapat dilihat R2, nilai F hitung dan nilai t-hitungnya.
Dalam penelitian ini cara melakukan uji multikolinearitas adalah dengan
menggunakan metode korelasi parsial antarvariabel independen. Rule of thumb
yang berlaku dari metode ini adalah jika nilai koefisien korelasi cukup tinggi,
yaitu di atas 0,85 maka dapat kita duga bahwa model regresi mengalami
gangguan multikolinearitas (Widarjono, 2009:106).
b. Uji Heteroskedastisitas
Masalah heteroskedastisitas ini muncul apabila residual dari model
regresi yang kita amati memiliki varian yang tidak konstan dari satu observasi ke
observasi lain (Hasan, 2002:302). Artinya, setiap observasi mempunyai reabilitas
yang berbeda akibat perubahan dalam kondisi yang melatarbelakangi tidak
terangkum dalam spesifikasi model. Padahal salah satu asumsi penting dalam
model OLS atau regresi sederhana adalah varian bersifat homoskedastisitas.
Variabel gangguan akan muncul jika data yang diamati berfluktuasi sangat tinggi.
Kriteria gejala heteroskedastisitas menggunakan metode White :
Jika hitung (Obs*R-squared) > tabel maka: ada gejala heteroskedastisitas.
Jika hitung (Obs*R-squared) < tabel maka : tidak ada gejala
heteroskedastisitas.
c. Uji Autokorelasi
Autokorelasi berarti bahwa adanya korelasi antara anggota observasi satu
dengan observasi lain yang berlainan waktu. Dengan asumsi metode
OLS,autokorelasi merupakan korelasi antara satu variabel gangguan dengan
variabel gangguan lain. Sedangkan salah satu asumsi penting metode OLS terkait
dengan variabel bebas adalah tidak ada hubungan antara variabel gangguan yang
satu dengan variabel gangguan yang lain, yang dapat dinyatakan dengan : E= (ei
ej) = 0 di mana i ≠j
17
Dalam penelitian ini pengujian autokorelasi menggunakan metode
Lagrange Multiplier (LM). Pendekatan yang digunakan untuk mengetahui ada
tidaknya autokorelasi adalah dengan melakukan uji Lagrange Multiplier yang
diperkenalkan oleh Breusch dan Godfrey. Penentuan lag dilakukan dengan
metode coba-coba (trial dan error). Penentuan panjangnya lag bisa menggunakan
kriteria yang dikemukakan Akaike dan Schwarz. Diawali dengan lag residual 1,
kemudian dengan lag residual 2 dan seterusnya. Dari regresi tiap lag dicari nilai
absolut Akaike dan Schwarz yang paling kecil (Widarjono, 2009: 149).
Kriteria uji autokorelasi menggunakan metode LM (metode
BrueschGodfrey) adalah jika probability value Obs* R-squared < derajat
kepercayaan 10% maka ada gejala autokorelasi dan jika probability value Obs*
R-squared > derajat kepercayaan 10% maka tidak ada gejala autokorelasi.
d. Uji Normalitas
Uji signifikansi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen
melalui uji-t hanya akan valid jika residual yang didapatkan mempunyai distribusi
normal. Salah satu metode untuk menguji normalitas adalah dengan menggunakan
uji Jarque-Bera (Widarjono, 2009:49). Kriteria Uji Normalitas menggunakan
metode Jarque–Bera, jika probablility value Jarque–Bera < α = 10% (0,10)
makadata tidak berdistribusi normal. Jika probablility value Jarque–Bera > α
=10% (0,10) maka data berdistribusi normal.
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
1. Uji Stasioneritas Data
Langkah awal dari metode regresi ECM, yang pertama harus di lakukan adalah uji
stasionaritas untuk mengetahui apakah variabel yang digunakan telah stasioner atau tidak.
Apa bila data tidak stasioner maka akan diperoleh regresi yang palsu (spurious), timbul
fenomena autokorelasi dan juga kita tidak akan dapat menggeneralisasi regresi tersebut
untuk waktu yang berbeda. Dalam hal ini dilakukan uji akar unit (unit root test) dengan
metode Augmented Dickey-Fuller dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 1: Hasil Pengujian Unit Root Test
Variabel Level 1
st Difference
Prob. Prob
LG_EKS 0.6746 0.0000
LG_LHN 0.7120 0.0020
LG_PRO 0.3738 0.0000
LG_HRG 0.2768 0.0000
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Dari hasil uji data yang di peroleh, pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa data
dari variabel pada pengujian level tidak ada variabel yang stasioner karena nilai
probability seluruh variabel besarnya di atas 0,05. Pada 1stdifference, seluruh variabel
diketahui stasioner di mana nilai probability seluruh variabelbesarnya di bawah 0,05.
