Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN DAN INFLASI
TERHADAP KEMISKINAN
(Studi Kasus: Kabupaten/Kota Daerah Istimewa Yogyakarta
Periode 2014 s.d 2019)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Disusun Oleh:
Muhammad Aliwardana
NIM: 11160840000025
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H/2020 M
ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
ANALISIS PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN DAN INFLASI
TERHADAP KEMISKINAN
(Studi Kasus: Kabupaten/Kota Daerah Istimewa Yogyakarta
Periode 2014 s.d 2019)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Oleh:
Muhammad Aliwardana
NIM: 11160840000025
Di Bawah Bimbingan
Fahmi Wibawa, MBA
NIDN: 311077202
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H/2020 M
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini Rabu, Tanggal 15 Bulan April Tahun Dua Ribu Dua Puluh telah
dilakukan Uji Komprehensif atas mahasiswa:
1. Nama : Muhammad Aliwardana
2. NIM : 11160840000025
3. Jurusan : Ekonomi Pembangunan
4. Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Inflasi
Terhadap Kemiskinan (Studi Kasus: Kabupaten/Kota
Daerah Istimewa Yogyakarta Periode 2014 s.d 2019)
Setelah mencermati dan memerhatikan penampilan, serta kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa
mahasiswa diatas dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk melanjutkan
ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar Sarjana
Ekonomi pada Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 15 April 2020
1. Dr. Lukman, M.Si
NIP: 196406072003021001 (________________)
Penguji 1
2. Drs. Rusdianto, M.Sc
NIP: 195501041984031001 (________________)
Penguji 2
iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
v
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini, Selasa 01 September 2020 telah dilaksanakan Uji Skripsi atas
mahasiswa:
Nama : Muhammad Aliwardana
NIM : 11160840000025
Jurusan : Ekonomi Pembangunan
Judul : Analisis Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Inflasi Terhadap
Kemiskinan (Studi Kasus: Kabupaten/Kota Daerah Istimewa
Yogyakarta Periode 2014 s.d 2019)
Setelah mencermati dan memerhatikan penampilan serta kemampuan yang
bersangkutan selama ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa diatas
dinyatakan LULUS dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk
memeroleh gelas Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 01 September 2020
1. Deni Pandu Nugraha, M.Sc
(__________________)
Ketua
2. Fahmi Wibawa, MBA
NIDN: 311077202 (__________________)
Pembimbing I
3. Prof. Dr. H. Abdul Hamid. MS
NIP: 195706171985031002 (__________________)
Penguji Ahli
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
Nama : Muhammad Aliwardana
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 14 Januari 1998
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : GG. Damai II No;15 RT 001/RW 02
Kelurahan Tengah. Kecamatan Kramat Jati.
Jakarta Timur. 13540
Telepon Seluler : +62 895-8032-03366
Email : [email protected]
II. Pendidikan Formal
Tahun Pendidikan
2016 s.d 2020 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2013 s.d 2016 MA Negeri 06 Kelurahan Dukuh, Jakarta Timur
2010 s.d 2013 SMP Negeri 24 Kelurahan Dukuh, Jakarta Timur
2004 s.d 2010 SD Negeri 05 Pagi Kelurahan Dukuh, Jakarta Timur
2003 s.d 2004 TK Islam Al Gifari Kelurahan Dukuh, Jakarta Timur
III. Pendidikan Informal
Tahun Pendidikan
2016 Latihan Kader 1 Himpunan Mahasiswa Islam, Komisariat
Fakultas Ekonomi dan Bisnis (KAFEIS) Cabang Ciputat, di
Villa Minangkabau, Puncak, Bogor, pada tanggal 06 s.d 09
Oktober 2016
vii
IV. Pengalaman Organisasi
Tahun Organisasi
2019 Volunteer dalam kegiatan Jakarta Carnaval Day (JCD) divisi logistik
di Kuliner Jakarta Tentram Sejahtera, Kemayoran, Jakarta Pusat, pada
tanggal 30 November 2019
2019 Master of Ceremony dalam Seminar Pendidikan Kuliah Kerja Nyata
068 “Semangat Mahasiswa Membangun Desa” di SMP dan SMK Al
Fikri, Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, pada
tanggal 01 Agustus 2019
2019 Panitia divisi logistik dan perlengkapan dalam Kuliah Kerja Nyata 068
“Semangat Mahasiswa Membangun Desa” di Desa Cibunian,
Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, pada tanggal 23 Juli 2019
s.d 23 Agustus 2019
2019 Saksi Partai Gerakan Indonesia Raya (GERINDRA) dalam Pemilihan
Umum Presiden dan Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di
Kelurahan Tengah, Jakarta Timur, pada tanggal 17 April 2019
2019 Volunteer dalam kegiatan Aku Cinta Indonesia (ACI) 2019 divisi
logistik di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta Pusat, pada tanggal
06 April 2019
2018 Koordinator divisi humas dan trasnportasi Inaugurasi Himpunan
Mahasiswa Islam, Komisariat Fakultas Ekonomi dan Bisnis, di Situ
Gintung, pada tanggal 10 November 2018
2018 Panitia divisi kesehatan dalam kegiatan Pengenalan Budaya Akademik
dan Kemahasiswaan (PBAK) di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 23, 27, dan 30 Agustus 2018
2018 Koordinator divisi humas dan transportasi Bimbingan Tes Masuk
Universitas oleh Himpunan Mahasiswa Islam, Komisariat Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, pada tanggal 30 Mei 2018
viii
2018 Panitia divisi konsumsi dalam kegiatan Silaturahmi Nasional di
Auditorium Harun Nasution, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 22 s.d 24 Mei 2018
2018 Panitia divisi marketing dalam Seminar UIN BERWIRAUSAHA di
Auditorium Harun Nasution, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 02 Mei 2018
2017 Panitia divisi keamanan dan kesehatan dalam Basic Training
Himpunan Mahasiswa Islam, Komisariat Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Cabang Ciputat, di Villa Pink, Puncak, Bogor, pada tanggal 12
s.d 15 Oktober 2017
2017 Panitia divisi acara lomba 17 Agustus 001/02 Kelurahan Tengah, pada
tanggal 17 Agustus 2017
2017 Panitia divisi konsumsi dalam Basic Training Himpunan Mahasiswa
Islam, Komisariat Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Cabang Ciputat, di
Villa Pemuda Rawa Denok, Depok, pada tanggal 13 s.d 16 April 2017
2016 Panitia divisi lomba e-sport: Pro Evolution Soccer 2017 dalam acara
“ECOFUSION” Himpunan Mahasiswa Jurusan Ekonomi
Pembangunan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
pada tanggal 12 November 2016
2016 Panitia divisi perlengkapan dalam Seminar Himpunan Mahasiswa
Jurusan Ekonomi Pembangunan dengan tema “Peran Mahasiswa
dalam Menanggulangi Maraknya Penyebaran Narkoba” di Teater
Lantai 2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, pada tanggal 08 November
2016
2014 s.d 2015 Anggota Ekstrakurikuler Teater 6 Madrasah Aliyah Negeri 06
2013 Anggota Ekstrakurikuler Palang Merah Remaja Madrasah Aliyah
Negeri 06
2008 s.d 2009 Anggota Ekstrakurikuler Pramuka Penggalang SD Negeri 05 Pagi
2005 s.d 2008 Anggota Ekstrakurikuler Pramuka Siaga SD Negeri 05 Pagi
ix
ABSTRACT
Poverty to this day is still difficult to control, as if it has become a natural
enemy for any country with a background like anything and anywhere, even the
inability of a person to meet basic consumption needs in the form of clothing,
food and shelter still occurs in the Indonesian Archipelago. This0study0aims0to
determine0the0effect0of the level of education using an indicator of the
average0length of schooling, and the effect of inflation using the percentage
inflation rate indicator, on poverty using indicators on the0number0of0poor0
people in the Regency / City of Yogyakarta in the period 2014 to 2019. This
research uses quantitative descriptive analysis with panel data method, and the
best model chosen is the Random Effect Model (REM). The0results in0this0study
are, partially the education level variable has a negative0and0significant effect on
the poverty variable, then the inflation variable0has a positive but0not0significant
effect on the poverty variable. Meanwhile, the education level variable and
inflation variable simultaneously affect the poverty variable in the Regency / City
of the Special Region of Yogyakarta in the period 2014 to 2019.
Keywords: Poverty, Education0Level, Inflation, Random0Effect0Model
(REM)
x
ABSTRAK
Kemiskinan sampai hari ini masih sulit untuk dikendalikan, seolah-olah
sudah menjadi musuh alami bagi setiap negara dengan latar belakang seperti
apapun dan dimanapun, bahkan ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi dasar berupa sandang, pangan, dan papan masih terjadi di
Nusantara Indonesia. Penelitian0ini0bertujuan0untuk0mengetahui0pengaruh0dari
tingkat0pendidikan yang menggunakan indikator0rata-rata0lama sekolah, dan
pengaruh dari inflasi yang menggunakan indikator persentase laju inflasi, terhadap
kemiskinan yang menggunakan indikator pada0jumlah0penduduk0miskin0di
Kabupaten/Kota0Daerah0Istimewa0Yogyakarta periode 2014 s.d 2019. Penelitian
ini menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dengan metode data panel, dan
model terbaik yang terpilih ialah Random Effect Model (REM). Hasil pada
penelitian ini adalah, secara0parsial0variabel0tingkat0pendidikan0berpengaruh
negatif0dan0signifikan0terhadap0variabel0kemiskinan, kemudian variabel0inflasi
berpengaruh0positif0tetapi0tidak0signifikan0terhadap0variabel0kemiskinan.
Sedangkan0variabel0tingkat0pendidikan dan variabel inflasi, secara simultan
berpengaruh0terhadap0variabel kemiskinan di Kabupaten/Kota0Daerah0Istimewa
Yogyakarta pada periode 2014 s.d 2019.
Kata kunci: Kemiskinan, Tingkat Pendidikan, Inflasi, Random Effect Model
(REM)
xi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis diberikan kesempatan untuk menulis,
dan menyelesaikan tugas akhir berupa skripsi yang berjudul ”Analisis Pengaruh
Tingkat Pendidikan dan Inflasi Terhadap Kemiskinan. Studi Kasus: Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta Periode 2014 s.d 2019”. Tidak lupa kalimat
salawat, dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah
menuntun, serta membawa umat manusia dari zaman kegelapan, dan penuh
kesesatan, menuju zaman yang terang benderang seperti sekarang ini.
Skripsi ini disusun sebagai syarat penulis untuk mendapatkan gelar
Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat, dan
memberikan dukungan baik secara doa maupun secara materi kepada penulis
selama penyusunan skripsi ini, yaitu:
1. Kedua orang tua penulis, yaitu Ibu Pudji Hastuti dan Bapak Jamrotun
yang telah memberikan dorongan semangat yang tiada hentinya, dan
selalu mendoakan tanpa lelah selama proses pengerjaan skripsi hingga
selesai. Terima kasih atas segala bentuk pengorbanan, ketulusan cinta
dan kasih sayang selama ini.
2. Agustiar Fajriyansyah selaku saudara kandung, dan Ade Riyani selaku
kakak ipar yang telah mendoakan, serta memberi semangat untuk segera
menyelesaikan skripsi.
3. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A selaku
Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta
jajaran.
4. Bapak Prof. Dr. Amilin, S.E.Ak., M.Si., CA., QIA., BKP., CRMP.,
selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajaran.
xii
5. Bapak Fahmi Wibawa, MBA. selaku dosen pembimbing skripsi, yang
telah meluangkan waktu, memberikan arahan, dan motivasi yang
bermanfaat untuk membimbing penulis, serta saran apabila penulis
melakukan kesalahan selama proses penyusunan skripsi. Semoga bapak
senantiasa diberikan kesehatan, karunia, dan keberkahan dunia akhirat
oleh Allah SWT.
6. Bapak Arief Fitrijanto, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik, yang
telah memberikan ilmu bermanfaat dan motivasi sejak semester 1 hingga
dapat menyelesaikan skripsi.
7. Bapak Dr. Muhammad Hartana Iswandi Putra, M.Si. dan Bapak Deni
Pandu Nugraha, M.Sc. selaku Kepala Program Studi dan Sekretaris
Program Studi Ekonomi Pembangunan, yang telah memberikan ilmu
selama perkuliahan, hingga dapat menyelesaikan skripsi ditengah
pandemi Covid-19.
8. Seluruh dosen dan staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Teman-teman perkumpulan ”Enung mothers house” (Isnaina, Rahmah,
Shandika, Alfandi) yang telah mendoakan, dan memberikan nostalgia,
komedi, horor, konspirasi disertai dengan bumbu canda tawa, sehingga
penulis mendapatkan hiburan dalam penyelesaian skripsi.
10. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata 068 SMANSA ”Semangat Mahasiswa
Membangun Desa” (Abdou, Abdul, Adila, Desi, Dita, Dwi, Evan, Hilma,
Lala, Nia, Rahma, Razy, Reza, Syifa, Tika, Widad, Yusuf, Zsazsa) yang
telah memberikan pengalaman hidup tak terlupakan, menjadi bagian dari
rangkaian cerita berkesan sebuah pengabdian di Desa Cibunian.
11. Teman-teman singgah ”Jalan Kayu Putih” (Adam, Andri, Bimo, Fakhri,
Farhan, Satria) yang telah memberikan segala bentuk hiburan duniawi
sampai hal-hal yang tidak masuk akal terjadi selama perkuliahan.
12. Teman-teman seperjuangan Program Studi Ekonomi Pembangunan
Angkatan 2016.
xiii
Penulis menyadari dalam skripsi ini masih terdapat kesalahan dan
kekurangan, maka dari itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun
dalam kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan
manfaat untuk akademisi, peneliti selanjutnya, dan kebijakan di pemerintahan.
Wassalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh
Jakarta, 03 Agustus 2020
Muhammad Aliwardana
xiv
DAFTAR ISI
COVER ...………………………………………………....……………………... i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIP ...............................................iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ........................................ iv
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................................. iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... vi
ABSTRACT ....................................................................................................................... ix
ABSTRAK ..........................................................................................................................x
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... xi
DAFTAR ISI.................................................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... xviii
DAFTAR GRAFIK ......................................................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Batasan Masalah ................................................................................................. 12
C. Rumusan Masalah .............................................................................................. 13
D. Tujuan Penelitian ................................................................................................ 13
E. Manfaat Penelitian .............................................................................................. 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 15
A. Landasan Teori........................................................................................................... 15
1. Kemiskinan .......................................................................................................... 15
a. Definisi Kemiskinan ........................................................................................ 15
b. Klasifikasi Kemiskinan ................................................................................... 16
c. Ciri-Ciri Kemiskinan ...................................................................................... 19
xv
d. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan .......................................................... 19
2. Pendidikan ........................................................................................................... 21
a. Definisi Pendidikan ......................................................................................... 21
b. Indikator Pendidikan ...................................................................................... 22
c. Tujuan Pendidikan ......................................................................................... 23
d. Jenjang Pendidikan ........................................................................................ 25
3. Inflasi .................................................................................................................... 26
a. Definisi Inflasi .................................................................................................. 26
b. Jenis Inflasi ...................................................................................................... 28
c. Faktor-Faktor Inflasi ...................................................................................... 31
d. Pengendalian Inflasi ........................................................................................ 32
B. Penelitian Terdahulu .......................................................................................... 35
C. Kerangka Berpikir .............................................................................................. 42
D. Hipotesis Penelitian ............................................................................................. 44
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................... 45
A. Ruang Lingkup Penelitian.................................................................................. 45
B. Metode Penentuan Sampel ................................................................................. 45
C. Metode Pengumpulan Data ................................................................................ 46
D. Metode Analisis Data .......................................................................................... 47
E. Pengujian Model ................................................................................................. 49
F. Uji Statistik .......................................................................................................... 50
G. Operasional Variabel Penelitian ........................................................................ 51
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 53
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ................................................................. 53
1. Kemiskinan ...................................................................................................... 55
2. Tingkat Pendidikan ........................................................................................ 57
xvi
3. Inflasi ................................................................................................................ 58
B. Temuan Hasil Penelitian .................................................................................... 61
1. Uji Chow .......................................................................................................... 61
2. Uji Hausman .................................................................................................... 62
3. Uji Lagrange Multiplier ................................................................................. 63
4. Random Effect Model ..................................................................................... 64
5. Uji Asumsi Klasik ........................................................................................... 65
a. Uji Normalitas ......................................................................................... 66
b. Uji Multikolinearitas .............................................................................. 67
6. Uji Hipotesis .................................................................................................... 67
a. Uji t-statistik ............................................................................................ 67
b. Uji F-statistik ........................................................................................... 70
c. Uji Koefisien Determinasi ...................................................................... 71
C. Pembahasan ......................................................................................................... 72
1. Tingkat Pendidikan Terhadap Kemiskinan ................................................. 72
2. Inflasi Terhadap Kemiskinan ........................................................................ 75
BAB V PENUTUP ........................................................................................................ 78
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 78
B. Saran .................................................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 82
LAMPIRAN..................................................................................................................... 92
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia Periode 2014 s.d 2019
(Dalam Persen) ................................................................................................... 2
Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Miskin Menurut Pulau di Indonesia Tahun 2019
(Dalam Jiwa) ...................................................................................................... 3
Tabel 1.3 Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi di Pulau Jawa Periode
2014 s.d 2019 (Dalam Persen) ........................................................................... 4
Tabel 1.4 Rata-Rata Lama Sekolah Menurut Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Periode 2014 s.d 2019 (Dalam Tahun) ............................................................. 7
Tabel 1.5 Jumlah Fasilitas Berdasarkan Seluruh Jenis Pendidikan Sederajat
Menurut Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2019 (Dalam Buah) ....................... 9
Tabel 1.6 Laju Inflasi Menurut Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Nasional
Periode 2014 s.d 2019 (Dalam Persen) ........................................................... 11
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ...................................................................................... 35
Tabel 3.1 Operasional Variabel Penelitian ................................................................... 52
Tabel 4.1 Daftar Kabupaten/Kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun
2019 ................................................................................................................... 54
Tabel 4.2 Uji Chow.......................................................................................................... 62
Tabel 4.3 Uji Hausman ................................................................................................... 63
Tabel 4.4 Uji Lagrange Multiplier ................................................................................. 64
Tabel 4.5 Hasil Regresi Data Panel ............................................................................... 64
Tabel 4.6 Uji Multikolinearitas ...................................................................................... 67
Tabel 4.7 Uji t-statistik ................................................................................................... 69
Tabel 4.8 Uji F-statistik .................................................................................................. 70
Tabel 4.9 Uji Koefisien Determinasi .............................................................................. 71
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir..................................................................................... 42
Gambar 2.2 Kerangka Laporan Penelitian .................................................................. 43
Gambar 4.1 Peta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ........................................... 54
xix
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten/Kota Daerah Istimewa Yogyakarta
Periode 2014 s.d 2019 (Dalam Jiwa) .............................................................. 55
Grafik 4.2 Rata-Rata Lama Sekolah Kabupaten/Kota Daerah Istimewa Yogyakarta
Periode 2014 s.d 2019 (Dalam Tahun) ........................................................... 57
Grafik 4.3 Laju Inflasi Kabupaten/Kota Daerah Istimewa Yogyakarta Periode 2014
s.d 2019 (Dalam Persen) .................................................................................. 59
Grafik 4.4 Uji Normalitas ............................................................................................... 66
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemiskinan merupakan hal paling penting yang patut diatasi dalam suatu
negara, sebab kemiskinan dapat menjadi ukuran pertumbuhan ekonomi, di mana
negara tersebut dapat dikatakan maju atau berkembang, bahkan terbelakang
(miskin) sekalipun. Menindaklanjuti dari Tujuan Pembangunan Milenium
(Millennium Development Goals) yang berakhir pada tahun 2015, maka
dibentuknya kembali Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable
Development Goals) yang telah disepakati oleh berbagai negara dalam forum
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Terlampir jelas pada pembukaan poin
pertama yang menyatakan bahwa, mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk,
di mana kemiskinan pada dasarnya adalah momok yang sulit untuk dihadapi di
negara manapun, termasuk Indonesia. Mengupayakan untuk menghilangkan
kemiskinan tentu saja tidak semudah membalikkan telapak tangan, dan
dibutuhkan pula jangka waktu yang lama, sebab selagi suatu akar permasalahan
kemiskinan di hulu tidak segera untuk diatasi, maka kesejahteraan penduduk
semakin rendah untuk diperoleh.
