Upload
vuliem
View
263
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE MENJADI AREATAMBAK
(Studi Kasus Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan)
(Skripsi)
Oleh
MIKE NURJANAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
ABSTRAK
ANALISIS PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE MENJADI AREATAMBAK
(Studi Kasus Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan)
Oleh
Mike Nurjanah
Alih fungsi lahan hutan mangrove menjadi area tambak di Kabupaten LampungSelatan telah terjadi sejak tahun 1989 dan mengalami kerusakan yang sangat parah,karena sekitar 500,5 hektar hutan mangrove sekarang hanya tersisa 100 hektar dan400 hektarnya telah dibuka menjadi lahan pertambakan. Kurangnya pengawasan daripemerintah daerah khususnya dinas kehutanan Lampung Selatan pada saat otonomidaerah ke Kabupaten. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisa belumbaiknya pengelolaan hutan mangrove yang berada di Kabupaten Lampung Selatan.Teori yang digunakan yaitu menurut George R Terry yang didalamnya terdapat empatfungsi manajemen POAC. Metode dalam penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif.Teknik pengumpulan data dengan wawancara. Hasil penelitian ini menunjukanbahwa belum baiknya pengelolaan hutan mangrove karena manfaat ekologi darihutan mangrove sudah tidak berfungsi, rendahnya pengetahuan masyarakat tentangmanfaat hutan mangrove. Analisis pengelolaan berdasarkan Pertama, Planning darianalisis ini KPH XIII memiliki program yaitu rehabilitasi yang berjalan tidak optimalsebagai salah satu pemulihan kerusakan hutan mangrove. Kedua, Organizing darianalisis ini pengelompokan kegiatan melibatkan anggota KPH XIII yang di koordiniroleh kelompok petani tambak dan berkerjasama dengan pihak sekolah. KetigaActuating dari analisis ini yaitu pelaksanaan rehabilitasi mangrove mampumengurangi kerusakan dari 500,5 hektar menjadi 100 hektar dilakukan pada akhirOktober 2017. Keempat, Controlling dari analisis ini yaitu setelah diadakannyaevaluasi, program rehabilitasi hutan mangrove yang berada di Desa Berundungtermasuk ke dalam kategori tidak berhasil karena masih banyaknya mangrove jenisapi-api yang menyebabkan tanaman jenis mangrove Rhizophora stylosa tidak dapattumbuh dengan baik.
Kata Kunci: Pengelolaan, Hutan Mangrove, Area Tambak.
ABSTRACT
ANALYSIS CONVERSION MANAGEMENT OF MANGROVE FORESTTO POND AREA
(Case Study On Ketapang Sub-Districk, Southern Lampung Districk)
By
Mike Nurjanah
The conversion of mangrove forest to ponds area in Lampung Selatan Regencyhas occurred since 1989 and suffered severe damage, due to about only 100hectares remaining from about 500.5 hectares of mangrove forest and 400hectares has been opened to farm land. This was because the lack of supervisionfrom the local government, especially the forestry service in Southern Lsmpungand the forestry service of Lampung province. The purpose of this study was todetermined and analyzed the poor management of mangrove forests located inSouth Lampung regency. The theory used was according to George R Terry inwhich there are four POAC management functions. The method in this researchwas descriptive qualitative. The data for this research collected by interview. Theresults of this study shown that mangrove management was not good because theecological benefits of mangrove forest was no longer felt by the people, the lackof knowledge of the community about the benefits of mangrove forests. Analysisof management based on First, Planning from this analysis KPH XIII has aprogram that was rehabilitation but did not went well as one of the restoration formangrove forest. Second, the Organizing, from this analysis grouping activitiesinvolves members of KPH XIII that organized by ponds farmers and collaboratedwith the school. Third Actuating, from this analysis was the implementation ofmangrove forests rehabilitation could reduced the extent of demaged mangroveforest from 500,5 ha to 100 ha at the end of October 2017. Fourth, Controllingfrom this analysis that was after the evaluation, mangrove forest rehabilitationprogram in Berundung Village included into the category was not succed becausethere were still many Avicennia germinanst hat caused mangrove speciesRhizophora stylosa could not grow properly.
Keywords: Management, Mangrove Forest, Pond Area.
ANALISIS PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE MENJADI AREATAMBAK
(Studi Kasus Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan)
Oleh
MIKE NURJANAH
Skripsi
Sebagai salah satu syarat mencapai gelarSARJANA ILMU PEMERINTAHAN
Pada
Jurusan Ilmu PemerintahanFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Mike Nurjanah, dilahirkan di Way Galih
13 Januari 1996. Penulis merupakan anak kedua dari tiga
bersaudara, putri dari Bapak Saipul Bahri dan Ibu
Sumidah. Jenjang pendidikan penulis dimulai dari tahun 2001-2002 di TK PTPN
VII Way Galih, dilanjutkan di SDN 1 Way Galih pada tahun 2002-2008. Penulis
menempuh pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Al- Azhar 3 Bandar
Lampung tahun 2008-2011 dan melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Atas
di SMA YP Unila tahun 2011-2014.
Pada tahun 2014 penulis melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri
Universitas Lampung melalui jalur SBMPTN. Penulis terdaftar sebagai
mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Pada tahun 2017 di bulan Januari, penulis melaksanakan kuliah kerja nyata
(KKN) di Desa Bandar Putih Tua, Kecamatan Anak Ratu Aji, Kabupaten
Lampung Tengah.
MOTTO
“Iqro’ BismiRobbikalladziKholaq”“Bacalahdengan (menyebut) namaRabbmu Yang menciptakan”
(QS Al-‘Alaq [1]: 5-6)
“Doa adalah nyanyian hati yang selalu dapat membuka jalan terang kepadasinggasana tuhan meskipun terlihat dalam tangisan seribu jiwa”
(Khalil Gibran)
“Mencintai apa yang Allah cintai dan meninggalkan apa yang Allah benci”(Panji Ramdana)
“Memintalah pertolongan kepada Allah dan kedua Orang Tua mu, maka kamuakan mendapatkan kebahagiaan di Dunia dan di Akhirat ”
(Mike Nurjanah)
PERSEMBAHAN
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamduillahirabbil’alamiintelah Engkau Ridhoi Ya Allah langkahhambaMu,Sehingga Skripsi ini pada akhirnya dapat terselesaikan pada waktunya
Teriring Shalawat Serta Salam Kepada Nabi Muhammad SAWSemoga Kelak Skripsi ini dapat Memberikan Ilmu yang Bermanfaat
dan
Ku Persembahkan Karya Sederhana Ini Kepada:
Ayahanda dan Ibunda tercinta serta kakak-kakakku yang ku sayangi sebagai tandabakti, hormat dan cintaku.
Terimakasih atas doa dan restu serta semangat yang telah kalian berikan.
Terimakasih untuk saudara-saudara seperjuangan di Jurusan Ilmu Pemerintahan,semoga amal kebaikan yang telah dilakukan mendapat balasan dari Allah SWT
Almamater Tercinta Universitas Lampung
SANWACANA
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur atas keridhoan Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan
hidayah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam
tidak lupa penulis sanjung agungkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri
tauladan yang baik dan pemimpin bagi kaumnya.
Skripsi yang berjudul “ANALISIS PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE
MENJADI AREA TAMBAK (Studi Kasus Kecamatan Ketapang Kabupaten
Lampung Selatan)” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu
Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung.
Pada kesempatan ini, penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak
yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini antara lain, yaitu:
1. Bapak Dr. Syarief Makhya, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Lampung. Terima kasih atas ilmu, saran, semangat,
motivasi, dan kelancaran terciptanya skripsi ini. Semoga jiwa muda akan
selalu tertanam dalam diri bapak dan segala kebaikan dari Allah SWT selalu
tercurah untuk bapak baik di dunia ataupun di akhirat kelak.
2. Bapak Drs. R. Sigit Krisbintoro, M.IP. selaku Ketua Jurusan Ilmu
Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.
Terima kasih atas ilmu, saran, semangat, motivasi, dan kelancaran terciptanya
skripsi ini. Semoga jiwa muda akan selalu tertanam dalam diri bapak dan
segala kebaikan dari Allah SWT selalu tercurah untuk bapak baik di dunia
ataupun di akhirat kelak.
3. Bapak Dr. R. Pitojo Budiono, M.Si. selaku pembimbing pertama untuk
penulis. Terima kasih ilmu, saran, semangat dan motivasi guna terciptanya
skripsi ini, terima kasih juga atas kebaikan dan rasa pengertian yang tinggi
terhadap penulis yang bapak berikan. Semoga jiwa muda akan selalu tertanam
dalam diri bapak dan segala kebaikan dari Allah SWT selalu tercurah untuk
bapak baik di dunia ataupun di akhirat kelak.
4. Ibu Dr. Feni Rosalia, M.Si. selaku pembimbing kedua yang cantik. Terima
kasih atas kesabaran untuk meluangkan waktu dalam menghadapi penulis,
atas segala bimbingan ilmu, saran yang sangat bermanfaat serta motivasi dan
semangat untuk menghasilkan skripsi yang baik dan benar sehingga atas
kebaikan ibu, penulis mampu menyelesaikan skripsi dan studi pada waktunya.
Semoga segala kebaikan dari Allah SWT selalu tercurah untuk ibu baik di
dunia ataupun di akhirat kelak.
5. Bapak Drs. Ismono Hadi, M.Si. selaku dosen pembahas. Terima kasih atas
segala kritik dan saran yang membangun demi terciptanya progres yang
signifikan terhadap skripsi penulis hingga penulis mampu menyelesaikan
skripsi ini. Terima kasih atas segala ilmu yang sangat bermanfaat bagi
penulis. Semoga segala kebaikan dari Allah SWT selalu tercurah untuk bapak
baik di dunia ataupun di akhirat kelak.
6. Bapak Muhammad Syhabuddin, S.IP. Selaku dosen pembimbing akademik
penulis. Terima kasih atas segala ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis.
Semoga segala kebaikan dari Allah SWT selalu tercurah untuk bapak baik di
dunia ataupun di akhirat kelak.
7. Seluruh dosen dan Staf Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Unila, terima kasih
atas ilmu-ilmu yang diberikan sehingga mampu menjadi jendela wawasan
bagi penulis di masa kini dan di masa yang akan datang. Semoga segala
kebaikan dari Allah SWT selalu tercurah untuk bapak dan ibu baik di dunia
ataupun di akhirat kelak.
8. Seluruh informan dan narasumber penelitian yang telah mendukung penulis
dalam menyusun skripsi. Bapak M.D Wicaksono, Wahyudi Kurniawan,
Manakir, Untung Hartoyo, Agus, Kusnoto, dan Gunarto. Terima kasih telah
menjadi informan dan narasumber penulis semoga segala kebaikan dari Allah
SWT selalu tercurah untuk bapak-bapak semua baik di dunia ataupun di
akhirat kelak.
9. Teristimewa untuk kedua orangtuaku, ayahanda Saipul Bahri dan Ibunda
Sumidah yang selalu memberikan doa, yang selalu sabar menghadapi sifat,
dan sikap penulis, terimakasih untuk seluruh kasih sayang, motivasi, doakan
agar Mike bisa mejadi anak yang bisa membanggakan Mamak dan Bapak di
dunia dan di akherat.
10. Untuk kakak, adikku dan ponakanku tersayang Jonatan Setiawan, Haidar Ali,
Dwi Wulan Dini, dan Khadijah Uzma. Terima kasih untuk dukungan, doa,
kebersamaan dan selalu menjadi penyemangat penulis.
11. Sahabatku, saudaraku, dan orang-orang yang selalu memberikan motivasi
sampai saat ini Kartini Dafersi, S.H. Annisa Yolana, Amd. Keb. Fika Nadia,
S.H, Kurnia Indy Pratama, S.Hut dan Pangestika Raras. Terima kasih atas doa
dan dukungannya selama ini.
12. Sahabatku kuliah di Universitas Lampung Asfhira Novthya, S.IP dan Debby
Nurlita, S.IP Terima kasih atas segala dukungan dan doa untuk kelancaran
proses penyusunan skripsi ini dan selalu menemani dalam urusan kampus
sampai akhirnya selesai ditahap ini. Semoga kita cepat diberikan kemudahan
dalam mendapatkan pekerjaan kepada Yang Maha Kuasa.
13. Kawan-kawan angkatan 2014 Dita, Nosi, Ikhsan, Shinta SN, Depoy, Bella,
NyuNyun, Renata, Bayu, Aldin, Billy, Safta, Wirya, Aldi, Dhian K, Dean,
Iranda, Aziza, Elvina, Ana, Dhian Safitri, Miss, Ani, Nces, Ulfa Umaya, Ulfa
Putri, Merry, Ulfa P, Andri, Mega, Gita, Nurul Fatia, Nia, Ujang dan lain-
lain maaf tidak bisa menyebutkan satu persatu. Terimakasih atas semua doa
dan dukungannya. Semoga kalian selalu diberi kemudahan dan kelancaran
dalam menjalankan proses kelulusan.
14. Abang dan Mbak Ilmu Pemerintahan terimakasih telah bersedia memberi
masukan dan ilmu kepada penulis, Ananda Putri Sujatmiko, S.IP, Habrianda
Bukit, M.IP, Hesti Seftia, S.IP, Rifky Febri H, S.IP, Restiani Damayanti, S.IP
semoga semua ilmu yang diberikan bisa menjadi amal jariyah dan semoga
selalu dimudahkan dalam menggapai tujuan hidup.
15. KKN Bandar Putih Tua: Ibu, Bapak, Bati, Uma, Kurnia Indy, S.HUT, Winda
Rosmalinda, S.AK, Deta Iktaria, S.AGT, Rama Agung, S.Ked, Biaton N,
S.H, dan Dibyo Mika terimakasih telah menjadi keluarga baru penulis,
terimakasih untuk pelajaran, pengalaman, dan kenangan yang diberikan
selama bersama 40 hari.
Bandar Lampung, Juni 2018
Mike Nurjanah
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI............................................................................................ iDAFTAR TABEL ................................................................................... iiiDAFTAR GAMBAR .............................................................................. ivDAFTAR SINGKATAN ......................................................................... v
I. PENDAHULUANA. Latar Belakang ............................................................................... 1B. Rumusan Masalah .......................................................................... 11C. Tujuan penelitian ........................................................................... 11D. Kegunaan Penelitian ...................................................................... 11
II. TINJAUAN PUSTAKAA. Tinjauan Tentang Hutan
1. Konsep Hutan ........................................................................... 122. Jenis Hutan ............................................................................... 143. Pengertian Mangrove ............................................................... 164. Manfaat Ekosistem Mangrove ................................................. 175. Sumber Daya Hutan Mangrove................................................. 216. Karakteristik Hutan Mangrove ................................................. 227. Zonasi Hutan Mangrove ........................................................... 23
B. Tinjauan Tentang Pengelolaan Hutan Mangrove1. Pengertian Pengelolaan hutan ................................................... 242. Analisis POAC.......................................................................... 253. Kebijakan Publik ...................................................................... 374. Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove ................................. 385. Kendala Dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove ................. 406. Kriteria Dan Indikator Pengelolaan Hutan Mangrove ............. 42
C. Tinjauan Tentang Kewenangan Pengelolaan Hutan1. Pengertian Kewenangan............................................................ 452. Peralihan Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Kerangka
Undang-Undang Nomor 23 Tahunn 2014 ............................... 463. Kewenangan Pemerintah Dalam Pengelolaan Lingkungan
Hidup ........................................................................................ 48
ii
4. Kewenangan Pemerintah Pusat Dalam PengelolaanHutan ....................................................................................... 50
5. Kewenangan Pemerintah Provinsi Dalam PengelolaanHutan ....................................................................................... 52
6. Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota Dalam PengelolaanHutan ....................................................................................... 53
D. Tinjauan Ekonomi Sumberdaya Alam1. Pengertian Ekonomi Sumberdaya Alam .................................. 562. Macam-Macam Sumberdaya Alam........................................... 583. Evaluasi Ekonomi Sumberdaya Alam ...................................... 584. Konsep Evaluasi Ekosistem Mangrove .................................... 61
E. Kerangka Pikir Penelitian ............................................................. 62
III. METODE PENELITIANA. Tipe Penelitian............................................................................... 65B. LokasiPenelitian............................................................................ 66C. Fokus Penelitian ............................................................................ 66D. Informan ....................................................................................... 68E. Jenis Data
1. Data Primer ............................................................................ 692. Data Sekunder ........................................................................ 70
F. Teknik Pengumpulan Data1. Wawancara ............................................................................. 712. Observasi ................................................................................ 733. Dokumentasi .......................................................................... 73
G. Teknik Pengolahan Data1. Editing Data............................................................................ 742. Interprestasi Data.................................................................... 75
H. Teknik Analisis Data1. Reduksi Data .......................................................................... 762. Penyajian Data........................................................................ 773. Verifikasi ................................................................................ 77
I. Teknik Keabsahan Data ............................................................... 78
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIANA. Gambaran Umum Dinas Kehutanan Provinsi Lampung
1. Kondisi Umum Dinas Kehutanan Provinsi Lampung............ 802. Tugas Dan Fungsi Pokok Dinas Kehutanan
Provinsi Lampung .................................................................. 803. Program Kerja Dinas Kehutanan Provinsi Lampung............. 83
iii
B. Gambaran Umum UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan XIII WilayahLampung1. Kondisi Umum UPTD Kesatuan Pengelolaan
Hutan XIII Wilayah Lampung ............................................... 852. Tugas Dan Fungsi Pokok Kesatuan Pengelolaan XIII
Hutan XIII Wilayah Lampung ............................................... 853. Visi Dan Misi UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan XIII
Wilayah Lampung .................................................................. 914. Struktur Organisasi UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan
XIII Wilayah Lampung .......................................................... 92C. Gambaran Umum Desa Yang Sebagian Wilayah Merupakan
Kawasan Hutan Lindung Reg 1 Way Pisang1. Keadaan Umum Desa Bandar Agung Kecamatan Seragi
Dan Desa Berundung Kecamatan Ketapang .......................... 932. Penduduk Desa Bandar Agung Dan Desa Berundung........... 943. Adat Istiadat ........................................................................... 95
V. HASIL DAN PEMBAHASANA. Hasil Penelitian Analisis Pengelolaan Hutan Mangrove Di Kabupaten
Lampung Selatan........................................................................... 97B. Pembahasan Penelitian Mengenai Analisis Pengelolaan
Hutan Mangrove Di Kabupaten Lampung Selatan ...................... 134C. Point-Point Hasil Penelitian Mengenai Analisis Pengelolaan Hutan
Mangrove Di Kabupaten Lampung Selatan ................................. 167
DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN
VI. SIMPULAN DAN SARANA. Simpulan ....................................................................................... 172B. Saran.............................................................................................. 174
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Data Kerusakan Alam di Indonesia ................................................... 1
2. Kondisi Hutan Mangrove di Provinsi Lampung................................ 2
3. Penelitian Terdahulu ......................................................................... 8
4. Informan Penelitian ........................................................................... 68
5. Data Primer ....................................................................................... 69
6. Data Sekunder ................................................................................... 70
7. Poin-Poin Hasil Penelitian ................................................................ 167
8. Ringkasan Penelitian Kinerja KPH XIII ............................................ 169
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Pikir .................................................................................. 64
2. Lokasi Penelitian ............................................................................... 66
3. Hutan Mangrove di Kabupaten Lampung Selatan ............................ 126
vi
DAFTAR SINGKATAN
4M : Man, Money, Method, dan MaterialAPO : Alat Pemecah OmbakBPDAS : Balai Pengelolaan Daerah SungaiK3 : Kesehatan, Keselamatan Dan KerjaKKB : Kesempatan Kerja BersamaKHDTK : Kawasan Hutan Dengan Tujuan BersamaKPH : Kesatuan Pengelolaan HutanKPHK : Kesatuan Pengelolaan Hutan KonversiKPHL : Kesatuan Pengelolaan Hutan LindungKPHP : Kesatuan Pengelolaan Hutan ProduksiLSM : Lembaga Swadaya MasyarakatNUV : Non Use ValueNSPK : Norma Standar Prosedur dan KriteriaPP : Peraturan PemerintahPOAC : Planning, Organizing, Actuating dan Controlling.REG : RegisterRPHJP : Rencana Pengelolaan Hutan Jangka PanjangRPHL : Rencana Pengelolaan Hutan LindungRTRW : Rencana Tata Ruang WilayahSBE : Scenic Beauty EstimationSNPEM : Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem MangroveSPI : Satuan Pemeriksaan InternalTAHURA : Taman Hutan RayaUU : Undang-UndangUULH : Undang-Undang Lingkungan HidupUV : Use ValueWALHI : Wahana Lingkungan Hidup Indonesia
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu kawasan sumber daya alam yang
melimpah di dunia seperti potensi sumber daya udara, potensi sumber
daya hutan, dan potensi sumber daya laut. Dari ketiga potensi sumber daya
tersebut, permasalahan yang paling dirasa urgen yakni, perihal potensi
kehutanan. Hal ini didasarkan pada data kerusakan alam:
Tabel 1.Data Kerusakan Alam Di Indonesia
Kerusakan Alam Di Indonesia
Potensi sumber daya Udara 300-3000 perhari
Potensi sumber daya hutan 684.000 ha/tahun
Potensi sumber daya laut 31.5% pertahun
Sumber: Diolah oleh peneliti (2018)
Berdasarkan data tersebut, dapat kita temukan bahwa hutan memiliki
problem yang sangat banyak dan krusial. Kehutanan merupakan salah satu
faktor terpenting yang perlu mendapatkan perhatian khusus, mengingat
lebih dari 67% luas daratan Indonesia berupa hutan (Nurrochmat, 2010:1).
Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 2 menyatakan
bahwa penyelenggaraan kehutanan berasaskan manfaat dan lestari,
kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan. Hutan
2
juga merupakan salah satu faktor krusial di dalam mata rantai
permasalahan lingkungan hidup global. Sebenarnya pemerintah Indonesia
telah menyatakan concern terhadap masalah degradasi lingkungan global
di antaranya dengan komitmen untuk mengelola hutan secara lestari
(sustainable forest management) (Nurrochmat, 2010:2).
Hutan yang tersebar di wilayah Indonesia pun beragam diantaranya hutan
lindung, hutan konservasi, hutan produksi, dan hutan produksi tetap.
Provinsi Lampung adalah salah satu provinsi yang mempunyai potensi
hutan terbaik di Indonesia. Hutan lindung di Provinsi Lampung
mempunyai peran yang begitu urgen yaitu sebagai perlindungan sistem
penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan
tanah. Salah satunya yang akan di bahas mengenai hutan lindung yakni
hutan mangrove. Adapun data luas dan kerusakan hutan mangrove di
sejumlah Kabupaten di Provinsi Lampung, yakni sebagai berikut:
Tabel 2. Kondisi Hutan Mangrove di Provinsi Lampung
No Nama Kabupaten/Kota Tidak Rusak Rusak
1. Kabupaten Lampung Barat 2 ha 3 ha
2. Kabupaten Tanggamus - 800 ha
3. Kabupaten Lampung Timur 486.72 ha 375.61 ha
4. Kabupaten Pesawaran 150 ha 50 ha
5. Bandar Lampung - 0.32 ha
6. Kabupaten Lampung Tengah - -7. Kabupaten Lampung Selatan 100 ha 400 ha
8. Kabupaten Tulang Bawang 2.064 ha 7.755 ha
Sumber: Diakses dari lampost.co pada 17 Maret 2017 pukul 14.36.
3
Berdasarkan data diatas, dapat dilihat bahwa Kabupaten Lampung Timur
memiliki luas hutan mangrove terbesar di seluruh Provinsi Lampung. Luas
hutan tersebut disusul oleh Kabupaten Tulang Bawang dan Kabupaten
Lampung Selatan. Namun, hutan mangrove di Kabupaten Lampung
Selatan memiliki peran yang lebih penting jika sewaktu-waktu terjadi
peningkatan aktivitas Gunung Anak Krakatau. Karena, fungsi hutan
mangrove secara fisik yaitu melindungi erosi pantai khususnya di area
yang terkena ombak Samudra.
Kawasan hutan mangrove di Kabupaten Lampung Selatan terletak di
kawasan hutan lindung Register 1 Way Pisang yang secara adminstrasi
desa merupakan bagian dari wilayah desa Bandar Agung Kecamatan Sragi
dan desa Berundung Kecamatan Ketapang. Kawasan hutan lindung
Register 1 Way Pisang saat ini wilayah daratannya telah berkurang karena
abrasi air laut. Hal tersebut karena minimnya tanaman mangrove pada
bibir pantai kawasaan tersebut yang menyebabkan terkikisnya wilayah
daratan.
Tanaman mangrove pada kawasan tersebut terlalu sedikit dibanding
dengan luas kawasannya. Saat ini hampir seluruh lahan kawasan hutan
lindung Register 1 Way Pisang dijadikan tambak oleh masyarakat dengan
cara mengubah bentang lahan kawasan tersebut dengan digali dan manjadi
kolam-kolam untuk berternak ikan dan udang. Kegiatan tambak tersebut
secara ekonomi telah meningkatkan pendapatan kedua desa tersebut, akan
tetapi apabila tidak diikuti dengan pelestarian mangrove akan
4
mengakibatkan tambak-tambak tersebut bahkan wilayah pemukiman desa
akan terkikis abrasi laut.
Sebelumnya, Pasal 66 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 mengatur
bahwa dalam rangka penyelenggaraan kehutanan, pemerintah
menyerahkan sebagian kewenangan kepada pemerintah daerah.
Pelaksanaan penyerahan sebagai kewenangan negara bertujuan untuk
meningkatkan efektivitas pengurusan hutan dalam rangka pengembangan
otonomi daerah. Ketentuan mengenai kewenangan tersebut diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintah antara pemerintah, pemerintah daerah
Provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota (Redi, 2014:228).
Pasca ditetapkannya Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 23
Tahun 2014, bahwa urusan pengelolaan hutan, perencanaan hutan,
pengawasan hutan diserahkan kepada pemerintah pusat dan pemerintah
provinsi. Hal ini dapat diartikan bahwa pemerintah kabupaten tidak dapat
urusan untuk mengelola hutan di daerahnya sendiri kecuali pelaksanaan
pengelolaan Taman Hutan Raya (TAHURA) lintas daerah
Kabupaten/Kota.
Peralihan kewenangan pengelolaan hutan tersebut, ternyata seiring dengan
masalah kerusakan hutan mangrove di wilayah pesisir pantai timur
Kecamatan Ketapang, Kabupaten Lampung Selatan yang terancam punah.
Menurut Wahyudi Kurniawan selaku kepala UPTD KPH XIII
menjelaskan:
5
“Sekitar 500,5 hektar hutan mangrove di kawasan tersebut terusmengalami pengurangan. Saat ini sebagian besar ekosistemmangrove pada wilayah Register 1 Way Pisang mengalamikerusakan sehingga menyebabkan penurunan luasan hutanmangrove. Diperkirakan sekitar 500 hektar hutan mangrove yangmasuk kawasan hutan lindung di wilayah pesisir timur KecamatanKetapang. Saat ini tersisa sekitar 100 hektar hutan mangrove yangberada dipinggir pantai. Kemudian, sisanya sekitar 400 hektarsudah dibuka menjadi lahan tambak”. (hasil wawancara pra-risetpada tanggal 23 Desember 2017)
Persoalan tersebut membuat pemerintah daerah Kabupaten/Kota
kurangnya tanggung jawab karena seutuhnya semua di pegang oleh
pemerintah pusat/provinsi. Tekanan penduduk untuk kebutuhan ekonomi
yang tinggi sehingga permintaan perubahan mangrove dijadikan lahan
bisnis juga semakin tinggi. Penduduk lebih mementingkan kebutuhannya
sendiri dibandingkan kepentingan ekologis dan kepedulian akan dampak
lingkungan hidup.
Selain itu, terjadi juga pembabatan hutan mangrove yang ada di tujuh Desa
Berundung Kecamatan Ketapang, Kabupaten Lampung Selatan yang
merupakan kawasan hutan lindung Register 1 Way Pisang yaitu:
“Areal hutan mangrove seluas 1 hektar dibalak abis oleh oknum-oknum tertentu dengan alasan yang tidak rasional. Menurut salahsatu oknum yang membalak mangrove tersebut mereka melakukanpenebangan hutan mangrove dengan alasan untuk membuat lahanpercontohan pembibitan. Sekarang kawasan yang dibalak olehoknum-oknum tersebut terjadi abrasi akibat dari adanya aktivitasmasyarakat demi mendapatkan keuntungan”. (diakseshttp://haluanlampung.com/index.php/berita-utama/4092-dishut-lamsel-bantah-hutan-mangrove-dibabatpada 19 September 2017pukul 20.01)
6
Hal tersebut karena kurangnya kesadaran masyarakat tentang arti
pentingnya hutan mangrove bagi lingkungan pesisir, kurangnya penerapan
sanksi terkait pemanfaatan hutan mangrove yang tidak bertanggung jawab.
Penurunan luasan ekosistem mangrove berdampak pada penurunan nilai
ekonomi dan tidak dapat mencegah terjadinya tekanan abrasi yang
berakibat pada pergeseran garis pantai.
Sebelum ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Dinas
Kehutanan Kabupaten Lampung Selatan membuat RPRHL (Rencana
Pengelolaan Rehabilitasi Hutan Lindung) yang berjalan sejak tahun 2011-
2015 tetapi tidak kunjung ada perubahan di kawasan hutan mangrove di
Register 1 Way Pisang tersebut. Setalah mulai di tetapkan nya Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 adapun hambatan-hambatan yang terjadi
dalam pengelolaan hutan mangrove di register 1 Way Pisang yaitu seperti
perencanaan mulai dari pertengahan tahun 2015 sampai awal tahun 2018
belum membuat RPHJP (Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang)
yang seharusnya menjadi landasan dalam pengelolaan hutan mangrove.
Menurut KPH XIII Lampung Selatan Wahyudi Kurniawan RPHJP juga
berkaitan dengan permasalah penganggaran. Kembali lagi ke dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dimana kewenangan sudah
dialihkan ke provinsi dan belum disusun lagi rencana dalam pengelolaan
rehabilitasi hutan mangrove.
7
Kondisi hutan mangrove yang masih cukup baik berada di bagian 1-6 Desa
Brundung meskipun sebagian kecil ada yang sudah beralih menjadi
tambak udang. Sedangkan mangrove di bagian 7-12 Desa Brundung
Kecamatan Ketapang sebagian kondisinya sudah beralih fungsi menjadi
tambak udang. Padahal kawasan tersebut telah mempunyai batas-batas
definitif yang terbuat dari semen ukuran 40 x 40 x 70 cm dan ukuran 10
cm x 10 cm x 70 cm yang batas tersebut masih ditemukan dilapangan.
Kompleksnya permasalahan peralihan kawasan hutan mangrove menjadi
kawasan bisnis, ternyata diperparah dengan nihilnya kewenangan KPH XII
Lampung Selatan dalam pembinaan, pengendalian, dan pengelolaan.
Wahyudi Kurniawan selaku KPH unit XIII (Kesatuan Pengelolaan Hutan)
Lampung Selatan selanjutnya menjelaskan:
“Implikasi dari Undang-Undang Pemerintah Daerah Nomor 23Tahun 2014 sangat tidak efektif dimana dengan banyak nyakawasan hutan di daerah kabupaten tetapi pemerintah pusat malahmelimpahkan wewenang nya ke Pemerintah Pusat/Provinsi.Sebelum adanya Undang-Undang Pemerintah Daerah yang baruini, pemerintah Kabupaten/Kota diberi kekuasaan sebesar-besarnyauntuk mengurus rumah tangganya sendiri tanpa campur tanganpemerintah pusat. Sedangkan sebelumnya saja hubungan denganpemerintah daerah kurang koordinasi, sekarang malah diserahkanke pemerintah pusat”.(hasil wawancara pra-riset pada tanggal 10April 2017 pukul 11.00)
Banyaknya pihak yang tidak bertanggung jawab dengan meminta untuk
mengkonversi lahan mangrove menjadi kawasan tambak. Mereka lebih
paham bahwa manfaat dengan dikonversinya hutan mangrove menjadi
tambak lebih menguntungkan, padahal kalau ditinjau secara keuntungan
jangka panjang hutan mangrove akan lebih bermanfaat. Kesadaran
masyarakat untuk menanam, memelihara dan melindungi hutan mangrove
8
belum melekat kepada masing-masing individu terutama pada kelompok-
kelompok pemanfaat ekosistem mangrove (petambak dan nelayan).
Adanya tambak udang terbukti memberikan pengaruh yang negatif yang
sangat kuat bagi kehidupan setempat. Masyarakat setempat menyikapi
perubahan tersebut dengan mengambil strategi baru berpindah dari
kehidupan di lingkungan hutan ke usaha bisnis. Total petani petambak
udang di desa Bandar Agung Kecamatan Sragi dan desa Berundung
Kecamatan Ketapang sekitar 169 orang. Cepatnya pertumbuhan industri
tambak udang, telah mengakibatkan konversi lahan hutan mangrove ke
tambak udang dalam jumlah area yang sangat besar. Adanya tambak
udang tersebut ternyata telah mengakibatkan kondisi yang merugikan
dalam berbagai aspek geografis.
Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah diatas, peneliti menemukan
beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan di
teliti saat ini. Penelitian terdahulu akan disajikan dalam bentuk sebagai
berikut:
Tabel 3. Penelitian Terdahulu
No. Nama Peneliti Jenis Tahun Judul1. Pramudji Jurnal 2000 Upaya Pengelolaan
Hutan Mangrove DilihatDari AspekPerlindunganLingkungan.
2. Sarwo Edy SaputraDan Agus Setiawan
Jurnal 2014 Potensi EkowisataHutan Mangrove DiDesa Merak BelatungKecamatan KaliandaKabupaten LampungSelatan.
9
3. Steven YohanesKambey
Jurnal 2015 Pembagian UrusanPemerintahan Di BidangKehutanan (AntaraPemerintah Pusat,Pemerintah DaerahProvinsi, DanPemerintah DaerahKabupaten/Kota)
Sumber: Diolah oleh peneliti (2018)
Penelitian pertama, fokus penelitian pada kebijakan pengelolaan
lingkungan didasarkan pada kerangka hukum yang telah di canangkan oleh
pemerintah dalam rangka untuk memanfaatkan dan pengelolaan hutan
mangrove. Penelitian kedua, fokus penelitan pada potensi ekowisata
hutang mangrove di desa merak belatung dengan mengunakan metode
observasi dan Scenic Beauty Estimation (SBE). Potensi yang diduga
memiliki nilai keindahan tinggi diambil gambarnya kemudian dilakukan
penilaian oleh masyarakat dan dihitung nilai keindahannya mengunakan
pendekatan estimasi keindahan Scenic Beauty Estimation (SBE).
Penelitian ketiga, fokus penelitian pada hubungan eksternalitas pemerintah
pusat dan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten
dalam pembagian urusan pemerintahan dibidang kehutanan dengan asas
dekosentrasi dan medebewin yang telah memenuhi kriteria efesiensi
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dengan
melihat ilmu hukum normatif (yuridis normatif) yang diawali dengan
penelitian hukum doktriner (doktriner yuridis).
Perbedaan peneliti ini dengan peneliti sebelumnya adalah peneliti
pertama, fokus kepada kebijakan pengelolaan lingkungan didasarkan pada
kerangka hukum yang telah di canangkan oleh pemerintah dalam
10
menafaatkan dan pengelolaan hutan. Peneliti kedua, fokus kepada potensi
ekowisata hutan mangrove.
Peneliti ketiga, fokus pada eksternalitas pemerintah pusat dan pemerintah
daerah dalam urusan kepemerintahan dibidang kehutanan. Disini peneliti
ingin fokus pada pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Lampung
Selatan khusus nya di Desa Berundung. Karena, kawasan tersebut tempat
dijadikan tambak oleh masyarakat untuk mencari perekonomian sehari-
hari dan pembalakan liar. Selain itu, Masyarakat yang menggarap kawasan
tambak di hutan lindung tersebut tidak memiliki perizinan dari pemerintah.
Terkait dengan permasalahan tersebut, peneliti tertarik ingin menggunakan
teori dari George R Terry yang didalamnya terdapat empat fungsi
manajemen yaitu POAC (Planning, Organizing, Actuating dan
Controlling) terdapat indikator man, money, method, dan material.
Dengan itu akan melihat tata kelola KPH XIII di kabupaten Lampung
Selatan. Selain itu, peneliti juga ingin melihat program yang sudah
dilakukan oleh KPH XIII di kabupaten Lampung Selatan. Pertama,
menjaga dan melestarikan hutan mangrove. Kedua, bermitra dengan
masyarakat. Sesuai dengan permasalah pengelolaan hutan mangrove yang
terjadi di kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan.
Pada akhirnya, berdasarkan permasalahan di atas maka peneliti tertarik
untuk mengajukan rencana penelitian berjudul “Analisis Pengelolaan
Hutan Mangrove Menjadi Area Tambak (Studi Kasus Kecamatan
Ketapang Kabupaten Lampung Selatan”.
11
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang
diangkat dalam penelitianini adalah “Mengapa pengelolaan hutan
mangrove belum dapat berjalan dengan baik?”
C. Tujuan Penelitian
Setelah mengetahui rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui dan menganalisa belum baiknya pengelolaan
hutan mangrove di Kabupaten Lampung Selatan.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Kegunaan Teoritis
Kegunaan teoritis dari peneliti ini adalah peneliti ini diharapkan dapat
mengembangkan teori manejemen pemerintahan khususnya tentang
menejemen lingkungan.
2. Kegunaan Praktis
Kegunanan praktis dalam peneliti ini adalah sebagai bahan referensi
pemerintah daerah khususnya Dinas Kehutanan dan dapat berguna
sebagai referensi pada penelitian selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Hutan
1. Konsep Hutan
Kehutanan merupakan salah satu sektor terpenting yang perlu
mendapatkan perhatian khusus, mengingatkan lebih dari 67% luas
daratan indonesia berupa hutan. Hutan juga merupakan salah satu faktor
krusial di dalam mata rantai permasalahan lingkungan hidup global.
Salah satu hal terpenting yang harus di perhatikan oleh negara untuk
penyelenggarakan kehutanan yang berkeadilan dan berkelanjutan
adalah pengaturan hak atas hutan (Property Rights) (Nurrochmat,
2011:1-2).
