Upload
lycong
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Analisis Perubahan Kebijakan Luar Negeri Filipina Terhadap
Tiongkok Pada Masa Pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte
Tahun 2016
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
Fikri Mahir Lubis
1111113000044
PRORAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
iv
Abstrak
Skripsi ini menganalisa tentang perubahan kebijakan yang terjadi di Filipina pada masa
pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte periode tahun 2016. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis perubahan kebijakan Filipina terhadap Tiongkok dan pengaruhnya terhadap
hubungan bilateral Filipina-Tiongkok, serta untuk menjelaskan alasan terjadinya perubahan
kebijakan tersebut. Penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka dengan data yang diperoleh
melalui data sekunder yaitu buku,jurnal, karya akademik dan literatur lainnya. Peneliti
menemukan bahwa ada perubahan kebijakan luar negeri Filipina terhadap Tiongkok yang terjadi
pada masa pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte dimana hubungan Filipina-Tiongkok yang
dulunya buruk di bawah pemerintahan Presiden Benigno Aquino kini menjadi semakin intens
pada masa Presiden Duterte. Tidak hanya sekedar menjalin kerjasama yang intens dengan
Tiongkok saja, Filipina yang dulunya adalah sekutu Amerika Serikat di ASEAN juga mulai
menjauh dari Amerika Serikat pada masa pemerintahan Preside Duterte ini. Hal ini kemudian
menjadi sebuah pertanyaan besar mengapa Filipina mengubah kebijakan luar negerinya terhadap
Tiongkok yang akan melalui tahapan analisa dari kebijakan luar negeri Filipina terhadap
Tiongkok pada masa Presiden Aquino sampai terjadi perubahan di masa Presiden Duterte dan
dijawab dengan menggunakan kerangka teoretis.
Kerangka teoretis yang digunakan dalam skripsi ini adalah kebijakan luar negeri
menurut Mohtar Mas’oed dan Rational Actor Model menurut Graham T. Alison. Dari hasil
analisa menggunakan dua teori di atas dapat disimpulkan bahwa Filipina sebagai aktor yang
rasional perlu mengambil kebijakan untuk mempertahankan keberlangsungan negaranya.
Sehingga keputusan untuk mengubah kebijakan luar negerinya terhadap Tiongkok merupakan
pilihan yang rasional karena adanya kekosongan kekuatan setelah memburuknya hubungan
Filipina dan Amerika Serikat yang merupakan sekutu terkuatnya. Kekosongan kekuatan ini
membuat Filipina berada dalam kondisi security dilemma dan kerjasama dengan Tiongkok
merupakan pilihan yang rasional dalam kondisi tersebut.
Kata Kunci: Hubungan Bilateral, Amerika Serikat, Tiongkok, Duterte, Aquino.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil’alamin
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Perubahan
Kebijakan Luar Negeri Filipina Terhadap Tiongkok pada masa pemerintahan Presiden Rodrigo
Duterte Tahun 2016” dengan baik.
Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi tugas akhir sebagai syarat
wajib kelulusan untuk mendapatkan gelar Sarjana Sosial (S.Sos) di Program Studi Hubungan
Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dengan keterbatasan yang dimiliki penulis, penyusunan skripsi ini tidak akan mampu
diselesaikan tanpa bantuan dan bimbingan pihak lainnya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
izinkan penulis untuk mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Allah SWT karena dengan segala rahmat, ridha dan kasih saying-Nya sehingga saya mampu
menyelesaikan pendidikan saya sampai selesai dan mendapat gelar sarjana.
2. Bapak Muhamad Adian Firnas dan Ibu Eva Mushofa selaku Kaprodi dan Sekprodi yang telah
membantu saya dalam segala proses administrasi perkuliahan hingga saya lulus. Terimakasih
telah menjadi pimpinan kampus yang perduli kepada mahasiswanya.
3. Bapak Ahmad Syaifuddin Zuhri selaku pembimbing skripsi saya yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing skripsi saya ini sehingga menjadi skripsi yang baik.
Terimakasih atas ilmunya, semoga bisa bermanfaat bagi saya dan orang lain nantinya dan
semoga bapak dan keluarga senantiasa diberikan kesehatan oleh Allah SWT.
4. Seluruh jajaran dosen FISIP UIN Jakarta yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu karena
telah mengajarkan saya banyak hal dari tahun 2011 sampai sekarang. Terimakasih atas ilmu
yang bapak/ibu berikan sehingga saya mampu mendapatkan gelar sarjana.
5. Kedua almarhum orang tua saya Prof. DR. Nur Ahmad Fadhil Lubis M.A. dan Mekar Sari
Dewi yang telah memberikan amanah kepada saya untuk kuliah dan selalu mendukung saya
apapun permasalahan dan kegagalan yang saya hadapi. Kepada ayah dan umi penulis
meminta maaf karena terlambat membuat kalian bangga mudah-mudahan ini bisa membayar
keterlambatan itu. Dan juga kepada Umi DR. Nurhayati M.Ag., terimakasih telah menjadi
pengganti sosok Ibu di hidup saya semoga semua yang Umi berikan dibalas lebih oleh Allah
SWT. Semoga Umi selalu diberikan kesehatan dan keberkahan oleh Allah SWT.
6. Kepada Saudara penulis yaitu Risyad Fakar Lubis dan Naufal Dzaki Lubis, yang sepeninggal
nya ayah selalu membantu dan mendukung penulis agar bisa terus kuliah dan menyelesaikan
studi. Terimakasih atas segala nasehat, bimbingan serta bantuannya sehingga penulis mampu
merah gelar sarjana. Semoga Allah SWT selalu memberikan kesehatan dan keberkahan
kepada abang dan keluarga.
vi
7. Kepada istri tercinta Niyomi Devita yang selalu mendampingi dalam semua proses
penyelesaian skripsi ini. Terimakasih atas dukungan penuhnya semoga kamu juga akan diberi
kelancaran dalam segala urusan. Juga kepada kedua putri penulis Shakeela Zahran Fadhillah
Lubis dan Adreena Calluella Parveen Lubis yang senantiasa menjadi pelipur lara dan
suntikan semangat dikala penulis jenuh. Semoga kita sekeluarga senantiasa diberi kesehatan
dan keberkahan oleh Allah SWT.
8. Kepada sahabat penulis, Abe, Imam, Mora, Anggi, Uki, Edo, Ode, Fikri Mul, Ikhsan, Ahsan,
Azmi, Habibi, Mail. Terimakasih telah memberikan dukungan dan menjadi sahabat selama
penulis kuliah di FISIP UIN Jakarta. Semoga kedepannya kita mendapatkan kesuksesan yang
selalu dimimpikan.
9. Kepada sahabat-sahabati HI PMII Komfisip, Gilang, Sarah, Tika, Melati, Alika, Karim,
Malik, Luthfan, Jaya, Arkan, Agoy, Muchsin, Rixza, Salsa, Gaby, Amanda dan masih
banyak lagi yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Terimakasih atas perjuangan
kalian semua, dan semoga perjuangan kalian kedepannya bisa tetap menghasilkan yang
terbaik untuk kalian serta dipermudah segala urusan perkuliahan agar bisa mendapatkan gelar
sarjana dengan baik.
10. Kepada segenap sahabat-sahabati PMII KOMFISIP baik yang masih kuliah ataupun para
alumni, penulis ucapkan terimakasih karena telah memberikan pengalaman yang luar biasa
dalam beorganisasi di kampus semoga hal ini bisa menjadi modal dalam memulai tahapan
hidup yang baru setelah lulus. Dan semoga kita semua senantiasa diberi kesehatan dan
keberkahan oleh Allah SWT untuk terus berjuang.
11. Anak-anak PONCER Agung, Hafizh, Yugo, Yanda, Reyhan, Ero, Farid, Ical, Ucok, Ujo dan
yang lain yang mungkin luput dari tulisan ini. Terimakasih sudah menjadi teman diskusi
yang baik dan teman nongkrong yang menarik. Sukses selalu untuk kita semua!
12. Kepada seluruh teman-teman serta orang-orang terdekat penulis yang tidak dapat disebutkan
satu persatu karena keterbatasan penulis. Terimakasih kepada semuanya yang telah
berkontribusi dalam hidup penulis sehingga mampu membuat penulis mendapatkan gelar
sarjana.
Mengingat seluruh keterbatasan, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan. Meskipun demikian, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkannya.
vii
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME…………………………………………..…......i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI………………………………………….……ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI……………………………………………..iii
ABSTRAKSI…………………………………………………………………….……….......iv
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...…………...v
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….………......vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................………..…vii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………..……1
I.A Pernyataan Masalah………………………………………………………………... 1
I.B Pertanyaan Penelitian……………………………………………………..………….5
I.C Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................…….....…..5
I.D Tinjauan Pustaka ......................................................................................…………..6
I.E Kerangka Pemikiran .................................................................................…………..11
I.F Metodologi Penelitian ..............................................................................………….13
I.G Sistematika Penulisan ..............................................................................………….14
BAB II HUBUNGAN FILIPINA TIONGKOK……………………………………….....17
II.A Saling Klaim Wilayah Laut Tiongkok Selatan.......................................…………..17
II.B Usaha Penyelesaian Konflik di Mahkamah Arbitrase Internasional ......……..……19
BAB III PERUBAHAN KEBIJAKAN FILIPINA DI MASA PRESIDEN BENIGNO
AQUINO DAN PRESIDEN RODRIGO DUTERTE…………………………..24
III.A Kebijakan Filipina terhadap Tiongkok pada masa Presiden Benigno Aquino…...24
III.B Kebijakan Filipina terhadap Tiongkok pada masa Presiden Rodrigo Duterte……27
viii
BAB IV ANALISIS RATIONAL ACTOR MODEL TERHADAP PERUBAHAN
KEBIJAKAN LUAR NEGERI FILIPINA KEPADA TIONGKOK PADA MASA
PEMERINTAHAN PRESIDEN RODRIGO DUTERTE………………………39
IV.A Identifikasi Tujuan ................................................................................…………..42
IV.B Identifikasi Alternatif dan Konsekuensi ...............................................…………..47
IV.B.1 Melakukan Kerjasama dengan ASEAN ....................................…………..47
IV.B.2 Melakukan Kerjasama dengan Tiongkok ..................................…………..51
IV.C Melakukan Kerjasama dengan Tiongkok Merupakan Pilihan yang Rasional…….55
BAB V PENUTUP
V.A Kesimpulan ............................................................................................………..…58
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................…………...ix
Lampiran-lampiran………………………………………………………………………......
ix
DAFTAR TABEL
Tabel IV.1 Perhitungan Untung-Rugi Kerjasama dengan ASEAN..................2
Tabel IV.2 Perhitungan Untung-Rugi Kerjasama dengan Tiongkok................48
Tabel IV.3 Perhitungan Untung-Rugi Opsi-Opsi Alternatif.............................51
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Skripsi ini menganalisis tentang perubahan kebijakan luar negeri Filipina terhadap
Tiongkok pada masa pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte, dimana pada masa Presiden
sebelumnya yaitu Presiden Benigno Aquino hubungan bilateral antara Filipina dengan
Tiongkok sangat buruk. Sedangkan pada masa pemerintahan Presiden Duterte, Filipina dan
Tiongkok melakukan pertemuan pada 20 Oktober 2016 dan menandatangani 13 perjanjian
kerjasama yang salah satunya meliputi bidang maritim, perdagangan dan investasi.1 Hal ini
tentu menjadi sebuah titik balik dari hubungan bilateral Filipina dan Tiongkok yang
belakangan sangat buruk karena kasus sengketa Laut Tiongkok Selatan.
Filipina pada masa pemerintahan Presiden Benigno Aquino mempunyai 3 (tiga) pilar
penting dalam pengambilan kebijakan luar negeri mereka. Pilar yang pertama adalah
pemantapan keamanan nasional, yang berfokus pada kondisi geopolitik global yang sudah
memasuki babak baru setelah berlalunya perang dingin.2 Lalu pilar yang kedua adalah
peningkatan diplomasi di bidang ekonomi dimana hal ini sangat diperlukan untuk membantu
peningkatan angka pertumbuhan ekonomi di Filipina. Yang terakhir adalah tentang
perlindungan hak-hak dan kesejahteraan warga negara Filipina yang berada di luar negeri.3
Presiden Aquino dengan 3 (tiga) pilar kebijakan luar negerinya ini terbukti mampu
untuk membuat Filipina menjadi negara dengan tingkat pertumbuhan yang tertinggi di
ASEAN (Asociation of Southeast Asia Nation) dengan angka 7.5 persen. Sesuai dengan
1 Tim VOA Indonesia, “Presiden Filipina Duterte Nyatakan ‘Perpisahan’ dari AS,” VOA Indonesia, 20 Oktober
2016. http://www.voaindonesia.com/a/duterte-nyatakan-perpisahan -dari-as-/3559450.html diakses 22 Oktober 2016 pukul 15.09 WIB 2 Secretary Albert del Rosario, Philippine Foreign Today, Stratbase Research Institute, 2011, 2
3 Rosario, Philippine Foreign Policy Today, 2
2
perkataan Presiden Aquino pada pertemuan APEC CEO Summit di bali yaitu “Good
governance is a good economy.”4
Namun dibalik keberhasilan Presiden Aquino menjadikan Filipina menjadi negara
yang maju secara ekonomi, ada masalah lain yaitu hubungan Filipina dengan Tiongkok yang
menjadi sorotan dunia. Pada masa pemerintahan Presiden Aquino hubungan Filipina dengan
Tiongkok benar-benar mengalami masa-masa sulit, dimana pada masa pemerintahan Presiden
Aquino sama sekali tidak mau bersentuhan secara langsung dengan Tiongkok kecuali
hubungan multilateral melalui organisasi regional yaitu ASEAN. Hal ini terlihat pada
pertemuan ASEAN Plus One, ASEAN Plus Three, dan ASEAN Regional Forum.5
Hubungan Filipina dengan Tiongkok yang buruk pada masa pemerintahan Presiden
Aquino ini dimulai dari memanasnya kembali sengketa maritim Laut Tiongkok Selatan.
Filipina di bawah kepemimpinan Presiden Aquino mengajukan keberatan atas klaim
Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan kepada Mahkamah Arbitrase di Den Haag, Belanda.
Namun Tiongkok menolak putusan Mahkamah Arbitrase ini dengan mengajak negara-negara
lain untuk mendukung penolakannya, serta mengklaim bahwa sudah ada 60 negara yang
mendukungnya.6 Padahal pada kenyataannya hanya beberapa negara saja yang menyatakan
mendukung penolakan Tiongkok terhadap putusan Mahkamah Arbitrase Internasional
tersebut.
Hal ini membuat Filipina di bawah pemerintahan Presiden Aquino merasa terancam
sehingga hubungan Filipina dengan Tiongkok yang sudah buruk menjadi semakin buruk.
4 Didik Purwanto, “Ini Kunci Sukses Filipina Jadi Terbaik Se-Asia,” Kompas.com, 6 Oktober 2013.
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/10/06/1510112/Ini.Kunci.Sukses.Filipina.Jadi.Terbaik.Se-Asia diakses pada 5 Juni 2017 pukul 00.18 5 Julio S. Amador III, Louie Dane Merced and Joycee Teodoro, The Philippine’s Foreign Policy and Relation
Towards Major Power, 2015, Asia Centre dan DGRIS, 5 6 Pascal S Bin Sanju, “Ini Putusan Mahkamah Arbitrase Internasional Atas Laut Cina Selatan,” National
Geographic News Indonesia, 13 Juli 2016 http://nationalgeographic.co.id/berita/2016/07/ini-putusan-mahkamah-arbitrase-internasional-atas-laut-cina-selatan diakses 4 Januari 2017 pukul 23.12
3
Pada masa ini terjadi peningkatan kekuatan militer Filipina yang sangat signifikan demi
mempertahankan kedaulatan negaranya. Tiongkok juga tidak tinggal diam, mereka juga
melakukan peningkatan militer dan terus melakukan patroli maritim di wilayah sengketa ini.7
Yang berimbas pada semakin rapuhnya hubungan kedua negara ini.
Kebijakan luar negeri Filipina di masa pemerintahan Presiden Aquino lebih banyak
bersifat kerjasama militer dan teknologi untuk memperkuat pertahanan nasional Filipina.8 Hal
ini disebabkan Filipina yang mengalami security dilemma karena penolakan Tiongkok
terhadap putusan Mahkamah Arbitrase. Dan ini bertahan sampai akhir kepemimpinan
Presiden Aquino di pertengahan 2016.
Lalu pada Mei 2016 Rodrigo Duterte resmi menjadi Presiden Filipina ke-16 pasca
memenangkan pemilihan umum Presiden.9 Di masa pemerintahan Presiden Duterte yang
masih terbilang baru ini Presiden Duterte sudah banyak mengeluarkan kebijakan-kebijakan
yang sangat kontroversial. Seperti kebijakan Presiden Duterte untuk menembak mati para
pengedar narkoba (narkotika dan obat-obatan terlarang) yang menolak untuk ditangkap.10
Kebijakan Duterte yang terbilang ekstrem ini mengundang perhatian dari berbagai
pihak termasuk organisasi internasional tertinggi yaitu PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)
yang menanggap kebijakan Presiden Duterte ini telah melanggar hukum internasional tentang
HAM (Hak Asasi Manusia). PBB dan beberapa negara di DK-PBB (Dewan Keamanan-
Perserikatan Bangsa-Bangsa) meminta Presiden Duterte untuk menghentikan kebijakan
tersebut karena telah melanggar hukum internasional. Namun bukannya menghentikan
7 Amador, Merced and Teodoro, The Philippine’s Foreign Policy and Relation Towards Major Powers, 5
8 Amador, Merced and Teodoro, The Philippine’s Foreign Policy and Relation Towards Major Powers, 5
9 Tim VOA Indonesia, “Presiden Filipina Duterte Nyatakan ‘Perpisahan’ dari AS,” VOA Indonesia, 20 Oktober
2016. http://www.voaindonesia.com/a/duterte-nyatakan-perpisahan -dari-as-/3559450.html diakses 22 Oktober 2016 pukul 15.09 WIB 10
Tim BBC Indonesia, “Perang Narkoba di Filipina, Lebih dari 1900 Orang Tewas,” BBC Indonesia, 23 Agustus 2016. http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/08/160823_dunia_filipina_narkoba diakses 4 Januari 2017 pukul 23.51
4
kebijakan tersebut, Presiden Duterte malah mengancam untuk keluar dari PBB dan berdalih
penembakan tersangka narkoba oleh polisi tersebut adalah sebuah pembelaan diri.11
Bukan hanya kebijakan pemberantasan narkoba dan ancaman keluar dari PBB yang
membuat dunia tercengang. Namun juga kebijakan luar negeri Filipina pada masa
pemerintahan Presiden Duterte tentang hubungan dengan Tiongkok. Dalam waktu kurang
lebih lima bulan setelah resmi menjadi Presiden Filipina, Duterte mengubah wajah haluan
kebijakan luar negeri Filipina yang anti Tiongkok menjadi mesra dengan Tiongkok. Hal ini
ditandai dengan pertemuan Presiden Duterte dengan Presiden Tiongkok, Xi Jinping yang
menghasilkan penandatangan 13 kerjasama bilateral Filipina-Tiongkok dalam bidang budaya,
ekonomi, pariwisata, perdagangan, anti-narkotika, dan kelautan serta penandatanganan nota
kesepahaman (MoU) kedua negara ini untuk membentuk komite bersama antara penjaga
pantai dalam daerah sengketa.12
Kerjasama ini tentu sangat berpengaruh terhadap kondisi geopolitik global, terutama
di kawasan Asia. 13
Kawasan Asia Tenggara yang sedang berusaha untuk memukul mundur
Tiongkok dalam sengketa Laut Tiongkok Selatan akan semakin kesulitan untuk mencapai
tujuannya. Hal ini akan membuat semua negara di Asia Tenggara bahkan Amerika Serikat
dan Jepang berhitung ulang tentang langkah-langkah yang akan diambil terkait kawasan ini.
