Upload
trinhkiet
View
247
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN DAN POSITIONING
PRODUK WARDAH DI PASAR KOSMETIKA JAKARTA
Oleh
HANA FITRI
H24102133
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
ABSTRAK
Hana Fitri. H24102133. Analisis Preferensi Konsumen dan Positioning Produk Wardah di Pasar Kosmetika Jakarta. Di bawah bimbingan H. Musa Hubeis dan Farida Ratna Dewi.
Kosmetika telah menjadi kebutuhan wanita pada umumnya untuk mengatasi masalah kecantikan, maka saat ini banyak industri kosmetika bermunculan, khususnya di Indonesia yang salah satunya adalah PT. Pusaka Tradisi Ibu yang menggunakan bahan-bahan alami dan memiliki label halal untuk produk yang diproduksinya, yaitu Wardah. Memilih kosmetika merupakan hak setiap konsumen, maka dari itu penting bagi PT. Pusaka Tradisi Ibu untuk menanamkan citra suatu produk ke dalam benak konsumen dalam menghadapi persaingan merebut pangsa pasar produk kosmetika.
Penelitian ini bertujuan menganalisis proses pengambilan keputusan pembelian konsumen produk Wardah, mengetahui atribut yang dapat mempengaruhi perilaku pembelian dan preferensi konsumen, serta menganalisis posisi produk Wardah dibandingkan dengan pesaing bila dilihat dari atribut kosmetika pada umumnya. Pemilihan responden sebanyak 100 orang dilakukan secara judgement sampling dengan populasi pada penelitian ini adalah wanita yang berusia 20-35 tahun yang berdomisili di wilayah Jakarta Selatan. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui wawancara dan kuesioner dan data sekunder yang diperoleh dari data perusahaan dan studi literatur. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel dan software SPSS versi 12.0.
Dari hasil penelitian dengan Importance-Performance Analysis (IPA) didapatkan hasil berupa penilaian tingkat kepentingan konsumen (4,57) untuk atribut kecocokan dan tingkat pelaksanaan perusahaan (4,58) untuk atribut kehalalan, yang kemudian dipetakan dalam diagram Kartesius. Untuk atribut yang menjadikan produk unggul di mata pelanggan terdapat di kuadran II, diantaranya atribut kehalalan, kecocokan dengan kulit, komposisi produk (kandungan bahan) yang aman bagi kulit, mutu bahan yang bagus, serta variasi warna dan jenis. Penganalisaan preferensi konsumen dengan menggunakan analisis IPA ini ditujukan untuk mengetahui adanya kebutuhan atau keinginan konsumen yang menjadi preferensi bagi konsumen pengguna produk kosmetika Wardah. Dari analisis perilaku pembelian didapatkan hasil perilaku konsumen dalam keputusan pembelian melalui beberapa tahapan dan dari analisis Biplot didapatkan hasil berupa posisi perusahaan dibandingkan dengan pesaing-pesaingnya yang diperagakan melalui grafik Biplot. Dari grafik tersebut terlihat bahwa posisi relatif merek Wardah lebih dekat dengan atribut kehalalan, merek Mustika Ratu lebih dekat posisinya dengan atribut merek terkenal dan merek Sariayu memiliki lebih dekat dengan atribut desain kemasan yang menarik.
ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN DAN POSITIONING PRODUK
WARDAH DI PASAR KOSMETIKA JAKARTA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
HANA FITRI
H24102133
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN DAN POSITIONING PRODUK WARDAH DI PASAR KOSMETIKA JAKARTA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
HANA FITRI
H24102133
Menyetujui, September 2006
Prof.Dr.Ir.H.Musa Hubeis,MS,Dipl.Ing.,DEA Farida Ratna Dewi, SE, MM Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Jono Mintarto Munandar, MSc. Ketua Departemen Manajemen
Tanggal Ujian : 28 Agustus 2006 Tanggal Lulus :
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 23 Juli 1984, dari pasangan
Mohammad Saproji dan Kurniasih, dan merupakan anak pertama dari lima
bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Parakan Muncang II pada
tahun 1996, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTPN 1
Leuwiliang dan lulus pada tahun 1999. Setelah itu, penulis menamatkan
pendidikan menengah atas di SMUN 1 Leuwiliang, dan lulus pada tahun 2002.
Pada tahun 2002, penulis diterima di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi
dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur USMI sebagai mahasiswa
Tingkat Persiapan Bersama (TPB) angkatan 39.
Selama melakukan studi di IPB, penulis pernah aktif dalam berbagai
kepanitiaan, diantaranya aktif dalam kepengurusan Himpunan Profesi Departemen
Manajemen, Centre of Management (Com@) periode 2003-2004, sebagai
Sekretaris Direktorat Operasi. Pada periode yang sama, penulis juga pernah
terlibat dalam kepanitiaan Masa Perkenalan Fakultas/Departemen bagi mahasiswa
baru angkatan 41 serta kepanitiaan Seminar Event Organizer and Work
Management (TEAM) yang diselenggarakan oleh Direktorat Operasi.
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahi Rabbil’aalamiin, segala puji dan syukur hanya milik
Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas
ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Setiap perusahaan berupaya untuk meningkatkan keuntungan, salah
satunya dengan mengoptimalkan pendistribusian produk ke setiap wilayah
pemasaran agar biaya yang ditimbulkan minimal. Skripsi ini berjudul
”Optimalisasi Distribusi Sarimi Pada PT Sari Indo Prakarsa di Wilayah Bogor dan
Depok”.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik
berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, M. Ec selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan bimbingan, saran, masukan, pengarahan, dan motivasi yang
sangat berarti selama penyelesaian skripsi ini.
2. Ibu Dra. Siti Rahmawati, M. Pd dan Bapak Mukhamad Najib, S. TP, MM atas
kesediaannya menjadi dosen penguji.
3. Bapak Ir. Koesmadi, SP selaku Branch Manager PT Sari Indo Prakarsa,
Bogor atas segala bantuan, bimbingan, dan kemudahan yang diberikan kepada
penulis selama menjalankan penelitian.
4. Ibu Rita dan semua staff PT Sari Indo Prakarsa yang telah memberikan
bantuan dan kemudahan kepada penulis selama menjalankan penelitian.
5. Seluruh dosen pengajar dan staff pendukung di Departemen Manajemen,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
6. Mas Deddy Cahyadi Sutarman, S. TP atas masukan dan saran selama
pengolahan data.
v
7. Keluarga saya tercinta, Ibu, Bapak, dan Adik-adik (Wahyu, Widi, Ade, dan
Cici) atas segala dukungan, kasih sayang, dan doa yang tiada putus-putusnya.
Nenek, Kakek, Bi Chami, dan saudara-saudara yang lain atas bantuan dan
doanya.
8. Sahabat-sahabat saya, Mala, Sri. S, Sri. N, Dini, Hana, Ajeng, dan Okti yang
telah menemani dalam suka dan duka, dan yang selalu memberikan bantuan,
dukungan, semangat, doa, serta kasih sayangnya.
9. Teh Sri atas tausiyah-tausiyahnya yang selalu mencerahkan, teman-teman liqo
atas kebersamaannya selama ini serta kelucuan-kelucuan yang kalian hadirkan
yang menjadi penghibur di saat-saat sulit selama menjalankan penelitian.
10. Teman-teman seperjuangan satu bimbingan, Okka, Rihza, Fezzi, Azis, Arya,
AP, Nanien, dan Anggi yang selalu memberikan semangat, bantuan dan
masukan dalam menjalankan penelitian.
11. Lili, Lia, Ida, Gupit, Dian, Ani, Leny, Andin, Mumut, Via, Inne, Reni Aulia,
atas semua bantuan dan doanya.
12. Teman-teman Manajemen ’39 dan Ekbang ’39 yang telah menjadi bagian
dalam hidup saya.
13. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak
dapat saya sebutkan satu per satu.
Terakhir penulis ingin menyampaikan bahwa tidak ada sesuatu yang
sempurna di dunia ini. Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Semua saran
dan kritik akan sangat berguna bagi penulis untuk perbaikan-perbaikan di masa
datang. Kebenaran itu mutlak dari Allah SWT, sedangkan kesalahan berasal dari
diri penulis sendiri. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat.
Bogor, September 2006
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. x
I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2. Perumusan Masalah .......................................................................... 6 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................... 7 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................. 7
II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 8 2.1. Mi Instan ............................................................................................ 8 2.2. Pemasaran .......................................................................................... 10 2.2.1. Definisi Pemasaran.................................................................. 10 2.2.2. Bauran Pemasaran................................................................... 11 2.2.3. Saluran Pemasaran .................................................................. 12 2.3. Distribusi ............................................................................................ 18 2.3.1. Distribusi Fisik (Logistik) ....................................................... 18 2.3.2. Saluran Distribusi.................................................................... 20 2.4. Program Linier ................................................................................... 25 2.5. Model Transportasi ............................................................................ 28 2.6. Masalah Transportasi Tak Seimbang ................................................. 29 2.7. Optimalisasi ....................................................................................... 31 2.8. Penelitian Terdahulu .......................................................................... 31
III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 35 3.1. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 35 3.2. Metode Penelitian ............................................................................. 37
3.3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. 37 3.3.2. Metode Pengumpulan Data .................................................... 37 3.3.3. Pengolahan Data dan Analisis Data........................................ 37
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 43 4.1. Gambaran Umum dan Perkembangan Perusahaan ............................ 43 4.2. Bidang Usaha Perusahaan.................................................................. 43 4.3. Struktur Organisasi ........................................................................... 46 4.4. Sistem Distribusi yang Dilakukan PT SIP......................................... 46 4.5. Analisis Alokasi Distribusi Sarimi di PT SIP Bogor......................... 52
4.5.1. Analisis Primal ....................................................................... 53
vii
4.5.2. Analisis Dual .......................................................................... 55 4.5.3. Analisia Sensitivitas ............................................................... 57
4.6. Analisis Penyimpangan Distribusi Aktual terhadap Distribusi Optimal .............................................................................................. 61 4.7. Perbandingan Biaya Distribusi Sarimi Pada Kondisi Aktual dengan Kondisi Optimal .................................................................... 63
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 65 1. Kesimpulan.......................................................................................... 65 2. Saran .................................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 68
LAMPIRAN.................................................................................................... 70
viii
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Perkembangan industri mi instan di Indonesia ......................................... 2 2 Trend permintaan mi instan ...................................................................... 3 3 Konsumsi dan pengeluaran rata-rata per kapita seminggu untuk makanan konsumsi lainnya (miscellaneous food item) tahun 2004 ......... 4 4 Top of mind brand awareness mi instan berdasarkan kota....................... 5 5 Daerah pemasaran Sarimi PT SIP di wilayah Bogor dan Depok...................................................................................... 48 6 Struktur biaya angkut per karton berdasarkan tujuan .............................. 53 7 Analisis primal terhadap biaya distribusi ................................................. 54 8 Analisis dual terhadap penjualan Sarimi .................................................. 56 9 Analisis sensitivitas terhadap biaya angkut/karton di tiap-tiap kecamatan ................................................................................................. 59 10 Analisis sensitivitas terhadap kendala permintaan dan penjualan ............ 60 11 Penyimpangan antara distribusi aktual dan optimal tahun 2005 (karton) ............................................................................................ 62 12 Penyimpangan biaya distribusi aktual dan optimal tahun 2005 (Rp) ....... 63
ix
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Saluran distribusi melalui pedagang besar dan pengecer ......................... 16 2 Saluran distribusi barang konsumen......................................................... 21 3 Saluran distribusi untuk produsen barang konsumsi ................................ 23 4 Kerangka pemikiran penelitian................................................................. 36 5 Pola saluran distribusi Sarimi .................................................................. 51 6 Saluran distribusi PT SIP.......................................................................... 51
x
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Daftar pertanyaan wawancara................................................................... 70 2 Struktur organisasi PT SIP........................................................................ 71 3 Jumlah penjualan aktual Sarimi tahun 2005............................................. 72 4 Jumlah permintaan Sarimi tahun 2005 ..................................................... 73 5 Biaya distribusi aktual .............................................................................. 74 6 Nama kecamatan di wilayah Bogor dan Depok serta variabel yang mewakilinya.............................................................................................. 75 7 Hasil pengalokasian optimal produk Sarimi............................................. 76 8 Persentase optimal pengiriman produk ke tiap kecamatan....................... 77 9 Biaya distribusi optimal (hasil pengolahan linier programming) ............. 78 10 Input data (model linear programming).................................................... 79 11 Hasil output optimal ................................................................................. 80
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi, kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi
informasi telah menyebabkan perubahan dalam pola hidup masyarakat yang
ditandai dengan gaya hidup yang serba cepat dan praktis. Perubahan ini
terjadi juga dalam pola konsumsi makanan. Masyarakat lebih suka memilih
makanan yang praktis dan cepat disajikan seperti mi instan. Mi instan
seringkali menjadi makanan pilihan di saat lapar di antara waktu makan
utama. Selain karena praktis dalam penyajiannya, mi instan disukai karena
harganya yang relatif murah dan rasanya pun beragam.