Hutan merupakan dataran tanah yang bergelombang, dan dapat
dikembangkan untuk kepentingan diluar kehutanan, seperti pariwisata.
Menurt Boswezen didalam hukum inggris kuno, forrest (hutan) adalah
suatu daerah tertentu yang tanahnya ditumbuhi pepohonan, tempat
hidup binatang buas dan burung-burung hutan. Disamping itu, hutan
juga dijadikan tempat pemburuan, tempat istirahat, dan tempat
bersenang-senang bagi raja dan pegawai-pegawainya (Salim, 2003:40).
13
Hutan memiliki peran penting dalam sistem penyangga kehidupan
manusia dan makhluk hidup lainnya, hutan selain menjadi sistem modal
pembangunan, juga manfaat di bidang ekologi, sosial, dan budaya. Arti
penting hutan di Indonesia secara filosofi harus memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat sebagaimana amanat Pasal
33 ayat (3) UUD 1945. Kemakmuran rakyat tersebut tidak hanya
diartikan sebagai adanya manfaat ekonomi bagi rakyat Indonesia
sehingga hutan sebagai komoditas ekonomi seolah-olah hanya dijadikan
sebagai mesin produksi (Redi, 2014:236).
Hutan adalah sejumlah pepohonan yang tumbuh pada lapangan yang
cukup luas, sehingga suhu, cahaya, angin, dan sebagainya tidak lagi
menentukan lingkungannya, akan tetapi dipengaruhi oleh tumbuh-
tumbuhan/pepohonan baru asalkan tumbuh pada tempat yang cukup
luas dan tumbuhannya cukup rapat menurut Dengler (dalam Salim,
2003:40).
Menurut Dengler mengatakan bahwa ciri-ciri hutan adalah adanya
pepohonan yang tumbuh pada tanah yang luas (tidak termasuk savana
dan kebun) dan pepohonan tumbuh secara berkelompok (dalam Salim,
2003:40). Definisi diatas senada dengan definisi yang tercantum dalam
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan. Didalam pasal itu diartikan
dengan hutan ialah suatu lapangan bertumbuhan pohon-pohon (yang
ditumbuhi pepohonan) yang secara keseluruhan merupakan persekutuan
14
hidup alam hayati beserta lingkunganya, dan telah ditetapkan oleh
Pemerintah sebagai hutan.
Selain itu, pengertian hutan didalam pasal 1 ayat (2) UU Nomor 41
Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam
persekutuan alam lingkunganya, yang satu dengan lainya tidak dapat
dipisahkan.
2. Jenis Hutan
Didalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 dibedakan 3 jenis
hutan, yaitu hutan menurut pemiliknya, hutan menurut fungsinya, dan
hutan menurut peruntukannyadalam (Salim, 2003:42). Hutan menurut
Pemiliknya (Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967). Ada dua
jenis hutan menurut pemiliknya, yaitu:
a. Hutan negara, yang merupakan kawasan hutan alam yang tumbuh
diatas tanah yang bukan hak milik. Selain pengertian itu, yang
merupakan hutan negara adalah hutan alam atau hutan tanam diatas
tanah yang diberikan kepada Daerah Tingkat II, dan diberikan
dengan hak pakai atau hak pengelolaan;
b. Hutan milik, yaitu hutan yang ditumbuhi diatas tanah yang tumbuh
diatas tanah hak milik. Hutan jenis ini disebut hutan rakyat. Yang
dapat memiliki dan menguasai hutan milik, adalah orang (baik
perorangan maupun bersama-sama denga orang lain), dan atau
badan hukum.
15
1. Hutan menurut fungsinya (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1967). Dari segi fungsinya, hutan dibedakan menjadi 4
golongan, yaitu
a. Hutan lindung, yaitu kawasan hutan, dan karena sifatnya
yang alamiah digunakan untuk mengatur tata air, mencegah
terjadinya banjir dan erosi, dan memelihara kesuburan
tanah;
b. Hutan produksi, yaitu kawasan hutan untuk memproduksi
hasil hutan, yang dapat memenuhi keperluan masyarakat
pada umumnya, pembangunan industri, dan keperluan
ekspor;
c. Hutan suaka alam, yaitu kawasan hutan yang keadaan
alamnya sedemikian rupa, sangat penting bagi ilmu
pengetahuan dan teknologi;
d. Hutan wisata, yang merupakan kawasan wisata yang
diperuntukan secara khusus, dan dibina dan dipelihara bagi
kepentingan pariwisata, dan atau wisata baru.
2. Hutan menurut peruntukanya (Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1967). Menurut peruntukanya, hutan digolongkan
menjadi tiga jenis, yaitu
a. Hutan tetap, yaitu hutan, baik yang sudah ada, yang akan
ditanami, maupun yang tumbuh secara alami didalam
kawasan hutan;
16
b. Hutan cadangan, yaitu hutan yang berada diluar kawasan
hutan yang apabila diperlukan hutan cadangan ini dapat
dijadikan hutan tetap;
c. Hutan lainya, yaitu hutan yang berada diluar kawasan hutan
dan hutan cadangan, misalkan hutan yang terdapat pada
tanah milik, atau tanah yanh dibebani hak pemiliknya.
3. Pengertian Hutan Mangrove
Ekosistem mangrove atau hutan bakau termasuk ekosistem pantai atau
komunitas bahari dangkal yang sangat menarik, yang terdapat pada
perairan tropik dan subtropik. Hutan mangrove merupakan ekosistem
yang lebih spesifik jika dibandingkan dengan ekosistem lainnya karena
mempunyai vegetasi yang agak seragam, serta mempunyai tajuk yang
rata, tidak mempunyai lapisan tajuk dengan bentukan yang khas, dan
selalu hijau (Irwan, 2010:135).
Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, dan
merupakan komunitas yang hidup di dalam kawasan yang lembap dan
belumpur serta dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove
disebut juga sebagai hutan pantai, hutan payau atau hutan bakau.
Pengertian hutan mangrove sebagai hutan pantai adalah pohon-pohonan
yang tumbuh di daerah pantai (pesisir), baik daerah yang dipengaruhi
pasang surut air laut maupun wilayah daratan pantai yang dipengaruhi
oleh ekosistem pesisir. Sedangkan pengertian mangrove sebagai hutan
payau atau hutan bakau adalah pohon-pohonan yang tumbuh di daerah
17
payau pada tanah aluvial atau pertemuan air laut dan air tawar di sekitar
muara sungai (Harahab, 2010:27).
Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang
didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu
tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.
Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang
cukup mendapatkan genangan air laut secara berkala dan aliran air
tawar, dan terlindungi dari gelombang besar dan arus pasang surut yang
kuat. Oleh karenanya mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai
teluk yang dangkal, estuaria, delta, dan daerah pantai yang terlindung
dijelaskan Bengen dalam (Harahab, 2010:28).
4. Manfaat Ekosistem Mangrove
Hutan mangrove merupakan suatu ekosistem yang kompleks dan khas,
serta memiliki daya dukung cukup besar terhadap lingkungan di
sekitarnya. Oleh karenanya ekosistem mangrove dikatakan produktif
dan memberikan manfaat tinggi teutama dari fungsi yang
dikandungnya. Pengelolmpokan berbagai macam manfaat dan fungsi
ekosistem hutan mangrove.
Pada dasarnya manfaat tersebut, dikelompokan terhadap manfaat
langsung secara ekonomi dan manfaat atau fungsi ekologi. Kedua
manfaat tersebut secara potensial mempunyai nilai ekonomi yang cukup
tinggi.
18
Fungsi hutan mangrove di Indonesia menurut Saengger et al (dalam
Irwan, 2010:138) dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu fungsi fisik,
fungsi biologik, dan fungsi ekonomi yang sangat potensial. Yang di
jelaskan sebagai berikut:
a. Fungsi Fisik yaitu:
1) Menjaga garis pantai agar tetap stabil;
2) Mempercepat perluasan lahan;
3) Melindungi pantai dan terbing sungai.
b. Fungsi Biologik meliputi:
1) Tempat benih-benih ikan, udang dan kerang-kerang dari lepas
pantai;
2) Tempat bersarang burung-burung besar;
3) Sebagai habitat alami bagi banyak jenis biota.
c. Fungsi Ekonomi yang potensial antara lain:
1) Lahan untuk tambak, tempat pembuatan garam, tempat
berekreasi, dan memperoleh balok.
Selain itu, manfaat ekosistem mangrove yang berhubungan dengan
fungsi fisik adalah sebagai mitigasi bencana seperti peredam gelombang
dan angin badai bagi daerah yang ada di belakangnya, pelindung pantai
dari abrasi, gelombang air pasang (Rob), tsunami, penahan lumpur dan
perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air permukaan, pencegah
intrusi air laut ke daratan, serta dapat menjadi penetralisir pencemaran
perairan pada batas tertentumenurut (Lasibani dan Eni, 2009).
19
Manfaat lain dari ekosistem mangrove ini adalah sebagai obyek daya
tarik wisata alam dan atraksi ekowisata dan sebagai sumber tanaman
obat. (Senoaji dkk dalam jurnal manusia dan lingkungan, “Peranan
Ekosistem Mangrove Di Pesisir Kota Bengkulu Dalam Mitigasi
Pemanasan Global Melalui Penyimpanan Karbon, 2016).
Beberapa justifikasi untuk mengelola ekosistem mangrove secara
berkelanjutanMenurut Mahmud (dalam Harahab, 2010:69-70) yaitu:
1. Mangrove merupakan Sumberdaya Alam (SDA) yang dapat
dipulihkan yang mempunyai manfaat ganda (manfaat ekonomis
dan ekologis). Selain itu sesuai dengan perkembangan IPTEK,
hutan mangrove menyediakan berbagai jenis sumberdaya sebagai
bahan baku industri dan berbagai komoditas perdagangan yang
bernilai ekonomis tinggi yang dapat menambah devisa negara.
Secara garis besar manfaat ekonomis dan ekologis mangrove
adalah:
a. Manfaat ekonomis, terdiri atas:
1. Hasil berupa kayu (kayu kontruksi, tiang/pancang, kayu
bakar, arang, serpihan kayu untuk bubur kayu).
2. Hasil bahan kayu hasil hutan ikutan (tannin, madu,
alkohol, maknan, obat-obatan, dll).
Jasa lingkungan (ekowisata)
20
b. Manfaat ekologis, yang terdiri atas berbagai fungsi lindung
lingkungan, bak bagi lingkungan ekosistem daratan dan lautan
maupun habitat berbagai jenis fauna, diantaranya:
1. Sebagai proteksi abrasi/erupsi, gelombang atau angin
kencang;
2. Pengendalian intrusi air laut;
3. Habitat berbagai jenis fauna;
4. Sebagai tempat mencari makan, memijah dan berkembang
biak berbagai jenis ikan, udang dan biota laut lainnya;
5. Pembangunan lahan melalui proses sedimentasi;
6. Memelihara kualitas air (mereduksi polutan, pencemar
air);
7. Penyerap CO2 dang penghasil O2 yang relatif tinggi
dibandingkan tipe hutan lain.
2. Mangrove mempunyai nilai produksi primer bersih (PBB) yang
cukup tinggi, yakni biomassa (62,9-398,8 ton/ha), guguran serasah
(5,8-25,8 ton/ha/th) dan tiap volume (20 ton/ha/th, 9m3/ha/th pada
hutan tanaman bakau umur 20 tahun). Besarnya nilai produksi
primer ini cukup berarti bagi penggerak rantai pangan kehidupan
berbagai jenis organisme akuatik di pesisir dan kehidupan
masyarakat pesisir itu sendiri.
21
3. Dalam skala internasional, regional dan nasional, hutan mangrovee
luasnya relatif lebih kecil bila dibandingkan, baik dengan luas
daratan maupun luasan tipe hutan lainnya, padahal
manfaatnya(ekonomis dan ekologis) sangat penting bagi
kelangsungan kehidupan masyarakat (khususnya masyarakat
pesisir), sedangkan di pihak lain ekosistem mangrove bersifat
rentan (fragile) terhadap gangguan dan cukup sulit untuk
merehabilitasi kerusakannya.
4. Ekosistem mangrove, baik secara sendiri maupun bersama dengan
ekosistem padang lamun dan terumbu karang berperan penting
dalam suatu stabilitas ekosistem pesisir, baik secara fisik maupun
biologis.
5. Ekosistem mangrove merupakan sumber plasma nutfah yang cukup
tinggi yang saat ini sebagian besar manfaatnya belum diketahui.
5. Sumberdaya Hutan Mangrove
Sistem pengelolaan sumberdaya hutan pada beberapa tahun terakhir ini
menjadi suatu perhatian yang sangat serius terutama dalam era
reformasi ini. Perhatian tersebut nampaknya menguras tenaga yang
cukup tinggi bagi stakeholders dan para pelaku pengelolaan
sumberdaya hutan di Indonesia. Hutan mangrove merupakan suatu
ekosistem yang kompleks dan juga khas, serta memiliki daya dukung
22
cukup besar terhadap lingkungan-lingkungan sekitarnya (Harahab,
2010:27).
Oleh karenanya ekosistem hutan mangrove dikatakan produktif dan
memberikan manfaat tinggi terutama dari fungsi yang dikandungnya.
Pengelompokan berbagai macam manfaat dan fungsi ekosistem hutan
mangrove disampaikan dengan berbagai versi. Pada dasarnya manfaat
tersebut, dikelompokkan terhadap manfaat langsung secara ekonomi
dan manfaat atau fungsi ekologi. Walaupun demikian ke dua manfaat
tersebut secara potensial mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi,
dan tergantung pada karakteristik serta kompleksitas hubungan
ekosistem yang ditimbulkannya.
6. Karakteristik Hutan Mangrove
Hutan mangrove mempunyai karakteristik yang unik dengan berbagai
sistem perakaran maupun fungsi ekologi yang dikandungnya. Mangrove
tumbuh optimal di wilayah pesisir yang memiliki muara sungai besar
dan delta yang airnya banyak mengandung lumpur. Beberapa pohon
mangrove dapat dijumpai di tepi sungai sekitar 100 km dari laut,
walapun pada permukaan air dimana pohon itu tumbuh adalah air
tawar, tetapi pada dasar sungai terdapat seiris air asin (Jazanul Anwar
dkk, 1984:67). Secara umum karakteristik hutan mangrove dijelaskan
oleh Bengen (2000) sebagai berikut:
a. Umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya
berlumpur, berlempung atau berpasir;
23
b. Daerahnya tergenangi air laut secara berkala, baik setiap hari
maupun yang hanya tergenang pada saat pasang purnama.
Frekusensi genangan menentukan komposisi vegetasi hutan
mangrove;
c. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat;
d. Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat.
Air bersalinitas payau (2-22 permil) hingga asin (mencapai 38
permil).
7. Zonasi Hutan Mangrove
Di Indonesia terdapat perbedaan dalam hal keragaman jenis mangrove
antara satu pulau dengan pulau lainnya, dari 202 jenis mangrove yang
telah diketahui, 166 jenis terdapat di Jawa, 157 jenis di Sumatera, 150
jenis di Kalimantan, 142 jenis di Irian Jaya, 135 jenis di Sulawesi, 133
jenis di Maluku dan 120 jenis di Kepulauan Sunda Kecil Noor dkk
dalam (Harahab, 2010:55). Vegetasi mangrove cenderung tumbuh
dalam zona-zona tertentu dan berkaitan erat dengan tipe tanah dan
keadaan pasang surut. Salah satu tipe di Indonesia menurut Irwan
(2010:137) dijelaskan bahwa:
a. Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak
berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zona ini biasa
berasosiasi Sonneratia spp, yang dominan tumbuh pada lumpur
dalam yang kaya bahan organik;
24
b. Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh
Rhyzophora spp. Di zona ini juga dijumpai Bruguiera spp dan
Xylocapus spp;
c. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.
Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa
ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya
1. Pengertian Pengelolaan Hutan
Menurut Balderton istilah pengelolaan sama dengan manajemen yaitu
menggerakan, mengorganisasikan, dan mengarahkan usaha manusia
untuk memanfaatkan secara efektif material dan fasilitas untuk
mencapai suatu tujuan. Selanjutnya (Adisasmita, 2011:22)
mengemukakan bahwa, “Pengelolaan bukan hanya melaksanakan suatu
kegiatan, akan tetapi merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi
fungsi-fungsi manajemen, seperti perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien”.
Pengelolaan juga merupakan suatu usaha yang di dalamnya meliputi
beberapa aspek, seperti perencanaan, organisasi pelaksanaan,
implementasi, monitoring, dan evaluasi yang setiap fungsi saling
berkaitan dan merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi
(Arief, 2001:93).
B. Tinjauan Tentang Pengelolaan Hutan Mangrove
25
Berdasarkan pendapat ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa
pengelolaan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi
merencanakan, mengorganisasikan dan mengarahkan, dan mengawasi
kegiatan manusia dengan memanfaatkan material dan fasilitas yang ada
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.
Istilah pengelolaan itu sendiri identik kaitannya dengan istilah
manajemen.
Pengeloaan hutan adalahpenggunaan cara-cara menajemen dan teknis-
taknis kehutanan dalam menjalankan aktivitas terhadap suatu areal
hutan. Pengelolaan hutan bertujuan untuk menghasilkan suatu yang
dikelola, sedangkan hutan berisi berbagai kehidupan yang saling
ketergantungan (Arief, 2001:97). Kebijakan pengelolaan hutan diatur
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang ketentuan pokok
kehutanan dan berbagai peraturan-peraturan perundang-undangan
pelaksanaannya (Rahmadi,2012:164).
2. Tinjauan Manajemen
a. Pengertian Manajemen
Manajemen merupakan kegiatan untuk mencapai tujuan, dilakukan
oleh individu-individu yang menyumbangkan upayanya yang
terbaik melalui tindakan-tindakan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Manajemen mempunyai tujuan-tujuan tertentu dan
bersifat tidak terwujud (Intangible) (Terry, 1986:10). Manajemen
juga merupakan suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan
26
bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah
tujuan-tujuan organisasional atau maksud- maksud yang nyata.
Hal tersebut meliputi pengetahuan tentang apa yang harus
dilakukan, menetapkan cara bagaimana melakukannya, memahami
bagaimana mereka harus melakukannya dan mengukur efektivitas
dari usaha-usaha yang telah dilakukan.
Definisi yang tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
manajemen merupakanusaha yang dilakukan secara bersama-sama
untuk menentukan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan
pelaksanaan dan fungsi-fungsi perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan
pengawasan (controlling). Manajemen merupakan sebuah
kegiatan; pelaksanaannya disebut manajing dan orang yang
melakukannya disebut manajer.
Manajemen dibutuhkan setidaknya untuk mencapai tujuan,
menjaga keseimbangan diantara tujuan-tujuan yang saling
bertentangan, dan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas.
Manajemen terdiri dari berbagai unsur, yakni man, money, method,
machine, market, material dan information.
