118
I - 1 Analisis performansi finansial industri batik berdasarkan faktor kompetensi industri kecil dan menengah (studi kasus pada industri kecil dan menengah batik di Surakarta) Oleh : Dwi Setya Maharani Putri S I.0302023 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Sektor Industri Kecil dan Menengah (IKM) mempunyai peran yang penting dalam proses perkembangan negara berkembang, tidak terkecuali di Indonesia. Peran IKM tersebut yaitu untuk mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kesejahteraan sosial, menyerap tenaga kerja, meningkatkan jumlah unit usaha dan mendukung pendapatan rumah tangga. IKM memberikan kontribusi sekitar 99 % dalam jumlah badan usaha di Indonesia dan mempunyai andil 99,6 % dalam penyerapan tenaga kerja (Kompas, 2001). Maka dari itu, Industri Kecil dan Menengah memberikan sumbangan yang cukup signifikan terhadap Pendapatan Nasional. Di Surakarta, IKM Batik baik yang memproduksi batik cap maupun batik tulis, memberikan kontribusi sebesar 37 % bagi Pendapatan Daerah (Gianie, Litbang Kompas, 2005). Definisi IKM menggunakan parameter jumlah tenaga kerja, yaitu industri yang mempekerjakan kurang dari 100 orang tenaga kerja. Hal ini mengacu pada pengertian IKM dari Biro Pusat Statistik (BPS, 2006) Batik menjadi satu dari tiga simbol identitas Surakarta selain Keraton dan Pasar Klewer. Batik adalah salah satu kerajinan yang telah lama ada dan makin mengangkat nama Surakarta dan menjadikan Surakarta sebagai pusat batik terbesar di Indonesia. Batik di Surakarta sudah memiliki pelanggan baik di dalam maupun di luar negeri. Menurut Menteri Negara Koperasi dan UKM Surya Dharma Ali, mutu batik Solo yang didominasi warna coklat kekuningan lebih baik dari batik China,

Analisis performansi finansial industri batik berdasarkan faktor .../Analisis... · Sektor Industri Kecil dan Menengah (IKM) mempunyai peran yang penting dalam proses perkembangan

  • Upload
    vongoc

  • View
    244

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

I - 1

Analisis performansi finansial industri batik berdasarkan faktor kompetensi industri kecil dan menengah (studi kasus pada industri

kecil dan menengah batik di Surakarta)

Oleh : Dwi Setya Maharani Putri S

I.0302023

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Sektor Industri Kecil dan Menengah (IKM) mempunyai peran yang penting

dalam proses perkembangan negara berkembang, tidak terkecuali di Indonesia. Peran

IKM tersebut yaitu untuk mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan

kesejahteraan sosial, menyerap tenaga kerja, meningkatkan jumlah unit usaha dan

mendukung pendapatan rumah tangga. IKM memberikan kontribusi sekitar 99 %

dalam jumlah badan usaha di Indonesia dan mempunyai andil 99,6 % dalam

penyerapan tenaga kerja (Kompas, 2001). Maka dari itu, Industri Kecil dan

Menengah memberikan sumbangan yang cukup signifikan terhadap Pendapatan

Nasional. Di Surakarta, IKM Batik baik yang memproduksi batik cap maupun batik

tulis, memberikan kontribusi sebesar 37 % bagi Pendapatan Daerah (Gianie, Litbang

Kompas, 2005). Definisi IKM menggunakan parameter jumlah tenaga kerja, yaitu

industri yang mempekerjakan kurang dari 100 orang tenaga kerja. Hal ini mengacu

pada pengertian IKM dari Biro Pusat Statistik (BPS, 2006)

Batik menjadi satu dari tiga simbol identitas Surakarta selain Keraton dan

Pasar Klewer. Batik adalah salah satu kerajinan yang telah lama ada dan makin

mengangkat nama Surakarta dan menjadikan Surakarta sebagai pusat batik terbesar di

Indonesia. Batik di Surakarta sudah memiliki pelanggan baik di dalam maupun di

luar negeri. Menurut Menteri Negara Koperasi dan UKM Surya Dharma Ali, mutu

batik Solo yang didominasi warna coklat kekuningan lebih baik dari batik China,

I - 2

Madura atau Papua. Di sisi lain, Industri Kecil dan Menengah Batik muncul karena

permintaan atau potensi yang ada seperti bahan baku, potensi maupun jumlah tenaga

kerja (Suara Merdeka, 2006).

Pusat IKM Batik di Surakarta berada di 5 Kecamatan, yaitu Laweyan, Jebres,

Serengan, Banjarsari dan Pasar Kliwon. Pusat IKM Batik juga diperkuat oleh

keberadaan galeri batik kuno terbesar dan terlengkap dalam menyajikan sejarah

perbatikan. Pada tahun 2004, Laweyan dicanangkan menjadi kampung batik oleh

Pemerintah Kota Surakarta. Banyak rumah batik yang membuka dan memajang

produk batiknya untuk pengunjung. Tapi sayangnya, Pemerintah Kota dan warga

kurang bisa memberi perhatian pada pelestarian kampung batik Laweyan (Tempo

Interaktif, 2004). Selain Laweyan, Kawasan batik Kauman yang terletak di

Kecamatan Pasar Kliwon juga merupakan pusat batik yang cukup dikenal. Banyak

penduduknya yang menjadi produsen batik dan pedagang batik seperti di kawasan

Laweyan. Dengan jumlah tenaga kerja yang kurang dari 100 orang, IKM Batik sering

tidak mampu menangkap peluang pasar yang membutuhkan jumlah volume produksi

yang besar. Selain itu, IKM Batik juga sering mengalami kesulitan dalam akses-akses

jasa keuangan dan konsultasi. Keterbatasan modal investasi juga menjadi hambatan

untuk peningkatan fungsi internal seperti pelatihan dan inovasi teknologi.

Berbeda dengan industri batik berskala besar, IKM Batik tidak memiliki

kapasitas kemampuan untuk mengatasi semua kekurangan yang dihadapinya, baik

dalam hal ketersediaan modal, manajemen maupun jaringan kerjasama. Sedangkan

perkembangan IKM Batik yang pesat dapat meningkatkan pendapatan daerah lebih

dari 37 %. Bagi Kota Surakarta, perkembangan IKM Batik yang menjadi kekuatan

ekonomi kerakyatan, dapat berkembang baik dalam ukuran jumlah unit usaha, nilai

produksi, investasi, maupun jumlah tenaga kerja yang dapat terserap. Hal inilah yang

menjadi dasar pertimbangan mengapa perlunya diidentifikasi faktor-faktor

kompetensi yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan IKM Batik. Dengan

mengetahui faktor kompetensi tersebut, diharapkan dapat membantu IKM Batik

dalam menumbuh kembangkan industrinya dengan melihat performansi finansialnya.

I - 3

1.2 PERUMUSAN MASALAH.

Bagaimana menganalisa performansi finansial IKM Batik di Surakarta

berdasarkan faktor Kompetensi Industri Kecil dan Menengah.

1.3 TUJUAN PENELITIAN.

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi IKM

Batik.

2. Mengidentifikasi variabel-variabel kompetensi yang dominan

membedakan kelompok klaster industri.

3. Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan tiap kelompok klaster industri.

1.4 MANFAAT PENELITIAN.

Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini adalah :

1. Bagi Pemerintah Kota Surakarta.

Variabel-variabel dominan yang berhasil diidentifikasi dalam penelitian

ini dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan sebagai

upaya perbaikan performansi Industri Kecil dan Menengah Batik di

Surakarta.

2. Bagi Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta.

Dapat memberikan gambaran performansi Industri Kecil dan Menengah

Batik di Surakarta secara menyeluruh. Sehingga dapat dilakukan tindak

lanjut untuk meningkatkan performansi Industri Kecil dan Menengah

Batik di Surakarta. Selain itu, penelitian ini dapat digunakan untuk

membantu perkembangan Industri Kecil dan Menengah Batik.

3. Bagi penyusun.

Mendapatkan pengalaman langsung mulai dari pengamatan penelitian,

pengolahan, pembahasan dan pengidentifikasian faktor-faktor dominan

apa saja yang berpengaruh terhadap performansi industri.

I - 4

1.5 PEMBATASAN MASALAH.

Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan beberapa batasan sebagai

berikut.

1. Data Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta yang dijadikan

penelitian adalah berdasarkan klasifikasi Kelompok Lapangan Usaha

Industri (KLUI) Biro Pusat Statistik yaitu yang berkode KLUI 32116 dan

32117.

2. Berdasarkan data Biro Penelitian Statistik 2002, Indutri Kecil adalah

industri yang mempekerjakan antara 5-19 orang karyawan. Sedangkan

Industri Menengah adalah industri yang mempekerjakan antara 20-99

orang karyawan.

1.1 SISTEMATIKA PEMBAHASAN.

Sistematika pembahasan penelitian ini dijelaskan sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang dilakukannya penelitian

pada Industri Kecil dan Menengah Batik yang tersebar di 5 kecamatan

di Surakarta yaitu Laweyan, Banjarsari, Jebres, Pasar Kliwon dan

Serengan yang merupakan pusat IKM Batik. Selain itu, bab ini akan

dipaparkan mengenai perumusan masalah penelitian terhadap IKM

Batik, tujuan dilakukan penelitian, manfaat penelitian bagi pemerintah,

Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta dan penyusun yang

dapat dijadikan acuan pertimbangan bagi perkembangan batik,

pembatasan masalah, asumsi-asumsi yang digunakan dan sistematika

pembahasan penelitian IKM Batik di Surakarta .

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini mejelaskan teori singkat yang menjadi dasar penelitian yang

berkaitan dengan konsep Kompetensi industri, faktor-faktor

pembangun Kompetensi industri, konsep performansi dan ukuran

performansi suatu industri. Pada bab ini juga dipaparkan mengenai

I - 5

pengumpulan data dan pengolahan data yang melibatkan teknik-teknik

multivariat yaitu Analisis Klaster dan Analisis Diskriminan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi uraian tentang metodologi yang digunakan dalam

penelitian Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta, disertai

penjelasan mengenai langkah-langkah dalam melakukan penelitian.

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Pada bab ini diuraikan tentang langkah-langkah penentuan metode

yang digunakan dalam pengumpulan data, mencakup pemilihan

ukuran-ukuran performansi yang akan digunakan dan variabel

kompetensi, tingkat kepentingan fktor dan variabel kompetensi yang

dihasilkan dari hasil kuesioner, teknik pengumpulan dan pengolahan

data yang digunakan serta penyusunan instrumen yang akan digunakan

dalam penelitian.

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

Bab ini terdiri dari analisis dan interpretasi hasil pengolahan data.

Analisis dan interpretasi hasil dilakukan masing-masing terhadap hasil

pengelompokan industri (hasil Analisis Klaster) dan variabel-variabel

kompetensi yang membedakan antar kelompok (hasil Analisis

Diskriminan)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini dipaparkan pokok-pokok hasil penelitian dan saran bagi

Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta untuk meningkatkan

performansinya. Serta saran untuk penelitian selanjutnya sehubungan

dengan keterbatasan yang ada pada penelitian ini.

I - 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH ( IKM).

Definisi IKM sulit untuk dijelaskan secara mutlak. Skala industri tergantung

pada berbagai faktor dan definisinya juga berbeda menurut perkembangan berbagai

negara. Di satu negara sekalipun, definisi tersebut juga berbeda-beda, tergantung

pada kepentingan instansi-instansi yang memberikan definisi. Namun, ukuran suatu

perusahaan mungkin ditentukan oleh kondisi-kondisi berikut :

1. Jumlah modal yang ditanam atau beredar.

2. Jumlah tenaga kerja.

3. Kapasitas produksi.

4. Market share atau kemampuan pemasaran.

5. Teknologi yang digunakan.

6. Kemampuan manajemen dan sebagainya.

Ukuran yang paling mudah untuk mendefinisikan skala industri adalah jumlah

pekerja. Oleh karena itu, IKM khususnya dalam perbandingan internasional adalah

perusahaan yang memperkerjakan sampai 100 karyawan. Industri kecil didefinisikan

dengan berbagai cara tergantung pada status ekonomi dan aspek laninnya, seprti

spesifikasi teknologi dan lainnya. Untuk mempunyai arti yang jelas tentang industri

kecil perlu pertimbangan khusus terhadap definisnya.

Berikut ini beberapa definisi IKM di Indonesia, menurut 3 instansi yang

berbeda.

1. Biro Pusat Statistik.

I - 7

Industri kecil adalah badan usaha yang memeperkerjakan antara 5 sampai 19

karyawan. Sedangkan industri menengah adalah badan usaha yang

memperkerjakan antara 20 sampai 99 orang karyawan.

2. Bank Indonesia.

Industri kecil adalah badan usaha yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a. Modalnya kurang dari Rp 20 juta,-

b. Untuk satu kali kegiatan produksi memerlukan uang paling banyak Rp 5

juta ,-

3. Departemen Perindustrian.

Definisi industri kecil diregulasi melalui surat keputusan Menteri Perindustrian

No/150/M/SK/7/1995 tentang ” Ketentuan Dan Perijinan Badan Industri ”.

Menurut ketentuan ini, industri kecil adalah :

1. Mempunyai aktiva perusahaan tidak lebih dari 600 juta, tidak termasuk

tanah dan gedung.

2. Pemiliknya adalah warga negara Indonesia ( pribumi ).

Definisi IKM yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan parameter

jumlah tenaga kerja, yakni industri yang memperkerjakan kurang dari 100 tenaga

kerja. Hal ini mengacu pada pengertian IKM (BPS,2006).

2.2 FAKTOR-FAKTOR KOMPETENSI PERUSAHAAN BERDASARKAN

PENELITIAN-PENELITIAN SEBELUMNYA.

Beberapa penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi performansi

perusahaan khususnya di lingkungan IKM sektor manufaktur akan diuraikan secara

ringkas berdasarkan beberapa penelitian yang dirujuk. Berikut ini adalah 3 penelitian

yang berhasil merumuskan faktor Kompetensi perusahaan, yang mempengaruhi

performansi perusahaan.

1. Industri Kecil Elektronika ( Atomsa, 1997 ).

I - 8

Pada penelitian mengenai Analisa Performansi Industri Kecil Berdasarkan

Persepsi Pengusaha yang mengidentifikasikan 7 faktor utama yang

mempengaruhi Performansi perusahaan. Faktor-faktor tersebut diuraikan

sebagai berikut.

a. Bahan baku.

b. Sumber Daya Manusia.

c. Program Promosi.

d. Kewirausahaan.

e. Finansial.

f. Teknologi.

g. Pemasaran.

2. Industri Sektor Logam dan Karet ( Tumenggung, 1999 )

Penelitian yang menganalisis hubungan antara Kompetensi dan Performasi

Industri ini mengidentifikasikan faktor-faktor Kompetensi industri sebagai

berikut :

1. Teknologi dan Produksi.

2. Sumber daya manusia

3. Pemasaran.

4. Finansial.

5. Pengadaan bahan baku.

6. Manajeman perusahaan.

Tabel 2.1 Faktor dan Variabel Kompetensi Industri

No. FAKTOR VARIABEL DESKRIPSI

1. Teknologi dan Produksi X1

X2

X3

X4

X5

Teknologi Proses

Teknologi Produk

Manufaktur Adaptif

Dukungan di Bidang Teknologi dan

Produksi

Fasilitas Perawatan

I - 9

2. Sumber Daya Manusia X6

X7

X8

X9

X10

Produktivitas Tenaga Kerja

Aktivitas Pengembangan SDM

Dukungan Di Bidang SDM

Kemampuan Operasional

Fleksibilitas Kemampuan SDM

3. Pemasaran X11

X12

X13

Jaringan Informasi Ke Pasar

Aktivitas Promosi

Dukungan di Bidang Pemasaran

4.

Keuangan

X14

X15

Kekuatan Modal

Dukungan di Bidang Finansial

Tabel 2.2 Faktor dan Variabel Kompetensi Industri (Lanjutan)

No. FAKTOR VARIABEL DESKRIPSI

5. Pengadaan Bahan Baku X16

X17

Pasokan Bahan Baku

Jaringan Pemasok

6. Manajemen Perusahaan X18

X19

X20

Manajemen SDM

Manajemen Finansial

Manajemen Integral

Sumber : Tumenggung (1999)

Penentuan keenam faktor utama Kompetensi tersebut dilakukan atas

pertimbangan sebagai berikut.

a. Teknologi dan Produksi.

Produksi adalah fungsi dasar yang membangun suatu industri. Fungsi

produksi memegang peranan vital dalam mencapai rencana strategis industri

karena aktivitas produksi merupakan aktivitas yang bertanggungjawab dalam

menghasilkan produk yang akan ditawarkan pada pelanggan.

Nilai tambah yang mampu dihasilkan oleh IKM Batik di Surakarta

bergantung kepada kemampuan untuk memilih dan menggunakan teknologi

yang tepat. Teknologi menentukan sejumlah maksimum output yang

I - 10

dihasilkan dari sejumlah tertentu input yang diberikan. Dalam penelitian ini,

teknologi dikaitkan dengan fasilitas dan elemen produksi yang dimiliki

industri dalam menjalankan aktivitas produksinya. Teknologi yang dimaksud

berhubungan dengan aktivitas yang berkaitan langsung dengan kegiatan

produksi, bukan untuk seluruh aktivitas pendukung lainnya, karena itu aspek

teknologi dikelompokkan bersama dengan aspek produksi. Hal ini

dikarenakan penggunaan teknologi untuk IKM khususnya dan sektor

manufaktur Indonesia secara umum, difokuskan pada aspek produksi dan

belum dianggap penting untuk aspek lain serta adanya keterbatasan modal

dan sumber daya lain untuk mengembangkan teknologi.

b. Sumber Daya Manusia ( SDM ).

Sumber daya manusia merupakan aset yang paling berharga pada suatu

organisasi. Ketersediaan tenaga kerja dengan kualitas dan kuantitas yang

diharapkan pada waktu yang dibutuhkan memegang peran kunci untuk dapat

melaksanakan aktivitas produksi (Atomsa,1997). Porter (1993)

mengidentifikasikan aspek SDM sebagai aktivitas penunjang yang merupakan

sumber keunggulan bersaing. Pada penelitian ini, aspek SDM lebih

ditekankan pada keterkaitannya dengan aktivitas produksi yang

mengandalkan SDM. Pada obyek yang diamati, konsentrasi tenaga berada

pada aktivitas produksi, sedangkan aktivitas lainnya hanya membutuhkan

sedikit tenaga kerja.

c. Pemasaran.

Aktivitas pemasaran merupakan salah satu fungsi utama pada suatu industri

dan berperan dalam membangun permintaan atas produk yang dihasilkan

industri dan menjaga hubungan yang responsif dengan pelanggan. Porter

(1993) juga mengatakan bahwa aspek pemasaran merupakan aktivitas primer

yang membangun rantai nilai industri. Bagi IKM khususnya, aspek pemasaran

merupakan aspek yang menjadi faktor penentu keberhasilan industri. Hal ini

disebabkan tanpa aktivitas pemasaran yang baik dan faktor kepercayaan pasar

I - 11

yang rendah terhadap IKM menyebabkan rendahnya tingkat penjualan.

Aktivitas pemasaran sangat penting untuk menjaga kontinuitas produksi.

d. Finansial.

Aspek finansial berperan dalam menjamin ketersediaan dana bagi seluruh

aktivitas organisasi dan mengarahkan industri untuk memanfaatkan sumber

daya finansialnya dengan bijak. Finansial juga merupakan salah satu aspek

yang paling berperan dalam lingkungan internal organisasi. Atomsa (1997)

juga menyatakan bahwa salah satu faktor yang paling dominan dalam

menentukan keberhasilan industri adalah masalah finansial yaitu ketersediaan

dana dan modal. Hal ini disebabkan lemahnya modal yang dimiliki industri

kecil sedangkan aktivitas produksi tidak mungkin dijalankan tanpa modal

yang cukup.

e. Pengadaan Bahan Baku.

Bahan baku menjadi elemen yang penting pada suatu proses produksi karena

bahan baku merupakan input proses produksi. Tanpa adanya ketersediaan

bahan baku dengan kualitas, kuantitas dan harga yang diharapkan pada waktu

yang dibutuhkan, maka kegiatan produksi tidak dapat berjalan. Atomsa

(1997) juga menyimpulkan bahwa bahan baku merupakan faktor yang

dominan dalam penelitiannya mengenai faktor penentu dalam keberhasilan

industri kecil elektronika.

f. Manajemen Perusahaan.

Aktivitas manajemen merupakan bagian dari aspek organisasi pada

lingkungan internal. Aktivitas manajemen merupakan aktivitas yang

dilakukan untuk mengelola semua aktivitas dan sumber daya yang dimiliki

IKM Batik di Surakarta agar dapat berfungsi secara optimal. Tanpa

manajemen yang baik, fungsi-fungsi pada suatu IKM Batik di Surakarta akan

berjalan tidak efisien dan pada akhirnya dapat menimbulkan gangguan pada

fungsi-fungsi tersebut dan bahkan dapat menghentikan seluruh aktivitas IKM

Batik di Surakarta.

I - 12

Variabel-variabel Kompetensi merupakan variabel dari masing-masing faktor

Kompetensi diatas. Dalam penelitian ini, digunakan 20 variabel Kompetensi yang

akan diukur pengaruh dan tingkat kepentingannya terhadap keberhasilan industri.

Pengukuran tersebut dilakukan berdasarkan persepsi pemiliknya.

a. Teknologi dan Produksi.

• Teknologi Proses

Tingkat perkembangan dan kecanggihan metode proses produksi dan

fasilitas produksi yang digunakan oleh IKM Batik di Surakarta.

• Teknologi Produk

Tingkat perkembangan produk yang dihasilkan IKM Batik di Surakarta

meliputi mutu, ciri, keragaman, kandungan bahan, kemudahan proses

produksi dan lain-lain.

• Manufaktur Adaptif

Tingkat kemampuan IKM Batik di Surakarta untuk melakukan perubahan

pada proses dan volume produksi untuk memenuhi perubahan pasar

didasarkan pada biaya dan waktu yang diperlukan untuk melakukan

perubahan.

• Dukungan di bidang teknologi dan Produksi

Dukungan dari pemerintah dan instansi lainnya sebagai upaya meningkatkan

kemampuan teknologi dan produksi industri, meliputi kebijakan dan

infrastruktur teknologi dan operasi.

• Fasilitas Perawatan

Kemampuan IKM Batik di Surakarta untuk menyediakan fasilitas perawatan

untuk menekan tingkat kegagalan peralatan (fasilitas produksi) yang

dimiliki.

b. Sumber daya Manusia.

• Produktivitas Tenaga Kerja

Kemampuan tenaga kerja menghasilkan output yang diharapkan diukur

dalam nilai output per tenaga kerja.

I - 13

• Aktivitas pengembangan SDM

Kemampuan IKM Batik di Surakarta dalam meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan SDM yang dimilikinya melalui proses pembelajaran dan

latihan di lingkunngan IKM Batik di Surakarta.

• Dukungan di bidang SDM

Dukungan dari pemerintah dan institusi lainnya untuk meningkatkan kualitas

(pengetahuan dan keterampilan) SDM yang dimiliki IKM Batik di Surakarta

berupa kebijakan dan infrastruktur (fisik dan kelembagaan) yang diperlukan.

• Kemampuan Operasional

Kemampuan tenaga kerja untuk mengoperasikan fasilitas produksi yang

dimiliki IKM Batik di Surakarta.

• Fleksibilitas kemampuan SDM

Tingkat fleksibilitas keahlian dan keterampilan tenaga kerja yang dimiliki

IKM Batik di Surakarta.

c. Pemasaran.

• Jaringan informasi ke pasar.

Sumber informasi dan akses yang memungkinkan untuk melihat dan meraih

peluang pasar yang ada dalam melakukan transaksi perdagangan.

• Aktivitas Promosi.

Usaha-usaha untuk memperkenalkan dan mempromosikan produk ke pasar.

• Dukungan di bidang pemasaran.

Dukungan pemerintah dan institusi lainnya di bidang pemasaran meliputi

kebijakan, informasi dan infrastruktur yang diperlukan.

d. Keuangan.

• Kekuatan Modal.

Ketersediaan modal untuk menjalankan usaha secara berkesinambungan.

• Dukungan di bidang Keuangan.

Dukungan pemerintah dan institusi lainnya di bidang keuangan seperti

fasilitas kredit, menghimpun dana bantuan, regulasi di bidang finansial dan

lain-lain.

I - 14

e. Pengadaan Bahan Baku.

• Pasokan bahan baku

Kemampuan IKM Batik di Surakarta untuk mendapatkan bahan baku yang

diperlukan sesuai dengan jumlah, harga, kualitas dan waktu yang diperlukan.

• Jaringan pemasok.

Kemudahan untuk mengakses dan menggunakan jaringan pemasok bahan

baku secara efisien.

f. Manajeman IKM Batik di Surakarta.

• Manajemen SDM

Kemampuan IKM Batik di Surakarta dalam mengelola SDM yang dimiliki.

• Manajemen Finansial.

Kemampuan IKM Batik di Surakarta dalam mengelola finansial.

• Manajemen Integral.

Kemampuan IKM Batik di Surakarta dalam mengelola keseluruhan aktivitas

secara integral.

3. Sentra batik di Laweyan, Surakarta. (Aristina W, 2006)

Penelitian ini berhasil merumuskan faktor-faktor yang merupakan kekuatan

dari sentra Batik Laweyan yaitu :

1. Faktor pemasaran dan penjualan,

2. Keterampilan dan teknologi,

3. Bahan baku dan proses produksi,

4. Pertalian dan jaringan,

5. Manajemen finansial dan pembiayaan.

Secara ringkas, faktor Kompetensi yang dirumuskan pada penelitian

sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut.