Selanjutnya pada poin kesepuluh berisi tentang mengurangi ketimpangan
didalam dan antar negara, di mana awal mula terjadinya kemiskinan tersebut
disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan dalam negeri, pada salah satu sektor
ekonomi. Menghadapi permasalahan ketimpangan tersebut, Indonesia
sebenarnya sudah siap dengan ditetapkannya sebuah peraturan dalam pasal 33
2
UUD 1945 ayat 4 yang menegaskan, “Perekonomian nasional diselenggarakan
berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”, namun
kenyataannya Negara Indonesia masih sulit untuk merealisasikan secara adil dan
makmur terhadap rakyatnya dalam menuntaskan permasalahan ekonomi
tersebut, sehingga terdapat awal mula suatu perbedaan yang sangat timpang,
dengan ditandai tidak samanya peluang, proporsi, atau kepemilikan untuk
mendapatkan, serta memanfaatkan sumber daya yang melimpah, untuk dikelola
secara sendiri tanpa adanya campur tangan dari pihak asing.
Tabel 1.1
Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia
Periode 2014 s.d 2019 (Dalam Persen)
Tahun Persentase Penduduk Miskin
2014 10,96
2015 11,13
2016 10,7
2017 10,12
2018 9,66
2019 9,22
Sumber: Badan Pusat Statistik Nasional, 2020
Profil kemiskinan di Indonesia secara umum pada periode 2014 s.d 2019
mengalami penurunan, walaupun pada tahun 2014 ke tahun 2015 tingkat
kemiskinan di Indonesia mengalami kenaikan sebesar 0,17% menjadi 11,13%
yang dikarenakan oleh naiknya harga barang kebutuhan pokok, berdampak dari
naiknya pula harga bahan bakar minyak, sehingga berdampak pada orang-orang
3
yang tidak mampu secara finansial, dan harus terbebani akan naiknya dari harga
bahan-bahan pokok tersebut, namun pada tahun-tahun selanjutnya terus
menunjukkan konsistensi berupa penurunan ditahun 2016 sebesar 0,43% lalu
ditahun 2017 sebesar 0,58% kemudian ditahun 2018 sebesar 0,46% dan ditahun
2019 sebesar 0,44%
Tabel 1.2
Jumlah Penduduk Miskin
Menurut Pulau di Indonesia Tahun 2019 (Dalam Jiwa)
Pulau Jumlah Penduduk Miskin
Sumatera 5.772.410
Jawa 12.555.900
Bali dan Nusa Tenggara 1.992.040
Sulawesi 1.988.760
Maluku dan Papua 1.515.230
Kalimantan 961.510
Sumber: Badan Pusat Statistik Nasional, 2019
Per September 2019 Badan Pusat Statistik mencatatkan jumlah penduduk
miskin di Pulau-Pulau Indonesia sebesar 24.785.850 jiwa. Angka tersebut
apabila dipersentasekan setara dengan 9,22%. Pada tabel data tersebut, terlihat
jelas bahwa predikat dengan jumlah penduduk miskin terbanyak berada di Pulau
Jawa dengan jumlah 12.555.900 jiwa. Pulau Sumatera menempati posisi kedua
dengan jumlah 5.772.410 jiwa, diikuti oleh Pulau Bali dan Nusa Tenggara
dengan jumlah 1.992.040 jiwa, kemudian disusul oleh Pulau Sulawesi dengan
jumlah 1.988.760 jiwa. Bahkan Pulau Maluku dan Papua yang selalu
mendapatkan sisi keburukan dari Indonesia pun menempati posisi kelima
dengan jumlah penduduk miskin sebesar 1.515.230 jiwa. Hal tersebut tentu
4
menjadikan pulau terendah kedua akan jumlah penduduk miskinnya apabila
dibandingkan dengan Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Bali dan Nusa
Tenggara, serta Pulau Sulawesi, sedangkan Pulau Kalimantan menjadi pulau
dengan jumlah penduduk miskin yang 13 kali lipat lebih sedikit dari Pulau Jawa
dan menjadi pulau dengan penduduk miskin terendah di Indonesia sebesar
961.510 jiwa.
Tabel 1.3
Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi di Pulau Jawa
Periode 2014 s.d 2019 (Dalam Persen)
Provinsi 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Banten 5,51 5,75 5,36 5,59 5,25 4,94
DKI0Jakarta 4,09 3,61 3,75 3,78 3,55 3,42
Jawa0Barat 9,18 9,57 8,77 7,83 7,25 6,82
Jawa Tengah 13,58 13,32 13,19 12,23 11,19 10,58
DIY 14,55 13,16 13,10 12,36 11,81 11,44
Jawa Timur 12,28 12,28 11,85 11,20 10,85 10,20
Sumber: Badan Pusat Statistik Nasional, 2019
Menurut (Badan Pusat Statistik Nasional, 2019) terdapat 12,56 juta orang
miskin di Pulau Jawa, dengan tingkat persentase sebesar 8,29%. Pada tabel data
tersebut persentase penduduk miskin di Provinsi Banten, Provinsi DKI Jakarta,
dan Provinsi Jawa Barat mengalami fluktuasi. Provinsi Banten pada tahun 2015
mengalami kenaikan persentase penduduk miskin sebesar 0,24% menjadi 5,75%
kemudian ditahun 2016 mengalami penurunan sebesar 0,39% menjadi 5,36%
namun ditahun 2017 kembali mengalami kenaikan sebesar 0,23% menjadi 5,59%
dan turun kembali ditahun 2018 sebesar 0,7% menjadi 5,25% serta ditahun 2019
mengalami penurunan lagi sebesar 0,31% menjadi 4.94%.
5
Provinsi DKI Jakarta mengalami kenaikan persentase penduduk dalam 2
tahun berturut-turut, tepatnya ditahun 2016 sebesar 0,14% menjadi 3,75% dan
ditahun 2017 sebesar 0,03% menjadi 3,78% sedangkan ditahun 2018 turun
sebesar 0,23% menjadi 3,55% dan ditahun 2019 mengalami penurunan lagi
sebesar 0,13% menjadi 3,42%.
Provinsi Jawa Barat hanya mengalami sekali dalam kenaikan persentase
penduduk miskin yang terjadi pada tahun 2015 sebesar 0,39% menjadi 9,57% lalu
ditahun 2016 mengalami penurunan 0,8% menjadi 8,77% kemudian ditahun 2017
turun kembali sebesar 0,93% menjadi 7,83% dan ditahun 2018 turun sebesar
0,58% menjadi 7,25% serta ditahun 2019 pun mengalami penurunan sebesar
0,43% menjadi 6,82%
Provinsi Jawa Tengah bersama dengan Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Provinsi Jawa Timur, menjadi provinsi yang konsisten dalam
menurunkan besaran angka persentase penduduk miskin di Pulau Jawa periode
2014 s.d 2019. Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2015 mengalami penurunan
persentase penduduk miskin sebesar 0,26% menjadi 13,32% selanjutnya ditahun
2016 turun sebesar 0.13% menjadi 13,39% lalu ditahun 2017 turun sebesar 0,96%
menjadi 12,23% kemudian ditahun 2018 turun sebesar 1,04% menjadi 11,19%
dan ditahun 2019 mengalami penurunan lagi sebesar 0,61% menjadi 10,58%.
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pun terus mengalami penurunan
persentase penduduk miskin disetiap tahunnya, tahun 2015 mengalami penurunan
sebesar 1,39% menjadi 13,16% selanjutnya ditahun 2016 turun 0,06% menjadi
13,10% lalu ditahun 2017 turun sebesar 0,74% menjadi 12,36%, kemudian
6
ditahun 2018 turun sebesar 0,55% menjadi 11,81% dan ditahun 2019 mengalami
penurunan lagi sebesar 0,37% menjadi 11,44%.
Tak mau kalah dari Provinsi Jawa0Tengah dan
Provinsi0Daerah0Istimewa Yogyakarta, Provinsi0Jawa0Timur pun turut
mengikuti dalam penurunan persentase penduduk miskin disetiap tahunnya.
Setelah sebelumnya pada 2014 dan 2015 persentase penduduk miskin di Provinsi
Jawa Timur tetap pada angka 12,28% ditahun 2016 mengalami penurunan sebesar
0,43% menjadi 11,85% selanjutnya ditahun 2017 turun sebesar 0,65% menjadi
11,20% kemudian ditahun 2018 turun sebesar 0,35% menjadi 10,85% dan ditahun
2019 mengalami penurunan lagi sebesar 0,65% menjadi 10,20%.
Apabila dilihat dari besaran persentase penduduk miskin hingga tahun
2019, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki persentase kemiskinan
yang tertinggi diantara kelima provinsi lainnya di Pulau Jawa sebesar 11,44%,
tentunya angka tersebut lebih tinggi dan memiliki beda 2,22% dengan angka
kemiskinan secara nasional, yakni sebesar 9,22%.
Sesuai pada poin keempat dalam tujuan pembangunan berkelanjutan
(Sustainables Development Goals) tentang memastikan pendidikan yang inklusif,
dan berkualitas setara, mendukung kesempatan belajar seumur hidup bagi semua,
hal tersebut menandakan bahwa pendidikan di zaman sekarang ini telah
berevolusi, di mana sistem layanan pendidikan yang mengatur seorang
penyandang disabilitas pun mampu diterima di sekolah terdekat, dan di kelas
umum dengan teman seumurannya, tanpa diberlakukan kelas khusus, kemudian
siswa tersebut bisa belajar dengan keterjangkauan yang mendukung tanpa
7
terkecuali, yaitu mendapatkan kualitas setara dengan yang normal, serta
mendapatkan kesempatan belajar seumur hidup, tanpa harus melihat latar
belakang seseorang tersebut terlebih dahulu.
Pemerintah Indonesia sadar betul bahwa pendidikan hal yang dicita-
citakan oleh seluruh rakyat Indonesia, dengan mengupayakan seluruh rakyat
Indonesia untuk turut serta dalam mendapatkan pendidikan, bahkan hingga hari
ini pun telah memberlakukan dan menggunakan sebuah pedoman berbasis
kurikulum yang dirancang oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Indikator rata-rata lama sekolah dihitung oleh Badan Pusat Statistik, di mana
tingkat rata-rata0lama0sekolah0penduduk0berumur 250tahun keatas, dengan
perkiraan proses pendidikan telah ditamatkan.
Tabel 1.4
Rata-Rata0Lama0Sekolah
Menurut0Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Periode 2014 s.d 2019 (Dalam Tahun)
Tahun Rata-Rata Lama
Sekolah DIY
2014 8,85
2015 9,02
2016 9,13
2017 9,23
2018 9,33
2019 9,39
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, 2019
Pada tabel data tersebut menunjukkan bahwa, rata-rata0lama0sekolah0di
0Provinsi0Daerah0Istimewa0Yogyakarta selama periode 2014 s.d 2019
8
mengalami tren positif berupa kenaikan disetiap tahunnya. Pada tahun 2015
mengalami kenaikan sebesar 0,17 menjadi 9,02 tahun, selanjutnya ditahun 2016
mengalami kenaikan sebesar 0,11 menjadi 9,13 tahun, kemudian ditahun 2017
mengalami kenaikan sebesar 0,10 menjadi 9,23 tahun, lalu ditahun 2018
mengalami kenaikan yang sama ditahun 2017 sebesar 0,10 menjadi 9,33 tahun,
dan ditahun 2019 mengalami kenaikan sebesar 0,06 menjadi 9,39 tahun atau
setara dengan kelas 9 SMP sederajat. Kenaikan tingkat pendidikan terlihat pada
tahun 2014 ke tahun 2015, dari yang sebelumnya 8,85 tahun atau setara dengan
kelas 8 SMP sederajat, maka ditahun 2015 menjadi 9,02 tahun atau setara dengan
kelas 9 SMP, sedangkan dilihat dalam periode 2015 s.d 2019 tidak ada kenaikan
jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi untuk ke SMA, hanya tetap berada pada
jenjang pendidikan SMP .
Menurut (Data Referensi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
2019) terdapat 271.424 fasilitas pendidikan berupa gedung sekolah dengan total
rincian berupa SD sederajat sebanyak 175.191 buah, SMP sederajat sebanyak
59.099 buah, SMA sederajat sebanyak 23.018 buah, dan SMK sebanyak 14.320
buah yang tersebar di 34 Provinsi Indonesia.
9
Tabel 1.5
Jumlah Fasilitas Berdasarkan Seluruh Jenis Pendidikan Sederajat
Menurut Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2019 (Dalam Buah)
Provinsi Gedung Sekolah
Banten 10.055
DKI Jakarta 5.370
Jawa Barat 38.182
Jawa Tengah 31.376
DIY 3.027
Jawa Timur 40.828
Sumber: Data Referensi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2019
Pada tabel data tersebut menunjukkan bahwa, fasilitas pendidikan berupa
total gedung sekolah di Pulau Jawa sebanyak 128.838 buah, dengan Provinsi Jawa
Timur memiliki gedung sekolah terbanyak, yakni 40.828 buah, lalu diikuti oleh
Provinsi Jawa Barat sebanyak 38.182 buah, disusul oleh Provinsi Jawa Tengah
sebanyak 31.376 buah, kemudian Provinsi Banten sebanyak 10.005 buah, dan
Provinsi DKI Jakarta sebanyak 5.370 buah, serta Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta sebanyak 3.027 buah. Secara letak geografis, Provinsi DKI Jakarta
memiliki wilayah sebesar 661,5 km2 dengan memiliki 5.370 buah fasilitas gedung
sekolah, sedangkan Provinsi0Daerah0Istimewa0Yogyakarta0yang memiliki
wilayah0sebesar 3.186 km2 hanya memiliki 3.027 buah gedung sekolah. Hal
tersebut menjadikannya sebagai provinsi terluas kelima di Pulau Jawa, dengan
hanya memiliki jumlah fasilitas gedung sekolah yang sedikit di Pulau Jawa.
Walaupun telah menyandang julukan sebagai “kota pendidikan”, nyatanya
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pun masih tertinggal jauh perihal
penyediaan fasilitas gedung sekolah diantara 5 provinsi lainnya di Pulau Jawa.
10
Banyak variabel ekonomi yang memengaruhi kemiskinan selain tingkat
pendidikan, salah satunya adalah inflasi. Indonesia sendiri telah mengalami inflasi
yang luar biasa, yaitu hiperinflasi, di mana tidak terkendalinya lagi kondisi harga
yang naik tak terkendali, dan nilai tukar uang pun mengalami penurunan drastis
pula, serta terjadi apabila inflasi tersebut naik lebih dari 50% dalam 1 bulan.
Bersumber pada Sejarah Indonesia: Politik dan Ekonomi di Bawah Soekarno,
pada tahun 1963 s.d 1965 (Brodjonegoro, 2015) disaat era Demokrasi Terpimpin,
yang dilatarbelakangi oleh ambisi pembangunan0mercusuar Presiden Soekarno
untuk melakukan pencetakan Rupiah, hingga akhirnya Indonesia pertama kali
merasakan sebuah hiperinflasi sebesar 600%, namun pemerintah mencoba untuk
mengatasi laju inflasi yang semakin tinggi dengan memberlakukan kebijakan
pemotongan nilai Rupiah, yaitu sanering, dan kebijakan penyederhanaan nilai
tanpa mengurangi nilai tukar, yaitu redenominasi.
Semenjak Badan Pusat Statistik Nasional mencatat laju inflasi tahunan
Indonesia, yang dipublikasi dari tahun 1979 s.d sekarang, tercatat Indonesia
mengalami hiperinflasi untuk yang kedua kalinya. Tepatnya pada tahun 1998, laju
inflasi tahunan Indonesia berada diangka 77,63%. Menurut (Tarmidi, 2003:17)
selaku Kepala Pusat Kajian APEC, Universitas Indonesia, apabila dilihat melalui
besaran angka memang tidak separah saat tahun 1963, namun dampak yang
diberikan saat inflasi tahun 1998 memberikan efek domino berupa kesulitan untuk
menutup APBN, utang luar negeri yang berimbas pada rupiah turut melonjak,
perusahaan mengurangi produksi besar-besaran yang disebabkan tidak bisa lagi
menjual barang dengan tuntutan beban utang yang tinggi pula, bahkan perusahaan
11
pun melakukan pemutusan hubungan karyawan (PHK) dan tidak sedikit pula
perusahaan yang melakukan gulung tikar sedini mungkin.
Tabel 1.6
Laju Inflasi
Menurut Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Nasional
Periode 2014 s.d 2019 (Dalam Persen)
Tahun Laju Inflasi Provinsi
DIY
Laju Inflasi Nasional
2014 6,59 8,36
2015 3,09 3,35
2016 2,29 3,02
2017 4,20 3,61
2018 2,66 3,13
2019 2,77 2,72
Sumber: Badan0Pusat0Statistik0Provinsi0Daerah0Istimewa0Yogyakarta dan
Nasional, 2019
Setelah hiperinflasi yang terjadi tahun 1998 tersebut, perlahan namun
pasti Indonesia tetap menjaga laju inflasi pada tingkatan merayap (creeping
inflation). Bersumber pada Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional DIY (Bank
Indonesia, 2014) berdasarkan tabel data tersebut, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta pada tahun 2014 mengalami inflasi diatas 5% di mana faktor yang
memengaruhi tekanan inflasi ialah, kesulitan pemerintah daerah dalam naiknya
permintaan pada bulan Ramadan, dan menjelang Idul Fitri, kemudian kenaikan
tarif tenaga listrik dan harga elpiji, lalu kenaikan biaya pendidikan, dan
meningkatnya permintaan konsumsi pada wisatawan asing dan mancanegara,
khususnya pada minggu pertama setelah libur Idul Fitri.