Perubahan sikap yang terjadi seperti yang sudah dipaparkan di atas membuat hal ini
penting dan sangat menarik untuk diteliti. Karena Filipina merupakan salah satu negara
sekutu terkuat Amerika Serikat di wilayah ASEAN, sehingga sangat berbahaya jika Filipina
dan Amerika mulai mesra. Lalu mengenai hubungan Filipina dengan ASEAN yang pada
dasarnya sudah menyepakati untuk menyelesaikan kasus sengketa Laut Tiongkok Selatan ini
11
Tim BBC Indonesia, “Perang Narkoba di Filipina, Lebih dari 1900 Orang Tewas.” 12
Tim VOA Indonesia, “Presiden Filipina Duterte Nyatakan ‘Perpisahan’ dari AS.” 13
Richard Javad Heydarian, What Duterte Portends for Philippine Foreign Policy, S. Rajaratnam School of International Studies, 2016, 2
5
secara regional, tetapi tiba-tiba melakukan upaya penyelesaian secara bilateral tanpa
melibatkan negara anggota ASEAN lain yang terlibat kasus sengketa ini.
Atas dasar di atas maka skripsi ini menjadi penting untuk diteliti karena hubungan
Filipina dan Tiongkok menjadi salah satu yang akan dapat mengubah geopolitik dunia.
Apalagi Amerika Serikat yang akan kehilangan sekutu terkuatnya di ASEAN dan akan
menyebabkan menurunnya pengaruh Amerika Serikat di ASEAN digantikan oleh pengaruh
Tiongkok yang menguat. Hal ini bisa dijawab setelah mengetahui alasan serta faktor-faktor
yang mendukung perubahan sikap Filipina terhadap Tiongkok yang akan dibahas dan
dijawab dalam skripsi ini.
B. Pertanyaan Penelitian
Dengan berdasarkan pemaparan di atas tentang kebijakan luar negeri Filipina pada
masa Presiden Aquino dan pada masa pemerintahan Presiden Duterte maka jelas sekali
terjadi perubahan sikap yang dilakukan oleh Filipina terkait hubungannya dengan Tiongkok.
Sehingga skripsi ini akan berusaha menjawab pertanyaan penelitian yaitu :
Mengapa Filipina mengubah kebijakan politik luar negerinya terhadap Tiongkok pada
masa Presiden Duterte?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Menjelaskan perubahan kebijakan luar negeri yang terjadi pada masa
pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte terhadap hubungan Filipina dengan
Tiongkok.
6
2. Menjelaskan alasan dan motif Filipina pada masa pemerintahan Presiden Rodrigo
Duterte mengubah kebijakan luar negerinya terhadap hubungan Filipina dengan
Tiongkok.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Menjadi salah satu karya ilmiah yang dapat membantu civitas akademika terutama
mahasiswa program studi hubungan internasional dalam memahami geopolitik
ASEAN dan Tiongkok terutama Filipina.
2. Menjadi salah satu karya ilmiah yang dapat membantu pemerintah khususnya
Indonesia dalam mengambil kebijakan luar negeri yang sesuai dengan kebutuhan
negara dalam memenuhi kepentingan nasional yang paling penting.
3. Menjadi salah satu karya ilmiah yang dapat membantu para aktivis internasional
yang aktif di NGO (Non-Government Organization) dan LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat) dalam memahami kebutuhan dan urgensi regional ASEAN terkait
hubungannya dengan Tiongkok. Dengan harapan NGO atau LSM yang bergerak
di sektor dan wilayah ASEAN dapat menentukan program-program yang sesuai
dengan keadaan sosial, politik dan ekonomi sekarang.
D. Tinjauan Pustaka
Pada bagian tinjauan pustaka ini, penulis akan menguraikan penelitian-penelitian yang
terlebih dahulu telah membahas mengenai kebijakan luar negeri Filipina terutama kebijakan
luar negeri terkait hubungannya dengan Tiongkok. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk
menunjukkan kedudukan dari hasil penelitian yang penulis lakukan diantara penelitian-
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Sehingga akan terlihat nantinya persamaan dan
perbedaan penelitian tersebut dengan skripsi ini.
7
Tinjauan pustaka pertama merupakan sebuah jurnal yang diterbitkan oleh Asia Centre
pada September 2015 dengan judul “The Philippines’ Foreign Policy and Relation Towards
Major Power” yang ditulis oleh Julio S. Amador III, Louie Dane Merced, dan Joycee
Teodoro. Jurnal ini berisi pembahasan tentang karakteristik kebijakan luar negeri Filipina
pada 2015 dan pembahasan tentang hubungan Filipina dengan negara-negara yang
mempunyai kekuatan militer dan ekonomi yang cukup besar di dunia internasional seperti,
Amerika Serikat, Jepang, Tiongkok, Uni Eropa dan ASEAN.
Pertama, pembahasan soal karakteristik kebijakan luar negeri Filipina yang dijelaskan
dalam jurnal ini adalah kebijakan luar negeri yang idealis dan pragmatis. Dua ciri yang sangat
bertolak belakang ini bukan berarti ada kontradiksi di dalam pengambilan keputusan
kebijakan luar negeri Filipina, namun ini membuktikan bahwa negara-negara dunia ketiga
atau negara-negara dengan kekuatan militer dan ekonomi yang kecil perlu tetap bersikap
idealis dan berpendirian demi menjaga kedaulatan negaranya, namun di sisi lain ketika
dibutuhkan negara juga harus bisa bersikap pragmatis untuk bertahan hidup atau survival. Hal
ini lah yang menurut penulis sebagai karakteristik kebijakan luar negeri Filipina.
Lalu yang kedua adalah tantangan-tantangan hubungan Filipina dengan negara-negara
atau regional yang mempunyai kekuatan militer dan ekonomi seperti, hubungan Filipina dan
Amerika Serikat yang semakin menguat dan akan berpotensi menjadi hubungan yang cukup
stabil, menjadikan Filipina menjadi salah satu sekutu terkuat Amerika Serikat di wilayah
ASEAN. Lalu hubungan Filipina dengan Jepang yang belakangan juga membaik, dimana
Jepang menjadi rekan kerjasama perdagangan Filipina yang paling besar. Selanjutnya
hubungan Filipina dengan Uni Eropa yang semakin membaik juga pasca terbentuknya EU-
Philippines Partnership Cooperation Agreements pada Juli 2012. Juga hubungan Filipina
dengan ASEAN yang sudah mengakar, dimana kepentingan ASEAN menjadi salah satu
pertimbangan dalam pengambilan kebijakan luar negeri Filipina.
8
Namun hubungan yang baik ini tidak terjadi dengan Tiongkok, dimana hubungan
Filipina dan Tiongkok pada masa ini benar-benar mengalami tantangan yang amat sangat
berat. Tidak adanya kerjasama bilateral yang terjalin antara Filipina dan Tiongkok menjadi
suatu pertanda penting atas hubungan kedua negara ini. Adapun hubungan yang terjadi
hanyalah hubungan multilateral melalui ASEAN seperti ASEAN Plus One, ASEAN Plus
Three dan ASEAN Regional Summit.
Dalam kebijakan luar negeri Filipina yang dikatakan oleh Sekertaris Hubungan Luar
Negeri Filipina, Albert Del Rosario bahwa Filipina adalah teman semua negara dan bukan
musuh negara manapun, hal ini sangat bertolak belakang. Hubungan Filipina dan Tiongkok
menjadi bukti bahwa Filipina masih ada dibawah bayang-bayang Amerika Serikat karena
menutup hubungan dengan Tiongkok. Kedepannya Filipina harus bisa menganalisa dan
menghitung kembali kebijakan luar negeri mereka dan mengambil keputusan yang benar-
benar bisa menguntungkan mereka dengan menjalin hubungan kepada negara-negara yang
adidaya dan negara-negara menengah.
Dalam skripsi saya ini akan mencoba menjelaskan bagaimana Filipina pada 2016
mengubah kebijakan luar negerinya terhadap Tiongkok yang sudah dijelaskan dalam jurnal
tersebut bahwa tidak ada hubungan bilateral dan hubungan yang sangat buruk menjadi mesra
dan koperatif. Jadi secara tidak langsung skripsi atau penelitian saya ini akan bisa lebih
menjelaskan hubungan Filipina dan Tiongkok pada masa sekarang.
Tinjauan pustaka yang kedua adalah Tesis dari Universitas Indonesia yang berjudul
“Sikap Asertif China Sebagai Great Power Studi Kasus: Laut China Selatan (2008-2011)”
yang ditulis oleh mahasiswi pasca sarjana Universitas Indonesia Ruth Ivanna Sihite. Tesis ini
berisi pembahasan tentang bagaimana sikap Tiongkok sebagai negara yang mempunyai
9
kekuatan militer dan ekonomi kuat dalam berhubungan dengan negara-negara yang lebih
lemah terutama dalam sengketa Laut Tiongkok Selatan.
Tesis ini membahas secara mendalam tentang alasan Tiongkok yang tidak mau
bernegosiasi dengan negara-negara lain yang terlibat dalam sengketa Laut Tiongkok Selatan
seperti Malaysia, Taiwan, Filipina dan Vietnam yang dianggapnya lebih lemah dari
negaranya. Ivanna juga menjelaskan bahwa kepentingan Tiongkok untuk memenangkan
sengketa Laut Tiongkok Selatan ini adalah untuk mendapatkan pengakuan kekuatan dari
negara-negara sengketa tersebut. Tiongkok ingin kekuatan dan pengaruhnya diakui dan
disegani, sehingga dia dapat mempengaruhi negara-negara tersebut untuk mendapatkan
kepentingannya demi bersaing dengan Amerika Serikat.
Ivanna juga menyebutkan bahwa Tiongkok menjadi sangat percaya diri dengan
hadirnya dia sebagai negara terkuat di kawasan Asia baik dalam bidang ekonomi maupun
militer. Menurut Ivanna hal ini seharusnya dapat dibendung jika ASEAN sebagai organisasi
regional berusaha memfokuskan kepentingan bersama untuk membendung pengaruh
Tiongkok dan memperjuangkan kemenangan negara-negara anggota ASEAN dalam sengketa
Laut Tiongkok Selatan tersebut. Jika hal ini berjalan lancar maka ASEAN akan bisa tumbuh
menjadi salah satu regional yang berpengaruh di Asia bahkan dunia. Dan akan mampu
menjadi independen dalam pengambilan keputusan sesuai kepentingan bersamanya.
Tesis ini membantu skripsi saya dalam menjelaskan posisi hubungan Filipina dan
Tiongkok yang sangat buruk pada kasus sengketa Laut Tiongkok Selatan. Sehingga penulis
dapat melihat dan menganalisa keputusan yang diambil oleh Filipina pada masa itu terhadap
Tiongkok. Setelah mengetahui hasilnya penulis akan memasukkannya sebagai bahan untuk
menganalisa perubahan sikap yang terjadi dalam kebijakan luar negeri Filipina terhadap
10
Tiongkok dan yang paling penting tesis ini mampu memperjelas jawaban skripsi saya apakah
Filipina ataukah Tiongkok yang lebih koperatif dalam hubungan baru mereka.
Tinjauan pustaka yang ketiga adalah sebuah jurnal yang diterbitkan oleh S.
Rajaratnam School of International Studies yang berjudul “What Duterte Portends for
Philippine Foreign Policy” yang ditulis oleh Richard Javad Heydarian. Jurnal ini berisi
tentang pembahasan tentang kebijakan luar negeri Filipina di bawah kepemimpinan Presiden
Rodrigo Duterte. Bukan hanya itu dalam jurnal ini juga diceritakan sedikit tentang perjalanan
politik Duterte dan proses terpilihnya Duterte sebagai Presiden Filipina.
Dalam jurnal ini disebutkan bahwa personal Presiden Duterte yang bisa terbilang
kasar dan tidak suka basa-basi membuat citranya di dunia internasional menjadi buruk.
Namun dalam hal kebijakan luar negeri yang diambil Filipina di bawah kepemimpinannya
adalah sebuah kebijakan yang sangat realistis. Melihat kondisi geopolitik dunia saat ini
menurut Richard, Duterte adalah seseorang yang sangat realistis. Richard juga menyebutkan
bahwa kebijakan yang diambil Duterte berusaha untuk menyeimbangkan posisi Amerika
Serikat dan Tiongkok dalam hubungannya dengan Filipina. Sehingga Filipina akan mampu
mendapatkan keuntungan dari kedua hubungan ini.
Dalam jurnal ini dijelaskan bagaimana pola kebijakan luar negeri yang dikeluarkan
oleh Presiden Duterte dan akan membantu penulisan skripsi ini dalam menganalisa dan
menjelaskan kebijakan luar negeri Filipina di bawah kepemimpinan Presiden Duterte.
Dengan begitu akan membuat hasil dari penelitian ini semakin kuat dengan berbagai bukti
yang dimunculkan dalam jurnal ini. Lalu yang menjadi pembeda skripsi ini dengan jurnal
yang ditulis oleh Richard ini adalah dari pemfokusan bahasannya. Richard dalam tulisannya
memfokuskan pada penjelasan personal Duterte sebagai seorang pemimpin dan akhirnya
memperoleh hasil, sementara skripsi ini akan memfokuskan pada perubahan sikap Filipina
11
terhadap Tiongkok dengan melihat proses pengambilan keputusannya. Mempertimbangkan
pilihan rasional yang ada dan segala kepentingan dan pengaruh yang ada dalam pengambilan
keputusan tersebut dan juga untung rugi dalam keputusan yang akan diambil.
E. Kerangka Teoretis
Dalam teori pilihan rasional Graham T. Allison mengajukan tiga mode untuk
menjelaskan proses pembuatan keputusan kebijakan luar negeri. Ada tiga model yang
diajukan oleh Allison yaitu, Model Aktor Rasional, Model Proses Organisasi, Model Politik
Birokratik.14
Dalam menjelaskan perubahan kebijakan luar negeri Filipina terhadap Tiongkok
penulis menggunakan model yang pertama yaitu, Model Aktor Rasional. Skripsi ini
menggunakan model tersebut untuk mempermudah mendeskripsikan proses pengambilan
kebijakan luar negeri Filipina terhadap Tiongkok tersebut.
Mohtar Mas’oed dalam bukunya, “Ilmu Hubungan Internasional, Disiplin dan
Metodologi” mengatakan bahwa kebijakan luar negeri merupakan sebuah akibat dari
tindakan aktor rasional dalam sistem pemerintahan yang monolit dan dilakukan dengan
sengaja untuk mencapai suatu tujuan. Dimana dalam hal ini perilaku pemerintah dijelaskan
layaknya seorang individu yang memiliki nalar dan koordinasi. Pemerintah melakukan
serangkaian tahapan intelektual untuk menentukan pilihan atas alternatif kebijakan yang ada
berdasarkan nalar pemerintah tersebut. Hal ini membuat proses analisis kebijakan luar negeri
harus berfokus pada kepentingan nasional dan tujuan dari suatu bangsa dengan penghitungan
untung-rugi dari alternatif-alternatif kebijakan yang ada.15
14
Graham T. Allison, “Conceptual Models and the Cuban Missile Crisis”, The American Political Science Review, Volume 63, Issue 3, 1969, 690 15
Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional, Disiplin dan Metodologi (Jakarta: LP3S, 1990), 234
12
Negara menurut Allison merupakan aktor rasional yang selalu bertindak berdasarkan
kepentingan dirinya sendiri. Dalam Model Aktor Rasional ini proses pengambilan kebijakan
luar negeri memiliki 4 (empat) komponen. Pertama, adanya aktor nasional sebagai
pengambil kebijakan luar negeri. Kedua, isu dan masalah yang menjadi faktor penting.
Dimana aktor yang akan mengambil kebijakan akan melakukan analisa masalah dan
mempertimbangkan keuntungan dan kerugian yang akan timbul dari kebijakan yang dipilih
dengan dasar isu atau masalah tersebut. Ketiga, adalah perhitungan value pada alternatif-
alternatif kebijakan. Yang dimaksud dengan hal ini adalah pengambil kebijakan akan
mempertimbangkan beberapa tindakan yang relevan dengan masalah dan salah satu dari
beberapa pilihan itu akan menjadi solusi. Keempat, adalah kebijakan yang diambil sebagai
pilihan rasional itu memiliki sifat value-maximizing. Pilihan yang memiliki sifat value-
maximizing ini dapat dilihat melalui dua proposisi yaitu: Pertama, semain banyak kerugian
dalam suatu pilihan maka semakin tinggi kemungkinan untuk tidak dipilih. Kedua, semakin
sedikit kerugian dalam suatu pilihan maka semakin tinggi kemungkinan untuk dipilih.16
Dalam Model Aktor Rasional ada batasan-batasan dalam pengambilan keputusan
dimana batasan-batasan ini dipengaruhi oleh lingkungan dimana kebijakan tersebut diambil.
Alex Mintz dan DeRouen menjabarkan ada 9 (sembilan) kondisi yang mempengaruhi proses
pengambilan keputusan yaitu, keterbatasan waktu, keterbatasan informasi, akuntabilitas,
resiko, tekanan, ambiguitas familiaritas, setting dinamis dan statis, serta setting interaktif.17
Dalam konteks Model Aktor Rasional itu sendiri hanya tiga kondisi yang
mempengaruhi proses pengambilan kebijakannya yaitu, pertama adanya keterbatasan waktu
yang dapat mendesak pengambil keputusan untuk mengambil keputusan secara cepat
sehingga akan menimbulkan kesulitan dalam mengambil keputusan secara rasional. Kedua,
16
Allison, “Conceptual Models and the Cuban Missile Crisis,” 694 17
Alex Mintz dan Karl DeRouen Jr, Understanding Foreign Policy Decision Making, (Cambridge: Cambridge University Press, 2010), 26-28
13
adanya keterbatasan informasi yang membuat pengambil keputusan sulit untuk menganalisis
situasi sehingga akan sulit membandingkan alternatif atau melihat potensi-potensi
konsekuensi yang ada. Namun politik luar negeri memang tidak dapat analisis secara utuh
dan pasti karena banyaknya informasi yang tidak lengkap dan akurat. Lalu kondisi yang
ketiga adalah kondisi setting interaktif dimana keputusan atau kebijakan suatu negara dapat
mempengaruhi dan sebaliknya dapat dipengaruhi oleh tindakan aktor lain. Dengan kata lain
pengambilan keputusan adalah sebuah proses interaktif yang terdiri dari aksi dan reaksi antar
aktor pengambil keputusan sebab pertimbangan dari lawan politik akan berpengaruh pada
pencapaian kebijakan setelah dikeluarkan nantinya.18
F. Metodologi Penelitian
Skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif analitis.
Metode penelitian kualitatif didefinisikan sebagai sebuah penelitian yang menggunakan latar
alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan metode
alamiah.19
Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, maka akan diperoleh
pemahaman terhadap tindakan Filipina dibawah kepemimpinan Presiden Duterte untuk
merubah kebijakan luar negerinya terhadap Tiongkok.
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang didapatkan
melalui data-data yang tersedia di publik, seperti laporan dari institusi baik pemerintah
maupun non-pemerintah, buku, jurnal, artikel, tulisan akademik, media, maupun data online.
Setelah melewati proses pengumpulan data ini, langkah selanjutnya adalah melakukan
analisis data. Pada tahap ini data-data tersebut dikelompokkan sesuai dengan topik
pembahasan yang dibutuhkan. Kemudian dapat dipahami, dimaknai, dan ditampilkan dalam
18
Mintz dan DeRouen, Understanding Foreign Policy Decision Making, 26-28 19
Lexy J. Molelong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), 5
14
bentuk kesimpulan-kesimpulan sederhana yang bisa digunakan untuk menjelaskan data-data
yang akan dianalisis terutama mengenai alasan Filipina dibawah kepemimpinan Presiden
Duterte mengubah kebijakan luar negeri terhadap Tiongkok tahun 2016
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penelitian merupakan penjelasan mengenai alur pembahasan yang penulis
akan sampaikan dalam penelitian ini, sehingga skripsi ini dapat dipahami sebagai sebuah
kesatuan yang terstruktur dengan baik. Sistematika penelitian dalam skripsi ini terbagi
kedalam lima bab.