Estimasi Persamaan Jangka Panjang
Hasil estimasi persamaan jangka panjang pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 2: Hasil Pengujian Estimasi Jangka Panjang
Variabel Coef. Prob
LG_LHN 0.819562 0.0218
LG_PRO 3.955017 0.0022
LG_HRG 0.232727 0.0434
Prob.(F-statistic) 0.000000 Sumber: Hasil Pengolahan Data
19
Dalam Tabel 2menunjukan nilai prob.(f-statististic) sebesar 0,000000 yang
besarnya lebih kecil dari 0,05 (α) menunjukkan speed of adjustment bahwa persamaan jangka panjang yang ada adalah valid. Nilai probability variabel LG_LHN (0,0218),
LG_PRO (0,0022) dan LG_HRG (0,0434) yang besarnya di bawah 0,05 menunjukkan bahwa variabel tersebut memiliki pengaruh jangka panjang terhadap variabel LG_EKS.
2. Uji Kointegrasi (Cointegration Test)
Dalam uji kointegrasi yang di lakukan, pengujian ini di lakukan untuk
memberikan indikasi awal bahwa model yang digunakan memiliki hubungan jangka
panjang (cointegration relation). Pengujian kointegrasi pada penelitian ini dilakukan
dengan melakukan pengujian Augmented DickerFulley Unit Root Test terhadap data
residu dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 3: Hasil Pengujian Unit Root Test Pada ECT
Variabel Level
Prob.
ECT 0.0031
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Tabel 3 dapat diketahui bahwa nilai probability variabel ECT besarnya di bawah
0,05. Hal tersebut memberikan penjelasan bahwa variabel ECT stationer pada level dan
menyatakan bahwa variabel LG_EKS, LG_LHN, LG_PRO, dan LG_HRG saling
berkointegrasi. Hal ini menyatakan bahwa pengujian dapat dilanjutkan ke tahap estimasi
jangka pendek.
3. Model Koreksi Kesalahan (Error Corection Model Domowith-El Badawi)
Dalam penggunaan metodeo ECM yang baik dan valid harus memiliki ECT yang
signifikan. ECT mengukur respon regressand setiap periode yang menyimpang dari
keseimbangan (Iqbal,2015). Model ECM pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 4: HasilModel ECM
Variabel Coef. Prob
D(LG_LHN) 1.131494 0.0148
D(LG_PRO) 1.952043 0.0032
D(LG_HRG) 0.318812 0.0175
ECT(-1) -0.606133 0.0010
0.516163
Adjusted 0.638749
Prob.(F-statistic) 0.000853
Sumber: Hasil Pengolahan Data
20
Hasil uji yang terdapat pada Tabel 4 menunjukan nilai prob.(f-statististic) sebesar
0,000853 yang besarnya lebih kecil dari 0,05 (α) dan hasil pada ECT(-1) yang
menunjukkan speed of adjustment yang bernilai negatif dan signifikan menunjukkan
bahwa model ECM ini adalah valid dan berpengaruh secara signifikan dalam jangka
pendek maupun jangka panjang. Dan nilai adjusted R2sebesar 0,516163 atau sekitar
51,62% menunjukkan bahwa sekitar 48,38%dari variabel LG_EKS dipengaruhi oleh
variabel bebas di luar model.
Hasil uji pada estimasi persamaan dalam jangka pendek, menunjukkan bahwa
dalam jangka pendek perubahan LG_LHN, LG_PRO dan juga LG_HRG memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap LG_EKS di mana variavel tersebut (LG_LHN,
LG_HRG, dan LG_HRG) memberikan pengaruh positif pada LG_EKS. Besar koefisien
ECT sebesar 0,606133 mempunyai makna perbedaan antara CAR dengan nilai
keseimbangannya sebesar 0,606133 akan disesuaikan dalam waktu 1 tahun.
4. Pengujian Asumsi Klasik
a. Uji Multikolniieritas
Hubungan linier antara variabel independen di dalam model regresi di
sebut multikolinearitas. Hasil pengujian multikolineartias antar variabel adalah
sebagai berikut:
Tabel 5: Hasil Pengujian Multikolniieritas
Persamaan Adjusted
1 0.757338
2 0.693312
3 0.529834
4 0.601017 Sumber: Hasil Pengolahan Data
Hasil yang di dapat pada pengujian tersebut menunjukan tidak
ditemukanya nilai Adjusted yang besarnya di atas 0,75 pada Tabel 5 Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinearitas dalam model ini.
e. Uji Heteroskedastisitas Pendeteksian heterokedastisitas dilakukan dengan menggunakanteknik uji
white heterokedasticity sebagai berikut:
21
Tabel 6: Hasil Pengujian Heteroskedastisitas
F-statistic 0.520875 Prob. F(14,14) 0.8827
Obs*R-squared 9.932025 Prob. Chi-Square(14) 0.2671
Scaled explained SS 8.632836 Prob. Chi-Square(14) 0.8538
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Dari hasil Pengujian menunjukan nilai prob, Chi Square dari Obs*R2 sebesar 0,2671 yang besarnya lebih dari 0,05 yang di tunjukan pada Tabel 6
menjelaskan bahwa dalam model ECM ini tidak terdapat indikasi heterokedastisitas.