12
Pada tahun 2014 Provinsi DIY mencatatkan laju inflasi yang cukup
tinggi sebesar 6,59% kemudian ditahun 2015 berhasil menurunkan sebesar 3,5%
menjadi 3,09% selanjutnya ditahun 2016 mengalami penurunan sebesar 0,8%
menjadi 2,29% namun ditahun 2017 kembali mengalami kenaikan sebesar 1,91%
menjadi 4,20% kemudian ditahun 2018 mengalami penurunan sebesar 1,54%
menjadi 2,66% dan ditahun 2019 sedikit mengalami kenaikan sebesar 0,11%
menjadi 2,77%. Laju inflasi antara Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan
Nasional mengalami fluktuatif dan tidak terpaut jauh pada nilai besarannya
tersebut. Tercatat dua kali Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami laju
inflasi yang melebihi laju inflasi Nasional. Pada tahun 2017 Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta mengalami inflasi sebesar 4,20% selisih 0,59% dari inflasi
nasional sebesar 3,61%, sedangkan ditahun 2019 Daerah Istimewa Yogyakarta
mengalami inflasi sebesar 2,77% terdapat selisih 0,05% dari inflasi nasional
sebesar 2,72%
B. Batasan Masalah
Penulis menetapkan batasan masalah supaya fokus, dan tidak keluar dari
pokok permaslahan yang diteliti. Penelitian ini menggunakan data selama kurun
waktu 6 tahun, dari tahun 2014 s.d tahun 2019. Penelitian ini menggunakan 1
variabel terikat yaitu kemiskinan, kemudian 2 variabel bebas, yaitu tingkat
pendidikan, dan inflasi. Variabel kemiskinan berupa indikator jumlah penduduk
miskin, kemudian variabel pendidikan berupa indikator rata-rata lama sekolah,
dan variabel inflasi menggunakan persentase laju inflasi, meliputi Kabupaten
13
Kulon Progo, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Sleman
dan Kota Yogyakarta periode 2014 s.d 2019.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka
terdapat masalah yang dapat dikaji sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat pendidikan dapat memengaruhi kemiskinan di
Kabupaten/Kota0Daerah0Istimewa0Yogyakarta pada periode 2014 s.d
2019?
2. Bagaimana inflasi dapat memengaruhi kemiskinan di
Kabupaten/Kota0Daerah0Istimewa0Yogyakarta pada periode 2014 s.d
2019?
3. Bagaimana pengaruh tingkat pendidikan, dan inflasi terhadap kemiskinan
di Kabupaten/Kota0Daerah0Istimewa0Yogyakarta pada periode 2014 s.d
2019?
D. Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah tersebut, kemudian tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan terhadap kemiskinan di 5
Kabupaten/Kota0Daerah0Istimewa0Yogyakarta pada periode 2014 s.d
2019.
2. Untuk mengetahui pengaruh inflasi terhadap kemiskinan di 5
Kabupaten/Kota0Daerah0Istimewa0Yogyakarta pada periode 2014 s.d
2019.
14
3. Untuk mengetahui tingkat pendidikan, dan inflasi terhadap kemiskinan di
5 Kabupaten/Kota Daerah Istimewa Yogyakarta pada periode 2014 s.d
2019.
E. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dijelaskan, maka manfaat dari
penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk:
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini menjadi sarana pembelajaran, dan pengaplikasian teori yang
telah dipelajari saat kuliah, serta memeroleh bukti empiris tentang
pengaruh tingkat pendidikan, dan inflasi terhadap kemiskinan di
Kabupaten/Kota0Daerah0Istimewa0Yogyakarta pada periode 2014 s.d
2019.
2. Bagi Pemerintah
Penelitian ini mampu digunakan sebagai bahan referensi untuk dilakukan
evaluasi dalam pengambilan kebijakan publik, dan sebagai bahan
pertimbangan pemerintah daerah dalam menetapkan kebijakan
pembangunan ekonomi, terutama pada faktor tingkat pendidikan, dan
inflasi terhadap kemiskinan di Kabupaten/Kota0Daerah0Istimewa
Yogyakarta0pada periode 2014 s.d 2019.
3. Bagi Akademisi
Sebagai tambahan informasi, dan referensi bagi pihak-pihak yang
melakukan studi terkait mengenai pengaruh tingkat pendidikan dan inflasi
terhadap kemiskinan di Kabupaten/Kota0Daerah0Istimewa0Yogyakarta.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kemiskinan
a. Definisi0Kemiskinan
Berdasarkan0UU No. 240Tahun 2004, kemiskinan adalah keadaan
sosial ekonomi pada individu atau sekelompok orang yang tidak
terpenuhinya hak dasar untuk memertahankan, dan mengembangkan
kehidupan yang bermartabat. Kebutuhan dasar seseorang atau sekelompok
orang di Indonesia meliputi kebutuhan sandang, pangan, dan papan,
ditambah kesehatan, pendidikan, serta bekerja untuk mendapatkan sebuah
pendapatan.
Menurut World Bank, kemiskinan adalah keadaan seseorang
yang tidak merasakan banyak pilihan dalam terpenuhinya kebutuhan dasar,
seperti tidak terpenuhinya kesehatan, standar hidup layak, dan rasa
dihormati oleh orang lain. Disisi lain kemiskinan turut disebabkan karena
kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan,
pakaian, tempat tinggal, kesehatan, dan pendidikan yang dapat diterima.
Kemiskinan berkaitan pula dengan sedikitnya lapangan pekerjaan,
kemudian dikategorikan miskin tersebut karena tidak memiliki pekerjaan
(pengangguran), serta akses pendidikan dan akses kesehatan turut tidak
memadai.
16
Menurut United Nations Development Programme (UNDP)
dalam0(Cahyat, 2004)0kemiskinan0adalah0ketidakmampuan untuk
memerluas pilihan hidup, ditambah tidak ada partisipasi sebuah
pengambilan keputusan kebijakan public dari pemerintah, sebagai salah
satu indikator upaya penurunan angka kemiskinan.
Menurut (Suryawati, 2004) kemiskinan adalah sebagai kondisi
ketidakmampuan pendapatan dalam menyukupi kebutuhan pokok,
sehingga kurang mampu untuk menjamin kelangsungan hidup.
Menurut (Sulistyanto, 2010) kemiskinan adalah masalah yang
dihadapi oleh umat manusia, walaupun tidak disadari kehadirannya
sebagai sebuah permasalahan, namun dampak permasalahan tersebut
berkaitan pada semua kebutuhan hidup manusia. Bagi golongan
individu/kelompok miskin, hal tersebut adalah kenyataan dalam kehidupan
di dunia, sebab secara langsung telah menjalani sepanjang hari bagaimana
sulitnya hidup dalam kemiskinan.
b. Klasifikasi Kemiskinan
Kemiskinan secara konseptual dibedakan menjadi 2, yaitu
kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut.
1. Kemiskinan relatif adalah keadaan miskin yang dikarenakan pengaruh
dari kebijakan dalam pembangunan yang tidak bisa menjangkau semua
golongan masyarakat, sehingga mengakibatkan terjadinya
ketimpangan pada distribusi pendapatan.
17
2. Kemiskinan absolut adalah keadaan di mana pendapatan individu
hanya mendapatkan di bawah garis kemiskinan, atau tidak mampu
untuk memenuhi kebutuhan dasar pada pangan, sandang, papan,
ditambah kesehatan dan pendidikan untuk bisa tetap hidup dan bekerja.
Menurut (Harniati, 2010) dimensi kemiskinan bersifat menyeluruh,
yang diklasifikasikan dalam 3 jenis kemiskinan, yaitu:
1. Kemiskinan alamiah adalah kemiskinan yang dikarenakan oleh
kualitas sumber daya alam dan sumber daya manusia yang rendah.
Kondisi alam dan sumber daya yang rendah membuat peluang
produksi turut rendah. Khusus untuk sektor pertanian, kemiskinan
yang terjadi lebih diakibatkan kualitas lahan dan iklim yang tidak
mendukung aktivitas pertanian. Dari seluruh wilayah di Indonesia,
lahan subur justru banyak dijumpai di pulau Jawa. Sedangkan di luar
Jawa, sumber daya alam yang subur jumlahnya terbatas, hal ini
membuat petani hanya dapat menanami lahan saat musim penghujan
saja, di mana keadaan tersebut berdampak pada hasil produksi yang
hanya mampu diperoleh sekali dalam satu tahun.
2. Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang berhubungan dengan
perilaku seseorang atau kelompok dalam masyarakat yang tidak mau
berusaha memerbaiki tingkat kehidupannya, sekalipun ada usaha untuk
memerbaiki dari pihak lain yang membantunya. Kemiskinan ini dapat
pula disebabkan karena sebagian sistem dalam tradisi masyarakat
berkontribusi dalam menyebabkan terjadinya kemiskinan masyarakat.
18
3. Kemiskinan struktural, kemiskinan yang secara langsung maupun tidak
disebabkan oleh tatanan kelembagaan atau struktur sosial dalam
masyarakat. Tatanan kelembagaan atau struktur sosial disini dapat
diartikan sebagai tatanan organisasi maupun aturan permainan yang
diterapkan. Kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah
seringkali menyebabkan sebagian kelompok dalam masyarakat
mengalami kemiskinan. Kemiskinan yang terjadi lebih disebabkan
keterbatasan bahkan tidak dimilikinya akses kelompok miskin kepada
sumber daya-sumber daya pembangunan yang ada. Kemiskinan yang
disebabkan oleh struktur sosial yang berlaku ini telah menyebabkan
terkurungnya kelompok masyarakat tertentu dalam suasana
kemiskinan, yang bahkan telah berlangsung secara turun temurun.
c. Ciri-Ciri Kemiskinan
Menurut (Wignjosoebroto, 2005) ciri-ciri kemiskinan sebagai
berikut:
1. Bagi individu/kelompok yang hidup dibawah garis kemiskinan yang
tidak memiliki faktor produksi sendiri, disebabkan karena faktor untuk
menghasilkan produksi umumnya sedikit, sehingga untuk memeroleh
pendapatan menjadi sulit.
2. Pada umumnya tidak ada kemungkinan untuk memeroleh kepemilikan
produksi dengan kemampuan sendiri, dikarenakan tidak memiliki
syarat untuk terpenuhinya kebutuhan dasar tersebut.
19
3. Anak-anak yang tidak lulus hingga tamat sekolah dikarenakan harus
membantu orang tua pun lebih memilih untuk mencari uang untuk
makan, sehingga tidak ada lagi waktu untuk belajar, hanya demi
mencari nafkah tambahan.
4. Kemiskinan yang terjadi kebanyakan terjadi di daerah pedesaan dan
tidak memiliki tanah garapan sendiri, sedangkan bekerja di sektor
pertanian hanya berdasarkan musim panas atau hujan saja, sehingga
pekerjaan menjadi tidak terjamin, kemudian berdampak menjadi
pekerja bebas yang lebih memilih untuk bekerja serabutan, dengan
pendapatan yang menjadi tidak menentu.
5. Tidak memiliki keterampilan (skill) yang sesuai dengan lowongan
pekerjaan yang menggunakan teknologi mumpuni.
d. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan
Menurut (Waluyo, 2013) kemiskinan dari sisi ekonomi
penyebabnya dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Kemiskinan ada karena ketidaksamaan bentuk kepemilikan pada
sumber daya yang mengakibatkan pendapatan menjadi tidak stabil, di
mana penduduk miskin hanya memiliki sumber daya alam dengan
jumlah terbatas yang berkualitas rendah.
2. Perbedaan kualitas sumber daya manusia yang rendah menandakan
produktivitasnya turut rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya
manusia tersebut karena rendahnya pendidikan, adanya diskriminasi,
karena keturunan, bahkan nasib yang kurang beruntung pun turut andil.
20
3. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam akses modal.
Menurut (Kanbur dan Squire, 1999) kemiskinan terjadi karena
akibat dari kebijakan pemerintah. Pemerintah yang tidak kontra dengan
kemiskinan, maka mampu membenahi buruknya pada fasilitas kesehatan,
sehingga akses kesehatan untuk anak-anak dapat diperoleh tanpa
mengalami hambatan. Pendidikan pun turut membuat pekerja menjadi
lebih terampil, sehingga produktivitasnya mampu meningkatkan
pendapatan. Produktivitas tinggi tersebut menyebabkan pertumbuhan
ekonomi pada negara pun turut meningkat, dan angka kemiskinan mampu
diatasi. Disisi lain, apabila pemerintah kontra pada kemiskinan, maka
kesejahteraan rakyat tidak dijunjung tinggi untuk keluar dari zona
kemiskinan, sehingga fasilitas kesehatan dan pendidikan hanya dirasakan
oleh kalangan pejabat dan orang-orang yang memiliki harta melimpah.
Kondisi kemiskinan dapat disebabkan sekurang-kurangnya 4
penyebab, yaitu:
1. Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan
pengembangan diri terbatas dan menyebabkan sempitnya lapangan
kerja yang dapat dimasuki. Dalam bersaing untuk mendapatkan
lapangan kerja yang ada, taraf pendidikan menentukan. Taraf
pendidikan yang rendah membatasi kemampuan untuk mencari dan
memanfaatkan peluang.
2. Taraf kesehatan dan asupan gizi yang tidak cukup dapat menyebabkan
penurunan kekebalan dan lambatnya pola pikir.
21
3. Banyak individu/kelompok miskin, secara ekonomi tidak berdaya
dikarenakan wilayah yang terpencil dan terisolasi, sehingga tidak dapat
diakses oleh pelayanan pendidikan, kesehatan, dan upaya pergerakan
kemajuan yang sudah dinikmati terlebih dulu oleh masyarakat lainnya.
2. Pendidikan
a. Definisi Pendidikan
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), secara bahasa
pendidikan adalah proses pengubahan sikap, tata laku individu/kelompok
dalam usaha pendewasaan manusia melalui bentuk pengajaran dan
pelatihan.
Menurut Badan Pusat Statistik pendidikan adalah fasilitas untuk
menjadikan individu/kelompok yang terampil dan produktif, sehingga
dapat memercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Menurut (Hadi, 2008) dari segi etimologis, pendidikan bermula
dari bahasa Yunani “paedagogike”, di mana dari “pais” yaitu “anak”, dan
“ago” yaitu “aku membimbing”, maka paedagogike adalah aku
membimbing anak. Orang yang bekerja membimbing anak dengan tujuan
membawa ke tempat belajar, dalam bahasa Yunani disebut “paedagogos”,
yang berarti pendidikan adalah sebuah usaha untuk membimbing anak.
Menurut Revrisond, dalam (Baswir, 2003) menyatakan bahwa:
1. Pendidikan adalah perbuatan manusia dewasa dalam memberikan
bimbingan manusia yang belum dewasa untuk menuju tahap
kedewasaan diri.
22
2. Pendidikan adalah perbuatan untuk membantu anak-anak dalam
menjalankan tugas hidup di dunia, dimaksudkan agar mandiri dan
bertanggung jawab.
3. Pendidikan adalah perbuatan agar mampu tercapai penentuan diri
sendiri sesuai dengan hati nurani.
Menurut UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003
pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana dalam menciptakan rasa belajar dan proses pembelajaran,
supaya peserta didik mampu mengembangkan potensi diri untuk memiliki
kekuatan keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, serta
keterampilan yang cakap pada bangsa dan negara.
Menurut (Sahroni, 2011) pendidikan adalah proses
keberlangsungan hidup sebagai usaha dalam proses penyeimbangan yang
berbentuk “bertahan” agar diri mengikuti kemampuan yang kuat dalam arti
sebuah kehidupan.
b. Indikator Pendidikan
Berdasarkan penghitungan yang dilakukan oleh Badan Pusat
Statistik terdapat beberapa indikator pendidikan, yaitu:
1. Harapan Lama Sekolah
Harapan lama sekolah adalah sebagai lamanya sekolah (dalam tahun)
yang diharapkan mampu didapat pada anak umur tertentu di masa
mendatang. Harapan lama sekolah dihitung saat umur 7 tahun keatas,
dikarenakan mengikuti kebijakan program wajib belajar.
23
2. Rata-Rata Lama Sekolah
Rata-rata lama sekolah adalah indikator yang digunakan dalam melihat
kualitas penduduk dalam menjalankan pendidikan formal. Rata-rata
lama sekolah dihitung untuk umur 25 tahun keatas dengan perkiraan
saat umur 25 tahun tersebut, proses pendidikan lulus bersekolah.
Perhitungan rata-rata lama sekolah umur 25 tahun keatas tersebut
mengacu pada UNDP.
3. Angka Partisipasi Sekolah
Angka partisipasi sekolah adalah keseimbangan dari penduduk
kelompok umur yang bersekolah, terhadap penduduk kelompok umur
sekolah yang bersesuaian. Sejak tahun 2007, pendidikan nonformal
(Paket A, Paket B, Paket C) turut diperhitungkan.
4. Angka Partisipasi Kasar
Angka partisipasi kasar adalah perbandingan antara siswa pada jenjang
pendidikan tertentu, dengan penduduk umur sekolah yang dinyatakan
dalam persentase.
5. Angka Partisipasi Murni
Angka partisipasi murni adalah perbandingan antara siswa umur
sekolah tertentu pada jenjang pendidikan dengan penduduk umur yang
sesuai yang dinyatakan dalam persentase.
c. Tujuan Pendidikan
Menurut (Ahmad, 2011) tujuan pokok pendidikan adalah
membentuk individu/kelompok menjadi berperikemanusiaan maupun
24
menjadi masyarakat yang mampu mendidik diri sendiri sesuai dengan
watak masyarakat itu sendiri, mengurangi beberapa kesulitan atau
hambatan perkembangan hidupnya dan berusaha untuk memenuhi
kebutuhan hidup maupun mengatasi problematikanya.
Menurut Herbison dan Myers dalam (Fadjri, 2000) “pembangunan
sumber daya manusia diperlukan peningkatan pengetahuan, keterampilan
dari kemampuan semua orang dalam suatu masyarakat”. Tujuan
pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas,
benar, dan indah untuk kehidupan. Melalui pendidikan selain dapat
diberikan bekal berbagai pengetahuan, kemampuan dan sikap dapat
dikembangkan berbagai kemampuan yang dibutuhkan oleh setiap anggota
masyarakat sehingga dapat berpartisipasi dalam pembangunan.
Menurut UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab II Pasal 3 yang menyebutkan bahwa: Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga Negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.
Menurut (Todaro & Smith, 2003) menyatakan bahwa pendidikan
adalah sebuah peran dalam membentuk manusia agar memiliki kapasitas
25
yang sejalan dengan teknologi modern, serta mengembangkan kapabilitas
agar terwujudnya pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan.
d. Jenjang Pendidikan
Pendidikan pada UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 13 Ayat 1
dijelaskan bahwa pendidikan memiliki 3 jenis yaitu:
1. Berdasarkan0pada0UU No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Nasional Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 8 menyatakan bahwa,
jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan
mengacu pada tingkat perkembangan peserta didik, pencapaian tujuan,
dan mampu menunjukkan perkembangan. Pendidikan formal adalah
jalur pendidikan terstruktur dan berjenjang yang meliputi:
i. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang sebelumnya
telah menerima pembelajaran di taman kanak-kank, maupun
pendidikan anak usia dini.
ii. Pendidikan menengah ditempuh setelah lulus dari sekolah
dasar. Pendidikan menengah tersebut mencakup sekolah
menengah atas, yang sama dengan madrasah aliyah, dan
sekolah menengah kejuruan,
iii. Pendidikan tinggi ditempuh setelah lulus dari pendidikan
menengah yang mencakup pendidikan diploma, sarjana, yang
diadakan oleh pendidikan tinggi.
2. Pendidikan0non0formal0adalah0jalur0pendidikan yang diluar
dari0pendidikan formal yang dilakukan oleh masyarakat yang
26
memerlukan layanan pendidikan untuk menambah atau pelengkap
pendidikan formal yang bertujuan untuk mendukung pendidikan
sepanjang hidup. Seperti pendidikan keterampilan, pendidikan
pemberdayaan perempuan, pendidikan dini dan pendidikan kecakapan
hidup.
3. Pendidikan0informal0adalah0jalur0pendidikan0yang diberikan dari
keluarga dan lingkungan dalam bentuk kegiatan secara mandiri. Akan
tetapi hasil pendidikan dari informal diakui sepadan dengan
pendidikan formal maupun nonformal setelah peserta didik dinyatakan
berhasil ujian standar nasional.