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai pernyataan masalah yang penulis angkat dalam
skripsi ini, serta pertanyaan penelitian yang akan dijawab dan menjadi fokus dalam
pembahasannya. Selanjutnya dipaparkan pula mengenai tujuan dan manfaat dari skripsi ini
dengan harapan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Lalu bab ini juga
memaparkan tinjauan pustaka yaitu, penelitian yang telah terlebih dahulu dilakukan dan
membahas mengenai permasalah yang serupa dengan yang penulis angkat dalam skripsi ini
dan mengungkapkan perbedaannya. Terakhir bab ini akan memaparkan juga tentang
kerangka teori dan metode penelitian yang akan digunakan oleh penulis untuk menganalisa
serta mengumpulkan dan memilah data.
BAB II HUBUNGAN FILIPINA-TIONGKOK
Bab ini berisi tentang pembahasan mengenai hubungan bilateral Filipina dan
Tiongkok secara umum. Pada bab ini akan memaparkan bagaimana hubungan Filipina-
Tiongkok dari awal konflik serta menjelaskan seburuk apa kondisi hubungan kedua negara
ini sebelum pergantian pemerintahan ke Presiden Rodrigo Duterte.
15
BAB III PERUBAHAN KEBIJAKAN FILIPINA DI MASA PRESIDEN BENIGNO
AQUINO DAN RODRIGO DUTERTE
Bab ini akan membahas tentang bagaimana hubungan Filipina dan Tiongkok pada
masa pemerintahan Presiden Benigno Aquino dan Rodrigo Duterte. Dimana dalam bab ini
akan dibahas bagaimana pola hubungan Filipina dan Tiongkok pada masa pemerintahan
Presiden Benigno Aquino serta apa saja kebijakan yang diambil Filipina terkait hubungannya
dengan Tiongkok.
Selanjutnya Bab ini juga akan membahas tentang pola hubungan Filipina dan
Tiongkok di masa pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte yang di dalam skripsi ini sangat
penting karena menjadi pokok pembahasan, yaitu perubahan kebijakan yang dilakukan
Presiden Rodrigo Duterte terhadap Tiongkok.
BAB IV ANALISIS RATIONAL ACTOR MODEL TERHADAP PERUBAHAN
KEBIJAKAN FILIPINA DI MASA PEMERINTAHAN PRESIDEN RODRIGO
DUTERTE
Dalam bab ini akan memaparkan analisis penulis menggunakan teori pilihan rasional
dengan konsep Model Aktor Rasional terhadap kebijakan luar negeri Filipina terkait
hubungannya dengan Tiongkok. Akan dipaparkan juga bagaimana kebijakan luar negeri
Filipina terkait hubungannya dengan Tiongkok pada masa pemerintahan Presiden Aquino dan
pada masa pemerintahan Presiden Duterte serta menggambarkan proses pengambilan
keputusan dan analisisnya. Sehingga bab ini akan menghasilkan jawaban dari pertanyaan
penelitian yang menjadi fokus penulis.
BAB V PENUTUP
16
Bab ini akan memaparkan mengenai kesimpulan yang penulis peroleh terkait dengan
jawaban dari pertanyaan yang penulis angkat dalam skripsi ini berdasarkan kerangka
pemikiran dan metodologi penelitian yang telah penulis gunakan.
17
BAB II
HUBUNGAN FILIPINA TIONGKOK
Filipina dan Tiongkok merupakan dua negara yang terlibat dalam konflik sengketa
wilayah Laut Tiongkok Selatan. Dimana sejak awal konflik ini muncul keadaan antara negara-
negara yang berada di kawasan tersebut menjadi buruk dan semakin memanas. Sehingga
membuat konflik ini sangat mencuri perhatian dunia internasional. Dalam bab ini akan dibahas
mengenai hubungan Filipina dan Tiongkok secara umum.
A. Saling Klaim Wilayah Laut Tiongkok Selatan
Hubungan Filipina dengan Tiongkok memang merupakan hubungan yang tidak baik,
dimana dari awal konflik Laut Tiongkok Selatan hubungan kedua negara ini terus-terusan
memanas. Konflik ini diawali dari klaim yang dibuat oleh Tiongkok terkait dengan kepemilikan
pulau Spratly dan Paracel pada tahun 1974 dan 1992.1 Dimana klaim ini langsung mendapat
respon dari negara-negara yang mempunyai batas langsung dengan Laut Tiongkok Selatan
terutama negara-negara ASEAN yaitu Vietnam, Brunei Darussalam, Filipina dan Malaysia.2
Saling klaim ini akhirnya menyebabkan kondisi di kawasan semakin memanas diantara negara-
negara yang terlibat konflik.
Terutama hubungan antara Filipina dan Tiongkok semakin memburuk pada tahun 2011
1 Evelyn Goh,”Meeting the China Challenge: The US in Southeast Asian Regional Security Strategies,” East-West
Center Washington, 2005, 31 2 David Arase,”China's Militant Tactics in the South China Sea,” East Asia Forum, 2011,
http://www.eastasiaforum.org/2011/06/29/china-s-militant-tactics-in-the-south-china-sea diakses pada 13 Juni
2017 pukul 21.34 WIB
18
akibat klaim kedua belah pihak atas Kepulauan Spratly. Dimana Filipina melalui Badan
Administrasi Atmosferik, Geofisika, dan Astronomik Filipina (PAGASA) telah menyatakan
bahwa kepulauan tersebut merupakan bagian wilayah Filipina Selatan dan laut tersebut selalu
disebut sebagai Laut Filipina.3 Sebenarnya bukan hanya klaim saja yang berlawanan dan berbeda
namun sebutan atau nama dari wilayah sengketa tersebut juga berbeda-beda, dimana bangsa
barat yang dulu berkuasa di daerah tersebut menyebutnya sebagai kepulauan Spratly sementara
Tiongkok menyebutnya sebagai Kepulauan Nansha.4
Setelah pernyataan dari PAGASA tersebut, hal yang semakin membuat keadaan memanas
adalah dimana pada 2012 Filipina akan melelang tiga wilayah di Laut Tingkok Selatan yaitu blok
di dekat Provinsi Palawan, dekat Malampaya dan Sampaguita yang juga diklaim oleh Tiongkok
untuk kegiatan eksplorasi minyak dan gas, dimana diketahui bahwa wilayah sengketa ini
memang kaya akan sumber daya dan menjadi salah satu alasan mengapa konflik ini begitu alot
dan negara-negara sengketanya sangat bersikeras dengan klaimnya masing-masing.5 Upaya
Filipina untuk mendapatkan hak kedaulatan eksklusif dan otoritas untuk mengeksplorasi dan
eksploitasi sumber alam di wilayah itu memicu ketegangan antara negara-negara yang
bersengketa terutama Tiongkok yang langsung meningkatkan aktivitas maritim negaranya di
wilayah tersebut.6
Peningkatan aktifitas militer Tiongkok di wilayah Laut Tiongkok Selatan ini memaksa
Filipina untuk melakukan peningkatan keamanan wilayah negaranya. Hal ini dapat dibuktikan
dari penandatanganan perjanjian dengan Amerika Serikat Enhanced Defense Cooperation
3 Muhammad Eko Prasetyo, Resolusi Potensi Konflik Regional, (Lampung: Universitas Negeri Lampung, 2016), 79
4 Prasetyo, Resolusi Potensi Konflik Regional, 79
5 Prasetyo, Resolusi Potensi Konflik Regional, 80
6 Tim BBC, “Hubungan antara China dan Filipina menurun menyusul sengketa wilayah di Scarborough Shoal,”
BBC Indonesia, 23 November 2015,
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2012/07/120731_southchinasea.shtml diakses pada 14 Juni 2017 pukul
19.43 WIB
19
Agreement, dengan tujuan menambah kekuatan pertahanan Filipina di wilayah konflik Laut
Tiongkok Selatan.7 Hal ini juga menunjukkan bahwa hubungan Filipina dan Tiongkok tidak
dapat dipisahkan dari campur tangan Amerika Serikat, dan dapat diketahui juga bahwa pada
masa pemerintahan Presiden Benigno Aquino ini Amerika Serikat menjadi malaikat penolong
untuk Filipina dalam hal keamanan terutama dalam konflik Laut Tiongkok Selatan yang memang
menjadi satu-satunya hubungan Filipina Tiongkok dalam masa pemerintahan Presiden Benigno
Aquino.
Dalam memahami kebijakan luar negeri Filipina yang memutuskan untuk melaporkan
kasus sengketa Laut Tiongkok Selatan ke Mahkamah Arbitrase maka kita harus mengetahui
tidak hanya hubungan buruk kedua negara yang sudah dijelaskan, namun juga harus memahami
pilar atau landasan pengambilan kebijakan Filipina. Kebijakan Luar Negeri Fiipina memiliki 3
(tiga) landasan yang menjadi dasar dalam pengambilan keputusannya, yaitu yang pertama dan
yang terpenting adalah peningkatan keamanan nasional, kedua peningkatan diplomasi ekonomi,
dan yang terakhir adalah perlindungan hak-hak dan kesejahteraan warga negaranya yang berada
di luar negeri, sehingga dapat dikatakan keputusan yang diambil oleh Filipina adalah keputusan
yang tepat berdasarkan dengan landasan kebijakannya, karena klaim Tiongkok telah dengan
sangat jelas mengancam keamanan nasional Filipina.8
B. Usaha Penyelesaian Konflik di Mahkamah Arbitrase International
Peningkatan aktivitas Tiongkok di wilayah konflik pada tahun 2013 membuat Filipina
semakin panas dan merasa terancam. Hal ini membuat Filipina melalui Menteri Luar Negeri
7 Carl Thayer, “Analyzing the US-Philippines Enhanced Defense Cooperation Agreement,” The Diplomat, 19
Oktober 2014, http://thediplomat.com/2014/05/analyzing-the-us-philippines-enhanced-defense-cooperation-
agreement/, diakses pada 14 Juni 2017 pukul 20.29 WIB 8 Rosario, “Philippine Foreign Policy Today,” 5
20
Filipina Albert Del Rosario membuat laporan terhadap Tiongkok ke Permanent Court of
Arbitration (PCA) dengan harapan ada penyelesaian sengketa. Setelah upaya Filipina untuk
melelang wilayah Kepulauan Spratly membuat semakin memanasnya hubungan Filipina dan
Tiongkok yang dapat berubah menjadi perang kapan saja.9 Tindakan yang diambil oleh Filipina
melalui menlunya ini ditanggapi oleh Tiongkok pada tahun 2015 melalui Menteri Luar Negeri
Tiongkok Wang Yi, yang menyebutkan bahwa kasus sengketa Laut Tiongkok Selatan di
Mahkamah Arbitrase telah membuat semakin gentingnya hubungan Beijing dan Manila.10
Namun hal ini tidak mempengaruhi keputusan Filipina dan proses putusan di PCA tetap berjalan.
Walaupun pelaporan sengketa ke PCA ini membuat hubungan Filipina dan Tiongkok berada pada
titik yang paling kritis.
Selama proses penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh PCA ini Tiongkok tidak
tinggal diam. Tiongkok diam-diam menggalang dukungan kepada negara-negara lain terkait
dengan klaimnya terhadap wilayah Laut Tiongkok Selatan. Walaupun tidak ada daftar yang resmi
terkait negara-negara yang mendukung klaimnya tersebut, namun Tiongkok mengaku telah
mendapatkan dukungan dari 40 negara. Dimana dukungan tersebut ditujukan untuk mendukung
diterimanya klaim Tiongkok dalam kawasan Laut Tiongkok Selatan di PCA.11
Akhirnya setelah melalui proses selama 3 (tiga) tahun, pada 12 Juli 2016 Mahkamah
Arbitrase Permanent atau PCA (Permanent Court of Arbitration) mengeluarkan putusan terkait
laporan yang diajukan oleh Filipina pada tahun 2013 tentang konflik Laut Tiongkok Selatan.
PCA memutuskan Tiongkok telah melakukan pelanggaran terhadap kedaulatan Filipina dengan
9 Erik Purnama Putra, “Saling Klaim Laut China Selatan, Menlu China Peringatkan Filipina,” Republika, 11
November 2015, http://internasional.republika.co.id/berita/internasional/global/15/11/11/nxmttx334-saling-
klaim-laut-cina-selatan-menlu-cina-peringatkan-filipina, diakses pada 14 Juni 2017 pukul 20.02 WIB 10
Putra, “Saling Klaim Laut China Selatan, Menlu China Peringatkan Filipina.” 11
Ritchie B. Tongo, “China Klaim Didukung 40 Negara Terkait Laut China Selatan,” Kompas, 20 Mei 2016, http://internasional.kompas.com/read/2016/05/20/20402521/china.klaim.didukung.40.negara.terkait.laut.china.selatan diakses pada 14 Juni 2017 pukul 20.09
21
berdasarkan Konvensi Internasional tentang Hukum Laut (UNCLOS) dan PCA juga menegaskan
bahwa pembangunan pulau-pulau yang dilakukan Tiongkok telah menyebabkan kerusakan
lingkungan di wilayah Laut Tiongkok Selatan.12
Filipina sebagai negara yang mengajukan laporan atas klaim Tiongkok atas wilayah Laut
Tiongkok Selatan ke PCA tentu sangat diuntungkan dengan keputusan PCA ini. Bahkan warga
Filipina di sejumlah tempat di Manila mengadakan pawai dan mengibarkan bendera kebangsaan
mereka sebagai bentuk perayaan atas keputusan PCA yang menyatakan klaim Tiongkok atas
wilayah Laut Tiongkok Selatan adalah salah dan telah melanggar kedaulatan Filipina.13
Sementara Tiongkok disisi lain sebagai pihak yang dirugikan dengan keputusan PCA ini
dengan tegas menyatakan tidak akan menerima putusan PCA ataupun tindakan yang diambil
berdasarkan dengan putusan PCA. Hal ini disampaikan langsung oleh Presiden Tiongkok Xi
Jinping di Beijing, Jinping juga menegaskan bahwa akan tetap menjaga perdamaian di wilayah
Laut Tiongkok Selatan. Lalu dalam pernyataan Kementrian Luar Negeri Tiongkok menyatakan
bahwa keputusan PCA itu adalah hampa dan tidak mengikat sehingga tidak akan berpengaruh
terhadap kepentingan dan kedaulatan Tiongkok di wilayah Laut Tiongkok Selatan.14
Sementara itu dunia internasional juga ikut melakukan respons terhadap putusan PCA
dan sebagian besar seperti Vietnam, Malaysia, Brunei Darussalam, Jepang, Amerika Serikat dan
negara-negara Eropa sangat menghormati keputusan PCA dan berharap Tiongkok dan Filipina
mampu mewujudkan putusan yang sudah dikeluarkan oleh PCA. Sekalipun memang keputusan
12
Simela Victor Muhamad, “Isu Laut China Selatan Pasca-Putusan Mahkamah Arbitrase: Tantangan ASEAN,” Majalah Info Singkat Hubungan Internasional, Juli 2016, 5; tersedia di http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-VIII-13-I-P3DI-Juli-2016-7.pdf diunduh pada 16 Juni 2017 pukul 16:32 WIB 13
Muhamad, Isu Laut China Selatan, 6 14
Muhamad, Isu Laut China Selatan, 6
22
PCA tidak sekuat ICJ (International Court Justice) yang mampu menegakkan putusannya, namun
Filipina melalui pengacaranya di PCA percaya bahwa tekanan internasional akan membuat
Tiongkok memenuhi tuntutan dari PCA tersebut.15
Namun sepertinya apa yang diharapkan oleh Filipina tidak akan terjadi karena Tiongkok
sangat bersikeras bahwa wilayah tersebut adalah wilayah mereka dan menganggap putusan PCA
adalah hampa dan tidak mengikat. Ditambah lagi dengan pernyataan Kementerian Luar Negeri
Tiongkok melalui juru bicaranya Hua Chunying menjelaskan bahwa dukungan terhadap klaim
yang dilakukan oleh Tiongkok semakin banyak. Pada saat pernyataan itu dikeluarkan setidaknya
sudah ada 40 negara yang mendukung klaim Tiongkok atas wilayah Laut Tiongkok Selatan.16
Hal ini membuat Tiongkok semakin percaya diri bahwa tindakannya menolak putusan PCA
adalah hal yang tepat karena memang tidak mengikat dan dunia internasional mulai mengakui
klaimnya atas wilayah Laut Tingkok Selatan yang diduga kaya akan minyak itu.
Pada putusan ini Filipina telah dipimpin oleh Presiden Rodrigo Duterte yang baru saja
terpilih. Benigno Aquino dalam sebuah artikel menyatakan bahwa hubungan bilateral yang baik
tidak akan bisa dilakukan selama konflik Laut Tingkok Selatan masih berlangsung.17
Rodrigo
Duterte sebagai penerus Aquino diharapkan dapat menyelesaikan sengketa wilayah Laut
Tiongkok Selatan ini sehingga hubungan negara-negara di Asia bisa membaik.
Laporan kepada PCA pada tahun 2013 lalu itu dilakukan disaat Filipina berada dibawah
kepemimpinan Presiden Benigno Aquino. Dimana pola hubungan yang terjadi antara Filipina
15
Muhamad, Isu Laut China Selatan, 7 16
Amanda Puspita Sari, “China Mengaku 40 Negara Dukung Klaimnya di Laut China Selatan,” CNN Indonesia, 24 Juni 2016, https://www.cnnindonesia.com/internasional/20160624072607-113-140547/china-mengaku-40-negara-dukung-klaimnya-di-laut-china-selatan/ diakses pada 16 Juni 2016 pukul 17.40 WIB. 17
Ani Nursalikah, “Benigno Aquino Komentari Keputusan Arbitrase Laut China Selatan,” Republika, 13 Juli 2016, http://internasional.republika.co.id/berita/internasional/global/16/07/13/oa8s4o366-beniqno-aquino-komentari-keputusan-arbitrase-laut-cina-selatan diakses pada 16 Juni 2017 pukul 17:08 WIB.
23
dan Tiongkok pada masa itu memang sangat buruk, bahkan hubungan bilateral yang baik bisa
dikatakan tidak ada. Sampai akhir masa jabatannya Filipina dan Tiongkok masih mengalami
ketegangan karena pelaporan yang dilakukan Filipina ke PCA tersebut. Namun sebelum putusan
PCA keluar Benigno Aquino telah lengser dan digantikan oleh Rodrigo Duterte sebagai
pemenang Pemilu Presiden Filipina pada 2016 .
Pada awal putusan PCA dikeluarkan lalu dianjutkan dengan penolakan Tiongkok
terhadap keputusan tersebut, Filipina melalui Menteri Luar Negeri Perfecto Yasay mendesak
Tiongkok untuk menghormati keputusan PCA dan akan membawa isu tersebut ke Konferensi
Tingkat Tinggi Asia-Eropa sebegai bentuk perlawanan terhadap penolakan yang dilakukan oleh
Tiongkok.18
Namun Tiongkok tidak memperdulikan desakan yang diberikan oleh Filipina
tersebut karena merasa keputusan yang dikeluarkan oleh PCA tersebut tidak mengikat bagi
Tiongkok, sehingga tidak ada yang bisa memaksa Tiongkok untuk mematuhi putusan PCA
tersebut.
Jika dilihat pada pernyataan dari Menteri Luar Negeri Filipina tersebut maka dapat
dipastikan bahwa pada masa-masa awal pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte hubungan
Filipina dan Tiongkok masih mengalami ketegangan dan belum menemukan titik temu untuk
menyelesaikan atau bahkan bekerjasama dalam penyelesaian sengketa wilayah Laut Tiongkok
Selatan, karena lagi-lagi klaim yang berbeda dari kedua belah pihak terkait putusan PCA.