1. Man :Sumber daya manusia;
2. Money :Uang yang diperlukan untuk mencapai tujuan;
3. Method :Cara atau sistem untuk mencapai tujuan;
4. Machine :Mesin atau alat untuk berproduksi;
27
5. Material :Bahan-bahan yang diperlukan dalam kegiatan;
6. Market :Pasaran atau tempat untuk melemparkan hasil
produksi;
7. Information:Hal-hal yang dapat membantu untuk mencapai
tujuan.
b. Fungsi – fungsi manajemen
Pengelolaan hutan secara lestari harus mencakup beberapa
fungsi teknis, finansial, personial, fungsi administrasi dan fungsi
kepemimpinan yang berkaitan dengan unsur-unsur manajemen
(POAC). MenurutTerry(2010:9), fungsi manajemen dapat dibagi
menjadi empat bagian, yakni planning (perencanaan),
organizing (pengorganisasian), actuating (pelaksanaan), dan
controlling (pengawasan):
1. Planning (perencanaan)
a) Pengertian Planning
Planning (perencanaan) ialah penetapan pekerjaan yang
harus dilaksanakan oleh kelompok-kelompok untuk
mencapai tujuan yang digariskan. Planning mencakup
kegiatan pengambilan keputusan, karena termasuk sudah
dalam pemilihan alternatif-alternatif keputusan.
Diperlukan kemampuan-kemampuan untuk mengadakan
visualisasi dan melihat ke depan guna merumuskan
suatu pola dari himpunan tindakan untuk masa
28
mendatang.
b) Proses Perencanaan Proses perencanaan berisi langkah-
langkah:
1. Menentukan tujuan perencanaan;
2. Menentukan tindakan untuk mencapai tujuan;
3. Mengembangkan dasar pemikiran kondisi mendatang;
4. Mengidentifikasi cara untuk mencapai tujuan; dan
5. Mengimplementasi rencana tindakan dan
mengevaluasi hasilnya.
c) ElemenPerencanaan
Perencanaan terdiri atas dua elemen penting, yaitu
sasaran (goals) dan rencana (plan).
1. Sasaran yaitu hal yang ingin dicapai oleh
individu, kelompok, atau seluruh organisasi. Sasaran
sering pula disebut tujuan. Sasaran memandu
manajemen membuat keputusan dan membuat kriteria
untuk mengukur suatu pekerjaan.
2. Rencana adalah dokumen yang digunakan sebagai
skema untuk mencapai tujuan. Rencana biasanya
mencakup alokasi sumberdaya, jadwal, dan tindakan-
tindakan penting lainnya. Rencana dibagi berdasarkan
cakupan, jangka waktu, kekhususan, dan frekuensi
penggunaanya.
29
d) Unsur-unsur Perencanaan
Suatu perencanaan yang baik harus menjawab enam
pertanyaan yang tercakup dalam unsur-unsur
perencanaan yaitu:
1. Tindakan apa yang harus dikerjakan, yaitu
mengidentifikasi segala sesuatu yang akan dilakukan;
2. Apa sebabnya tindakan tersebut harus dilakukan,
yaitu merumuskan faktor-faktor penyebab dalam
melakukan tindakan;
3. Tindakan tersebut dilakukan, yaitu menentukan
tempat atau lokasi;
4. Kapan tindakan tersebut dilakukan, yaitu menentukan
waktu pelaksanaan tindakan;
5. Siapa yang akan melakukan tindakan tersebut,
yaitu menentukan pelaku yang akan melakukan
tindakan; dan
e) Bagaimana cara melaksanakan tindakan tersebut yaitu
menentukan metode pelaksanaan tindakan.
f) Klarifikasi perencanaan
Rencana-rencana dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Rencana pengembangan. rencana-rencana tersebut
menunjukan arah (secara grafis) tujuan dari lembaga
atau perusahaan;
30
2. Rencana laba, jenis rencana ini biasanya difokuskan
kepada laba per produk atau sekelompok produk yang
diarahkan oleh manajer. Maka seluruh rencana
berusaha menekankan pengeluaran supaya dapat
mencapai laba secara maksimal;
3. Rencana pemakai. Rencana tersebut dapat
menjawab pertanyaan sekitar cara memasarkan suatu
produk tertentu atau memasuki pasaran dengan cara
yang lebih baik; dan
4. Rencana anggota-anggota manajemen. Rencana
yang dirumuskan untuk menarik, mengembangkan,
dan mempertahankan anggota-anggota manajemen
menjadi lebih unggul (Terry,1993:60).
g) Tipe-tipe perencanaan
Tipe-tipe perencanaan sebagai berikut:
1. Perencanaan jangka panjang (Short Range Plans),
jangka waktu 5 tahun atau lebih;
2. Perencanaan jangka pendek (Long Range Plans),
jangka waktu 1 s/d 2 tahun;
3. Perencanaan strategi, yaitu kebutuhan jangka panjang
dan menentukan komprehensif yang telah diarahkan;
4. Perencanaan operasional, kebutuhan apa saja yang
harus dilakukan untuk mengimplementasikan
perencanaan strategi untuk mencapai tujuan strategi
31
tersebut;
5. Perencanaan tetap, digunakan untuk kegiatan yang
terjadi berulang kali (terus-menerus); dan
6. Perencanaan sekali pakai, digunakan hanya
sekali untuk situasi yang unik.
h) Dasar-dasar perencanaan yang baik
Dasar-dasar perencaaan yang baik meliputi:
1. Forecasting, proses pembuatan asumsi-asumsi tentang
apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang;
2. Penggunaan skenario, meliputi penentuan beberapa
alternatif skenario masa yang akan datang atau
peristiwa yang mungkin terjadi;
3. Benchmarking, perbandingan eksternal untuk
mengevaluasi secara lebih baik suatu arus kinerja
dan menetukan kemungkinan tindakan yang
dilakukan untuk masa yang akan datang;
4. Partisipan dan keterlibatan, perencanaan semua
orang yang mungkin akan mempengaruhi hasil dari
perencanaan dan atau akan membantu
mengimplementasikan dari perencanaan-perencanaan
tersebut; dan
5. Pengguna staf perencana, bertanggung jawab dalam
mengarahkan dan mengkoordinasikan sistem
perencanaan untuk organisasi secara keseluruhan.
32
i) Tujuan perencanaan
1. Untuk memberikan pengarahan baik untuk manajer
maupun karyawan non-manajerial;
2. Untuk mengurangi ketidakpastian;
3. Untuk meminimalisasikan pemborosan; dan
4. Untuk menetapkan tujuan dan standar yang digunakan
dalam fungsi selanjutnya.
j) Sifat rencana yang baik
Recana dikatakan baik jika memiliki sifat-sifat berikut:
1. Pemakaian kata-kata yang sederhana dan jelas;
2. Fleksibel, suatu rencana harus dapat menyesuaikan
dengan keadaan yang sebenarnya;
3. Stabilitas, setiap rencana tidak setiap kali mengalami
perubahan, sehinngga harus dijaga stabilitasnya;
4. Ada dalam pertimbangan; dan
5. Meliputi seluruh tindakan yang dibutuhkan, meliputi
fungsi-fungsi yang ada dalam organisasi.
2. Organizing (pengorganisasian)
a) Pengertian pengorganisasian
Organizing berasal dari kata organon dalam bahasa
Yunani yang berarti alat, yaitu proses pengelompokan
kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan dan
penugasan setiap kelompok kepada seorang manajer
33
(Terry&Rue,2010:82). Pengorganisasian dilakukan
untuk menghimpun dan mengatur semua sumber-
sumber yang diperlukan, termasuk manusia sehingga
pekerjaan yang dikehendaki dapat dilaksanakan
dengan berhasil.
b) Ciri-ciri organisasi
1. Mempunyai tujuan sasaran;
2. Mempunyai keterkaitan format dan tata tertib yang
harus ditaati;
3. Adanya kerjasama dari sekelompok orang; dan
4. Mempunyai koordinasi tugas dan wewenang.
c) Komponen-komponen organisasi
Ada empat komponen dari organisasi yang dapat
diingat dengan kata “WERE” (Work, Employees,
Relationship dan Environment).
1. Work (pekerjaan) adalah fungsi yang harus
dilaksanakan berasal dari sasaran-sasaran yang
telah ditetapkan;
2. Employees (pegawai-pegawai) adalah setiap orang
yang ditugaskan untuk melaksanakan bagian
tertentu dari seluruh pekerjaan;
3. Relationship (hubungan) merupakan hal penting
didalam organisasi. Hubungan antara pegawai
34
dengan pekerjaannya, interaksi antara satu pegawai
dengan pegawai lainnya dan unit kerja lainnya dan
unit kerja pegawai dengan unit kerja lainnya
merupakan hal-hal yang peka;
4. Environment (lingkungan) adalah komponen
terakhir yang mencakup sarana fisik dan sasaran
umum di dalam lingkungan dimana para pegawai
melaksanakan tugas-tugas mereka, lokasi, mesin,
alat tulis kantor, dan sikap mental yang merupakan
faktor-faktor yang membentuk lingkungan.
d) Tujuan organisasi
Tujuan organisasi merupakan pernyataan tentang
keadaan atau situasi yang tidak terdapat sekarang,
tetapi dimaksudkan untuk dicapai pada waktu yang
akan dating melalui kegiatan-kegiatan organisasi
(Handoko,1995:109).
e) Prinsip-prinsip organisasi
Williams (1965:85) mengemukakan pendapat bahwa
prinsip- prinsip organisasi meliputi:
1. Prinsip bahwa organisasi harus mempunyai tujuan
yang jelas;
2. Prinsip sekala hirarki;
3. Prinsip kesatuan perintah;
35
4. Prinsip pendelegasian wewenang;
5. Prinsip tanggungjawaban
6. Prinsip pembagian pekerjaan;
7. Prinsip tentang pengadilan;
8. Prinsip fungsional;
9. Prinsip pemisahan.
f) Manfaat pengoranisasian
1. Dapat lebih mempertegas hubungan antara anggota
atau satu dengan yang lain;
2. Setiap anggota dapat mengetahui kepada siapa ia
harus bertanggungjawab;
3. Setiap anggota orangisasi dapat mengetahui apa
yang menjadi tugas dan tanggung jawab masing-
masing sesuai dengan posisinya dalam sturktur
organisasi;
4. Dapat dilaksanakan pendelegasian wewenang
dalam oraganisasi secara tegas, sehingga setiap
anggota mempunyai kesempatan yang sama untuk
berkembang; dan
5. Akan tercipta pola hubungan yang baik antar
anggota organisasi, sehingga memungkinkan
tercapainya tujuan dengan mudah.
36
3. Actuating (pelaksanaan)
Pelaksanaan atau penggerakan merupakan usaha untuk
menggerakan anggota-anggota kelompok demikian rupa
hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai
sasaran-sasaran anggota-anggota perusahaan tersebut oleh
karena para anggota itu ingin mencapai sasaran-saran
tersebut (Terry, 1997:313).
4. Contolling (pengawasan)
a) Pengertian Controlling
Controlling atau pengawasan adalah mendeterminasikan
apa yang telah dilaksanakan, mengevaluasi prestasi kerja
apabila perlu, menerapkan tindakan-tindakan korektif
sehingga hasil perkerjaan sesuai dengan rencana.
b) Tahap-tahap pengawasan
Tahap- tahap pengawasan terdiri atas:
1. Penetuan standar;
2. Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan;
3. Pengukuran pelaksanaan kegiatan;
4. Pembanding pelaksanaan dengan standar dan
analisa penyimpangan; dan
5. Pengambilan tindakan koreksi bila di perlukan.
37
c) Tipe-tipe pengawasan
1) Feedforward Control dirancang untuk
mengantisipasi masalah-masalah dan
penyimpangan dari standar tujuan dan
memungkinkan koreksi sebelum suatu kegiatan
tertentu diselesaikan;
2) Concurrent Control merupakan proses dalam
aspek tertentu dari suatu prosedur harus disetujui
dulu sebelum suatu kegiatan dilanjutkan atau untuk
menjamin ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan;
3) Feedback Control mengukur hasil-hasil dari suatu
kegiatan yang telah dilaksanakan.
3. Kebijakan Publik
Kebijakan publik merupakan kebijakan yang dibuat oleh badan-badan
dan pejabat pemerintah, yang bertujuan untuk menyelesaikan berbagai
masalah yang dihadapi publik. Penyelesaian masalah menyangkut
berbagai hal, di antaranya adalah masalah alokasi, sebagaimana yang
menyatakan bahwa kebijakan public adalah aksi pemerintah dalam
menghadapi masalah, dengan mengarahkan perhatian terhadap alokasi.
Alokasi di sini dengan demikian menyangkut sumberdaya. Kebijakan
publik adalah pemanfaatan sumberdaya yang ada untuk memecahkan
masalah-masalah publikatau pemerintah menurut pendapat Keban yang
mengutip Peters (2003:56-57) .
38
Kebijakan publik “an sanctioned course of action addressed to a
particular problem of group of related problems that affect society at
large” (suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu tujuan
tertentu yang saling berkaitan yang mempengaruhi sebagian besar
masyarakat pendapat lain dikemukakan Chief J.O Udoji dalam Suharno
(2013:12).
Pengelolaan lingkungan hidup merupakan usaha pemanfaatan
sumberdaya, namun yang berciri khas yaitu merupakan upaya terpadu
pelestarian fungsi limgkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,
pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan,
dan pengendalian lingkungan hidup. Hal ini sebagaimana yang tertulis
dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. (Purnaweni dalam jurnal Ilmu
Lingkungan “Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Di Kawasan
Kendeng Utara Provinsi Jawa Tengah”. 2014).
4. Kebijakan Pengelolaan Mangrove
Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove (SNPEM)
bertujuan untuk mensinergikan kebijakan dan program pengelolaan
ekosistem mangrove yang meliputi bidang ekologi, sosial ekonomi,
kelembagaan, dan peraturan perundang-undangan untuk menjamm
fungsi dan manfaat ekosistem mangrove secara berkelanjutan bagi
kesejahteraan masyarakat. SNPEM dilaksanakan secara terkoordinasi
sebagai landasan dan pedoman bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah,
39
pelaku usaha dan masyarakat. SNPEM berisi arah kebijakan, misi, dan
sasaran, yang selanjutnya dijabarkan melalui kebijakan, strategi,
program dan indikator kinerja.
Pengelolaan mangrove telah diatur dalam peraturan perundang-
undangan terkait seperti Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Peraturan Pemerintah
Nomor 73 Tahun 2013 tentang Rawa, Peraturan Presiden Nomor 73
Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem
Mangrove, dan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas
Sempadan Pantai. Dalam rangka implementasi peraturan perundang-
undangan tersebut, diperlukan sebuah kebijakan, strategi, program, dan
indikator kinerja pengelolaan ekosistem mangrove yang lebih
operasional.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pasal 1 ayat (4) Sumber Daya Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil adalah sumber daya hayati, sumber daya non hayati;
sumber daya buatan, dan jasa-jasa lingkungan; sumber daya hayati
meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove dan biota laut
lain; sumber daya non hayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut;
sumber daya buatan meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan
kelautan dan perikanan, dan jasa-jasa lingkungan berupa keindahan
alam, permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air yang terkait
40
dengan kelautan dan perikanan serta energi gelombang laut yang
terdapat di Wilayah Pesisir.
Kementerian Kehutanan melalui Undang-Undang Kehutanan dan
Undang-Undang Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya memandang mangrove sebagai hutan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan memiliki tugas dan fungsi
menyangkut sumber daya pesisir, di antaranya hutan mangrove.
5. Kendala dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove.
a. Kendala Aspek Teknis
1. Kondisi habitat yang tak begetu ramah, yakni tanah yang
anaerob dan labil dengan salinitas yang relatif tinggi apabila
dibandingkan dengan tanah mineral, adanya pengaruh pasang
surut dan sedimentasi serta abrasi pada berbagai lokasi tertentu.
2. Adanya pencampuran komponen ekosistem akuatik (ekosistem
laut) dan ekosistem daratan, yang mengakibatkan
pengelolaannya menjadi lebih kompleks. Hal ini mengharuskan
kecermatan yang tinggi dalam menerapkan pengelolaan
mengingat beragamnya sumberdaya hayati yang ada pada
umumnya relatif peka terhadap gangguan, dan adanya
keterkaitan antara ekosistem mangrove dengan tipe ekosistem
produktif lainnya di suatu kawasan pesisir(padang lamun,
terumbu karang, estuaria).
41
3. Kawasan pantai di mana mangrove berada pada umumnya
mendukung populasi penduduk yang cukup tinggi, tetapi
pendidikan yang rendah.
b. Kendala Aspek Kelembagaan
Dalam pengelolaan wilayah pesisir beberapa kendala aspek
kelembagaan diantaranya adalah:
1. Tata ruang kawasan pesisir di banyak lokasi belum tersusun
secara baik, bahkan ada yang belum sama sekali.
2. Status kepemilikan lahan dan tata batas yang tidak jelas.
3. Banyaknya pihak yang berkepentingaan dengan kawasan dan
sumberdaya mangrove.
4. Belum jelasnya wewenang dan tanggung jawab berbagai
stakeholder yang terkait.
5. Masih lemahnya law enforcement dari peraturan perundangan
yang sudah ada.
6. Masih lemahnya koordinasi di antara berbagai instansi yang
berkompetensi dalam pengelolaan mangrove.
7. Praktik perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian dalam
pengelolaan mangrove belum banyak mengikutsertakan
partisipasi aktif masyarakt yang berkepentingan dengan
kawasan tersebut.