c. Uji Autokorelasi
Hasil dari pengujian Autokorelasi menunjukkan adanya korelasi antara
anggota serangkaian observasi. Pendeteksian autokorelasi dilakukan dengan
teknik uji lagrange multiplier sebagai berikut:
Tabel 7: Hasil Pengujian Autokorelasi
F-statistic 1.077892 Prob. F(2,23) 0.3569
Obs*R-squared 2.570920 Prob. Chi-Square(2) 0.2765 Sumber: Hasil Pengolahan Data
Nilai prob, Chi Square dari Obs*R2 sebesar 0,2765 yang besarnya lebih
kecil dari 0,05 pada Tabel 7 menunjukkan bahwa pada model ECM tersebut tidak
terdapat autokorelasi.
d. Uji Normalitas
Pada uji normalitas yang di lakukan dalam penelitian ini dengan teknik uji
Jarque-Berra dengan hasil sebagai berikut:
0
1
2
3
4
5
6
7
-0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8
Series: ResidualsSample 1986 2015Observations 30
Mean 5.55e-18Median -0.036217Maximum 0.718029Minimum -0.613104Std. Dev. 0.328240Skewness 0.299341Kurtosis 2.875538
Jarque-Bera 0.467389Probability 0.791604
Sumber: Hasil Pengolahan Data
22
Nilai probability sebesar 0,791604 yang besarnya lebih besar 0,05
menunjukkan bahwa data yang digunakan dalam model ECM berdistribusi
normal.
Uji Signifikansi
Hasil pengolahan data atau hasil estimasi dengan menggunakan model analisis
Error Correction Model (ECM) yang ditampilkan pada tabel berikut:
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.002047 0.066266 0.030890 0.9756
D(LG_LHN) 1.131494 1.364388 0.829305 0.0148
D(LG_PRO) 1.952043 0.598981 3.258936 0.0032
D(LG_HRG) 0.318812 0.252011 1.265070 0.0175
ECT(-1) -0.606133 0.162098 -3.739301 0.0010 R-squared 0.516163 Mean dependent var 0.043413
Adjusted R-squared 0.638749 S.D. dependent var 0.471891
S.E. of regression 0.353525 Akaike info criterion 0.909286
Sum squared resid 3.124495 Schwarz criterion 1.142819
Log likelihood -8.639287 Hannan-Quinn criter. 0.983995
F-statistic 6.667577 Durbin-Watson stat 2.111135
Prob(F-statistic) 0.000853
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Dari tabel diatas maka dapat disusun persamaan model ECM sebagai berikut:
a. Apabila variabel independen dianggap konstan, maka rerata nilai LG_EKS
sebesar 0.002047.
b. Nilai dari koefisien LG_LHN sebesar 1.131494, hal ini menunjukan bahwa
setiap kenaikan LG_LHN sebesar 1% maka akan meningkatkan LG_EKS
sebesar 1.131494.
c. Nilai dari koefisien LG_PRO sebesar 1.952043, hal ini menunjukan bahwa setiap
kenaikan LG_PRO sebesar 1% maka akan meningkatkan LG_EKS sebesar
1.952043.
d. Nilai dari koefisien LG_HRG sebesar 0.318812, hal ini menunjukan bahwa
setiap kenaikan LG_HRG sebesar 1% maka akan meningkatkan LG_EKS
sebesar 0.3188112.
Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari setiap variabel independen
(LG_LHN, LG_PRO, LG_HRG) secara simultan (bersama-sama) terhadap variabel
23
dependen yaitu LG_EKS. Pada F-statistik didapat hasil sebesar 6.667577 dengan nilai
probabilitas (F-statistik) sebesar 0,000853. Karena hasil probabilitas (signifikan) lebih
kecil dari 0.005 yang berarti bahwa LG_LHN, LG_PRO, dan LG_HRG secara bersama-
sama signifikan mempunyai pengaruh terhadap LG_EKS.
Uji T bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara parsial (individu) variabel-
variabel independen (LG_LHN, LG_PRO, LG_HRG) terhadap variabel dependen yaitu
LG_EKS, salah satunya untuk melakukan uji T adalah dengan melihat nilai probabilitas
pada tabel uji statistik t. Apabila nilai probabilitas lebih kecil dari signifikansi α=0.05
berarti variabel independen secara parsial (individu) mempengaruhi variabel dependen.
uji statistik t yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh t-statistik untuk LG_LHN terhadap LG_EKS
Berdasarkan uji yang di lakukan, diperoleh t-hitung sebesar 1.829305dengan
tingkat signifikan 0.0148. Karena tingkat signifikan lebih kecil dari 0.05 maka
secara parsial LG_LHN berpengaruh secara signifikan positif terhadap LG_EKS.
2. Pengaruh t-statistik untuk LG_PRO terhadap LG_EKS
Berdasarkan uji yang di lakukan, diperoleh t-hitung sebesar 3.258936dengan
tingkat signifikan 0.0032. Karena tingkat signifikan lebih kecil dari 0.05 maka
secara parsial LG_PRO berpengaruh secara signifikan positif terhadap LG_EKS.