Dimana Filipina sebagai pihak yang dapat dikatakan diuntungkan dalam putusan ini menerima
dengan penuh dan mendesak Tiongkok juga mematuhi putusan PCA ini, sementara itu disisi lain
Tiongkok sebagai pihak terlapor dan dirugikan dari putusan PCA ini menolak dan menganggap
18
Ervan Hardoko Ed., “Filipina Desak China Patuhi Keputusan Mahkamah Arbitrase,” Kompas.com, 14 Juli 2016, http://internasional.kompas.com/read/2016/07/14/10094481/filipina.desak.china.patuhi.keputusan.mahkamah.arbitrase. Diakses pada 16 Juni 2017 pukul 17:19 WIB.
24
putusan PCA ini bukanlah keputusan yang mengikat dan tidak berpengaruh apapun terhadap
kepentingan dan kedaulatan Tiongkok di wilayah Laut Tiongkok Selatan.
25
BAB III
PERUBAHAN KEBIJAKAN FILIPINA
DI MASA PRESIDEN BENIGNO AQUINO DAN RODRIGO DUTERTE
Pada bab ini akan dijelaskan bagaimana pola hubungan antara Filipina dan Tiongkok di
masa pemerintahan dua presiden yang berbeda akan dijelaskan juga perubahan kebijakan
Filipina yang terjadi pada masa transisi kepemimpinan. Dimana Presiden Rodrigo Duterte naik
menggantikan Presiden Benigno Aquino..
A. Kebijakan Filipina terhadap Tiongkok pada masa Presiden Benigno Aquino
Konflik Laut Tiongkok Selatan mulai memanas kembali pada tahun 1992 dimana saling
klaim yang dilakukan oleh negara-negara yang terlibat dalam konflik tersebut disertai dengan
aktifitas militer yang tinggi juga. Sehingga membuat negara-negara yang terlibat saling merasa
terancam dan akhirnya seakan-akan menjadi lomba peningkatan aktifitas dan kualitas militer.
ASEAN sebagai sebuah organisasi yang 4 (empat) negara anggotanya terlibat dalam konflik ini
tentu melihat peningkatan aktifitas militer ini akan sangat mengancam keamanan di kawasan
ASEAN itu sendiri. Sehingga ASEAN mengambil inisiatif untuk ikut turun dalam melakukan
upaya penyelesaian konflik ini.
ASEAN yang pada masa awal konflik ini sedang membangun integrasi regional
tentu melihat ini sebagai sebuah ancaman terhadap usaha tersebut sehingga membuat ASEAN
dalam ARF (ASEAN Regional Forum) menetapkan konflik Laut Tiongkok Selatan ini menjadi
permasalahan yang akan diselesaikan secara kolektif regional yang dituangkan dalam
26
kesepakatan Declaration on Conduct of Parties in the South China Sea.1 Hal ini dilakukan untuk
memantapkan fungsi ASEAN sebagai organisasi regional sesuai dengan fungsi dan tujuan
ASEAN yaitu menciptakan dan menjamin kestabilan keamanan di wilayah Asia Tenggara
sehingga integrasi regional yang sedang diusahakan oleh ASEAN dapat tercapai tanpa terhalang
oleh konflik Laut Tiongkok Selatan ini.2
Kesepakatan negara-negara anggota ASEAN diatas yang akhirnya membuat pola
hubungan antara negara-negara anggota ASEAN dengan Tiongkok, terutama Filipina yang akan
dibahas dalam skripsi ini. Dalam skripsi ini saya akan memfokuskan hubungan Filipina dengan
Tiongkok pada masa Presiden Benigno Aquino dimana pada masa ini hubungan antara kedua
negara sangat panas, ketika pada 2011 bagian Administrasi Atmosferik, Geofisika, dan
Astronomik Filipina (PAGASA) mengeluarkan pernyataan resmi bahwa kawasan Kepulauan
Spratly merupakan kawasan Filipina dan akan selalu disebut sebagai Laut Filipina.3 Hal ini tentu
membuat Tiongkok semakin marah dan membuat situasi antara kedua negara semakin
menegang. Ditambah dimulai dari 2002-2012 hubungan antara Filipina dengan Tiongkok
merupakan hubungan multilateral yaitu melalui forum-forum ASEAN dan Tiongkok.4 Ini
membuat kesepahaman diantara keduanya semakin kecil.
Pola penyelesaian konflik Laut Tiongkok Selatan secara regional ini dimulai dari tahun
2002 dimana ditandatanginya Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea
(DOC) yang berisi tentang penyelesaian sengketa secara damai dan sesuai dengan UN
1 Aris Heru Utomo, “Pertemuan ASEAN dan Ketidakpastian Kawasan,” Kompasiana, 26 Juni 2015,
https://www.kompasiana.com/arisheruutomo/petemuan-asean-dan-ketidakpastian-
kawasan_5500fdbfa33311a872512a4d diakses pada 13 Juni 2017 pukul 22.02 WIB. 2 Utomo, “Pertemuan ASEAN dan Ketidakpastian Kawasan.”
3 Nurul Chintya Irada, Peran ASEAN Regional Forum (ARF) dalam Menjembatani Penyelesaian Konflik Laut China
Selatan Tahun 2002-2011, (Surabaya: Universitas Airlangga, 2013), 5. 4 ASEAN, ASEAN Security Outlook 2015, Malaysia: ASEAN, 2015, hal. 12, http://www.asean.org/wp-
content/uploads/2015/12/ASEAN-SECURITY-OUTLOOK-2015.pdf, diakses pada 13 Juni 2017,pukul 22.42
WIB.
27
Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) pada 1982.5 Dalam perjanjian ini juga ditekankan
keterbukaan antara negara anggota agar terjadi dialog yang dapat membuka pola penyelesaian
dalam konflik ini.6 Filipina dalam pertemuan ini diwakili oleh Sekretaris Hubungan Luar Negeri
Filipina Blas F. Ople, sementara Tiongkok diwakili oleh Wakil Menteri Luar Negeri Wang Yi.7
Lalu pertemuan antara Filipina dan Tiongkok selanjutnya terjadi pada tahun 2011 pada
pertemuan ASEAN Regional Forum di Bali yang menghasilkan Guidelines for the
Implementation of DOC yang kembali menekankan bahwa semua anggota DOC mempunyai
kewajiban untuk menyelesaikan konflik secara damai dan bertahap dan terbuka serta tetap
menjaga etikat baik untuk membuka dialog secara intens untuk bertukar informasi dalam upaya
penyelesaian konflik ini.8 Dialog yang dimaksud dalam perjanjian ini adalah dialog dalam
pertemuan tingkat menteri antara anggota DOC yang diselenggarakan oleh ASEAN Regional
Forum.
Lalu pada 2012 dalam pertemuan tingkat menteri ASEAN dan Tiongkok di Phnom Penh,
Kamboja para negara anggota DOC mengeluarkan Statement if the ASEAN Foreign Ministers:
ASEAN's Six Point Principles on the South China Sea, dimana 6 point tersebut adalah pernyataan
untuk memenuhi perjanjian DOC pada 2002, lalu panduan implementasi DOC pada 2011,
penyelesaian konflik atau dialog secara regional, penyelesaian dengan dasar UNCLOS, menahan
diri untuk tidak menggunakan kekerasan dalam penyelesaian sengketa dan melakukan resolusi
damai berdasarkan hukum internasional termasuk UNCLOS.9 Dalam pernyataan yang terakhir
ini lebih ditekankan tentang penyelesaian sengketa secara regional untuk tujuan menyatukan
5 ASEAN, Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea 2002, Kamboja: ASEAN, 2002,
http://www.aseansec.org/13163.html diakses pada 13 Juni 2017 pukul 22.58 WIB. 6 ASEAN, Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea 2002.
7 ASEAN, Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea 2002.
8 ASEAN, Guidelines for the Implementation of the DOC 2011, China: ASEAN, 2011,
http://www.aseansec.org/13163.html diakses pada 13 Juni 2017 pukul 23.01 WIB. 9 ASEAN, Statement of the ASEAN Foreign Ministers: ASEAN's Six Point Principles on the South China Sea 2012,
Kamboja: ASEAN, 2012, http://www.aseansec.org/13163.html diakses pada 13 Juni 2017 pukul 23.14 WIB.
28
persepsi anggota-anggota ASEAN sekaligus mencapai integrasi regional yang diimpikan
ASEAN selama ini.
Dari data-data diatas dapat diketahui bahwa pola hubungan antara Filipina dan Tiongkok
pada masa pemerintahan Preside Benigno Aquino adalah pola hubungan multilateral yang
melibatkan ASEAN sebagai organisasi regional yang menaungi negara-negara ASEAN.
Sehingga pertemuan antara kedua negara ini secara bilateral sangat sulit terjadi dikarenakan
sikap yang sudah saling bermusuhan dari lama sejak awal konflik Laut Tiongkok Selatan ini
mencuat.
B. Kebijakan Filipina terhadap Tiongkok pada masa Presiden Rodrigo Duterte
Setelah pada penjelasan sebelumnya sudah dijelaskan bagaimana hubungan Filipina dan
Tiongkok pada masa pemerintahan Presiden Benigno Aquino serta bagaimana panasnya situasi
hubungan kedua negara ini. Maka pada bagian ini akan dibahas juga bagaimana hubungan
Filipina Tiongkok pada masa pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte. Apakah hubungan dengan
pola multilateral masih dipertahankan atau diubah dan apakah hubungan buruknya menjadi
membaik ataukah makin memburuk yang akan coba dijelaskan dalam bab ini.
Presiden Rodrigo Duterte terpilih sebagai pemenang pemilu Filipina pada Mei 2016 lalu
yang membuat banyak perubahan dalam kebijakan luar negeri Filipina terutama terkait dengan
kedaulatan dan keamanan negara. Seperti kebijakan Duterte yang sangat kontroversial di awal
kepemimpinannya yaitu soal penembakan ditempat kepada para bandar narkoba yang melarikan
diri saat akan ditangkap.10
Hal ini sebenarnya yang membuat akhirnya kebijakan-kebijakan
Duterte sebagai Presiden Filipina yang baru sangat diperhatikan oleh masyarakat Filipina
10
Tim BBC News,“Perang Narkoba di Filipina, Lebih dari 1900 Orang Tewas”. BBC Indonesia, 23 Agustus 2016. http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/08/160823_dunia_filipina_narkoba diakses 4 Januari 2017 pukul 20.05 WIB.
29
maupun Internasional. Ada pro dan kontra dalam pendapat di masyarakat terkait kebijakan-
kebijakan yang dikeluarkan oleh Duterte sehingga membuat nama Duterte seketika menjadi
perbincangan di dunia Internasional.
Ditambah lagi dengan sikap yang tidak peduli dengan citranya dimata orang lain bahkan
dunia internasional membuat Duterte tidak segan berkata kasar di depan media jika ada yang
tidak sesuai dengan pemikirannya. Ini terjadi saat dia mengatakan bahwa Filipina harus
mempunyai kebijakan luar negeri yang independen dan Obama sebagai Presiden Amerika
Serikat pada waktu itu berusaha untuk mengintervensi soal penegakan HAM di Filipina karena
adanya perang melawan narkoba yang menewaskan ribuan orang, namun Duterte tidak mau
diintervensi dan mengatakan bahwa AS harus menghormati kedaulatan Filipina dan mengatakan
kata-kata kasar tentang Obama.11
Hal ini juga membuat Duterte semakin disorot oleh dunia
internasional.
Tidak hanya soal kebijakan-kebijakannya yang kontroversial, Duterte juga menjadi
perhatian dunia internasional karena kebijakannya yang memutuskan untuk menjalin hubungan
bilateral yang baik dengan Tiongkok untuk menyelesaikan sengketa Laut Tiongkok Selatan
secara bilateral dan damai. Hal ini dibuktikan dengan kunjungan Presiden Rodrigo Duterte ke
Tiongkok pada 23 Januari 2017 yang menghasilkan penandatangan kerjasama senilai US$3.7
miliar atau setara denga Rp49,4 triliun.12
Ini sangat berbeda dengan pendahulunya Presiden
Benigno Aquino yang bersikap sangat keras terhadap kepada Tiongkok karena menanggap
Tiongkok telah melanggar kedaulatan Filipina.
11
Amanda Puspita Sari, “Disebut ‘Anak Pelacur’ Obama Batalkan Bertemu dengan Duterte,” CNN Indonesia, 6 September 2016, https://www.cnnindonesia.com/internasional/20160906065443-106-156308/disebut-anak-pelacur-obama-batalkan-bertemu-dengan-duterte/ diakses 4 Januari 2017 20.13 WIB. 12
Hanna Azarya Samosir,”China-Filipina Sepakati 30 Proyek Kerja Sama Senilai Rp49,4 T,” CNN Indonesia, Senin, 23 Januari 2017, https://www.cnnindonesia.com/internasional/20170123155033-113-188304/china-filipina-sepakati-30-proyek-kerja-sama-senilai-rp494-t/ diakses pada 4 Januari 2017 pukul 21.02 WIB.
30
Tidak hanya dalam bidang ekonomi, namun dalam bidang pertahanan juga Filipina
melakukan kerjasama dengan Tiongkok yang seharusnya ini tidak terjadi karena selama ini
Filipina sangat bergantung bidang keamanan dan pertahanannya kepada Amerika Serikat.
Namun seketika di masa kepemimpinan Presiden Rodrigo Duterte kebijakan Filipina seolah-olah
banting stir dari ketergantungan kepada Amerika Serikat menjadi mesra dengan Tiongkok.
Dibuktikan dengan ditandatanganinya perjanjian kesepakatan untuk membentuk badan khusus
kerjasama maritim yang meliputi bidang keamanan, perdagangan, pariwisata, pertanian,
kesehatan dan infrastruktur.13
Bahkan dalam perkembangan isu kebijakan luar negeri Filipina pada tahun 2017 ini,
bukan hanya menjauh dari Amerika Serikat dan mendekat ke Tiongkok. Filipina juga membuka
kerjasama dengan Rusia yang ini sangat membuktikan semakin menguatkan perpisahan Filipina
dengan Amerika Serikat. Dimana Presiden Rodrigo Duterte menandatangani perjanjian
kerjasama dengan Rusia yang meliputi investasi, industri, transportasi, budaya, kesenian dan
yang paling menarik adalah bidang pertanahan dan energi nuklir.14
Dari terbukanya kerjasama Filipina dengan kedua negara yang pada masa pendahulunya
merupakan negara yang di jauhi atau bahkan dapat disebut „musuh‟ karena kedekatan Filipina
kepada Amerika Serikat, dapat disimpulkan sebenarnya bahwa Amerika Serikat sudah tidak lagi
mempunyai pengaruh terhadap Filipina dan ini bisa berdampak pada kepentingan Amerika
Serikat di wilayah Asia. Karena seperti kita ketahui bahwa Filipina adalah negara sekutu yang
paling loyal dan paling kuat bagi Amerika Serikat, sehingga kehilangan pengaruhnya akan
13
Samosir, ”China-Filipina Sepakati 30 Proyek Kerja Sama Senilai Rp49,4 T.” 14
RT Samus, “Rusia & Filipina tandatangani perjanjian kerjasama pertahanan, menegaskan kembali kesatuan melawan terorisme,” ZE Journal, Jum’at, 26 Mei 2017, http://www.zejournal.mobi/id/index.php/news/show_detail/10728 diakses pada 10 Desember 2017 pukul 13:58 WIB.
31
sangat banyak juga berpengaruh terhadap kepentingan Amerika Serikat di wilayah Asia terutama
dalam konflik Laut Tiongkok Selatan.
Pada kunjungan bilateral yang pertama Presiden Rodrigo Duterte ke Tiongkok pada 18
Oktober 2016 membawa niat baik untuk menghentikan kondisi buruk antara Filipina dan
Tiongkok. Presiden Rodrigo Duterte memimpin sekitar 200 rombongan yang berisi para
pemimpin bisnis di Filipina, dimana hal ini bertujuan untuk membahas kerjasama ekonomi
secara lebih mendalam dengan Tiongkok.15
Dalam kunjungan empat hari Presiden Rodrigo
Duterte ke Tiongkok inilah yang sangat menentukan arah kebijakan luar negeri Filipina
kedepannya terutama di masa pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte.
Dalam kunjungan ini ada beberapa bidang kerjasama yang dibahas yaitu ekonomi seperti
sudah disebutkan di atas bahwa Duterte membawa 200 rombongan yang berisi para pemimpin
bisnis di Filipina. Lalu ada juga pembahasan tentang aliansi dagang antara Filipina dan Tiongkok
sebesar US$13,5 miliar yang ditandatangani pada kunjungan tersebut, tidak hanya itu Presiden
Rodrigo Duterte juga mengumumkan „perceraian‟ Filipina dengan Amerika Serikat pada
kunjungan itu.16
Perceraian Filipina dengan Amerika Serikat bukan berarti sepenuhnya menutup
akses Amerika Serikat, namun ini menjelaskan bahwa Filipina akan bersikap lebih independen
dalam kebijakan luar negerinya tidak lagi bergantung pada pandangan dan pendapat Amerika
Serikat. Filipina bertujuan untuk membuka hubungan kerjasama dengan negara manapun demi
memenuhi kepentingan nasional negaranya. Hal ini membuktikan bahwa tidak menutup
15
RFA, “Presiden Filipina Mulai Kunjungan Kenegaraan di China,” OKE Zone, Selasa, 18 Oktober 2016, https://news.okezone.com/read/2016/10/18/18/1517803/presiden-filipina-mulai-kunjungan-kenegaraan-di-china diakses pada 10 Desember 2017 pukul 15.02 WIB.
16
Reva Dessthania Suastha,”Di China Duterte Umumkan 'Perceraian' Filipina Dengan AS,” CNN Indonesia, Jum’at, 21 Oktober 2016, https://www.cnnindonesia.com/internasional/20161021140144-106-167019/di-china-duterte-umumkan-perceraian-filipina-dengan-as/ diakses pada 10 Desember 2017 pukul 15.38 WIB.
32
kemungkinan bahwa akan lebih banyak lagi negara yang akan dikunjungi oleh Presiden Rodrigo
Duterte.
Dalam bidang keamanan dan pertahanan juga Filipina dan Tiongkok sepakat
mengesampingkan konflik Laut Tiongkok Selatan serta hubungan lama yang buruk dan akan
segera memperbaiki hubungan dengan membina hubungan bilateral yang lebih baik dan tentu
kerjasama di bidang militer juga akan menjadi fokus utama mereka untuk menjaga
keberlangsungan hubungan yang baik tersebut. 17
Hubungan ini berbentuk aliansi serta badan
khusus yang akan membahas persoalan jalur laut serta keamanan kedua negara dan akan menjadi
titik cerah penyelesaian sengketa Laut Tiongkok Selatan.
Banyaknya kerjasama yang dilakukan Filipina dengan Tiongkok di awal masa
pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte memang bisa menguntungkan Filipina, namun juga bisa
membuat Filipina kembali merugi karena akan terlalu bergantung kepada Tiongkok. Bagaimana
tidak, bahwa Tiongkok berinvestasi ke Filipina sebesar US$15 miliar untuk membangun
infrastruktur dan sebagainya.18
Ditambah dengan perjanjian perdagangan yang juga besar di
angka US$ 13,5 miliar, serta kerjasama di bidang militer yaitu jalur transportasi di wilayah
sengketa serta keamanannya. Semua hal ini dapat membuat Filipina sangat bergantung kepada
Tiongkok. apalagi Amerika Serikat yang selama ini dapat membentengi pengaruh Tiongkok ke
Filipina sudah „dicerai‟ oleh Presiden Rodrigo Duterte, sehingga tidak ada lagi tameng yang
dapat membentengi Filipina jika saja sewaktu-waktu kerjasama kedua negara ini tidak berjalan
baik dan mulus.
17
Victor Maulana, “Rujuk, Filipina-China Kembali Jalin Kerjasama Militer,” SindoNews, Kamis, 20 Oktober 2016, https://international.sindonews.com/read/1148816/40/rujuk-filipina-china-kembali-jalin-kerjasama-militer-1476958805 diakses pada 10 Desember 2017 pukul 15.52 WIB. 18
Arif Wicaksono, “Delegasi Tiongkok Bicarakan Investasi USD 15 Miliar dengan Filipina,” Metro News, Minggu, 22 Januari 2017, http://ekonomi.metrotvnews.com/globals/akWwJAdk-delegasi-tiongkok-bicarakan-investasi-usd-15-miliar-dengan-filipina diakses pada 10 Desember 2017 pukul 16.04 WIB.