3. Inflasi
a. Definisi Inflasi
Menurut (Samuelson, 2001) inflasi adalah keadaan di mana terjadi
kenaikan tingkat harga secara umum, berupa barang, jasa, dan faktor
produksi, sehingga dapat diperkirakan keadaan melemahnya daya beli,
kemudian diikuti menurunnya nilai intrinsik mata uang.
Menurut Venieris dan Sebold dalam (Nanga, 2005:237) inflasi
sebagai kecenderungan meningkatnya harga umum secara terus menerus
sepanjang waktu.
Menurut (Boediono, 1999) inflasi adalah0kecenderungan dari
harga-harga0untuk naik keseluruhan dan terus menerus, di mana kenaikan
harga dari 1 barang tidak dapat disebut inflasi, apabila kenaikan tersebut
mengakibatkan kenaikan pada sebagian besar harga pada bahan-bahan
27
pokok, meliputi makanan, minuman, ditambah akses kesehatan dan
pendidikan.
Menurut (Manurung, 2004) perekonomian dianggap terjadi inflasi
bila 3 karakteristik berikut terpenuhi, yaitu:
1. Terjadi0kenaikan0harga.
2. Kenaikan0harga0bersifat0umum.
3. Berlangsung0terus0menerus.
Menurut (Suparmono, 2004) inflasi adalah kondisi0kenaikan harga
barang0dan0jasa0secara umum dan terus menerus. Umum bermakna
kenaikan harga tersebut mencakup kelompok barang yang di konsumsikan
oleh masyarakat.
Menurut Fisher dalam (Sukirno, 2002) inflasi adalah kenaikan
harga barang umum yang berlaku dalam perekonomian, di mana tidak
dimaksudkan bahwa harga macam-macam barang naik dengan persentase
yang sama, dengan terdapat kenaikan harga-harga umum barang secara
terus menerus dalam satu periode tertentu. Kenaikan harga-harga umum
atau inflasi0(P) disebabkan karena 3 faktor, yaitu jumlah uang
beredar0(M), kecepatan peredaran uang0(V), dan jumlah barang yang
diperdagangkan0(T).
Menurut (Mankiw, 2000) inflasi adalah meningkatnya keseluruhan
tingkat harga, di mana rendah dan stabilnya tingkat inflasi tersebut, maka
terwujud pertumbuhan ekonomi yang diharapkan oleh masyarakyat,
28
termasuk perluasan lapangan kerja, ketersediaan barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan individu/kelompok.
b. Jenis0Inflasi
Menurut0(Natsir, 2014) inflasi terbagi menjadi 5 jenis bagian,
yaitu:
1. Inflasi secara umum, terdiri dari:
a. Inflasi IHK (headline inflation) adalah inflasi semua yang
harganya dimonitor secara periodesasi.
b. Inflasi inti (core inflation) adalah inflasi yang perkembangan
naik turun harga dipengaruhi oleh situasi ekonomi.
c. Inflasi harga administrasi (administered price inflation) adalah
inflasi yang harganya telah diatur oleh campur tangan gerak
gerik pemerintah.
d. Inflasi gejolak barang-barang (volatile goods inflation) adalah
inflasi pada semua komoditas bahan-bahan yang
perkembangan harganya mengalami pergolakan.
2. Inflasi berdasarkan asalnya, yaitu:
a. Inflasi dari dalam negeri (domestic inflation) disebabkan efek
kejut mendadak dari dalam negeri, dikarenakan tindakan
masyarakat atau pemerintah dalam pengambilan kebijakan
perekonomian.
b. Inflasi dari mancanegara (imported inflation) disebabkan
pengaruh kenaikan harga barang impor dari luar negeri,
29
kemudian turut berdampak pada kenaikan harga barang
produksi dalam negeri.
3. Inflasi berdasarkan cakupan pengaruhnya, yaitu:
a. Inflasi tertutup (closed inflation) adalah inflasi yang terjadi
hanya berpengaruh dengan satu barang tertentu.
b. Inflasi terbuka (open inflation) adalah inflasi yang terjadi
terhadap semua barang dan jasa secara umum.
4. Inflasi0berdasarkan0sifatnya, yaitu:
a. Inflasi merayap (creeping inflation) adalah inflasi yang rendah
dan berjalan lambat, ditandai dengan presentase yang
cenderung kecil, dalam waktu yang lama.
b. Inflasi menengah (galloping inflation) adalah inflasi yang
bermula ditandai dengan naiknya harga cukup besar dalam
waktu yang pendek.
c. Inflasi tinggi (hyperinflation) adalah inflasi yang berbahaya
dan patut diwaspadai, ditandai dengan naiknya harga-harga
melebihi 6 kali lipat, dibarengi dengan merosotnya nilai mata
uang.
5. Inflasi0berdasarkan0tingkat0pengaruhnya, yaitu:
a. Inflasi ringan besarannya terdapat kurang dari 10% per tahun.
b. Inflasi sedang besarannya terdapat diantara 10% s.d 30% per
tahun.
30
c. Inflasi berat besarannya terdapat diantara 30% s.d 100% per
tahun.
d. Hiperinflasi besarannya terdapat lebih dari 100% per tahun.
Sedangkan menurut (Sadono Sukirno, 2010) jenis inflasi
berdasarkan sebabnya, dapat disebabkan oleh 2 hal, yaitu:
1. Demand Pull Inflation merupakan inflasi yang disebabkan oleh
adanya daya tarik dari permintaan masyarakat terhadap
berbagai barang yang terlalu kuat. Momen demand pull
inflation yang biasa terjadi di Indonesia ialah saat dimulainya
tahun ajaran baru di mana permintaan untuk biaya dan
perlengkapan sekolah harus terpenuhi, lalu menjelang bulan
Ramadan dilanjutkan dengan Hari Raya Idul Fitri, kemudian
memasuki Desember disertai perayaan Natal dan liburan
menjelang pergantian tahun (tahun baru) di mana kebutuhan
berupa sandang dan pangan cenderung meningkat, sehingga
secara otomatis akan meningkatkan kenaikan permintaan di
dalam negeri.
2. Cost Push Inflation merupakan inflasi yang disebabkan oleh
adanya dorongan kenaikan biaya berupa faktor-faktor produksi
secara terus menerus dalam kurun waktu tertentu, dan biasanya
dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi
luar negeri terutama negara-negara mitra perdagangan,
31
peningkatan harga-harga komoditas yang telah diatur oleh
pemerintah.
Momen cost pull inflation yang biasa terjadi di Indonesia ialah
kenaikan harga bahan bakar, di mana telah ditetapkan oleh
pemerintah, sedangkan yang menyubsidi dan mengatur
penjualan bahan bakar bensin, solar, dan minyak tanah secara
eceran adalah PT Pertamina (Persero). Harga BBM dapat
memengaruhi kinerja ekonomi di Indonesia, karena harga BBM
sebagai komoditas penting yang digunakan hampir setiap
orang. Harga bahan bakar minyak menjadi penentu bagi besar
kecilnya defisit anggaran. Disisi lain harga bahan bakar minyak
dapat membebani rakyat miskin, apabila penetapannya
tergolong tinggi. Tidak jarang penetapan harga bahan bakar
minyak selalu diikuti kenaikan harga-harga bahan lainnya,
walaupun tidak ada komando bagi kenaikannya sebagaimana
kenaikan harga bahan bakar minyak.
c. Faktor-Faktor Inflasi
Menurut (Sukirno, 2011) kurs adalah nilai tukar mata uang suatu
negara terhadap mata uang negara lain. Contohnya saat nilai tukar atau
kurs Rupiah terhadap Yen Jepang atau sebaliknya. Terdapat kurs jual dan
kurs beli, di mana kurs jual adalah harga jual mata uang valuta asing oleh
bank, sedangkan kurs beli adalah kurs yang diberlakukan bank apabila
melakukan pembelian mata uang valuta asing. Perubahan nilai tersebut
32
dikarenakan adanya permintaan dan penawaran atas nilai mata uang asing
pada masing-masing pasar pertukaran valuta asing dari waktu ke waktu.
Menurut Departemen Statistik (Bank Indonesia, 2016)
Indeks0Harga0Konsumen (IHK) adalah komposisi perhitungan ekonomi
yang memberikan informasi berisi harga barang dan jasa yang dibayar
oleh konsumen. Perhitungan IHK dilakukan untuk mengetahui perubahan
harga daya beli di tingkat konsumen, dari sekelompok tetap barang dan
jasa yang dikonsumsi masyarakat.
Berikut perhitungan persentase perubahan IHK secara tahunan
(year on year), yaitu:
IHK year − on − year (y − o − y) = (𝐈nt
𝐈n(t−1)) 𝑥100
Di mana:
Itn : IHK bulan ke-n tahun ke-t
It(n-1) : IHK bulan ke-n tahun ke-(t-1)
d. Pengendalian Inflasi
Berdasarkan Keppres RI Nomor 23 Tahun 2017, Presiden telah
membentuk Tim Pengendalian Inflasi Nasional, dengan mengupayakan
menjaga laju inflasi yang rendah dan stabil, agar memberikan manfaat
untuk peningkatan kesejahteraan rakyat, namun perlu dilakukan
komunikasi penyesuaian kebijakan pengendalian inflasi tersebut guna
sasaran inflasi tercapai atas apa ditetapkan oleh pemerintah. Kemudian
pada pasal 2 terdiri dari pembentukan Tim0Pengendalian0Inflasi0Pusat,
33
Tim0Pengendalian0Inflasi0Daerah0Provinsi, dan Tim Pengendalian0
Inflasi0Daerah0Kabupaten/Kota.
Berdasarkan UU No. 3 Tahun 2004, Bank Indonesia dapat
melakukan pengendalian inflasi berupa kebijakan, diantaranya ialah:
i. Operasi0pasar0terbuka0di0pasar0uang0rupiah dilakukan
untuk mengurangi atau menambah jumlah uang beredar,
dengan menjual Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan
termasuk mengintervensi valuta asing dalam rangka
stabilisasi rupiah.
ii. Penetapan0BI0rate0sebagai0suku0bunga0acuan, ditetapkan
oleh Bank Indonesia melalui Rapat Dewan Gubernur tiap
bulannya, guna mengontrol laju inflasi dan menjaga
ekonomi tetap stabil.
iii. Penetapan kebijakan cadangan wajib minimum bagi bank
yang bukan konvensional, tetapi turut melalui bank yang
berasaskan syariah.
Menurut (Sukirno, 2011) ada beberapa kebijakan mengatasi inflasi
untuk dikendalikan secara umum oleh pemerintah, dengan bebarapa
kebijakan diantaranya sebagai berikut:
1. Kebijakan moneter adalah langkah pemerintah melalui bank sentral
dengan mengatur jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter yang
dilakukan berupa operasi pasar terbuka, kredit dibatasi dan diskonto.
34
2. Kebijakan0fiskal adalah mengatur pengeluaran pemerintah dan
mengatur perpajakan, dengan mengambil langkah berupa menaikan
pajak, pinjaman pemerintah dan membatasi pengeluaran pemerintah
yang diinginkan.
3. Kebijakan0non0moneter adalah kebijakan yang diupayakan
pemerintah dalam mengatasi inflasi diluar kebijakan moneter dan
kebijakan fiskal. Kebijakan non moneter yang dilakukan pemerintah
antara lain: mengendalikan harga, menaikan hasil produksi, dan
kebijakan upah dari dasar segi penawaran, yaitu dengan melakukan
langkah-langkah yang dapat mengurangi biaya produksi dan
menstabilkan harga seperti mengurangi pajak impor, melakukan
penetapan harga, menggalakkan pertambahan produksi dan
mengoptimalkan perkembangan teknologi.
35
B. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No. Nama Judul Model Hasil Temuan
1. Saharuddin Didu,
Ferri Fauzi
(2016)
Pengaruh0Jumlah
0Penduduk,
0Pendidikan, dan
0Pertumbuhan
0Ekonomi0Terhadap
0Kemiskinan0di
Kabupaten0Lebak0
Periode 2003 s.d 2012
Analisis0regresi
linear0berganda,
Ordinary Least
Square
Populasi, pendidikan, dan pertumbuhan
ekonomi secara parsial0memiliki
pengaruh0negatif0dan0signifikan
terhadap0kemiskinan. Ketiga variabel
independen tersebut secara simultan
memengaruhi kemiskinan.
2. Sari, Anwar,
Darussamin
(2016)
Analisis0PDRB,
0Tingkat0Pendidikan,
Tingkat Pengangguran
Terhadap0Tingkat
Kemiskinan0di
Provinsi0Sumatera
0SelatanTahun 2004
s.d 2013
Analisis regresi
linear berganda.
Menggunakan
SPSS
PDRB, pendidikan, dan pengangguran
secara simultan berpengaruh terhadap
level kemiskinan. Secara parsial PDRB
dan pendidikan berpengaruh negatif
signifikan terhadap kemiskinan,
sedangkan pengangguran berpengaruh
positif signifikan terhadap kemiskinan.
3. Junita Sari,
Denny Sumantri
Mangkuwinata
Pengaruh Variabel
Makro Ekonomi
Terhadap Kemiskinan
Analisis regresi
linear berganda.
Time series.
Secara parsial, inflasi tidak berpengaruh
dan0tidak0signifikan0terhadap
0kemiskinan, sedangkan UMR
36
No. Nama Judul Model Hasil Temuan
(2017) di Provinsi Aceh
Tahun 2002 s.d 2016
Menggunakan IBM
SPSS 17
berpengaruh0positif0dan0signifikan
terhadap0kemiskinan,
sementara0pengangguran
tidak0berpengaruh0dan tidak0signifikan
terhadap0kemiskinan.
4. Ita Aristina,
Budhi, Wirathi,
Darsana
(2017)
Pengaruh Tingkat
Pendidikan,
Pengangguran, dan
Pertumbuhan
Ekonomi Terhadap
Kemiskinan di
Provinsi Bali Tahun
1995 s.d 2014
Analisis regresi
linear berganda.
Menggunakan
eviews 6.0
Tingkat pendidikan, dan pertumbuhan
ekonomi berpengaruh secara simultan
dan signifikan terhadap kemiskinan.
Secara parsial tingkat pendidikan dan
pertumbuhan0ekonomi0berpengaruh
negatif0dan0signifikan0terhadap
kemiskinan, sedangkan
pengangguran0berpengaruh
positif0dan0signifikan0terhadap
0kemiskinan.
5. Febriaty, Nurwani
(2017)
Pengaruh0Pendapatan
0Per0Kapita,
0Investasi, dan
0Inflasi0Terhadap0
0Kemiskinan0di
0Provinsi0Sumatera0
0Utara0Tahun 2001
Analisis0regresi0
0linear0berganda.0
Menggunakan
eviews 8.1
Secara parsial pendapatan per kapita
berpengaruh0negatif0dan0signifikan
0terhadap0kemiskinan, kemudian
investasi0berpengaruh0negatif0dan
tidak0signifikan0terhadap0kemiskinan,
sedangkan inflasi0berpengaruh0positif
dan0tidak0signifikan0terhadap0
37
No. Nama Judul Model Hasil Temuan
s.d 2015 kemiskinan. Secara simultan
pendapatan per kapita, investasi, dan
inflasi0memengaruhi0kemiskinan.
6. Kolibu, Rumate,
Engka
(2017)
Pengaruh0Tingkat
Inflasi, Investasi,
Pertumbuhan
Ekonomi danTingkat
Pengangguran
Terhadap Tingkat
Kemiskinan di
Provinsi0Sulawesi0
Utara0Tahun 2006 s.d
2015
Analisis regresi
berganda. Time
series.
Menggunakan IBM
SPSS 17
Tingkat0inflasi0tidak ada0pengaruh
terhadap0tingkat kemiskinan, sementara
investasi0memiliki0pengaruh0yang0
signifikan0terhadap0tingkat
0kemiskinan, sedangkan pertumbuhan
ekonomi tidak memiliki pengaruh
terhadap tingkat kemiskinan, dan
tingkat pengangguran tidak memiliki
pengaruh terhadap tingkat kemiskinan.
7. Sudirman,
Andriani
(2017)
Pengaruh UM, dan
Inflasi0Terhadap
Jumlah0Penduduk
Miskin0di0Provinsi
Jambi0Tahun 2001 s.d
2015
Analisis0regresi
0linear0berganda
dengan pendekatan
Ordinary Least
Square (OLS).
Menggunakan IBM
SPSS 23
UM memiliki pengaruh negatif dan
signifikan terhadap0jumlah0penduduk
miskin, sementara pada inflasi memiliki
pengaruh positif dan tidak signifikan,
sedangkan UM0dan0inflasi secara
bersama-sama berpengaruh
terhadap0jumlah0penduduk0miskin.
8. Dora Lisnawati,
Jolianis,
Pengaruh0Tingkat
Kesehatan,0Tingkat
Analisis regresi
linear berganda
Tingkat kesehatan berpengaruh0negatif
0dan0signifikan0terhadap0kemiskinan,
38
No. Nama Judul Model Hasil Temuan
Syailendra Eka
Saputra
(2017)
Pendidikan0dan
Investasi0Terhadap
Kemiskinan0di0Kota
Padang0Tahun 2001
s.d 2015
metode time series.
Menggunakan
eviews.
sementara tingkat0pendidikan
berpengaruh0negatif0dan0signifikan
terhadap0kemiskinan, sedangkan
investasi0berpengaruh0negatif dan
signifikan0terhadap0kemiskinan.
9. Putra, Arka
(2018)
Analisis0Pengaruh
TPT,0Kesempatan
Kerja,0dan0Tingkat
Pendidikan0Terhadap
Tingkat0Kemiskinan
di0Kabupaten/Kota0
Bali Tahun 2011 s.d
2016
Analisis regresi
linear berganda.
Menggunakan IBM
SPSS
Secara simultan, TPT, kesempatan
kerja, dan tingkat pendidikan
berpengaruh signifikan terhadap tingkat
kemiskinan, kemudian TPT
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap tingkat kemiskinan, sementara
kesempatan kerja berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap tingkat
kemiskinan, sedangkan tingkat
pendidikan berpengaruh negatif dan
signifikan.
10. Ihsan, Ikhsan
(2018)
Analisis0Pengaruh
UMP,0Inflasi,0dan
0Pengangguran
Terhadap0Kemiskinan
di0Provinsi0Aceh
Tahun 2008 s.d 2015
Analisis regresi
linear berganda.
Random Effect
Model adalah
regresi data panel
yang terbaik.
Upah0minimum0berpengaruh0positif
dan0signifikan0terhadap0kemiskinan,
sementara inflasi0berpengaruh0positif
tetapi0tidak0signifikan0terhadap
kemiskinan, sedangkan0jumlah
pengangguran0berhubungan0negatif
39
No. Nama Judul Model Hasil Temuan
dan0signifikan0terhadap0kemiskinan.
11. Indrian Cahaya
Putri, Whinarko
Juliprijanto,
Yustirania
Septiani
(2019)
Analisis0Pengaruh
Tingkat0Pendidikan,
Pengangguran, dan
PDRB0Terhadap
0Kemiskinan0di
Karesidenan Kedu
Tahun02014 s.d 2017
Analisis0regresi
data0panel. Fixed
0Effect0Model
adalah regresi data
panel yang terbaik.
Menggunakan
eviews 9.0
Tingkat pendidikan0dan0pengangguran
tidak0memiliki0pengaruh0terhadap
kemiskinan, sedangkan0PDRB
berpengaruh0terhadap0kemiskinan.
Sementara tingkat pendidikan,
pengangguran, dan PDRB memiliki
pengaruh secara simultan terhadap
kemiskinan.