I - 15

Tabel 2.3 Rumusan faktor Kompetensi Penelitian Sebelumnya

I - 16

TAHUN JENIS IKM RUMUSAN FAKTOR

PENELITIAN PENELITIAN KOMPETENSI

1 Atomsa Analisa Performansi Industri Kecil 1997 Elektronika - Bahan Baku

Berdasarkan Persepsi Pengusaha - Sumber Daya Manusia

- Program Promosi

- Kewirausahaan

- Finansial

- Teknologi

- Pemasaran

2 Tumenggung Analisa Hubungan Kompetensi dan 1999 Logam dan Karet - Teknologi dan Produksi

Performansi Industri Kecil Dan - Sumber Daya Manusia

Menengah - Pemasaran

- Finansial

- Pengadaan Bahan Baku

- Manajemen Perusahaan

3 Aristina Identifikasi Potensi Pengembangan 2006 Sentra Batik Laweyan - Pemasaran dan Penjualan

Klaster Industri di Kota Surakarta - Keterampilan dan teknologi- Bahan Baku dan Proses

Produksi

- Pertalian dan Jaringan

- Manajemen Finansial dan

Pembiayaan

NO PENELITI JUDUL PENELITIAN

Sumber : Atomsa (1997), Tumenggung (1999) dan Aristina (2006)

2.2.1 Definisi Kompetensi.

Kompetensi merupakan suatu ukuran dari kombinasi kekuatan dan kelemahan

perusahaan pada area-area performansi tertentu (Tumenggung, 1999). Kompetensi

industri merupakan kompetensi dari perusahaan-perusahaan yang bergerak pada satu

sektor tertentu yang sejenis. Dalam penelitian ini, kompetensi industri menyangkut

kompetensi dari perusahaan-perusahaan yang bergerak pada sektor batik. Untuk

mendapatkan gambaran yang baik dalam menentukan variabel-variabel kompetensi

pada penelitian ini, dibutuhkan pengetahuan mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi performansi IKM Batik, dimulai dari lingkungan internal dan

eksternalnya, faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan bersaing IKM Batik

I - 17

secara umum dan faktor-faktor penentu keberhasilan pada sektor industri yang

diamati berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya.

2.3 PERFORMANSI INDUSTRI.

Pada suatu bisnis terdapat 3 fungsi pembangun utamanya, yaitu fungsi

produksi atau operasi, fungsi finansial atau keuangan dan fungsi Pemasaran

(Dilworth, 1993). Ukuran Performansi produksi merupakan ukuran Performansi yang

berkaitan langsung dengan aktivitas perusahaan dalam memproduksi, menyalurkan

dan menjul produknya. Oleh karena itu, ukuran performansi operasi berkaitan

langsung dengan variaber-variabel Kompetensi perusahaan. Sedangkan ukuran

performansi finansial dan pemasaran merupakan ukuran performansi yang sifatnya

tidak langsung berkaitan dengan aktivitas-aktivitas perusahaan, tetapi kedua ukuran

ini memberikan gambaran secara menyeluruh tentang keefektifan dan keefisienan

seluruh aktivitas yang dilakukan perusahaan. Bahkan kedua jenis ukuran performansi

ini paling banyak dijadikan rujukan dalam menilai keberhasilan perusahaan mencapai

tujuannya. Hanya saja, ukuran performansi finansial dan pemasaran tidak dapat

digunakan secara terpisah dalam menilai Performansi perusahaan, tetapi juga harus

melibatkan analisis performansi yang lain (Kotler, 1995).

Keterkaitan langsung performansi produksi ini didukung oleh perkembangan

inovasi yang menyatakan bahwa performansi dan keunggulan operasi secara

langsung, yaitu biaya, kualitas, fleksibilitas dan ketergantungan yang kemudian

secara tidak langsung akan memperbaiki performansi bisnis seperti profit, pangsa

pasar dan lain-lain.

2.3.1 Performansi Produksi.

Perusahaan menggunakan berbagai masukan untuk memproduksi barang dan

menambah nilai pada produk. Masukan-masukan ini mencakup tanah dan gedung,

mesin yang digunakan, bahan baku yang diubah menjadi produk, dana dan modal

investasi, pengetahuan dan manajemen yang menggunakan ahli dan pekerja

perusahaan. Pada umumnya dari semua fkator yang dapat mempengaruhi

I - 18

Performansi organisasi terdapat 4 ukuran performansi yang umumnya digunakan

suatu perusahaan dalam menjalankan aktivitas produksinya, yaitu :

1. Efisiensi Biaya.

2. Kualitas.

3. Ketergantungan.

4. Fleksibilitas.

2.3.2 Performansi Finansial.

Analisa rasio Finansial digunakan untuk membandingkan status dan

Performansi perusahaan terhadap perusahaan lainnya atau perusahaan itu sendiri dari

waktu ke waktu (Gitman, 1994). Secara umum rasio terbagi atas 4 bagian yaitu rasio

likuiditas, rasio aktivitas, rasio hutang dan rasio profitabilitas.

1. Rasio Likuiditas.

Rasio ini bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam

memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Jenis rasio likuiditas antara lain :

• Current ratio

• Quick Ratio

2. Rasio Aktivitas.

Rasio ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam

memenuhi kewajiban atau hutang jangka panjangnya. Yang termasuk rasio

hutang adalah :

• Inventory turnover.

• Average Collection Periode

• Average Payment Periode

• Fixed Assets Turnover

• Total Assets Turnover

3. Rasio Hutang.

Rasio ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam

memenuhi kewajiban atau hutang jangka panjangnya. Yang termasuk rasio

hutang antara lain :

I - 19

• Debt rasio

• Debt – Equity rasio

• Time – Interest Earned Ratio

4. Rasio Probabilitas.

Rasio probabilitas adalah ukuran untuk mengetahui efektivitas manajemen

dalam mengelola perusahaannya. Efektivitas manajemen meliputi kegiatan

fungsional manajemen seperti manufaktur, finansial, marketing dan sumber

daya manusia. Jadi banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi

efektivitas yang kemudian akan meningkatkan atau menurunkan laba. Rasio

probabilitas memberikan gambaran keuntungan yang diperoleh perusahaan.

Jenis-jenis rasio probabilitas antara lain :

• Profit margin on Sales.

Profit margin on Sales adalah rasio perbandingan antara pendapatan

sebelum bunga dan pajak dengan penjualan. Rasio ini mengukur

persentase profit yang didapat untuk setiap rupiah penjualan. Rasio ini

berguna untuk mengetahui penyebab keberhasilan perusahaan.

• Return on Total Assets (ROA)

ROA adalah perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan

total aset. Rasio ini disebut juga dengan Return on Investment (ROI).

Rasio ini mengukur keefektifan pengelolaan perusahaan secara

keseluruhan dalam mencapai profit dengan aset-aset yang dimiliki

perusahaan tersebut.

2.3.3 Performansi Pemasaran.

Fungsi pemasaran meliputi pertukaran fasilitas diantara perusahaan dan

pembeli atau pengguna akhir. Tugas penting yang menjadi tanggungjawab bagian

pemasaran adalah merebut dan mempertahankan pembeli dengan tujuan

meningkatkan nilai penjualan atau profit. Performansi di bidang pemasaran dapat

diukur dengan :

• Pangsa pasar, yaitu cakupan pasar yang dikuasai perusahaan.

I - 20

• Tingkat pertumbuhan, yaitu kemampuan perusahaan untuk melakukan penetrasi

pasar dalam bentuk pertumbuhan produk yang dapat dijual.

2.4 SAMPLING.

Sampling merupakan proses pemilihan sejumlah obyek yang memadai dan

representatif dari suatu populasi yang diamati. Dibandingkan dengan melakukan

penelitian terhadap keseluruhan obyek dalam populasi, para peneliti lebih memilih

menggunakan sampling karena dapat mengakomodasi keterbatasan waktu, biaya dan

sumber daya manusia.

1. Sampling Probabilitas.

Pada sampling probabilitas, setiap obyek dalam populasi memiliki probabilitas

yang besarnya diketahui untuk menjadi anggota sampel.

a. Sampling random sederhana.

b. Sampling probabilitas kompleks.

• Sampling sistematis.

• Sampling random stratifikasi.

Dimulai dengan melakukan proses stratifikasi (pengelompokan obyek

populasi yang sejenis ke dalam satu kelompok dan seterusnya).

Kemudian dilakukan pemilihan obyek sampel secara random dari setiap

kelompok.

Proporsional

Cara pengambilan sampel dilakukan dengan menyeleksi setiap unit

sampling yang sesuai dengan ukuran unit sampling. Keuntungannya

adalah aspek representatifnya lebih meyakinkan sesuai dengan sifat-sifat

yang membentuk dasar unit-unit yang mengklasifikasikannya, sehingga

mengurangi keanekaragamannya. Karaktersitik-karakteristik masing-

masing serta dapat diestimasikan sehingga dapat dibuat perbandingan.

Kerugiannya adalah membutuhkan informasi yang akurat pada proporsi

populasi untuk masing masing strata. Jika hal tersebut diabaikan maka

kesalahan akan muncul.

I - 21

Disproporsional

Strategi pengambilan sampel sama dengan proporsional. Perbedaannya

terletak pada ukuran sampel yang tidak proporsional terhadap ukuran

unit sampling karena untuk kepentingan pertimbangan analisa dan

kesesuaian.

• Sampling kluster.

2. Sampling non-probabilitas.

Pada Sampling non-probabilitas, probabilitas obyek populasi untuk menjadi

anggota sampel tidak diketahui. Metode Sampling non-probabilitas dapat

digunakan jika faktor kecepatan waktu atau faktor kemudahan lainnya yang

menjadi pertimbangan. Beberapa teknik Sampling non-probabilitas adalah

sebagai berikut :

a. Convinience sampling.

b. Judgement sampling.

c. Sampling kuota.

Sampel menurut Simamora (2002) adalah sebagian dari populasi yang

dianggap mewakili populasi. Gay (1976) mendefinisikan populasi sebagai kelompok

dimana peneliti akan menggeneralisasi hasil penelitiaannya (Selvilla, 1993). Proses

yang meliputi pengambilan sebagian populasi, melakukan pengamatan pada populasi

secara keseluruhan disebut sampling atau pengambilan sampel.

Untuk menentukan ukuran sampel dari populasi terdapat bebagai metode antara lain

(Selvilla, 1993) :

1. Rumus Slovin (1960)

Rumus ini dinyatakan dengan :

2.1 eN

Nn

+= [2.1]

Dimana:

n = ukuran sampel

I - 22

e = nilai kritis / batas kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan

pengambilan sampel populasi.

N = ukuran populasi

2. Tabel Pagoso, Garcia dan Guerrero de Leon (1978)

Metode ini memberikan alternatif jumlah sampel dengan melihat tabel yang sudah

ditetapkan berdasarkan jumlah populasi dan batas kesalahan yang diambil.

3. Gay (1976) menawarkan beberapa ukuran sampel minimum yang dapat diterima

berdasarkan tipe penelitian, yaitu :

a. Deskriptif, 10 % dari populasi, bila populasi sangat kecil diperlukan minimum

20%.

b. Korelasi, 30%.

c. Ex Past Facto / Kausal Komparatif, 15 subjek / kelompok.

d. Ekplanatori, 15 subjek kelompok.

2.5 PENGUJIAN DATA KUESIONER.

Kuesioner merupakan salah satu instrumen pengumpulan data yang paling

banyak digunakan, karena mudah dilakukan dan data yang diperoleh dapat diolah

dengan mudah.

Sebelum pengumpulan data dilakukan, sebaiknya diuji terlebih dahulu apakah

rancangan kuesioner yang dibuat dijamin dapat mengukur variabel pengamatan dan

apakah pengukuran yang dilakukan telah akurat. Untuk itu, maka perlu dilakukan

beberapa uji statistik seperti uji validitas dan uji reliabilitas.

2.5.1 Uji Validitas.

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakan peneliti menggunakan

instrumen pengukuran (kuesioener) yang tepat dalam mangukur konsep/obyek yang

I - 23

diamati. Uji validitas dapat dilakukan berdasarkan metode-metode sebagai berikut

(Sekaran, 1992) :

1. Validitas isi.

2. Validitas kriteria yang berhubungan.

• Validitas concurrent.

• Validitas prediktif.

3. Validitas konstruk.

Validitas konstruk digunakan untuk menunjukkan kemampuan alar ukur untuk

mengukur obyek amatan berdasarkan teori-teori yang sudah ada sebelumnya.

Hal ini dilakukan dengan menggunakan salah satu dari metode berikut.

• Validitas konvergen.

• Validitas diskriminan.

Validitas diskriminan mengacu kepada kemampuan instrumen untuk

memperoleh hasil pengukuran yang serupa dengan teori yang sudah ada

sebelumnya. Rumus yang digunakan adalah koefisien Korelasi Pearson

sebagai berikut.

])(][)([

)(2222 YynXn

YXXYnr

∑−∑∑−∑

∑∑−∑= [2.2]

Keterangan : r = korelasi

X = skor setiap item

Y = skor total

N = ukuran sampel

Prinsip utama pemilihan item adalah item dengan koefisien korelasi yang

cukup tinggi yaitu 0.3 – 0.7. Menghilangkan setiap item yang diketahui

memiliki korelasi negatif atau mendekati nol atau mendekati satu.

2.5.2 Uji Reliabilitas.

I - 24

Menurut Singarimbun (1989) langkah-langkah pengujian reliabilitas meliputi:

1. Melakukan uji coba skala pengukuran tersebut pada responden yang berjumlah

minimal 30 orang. Dengan jumlah minimal 30 orang ini maka distribusi nilai

akan lebih mendekati kurva normal.

2. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban

3. Menghitung jumlah varians yang dicari dengan cara mencari nilai tiap butir,

kemudian dijumlahkan. Rumus varians yang dipergunakan:

[2.6]

Keterangan:

n = Jumlah sample

X = Nilai skor yang dipilih

4. Menghitung koefisien Cronbach’s Alpha dengan menggunakan rumus berikut

ini :

[2.7]

Keterangan:

11r = relibilitas instrumen

k = banyak butir pertanyaan

∑ 2bσ = varians total

2tσ = jumlah varians butir

5. Membandingkan nilai r yang diperoleh dengan nilai r pada tabel r hitung, seperti

pada uji validitas.

2.6 ANALISA MULTIVARIAT.

Analisa multivariat merupakan salah satu alat statistik yang sangat bermanfaat

dalam pengolahan data. Analisis ini ditujukan terhadap pengamatan beberapa

( )

nn

XX∑

∑=

2

2

σ

Σ−

−=

2

2

1111

t

b

k

kr

σ

σ

I - 25

variabel (dua atau lebih) secara bersamaan pada suatu obyek tertentu. Salah satu

konsep yang harus dipahami dalam melakukan analisis multivariat adalah masalah

pengukuran variabel. Pengukuran variabel adalah menunjukkan angka-angka pada

suatu variabel. Prosedur pengukuran dan pemberian angka tersebut diharapkan

bersifat isoformik terhadap realita, artinya adanya persamaan dengan realita. Tingkat

ukuran yang diberikan kepada konsep yang diamati tergantung pada aturan yang

digunakan. Secara garis besar terdapat dua jenis pengukuran.

1. Pengukuran Nonmetrik

Pengukuran nonmetrik meliputi atribut, karateristik atau kategori yang diberikan

untuk mengidentifikasikan atau menjelaskan sebuah obyek.

a. Skala nominal.

Dalam skala ini tidak ada asumsi tentang jarak maupun urutan kategori-

kategori dalam ukuran. Angka–angka yang digunakan dalam suatu kategori

tidak merefleksikan bagaimana kedudukan kategori tersebut terhadap

kategori yang lain, tetapi hanya sekedar label.

Contoh : jenis kelamin, agama, partai politik.

b. Skala ordinal

Skala ordinal mengurutkan responden dari tingkatan paling rendah ke

tingkatan paling tinggi menurut suatu atribut tertentu tanpa ada petunjuk jelas

mengenai berapa jumlah absolut atribut yang dimiliki oleh masing-masing

responden.

Contoh : level kepuasan konsumen terhadap sebuah produk.

2. Pengukuran metrik ( kuantitatif )

Pengukuran metrik dapat disebut sebagai pengukuran data berupa angka dalam

arti sebenarnya. Jadi, berbagai operasi matematika dapat dilakukan pada data

metrik ini. Pengukuran metrik dapat dibagi menjadi dua bagian .

a. Skala interval.

Skala interval merupakan skala yang tidak semata-mata mengurutkan orang

atau obyek berdasarkan suatu atribut saja, tetapi juga memberikan informasi

I - 26

tentang interval antara satu obyek dengan obyek lainnya. Contoh : skala

temperatur Fahrenheit dan Celcius.

b. Skala rasio.

Jadi ukuran rasio adalah suatu bentuk interval yang jaraknya tidak dinyatakan

dalam perbedaan dengan angka rata-rata suatu kelompok tetapi dengan titik

nol. Karena adanya titik nol maka perbandingan rasio dapat dilakukan.

Contoh : berat 10 liter beras adalah 2 kali lebih berat dari 5 liter.

2.6.1 Analisis Klaster.

Analisis Klaster adalah satu-satunya teknik multivariat yang tidak

mengestimasi variat (kombinasi linear dari variabel berbobot) secara empirik,

melainkan memanfaatkan variat yang di spesifikasikan oleh peneliti. Fokus dari

Analisis Klaster ini adalah perbandingan antar obyek berdasarkan variat, bukan

terhadap estimasi variat itu sendiri.

Analisis klaster juga dikenal dengan sebutan analsis Q, analisis Klasifikasi

dan Tipologi serta Taksonomi Numerik. Namun demikian Analisis Klaster ini tetap

bermaksud mengadakan pengklasifikasian obyek berdasarkan hubungan alaminya

(bukan pengklasifikasian variabel sebagaimana halnya analisis faktor).

Analisis Klaster sangat bermanfaat jika seorang peneliti yang telah

mengumpulkan banyak data melalui kuesioner merasa bahwa hasil observasi tersebut

tidak memiliki arti kecuali observasi tersebut diklasifikasikan ke dalam kelompok-

kelompok yang teratur. Analisis Klaster sebenarnya merupakan suatu metode yang

sifatnya deskriptif, non teoritis dan non inferensi. Dengan demikian, Analisis Klaster

tidak memiliki dasar statistik mengenai pengambilan kesimpulan tentang populasi

dari sampel yang diobservasi. Selain itu, Analisis Klaster ini sangat tergantung

kepada jenis variabel yang digunakan sebagai dasar ukuran kesamaan.

Pada dasarnya cara kerja analisi klaster adalah sebagai berikut.

a. Mengukur kesamaan.

I - 27

Metode yang umum digunakan adalah jarak Euclidean antar setiap pasangan

observasi. Semakin kecil jaraknya, maka suatu pasangan observasi dikatakan

memiliki kesamaan yang semakin besar.

b. Membentuk kelompok.

Setelah ukuran kesamaan diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah

membentuk kelompok/klaster. Salah satu metode yang umum digunakan adalah

metode algomeratif (bagian dari prosedur hirarki). Metode ini dilakukan secara

bertahap (stepwise) dengan jalan pertama-tama mengidentifikasikan dua obyek

yang paling sama dan membentuknya ke dalam satu kelompok. Cara ini

dilakukan terus hingga semua obyek tergabung ke dalam satu kelompok.

c. Menentukan jumlah kelompok.

Salah satu metode yang cukup sederhana dalam pengukuran homogenitas adalah

rataan jarak semua observasi dalam kelompok.

Tahap 1 : tujuan analisis klaster.

Tujuan utama dari Analisis Klaster adalah untuk mempartisi sebuah set obyek

menjadi dua kelompok atau lebih berdasarkan kesamaan karakteristik obyek tersebut.

Dengan membentuk kelompok yang homogen, dapat dilihat tiga hal berikut.

a. Deskripsi Taksonomi.

Dengan Analisis Klaster dapat dipeoleh strukutur pengelompokan sejumlah

obyek dari suatu observasi.

b. Simplifikasi Data.

Dengan menggunakan Analisis Klaster, peneliti dapat dengan lebih mudah

melakukan analisis terhadap data mengingat data yang serupa sudah

dikelompokkan dan direprensentasikan dengan karaktersitik umum dalam

kelompok yang bersangkutan.

c. Identifikasi Hubungan / asosiasi.

Dengan Analisis Klaster memungkinkan peneliti untuk menemukan hubungan

antar observasi yang semula tidak tampak dalam observasi individu.

I - 28

Data yang digunakan dapat berupa data ratio, interval, frekuensi dan biner. Set data

obyek harus memiliki variabel dengan tipe yang sejenis, tidak campur antara tipe satu

dengan tipe lainnya. Variabel yang digunakan adalah variabel yang

mengkarakteristikkan obyek yang akan dikelompokkan. Variabel tersebut harus

relevan dengan tujuan dilakukannya Analisis Klaster.

Tahap 2 : standardisasi data dan pengukuran similaritas.

Antisipasi data ekstrim dan standardisasi data.

Setelah pengumpulan data, harus dideteksi terlebih dahulu apakah terdapat outlier.

Pengukuran Similaritas.

Similaritas inter-obyek dapat diukur dengan tiga metode berikut.

• Pengukuran Korelasi.

Pada pengukuran jarak dengan metode pengukuran korelasi, obyek-obyek

dikelompokkan bersama dalam satu kelompok jika memliki korelasi yang tinggi

diantara variabel-variabel yang diukur. Metode ini jarang digunakan karena

umumnya similaritas didasarkan pada kedekatan jarak antar obyek, bukan

kesamaan pola antar variabel.

• Pengukuran Jarak.

Pengukuran berdasarkan jarak ini adalah yang paling umum digunakan dalam

Analisis Klaster. Semakin kecil jarak antar obyek mengindikasikan semakin

similar obyek-obyek tersebut, begitu juga sebaliknya. Teknik pengukuran jarak

atau similaritas yang digunakan adalah Squared Euclidean Distance. Euclidean

mengukur jarak antara dua item X dan Y dengan rumus :

2ii )YX()Y,X(D −∑= [2.9]

• Pengukuran asosiasi.

Metode ini digunakan untuk membandingkan obyek dengan karateristik data

nonmetrik (nominal atau ordinal). Misalnya, jawaban responden berupa ’ya’ atau

’tidak’ dapat diasosiasikan dengan angka 1 dan 0. Pengukuran asosiasi yang

I - 29

paling sederhana dapat dilakukan dengan melihat persentase kesamaan jawaban

antar responden ( kedua responden menjawab ’ya’ atau keduanya menjawab

’tidak’ terhdapar pertanyaan yang diberikan)

Ketiga metode tersebut dipilih berdasarkan tujuan penelitian dan tipe data.

Pengukuran korelasi dan pengukuran jarak digunakan untuk tipe data metrik,

sedangkan penukuran asosiasi untuk tipe data nonmetrik.

Tahap 3 : asumsi

Tidak seperti halnya teknik multivariat lainnya yang membutuhkan asumsi mengenai

data berdistribusi normal, linieritas maupun homoscedasticity, Analisis Klaster hanya

membutuhkan asumsi mengenai :

a. Sampel yang representatif.

Sampel yang diamati harus dapat mewakili keseluruhan populasinya. Untuk

mendapatkan sampel yang representatif, harus menggunakan metode sampling

yang sesuai.

b. Tidak ada multikolinieritas.

Berarti masing-masing variabel yang digunakan untuk membentuk kelompok,

harus bebas satu dengan yang lainnya. Artinya variabel yang satu bukan

merupakan kombinasi linier dari variabel-variabel lainnya.

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model ditemukan adanya

korelasi antar variabel independen. Tingkat multikolinieritas dapat diukur

dengan:

• Matriks korelasi antara variabel-variabel independen. Korelasi (berpapasan

yang tinggi, sekitar 0.9 atau lebih, menjadi pertanda adanya colinearity yang

substansial (Hair, 1998).

• Nilai ’Tolerance’. Nilai batas yang minimum digunakan adalah 0.10. angka

tersebut bermakna hanya 10 % dari variabilitas ( variansi ) suatu variabel

I - 30

independen yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen

lainnya.

• Nilai ’Variance Infaltion Factor (VIF)’. VIF = 1 / Tolerance. Nilai batas

maksimum yang dipakai adalah 10.

Nilai cutoff yang dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinieritas adalah

nilai Tolerance <0.10 atau sama dengan nilai>10.

Tahap 4 : pembentukan kelompok

Terdapat tiga metode pengelompokan, yaitu :

1. Metode Hirarki.

Metode Hirarki adalah metode pengelompokan dengan membentuk konstruksi

hirarki atau berdasarkan tingkatan tertentu seeprti struktur pohon. Jadi proses

pengelompokan dilakukan secara bertingkat dan bertahap. Metode hirarki terbagi

menjadi dua, yaitu metode algomeratif dan metode divisif.

a. Metode Algomeratif.

Metode ini dimulai dengan kenyataan bahwa setiap obyek membentuk

kelompokknya masing-masing. Kemudian, dua obyek dengan jarak terdekat

bergabung. Selanjutnya obyek ketiga akan bergabung dengan kelompok yang

ada, atau membentuk obyek yang baru bersama kelompok yang lain.

• Single Linkage.

Metode ini menggunakan prinsip jarak minimum, yang diawali dengan

mencari dua obyek yang memiliki jarak terdekat. Keduanya membentuk

kelompok pertama. Pada langkah selanjutnya terdapat dua kemungkinan,

obyek ketiga akan bergabung dengan kelompok yang telah terbentuk atau

dengan dua obyek lain akan membentuk kelompok baru.

• Complete Linkage.

Metode ini merupakan kebalikan dari pendekatan yang digunakan pada

Single Linkage. Prinsip jarak yang digunakan adalah jarak terjauh antar

obyek.

• Average Linkage.