33
Dengan pertimbangan yang seperti disebutkan di atas maka Presiden Rodrigo Duterte
terlihat lebih aktif membangun hubungan dengan negara lain agar tidak terlalu bergantung
kepada keberadaan Tiongkok yang saat ini sedang menjadi cahaya penerang bagi pembangunan
Filipina. Sebagai penangkal kebergantungan Filipina terhadap Tiongkok diketahui bahwa
Filipina menjalin kerjasama militer dengan Jepang, yaitu dibuktikan dengan kunjungan Presiden
Rodrigo Duterte ke Jepang pada 28 Oktober 2016 yang fokus membahas persoalan strategi
regional di bidang kemanan dan maritime, dimana Jepang berjanji akan megucurkan kredit
sebesar US$ 201 juta kepada Filipina yang dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur
maritim Filipina serta Jepang akan memberikan 2 (dua) buah kapal patrol besar dan 1 (satu) buah
pesawat latihan jenis TC-90 dimana ini membuktikan bahwa dalam bidang militer dan
kemaritiman Filipina masih tetap hati-hati dan tidak membuka pintu terlalu lebar kepada
Tiongkok untuk mendominasi.19
Namun walaupun demikian dikunjungan pertamanya ke Tiongkok pada Oktober 2016
Presiden Rodrigo Duterte telah membicarakan persoalan keamanan di wilayah sengketa Laut
Tiongkok Selatan yaitu terkait patroli gabungan di wilayah Laut Tiongkok Selatan untuk
menjaga keamanan wilayah dari segala macam kegiatan illegal seperti jalur penyelundupan dan
pembajakan. Patroli gabungan ini diberi nama Joint Coast Guard Committee (JCGC) yang juga
menjadi komite untuk membicarakan segala hal terkait konflik Laut Tiongkok Selatan termasuk
keamanan di wilayah tersebut.20
19
Tim ParsToday, “Kerjasama Strategis Jepang dan Filipina,” Pars Today, Jum’at, 28 Oktober 2016, http://parstoday.com/id/news/world-i24295-kerja_sama_strategis_jepang_dan_filipina diakses pada 10 Desember 2017 pukul 16.20 WIB. 20
Prashanth Parameswaran, “Whats’s Behing the New China-Philippines Coast Guard Exercise?,” The Diplomat, 15 Maret 2017, https://thediplomat.com/2017/03/whats-behind-the-new-china-philippines-coast-guard-exercise/ diakses pada 11 Desember pukul 1.19 WIB.
34
JCGC ini memiliki pertemuan rutin yang diperuntukkan untuk berdiskusi serta bertukar
informasi untuk memperkuat pertahanan dan keamanan diwilayah tersebut serta membahas
tentang berbagai macam hal terkait hubungan Filipina Tiongkok. Ini dapat terlihat pada
pertemuan kedua JCGC pada 20-22 Februari di teluk subic Filipina yang membahas tentang
pengimplementasian perjanjian kerjasama ini terhadap penyelendupan narkoba, perlindungan
alam, serta respon darurat jika terjadi sesuatu di wilayah tersebut.21
Bahkan dalam artikel terkait
disebutkan bahwa Filipina dan Tiongkok akan sering melakukan kunjungan atau lebih tepatnya
latihan bersama militer terkait pertahanan bahkan sampai ilmu huum terkait maritime dan laut.
Dengan hal ini dapat disimpulkan bahwa memang hubungan Filipina Tiongkok sangat
baik dan dapat kita pastikan bahwa konflik Laut Tiongkok Selatan sudah memasuki babak baru
penyelesaian, yang tidak lagi menggunakan diplomasi multilateral serta acuh dan tetap bersikeras
pada klaim masing-masing sehingga menyebabkan penyelesaian yang alot. Saat ini penyelesaian
sengketa Laut Tiongkok Selatan menggunakan pola diplomasi bilateral dengan negara-negara
konflik dan menggunakan persepsi keterbukaan dimana negara-negara ini sekarang bersikap
lebih terbuka, mengesampingkan konflik dan lebih mengedepankan kerjasama yang dapat saling
menguntungkan sambil berdiskusi untuk mencari solusi dari konflik yang sudah menjadi konflik
yang sangat besar dan melibatkan banyak pihak yang bahkan tidak ada di teritori tersebut.
Pada masa awal kepemimpinan Presiden Rodrigo Duterte dapat dikatakan bahwa
kebijakan luar negeri Filipina sangat berpihak kepada Tiongkok, dimana dari segala bidang
mulai dari perdagangan, investasi, bantuan, keamanan serta militer semuanya mempunyai
kerjasama dengan Tiongkok. Ini dapat diartikan bahwa sebenarnya Filipina bukan ingin
independen melainkan ingin berganti induk dari Amerika Serikat ke Tiongkok. Karena pada
21
Parameswaran, “Whats’s Behing the New China-Philippines Coast Guard Exercise?.”
35
masa awal pemerintahan Presdien Rodrigo Duterte sangat jelas sekali semua kebijakan sudah
pasti berhubungan dengan Tiongkok dan kepentingannya. Walaupun Filipina juga mendapatkan
manfaat dari kerjasama tersebut, namun tidak sebesar manfaat yang diterima oleh Tiongkok.
Sebelum mendekat ke Tiongkok Filipina merupakan salah satu negara di Asia Tenggara
yang sangat dekat dengan Amerika Serikat, dari sejak Filipina merdeka Filipina selalu
mempunyai kebijakan luar negeri yang sangat memikirkan kepentingan mereka dan sekutunya
yaitu Amerika Serikat. Namun setelah terpilihnya Rodrigo Duterte sebagai Presiden Filipina
pada Mei 2016 hubungan Filipina dengan Amerika Serikat semakin buruk. Dari mulai perang
statement di media antara Duterte dan Obama sampai diusirnya pasukan Amerika Serikat dari
wilayah laut Filipina.
Padahal seperti kita ketahui bahwa Amerika Serikat adalah negara yang selama ini
menjaga keamanan dan memperkuat pertahanan Filipina selama Filipina terlibat dalam kasus
sengketa Laut Tiongkok Selatan. Namun Presiden Rodrigo Duterte seolah tidak memperdulikan
dan melupakan semua kisah mesra Filipina dengan Amerika Serikat yang dilakoni oleh para
pendahulunya dan membuat pengakuan „cerai‟ dari Amerika Serikat dengan dalih kebijakan luar
negeri yang lebih independen tanpa ada kepentingan Amerika Serikat didalamnya dan focus
terhadap pencapaian kepentingan nasional mereka sendiri.
Pasca pengusiran para pasukan Amerika Serikat dari wilayah Filipina, Presiden Rodrigo
Duterte melakukan kunjungan kenegaraan ke Tiongkok dengan membawa 200 rombongan yang
terdiri dari para pemimpin bisnis di Filipina.22
Hal ini tentu membuat dunia internasional
beranggapan bahwa Filipina telah melepaskan diri dari Amerika Serikat dan berpindah induk ke
22
RFA, “Presiden Filipina Mulai Kunjungan Kenegaraan di China.”
36
gTiongkok. Namun menariknya adalah hal ini akan membuat perbedaan yang sangat signifikan
terhadap sengketa Laut Tiongkok Selatan. Dimana kedua kekuatan besar Filipina yang dulunya
dianggap kekautan besar karena dibentengi oleh Amerika Serikat dan Tiongkok akan membuat
alot pembahasan penyelesaian masalah karena terbenturnya kepentingan masing-masing, setelah
ini akan membuat babak baru yang sangat menarik untuk dicermati karena adanya kerjasama
bilateral yang baik disaat kedaulatan negara sedang terancam.
Pada kunjungan kenegaraan yang dilakukan Presiden Rodrigo Duterte ke Tiongkok pada
2016 itu bukan hanya membahas persoalan ekonomi seperti investasi dan perdagangan namun
juga membahas soal patroli laut bersama di wilayah Laut Tiongkok Selatan.23
Dimana hal ini
bertujuan untuk melindungi keamanan wilayah bersama serta menghilangkan kecurigaan-
kecurigaan yang dapat memicu konflik kembali. Patroli bersama ini disebut Filipina Tiongkok
Joint Coast Guard Committee (JCGC). Patroli bersama ini akan fokus kepada keresahan bersama
terhadap penyelundupan narkoba serta pembajakan di wilayah Laut Tiongkok Selatan serta
kedua negara.
Setelah pertemuan pertama pembahasan patroli bersama ini pada Oktober 2016 lalu,
pertemuan ini dilanjutkan pada bulan februari 2017. Dimana dalam pertemuan ini dibahas
tentang ketentuan-ketentuan serta aturan-aturan yang akan menjadi guide kepada Filipina dan
Tiongkok dalam mengambil tindakan terkait dengan patroli bersama atau JCGC ini.24
Di dalam
pertemuan ini juga diambil kesimpulan yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa fokus dari
JCGC ini adalah penjagaan keamanan wilayah seperti persoalan penyelundupan narkoba dan
23
RFA, “Presiden Filipina Mulai Kunjungan Kenegaraan di China.” 24
Parameswaran“Whats’s Behing the New China-Philippines Coast Guard Exercise?.”
37
pembajakan. Serta mengumpulkan informasi-informasi, melakukan pelatihan militer dan
pendidikan bersama demi mencapai solusi dari sengketa Lau Tiongkok Selatan ini.25
Dengan disepakatinya aturan-aturan atau norma perjanjian internasional antara Filipina
dan Tiongkok ini tentu akan membuat kerjasama antar kedua negara ini menjadi lebih baik dan
lebih stabil. Dimana setelah membaiknya hubungan Filipina dan Tiongkok, membuat Tiongkok
juga lebih mudah untuk mendekati negara-negara yang terlibat konflik Laut Tiongkok Selatan
secara bilateral. Karena kesulitan selama ini adalah peran ASEAN yang begitu besar dalam
penyelesaian sengketa secara multilateral sehingga setiap proses perundingan menjadi alot
dikarenakan kepentingan bersama ASEAN yang didahulukan sementara tidak semua negara
ASEAN terlibat dalam konflik tersebut.
Lalu pertemuan berikutnya dari JCGC antara Filipina dan Tiongkok ini dilakukan pada 7
November 2017 dimana pertemuan ini merupakan implementasi dari kesepakatan patroli
bersama seperti sudah dijelaskan diatas bahwa salah satu ketentuan dan aturan dari patroli
bersama ini adalah dengan diadakannya pertemuan-pertemuan serta bertukar informasi dan
pelatihan bersama antar kedua negara untuk bisa menjaga hubungan baik.26
Dalam pertemuan ini
juga Filipinda dan Tiongkok sepakat bahwa menjalin kerjasama yang baik dan saling
keterbukaan lebih bisa membantu kepentingan kedua negara dalam menjaga kemanan kawasan
dari kejahatan internasional serta dapat menghambat penyebaran narkoba internasional, dimana
ini memang menjadi fokus dari kedua negara.
25
Parameswaran“Whats’s Behing the New China-Philippines Coast Guard Exercise?.” 26
Xinhua, “Chinese, Philippine coast guards meet in Beijing on cooperation,” Xinhua Net, 8 November 2017, http://news.xinhuanet.com/english/2017-11/08/c_136735016.htm diakses pada 11 Desember 2017 pukul 10.10 WIB.
38
Dari pertemuan pertama sejak pembahasan patroli bersama ini memang sudah dapat
diprediksikan bahwa Filipina benar-benar serius untuk menjalin hubungan dengan Tiongkok.
Dimana pada kunjungan pertama yang dihadiri oleh 200 pemimpin bisnis dari Filipina ini
menunjukkan keseriusan Filipina untuk berkolaborasi dengan Tiongkok dan mengesampingkan
persoalan sengketa wilayah Laut Tiongkok Selatan. Lalu ditambah dengan patroli bersama yang
menjadi ujung tombak kerjasama kedua negara ini, dimana dari patroli bersama ini masing-
masing pihak menerapkan prinsip keterbukaan dengan bertukar informasi, pelatihan bersama dan
penumpasan kejahatan transnasional dan pengedaran narkoba internasional yang menjadi fokus
dari kedua negara terutama Presiden Rodrigo Duterte yang memang sudah memulai perang
melawan narkoba sejak dirinya dilantik menjadi Presiden Filipina.
Namun kedekatan Filipina dengan teman barunya ini yaitu Tiongkok tentu akan membuat
sekutu lamanya Amerika Serikat tidak tinggal diam. Seperti sudah dijelaskan juga pada
pembahasan di bab sebelumnya bagaimana baiknya hubungan Filipina dan Amerika Serikat serta
dukungan penuh dari segi politik sampai militer demi menjaga kedaulatan negara Filipina yang
terancam akibat kasus sengketa wilayah Laut Tiongkok Selatan ini. Dan sangat tidak menutup
kemungkinan bahwa Tiongkok menerima Filipina sebagai teman barunya karena memang
memiliki kepentingan yang lain dan bisa saja sewaktu-waktu ketika kepentingan kedua negara
ini sudah tidak bertemu lagi maka Tiongkok akan kembali menjadi musuh besar Filipina yang
sangat menginginkan wilayah Laut Tiongkok Selatan.
Lalu ada satu kemungkinan lagi yang sebenarnya paling menakutkan bagi Filipina yaitu
ketergantungan Filipina terhadap Tiongkok. Karena baru 1 (satu) tahun lebih berjalan
kepemimpinan Presiden Rodrigo Duterte dan baru 1 (satu) tahun juga hubungan kedua negara ini
membaik, Tiongkok sudah mulai memasuki pasar Filipina dalam bidang perdagangan, Tiongkok
39
juga mendanai banyak sekali pembangunan negara, serta investasi di bidang transportasi yang
juga menjadi fokus program pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte. Kenyamanan dan
kemudahan seperti ini sudah menjadi ciri khas dari Tiongkok untuk membuat negara yang
menerima bantuan atau kerjasama dengan Tiongkok menjadi bergantung dan akhirnya Tiongkok
mampu memperluas dan menguatkan pengaruhnya terhadap negara tersebut seperti yang kita
lihat saat ini di Afrika bagaimana Tiongkok menjadi sahabat yang sangat baik bagi beberapa
negara di Afrika. Ini harus menjadi konsen bagi Filipina apalagi ASEAN karena pengaruh
Tiongkok yang begitu besar mampu membuat ketidakseimbangan kekuatan di ASEAN yang
nantinya akan berakibat buruk terhadap keberlangsungan ASEAN kedepannya.
Keindependensian ASEAN dapat hilang karena pengaruh dari luar yang sangat besar.
Dalam masa pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte Filipina lebih terlihat pragmatis dan
rasional dalam mencapai kepentingan nasionalnya. Ini terlihat dari langkah yang diambil Duterte
yaitu penyelesaian sengketa dengan cara kerjasama bilateral sehingga membuat pembicaraan
terkait resolusi konflik Laut Tiongkok Selatan ini dapat berjalan sekaligus memberikan
keuntungan kepada Filipina sekaligus. Namun tentu ada konsekuensi yang harus diterima oleh
Filipina sebagai bentuk dari konsekuensi kebijakannya ini yaitu memburuknya hubungannya
dengan Amerika Serikat yang selama ini membentengi pertahanan Filipina di kawasan sengketa
tersebut.
Dari kerjasama yang dilakukan oleh Filipina dengan Tiongkok di masa pemerintahan
Presiden Rodrigo Duterte ini dapat kita ambil kesimpulan bahwa pola hubungan atara Filipina
dan Tiongkok pada saat ini adalah pola kerjasama bilateral yang saling menguntungkan karena
meredam konflik yang membuat perkenomian kedua negara tetap berjalan baik bahkan berkat
kerjasama Filipina mendapatkan investor dan Tiongkok mendapatkan pasar yang selama ini
40
sama sekali tidak bisa disentuh karena adanya pembentengan dari Amerika Serikat. Sehingga ini
membuat Filipina dan Tiongkok menjadi lebih dingin dalam membicarakan penyelesaian konflik
Laut Tiongkok Selatan ini..
41
BAB IV
ANALISIS RATIONAL ACTOR MODEL TERHADAP PERUBAHAN KEBIJAKAN
FILIPINA DI MASA PEMERINTAHAN PRESIDEN RODRIGO DUTERTE
Filipina merupakan salah satu dari beberapa negara yang terlibat dalam konflik Laut
Tiongkok Selatan dan merupakan negara yang membawa sengketa wilayah ini ke Mahkamah
Arbitrase Internasional dan menang, yang membuat Filipina sangat diperhitungkan dalam
konflik ini. Namun kondisi pertahanan negara Filipina yang cenderung lemah membuat Filipina
harus mempunyai sokongan dari asing yang kuat untuk membantu bertahan dari Tiongkok.
Dalam hal ini keberuntungan Filipina adalah Filipina merupakan sekutu terdekat Amerika
Serikat di Asia Tenggara, sehingga Filipina mendapatkan banyak bantuan dari Amerika Serikat
baik dari segi politik sampai militer untuk menjaga daerah kedaulatan Filipina.
Konflik wilayah Laut Tiongkok Selatan ini sudah berlangsung lama dan sangat alot
akibat adanya saling klaim dari negara-negara yang terlibat dan semua negara berusaha untuk
memenangkan klaim atas wilayah ini. Dimana dalam wilayah ini terdapat begitu banyak sumber
daya yang membuat negara-negara yang berkonflik semakin yakin untuk memenangkan
klaimnya atas wilayah Laut Tiongkok Selatan ini.1 Jadi bukan hanya faktor sejarah wilayah
kedaulatan melainkan ada faktor ekonomi disana yang mendorong konflik ini menjadi semakin
besar.
Jika dilihat dari sangat alotnya penyelesaian sengketa wilayah Laut Tiongkok Selatan ini.
Maka dukungan atau koalisi dibutuhkan untuk menambah kekuatan demi mempertahankan
klaim. Tiongkok sebagai negara superpower mungkin tidak membutuhkan koalisi, namun
1 Irada, Peran ASEAN Regional Forum (ARF) dalam Menjembatani Penyelesaian Konflik Laut China Selatan Tahun
2002-2011, 2.
42
negara-negara dunia ketiga seperti Filipina, Vietnam, Malaysia dan Brunei pasti butuh koalisi
dan dukungan untuk tetap bertahan dalam pertarungan klaim ini. Filipina tentu lebih yakin
karena jelas mendapat dukungan penuh dari Amerika Serikat yang merupakan sekutunya,
sementara Vietnam, Malaysia dan Brunei akhirnya sepakat untuk menyelesaikan sengketa
melalui jalur diplomasi multilateral dengan menggunakan badan ASEAN sebagai organisasi
regional Asia Tenggara.2 Hal ini akhirnya juga memaksa Filipina untuk ikut menyelesaikan
sengketa melalui ASEAN sehingga terjadi balance dalam konflik yang akhirnya malah membuat
konflik ini sangat sulit menemukan solusi.