Mi instan sudah merupakan salah satu makanan terfavorit warga
Indonesia. Bisa dipastikan hampir setiap orang telah mencicipi mi instan
atau mempunyai persediaan mi instan di rumah. Bahkan tak jarang orang
membawa mi instan saat ke luar negeri sebagai persediaan “makanan lokal”
jika makanan di luar negeri tidak sesuai selera.
Pasar mi instan di Indonesia memang menggiurkan. Ketergantungan
masyarakat Indonesia terhadap mi cepat saji ini cukup besar. Tidak heran
jika dari waktu ke waktu banyak perusahaan baru melirik pasar mi instan.
Berdasarkan data, jumlah produsen mi instan di Indonesia tahun 2005
mencapai 84 perusahaan, dengan produksi sekitar 1,272 juta ton
sebagaimana disajikan pada Tabel 1.
Produsen yang mendominasi produksi mi instan di Indonesia adalah
PT Indofood Sukses Makmur (PT ISM) yang memproduksi Indomie,
Supermi, dan Sarimi. Indomie adalah merek mi instan yang paling terkenal
di Indonesia, begitu terkenalnya hingga orang Indonesia memanggil mi
instan dengan sebutan “indomie” walaupun yang dikonsumsi tidak bermerek
Indomie. Merek mi instan lainnya yang terkenal antara lain Supermi,
Sarimi, Mi Sedaap1.
1 Wikipedia. 17 Juli 2006. Mi Instan di Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Mi_instan.[23
Agustus 2006]
2
Tabel 1. Perkembangan industri mi instan di Indonesia No. Uraian Satuan 2001 2002 2003 2004 2005 1. Jumlah
Perusahaan Unit Usaha
57 59 65 70 84
2. Kapasitas Ribu Ton
914 915 933 980 1.175
3. Produksi Ribu Ton
862 906 958 975 1.272
4. Utilisasi % 94,31 99,01 102,67 99,48 108,21 5. Ekspor Ribu
Ton 8,5 5,5 2,4 1,6 0,5
US$ 4.389.000 2.452.000 1.858.000 1.087.000 354.000 6. Impor Ribu
Ton 0,8 0,9 0,8 0,8 0,7
US$ 589.000 783.000 791.000 687.000 586.000 7. Nilai
Investasi Rp Juta 1.225 1.225 1.311 1.536 1.843
8. Jumlah Tenaga Kerja
Orang 16.000 16.320 12.847 15.474 18.569
Sumber: Investor (2006)2
Laporan International Ramen Manufacturers Association (IRMA,
2004) menyatakan bahwa produsen mi instan terbesar di dunia saat ini
dikuasai oleh Nissin Food asal Jepang, sementara Indofood di posisi kedua.
Di Jepang, Nissin Food menguasai sekitar 40% pasar mi instan dan 10%
pasar mi instan di dunia. Sampai September 2005, Indofood menguasai 73%
pasar mi instan di Indonesia3. Seperti diketahui, pangsa pasar mi instan
Indofood terus terkikis setelah masuknya produk dari Group Wings Food
yaitu Mie Sedaap pada tahun 2003. Selama tempo dua tahun, produk yang
relatif baru itu diperkirakan sudah menggaet pangsa pasar mi instan sebesar
15%-20%. Padahal, Indofood sang pemimpin pasar adalah penguasa yang
sangat dominan dan bertahan selama puluhan tahun di posisi ini. Bahkan,
pada tahun 2002 pangsa pasar Indofood di bisnis mi instan mencapai 90%
dengan nilai sekitar Rp 8 trilyun4.
Cina dengan penduduknya yang besar tentu saja menjadi konsumen
mi instan terbesar di dunia. Menurut IRMA per akhir 2004, permintaan mi
instan terbesar dunia datang dari Cina dan Hongkong yang mencapai 39 2 Investor (Jakarta), Edisi 143, 21 Maret-3 April 2006. Menggerogoti Pasar Si Raja Mi. Hlm. 14-
19. 3 Kompas. 16 Desember 2005. Indofood Angkat Pangsa Pasar. (http://www.kompas.com/kompas-
cetak/0512/16/ekonomi/2293147.htm, [28 Maret 2006]) 4 Swamajalah. 26 Januari 2006. Mengapa Indofood Gagal Menghadang Mie Sedaap?
(http://www.swa.co.id/swamajalah/artikellain/details.php?cid=1&id=3859, [24 Maret 2006])
3
miliar bungkus. Ini berarti, hampir separuh dari permintaan mi instan
seluruh dunia yang mencapai 79,6 miliar bungkus.
Indonesia berada pada posisi kedua dengan total permintaan 12 miliar
bungkus pada tahun yang sama. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Trend permintaan mi instan (miliar bungkus)
No. Negara/Area 2001 2002 2003 2004
1. China, Hongkong 21,2 23,1 32,0 39,0
2. Indonesia 9,9 10,9 11,2 12,01
3. Jepang 5,35 5,27 5,4 5,54
4. Amerika Serikat 3,0 3,3 3,78 3,8
5. Korea Selatan 3,64 3,65 3,6 3,65
6. Philipina 1,8 2,0 2,2 2,5
7. Vietnam 1,14 1,7 2,3 2,48
8. Thailand 1,65 1,7 1,72 1,78
9. Russia 0,6 1,5 1,5 1,52
10. Brazil 1,04 1,19 1,11 1,15
Total 53,08 58,5 69,35 79,57
Sumber: IRMA dalam Investor (2006)5
Berdasarkan hasil survei sosial ekonomi nasional yang dilakukan
Badan Pusat Statistik, mi instan digolongkan ke dalam makanan untuk
konsumsi lainnya (miscellaneous food item). Mi instan menduduki peringkat
ke dua setelah mi basah untuk makanan konsumsi lainnya yang dikonsumsi
penduduk Indonesia. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Kinerja mi instan di PT ISM pada tahun 2004 dibandingkan dengan
tahun 2003 tetap konsisten. Penjualan bersih mencapai Rp 6 trilyun,
sementara volume penjualan mengalami sedikit peningkatan menjadi 9,9
miliar bungkus dari 9,8 miliar bungkus di tahun sebelumnya (PT ISM,
2004).
Pasar mi instan di seluruh Indonesia berkembang sangat pesat. Para
pesaing menggunakan strategi periklanan dan promosi yang agresif,
sehingga terjadi peningkatan jenis produk dan pilihan harga yang ditawarkan
5 Investor (Jakarta), Edisi 143, 21 Maret-3 April 2006. Kisah Mi Instan Menaklukkan Dunia.
Hlm. 30-31.
4
kepada para konsumen. Situasi pasar yang kompetitif membuat para pelaku
pasar berusaha meningkatkan pangsa pasar dengan mengorbankan tingkat
perolehan laba. Hal ini menekan tingkat marjin laba dari para pelaku lama
yang sudah mapan seperti Indofood. Marjin laba usaha (Earn Before
Interest and Tax/EBIT) menurun hingga 10,4% dari 15,2% sebagai
konsekuensi dari langkah Perseroan menerapkan program promosi dan harga
yang komprehensif untuk mempertahankan pangsa pasarnya. Berdasarkan
data industri, di penghujung tahun 2004 mi instan Indofood berhasil
menguasai sekitar 78% dari seluruh pangsa pasar mi instan di Indonesia (PT
ISM, 2004).
Tabel 3. Konsumsi dan pengeluaran rata-rata per kapita seminggu untuk makanan konsumsi lainnya (miscellaneous food item) tahun 2004
Perkotaan Pedesaan Perkotaan+Pedesaan No. Jenis Satuan Jumlah Nilai Jumlah Nilai Jumlah Nilai
1. Mi Basah Kg 0.004 14 0.002 7 0.003 10
2. Mi Instan 80 gr 0.680 607 0.429 369 0.538 472
3. Bihun Ons 0.012 9 0.009 6 0.010 7
4. Makaroni Ons 0.010 7 0.011 9 0.011 8 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2004
Sarimi sebagai salah satu merek mi instan yang diproduksi oleh PT
ISM memiliki potensi yang cukup baik di masa datang. Tabel 4
memperlihatkan bahwa penelitian yang dilakukan di enam kota besar di
Indonesia, Sarimi menduduki posisi keempat sebagai merek mi instan yang
paling dikenal oleh konsumen.
Pemasaran yang dilakukan umumnya tidak lepas dari kegiatan
pemasaran dasar yang meliputi strategi produk, promosi, harga, dan tempat
atau distribusi yang disebut juga bauran pemasaran (marketing mix).
Namun, seringkali pihak perusahaan tidak melancarkan strategi masing-
masing komponen secara proporsional. Suatu produk meskipun memiliki
kualitas terbaik, harga yang kompetitif dan dipromosikan secara gencar,
belum tentu produk tersebut mampu bersaing di dalam perebutan pasar
apabila perusahaan tidak mendistribusikan produk tersebut secara benar.
Berdasarkan asumsi bahwa produk bermutu, harga kompetitif, dan produk
dipromosikan, maka strategi distribusi akan jauh lebih berperan dalam
5
melengkapi ketiga aspek tersebut. Oleh karena itu, kegiatan distribusi
barang merupakan salah satu poin penting yang memerlukan strategi yang
tepat.
Tabel 4. Top of mind brand awareness mi instan berdasarkan kota Kota Penelitian Total
No. Merek Jakarta %
Bandung %
Semarang %
Surabaya %
Medan %
Makassar % %
1. Indomie 76.4 40.8 58.5 49.1 56.4 73.5 61.0 2. Mie
Sedaap 12.6 16.7 25.0 46.3 2.4 9.2 19.6
3. Supermi 6.3 15.1 6.0 1.8 10.0 4.1 6.9 4. Sarimi 3.4 20.1 4.5 1.5 5.6 8.2 6.4 5. Mie 100 0.2 2.3 2.0 0.0 7.6 0.0 1.6 6. Alhami 0.0 0.0 0.0 0.0 10.4 0.5 1.4 7. Mie
Gaga 0.5 0.3 1.0 0.3 5.6 0.0 1.1
8. Mie ABC
0.0 3.0 0.5 0.0 1.6 1.5 0.9
9. Salam Mie
0.2 1.0 0.5 0.3 0.0 0.5 0.4
10. Selera Rakyat
0.0 0.0 1.0 0.5 0.0 0.0 0.2
11. Lainnya 0.5 0.7 1.0 0.3 0.4 2.6 0.7
Sumber: Surveyone(http://www.marketing.co.id/img/Survey-mie-instant.gif, [25 Februari 2006])
Sistem distribusi merupakan suatu proses yang terintegrasi yang
memiliki tujuan untuk menyampaikan suatu produk kepada konsumen
setelah produk tersebut selesai diproduksi. Kegiatan ini sangat penting
karena setelah perusahaan menghasilkan produk dan memperkenalkannya
kepada calon konsumen, semuanya tidak akan berarti apabila calon
konsumen tidak dapat menemukannya pada tempat di mana mereka biasa
membeli produk atau barang. Kompetisi di pasar menjadi sangat ketat dan
pemasaran menjadi lebih kompleks. Hal ini semakin menuntut adanya
sistem distribusi yang terintegrasi.