3. Pengaruh t-statistik untuk LG_HRG terhadap LG_EKS
Berdasarkan uji yang di lakukan, diperoleh t-hitung sebesar 1.265070dengan
tingkat signifikan 0.0175. Karena tingkat signifikan lebih kecil dari 0.05 maka
secara parsial LG_HRG berpengaruh secara signifikan positif terhadap LG_EKS.
Berdasarkan hasil regresi yang telah di lakukan, dapat diketahui bahwa nilai
Adjusted R-squared sebesar 0.638749 hal ini menunjukkan bahwa variasi variabel
independen LG_LHN, LG_PRO, dan LG_HRG sebesar 63,87%. Sedangkan sisanya
sebesar 36,13% dijelaskan oleh variabel lain diluar variabel yang diteliti.
Interpretasi Koefisien Jangka Panjang dan Jangka Pendek
Berdasarkan hasil dari pengujian statistik yang dilakukan, dapat diketahui bahwa
regresi yang dihasilkan cukup baik untuk menerangkan variabel-variabel yang dapat
mempengaruhi Volume Ekspor Tebu (LG_EKS). Dari keempat variabel independen
(LG_LHN, LG_PRO, dan LG_HRG) yang dimasukkan ke dalam pengujian statistik dan
ekonometrik ternyata semua variabel berpengaruh secara signifikan dan mempunyai
pengaruh jangka panjang ataupun jangka pendek. Hal ini membuktikan, bahwa
pembiayaan hanya dipengaruhi oleh beberapa dari variabel independen.
24
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan di atas, dapat dianalisis sebagai
berikut:
1. Pengaruh Luas Lahan Perkebunan Tebu (LG_LHN) Terhadap Ekspor Tebu
Koefisien jangka panjang LG_LHN adalah sebesar 0.819562 dengan
signifikansi 0.0218. Hal ini menunjukan dalam jangka panjang, perubahan LG_LHN
sebesar 1% akan mengakibatkan perubahan dalam LG_EKS sebesar 0.819562.
Sedangkan dalam jangka pendek, koefisien LG_LHN sebesar 1.131494 dengan
signifikansi 0.0148, yang berarti dalam jangka pendek peningkatan LG_LHN sebesar
1% akan menyebabkan perubahan dalam LG_EXP sebesar 1.131494. Karena nilai
koefisien dalam jangka panjang maupun jangka pendek LG_LHN menunjukkan
positif dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa
LG_LHN berpengaruh signifikan dan positif terhadap LG_EKS sehingga hipotesis
yang diajukan yaitu LG_LHN berpengaruh signifikan dan positif terhadap Volume
Ekspor Tebu di Indonesia diterima. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan yang
terjadi pada Luas Lahan Perkebunan akan berpengaruh signifikan terhadap Volume
Ekspor Tebu.
Adanya hubungan positif antara Luas Lahan (LG_LHN) dengan Volume
Ekspor Tebu (LG_EKS) dalam jangka panjang maupun jangka pendek memberikan
artian bahwa LG_LHN akan membawa dampak dalam jangka panjang maupun
jangka pendek. Artinya adalah apabila LG_LHN mengalami kenaikan, maka dalam
jangka panjang maupun jangka pendek pengaruh tersebut akan menjadi faktor yang
meningkatkan LG_EKS. Semakin besar LG_LHN mengindikasikan meningkatnya
jumlah volume ekspor tebu di indonesia.
2. Pengaruh Produksi Tebu (LG_PRO) terhadap ekspor tebu
Koefisien jangka panjang LG_PRO adalah sebesar 3.955017 dengan
signifikansi 0.0022. Hal ini menunjukan dalam jangka panjang, perubahan LG_PRO
sebesar 1% akan mengakibatkan perubahan dalam LG_EKS sebesar 3.955017.
Sedangkan dalam jangka pendek, koefisien LG_PRO sebesar 1.952043 dengan
signifikansi 0.0032, yang berarti dalam jangka pendek peningkatan LG_PRO sebesar
1% akan menyebabkan perubahan dalam LG_EXP sebesar 1.952043. Karena nilai
koefisien dalam jangka panjang maupun jangka pendek LG_PRO menunjukkan
positif dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa
LG_PRO berpengaruh signifikan dan positif terhadap LG_EKS sehingga hipotesis
yang diajukan yaitu LG_PRO berpengaruh signifikan dan positif terhadap Volume
Ekspor Tebu di Indonesia diterima. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan yang
terjadi pada Produksi Tebu akan berpengaruh signifikan terhadap Volume Ekspor
Tebu.
25
Adanya hubungan positif antara Produksi Tebu (LG_PRO) dengan Volume
Ekspor Tebu (LG_EKS) dalam jangka panjang maupun jangka pendek memberikan
artian bahwa LG_PRO akan membawa dampak dalam jangka panjang maupun jangka
pendek. Artinya adalah apabila LG_PRO mengalami kenaikan, maka dalam jangka
panjang maupun jangka pendek pengaruh tersebut akan menjadi faktor yang
meningkatkan LG_EKS. Semakin besar LG_PRO mengindikasikan meningkatnya
jumlah volume ekspor tebu di indonesia.