Panjangnya waktu dalam diskusi serta pertemuan yang dilakukan untuk mencari solusi
konflik ini. Membuat Filipina yang dipimpin oleh Presiden baru yaitu Rodrigo Duterte merasa
peran ASEAN sebagai fasilitator dan negosiator tidak begitu berfungsi. Karena sudah begitu
lama namun belum ada titik temu dari konflik tersebut. Presiden Rodrigo Duterte akhirnya
menempuh jalur lain dengan cara langsung melakukan kerjasama dengan Tiongkok secara
bilateral dan mengesampingkan urusan konflik tersebut terlebih dahulu untuk memenuhi
kepentingan nasionalnya yang lain terlebih dahulu.3 Bahkan bukan hanya membuka kerjasama
dengan Tiongkok, Presiden Rodrigo Duterte juga mengumumkan perpisahan dengan Amerika
Serikat serta mengusir seluruh pasukan Amerika Serikat dari wilayah kedaulatan Filipina.4
Hal ini tentu saja menunjukkan perubahan sikap yang sangat cepat yang dilakukan oleh
Presiden Rodrigo Duterte di tahun pertama dia dilantik langsung mengubah arah kebijakan luar
2 Irada, Peran ASEAN Regional Forum (ARF) dalam Menjembatani Penyelesaian Konflik Laut China Selatan Tahun
2002-2011, 7 3 Tim Kompas, “Filipina Tinggalkan ASEAN dan Mendekat ke China,” Kompas, 2 Juni 2016,
http://internasional.kompas.com/read/2016/06/02/14230531/filipina.tinggalkan.asean.dan.mendekat.ke.china diakses pada 11 Desember 2017 pukul 15.23 WIB. 4 Rita Uli Hutapea, “Duterte Umumkan Perpisahan Dari AS, Ini Penjelasan Menteri Filipina,” Detik News, Jum’at, 21
Oktober 2016, https://news.detik.com/internasional/d-3326383/duterte-umumkan-perpisahan-dari-as-ini-penjelasan-menteri-filipina diakses pada 11 Desember 2017 pukul 15.41 WIB.
43
negeri Filipina yang dulunya sangat anti Tiongkok pada masa pemerintahan Presiden Benigno
Aquino menjadi pro dan sangat mesra dengan Tiongkok. Ditambah lagi disaat awal
pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte keluar putusan Mahkamah Arbitrase yang menyatakan
Filipina menang dalam sengketa tersebut. Namun bukannya memperjuangkan putusan tersebut,
Presiden Rodrigo Duterte malah menjalin hubungan dengan Tiongkok dan melupakan sejenak
persoalan konflik Laut Tiongkok Selatan tersebut.5 Maka dalam bab ini akan dijelaskan analisis
penulis terhadap perubahan sikap yang terjadi di masa pemerintaha Presiden Rodrigo Duterte
dan membahas alasan-alasan pengambilan keputusan serta membuktikan rasional atau tidaknya
pilihan kebijakan politik luar negeri yang diambil oleh Presiden Rodrigo Duterte itu sendiri.
Seperti sudah dijelaskan pada bab I bahwa analisis perubahan sikap ini menggunakan
teori rational actor model, dimana dalam menganalisa kebijakan dalam teori ini mengenal 4
komponen dalam proses pengambilan kebijakan itu sendiri. Pertama, adalah adanya aktor
nasional pengambil kebijakan tersebut. Kedua, kebijakan diambil berdasarkan respon atau untuk
sebuah isu dan permasalahan, maksudnya adalah ketika sebuah kebijakan diambil akan ada
alasan dibalik diambilnya kebijakan tersebut yang berarti itu adalah isu dan permasalahan yang
melatarbelakangin diambilnya keputusan tersebut. Ketiga, adanya proses seleksi yaitu, proses
pertimbangan dimana ada perbandingan antara beberapa tindakan yang dapat diambil dalam
kepentingan merespon atau menyelesaikan isu tersebut sampai akhirnya mendapatkan kebijakan
tersebut sebagai solusinya.6
Keempat, tindakan atau kebijakan tersebut merupakan pilihan rasional yang meliputi;
pertama tujuan untuk menjaga dan memenuhi keamanan serta kepentingan nasional, kedua
merupakan tindakan alternatif yang dapat diambil oleh pengambil keputusan dalam situasi
5 Tim Kompas, “Filipina Tinggalkan ASEAN dan Mendekat ke China.”
6 Allison, “Conceptual Models and the Cuban Missile Crisis,” 694.
44
tersebut, ketiga memiliki konsekuensi baik keuntungan maupun kerugian, keempat kebijakan
tersebut merupakan alternative yang diambil karena merupakan alternaalternative persentase
keuntungan paling tinggi dibandingkan dengan alternative kebijakan yang lain.7
Selanjutnya untuk menganalisa dan mengetahui apakah kebijakan luar negeri yang
diambil oleh Filipina pada masa pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte ini memenuhi keempat
unsur yang sudah dijelaskan diatas, teori Rational Actor Model ini memiliki 3 (tiga) tahapan
analisis. Pertama, adalah tahapan identifikasi masalah dimana dalam penelitian ini yang
dimaksud adalah identifikasi masalah utama yang dihadapi oleh Filipina yaitu masalah keamana
dan kepentingan nasional yang menjadi latar belakang pengambilan kebijakan. Lalu tahap kedua
adalah, proses identifikasi pilihan alternatif dimana sebelumnya sudah dijelaskan dalam Rational
Actor Model harus ada beberapa opsi pilihan kebijakan sebelum mengambil suatu kebijakan
yang rasional, sehingga dalam penelitian akan diidentifikasi apa saja pilihan alternatif yang bisa
diambil Filipina dan membandingkan serta menghitung untung rugi nya dengan opsi membuka
hubungan dengan Tiongkok. Tahapan yang terakhir adalah mengidentifikasi pilihan yang akan
diambil berdasarkan dengan hitungan keuntungan tertinggi atau disebut dengan value
maximizing yang akan menjadi pilihan rasional. Dimana ketiga tahap ini akan dilakukan secara
berurutan hingga nanti akan menghasilkan jawaban penelitian ini.8
A. Identifikasi Tujuan
Konflik sengketa wilayah Laut Tiongkok Selatan sudah menjadi sebuah yang konflik
yang sudah sangat panjang. Dimana sudah banyak cara penyelesaian sengketa ini mulai dialog
7 Allison, “Conceptual Models and the Cuban Missile Crisis,” 694.
8 Allison, “Conceptual Models and the Cuban Missile Crisis,” 694.
45
antar negara, regional, bahkan sampai dibawa ke mahkamah arbitrase Internasional. Namun
konflik yang sangat rumit ini tetap saja belum menemukan solusi yang terbaik. Sementara itu
hubungan antar negara yang berkonflik kian memburuk dan bisa saja memicu perang kembali
terjadi.
Pada masa pemerintahan Presiden Benigno Aquino Filipina mengikuti pola penyelesaian
sengketa secara regional, namun selama kurang lebih 10 tahun dari ditandatanganinya
Declaration on Conduct of Parties in the South China Sea pada tahun 2012 berusaha untuk
melelang beberapa blok di wilayah Laut Tiongkok Selatan untuk eksplorasi minyak yang
menyebabkan Tiongkok meningkatkan aktifitas militernya di wilayah Laut Tiongkok Selatan dan
membuat rencana tersebut gagal.9 Kegagalan rencana tersebut memicu Filipina di bawah
pemerintahan Benigno Aquino semakin marah dan melaporkan sengketa wilayah Laut Tiongkok
Selatan tersebut ke mahkamah arbitrase internasional.10
Pelaporan ini tentu semakin memanaskan hubungan antara Filipina dan Tiongkok yang
membuat Tiongkok semakin gencar melakukan operasi militer untuk patroli mengamankan
wilayah sengketa Laut Tiongkok Selatan. Sementara Filipina yang mempunyai kekuatan militer
yang lemah tidak mampu melakukan patroli balasan karena jika terjadi kontak senjata maka
Filipina jelas akan kalah. Namun Presiden Benigno Aquino sudah menyadari hal tersebut dan
lebih dulu melakukan kerja sama militer dengan Amerika Serikat yang disebut Enhanced
9 Prasetyo, Resolusi Potensi Konflik Regional, 80
10 Erik Purnama Putra, “Saling Klaim Laut China Selatan, Menlu China Peringatkan Filipina,” Republika, 11
November 2015, http://internasional.republika.co.id/berita/internasional/global/15/11/11/nxmttx334-saling-klaim-laut-cina-selatan-menlu-cina-peringatkan-filipina, diakses pada 14 Juni 2017 pukul 20.02 WIB.
46
Defense Cooperation Agreement untuk menambah pasukan militer Amerika Serikat di wilayah
Laut Tiongkok Selatan demi menjaga keamanan dan kedaulatan Filipina.11
Lalu setelah keluarnya putusan mahkamah arbitrase internasional terkait kasus sengketa
wilayah Laut Tiongkok Selatan yang memenangkan Filipina, Tiongkok langsung mengeluarkan
pernyataan menolak putusan tersebut dan menganggap putusan tersebut illegal karena wilayah
tersebut merupakan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Tiongkok.12
Putusan mahkamah
arbitrase internasional tersebut memang mengikat namun tidak bisa dipaksakan, sehingga
Filipina dengan power yang lebih kecil dibanding dengan Tiongkok tidak akan dapat mendesak
Tiongkok untuk mematuhi keputusan tersebut. Bahkan ASEAN Regional Forum dan KTT Asia-
Eropa pun tidak mampu mendesak Tiongkok untuk melakukan negosiasi kembali terkait putusan
mahkamah arbitrase internasional.13
Konfrontasi yang terus dilakukan oleh Filipina terhadap Tiongkok ternyata tidak
membuahkan hasil apapun hanya menyebabkan kondisi semakin memburuk. Ditambah lagi
dengan karena terlalu banyak energi dan fokus negara terhadap konflik tersebut membuat banyak
permasalahan internal yang tidak teratasi seperti dengan kelompok separatis dan pengedaran
narkoba yang sudah sangat menjamur di Filipina. Walaupun seperti sudah disebutkan
sebelumnya bahwa Filipina memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup besar namun
permasalahan sosial di negaranya tidak terselesaikan dengan baik karena banyaknya tenaga yang
11
Carl Thayer, “Analyzing the US-Philippines Enhanced Defense Cooperation Agreement,” The Diplomat, 19
Oktober 2014, http://thediplomat.com/2014/05/analyzing-the-us-philippines-enhanced-defense-cooperation-
agreement/ diakses pada 14 Juni 2017 pukul 20.29 WIB.
12
Puti Almas, “China Tolak Keputusan Mahkamah Internasional Soal LCS,” Republika, Selasa, 12 Juli 2017, http://internasional.republika.co.id/berita/internasional/global/16/07/12/oa7erf282-cina-tolak-keputusan-mahkamah-internasional-soal-lcs diakses pada 12 Desember 2017 pukul 2.34 WIB. 13
Hardoko, “Filipina Desak China Patuhi Keputusan Mahkamah Arbitrase.”
47
dikeluarkan untuk terus berkonfrontasi dengan Tiongkok dalam sengketa wilayah Laut Tiongkok
Selatan.
Pada Mei 2016, pemilihan presiden di Filipina menetapkan Rodrigo Duterte sebagai
pemenang dan menggantikan Benigno Aquino sebagai presiden Filipina setelah ditetapkan oleh
rapat paripurna Dewan dan Senat.14
Tidak lama setelah dilantiknya Rodrigo Duterte sebagai
Presiden Filipina yang baru, ia langsung mengeluarkan kebijakan perang terhadap narkoba yang
ini sangat kontroversi dan mengundang banyak sekali pro kontra dimana baru dalam beberapa
pekan operasi pemberantasan narkoba ini dilakukan sudah menimbulkan korban jiwa sebanyak
hampir 750 orang dan korban lainnya masih diselidiki penyebab kematian.15
Bukan hanya Pro Kontra, namun juga kecaman datang dari berbagai organisasi dan
aktifis HAM bahkan dari negara-negara internasional terutama Amerika Serikat yang merupakan
sekutu Filipina yang selama ini selalu mendukung dan melindungi Filipina.16
Namun Presiden
Rodrigo Duterte tidak mengindahkan peringatan Amerika Serikat untuk menghentikan perang
narkoba yang memakan banyak korban tersebut, malah Presiden Rodrigo Duterte memaki
Presiden Obama dan mengancam akan keluar dari PBB jika ada yang mengintervensi Filipina
dalam melakukan perang terhadap narkoba.17
Sikap dan pernyataan yang tidak baik dari Filipina
ini membuat Amerika Serikat tersinggung sampai-sampai Presiden Obama membatalkan
kunjungannya ke Filipina karena pernyataan yang dibuat oleh Presiden Rodrigo Duterte
14
Tim BBC Indonesia, “Parlemen: Duterte Resmi Presiden Terpilih Filipina,” BBC Indonesia, 30 Mei 2016, http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/05/160530_dunia_filipina_duterte diakses pada 12 Desember pukul 22.27 WIB. 15
Tim BBC Indonesia, “Perang Narkoba di Filipina, Lebih dari 1900 orang Tewas,” BBC Indonesia, 23 Agustus 2016, http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/08/160823_dunia_filipina_narkoba diakses pada 12 Desember 2017 pukul 22.40 WIB. 16
Tim BBC Indonesia, “Perang Narkoba di Filipina, Lebih dari 1900 orang Tewas.” 17
Tim BBC Indonesia, “Perang Narkoba di Filipina, Lebih dari 1900 orang Tewas.”
48
dianggap telah menghinanya.18
Hal ini mulai jadi pemicu memburuknya hubungan Filipina
dengan Amerika Serikat.
Memburuknya hubungan Filipina bukan hanya karena pernyataan kasar Presiden Rodrigo
Duterte kepada Presiden Obama namun juga pada 12 September 2016 dalam pidatonya Presiden
Rodrigo Duterte meminta Amerika Serikat menarik pasukannya dari wilayah Filipina yang
dianggap menjadi pemicu pemberontakan kelompok Muslim di wilayah Filipina Selatan.19
Ditambah lagi dengan satu pernyataan lagi yang menjadi puncak perpisahan Filipina dan
Amerika Serikat yaitu pada Oktober 2016 saat kunjungan kenegaraan Presiden Rodrigo Duterte
ke Tiongkok dimana ia menyatakan perpisahan dengan Amerika Serikat dalam pidatonya di
Tiongkok tersebut.20
Hal itu membuat jelas tentang hubungan Filipina dan Amerika Serikat
semenjak memburuk pasca pernyataan kasar terhadap Presiden Obama dilontarkan oleh Presiden
Rodrigo Duterte.
Pernyataan yang disampaikan oleh Presiden Rodrigo Duterte di atas dilakukan pada saat
kunjungan kenegeraan ke Tiongkok dimana dalam kunjungan itu Filipina dan Tiongkok
menandatangani banyak kesepakatan kerjasama di bidang ekonomi dan keamanan serta Filipina
menyatakan mendukung Tiongkok dalam menyelesaikan konflik Laut Tiongkok Selatan.21
Sehingga dapat dikatakan bahwa Filipina sudah dengan jelas melepaskan diri dari pengaruh
Amerika Serikat dan merapat ke Tiongkok untuk mendapatkan keuntunga yang lebih besar serta
18
SIA, “Obama Batalkan Pertemuan dengan Presiden Filipina Karena Komentar Kasar,” VOA Indonesia, 6 September 2016, https://www.voaindonesia.com/a/obama-duterte-penghinaan-publik/3495326.html diakses pada 12 Desember 2017 pukul 22.49 WIB. 19
EM, “Duterte Ingin Pasukan AS Keluar dari Filipina Selatan,” VOA Indonesia, 13 September 2016, https://www.voaindonesia.com/a/duterte-ingin-pasukan-as-keluar-dari-filipina-selatan-/3504547.html diakses pada 12 Desember 2017 pukul 22.57 WIB. 20
Avit Hidayat, “Duterte Nyatakan Pisah dari AS dan Bergabung dengan China,” Tempo.co, Kamis, 20 Oktober 2016, https://dunia.tempo.co/read/813929/duterte-nyatakan-pisah-dari-as-dan-bergabung-dengan-cina diakses pada 12 Desember 2017 pukul 23.07 WIB. 21
Hidayat, “Duterte Nyatakan Pisah dari AS dan Bergabung dengan China.”
49
menyelesaikan konflik Laut Tiongkok Selatan yang sudah sangat lama menguras energi Filipina
yang terus berkonfrontasi dengan Tiongkok.
Tidak adanya dukungan dari Amerika Serikat terhadap kebijakan-kebijakan yang
dilakukan oleh Filipina dibawah kepemimpinan Presiden Rodrigo Duterte, terutama kebijakan
terkait peperangan melawan narkoba membuat Filipina merasa Amerika Serikat tidak lagi
menjadi sekutu yang menguntungkan. Untuk melepaskan diri dari Amerika Serikat tentu tidak
akan mudah karena Filipina sudah bergantung sangat lama kepada Amerika Serikat, ditambah
dengan kondisi Filipina yang sedang terlibat dalam konflik Laut Tiongkok Selatan. Hal ini
menjadi pemicu utama Filipina berani untuk mendekat kepada Tiongkok yaitu untuk memastikan
keamanan mereka terlebih dahulu jika ingin melepaskan diri dari Amerika Serikat dan sekaligus
mendapatkan kerjasama yang menguntungkan untuk memenuhi kepentingan nasional Filipina.
B. Identifikasi Alternatif dan Konsekuensi
Tahapan kedua dalam proses analisis kebijakan menggunakan Rational Actor Model
adalah adanya kebijakan alternatif yang akan menjadi pertimbangan pengambil kebijakan.
Pengambil kebijakan akan memiliki beberapa pilihan kebijakan dan akan menghitung value dari
tiap opsi kebijakan untuk nantinya menentukan kebijkan mana yang paling menguntungkan.
Dalam kasus ini ada dua alternatif yang dapat diambil oleh Filipina demi mengamankan
posisinya dalam kondisi konflik Laut Tiongkok Selatan tanpa dukungan dari Amerika Serikat.
Yaitu menggantikan posisi Amerika Serikat dengan memaksimalkan kerjasama dengan seluruh
negara ASEAN, yang kedua adalah membuka kerjasama dengan Tiongkok untuk mendinginkan
suasana agar tidak harus terus berkonfrontasi. Dimana kedua opsi kebijakan ini tentu akan
memiliki konsekuensi dan hitungan untung rugi yang berbeda dan dalam penelitian ini lah akan
50
terungkap alasan-alasan pengambilan kebijakan dan apakah memang pilihan yang diambil oleh
Presiden Rodrigo Duterte untuk mendekat ke Tiongkok rasional atau tidak.
1. Melakukan Kerjasama dengan ASEAN
ASEAN dapat dikatakan sebagai satu-satunya organisasi regional yang turun langsung
untuk menyelesaikan konflik Laut Tiongkok Selatan. Hal ini dikarenakan memang ASEAN
memiliki negara terbanyak yang terlibat dalam konflik ini. Sehingga pada tahun 2002 konflik
Laut Tiongkok Selatan dimasukkan kedalam agenda resmi ASEAN Regional Forum (ARF) yaitu
forum yang dibuat ASEAN untuk membicarakan dan mencari solusi dari segala permasalahan
bilateral ataupun multilateral di ASEAN atau memiliki pengaruh terhadap negara-negara
ASEAN.22
Namun sampai pada tahun 2011 pertemuan yang dilakukan oleh ARF belum
membuahkan solusi untuk penyelesaian konflik Laut Tiongkok Selatan.
Tapi walaupun tidak menemukan solusi untuk menyelesaikan konflik tersebut ARF telah
memainkan perannya dalam konflik Laut Tiongkok Selatan dengan sangat baik. Hal ini
dibuktikan dengan dicapainya perjanjian untuk menyelesaikan konflik secara damai yang
dituangkan dalam Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea yang
ditandatangani pada 4 November 2002.23
Lalu untuk menguatkan pengimplementasian dari
deklarasi tersebut dan untuk menjaga agar tidak terjadi perang antara negara-negara yang
berkonflik, pada tahun 2012 ARF kembali membuat deklarasi yaitu ASEAN’s Six Points
Principles on the South China Sea dimana ada 6 poin yang menegaskan bahwa semua negara
22
Irada, ”Peran ASEAN Regional Forum (ARF) dalam Menjembatani Penyelesaian Konflik Laut China Selatan Tahun 2002-2011,” 8 23
ASEAN, “Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea 2002.”
51
yang berpartisipasi dalam deklarasi 2002 harus mematuhi segala poin dan aturan yang tertuang
didalamnya serta menjaga keamanan wilayah tersebut.24
Beberapa perjanjian yang dihasilkan oleh ARF di atas sebenarnya sudah memastikan
bahwa penyelesaian konflik Laut Tiongkok Selatan akan dilakukan dengan cara damai, karena
dengan sangat jelas semua negara yang berkonflik dalam wilayah Laut Tiongkok Selatan
tersebut ada dan menyetujui deklarasi terebut. Sehingga jika Filipina kehilangan dukungan dari
Amerika Serikat tidak akan banyak mempengaruhi karena penyelesaian konflik bukan
berdasarkan besarnya kekuatan negara melainkan dengan dialog bersama yang difasilitasi ARF.