I - 31

Metode ini mengikuti prosedur yang sama dengan kedua metode

sebelumnya. Prisip ukuran jarak yang digunakan adalah jarak rata-rata

antar tiap pasangan obyek yang mungkin.

• Ward’s Method

Ward mengajukan suatu metode pembentukan kelompok yang didasari

oleh hilangnya informasi akibat penggabungan obyek menjadi kelompok.

Hal ini diukur dengan jumlah total dari deviasi kuadrat pada mean

kelompok untuk tiap observasi. Error Sum Of Squares (ESS) digunakan

sebagai fungsi obyektif.

• Centroid Method.

Jarak antar dua kelompok didefinisikan sebagai jarak antara titik tengah

masing-masing kelompok.

b. Metode Divisif

Metode Divisif berlawanan dengan metode Algomeratif., pertama-tama mulai

dengan satu kelompok besar mencakup semua observasi (obyek). Selanjutnya

obyek yang memiliki ketidakmiripan besar dipisahkan sehingga membentuk

kelompok yang lebih kecil. Pemisahan ini dilanjutkan hingga mencapai

sejumlah kelompok yang diinginkan.

2. Metode Nonhirarki.

Pada metode nonhirarki, jumlah kelompok sudah ditentukan terlebih dahulu.

Terdapat dua prosedur pada metode ini, yaitu :

• K-means Clustering.

• Methods Based on the Trace.

3. Kombinasi metode Nonhirarki dan Hirarki.

Tahap 5 : interpretasi hasil

Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah karakteristik yang membedakan

masing-masing kelompok. Kemudian sesuai dengan tujuan penulisan, beri label atau

I - 32

nama yang dapat diberikan kepada masing-masing kelompok tersebut. Dalam hal ini,

perlu dispesifikasikan kriteria-kriteria yang mendasari kelompok-kelompok yang

telah terbentuk. Di samping itu, interpretasi hasil dari pengelompokan dapat dilihat

dari grafik dendogram maupun nilai koefisien aglomerasi.

Tahap 6 : validasi

Tahap validasi dilakukan untuk menjamin bahwa hasil pengelompokan dapat

mempresentasikan populasi dan dapat digeneralisasi untuk obyek lainnya dalam

periode waktu lainnya. Analisis lanjutan adalah mengidentifikasikan karateristik

kelompok dalam rangka menjelaskan alasan perbedaan kelompok berdasarkan

dimensi-dimensi tertentu. Untuk itu dapat digunakan analsis diskriminan.

2.6.2 Analisis Diskriminan

Analisis Diskriminan adalah salah satu teknik multivariat yang digunakan

untuk mengestimasi hubungan antara satu variabel dependen nonmetrik (kualitatif,

kategorial) dengan satu himpunan variabel independen metrik (kuantitatif). Dengan

Analisis Diskriminan, dapat mengelompokkan setiap obyek pengamatan ke dalam

dua atau lebih kelompok (variabel dependen) berdasarkan kriteria sejumlah variabel

independen. Pengelompokan ini bersifat mutually exclusive, artinya jika sebuah

obyek sudah masuk kelompok 1, maka tidak mungkin obyek tersebut dapat menjadi

anggota kelompok 2.

Model Dasar

Analisis Diskriminan merupakan teknik yang menurunkan kombinasi linier dari dua

atau lebih variabel independen untuk mendiskriminasi kelompok-kelompok obyek

yang telah didefinisikan sebelumnya.

nknkkJK XWXWXWaZ ++++= ........2211 [2.10]

Keterangan :

I - 33

JKZ = skor diskriminan dari fungsi ke-j untuk obyek ke-k

a = konstanta (intercept)

Wi = bobot diskriminan untuk variabel independen ke-i

Xik = variabel independen ke-i untuk obyek ke-k

Tahap 1 : tujuan analisis diskriminan

Tujuan dari Analisis Diskriminan adalah untuk :

• Menentukan apakah terdapat perbedaan yang berarti antar kelompok, artinya

obyek-obyek pengamatan dapat dikelompokkan ke dalam dua atau lebih

kelompok.

• Menentukan variabel independen yang membedakan kelompok-kelompok

obyek. Variabel independen yang bersifat membedakan (diskriminan) ini akan

membentuk sebuah model diskriminan.

• Menentukan prosedur untuk mengklasifikasikan obyek pengamatan

kelompok-kelompok berdasarkan skornya dalam model diskriminan.

Analisis ini sangat bermanfaat bila peneliti memang tertarik untuk memahami

perbedaan yang terjadi antar kelompok dan selanjutnya memprediksi bagaimana

mengelompokkan suatu obyek ke dalam kelompok tersebut.

Tahap 2 : variabel penelitian

Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Menentukan variabel dependen dan variabel independennya. Jumlah variabel

dependen boleh dua atau lebih tetapi harus mutually exclusive (misalnya : sering

dan jarang). Peneliti dapat juga mengikutsertakan variabel dependen perantara

yang biasanya bertindak sebagai peralihan antara variabel antar variabel

dependen yang sifatnya bipolar/ekstrim (misalkan variabel dependennya menjadi

sering, kadang-kadang dan jarang).

b. Menentukan ukuran sampel. Dianjurkan agar menggunakan 20 sampel untuk

setiap kelompok variabel dependen.

I - 34

c. Pemilihan sampel. Sampel biasanya dipilih menjadi dua yaitu sampel analis

(untuk keperluan membangun fungsi diskriminan) dan holdout sample (untuk

keperluan validasi)

Tahap 3 : asumsi

Data-data yang digunakan dalam Analisis Diskriminan harus memenuhi asumsi

sebagai berikut :

1. Variabel independen berdistribusi normal multivariat.

Bila tidak memenuhi asumsi normal multivariat, maka akan timbul masalah

dalam mengestimasi fungsi diskriminan.

2. Matriks variansi-kovariansi dari variabel-variabel independen dalam masing-

masing kelompok adalah sama. Bila tidak memenuhi kesamaan variansi, maka

akan mempengaruhi proses klasifikasi obyek.

3. Tidak ada korelasi antar variabel independen. Jika dua variabel independen

mempunyai korelasi yang kuat, maka dikatakan terjadi multikolinieritas.

4. Tidak ada data yang sangat ekstrim (outlier) pada variabel independen. Jika ada

data outlier yang tetap diproses, hal ini bisa berakibat berkurangnya ketepatan

klasifikasi dari fungsi diskriminan.

Outlier adalah data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat

berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai

ekstrim. Penyebab timbulnya outlier adalah kesalahan meng-entry data, gagal

menspesifikasi adanya missing value, outlier bukan merupakan anggota populasi

yang diambil sebagai sampel dan outlier berasal dari populasi tapi memiliki nilai

ekstrim dan tidak terdistribusi normal.

Deteksi terhadap outlier dapat dilakukan dengan menentukan nilai batas

dengan cara mengkonversi nilai data ke dalam skor standardized (z score) yang

memiliki means sama dengan nol dan standar deviasi sama dengan satu.

Menurut Hair (1998), untuk kasus sampel kecil (<80), maka standar skor dengan

nilai + 2.5 dinyatakan outlier.

I - 35

Outlier adalah obyek yang memiliki nilai ekstrim dibandingkan obyek-obyek

lainnya. Adanya outlier dapat mengganggu dalam proses pengelompokan.

Kemudian perhatikan dimensi/satuan pengukuran variabel yang bersangkutan.

Jika terdapat perbedaan dimensi, maka variabel harus distandardisasi terlebih

dahulu. Standardisasi dapat dilakukan dengan menghitung skor standard.

σ

MXiZ

−= [2.8]

Keterangan :

Z = skor standar

Xi = skor data mentah

M = rata-rata data mentah

σ = standar deviasi

Jika sebuah data outlier maka nilai z yang didapat lebih besar dari angka +2,5

dan lebih kecil dari angka -2,5. Apabila asumsi-asumsi diatas telah diuji dan

terpenuhi, maka analisis dapat dilanjutkan ke tahapan berikutnya.

Tahap 4 : estimasi model diskriminan

Metode Estimasi

Estimasi model diskriminan dilakukan dengan menghitung nilai skor diskriminan

yang merupakan kombinasi linier variabel independen untuk setiap obyek. Metode

yang dapat digunakan adalah estimasi simultan dan estimasi bertahap (stepwise).

1. Estimasi Simulatan.

Pada metode ini, semua variabel independen di input secara bersamaan untuk

membentuk model tanpa mempertimbangkan daya pembeda antar variabel.

2. Estimasi Bertahap.

I - 36

Pada metode ini, variabel independen diinput satu persatu ke dalam model

berdasarkan daya pembedanya. Metode ini sangat bermanfaat bila analisis

melibatkan variabel independen dalam jumlah yang besar.

Signifikansi Fungsi Diskriminan

Selanjutnya harus diputuskan apakah fungsi diskriminan yang diperoleh signifikan

dalam menunjukkan perbedaan antar kelompokdilihat dari discriminatory power-nya.

Uji statistik yang dapat dipakai adalah Wilks’s Lambda, Hotteling’s Trace, Pillai’s

Criterion, Mahalanobis D² dan Rao’s V. Meskipun begitu, jika menggunakan metode

Stepwise untuk mengestimasi fungsi diskriminan, ukuran Mahalanobis D² dan Rao’s

V lebih sesuai digunakan.

Setelah fungsi diskriminan diperoleh, (jumlah fungsi diskriminan adalah jumlah

kelompok dikurangi 1)

Menilai Overall Fit

Setelah fungsi diskriminan dipandang signifikan, maka selanjutnya adalah menilai

overall fit dengan cara :

1. Menghitung discriminant Z score untuk setiap observasi.

2. Mengevaluasi group differences on discriminant Z score.

Dengan perbandingan centroid grup untuk memastikan bahwa dengan fungsi

diskriminan yang signifikan, ada perbedaan yang signifikan antara masing-masing

grup.

3. Menilai keakuratan prediksi.

a. Hit Ratio, ukuran ini analog dengan R² pada regresi.

b. Optimim Cutting Score, merupakan kriteria/nilai dimana masing-masing nilai

diskriminan obyek dibandingkan untuk menentukan obyek dibandingkan untuk

menentukan obyek seharusnya dimasukkan ke grup mana. Rumusnya adalah :

BA

ABBA

NN

ZNZNZct

+

+= [2.11]

dimana :

Zct = critical cutting score value

I - 37

AN = jumlah anggota grup A

BN = jumlah anggota grup B

AZ = centroid grup dari A

BZ = centroid grup dari B

c. Classification Matrices. Untuk kasus dua grup berlaku aturan :

Obyek masuk ke dalam kelompok A jika ctn ZZ < . Obyek masuk ke dalam

kelompok B jika ctn ZZ > .

nZ = nilai diskriminan Z obyek ke-n

ctZ = cutting score

d. Uji T, digunakan untuk menilai signifikansi dari hit ratio (keakuratan

klasifikasi).

e. Press’s Q Statistic. Digunakan untuk membandingkan predictive accuracy dari

fungsi diskriminan dengan predictive accuracy by chance. Hal ini untuk

memperoleh predictive accuracy sebesar yang diperoleh discriminant function

(jadi, sia-sia menggunakan MDA). Rumus Press’s Q adalah :

)1(

]['Pr

2

−=

KN

nKNsQess [2.12]

N = jumlah sampel keseluruhan

N = jumlah obyek yang diklasifikasi secara tepat

K = jumlah kelompok

Nilai Press’s Q akan dibandingkan dengan nilai kritis chi-square untuk df = 1

dan α tertentu. Jika nilai Press’s Q lebih besar dari nilai kritis chi-square, maka

disimpulkan bahwa the prediction by discriminant function were significantly

better than chance.

I - 38

Tahap 5 : INTERPRETASI HASIL

Hal-hal yang perlu diinterpretasikan adalah sebagai berikut :

a. Menentukan tingkat kepentingan relatif dari variabel independen dalam

mendiskriminasi antar kelompok.

b. Memahami profil perbedaan antar kelompok.

Metode yang dapat digunakan untuk menginterpretasikan hasil Analisis Diskriminan

adalah dengan melihat discriminant weight dan Partial F value.

• Discriminant Weight.(Discriminant coefficient)

Lakukan pemeriksaan tanda dan arah dari standardized discriminant weight

setiap variabel independen. Variabel dengan bobot besar berkontribusi lebih

besar terhadap fungsi diskriminan.

• Discriminant Loading

Mengukur korelasi linier sederhana antar setiap variabel independen dengan

setiap fungsi diskriminan yang dapat diinterpretasikan sebagai faktor untuk

menilai kontribusi relatif setiap variabel independen terhadap fungsi

diskriminan. Dianjurkan untuk memilih discriminant loadings karena dipandang

lebih valid daripada discriminant coefficient.

• Partial F Values

Semakin besar nilai F, menunjukkan daya pembeda yang semakin besar.

Jika menggunakan dua atau lebih fungsi diskriminan, maka metode interpretasi yang

dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Rotasi fungsi diskriminan.

Dilakukan untuk meredistribusi variansi sehingga interpretasi fungsi

diskriminan menjadi lebih mudah.

2. Indeks Potensi.

Merupakan ukuran relatif daya pembeda dari variabel independen. Dihitung

dengan dua step :

Step 1 : menghitung nilai indeks potensi untuk setiap signifikan fungsi.

I - 39

i

i

E

ERE

∑= [2.13]

iRE = relative eigenvalue fungsi diskriminan i

iE = eigenvalue fungsi diskriminan i

ijPV = (discriminant loading ij)² x jRE

= nilai potensi variabel i pada fungsi j

Step 2 : calculate a composite potency index across all significant function

ijPVPI ∑= [2.14]

PV = indeks potensi variabel independen i

3. Display Grafis dari Group Centroid.

Tahap 6 : VALIDASI HASIL

Validasi ini dapat dilakukan dengan jalan menerapkan fungsi diskriminan kedalam

holdout sampel. Matriks klasifikasi dapat dibuat kembali. Selain itu, setelah

ditemukan variabel independen dengan kontribusi besar, maka harus dicirikan

karakteristik kelompok berdasarkan rataan nilai kelompok.

I - 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian menggambarkan langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan

dalam pemecahan masalah. Langkah-langkah penelitian tersebut adalah sebagai

berikut :

3.1 TAHAP I : IDENTIFIKASI MASALAH

Pada tahap pertama yaitu identifikasi masalah, akan dijelaskan mengenai

penelitian pendahuluan yang akan dilakukan penulis. Setelah itu, dijelaskan

mengenai studi pustaka yang akan menunjang penelitian, latar belakang dilakukan

penelitian, perumusan masalah dan tujuan penelitian.

3.1.1 Observasi Pendahuluan

I - 41

Observasi pendahuluan dilakukan untuk mengetahui permasalahan umum

Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta. Penelitian pendahuluan dilakukan

dengan observasi ke 63 Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta. Lokasi

observasi yaitu berada bebrapa Kecamatan, yaitu di Laweyan, Banjarsari, Serengan,

Jebres dan Pasar Kliwon. Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan lokasi

dan wawancara awal ke Ketua Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan

(FPKBL).

Pada observasi, dilakukan wawancara dengan Ketua FPKBL untuk

mendapatkan data awal sebelum melakukan wawancara ke 63 pemilik Industri Kecil

dan Menengah Batik. Data awal tersebut yaitu untuk mengetahui permasalahan yang

sering terjadi di kawasan industri batik Laweyan, sejarah perbatikan, informasi

mengenai masing-masing pemilik industri batik, kemudahan dan kesulitan yang

dialami pemilik indutri batik, kemudahan mendapatkan data untuk pengisian

kuesioner dan perkembangan industri batik sejak mulai didirikan.

3.1.2 Tinjauan Pustaka.

Tinjauan pustaka merupakan dasar yang diperlukan untuk mendapatkan

pemahaman yang baik mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri

kecil dan menengah. Studi pustaka dilakukan dengan merujuk kepada buku-buku

yang terkait dengan konsep kompetensi dan performansi serta jurnal dan tugas akhir

yang sesuai dengan topik penelitian ini.

Untuk menghasilkan gambaran umum mengenai kondisi Industri Kecil dan

Menengah Batik di Surakarta, juga dilakukan kunjungan ke Biro Pusat Statistik. Data

yang ditinjau berupa karakteristik industri batik, sebaran lokasi industri batik serta

masalah-masalah yang dihadapi Industri Kecil dan Menengah Batik umumnya.

Sedangkan untuk pengolahan data, merujuk pada buku-buku, artikel, jurnal dan tugas

akhir yang menjelaskan mengenai Analisis Multivariat.

3.1.3 Latar Belakang Penelitian.

I - 42

Berdasarkan observasi pada penelitian pendahuluan, didapatkan informasi

mengenai sejarah batik dan perkembangan industri batik. Batik adalah salah satu

tradisi yang berlangsung turun temurun dan makin mengangkat nama Surakarta

sehingga menjadikan Surakarta sebagai pusat batik di Indonesia. Tetapi di sisi lain,

pemerintah daerah dan warga sekitar kurang memberi perhatian pada

perkembangannya. Dengan jumlah tenaga kerja yang kurang dari 100 orang, IKM

Batik sering tidak mampu menangkap peluang pasar yang membutuhkan jumlah

volume produksi yang besar. Selain itu, IKM Batik juga sering mengalami kesulitan

dalam akses-akses jasa keuangan dan konsultasi. Keterbatasan modal investasi juga

menjadi hambatan untuk peningkatan fungsi internal seperti pelatihan dan inovasi

teknologi.

Berbeda dengan industri batik berskala besar, Industri Kecil dan Menengah

Batik tidak memiliki kapasitas kemampuan untuk mengatasi semua kekurangan yang

dihadapinya. Hal inilah yang menjadi dasar pertimbangan mengapa perlunya

diidentifikasi variabel-variabel dominan yang berpengaruh terhadap keberhasilan

kinerja IKM Batik. Dengan mengetahui variabel tersebut, diharapkan dapat

membantu IKM Batik dalam menumbuh kembangkan industrinya. Perkembangan

IKM Batik yang pesat dapat meningkatkan pendapatan daerah lebih dari 37 %. Bagi

Kota Surakarta, perkembangan IKM Batik yang menjadi kekuatan ekonomi

kerakyatan, dapat berkembang baik dalam ukuran jumlah unit usaha, nilai produksi,

investasi, maupun jumlah tenaga kerja yang dapat terserap.

3.1.4 Perumusan Masalah.

Perumusan masalah adalah langkah dalam proses penelitian untuk

mengidentifikasikan masalah-masalah yang ada berdasarkan keadaan suatu

organisasi. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada sub bab 1.2, penelitian ini

dilakukan untuk menganalisis performansi finanasial IKM Batik di Surakarta

berdasarkan faktor Kompetensi Industri Kecil dan Menengah.

3.1.5 Tujuan Penelitian.

I - 43

Setelah merumuskan permasalahan, langkah selanjutnya adalah menetapkan

tujuan yang ingin dicapai dari penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah

mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi IKM Batik,

mengidentifikasi variabel-variabel kompetensi yang dominan membedakan kelompok

klaster industri dan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan tiap kelompok klaster

industri.

Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pemilik Industri Kecil

dan Menengah Batik di Surakarta, pemerintah, badan-badan yang bersangkutan

lainnya untuk meningkatkan kinerja industri batik skala kecil dan menengah tersebut.

3.2 TAHAP II : PERANCANGAN MODEL FAKTOR KOMPETENSI

Model penelitian dimaksudkan untuk membuat batasan yang jelas dari

penelitian yang akan dilakukan dan menetapkan variabel dependen serta independen

yang akan diteliti. Model penelitian yang dipakai merupakan adopsi dari penelitian

sebelumnya. Selain itu, model penelitian yang digunakan juga harus disesuaikan

dengan keadaan dan jenis industri yang akan diteliti.

Rumusan faktor Kompetensi IKM berdasarkan penelitian sebelumnya yang

akan dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah penelitian Tumenggung (1999).

Tumenggung berhasil merumuskan 6 faktor kompetensi dan 20 variabel kompetensi

yang dapat dijadikan dasar dalam penelitian ini seperti yang dipaparkan pada tabel

3.2. Namun, perlu disadari, bahwa penelitian tersebut mencakup IKM sektor logam

dan karet sehingga perlu ditelaah terlebih dahulu perubahan-perubahan faktor yang

dapat terjadi di lapangan.

I - 44

Tabel 3.2 Model Kompetensi IKM Batik

No. FAKTOR VARIABEL DESKRIPSI

1. Teknologi dan Produksi X1

X2

X3

X4

X5

Teknologi Proses

Teknologi Produk

Manufaktur Adaptif

Dukungan di Bidang Teknologi dan

Produksi

Fasilitas Perawatan 2. Sumber Daya Manusia X6

X7

X8

X9

X10

Produktivitas Tenaga Kerja

Aktivitas Pengembangan SDM

Dukungan Di Bidang SDM

Kemampuan Operasional

Fleksibilitas Kemampuan SDM

3. Pemasaran X11 Jaringan Informasi Ke Pasar

I - 45

X12

X13

Aktivitas Promosi

Dukungan di Bidang Pemasaran

4. Keuangan X14

X15

Kekuatan Modal

Dukungan di Bidang Finansial

5. Pengadaan Bahan Baku X16

X17

Pasokan Bahan Baku

Jaringan Pemasok

6. Manajemen Perusahaan X18

X19

X20

Manajemen SDM

Manajemen Finansial

Manajemen Integral

Sumber : Tumenggung (1999)

3.3 TAHAP III : PERANCANGAN KERANGKA PENELITIAN

Perancangan kerangka penelitian ini terdiri dari perancangan sampling dan

perancangan metode pengumpulan data.

3.3.1 Perancangan Sampling.

Salah satu metode sampling yang digunakan adalah sampling Probabilitas

yaitu Sampling Random Stratifikasi yaitu Proporsional. Karena jumlah populasi IKM

Batik di Surakarta diketahui berjumlah 75 (BPS, 2003). Cara pengambilan sampel

dilakukan dengan menyeleksi setiap unit sampling yang sesuai dengan ukuran unit

sampling. Hasil pengelompokan sampel dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Perancangan sampling dilakukan dengan metode Rumus Slovin (1960). Hal

ini dikarenakan jumlah populasi Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta

berjumlah 75 (BPS, 2003), sehingga perlu ditentukan jumlah sampel yang akan

diambil.

Pembagian wilayah administrasi Kota Surakarta yang merupakan kawasan

Industri Kecil dan Menengah Batik dibagi menjadi 5 wilayah (BPS, 2003). Kelima

wilayah tersebut adalah Laweyan, Banjarsari, Pasar Kliwon, Serengan dan Jebres.

Industri Kecil dan Menengah Batik yang diikutsertakan dalam penelitian ini yaitu

I - 46

industri yang termasuk ke dalam sektor Klasifikasi Lapangan Usaha Industri (KLUI)

32006 dan 32117 (BPS, 2006)

Penentuan sampel didasarkan pada Rumus Slovin (1960) pada persamaan 2.1.

Jadi dari ukuran populasi sejumlah 75 Industri Kecil dan Menengah di Surakarta,

didapatkan ukuran sampel sejumlah 63 industri untuk diteliti. Industri Kecil dan

Menengah Batik di Surakarta, terkonsentrasi di 5 wilayah kecamatan yaitu Laweyan,

Banjarsari, Pasar Kliwon, Serengan dan Jebres. Jumlah sampel pada masing-masing

wilayah tersebut dibagi dengan menggunakan sampel Proporsional dengan hasil

sebagai berikut :

Tabel 3.3 Rekapitulasi distribusi lokasi sampel

No. Wilayah Jumlah Populasi % Populasi Jumlah Sampel

1.

2.

3.

4.

5.

Laweyan

Pasar Kliwon

Banjarsari

Serengan

Jebres

54

7

10

3

1

73

9

13

4

1

45

6

8

3

1

75 100 63

Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

Jumlah sampel ini diasumsikan cukup untuk dilakukan perhitungan terhadap

Analisis Klaster dan Analisis Diskriminan

3.3.2 Perancangan Metode Pengumpulan Data.

I - 47

Data yang akan dikumpulkan berupa data primer dengan penyebaran

kuesioner dan wawancara ke 63 pemilik industri batik di Surakarta. Dan data

sekunder berupa data jumlah populasi IKM Batik di Surakarta dari BPS dan data

profil masing-masing IKM Batik Laweyan dari FPKBL. Berikut akan dipaparkan

metode pengumpulan data primer.

Kuesioner.

Kuesioner disebarkan ke 63 pemilik Industri Kecil dan Menengah Batik di

Surakarta dengan cara didampingi oleh penulis. Pemilik industri batik mengisi data

umum industri, tingkat kepentingan faktor Kompetensi dan variabel-variabel

Kompetensi berdasarkan persepsi masing-masing pemilik industri. Kuesioner

dirancang dalam tiga bagian :

• Bagian I ( Data Umum Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta )

Hal-hal yang ingin diketahui pada data umum Industri Kecil dan Menengah

Batik di Surakarta ini adalah nama Industri Kecil dan Menengah Batik di

Surakarta, alamat Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta, tahun berdiri

dan jumlah karyawan. Pada data umum ini juga ditanyakan mengenai

performansi finansial Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta yang

berupa :

Ø Jumlah asset Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta.

Jumlah aset adalah nilai bangunan atau pabrik, mesin-mesin yang digunakan

untuk aktivitas produksi serta fasilitas Industri Kecil dan Menengah Batik di

Surakarta lainnya yang menunjang kegiatan operasional, diukur dalam satuan

rupiah.

Ø Rata-rata laba Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta setelah pajak

per tahun (pada tiga tahun terakhir).

Laba bersih adalah penjualan dikurangi biaya produksi dan pajak.

Ø Rata-rata omset penjualan per tahun (pada tiga tahun terakhir).