42
6. Kriteria dan Indikator Pengelolaan Hutan Mangrove
Beberapa kriteria dn indikator Yayasan Mangrove pada tahun 1999 LPP
Mangrove (dalam Harahab, 2010:73-75) sebagai berikut:
a. Kriteria 1 : Kelstarian Fungsi Produksi
Indikator:
1. Kepastian penggunaan lahan sebagai kawasan hutan;
2. Perencanaan dan implementasi penataan hutan menurut fungsi
dan tipe hutan;
3. Besaran perubahan penutupan lahan hutan akibat penambahan
dan salih fungsi kawasan hutan dan gangguan lainnya;
4. Pemilihan dan penerapan sistem silvikultur yang sesuai dengan
eksositem hutan setempat;
5. Macam dan jumlah hasil hutan non kayu terjamin;
6. Investasi untuk penataan dan perindungan hutan;
7. Realisasi dan yang dialokasikan untuk pengelolaan kawasan
dilidungi dan keanekaragaman hayati, termasuk spesies
endemik, langka dan dilindungi;
8. Pengorganisasian kawasan yang menjamin kegiatan produksi
yang kontinyu yang dituangkan dalam berbagai tingkat rencan
dan diimplementasikan;
9. Produksi tahunan sesuai dengan kemampuan produktivitas
hutan;
10. Efisiensi pemanfaatan hutan;
11. Tingkat kerusakan pohon induk;
43
12. Keabsahan sistem lacak balak dalam hutan;
13. Kelancaran dan ketelaturan pendanaan untuk kegiatan
perencanaan, produksi dana pembinaan hutan;
14. Kesehatan perusahaan;
15. Peran bagi pembangunan ekonomi wilayah;
16. Sistem informasi manajemen;
17. Satuan Pemeriksanaan Internal (SPI);
18. Tersedianya tenaga profesional untuk perencanaan,
perlindungan, produksi, pembinaan hutan dan manajemen
bisnis;
19. Investasi dan reinvestasi untuk pengelolaan hutan;
20. Penginkatan modal.
b. Kriteria 2 : Kelstarian Fungsi Ekologi
Indikator:
1. Proporsi luas kawasan lindung yang berfungsi baik terhadap
total kawasan yang seharusnya dilindungi serta telah
dikukuhkan dan/atau keberadaanya diakui pihak terkait;
2. Proporsi luas kawasan lindung yang tertata baik terhadap total
kawasan yang seharusnya dilindungi dan sudah ditata batas di
lapangan;
3. Intensitas gangguan terhadap kawasan lindung;
4. Kondisi keanekaragaman spesies flora dan/atau fauna di wilayah
kawasan yang dilindungi pada berbagai formasi/tipe hutan yang
ditemukan di dalam unit manajemen;
44
5. Intensitas kerusakn struktur hutan dan komposisi spesies
tumbuhan;
6. Efektivitas penyuluhan mengenai pentingnya pelestarian
ekosistem hutan sebagai sistem penyangga kehidupan, dampak
aktivitas lewat panen terhadap ekosistem hutan dan pentingnya
pelestarian spesies dilindungi/endemik/langka;
7. Intensitas dampak kegiatan kelola produksi terhadap satwa liar
endemik/langka;
8. Pengamanan satwa liar/endemik/langka/dilindungi dan
habitatnya.
c. Kriteria 3 : Keletarian Fungsi Sosial
Indikator:
1. Batas antara kawasan konsesi dengan kawasan komunitas
setempat terdelinasi secara jelas dan diperoleh melalui
persetujuan antar pihak yang terkait didalamnya;
2. Akses dan kontrol penuh masyarakat secara lintas generasi
terhadap kawasan hutan adat terjamin;
3. Akses pemanfaatan hutan oleh komunitas secara lintas generasi
di dalam kawsan konsesi terjamin;
4. Digunakannya tata cara atau mekanisme penyelesaian sengketa
yang tepat terhadap pertentangan klaim atas hutan yang sama;
5. Sumber-sumber ekonomi komunitas minimal tetap mampu
mendukung kelangsungan hidup komunitas secara lintas
generasi;
45
6. Komunitas mampu mengakses kesempatan kerja dan peluang
berusaha yang terbuka;
7. Modal domestik berkembang;
8. Peninjauan berkala terhadap kesejahteraan karyawan;
9. Minimasi dampak unit manajemen pada integrasi soaial dan
kultur;
10. Kesjasama dengan otoritas kesehatan;
11. Keberadaan dan pelaksanaan Kesempatan Kerja Bersama
(KKB);
12. Pelaksanaan Upah Minimum Regional/Propinsi dan Struktur
Gaji yang adil;
13. Terjaminnya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
C. Tinjauan Tentang Kewenangan Pengelolaan Hutan
1. Pengertian Kewenangan
Kewenangan secara umum merupakan lingkup kekuasaan yang
dimiliki seseorang atau kelompok untuk memerintah, mengatur,
dan menjalankan tugas dibidangnya masing-masing. Kewenangan
merupakan unsur dari kekuasaan yang dimiliki seseorang. Dalam
berkuasa biasanya seorang pemegang kuasa berwenang untuk
menjalankan kekuasaannya sesuai dengan wewenang yang
diberikan kepadanya. Kewenangan adalah Kewenangan adalah
kekuasaan yang dilembagakan, kemampuan untuk melakukan
tindakan hukum tertentu yang dimaksudkan untuk menimbulkan
46
akibat hukum, dan hak yang berisi kebebasan untuk melakukan
atau tidak melakukan tindakan tertentu atau menuntut pihak lain
untuk melakukan tindakan tertentu (Budihardjo, 2011:7).
Berdasarkan uraian definisi diatas, penulis menyimpulkan bahwa
pengertian kewenangan adalah kekuasaan yang dilembagakan
berdasarkan peraturan-peraturan yang diharapakan agar peraturan-
peraturan tersebut dapat dipatuhi. Sehingga keweangan merupakan
ketentuan dalam kekuasaan yang bisa digunakan oleh seorang
pemegang kuasa untuk menjalankan roda kepemimpinannya.
2. Peralihan Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Kerangka
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Setelah runtuhnya rezim orde baru dilahirkan Undang-Undang
Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah untuk pertama
kalinya. Akan tetapi, desentralisasi dalam pemberian izin
pemanfaatan hutan dan usaha pertambangan dianggap menjadi
penyebab banjir dan pencemaran air di beberapa tempat seperti
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. Akibat
dampak yang ditimbulkan dari desentralisasi Undang-Undang
Nomor 23 tahun 1999 tentang pemerintah daerah di amandemen
menjadi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemeritah
daerah. Akan tetapi, perjalanan Undang-Undang ini harus terhenti
dan bahkan di revisi menjadi Undang-Undang Nomor 12 tahun
2008.
47
Pada tanggal 30 September 2014 pemerintah kembali mengesahkan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah sebagai pengganti Undang-Undang sebelumnya. Tetapi
muncul lagi permasalahn baru dalam hal pembagian kewenangan
antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota. Berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23
tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam hal ini urusan
pemerintahan terdiri atas:
a. Urusan pemerintahan absolut adalah urusan pemerintahan yang
sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat. Meliputi
politik luar negri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan
fiskal nasional serta agama;
b. Urusan pemerintahan konkuren, adalah urusan pemerintahan
yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah Provinsi dan
Daerah Kabupaten/Kota;
c. Urusan pemerintahan umum adalah urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan
Selanjutnya dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah urusan pemerintahan konkuren yang
menjadi kewenangan Daerah terdiri atas:
a. Urusan pemerintahan wajib yang terdiri atas:
b. Urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar.
Meliputi pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan
48
ruang, perumahan rakyat dan kawasan pemukiman,
ketentraman, ketertiban umum, perlindungan masyarakat, dan
sosial;
c. Urusan pemerintahan yang tidak berkaitan dengan pelayanan
dasar. Meliputi tenaga kerja, pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak, pangan, pertanahan, lingkungan hidup,
administrasi kependudukan dan pencatatan sipil,
pemberdayaan masyarakat dan desa, pengendalian penduduk
dan keluarga berencana, dll;
d. Urusan pemerintahan pilihan meliputi kelautan dan perikanan,
pariwisata, pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya
mineral, perdagangan, perindustrian dan transmigrasi.
Dalam hal ini pemerintah kabupaten/kota hanya memiliki 1
kewenangan/urusan yaitu pelaksanaan pengelolaan taman hutan
raya (TAHURA). Kewenangan pemerintahan kabupaten/kota
dalam bidang kehutanan tersebut, menjadi satu-satunya
kewenangan yang dimiliki berdasar Undang-Undang Nomor 23
tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah. Sedangkan di kabupaten
Lampung Selatan tidak mempunyai TAHURA.
3. Kewenangan Pemerintah dalam Pengelolaan Lingkungan
Hidup
UULH 1997 (Undang-Undang Lingkungan Hidup) soal
kewenangan dikaitkan dengan negara sehingga dikenal istilah
49
kewenangan negara. Kewenangan negara dirumuskan pada Pasal 8
UULH 1997 yaitu pengakuan hak negara untuk menguasai
sumber-sumber daya alam. Pasal 8 ayat (1) UULH 1997 berbunyi
sebagai berikut: “Sumber daya alam dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat,
serta pengaturannya ditentukan pemerintah”(Rahmadi, 2012:70).
Selanjutnya pasal 8 ayat (2) menegaskan bahwa berdasaran
kekuasaan negara atas sumber daya alam memberikan
kewenangan pada pemerintah untuk:
a. Mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka
pengelolaan lingkungan hidup;
b. Mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan
lingkungan hidup, dan pemanfaatan kembali sumber daya alam
termasuk sumber daya genetika;
c. Mengatur pembuatan hukum dan hubungan hukum antara
orang atau subyek hukum lainya serta pembuatan hukum
terhadap sumberdaya alam dan sumberdaya genetika;
d. Mengendlikan kegiatan yang mempuyai dampak sosial;
e. Mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi
lingkungan hidup sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
50
4. Kewenangan Pemerintah Pusat dalam Pengelolaan Hutan
Sejak di undangkan nya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah menghilangkan kewenangan
pengelolaan hutan tersebut di tingkat kabupten atau kota. Menurut
Undang-Undang ini, kewenangan pengelolaan hutan dibagi antara
pemerintah pusat dan daerah provinsi.Kewenangan pemerintah
pusat dalam pengelolaan hutan meliputi:
a. Penyelenggaraan tata hutan;
b. Penyelenggaraan rencana pengelolaan hutan;
c. Penyelenggaraan pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan
hutan;
d. Penyelenggaraan rehabilitasi dan reklamasi hutan;
e. Penyelenggaraan perlindungan hutan;
f. Penyelenggaraan pengelolaan dan penatausahaan hasil hutan;
g. Penyelenggaraan pengelolaan Kawasan Hutan Dengan Tujuan
Khusus (KHDTK).
Fisher et al dalam Nurrochmat membedakan beberapa
kemungkinan desentralisasi kewenangan hutanan berdasarkan pada
pengelolaan sumber daya hutan dari pemerintah pusat diberikan
(Nurrochmat, 2010:39), yakni:
a. Kewenangan diberikan kepada kantor wilayah kehutanan di
daerah (Kanwil)
51
Pemerintah daerah melibatkan partisipasi masyarakat dalam
suatu program kehutanan dengan tujuan yang telah diterapkan
oleh pemerintah pusat melalui kantor kehutanan pusat daerah
(Kanwil). Meskipun peserta pada umumnya akan memperoleh
keuntungan dari program kehutanan yang diikutinya, tetapi
peserta tidak mempunyai kewenangan dalam mengambil
keputusan. Oleh karenanya tipe ini termasuk dikategorikan
sebagai desentralisasi devolusi;
b. Kewenangan diberikan kepada otoritas di daerah (Bupati atau
Dinas Kehutanan)
Desentralisasi pengelolaan sumber daya hutan dialihkan dari
pemerintah pusat kepada otoritas di daerah, yakni bupati yang
dalam pelaksanaannya dilakukan oleh dinas kehutanan
kabupaten. Dalam hal ini, pemerintah daerah memiliki
kewenangan penuh dalam membuat dan juga dalam
mengimplementasikan berbagai program-program kehutanan.
Pendekatan ini termasuk dikategorikan sebagai desentralisasi
dengan sebagai muatan devolusi.
c. Kewenangan diberikan kepada kelompok masyarakat lokal.
Pemerintah menyerahkan kewenangan dan kontrol atas sumber
daya hutan kepada kelompok masyarakat lokal atau individu.
Disamping memiliki banyak harapan, devolusi juga memiliki
kelemahan di antaranya dapat memicu konflik kepentingan
52
antaranggota masyarakat menyangkut hak-hak mereka masing-
masig untuk mendapatkan manfaat, akses dan tanggunng
jawab atas sumber daya hutan.
5. Kewenangan Pemerintah Provinsi dalam Pengelolaan Hutan
Kewenangan yang di berikan di tingkat pemerintah daerah
provinsi dalam pengelolaan hutan, meliputi:
a. Pelaksanaan tata hutan pada kesatuan pengelolaan hutan (KPH),
kecuali pada KPH konservasi (KPHK);
b. Pelaksanaan rencana pengelolaan KPH, kecuali KPHK;dan
c. Pelaksanaan pemanfaatan hutan di kawasan hutan produksi dan
hutan lindung, yaitu:
1. Pemanfaataan kawasan hutan;
2. Pemanfaatan hasil hutan bakau kayu;
3. Pemugutan hasil hutan;
4. Pemanfaatan jasa lingkungan, kecuali pemanfaatan
penyimpanan dan/ atau penyerapan karbon;
5. Pelaksanaan rehabilitas di luar kawasan hutan negara;
6. Pelaksanaan perlindungan hutan di hutan lindung dan hutan
produksi;
7. Pelaksanaan pengolahan hasil hutan bakau kayu;
8. Pelaksanaan pengolahan hasil hutan kayu dengan kapasitas
produksi < 6000 m/tahun;
9. Pelaksanaan pengelolaan KHDTK untuk kepentingan religi.
53
6. Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota Dalam Pengelolaan
Kehutanan
Dicabutnya dinas kehutanan maka di bentuknya kelompok
pengelolaan hutan (KPH) di setiap Kabupaten/Kota. Karena,
lemahnya pemerintah menjalankan kewajiban dalam mengamankan
aset hutan alam maupun hasil rehabilitasi. Situasi yang sama
dialami para pemegang hak atau izin.Realitas nya menunjukkan
bahwa untuk mencapai tujuan pengelolaan hutan, baik
mempertahankan hutan alam yang tersisa maupun membangun
hutan tanaman baru dan diharapkan berhasil, diperlukan prioritas
kegiatan teknis sekurang-kurangnya mencakup:
a. Penyelesaian masalah kawasan hutan yang telah terjadi dan
menghindari terjadinya masalah baru di masa depan serta
meningkatkan kapasitas pengelolaan hutan konservasi dan
hutan lindung;
b. Mempermudah akses bagi penerima manfaat atau dapat
menekan terjadinya ekonomi biaya tinggi serta terdapat
landasan kuat untuk mengalokasikan manfaat hutan secara
adil;
c. Menyediakan infrastruktur sosial maupun ekonomi bagi
penguatan kelembagaan local terutama yang mendapat akses
pemanfaatan sumberdaya hutan, peningkatan efisiensi ekonomi
maupun pengembangan nilai tambah hasil hutan.
54
Ketiga kegiatan teknis tersebut harus dilakukan dan berorientasi
pada perencanaan secara spasial dengan memperhatikan situasi
sosial ekonomi lokal serta menyatukan arah pelaksanaan kegiatan
pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kebupaten/kota.
Untuk keperluan inilah pembangunan KPH (Kesatuan Pengelolaan
Hutan)menjadi solusi strategis yang tidak dapat dihindari.Landasan
pembentukan KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan)didasarkan
terutama oleh beberapa peraturan-perundangan, sebagai berikut:
1. UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan;
2. PP 44/2004 tentang Perencanaan Kehutanan;
3. PP 6/2007 Jo PP 3/2008 tentang Tata Hutan, Penyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan;
4. PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan antara Pemerintah,
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota;
5. PP 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah;
6. Permenhut P. 6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan Wilayah
KPH;
7. Permenhut P. 6/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar,
Prosedur dan Kriteria (NSPK) Pengelolaan Hutan pada KPH
Lindung (KPHL) dan KPH Produksi (KPHP);
8. Permendagri No. 61/2010 tentang Pedoman Organisasi dan Tata
Kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan
Pengelolaan Hutan Produksi di Daerah.
55
Berdasarkan peraturan-perundangan tersebut, dijelaskan pokok-
pokok kandungan isinya yang menjadi pilar kebijakan
pembentukan KPH (Kelompok Pengelolaan Hutan). Semua hutan
di wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya akan dikuasai oleh negara untuk
sebesarbesarnya memberikan kemakmuran untuk rakyat. Dalam
rangka penguasaan tersebut negara memberi wewenang kepada
Pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang
berkaitan dengan hutan. Pengurusan hutan bertujuan untuk
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya serta serbaguna dan
lestari untuk kemakmuran rakyat, meliputi:
1. Perencanaan kehutanan;
2. Pengelolaan hutan;
3. Penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta
penyuluhan kehutanan,;dan
4. Pengawasan.
a) Organisasi KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan)mempunyai
tugas dan fungsi sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan pengelolaan hutan,meliputi:
a. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan;
b. Pemanfaatan hutan dalam hal pemantauan dan
pengendalian terhadap pemegang ijin;
56
c. Penggunaan kawasan hutan dalam hal pemantauan dan
pengendalian terhadap pemegang ijin;
d. Pemanfaatan hutan di wilayah tertentu;
e. Rehabilitasi hutan dan reklamasi;
f. Perlindungan hutan dan konservasi alam.
2. Menjabarkan kebijakan kehutanan Nasional, Provinsi,
Kabupaten/Kota untuk diimplementasikan
3. Melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya mulai
dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengawasan serta pengendalian;
4. Melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan
kegiatan pengelolaan hutan diwilayahnya.
(Sumber:http://kph.menlhk.go.id/index.php?option=com_phocadownl
oad&view=category&id=118&Itemid=313 pada tanggal 24 Oktober
2017 pukul 10.15)
D. Tinjauan Ekonomi Sumber Daya Alam
1. Pengertian Ekonomi Sumberdaya Alam
Ilmu ekonomi adalah suatu studi mengenai sistem ekonomi dan
didefinisikan sebagai suatu ilmu mengenai pengalokasian
sumberdaya, yang mempunyai alternatif-alternatif penggunaan,
dalam memenuhi keinginan/kebutuhan manusia yang tidak
57
terbatas. Dalam definisi tersebut, problem pemilihan berhubunga
langsung dengan pertimbangan biaya karena batasnya sumberdaya
tersebut.
Sumberdaya alam merupakan modal dasar dalam mengunjang
pembangunan ekonomi. Oleh karenanya, pemanfaatan
sumberdaya alam selayaknya mengacu pada prinsip ekonomi
dengan mempertimbangkan jangka waktu masa kini dan masa
datang serta setiap tindakan kegiatan proses harus berwawasan
lingkungan agar terjaga berkelanjutan (Sustainable Development)
(Harahab, 2010:14).
Ekonomi sumber daya alam merupakan suatu cabang mikro
ekonomi sosial dengan pendekatan tertentu dalam analisis
ekonomi positif dan normatif. Lebih perhatian pada efek ekonomi
dari kebijakan pada level agregat, perhatian lebih ditujukan pada
masalah pengalokasian sumber daya pada masa sekarang dan
untuk masa yang akan datang. Teori ekonomi memberikan
prinsip-prinsip atau hukum yang dapat dipakai sebagai pedoman
untuk mengambil keputusan tentang cara sebaik-baiknya dalam
menafaatkan sumber daya alam yang terbatas (Harahab, 2010:15).
Sumber daya alam suatu yang masih berada di dalam maupun di
luar bumi yang sifatnya masih potensial dan belum di libatkan
dalam proses produksi untuk meningkatkan ketersediaan barang
dan jasa dalam perekonomian menurut Suparmoko (1995) dalam
58
Harahab.
2. Macam-Macam Sumberdaya Alam
Sumber daya alam dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Sumber daya alam yang dapat di perbarui (Renewable), yaitu
sumber daya alam yang dapat dihasilkan kembali baik secara
alami maupun dengan bantuan manusia.
b. Sumber daya alam yang tidak bisa di perbarui (non
rerewable/exhaustable), yaitu sumber daya alam yang habis
sekali dipakai.
Sifat sumber daya akan stabil sebenarnya sangat bergantungan
pada metode pengelolaan yang bersifat tidak merusak.terutama
untuk lahan pertanian dan khususnya pada perikanan dan sumber
daya kelautan. Pengelolaan yang buruk dapat mengakibatkan
perubahan sistem sumber daya, yang pada akhirnya akan terjadi
kerusakan dan tidak dapat dipulihkan.
3. Evaluasi Ekonomi Sumber Daya Alam
Sumber daya alam biasanya dikaitkan untuk mata pencarian
ekonomi. Konsep dasar dalam penilaian ekonomi yang mendasari
semua metode penilaian tersebut adalah kesediaan membayar dari
individu untuk jasa-jasa lingkungan dan sumber daya, dan atau
mungkin juga kesediaan untuk menerima kompensasi atas
kerusakan lingkungan yang dialami.