Banyak cara yang dapat dilakukan perusahaan dalam upaya
mendistribusikan barang atau jasa kepada konsumen. Sebuah perusahaan
mungkin mendistribusikan barangnya langsung kepada konsumennya
meskipun jumlah barang cukup besar, sedangkan perusahaan lain
mendistribusikan barangnya melalui jasa perantara. Kombinasi saluran
distribusi dapat dilakukan oleh suatu perusahaan untuk mencapai segmen
pasar yang berbeda.
Sebagian besar produsen tidak langsung menjual barang mereka
kepada pemakai akhir. Terdapat saluran pemasaran di antara produsen dan
6
pemakai, yaitu sekumpulan perantara pemasaran yang melakukan berbagai
fungsi dan menyandang berbagai nama. Beberapa perantara seperti
pedagang besar dan pengecer akan membeli, mengambil alih hak dan
menjual kembali barang dagangan itu, mereka disebut pedagang (merchant).
Beberapa daerah terpencil sangat tergantung pada pasar sebagai
suatu tempat untuk menyalurkan barang-barang kebutuhan masyarakat.
Kebutuhan pasar-pasar tersebut tentu saja dipasok oleh para pedagang
besar/distributor yang merupakan penghubung antara produsen dengan
konsumen. Para pedagang besar/distributor ini menyalurkan barang-barang
melalui toko-toko grosir dan pengecer yang ada di pasar-pasar atau daerah-
daerah tertentu.
PT Sari Indo Prakarsa (PT SIP) sebagai salah satu perusahaan yang
bergerak di bidang distribusi barang-barang konsumsi (consumers goods)
memiliki peran yang sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan
masyarakat. PT SIP melakukan penyaluran barang-barang konsumsi yang
berasal dari beberapa produsen kepada toko-toko grosir yang ada di wilayah
Jabodetabek. Salah satu produk yang dijual oleh PT SIP adalah Sarimi. PT
ISM menunjuk dua perusahaan distributor yaitu PT SIP dan PT Indomarco
Adi Prima (PT IAP) untuk mendistribusikan Sarimi ke seluruh wilayah
Indonesia. PT SIP merupakan distributor yang dipercaya oleh PT ISM
untuk memasarkan dan mendistribusikan Sarimi di wilayah Bogor dan
Depok, sedangkan pendistribusian Sarimi di luar wilayah Bogor dan Depok
dipegang oleh PT IAP. PT SIP memasarkan Sarimi yang berasal dari PT
ISM langsung kepada toko-toko grosir yang ada di 33 kecamatan di seluruh
wilayah Bogor (meliputi kota dan kabupaten) dan Depok. Para pedagang
besar tersebut, kemudian disalurkan lagi kepada para pengecer hingga
akhirnya sampai di tangan konsumen akhir.
1.2. Perumusan Masalah
PT SIP sebagai perusahaan distributor yang cukup besar, yang
menguasai pasar di seluruh Jabodetabek, tidak terlepas dari kondisi
persaingan pemasaran dengan perusahaan-perusahaan lain yang sejenis.
Konsumen perlu diyakinkan bahwa produk tersebut tersedia setiap saat
7
ketika dibutuhkan. PT SIP perlu melakukan strategi yang tepat agar
penyaluran barang kepada konsumen berjalan seoptimal mungkin.
Penelitian ini dilakukan untuk memberikan pertimbangan kepada
perusahaan dalam meminimalisasi biaya distribusi.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1) Bagaimana sistem distribusi Sarimi yang dilakukan oleh PT SIP?
2) Bagaimana alokasi distribusi Sarimi yang dilakukan PT SIP ke
kecamatan-kecamatan di wilayah Bogor dan Depok?
3) Apakah distribusi aktual yang dilakukan sudah optimal?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1) Mengidentifikasi sistem distribusi Sarimi yang dilakukan oleh PT SIP.
2) Menganalisis alokasi distribusi Sarimi dari PT SIP ke kecamatan-
kecamatan di wilayah Bogor dan Depok.
3) Menganalisis penyimpangan distribusi aktual terhadap distribusi
optimal.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
perusahaan sebagai salah satu bahan acuan atau informasi juga sebagai
bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan dalam mengambil
keputusan yanng diperlukan. Bagi kalangan akademis, hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi tambahan sumber informasi serta bahan
pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mi Instan
Mi instan adalah mi yang sudah dimasak terlebih dahulu dan
dicampur dengan minyak, dan bisa dipersiapkan untuk konsumsi hanya
dengan menambahkan air panas dan bumbu. Mi instan diciptakan oleh
Momofuku Ando pada 1958, yang kemudian mendirikan perusahaan Nissin
dan memproduksi produk mi instan pertama di dunia Chikin Ramen (ramen
adalah sejenis mi Jepang rasa ayam). Peristiwa penting lainnya terjadi pada
1971 di mana Nissin memperkenalkan Cup Noodle (bahasa Indonesia: mi
gelas), produk mi instan dalam wadah styrofoam tahan air yang bisa
digunakan untuk memasak mi tersebut. Inovasi berikutnya termasuk
menambahkan sayuran kering ke gelas, melengkapi hidangan mi tersebut.
Menurut sebuah survei Jepang pada tahun 2000, mi instan adalah ciptaan
terbaik Jepang abad ke-20, (karaoke di urutan kedua dan CD hanya di urutan
ketiga)6.
PT Capricorn Indonesia Consult Inc (2002) menyatakan bahwa mi
atau noodle secara umum adalah sejenis produk makanan berbentuk pasta
yang bahan baku utamanya berasal dari tepung terigu, tepung beras, dan
lainnya yang diolah dengan merebus dalam air panas untuk kemudian
disajikan sesuai selera. Seiring perkembangannya, mi dapat dibedakan lagi
menjadi mi kering, mi basah, dan mi kering berbumbu atau mi instan.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3551-2000, yang
dikeluarkan oleh Dewan Standarisasi Nasional (SNI), mi instan atau instant
noodle dibuat dari adonan terigu atau tepung beras atau tepung lainnya
sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan bahan lainnya.
Definisi tersebut meliputi mi (dari terigu), bihun (dari beras dan sagu),
sohun (dari pati kacang hijau dan atau sagu), dan kwetiaw (dari beras dan
atau terigu). Mi instan sendiri dicirikan dengan adanya penambahan bumbu
dan memerlukan proses rehidrasi untuk siap dikonsumsi.
6 Wikipedia. 17 Juli 2006. Mi Instan (http://id.wikipedia.org/wiki/Mi-instan, [25 Februari 2006])
9
Mi instan terbuat dari tiga bahan baku yaitu: tepung terigu, minyak
sayur, dan bumbu penyedap (seasoning). Secara sederhana proses
pembuatan mi instan diawali dengan menyediakan bahan baku yang akan
digunakan, kemudian dilakukan proses pencampuran antara air, bahan baku
utama, dan bahan baku tambahan yang bertujuan untuk membentuk teksur
(mixing).
Setelah pencampuran, selanjutnya tahap pressing, yaitu proses yang
menghasilkan lembaran-lembaran untaian mi dan siap untuk pengukusan
(steaming). Tahap steaming, selain berguna untuk membunuh bakteri
pengukusan juga merupakan proses yang menentukan dalam tekstur mi.
Setelah pengukusan kemudian dilakukan proses pemotongan (cutting) dan
siap untuk proses penggorengan (frying).
Proses penggorengan (frying) dilakukan agar diperoleh manfaat
antara lain:
a. Mi menjadi lebih awet (karena kadar air rendah).
Digoreng dengan palm oil yang mengandung tokoferol sebagai
antioksidan dan karoten sebagai zat warna alami.
b. Palm oil tidak menyebabkan penimbunan kolesterol.
Proses selanjutnya adalah pendinginan (cooling). Terakhir adalah
proses pengemasan (packing), yang fungsinya untuk melindungi produk dari
pengaruh luar.
Industri mi instan di Indonesia diawali dengan berdirinya PT Lima
Satu Sankyu pada April 1668. Perusahaan ini merupakan patungan antara
pengusaha domestik dengan Sankyu Shakushin Kabushiki dari Jepang.
Pada 1977, perusahaan ini berganti nama menjadi PT Lima Satu Sankyu
Indonesia, dan kemudian berubah lagi menjadi PT Supermie Indonesia,
sesuai dengan merek mi instan andalannya, yaitu Supermi. Bahkan Supermi
sempat menjadi brand generik untuk instan noodle sampai akhir dekade
1980-an.
Tahun 1970, pasar mi instan diramaikan lagi dengan berdirinya PT
Sanmaru Food Manufacturing, sebagai salah satu anak perusahaan baru dari
Jangkar Jati Group yang memproduksi mi instan dengan merek Indomie.
10
Disusul kemudian dengan berdirinya PT Sarimi Asli Jaya (Salira Group)
pada 1982 dengan lokasi pabrik di Tangerang, Jawa Barat. Perusahaan ini
memproduksi mi instan dengan merek Sarimi.
Industri ini makin meriah dengan mulai beroperasinya PT Sampurna
Pangan Indonesia (Sidoarjo) pada 1972, PT Khong Guan Biscuit Factory
Ind. Ltd. (Jakarta) pada 1976, PT Radiance Food Indonesia Corp. (Jakarta)
dan PT Pandu Sari (Purbalingga) pada 1977, PT Asia Megah Food
Manufacturing (Padang) pada 1980, PT Supmi Sakti (Tangerang) dan
produsen-produsen lainnya. Sejak saat itu, pasar mi instan mulai ditandai
dengan persaingan yang sangat ketat. Terutama setelah Indofood (Salim
Group) bergabung dengan Jangkar Jati Group pada 1984, dengan membuat
PT Indofood Interna Corporation. Perusahaan inilah yang merupakan cikal
bakal Indofood Group yang bernaung dibawah bendera PT ISM Tbk.
Langkah berikutnya terjadi lagi pengkristalan dalam industri mi instan
ketika pada 1986, PT Indofood Interna Corporation melalui anak perusahaan
PT Lambang Insan Makmur mengambil alih PT Supermie Indonesia.
Usaha penguasaan pasar mi instan oleh Indofood atau Salim Group
tidak berhenti sampai disitu. Tahun 1992, group ini mengambil alih seluruh
saham Jangkar Jati Group di PT Indofood Interna Corporation. Puncaknya
adalah ketika Indofood mencabut produknya dari jaringan distributor PT
Wicaksana Overseas dan dialihkan ke PT IAP. Sejak saat itu dominasi
Indofood dengan mi instan dengan merek Indomie, Supermie dan Sarimi
semakin menguasai pasar mi instan di pasar domestik.
2.2. Pemasaran
2.2.1. Definisi Pemasaran
Pemasaran terdiri dari tindakan-tindakan yang menyebabkan
berpindahnya hak milik atas benda-benda dan jasa-jasa dan yang
menimbulkan distribusi fisik (Winardi, 1980). Oleh karenanya,
proses pemasaran meliputi baik aspek mental maupun aspek fisik.