Penjualan atau omset Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta diukur

dalam rupiah per tahun, yang diukur pada tiga tahun terakhir (2004-2006).

I - 48

Pemilihan ketiga ukuran performansi diatas, disesuaikan dengan kondisi Industri

Kecil dan Menengah Batik di Surakarta. Berdasarkan studi pendahuluan,

umumnya industri-industri tersebut memiliki data ketiga ukuran performansi

diatas, walaupun ada beberapa Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta

yang hanya mendatanya secara sederhana.

Jumlah karyawan, umur Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta, dan

ketiga data performansi fianansial diatas merupakan variabel yang digunakan

sebagai dasar pengelompokan Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta,

yang dilakukan dengan Analisis Klaster.

• Bagian II (Tingkat Kepentingan Faktor Kompetensi).

Dengan didasarkan kepada penelaahan literatur-literatur mengenai faktor-faktor

yang membangun dan menentukan keunggulan dari suatu Industri Kecil dan

Menengah serta hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan, pada penelitian ini

variabel-variabel kompetensi dirangkum dalam enam faktor Kompetensi utama,

yaitu :

1. Teknologi dan Produksi.

2. Sunber Daya Manusia.

3. Pemasaran.

4. Finansial.

5. Pengadaan Bahan Baku.

6. Manajemen Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta.

Pada kuesioner bagian II ini, responden diminta untuk memberikan persepsinya

terhadap tingkat kepentingan faktor-faktor tersebut. Angka 1 menunjukkan faktor

yang paling penting, angka 6 merupakan faktor yang tidak penting diantara

faktor lainnya yang mempengaruhi perfrormansi IKM Batik .

• Bagian III (Tingkat Kepentingan Variabel Kompetensi)

I - 49

Pada bagian III ini, akan diukur tingkat kepentingan masing-masing variabel

kompetensi berdasarkan persepsi responden. Variabel penelitian yang digunakan

dalam melakukan penelitian ini merupakan penjabaran dari faktor-faktor

kompetensi. Secara lengkap, variabel-variabel kompetensi teersebut dapat dilihat

pada tabel 2.1. Dengan menggunakan teknik Analisis Diskriminan, dapat

ditentukan variabel-variabel kompetensi yang membedakan antar kelompok

Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta yang telah terbentuk.

Wawancara.

Wawancara dilakukan ke 63 pemilik Industri Kecil dan Menengah Batik di

Surakarta untuk mendapatkan informasi. Secara lengkap, daftar pertanyaan

ditampilkan di Lampiran. Selain itu, metode wawancara ke 63 pemilik industri batik

dipakai untuk memperkuat jawaban kuesioner dan sebagai basis analisis dan

interpretasi data. Wawancara juga dilakukan melalui telepon

3.4 TAHAP IV : PENGUMPULAN DATA

3.4.1 Penyebaran Kuesioner Dan Wawancara.

Setelah kerangka penelitian tersusun, pengumpulan data dapat dilakukan.

Data yang akan dikumpulkan berupa data primer dengan penyebaran kuesioner dan

wawancara ke 63 pemilik IKM Batik di Surakarta. Pengumpulan data dilakukan

selama satu bulan yaitu pada bulan September 2006. Pengisian kuesioner dan

wawancara umumnya dilakukan di rumah pemilik industri yang bersangkutan. Data

lain yang akan dikumpulkan untuk mendukung penelitian ini adalah data dari BPS

dan IKM Batik yang diwawancara.

Lankah selanjutnya adalah melakukan pengujian kuesioner. Kuesioner yang

telah terkumpul kembali kemudian diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas

dilakukan untuk mengetahui apakah pertanyaan-pertanyaan dalam setiap variabel

dapat mengukur apa yang akan diukur. Sedangkan uji reliabilitas dilakukan untuk

I - 50

mengetahui konsistensi suatu instrumen ukur dalam mengukur konsep yang sama.

Data yang tidak valid dan reliabel, tidak digunakan dalam pengolahan selanjutnya.

3.4.2 Pengujian Data.

Data kuesioner harus diuji validitas dan reliabilitasnya sebelum dilakukan

pengolahan data.

• Uji Validitas yang dipakai adalah validitas konstruk, dengan menghitung

koefisisen Korelasi Pearson dengan rumus pada persamaan 2.1. Pertanyaan yang

diuji validitasnya adalah pertanyaan pada kuesioner bagian III yaitu sebanyak 20

butir pertanyaan. Hasil perhitungan uji validitas dengan Korelasi Pearson yaitu r.

hitung akan dibandingkan dengan r. tabel yang didapatkan dengan perhitungan

interpolasi pada interval kepercayaan 95%. Bila hasil r. hitung tiap pertanyaan

lebih besar daripada r. tabel, maka tiap pertanyaan tersebut dinyatakan valid. Jika

pertanyaan dinyatakan valid, berarti alat ukur mampu untuk mengukur obyek

amatan berdasarkan teori-teori yang sudah ada sebelumnya.

• Uji Reliabilitas diukur dengan menghitung nilai Alpha Cronboach.

Pertanyaan yang diuji reliabilitasnyanya adalah pertanyaan pada kuesioner

bagian III yaitu sebanyak 20 butir pertanyaan. Langkah-langkah pengujian

reliabilitas meliputi:

6. Menghitung jumlah varians yang dicari dengan cara mencari nilai tiap butir,

kemudian dijumlahkan. Rumus varians yang dipergunakan adalah rumus

pada persamaan 2.5.

7. Menghitung koefisien Cronbach’s Alpha dengan menggunakan rumus pada

persamaan 2.6.

8. Membandingkan nilai r yang diperoleh dengan nilai r pada tabel r. tabel,

seperti pada uji validitas.

I - 51

Hasil pengukuran dikatakan dapat dipercaya apabila mampu memberikan hasil

ukur yang konsisten (reliable). Dalam hal ini, relatif sama berarti dengan tetap

menerima adanya toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kecil di antara hasil

beberapa kali pengukuran tersebut (Umar, 2002). Hasil perhitungan Reliabilitas

juga dilakukan dengan manggunakan software SPSS.

3.5 TAHAP V : PENGOLAHAN DATA

Hasil kuesioner yang telah valid dan reliabel kemudian diolah dengan Analisis

Multivariat yaitu menggunakan Analisis Klaster dan Analisis Diskriminan.

3.5.1 Tingkat Kepentingan Faktor Kompetensi.

Dari hasil kuesioner bagian II, didapatkan hasil rangking tiap faktor

kompetensi berdasarkan persepsi pemilik industri. Tingkat kepentingan faktor

kompetensi dapat dicari dengan menggunakan rata-rata nilai kepentingan

faktor kompetensi dari 63 IKM Batik sebagai responden. Sehingga dari rata-

rata tersebut, didapatkan nilai rata-rata terkecil sampai terbesar yang

menunjukkan tingkat paling penting sampai tingkat yang paling tidak penting

pengaruhnya terhadap performansi IKM Batik.

3.5.2 Tingkat Kepentingan Variabel Kompetensi.

Tingkat kepentingan variabel kompetensi, didapatkan dari jawaban kuesioner

bagian III. Variabel kompetensi ini digunakan dalam perhitungan analisis

diskriminan untuk mencari variabel dengan daya beda terbesar yang dapat

membedakan kelompok IKM batik dari hasil analisis klaster.

3.5.3 Analisis Klaster.

Tahap-tahap Analisis Klaster adalah sebagai berikut

1. Menentukan Tujuan.

Digunakan untuk mengelompokkan industri ke dalam beberapa kelompok.

Dasar pengelompokannya adalah lima variabel berikut; umur industri, jumlah

I - 52

karyawan, aset industri, penjualan dan laba bersih per tahun yang didapatkan

dari data umum industri pada kuesioner bagian II.:

2. Menyusun Desain Riset.

a. Pendeteksian Outlier. Outlier adalah data ekstrim yang terlihat sangat

jauh ebrbeda dari data yang lainnya. Uji outlier dilakukan dengan

bantuan software SPSS. Dari hasil SPSS dapat terlihat data-data yang

outlier yaitu data yang lebih besar dari 2.5 dan lebih kecil dari -2.5.

Nilai batas + 2.5 didapatkan dari ukuran sampel yang kecil yaitu <80.

(Hair, 1998)

b. Kelima data tersebut diukur dengan skala yang berbeda, maka harus

distandarisasi dahulu. Standarisasi data 63 industri terhadap 5 variabel

ditransformasikan ke skor standar dengan rumus pada persamaan 2.7.

c. Teknik pengukuran jarak.

3. Asumsi.

Dua asumsi yang harus dipenuhi dalam Analisis Klaster adalah sampel yang

representatif dan tidak ada multikolinieritas atau korelasi antar variabel.

Diharapkan dari perhitungan 63 sampel diatas representatif terhadap

keseluruhan Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta. Setelah

didapatkan skor standar, data harus diuji multikolinieritas dengan

menggunakan SPSS. Bila tidak ada multikolinieritas antara data, maka dapat

dilanjutkan ke tahap selanjutnya.

4. Metode pengelompokan.

Metode yang digunakan pada Analisis Klaster adalah K-Means Cluster

dengan jumlah klaster sudah ditetapkan dulu sebanyak dua sampai empat

klaster. Kriteria penentuan jumlah klaster yang tepat adalah dengan melihat

nilai F dan Sig. pada hasil SPSS yaitu nilai F yang semakin besar dan nilai

sig. di bawah 0.05. Dengan SPSS juga didapatkan hasil pengelompokan tiap

klaster.

5. Interpretasi.

I - 53

Interpretasi dilakukan untuk memeriksa setiap kelompok klaster dan memberi

nama kelompok tersebut. Pemberian nama tiap kelompok klaster didasarkan

pada perbandingan tiga kinerja Industri Kecil dan Menengah Batik di

Surakarta yaitu ROA, Profit Margin dan Sales turnover.

6. Validasi.

3.5.4 Analisis Diskriminan.

Dilakukan untuk mengidentifikasikan variabel-variabel kompetensi pembeda

antar kelompok. Langkah –langkah analisis diskriminan adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Analisis Diskriminan.

Yaitu menentukan variabel independen atau prediktor mana yang mempunyai

discriminating power atau daya beda yang besar untuk membedakan keempat

kelompok Industri Kecil dan Menengah Batik di Surakarta.

2. Variabel Penelitian.

Variabel pada Analisis Diskriminan adalah variabel dependen non metrik

yaitu kategori keempat kelompok klaster industri batik. Variabel Independen

metrik yaitu 20 variabel tingkat kepentingan Kompetensi dari kuesioner

bagian III.

3. Asumsi.

• Variabel independen berdistribusi normal multivariat.

Bila tidak memenuhi asumsi normal multivariat, maka akan timbul

masalah dalam mengestimasi fungsi diskriminan.

• Matriks variansi-kovariansi dari variabel-variabel independen dalam

masing-masing kelompok adalah sama. Bila tidak memenuhi kesamaan

variansi, maka akan mempengaruhi proses klasifikasi obyek. Kesamaan

matrik kovariansi yaitu nilai signifikansi Tex Box’s M harus lebih besar

daripada nilai signifikansi SPSS (0.05). Sehingga asumsi kesamaan

matrik kovariansi dapat diterima.

I - 54

• Tidak ada korelasi antar variabel independen. Jika dua variabel

independen mempunyai korelasi yang kuat, maka dikatakan terjadi

multikolinieritas.

• Tidak ada data yang sangat ekstrim (outlier) pada variabel independen.

Jika ada data outlier yang tetap diproses, hal ini bisa berakibat

berkurangnya ketepatan klasifikasi dari fungsi diskriminan.

Uji outlier pada 20 butir pertanyaan kuesioner bagian III, dilakukan

untuk melihat ada tidaknya data ekstrim atau data yang secara nyata

berbeda dengan data-data lain yang tidak bisa dihindarkan

keberadaanya. Uji outlier ini dilakukan dengan software SPSS.

Langkah-langkah uji outlier adalah sebagai berikut :

a. Standarisasi Data, yaitu mengubah nilai 20 data pada 63 industri

batik menjadi bentuk z atau disebut z score.

b. Dateksi outlier, jika sebuah data outlier, maka nilai z score didapat

lebih besar dari angka +2.5 atau lebih kecil dari -2.5.

4. Estimasi Fungsi Diskriminan.

Estimasi fungsi diskriminan dengan melihat nilai signifikansi nilai Wilks’s

Lambda, Univariate F Ratio dan Sig. yang didapatkan dari hasil SPSS dengan

menggunakan metode Stepwise. Dari ketiga nilai tersebut dapat ditentukan

variabel-variabel yang akan dimasukkan dalam perhitungan fungsi

diskriminan dengan melihat nilai Wilks’s Lambda minimum dan maksimasi

Mahalanobis Distance. yang kecil. Setelah itu, ditentukan fungsi kanonik

diskriminan yang akan dapat menentukan skor variabel kanonik untuk tiap

Industri batik.

5. Interpretasi.

Interpretasi digunakan untuk menilai kontribusi dari masing-masing variabel

pembeda yang sudah didapatkan dari tahap sebelumnya. Kontribusi tersebut

dilihat dari tiga alat ukur yaitu Discriminant Loading, Rasio F Univariate dan

Indeks Potensi.

6. Validasi.

I - 55

Validasi disini dimaksudkan untuk menyatakan bahwa fungsi-fungsi

diskriminan yang dihasilkan adalah prediktor yang valid. Penentuan ini

dilakukan dengan pemeriksaan matriks klasifikasi.

3.6 TAHAP VI : ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

Setelah didapat hasil pengolahan data, dilakukan analisis dan interpretasi hasil

terhadap pengolahan data sesuai dengan tujuan dan metode yang digunakan. Hasil

dan interpretasi dilakukan masing-masing pada hasil pengelompokan industri (hasil

analisis klaster) dan variabel-variabel Kompetensi pembeda hasil kelompok (hasil

analisis diskriminan). Langkah-langkah analisis adalah sebagai berikut :

3.6.1 Analisis Kinerja Industri.

Pada tahap ini akan dipaparkan mengenai tiga ukuran performansi finansial

yang akan menjadi indikasi kinerja kelompok industri batik yaitu ROA, Profit

Margin on Sales dan Sales Turnover. Dari ketiga ukuran performansi finansial

tersebut, didapatkan kinerja masing-masing kelompok industri batik mulai dari yang

paling tinggi sampai yang paling rendah.

3.6.2 Analisis Klaster Industri.

Pada tahap ini, dilihat kinerja keempat kelompok klaster industri yang telah

terbentuk, serta karakteristik masing-masing kelompok klaster industri berdasarkan

persepsi pemilik industri mengenai kepentingan variabel-variabel Kompetensinya.

Pada setiap faktor kompetensi, dijelaskan perbandingan persepsi masing-masing

pemilik industri batik terhadap setiap kepentingan faktor kompetensinya.

3.6.3 Variabel Pembeda Kelompok Industri Batik.

Untuk menerangkan perbedaan tiap kelompok terhadap kelima variabel

pembeda, dapat dilihat dengan bantuan nilai rata-rata variabel pada keempat

kelompok industri. Pada tahap ini dapat dilihat kekuatan dan kelemahan setiap

I - 56

kelompok industri batik berdasarkan variabel pembeda yang dihasilkan dari analisis

diskriminan.

3.7 TAHAP VII : KESIMPULAN DAN SARAN

Dengan berdasar pada hasil analisis, ditarik kesimpulan dari analisis terhadap

faktor kompetensi dan performansi industri dan diberikan saran yang dapat berguna

bagi penelitian selanjutnya.

I - 57

Tahap IIDENTIFIKASI

MASALAH

Observasi Pendahuluan Tinjauan Pustaka

Latar belakang Penelitian

Perumusan Masalah

Penentuan Tujuan

Tahap IIPERANCANGAN

MODELKPMPETENSI

Lapangan Penelitian Sebelumnya

Perancangan ModelKompetensi

Tahap IIIPERANCANGAN

KERANGKAPENELITIAN

Perancangan Metode Pengumpulan Data1. Data Primer 2. Data Sekunder - Kuesioner : Data Jumlah IKM - Wawancara Batik di Surakarta

Perancangan Kuesioner1. Bagian I ( Data Umum IKM Batik di Surakarta)2. Bagian II (Tingkat Kepentingan Faktor Kompetensi)3. Bagian III (Tingkat Kepentingan Variabel(Kompetensi)

Perancangan Sampling

Metode Pengumpulan data- Penyebaran Kuesioner dan Wawancara- Eksplorasi Data BPS dan IKM Batik- Pengujian Data

Tahap IVPENGUMPULAN

DATA

A

I - 58

A

Tahap VPENGOLAHAN DATA

Analisis Multivariat- Analisis Klaster - Analisis Diskriminan 1. Menentukan Tujuan 1. Menentukan Tujuan 2. Menyusun Desain 2. Variabel Penelitian Riset 3. Asumsi 3. Asumsi 4. Estimasi Fungsi 4. Metode Pengelompokkan Diskriminan 5. Interpretasi 5. Interpretasi 6. Validasi 6. Validasi

Tahap VIANALISIS

Analisis Dan Interpretasi Hasil- Analisis Klaster Industri- Variabel Pembeda Kelompok Industri Batik

Tahap VIIKESIMPULANDAN SARAN

Kesimpulan dan Saran

PertanyaanValid ?

Data TidakDigunakan

Tidak

- Tingkat Kepentingan Faktor Kompetensi IKM Batik- Tingkat Kepentingan Variabel Kompetensi IKM Batik

Ya

Gambar 3.1 Langkah-langkah Penelitian

I - 59

BAB IV

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Data dikumpulkan dari 63 IKM Batik di Surakarta. Data yang dikumpulkan

berupa data primer dengan penyebaran kuesioner dan wawancara ke 63 pemilik IKM

Batik di Surakarta.

4.1 Data Umum IKM Batik di Surakarta.

Data umum IKM Batik di Surakarta pada kuesioner bagian I berisi tentang

profil IKM Batik di Surakarta secara umum. Pada Tabel 4.1 diperlihatkan data umum

IKM Batik di setiap wilayah kecamatan Surakarta. Yaitu umur perusahaan, jumlah

karyawan, aset, penjualan dan laba bersih IKM Batik di Surakarta. Sedangkan data

umum IKM Batik di Surakarta selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.

Tabel 4.1 Data Umum IKM Batik di Surakarta

Wilayah Rata-rata Uraian

Laweyan Pasar Kliwon Banjarsari Serengan Jebres

Jumlah IKM 54 7 10 3 1

Umur perusahaan (tahun) 19 22 20 15 32

Jumlah karyawan (orang) 12 10 12 9 30

Asset (Rupiah) 505.340.909 128.681.339 726.250.000 223.333.333 1.700.000.000

Penjualan/tahun (Rupiah) 324.888.889 170.833.333 348.125.000 400.000.000 960.000.000

Laba/tahun (Rupiah) 69.737.778 40.800.000 82.375.000 108.333.333 200.000.000 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

4.2 Faktor Kompetensi IKM.

Faktor kompetensi IKM Batik didasarkan pada faktor kompetensi hasil

penelitian Tumenggung yang telah ditentukan pada bab III. Faktor-faktor kompetensi

yang digunakan sebagai acuan dalam menentukan faktor kompetensi yang lebih

dipentingkan atau paling penting pengaruhnya terhadap performansi IKM Batik

yaitu:

I - 60

7. Teknologi dan Produksi.

8. Sumber daya manusia

9. Pemasaran.

10. Finansial.

11. Pengadaan bahan baku.

12. Manajeman perusahaan.

4.3 Tingkat Kepentingan Faktor Kompetensi IKM.

Tingkat kepentingan faktor Kompetensi pada kuesioner bagian II berupa

urutan rangking faktor Kompetensi yang dianggap paling penting pengaruhnya

terhadap kinerja IKM Batik di Surakarta berdasarkan persepsi pemilik IKM Batik.

Karena terdapat 6 faktor Kompetensi, maka responden diminta untuk memberikan

rangking 1 sampai 6 terhadap faktor-faktor tersebut. Rekap data hasil rangking 63

responden dapat dilihat di lampiran C.

Hasil rangking yang diberikan masing-masing pemilik IKM batik terhadap

setiap faktor kompetensi berbeda-beda berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya

di industri sehingga perlu dicari urutan kepentingan faktor kompetensi dari 63

responden. Untuk mengetahui tingkat kepentingan faktor kompetensi maka data hasil

rangking dapat diurutkan berdasarkan nilai rata-rata rangking setiap responden untuk

keenam faktor kompetensi. Hasil rata-rata tingkat kepentingan faktor kompetensi

untuk 63 IKM Batik dipaparkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Rata-rata 6 faktor kompetensi

Faktor Kompetensi

Rata-rata Tingkat Kepentingan

TEKNOLOGI PRODUKSI 2,42

SDM 2,34

PEMASARAN 3,03

KEUANGAN 2,20

JARINGAN DAN PASOKAN BAHAN BAKU 3,96

MANAJEMEN 3,84 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

I - 61

Dari hasil perhitungan rata-rata tingkat kepentingan faktor kompetensi pada

Tabel 4.2, dapat dilihat urutan faktor kompetensi dari yang paling penting

pengaruhnya sampai yang paling tidak penting penting pengaruhnya menurut

persepsi masing-masing pemilik IKM Batik pada Tabel 4.3 yaitu :

Tabel 4.3 Urutan Fakor Kompetensi

Rata-rata Tingkat Faktor Kompetensi

Kepentingan

KEUANGAN 2,21

SDM 2,35

TEKNOLOGI PRODUKSI 2,43

PEMASARAN 3,03

MANAJEMEN 3,84

JARINGAN DAN PASOKAN BAHAN BAKU 3,97 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

4.4 Variabel Kompetensi IKM.

Variabel kompetensi yang digunakan dalam melakukan penelitian merupakan

penjabaran dari faktor-faktor kompetensi. Variabel-variabel kompetensi digunakan

untuk menentukan variabel mana yang lebih dominan mempengaruhi performansi

IKM Batik dengan menggunakan analisis diskriminan.

I - 62

4.5 Tingkat Kepentingan Variabel Kompetensi Industri.

Data pada kuesioner bagian III berupa skala Interval 1 sampai 10, dari

variabel kompetensi yang paling tidak penting pengaruhnya ke yang paling penting

pengaruhnya terhadap kinerja IKM Batik di Surakarta. Secara lengkap, data skala

hasil kuesioner dapat dilihat di lampiran C.

4.6 Uji Validitas.

Suatu angket dikatakan valid (sah) jika pertanyaan pada suatu angket mampu

untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur angket tersebut. Jika angket valid

berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) juga valid

sehingga diharapkan data yang diperoleh juga valid.

Uji Validitas dilakukan dengan metode Validitas Konstruk, yang

menunjukkan kemampuan alat ukur untuk mengukur obyek amatan berdasarkan

teori-teori yang sudah ada sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan menggunakan

metode Validitas Diskriminan yang mengacu kepada kemampuan untuk memperoleh

hasil pengukuran yang serupa dengan teori yang sudah ada sebelumnya.

Pertanyaan yang diuji adalah pertanyaan pada kuesioner bagian III sebanyak

20 butir pertanyaan karena pertanyaan tersebut berskala Interval. Uji Validitas

menggunakan teknik Korelasi Pearson pada persamaan 2.2. Hipotesa untuk

pengujian validitas ini adalah bahwa skor jawaban setiap pertanyaan/variabel

berkorelasi positif dengan skor totalnya, angka Korelasi Pearson dihitung dengan

rumus :

Perhitungan interpolasi pada interval kepercayaan 95 % pada tabel 4.4 adalah

sebagai berikut.

Tabel 4.4 Nilai Kritik Untuk Korelasi r. Tabel

n r. tabel

60

70

0.250

0.232

I - 63

Cara melihat angka kritik adalah dengan melihat baris n-2 pada tabel nilai

kritik untuk Korelasi Pearson.

Sehingga untuk n=63 , maka df = 63-2=61.

25.0232.0

25.0

6070

6061

−=

− x

x = 0.2482

Jadi didapatkan nilai r. tabel sebesar 0.2482.

Dari perhitungan, didapat nilai-nilai seperti dalam Tabel 4.5 untuk ke-20

variabel Kompetensi.

Tabel 4.5. Rekapitulasi perhitungan validitas pertanyaan dengan rumus

Korelasi Pearson

Notasi Variabel

∑XY ∑X ∑Y ∑X² ∑Y² n α r. hitung V1 16532 435 2362 3153 89090 63 0,1 0,7894561 V2 18546 492 2362 3894 89090 63 0,1 0,601331 V3 19240 511 2362 4173 89090 63 0,1 0,6644933 V4 16689 444 2362 3178 89090 63 0,1 0,2633303 V5 18083 480 2362 3694 89090 63 0,1 0,6189267 V6 18564 497 2349 3949 87839 63 0,1 0,3891078 V7 17575 470 2349 3556 87839 63 0,1 0,4508362 V8 16481 441 2349 3105 87839 63 0,1 0,5610466 V9 17394 464 2349 3502 87839 63 0,1 0,6362649 V10 17825 477 2349 3639 87839 63 0,1 0,4750034 V11 7419 383 1186 2483 22806 63 0,1 0,7674841 V12 7747 400 1186 2670 22806 63 0,1 0,8678345 V13 7640 403 1186 2651 22806 63 0,1 0,2852043 V14 7022 491 894 3879 12926 63 0,1 0,486448 V15 5904 403 894 2761 12926 63 0,1 0,8842268 V16 5639 448 789 3208 9937 63 0,1 0,8052313 V17 4298 341 789 1867 9937 63 0,1 0,7953955 V18 8268 406 1262 2684 25714 63 0,1 0,789128 V19 8538 420 1262 2872 25714 63 0,1 0,7052953 V20 8908 436 1262 3116 25714 63 0,1 0,8419508

Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

I - 64

Setelah didapatkan angka korelasi masing-masing variabel kompetensi

(r.hitung), dibandingkan dengan r.tabel yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Jika angka korelasi hitung lebih besar daripada angka korelasi tabel maka hipotesa

dapat diterima dan disimpulkan bahwa pernyataan tersebut berkorelasi positif (valid)

dengan skor total. Jika angka korelasi hitung lebih kecil dari angka korelasi tabel,

maka hipotesa ditolak dan disimpulkan pernyataan tidak valid.