12. Ai Nurrohmah
(2019)
Pengaruh0Tingkat
Kesehatan0dan
Tingkat0Pendidikan
Terhadap0Tingkat
Kemiskinan0di
0Kabupaten
Pandeglang0Tahun
2008 s.d 2017
Rregresi linear
berganda.
Menggunakan IBM
SPSS
Tingkat kesehatan berpengaruh
signifikan terhadap tingkat kemiskinan,
sementara tingkat pendidikan tidak
berpengaruh signifikan terhadap tingkat
kemiskinan, sedangkan tingkat
kesehatan dan tingkat pendidikan secara
simultan tidak berpengaruh signifikan
terhadap kemiskinan.
13. Arifin
(2019)
Analisis0Pengaruh0
PDRB,0Pengangguran
,Inflasi, danKesehatan
Terhadap0Kemiskinan
di Kabupaten/Kota0di
Analisis regresi
data panel.
Menggunakan
eviews 9.0
PDRB berhubungan negatif terhadap
jumlah penduduk miskin, kemudian
TPT berhubungan positif terhadap
kemiskinan, lalu inflasi berpengaruh
terhadap kemiskinan tetapi tidak
40
No. Nama Judul Model Hasil Temuan
Provinsi0Jawa0
Tengah Tahun 2008
s.d 2015
signifikan, sedangkan kesehatan tidak
berpengaruh signifikan terhadap
kemiskinan.
14. Mulia Amirullah,
Nila Nurochani
(2019)
Faktor-Faktor yang
Memengaruhi Tingkat
Kemiskinan di
Kabupaten/Kota
Priangan Timur Jawa
Barat Tahun 2015 s.d
2018
Analisis0regresi0
data0panel. Fixed0
0Effect0Model
adalah
regresi0data0panel
yang terbaik.
Menggunakan
eviews
TPT, pendapatan per kapita, IPM, dan
inflasi secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap tingkat kemiskinan.
Secara parsial, hanya pendapatan per
kapita saja yang berpengaruh signifikan
terhadap tingkat kemiskinan, sedangkan
TPT, IPM, dan inflasi berpengaruh
tidak signifikan terhadap tingkat
kemiskinan.
15. Awan, Malik,
Sarwar, Waqas
(2011)
Impact0of0Education
0on0Poverty0
Reduction in Pakistan
the period of 1998
until 1999 and 2001
until 2002
Logistic Regression
Model
Pencapaian pendidikan0memiliki0
hubungan0yang0negatif0terhadap0
kemiskinan, dan pengalaman0memiliki
hubungan yang negatif.
16. Shahidur R.
Talukdar
(2012)
The Effect of Inflation
on Poverty in
Developing Countries
the period of 1981
Analisis panel data Inflasi secara umum berkorelasi positif
dengan kemiskinan, sementara
pendapatan, pencapaian pendidikan, dan
kualitas pemerintahan menunjukkan
41
No. Nama Judul Model Hasil Temuan
until 2008 korelasi negatif terhadap kemiskinan
17. Peter Siyan,
Adewale E.
Adegoriola,
James Ademola
Adolphus
(2016)
Unemployment and
Inflation: Implication
on Poverty Level in
Nigeria the period of
1980 until 2014
Menggunakan Uji
Johansen dengan
tingkat signifikansi
5%. Model Vector
Auto Regressive
(VAR) dan
Forecast Error
Variance
Decomposition
(FEVD)
Pengangguran dan tingkat inflasi
memiliki dampak yang berpengaruh
pada kemiskinan. Implikasinya adalah
peningkatan tingkat pengangguran dan
tingkat inflasi akan mengarah ke tingkat
kemiskinan yang lebih tinggi.
18. Zainal Arifin
(2017)
The Effect of
Educational Level and
Economic Growth on
Poverty in Mandailing
Natal the period of
2009 until 2013
Analisis regresi
linier berganda.
Menggunakan IBM
SPSS
Pertumbuhan ekonomi memiliki
dampak positif pada tingkat
kemiskinan, dan tingkat pendidikan
berdampak negatif pada tingkat
kemiskinan.
42
C. Kerangka0Berpikir
Penelitian ini memakai 1 variabel terikat, yaitu jumlah penduduk miskin
dari kemiskinan (Y), dan 2 variabel bebas, yaitu rata-rata lama sekolah dari
tingkat pendidikan (X1), dan persentase laju inflasi dari inflasi (X2). Rumusan
kerangka berpikir sebagai berikut:
Gambar 2.10
Kerangka0Berpikir
Tingkat
Pendidikan Inflasi
Kemiskinan
43
Gambar 2.2
Kerangka Laporan Penelitian
Pengaruh Tingkat0Pendidikan dan Inflasi Terhadap Kemiskinan
(Studi Kasus:0Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa
Yogyakarta)
Variabel Independen0
Tingkat Pendidikan (X1)0
Inflasi (X2)0
Variabel Dependen
Kemiskinan (Y)0
Alat0Analisis
Data0Panel
Pemilihan0Model
1. Uji0Chow
2. Uji0Hausman
3. Uji0Lagrange0Multiplier
0Random0Effect0Model
(REM)
Uji Hipotesis
1. Uji Koefisien Determinasi
2. Uji0t
3. Uji0F
Kesimpulan0dan0saran
44
D. Hipotesis0Penelitian
Menurut0(Sugiyono, 2013) hipotesis penelitian adalah langkah dalam
penelitian setelah mengemukakan kerangka berpikir dan landasan teori.
Mengacu pada pemikiran bersifat teoritis dan studi terkait yang pernah
dilakukan pada penelitian terdahulu, dan dengan asumsi ceteris0paribus, maka
hipotesis dirumuskan sebagai berikut:
1. Ada0pengaruh0tingkat0pendidikan0secara0parsial0terhadap0kemiskinan
di 0Kabupaten/Kota0Daerah Istimewa Yogyakarta periode 2014 s.d 2019.
2. Ada0pengaruh0inflasi0secara0parsial0terhadap0kemiskinan0di
Kabupaten/Kota0Daerah Istimewa Yogyakarta periode 2014 s.d 2019.
3. Ada0pengaruh0tingkat0pendidikan0dan0inflasi0secara0simultan0terhadap
kemiskinan0di0Kabupaten/Kota0Daerah Istimewa Yogyakarta periode
2014 s.d 2019.
45
BAB0III
METODE0PENELITIAN
A. Ruang0Lingkup0Penelitian
Penelitian ini meneliti tentang pengaruh tingkat0pendidikan dan inflasi
terhadap kemiskinan di Kabupaten/Kota0Daerah0Istimewa0Yogyakarta.
Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah variabel dependen berupa
kemiskinan, sedangkan variabel independen dalam penelitian ini berupa tingkat
pendidikan dan inflasi.
Ruang lingkup penelitian ini menggunakan kurun waktu 6 tahun pada
periode tahun 2014 s.d 2019 dengan menggunakan metode data panel. Data
yang digunakan penelitian ini adalah data tahunan berupa data sekunder, yang
diperoleh dari berbagai sumber laporan tahunan statistik yang telah tersedia, di
mana peneliti sebagai tangan kedua.
B. Metode Penentuan Sampel
Metode penentuan sampel yang digunakan adalah kriteria yang
dikehendaki, di mana pengambilan data sampel berdasarkan penilaian yang telah
dipastikan memenuhi persyaratan untuk dijadikan bahan penelitian. Alasan
menggunakan metode ini karena mengacu pada kriteria dan karakterisitik yang
dimiliki setiap kabupaten/kota untuk dapat dijadikan sampel, dengan tujuan
kriteria yang diperoleh sesuai dengan penelitian yang dilakukan.
Provinsi0Daerah Istimewa Yogyakarta dipilih untuk menjadi bahan
dalam penelitian ini. Peneliti memfokuskan lokasi studi yang dipilih dalam
penelitian ini berupa 5 Kabupaten/Kota Daerah Istimewa Yogyakarta meliputi, 4
46
kabupaten, yaitu Kabupaten0Kulon Progo, Kabupaten0Bantul,
Kabupaten0Gunung Kidul, dan Kabupaten0Sleman, serta 1 kota, yaitu0Kota
Yogyakarta.
C. Metode0Pengumpulan0Data
Menurut0(Siregar, 2013) data adalah bahan mentah yang harus diolah
kemudian memunculkan informasi yang menunjukkan sebuah realita yang
nyata, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Metode0pengumpulan data yang
pada penelitian ini adalah studi kepustakaan berupa data sekunder.
1. Studi0kepustakaan.
Dilakukan dengan mencari data melalui naskah publikasi atau jurnal
yang beruubungan pada objek pebelitian ini serta telah ditayangkan
melalui cetakan maupun digital. Penulis melakukan penelitian ini
dengan, membaca kemudian memarafasekan, kemudian menganalisa
dan mengutip dari berbagai sumber.
2. Data0sekunder.
Data yang diperoleh tidak melalui tangan pertama, tetapi didapat
melalui tangan kedua, ketiga, keempat, kelima, dan seterusnya. Data
yang digunakan penelitian ini adalah data sekunder dalam kurun waktu
6 tahun dari 2014 s.d 2019. Diperoleh dari Badan0Perencanaan
Pembangunan0Daerah0Istimewa0Yogyakarta, Badan Pusat
Statistik0Nasional, Badan0Pusat0Statistik0Kabupaten0Kulon0Progo,
Badan0Pusat0Statistik0Bantul, Badan0Pusat0Statistik0Gunung0Kidul,
dan Badan0Pusat0Statistik0Kota0Yogyakarta.
47
D. Metode0Analisis0Data
Dalam penelitian ini menggunakan analisis data panel. Data panel
adalah analisis yang menyatukan cross section dengan data time series. Alasan
menggunakan regresi linear berganda untuk mengetahui pengaruh antara
variabel0independen0terhadap0variabel0dependen. Perhitungan pengolahan data
dibantu perangkat lunak oleh aplikasi eviews 9.0 dan Microsoft Excel.
Menurut (Gujarati, 2003) ada keunggulan dari sisi statistik maupun sisi
teori ekonomi menggunakan data panel, salah satunya yaitu:
1. Data panel bisa memerhitungkan heterogenitas individu secara
menyeluruh dengan mengizinkan variabel individu yang spesifik,
sehingga membuat data panel dapat digunakan untuk menguji dan
membangun model perilaku yang lebih kompleks.
2. Jika efek spesifik adalah signifikan berhubungan dengan variabel
penjelas lainnya, maka penggunaan data panel dapat mengurangi
masalah0omitted-variables0secara substansial.
Pada analisis data panel, ada 3 macam pendekatan, yaitu:
1. Common0Effect0Model0(CEM)
Common Effect Model adalah pendekatan yang sederhana untuk
mengestimasi regresi data panel, dikarenakan model tersebut
menyatukan cross section dan time series. Memiliki penyebutan lain,
yaitu model Ordinary0Least0Square versi0data0panel0yang
mengandalkan teknik0kuadrat0terkecil, dan berakibat intercept dalam
model ini dianggap tetap.
48
2. Fixed0Effect0Model0(FEM)
Menurut (Zainal, 2007) pada Fixed Model Effect diasumsikan intercept
dari persamaan regresi telah tetap antar unit cross-section maupun time
series. Penggunaan teknik variabel dummy dalam proses regresi, biasa
disebut dengan Least Square Dummy Variables, dan teknik variabel
dummy bisa digunakan pada cross section maupun time series.
3. Random0Effect0Model0(REM)
Menurut (Suliyanto, 2011) Random0Effect0Model0adalah0model
regresi0yang0mengestimasi0data0panel0dengan0menghitung0error
dari0model0regresi0dengan0metode0Generalized0Least0Square(GLS)
. Perbedaan pada Fixed Effect Model adalah berada pada antar individu
atau waktu yang menggambarkan melalui intercept, sedangkan
Random0Effect0Model tersebut teratasi oleh0error, ditambah memiliki
keunggulan yang mampu menghilangkan heteroskedastisitas, di mana
teknik tersebut memerhitungkan error berhubungan sepanjang cross
section dan0time series.
Penelitian ini menggunakan 2 variabel independen, yaitu tingkat
pendidikan (X1), dan inflasi (X2), kemudian variabel dependen adalah
kemiskinan (Y). Model yang cocok pada penelitian ini adalah regresi linear
berganda.
Adapun0model0yang0diestimasi sebagai berikut:
Y0=0β + β1X1it + β2X2it + εit0
KEMISKINANit = β0 + β1RLSit + β2INFLASIit + εit
49
Keterangan:
- Kemiskinan = Jumlah Penduduk Miskin0di0kabupaten/kota0i0periode0t
- RLSit = Rata-RataLamaSekolah di0kabupaten/kota i pada tahun0t
- INFLASIit = Inflasi di0kabupaten/kota0i0pada0tahun0t
- β0 = Konstanta/Intersept0
- β1, β20 = Koefisien0regresi0pada masing-masing0variabel0bebas
- εit0 = Error0term0di0kabupaten/kota0i0pada0tahun0t
E. Pengujian0Model
Pendekatan sebelumnya adalah hipotesis yang ditetapkan dalam
melakukan estimasi terhadap data panel, maka diperlukan beberapa tahapan
lanjutan pengujian sebagai berikut:
1. Uji Chow
Menenetukan model CEM atau FEM, dengan melakukan hipotesis
sebagai berikut:
H0 : Common0Effect0Model
H1 : Fixed0Effect0Model
Bila nilai probabilitas > α=0.05 H0 diterima, sedangkan bila nilai
probabilitas Cross-section F < α=0.05 H0 ditolak, sehingga model yang
dapat digunakan adalah Fixed Effect Model. Dalam penelitian ini tingkat
signifikansi yang digunakan adalah 5%.
2. Uji0Hausman
Menentukan model FEM atau REM, dengan melakukan hipotesis
sebagai berikut:
50
H0 : Random Effect Model
H1 : Fixed Effect Model
Bila nilai probabilitas cross section random > α=5% H0 diterima,
sedangkan bila nilai probabilitas cross section random < α=5% H0 ditolak.
3. Uji0Lagrange0Multiplier
Menentukan model CEM atau REM, dengan melakukan hipotesis
sebagai berikut:
H0 : Common Effect Model
H1 : Random0Effect Model
Bila nilai Breusch-Pagan > α=0.05 H0 diterima, maka model yang
digunakan adalah Common Effect Model, sedangkan bila nilai Breusch-
Pagan < α=0.05 H0 ditolak, maka model terbaik yang harus digunakan
adalah Random Effect Model.
F. Uji0Statistik
1. Uji0Koefisien0Determinan0(R2)
Menjelaskan seberapa besar variabel independen menjelaskan variabel
dependen yang digunakan dalam penelitian. Nilai koefisien determinasi berada
diantara kisaran 0 dan 1 (0 < R2 < 1).
2. Uji-t0(parsial)
Mengetahui pengaruh signifikansi secara masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen, dengan membandingkan nilai
probabilitas tiap variabel pada tingkat signifikansi α=5% melalui hipotesis
berikut:
51
H0 : Tidak0berpengaruh0signifikan0antara0variabel
independen0terhadap0variabel0dependen.
H1 : Berpengaruh0signifikan0terhadap0variabel
independen0terhadap0variabel0dependen.
Bila probabilitas nilai t-hitung0> 0.05, maka H00diterima. Sebaliknya, bila
probabilitas nilai t-hitung < 0.05, menerima H1. Dalam penelitian ini tingkat
signifikansi yang digunakan adalah 5%.
3. Uji-F0(Simultan)
Uji-F dilakukan bersama-sama antara variabel0independen0terhadap
variabel0dependen, di mana dalam dalam pengujian kali ini dilakukan dengan
hipotesis berikut:
H0 : Seluruh0variabel0independen0tidak0berpengaruh
secara0simultan0terhadap0variabel0dependen.
H1 : Seluruh0variabel0independen0berpengaruh0secara
simultan0terhadap0variabel0dependen.
Bila F hitung > F tabel, maka H00ditolak, di mana
variabel0independen0berpengaruh0signifikan0secara0bersama-sama0terhadap
variabel0dependen, begitupun sebaliknya maka H0 diterima.
G. Operasional Variabel Penelitian
Objek pada penelitian ini menggunakan 1 variabel terikat berupa
kemiskinan, kemudian 2 variabel bebas berupa tingkat pendidikan dan inflasi.
Menurut (Sugiyono, 2007) variabel penelitian dapat berwujud apapun
yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari lebih lanjut, kemudian
52
didapatkan informasi yang berhubungan pada penelitian mengenai hal tersebut.
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini, dijelaskan dengan
singkat pada tabel berikut:
Tabel 3.10
Operasional0Variabel0Penelitian
JenisVariabel Indikator Definisi Variabel Satuan
Dependen0(Y) Kemiskinan Kondisi individu/kelompok memiliki ketidakmampuan untuk
terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, papan, ditambah akses
pendidikan, dan kesehatan. Data yang digunakan penelitian ini adalah
jumlah0penduduk miskin di0Kabupaten/Kota Daerah Istimewa
Yogyakarta Periode 2014 s.d 2019.
Dalam
Jiwa
Independen
(X1)
Pendidikan Usaha terencana untuk menciptakan suasana dan proses pembelajaran,
agar peserta didik turut aktif mengembangkan kapabilitas diri, demi
memiliki kekuatan keagamaan dan keterampilan yang diperlukan pada
bangsa, dan negara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rata-rata0lama0sekolah di0Kabupaten/Kota Daerah Istimewa
Yogyakarta Periode 2014 s.d 2019.
Dalam
Tahun
Independen
(X2)
Inflasi Proses naiknya harga-harga secara umum secara terus-menerus pada
periode tertentu, yang berhubungan pada mekanisme pasar barang dan
jasa. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah laju inflasi di
Kabupaten/Kota Daerah0Istimewa0Yogyakarta Periode 2014 s.d 2019.
Dalam
Persen
53
BAB0IV
HASIL0DAN0PEMBAHASAN
A. Gambaran0Umum0Obyek0Penetilitian
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah pemisahan Negara
Kesultanan Yogyakarta dan Negara Kadipaten Paku Alaman, dengan dasar
hukum UU Nomor 3 Tahun 1950. Terletak di bagian Selatan Pulau Jawa, dan
berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah, serta Samudera Hindia. Berbatasan
dengan Kabupaten0Klaten di bagian Timur Laut, Kabupaten0Wonogiri di
bagian Tenggara, Kabupaten0Purworejo di bagian Barat, dan
Kabupaten0Magelang di bagian Barat Laut. Luas Daerah0Istimewa Yogyakarta
sebesar 3.185,800km2 termasuk010kotamadya, dan04 kabupaten, kemudian
dibagi kembali menjadi 078 kecamatan, dan 0440 desa/kelurahan,
jumlah0penduduk sementara di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada
tahun 2019 sebesar 3.842.932 jiwa.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2018), Negara Indonesia memiliki 9
sektor perekonomian, dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki 4
sektor unggulan ekonomi utama dalam tingkat provinsi, yaitu sektor industri
pengolahan, sektor konstruksi, sektor akomodasi dan penyediaan makan minum,
serta sektor pertanian, sedangkan konstribusi yang cukup besar tersebut,
utamanya berasal dari produksi tanaman pangan dan holtikultura.