Mental dalam arti bahwa para penjual harus mengetahui apa yang
diinginkan para pembeli, dan pembeli harus pula mengetahui apa
yang dijual dan fisik dalam arti bahwa benda-benda harus
11
dipindahkan ke tempat-tempat dimana mereka dibutuhkan pada
waktu mereka dibutuhkan. Pemasaran adalah suatu proses sosial
yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang
mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan,
dan secara bebas mempertukarkan produk dengan pihak lain (Kotler,
2002).
Pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha
yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga,
mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat
memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli
potensial (Stanton dalam Swastha, 2002),. Definisi ini menunjukkan
bahwa sebenarnya pemasaran terjadi atau dimulai jauh sejak sebelum
barang-barang diproduksi. Keputusan-keputusan dalam pemasaran
harus dibuat untuk menentukan produk dan pasarnya, harganya dan
promosinya. Kegiatan berakhir pada saat penjualan dilakukan.
2.2.2. Bauran Pemasaran
Assauri (2004) menyatakan bahwa bauran pemasaran atau
marketing mix merupakan kombinasi variabel atau kegiatan yang
merupakan inti dari sistem pemasaran, variabel yang dapat
dikendalikan oleh perusahaan untuk mempengaruhi reaksi para
pembeli atau konsumen. Jadi, marketing mix terdiri dari himpunan
variabel yang dapat dikendalikan dan digunakan oleh perusahaan
untuk mempengaruhi tanggapan konsumen dalam pasar sasarannya.
Variabel atau kegiatan tersebut perlu dikombinasikan dan
dikoordinasikan oleh perusahaan seefektif mungkin dalam
melakukan tugas/kegiatan pemasarannya. Swastha (2002) juga
menyebutkan bahwa bauran pemasaran adalah kombinasi dari empat
variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran
perusahaan, yakni, produk, struktur harga, kegiatan promosi dan
sistem distribusi.
Kotler (2002) mendefinisikan bauran pemasaran sebagai
seperangkat alat pemasaran yang digunakan secara terus-menerus
12
untuk mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran. Bauran
pemasaran atau marketing mix ini terdiri dari empat aspek atau
variabel yang disebut juga sebagai 4P, yaitu:
1. Product (produk), faktor-faktor yang termasuk seperti keragaman
produk, kualitas, desain, ciri, nama merek, kemasan, ukuran,
pelayanan, garansi dan imbalan.
2. Price (harga), seperti daftar harga diskon, potongan harga
khusus, periode pembayaran dan syarat kredit.
3. Promotion (promosi), seperti promosi penjualan, periklanan,
tenaga penjualan, public relation dan pemasaran langsung.
4. Place (tempat), seperti saluran pemasaran, cakupan pasar,
pengelompokan, lokasi, persediaan dan transportasi.
2.2.3. Saluran Pemasaran
Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling
tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan produk atau
jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi (Kotler, 2002). Revzan
dalam Swastha (1999) menyatakan, saluran merupakan suatu jalur
yang dilalui oleh arus barang-barang dari produsen ke perantara dan
akhirnya sampai pada pemakai.
The American Marketing Association dalam Swastha (1999)
juga menjelaskan bahwa saluran merupakan suatu struktur unit
organisasi dalam perusahaan dan luar perusahaan yang terdiri atas
agen, dealer, pedagang besar dan pengecer, sebuah komoditi produk,
atau jasa dipasarkan melalui saluran-saluran tersebut. Walters dalam
Swastha (1999) mengemukakan, saluran adalah sekelompok
pedagang dan agen perusahaan yang mengkombinasikan antara
pemindahan fisik dan mana dari suatu produk untuk menciptakan
kegunaan bagi pasar tertentu.
Sebuah saluran pemasaran melaksanakan fungsi
memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Hal itu dapat
mengatasi kesenjangan waktu, tempat dan kepemilikan yang
13
memisahkan barang dan jasa dari orang-orang yang membutuhkan
atau menginginkannya.
Tujuan saluran berbeda-beda sesuai dengan karakteristik
produk. Produk yang mudah rusak lebih memerlukan pemasaran
langsung. Produk berukuran besar, seperti bahan bangunan,
memerlukan saluran yang meminimumkan jarak pengiriman dan
jumlah penanganan dalam perpindahan produk dari produsen ke
konsumen.
Secara luas, terdapat dua golongan besar lembaga-lembaga
pemasaran yang mengambil bagian dalam saluran distribusi
(Swastha, 1999). Mereka ini disebut:
1. Perantara pedagang.
2. Perantara agen.
Istilah ”pedagang” digunakan di sini untuk memberikan
gambaran bahwa usahanya mempunyai hubungan yanng erat dalam
pemilikan barang. Mereka berhak memiliki barang-barang yang
dipasarkan, meskipun pemilikannya tidak secara fisik. Pedagang
dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Produsen, yang membuat sekaligus menyalurkan barang ke
pasar.
2. Pedagang besar, yang menjual barang kepada pengusaha lain.
3. Pengecer, yang menjual barang kepada konsumen akhir.
Perantara agen atau sering disebut sebagai agen saja
dibedakan dari lembaga saluran di muka. Menurut Walters dalam
Swastha (1999) agen ini dapat didefinisikan sebagai lembaga yang
melaksanakan perdagangan dengan menyediakan jasa-jasa atau
fungsi khusus yang berhubungan dengan penjualan atau distribusi
barang, tetapi mereka tidak mempunyai hak untuk memiliki barang
yang diperdagangkan.
The American Marketing Association dalam Swastha (1999)
menyatakan agen adalah lembaga yang membeli atau menjual
barang-barang kepada pihak lain. Agen mempunyai kegiatan
14
setingkat dengan pedagang besar. Kenyataannya, agen dapat
beroperasi pada semua tingkat dalam suatu saluran pemasaran.
Sering agen menjual barang kepada pedagang besar dan pengecer.
Jika daerah operasinya luas, agen dapat menggunakan pedagang
besar dalam saluran distribusinya. Jika daerah operasinya tidak
begitu luas, maka penjualan barang dapat langsung ke para pengecer.
Secara garis besar, agen dapat dibagi ke dalam dua kelompok
yaitu :
1. Agen Penunjang (Facilitating Agent)
Merupakan agen yang mengkhususkan kegiatannya dalam
beberapa aspek pemindahan barang dan jasa. Mereka dibagi
dalam beberapa golongan, yaitu:
a) Agen pengangkutan borongan (bulk transportation agent).
b) Agen penyimpanan (storage agent).
c) Agen pengangkutan khusus (speciality shipper).
d) Agen pembelian dan penjualan (purchase and sales agent).
Kegiatan agen penunjang adalah membantu memindahkan
barang-barang sedemikian rupa sehingga berhubungan langsung
dengan pembeli dan penjual. Jadi, agen penunjang ini melayani
kebutuhan-kebutuhan dari setiap kelompok secara serempak.
2. Agen Pelengkap (Supplemental Agent)
Agen pelengkap berfungsi melaksanakan jasa-jasa tambahan
dalam penyaluran barang dengan tujuan memperbaiki adanya
kekurangan-kekurangan. Apabila pedagang atau lembaga lain
tidak dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan
dengan penyaluran barang, maka agen pelengkap dapat
menggantikannya. Jasa-jasa yang dilakukannya antara lain:
a) Jasa pembimbingan/konsultasi.
b) Jasa finansial.
c) Jasa informasi.
d) Jasa khusus lainnya.
15
The American Marketing Association dalam Swastha (1999),
mendefinisikan pengecer sebagai seorang pedagang yang kegiatan
pokoknya melakukan penjualan secara langsung kepada konsumen
akhir. Definisi ini didasarkan kepada siapa mereka menjual. Jadi,
perdagangan eceran meliputi semua kegiatan pemasaran yang
berhubungan dengan usaha-usaha untuk menjual kepada konsumen
akhir. Fungsi-fungsi yang dilakukan oleh pengecer antara lain:
1. Mengkombinasikan beberapa jenis barang tertentu.
2. Melaksanakan jasa-jasa eceran untuk barang tersebut.
3. Menempatkan diri sebagai sumber barang-barang bagi
konsumen.
4. Menciptakan keseimbangan antara harga dan kualitas barang
yang diperdagangkan.
5. Menyediakan barang-barang untuk memenuhi kebutuhan
konsumen.
6. Melakukan tindakan-tindakan dalam persaingan.
Beberapa faktor yang menjadi dasar penggolongan untuk
mengetahui pengecer yaitu :
1. Luasnya Product Line
Berdasarkan luasnya product line, pengecer dapat dibedakan ke
dalam tiga golongan yaitu specialty store, toko serba ada dan
single line store.
2. Bentuk Pemilikan
Menurut bentuk pemilikannya pengecer dapat digolongkan ke
dalam : independent store dan corporate chain store.
3. Penggunaan Fasilitas
Pengecer dapat digolongkan menurut penggunaan fasilitas yang
mereka lakukan dalam mengadakan hubungan dengan konsumen.
Terdapat dua kelompok pengecer, yaitu toko pengecer dan
pengecer tanpa toko.
16
4. Ukuran Toko
Ukuran toko dapat diketahui dengan melihat volume
penjualannya sehingga masing-masing pengecer mempunyai
ukuran yang berbeda-beda dengan masalah-masalah manajemen
yang berbeda pula. Kegiatan-kegiatan promosi keuangan,
pembelian dan sebagainya dipengaruhi oleh besarnya volume
penjualan toko tersebut. Berdasarkan ukuran tokonya, pengecer
dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu pengecer kecil
(small scale retailer) dan pengecer besar (large scale retailer).
The American Marketing Association dalam Swastha (1999)
juga mendefinisikan pedagang besar sebagai sebuah unit usaha yang
membeli barang-barang dagangan dan menjualnya lagi kepada para
pengecer serta pedagang lain dan/atau kepada lembaga-lembaga
industri serta pemakai komersial. Pedagang besar dalam pasar
industri dikenal sebagai distributor industri. Pedagang besar
menempati posisi antara produsen dan pengecer pada saluran
distribusi, sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Saluran distribusi melalui pedagang besar dan pengecer (Swastha, 1999)
Pedagang besar dapat digolongkan berdasarkan beberapa
faktor, yaitu :
1. Fungsi yang dilakukan
Pedagang besar dibagi ke dalam dua golongan menurut
fungsi yang dilakukan, yaitu:
a. Pedagang besar dengan fungsi penuh (full function wholesaler)
Merupakan jenis pedagang besar yang paling tua atau
paling awal digunakan. Fungsi-fungsi pemasaran yang
Produsen Pedagang
Besar
Pengecer
Konsumen
17
dilakukan antara lain: fungsi pembelian, fungsi penjualan,
fungsi pengangkutan, fungsi penyimpanan, fungsi
keuangan, fungsi pengambilan resiko dan sebagainya.
b. Pedagang besar dengan fungsi terbatas (limited function wholesaler)
Pedagang besar dengan fungsi terbatas hanya menjalankan
fungsi atau jasa yang terbatas. Pedagang besar dengan
fungsi terbatas ini diawali dengan perubahan bentuk
daripada pedagang besar jenis yang pertama (pedagang
besar dengan fungsi penuh). Peningkatan efisiensi yang
mereka lakukan sekarang hanya terbatas pada beberapa
fungsi pemasaran secara terbatas. Fungsi-fungsi yang
mereka tinggalkan, sekarang dilakukan oleh produsen
dan/atau pengecer, sehingga biaya operasi yang harus
ditanggungnya menjadi berkurang.
2. Daerah yang dilayani
Pedagang besar dapat digolongkan menurut daerah yang
dilayaninya menjadi :
a. Pedagang besar nasional yang melayani daerah operasi
seluruh Indonesia.
b. Pedagang besar regional yang mempunyai daerah operasi
meliputi satu propinsi.
c. Pedagang besar lokal yang hanya melayani langganan-
langganannya di satu kota atau satu daerah kabupaten.