Tabel 4.6 Rekapitulasi perbandingan antara nilai r.tabel dan r. hitung

Variabel r hitung r. tabel Keputusan

V1 0,7894561 0,2482 valid

V2 0,601331 0,2482 valid

V3 0,6644933 0,2482 valid

V4 0,2633303 0,2482 valid

V5 0,6189267 0,2482 valid

V6 0,3891078 0,2482 valid

V7 0,4508362 0,2482 valid

V8 0,5610466 0,2482 valid

V9 0,6362649 0,2482 valid

V10 0,4750034 0,2482 valid

V11 0,7674841 0,2482 valid

V12 0,8678345 0,2482 valid

V13 0,2852043 0,2482 valid

V14 0,486448 0,2482 valid

V15 0,8842268 0,2482 valid

V16 0,8052313 0,2482 valid

V17 0,7953955 0,2482 valid

V18 0,789128 0,2482 valid

V19 0,7052953 0,2482 valid

V20 0,8419508 0,2482 valid Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

Pada Tabel 4.6, diperoleh hasil bahwa kesemua skor korelasi lebih besar

daripada skor tabel, maka hipotesa dapat diterima dan disimpulkan bahwa skor

masing-masing variabel berkorelasi positif dengan set atribut/variabelnya. Ini berarti

I - 65

data dapat dikatakan telah valid. Setelah melakukan uji validitas, pengolahan data

dilanjutkan dengan uji Reliabilitas.

4.7 Uji reliabilitas.

Reliabilitas adalah suatu angka indeks yang menunjukkan konsistensi suatu

alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama. Setiap alat pengukur seharusnya

memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang konsisten. Dengan

kata lain, bila suatu instrumen ukur dipakai dua kali atau lebih untuk mengukur

konsep yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten, maka

instrumen ukur tersebut dianggap reliabel. Apabila kereliabilitasan suatu instrumen

penelitian tinggi hal ini berarti instrumen penelitian tersebut layak untuk digunakan

dalam penelitian di waktu dan tempat yang berbeda.

Uji reliabilitas dilakukan untuk menunjukkan konsistensi internal dari

pengukuran yang dilakukan. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh

mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan. Tabel hasil perhitungan

reliabilitas variabel Kompetensi dapat dilihat di lampiran D.

Uji reliabilitas dilakukan pada 63 IKM Batik dan pernyataan yang diuji juga

sama dengan pernyataan pada validitas yaitu kuesioner bagian III yang terdiri dari 20

pertanyaan. Uji ini menggunakan metode Cronbach Alpha (α), metode ini adalah

metode untuk mengukur relibilitas instrumen yang skornya merupakan rentangan

antara beberapa nilai.

Uji reliabilitas ini menggunakan rumus-rumus sebagai berikut:

1. Rumus varians pada persamaan 2.6

2. Koefisien Cronbach’s Alpha pada persamaan 2.7

Perhitungan uji reliabilitas untuk ke 20 variabel Kompetensi dapat dilihat

pada Tabel 4.7 sebagai berikut.

I - 66

Tabel 4.7 Rekapitulasi perhitungan uji reliabilitas dengan menggunakan

metode Cronbach Alpha

V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8 V9 V10 V11 V12 V13 V14 V15 V16 V17 V18 V19 V20Jumlah 435 492 511 444 480 497 470 441 464 477 383 400 403 491 403 448 341 406 420 436

s^2 2,4101382 0,834 0,46 0,788 0,5945 0,4552 0,8 0,3 1,3646 0,4 2,49 2,1 1,18 0,844 2,953 0,358 0,34 1,09 1,161 1,59totals^2 22,548899s^2 total 69,650282

R11 0,7118478

VARIABEL

Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

Dimana :

s² total = ))1(/()()((( 22 −∑−∑ nnxxn

= ))62(63/()8842()1245286(63(( 2−

= 69.650282

R11 = )/.(1)(1var.var/(.( 22 totalsstotaljumjml −−

= )650282.69/548899.22(1)(120/(20( −−

= 0.7118478

Dari hasil perhitungan diatas, didapatkan nilai R11 sebesar 0.7118478. maka

hasil koefisien reliabilitas dapat diterima karena nilainya lebih besar daripada r. tabel

yaitu 0.2482. Maka dari itu, ke 20 variabel dinyatakan reliabel dan dapat dilanjutkan

ke perhitungan selanjutnya. Dari perhitungan uji reliabilitas dengan menggunakan

SPSS juga dapat diketahui nilai Cronbach Alpha sebesar 0.7118478. Hasil uji

reliabilitas dengan menggunakan SPSS dapat dilihat di Lampiran D.

4.8 Analisis Klaster IKM Batik.

Tujuan dari Analisis Klaster dalam penelitian ini adalah untuk membagi 63

IKM Batik di Surakarta ke dalam beberapa klaster atau kelompok berdasarkan 5

variabel pengelompokan yang didapatkan dari data umum perusahaan pada kuesioner

bagian I, yaitu :

I - 67

1. Umur IKM Batik di Surakarta. (sampai tahun 2006)

2. Jumlah karyawan.

3. Aset IKM Batik di Surakarta.

4. Rata-rata omset/penjualan per tahun

5. Rata-rata laba bersih per tahun

Langkah selanjutnya dalam analisis klaster adalah menyusun desain riset

analisis klaster yang meliputi pendeteksian outlier, pengukuran kemiripan objek dan

penstandarisasian data jika data sangat bervariasi dalam satuan, dalam arti ada

variabel (data) dengan satuan yang berbeda-beda.

a. Mendeteksi outlier, yaitu observasi-observasi ekstrim yang terlihat sangat jauh

berbeda. Data outlier dapat terjadi karena kesalahan dalam pemasukkan data,

kesalahan pada pengambilan sampel atau memang ada data-data ekstrim yang

tidak bisa dihindarkan keberadaannya. Tujuan uji outlier adalah melihat ada

tidaknya data ekstrim atau data yang secara nyata berbeda dengan data-data lain.

Uji outlier ini dilakukan dengan bantuan software SPSS 10.

Langkah-langkah uji outlier adalah sebagai berikut:

- Standarisasi data

Deteksi data dengan standarisasi prinsipnya mengubah nilai data semula

menjadi dalam bentuk z, kemudian menafsirkan nilai z tersebut.

- Deteksi outlier

Jika sebuah data outlier, maka nilai z yang didapat lebih besar dari angka

+2,5 atau lebih kecil dari angka –2,5.

Dari hasil pengolahan SPSS nilai z dapat dilihat di sebelah kanan variabel input

dengan nama diawali z, dan setelah melalui deteksi dapat diketahui bahwa tidak

ada satu data pun yang mengalami outlier. Rekapitulasi uji outlier dapat dilihat

pada lampiran E.

I - 68

b. Standarisasi Data.

Perbedaan satuan ini akan menyebabkan bias dalam analisis klaster sehingga

data asli harus ditransformasi (distandarisasi) sebelum bisa dianalisis. Dengan

demikian, perlu dilakukan transformasi terhadap variabel yang relevan ke

bentuk z score.

Karena variabel-variabel pengelompokan diukur dengan skala yang berbeda,

maka perlu dilakukan standarisasi data. Data mentah untuk 63 responden

terhadap 5 variabel ditransformasikan ke skor standar menggunakan persamaan

2.5. Hasil standarisasi data dapat dilihat di lampiran E.

Analisis klaster tidak termasuk teknik statistik inferensia, di mana parameter

analisis ini adalah seberapa besar sampel dapat mewakili populasi. Analisis klaster

mempunyai sifat matematik dan bukan dasar statistik; syarat kenormalan, linieritas,

dan homogenitas tidak begitu penting karena memberikan pengaruh yang kecil

sehingga tidak perlu diuji.

Adapun hal-hal yang perlu diuji untuk memenuhi asumsi dalam analisis

klaster adalah kerepresentatifan sampel dan multikolonieritas. Dalam

kerepresentatifan sampel, sampel dikumpulkan dan klaster diperoleh dengan harapan

dapat mewakili struktur populasi. Dengan menggunakan metode sampling

proporsional, diharapkan 63 IKM Batik di Surakarta yang dijadikan sampel dalam

penelitian ini representatif terhadap keseluruhan IKM Batik di Surakarta.

Dalam multikolinieritasan, variabel-variabel yang bersifat multikolinier

secara implisit mempunyai bobot lebih besar. Multikolinieritasan bertindak sebagai

proses pembobotan yang berpengaruh pada analisis, sehingga variabel-variabel yang

digunakan terlebih dahulu harus diuji tingkat multikolinieritasannya. Hasil pada

Tabel 4.8, uji multikolinieritas perhitungan SPSS untuk kelima variabel

pengelompokan, dapat diketahui bahwa tidak ada multikolinieritas pada variabel-

variabel pengelompokan. Yaitu nilai Tolerance untuk kelima variabel lebih dari 0.10

yang merupakan nilai batas Tolerance. Selain itu, nilai VIF kurang dari 10 yang

merupakan nilai batas VIF.

I - 69

Tabel 4.8 Perhitungan Uji Multikolinieritas Variabel Pengelompokan

Coefficientsa

32,018 2,357 13,586 ,000

1,416 2,430 ,077 ,583 ,562 ,956 1,046

,600 3,179 ,033 ,189 ,851 ,558 1,791

3,903 3,814 ,211 1,023 ,310 ,394 2,539

-5,953 5,607 -,325 -1,062 ,293 ,179 5,572

4,699 4,286 ,256 1,096 ,278 ,307 3,255

(Constant)

UMUR

JMLH

ASET

OMSET

LABA

Model1

B Std. Error

UnstandardizedCoefficients

Beta

StandardizedCoefficients

t Sig. Tolerance VIF

Collinearity Statistics

Dependent Variable: PERUSAHa.

Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

Dengan melihat hasil besaran korelasi antar variabel pengelompokan pada

tabel 4.9, tampak bahwa hanya variabel Omset yang mempunyai korelasi cukup

tinggi dengan variabel Laba. Tingkat korelasi sebesar 0.723 atau sekitar 72.3%. Oleh

karena korelasi ini masih di bawah 95%, maka dapat dikatakan tidak terjadi

multikolinieritas yang serius.

Tabel 4.9 Korelasi antar variabel pada uji Multikolinieritas

Coefficient Correlationsa

1,000 ,153 ,100 ,128 -,723

,153 1,000 -,095 -,008 -,026

,100 -,095 1,000 -,228 -,304

,128 -,008 -,228 1,000 -,510

-,723 -,026 -,304 -,510 1,000

18,371 1,596 1,368 2,086 -17,367

1,596 5,906 -,734 -7,09E-02 -,352

1,368 -,734 10,108 -2,769 -5,417

2,086 -7,09E-02 -2,769 14,546 -10,912

-17,367 -,352 -5,417 -10,912 31,443

LABA

UMUR

JMLH

ASET

OMSET

LABA

UMUR

JMLH

ASET

OMSET

Correlations

Covariances

Model1

LABA UMUR JMLH ASET OMSET

Dependent Variable: PERUSAHa.

Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

Tahap selanjutnya adalah pembentukan Klaster dengan prosedur nonhirarki

karena metode ini memproses semua objek secara sekaligus dengan titik acuan klaster

I - 70

centers sehingga distribusi objek (industri) sebagai anggota masing-masing klaster

lebih merata. Metode ini dimulai dengan menentukan terlebih dahulu jumlah klaster

yang diinginkan (dua Klaster, tiga Klaster, atau lebih). Metode nonhirarki yang

digunakan adalah metode K-Means Clustering yang dikembangkan oleh MacQueen .

Jumlah Klaster ditetapkan antara 2 hingga 4 Klaster karena apabila jumlah

klaster yang dibentuk terlalu banyak, akan menyulitkan interpretasi. Selanjutnya

jumlah Klaster yang tepat ditentukan berdasar perbandingan analysis of variance

(ANOVA) dari ketiga alternatif, yang dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut.

Tabel 4.10 ANOVA Alternatif Penentuan Jumlah Klaster IKM Batik Solo

Faktor F Sig.

2 Klaster 3 Klaster 4 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Klaster

Umur Perush. 0,264 3,238 21,066 0,609 0,046 0,000

Jumlah Karywn 45,266 28,539 23,804 0,000 0,000 0,000

Asset 74,250 54,708 37,031 0,000 0,000 0,000

Omset 216,775 139,251 78,934 0,000 0,000 0,000

Laba 155,889 138,088 99,990 0,000 0,000 0,000

Sumber : Data Primer yang Telah Diolah

Pada dasarnya, semakin besar nilai F pada suatu faktor dan angka

signifikansinya di bawah 0,05 maka semakin besar pula perbedaan yang disebabkan

oleh faktor tersebut terhadap klaster-klaster yang terbentuk. Berdasar pada hal

tersebut, maka jumlah Klaster dipilih dari alternatif yang ada, dengan kriteria nilai F

besar dan angka signifikansi kecil (sig < 0,05) pada setiap faktornya.

Berdasarkan kriteria nilai F yang paling besar dan signifikansi yang paling

kecil, Jumlah Klaster IKM Batik di Surakarta yang terbentuk sesuai dengan kriteria

adalah 4 Klaster. Berikut adalah rincian jumlah industri setiap Klaster.

Kelompok 1 : 32 industri

Kelompok 2 : 8 industri

Kelompok 3 : 16 industri

Kelompok 4 : 7 industri

I - 71

Adapun tampilan pertama (initial) proses pembentukan klaster dapat dilihat

pada Tabel 4.11. Tabel ini berisi penilaian responden pada masing-masing klaster

yang telah terbentuk. Nilai positif (>0) pada tabel mempunyai arti di atas rata-rata,

yaitu sikap responden pada suatu klaster terhadap faktor tertentu adalah positif/baik.

Sedangkan nilai negatif (<0), mempunyai arti di bawah rata-rata, yaitu sikap

responden pada suatu klaster terhadap faktor tertentu adalah negatif/buruk. Output

pada Tabel 4.12 adalah tampilan pertama proses pembentukan klaster sebelum

dilakukan iterasi.

Tabel 4.11 Initial Klasters Centers

Klaster

1 2 3 4

Zscore(VAR_2), umur -1,6931 -0,3849 2,33197 1,12446

Zscore(VAR_3),jml karywn -0,5657 0,30352 -0,2397 2,15053

Zscore(VAR_4), aset -0,236 -0,76 -0,6552 2,06935

Zscore(VAR_5), omset -0,8285 1,55672 -0,9436 2,21471

Zscore(VAR_6), laba -0,7982 2,46452 -0,7843 -0,4511 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

Dari Tabel 4.12 ANOVA di bawah, didapatkan bahwa setiap variabel memiliki

nilai F yang cukup besar dengan nilai signifikansi yang kecil atau di bawah 0.05.

Kolom Klaster menunjukkan besaran between klaster mean dan kolom Error

menunjukkan besaran within klaster mean, sehingga F dapat dihitung menggunakan

persamaan (4.1) sebagai berikut:

sWithinMean

nsBetweenMeaF=

……………………………………(Persamaan 4.1)

Maka dapat disimpulkan bahwa, semakin besar nilai F pada suatu faktor dan

angka signifikansinya di bawah 0,05 maka semakin besar pula perbedaan faktor

tersebut pada klaster - klaster yang terbentuk.

I - 72

Tabel 4.12 ANOVA Variabel Pengelompokan

Klaster Error

Mean

Square df

Mean Square

df F Sig.

Zscore (VAR_2), umur 10,68821068 3 0,507379118 59 21,06553126 2,12832E-09

Zscore (VAR_3),jml karywn 11,31673723 3 0,475420141 59 23,80365547 3,20766E-10

Zscore (VAR_4), aset 13,49805246 3 0,364505807 59 37,031104 1,37696E-13

Zscore (VAR_5), omset 16,54452513 3 0,209600417 59 78,93364594 1,23574E-20

Zscore (VAR_6), laba 17,34561046 3 0,168867265 59 102,7174241 2,15433E-23 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

Contoh perhitungan F pada variabel umur perusahaan (var_2)

507379118.0

68821068.10=F

F = 21.06553126

Dengan menggunakan software SPSS, dihasilkan kelompok yang dapat

dilihat pada Tabel 4.13 berikut ini.

I - 73

Tabel 4.13 Hasil Pengelompokan

Kelompok Jumlah Industri Nama Industri

Nugraha

Mahkota

Doyohadi

1

32 Surya Pelangi

Nesa Noer

Gunawan

Amelia

Sidoluhur

Candi Kencana

Multi Sari

Merak Ati

Adityan

Putra Laweyan

Saud Efendi

Marin

Mini Art

Dewi

Perca

Bulan Indah

Brata Jaya

Dedy Qisti

Fatma Batik

Batik Wulan Hadi

Masa Indah Cap Batik

Batik Semi

Batik Abdullah

I - 74

Tabel 4.14 Hasil Pengelompokan (Lanjutan)

Batik Sinung Rejeki

Batik Printing Tujuh Lima

Barum, Batik Printing

Batik Cap Hartono

Batik Nugroho

Batik Agung Lestari

Cahaya Baru

Gress Tenan 2

8 Merak Manis

Cokrosumarto

Gentong Ayu

Putra Mahkota

Batik Cap Supardi

Batik Tulis Halus Zainal

Farhan

Suparso

Puspa Kencana

3

16 Molina

Cempaka

Anna

Mustika

Purworaharjo

Kencana Murni

Cahaya Putra

Rejeki Abadi

Adr Batik

Batik Super

Batik Alwi

Batik Bengawan Solo

Fajar, Batik Printing Santika Knife

4

7 Luar Biasa

Arjuna Batik Pujangga Baru Batik Batik Rembulan Batik Supatno

I - 75

Setelah didapatkan jumlah kelompok yang tepat yaitu 4 kelompok klaster dan

anggota setiap kelompok, langkah selanjutnya adalah melakukan interpretasi hasil.

Interpretasi meliputi usaha memeriksa setiap kelompok dengan maksud memberi

nama kelompok tersebut dan kemudian mengidentifikasikan karakteristik alami dari

kelompok yang bersangkutan. Untuk memberi nama pada kelompok yang telah

terbentuk, digunakan perbandingan dari tiga Performansi kinerja IKM Batik di

Surakarta, yaitu Return On Assets (ROA), Profit Margin dan Sales Turnover.

1. ROA = Laba bersih / Total Aset.

2. Profit Margin = Laba bersih / Penjualan.

3. Sales Turnover = Penjualan / Total Aset

Tabel 4.15 Variabel Pengelompokan Industri Kelompok 1

VARIABEL

UMUR JUMLAH ASET OMSET/TH LABA/TH

KRYWN NO NAMA PERUSAHAAN

(TH) (ORANG) (Rp) (Rp/TH) (Rp/TH)

1 Nugraha 2 9 375000000 150000000 60000000

2 Mahkota 13 8 375000000 150000000 60000000

3 Doyohadi 20 7 100000000 65000000 13000000

4 Surya Pelangi 10 4 40000000 78000000 24000000

5 Nesa Noer 17 2 40000000 300000000 60000000

6 Gunawan 20 4 150000000 90000000 27000000

7 Amelia 19 8 1000000000 480000000 48000000

8 Sidoluhur 20 7 100000000 180000000 24000000

9 Candi Kencana 16 4 100000000 75000000 30000000

10 Multi Sari 16 6 150000000 210000000 42000000

11 Merak Ati 16 8 300000000 300000000 60000000

12 Adityan 16 6 300000000 180000000 36000000

13 Putra Laweyan 0 11 500000000 600000000 120000000

14 Saud Efendi 22 10 700000000 96000000 28800000

15 Marin 3 7 400000000 75000000 15000000

16 Mini Art 15 9 400000000 75000000 15000000

17 Dewi 17 3 175000000 150000000 35000000

18 Perca 18 4 40000000 102000000 40800000 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

I - 76

Tabel 4.16 Variabel Pengelompokan Industri Kelompok 1 (Lanjutan)

19 Bulan Indah 5 5 100000000 96000000 28800000

20 Brata Jaya 19 6 1000000000 500000000 50000000

21 Dedy Qisti 12 8 500000000 80000000 15000000

22 Fatma Batik 12 4 200000000 360000000 70000000

23 Batik Wulan Hadi 20 5 80000000 80000000 20000000

24 Masa Indah Cap Batik 17 4 500000000 100000000 40800000

25 Batik Semi 19 6 75000000 70000000 22000000

26 Batik Abdullah 16 15 200000000 350000000 72000000

27 Batik Sinung Rejeki 10 16 1000000000 480000000 48000000

28 Batik Printing Tujuh Lima 20 12 360000000 180000000 40000000

29 Barum, Batik Printing 15 11 300000000 180000000 35000000

30 Batik Cap Hartono 18 10 600000000 100000000 25000000

31 Batik Nugroho 16 6 320000000 300000000 22000000

32 Batik Agung Lestari 14 5 200000000 100000000 72000000 TOTAL 10305000000 6332000000 1299200000

ROA 0,126 Profit Margin 0,20223

Sales Turnover 0,593459 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

Tabel 4.17 Variabel Pengelompokan Industri Kelompok 2

VARIABEL

UMUR JUMLAH ASET OMSET/TH LABA/TH

KRYWN NO NAMA PERUSAHAAN

(TH) (ORANG) (Rp) (Rp/TH) (Rp/TH)

1 CAHAYA BARU 2 18 750000000 700000000 200000000

2 GRESS TENAN 12 15 1500000000 800000000 200000000

3 MERAK MANIS 14 35 800000000 800000000 200000000

4 COKROSUMARTO 12 8 800000000 750000000 225000000

5 GENTONG AYU 10 30 1000000000 600000000 240000000

6 PUTRA MAHKOTA 43 10 800000000 800000000 250000000

7 Batik Cap Supardi 5 15 1000000000 640000000 250000000

8 Batuk Tulis Halus Zainal 16 15 150000000 800000000 250000000 TOTAL 6800000000 5890000000 1815000000

ROA 0,266911765 Profit Margin 0,308149406

Sales Turnover 0,866176471 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

I - 77

Tabel 4.18 Variabel Pengelompokan Industri Kelompok 3

VARIABEL

UMUR JUMLAH ASET OMSET/TH LABA/TH

KRYWN NO NAMA PERUSAHAAN

(TH) (ORANG) (Rp) (Rp/TH) (Rp/TH)

1 FARHAN 30 7 200000000 100000000 20000000

2 SUPARSO 40 7 225000000 100000000 15000000

3 PUSPA KENCANA 26 8 150000000 100000000 40000000

4 MOLINA 31 3 100000000 90000000 27000000

5 CEMPAKA 26 4 40000000 102000000 40800000

6 ANNA 22 24 200000000 360000000 72000000

7 MUSTIKA 30 11 300000000 180000000 36000000

8 PURWORAHARJO 28 10 600000000 96000000 24000000

9 KENCANA MURNI 35 26 200000000 80000000 50000000

10 CAHAYA PUTRA 21 35 500000000 100000000 15000000

11 REJEKI ABADI 43 10 200000000 40000000 16000000

12 ADR BATIK 40 7 300000000 180000000 30000000

13 Batik Super 31 14 450000000 75000000 15000000

14 Batik Alwi 30 17 200000000 350000000 75000000

15 Batik Bengawan Solo 28 5 500000000 95000000 26000000

16 Fajar, Batik Printing 35 8 350000000 160000000 60000000 TOTAL 4515000000 2208000000 561800000

ROA 0,236129679 Profit Margin 0,352038406

Sales Turnover 0,671036545 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

I - 78

Tabel 4.19 Variabel Pengelompokan Industri Kelompok 4

VARIABEL

UMUR JUMLAH ASET OMSET/TH LABA/TH

KRYWN NO NAMA PERUSAHAAN

(TH) (ORANG) (Rp) (Rp/TH) (Rp/TH)

1 SANTIKA 31 32 1500000000 1000000000 40000000

2 KNIFE 20 25 1700000000 950000000 175000000

3 LUAR BIASA 20 35 500000000 1000000000 100000000

4 ARJUNA BATIK 19 25 1700000000 900000000 170000000

5 PUJANGGA BARU BATIK 14 32 1500000000 400000000 50000000

6 Batik Rembulan 30 18 1700000000 950000000 175000000

7 Batik Supatno 32 30 1700000000 960000000 200000000 TOTAL 10300000000 6160000000 910000000

ROA 0,088349515 Profit Margin 0,147727273

Sales Turnover 0,598058252 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

Nilai ROA, Profit Margin dan Sales Turnover untuk masing-masing kelompok dapat

dilihat pada Tabel 4.21 berikut dan perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 4.15

sampai Tabel 4. 19 untuk masing-masing kelompok industri.

Tabel 4.20 Variabel kinerja kelompok IKM Batik di Surakarta

Performansi Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4

ROA 12% 26,69% 23,61% 8,83%

Profit Margin 20,22% 30,81% 35,20% 14,77%

Sales Turnover 0,593 0,866 0,671 0,598 Sumber : data sekunder yang telah diolah, 2006

Dari tabel diatas, terlihat adanya perbedaan nilai ketiga variabel untuk ketiga

kelompok.

• Jika dilihat dari ROA, kelompok 2 paling unggul, kemudian disusul oleh

kelompok 3.

I - 79

• Dari Profit Margin, kelompok 3 memiliki nilai paling tinggi, setelah itu

kelompok 2 dan kelompok 1

• Kelompok 2 memiliki nilai Sales Turnover yang paling tingggi, lalu kelompok

3.