59
Pada prinsipnya evaluasi ekonomi bertujuan untuk memberikan
nilai ekonomi kepada sumber daya yang digunakan sesuai dengan
nilai rill dari sudut pandang masyarakat. Dengan demikian dalam
melakukan evaluasi ekonomi perlu diketahui sejauh mana adanya
bias antara harga yang terjadi dengan nilai rill yang seharusnya
ditetapkan dari sumber yang digunakan tersebut.
Dijelaskan dalam Munasingehe (1993), bahwa konsep dasar
dalam penilaian ekonomi yang mendasari semua teknik penilaian
adalah kesediaan membayar dari individu untuk jasa-jasa
lingkungan atau sumber daya. Nilai ekonomi atau total secara
garis besar dikelompokan menjadi dua, yaitu nilai atas dasar
pengguna (Use Value) dan nilai terkandung di dalamnya atau nilai
instrinsik (Non Use Value) (Pearce dan Turner, 1990; Pearce dan
Moran, 1994) yaitu:
a. Nilai pengguna (Use Value) pada dasarnya diartikan sebagai
nilai yang diperoleh seseorang atas pemanfaatan langsung
dari sumber daya alam dan lingkungan (Harahab, 2010:85).
Menurut Pearce dan Moran (1994) dalam buku Harahab
menjelaskan Nilai pengguna (use value) dibedakan menjadi
tiga yaitu:
1. Nilai penggunaan langsung (Direct Us Value)
Nilai pengguna langsung adalah nilai yang ditentukan
oleh kontribusi lingkungan pada aliran produksi dan
60
konsumsi (Munasinghe, 1993). Menurut Pearce dan
Moran (1994) nilai pengguna langsung berkaitan dengan
output yang langsung dapat di konsumsi misalnya
makanan, kesehatan, biomasa, rekreasi.
2. Nilai pengguna tidak langsung (Indirect Use Value)
Ditentukan oleh manfaat yang berasal dari jasa-jasa
lingkungan dalam mendukung aliran produksi dan
konsumsi (Munasinghe, 1993).
3. Nilai pilihan (Option Value)
Berkaitan dengan pilihan pemanfaatan lingkungan
dimasa yang akan datang. Option value lebih di artikan
sebagai nilai pemeliharaan sumber daya, sehingga
pilihan untuk memanfaatkannya masih tersedia untuk
masa yang akan datang.
b. Nilai pengguna tidak langsung (Non Use Value) adalah nilai
yang diberikan kepada sumber daya alam atas keberadaannya,
meskipun tidak dikonsumsi secara langsung dan juga bersifat
sulit di ukur, karena lebih didasarkan pada preferensi terhadap
lingkungan daripada pemanfaatan langsung. Nilaii pengguna
tidak langsung di kelompokan menjadi nilai keberadaan
(Existence Value) dan nilai warisan (Bequet Value).
61
4. Konsep Evaluasi Ekonomi Ekosistem Mangrove
Fungsi dasar evaluasi ekonomi ekosistem hutan mangrove
setidaknya didasarkan pada empat fugsi hutan mangrove yang
berguna bagi manusia dalam menyediakan barang/jasa. keempat
fungsi ini bisa digambarkan secara langsung di tempat lokasi
apakah mempunyai nilai pasar (Marketed) atau tidak memiliki
nilai pasar (Nonmarketed). Konsep dasar yang dikembangkan oleh
Hamilton dan Snedaker dalam Harahab (2010) yaitu:
a. Fungsi pertama, adalah barang dan jasa yang dihasalkan atau
dapat di ambil dari ekosistem hutan mangrove itu sendiri dan
memiliki pasar. Fungsi ini mencakup hasil kayu, arang atau
ikan serta komoditas yang dapat dikumpulkan;
b. Fungsi kedua, adalah yang ditemui di luar ekosistem hutan
mangrove serta memiliki pasar. Termasuk dalam fungsi ini,
misalnya komoditi udang, benur, nener yang terdapat
diperairan serta ekosistem hutan mangrove;
c. Fungsi ketiga, adalah yang terdapat di dalam ekosistem hutan
mangrove, tetapi tidak memiliki pasar. Cakupan dari fungsi
ini misalnya, fungsi sebagai daerah asuahan dan peminjahan
bagi ikan, sebagai daerah peneliti dan labolatorium alam dan
berfungsi dalam hal medis;dan
d. Fungsi keempat, adalah tempat diluar ekosistem hutan
mangrove dan tidak memiliki pasar. Fungsi ini mencakup
62
pemasok unsur hara bagi daerah sekitar, zona penyangga
pantai dari bahaya intrusi, erosi dan abrasi.
E. Kerangka Pikir Penelitian
Hutan merupakan salah satu faktor krusial di dalam mata rantai
permasalahan lingkungan hidup global. Terlepas dari bagaimana
implementasi pengelolaan hutan. Disamping berbasis kelestarian,
pemanfaatan sumber daya hutan, hutan juga mempunyai banyak potensi
yang dimanfaatkan oleh manusia. Salah satunya yaitu hutan mangrove
yang merupakan suatu ekosistem yang kompleks dan khas, serta
memiliki daya dukung cukup besar terhadap lingkungan disekitarnya.
Oleh karena itu, ekosistem mangrove dikatakan produktif dan
memberikan manfaat tinggi terutama dari fungsi yang dikandung nya.
Manfaat tersebut secara potensial mempunyai nilai ekonomi yanng
cukup tinggi.
Kabupaten Lampung Selatan kecamatan Ketapang Desa Berundung dan
Desa Bandar Agung salah satunya mempunyai ekosistem mangrove
yang rusak nya sangat parah dari 500,5 hektar kawasan hutan mangrove
diperkirakan 400 hektar sudah mejadi lahan tambak. Sekitar 208 jumlah
petak tambak dan 169 orang yang masih produktif mengelola kawasan
tambak di kawasan hutan lindung tersebut. Kawasan tersebut merupakan
kawasan hutan lindung yang mana hakekatnya harus di lindungi dan di
lestarikan. Tetapi, banyaknya aktivitas manusia yang bergantungan
63
hidupnya di hutan mangrove tersebut sampai terjadi abrasi. Akibatnya,
hutan mangrove dijadikan kawasan tambak dan pembalakan liar untuk
dijadikan percontohan pembibitan. Selain itu, masyarakat yang
mengelola kawasan hutan manrove tersebut tidak memiliki tanda atau
surat perizinan dari pemerintah.
Jika dilihat berdasarkan uraian di atas maka seharusnya pemerintah
kabupaten Lampung Selatan dan pemerintah Provinsi harus melihat
kondisi lingkungan dan kebutuhan ekonomi masyarakat agar kawasan
hutan lindung tersebut dapat dilindungi dan tidak menjadi kawasan
bisnis. Berdasarkan hal tersebut penulis ingin mengetahui mengapa
pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Lampung Selatan belum
berjalan dengan baik. Di sini peneliti ingin melihatmelihattata kelola
KPH XIII di kabupaten Lampung Selatan dari segi ekologi dan ekonomi
masyarakat.Selain itu, peneliti juga ingin melihat program yang sudah
dilakukan oleh KPH XIII di Kabupaten Lampung Selatan. Pertama,
menjaga dan melestarikan hutan mangrove. Kedua, bermitra dengan
masyarakat.sesuai dengan permasalah pengelolaan hutan mangrove yang
terjadi di kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan.
Dengan itu akan terlihat sejauh mana Planning (perencanaan),
Organizing (pengorganisasian), Acuanting (pelaksanaan),dan Contolling
(pengawasan) yang di dalamnya ada fungsi Manajemen terdiridari
berbagai unsur, yakni man, money, method, material. Untuk lebih jelasnya
gambar kerangka pikir dapat dilihat dari bagan berikut ini:
64
Alih Lahan Hutan Mangrove
Menjadi Tambak
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
Menjaga danMelestarikan HutanMangrove
Ekologi
Kualitas air Habitat jenis fauna abrasi
Ekonomi Masyarakat
Hasil kayu Hasil bukan kayu
Bermitra DenganMasyarakat
Pembinanan Rehabilitasi Sosialisasi
Kebijakan KPH
Untuk Menanggulangi PerubahanLahan Hutan Mangrove MenjadiTambak
PROGRAM
P O A C
Tata Kelola KPH
4M
Man Money Material Methode
III. METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Penelitian kualitatif adalah research that data collected are usually
subjective and the main measurement tool for collecting data is the
investigator himself. Selain itu teori yang digunakan dalam penelitian
kualitatif harus sudah jelas, karena teori di sini akan berfungsi untuk
memperjelas masalah yang diteliti, sebagai dasar untuk merumuskan
hipotesis, dan sebagai referensi untuk menyusun instrumen penelitian
(Sugiono, 2011 : 295-296).
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan tipe penelitian
descriptive dengan pendekatan kualitatif. Menggunakan penelitian
descriptive artinya dimulai dengan well-defined issue dan kemudian
mecoba untuk mendeskripsikannya secara akurat. Hasil dari studi
kemudian adalah gambaran realistis terhadap situasi yang diteliti secara
mendetail guna menjawab rumusan masalah (Emziar, 2011:3). Oleh sebab
itu, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan mengapa pengelolaan hutan
mangrove di Kabupaten Lampung Selatan belum berjalan dengan baik
khusus nya di Kecamatan Ketapang Desa Berundung.
66
B. Lokasi Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini dilaksanakan di kantor Unit Pelaksanaan
Teknis Daerah Kesatuan pengelolaan hutan XIII Way Pisang dan
Kecamatan Ketapang Desa Berundung. Pemilihan lokasi penelitian ini
dikarenakan data maupun informasi bisa langsung didapat dari pemerintah
setempat maupun warga.
Gambar 2. Lokasi Penelitian
C. Fokus Penelitian
Fokus penelitian merupakan batasan masalah yang akan diangkat. Dalam
penelitian kualitatif, masalah diistilahkan dengan fokus penelitian yang
kemudian diturunkan menjadi pertanyaan penelitian. Di dalam rancangan
penelitian kualitatif, fokus kajian peneliti dan pokok soal yang akan
diteliti, mengandung dimensi-dimensi apa yang menjadi pusat perhatian
67
serta kelak di bahas secara mendalam pada penelitian (Abdul Aziz,
2003:41).
Penetapan fokus yang jelas dan mantap, seorang peneliti dapat membuat
keputusan yang tepat tentang data mana yang dikumpulkan dan mana yang
tidak perlu dicari datanya ataupun mana yang akan dibuang. Mengingat
pentingnya fokus penelitian untuk membuat penelitian lebih terarah dan
efisien. Penulis merumuskan fokus penelitian ini yaitu untuk
menanggulangi perubahan lahan hutan mangrove menjadi area tambak
yang dapat dilihat dari melalui beberapa indikator sebagai berikut:
1. Ekologi
a. Kualitas air
b. Habitat berbagai jenis fauna
c. Abrasi
2. Ekonomi masyarakat
a. Hasil berupa kayu
b. Hasil bahan kayu hasil hutan ikutan
3. Kebijakan KPH
a. Pembinaan
b. Rehabilitasi
c. Sosialisasi
d. Menjaga hutan mangrove
e. Melestarikan hutan mangrove
68
Peneliti akan melihat masalah yang terjadi yaitu pengalihan fungsi hutan
mangrove menjadi area tambak yang di lakukan masyarakat, dan
pengelolaan dari KPH XIII yang sekaligus memiliki wewenang dalam
pengelolaan hutan di lokasi tersebut. Hal ini akan di lihat dari tata kelola
KPH XIII di kabupaten Lampung Selatan peneliti tertarik ingin
menggunakan fungsi manajemen menurut George R Terry yaitu POAC
(Planning, Organizing, Actuating dan Controlling) yang didalamnya
terdapat indikator Man, Money, Material, dan Method.
D. Informan
Informan merupakan orang yang memberikan informasi sesuai dengan
kebutuhan penelitian. Informan ditentukan melalui sebuah teknik
penentuan yang dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu. Informan yang
ditentukan dalam penelitian ini ditentukan dengan purposive sampling.
Alasan peneliti menggunakan penentuan informan secara purposive
sampling karena peneliti meyakini bahwa informan yang dipilih adalah
sebagai aktor dan kelompok sasaran dari pengelolaan hutan mangrove di
kabupaten Lampung Selatan. Peneliti memfokuskan informan kepada:
Tabel 4. Informan Penelitian
No Nama Jabatan1. M.D Wicaksono Kepala Bidang Pengelolaan DES dan RHL2. Wahyudi Kurniawan Kepala UPTD KPH XIII3. Gunarto Sekertaris Desa dan Petani Tambak4. Untung Hartoyo Kelompok Petani Tambak5. Kusnoto Kelompok Petani Tambak6. Manakir Masyarakat Pengelola Tambak
Sumber: Diolah oleh peneliti (2018)
69
E. Jenis Data
Sumber data dalam penelitian suatu penelitian dapat berupa kata-kata,
tindakan dan tambahan data seperti dokumen dan lain-lain. Data yang
diklarifikasikan maupun dianalisa untuk mempermudah dalam
menghadapkan pada pemecahan permasalahan (Subagyo, 2006:87) yang
di perolehnya dapat berasal dari:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang langsung diambil dari sumbernya yaitu
berupa wawancara dengan informan yang dijadikan sample maupun
subyek dalam penulisan. Data primer, yaitu berupa kata-kata dan
tindakan yang bersumber dari informan serta peristiwa-peristiwa
tertentu yang berkaitan dengan fokus penelitian dan merupakan hasil
pengumpulan peneliti sendiri selama berada dilokasi penelitian. Data
primer di peroleh peneliti sebagai hasil dari proses pengumpulan data
dengan menggunakan tenik wawancara dan observasi. Data primer
dalam penelitian ini sebagai berikut:
Tabel 5. Data Primer
No Nama Jabatan1. M.D Wicaksono Kepala Bidang Pengelolaan DES dan RHL2. Wahyudi Kurniawan Kepala UPTD KPH XIII3. Gunarto Sekertaris Desa dan Petani Tambak4. Untung Hartoyo Kelompok Petani Tambak5. Kusnoto Kelompok Petani Tambak6. Manakir Masyarakat Pengelola Tambak
Sumber: Diolah oleh peneliti (2018)
70
2. Data Sekunder
Data Sekunder, yaitu data-data tertulis yang digunakan sebagai
informasi pendukung dalam analisis data primer. Data ini pada
umumnya berupa dokumen-dokumen tertulis yang terkait dengan
pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Lampung Selatan. Data
yang berupa gambaran umum mengenai hutan mangrove di kabupaten
lampung selatan, foto-foto dokumentasi, data-data yang terkait
mengenai hutan mangrove di kabupaten Lampung Selatan. Data
sekunder dalam penelitian ini sebagai berikut:
Table 6. Data Sekunder
No Sumber
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang PemerintahanDaerah
4. http://haluanlampung.com/index.php/berita-utama/4092-dishut-lamsel-bantah-hutan-mangrove-dibabat
5. http://www.cendananew
6. http://www.lampost.co
Sumber: Diolah oleh peneliti (2018)
F. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh berbagai data tersebut, maka dibutuhkan suatu teknik
dalam mengumpulkannya. Pengumpulan data merupakan salah satu
tahapan yang penting dalam penelitian, namun dalam sebuah penelitian
tidaklah cukup hanya sekedar mengumpulkan data,tetapi juga harus
71
menganalisanya.
Dalam pendekatan kualitatif untuk melakukan sebuah penelitian teknik
pengumpulan data dilakukan pada natural seting (kondisi yang alamiah),
sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak ke
observasi berperan serta (participan observation), wawancara mendalam
(in depth interview) dan dokumentasi.
Catherine marshall, gretchen b. Rossman, menyatakan bahwa “the
fundamental methods relied on by qualitative researchers for gathering
information are, participantion in the setting, direct observation, in-depth
interviewing, document review” (Sugiono, 2009:224).
Melakukan sebuah penelitian, analisis dapat dimulai sementara dengan
mengumpulkan data terlebih dahulu, namun analisis tersebut cenderung
tentatif dan tidak lengkap, karena data yang terkumpul nantinya dipakai
sebagai informasi yang valid dan representatif untuk menjawab masalah
dalam penelitian ini. Adapun teknik pengumpulan data yang akan
diaplikasikan meliputi :
1. Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila ingin
melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang
harus diteliti. Esterberg mendefinisikan “a meeting of two persons to
exchange information and idea through question and responses,
resulting in communication and joint construction of meaning about a
72
particular topic”. Esterberg mengemukakan beberapa macam
wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tidak
terstruktur (Sugiono, 2009:224).
Peneliti menyusun panduan wawancara berdasarkan fokus masalah
penelitian untuk dijadikan materi dalam wawancara agar menjadi
terarah dan tidak menyimpang. Peneliti menggunakan wawancara
semi terstruktur untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka
dan pihak yang di wawancarai diminta pendapatnya guna
mendapatkan informasi terkait permasalahan pengelolaan atas
konversi lahan hutan mangrove manjadi area tambak sehingga peneliti
dapat menemukan data yang lebih mendalam dengan mencatat dan
mendengarkan keterangan dari informan.
Wawancara tersebut dilakukan dengan cara bertemu langsung dan
melakukan langsung wawancara mendalam dengan bapak Wicaksono
selaku kepala bidang pengelolaan DES&RHL, selain itu peneliti juga
melakukan wawancara mendalam dengan bapak Wahyudi selaku
UPTD KPH XIII wilayah Lampung, agar mendapatkan data yang
valid maka peneliti juga melakukan wawancara kepada Kelompok
Petani Tambak dan pengelola tambak/penyewa tambak di Desa
Berundung Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan.
73
2. Observasi
Peneliti melakukan observasi atau pengamatan langsung dengan cara
peneliti secara langsung berkunjung dilokasi penelitian yaitu di Desa
Brundung Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan.
Observasi sudah mulai dilakukan tanggal 14 Februari 2018. Melalui
observasi peneliti mencari informasi yang lebih banyak dengan
melihat faktor-faktor apa saja yang bisa membuat pengelolaan hutan
mangrove di Kabupaten Lampung Selatan sudah sebagian besar
menjadi Kawasan Tambak.
ketika melakukan observasi peneliti juga mencocokan informasi yang
telah didapat dari informan setelah melakukan wawancara. Observasi
dilakukan dengan cara mengamati dan mendokumentasi area tambak
yang terkena abrasi di Desa Berundung Kecamatan Ketapang
Kabupaten Lampung Selatan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan peninggalan tertulis mengenai data berbagai
kegiatan atau kejadian yang dari segiwaktu yang relatif belum terlalu
lama (SilaendanWidiyono,2013:163). Pada studi dokumentasi
dokumen yang disajikan berupa informasi yang terkait dibutuhkan dan
digunakan peneliti. Dokumen yang diperoleh tersebut berupa hasil
inventarisasi petambak di hutan lindung REG. 1 Way Pisang, Kajian
penyesuaian UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan pada Dinas
74
Kehutanan Provinsi Lampung, transkrip wawancara, dan foto-foto
dokumentasi terkait objek yang di teliti.
G. Teknik Pengolahan Data
Peneliti telah memperoleh sejumlah data dari lapangan, sehingga peneliti
dituntut untuk melakukan pengolahan data yang telah terkumpul tersebut.