54
Gambar 4.1
Peta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Sumber: Badan Informasi Geospasial, 2020
Pada provinsi tersebut memiliki 40kabupaten, dan 10kota. Berikut0adalah
daftar0kabupaten0dan0kota yang terdapat di0Daerah0Istimewa0Yogyakarta,
yaitu:
Tabel 04.1
Daftar Kabupaten/Kota0Provinsi Daerah Istimewa0Yogyakarta Tahun 2019
No. Kabupaten/Kota0 Pusat0
Pemerintahan
Luas0
Wilayah
(Km2)
Jumlah
Penduduk
(Jiwa)
1. Kabupaten Kulon Progo Wates 586,28 430.220
2. Kabupaten Bantul Bantul 508,13 1.018.402
3. Kabupaten Gunung Kidul Wonosari 1.432,42 742.731
4. Kabupaten Sleman Sleman 574,82 1.219.640
5. Kota Yogyakarta Yogyakarta 32,5 431.939
Sumber: Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, 2019
55
1. Kemiskinan
Data kemiskinan yang digunakan ialah jumlah0penduduk0miskin
di Kabupaten/Kota Daerah Istimewa Yogyakarta periode 2014 s.d 2019.
Berikut disajikan data berupa grafik jumlah0penduduk0miskin di
Kabupaten/Kota0Daerah0Istimewa0Yogyakarta:
Grafik 4.1
Jumlah0Penduduk0Miskin0Kabupaten/Kota0Daerah0Istimewa0Yogyakarta
Periode 2014 s.d 2019 (Dalam Jiwa)
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten/Kota Daerah Istimewa
Yogyakarta, 2020
Berdasarkan grafik 4.1 diatas, secara agregat jumlah penduduk
miskin periode 2014 s.d 2019 cenderung mengalami penurunan, walaupun
sedikit mengalami fluktuatif. Jumlah penduduk miskin tertinggi berada di
Kabupaten Bantul sebesar 153.490 jiwa ditahun 2014, namun mengalami
kenaikan ditahun 2015 sebesar 6.660 menjadi 160.150 jiwa, kemudian
kembali mengalami penurunan ditahun 2016 sebesar 17.390 menjadi
0
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
140.000
160.000
180.000
2014 2015 2016 2017 2018 2019
Kulon Progo Bantul Gunung Kidul Sleman Yogyakarta
56
142.760 jiwa. Perlahan namun pasti, Kabupaten Bantul terus menunjukkan
grafik penurunan jumlah penduduk miskin, seperti ditahun 2017
mengalami penurunan sebesar 3.090 menjadi 139.670 jiwa, selanjutnya
ditahun 2018 mengalami penurunan sebesar 4.830 menjadi 134.840 jiwa,
dan ditahun 2019 mengalami penurunan sebesar 3.690 menjadi 131.150
jiwa.
Tidak hanya di Kabupaten Bantul saja, pun jumlah penduduk
miskin tertinggi kedua diikuti oleh Kabupaten Gunung Kidul. Pada tahun
2014 jumlah penduduk miskin sebesar 148.390 jiwa. Sama halnya dengan
Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul turut mengalami kenaikan
ditahun 2015 sebesar 6.610 menjadi 155.000 jiwa, kemudian mengalami
penurunan kembali ditahun 2016 sebesar 15.580 menjadi 139.150 jiwa.
Selanjutnya ditahun 2017 mengalami penurunan sebesar 3.410 menjadi
135.740 jiwa, dan ditahun 2018 mengalami penurunan sebesar 9.980
menjadi 125.760 jiwa, serta disusul tahun 2019 mengalami penurunan
sebesar 2.680 menjadi 123.080 jiwa. Sampai hari ini hal tersebut tentu
sangat memrihatinkan, sebab 2 Kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta masih memiliki jumlah penduduk miskin diatas angka 100.000
jiwa. Sedangkan0Kota Yogyakarta menjadi0daerah0dengan jumlah
penduduk0miskin0terendah, dan satu-satunya Kota di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta yang jumlah penduduk miskinnya tidak sampai
menyentuh angka 40.000 jiwa.
57
2. Tingkat0Pendidikan
Data tingkat pendidikan yang digunakan ialah rata-rata0lama
sekolah0di0Kabupaten/Kota0Daerah Istimewa Yogyakarta periode 2014
s.d 2019. Berikut disajikan data berupa grafik rata-rata lama sekolah di
Kabupaten/Kota Daerah Istimewa Yogyakarta:
Grafik 4.2
Rata-Rata0Lama0Sekolah0Kabupaten/Kota0Daerah0Istimewa0Yogyakarta
0Periode 2014 s.d 2019 (Dalam Tahun)
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten/Kota Daerah Istimewa
Yogyakarta, 2020
Berdasarkan grafik 4.2 diatas, kabupaten dengan0tingkat
pendidikan0tertinggi pada tahun 2014 berada di Kota Yogyakarta dengan
rata-rata lama sekolah 11,39 tahun, atau setara dengan kelas 2 SMA
sederajat, disusul oleh Kabupaten Sleman dengan rata-rata0lama0sekolah
10,28 tahun, atau setara dengan kelas 1 SMA sederajat, kemudian diikuti
oleh Kabupaten Bantul dengan rata-rata lama sekolah 8,74 tahun, atau
0
2
4
6
8
10
12
14
2014 2015 2016 2017 2018 2019
Kulon Progo Bantul Gunung Kidul Sleman Yogyakarta
58
setara dengan kelas 2 SMP sederajat, selanjutnya Kabupaten Kulon Progo
dengan rata-rata lama sekolah 8,2 tahun, atau setara dengan kelas 2 SMP
sederajat, dan kabupaten dengan tingkat pendidikan terendah berada di
Kabupaten Gunung Kidul dengan rata-rata lama sekolah 6,45 tahun, atau
setara dengan kelas 6 SD sederajat.
Secara agregat tingkat pendidikan tersebut menunjukkan kenaikan
selama periode 2014 s.d 2019, di mana Kota Yogyakarta tetap dengan
rata-rata lama sekolah 11 tahun, atau setara0dengan0kelas02 SMA
sederajat, kemudian Kabupaten Sleman tetap dengan rata-rata lama
sekolah 10 tahun, atau setara dengan kelas 1 SMA sederajat, dan
Kabupaten Kulon Progo pun tetap dengan rata-rata0lama0sekolah 8 tahun,
atau setara dengan kelas 2 SMP sederajat. Sedangkan kabupaten yang
mengalami kenaikan rata-rata lama sekolah berada di Kabupaten Bantul,
dari yang sebelumnya 8,74 tahun pada tahun 2014, kemudian ditahun 2015
mengalami kenaikan sebesar 0,34 menjadi 9,08 tahun, atau setara dengan
kelas 3 SMP sederajat, dan Kabupaten Gunung Kidul pun turut mengalami
kenaikan rata-rata lama sekolah yang sebelumnya 6,99 tahun pada tahun
2017, lalu ditahun 2018 mengalami kenaikan sebesar 0,01 menjadi 7
tahun, atau setara dengan kelas 1 SMP sederajat.
3. Inflasi
Data inflasi yang digunakan dalam penelitian ini ialah laju inflasi
tahunan di Kabupaten/Kota0Daerah0Istimewa0Yogyakarta periode 2014
s.d 2019. Berikut disajikan data berupa grafik laju inflasi di
Kabupaten/Kota0Daerah0Istimewa0Yogyakarta:
59
Grafik 4.3
Laju0Inflasi0Kabupaten/Kota0Daerah0Istimewa0Yogyakarta
0Periode 2014 s.d 2019 (Dalam Persen)
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten/Kota Daerah Istimewa
Yogyakarta, 2020
Berdasarkan grafik 4.3 diatas, secara agregat laju inflasi periode
2014 s.d 2019 cenderung mengalami fluktuatif, di mana pada tahun 2014
Kabupaten Gunung Kidul menjadi kabupaten dengan laju inflasi tertinggi
sebesar 7,7% kemudian laju inflasi tersebut mengalami penurunan sebesar
4.51% menjadi 3,19% ditahun 2015, selanjutnya mengalami penurunan
lagi sebesar 0,65% menjadi 2,54% ditahun 2016, akan tetapi mengalami
kenaikan kembali sebesar 1,18% menjadi 3,72% ditahun 2017, dan
kembali mengalami penurunan sebesar 1,18% menjadi 2,54% ditahun
2018, namun kembali mengalami kenaikan sebesar 0,14% menjadi 2,68%
ditahun 2019.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2014 2015 2016 2017 2018 2019
Kulon Progo Bantul Gunung Kidul Sleman Yogyakarta
60
Pada tahun 2014 Kota Yogyakarta mengalami laju inflasi sebesar
6,59% kemudian laju inflasi tersebut mengalami penurunan sebesar 3,5%
menjadi 3,09% ditahun 2015, selanjutnya mengalami penurunan lagi
sebesar 0,8% menjadi 2,29% ditahun 2016, akan tetapi mengalami
kenaikan kembali sebesar 1,91% menjadi 4,2% ditahun 2017, dan kembali
mengalami penurunan sebesar 1,54% menjadi 2,66% ditahun 2018, namun
kembali mengalami kenaikan sebesar 0,11% menjadi 2,77% ditahun 2019.
Pada tahun 2014 Kabupaten Bantul mengalami laju inflasi sebesar
6,38% kemudian laju inflasi tersebut mengalami penurunan sebesar 3,36%
menjadi 3,02% ditahun 2015, selanjutnya mengalami penurunan lagi
sebesar 0,76% menjadi 2,26% ditahun 2016, akan tetapi mengalami
kenaikan kembali sebesar 1,7% menjadi 3,96% ditahun 2017, dan kembali
mengalami penurunan sebesar 1,35% menjadi 2,61% ditahun 2018, namun
kembali mengalami kenaikan sebesar 0.1% menjadi 2.71% ditahun 2019.
Pada tahun 2014 Kabupaten Kulon Progo mengalami laju inflasi
sebesar 6,33% kemudian laju inflasi tersebut mengalami penurunan
sebesar 3,43% menjadi 2,9% ditahun 2015, selanjutnya mengalami
penurunan lagi sebesar 0,61% menjadi 2,29% ditahun 2016, akan tetapi
mengalami kenaikan kembali sebesar 1,91% menjadi 4,2% ditahun 2017,
lalu kembali mengalami penurunan sebesar 1,54% menjadi 2,66% ditahun
2018, dan satu-satunya kabupaten ditahun 2019 yang mengalami
penurunan lagi sebesar 0,16% menjadi 2,5%.
61
Pada tahun 2014 Kabupaten Sleman mengalami laju inflasi sebesar
5,85% kemudian laju inflasi tersebut mengalami penurunan sebesar 1,64%
menjadi 4,21% ditahun 2015, selanjutnya mengalami penurunan kembali
sebesar 1,79% menjadi 2,42% ditahun 2016, akan tetapi mengalami
kenaikan sebesar 1,9% menjadi 4,32% ditahun 2017, dan mengalami
penurunan sebesar 1,9% menjadi 2,42% ditahun 2018, namun kembali
mengalami kenaikan sebesar 0,13% menjadi 2,55% ditahun 2019.
B. Temuan0Hasil0Penelitian
Menentukan estimasi model regresi data panel terbaik, maka peneliti
melakukan uji spesifikasi model sesuai tahapan-tahapan uji sebagai
berikut:
1. Uji0Chow
Menentukan model yang digunakan antara Common0Effect Model
atau Fixed0Effect0Model. Bila nilai probabilitas Cross-section0F kurang
dari dari α=5% maka H10diterima, sedangkan bila nilai probabilitas Cross-
section0F melebihi dari α=5% maka H00diterima. Selanjutnya penulis
memiliki hipotesis sebagai berikut:
H0 : Common0Effect0Model
H1 : Fixed0Effect0Model
Berikut hasil Uji0Chow menggunakan Redundant0Fixed0Effect-
Likelihood0Ratio.
62
Tabel 4.2
Uji0Chow
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 266.846973 (4,23) 0.0000
Cross-section Chi-square 115.763837 4 0.0000
Sumber: Hasil Olah Data Sekunder, 2020
Pada tabel 4.2 diatas, hasil Uji0Chow melalui nilai Probabilitas Cross-
section0F sebesar 0.0000, di mana kurang dari nilai 0.05 (0.0000 < 0.05) maka
H1 diterima, sehingga model yang diterima adalah Fixed0Effect Model.
Selanjutnya melakukan Uji0Hausman untuk menentukan Random
Effect0Model atau Fixed0Effect0Model.
2. Uji0Hausman
Menentukan model yang digunakan antara Fixed Effect Model atau
Random Effect Model. Bila hasil probabilitas Cross-section random
melebihi dari α=5%, maka H0 diterima. Selanjutnya penulis memiliki
hipotesis sebagai berikut:
H0 : Random0Effect0Model
H1 : Fixed0Effect0Model
Berikut hasil dari Uji Hausman menggunakan Correlated0Random
0Effect-Hausman0Test.
63
Tabel 4.3
Uji0Hausman
Test Summary
Chi-Sq.
Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 1.761642 2 0.4144
Sumber: Hasil Olah Data Sekunder, 2020
Pada tabel 4.3 diatas, hasil Uji0Hausman melalui nilai Cross-
section0random sebesar 0.4144, di mana melebihi dari nilai 0.05 (0.4144 >
0.05) maka H0 diterima, sehingga model yang diterima adalah
Random0Effect0Model. Selanjutnya melakukan ke
Uji0Lagrange0Multiplier untuk menentukan uji terakhir yang terbaik
antara Common0Effect0Model atau Random0Effect0Model.
3. Uji0Lagrange0Multiplier
Menentukan model yang digunakan antara Common Effect Model
atau Random Effect Model. Bila nilai Breusch-Pagan kurang dari α=5%
maka H1 diterima, namun bila nilai Breusch-Pagan melebihi dari α=5%
maka H0 diterima. Selanjutnya penulis memiliki hipotesis sebagai berikut:
H0 : Diduga Common Effect Model lebih baik dari Random Effect Model.
H1 : Diduga Random Effect Model lebih baik dari Common Effect Model.
Berikut hasil dari Uji Lagrange Multiplier menggunakan Omitted
Random Effect-Lagrange Multiplier.
64
Tabel 4.4
Uji0Lagrange0Multiplier
Test Hypothesis
Cross-section Time Both
Breusch-Pagan 69.58901 2.995964 72.58497
(0.0000) (0.0835) (0.0000)
Sumber: Hasil Olah Data Sekunder, 2020
Pada tabel 4.4 diatas, hasil Uji Lagrange melalui Breusch-Pagan
sebesar 0.0000 di mana kurang dari α=5% (0.0000 < 0.05) maka H1
diterima. Pada akhirnya model terbaik jatuh kepada Random Effect Model,
sehingga peneliti menggunakan Random Effect Model pada penelitian ini.
4. Random0Effect0Model
Tabel 4.5
Hasil0Regresi0Data0Panel
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 403562.0 52701.22 7.657546 0.0000
RLS -32819.83 5084.640 -6.454701 0.0000
INFLASI 59.05915 716.5852 0.082417 0.9349
Weighted Statistics
R-squared 0.697854 Mean dependent var 4330.954
Adjusted R-squared 0.675473 S.D. dependent var 8437.968
S.E. of regression 4806.883 Sum squared resid 6.24E+08
F-statistic 31.18036 Durbin-Watson stat 2.166090
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Hasil Olah Data Sekunder, 2020
65
Berdasarkan0tabel 4.5 diatas, hasil tersebut dapat dibuat persamaan
regresi sebagai berikut:
Di mana:
KEMISKINAN : Jumlah0Penduduk0Miskin
RLS : Rata-Rata0Lama0Sekolah
INFLASI : Laju Inflasi
Berdasarkan hasil estimasi data panel tersebut, kemudian
diinterpretasikan sebagai berikut:
a. Variabel rata-rata0lama0sekolah memiliki hubungan yang negatif
terhadap0variabel jumlah0penduduk0miskin0dengan0nilai0sebesar
-32819.83 di mana setiap naiknya 1 satuan rata-rata0lama0sekolah,
mampu menurunkan jumlah0penduduk0miskin0sebesar 32819.83
dengan diasumsikan variabel lain konstan.
b. Variabel laju inflasi memiliki hubungan yang positif terhadap
variabel jumlah penduduk miskin dengan nilai sebesar 59.05915.
Hal ini menandakan bahwa, setiap kenaikan 1% variabel laju
inflasi, mampu meningkatkan jumlah penduduk miskin sebesar
59.05915 dengan asumsi variabel lain konstan.
5. Uji0Asumsi0Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui dan menguji
kelayakan atas model data regresi yang digunakan dalam penelitian ini. Uji
KEMISKINAN = 403562.0 – 32819.83 RLS + 59.05915 INFLASI
66
asumsi klasik pada penelitian ini tidak menggunakan uji
heteroskedastisitas, dikarenakan model yang digunakan dalam penelitian
ini, yaitu Random0Effect0Model, di mana Random0Effect0Model memiliki
sebuah keuntungan, yaitu dapat menghilangkan sebuah masalah
heteroskedastisitas menggunakan Error Component Model (ECM) atau
biasa dikenal dengan metode Generalized Least Square (GLS)
a. Uji0Normalitas
Mengetahui data penelitian terdistribusi normal atau tidak
sama sekali, karena model regresi terbaik adalah memiliki data
yang terdistribusi normal. Berikut hasil uji normalitas melalui
analisis grafik, dengan membandingkan nilai probabilitas Jarque-
Bera.
Grafik 4.4
Uji0Normalitas
0
1
2
3
4
5
6
7
8
-60000 -40000 -20000 0 20000 40000 60000
Series: Standardized Residuals
Sample 2014 2019
Observations 30
Mean -2.16e-10
Median 3342.873
Maximum 54413.66
Minimum -50143.27
Std. Dev. 38501.33
Skewness -0.066308
Kurtosis 1.312616
Jarque-Bera 3.581065
Probability 0.166871
Sumber: Hasil Olah Data Sekunder, 2020
Berdasarkan grafik 4.4 diatas, nilai probabilitas Jarque-Bera
sebesar 3.581065. Nilai tersebut melebihi dari α=0.05%. Dapat
ditarik kesimpulan data penelitian ini terdistribusi normal.
67
b. Uji0Multikolinearitas
Mengetahui adanya keterkaitan antara hubungan sempurna
diantara variabel0independen. Bila dalam pengujian ada
keterikatan antara variabel0independen, maka model regresi
tersebut tidak baik. Multikolinearitas ditemukan bila dalam
pengujian antara variabel0independen nilainya melebihi 0.8%.
Hasil uji multikolinearitas sebagai berikut:
Tabel 4.6
Uji0Multikolinearitas
RLS INFLASI
RLS 1.000000 -0.087173
INFLASI -0.087173 1.000000
Sumber: Hasil Olah Data Sekunder, 2020
Berdasarkan tabel 4.6 diatas, hasil uji multikolinearitas diatas
adalah nilai koefisien dari0masing-masing0variabel0independen, yaitu
rata-rata0lama0sekolah dan0inflasi berada dibawah 0.8. Dapat ditarik
kesimpulan bahwa dalam model regresi yang penulis gunakan tidak ada
masalah multikolinearitas.
6. Uji0Hipotesis
a. Uji0t-statistik
Mengetahui pengaruh dari masing-masing variabel independen,
yaitu rata-rata lama sekolah dan laju inflasi, terhadap variabel
dependen, yaitu jumlah penduduk miskin. Pengujian dilakukan dengan
68
melihat nilai dari probabilitas masing-masing variabel independen
dengan tingkat signifikansi α=0.05%.
Berikut merupakan hipotesis penelitian dari uji t-statistik yang
sebelumnya telah dibuat oleh penulis, yaitu:
H0 : Tidak0ada pengaruh rata-rata0lama0sekolah secara
parsial terhadap kemiskinan di Kabupaten/Kota0
Daerah0Istimewa0Yogyakarta periode 2014 s.d
2019.