Jadi berdasarkan tiga hal diatas, maka :

• Kelompok 2 adalah kelompok industri dengan kinerja paling tinggi

• Kelompok 3 adalah kelompok industri dengan kinerja tinggi.

• Kelompok 1 adalah kelompok industri dengan kinerja sedang

• Kelompok 4 adalah kelompok industri dengan kinerja rendah

Pada penelitian ini, validasi dilakukan dengan menganalisis variabel lain

berupa tiga Performansi kinerja IKM Batik di Surakarta. Berdasarkan interpretasi

keempat kelompok memiliki perbedaan nilai untuk ketiga Performansi yang diukur

(Return On Assets (ROA), Profit Margin dan Sales Turnover), sehingga dapat

dikatakan bahwa Kelompok 2 adalah kelompok industri dengan kinerja paling tinggi,

kelompok 3 adalah kelompok industri dengan kinerja tinggi, kelompok 1 adalah

kelompok industri dengan kinerja sedang, kelompok 4 adalah kelompok industri

dengan kinerja rendah. Namun perbedaan kinerja keempat kelompok ini bukan

merupakan kriteria yang cukup signifikan untuk menyatakan bahwa hasil

pengelompokan adalah valid. Untuk menyatakan hasil pengelompokan adalah valid,

dapat dilihat pada matriks klasifikasi dari hasil Analisis Diskriminan.

4.9 Analisis Diskriminan.

Setelah pada bagian sebelumnya dilakukan pengelompokan IKM Batik

berdasarkan beberapa ukuran Performansi IKM Batik dengan analisis klaster, pada

bagian ini akan dilakukan Analisis Diskriminan untuk melihat variabel-variabel yang

dapat membedakan antara satu kelompok dengan kelompok yang lain.

I - 80

Analisis Diskriminan dalam penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menentukan apakah terdapat perbedaan signifikan antara profil skor rata-rata dan

empat kelompok yang telah terbentuk sebelumnya.

2. Menentukan variabel independen atau prediktor mana yang mempunyai

discriminating power atau daya beda yang besar untuk membedakan keempat

kelompok IKM Batik di Surakarta.

Analisis Diskriminan adalah teknik statistik yang digunakan untuk

mengestimasi hubungan antara satu variabel dependen non metrik dengan satu

himpunan variabel independen metrik.

1. Variabel dependen nonmetrik yaitu kategori kelompok masing-masing IKM Batik

di Surakarta ( satu sampai empat)

2. Variabel independen metrik yaitu 20 variabel tingkat kepentingan Kompetensi

industri.

Sedangkan asumsi yang harus dipenuhi dalam melakukan analisis diskriminan

adalah sebagai berikut.

1. Variabel independen berdistribusi normal.

2. Kesamaan matriks kovariansi.

Tabel 4.21 Test Result

Box's M 153,985

Approx. 2,53228

df1 45

df2 1608,63 F

Sig. 1,4E-07 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

Dari Tabel 4.21, dapat dilihat bahwa nilai signifikansi pada hasil Tex Box’s M =

0.000. Nilai signifikansi ini lebih kecil daripada signifikansi SPSS (0.05), maka

hipotesis mengenai asumsi kesamaan matriks kovariansi antar kelompok

memang berbeda dan hal ini menyalahi asumsi analisis diskriminan. Namun

I - 81

demikian analisis fungsi diskriminan tetap robust walaupun asumsi homogeneity

of variance tidak terpenuhi dengan syarat data tidak memiliki outlier.

Menurut Hair (1998) untuk kasus sampel kecil, (kurang dari 80), maka standar

skor yang dengan nilai + 2.5 dinyatakan outlier. Pada hasil uji outlier Lampiran

F untuk ke 20 variabel kompetensi, didapatkan 4 data yang outlier yaitu var_16

industri ke-24, var_19 industru ke-50, var_17 industri ke-53 dan var_13 industri

ke-63. Setelah outlier teridentifikasi, langkah berikutnya adalah tetap

mempertahankan data outlier atau membuang data outlier. Secara filosofi,

seharusnya outlier tetap dipertahankan jika data outlier memang representasi

dari populasi. Outlier harus dibuang jika data outlier tidak menggambarkan

observasi dalam populasi.

Pada penelitian ini, data tetap harus dipertahankan karena asumsi sampel

representatif terhadap populasi harus terpenuhi sehingga data outlier tetap

dipakai dalam perhitungan analisis diskriminan.

3. Asumsi berikutnya yang harus dipenuhi adalah tidak ada korelasi antar variabel

independen. Jika dua variabel independen mempunyai korelasi yang kuat, maka

dikatakan terjadi multikolinieritas. Dari hasil uji multikolinieritas dengan

menggunakan SPSS, dapat dilihat bahwa tidak ada multikolinieritas antar

variabel independen. Yaitu nilai Tolerance lebih dari 0.10 dan nilai VIF kurang

dari 10. Selain itu, pada hasil korelasi antar variabel kompetensi, dapat dilihat

bahwa hanya variabel 19 (Manajemen Finansial) mempunyai korelasi cukup

tinggi dengan variabel 10 (Fleksibilitas Kemampuan Operasional) dengan

tingkat korelasi sebesar 0.632 atau sekitar 63 %. Oleh karena korelasi ini masih

dibawah 95 %, maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolinieritas yang serius.

Secara lengkap disajikan di Lampiran F

Metode estimasi fungsi diskriminan yang dipakai adalah dengan Stepwise

(bertahap) yaitu pada metode ini, variabel independen diinput satu persatu ke dalam

model berdasarkan daya pembedanya. Metode ini sangat bermanfaat bila analisis

melibatkan variabel independen dalam jumlah yang besar.

I - 82

Langkah –langkah yang harus dilakukan dalam mengestimasi fungsi diskriminan

adalah sebagai berikut.

1. Signifikansi perbedaan kelompok berdasarkan karakteristik dari masing-

masing variabel.

Pada langkah ini akan dilihat variabel-variabel yang secara individual

(univariat) menentukan perbedaan diantara 4 kelompok industri yang ada.

Tabel 4.22 Test of Quality of Group Means

Variabel Wilks' Lambda F Sig.

VAR_1 Teknologi Proses 0,708 8,111 0,000

VAR_2 Teknologi Produk 0,964 0,742 0,531

VAR_3 Manufaktur Adaptif 0,714 7,882 0,000

VAR_4 Dukungan Di Bidang Tekprod 0,977 0,464 0,709

VAR_5 Fasilitas Perawatan 0,743 6,816 0,001

VAR_6 Produktivitas Tenaga Kerja 0,797 5,002 0,004

VAR_7 Aktivitas Pengembangan SDM 0,879 2,710 0,053

VAR_8 Dukungan Di Bidang SDM 0,983 0,347 0,791

VAR_9 Kemampuan Operasional 0,816 4,443 0,007

VAR_10 Fleksibilitas Kemampuan Operasional 0,776 5,692 0,002

VAR_11 Jaringan Informasi ke Pasar 0,418 27,363 0,000

VAR_12 Aktivitas Promosi 0,574 14,567 0,000

VAR_13 Dukungan di Bidang Pemasaran 0,554 15,824 0,000

VAR_14 Kekuatan Modal 0,936 1,349 0,267

VAR_15 Dukungan di Bidang Keuangan 0,768 5,955 0,001

VAR_16 Pasokan Bahan Baku 0,925 1,592 0,201

VAR_17 Jaringan Pemasok 0,618 12,150 0,000

VAR_18 Manajemen SDM 0,798 4,967 0,004

VAR_19 Manajemen Finansial 0,535 17,061 0,000 VAR_20 Manajemen Integral 0,705 8,230 0,000

Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

Tabel 4.22 memperlihatkan nilai Wilks’ Lambda dan Univariate F Ratio

untuk keduapuluh variabel yang menyatakan tingkat signifikansi untuk

persamaan rata-rata kelompok setiap variabel. Selain itu, tabel diatas berfungsi

I - 83

untuk menguji apakah ada perbedaan yang signifikan antar kelompok untuk

setiap variabel.

• Jika angka Sig. >0.05, berarti tidak ada perbedaan antar kelompok.

• Jika angka Sig. < 0.05, berarti ada perbedaan antar kelompok.

Wilks’ Lambda adalah perbandingan antara jumlah kuadrat antar kelompok

dengan total jumlah kuadrat. Angka Wilks’s Lambda berkisar antara 0 sampai 1.

Misalnya pada Tabel 4.23 diperlihatkan perhitungan analisis variansi untuk

variabel 9. Jadi nilai Wilks’ Lambda untuk variabel 9 adalah 69,013 / 84,603 =

0,007. Nilai Lambda yang mendekati nol berarti data tiap kelompok semakin

berbeda. Sedangkan, semakin mendekati 1, data tiap kelompok cenderung sama.

Sehingga kriteria sebuah variabel yang dapat menunjukkan perbedaan antar

kelompok adalah variabel dengan nilai Wilks’ Lambda minimum dengan tingkat

signifikansi kecil. Jika signifikansi kurang dari 0.05, maka hipotesis nol yang

menyatakan rata-rata semua kelompok sama ditolak.

Tabel 4.23 Analisis Variansi Variabel 9

ANOVA

VAR00009

15,590 3 5,197 4,443 ,007

69,013 59 1,170

84,603 62

Between Groups

Within Groups

Total

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

Dari tabel 4.22 dapat dilihat bahwa VAR_1 Teknologi Proses, VAR_3

Manufaktur Adaptif, VAR_5 Fasilitas Perawatan, VAR_6 Produktivitas Tenaga

Kerja, VAR_9 Kemampuan Operasional, VAR_10 Fleksibilitas Kemampuan

Operasional, VAR_11 Jaringan Informasi ke Pasar, VAR_12 Aktivitas Promosi,

VAR_13 Dukungan di Bidang Pemasaran, memiliki nilai Wilks’ Lambda yang

kecil dengan Univariate F ratio yang besar atau nilai signifikansi kecil, sehingga

I - 84

dapat dikatakan bahwa secara individual (univariate) variabel-variabel tersebut

merupakan variabel-variabel yang mempunyai sumbangan terbesar dalam

membedakan keempat kelompok yang ada. Namun demikian, hal ini tidak

menjamin apakah kelima variabel tersebut akan dimasukkan pada fungsi

diskriminan. Untuk itu dilakukan analisis diskriminan dengan tetap menyertakan

seluruh variabel yang ada.

2. Menentukan variabel-variabel yang akan dimasukkan ke dalam

perhitungan fungsi Diskriminan.

Pada langkah ini akan dilihat variabel-variabel mana yang secara efisien

dapat menerangkan perbedaan antar kelompok yang kemudian akan dimasukkan

ke dalam proses penyusunan fungsi diskriminan. Pemilihan variabel akan

dilakukan dengan menggunakan metode bertahap (stepwise) dengan kriteria

maksimasi angka Mahalanobis Distance dan minimasi Wilks’s Lambda. Metode

bertahap dimulai dengan semua variabel diabaikan dari model dan kemudian

secara bertahap memilih variabel-variabel yang akan meminimasi nilai Wilks’

Lambda dengan kriteria signifikansi F maksimum 0.05.

Dari Tabel 4.22, dapat dilihat Var_11 Jaringan Informasi ke Pasar memiliki

nilai Wilks’ Lambda paling kecil sehingga variabel ini merupakan variabel

pertama yang akan dimasukkan ke dalam model. Setelah variabel Jaringan

Informasi ke Pasar dimasukkan ke model maka variabel-variabel lainnya akan

dipertimbangkan masuk ke dalam model dengan prosedur yang sama, setelah

variansi yang berhubungan dengan Var_11 dihilangkan. Proses akan terus

berlanjut sampai tidak ada lagi variabel yang dapat dipertimbangkan masuk ke

dalam model atau dengan kata lain tidak ada signifikan F to enter atau signifikan

F to remove yang memenuhi kriteria.

Dari Lampiran F, proses ini terhenti sampai langkah ke 5 atau setelah 5

variabel yang akan dimasukkan ke dalam model yaitu variabel 11,12,19,13 dan

variabel 9. Pada Tabel 4.24 berikut ini dapat dilihat rangkuman dari metode

Stepwise.

I - 85

Tabel 4.24 Variabel Pembeda Dengan Metode Stepwise

Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

Pada Tabel 4.25 step 1, jumlah variabel yang dimasukkan ada satu variabel

(variabel Jaringan Informasi ke Pasar) dengan angka Wilks’s Lambda

0.4181789. hal ini berarti 41.8% varians tidak dapat dijelaskan oleh perbedaan

antar kelompok. Kemudian pada step 2, dengan tambahan variabel Aktivitas

Promosi, angka Wilks’s Lambda turun menjadi 0.3090461. begitu seterusnya

sampai step 5. penurunan angka Wilks’s Lambda tentu baik bagi model

diskriminan, karena varians yang tidak bisa dijelaskan semakin kecil (dari

41.8% menjadi 30.9% dan semakin menurun menjadi 12.2%).

Dari kolom F dan signifikansinya, terlihat baik pada pemasukan variabel

dan semuanya adalah signifikan secara statistik. Hal ini berarti bahwa kelima

variabel tersebut memang berbeda untuk keempat kelompok perusahaan.

Tabel 4.25 Wilks’s Lambda untuk Lima Tahapan

Wilks' Lambda

Step Number of Variables

Lambda df1 df2 df3 Exact F Statistic

df1 df2 Sig.

1 1 0,4181789 1 3 59 27,362647 3 59 3,23917E-11 2 2 0,3090461 2 3 59 15,443906 6 116 5,91548E-13

3 3 0,257291 3 3 59

4 4 0,1486725 4 3 59 5 5 0,1225008 5 3 59

Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

Tahap

Variable Entered

Min. D Squared

Sig.

1 Var_11 Jaringan Informasi Ke Pasar 0,431 0,03608

2 Var_12 Aktivitas Promosi 1,159 0,045

3 Var_19 Manajemen Finansial 1,88 0,00077

4 Var_13 Dukungan di Bidang Pemasaran 2,073 0,03318

5 Var_9 Kemampuan Operasional 2,357 0,03968

I - 86

Pada tabel variable not in the analysis hasil SPSS yang disajikan di

Lampiran F, dapat diketahui bahwa tabel ini menggambarkan pemasukan

variabel dengan metode Stepwise seperti yang digunakan dalam pengolahan

data. Pedomannya adalah melihat variabel dengan angka Mahalanobis Distance

(D²) yang terbesar, lalu mengevaluasi apakah variabel tersebut mempunyai

angka sig. di bawah 0.05. jika dibawah 0.05, variabel tersebut dimasukkan

dalam model diskriminan. Jika tidak, maka proses dihentikan. Proses ini terhenti

pada step ke lima.

3. Menentukan Fungsi Kanonik Diskriminan.

Pada langkah ini berdasarkan variabel-variabel yang telah diseleksi diatas

akan dicari fungsi komposit linier. Karena pada penelitian ini terdapat 4

kelompok, maka akan terbentuk (n-1) = tiga fungsi diskriminan.

Tabel 4.26 Koefisien Fungsi Diskriminan Kanonik

Variabel Fungsi 1 Fungsi 2 Fungsi 3 Var_11 Jaringan Informasi Ke Pasar Var_12 Aktivitas Promosi Var_19 Manajemen Finansial Var_13 Dukungan di Bidang Pemasaran Var_9 Kemampuan Operasional (Constant)

0,535 0,009 0,817 -0,857 0.200 -4,745

0,268 0,490 -0,236 0,680 -0.586 -3,195

-0,246 -0,373 1,089 0,422 0,236 -7,842

Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

Tabel 4.26 berisikian koefisien variabel kanonik yaitu koefisien dari fungsi

diskriminan yang dicari. Dengan menggunakan fungsi ini maka dapat dihitung

skor variabel kanonik untuk setiap IKM Batik di Surakarta.

Fungsi 1

Skor industri = (-4.745) + 0.535 Var_11 + 0.009 Var_12 + 0.817 Var_19 - 0.857

Var _13 + 0.200 Var_9

I - 87

Dengan mensubstitusikan nilai dari variabel-variabel, maka didapatkan skor

variabel kanonik untuk masing-masing industri, misalnya skor untuk IKM Batik

Nugraha adalah sebagai berikut.

Skor Nugraha = (-4.745) + 0.535 (5) + 0.009 (6) + 0.817 (6) - 0.857 (5) + 0.200

(6)

= -0,199

Fungsi 2

Skor industri = (-3.195) + 0.268 Var_11 + 0.490 Var_12 – 0.236 Var_19 + 0.680

Var _13 - 0.586 Var_9

Sama halnya dengan fungsi 1 diatas, dengan mensubstitusikan nilai dari

variabel-variabel, maka didapatkan skor variabel kanonik untuk masing-masing

industri, misalnya skor untuk IKM Batik Nugraha adalah sebagai berikut.

Skor Nugraha = (-3.195) + 0.268 (5) + 0.490 (6) – 0.236 (6) + 0.680 (5) - 0.586

(6)

= -0,447

Fungsi 3

Skor industri = (-7.842) - 0.246 Var_11 - 0.373 Var_12 + 1.089 Var_19 + 0.422

Var _13 + 0.236 Var_9

Sama halnya dengan fungsi 2 diatas, dengan mensubstitusikan nilai dari

variabel-variabel, maka didapatkan skor variabel kanonik untuk masing-masing

industri, misalnya skor untuk IKM Batik Nugraha adalah sebagai berikut.

Skor Nugraha = (-7.842) - 0.246 (5) - 0.373 (6) + 1.089 (6) + 0.422 (5) - 0.236

(6)

= -1.25

Hasil perhitungan skor diskriminan untuk 63 IKM Batik dengan

perhitungan SPSS tiga fungsi dapat dilihat di Lampiran F.

I - 88

Tabel 4.27 Eigenvalues

Eigenvalues

2,903a 73,2 73,2 ,862

1,037a 26,1 99,3 ,714

,027a ,7 100,0 ,161

Function1

2

3

Eigenvalue % of Variance Cumulative %CanonicalCorrelation

First 3 canonical discriminant functions were used in theanalysis.

a.

Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

Pada Tabel 4.27, terlihat angka canonical correlation adalah 0.862, yang

jika dikuadratkan akan menjadi (0.862x0.862) = 0,743044. hal ini berarti 74.3%

varians dari variabel kompetensi dapat dijelaskan oleh model diskriminan yang

dibentuk oleh 5 variabel bebas yaitu Jaringan Informasi Ke Pasar, Aktivitas

Promosi, Manajemen Finansial, Dukungan di Bidang Pemasaran dan

Kemampuan Operasional.

Angka canonical correlation pada Tabel 4.27 mengukur keeratan

hubungan antara discriminant score dengan kelompok. Angka 0.862

menunjukkan keeratan yang cukup tinggi dengan ukuran skala asosiasi antara 0

sampai 1. Dan walaupun angka canonical untuk fungsi ketiga dengan kelompok

adalah lemah (0.161), namun ketiga fungsi tetap digunakan untuk interpretasi

selanjutnya.

I - 89

Tabel 4.28 Structure Matrix

Pada Tabel 4.28, terlihat 20 variabel kompetensi dengan koefisien masing-

masing. Koefisien pada tiap variabel disebut juga dengan discriminant loadings

yang menyatakan korelasi tiap variabel bebas dengan fungsi diskriminan yang

terbentuk. Variabel dengan tanda ‘a’ di kanan atas variabel yang menunjukkan

variabel tersebut tidak dipakai dalam model. Variabel yang memiliki nilai

koefisien terbesar (harga mutlaknya) merupakan variabel yang paling penting

atau yang paling membedakan kelompok.

,657 * ,367 -,139 ,362 * ,074 ,204 ,326 * ,210 ,078 ,265 * ,173 -,007 ,227 * ,122 -,148 ,136 * ,017 ,124 ,107 * -,018 -,009 ,279 ,703 * -,291 ,005 -,467 * -,036 ,184 ,218 * ,151

-,096 ,176 * ,117 ,493 ,376 ,742 *

-,382 -,120 -,594 * -,427 ,507 ,566 * ,153 ,211 ,387 *

-,086 -,063 ,354 * ,188 ,285 ,345 *

-,007 ,133 -,345 * ,204 ,032 -,228 *

-,010 ,032 -,206 *

VAR00011 VAR00001 a

VAR00002 a

VAR00018 a

VAR00020 a

VAR00005 a

VAR00007 a

VAR00012 VAR00009 VAR00015 a

VAR00016 a

VAR00019 VAR00010 a

VAR00013 VAR00003 a

VAR00014 a

VAR00017 a

VAR00008 a

VAR00006 a

VAR00004 a

1 2 3 Function

Pooled within-groups correlations between discriminating variables and standardized canonical discriminant functions

Variables ordered by absolute size of correlation within function. Largest absolute correlation between each variable and any discriminant function

*.

This variable not used in the analysis. a.

I - 90

Dari kriteria tersebut, ada 5 variabel bebas yang lolos uji yaitu :

Dan jika dilihat dari besar korelasi (abaikan tanda -) :

• Korelasi variabel Jaringan Informasi Ke Pasar dengan fungsi 1 (0.657)

lebih besar daripada korelasi variabel tersebut dengan fungsi 2 (0.367) dan

fungsi 3 (0.139). Dengan demikian variabel Jaringan Informasi Ke Pasar

masuk ke fungsi diskriminan 1.

• Korelasi variabel Aktivitas Promosi dengan fungsi 2 (0.703) lebih besar

daripada korelasi variabel tersebut dengan fungsi 1 (0.279) dan fungsi 3

(0.291). Dengan demikian variabel Aktivitas Promosi masuk ke fungsi

diskriminan 2.

• Korelasi variabel Manajemen Finansial dengan fungsi 2 (0.467) lebih besar

daripada korelasi variabel tersebut dengan fungsi 1 (0.005) dan fungsi 3

(0.036). dengan demikian variabel Manajemen Finansial masuk ke fungsi

diskriminan 2.

• Korelasi variabel Dukungan di Bidang Pemasaran dengan fungsi 3 (0.742)

lebih besar daripada korelasi variabel tersebut dengan fungsi 1 (0.493) dan

fungsi 2 (0.376). dengan demikian variabel Dukungan di Bidang

Pemasaran masuk ke fungsi diskriminan 3.

• Korelasi variabel Kemampuan Operasional dengan fungsi 3 (0.566) lebih

besar daripada korelasi variabel tersebut dengan fungsi 1 (0.427) dan

fungsi 2 (0.507). dengan demikian variabel Kemampuan Operasional

masuk ke fungsi diskriminan 3.

Var_11 Jaringan Informasi Ke Pasar

Var_12 Aktivitas Promosi

Var_19 Manajemen Finansial

Var_13 Dukungan di Bidang Pemasaran

Var_9 Kemampuan Operasional

I - 91

4. Menentukan signifikansi dari fungsi diskriminan yang dihasilkan

Pada Tabel 4.29 di bawah ini dapat dilihat nilai signifikansi ketiga fungsi

diskriminan bedasarkan uji Chi Square.

Tabel 4.29 Signifikansi Fungsi Diskriminan

Test of Function(s) Wilks' Lambda Chi-square df Sig. 1 through 3 0.123 120,729 15 0,000 2 through 3 0.478 42,428 8 0,000 3 0.974 1,513 3 0,679

Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

Pada Tabel 4.29, terlihat angka chi square sebesar 120.729 dengan angka sig.

0.000. Hal ini mengindikasikan perbedaan yang signifikan (nyata) antara keempat

kelompok IKM Batik pada model diskriminan.

Dari Analisis Diskriminan dihasilkan 5 variabel yang membedakan keempat

kelompok secara signifikan yaitu Jaringan Informasi ke Pasar, Dukungan di Bidang

Pemasaran, Manajemen Finansial, Kemampuan Operasional dan Aktivitas Promosi.

Untuk menilai kontribusi dari masing–masing variabel prediktor tersebut, dapat

dilihat dari tiga alat ukur yaitu Discriminant Loading, Rasio F Univariate dan Indeks

Potensi yang dipaparkan pada Tabel 4.30 sampai Tabel 4.32.

Tabel 4.30 Perhitungan Nilai Potensi Fungsi Diskriminan 1

Fungsi Diskriminan 1

Squared Relative Nilai Variabel Loadings

Loadings Eigenvalue Potensi

Var_11 Jaringan Informasi Ke Pasar 0.657* 0,431649 0,731787 0,315875 Var_12 Aktivitas Promosi 0.279 0,077841 0,731787 0,056963 Var_19 Manajemen Finansial 0.493 0,243049 0,731787 0,17786 Var_13 Dukungan di Bidang Pemasaran -0.427 0,182329 0,731787 0,133426 Var_9 Kemampuan Operasional 0.005 0,000025 0,731787 1,83E-05

Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

I - 92

Tabel 4.31 Perhitungan Nilai Potensi Fungsi Diskriminan 2

Fungsi Diskriminan 2 Squared Relative Nilai Variabel

Loadings Loadings Eigenvalue Potensi

Var_11 Jaringan Informasi Ke Pasar 0.367 0,134689 0,261407 0,035209 Var_12 Aktivitas Promosi 0.703* 0,494209 0,261407 0,12919 Var_19 Manajemen Finansial 0.376 0,141376 0,261407 0,036957 Var_13 Dukungan di Bidang Pemasaran 0.507 0,257049 0,261407 0,067194 Var_9 Kemampuan Operasional -0.467* 0,218089 0,261407 0,05701

Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

Tabel 4.32 Perhitungan Nilai Potensi Fungsi Diskriminan 3

Fungsi Diskriminan 3 Squared Relative Nilai Variabel

Loadings Loadings Eigenvalue Potensi

Var_11 Jaringan Informasi Ke Pasar -0.139 0,019321 0,006806 0,000131 Var_12 Aktivitas Promosi -0.291 0,084681 0,006806 0,000576 Var_19 Manajemen Finansial 0.742* 0,550564 0,006806 0,003747

Var_13 Dukungan di Bidang Pemasaran 0.566* 0,320356 0,006806 0,00218 Var_9 Kemampuan Operasional -0,036 0,001296 0,006806 8,82E-06

Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

Tabel 4.33 Eigenvalue

Function Eigenvalue Canonical

Correlation 1 2,903033939 0,86243206

2 1,037196855 0,713533055

3 0,02665812 0,161139436

Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

Loadings didapatkan dari hasil SPSS yaitu pada structure matrix.