Adapun kegiatan pengolahan data dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Editing data
Editing data merupakan sebuah proses yang bertujuan agar data yang
dikumpulkan dapat memberikan kejelasan,mudah dibaca, konsisten
dan lengkap. Didalam tahap ini peneliti menyalin ulang hasil
wawancara dengan informan yang merupakan data mentah berupa
catatan peneliti yang berkaitan denganmemilah data atau informasi.
Tidak semua kutipan hasil wawancara, dan data yang diperoleh dari
dokumen yang didapatkan peneliti cantumkan. Namun hanya
informasi yang diperlukan saja yang ditampilkan, sementara
keterangan lengkapnya disajikan sebagai transkip wawancara atau
lampiran. Di dalam penelitian ini, teknik editing dilakukan pada data
yang telah diperoleh dari hasil wawancara dan dokumen.
75
2. Interprestasi Data
Interpretasi data yaitu data yang telah dideskripsikan baik melalui
tabel maupun narasi yang diinterprestasikan untuk kemudian
dilakukan penarikan kesimpulan sebagai hasil dari penelitian.
Interprestarsi data dalam penelitian ini yaitu pembahasan mengenai
pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Lampung Selatan.
Dalam penelitian ini, kutipan wawancara yang ditampilkan merupakan
penyederhanaan atau penafsiran terhadap maksud dan arti dari
informasi yang disampaikan. Interprestasi dilakukan dengan cara
menghubungkan hasil wawancara dengan informan dengan teori-teori
pada tinjauan pustaka dan dokumen lainnya, sehingga diperoleh
analisis yang tepat.
H. Teknik Analisis Data
Penelitian kualitatif, teknik analisis data yang digunakan sudah jelas, yaitu
diarahkan untuk menjawab rumusan masalah atau menguji hipotesis yang
telah dirumuskan dalam bentuk proposal. Dalam penelitian kualitatif, data
diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik
pengumpulan trianggulasi (Sugiono, 2015:243). Teknik analisis dalam
penelitian ini menggunakan teknik analisis data yang dikembangkan oleh
Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (1992:15-20) yang
mencakup tiga langkah kegiatan guna melakukan analisis data dan
dilakukan bersamaan sebagai berikut:
76
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data menurut Miles dan Huberman (1992) adalah "The
process of selecting, focusing, simplifying,abstracting, and
transforming the ‘raw’ data that appear inwritten-up field notes. Data
reduction occurs continu ously through out the life of any qualitatively
oriented project.This is part of analysis.” Yaitu sebagai proses
pemilihan, pemutusan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan,
dan transpormasi data berlangsung terus menerus salama penelitian
berlangsung.
Bahkan sebelum data benar-benar terkumpul, antisipasinya akan ada
reduksi sudah tampak waktu penelitiannya memutuskan kerangka
konseptual wilayah penelitian, permasalahan peneliti, dan pendekatan
pengumpulan data yang dipilihnya. Selama pengumpulan data
berlangsung terjadilah reduksi data selanjutnya berupa membuat
ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus, membuat
partisi, menulis memo, dan sebagainya. Reduksi data terus berlanjut
sesudah penelitian lapangan sambal laporan ahir tersusun.
Tahap reduksi data merupakan proses berfikir yang sensitif serta
memerlukan kecerdasan dan keluasan serta kedalaman seorang
peneliti. Bagi peneliti yang masih baru, dalam melakukan tahap
reduksi data ini dilakukan dengan mendiskusikannya dengan teman
atau orang yang dipandang ahli. Melalui diskusi tersebut, maka
wawasan peneliti akan berkembang, sehingga hasil data yang
77
dihasilkan merupakan temuan dan pengembangan teori yang
signifikan. Tahap ini dilakukan peneliti pada saat proses bimbingan
skripsi terhadap dosen pembimbing peneliti maupun kepada dosen
pembahas.
2. Penyajian Data (Data Display)
Melalui men-display data, maka akan memudahkan untuk memahami
apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa
yang telah dipahami tersebut. Oleh sebab itu, maka akan dapat
dipahami apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan, menganalisis
ataukah mengambil tindakan berdasarkan pemahaman yang didapat
dari penyajian-penyajian tersebut (Sugiyono, 2011:249). Penyajian
yang paling sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah
bentuk teks naratif. Sehingga dengan penyajian data ini akan terlihat
proses pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Lampung Selatan.
3. Verifikasi (Conclusion Drawing)
Langkah ke tiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan
Huberman adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi. Kesimpulan
awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah
bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada
tahap pengumpulan data berikutnya. Kesimpulan diverifikasi selama
kegiatan berlangsung, verifikasi mungkin sesingkat pemikiran
78
kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis selama ia menulis
suatu tinjuan ulang pada catatan lapangan.
Analisis data kualitatif merupakan upaya yang berkelanjutan,
berulang-ulang, dan terus menerus. Masalah reduksi data, penyajian
data dan penarik kesimpulan menjadi gambaran keberhasilan secara
berurutan sebagai rangkaian analisis yang saling susul menyusul.
I. Teknik Keabsahan Data
Trianggulation is qualitative cross-validation. It assesses the sufficiency of
the data according to the convergence of multiple data sources or multiple
data sources or multiple data collection procedures (wiliam wiesma dalam
sugiono, 2009:276). Teknik triangulasi yaitu teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.
Teknik triangulasi dipilih dalam penelitian ini karena dalam penelitian ini
menggunakan beberapa sumber data yang berasal dari wawancara dan
dokumentasi.
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data itu. Dalam penelitian ini teknik
triangulasi yang peneliti gunakan ialah yang dikembangkan oleh Denzim
(Moleong, 2007:331) teknik pemeriksaan untuk mencapai keabsahan yaitu
Triangulasi data peneliti menggunakan berbagai sumber data seperti
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Gambaran Umum Dinas Kehutanan Provinsi Lampung
1. Kondisi Umum Dinas Kehutanan Provinsi Lampung
Dinas Kehutanan Provinsi Lampung untuk memberikan kontribusi nyata
bagi terwujudnya “Lampung Sejahtera 2019”. Di bawah kepemimpinan
Ir. Syaiful Bachri, M.M, Prioritas dan fokus pembangunan ke depan
adalah mengembangkan industri Pariwisata bidang kehutanan,
Meningkatkan manfaat hutan untuk kesejahteraan masyarakat melalui,
Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Desa dan Hutan
Kemitraan serta penyelesaian konflik kawasan hutan.Dinas Kehutanan
Provinsi Lampung, Alamat Kantor : Jl. Zainal Abidin Pagar Alam
Rajabasa Telp. (0721) 703177 Fax. 705058 Bandar Lampung, 35144.
2. Tugas dan Fungsi Pokok Dinas Kehutanan Provinsi Lampung
Berdasarkan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 34 Tahun 2010
tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas pada Pemerintah
Provinsi Lampung bahwa Dinas Kehutanan Provinsi Lampung
mempunyai tugas pokok menyelenggarakan sebagian urusan
Pemerintahan Provinsi di bidang Kehutanan berdasarkan azas otonomi
yang menjadi kewenangan, tugas dekonsentrasi dan pembantuan serta
tugas lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Gubernur
81
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Dinas
Kehutanan Provinsi mempunyai fungsi :
a. Perumusan kebijaksanaan, pengaturan, perencanaan termasuk rencana
makro kehutanan dan pengurusan hutan yang bersifat operasional
lintas kabupaten/kota, termasuk tugas-tugas dekosentrasi dan tugas
pembantuan yang menjadi kewenangan provinsi;
b. Penyelenggaraan penunjukkan dan pengamanan batas Hutan Produksi
dan Hutan Lindung serta Taman Hutan Raya lintas kabupaten/kota;
c. Penyelenggaraan dan pengawasan atas rehabilitasi, reklamasi, sistem
silvikultur, budidaya dan pengolahan;
d. Pengawasan perbenihan, pembibitan, pupuk, pestisida, alat dan mesin
di bidang kehutanan;
e. Pelaksanaan fasilitasi, pemantauan dan evaluasi hutan kota;
f. Penyelenggaraaan pengelolaan taman hutan raya, hutan produksi dan
hutan lindung skala provinsi;
g. Perlindungan dan pengamanan pada kawasan hutan skala provinsi;
h. Penyusunan pedoman dan penyelenggaraan inventarisasi dan
pemetaan hutan, tata batas, rekonstruksi dan penataan batas kawasan
hutan produksi dan hutan lindung;
i. Penyelenggaraan dan penyediaan dukungan pengelolaan taman hutan
raya, pengurusan erosi, sedimentasi, produktivitas lahan pada Daerah
Aliran Sungai serta rehabilitasi dan reklamasi hutan produksi dan
hutan lindung;
82
j. Penetapan pedoman untuk penentuan tarif pungutan hasil hutan bukan
kayu skala provinsi;
k. Penyediaan dukungan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
teknis, penelitian dan pengembangan terapan bidang kehutanan;
l. Pemberian pertimbangan teknis perizinan skala provinsi, meliputi
pemanfaatan kawasan hutan, hasil hutan, jasa lingkungan,
pemanfaatan flora dan fauna yang tidak dilindungi dan pengolahan
hasil hutan;
m. Pelaksanaan penyusunan rancang bangun, pembentukan dan
pengusulan penetapan wilayah pengelolaan hutan lindung dan hutan
produksi serta pertimbangan teknis institusi wilayah pengelolaan
hutan;
n. Pemberian pertimbangan teknis rencana pengelolaan dan rencana
kerja dua puluh tahunan (jangka panjang), lima tahunan (jangka
menengah) unit Kesatuan Pengelolaan Hutan dan pertimbangan teknis
izin kegiatan lembaga konservasi skala provinsi;
o. Pelaaksanaan penilaian dan pengesahan rencana kerja tahunan (jangka
pendek) unit Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dalam wilayah
provinsi;
p. Turut serta secara aktif dalam menetapkan kawasan serta perubahan
fungsi dan status hutan;
q. Pelayanan administrasi dan ketatausahaan;
r. Pembinaan, pengendalian, pengawasan dan koordinasi dibidang
kehutanan; dan
83
Pelaksanaan tugas lain yang diberikan gubernur sesuai tugas dan
fungsinya.
3. Program Kerja Dinas Kehutanan Provinsi Lampung
Dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Provinsi Lampung tahun 2015-2019, Dinas Kehutanan mendukung
pencapaian misi 1 dan 4 dengan sasaran pembangunan selama 5 tahun
ke depan, yaitu :
a. Meningkatkan pengembangan pemanfaatan hasil hutan kayu, non
kayu dan fasilitasi industri pengolahannya serta pemanfaatan jasa
lingkungan dan wisata alam
b. Berkurangnya kerusakan hutan dan lahan kritis pada DAS Prioritas
sehingga dapat mengurangi resiko bencana alam dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan komoditas kehutanan
c. Menurunnya gangguan terhadap kawasan hutan dan wildlife
trafficking sampai dengan batas minimal daya dukung sumberdaya
hutan, menurunya tingkat konflik manusia satwa, serta terkendalinya
kebakaran lahan dan hutan secara efektif
d. Terwujudnya kemantapan status kawasan hutan dalam mendukung
pengelolaan hutan lestari
e. Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja pelayanan publik
Sasaran tersebut akan dicapai melalui 4 Program pembangunan :
a. Program Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Hutan (Misi 1)
b. Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Misi 4)
84
c. Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Hutan
(Misi 4)
d. Program Perencanaan dan Pengembangan Hutan (Misi 4)
Sedangkan fokus kegiatan ke depan sesuai Arahan Kepala Dinas
Kehutanan adalah :
a. Peningkatan pelayanan publik terkait penyediaan data dan informasi
pembangunan kehutanan serta perizinan bidang kehutanan, baik
melalui website ataupun media sosial lainnya.
b. Dinas Kehutanan harus mendukung Program Pemerintah Provinsi
Lampung terkait Pengembangan Industri Pariwisata di Provinsi
Lampung. Kedepan harus dilakukan identifikasi potensi spot-spot
berupa wisata alam, wisata agro ataupun produk-produk unggulan
lainnya di bidang kehutanan yang layak dijadikan destinasi wisata.
Selanjutnya membangun sarana prasarana untuk mendukung potensi
tersebut.
c. Mengoptimalkan Manfaat hutan untuk kesejahteraan masyarakat
melalui Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat
(HTR), Hutan Desa (HD) dan Hutan Kemitraan (HK) tetap menjadi
prioritas dengan didukung data dan informasi yang akurat terkait
analisis ekonomi sebelum dan sesudah ikut program.
d. Identifikasi desa-desa yang seluruh/sebagian wilayahnya berada di
kawasan hutan sebagai dasar mengambil kebijakan.
85
B. Gambaran Umum UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan XIII wilayahLampung
1. Kondisi Umum Kesatuan Pengelolaan Hutan XIII Wilayah Lampung
Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 06 Tahun 2008
tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
Kabupaten Lampung Selatan. Sebagaimana telah diubah Peraturan
Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 04 tahun 2010.
2. Tugas dan Fungsi Pokok Kesatuan Pengelolaan Hutan XIII WilayahLampung
Kelompok pengelolaan hutan register 1 mempunyai rincian tugas sebagai
berikut :
a. Mempersiapkan program dan kebijaksanaan teknis di bidang
Kehutanan dalam rangka pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas
pokok, fungsi dan kewenangan dinas;
b. Mempimpin, membina mengoordinasikan, membantu dan
mengendalikan pelaksanaan program dan kebijaksanaan teknis di
bidang Kehutanan agar sesuai perencanaan yang telah ditentukan;
c. Menyusun, merumuskan dan mempersiapkan program di bidang
kehutanan, sebagaimana pedoman pelaksana tugas;
d. Membina, memantau dan mengendalikan pelaksanaan program
kegiatan agar terlaksana sesuai dengan perencanaan yang telah
ditentukan;
e. Mengoordinasikan pelaksanaan tugas dengan Dinas Instansi terkait
dalam bidang kehutanan agar terjadi kesamaan persepsi dan kesatuan
langkah dan gerak dalam pelaksanaan pembangunan;
86
f. Mempelajari peraturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan Kehutanan sebagai acuan dalam pelaksanaan tugas;
g. Membagi habis tugas Dinas Kehutanan di bidang teknis dan
administrasi kepada bawahan, agar setiap aparatur yang berada di
lingkungan Dinas Kehutanan mempunyai dan memahami beban
tugas dan tanggung jawabnya masing-masing;
h. Memberi petunjuk teknis dan pengarahan serta bimbingan kepada
bawahan tentang pelaksanaan tugas, untuk menghindari terjadinya
penyimpangan dalam pelaksanaan tugas;
i. Memberikan usulan dan pertimbangan kepada atasan tentang
langkah-langkah dan kebijaksanaan yang akan diambil di bidang
pendapatan daerah;
j. Memberikan usulan dan pertimbangan kepada atasan tentang
langkah-langkah dan kebijaksanaan yang akan diambil;
k. Memberikanpertimbangan kepada atasan tentang langkah-langkah
dan kebijaksanaan yang akan diambil;
l. Menilai aktifitas, kreatifitas dan produktifitas pelaksanaan tugas dari
bawahan.
1. Kepala Bidang Pengusahaan Hutan mempunyai rincian tugas sebagai
berikut:
a. Melaksakan koordinasi dengan seluruh Sub Dinas dan Bagian
Kesekretariatan dalam rangka menyusun program kerja Dinas
Kehutanan sebagai pedoman Anggaran Pemdapatan dan Belanja
87
Dinas, serta rencana kerja pada Sub Bidang Pengusahaan Hutan untuk
dijadikan acuan dalam pelaksanaan tugas;
b. Memimpin, mengerahkan serta memantau bawahan dalam
melaksakan tugas bidang pengusahaan hutan yang meliputi
penyelenggaraan perizinan, pemanfaatan hasil hutan kayu serta flora
dan fauna yang tidak dilindungi, melaksakan pengaturan dan
penyusunan pedoman tarif pungutan hasil hutan bukun kayu dan tata
usaha peredaran hasil hutan, melakukan pembinaan penyelenggaraan
pengembangan hutan tanaman serta pemanfaatannya;
c. Menpelajari peraturan perundang-undangan yang behubungan dengan
bidang kehutanan serta peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan bidang pengusahaan hutan sebagai landasan
dalam pelaksanaan tugas Sub Bidang Pengusahaan Hutan;
d. Membagi tugas Sub Bidang Pengusahaan Hutan kepada bawahan,
agar setiap aparatur yang ada memahami tugas dan tanggung
jawabnya masing-masing;
e. Menerima, mempelajari laporan dan saran dari bawahan sebagai
masukan untuk dijadikan bahan dalam penyusunan program kerja
selanjutnya;
f. Memberi motifasi kepada bawahan agar mampu melaksakan tugas
secara berdayaguna dan berhasilguna;
g. Mengevaluasi hasil kerja bawahan;
h. Melakukan kerja sama dengan unit kerja yang ada guna menunjang
kelancaran pelaksaan tugas;
88
i. Membuat laporan kepada Kepala Dinas sebagai masukan untuk
dijadikan bahan dalam menyusun program kerja kantor lebih lanjut;
dan
Melaksanakan tugas kedinasaan lainnya yang diberikan oleh atasan.
2. kepada Bidang Rehabilitasi dan Hutan Kemasyarakatan mempunyai
rincian tugas sebagai berikut :
a. Melaksanakan koordinasi dengan seluruh Bidang dalam rangka
penyusunan program kerja Dinas Kehutanan sebagai pedoman
Anggaran Pendapatan dan Belanja Dinas, serta rencana kerja BIdang
Rehabilitasi dan Hutan Kemasyarakatan untuk dijadikan bahan acuan
dalam pelaksanaan tugas;
b. Memimpin dan mengarahkan serta memantau bawahan dalam
melaksanakan tugas Bidang Rehabilitasi dan Hutan Kemasyarakatan
yang meliputi penyelenggaraan rehabilitasi hutan, lahan dan pesisir
pantai, pengadaan bibit tanaman rehabilitasi, pembinaan penyulihan
kehutanan, penyelenggaraan pelatihan masyarakat dan petugas,
penyelenggaraan kerjasama dengan pihak lain dan penyelenggaraan
pengurusan hutan kemasyarakatan;
c. Mempelajari peraturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan bidang kehutanan serta peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan bidang rehabilitasi dan hutan kemasyarakatan
sebagai landasan dalam pelaksanaan tugas;
89
d. Membagi tugas bidang rehabilitasi dan hutan kemasyarakatan kepada
bawahan, agar setiap aparatur yang ada memahami tugas dan
tanggung jawabnya masing-masing;
e. Menerima, mempelajari laporan dan saran dari bawahan sebagai
masukan untuk dijadikan bahan dalam penyusunan program kerja
selanjutnya;
f. Memberikan motivasi kepada bawahan agar mampu melaksanakan
tugas secara bedayaguna dan berhasilguna;
g. Mnegevaluasi hasil kerja bawahan;
h. Melakukan kerjasama dengan unit kerja yang ada guna menunjang
kelancaran pelaksanaan tugas;
i. Membuat laporan kepada Kepala Dinas sebagai masukan untuk
dijadikan bahan dalam menyusun program kerja dinas lebih lanjut;
dan
Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberikan atasan.