3. Pengaruh Produksi Tebu (LG_HRG) terhadap ekspor tebu
Koefisien jangka panjang LG_HRG adalah sebesar 0.23727 dengan
signifikansi 0.0434. Hal ini menunjukan dalam jangka panjang, perubahan LG_HRG
sebesar 1% akan mengakibatkan perubahan dalam LG_EKS sebesar 0.23727.
Sedangkan dalam jangka pendek, koefisien LG_HRG sebesar 0.318812 dengan
signifikansi 0.0175, yang berarti dalam jangka pendek peningkatan LG_HRG sebesar
1% akan menyebabkan perubahan dalam LG_EXP sebesar 0.318812. Karena nilai
koefisien dalam jangka panjang maupun jangka pendek LG_HRG menunjukkan
positif dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa
LG_HRG berpengaruh signifikan dan positif terhadap LG_EKS sehingga hipotesis
yang diajukan yaitu LG_HRG berpengaruh signifikan dan positif terhadap Volume
Ekspor Tebu di Indonesia diterima. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan yang
terjadi pada Harga Ekspor Tebu akan berpengaruh signifikan terhadap Volume
Ekspor Tebu.
Adanya hubungan positif antara Harga Ekspor Tebu (LG_HRG) dengan Volume
Ekspor Tebu (LG_EKS) dalam jangka panjang maupun jangka pendek memberikan artian
bahwa LG_HRG akan membawa dampak dalam jangka panjang maupun jangka pendek.
Artinya adalah apabila LG_HRG mengalami kenaikan, maka dalam jangka panjang maupun
jangka pendek pengaruh tersebut akan menjadi faktor yang meningkatkan LG_EKS.
Semakin tinggi LG_HRG mengindikasikan meningkatnya jumlah volume ekspor tebu di
Indonesia.
26
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pada
jangka pendek dan jangka panjang, variabel luas lahan perkebunan tebu, produksi tebu,
dan harga ekspor tebu secara signifikan berpengaruh positif terhadap volume/jumlah
ekspor tebu di Indonesia. Sedangkan variabel pengeluaran pemerintah tidak secara
signifikan berpengaruh terhadap ekspor tebu.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, adapun kebijakan yang dapat disarankan dari
hasil penelitian ini antara lain yaitu pemerintah perlu lebih meningkatkan perluasan
lahan perkebunan tebu yang nantinya akan menyebabkan produksi akan meningkat.
Kebijakan ekspor juga perlu di lakukan, agar dapat menyeimbangkan dan
mempertahankan harga jual tebu di pasar Internasional.
27
Dafar Pustaka
Basuki, A. T., & Prawoto, N. (2016). Analisis Regresi dalam Penelitian Ekonomi dan Bisnis.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Basuki, A. T., & Prawoto, N. (2014). Pengantar Teori Ekonomi.
Dewan Gula Indonesia. 2002. Pabrik Gula Indonesia. Dalam Susila, W.R., Bonar M. S. 2005.
Analisis Kebijakan Industri Gula Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi. Volume 23. No. 1,
hlm 30-35. Seperti terlihat pada 06 Agustus 2012, di
http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/JAE%2023-1b.pdf [terhubung berkala]
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2016. Pedoman Teknis: Rehabilitasi dan Perluasan Tanaman
Tebu Tahun 2016. Kementerian Pertanian. Jakarta
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2015. Statistik Perkebunan Indonesia: Tebu 2013-2015.
Kementerian Pertanian. Jakarta.
Food and Agriculture Organization of United Nation, 2009. Food Outlook : Global Market
Analysis, June 2009. Food and Agriculture Organization of United Nation. Seperti
terlihat pada 06 Agustus 2012, di ftp://ftp.fao.org/ docrep/fao/011/ai482e/ai482e00.pdf
[terhubung berkala]
Damodar, N. (2004). Basic econometrics. The Mc-Graw Hill.