3. Integrasi
Tidak semua perdagangan besar selalu dilakukan sepenuhnya
oleh lembaga-lembaga yang disebut pedagang besar. Kadang-
kadang perdagangan besar dikombinasikan dengan kegiatan
pengolahan atau perdagangan eceran. Kombinasi semacam ini
disebut perdagangan besar yang terintegrasi (integrated
wholesaling), karena menyangkut pemilikan lebih dari satu
macam perantara saluran.
18
Perdagangan besar yang dikombinasikan dengan produsen
merupakan satu jenis integrasi yang terjadi apabila fungsi
perdagangan besar dikombinasikan dengan fungsi-fungsi
produsen.
Tiga jenis saluran pemasaran menurut Kotler (2002), yang
digunakan pemasar untuk mencapai sasarannya adalah :
1. Saluran Komunikasi
Digunakan untuk menyerahkan dan menerima pesan dari
pembeli sasaran. Saluran komunikasi ini meliputi surat kabar,
majalah, radio, televisi, pos, telepon, papan iklan, poster,
pamflet, CD, audiotape dan internet.
2. Saluran Distribusi
Digunakan untuk memamerkan atau menyerahkan produk fisik
atau jasa kepada pembeli atau pengguna. Kita mengenal ada
saluran distribusi fisik dan saluran distribusi jasa, yang
termasuk didalamnya adalah pergudangan, sarana transportasi
dan berbagai saluran dagang seperti distributor, grosir dan
pengecer.
3. Saluran Penjualan
Digunakan untuk mempengaruhi transaksi dengan pembeli
potensial. Saluran penjualan mencakup tidak hanya distributor
dan pengecer melainkan juga bank-bank dan perusahaan
asuransi yang memudahkan transaksi.
2.3. Distribusi
2.3.1. Distribusi Fisik (Logistik)
Distribusi fisik adalah seperangkat kegiatan yang mencakup
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan arus bahan atau barang
jadi dari tempat asal menuju tempat pemakai atau konsumen untuk
memenuhi kebutuhan. Tujuan distribusi fisik adalah mengantarkan
produk pada waktu yang tepat dengan tingkat biaya yang serendah
mungkin (Kotler, 2002).
19
Menurut Chandradhy (1978), tujuan utama dari distribusi
secara fisik adalah untuk menyalurkan barang-barang yang tersedia,
sedangkan hanya sedikit perhatian yang dicurahkan pada keinginan
serta kebutuhan para konsumen, atau pada cara-cara memberikan
pelayanan yang lebih baik kepada mereka. Banyak produsen tidak
menaruh perhatian pada pemasaran. Hal ini telah menimbulkan
suatu kekosongan dalam rantai distribusi yang kemudian diisi oleh
pedagang menengah (intermediaries).
Pedagang besar atau grosir (disebut juga distributor) berbeda
dengan pegecer dalam beberapa hal. Pertama, pedagang-pedagang
besar kurang memperhatikan promosi, suasana dan lokasi karena
mereka bertransaksi dengan pelanggan bisnis dan bukan konsumen
akhir. Kedua, transaksi perdagangan besar biasanya lebih besar
daripada transaksi eceran dan pelanggan besar biasanya meliputi
daerah perdagangan yang lebih luas daripada pengecer. Ketiga,
pemerintah berhubungan dengan pedagang besar dan pengecer
dengan cara yang berbeda dalam hal hukum dan pajak (Kotler
(2002).
Istilah distribusi fisik dipakai untuk menggambarkan luasnya
kegiatan pemindahan suatu barang ke tempat tertentu pada saat
tertentu. Penyaluran suatu barang ke tempat tertentu pada saat yang
tepat dapat dilakukan untuk memaksimumkan kesempatan pada
volume penjualan yang menguntungkan. Produsen kegiatan
distribusi fisik ini, tidak hanya meliputi pemindahan barang jadi dari
akhir proses produksi sampai ke konsumen akhir, tetapi juga
menyangkut arus bahan baku dari suatu sumber sampai pada akhir
proses produksi. Terdapat dua masalah penting yang terdapat dalam
kegiatan distribusi fisik yaitu pengangkutan dan penyimpanan.
Berhasil tidaknya usaha pemasaran/penjualan sangat
tergantung pada cara penyaluran yang digunakan dan kelancarannya.
Hal ini menunjukkan terdapat pengertian penyaluran yang diartikan
sebagai proses penyampaian atau mengalirnya suatu produk dari
20
sumber yaitu produsen, sampai ke tempat tujuan atau ke tangan
konsumen. Pengertian ini kadang-kadang dihubungkan atau
dikaitkan dengan pengertian logistik, yaitu kegiatan pengadaan dan
penyaluran fisik suatu produk (barang-barang) yang dibutuhkan
dalam proses pelaksanaan aktivitas untuk mencapai suatu tujuan.
Logistik berkaitan dengan penyampaian produk sampai ke tempat
tujuan yaitu konsumen yang membutuhkan produk tersebut dan
keberhasilannya sangat ditentukan oleh pengadaan atau
penyediaannya. Aspek logistik ini mencakup semua kegiatan mulai
mendapatkan atau mengadakan barang, menyimpan barang tersebut,
menyediakan dan menyampaikannya, sehingga meliputi logistik
usaha (business logistic) dan logistik pemasaran (marketing logistic).
2.3.2. Saluran Distribusi
Distribusi barang dari produsen ke konsumen adalah suatu
mata rantai untuk meluaskan pasar, dimulai dari yang terdekat
dengan produsen, yaitu distributor, agen sampai pengecer. Semakin
dekat ke produsen, harga yang diperoleh makin rendah, tetapi dengan
jumlah pembelian yang besar. Semakin jauh dari produsen, harga
yang diperoleh makin mahal.
Kotler (2005) mengemukakan bahwa saluran distribusi dapat
dibedakan berdasarkan jumlah tingkatannya. Setiap perantara yang
melakukan usaha menyalurkan barang kepada pembeli akhir
membentuk suatu tingkat akhir saluran. Secara umum saluran
distribusi barang konsumen disajikan dalam Gambar 2.
Saluran tingkat nol adalah proses penjualan produk secara
langsung dari produsen kepada konsumen. Penjualan langsung ini
dapat dilakukan dengan cara dari rumah ke rumah oleh wakil
produsen, penjualan lewat pos, dan penjualan lewat toko produsen.
Saluran tingkat satu mempunyai satu perantara, misalnya pengecer.
Saluran tingkat dua mempunyai dua perantara misalnya pedagang
besar dan pengecer. Saluran tingkat tiga dibagi menjadi tiga, yaitu
pedagang besar, pemborong dan pengecer.
21
Baik tidaknya saluran distribusi yang digunakan oleh sebuah
perusahaan itu dipengaruhi oleh kondisi perusahaan itu sendiri
maupun pasarnya. Beberapa masalah yang dapat ditinjau dalam
memilih saluran distribusi (Swastha, 1999) adalah :
1. Panjangnya saluran distribusi.
Alternatif saluran yang digunakan sering dikaitkan dengan
golongan barang yang ada. Terdapat dua macam saluran, yaitu:
saluran distribusi untuk barang konsumsi dan saluran distribusi
untuk barang industri. Pada prinsipnya, kedua macam saluran ini
sama.
Gambar 2. Saluran distribusi barang konsumen(Kotler, 2002)
Secara luas terdapat lima macam saluran dalam pemasaran
barang-barang konsumsi. Produsen mempunyai alternatif untuk
menggunakan kantor dan cabang penjualan pada masing-masing
saluran. Selain itu juga terdapat kemungkinan penggunaan agen
pedagang besar dan pengecer. Kelima macam saluran tersebut
adalah:
a. Produsen-Konsumen akhir
Merupakan saluran distribusi yang paling pendek dan paling
sederhana untuk barang-barang konsumsi. Sering juga
disebut saluran langsung karena tidak melibatkan pedagang
P R O D U S E N
Pedagang Besar
Pedagang Besar
Pemborong
Pengecer
Pengecer
Pengecer
K O N S U M E N
22
besar. Produsen dapat menjual barang yang dihasilkannya
melalui pos atau mendatangi rumah konsumen (dari rumah ke
rumah).
b. Produsen-Pengecer-Konsumen akhir
Beberapa pengecer besar membeli secara langsung dari
produsen. Ada juga beberapa produsen yang mendirikan
toko pengecer untuk melayani penjualan langsung pada
konsumennya, tetapi kondisi saluran semacam ini tidak
umum dipakai.
c. Produsen-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen akhir
Saluran ini disebut juga saluran tradisional dan banyak
digunakan oleh produsen. Produsen hanya melayani
penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang besar.
d. Produsen-Agen-Pengecer-Konsumen akhir
Selain menggunakan pedagang besar, produsen dapat pula
menggunakan agen pabrik, makelar, atau perantara agen
lainnya untuk mencapai pengecer, terutama pengecer besar.
e. Produsen-Agen-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen akhir
Produsen sering menggunakan agen sebagai perantara dalam
penyaluran barangnya kepada pedagang besar yang kemudian
menjualnya kepada toko-toko kecil untuk mencapai pengecer
kecil.
Kelima macam saluran dalam distribusi barang konsumsi dapat
dilihat pada Gambar 3.
2. Banyaknya perantara atau penyalur yang dibutuhkan.
Produsen mempunyai tiga alternatif pilihan dalam menentukan
jumlah perantara untuk ditempatkan sebagai pedagang besar atau
pengecer, yaitu:
a. Distribusi Intensif
Umumnya dilakukan oleh produsen yang menjual barang
convenience dan memiliki saluran distribusi yang panjang.
Perusahaan berusaha menggunakan penyalur, terutama
23
pengecer sebanyak-banyaknya untuk mendekati dan
mencapai konsumen. Semua ini dimaksudkan untuk
mempercepat pemenuhan kebutuhan konsumen.
b. Distribusi Selektif
Biasa dipakai untuk memasarkan produk baru, barang
shopping atau barang spesial, dan barang industri jenis
accessory equipment. Umumnya memiliki saluran distribusi
yang sedang. Penggunaan saluran ini dimaksudkan untuk
meniadakan penyalur yang tidak menguntungkan dan
meningkatkan volume penjualan dengan jumlah transaksi
lebih terbatas.
Gambar 3. Saluran distribusi untuk produsen barang konsumsi(Swastha, 1999)
c. Distribusi Eksklusif
Umumnya dipakai untuk menjual barang-barang spesial,
dengan panjang saluran yang lebih pendek. Distribusi
eksklusif dilakukan oleh perusahaan dengan hanya
Produsen Produsen Produsen Produsen Produsen
Agen Agen
Pedagang Besar
Pedagang Besar
Pengecer Pengecer Pengecer Pengecer
Konsumen Akhir
Konsumen Akhir
Konsumen Akhir
Konsumen Akhir
Konsumen Akhir
24
menggunakan satu pedagang besar atau pengecer dalam
daerah pasar tertentu. Hanya dengan satu penyalur, maka
produsen akan lebih mudah mengadakan pengawasan,
terutama pengawasan dalam tingkat harga eceran maupun
usaha kerjasama dengan penyalur dalam periklanan.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan saluran.
Pasar merupakan faktor penentu yang mempengaruhi dalam
pemilihan saluran oleh manajemen. Faktor lain yang perlu
dipertimbangkan adalah produk, perantara dan perusahaan itu
sendiri. Perusahaan yang mengadakan pemilihan saluran
distribusi harus menganut tiga kriteria, yaitu : pengawasan
saluran, pencakupan pasar dan ongkos.
4. Kemungkinan penggunaan saluran distribusi ganda.
Beberapa saluran (disebut juga saluran distribusi ganda) dapat
digunakan oleh produsen terutama untuk mencapai pasar yang
berbeda. Ini dilakukan apabila produsen menjual:
a. Produk yang sama untuk konsumen dan pasar industri.
b. Produk yang tidak ada hubungannya.