Hanya saja dalam pelaksanaannya lebih sulit untuk menyatukan pemikiran masing-masing
negara yang terlibat konflik Laut Tiongkok Selatan ini untuk mencari solusi.
Filipina yang saat itu sudah merasa dialog yang difasilitasi ARF sudah semakin alot
berusaha melakukan upaya lain yaitu dengan melaporkan sengketa tersebut ke mahkamah
arbitrase internasional yang menghasilkan putusan yang memenangkan Filipina dan menolak
klaim Tiongkok atas wilayah Laut Tiongkok Selatan tersebut dan menganggap Tiongkok telah
merusak alam di wilayah tersebut.25
Filipina bisa membawa putusan ini kembali sebagai bahan
dialog di ARF untuk mendesak Tiongkok mematuhi putusan tersebut atau melakukan negosiasi
kembali dari hasil putusan tersebut. Karena Tiongkok jelas sudah terikat dengan ARF karena
telah menyepakati penyelesaian sengketa tersebut secara multilateral. Sehingga tanpa adanya
Amerika Serikat yang mendukung pun seharusnya Filipina mampu untuk bertahan dalam konflik
Laut Tiongkok Selatan dan terus melakukan konfrontasi klaim Tiongkok melalui dialog dalam
ARF.
24
ASEAN, “Statement id the ASEAN Foreign Ministers: ASEAN's Six Point Principles on the South China Sea
2012.”
25
Muhamad, “Isu Laut China Selatan Pasca-Putusan Mahkamah Arbitrase: Tantangan ASEAN,” 5.
52
Lalu jika ARF terbukti berhasil menyelesaikan dan menemukan solusi terbaik untuk
konflik Laut Tiongkok Selatan ini maka sudah pasti ASEAN akan menjadi organisasi regional
yang diperhitungkan di dunia internasional karena mampu menyatukan negara-negara
anggotanya yang memiliki kepentingan dan karakteristik yang sangat berbeda. Hal ini juga akan
membuat negara-negara ASEAN terutama Filipina menjadi lebih kuat di dunia internasional
serta dapat fokus kepada pembangungannya yang selama ini terganggu oleh konflik ini agar bisa
menjadi negara maju.
Namun tentu opsi ini juga akan memiliki konsekuensi, jika ARF tidak berhasil
menyelesaikan sengketa maka akan lebih banyak lagi tenaga yang akan habis untuk bertarung
dan berkonfrontasi dalam penyelesaian sengketa ini. Walaupun hal itu akan membuat ASEAN
sebagai sebuah organisasi regional semakin kuat namun akan mengeluarkan tenaga yang tidak
sedikit untuk mampu bertahan. Lalu setelah sengketa selesai dan memiliki solusi Tiongkok tetap
akan menjadi negara yang kuat dan Filipina tidak akan bisa melakukan kerjasama yang baik
dengan Tiongkok karena konfrontasi yang kuat pada penyelesaian konflik tersebut.
Sementara Filipina yang pada saat itu juga sedang mengalami kondisi nasional yang
genting dimana darurat narkoba juga semakin gencarnya gerakan separatis di wilayah Filipina
Selatan. Dengan begitu Filipina akan semakin kesulitan mengejar ketertinggalan jika terus
menerus melakukan konfrontasi dengan Tiongkok. Ditambah lagi seperti sudah dijelaskan diatas
perpisahan Filipina dengan Amerika Serikat juga jelas membuat pekerjaan keamanan dan
pertahanan Filipina semakin bertambah.
53
Tabel IV.1. Rangkuman Konsekuensi Positif-Negatif Kerjasama dengan ASEAN
No. Positif Negatif
1 Penyelesaian konflik secara damai Penyelesaian konflik yang lama
2 Memperkuat hubungan dengan negara-
negara ASEAN sebagai organisasi
regional
Permasalahan nasional susah teratasi karena
menjadi pemeran utama penyelesaian konflik
3 Menghilangkan ketergantungan dari
Amerika Serikat
Sulit untuk menjalin hubungan dengan
Tiongkok pasca konflik
4 Mandiri sebagai sebuah negara tanpa ada
ketergantungan dengan negara lain
Tidak mendapatkan pengganti Amerika
Serikat sebagai investor di Filipina
Sumber: Hasil Pengolahan Data Bab IV.B.1.
2. Melakukan Kerjasama dengan Tiongkok
Filipina adalah negara yang memiliki kekuatan militer yang lemah dimana hal ini terlihat
dari banyaknya kerjasama militer yang dilakukan Filipina dengan Amerika Serikat untuk
melindungi wilayah Filipina dari ancaman klaim Tiongkok dalam sengketa wilayah Laut
Tiongkok Selatan. Dari perjanjian Mutual Defense Treaty yang ditandatangani pada tahun 1951
sampai Enhanced Defense Cooperation Agreement yang ditandatangani pada 2014 disaat kondisi
hubungan antara Filipina dan Tiongkok sedang dipuncak krisis karena pelaporan kasus sengketa
Laut Tiongkok Selatan ke mahkamah arbitrase oleh Filipina.26
Tidak hanya menempatkan
pasukannya di wilayah Filipina dalam konflik tersebut, namun Amerika Serikat juga
26
Sindy Apvionita Ebri, Motivasi Filipina Melakukan Kerjasama Pertahanan dan Keamanan dengan Amerika Serikat dalam Enhanced Defense Cooperation Agreement (EDCA) Tahun 2014, (Riau: FISIP Universitas Riau, 2016),9.
54
memberikan banyak sekali bantuan alutsista untuk memodernisasi militer Filipina seperti
memberikan Kapal BRP Ramon Alcaraz, BRP Gregorio, 27.200 pucuk senapan M4 dan 114
kendaraan militer lapis baja untuk menunjang pertumbuhan militer Filipina.27
Tidak hanya dalam segi kekuatan militer, Filipina juga memiliki Gross Domestic Product
yang jauh jika dibandingkan dengan Tiongkok, hal itu terlihat pada daftar World Bank dimana
Tiongkok menduduki posisi GDP ke-2 dunia sedangkan Filipina hanya menempati posisi ke-
40.28
Peringkat ini bahkan dengan bantuan yang sudah diberikan Amerika Serikat yaitu investasi
asing langsung (FDI) sebesar US$1,3 miliar, US$150 juta bantuan pembangunan, dan US$4,7
miliar investasi perusahaan-perusahaan Amerika Serikat.29
Hal ini tentu memperlihatkan betapa
jauhnya perbedaan kekuatan antara Filipina dengan Tiongkok baik dari segi militer maupun
ekonomi. Dan perpisahan dengan Amerika Serikat tentu akan membuat perjuangan Filipina
dalam konflik sengketa wilayah Laut Tiongkok Selatan semakin berat untuk dimenangkan.
Setelah memburuknya hubungan Filipina dengan Amerika Serikat yang dipicu dari
pernyataan Presiden Rodrigo Duterte yang menghina Presiden Obama, sampai akhirnya Filipina
menyatakan perpisahan dengan Amerika Serikat, membuat Filipina harus berfikir lebih keras
untuk memenuhi kepentingan nasionalnya serta menjaga keamanannya. Namun Presiden
Rodrigo Duterte sepertinya telah lebih dulu mengetahui kegentingan tersebut dan langsung
membukan hubungan dengan Tiongkok secara spontan dengan membawa 200 pemimpin bisnis
27
Ebri, Motivasi Filipina Melakukan Kerjasama Pertahanan dan Keamanan dengan Amerika Serikat dalam Enhanced Defense Cooperation Agreement (EDCA) Tahun 2014, 9. 28
Ebri, Motivasi Filipina Melakukan Kerjasama Pertahanan dan Keamanan dengan Amerika Serikat dalam Enhanced Defense Cooperation Agreement (EDCA) Tahun 2014, 5. 29
Riva Dessthania Suastha, “Kisruh Filipina-AS, Menang jadi Abu Kalah jadi Arang,” CNN Indonesia, Rabu 26 Oktober 2016, https://www.cnnindonesia.com/internasional/20161026160550-113-168168/kisruh-filipina-as-menang-jadi-abu-kalah-jadi-arang/ diakses pada 13 Desember 2017 pukul 2.14 WIB.
55
di Filipina ke Tiongkok untuk membicarakan kerjasama perdagangan dan invetasi.30
Tidak hanya
itu, Filipina bukan hanya butuh sokongan terkait perekonomian namun juga persoalan keamanan
karena militernya yang dapat dikatakan lemah sehingga Filipina dan Tiongkok juga menyepakati
patroli bersama di wilayah konflik Laut Tiongkok Selatan yang disebut Joint Coast Guard
Committee (JCGC).31
Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa keamanan Filipina akan terus
terjaga karena semua gerak-gerik militer kedua negara akan dibuka dalam pertukaran informasi
yang akan dilakukan secara berkala dalam pertemuan JCGC ini.
Namun dengan banyaknya kerjasama dan bantuan yang dilakukan Filipina dan Tiongkok,
hal ini akan memicu Filipina menjadi terlalu bergantung kepada Tiongkok yang secara nyata
adalah musuhnya dalam sengketa wilayah Laut Tiongkok Selatan yang mengancam kedaulatan
Filipina itu sendiri. Ditambah lagi dari awal konflik belum ada titik temu dari klaim yang
dilakukan oleh Tiongkok dan Filipina sehingga hal ini akan menjadi sebuah bom waktu untuk
kedaulatan Filipina di wilayah Laut Tiongkok Selatan.
Filipina di bawah kepemimpinan Presiden Rodrigo Duterte seperti sudah mengetahui
segala konsekuensi kedekatannya dengan Tiongkok dan memperkecil kemungkinan itu dengan
melakukan kerjasama dengan banyak negara lain sehingga pengaruh Tiongkok tidak terlalu besar
kepada Filipina. Seperti kerjasama yang dilakukan Filipina dengan Jepang yaitu bantuan kredit
sebesar US$201 juta yang akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur maritime serta
pemberian dua kapal patroli tipe TC-90.32
Bukan hanya dengan Jepang Filipina juga melakukan
kerjasama militer dengan negara-negara ASEAN seperti Thailand dan Malaysia, serta melakukan
30
RFA, “Presiden Filipina Mulai Kunjungan Kenegaraan di China.” 31
Parameswaran, “Whats’s Behing the New China-Philippines Coast Guard Exercise?.” 32
Tim ParsToday, “Kerjasama Strategis Jepang dan Filipina.”
56
kerjasama dengan Rusia dengan melakukan latihan militer bersama.33
Hal ini tentu akan
membuat Filipina lebih terbuka kepada siapapun dan membuat satu negara atau kekuatan
eksternal sulit untuk mempengaruhi Filipina sebagai sebuah negara yang berdaulat.
Hubungan yang baik dengan Tiongkok juga akan memudahkan dialog yang akan
dilakukan Filipina dan Tiongkok untuk menemukan solusi menyelesaikan kasus sengketa
wilayah Laut Tiongkok Selatan. Bahkan bisa saja akhirnya wilayah sengketa tersebut akan
dibagi secara rata kepada negara-negara yang berkonflik jika memang tercipta sebuah kerjasama
yang saling menguntungkan diantara negara-negara tersebut terutama Tiongkok dan Filipina.
Lalu seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Presiden Rodrigo Duterte menyatakan
bahwa Amerika Serikat sebagai pemicu gerakan separatis Muslim, sehingga dengan mendekat ke
Tiongkok dan melepaskan diri dari Amerika Serikat dapat memberikan Presiden Rodrigo Duterte
bahan untuk merundingkan kembali perdamaian dengan kelompok tersebut. Filipina akan
kembali utuh menjadi negara yang berdaulat tanpa ada pengaruh kepentingan dari asing.
Tabel IV.2. Rangkuman Konsekuensi Positif-Negatif Melakukan Kerjasama dengan
Tiongkok
No. Positif Negatif
1 Melepaskan diri dari pengaruh Amerika
Serikat
Kehilangan bantuan dari segi Ekonomi dan
Militer dari Amerika Serikat
2 Mendapatkan garansi keamanan di
wilayah Laut Tiongkok Selatan
Ketergantungan terhadap Tiongkok
33
Denny Armandhanu, “Duterte: Filipina Siap Latihan Militer dengan Rusia dan China,” CNN Indonesia, Selasa, 18 Oktober 2016, https://www.cnnindonesia.com/internasional/20161018075637-134-166170/duterte-filipina-siap-latihan-militer-dengan-rusia-dan-china diakses pada 13 Desember 2017 pukul 2.37 WIB.
57
3 Mendapatkan pengganti Amerika
Serikat sebagai investor dan donatur
Tidak ada jaminan kerjasama dengan
Tiongkok dapat bertahan
4 Dapat melakukan kerjasama dengan
siapapun ( berdaulat seutuhnya ) tanpa
ada pengaruh atau halangan dari luar
5 Memiliki peluang perdamaian dengan
kelompok separatis (MILF) di Filipina
Selatan
6 Penyelesaian sengketa Laut Tiongkok
Selatan dengan lebih intens secara
bilateral
Sumber: Hasil Pengolahan Data Bab IV.B.2.
C. Melakukan Kerjasama dengan Tiongkok Sebagai Pilihan Rasional
Berdasarkan dari analisa yang sudah dilakukan di atas dapat diketahui bahwa setiap opsi
kebijakan pasti memiliki konsekuensi atau lebih tepatnya memiliki keuntungan dan kerugian
masing-masing. Dimana keuntungan dan kerugian tersebut yang membuat opsi ini dapat
dipertimbangkan dan mencari opsi terbaik dan paling rasional untuk diambil sebagai kebijakan
yang paling menguntungkan. Berikut adalah tabel yang berisi keuntungan dan kerugian dari dua
opsi yang sudah dianalisa di atas.
58
Tabel IV.3. Rangkuman Konsekuensi Positif-Negatif Opsi-Opsi Alternatif
No. Kerjasama dengan ASEAN Kerjasama dengan Tiongkok
Untung Rugi Untung Rugi
1 Penyelesaian
konflik secara
damai
Penyelesaian
konflik yang lama
Melepaskan diri
dari pengaruh
Amerika Serikat
Kehilangan bantuan
dari segi Ekonomi
dan Militer dari
Amerika Serikat
2 Memperkuat
hubungan dengan
negara-negara
ASEAN sebagai
organisasi
regional
Permasalahan
nasional susah
teratasi karena
menjadi pemeran
utama penyelesaian
konflik
Mendapatkan
garansi keamanan
di wilayah Laut
Tiongkok Selatan
Ketergantungan
terhadap Tiongkok
3 Menghilangkan
ketergantungan
dari Amerika
Serikat
Sulit untuk menjalin
hubungan dengan
Tiongkok pasca
konflik
Mendapatkan
pengganti Amerika
Serikat sebagai
investor dan
donatur
Tidak ada jaminan
kerjasama dengan
Tiongkok dapat
bertahan
59
4 Mandiri sebagai
sebuah negara
tanpa ada
ketergantungan
dengan negara
lain
Tidak mendapatkan
pengganti Amerika
Serikat sebagai
investor di Filipina
Dapat melakukan
kerjasama dengan
siapapun (
berdaulat
seutuhnya ) tanpa
ada pengaruh atau
halangan dari luar
5 Memiliki peluang
perdamaian dengan
kelompok separatis
(MILF) di Filipina
Selatan
6 Penyelesaian
sengketa Laut
Tiongkok Selatan
dengan lebih intens
secara bilateral
Sumber: Hasil Penggabungan Tabel IV.1. dan IV.2.
Dalam analisa diatas telah didapatkan keempat komponen yang menjadi syarat dari
proses pengambilan kebijakan dalam Rational Actor Model, yaitu yang pertama adalah aktor
nasional pengambil keputusan yaitu dalam penelitian ini aktor tersebut adalah Presiden Rodrigo
Duterte. Lalu yang kedua adalah adanya isu atau permasalahan yang menjadi dasar pengambilan
kebijakan yaitu dalam penelitian ini adalah memburuknya hubungan Filipina dengan Amerika
60
Serikat. Lalu yang ketiga adalah penyeleksian opsi kebijakan yang sudah dijelaskan diatas pada
Tabel IV.3. Lalu yang terakhir adalah pengambilan keputusan dengan pilihan rasional, dimana
pilihan rasional yang dimaksud adalah pemilihan opsi yang memiliki kerugian yang paling
sedikit.34
Dimana jika dilihat dari tabel diatas pilihan untuk melakukan kerjasama dengan
Tiongkok memang pilihan yang rasional karena memiliki kerugian yang lebih sedikit dari opsi
melakukan kerjasama dengan ASEAN.
Dari penjelasan tersebut maka berdasarkan analisa Rational Actor Model, kebijakan yang
dipilih atau dikeluarkan oleh Presiden Rodrigo Duterte dengan melakukan kerjasama dengan
Tiongkok adalah sebuah pilihan yang rasional. Dengan tingkat kerugian yang lebih kecil
dibanding opsi lainnya dan dengan keuntungan yang lebih banyak untuk Filipina.
34
Allison, “Conceptual Models and the Cuban Missile Crisis,” 694.
61
BAB V
KESIMPULAN
Filipina di bawah pemerintahan Presiden Benigno Aquino mengeluarkan kebijakan luar
negeri yang sangat anti Tiongkok. Hal ini dikarenakan konflik sengketa wilayah Laut Tiongkok
Selatan yang telah membuat hubungan Filipina dan Tiongkok menjadi semakin buruk. Ditambah
lagi pengaruh Amerika Serikat yang begitu besar sehingga sangat wajar demi menjaga agar
pengaruh Tiongkok tidak kian menyebar di wilayah Asia maka Amerika Serikat memaksa
Filipina untuk mengeluarkan kebijakan anti Tiongkok.
Pada masa itu memang sangat menjanjikan bagi Filipina untuk menuruti Amerika Serikat
dikarenakan Amerika Serikat memberikan dari segi militer sampai ekonomi yang membuat
Filipina dapat memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang paling pesat diantara negara-negara
ASEAN. Serta memberikan keamanan bagi Filipina yang sampai saat ini masih terlibat dalam
sengketa wilayah Laut Tiongkok Selatan.
Pandangan Presiden Benigno Aquino terhadap konflik ini dan tujuan utama negara
mempertahankan kedaulatan membuat konfrontasi adalah satu-satunya cara untuk dapat
memenuhi tujuan tersebut. Namun setelah sekian lama melakukan konfrontasi dan dialog tidak
ditemukan titik temu penyelesaian sengketa wilayah Laut Tiongkok Selatan tersebut. Pola
konfrontasi atau bermusuhan ini akhirnya terbukti tidak efektif dan hanya membuat Filipina
semakin jauh masuk kedalam pengaruh Amerika Serikat.
Dari mulai meningkatkan kegiatan militer di wilayah konflik, penyelesaian secara
bilateral, lalu penyelesaian secara multilateral melalui ASEAN Regional Forum, sampai
pelaporan sengketa ke mahkamah arbitrase internasional. Semuanya tidak membuahkan hasil
62
yang memuaskan bagi Filipina. Suasana malah menjadi semakin panas setelah semua upaya
yang dilakukan oleh Filipina tersebut.
Bergantinya pucuk kepemimpinan Filipina dari Presiden Benigno Aquino kepada
Presiden Rodrigo Duterte, membuat Filipina memasuki babak baru dalam menyelesaikan segala
permasalahan. Dimana yang paling terlihat di awal adalah persoalan kebijakan pemberantasan
narkoba yang dikeluarka oleh Presiden Rodrigo Duterte. Dimana kebijakan ini memakan banyak
korban jiwa dan mendapat banyak protes dari masyarkat internasional termasuk Amerika Serikat.