3. kepada Bidang Perlindungan Hutan mempunyai rincian tugas sebagai
berikut :
a. Melaksanakan koordinasi dengan seluruh Bidang dan
Kesekretariatan dalam rangka penyusunan program kerja Dinas
Kehutanan sebagai pedoman Anggaran Pendapatan dan Belanja
Dinas, serta rencana kerja BIdang Perlindungan Hutan untuk
dijadikan bahan acuan dalam pelaksanaan tugas;
b. Memimpin dan mengarahkan serta memantau bawahan dalam
melaksanakan tugas Bidang Perlindungan Hutan meliputi kegiatan
90
penegakan hukum bidang kehutanan, penyiapan dan pengaturan
tenaga dan sarana perlindungan hutan serta penanggulangan
gangguan hutan, agar pelaksanaan tugas dapat berjalan sesuai
dengan program kerja yang telah disusun;
c. Mempelajari peraturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan bidang kehutanan serta peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan bidang perlidnungan hutan sebagai landasan
dalam pelaksanaan tugas;
d. Membagi tugas bidang perlindungan hutan kepada bawahan, agar
setiap aparatur yang ada memahami tugas dan tanggung jawabnya
masing-masing;
e. Memberikan motivasi kepada bawahan agar mampu melaksanakan
tugas secara berdayaguna dan berhasilguna;
f. Menerima, mempelajari laporan dan saran dari bawahan sebagai
masukan untuk dijadikan bahan dalam penyusunan program kerja
selanjutnya;
g. Mengevaluasi hasil kerja bawahan;
h. Melakukan kerjasama dengan unit kerja yang ada guna menunjnag
kelancaran pelaksanaan tugas;
i. Mmebuat laporan kepada Kepala Dinas sebagai masukan untuk
dijadikan bahan dalam menyusun program kerja dinas lebih lanjut,
dan
j. Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberikan atasan.
91
Terwujudnya Pengelolaan Hutan Lestari dan Berkeadilan.
hutan;
yang partisipatif;
meningkatkan kesejakteraan masyarakat;dan
sebagai dasar pengelolaan hutan.
meningkatkan kesejakteraan masyarakat dan pendapatan daerah.
yang berasal dari hutan negara maupun hutan rakyat untuk
meningkatkan kesejakteraan masyarakat dan pendapatan daerah.
3. Visi Dan Misi Kesatuan Pengelolaan Hutan XIII Wilayah Lampung
a. Visi
b. Misi
1. Memantapkan kawasan hutan dan data informasi kehutanan;
2. Memantapkan penyelenggaraan perlindungan hutan dan sumber daya
3. Meningkatkan kualitas hutan dan kelembagaan pengelolaan hutan
4. Mendayagunakan sumber daya hutan secara optimal untuk
5. Meningkatkan produksi hasil hutan dan industri primer hasil hutan.
c. Tujuan
1. Meningkatkan kepastian hukum kawasan hutan dan data informasi
2. Menurunnya gangguan keamanan hutan dan hasil hutan
3. Mengurangi lahan kritis di dalam dan di luar kawasan hutan
4. Meningkatkan pemanfaatan potensi sumber daya hutan untuk
5. Meningkatkan produksi hasil hutan dan aneka usaha kehutanan baik
92
a. UPTD KPH XIII Provinsi Lampung
b. Sekretaris
1. Kepala Sub Bagian Keuangan
2. Kepala Sub Bagian Umum
3. Kepala Sub Bagian Perencanaan
c. Kepala Bidang Perlindungan Hutan
1. Kepala Seksi Tenaga dan Sarana Perlindungan
2. Kepala Seksi Penegakan Hukum Kehutanan
3. Kepala Seksi Pengendalian Hama, Penyakit Tanaman dan
Kebakaran Hutan
d. Kepala Bidang Inventarisasi Tata Guna dan Pengembangan
1. Kepala Seksi Pemetaan dan Tata Batas Kawasan
2. Kepala Seksi Tata Guna Hutan
3. Kepala Seksi Pendataan dan Pengembangan
e. Kepala Bidang Rehabilitasi dan Hutan Kemasyarakatan
1. Kepala Seksi Hutan Kemasyarakatan
2. Kepala Seksi Rehabilitasi
3. Kepala Seksi Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan
f. Kepala Bidang Pengusahaan Hutan
1. Kepala Seksi Perizinan
4. Sturuktur Organisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan XIII WilayahLampung
93
2. Kepala Seksi Pembinaan Hutan Tanaman dan Aneka Usaha
Kehutanan
3. Kepala Seksi Pengelolaan dan Peredaran Hasil Hutan
g. Kepala Unit Pelaksana Teknis Rayon I sampai Vdan KPHL.
1. Keadaan Umum Desa Bandar Agung Kecamatan Seragi dan DesaBerundung Kecamatan Ketapang
Desa Bandar Agung dan desa Berundung merupakan desa yang letaknya
berdampingan akan tetapi, desa Bandar Agung merupakan wilayah
adiministrasi kecamatan Sragi dan Berundung merupakan wilayah
adiminstrasi kecamatan Ketapang. Desa Bandar Agung dan desa
Berundung memiliki posisi yang strategis karena kedua desa ini berada di
pinggir jalan utama yang melintasi Kabupaten Lampung Selatan dan
Lampung Timur desa ini juga berada di pinggir laut, wilayah administrasi
desa Bandar agung memiliki batas-batas sebagai berikut:
Sebelah Utara : berbatasan dengan kabupaten Lampung Timur
Sebelah Selatan :bebatasan dengan desa Berundung dan desa
Sidoasih kecamatan Ketapang
Sebelah Barat : berbatasan dengan desa Kuala sekampung
Sebelah Timur : berbatasan dengan laut
Tutupan lahan di desa Bandar agung dan desa berundung terdir idari:
a. Semak belukar
b. Persawahan
C. Gambaran Umum Desa Yang Wilayahnya Merupakan Kawasan HutanLindung REG 1 Way Pisang
94
c. Pemukiman
d. Kebun tanaman semusim
e. Tambak
f. Rawa dengan pohon bakau, api-api dll.
Aliran sungai kewilayah desa Bandar agung dan Berundung merupakan
aliran dari DAS sekampung dan SUBDAS way pisang, sungai-sungai ini
di manfaatkan untuk mengaliri irigasi sawah. Iklim di desa ini sama
halnya dengan daerah lain di kabupaten Lampung Selatan. Iklimnya di
pengaruhi oleh adanya pusat tekanan rendah dan tekanan tinggi yang
berganti didaratan sentra Asia dan Australia pada bulan januari dan juli.
Akibat pengaruh angin muson, maka daerah Lampung Selatan tidak
terasa adanya musim peralihan (pancarola) antara musim kemarau dan
musim hujan.
2. Penduduk
Jumlah penduduk di desa Bandar Agung kecamatan Seragi berdasarkan
hasil proyeksi penduduk tahun 2016 berjumlah 5.884 jiwa yang terdiri
dari 3.125 jiwa penduduk laki-laki dan 2.751 perempuan atau sebanyak
1.925 KK (Kartu Keluarga). Jumlah penduduk desa berundung
kecamatan ketapang berdasarkan hasil proyeksi penduduk tahun 2016
berjumlah 2.303 jiwa yang terdiri dari 1.170 jiwa laki-laki dan 1.134 jiwa
perempuan atau sebanyak 659 kepala keluarga.
95
Berdasarkan data yang ada, penduduk kedua desa tersebut secara garis
besar dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu penduduk asli
Lampung dan penduduk asli pendatang. Penduduk yang berdomisili di
kedua desa ini terdiri bermacam-macam suku dari seluruh Indonesia.
Seperti dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi,
Sumatra Selatan, Sumatra Barat, Sumatra Utara, Aceh, dan lain-lain.
Dari semua suku tersebut, yang merupakan penduduk pendatang yang
terbesar adalah berasal dari pulau jawa (jawa barat, jawa tengah, jawa
timur, banten dan Sulawesi). Besarnya penduduk Lampung Selatan yang
berasal dari pulau jawa dimungkinkan oleh adanya kolonisasi pada
zaman penjajahan Belanda, dan dilanjutkan dengan transmigrasi pada
masa setelah kemerdekaan, disamping perpindahan penduduk secara
swakarsa dan spontan. Mata pencarian penduduk desa Bandar agung
sebagian besar adalah petani, mata pencarian lainya adalah nelayan,
pedangang, peternak ikan dan buruh.
3. Adat Istiadat
Beranekaragaman suku bangsa yang bertempat tinggal di kedua desa ini,
maka masing-masing mempunyai adat istiadat sendiri-sendiri, yang
dalam garis besarnya dapat digolongkan dalam dua kelompok yaitu
kelompok penduduk asli (suku lampung) dan kelompok penduduk
pendatang (dari luar daerah lampung).
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa belum baiknya
pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Lampung Selatan. Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan di Desa Berundung kecamatan Ketapang
Kabupaten Lampung Selatan ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Tiga faktor yang dilihat dari permasalahan alih lahan hutan mangrove
menjadi area tambak yaitu ekologi, ekonomi masyarakat dan kebijakan
Kesatuan Pengelolaan Hutan. Dari ketiga faktor tersebut yang pertama,
manfaat dari ekologi sudah tidak berfungsi baik dari kualitas air, hilangnya
habitat jenis fauna dan sering mengalami abrasi. Kedua, manfaat ekonomis
dari hasil berupa kayu sangat di manfaatkan masyarakat tetapi diambil
dengan cara yang tidak baik, hasil bahan kayu tidak dimanfaatkan oleh
masyarakat karena masyarakat tidak mempunyai pengetahuan tentang
manfaat dari hasil bahan kayu tersebut. Ketiga, kebijakan Kesatuan
Pengelolaan Hutan Hal yang baru dilakukan yaitu Rehabilitasi dan
sosialisasi karena masih banyaknya masyarakat yang minimnya
pengetahuan sehingga tidak ada rasa untuk menjaga dan melestarikan
hutan mangrove.
2. Analisis pengelolaan berdasarkan Planning/perencanaan Sejak
dibentuknya Kesatuan Pengelolaan Hutan. KPH XIII wilayah Lampung
belum mempunyai RPHJP (Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang)
yang mana di dalamnya tertera perencanaan pengelolaan hutan mangrove.
Adapun program mengenai hutan mangrove yang berada di Reg 1 Way
Pisang yaitu sosialisasi, pembinaan, penanaman rehabilitasi dalam skala
kecil dan rencana yang akan dilakukan 2018 ini yaitu untuk membina
masyarakat akan dijadikan ekowisata dikawasan hutan lindung. Dalam
perencanaan masyarakat tidak dilibatkan, perencanaan hanya dibuat oleh
KPH XIII yang mendapatkan anggaran dari APBD provinsi dan APBN
Bapedas.
Pada tahap Organizing/pengorganisasian KPH XIII melibatkan masyarakat
dalam pengelolaan hutan mangrove yaitu kelompok petani tambak tanpa
melibatkan masyarakat pengelola tambak yang masih produktif dan
masyarakat sekitar. Dalam Actuating/pelaksanaan adapun program yang
berjalan yaitu rehabilitasi skala kecil bersama anak-anak smp, melakukan
penyuluhan pada akhir Oktober 2017, sosialisasi untuk lebih memperingati
pengelola tambak yang masih produktif. Contolling/pengawasan dalam
pengelolaan hutan mangrove ini melibatkan polisi kehutanan dan
masyarakat. Lemahnya pengawasan sehingga masih ada oknum-oknum
masyarakat yang menebang mangrove dan membuka lahan baru, dalam
pengelolaan ini ternyata tidak ada pangsuakarsa dan tidak melakukan
pembinaan kepada masyarakat yang masih produktif mengelola tambak.
173
Kurangnya anggaran menyebabkan pengelolaan hutan mangrove dapat
dikatakan belum maksimal.
3. Lemahya pengawasan dari dinas kehutanan provinsi Lampung maupun
KPH XIII wilayah Lampung menyebabkan meluasnya pertambakan
masyarakat di kawasan hutan lindung Register 1 Way Pisang. Hal tersebut
juga dikarenakan tidak adanya penegakan hukum dan sangsi yang tegas
yang dilakukan oleh KPH XIII. Masih minimnya kesadaran masyarakat
dalam menjaga dan melestarikan hutan mangrove, disebabkan masyarakat
belum merasakan dampak secara langsung yang dalam jangka panjang
akan mengalami peningkatan abrasi dari laut.
B. Saran
1. Untuk Kesatuan Pengelolaan Hutan XIII yang memiliki wewenang dalam
pengelolaan hutan mangrove yang ada di kabupaten Lampung Selatan,
sebaiknya lebih aktif dalam melakukan pembinaan dan memberikan
pendidikan kepada petani tambak maupun masyarakat sekitar tentang
manfaat dan pentingnya hutan mangrove. Selain itu, Kesatuan Pengelolaan
Hutan harus lebih tegas kepada pemilik tambak dengan memberikan
penegakaan sangsi kepada seluruh oknum-oknum yang membuka lahan
pertambakan di kawasan hutan lindung yang hakikatnya kawasan hutan
lindung harus di lindungi dan dilestarikan.
174
2. Harus ada lembaga tim pengamanan terpadu sebagai mitra dalam
pengamanan dan perlindungan hutan, serta melibatkan para pihak
diantaranya unsur keamanan yaitu kepolisian (Polsek) dan TNI (Koramil).
Agar hutan mangrove dapat terjaga dan lestri, sehingga meminimalisir
kerusakan harus mangrove dan pelebaran luasan tambak.
3. Untuk Kesatuan Pengelolaan Hutan XIII Perlu adanya pendataan ulang
kembali kelompok petani tambak yang masih produktif dalam mengelola
tambak, karna sudah sebagian kelompok petani tambak yang tergabung
sudah tidak menjadi petani tambak lagi.
4. Kesatuan pengelolaan hutan XII harus membentuk lagi pangsuakarsa, agar
tidak hanya pemerintah yang menjaga dan melestarikan hutan mangrove
tetapi masyarakat di desa tersebut ikut serta dalam menjaga dan
melestarikannya.
175
DAFTAR PUSTAKA
Buku:Adisasmita, Rahardjo. 2011.Pengelolaan Pendapatan dan Anggaran Daerah.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arief, Arifin. 2001. Hutan dan Kehutanan. Yogyakarta: Kanisius.
Bugin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. 2003. Jakarta: RajawaliPers.
Emzir. 2011. Metodelogi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: PTRajagafarindo Persada.
Hasibuan, S. P. M. 2009. Manajemen Dasar Pengertian dan Masalah. Buku.BumiAksara. Jakarta.
Harahab, Nuddin. 2010. Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove DanAplikasinya Dalam Perencanaan Wilayah Pesisir. Yogyakarta: GrahaIlmu.
Harianto, Sugeng dkk. 2015. Mangrove Pesisir Lampung Timur. Lampung.
Husien, Harun. 1995. Lingkungan Hidup. Jakarta: Bumi Perkasa.
Irwan, Zoeraini Djamal. 2010. Prinsip-Prinsip Ekologi Ekosistem, Lingkungandan Pelestariannya. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Istianto, Bambang. 2011. Manajemen Pemerintahan Dalam Perspektif PelayananPublik.Jakarta:Mitra Wancana Media.
Kansil Dan Christine. 2008. Pemerintahan Daerah Di Indonesia. Jakarta: SinarGrafika.
Keban, Yeremias T. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik : Konsep,Teori dan Isu. Yogyakarta : Penerbit Gava Media.
Maleong, Lexy J. 2013. Metodelogi Penelitian Kualitatif.Bandung: Rosda.
Mulyadi, Deddy. 2016. Studi Kebijakan Publik Dan Pelayanan Publik. Bandung:Alfabeta.
Neolaka, Amos. 2008. Kesadaran Lingkungan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Nurrochmat, Dodik Ridho. 2010. Strategi Pengelolaan Hutan. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Purnobasuki, H. 2012. AncamanTerhadapHutan Mangrove Di Indonesia DanLangkahStrategisPencegahannya.jakarta: PT SinarGrafika
Rahmadi, Takdir. 2011. Hukum Lingkungan Di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo.
Rahmawaty.2006. UpayaPelestarianMangroveberdasarkanPendekatanMasyarakat.FakultasPertanianUniversitas Sumatra Utara. Medan
Redi, Ahmad. 2014. Hukum Sumber Daya Alam Dalam Sektor Kehutanan.Jakarta: PT Cahaya Prima Sentosa.
Salim. 2003. Dasar-Dasar Hukum Kehutanan. Jakarta: PT Sinar Grafika.
Salim, dkk. 2009. Pendidikan Lingkungan. Jakarta: Universitas Indonesia(UI-Press)
Sagala, Poras. 1994. Mengelola Lahan Kehutaan Indonesia. Jakarta: YayasanObor Indonesia.
Siswanto, H.B. 2007. Pengantar Manajemen. Jakarta: Bumi Perkasa
Subagyo, Joko P. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sugianto dan Saiful Fikri. 2016. Ekonomi Sumber Daya Alam. Yogyakarta: UPPSTIM YKPN.
Sugiono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:Alfabeta.
Suharno. 2013. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Yogyakarta: Ombak.
Terry, George R. 1986. Asas-AsasManajemen. Bandung: Alumni.
Terry, George R. 2010. Dasar-DasarManajemen. Jakarta: BumiAksara
Tim PSDHBM Watala. 2001. Kepastian Pengelolaan Dikawasan Hutan Negara.Lampung: Pustaka Watala.
Zain, Alam Setia. 1997. Hukum Lingkungan Konservasi Hutan. Jakarta: PTRineka Cipta.
Jurnal:
Kambey, Steven Yohanes. 2015. “Pembagian Urusan Pemerintah Di BidangKehutanan”.Vol. 23 No. 1 :1-20
Pramudji. 2000. “Upaya Pengelolaan Hutan Mangrove Dilihat Dari AspekLingkungan”.Vol. 25 No 3, 2000 : 1-8
Purnaweni, Hartuti. 2014. “Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Di KawasanKendeng Utara Provinsi Jawa Tengah”. jurnal Ilmu Lingkungan. Vol.12No.1:53-65.
Sarwo Edi Saputra dan Agus Setiawan. 2014. “Potensi Ekowisata HutanMangrove Di Desa Merak Belatung Kecamatan Kalianda KabupatenLampung Selatan”.
Senoaji, Gunggungdan Muhamad Fajrin Hidayat. 2016. “Peranan EkosistemMangrove Di Pesisir Kota Bengkulu Dalam Mitigasi Pemanasan GlobalMelalui Penyimpanan Karbon(The Role Of Mangrove Ecosystem In TheCoastal Of City Of Bengkulu In Mitigating Global Warming ThroughCarbon Sequestration)”.Jurnal Manusia dan Lingkungan. Vol.23 No.3:327-333.
Sumber Dokumen:
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
Peraturan Gubernur Nomor 3 Tahun 2017
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata RuangWilayah Nasional.Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2013 tentang Rawa
Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional PengelolaanEkosistem Mangrove.
Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai
Sumber Internet:
http://www.cendananew.com
http://www.cendananews.com/2017/01/kawasan-hutan-gunung-rajabasa-kembali.html
http://haluanlampung.com/index.php/berita-utama/4092-dishut-lamsel-bantah-hutan-mangrove-dibabat
http://kph.menlhk.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=category
&id=118&Itemid=313