Saluran distribusi ganda ini sering juga digunakan untuk
mencapai pasar yang sama meskipun ada perbedaan sedikit
dalam jumlah pembeli atau kepadatan pada bagian pasarnya.
Produsen yang menjual produk yang sama kepada konsumen dan
pemakai industri biasanya menggunakan struktur saluran yang
terpisah.
Penggunaan saluran ganda ini dapat menimbulkan pertentangan
dalam saluran karena produk yang bermerek sama, lama
kelamaan memasuki pasar yang sama. Hal ini dapat berakibat
pada harga eceran yang berbeda, di mana satu macam barang
disalurkan melalui rantai saluran yang berbeda.
25
5. Pemilihan saluran distribusi untuk produk baru atau perusahaan
baru.
Masalah-masalah khusus dalam penyaluran produk akan
dijumpai oleh produsen yang menjual produk baru atau
perusahaan baru dengan produk baru atau produk yang telah ada.
Keputusan tersebut dipengaruhi oleh beberapa pertimbangan
berikut :
a. Produk tersebut dan banyaknya keinginan konsumen yang
dapat direalisir.
b. Beberapa produk baru atau perusahaan baru, promosi adalah
sangat penting.
c. Produsen dapat menjumpai kesulitan dalam penentuan
saluran yang dibutuhkan hanya karena perantara tidak
bersemangat dalam menjual produk-produknya. Hal ini
menunjukkan bahwa produsen perlu menggunakan beberapa
saluran.
2.4. Program Linier
Subagyo, dkk (2000) mendefinisikan Linear Programming (LP)
sebagai suatu model umum yang dapat digunakan dalam pemecahan
masalah pengalokasian sumber-sumber yang terbatas secara optimal.
Masalah tersebut timbul apabila seseorang diharuskan untuk memilih atau
menentukan tingkat setiap kegiatan yang akan dilakukannya, di mana
masing-masing kegiatan membutuhkan sumber yang sama sedangkan
jumlahnya terbatas. LP mencakup perencanaan kegiatan-kegiatan untuk
mencapai suatu hasil yang optimal, yaitu suatu hasil yang mencerminkan
tercapainya sasaran tertentu yang paling baik (menurut model matematis) di
antara alternatif-alternatif yang mungkin, dengan menggunakan fungsi
linear.
Model LP adalah bentuk matematis dari perumusan masalah umum
pengalokasian sumber daya untuk berbagai kegiatan. Model LP ini
menyajikan bentuk dan susunan dari masalah-masalah yang akan
dipecahkan dengan teknik LP. Fungsi dalam model LP dikenal dua macam
26
fungsi yaitu fungsi tujuan (objective function) dan fungsi kendala (constraint
function). Fungsi tujuan adalah fungsi yang menggambarkan tujuan/sasaran
di dalam permasalahan LP yang berkaitan dengan pengaturan secara optimal
sumber daya, untuk memperoleh keuntungan maksimal atau biaya minimal.
Umumnya nilai yang akan dioptimalkan dinyatakan sebagai Z, sedangkan
fungsi kendala merupakan bentuk penyajian secara matematis batasan
kapasitas yang tersedia yang akan dialokasikan secara optimal ke berbagai
kegiatan.
Asumsi dasar yang melandasi model matematik dari program linear
(Subagyo, dkk, 2000) adalah :
1. Proportionality
Naik turunnya nilai Z dan penggunaan sumber atau fasilitas yang
tersedia akan berubah secara sebanding (proportional) dengan perubahan
tingkat kegiatan.
2. Additivity
Nilai tujuan tiap kegiatan tidak saling mempengaruhi, atau dalam LP
dianggap bahwa kenaikan dari nilai tujuan (Z) yang diakibatkan oleh
kenaikan suatu kegiatan dapat ditambahkan tanpa mempengaruhi bagian
nilai Z yang diperoleh dari kegiatan lain
3. Divisibility
Keluaran (output) yang dihasilkan oleh setiap kegiatan dapat berupa
bilangan pecahan. Demikian pula dengan nilai Z yang dihasilkan.
4. Deterministic (Certainty)
Semua parameter yang terdapat dalam model LP ( ijijij Cba ,, ) dapat
diperkirakan dengan pasti, meskipun jarang dengan tepat.
Untuk mengemukakan permasalahan LP, disusun suatu model
matematis sebagai berikut:
Fungsi tujuan :
Maks/Min : jj XCXCXCXCZ ++++= ......332211 .................(1)
27
Fungsi kendala : 11313212111 ......... bXaXaXaXa jj ≤++++
.
.
.
ijijiii bXaXaXaXa ≤++++ .........332211
0.,.........0,0 21 ≥≥≥ jXXX ...............................(2)
Di mana:
Z : Nilai yang dioptimalkan (maksimum atau minimum). jC : Parameter yang dijadikan kriteria optimasi.
jX : Peubah pengambilan keputusan yang ingin dicari, tidak diketahui.
ija : Koefisien teknologi peubah pengambil keputusan dalam kendala ke-i.
ib : Sumber daya yang terbatas, yang membatasi kegiatan yang bersangkutan.
Fungsi tujuan dalam LP mencerminkan atau menggambarkan tujuan
yang ingin dicapai dalam pemecahan suatu masalah LP. Pemograman linear
terlalu bervariasi untuk digambarkan secara lengkap.Pengertian mengenai
mengalokasi sumber-sumber daya terbatas di antara kegiatan-kegiatan yang
bersaing mungkin kurang sesuai sekarang, tetapi terlepas dari pengertiannya
atau konteksnya, yang diperlukan adalah bahwa pernyataan matematis di
dalam masalah sesuai dengan bentuk yang diizinkan.
Pemecahan masalah dalam penelitian ini, perlu membahas beberapa
masalah pemograman linear yang khusus jenisnya. Jenis-jenis khusus ini
mempunyai beberapa sifat-sifat penting. Pertama, jenis khusus ini sering
manual dalam berbagai konteks. Kecenderungannya adalah bahwa
dibutuhkan banyak kendala dan variabel, sehingga menerapkan secara
langsung metode simpleks dengan komputer akan memakan usaha
komputasi banyak sekali. Beruntung bahwa ciri yang lain adalah bahwa
kebanyakan koefisien ija dalam kendala-kendala nol, dan koefisien tidak nol
yang relatif sedikit muncul menurut pola yang jelas. Akibatnya adalah
dikembangkannya versi-versi metode simpleks yang khusus disederhanakan
yang dapat menghemat usaha komputasi dengan memanfaatkan struktur
khusus masalah yang bersangkutan.
28
Barangkali jenis khusus yang paling penting dalam masalah
pemograman linear adalah masalah transportasi. Prosedur penyelesaian
khususnya akan dibahas, khususnya untuk memperlihatkan jenis
penyederhanaan metode simpleks yang diperoleh dengan memanfaatkan
struktur khusus dari masalah yang bersangkutan.
2.5. Model Transportasi
Mulyono (2004) menyatakan bahwa masalah transportasi
berhubungan dengan distribusi suatu produk tunggal dan beberapa sumber,
dengan penawaran terbatas, menuju beberapa tujuan, dengan permintaan
tertentu, pada biaya transpor minimum. Suatu tempat tujuan dapat
memenuhi permintaannya dari satu atau lebih sumber karena hanya ada satu
dua macam barang.
Subagyo, dkk (2000) mengemukakan bahwa metode transportasi
adalah suatu metode yang digunakan untuk mengatur distribusi dari
sumber-sumber yang menyediakan produk yang sama, ke tempat-tempat
yang membutuhkan secara optimal. Alokasi produk ini harus diatur
sedemikian rupa, karena terdapat perbedaan biaya-biaya alokasi dari satu
sumber ke tempat-tempat tujuan berbeda dan dari beberapa sumber ke suatu
tempat tujuan juga berbeda.
Taha (1996) mengemukakan bahwa model transportasi berusaha
menentukan sebuah rencana transportasi sebuah barang dari sejumlah
sumber ke sejumlah tujuan. Data dalam model ini mencakup:
1. Tingkat penawaran di setiap sumber dan jumlah permintaan di setiap
tujuan.
2. Biaya transportasi per unit barang dari setiap sumber ke setiap tujuan.
Sebuah tujuan dapat menerima permintaannya dari suatu sumber atau
lebih karena hanya terdapat satu barang. Tujuan dari model ini adalah
menentukan jumlah yang harus dikirim dari setiap sumber ke setiap tujuan
sedemikian rupa sehingga biaya transportasi total diminimumkan.
Asumsi dasar dari model ini adalah bahwa biaya transportasi di
sebuah rute tertentu adalah proporsional secara langsung dengan jumlah unit
29
yang dikirimkan. Definisi ”unit transportasi” akan bervariasi tergantung
pada jenis ”barang” yang dikirimkan.
Dimyanti dan Dimyanti dalam Aditya (2002) menyatakan bahwa
ciri-ciri khusus persoalan transportasi adalah:
1. Terdapat sejumlah sumber dan tujuan tertentu.
2. Kuantitas komoditas atau barang yang didistribusikan dari setiap sumber
dan yang diminta oleh setiap tujuan tertentu.
3. Komoditas yang dikirim atau diangkut dari suatu sumber ke suatu
tujuan besarnya sesuai dengan permintaan dan atau kapasitas sumber.
4. Ongkos pengangkutan dari suatu sumber ke suatu tujuan besarnya
tertentu.
Bentuk umum model transportasi dengan tujuan meminimumkan
biaya dapat diformulasikan sebagai berikut:
Fungsi tujuan : Min ij
m
i
n
jij XCZ ∑∑
= =
=1 1
...................................................(3)
Fungsi Kendala : i
m
iij aX ≤∑
=1 ; i = 1, 2, 3, ......, m
j
n
jij bX ≥∑
=1
; j = 1, 2, 3, ......, n
0≥ijX untuk semua i dan j .......................................(4)
Keterangan notasi:
ijC = Biaya transportasi per unit produk ijX dari sumber i ke tujuan j
ijX = Jumlah satuan yang dikirimkan dari sumber i ke tujuan j
ia = Jumlah penawaran yang tersedia di daerah sumber i
jb = Jumlah permintaan di daerah permintaan tujuan j m = Jumlah daerah sumber n = Jumlah daerah tujuan
2.6. Masalah Transportasi Tak Seimbang
Suatu model transportasi dinyatakan seimbang (balanced
transportation model) ketika penawaran total sama dengan permintaaan total
( ∑∑ ===
n
j jm
i i ba11
). Penawaran tidak selalu dapat dipastikan sama dengan
permintaan atau melebihinya dalam kenyataan, yang sering terjadi adalah
30
jumlah permintaan lebih besar dari jumlah penawaran. Jika hal itu terjadi
maka model persoalannya disebut sebagai model transportasi tak seimbang
(unbalanced transportation model), dan dalam penyelesaiannya metode
solusi transportasi membutuhkan sedikit modifikasi.
Pertidaksamaan (≤ ) kendala permintaan menunjukkan bahwa semua
unit yang tersedia akan dikirimkan. Namun, satu atau lebih kendala
permintaan tak akan terpenuhi. Keadaan ini dicerminkan dengan
menambahkan suatu baris dummy.
Pengaruhnya, suatu sumber khayalan telah ditambahkan hingga
menyeimbangkan penawaran dan permintaan. Sesungguhnya kotak dummy
ini adalah analog dengan variabel slack, yang nilai kontribusinya dalam
fungsi tujuan sama dengan nol.