Amerika Serikat meminta Presiden Rodrigo Duterte menghentikan kebijakan tersebut karena
melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
Namun Presiden Rodrigo Duterte yang merasa diintervensi tidak terima dan memaki
Obama serta mengancam akan keluar dari PBB jika ada negara yang berani ikut campur dan
mengintervensi kebijakannya. Karena menurut Presiden Rodrigo Duterte negaranya sudah
darurat narkoba dan harus segera memberantas pengedaran narkoba untuk menyelematkan
generasi penerus.
Tanpa disangka hal itu menjadi pemicu memburuknya hubungan Filipina dengan
Amerika Serikat dimana Presiden Obama membatalkan pertemuan dengan Presiden Rodrigo
Duterte karena pernyataan tersebut dan meminta dia meminta maaf atas perkataannya. Situasi
yang memanas tersebut akhirnya memuncak pada saat kunjungan Presiden Rodrigo Duterte ke
Tiongkok dimana dalam pidatonya dia menyatakan perpisahannya dengan Amerika Serikat dan
siap mendukung Tiongkok dalam proses penyelesaian sengketa wilayah Laut Tiongkok Selatan.
Hal ini yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini. Dimana ada perubahan sikap yang terjadi
di Filipina dimana sangat drastis perubahannya dari yang anti Tiongkok menjadi mesra dengan
Tiongkok ditandai dengan 48 kerjasama yang disepakati pada saat kunjungan tersebut ditambah
63
dengan kesepakatan kerjasama patroli di wilayah Laut Tiongkok Selatan atau yang disebut Joint
Coast Guard Committee (JCGC).
Semua kerjasama yang dilakukan oleh Filipina dan Tiongkok menguntungkan kedua
belah pihak. Dimana Filipina mendapatkan banyak bantuan serta kepastian keamanan dari
Tiongkok. yang walaupun sedang bersengketa tetapi dari JCGC maka kemanan kedua belah
pihak aka terjaga sambil membicarakan soal penyelesaian sengketa. Lalu banyak bantuan kepada
Filipina yang membuat Filipina akan mampu merealisasikan program-program pembangunannya
dengan efisien. Lalu Tiongkok di sisi lain juga mendapatkan pasar baru yaitu Filipina dimana
selama ini memang tidak ada kerjasama yang signifikan yang dilakukan antara Filipina dan
Tiongkok karena terhalang persolan konfik sengketa wilayah Laut Tiongkok Selatan.
Dalam analisis menggunakan Rational Actor Model dapat diketahui bahwa dalam kasus
ini Filipina mempunyai dua opsi yaitu melakukan kerjasama dengan ASEAN, atau lebih tepatnya
memaksimalkan peran ASEAN untuk menyelesaikan kasus sengkea wilayah Laut Tiongkok
Selatan sehingga membuat Filipina menjadi lebih diperhitungkan di dunia internasional dan tidak
akan bergantung kepada negara superpower lain lagi seperti Amerika serikat. Sementara opsi
kedua ada melakukan kerjasama dengan Tiongkok seperti yang dilakukan oleh Presiden Rodrigo
Duterte sekarang ini.
Rational Actor Model dalam proses analisisnya mengharuskan 4 (empat) komponen
wajib yang harus dimiliki sebuah kebijakan agar dapat dikatakan sebagai pilihan yang rasional.
Pertama adalah adanya aktor nasional pengambil kebijakan dalam skripsi ini adalah Presiden
Rodrigo Duterte. Kedua adanya isu atau permasalahan yang akan direspon dengan kebijakan ini
dan dalam skripsi ini adalah perpisahan Filipina dengan Tingkok yang membuat posisi Filipina
sangat terancam. Ketiga adanya opsi alternatif dari kebijakan tersebut yang akan menjadi bahan
64
pertimbangan dimana dalam analisis di skripsi ini didapat dua opsi yaitu melakukan kerjasama
dengan ASEAN dan melakukan kerjasama dengan Tiongkok. Yang terakhir adalah pilihan yang
rasional ditandai dengan pilihan yang memiliki kerugian paling sedikit yaitu dalam hal ini adalah
melakukan kerjasama dengan Tiongkok.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan dari skripsi ini bahwa kebijakan yang diambil
oleh Presiden Rodrigo Duterte merupakan kebijakan yang rasional dengan nilai kerugian yang
paling sedikit. Selain itu kebijakan untuk melakukan kerjasama dengan Tiongkok ini juga
memiliki nilai keuntungan yang lebih banyak. Jika melihat dari sisi Filipina maka keputusan
yang diambil oleh Presiden Rodrigo Duterte bukan hanya rasional namun juga sangat
menguntungkan bagi Filipina. Kerjasama dengan Tiongkok tidak hanya menyelesaikan
permasalahan ekonomi dan keamanan, namun juga dapat menyelesaikan permasalahan sosial
yang selama ini tidak bisa diselesaikan dengan adanya Amerika Serikat terutama permasalahan
sengketa wilayah Laut Tiongkok Selatan.
x
Daftar Pustaka
Buku
Allison, Graham T. “Conceptual Models and the Cuban Missile Crisis.” The American
Political Science Review Volume 63, Issue 3, 1969.
Mas‟oed, Mohtar. Ilmu Hubungan Internasional, Disiplin dan Metodologi. Jakarta: LP3S,
1990.
Mintz, Alex dan Karl DeRouen Jr. Understanding Foreign Policy Decision Making.
Cambridge: Cambridge University Press, 2010.
Molelong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000.
Karya Ilmiah
Ebri, Sindy Apvionita. Motivasi Filipina Melakukan Kerjasama Pertahanan dan Keamanan
dengan Amerika Serikat dalam Enhanced Defense Cooperation Agreement (EDCA)
Tahun 2014. Riau: FISIP Universitas Riau, 2016.
Irada, Nurul Chintya. Peran ASEAN Regional Forum (ARF) dalam Menjembatani
Penyelesaian Konflik Laut China Selatan Tahun 2002-2011. Surabaya: Universitas
Airlangga, 2013.
Prasetyo, Muhammad Eko. Resolusi Potensi Konflik Regional. Lampung: Universitas Negeri
Lampung, 2016.
Sihite, Ruth Ivanna. Sikap Asertif China Sebagai Great Power Studi Kasus: Laut China
Selatan (2008-2011). Depok: Universitas Indonesia, 2011.
xi
Jurnal
Amador III, Julio S., Louie Dane Merced and Joycee Teodoro. The Philippine’s Foreign
Policy and Relation Towards Major Powers. Asia Centre dan DGRIS. 2015.
Arase, David.”China's Militant Tactics in the South China Sea.” East Asia Forum. 2011.
http://www.eastasiaforum.org/2011/06/29/china-s-militant-tactics-in-the-south-china-
sea diakses pada 13 Juni 2017 pukul 21.34 WIB.
Goh, Evelyn.”Meeting the China Challenge: The US in Southeast Asian Regional Security
Strategies.” East-West Center Washington, 2005.
Heydarian, Richard Javad. What Duterte Portends for Philippine Foreign Policy. S.
Rajaratnam School of International Studies. 2016.
Muhamad, Simela Victor. “Isu Laut China Selatan Pasca-Putusan Mahkamah Arbitrase:
Tantangan ASEAN.” Majalah Info Singkat Hubungan Internasional. Juli 2016. tersedia
di http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-VIII-13-I-P3DI-Juli-
2016-7.pdf diunduh pada 16 Juni 2017 pukul 16:32 WIB.
Rosario, Secretary Albert del. “Philippine Foreign Policy Today”. Journal of Department of
Foreign Affairs. Stratbate Research Institute. 2011.
Situs Berita Online
Almas, Puti. “China Tolak Keputusan Mahkamah Internasional Soal LCS.” Republika. Selasa, 12 Juli
2017. http://internasional.republika.co.id/berita/internasional/global/16/07/12/oa7erf282-
cina-tolak-keputusan-mahkamah-internasional-soal-lcs diakses pada 12 Desember 2017 pukul
2.34 WIB.
xii
Armandhanu, Denny. “Duterte: Filipina Siap Latihan Militer dengan Rusia dan China.” CNN
Indonesia. Selasa, 18 Oktober 2016.
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20161018075637-134-166170/duterte-
filipina-siap-latihan-militer-dengan-rusia-dan-china diakses pada 13 Desember 2017
pukul 2.37 WIB.
BBC, Tim “Perang Narkoba di Filipina, Lebih dari 1900 Orang Tewas”. BBC Indonesia. 23
Agustus 2016
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/08/160823_dunia_filipina_narkoba . diakses
pada 4 Januari 2017 pukul 23.51 WIB.
BBC, Tim. “Hubungan antara China dan Filipina menurun menyusul sengketa wilayah di
Scarborough Shoal.” BBC Indonesia. 23 November 2015.
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2012/07/120731_southchinasea.shtml diakses
pada 14 Juni 2017 pukul 19.43 WIB.
BBC, Tim. “Perang Narkoba di Filipina, Lebih dari 1900 orang Tewas.” BBC Indonesia. 23 Agustus
2016. http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/08/160823_dunia_filipina_narkoba diakses
pada 12 Desember 2017 pukul 22.40 WIB.
BBC,Tim.“Perang Narkoba di Filipina, Lebih dari 1900 Orang Tewas.” BBC Indonesia, 23
Agustus 2016.
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/08/160823_dunia_filipina_narkoba diakses 4
Januari 2017 pukul 20.05 WIB.
Dessthania, Suastha, Reva. ”Di China Duterte Umumkan 'Perceraian' Filipina Dengan AS.”
CNN Indonesia. Jum‟at, 21 Oktober 2016.
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20161021140144-106-167019/di-china-
xiii
duterte-umumkan-perceraian-filipina-dengan-as/ diakses pada 10 Desember 2017 pukul
15.38 WIB.
EM. “Duterte Ingin Pasukan AS Keluar dari Filipina Selatan.” VOA Indonesia. 13 September 2016.
https://www.voaindonesia.com/a/duterte-ingin-pasukan-as-keluar-dari-filipina-selatan-
/3504547.html diakses pada 12 Desember 2017 pukul 22.57 WIB.
Hardoko, Ervan Ed. “Filipina Desak China Patuhi Keputusan Mahkamah Arbitrase.”
Kompas.com. 14 Juli 2016.
http://internasional.kompas.com/read/2016/07/14/10094481/filipina.desak.china.patuhi.k
eputusan.mahkamah.arbitrase diakses pada 16 Juni 2017 pukul 17:19 WIB.
Hidayat, Avit. “Duterte Nyatakan Pisah dari AS dan Bergabung dengan China.” Tempo.co. Kamis, 20
Oktober 2016. https://dunia.tempo.co/read/813929/duterte-nyatakan-pisah-dari-as-dan-
bergabung-dengan-cina diakses pada 12 Desember 2017 pukul 23.07 WIB.
Hutapea, Rita Uli. “Duterte Umumkan Perpisahan Dari AS, Ini Penjelasan Menteri Filipina.”
Detik News. Jum‟at, 21 Oktober 2016. https://news.detik.com/internasional/d-
3326383/duterte-umumkan-perpisahan-dari-as-ini-penjelasan-menteri-filipina diakses
pada 11 Desember 2017 pukul 15.41 WIB.
Kompas, Tim. “Filipina Tinggalkan ASEAN dan Mendekat ke China.” Kompas. 2 Juni 2016.
http://internasional.kompas.com/read/2016/06/02/14230531/filipina.tinggalkan.asean.da
n.mendekat.ke.china diakses pada 11 Desember 2017 pukul 15.23 WIB.
Maulana, Victor. “Rujuk, Filipina-China Kembali Jalin Kerjasama Militer.” SindoNews.
Kamis, 20 Oktober 2016. https://international.sindonews.com/read/1148816/40/rujuk-
filipina-china-kembali-jalin-kerjasama-militer-1476958805 diakses pada 10 Desember
2017 pukul 15.52 WIB.
xiv
Nursalikah, Ani. “Benigno Aquino Komentari Keputusan Arbitrase Laut China Selatan.”
Republika. 13 Juli 2016.
http://internasional.republika.co.id/berita/internasional/global/16/07/13/oa8s4o366-
beniqno-aquino-komentari-keputusan-arbitrase-laut-cina-selatan diakses pada 16 Juni
2017 pukul 17:08 WIB.
Parameswaran, Prashanth. “Whats‟s Behing the New China-Philippines Coast Guard
Exercise?.” The Diplomat. 15 Maret 2017. https://thediplomat.com/2017/03/whats-
behind-the-new-china-philippines-coast-guard-exercise/ diakses pada 11 Desember
pukul 1.19 WIB.
ParsToday, Tim. “Kerjasama Strategis Jepang dan Filipina.” Pars Today. Jum‟at, 28 Oktober
2016. http://parstoday.com/id/news/world-i24295-
kerja_sama_strategis_jepang_dan_filipina diakses pada 10 Desember 2017 pukul 16.20
WIB.
Purwanto, Didik.“Ini Kunci Sukses Filipina Jadi Terbaik Se-Asia”. Kompas.com. 6 Oktober
2013.
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/10/06/1510112/Ini.Kunci.Sukses.Filipina.J
adi.Terbaik.Se-Asia diakses pada 5 Juni 2017 pukul 00.18 WIB.
Putra, Erik Purnama. “Saling Klaim Laut China Selatan, Menlu China Peringatkan Filipina.”
Republika. 11 November 2015.
http://internasional.republika.co.id/berita/internasional/global/15/11/11/nxmttx334-
saling-klaim-laut-cina-selatan-menlu-cina-peringatkan-filipina diakses pada 14 Juni
2017 pukul 20.02 WIB.
xv
Putra, Erik Purnama. “Saling Klaim Laut China Selatan.Menlu China Peringatkan Filipina.”
Republika. 11 November 2015.
http://internasional.republika.co.id/berita/internasional/global/15/11/11/nxmttx334-
saling-klaim-laut-cina-selatan-menlu-cina-peringatkan-filipina diakses pada 14 Juni
2017 pukul 20.02 WIB.
RFA. “Presiden Filipina Mulai Kunjungan Kenegaraan di China.” OKE Zone. Selasa, 18
Oktober 2016. https://news.okezone.com/read/2016/10/18/18/1517803/presiden-filipina-
mulai-kunjungan-kenegaraan-di-china diakses pada 10 Desember 2017 pukul 15.02
WIB.
Samosir, Hanna Azarya. ”China-Filipina Sepakati 30 Proyek Kerja Sama Senilai Rp49,4 T,”
CNN Indonesia. Senin, 23 Januari 2017.
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20170123155033-113-188304/china-
filipina-sepakati-30-proyek-kerja-sama-senilai-rp494-t/ diakses pada 4 Januari 2017
pukul 21.02 WIB.
Samus, RT. “Rusia & Filipina tandatangani perjanjian kerjasama pertahanan, menegaskan
kembali kesatuan melawan terorisme.” ZE Journal. Jum‟at, 26 Mei 2017.
http://www.zejournal.mobi/id/index.php/news/show_detail/10728 diakses pada 10
Desember 2017 pukul 13:58 WIB.
Sanju, Pascal S Bin.“Ini Putusan Mahkamah Arbitrase Internasional Atas Laut Cina Selatan”.
National Geographic News Indonesia. 13 Juli 2016
http://nationalgeographic.co.id/berita/2016/07/ini-putusan-mahkamah-arbitrase-
internasional-atas-laut-cina-selatan diakses pada 4 Januari 2017 pukul 23.12.
xvi
Sari, Amanda Puspita. “China Mengaku 40 Negara Dukung Klaimnya di Laut China
Selatan,” CNN Indonesia. 24 Juni 2016.
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20160624072607-113-140547/china-
mengaku-40-negara-dukung-klaimnya-di-laut-china-selatan/ diakses pada 16 Juni 2016
pukul 17.40 WIB.
Sari, Amanda Puspita. “Disebut „Anak Pelacur‟ Obama Batalkan Bertemu dengan Duterte”.
CNN Indonesia. 6 September 2016.
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20160906065443-106-156308/disebut-
anak-pelacur-obama-batalkan-bertemu-dengan-duterte/ diakses 4 Januari 2017 20.13
WIB.
SIA. “Obama Batalkan Pertemuan dengan Presiden Filipina Karena Komentar Kasar.” VOA
Indonesia. 6 September 2016. https://www.voaindonesia.com/a/obama-duterte-
penghinaan-publik/3495326.html diakses pada 12 Desember 2017 pukul 22.49 WIB.
Suastha, Riva Dessthania. “Kisruh Filipina-AS, Menang jadi Abu Kalah jadi Arang.” CNN
Indonesia. Rabu 26 Oktober 2016.
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20161026160550-113-168168/kisruh-
filipina-as-menang-jadi-abu-kalah-jadi-arang/ diakses pada 13 Desember 2017 pukul
2.14 WIB.
Thayer, Carl. “Analyzing the US-Philippines Enhanced Defense Cooperation Agreement.”
The Diplomat. 19 Oktober 2014, http://thediplomat.com/2014/05/analyzing-the-us-
philippines-enhanced-defense-cooperation-agreement/ diakses pada 14 Juni 2017 pukul
20.29 WIB.
xvii
Thayer, Carl. “Analyzing the US-Philippines Enhanced Defense Cooperation Agreement.”
The Diplomat. 19 Oktober 2014. http://thediplomat.com/2014/05/analyzing-the-us-
philippines-enhanced-defense-cooperation-agreement/ diakses pada 14 Juni 2017 pukul
20.29 WIB.
Tongo, Ritchie B.“China Klaim Didukung 40 Negara Terkait Laut China Selatan.” Kompas,
20 Mei 2016.
http://internasional.kompas.com/read/2016/05/20/20402521/china.klaim.didukung.40.ne
gara.terkait.laut.china.selatan diakses pada 14 Juni 2017 pukul 20.09 WIB.
Utomo, Aris Heru. “Pertemuan ASEAN dan Ketidakpastian Kawasan.” Kompasiana. 26 Juni
2015. https://www.kompasiana.com/arisheruutomo/petemuan-asean-dan-ketidakpastian-
kawasan_5500fdbfa33311a872512a4d diakses pada 13 Juni 2017 pukul 22.02 WIB.
VOA, Tim“Presiden Filipina Duterte Nyatakan „Perpisahan‟ dari AS”. VOA Indonesia, 20
Oktober 2016. http://www.voaindonesia.com/a/duterte-nyatakan-perpisahan -dari-as-
/3559450.html diakses pada 22 Oktober 2016 pukul 15.09 WIB.
Wicaksono, Arif. “Delegasi Tiongkok Bicarakan Investasi USD 15 Miliar dengan Filipina.”
Metro News. Minggu, 22 Januari 2017.
http://ekonomi.metrotvnews.com/globals/akWwJAdk-delegasi-tiongkok-bicarakan-
investasi-usd-15-miliar-dengan-filipina diakses pada 10 Desember 2017 pukul 16.04
WIB.
Xinhua. “Chinese, Philippine coast guards meet in Beijing on cooperation.” Xinhua Net. 8
November 2017. http://news.xinhuanet.com/english/2017-11/08/c_136735016.htm
diakses pada 11 Desember 2017 pukul 10.10 WIB.
Dokumen Online
xviii
ASEAN. ASEAN Security Outlook 2015. Malaysia: ASEAN, 2015. 12. http://www.asean.org/wp-
content/uploads/2015/12/ASEAN-SECURITY-OUTLOOK-2015.pdf, diakses pada 13 Juni
2017,pukul 22.42 WIB.
ASEAN. Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea 2002, Kamboja:
ASEAN, 2002. http://www.aseansec.org/13163.html diakses pada 13 Juni 2017 pukul
22.58 WIB.
ASEAN. Guidelines for the Implementation of the DOC 2011. China: ASEAN, 2011.
http://www.aseansec.org/13163.html diakses pada 13 Juni 2017 pukul 23.01 WIB.
ASEAN. Statement of the ASEAN Foreign Ministers: ASEAN's Six Point Principles on the
South China Sea 2012. Kamboja: ASEAN, 2012. http://www.aseansec.org/13163.html
diakses pada 13 Juni 2017 pukul 23.14 WIB.