29
Data
Tahun Expor Luas Lahan Produksi Harga
(Ton) (Ha) (Ton) (US$/Ton)
1985 577.002 340.229 1.898.809 22.341
1986 714.712 325.703 2.014.574 39.759
1987 737.512 334.918 2.175.874 36.817
1988 521.415 365.529 2.004.051 27.203
1989 447.490 357.752 2.108.348 19.819
1990 622.645 363.968 2.119.585 32.992
1991 386.391 386.304 2.252.667 22.495
1992 555.087 404.062 2.306.484 48.806
1993 788.983 425.653 2.329.811 33.196
1994 799.362 428.736 2.453.881 46.335
1995 436.743 436.037 2.059.576 33.433
1996 185.270 446.533 2.094.195 17.803
1997 331.281 386.878 2.191.986 20.018
1998 167.931 377.089 1.488.269 9.070
1999 179.075 342.211 1.493.933 6.623
2000 131.368 340.660 1.690.004 5.343
2001 89.417 344.441 1.725.467 5.594
2002 124.624 350.722 1.755.354 7.822
2003 81.370 335.725 1.631.918 4.269
2004 195.316 344.793 2.051.644 11.144
2005 227.704 381.786 2.241.742 19.399
2006 553.278 396.441 2.051.644 49.479
2007 525.191 427.799 2.517.374 47.675
2008 945.859 436.505 2.694.227 72.445
2009 496.341 422.953 2.517.374 61.809
2010 468.908 432.715 2.290.116 68.348
2011 528.667 450.833 2.267.887 61.405
2012 388.112 449.148 2.591.687 44.849
2013 537.571 466.641 2.551.026 66.421
2014 938.662 477.123 2.579.173 111.874
2015 659.643 461.732 2.623.931 82.172
30
Regresi Linier Berganda
Dependent Variable: LG_EKS
Method: Least Squares
Date: 11/19/17 Time: 19:47
Sample: 1985 2015
Included observations: 31 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -58.97520 13.28263 -4.440024 0.0001
LG_LHN 0.819562 1.262702 0.649054 0.0218
LG_PRO 3.955017 0.740847 5.338508 0.0022
LG_HRG 0.232727 0.327510 0.710595 0.0434 R-squared 0.781604 Mean dependent var 10.19564
Adjusted R-squared 0.757338 S.D. dependent var 0.889839
S.E. of regression 0.438341 Akaike info criterion 1.308276
Sum squared resid 5.187861 Schwarz criterion 1.493307
Log likelihood -16.27828 Hannan-Quinn criter. 1.368591
F-statistic 32.20959 Durbin-Watson stat 1.711365
Prob(F-statistic) 0.000000
Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
0
1
2
3
4
5
6
7
-0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8
Series: ResidualsSample 1985 2015Observations 31
Mean -2.76e-15Median -0.045427Maximum 0.816523Minimum -0.605120Std. Dev. 0.415847Skewness 0.080146Kurtosis 1.861651
Jarque-Bera 0.406979Probability 0.825926
31
Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 1.091418 Prob. F(2,25) 0.3512
Obs*R-squared 2.489361 Prob. Chi-Square(2) 0.2880
Uji Heteroskedasitas
Heteroskedasticity Test: White F-statistic 2.862109 Prob. F(8,22) 0.0241
Obs*R-squared 15.80963 Prob. Chi-Square(8) 0.2452
Scaled explained SS 5.166867 Prob. Chi-Square(8) 0.7396
Uji Multikolinieritas
Persamaan 1: Dependent Variable: LG_EKS
Method: Least Squares
Date: 11/19/17 Time: 19:47
Sample: 1985 2015
Included observations: 31 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -58.97520 13.28263 -4.440024 0.0001
LG_LHN 0.819562 1.262702 0.649054 0.0218
LG_PRO 3.955017 0.740847 5.338508 0.0022
LG_HRG 0.232727 0.327510 0.710595 0.0434 R-squared 0.781604 Mean dependent var 10.19564
Adjusted R-squared 0.757338 S.D. dependent var 0.889839
S.E. of regression 0.438341 Akaike info criterion 1.308276
Sum squared resid 5.187861 Schwarz criterion 1.493307
Log likelihood -16.27828 Hannan-Quinn criter. 1.368591
F-statistic 32.20959 Durbin-Watson stat 1.711365
Prob(F-statistic) 0.000000
32
Persamaan 2:
Dependent Variable: LG_LHN
Method: Least Squares
Date: 11/19/17 Time: 20:03
Sample: 1985 2015
Included observations: 31 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 7.958998 1.299838 6.123070 0.1307
LG_PRO 0.292200 0.096150 3.039004 0.0051
LG_HRG 0.156029 0.039156 3.984827 0.0004 R-squared 0.713757 Mean dependent var 12.87958
Adjusted R-squared 0.693312 S.D. dependent var 0.118463
S.E. of regression 0.065604 Akaike info criterion -2.518585
Sum squared resid 0.120510 Schwarz criterion -2.379812
Log likelihood 42.03806 Hannan-Quinn criter. -2.473348
F-statistic 34.90958 Durbin-Watson stat 0.929534
Prob(F-statistic) 0.000000
Persamaan 3:
Dependent Variable: LG_PRO
Method: Least Squares
Date: 11/19/17 Time: 20:09
Sample: 1985 2015
Included observations: 31 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 3.360729 3.328202 1.009773 0.3213
LG_HRG 0.065173 0.082632 0.788715 0.4369
LG_LHN 0.848838 0.279315 3.039004 0.0051 R-squared 0.561178 Mean dependent var 14.57039
Adjusted R-squared 0.529834 S.D. dependent var 0.163072
S.E. of regression 0.111816 Akaike info criterion -1.452154