H1 : Ada pengaruh rata-rata0lama0sekolah secara parsial
terhadap0kemiskinan di Kabupaten/Kota Daerah0
Istimewa0Yogyakarta periode 2014 s.d 2019.
H0 : Tidak0ada0pengaruh0laju0inflasi secara0parsial
terhadap kemiskinan di Kabupaten/Kota0Daerah0
Istimewa0Yogyakarta periode 2014 s.d 2019.
H1 : Ada0pengaruh0laju0inflasi secara parsial terhadap
kemiskinan di Kabupaten/Kota Daerah Istimewa
Yogyakarta periode 2014 s.d 2019.
Bila nilai0probabilitas t-hitung > dari 5% maka H0 diterima,
sedangkan bila nilai0probabilitas nilai t-hitung < dari 5% maka H0
ditolak.
69
Hasil regresi dari Random Effect Model sebagai berikut:
Tabel 4.7
Uji0t-statistik
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 403562.0 52701.22 7.657546 0.0000
RLS -32819.83 5084.640 -6.454701 0.0000
INFLASI 59.05915 716.5852 0.082417 0.9349
Sumber: Hasil Olah Data Sekunder, 2020
Berdasarkan tabel 4.7 diatas, maka hasil dari uji t-statistik dapat
diinterpretasikan sebagai berikut, yaitu:
a. Variabel rata-rata0lama0sekolah (RLS) memiliki nilai probabilitas
sebesar 0.0000 nilai tersebut kurang dari 5% (0.0000 < 0.05) maka
H1 diterima.
b. Variabel0laju inflasi (INFLASI) memiliki0nilai0probabilitas
sebesar 0.9349 nilai tersebut melebihi dari 5% (0.9349 > 0.05)
maka H0 diterima.
Berdasarkan hasil diatas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa, variabel rata-rata0lama0sekolah memiliki0pengaruh0yang
signifikan0terhadap perubahan jumlah0penduduk0miskin di
Kabupaten Kulon0Progo, Kabupaten0Bantul,
Kabupaten0Gunung0Kidul, Kabupaten0Sleman, dan
Kota0Yogyakarta, sedangkan variabel laju inflasi memiliki pengaruh
yang0tidak0signifikan0terhadap0jumlah penduduk0miskin di
70
Kabupaten0Kulon0Progo, Kabupaten0Bantul, Kabupaten
Gunung0Kidul, Kabupaten0Sleman, dan Kota0Yogyakarta.
b. Uji0F-statistik0
Mengetahui pengaruh secara simultan dari semua0variabel
independen0terhadap0variabel0dependen, di mana dalam
penelitian ini, pengaruh secara simultan0variabel rata-
rata0lama0sekolah dan laju inflasi terhadap
jumlah0penduduk0miskin.
Hipotesis yang penulis buat sebagai berikut:
H0 : Tidak0ada0pengaruh0tingkat0pendidikan dan laju
inflasi terhadap kemiskinan di0Kabupaten/Kota
Daerah0Istimewa0Yogyakarta periode 2014 s.d
2019.
H1 : Ada0pengaruh0tingkat0pendidikan dan laju inflasi
secara simultan, terhadap0kemiskinan0di
Kabupaten/Kota0Daerah0Istimewa0Yogyakarta
periode 2014 s.d 2019.
Tabel 4.8
Uji0F-statistik
F-statistic Prob (F-statistic)
31.18036 0.000000
Sumber: Hasil Olah Data Sekunder, 2020
Pada tabel 4.8 diatas, maka hasil dari uji-F statistic sebesar
31.18036 dengan0nilai0probabilitas0sebesar 0.000000. Nilai probabilitas
71
F-statistic sebesar 0.000000 di mana nilai tersebut kurang dari 5%
(0.000000 < 0.05) dengan hasil tersebut H1 diterima, dan disimpulkan
bahwa rata-rata0lama0sekolah dan laju inflasi memengaruhi
secara0simultan terhadap jumlah0penduduk0miskin di Kabupaten0Kulon
Progo, Kabupaten0Bantul, Kabupaten0Gunung0Kidul, Kabupaten Sleman,
dan Kota0Yogyakarta.
c. Uji0Koefisien0Determinasi
Menjelaskan seberapa besar komposisi
variabel0independen dalam menjelaskan variabel0dependen pada
penelitian ini. Bila nilai0koefisien0determinasi0mendekati01,
maka variabel independen mampu menjelaskan semua perubahan
pada variabel dependen. Sedangkan bila nilai koefisien determinasi
mendekati00, maka variabel independen tidak mampu menjelaskan
variabel dependen tersebut.
Hasil dari uji koefisien determinasi sebagai berikut:
Tabel 4.9
Uji0Koefisien0Determinasi
R-squared0 Adjusted0R-squared
0.697854 0.675473
Sumber: Hasil Olah Data Sekunder, 2020
Pada tabel 4.9 diatas, dilihat nilai dari Adjusted0R-squared
sebesar 0.675473, dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel
independen0(tingkat0pendidikan dan laju inflasi)
mampu0menjelaskan0variabel0dependen0(kemiskinan) pada
72
Kabupaten0Kulon0Progo, Kabupaten0Bantul, Kabupaten Gunung
Kidul, Kabupaten0Sleman, dan Kota Yogyakarta sebesar 67.54%,
sedangkan sisanya sebesar 32.46% dijelaskan oleh variabel-
variabel lain diluar penelitian ini.
C. Pembahasan
1. Tingkat0Pendidikan0Terhadap0Kemiskinan
Tingkat pendidikan adalah indikator utama dan yang paling utama
karena pentingnya dari pengembangan sumber daya manusia, sebagai modal
dasar dalam meningkatkan kemajuan bangsa dan negara dengan upaya
meningkatkan tiap individu melalui proses sebuah pembelajaran, agar
mengalami tumbuh kembang menjadi diri pribadi yang memiliki keagamaan,
sanggup berdiri sendiri tanpa bantuan dari orang lain, berwawasan luas, dan
berintegrasi.
Tingkat pendidikan bisa dilihat melalui rata-rata0lama0sekolah dari
keseluruhan0penduduk0yang0ada0di0suatu0wilayah0tertentu. Pendidikan
sangat penting, karena melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
terus berupaya untuk menyamaratakan kualitas pendidikan di Indonesia, demi
mengamanatkan dan menuntaskan apa yang telah tertuang dalam UUD RI
Tahun 1945 alinea keempat yaitu ‘Kemudian0daripada0itu0untuk membentuk
suatu0Pemerintah0Negara Indonesia yang0melindungi0segenap0bangsa
Indonesia0dan0seluruh0tumpah darah Indonesia dan untuk0memajukan
kesejahteraan0umum, mencerdaskan0kehidupan0bangsa...’ dan apabila
semakin tinggi kualitas sumber daya manusia yang0dihasilkan, maka semakin
73
besar pula kesempatan untuk mendapatkan kesejahteraan bagi setiap
penduduk.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, tingkat0pendidikan
memiliki0pengaruh0yang0negatif0terhadap kemiskinan, dengan nilai
koefisien variabel RLS (tingkat0pendidikan) sebesar -32819.83, dan memiliki
pengaruh yang signifikan pula terhadap kemiskinan, dilihat melalui nilai0t-
statistic sebesar 0.0000 di mana kurang dari 5%. Hal tersebut menandakan
bahwa, setiap tingkat pendidikan mengalami kenaikan, maka dapat
menurunkan kemiskinan secara signifikan di Kabupaten/Kota Daerah
Istimewa Yogyakarta periode 2014 s.d 2019. Tingkat pendidikan dengan
indikator rata-rata lama sekolah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
memang telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 47 Tahun 2008 tentang wajib belajar 9 tahun dengan rata-rata lama
sekolah menyentuh diangka 9,39 tahun, atau setara dengan kelas 9 SMP
sederajat, namun pendidikan yang diperoleh pada tiap kabupaten/kota
tersebut terlihat mendapat kesetaraan yang berbeda-beda.
Hingga tahun 2019 hanya Kota Yogyakarta yang memiliki tingkat
pendidikan dengan rata-rata0lama0sekolah tertinggi sebesar 11,45 tahun, atau
setara0dengan0kelas 2 SMA sederajat, didukung oleh letak strategis sebuah
pusat pemerintahan yang mendukung sarana prasarana berdaulat dan
berkualitas, sekaligus menjadikannya sebagai ibukota dari Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Kabupaten Sleman memiliki rata-rata0lama0sekolah
sebesar 10,67 tahun, atau setara dengan0kelas 1 SMA sederajat, kemudian
74
Kabupaten Bantul memiliki rata-rata0lama0sekolah sebesar 9,54 tahun, atau
setara0dengan0kelas 9 SMP sederajat, sementara Kabupaten Kulon Progo
memiliki rata-rata lama sekolah sebesar 8,66 tahun, atau setara dengan0kelas
2 SMP sederajat, sedangkan Kabupaten Gunung Kidul menjadi kabupaten
dengan tingkat pendidikan terendah dengan0rata-rata0lama0sekolah sebesar
7,13 tahun, atau0setara0dengan0kelas 1 SMP sederajat, dan menurut
(Agustina, Syechalad, dan Hamzah, 2018) hal tersebut dikarenakan mayoritas
masyarakat yang mengandalkan bekerja di sektor pertanian, sehingga tidak
ditentukan berdasarkan latar belakang pendidikan atau kemampuan melek
huruf dari tiap individu.
Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Didu
dan Fauzi, 2016), (Sari, Anwar, dan Darussamin, 2016), (Aristina, Budhi,
Wirathi, dan Darsana, 2017), (Lisnawati, Jolianis, dan Saputra, 2017), (Putra
dan Arka, 2018), (Putri, Juliprijanto, dan Septiani, 2019), (Nurrohmah, 2019),
menunjukkan0bahwa0tingkat0pendidikan0berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap0kemiskinan. Penelitian0tersebut0menyatakan0bahwa, semakin
tinggi pendidikan yang diduukung oleh pengetahuan dan keahlian berupa
softskill, maka dengan latar belakang pendidikan yang tinggi dalam bentuk
apapun, dapat menghasilkan pula produktifitas yang terampil dan pekerja
keras mengingat tidak maunya seseorang terperangkap dalam lingkar
kemiskinan, sedangkan menurut (Todaro, 2013) menegaskan bahwa sebuah
perbekalan manusia dimulai adalah dengan cara dimulainya pembelajaran
dari dunia pendidikan tersebut, di mana semakin baik fasilitas masyarakat
75
dalam meraih kemudian mengaplikasikan pendidikan di suatu wilayah, maka
pembangunan yang berfokus pada sumber daya manusia berupa peningkatan
indeks pembangunan manusia tersebut mampu tercapai, dan cenderung besar
pula hasil dari individu/kelompok tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan
dan kemakmuran.
2. Inflasi Terhadap0Kemiskinan
Hasil0dari0penelitian0ini0menunjukkan0bahwa, inflasi0memiliki
pengaruh0yang0positif0terhadap0kemiskinan, dengan nilai koefisien variabel
INFLASI (laju inflasi) sebesar 59.05915, tetapi memiliki pengaruh yang tidak
signifikan terhadap kemiskinan, dilihat melalui t-Statistic sebesar 0.9349 di
mana melebihi dari 5%. Hal tersebut tentunya tidak selaras dengan hipotesis
yang menjelaskan bahwa tingkat inflasi memiliki pengaruh terhadap
kemiskinan.
Hingga tahun 2019 Kota Yogyakarta memiliki laju inflasi tertinggi
sebesar 2,77% hal tersebut dikarenakan Kota Yogyakarta menjadi pusat
pemerintahan dari Ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah
memberikan efek penawaran/permintaan barang dan jasa berupa terjadinya
jumlah uang yang beredar di masyarakat. Kabupaten Bantul memiliki laju
inflasi sebesar 2,71% kemudian Kabupaten Gunung Kdiul memiliki laju
inflasi sebesar 2,68% sementara Kabupaten Sleman memiliki laju inflasi
sebebsar 2,55% sedangkan Kabupaten Kulon Progo memiliki laju inflasi
sebesar 2,5%. Inflasi yang terjadi di Kabupaten/Kota Daerah Istimewa
Yogyakarta disebabkan karena laju inflasi pada periode 2014 s.d 2019 masih
76
berada pada kategori inflasi merayap (creeping inflation), yaitu inflasi dengan
level dibawah 10%. dan menurut (Pusat Informasi Harga Pangan Strategi
Nasional, 2019) beserta (Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan, 2019)
pada bulan Desember 2019, menyatakan bahwa Kabupaten/Kota0Daerah
Istimewa0Yogyakarta sebagai daerah yang memiliki bahan-bahan kebutuhan
pokok dalam kategori harga yang cenderung stabil dan terjangkau ketiga di
Pulau Jawa dengan total sebesar Rp335.650,00 setelah Provinsi Jawa Timur
sebesar Rp311.200,00 dan Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp324.600,00
sementara Provinsi Banten sebesar Rp355,900,00 kemudian Provinsi DKI
Jakarta sebesar Rp396.050,00 sedangkan Provinsi Jawa Barat memiliki harga
bahan pokok termahal di Pulau Jawa dengan total sebesar Rp453.450,00.
77
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Sari dan Mangkuwinata,
2017), (Sudirman dan Andriani, 2017), (Kolibu, Rumate, dan Engka, 2017),
(Febriaty dan Nurwani, 2017), (Ihsan dan Ikhsan, 2018), (Arifin, 2019),
(Amirullah dan Nurochani, 2019), menunjukkan bahwa inflasi
berpengaruh0positif tetapi0tidak0signifikan0terhadap0kemiskinan. Penelitian
yang0dilakukan0oleh (Kolibu, Rumate, dan Engka, 2017) menyatakan
bahwa, disebabkan oleh adanya kondisi dan situasi pada daya beli masyarakat
dalam suatu daerah yang bersifat heterogen atau tidak bisa disamaratakan
antara kebutuhan satu individu dengan individu lainnya, kemudian inflasi
termasuk dalam kategori makro ekonomi, di mana penduduk miskin tidak
akan terpengaruh pada tingkat inflasi yang sedang terjadi, karena pada
dasarnya penduduk miskin sudah tidak lagi memiliki daya beli, sehingga
terjadi inflasi sekalipun maka tidak akan mampu menciptakan hasrat untuk
memiliki daya beli, sedangkan menurut (Samuelson, 1998) inflasi yang tidak
berpengaruh terhadap kemiskinan dikarenakan inflasi tersebut telah stabil dan
terjaga disetiap tahunnya, atau berada pada level inflasi merayap (creeping
inflation), di mana kenaikan harga berjalan lambat, dengan persentase kurang
dari 10% pertahun.
78
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan0
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara tingkat
pendidikan dan inflasi, terhadap kemiskinan di Kabupaten/Kota0Daerah
Istimewa0Yogyakarta0Periode 2014 s.d 2019. Setelah melewati segala
rangkaian uji spesifikasi, maka menghasilkan Random0Effect0 Model sebagai
pilihan model terbaik, dan kemudian dilanjutkan dengan uji asumsi klasik serta
uji hipotesis, yang berkesimpulan pada:
1. Hasil0penelitian0menunjukkan0bahwa0variabel0tingkat0pendidikan secara
parsial0memiliki0pengaruh0negatif0dan0signifikan0terhadap0kemiskinan
di0Kabupaten/Kota0Daerah0Istimewa0Yogyakarta periode 2014 s.d 2019.
2. Hasil0penelitian0menunjukkan0bahwa0variabel0inflasi secara parsial
memiliki0pengaruh0positif0tetapi0tidak0signifikan0terhadap0kemiskinan0di
Kabupaten/Kota0Daerah0Istimewa0Yogyakarta periode 2014 s.d 2019.
3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan dan inflasi
secara simultan memengaruhi kemiskinan di0Kabupaten/Kota0Daerah
Istimewa0Yogyakarta periode 2014 s.d 2019.
B. Saran
1. Bagi0pemerintah
a. Menurut fakta di lapangan, surat kabar cetak, dan media sosial, bursa
penyedia lowongan pekerjaan saat ini membutuhkan pendidikan
dengan ijazah minimal SMA/MA/SMK sederajat, maka Pemerintah
79
Kabupaten/Kota0Daerah0Istimewa0Yogyakarta bersama dengan
Kementerian Pendidikan dan Budaya harus siap membenahi segala
permasalahan yang menghambat sistem penyelenggaraan pendidikan,
di mana hanya Kota Yogyakarta yang memiliki tingkat pendidikan
tertinggi pada 2019 dengan rata-rata lama sekolah 11,44 tahun atau
setara kelas 2 SMA sederajat, sedangkan Kabupaten Gunung Kidul
menjadi kabupaten tingkat pendidikan terendah dengan rata-rata lama
sekolah 7,00 tahun atau setara kelas 1 SMP sederajat, dengan
mengambil langkah untuk segera menerapkan pada program wajib
belajar 12 tahun sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun
2014.
b. Tidak hanya itu saja, untuk jangka panjang selama 10 tahun kedepan,
tentunya pemerintah daerah harus merumuskan kembali anggaran
dasar dan anggaran rumah tangga perihal penambahan jumlah fasilitas
pendidikan berupa gedung sekolah, sebab total gedung sekolah di
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta hingga tahun 2019 hanya
berjumlah 3.027 buah, sangat sedikit dibanding 5 provinsi di Pulau
Jawa lainnya. Hal tersebut tentunya harus menjadi fokus utama
pemerintah0daerah, yang melatarbelakangi pentingnya sebuah
kebijakan0penyelenggaraan0pendidikan0menjadi0kewajiban pertama
dan yang paling utama, agar sumber daya manusia yang dihasilkan
berkualitas, mampu berdaya saing, serta dapat meningkatkan
kesejahteraan penduduk.
80
c. Walaupun tidak berpengaruh secara signifikan, salah satu inflasi
tersebut disebabkan oleh terjadinya sebuah kenaikan harga-harga
secara terus menerus, sidak secara berkala harus dioptimalkan dan
dikontrol di Kabupaten/Kota Daerah Istimewa Yogyakarta bersama
dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah Kabupaten/Kota untuk
melakukan observasi pengamatan langsung dengan meninjau harga-
harga kebutuhan pokok di pasar.
d. Diperlukan pula sinergi pada pemerintah pusat untuk
mengomunikasikan dengan menggandeng Kementerian Sosial yang
menaungi program keluarga harapan, sebagai bentuk bantuan upaya
percepatan penanggulangan kemiskinan dengan sasaran untuk
keluarga miskin, ibu hamil, dan anak yang telah terdampak atas
kenaikan harga-harga, khususunya harga-harga kebutuhan bahan
pokok.
2. Bagi peneliti selanjutnya
a. Diharapkan meneliti variabel-variabel independen diluar penelitian
yang telah penulis lakukan, supaya menghasilkan hasil yang lebih
baik, temuan hasil penelitian terbaru, dan mendapat informasi lebih
lanjut hal-hal yang berkaitan dengan polemik kemiskinan di
Kabupaten/Kota Daerah Istimewa Yogyakarta, maupun provinsi-
provinsi di Indonesia lainnya.
81
3. Bagi masyarakat
a. Masyarakat saat ini harus lebih sadar, kepekaan akan pentingnya suatu
pendidikan harus lebih diutamakan daripada tidak mendapatkan
pendidikan sama sekali, sebab selagi kemiskinan tidak bisa di hapus
dari keberadaan manusia, terciptanya lingkaran setan kemiskinan
(vicious circle of poverty) akan selalu ada, maka salah satu jalan
keluar dari lingkaran kemiskinan tersebut melalui pendidikan sebagai
modal dasar pembelajaran umat manusia.
b. Mengawasi dan turut aktif, dengan terlibat dalam tiap perencanaan
pembangunan yang ada pada setiap daerah, agar setiap bantuan dapat
tersalurkan dengan baik, adil, dan merata, sehingga tidak salah sasaran
bagi penerima sesuai kebutuhan masyarakat yang membutuhkan.