Squared Loadings didapatkan dari hasil kuadrat Loadings.

Relative Eigenvalue didapatkan dengan rumus pada persamaan 2.13.

Nilai Potensi didapatkan dengan rumus pada persamaan 2.14.

Contoh perhitungan Relative Eigenvalue fungsi diskriminan 1 :

Ei

EiREi

∑=

I - 93

1

11

E

ERE

∑=

967.3

903.2=REi = 0.731787

Contoh perhitungan Nilai Potensi fungsi diskriminan 1 :

PVij = ( discriminant loading 1)² x RE 1

= 0.431649 x 0.731787

= 0.315875

Nilai Potensi didapatkan dengan rumus

PVij = ( discriminant loading ij)² x RE j

Pvij = nilai potensi variabel I dalam fungsi j

Indeks Potensi didapat dari penjumlahan nilai potensi dari fungsi diskriminan 1, 2

dan 3. Tabel 4.34 berikut ini merupakan rangkuman dari Discriminant Loading,

Rasio F Univariate dan Indeks Potensi untuk 5 variabel pembeda.

Tabel 4.34 Perhitungan Indeks Potensi

Discriminant Loadings Rasio Indeks

Fungsi 1 Fungsi 2 Fungsi 3 F Univariate Potensi Variabel

Var_11 Jaringan Informasi Ke Pasar 0.657 0.367 -0.139 27.363 0,351215

Var_12 Aktivitas Promosi 0.279 0.703 -0.291 14.567 0,186729

Var_19 Manajemen Finansial 0.493 0.376 0.742 17.061 0,218564

Var_13 Dukungan di Bidang Pemasaran -0.427 0.507 0.566 15.824 0,202801

Var_9 Kemampuan Operasional 0.005 -0.467 -0,036 4.443 0,057037 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

Hasil-hasil ini pada umumnya memperlihatkan Univariate F Ratio dan Indeks

Potensi yang cukup besar terutama untuk variabel Jaringan Informasi Ke Pasar dan

Manajemen Finansial. Jika ditelaah lagi, banyak variabel lain yang memiliki

Univariate F Ratio dibandingkan dengan variabel 12 dan 13, misalnya variabel 17

(Jaringan Pemasok). Namun variabel ini tidak masuk dalam model artinya bukan

I - 94

variabel pembeda diantara kelompok. Hal ini disebabkan adanya multikolinieritas

yaitu adanya korelasi antara variabel independen.

Jumlah fungsi diskriminan yang terbentuk adalah tiga fungsi diskriminan.

Tabel 4.35 berikut ini meliputi rata-rata kelompok dari tiga fungsi diskriminan.

Tabel 4.35 Fungsi pada Group Centroid.

Fungsi Kelompok

1 2 3

1 1,63 -0,945 0,0345

2 3,514 1,268 -0,13

3 -2,093 1,076 0,0577

4 0,578 0,413 0,438 Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

Tahap terakhir dari Analisis Diskriminan adalah validasi hasil. Validasi disini

dimaksudkan untuk menyatakan bahwa fungsi-fungsi diskriminan yang dihasilkan

adalah prediktor yang valid. Penentuan ini dilakukan dengan pemeriksaan matriks

klasifikasi.

I - 95

Tabel 4.36 Matriks Klasifikasi

Classification Resultsb,c

25 1 1 5 32

0 8 0 0 8

0 0 15 1 16

2 1 1 3 7

78,1 3,1 3,1 15,6 100,0

,0 100,0 ,0 ,0 100,0

,0 ,0 93,8 6,3 100,0

28,6 14,3 14,3 42,9 100,0

24 1 1 6 32

1 7 0 0 8

2 0 13 1 16

3 1 2 1 7

75,0 3,1 3,1 18,8 100,0

12,5 87,5 ,0 ,0 100,0

12,5 ,0 81,3 6,3 100,0

42,9 14,3 28,6 14,3 100,0

KLASTER1,00

2,00

3,00

4,00

1,00

2,00

3,00

4,00

1,00

2,00

3,00

4,00

1,00

2,00

3,00

4,00

Count

%

Count

%

Original

Cross-validated a

1,00 2,00 3,00 4,00

Predicted Group Membership

Total

Cross validation is done only for those cases in the analysis. In cross validation, each case isclassified by the functions derived from all cases other than that case.

a.

81,0% of original grouped cases correctly classified.b.

71,4% of cross-validated grouped cases correctly classified.c.

Berdasarkan hasil SPSS pada tanda b di bawah Tabel 4.36 diatas, yang

menyatakan bahwa 81% dari data telah terklasifikasi dengan benar. Hal ini berarti

81% dari 63 data yang diolah telah dimasukkan pada kelompok yang sesuai dengan

data semula. Jika dilihat dari validasi silang (cross-validated) yang ada pada kode c,

angka tersebut yaitu 71.4% yang menunjukkan ketepatan fungsi diskriminan yang

terbentuk. Semakin tinggi nilai validasi, termasuk cross validated groups, tentu

semakin bagus karena semakin tepat fungsi diskriminan dalam membedakan keempat

kelompok IKM Batik.

Pada Tabel 4.36, bagian Original terlihat bahwa industri pada data awal yang

masuk dalam klaster 1 sejumlah 32 industri dan pada model diskriminan, satu

industri masuk pada klaster 2, satu industri masuk dalam klaster 2 dan lima industri

masuk dalam klaster 3. Begitupun juga untuk industri pada klaster 2,3 dan 4. Dengan

demikian, ketepatan prediksi dari model diskriminan adalah

I - 96

= (25+8+15+3)/63

= 0.809 atau 81%

Oleh karena angka keakuratan prediksinya tinggi (81%), maka model

diskriminan dapat digunakan untuk analisis diskriminan.

Tabel 4.37 Matriks Klasifikasi untuk Empat Kelompok Analisis Diskriminan

Predicted Group Membership Kelompok

Jumlah Industri

Kelompok 1

Kelompok 2

Kelompok 3

Kelompok 4

25 1 1 5 1 32

78.1 3,1 3,1 15.6

0 8 0 0 2 8

0 100 0 0

0 0 15 1 3 16

0 0 93.8 6.3

2 1 1 3 4 7

28.6 14,3 14.3 42,9

Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

Dari Tabel 4.37, dapat dilihat fungsi diskriminan mencapai ketepatan

klasifikasi derajat yang cukup tinggi. Elemen-elemen diagonal adalah obyek-obyek

yang diklasifikasikan secara tepat dalam kelompok.

• 25 industri pada kelompok 1 diklasifikasikan secara tepat dan ada 7 industri

yang tidak diklasifikasikan secara tepat, artinya ketepatan klasifikasi pada

kelompok 1 ini = 78.1 %

• 8 industri diklasifikasikan secara tepat pada kelompok 2, artinya ketepatan

klasifikasi pada kelompok 2 ini = 100%

• 15 industri pada kelompok 3 diklasifikasikan secara tepat dan hanya 1 industri

yang tidak diklasifikasikan secara tepat, artinya ketepatan klasifikasi pada

kelompok 3 ini = 93.8 %

• 3 industri diklasifikasikan secara tepat di kelompok 4 dengan 4 industri tidak

diklasifikasikan secara tepat, artinya ketepatan klasifikasi pada kelompok 4 ini =

hanya 42.9 %

I - 97

Jadi secara keseluruhan, ketepatan klasifiksi fungsi diskriminan adalah

sebanyak 63 IKM Batik atau dengan persentase 81 %.

Yaitu (25+8+15+3)/63 = 0.809 atau 81%

Oleh karena angka keakuratan tinggi (81%), maka model diskriminan diatas

sebenarnya dapat digunakan untuk analisis diskriminan. Atau penafsiran tentang

berbagai tabel yang ada valid untuk digunakan.

Pengukuran ketepatan klasifikasi lainnya adalah Press’s Q. Nilai Press’s Q

menguji ketepatan klasifikasi untuk signifikansi statistik daripada yang diharapkan

dengan kebetulan (better than chance)

Press’s Q = )14(63

)]351(63[ 2

− x = 42.85

Nilai Press’s Q yaitu 42.85 akan dibandingkan dengan nilai kritis 1 derajat kebebasan

pada level signifikansi 0.05 yaitu 3.84. Nilai Press’s Q ternyata lebih besar daripada

nilai kritis 3.84, maka disimpulkan bahwa analsis diskriminan adalah valid.

Untuk menerangkan perbedaan masing-masing kelompok terhadap kelima

variabel pembeda tersebut, dapat dilihat dengan bantuan nilai rata-rata variabel pada

keempat kelompok yang dapat dilihat pada Tabel 4.38 berikut ini.

Tabel 4.38 Rata-rata dan Std. Deviasi Kelompok.

KELOMPOK1 KELOMPOK 2 KELOMPOK 3 KELOMPOK 4 Variabel

Mean Std. Dev Mean Std. Dev Mean Std. Dev Mean Std. Dev Var_11 Jaringan Informasi Ke Pasar

7,44 1,52 7,63 2,00 7,00 1,51 7,00 1,41

Var_12 Aktivitas Promosi 7,38 1,52 8,25 0,89 7,19 1,47 7.57 1,27

Var_19 Manajemen Finansial

6,59 1,07 7,75 1,04 7,06 1,18 7,43 1,13

Var_13 Dukungan di Bidang Pemasaran

6,69 1,20 6,63 1,06 6,25 0,93 8.14 1,46

Var_9 Kemampuan Operasional

7,16 1,08 7,13 1,13 7,38 1,20 7,14 0,69

Sumber : data primer yang telah diolah, 2006

I - 98

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

5. 1 ANALISIS KINERJA INDUSTRI.

Dari pengolahan data, kinerja sebuah IKM Batik di Surakarta pertama-tama

dilihat dari Return On Assets (ROA), Profit Margin dan Sales Turnover, dengan

alasan :

• ROA merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan total

aset yang dimiliki IKM Batik di Surakarta. Jadi rasio ini mengukur

keefektifan pengelolaan perusahaan secara keseluruhan dalam mencapai profit

dengan aset-aset yang dimiliki IKM Batik di Surakarta tersebut. Oleh karena

itu sebuah IKM Batik di Surakarta dengan persentase ROA yang tinggi

mengindikasikan IKM Batik di Surakarta tersebut berkinerja tinggi.

• Profit Margin on Sales adalah rasio antara perbandingan antara laba dengan

penjualan. Rasio ini mengukur persentase profit yang didapat untuk setiap

rupiah penjualan. Rasio ini dapat berguna untuk mengetahui penyebab

keberhasilan IKM Batik di Surakarta. Jadi rasio ini bukan indikator utama

sebuah IKM Batik di Surakarta yang kinerja tinggi atau rendah.

• Sales Turnover merupakan perbandingan antara penjualan dengan aset IKM

Batik di Surakarta. Jadi Sales Turnover bukan merupakan rasio profitabilitas

seperti ROA maupun Profit Margin. Rasio ini merupakan rasio aktivitas yang

bertujuan untuk mengukur efektivitas IKM Batik di Surakarta dalam

mengelola sumber dana IKM Batik di Surakarta.

Dari Tabel 4.20 dapat dilihat bahwa industri pada kelompok klaster 2

mempunyai nilai ROA sebesar 26,69% yaitu nilai yang lebih besar daripada ketiga

kelompok klaster industri yang lain. Hal ini yang membuat industri pada kelompok 2

termasuk industri yang berkinerja paling tinggi karena industri kelompok 2 dapat

mencapai profit yang maksimal dengan aset-aset yang dimiliki. Dapat dilihat bahwa

I - 99

perusahaan cukup efektif dalam mengelola sumber daya yang dimiliki untuk

mendapatkan keuntungan.

Untuk menentukan kinerja suatu industri, selain ROA juga dapat dilihat dari

Profit Margin on Sales. Walaupun indikasi ini bukan indikator utama dalam

menentukan kinerja industri, namun indikasi tersebut dapat digunakan untuk

menentukan penyebab keberhasilan suatu industri. Dari Tabel 4.20, dapat dilihat

bahwa industri pada kelompok 3 memiliki nilai Profit Margin on Sales yang cukup

tinggi dibandingkan dengan ketiga kelompok industri yang lain yaitu sebesar 35,20%.

Penyebab keberhasilan yang telah dicapai industri pada kelompok 3 ini dapat dilihat

pada analisa berikutnya yaitu mengenai karakteristik masing-masing kelompok

industri termasuk kekuatan dan kelemahannya.

Indikasi berikutnya adalah Sales Turnover yaitu suatu rasio yang dapat

mengukur efektivitas industri dalam mengelola sumber dana perusahaan. Dari Tabel

4.20, dapat dilihat bahwa kelompok 2 memiliki nilai Sales Turnover yang lebih tinggi

daripada ketiga kelompok lainnya yaitu sebesar 0,866. Hal ini dapat dilihat dari

pengelolaan manajemen finansial yang cukup baik yang telah dilakukan industri pada

kelompok 2 yang juga merupakan industri berkinerja paling tinggi.

5. 2 ANALISIS KLASTER INDUSTRI.

Pada pengolahan analisis klaster, 63 industi batik yang menjadi sampel

penelitian ini dikelompokkan menjadi 4 kelompok klaster. Berikut ini adalah kinerja

keempat kelompok yang telah terbentuk serta karakteristik kelompok berdasarkan

persepi pemilik industri mengenai kepentingan variabel-variabel kompetensinya.

A. KELOMPOK 1

Profil Industri Kelompok 1

Ø 32 industri batik pada kelompok 1 ini berlokasi di Kecamatan Laweyan, 4

industri berlokasi di Kecamatan Pasar Kliwon, 4 berlokasi di Kecamatan

Banjarsari dan dua industri batik berlokasi di Kecamatan Serengan.

I - 100

Ø Umumnya inustri di kelompok 1 ini umurnya relatif muda dengan yaitu salah

satu diantaranya didirikan pada tahun 2006 dan yang tertua berumur 22 tahun.

Performansi Finansial Kelompok 1

Dari tiga performansi finansial, dapat dihitung rata-rata Profit Margin, ROA dan

Sales Turnover untuk industri pada kelompok 1.

Ø Rata-rata Profit Margin untuk kelompok 1 = 20,22%

Ø Rata-rata ROA = 12%

Ø Rata-rata Sales Turnover = 0,593

B. KELOMPOK 2

Profil Industri Kelompok 2

Ø Lokasi industri yang tergolong kelompok 2 ini tersebar di tiga lokasi yaitu 6

industri batik berlokasi di Kecamatan Laweyan dan yang lain berlokasi di

Kecamatan Banjarsari dan Kecamatan Serengan.

Ø Umumnya produk yang dihasilkan adalah kain batik tulis dan cap.

Performansi Finansial Kelompok 2

Dari tiga performansi finansial, dapat dihitung rata-rata Profit Margin, ROA dan

Sales Turnover untuk industri pada kelompok 2.

Ø Rata-rata Profit Margin untuk kelompok 2 = 30,81%

Ø Rata-rata ROA = 26.69%

Ø Rata-rata Sales Turnover = 0,866

C. KELOMPOK 3

Profil Industri Batik Kelompok 3.

Ø Lokasi industri tersebat di tiga Kecamatan yaitu 12 industri berlokasi di

Kecamatan Laweyan, dua industri berlokasi di Kecamatan Banjarsari dan dua

industri berlokasi di Kecamatan Pasar Kliwon.

I - 101

Ø Dibandingkan dua kelompok sebelumnya, kelompok 3 adalah industri yang

tergolong sudah lama berdiri yaitu antara 21 sampai 43 tahun.

Ø Jumlah karyawan rata-rata 12 orang.

Performansi Finanasial Kelompok 3

Dari tiga performansi finansial, dapat dihitung rata-rata Profit Margin, Sales

Turnover dan ROA untuk industri kelompok 3.

Ø Rata-rata Profit Margin untuk kelompok 3 = 35,20%

Ø Rata-rata ROA = 23,61%

Ø Rata-rata Sales Turnover = 0,671

D. KELOMPOK 4

Profil industri kelompok 4

Ø Lokasi industri tersebar di Kecamatan Laweyan yang berjumlah 5 industri batik

dan lainnya berlokasi di Kecamatan Banjarsari dan Kec, Jebres.

Ø Industri kelompok 4 juga termasuk industri yang sudah lama berdiri yaitu antara

14 sampai 32 tahun.

Ø Jumlah karyawan rata-rata adalah 28 orang.

Performansi Finansial Kelompok 4

Dari tiga performansi finansial, dapat dihitung rata-rata Profit Margin, Sales

Turnover dan ROA untuk industri kelompok 4.

Ø Rata-rata Profit Margin untuk kelompok 4 = 14,77%

Ø Rata-rata ROA = 8,83%

Ø Rata-rata Sales Turnover = 0,598

ASPEK TEKNOLOGI DAN PRODUKSI

Sebagian besar konsumen industri pada kelompok 1, datang ke industri

dengan membawa contoh produk yang akan dipesan baik desain dan warnanya.

Teknologi produk cukup penting, sebatas dapat mengembangkan produk sesuai

I - 102

dengan keinginan konsumen, artinya industri tidak banyak melakukan pengembangan

terhadap contoh produk yang dibawa konsumen jika memang tidak ada permintaan

khusus dari konsumen. Pemilik industri menyatakan bahwa tidak banyak terjadi

perubahan proses produksi dari tahun ke tahun artinya masih konvensional.

Sedangkan pemilik industri batik pada kelompok 2 sangat kreatif mendesain

ulang produk yang sudah ada dan selalu berusaha untuk melakukan perubahan pada

proses dan volume produksi untuk memenuhi perubahan permintaan pasar didasarkan

pada biaya dan waktu yang diperlukan untuk melakukan perubahan. Teknologi

produk dianggap cukup penting untuk dapat mengembangkan produk yang didesain

konsumen dan pemilik ingin menonjolkan keunikan dan karakteristik bahan batik dari

industrinya. Selain itu pemilik suka membaca buku dan mengikuti pameran untuk

mengetahui perkembangan batik di Indonesia maupun luar negri. Pemilik merasa

harus aktif dan kreatif untuk lebih bisa mengembangkan wawasan dan usahanya.

Lain halnya dengan industri batik kelompok 3, teknologi proses dan teknologi

produk tidak begitu dipentingkan oleh pemilik. Hal ini dikarenakan produk yang

dihasilkan tidak begitu variatif dan teknologi yang dipakai pun relatif konstan.

Pemilik industri batik kelompok 4 sangat kreatif dalam merancang desain batik dan

pemilik cukup memperhatikan lay out yaitu faktor pencahayaan, kebersihan dan

kebisingan.

Industri kelompok 1 yang berlokasi di Kecamatan Laweyan merasa dukungan

dari pemerintah di bidang Teknologi dan Produksi sangat penting dan mereka selalu

mengikuti pelatihan yang diadakan yaitu dengan cara mendapat undangan dari

FPKBL. Namun sebagian industri dalam kelompok 1 ini tidak menganggap penting

dukungan pemerintah dalam bidang Teknologi dan Produksi karena tidak pernah

merasakan pelatihan tersebut sehingga tidak merasakan manfaatnya. Transfer

teknologi yang paling utama didapat dari informasi konsumen dan dari pemilik

industri sendiri. Konsumen utamamnya yaitu para pengunjung yang langsung datang

baik dari dalam negri maupun luar negri, kolega, toko-toko batik dan industri batik

besar di Solo dan luar Solo.

I - 103

Konsumen utama industri batik kelompok 2 adalah dari industri batik besar

Solo dan luar Solo. Jika dapat melakukan pengembangan atau modifikasi terhadap

produk yang dipesan konsumen, maka pihak industri akan mengkonsultasikannya

kepada konsumen tersebut.

Beberapa industri batik kelompok 3 merasakan dukungan di bidang teknologi

dan produksi dari pemerintah. Namun beberapa industri malah tidak pernah

merasakan sama sekali. Transfer teknologi umumnya didapatkan dari informasi

konsumen.

Sedangkan dukungan di bidang teknologi tidak penting bagi industri batik

kelompok 4 dan tidak pernah merasakan pengaruhnya. Transfer teknologi didapatkan

dari informasi supplier dan konsumen. Konsumen utamanya berasal dari industri

batik ternama, pengunjung domestik maupun luar negri.

ASPEK SUMBER DAYA MANUSIA

Produktivitas tenaga kerja industri kelompok 1 masih dalam kategori rata-rata

yaitu cukup maksimal. Kemampuan dan keterampilan tenaga kerja merupakan hal

yang paling dipentingkan. Hal ini dikarenakan jumlah tenaga kerja pada industri

kelompok 1 ini tergolong sedikit yaitu berkisar 2 sampai 16 orang. Transfer ilmu dari

pemimpin dalam hal ini adalah pemilik dirasa sangat penting karena umumnya tenaga

kerja pertama kali masuk belum begitu mengerti tentang keterampilan membatik.

Fleksibilitas kemampuan SDM dirasa sangat penting karena industri tidak memiliki

banyak tenaga kerja, jadi setiap tenaga kerja diharapkan mampu mengerjakan

pekerjaan tenaga kerja yang lain saat ada tenaga kerja yang tidak dapat hadir.

Fleksibilitas kemampuan SDM ini merupakan antisipasi dari ketidakhadiran tenaga

kerja.

Sedangkan jumlah karyawan pada industri kelompok 2 ini cukup besar

dibandingkan dengan kelompok 1. Jumlah tenaga karyawan berkisar antara 8 sampai

35 orang dengan rata-rata 18 orang. Kemampuan dan keterampilan tenaga kerja bisa

dikatakan cukup maksimal dan sama dengan pesaing. Aktivitas pengembangan SDM

I - 104

di lingkungan industri dilakukan dengan cara transfer ilmu dari pemimpin dan

learning by doing.

Produktivitas tenaga kerja pada kelompok 3 cukup maksimal. Karena

umumnya mereka telah lama bekerja di industri yang bersangkutan. Fleksibilitas

kemampuan SDM sangat dipentingkan. Umumnya tenaga kerja sangat fleksibel

dalam melakukan pekerjaannya.

Produktivitas tenaga kerja bagi industri batik kelompok 4 dirasa cukup

penting. Aktivitas pengembangan SDM sendiri dilakukan dengan cara transfer ilmu

dari pemilik dan learning by doing sama seperti pada industri kelompok 2. Tenaga

kerja pada industri batik kelompok 4 sudah bekerja cukup lama dan memiliki

pengalaman yang bagus sehingga pemilik sangat mengandalkan kemampuan SDM

untuk membuat keunikan produknya.

ASPEK PEMASARAN

Informasi pasar dirasa sangat penting oleh pemilik industri batik kelompok 1

karena untuk menambah order dan meningkatkan profit dari konsumen yang berbeda.

Jadi industri tidak pasif dalam arti tidak hanya menunggu datangnya order. Aktivitas

promosi sangat penting. Promosi dilakukan melalui pamerann iklan di media cetak

dan situs internet. Dukungan di bidang pemasaran dari pemerintah belum dirasakan

pengaruhnya. Sehingga sebagian dari industri dari kelompok 1 melakukan kegiatan

promosi sendiri dan terkadang bergabung dengan industri batik lainnya.

Sedangkan industri batik kelompok 2 berpendapat bahwa inti berjalannya

industri adalah karena adanya kepercayaan dari konsumen. Tidak ada dukungan dari

pemerintah atau institusi lainnya dalam bidang pemasaran sehingga kegiatan

pemasaran dilakukan sendiri oleh pemiliknya walau. Aktivitas promosi sangat

penting dan dilakukan melalui situs internet serta mendaftarkan ke Yellow Pages.

Situs ini dirasa perlu untuk memperkenalkan industri batik ke dunia internasional

karena memiliki target untuk berorientasi ekspor. Namun ada dua industri batik yang

tidak memandang penting aktivitas promosi karena sudah merasa cukup dengan order

dari konsumen langganannya sekarang.

I - 105

Sedangkan Informasi pasar bagi industri kelompok 3 tidak dirasa penting

karena order selama ini cenderung datang dari konsumen yang sama walaupun

dengan produk yang berbeda. Industri kelompok 3 terlihat pasif dalam hal ini, dalam

arti hanya menunggu datangnya order. Namun aktivitas promosi dirasa sangat

penting walaupun tidak ada dukungan dari pemerintah maupun institusi lain.

Konsumen mengenal industri kelompok 3 hanya dari orang ke orang atau dari

industri tempat pemilik bekerja sebelumnya.

Bagi industri batik kelompok 4, tidak ada dukungan pemasaran dari

pemerintah sehingga kegiatan pemasaran dilakukan sendiri oleh pemilik. Aktivitas

promosi dirasa cukup penting. Sudah terdaftar di Yellow Pages, tapi dirasa masih

belum cukup. Pemilik sedang membuat situs internet sendiri untuk lebih

memperkenalkan ke masyarakat luas.

ASPEK KEUANGAN

Bagi industri batik kelompok 1, kekuatan modal menjadi faktor utama dalam

melakukan aktivitas usaha. Dukungan dari pemerintah dianggap penting, namun

kadang-kadang mengalami kesulitan dalam birokrasinya. Tujuh diantara 32 industri

batik di kelompok 1 melakukan pinjaman ke Bank untuk memenuhi modal kerjanya

sendiri. Sedangkan, 25 industri batik kelompok 1 lainnya mengandalkan modal kerja

sendiri. Pencatatan uang masuk dan uang keluar masih konvensional dan dilakukan

sendiri oleh pemilik sehingga manajemen finansial cukup penting bagi industi batik

kelompok 1.