Sum squared resid 0.350080 Schwarz criterion -1.313381
Log likelihood 25.50839 Hannan-Quinn criter. -1.406918
F-statistic 17.90361 Durbin-Watson stat 1.161151
Prob(F-statistic) 0.000000
33
Persamaan 4:
Dependent Variable: LG_HRG
Method: Least Squares
Date: 11/19/17 Time: 20:11
Sample: 1985 2015
Included observations: 31 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -30.48069 5.055935 -6.028696 0.0000
LG_LHN 2.319306 0.582034 3.984827 0.0004
LG_PRO 0.333483 0.422818 0.788715 0.4369 R-squared 0.627616 Mean dependent var 4.249968
Adjusted R-squared 0.601017 S.D. dependent var 0.400435
S.E. of regression 0.252935 Akaike info criterion 0.180396
Sum squared resid 1.791329 Schwarz criterion 0.319169
Log likelihood 0.203865 Hannan-Quinn criter. 0.225632
F-statistic 23.59562 Durbin-Watson stat 1.203540
Prob(F-statistic) 0.000000
ECM (Regresi Error Correction Model)
Uji Stationoritas
Ekspor
Level Null Hypothesis: LG_EKS has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.168511 0.6746
Test critical values: 1% level -3.670170
5% level -2.963972
10% level -2.621007
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
34
1st difference
Null Hypothesis: D(LG_EKS) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.900281 0.0000
Test critical values: 1% level -3.679322
5% level -2.967767
10% level -2.622989
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Luas Lahan
Level Null Hypothesis: LG_LHN has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.076013 0.7120
Test critical values: 1% level -3.670170
5% level -2.963972
10% level -2.621007
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
1st difference
Null Hypothesis: D(LG_LHN) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.340014 0.0020
Test critical values: 1% level -3.679322
5% level -2.967767
10% level -2.622989
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
35
Produksi
Level Null Hypothesis: LG_PRO has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.799044 0.3738
Test critical values: 1% level -3.670170
5% level -2.963972
10% level -2.621007
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
1st difference
Null Hypothesis: D(LG_PRO) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.858349 0.0000
Test critical values: 1% level -3.679322
5% level -2.967767
10% level -2.622989
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Harga
Level Null Hypothesis: LG_HRG has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.020697 0.2768
Test critical values: 1% level -3.670170
5% level -2.963972
10% level -2.621007
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
36
1st difference
Null Hypothesis: D(LG_HRG) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.567852 0.0000
Test critical values: 1% level -3.679322
5% level -2.967767
10% level -2.622989
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
ECT
Level Null Hypothesis: ECT has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.144077 0.0031
Test critical values: 1% level -3.670170
5% level -2.963972
10% level -2.621007
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Dependent Variable: D(ECT)
Method: Least Squares
Date: 11/19/17 Time: 20:51
Sample (adjusted): 1987 2015
Included observations: 29 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. ECT(-1) -0.805201 0.220461 -3.652346 0.0011
D(ECT(-1)) -0.004914 0.182046 -0.026994 0.0387
C -0.042535 0.072989 -0.582754 0.5651 R-squared 0.544615 Mean dependent var -0.027339
Adjusted R-squared 0.601893 S.D. dependent var 0.507585
S.E. of regression 0.392553 Akaike info criterion 1.065407
Sum squared resid 4.006543 Schwarz criterion 1.206851
Log likelihood -12.44840 Hannan-Quinn criter. 1.109705
F-statistic 10.40717 Durbin-Watson stat 2.097477
Prob(F-statistic) 0.000478
37
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
86 88 90 92 94 96 98 00 02 04 06 08 10 12 14
ECT
Model ECM
Dependent Variable: D(LG_EKS)
Method: Least Squares
Date: 11/19/17 Time: 20:59
Sample (adjusted): 1986 2015
Included observations: 30 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.002047 0.066266 -0.030890 0.9756
D(LG_LHN) 1.131494 1.364388 0.829305 0.0148
D(LG_PRO) 1.952043 0.598981 3.258936 0.0032
D(LG_HRG) 0.318812 0.252011 1.265070 0.0175
ECT(-1) -0.606133 0.162098 -3.739301 0.0010
R-squared 0.516163 Mean dependent var 0.043413
Adjusted R-squared 0.638749 S.D. dependent var 0.471891
S.E. of regression 0.353525 Akaike info criterion 0.909286
Sum squared resid 3.124495 Schwarz criterion 1.142819