Jika jumlah permintaan melebihi penawaran, maka dibuat suatu
sumber dummy yang akan menambah jumlah penawaran, yaitu sebanyak
∑∑ − ij ab . Sebaliknya, jika jumlah penawaran lebih besar daripada
jumlah permintaan. Maka dibuat suatu tujuan dummy untuk menyerap
kelebihan tersebut, yaitu sebanyak ∑∑ − ji ba .
Ongkos transportasi per unit ( ijC ) dari sumber dummy ke seluruh
tujuan adalah nol. Hal ini dapat dipahami karena pada kenyataannya dari
sumber dummy tidak terjadi pengiriman. Begitu pula dengan ongkos
transportasi per unit dari semua sumber ke tujuan dummy adalah nol.
Sumber ditulis dalam baris-baris dan tujuan dalam kolom-kolom.
Tabel tersebut mempunyai kotak bernilai m x n. Biaya transport per unit
( ijC ) dicatat pada kotak kecil di bagian atas setiap kotak. Permintaan dari
setiap tujuan terdapat pada baris paling bawah, sementara penawaran setiap
sumber dicatat pada kolom paling kanan. Kotak pojok kanan bawah
menunjukkan bahwa penawaran sama dengan permintaan (S=D). Variabel
ijX pada setiap kotak menunjukkan jumlah barang yang diangkut dari
sumber i ke tujuan j (yang akan dicari) (Mulyono, 2004).
31
2.7. Optimalisasi
Optimalisasi adalah serangkaian proses untuk mendapatkan gugus
kondisi yang diperlukan untuk mendapatkan hasil terbaik dalam situasi
tertentu. Optimalisasi dapat mengidentifikasikan penyelesaian terbaik suatu
masalah yang diarahkan pada tujuan maksimalisasi atau minimalisasi
melalui fungsi tujuan dengan pendekatan normatif (Nasendi dan Anwar
dalam Aditya, 2002).
Nilai atau keuntungan maksimum yang dihasilkan dari proses
produksi untuk meminimumkan biaya yang dikeluarkan dalam proses
produksi dengan memperhatikan kendala-kendala yang berada di luar
jangkauan pelaku kegiatan, merupakan tujuan dilakukannya optimalisasi.
Oleh karena itu, dalam upaya melaksanakan tujuan tersebut. Kegiatan
produksi berusaha untuk mengalokasikan sumber daya yang terbatas di
antara berbagai yang bersaing (Buffa dan Sarin dalam Yuni, 2000).
Riset operasi berusaha menentukan arah tindakan terbaik (optimum)
dari sebuah masalah pengambilan keputusan di bawah pembatasan sumber
daya yang terbatas. Dengan demikian riset operasi merupakan sebuah
teknik pemecahan masalah yang membantu proses optimalisasi.
2.8. Penelitian Terdahulu
Analisis tentang optimalisasi telah banyak dilakukan, di antaranya
pada beberapa kasus khusus seperti masalah transportasi dan distribusi.
Sukhawati (2001) dalam penelitiannya yang berjudul Optimalisasi Distribusi
Lada Putih dan Hitam Indonesia untuk Pasar Ekspor serta Daya Saingnya di
Pasar Internasional, berusaha mempelajari dan menganalisis distribusi
optimal lada putih dan hitam Indonesia untuk pasar ekspor dengan biaya
transportasi minimum, serta daya saingnya di pasar internasional. Analisis
data dilakukan secara kuantitatif untuk mengetahui jumlah optimal distribusi
lada dalam model transportasi pada program linier dan daya saing ekspor
lada Indonesia melalui elastisitas substitusi ekspor dan regresi sederhana,
serta secara kualitatif atau deskripif untuk mengetahui perkembangan luas
areal, produksi, konsumsi, volume dan nilai ekspor lada Indonesia.
32
Berdasarkan hasil optimal menunjukkan bahwa pendistribusian
ekspor lada putih dan hitam Indonesia dari Bangka dan Lampung ke-19
negara importir utama masih belum efisien dan dapat diperbaiki dengan cara
menekan atau meminimumkan biaya transportasi melalui optimalisasi
distribusi. Pola distribusi yang optimal diperoleh pada iterasi ke 11 dengan
nilai fungsi tujuan sebesar US$6.783.190 dan terdapat selisih total biaya
transportasi sebesar US$ 11.168 dari distribusi aktual.
Analisis daya saing ekspor lada Indonesia di pasar internasional
selama tahun 1986-1999 menunjukkan bahwa: (1) terhadap ekspor lada
Brazil bersifat substitusi di wilayah pasar Amerika, Eropa Barat dan Asia-
Afrika Pasifik, (2) terhadap ekspor lada India bersifat substitusi di keempat
wilayah pasar, (3) terhadap ekspor lada Malaysia bersifat substitusi di
wilayah pasar Amerika, Eropa Timur dan Asia-Afrika Pasifik, (4)terhadap
ekspor negara lain bersifat substitusi di wilayah pasar Eropa Barat, Eropa
Timur, dan Asia-Afrika Pasifik. Meskipun pada umumnya hasil analisis ini
tidak nyata atau tidak signifikan menurut uji statistik, berdasarkan tanda
koefisien elastisitas dapat dinyatakan bahwa perdagangan lada Indonesia
memiliki tingkat persaingan yang cukup tinggi di pasar internasional.
Penelitian Aditya (2002) menganalisis tingkat optimalisasi distribusi
teh botol sosro di PT Sasana Caraka Mekarjaya khususnya unit Cakung
Tugu. Penelitian dengan alat analisis LP ini, dapat diketahui bahwa
distribusi aktual yang dilakukan PT Sinar Sosro belum optimal dalam
menghemat biaya distribusi. Hal ini disebabkan distribusi pada tingkat
aktual berbeda dengan distribusi pada tingkat optimal. Pada tingkat optimal
terjadi penghematan biaya distribusi sebesar Rp 843.541,00 per tahun dari
anggaran perusahaan. Selain itu, hasil pengolahan LP untuk kasus
transportasi ini menunjukkan bahwa persentase pengiriman terbesar adalah
menuju Kranji. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh murahnya biaya
angkut per krat dari gudang ke dister yang terdapat di Kranji.
Barani (2002) meneliti optimasi distribusi beras dari daerah Sentra
Produksi ke Sub Dolog Tujuan di wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui jalur perencanaan pemasokan beras
33
dan jumlah optimum alokasi pemasokan beras dari daerah-daerah surplus
produksi ke Sub Dolog-Sub Dolog tujuan di Jawa Barat dan Jawa Tengah
yang menimbulkan total biaya angkutan adalah minimum. Metode yang
digunakan adalah Model Transportasi dan Model Goal Programming.
Penelitian ini menggunakan dua model untuk wilayah Jawa Barat maupun
wilayah Jawa Tengah. Model pertama adalah minimalisasi biaya distribusi
beras dari daerah surplus produksi ke lokasi gudang-gudang Sub Dolog
tanpa dibedakan letak geografisnya. Model kedua adalah minimalisasi biaya
angkutan beras dari daerah surplus produksi ke lokasi-lokasi gudang yang
dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan letak geografis yaitu wilayah
Utara dan wilayah Selatan. Daerah tujuan distribusi dalam model adalah
delapan wilayah kerja Sub Dolog untuk Jawa Barat dan enam wilayah kerja
Sub Dolog untuk Jawa Tengah.
Pada Model I dan Model II baik wilayah Jawa Barat maupun Jawa
Tengah dapat diketahui bahwa perencanaan distribusi beras dengan Model I
lebih efisien dibandingkan dengan Model II. Total biaya angkutan dengan
Model I untuk Jawa Barat sebesar Rp 21.006.276.000,00 dan untuk Jawa
Tengah sebesar Rp 21.252.109.321,88. Sedangkan total biaya angkutan
dengan Model II untuk Jawa Barat sebesar Rp 21.298.035.555,28 dan Jawa
Tengah sebesar Rp 21.343.860.421,88. Hal ini berarti perencanaan
distribusi beras dengan Model I untuk wilayah Jawa Barat akan lebih hemat
sebesar Rp 291.759.552,28 dan Jawa Tengah akan lebih hemat sebesar Rp
91.751.100,00 jika dibandingkan dengan menerapkan Model II.
Berdasarkan telaah pustaka, hingga saat ini belum pernah dilakukan
penelitian mengenai optimalisasi distribusi produk mi instan di IPB.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya pada beberapa
kasus, optimalisasi distribusi dapat dianalisis secara baik dengan
menggunakan pendekatan metode LP. LP adalah alat analisis kuantitatif
yang memiliki keunggulan dalam efisiensi penggunaan waktu, biaya, dan
perolehan informasi (Aprido, 2005). Model yang digunakan dalam
penelitian ini hampir sama dengan penelitian Aditya (2002), yaitu model
transportasi dengan metode stepping stone. Penelitian Sukhawati (2001)
34
selain model transportasi juga digunakan elastisitas substitusi ekspor dan
regresi sederhana. Metode yang digunakan pada penelitian Barani adalah
menggunakan Model Transportasi dan Model Goal Programming.
Kelebihan dari penelitian ini adalah pengkajian dilakukan terhadap
salah satu produk mi instan yang cukup populer di masyarakat, yaitu Sarimi.
Mi instan sebagai salah satu makanan yang saat ini umum digunakan
sebagai pengganti nasi memiliki daya tarik tersendiri untuk diteliti. Selain
itu, dalam penelitian ini digunakan banyak variabel yang memungkinkan
pemanfaatan sumber daya secara optimal. Penggunaan software LINDO
sangat memudahkan dalam pengolahan data, keluarannya sangat informatif
dan dapat sekaligus diperoleh analisis sensitivitasnya.
35
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
PT SIP merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam usaha
penyaluran (distribusi) barang-barang konsumsi. Secara umum, PT SIP
memiliki perkembangan yang cukup baik, terlihat dari pangsa pasarnya yang
sudah meliputi seluruh wilayah Jabodetabek.
Salah satu produk yang dijual oleh PT SIP adalah Sarimi. Omzet
penjualan Sarimi oleh PT SIP memang cukup besar. Upaya promosi yang
dilakukan oleh PT SIP tidak cukup untuk meyakinkan pelanggan untuk tetap
setia membeli Sarimi. Pelanggan harus diyakinkan agar produk yang
dibutuhkan, yaitu Sarimi, tersedia setiap saat dan mudah diperoleh di mana
saja dan untuk menjamin hal itu PT SIP perlu melakukan upaya distribusi
yang maksimal. Distribusi merupakan salah satu fungsi pemasaran selain
strategi produk, harga, dan promosi yang perlu ditetapkan secara tepat oleh
sebuah perusahaan. Melalui strategi distribusi yang baik, diharapkan saluran
pemasaran produk dan status kepemilikan dari produksi ke konsumen dapat
dilakukan sesuai dengan target yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Titik perhatian dalam penelitian ini difokuskan pada pengalokasian
distribusi yang dapat meminimalisasikan biaya distribusi yang dilakukan
oleh PT SIP Bogor. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 4.
36
Gambar 4. Kerangka pemikiran penelitian
Tujuan Perusahaan • Maksimalisasi keuntungan • Minimalisasi biaya
Alokasi Distribusi Optimal
Biaya Angkut
Jumlah Penawaran
Jumlah Permintaan
Pemodelan dengan LP
Dianalisa dengan metode Transportasi
Output: • Primal • Dual • Sensitivitas
Distribusi Aktual
Umpan Balik
Analisis Penyimpangan
1 2 3
37
3.2. Metode Penelitian
3.2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah di PT SIP yang merupakan
perusahaan distributor yang menjual berbagai macam barang
konsumsi. PT SIP berlokasi di Jl. Pangkalan II No. 42 Kp.
Tunggilis, Kedung Halang, Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan
secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan PT SIP adalah salah
satu perusahaan distributor yang cukup besar dan memiliki tingkat
perkembangan yang baik. Pengumpulan data dilaksanakan pada
bulan April-Juni 2006.