Sedangkan bagi industri batik kelompok 2, modal kerja tetap merupakan hal

yang dirasa penting, namun bukan hal yang paling penting. Setengah industri dari

kelompok 2 melakukan pinjaman untuk memenuhi modal kerjanya dan setengah

lainnya menggunakan modal sendiri.

Kekuatan modal menjadi faktor utama bagi industri batik kelompok 3 dalam

melakukan aktivitas usahanya. Dukungan dari pemerintah dianggap cukup penting

namun beberapa industri mengalami kesulitan dalam birokrasinya. Dari 16 industri

I - 106

batik yang termasuk dalam kelompok 3 ini, ada 5 industri batik yang menggunakan

pinjaman untuk memenuhi modal kerjanya.

Modal kerja terdiri dari modal sendiri. Sama halnya dengan industri batik

kelompok 1 dan 3, kekuatan modal dirasa sangat penting untuk menjalankan usaha

sacara berkesinambungan dan menyangkut kepercayaan supplier bahan baku.

Dukungan di bidang keuangan tidak begitu penting karena kondisi modal internal

sudah mencukupi dan pemilik berusaha tidak berurusan dengan Bank karena menyita

banyak waktu dengan prosedur yang rumit. Pencatatan terhadap uang masuk dan

uang keluar hanya dilakukan secara sederhana oleh pemilik.

ASPEK PENGADAAN BAHAN BAKU

proses produksi pada industri batik kelompok 1 tidak pernah terganggu karena

masalah bahan baku. Umumnya industri batik kelompok 1 tidak mengadakan stok

bahan baku, hanya dibeli jika ada order dengan DP dari konsumen.

Kualitas bahan baku sangat diperhatikan oleh industri batik kelompok 2.

Industri ini membeli bahan baku dari toko bahan baku langganan yang telah

memberikan kepercayaan pada industri di kelompok 2 ini sehingga pembayaran dapat

dilakukan dengan cara cash dan giro. Pembelian dilakukan via telepon.

Proses produksi pada industri batik kelompok 3 tidak pernah terganggu karena

masalah bahan baku. Karena belum mendapatkan kepercayaan dari toko bahan baku

maka untuk melakukan pembayaran dilakukan dengan giro namun ada beberapa yang

melakukan pembayaran dengan cash.

Pasokan bahan baku industri batik kelompok 4 didapat di Solo saja dan telah

memiliki kepercayaan dari toko bahan baku sehingga pembayaran dilakukan dengan

cash dan giro. Bagi semua kelompok industri batik, pengadaan bahan baku berupa zat

warna dan kain tidak menjadi masalah karena bahan baku mudah didapatkan di

pasaran.

I - 107

ASPEK MANAJEMEN PERUSAHAAN

Manajemen finansial dirasa cukup penting bagi industri batik kelompok 1,

namun karena keterbatasan pengetahuan, manajemen finansial tidak dilakukan

dengan baik. Umumnya pencatatan uang masuk dan uang keluar dilakukan pada buku

kas. Manajemen integral dirasa penting, terutama dalam hal manejemen sumber daya

manusia. Pendekatan dengan tenaga kerja dilakukan secara kekeluargaan.

Manajemen merupakan hal yang dianggap mempengaruhi kinerja industri

batik kelompok 2. Karena rata-rata jumlah karyawan cukup besar (18 orang), maka

pihak industri memandang perlu manajemen SDM. Manajemen SDM ini meliputi

pengaturan rotasi kerja, gaji tenaga kerja, pengaturan hari libur dan lain-lain. Laporan

laba rugi dan neraca keuangan dijadikan dasar untuk perbandingan kinerja industri

dari tahun ke tahun.

Sedangkan bagi industri batik kelompok 3, manajemen finansial merupakan

hal kedua terpenting setelah keuangan. Pada industri batik kelompok 4, terdapat

pembagian divisi yang jelas pada perusahaan walaupun belum dilakukan dengan

optimal. Manajemen finansial sangat penting untuk mendukung kinerja industri dan

telah memiliki seorang yang khusus mengurus masalah finansial.

5. 3 VARIABEL PEMBEDA KELOMPOK INDUSTRI BATIK.

Berdasarkan pengolahan data dengan analisis diskriminan, terdapat perbedaan

persepsi tingkat kepentingan terhadap variabel kompetensi antara keempat kelompok

industri batik di Surakarta.

A. KELOMPOK 1

Dari Tabel 4.38 dan Tabel 4.30 sampai 4.32, terlihat bahwa kelompok 1

sangat mementingkan keaktifan mencari jaringan informasi ke pasar karena

merupakan sumber informasi dan akses yang memungkinkan untuk melihat dan

meraih peluang pasar yang ada dalam melakukan transaksi perdagangan. Selain itu

juga untuk dapat merebut pasar dan menjaga kontinuitas pesanan. Jaringan informasi

ke pasar dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan mendatangi konsumen dan

I - 108

menjaga hubungan yang telah terjalin dengan konsumen secara intensif. Kepentingan

akan variabel ini dijelaskan pada nilai discriminant loading Tabel 4.30 sampai Tabel

4.32 yang terlihat dengan angka bertanda bintang (*). Jaringan Informasi ke Pasar

mempunyai korelasi yang lebih besar terhadap fungsi pertama. Sedangkan fungsi 1

sendiri menjelaskan perbedaan industri batik dalam keaktifan mencari jaringan

informasi ke pasar. Dilihat dari Tabel 4.33, fungsi 1 dengan variabel pembeda

jaringan informasi ke pasar yang membedakan antar kelompok, dapat dijelaskan

sebesar 0,862² atau sebesar 74 % oleh skor diskriminan.

Kelompok 1 juga cukup mementingkan aktivitas promosi karena aktivitas

promosi sangat penting untuk lebih mengenalkan industrinya ke konsumen baik di

dalam negri maupun luar negri. Aktivitas promosi ini dilakukan dengan mengikuti

pameran-pameran yang diadakan di dalam negri maupun di luar negri. Selain itu,

aktivitas promosi juga dilakukan dengan membuat situs internet dimana konsumen

dapat langsung melihat produk batiknya dan mengetahui bagaimana dan dimana cara

memesan. Dukungan di bidang promosi sangat penting yaitu promosi dapat

menambah jumlah order sehingga dapat meningkatkan profit industri serta

mempeluas pangsa pasar.

Industri kelompok 1 mempunyai kelemahan dengan tidak adanya Dukungan

di bidang pemasaran. Dukungan tersebut penting untuk industri batik kelompok 1

karena tanpa adanya dukungan, maka kegiatan pemasaran akan menjadi agak sulit

walaupun industri kelompok 1 bisa melakukan pemasaran sendiri tanpa bantuan dari

pemerintah ataupun institusi lain.

Kelemahan lain pada industri kelompok1 adalah Kemampuan operasional

karyawan lemah menurut pemilik industri batik kelompok 1 karena jumlah

karyawannya tidak begitu banyak bila dibandingkan dengan tiga kelompok lainnya.

Umumnya karyawan tidak memiliki kemampuan sebelum masuk ke industri batik

tersebut sehingga kemampuan tersebut didapat dari transfer ilmu pemilik ke

karyawan.

Manajemen finansial bukanlah kekuatan bagi industri kelompok 1, hal ini

terbukti dari pencatatan keuangan yang sangat sederhana (konvensional) yang

I - 109

dilakukan sendiri oleh pemilik secara konvensional, itupun bila pemilik mau dan ada

waktu melakukannya.

Kelompok 1 merupakan kelompok yang berkinerja sedang, artinya lebih

rendah dari kelompok 2 dan 3 serta lebih tinggi dibandingkan kelompok 4. sebaiknya

kelompok 1 lebih bisa memperbaiki keadaan finansial dengan cara melakukan

pencatatan terhadap uang masuk dan uang keluar. Selain itu, industri kelompok 1

lebih memperhatikan analisis keuangannya seperti Neraca Keuangan dan Laporan

Laba Rugi. Manajemen finansial yang baik akan dapat meningkatkan kinerja industri

secara tidak langsung. Industri kelompok 1 tidak melakukan manajemen finansial

dengan baik karena memang memiliki kemampuan yang terbatas dalam hal tersebut.

Untuk itu disarankan agar industri ini menjalin kerjasama dengan industri lain atau

industri batik besar dalam hal transfer ilmu manajemen. Selain itu, juga disarankan

untuk aktif dalam kegiatan pelatihan-pelatihan yang diadakan pemerintah maupun

institusi lain dan mencari informasi akan pelatihan tersebut. Diharapakan kedua hal

tersebut dapat membantu industri di kelompok 1 dalam aspek manajemen finansial.

Selain itu, industri kelompok 1 harus lebih aktif dalam mencari dukungan di

bidang pemasaran dengan selalu mengikuti informasi bila ada pameran dan menjalin

kerjasama dengan industri batik lain yang selalu mengadakan pameran. Dukungan

yang lain adalah dengan selalu aktif mencari bantuan pemerintah untuk membantu

dalam pangadaan pameran baik dalam hal perijinan maupun jaringan.

B. KELOMPOK 2

Dari lima variabel pembeda antar kelompok, variabel yang paling

dipentingkan oleh kelompok 2 adalah aktivitas promosi dan manajemen finansial.

Aktivitas promosi sangat penting karena tanpa kegiatan promosi, industri batik tidak

akan dapat dikenal masyarakat didalam maupun luar negri. Keunikan dan

karakteristik yang ditonjolkan oleh produk batik industri kelompok 2 akan dapat

diketahui masyarakat bila dilakukan promosi seperti pameran, membuat situs internet

seperti yang telah dilakukan sekarang dan mendaftarkan ke Yellow Pages. Industri

I - 110

kelompok 2 mempunyai orientasi ekspor sehingga sangat mementingkan kegiatan

promosi.

Manajemen finansial adalah kemampuan industri dalam mengelola finansial.

Jika dibandingkan antara manajemen finansial industri kelompok 2 dengan kelompok

yang lain, kelompok 2 jauh lebih unggul. Manajemen finansial dalan hal ini tidak

terbatas pada pencatatan uang masuk dan uang keluar saja tetapi juga mengenai

analisis keuangannya, seperti Neraca Keuangan dan Laporan Laba Rugi. Beberapa

industri batik telah mengkhususkan seorang yang bertugas dalam hal manajemen

finansial ini yang telah dilengkapi dengan atribut komputer.

Industri pada kelompok 2 memiliki kelemahan dalam hal Jaringan Informasi

ke Pasar, Dukungan di Bidang Pemasaran dan Kemampuan Operasional Karyawan.

Sebaiknya industri batik pada kelompok 2 aktif dalam mencari jaringan untuk

memperluas pangsa pasar dan aktif mencari dukungan di bidang pemasaran dengan

mencari informasi pameran maupun dari informasi pemerintah. Selain itu, sebaiknya

lebih aktif dalam mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan pemerintah maupun

institusi lain untuk labih meningkatkan keterampilan karyawannya.

Kelompok 2 adalah kelompok yang memiliki kinerja yang relatif lebih tinggi

dibandingkan dengan kelompok industri yang lain. Walaupun demikian, perbedaan

ROA dan Profit Margin kelompok 2 dengan kelompok 3 tidak besar (perbedaan ROA

= 3,05% dan perbedaan Profit Margin = 4,39%). Sedangkan untuk Sales Turnover,

kelompok 2 tetap yang tertinggi. Hal ini menunjukkan kelompok 2 cukup efektif

dalam mengelola sumber dana industri.

C. KELOMPOK 3

Industri batik yang termasuk kelompok 3 lebih mementingkan kemampuan

operasional tenaga kerjanya. Pemilik sangat mengandalkan produktivitas dan

fleksibilitas tenaga kerja karena sebagian besar telah bekerja cukup lama yaitu sejak

industri didirikan. Tenaga kerja yang terampil akan dapat meningkatkan kinerja

industri dan dapat mendatangkan profit bagi industri. Tenaga kerja yang telah lama

bekerja terutama sejak industri didirikan akan memiliki pengalaman yang jauh lebih

I - 111

banyak dibandingkan dengan tenaga kerja yang baru masuk. Keterampilan membatik

dan memasarkan produknya serta pengalaman bersaing dengan produk batik industri

pesaing menjadi keunggulan bagi tenaga kerja yang telah lama berkecimpung.

Seperti halnya dengan industri batik kelompok 2, industri kelompok 3 juga

cukup mementingkan aktivitas promosi. Hal ini dikarenakan industri batik kelompok

3 ingin memperluas pangsa pasar dan lebih mengenalkan ciri keunikan produk

industrinya. Namun selama ini dukungan dari pemerintah maupun institusi lainnya di

bidang promosi belum dirasakan pengaruhnya. Sedangkan aktivitas promosi seperti

mengikuti kegiatan pameran sangat membutuhkan dukungan dari pemerintah selaku

pihak yang berwenang dalam pencarian dana, pengurusan ijin dan jaringan dengan

pengusaha lain yang dapat dijadikan rekan kerjasama. Aktivitas promosi yang baik

dengan dukungan yang kuat akan memperkuat dan memperluas jaringan informasi ke

pasar sehingga dapat lebih memperluas dan merebut pangsa pasar. Hal ini sangat

menguntungkan bagi peningkatan kinerja industri kelompok 3.

Industri kelompok 3 termasuk industri berkinerja tinggi karena memiliki nilai

Profit Margin yang cukup tinggi dibandingkan dengan tiga kelompok lainnya. Untuk

dapat lebih meningkatkan performansi atau kinerjanya, industri kelompok 3

sebaiknya aktif dalam aspek pemasaran seperti mengadakan pameran-pameran,

menyebarkan brosur, memasang iklan, membuat situs internet dan membuat katalog

produk yang up date agar konsumen selalu mengetahui produk batik yang terbaru dan

sedang trend. Selama ini industri kelompok 3 hanya menunggu datangnya order.

Padahal pasar adalah aspek yang paling utama dari sebuah industri. Jika aktivitas

promosi tidak dilakukan, maka order cenderung konstan dan suatu saat konsumen

bisa beralih ke industri lain. Keaktifan di bidang pemasaran ini tentu saja harus

disertai dengan peningkatan kualitas produk.

D. KELOMPOK 4

Industri batik yang termasuk dalam kelompok 4 sangat mementingkan

dukungan di bidang pemasaran. Pemasaran sangat penting bagi kelangsungan hidup

industri namun selama ini industri kelompok 4 tidak pernah merasakan dukungan di

I - 112

bidang pemasaran dari pemerintah maupun institusi lainnya. Kegiatan pemasaran

dilakukan sendiri oleh pemilik walaupun pemilik sering mengalami kesulitan saat

memasarkan produknya tanpa adanya dukungan. Bila industri kelompok 4 ini

mendapatkan dukungan di bidang pemasaran maka industri akan mendapatkan

kesempatan untuk memasarkan produknya dengan menonjolkan keunggulan dan

keunikan dari produk batiknya. Sebaiknya industri kelompok 4 lebih aktif dalam

mencari informasi mengenai pendaftaran pameran-pameran di pemerintahan maupun

institusi lain yang mengadakan pameran. Selain itu, industri kelompok 4 juga bisa

lebih aktif dalam menjalin kerjasama dengan industri lain yang pernah atau sering

melakukan kegiatan pemasaran seperti pameran.

Aktivitas promosi juga cukup dipentingkan dalam industri batik yang

termasuk kelompok 4 ini seperti halnya dengan industri pada kelompok 2. Karena

aktivitas promosi akan berjalan dengan baik bila ada dukungan di bidang pemasaran

dari pemerintah atau institusi lain yang menginginkan industri batik dapat bersaing

dengan sehat dan mendapatkan kesempatan memasarkan produknya. Hal ini tentu

saja dapat menguntungkan pihak industri dan pemerintah. Bila dukunngan aktivitas

promosi ini bisa mendapatkan kesempatan untuk bekerjasama dengan pihak

internasional maka akan lebih menguntungkan negara dalam hal peingkatan

pendapatan nasional.

Manajemen finansial pada industri kelompok 4 sudah dilakukan dengan baik

karena kekuatan modal menjadi faktor yang utama. Modal tersebut merupakan milik

sendiri 100% (kecuali Rembulan). Menurut hasil observasi, sebenarnya industri

tersebut memiliki keinginan untuk melakukan pinjaman ke Bank, namun prosedur

birokrasi yang terlalu banyak menyita waktu dan terlalu rumit menyebabkan pemilik

mengurungkan niat tersebut.

Sama halnya dengan industri batik kelompok 3, industri batik kelompok 4 ini

tidak gencar melakukan atau mencari jaringan informasi ke pasar, hanya menjalin

hubungan baik dengan pihak konsumen.

Manajemen finansial tidak terkoordinir dengan baik hanya sebatas pencatatan

sederhana. Sebaiknya industri batik yang termasuk kelompok 4 melakukan

I - 113

manajemen finansial dengan lebih baik untuk meningkatkan kinerjanya. Hal ini sudah

terbukti pada industri batik pada kelompok 2. Industri kelompok 4 tidak melakukan

manajemen finansial yang baik karena memang memiliki kemampuan yang terbatas

dalam hal tersebut. Untuk itu disarankan agar menjalin kerjasama dengan industri

yang manajemen finansialnya lebih baik dalam hal transfer ilmu manajemen,

melakukan pencatatan setiap ada transaksi dan mengkhususkan seseorang yang

menangani masalah finansial perusahaan.

I - 114

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6. 1 KESIMPULAN.

Dari analisis terhadap faktor kompetensi dan performansi industri dapat

disimpulkan beberapa hal berikut.

1. Hasil penelitian ini adalah bahwa faktor-faktor mempengaruhi kompetensi IKM

batik di Surakarta adalah Keuangan, SDM, Teknologi dan Produksi, Pemasaran,

Manajemen Perusahaan dan Jaringan serta Pasokan Bahan Baku.

2. Berdasarkan analisis, terdapat 5 variabel yang dapat digunakan sebagai pembeda

antar keempat kelompok industri batik di Surakarta. Variabel-variabel tersebut

adalah Jaringan Informasi ke Pasar, Dukungan di Bidang Pemasaran, Manajemen

Finansial, Kemampuan Operasional dan Aktivitas Promosi.

3. Dengan memperhatikan 5 variabel prediktor tersebut, dapat dijelaskan

karakteristik dari masing-masing kelompok sebagai berikut.

a. Kelompok 1 (kelompok industri berkinerja sedang).

Kelompok 1 mempunyai kekuatan dalam keaktifan mencari Jaringan

Informasi Ke Pasar dan melakukan Aktivitas Promosi. Manajemen Finansial,

Dukungan di Bidang Pemasaran dan Kemampuan Operasional merupakan

tiga faktor kelemahan pada industri kelompok 1.

b. Kelompok 2 (kelompok industri berkinerja paling tinggi).

Kelompok 2 kekuatan dalam melakukan Aktivitas Promosi dan pengelolaan

Manajemen Finansial. Jaringan Informasi ke Pasar, Dukungan di Bidang

Pemasaran dan Kemampuan Operasional merupakan tiga faktor kelemahan

pada industri kelompok 2.

c. Kelompok 3 (kelompok industri berkinerja tinggi).

Kelompok 3 kekuatan dalam memperhatikan Kemampuan Operasional

karyawan. Aktivitas Promosi, Manajemen Finansial, Jaringan Informasi ke

I - 115

Pasar, Dukungan di Bidang Pemasaran merupakan empat faktor kelemahan

pada industri kelompok 3.

d. Kelompok 4 (kelompok industri berkinerja rendah).

Kelompok 4 mempunyai kekuatan dalam Dukungan Di Bidang Pemasaran.

Kemampuan Operasional, Aktivitas Promosi, Manajemen Finansial, Jaringan

Informasi ke Pasar merupakan empat faktor kelemahan pada industri

kelompok 4.

6. 2 SARAN.

hal-hal yang dapat disarankan untuk industri batik dan penelitian lanjutan

yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Antar industri batik di Kota Surakarta dapat saling bekerjasama untuk saling

bertukar pengetahuan dan pengalaman agar dapat sama-sama berkembang.

2. Faktor-faktor kelemahan pada industri kelompok 1 adalah Manajemen Finansial,

Dukungan di Bidang Pemasaran dan Kemampuan Operasional. Maka dari itu,

untuk industri batik pada kelompok 1, sebaiknya lebih bisa memperbaiki keadaan

manajemen finansial dengan cara melakukan pencatatan terhadap uang masuk dan

uang keluar atau pembukuan serta lebih memperhatikan analisis keuangannya

seperti Neraca Keuangan dan Laporan Laba Rugi sebagai acuan kinerja finansial

setiap tahun. Selain itu, sebaiknya lebih menjalin kerjasama dengan industri batik

lain dalam hal transfer ilmu manajemen serta aktif mengikuti pelatihan-pelatihan

yang diadakan pemerintah.

3. Faktor-faktor kelemahan pada industri kelompok 2 adalah Jaringan Informasi ke

Pasar, Dukungan di Bidang Pemasaran dan Kemampuan Operasional. Maka dari

itu, untuk industri batik pada kelompok 2, sebaiknya lebih aktif mengikuti

informasi mengenai kegiatan pameran lewat situs internet, industri lain maupun

dari departemen pemerintah untuk mendukung aktivitas promosi sehingga lebih

bisa memperluas pangsa pasar. Selain itu, sebaiknya menjalin kerjasama dengan

industri yang sering melakukan maupun mengikuti kegiatan pameran agar selalu

mendapatkan informasi mengenai aktivitas promosi.

I - 116

4. Faktor-faktor kelemahan pada industri kelompok 3 adalah Aktivitas Promosi,

Manajemen Finansial, Jaringan Informasi ke Pasar, Dukungan di Bidang

Pemasaran. Maka dari itu, untuk industri batik pada kelompok 3, sebaiknya lebih

aktif dalam pemasaran seperti mengadakan pameran, bekerjasama dengan industri

batik lain untuk sama-sama mengadakan pameran, menyebarkan brosur, mambuat

situs internet, mendatangi konsumen, tidak hanya menunggu order yang selama

ini datang dari konsumen, karena pasar adalah aspek yang palng utama dari

industri. Jika aktivitas promosi tidak dilakukan, maka order cenderung konstan

dan suatu saat konsumen bisa beralih ke industri batik lain.

5. Faktor-faktor kelemahan pada industri kelompok 4 adalah Kemampuan

Operasional, Aktivitas Promosi, Manajemen Finansial, Jaringan Informasi ke

Pasar. Maka dari itu, untuk industri batik pada kelompok 4, sebaiknya lebih

gencar mencari jaringan informasi ke pasar untuk meningkatkan profit dan

memperluas pangsa pasar serta tidak hanya menjalin hubungan baik dengan pihak

konsumen, tapi lebih ke pendekatan dengan selalu memberi informasi bila ada

pameran, memberi katalog produk yang selalu up date dan memberi pelayanan

spesial seperti discount dan konsultasi desain. Selain itu, sebaiknya lebih

memperbaiki manajemen finansial dengan melakukan pembukuan dan

memperkejakan seseorang yang khusus menangani masalah finansial untuk labih

meningkatkan kinerjanya.

6. Penelitian ini hanya dilakukan di Kotamadya Surakarta. Untuk penelitian

lanjutan, sebaiknya memperluas lingkup wilayah penelitian. Untuk penelitian

lanjutan, disarankan melakukan penelitian pada wilayah se-Eks Karesidenan

Surakarta, karena selain Surakarta, banyak wilayah yang merupakan pusat

industri batik antara lain Sragen, Klaten, Wonogiri dan Sukoharjo.

I - 117

DAFTAR PUSTAKA

Atomsa, Tariku, Analisis Kinerja Industri Kecil Dalam Perspektif Kajian Faktor

Kunci Keberhasilan Pengembangan Industri, Thesis S2, Institut Teknologi

Bandung, 1997.

Cleveland, G., et al., “ A Theory of Production Competence “, Decision Sciences

Vol. 20, 1989.

Dilworth, J.B., Productions and Operations Management: Manufacturing and

Services, McGraw - Hill,1993.

Gitman, L.J., Principles of Managerial Finance-Seventh Edition, Harper Collins,

USA, 1993.

Hair et al., Multivariate Data Analysis – Fifth Edition, Prentice-Hall Inc., New

Jersey, USA, 1998.

Kotler, Philip., Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaa, Implementasi dan

Pengendalian ( Edisi Indonesia ), Salemba Empat, Jakarta, 1995.

Santoso, Singgih.,. Statistik Multivariat dan Aplikasinya. Jakarta: PT Elex

Media Komputindo.2002

Sjaifudian, Hetifah, dkk., Strategi dan Agenda Pengembangan Usaha

Kecil, Akatiga, Bandung, 1995.

Sekaran, Uma., Research Methods Of Bussines. New York: John Willey

and Sons Inc. 1992

Selvilla., Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: UI Press. 1993

Simamora, Bilson.., Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama. 2002

Singarimbun, Masri, & Effendi, Sofian., Metode Penelitian Survai. Jakarta : LP3S.

1989

Tumenggung, D.Y.A., Analisis Kompetensi dan Performansi Industri, Tugas Akhir

Sarjana, Institut Teknologi Bandung,, 1999.

Porter, M.E., Competitive Strategy, Mcmillan Publishing Co., Inc., USA, 1980.

I - 118

Walpole, R.E. and Myers, R.H., Probability and Statistics for Engineering and

Scientists-Fifth Edition, Mcmillan Publishing Company, Inc., New york,

1993.

Wulandari, Aristina., Identifikasi Potensi Pengembangan Klaster Industri di Kota

Surakarta.. Tugas Akhir Jurusan TI-UNS. Surakarta. 2006

_________, Profil Industri Kecil dan Menengah Tahun 2003, Biro Pusat Statistik,

Surakarta, Indonesia, 2003.