Log likelihood -8.639287 Hannan-Quinn criter. 0.983995
F-statistic 6.667577 Durbin-Watson stat 2.111135
Prob(F-statistic) 0.000853
38
Uji Asumsi Klasik ECM Uji
Normalitas
0
1
2
3
4
5
6
7
-0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8
Series: ResidualsSample 1986 2015Observations 30
Mean 5.55e-18Median -0.036217Maximum 0.718029Minimum -0.613104Std. Dev. 0.328240Skewness 0.299341Kurtosis 2.875538
Jarque-Bera 0.467389Probability 0.791604
Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 1.077892 Prob. F(2,23) 0.3569
Obs*R-squared 2.570920 Prob. Chi-Square(2) 0.2765
Uji Heteroskedastistas
Heteroskedasticity Test: White F-statistic 1.234592 Prob. F(14,15) 0.3444
Obs*R-squared 16.06133 Prob. Chi-Square(14) 0.3096
Scaled explained SS 10.45959 Prob. Chi-Square(14) 0.7279
39
Uji Multikolinieritas
Persamaan 1:
Dependent Variable: D(LG_EKS)
Method: Least Squares
Date: 11/19/17 Time: 20:59
Sample (adjusted): 1986 2015
Included observations: 30 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -0.002047 0.066266 -0.030890 0.9756
D(LG_LHN) 1.131494 1.364388 0.829305 0.0148
D(LG_PRO) 1.952043 0.598981 3.258936 0.0032
D(LG_HRG) 0.318812 0.252011 1.265070 0.0175
ECT(-1) -0.606133 0.162098 -3.739301 0.0010 R-squared 0.516163 Mean dependent var 0.043413
Adjusted R-squared 0.638749 S.D. dependent var 0.471891
S.E. of regression 0.353525 Akaike info criterion 0.909286
Sum squared resid 3.124495 Schwarz criterion 1.142819
Log likelihood -8.639287 Hannan-Quinn criter. 0.983995
F-statistic 6.667577 Durbin-Watson stat 2.111135
Prob(F-statistic) 0.000853
Persamaan 2:
Dependent Variable: D(LG_LHN)
Method: Least Squares
Date: 11/19/17 Time: 21:11
Sample (adjusted): 1986 2015
Included observations: 30 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.007459 0.009412 0.792501 0.4352
D(LG_PRO) 0.055571 0.085405 0.650685 0.5210
D(LG_HRG) 0.054603 0.034605 1.577891 0.1267
ECT(-1) 0.007868 0.023249 0.338409 0.7378 R-squared 0.106499 Mean dependent var 0.010179
Adjusted R-squared 0.003403 S.D. dependent var 0.050902
S.E. of regression 0.050815 Akaike info criterion -2.997669
Sum squared resid 0.067137 Schwarz criterion -2.810843
Log likelihood 48.96504 Hannan-Quinn criter. -2.937902
F-statistic 1.033005 Durbin-Watson stat 1.780645
Prob(F-statistic) 0.394301
40
Persamaan 3:
Dependent Variable: D(LG_PRO)
Method: Least Squares
Date: 11/19/17 Time: 21:13
Sample (adjusted): 1986 2015
Included observations: 30 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.007566 0.021646 0.349547 0.7295
D(LG_HRG) 0.008381 0.082496 0.101592 0.9199
ECT(-1) 0.058355 0.051825 1.126010 0.2704
D(LG_LHN) 0.288337 0.443129 0.650685 0.5210 R-squared 0.066824 Mean dependent var 0.010782
Adjusted R-squared -0.040850 S.D. dependent var 0.113456
S.E. of regression 0.115750 Akaike info criterion -1.351208
Sum squared resid 0.348348 Schwarz criterion -1.164381
Log likelihood 24.26811 Hannan-Quinn criter. -1.291440
F-statistic 0.620617 Durbin-Watson stat 2.281695
Prob(F-statistic) 0.607986
Persamaan 4:
Dependent Variable: D(LG_HRG)
Method: Least Squares
Date: 11/19/17 Time: 21:13
Sample (adjusted): 1986 2015
Included observations: 30 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.022053 0.051387 0.429147 0.6714
ECT(-1) -0.123005 0.123817 -0.993440 0.3297
D(LG_LHN) 1.600483 1.014318 1.577891 0.1267
D(LG_PRO) 0.047346 0.466038 0.101592 0.9199 R-squared 0.117362 Mean dependent var 0.038951
Adjusted R-squared 0.015519 S.D. dependent var 0.277275
S.E. of regression 0.275115 Akaike info criterion 0.380308
Sum squared resid 1.967889 Schwarz criterion 0.567134
Log likelihood -1.704614 Hannan-Quinn criter. 0.440075
F-statistic 1.152384 Durbin-Watson stat 2.373291
Prob(F-statistic) 0.346720
41
Persamaan 5:
Dependent Variable: ECT(-1)
Method: Least Squares
Date: 11/19/17 Time: 21:14
Sample (adjusted): 1986 2015
Included observations: 30 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -0.003473 0.080170 -0.043325 0.9658
D(LG_LHN) 0.557394 1.647099 0.338409 0.7378
D(LG_PRO) 0.796806 0.707636 1.126010 0.2704
D(LG_HRG) -0.297308 0.299272 -0.993440 0.3297 R-squared 0.083051 Mean dependent var -0.000789
Adjusted R-squared -0.022751 S.D. dependent var 0.422932
S.E. of regression 0.427716 Akaike info criterion 1.262853
Sum squared resid 4.756473 Schwarz criterion 1.449679
Log likelihood -14.94279 Hannan-Quinn criter. 1.322620
F-statistic 0.784966 Durbin-Watson stat 1.191887
Prob(F-statistic) 0.513165