82
DAFTAR PUSTAKA
Amirullah, Mulia dan Nila Nurochani. (2019). Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Tingkat Kemiskinan di Kabupaten/Kota Priangan Timur Jawa Barat Tahun
2015 s.d 2018. Simposium Nasional Ilmiah dengan tema: (Peningkatan
Kualitas Publikasi Ilmiah melalui Hasil Riset dan Pengabdian kepada
Masyarakat), 859 s.d 865.
Arifin, Alnia Desfita. (2019). Analisis Pengaruh PDRB, Pengangguran, Inflasi,
dan Kesehtaan Terhadap Kemiskinan di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Tengah 2008 s.d 2015. Universitas Andalas.
Arifin, Zainal. (2017). The Effect of Educational Level and Economic Growth on
Poverty in Mandailing Natal. Proceedings of the 7th Annual International
Conference (AIC) Syiah Kuala University and the 6th International
Conference on Multidisciplinary Research (ICMR) in conjuction with the
International Conference on Electrical Engineering and Informatics
(ICELTICs), 85 s.d 88.
Aristina, Ita dan Made Kembar Sri Budhi, I G.A.P. Wirathi, Ida Bagus Darsana.
(2017). Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengangguran, dan Pertumbuhan
Ekonomi Terhadap Kemiskinan di Provinsi Bali Tahun 1995 s.d 2014. E-
Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, 677 s.d 704.
Awan, Masood Sarwar dan Nouman Malik, Haroon Sarwar, Muhammad Waqas.
(2011). Impact of Education on Poverty Reduction. International Journal of
Academic Research, Vol.3 No.1, 659 s.d 664. Dapat diakses melalui:
https://www.researchgate.net.publication/215867059
Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Kabupaten/Kota Daerah Istimewa
Yogyakarta. Dapat diakses melalui https://bkpp.jogjaprov.go.id
83
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta. Dapat
diakses melalui https://bappeda.jogjaprov.go.id
Badan Pusat Statistik. 2014. Bantul Dalam Angka 2014. Bantul: Badan Pusat
Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2015. Bantul Dalam Angka 2015. Bantul: Badan Pusat
Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2016. Kabupaten Bantul Dalam Angka 2016. Bantul: Badan
Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2017. Bantul Dalam Angka 2017. Bantul: Badan Pusat
Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2018. Kabupaten Bantul Dalam Angka 2018. Bantul: Badan
Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2019. Kabupaten Bantul Dalam Angka 2019. Bantul: Badan
Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2020. Kabupaten Bantul Dalam Angka 2020. Bantul: Badan
Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2014. Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka 2014.
Yogyakarta: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2015. Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka 2015.
Yogyakarta: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2016. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka
2016. Yogyakarta: Badan Pusat Statistik.
84
Badan Pusat Statistik. 2017. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka
2017. Yogyakarta: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2018. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka
2018. Yogyakarta: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2019. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka
2019. Yogyakarta: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2020. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka
2020. Yogyakarta: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2014. Gunung Kidul Dalam Angka 2014. Gunung Kidul:
Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2015. Gunung Kidul Dalam Angka 2015. Gunung Kidul:
Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2016. Kabupaten Gunung Kidul Dalam Angka 2016.
Gunung Kidul: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2017. Kabupaten Gunung Kidul Dalam Angka 2017.
Gunung Kidul: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2018. Kabupaten Gunung Kidul Dalam Angka 2018.
Gunung Kidul: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2019. Kabupaten Gunung Kidul Dalam Angka 2019.
Gunung Kidul: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2020. Kabupaten Gunung Kidul Dalam Angka 2020.
Gunung Kidul: Badan Pusat Statistik.
85
Badan Pusat Statistik. 2019. Indikator Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta
2018. Yogyakarta: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2014. Kabupaten Kulon Progo Dalam Angka 2014. Kulon
Progo: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2015. Kulon Progo Dalam Angka 2015. Kulon Progo:
Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2016. Kabupaten Kulon Progo Dalam Angka 2016. Kulon
Progo: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2017. Kabupaten Kulon Progo Dalam Angka 2017. Kulon
Progo: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2018. Kabupaten Kulon Progo Dalam Angka 2018. Kulon
Progo: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2019. Kabupaten Kulon Progo Dalam Angka 2019. Kulon
Progo: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2020. Kabupaten Kulon Progo Dalam Angka 2020. Kulon
Progo: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2014. Kabupaten Sleman Dalam Angka 2014. Sleman:
Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2015. Kabupaten Sleman Dalam Angka 2015. Sleman:
Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2016. Kabupaten Sleman Dalam Angka 2016. Sleman:
Badan Pusat Statistik.
86
Badan Pusat Statistik. 2017. Kabupaten Sleman Dalam Angka 2017. Sleman:
Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2018. Kabupaten Sleman Dalam Angka 2018. Sleman:
Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2019. Kabupaten Sleman Dalam Angka 2019. Sleman:
Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2020. Kabupaten Sleman Dalam Angka 2020. Sleman:
Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2014. Kota Yogyakarta Dalam Angka 2014. Yogyakarta:
Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2015. Kota Yogyakarta Dalam Angka 2015. Yogyakarta:
Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2016. Kota Yogyakarta Dalam Angka 2016. Yogyakarta:
Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2017. Kota Yogyakarta Dalam Angka 2017. Yogyakarta:
Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2018. Kota Yogyakarta Dalam Angka 2018. Yogyakarta:
Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2019 Kota Yogyakarta Dalam Angka 2019. Yogyakarta:
Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2020. Kota Yogyakarta Dalam Angka 2020. Yogyakarta:
Badan Pusat Statistik.
87
Badan Pusat Statistik. 2020. Profil Kemiskinan di Indonesia September 2019.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Satistik. 2019. Statistik Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Bantul
2019. Bantul: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2019. Statistik Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunung
Kidul 2019. Gunung Kidul: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2019. Statistik Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Kulon
Progo 2019. Kulon Progo: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2019. Statistik Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Sleman
2019. Sleman: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2019. Statistik Kesejahteraan Rakyat Kota Yogyakarta
2019. Yogyakarta: Badan Pusat Statistik.
Bank Indonesia. 2016. Indeks Harga Konsumen (IHK). Jakarta: Departemen
Statistik Bank Indonesia.
Bank Indonesia. 2014. Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa
Yogyakarta Triwulan III 2014. Yogyakarta: Bank Indonesia.
Case, Karl dan Ray Fair. 2007. Prinsip-Prinsip Ekonomi Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Department of Economic and Social Affairs. 2020. Sustainable Development.
Dapat diakses melalui https://www.un.org/sustainabledevelopment
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
88
Didu, Saharuddin dan Ferri Fauzi. (2016). Pengaruh Jumlah Penduduk,
Pendidikan, dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan di Kabupaten
Lebak Tahun 2003 s.d 2012. Jurnal Ekonomi-Qu Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa, 100 s.d 114.
Febriaty, Hastina dan Nurwani. (2017). Pengaruh Pendapatan Per Kapita,
Investasi, dan Inflasi Terhadap Kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2001 s.d 2015. Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
Gujarati, Damodar dan Dawn Porter. 2003. Dasar-dasar Ekonometrika Buku 2
Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat.
I Komang Agus Adi Putra dan Sudarsana Azka. (2018). Analisis Pengaruh
Tingkat Pengangguran Terbuka, Kesempatan Kerja, dan Tingkat Pendidikan
Terhadap Tingkat Kemiskinan di Kabupaten/Kota Bali Tahun 2011 s.d
2016. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, 416 s.d 444.
Ihsan Khairil dan Ikhsan. (2018). Analisis Pengaruh UMP, Inflasi, dan
Pengangguran Terhadap Kemiskinan di Provinsi Aceh Tahun 2008 s.d
2015. Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Unsyiah, 408 s.d 419.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2019. Jumlah Data Satuan Pendidikan
(Sekolah) Per Provinsi Berdasarkan Seluruh Jenis Pendidikan. Dapat
diakses melalui https://referensi.data.kemendikbud.go.id
Keputusan Presiden Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2004 Tentang Kemiskinan.
Kolibu, Meinny dan Vekie A. Rumate, Daisy S.M. Engka. (2017). Pengaruh
Tingkat Inflasi, Investasi, Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat
Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi Sulawesi Utara
89
Tahun 2006 s.d 2015. E-Journal Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Sam Ratulangi, 1 s.d 14.
Lisnawati, Dora dan Jolianis, Syailendra Eka Saputra. (2017). Pengaruh Tingkat
Kesehatan, Tingkat Pendidikan, dan Investasi Terhadap Kemiskinan di
Kota Padang Tahun 1986 s.d 2015. Jurnal Sekolah Tinggi Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Sumatera Barat, 2 s.d 9.
Mankiw, N Gregory. 2007. Macroeconomics Sixth Edition. Jakarta: Erlangga.
Nanga, Muana. 2005. Makro Ekonomi: Teori, Masalah, dan Kebijakan. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Nopirin. 2000. Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro dan Makro. Yogyakarta: BPFE.
Nurrohmah, Ai. (2019). Pengaruh Tingkat Kesehatan dan Tingkat Pendidikan
Terhadap Tingkat Kemiskinan di Kabupaten Pandeglang Tahun 2008 s.d
2017. Universitas Islam Negeri Banten.
Pemerintah Pusat. Instruksi Presiden Tentang Pelaksanaan Program Simpanan
Keluarga Sejahtera, Program Indonesia Pintar, dan Program Indonesia
Sehat Untuk Membangun Keluarga Produktif. Dapat diakses melalui
https://peraturan.bpk.go.id dan https://psmk.kemdikbud.go.id
Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional. Tabel Harga Berdasarkan
Daerah Perkembangan Harga Pangan. Dapat diakses melalui
https://hargapangan.id
Putri, Indrian Cahaya dan Whinarko Juliprijanto, Yustirania Septiani. (2019).
Analisis Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengangguran, dan PDRB Terhadap
Kemiskinan di Karesidenan Kedu Tahun 2014 s.d 2017. Dinamic: Directory
Journal of Economic, 325 s.d 336.
90
Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi:
Mikro Ekonomi dan Makro Ekonomi Cetakan Ketiga. Jakarta: LPFE-UI
Samuelson, Paul dan Nordhaus, William D. 2004. Ilmu Makro Ekonomi. Jakarta:
Global Media Edukasi.
Sari, Junita dan Denny Sumantri Mangkuwinata. (2017). Pengaruh Variabel
Makro Ekonomi Terhadap Kemiskinan di Provinsi Aceh Tahun 2002 s.d
2016. E-Jurnal Politeknik Negeri Lhokseumawe, Vol.18, No.2, 94 s.d 106.
Sari, Sindi Paramita dan Deky Anwar. (2016). Analisis PDRB, Tingkat
Pendidikan dan Tingkat Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan di
Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2004 s.d 2013. I-Economic, Vol.2, No.1,
86 s.d 100.
Sudirman dan Lili Andrian. (2017). Pengaruh Upah Minimum, dan Inflasi
Terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Jambi Tahun 2001 s.d 2015.
Journal of Economics and Business, 148 s.d 159.
Sukirno, Sadono. 2016. Mikro Ekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Depok:
Rajawali Pers.
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. 2004. Instrumen Pengendalian Moneter Operasi Pasar Terbuka.
Jakarta: Pusat Pendidikan dan Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia.
Talukdar, Shahidur. (2012). The Effect of Inflation on Poverty in Development
Countries. Dapat diakses melalui:
https://www.researchgate.net/publication/281640632
Todaro, Michael dan Stephen C. Smith. 2011. Pembangunan Ekonomi Jilid 1
Edisi 11. Jakarta: Erlangga.
91
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank
Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2004.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2017 Tentang Tim
Pengendalian Inflasi Nasional. Dapat diakses melalui
https://sipuu.setkab.go.id
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Alinea 4.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 Ayat 4 Tentang
Perekonomian Nasional.
92
LAMPIRAN
A. Hasil Regresi Olah Data Sekunder Eviews 9.0
1. Common Effect Model (CEM)
Dependent Variable: KEMISKINAN
Method: Panel Least Squares
Date: 07/17/20 Time: 22:12
Sample: 2014 2019
Periods included: 6
Cross-sections included: 5
Total panel (balanced) observations: 30 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 261194.8 36310.78 7.193312 0.0000
RLS -17896.46 3455.306 -5.179413 0.0000
INFLASI 1135.247 3772.898 0.300895 0.7658 R-squared 0.503647 Mean dependent var 99162.00
Adjusted R-squared 0.466880 S.D. dependent var 42022.82
S.E. of regression 30682.99 Akaike info criterion 23.59544
Sum squared resid 2.54E+10 Schwarz criterion 23.73556
Log likelihood -350.9317 Hannan-Quinn criter. 23.64027
F-statistic 13.69838 Durbin-Watson stat 0.052671
Prob(F-statistic) 0.000078
93
2. Fixed Effect Model (FEM)
Dependent Variable: KEMISKINAN
Method: Panel Least Squares
Date: 04/21/20 Time: 17:46
Sample: 2014 2019
Periods included: 6
Cross-sections included: 5
Total panel (balanced) observations: 30 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 432150.2 53283.18 8.110443 0.0000
RLS -35808.80 5565.252 -6.434354 0.0000
INFLASI -177.0446 738.5717 -0.239712 0.8127 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.989530 Mean dependent var 99162.00
Adjusted R-squared 0.986799 S.D. dependent var 42022.82
S.E. of regression 4828.242 Akaike info criterion 20.00332
Sum squared resid 5.36E+08 Schwarz criterion 20.33026
Log likelihood -293.0497 Hannan-Quinn criter. 20.10791
F-statistic 362.2998 Durbin-Watson stat 2.605160
Prob(F-statistic) 0.000000
94
3. Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 266.846973 (4,23) 0.0000
Cross-section Chi-square 115.763837 4 0.0000
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: KEMISKINAN
Method: Panel Least Squares
Date: 04/21/20 Time: 17:47
Sample: 2014 2019
Periods included: 6
Cross-sections included: 5
Total panel (balanced) observations: 30 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 261194.8 36310.78 7.193312 0.0000
RLS -17896.46 3455.306 -5.179413 0.0000
INFLASI 1135.247 3772.898 0.300895 0.7658 R-squared 0.503647 Mean dependent var 99162.00
Adjusted R-squared 0.466880 S.D. dependent var 42022.82
S.E. of regression 30682.99 Akaike info criterion 23.59544
Sum squared resid 2.54E+10 Schwarz criterion 23.73556
Log likelihood -350.9317 Hannan-Quinn criter. 23.64027
F-statistic 13.69838 Durbin-Watson stat 0.052671
Prob(F-statistic) 0.000078
95
4. Uji Lagrange Multiplier
Lagrange Multiplier Tests for Random Effects
Null hypotheses: No effects
Alternative hypotheses: Two-sided (Breusch-Pagan) and one-sided
(all others) alternatives Test Hypothesis
Cross-section Time Both Breusch-Pagan 69.58901 2.995964 72.58497
(0.0000) (0.0835) (0.0000)
Honda 8.342003 -1.730885 4.674766
(0.0000) -- (0.0000)
King-Wu 8.342003 -1.730885 5.063838
(0.0000) -- (0.0000)
Standardized Honda 10.41316 -1.382747 3.488467
(0.0000) -- (0.0002)
Standardized King-Wu 10.41316 -1.382747 3.996592
(0.0000) -- (0.0000)
Gourierioux, et al.* -- -- 69.58901
(< 0.01) *Mixed chi-square asymptotic critical values:
1% 7.289
5% 4.321
10% 2.952
96
5. Random Effect Model (REM)
Periods included: 6
Cross-sections included: 5
Total panel (balanced) observations: 30
Swamy and Arora estimator of component variances Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 403562.0 52701.22 7.657546 0.0000
RLS -32819.83 5084.640 -6.454701 0.0000
INFLASI 59.05915 716.5852 0.082417 0.9349 Effects Specification
S.D. Rho Cross-section random 45087.95 0.9887
Idiosyncratic random 4828.242 0.0113 Weighted Statistics R-squared 0.697854 Mean dependent var 4330.954
Adjusted R-squared 0.675473 S.D. dependent var 8437.968
S.E. of regression 4806.883 Sum squared resid 6.24E+08
F-statistic 31.18036 Durbin-Watson stat 2.166090
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.160577 Mean dependent var 99162.00
Sum squared resid 4.30E+10 Durbin-Watson stat 0.031435
6. Uji Hausman
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 1.761642 2 0.4144
Cross-section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.
RLS -35808.801102 -32819.828969 5118465.787425 0.1865
INFLASI -177.044566 59.059149 31993.799922 0.1868
97
7. Uji Normalitas
0
1
2
3
4
5
6
7
8
-60000 -40000 -20000 0 20000 40000 60000
Series: Standardized Residuals
Sample 2014 2019
Observations 30
Mean -2.16e-10
Median 3342.873
Maximum 54413.66
Minimum -50143.27
Std. Dev. 38501.33
Skewness -0.066308
Kurtosis 1.312616
Jarque-Bera 3.581065
Probability 0.166871
8. Uji Multikolinearitas
RLS INFLASI RLS 1.000000 -0.087173
INFLASI -0.087173 1.000000
B. Data Badan Pusat Statistik 5 Kabupaten/Kota Daerah Istimewa Yogyakarta
Periode 2014 s.d 2019
Kabupaten/Kota Tahun
Jumlah Penduduk Miskin
(Dalam Jiwa)
Rata-Rata Lama Sekolah
( Dalam Tahun)
Inflasi
(Dalam Persen)
1. Kulon Progo 2014 84,670 8.2 6.33
Kulon Progo 2015 88,130 8.4 2.9
Kulon Progo 2016 84,340 8.5 2.29
Kulon Progo 2017 84,170 8.64 4.2
Kulon Progo 2018 77,720 8.65 2.66
Kulon Progo 2019 74,620 8.66 2.5
2. Bantul 2014 153,490 8.74 6.38
Bantul 2015 160,150 9.08 3.02
Bantul 2016 142,760 9.09 2.26
Bantul 2017 139,670 9.2 3.96
Bantul 2018 134,840 9.35 2.61
98
Kabupaten/Kota Tahun
Jumlah Penduduk Miskin
(Dalam Jiwa)
Rata-Rata Lama Sekolah
( Dalam Tahun)
Inflasi
(Dalam Persen)
Bantul 2019 131,150 9.54 2.71
3. Gunung Kidul 2014 148,390 6.45 7.7
Gunung Kidul 2015 155,000 6.46 3.19
Gunung Kidul 2016 139,150 6.62 2.54
Gunung Kidul 2017 135,740 6.99 3.72
Gunung Kidul 2018 125,760 7 2.54
Gunung Kidul 2019 123,080 7.13 2.68
4. Sleman 2014 110,440 10.28 5.85
Sleman 2015 110,960 10.3 4.21
Sleman 2016 96,630 10.64 2.42
Sleman 2017 96,750 10.65 4.32
Sleman 2018 92,040 10.66 2.42
Sleman 2019 90,170 10.67 2.55
5. Yogyakarta 2014 35,600 11.39 6.59
Yogyakarta 2015 35,980 11.41 3.09
Yogyakarta 2016 32,060 11.42 2.29
Yogyakarta 2017 32,200 11.43 4.2
Yogyakarta 2018 29,750 11.44 2.66
Yogyakarta 2019 29,450 11.45 2.77