3.2.2. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan, wawancara
dengan staf terkait. Data sekunder diperoleh dari data perusahaan
meliputi kegiatan umum perusahaan (proses distribusi, jumlah
penawaran, jumlah permintaan, biaya transportasi dan distribusi),
berbagai studi kepustakaan seperti BPS (Badan Pusat Statistik),
Departemen Perdagangan dan literatur lainnya yang relevan dengan
penelitian ini.
3.3.3. Pengolahan Data dan Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kualitatif atau deskriptif untuk
mengidentifikasi sistem/pola pendistribusian Sarimi di PT SIP dan
perkembangannya, serta secara kuantitatif untuk mengetahui jumlah
optimal dan aktual distribusi Sarimi di wilayah Bogor dengan
menggunakan model transportasi pada program linier. Model ini
akan memberikan solusi alokasi barang optimal yang akan
meminimumkan biaya.
Fungsi tujuan dari model perencanaan ini adalah
meminimumkan total biaya angkut dari PT SIP ke toko-toko grosir
yang ada di 33 kecamatan di wilayah Bogor dan Depok, dengan
kendala-kendala sebagai berikut:
38
Fungsi Tujuan : Min ij
m
i
n
jij XCZ ∑∑
= =
=1 1
.......................................(5)
Fungsi Pembatas : i
m
iij aX =∑
=1
j
n
jij bX ≤∑
=1
,0≥ijX untuk semua i dan j ...........................(6)
Keterangan notasi:
ijC = Biaya angkut (Rp/karton) dari sumber pada tahun i ke tujuan j
ijX = Jumlah karton yang dikirimkan dari sumber pada tahun i ke tujuan j
ia = Jumlah penawaran yang tersedia di daerah sumber pada tahun i
jb = Jumlah permintaan (karton) di daerah permintaan tujuan j m = Jumlah daerah sumber n = Jumlah daerah tujuan i = Data tahunan j = Daerah tujuan
Hal pertama yang harus dilakukan dalam menyelesaikan
persoalan transportasi adalah mencari solusi awal. Beberapa metode
untuk mencari solusi layak dasar awal adalah :
a. Metode North-west Corner
Metode ini adalah yang paling sederhana di antara tiga metode
yang telah disebutkan untuk mencari solusi awal. Kenyataannya,
metode ini adalah yang paling tidak efisien, karena ia tidak
mempertimbangkan biaya transport per unit dalam membuat
alokasi. Akibatnya, mungkin diperlukan beberapa iterasi solusi
tambahan sebelum solusi optimum diperoleh.
b. Metode Least-Cost
Metode Least-Cost berusaha mencapai tujuan minimalisasi biaya
dengan alokasi sistematik kepada kotak-kotak sesuai dengan
besarnya biaya transport per unit. Pada umumnya, metode Least-
Cost akan memberikan solusi awal lebih baik (biaya lebih
39
rendah) dibanding metode North-West Corner, karena metode
Least-Cost menggunakan biaya per unit sebagai kriteria alokasi
sementara metode North-West tidak. Akibatnya, banyaknya
iterasi tambahan yang diperlukan untuk mencapai solusi
optimum lebih sedikit. Namun, dapat terjadi meskipun jarang, di
mana solusi awal yang sama atau lebih baik dicapai melalui
metode North-West Corner.
c. Metode Aproksimasi Vogel (VAM)
VAM selalu memberikan suatu solusi awal yang lebih baik
dibanding metode North-West Corner dan seringkali lebih baik
daripada metode Least-Cost. Kenyataannya, pada beberapa
kasus, solusi awal yang diperoleh melalui VAM akan menjadi
optimum. VAM melakukan alokasi dalam suatu cara yang akan
meminimumkan penalty (opportunity cost) dalam memilih kotak
yang salah untuk suatu alokasi.
Perbaikan untuk mencapai solusi optimum dilakukan setelah
solusi layak dasar awal diperoleh. Dua metode yang digunakan
untuk mencari solusi optimal di antaranya metode stepping stone dan
modified distribution.
Menurut Mulyono (2004), metode stepping stone merupakan
proses evaluasi variabel non basis yang memungkinkan terjadinya
perbaikan solusi dan kemudian mengalokasikan kembali. Pencarian
solusi optimum pada metode stepping stone dikenal dengan proses
jalur tertutup. Setiap kotak kosong menunjukkan suatu variabel
nonbasis. Bagi variabel nonbasis yang akan memasuki solusi, ia
harus memberi sumbangan dalam penurunan fungsi tujuan.
Beberapa hal penting yang perlu disebutkan dalam kaitannya
dengan penyusunan jalur stepping stone.
1. Arah yang diambil, baik searah maupun berlawanan arah dengan
jarum jam adalah tidak penting dalam membuat jalur tertutup.
2. Hanya ada satu jalur tertutup untuk setiap kotak kosong.
40
3. Jalur hanya harus mengikuti kotak terisi (di mana terjadi
perubahan arah), kecuali pada kotak kosong yang sedang
dievaluasi.
4. Namun, baik kotak terisi maupun kosong dapat dilewati dalam
penyusunan jalur tertutup
5. Suatu jalur dapat melintasi dirinya
6. Sebuah penambahan dan sebuah pengurangan yang sama besar
harus kelihatan pada setiap baris dan kolom pada jalur itu.
Tujuan dari jalur ini adalah untuk mempertahankan kendala
penawaran dan permintaan sambil dilakukan alokasi ulang barang ke
suatu kotak kosong.
Pembahasan dalam penelitian ini diantaranya meliputi tiga
analisis yaitu analisis primal, analisis dual, dan analisis sensitivitas.
Masalah program linier yang dikemukakan mula-mula disebut primal
dan dimulai dari suatu pemecahan dasar yang layak dan berlanjut
untuk berulang melalui pemecahan dasar yang layak berikutnya
sampai titik optimum dicapai. Solusi optimal untuk masalah primal
menunjukkan nilai dari variabel-variabel keputusan yang
memaksimumkan atau meminimumkan nilai dari fungsi tujuan.
Masalah primal selalu memiliki masalah tandingan yang
disebut dual. Solusi optimal untuk masalah dual cukup penting
karena solusi itu menyediakan ukuran marginal value dari sumber
daya primal yang disebut shadow prices/dual price. Shadow prices
menunjukkan jumlah perbaikan pada fungsi tujuan optimal bila nilai
sisi kanan kendala tujuan ditingkatkan sebesar satu satuan dengan
parameter-parameter lain konstan (Cook and Russel dalam Aditya,
2002).
Asumsi deterministik dalam model program linier
menyatakan bahwa semua parameter model ( jiji bCa ,, ) diketahui
konstan. Asumsi ini sulit sekali atau tidak sama sekali terjadi. Oleh
sebab itu, perlu dilakukan analisis pasca optimal yang disebut
analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas ditujukan untuk mengetahui
41
perubahan-perubahan solusi optimum sebagai responsi terhadap
perubahan parameter-parameter input.
Dua tipe dari analisa sensitivitas dasar adalah analisis Right
Hand Side (ruas sisi kanan) dan fungsi kendala dan analisis
perubahan koefisien dari fungsi tujuan. Tujuan dari analisis RHS
adalah menentukan berapa banyak nilai sisi kanan dari fungsi
kendala dapat ditingkatkan atau diturunkan tanpa mengubah nilai
shadow prices-nya dengan parameter kiri dipertahankan konstan.
Analisis perubahan koefisien fungsi tujuan terhadap solusi optimal
dengan parameter lain dipertahankan konstan (Cook and Russel
dalam Aditya, 2002).
Pengolahan data dilakukan dengan software LINDO (Linear
Interactive of Descrete Optimizer). LINDO merupakan salah satu
program komputer yang dapat membantu menemukan pemecahan
optimal dengan metode simpleks. Seperti juga pada pengerjaan
metode simpleks secara manual, LINDO terdiri atas input berupa
fungsi tujuan dan fungsi kendala, dan output berupa penyelesaian
optimal.
Input berupa fungsi tujuan dan beberapa fungsi kendala
dimasukkan ke dalam program. Setelah itu akan keluar penyelesaian
optimal yang terdiri dari beberapa bagian. Bagian pertama dari
penyelesaian optimal adalah tabel simpleks ke-0 sampai tabel
simpleks di mana telah ditemukan solusi optimalnya. Bagian kedua
adalah nilai penyelesaian optimal jika variabel-variabel optimal
dimasukkan ke dalam fungsi tujuan. Selanjutnya bagian ketiga
adalah nilai variabel dan kendala pada kondisi optimal.
Pada bagian ketiga terdapat istilah reduced cost yang
menunjukkan penurunan nilai koefisien fungsi tujuan yang harus
dilakukan agar variabel bernilai positif. Jadi selagi nilai variabel
keputusan positif, nilai reduced cost akan selalu nol dan baru akan
bernilai positif bila variabel keputusan bernilai kurang dari nol.
42
Istilah slack or surplus adalah untuk menandai sisa atau
kelebihan kapasitas yang akan terjadi pada nilai variabel optimal
yang ditunjukkan oleh kolom variabel. Apabila nilai slack or surplus
nol berarti seluruh kapasitas pada kendala dipergunakan semua, yang
berarti kendala tersebut menentukan terbentuknya nilai variabel
optimal atau disebut juga kendala aktif.
Istilah dual price menunjukkan besarnya kenaikan nilai
tujuan sebagai akibat dari kenaikan satu unit kapasitas kendala aktif.
Perubahan (kenaikan/penurunan) kapasitas kendala agar nilai dual
price-nya tidak berubah dapat dilihat pada bagian terakhir yaitu
Right Hand Side Ranges. Pada bagian ini terdapat istilah allowable
increase dan allowable decrease yaitu nilai interval kenaikan dan
penurunan yang diizinkan. Bagian sebelumnya adalah objective
coeficient ranges yang menunjukkan interval kenaikan atau
penurunan nilai koefisien fungsi tujuan agar nilai optimal variabel
keputusan tidak berubah.
43
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum dan Perkembangan Perusahaan
PT SIP adalah suatu perusahaan Perseroan Terbatas yang bergerak
dalam bidang distribusi produk food dan non food. Perusahaan yang
berlokasi di Jl. Pangkalan II No. 42 Kp. Tunggilis, Kedung Halang, Bogor
ini berdiri pada tahun 1991, didirikan atas dasar motivasi yang tinggi untuk
ikut berperan serta dalam perekonomian Indonesia. Selain itu, perusahaan
ini didirikan karena memandang pentingnya suatu badan usaha yang
bergerak dalam penyaluran barang dari produsen ke konsumen dengan
memenuhi semua tingkat kepuasan yang diterima konsumen, efisiensi, dan
peningkatan penjualan. Saat ini, PT SIP telah berkembang dan mempunyai
beberapa cabang di wilayah Jabodetabek, dan memiliki gudang di beberapa
daerah yaitu Bogor, Tangerang, Serang, Bekasi, Karawang dan Sukabumi.
Perusahaan ini pun telah memiliki tenaga-tenaga ahli yang terlatih dan
berpengalaman yang mampu mengikuti inovasi dan gerak dinamis yang
cepat. Staf administrasi telah dilengkapi dengan sistem komputer (Local
Area Network), sehingga dapat memperlancar kegiatan operasional sehari-
hari. Perusahaan ini juga telah mempunyai armada pengiriman yang cukup
banyak untuk menunjang program 1 x 24 jam delivery service. Untuk itu,
perusahaan telah menyediakan lebih dari 70 unit kendaraan dengan berbagai
macam ukuran seperti L300, Mitsubishi/single dan Mitsubishi/double.
Era persaingan bisnis yang semakin ketat, membuat PT SIP selalu
berusaha untuk memberikan yang terbaik sesuai dengan standar distribusi
yang berlaku. Modal perilaku yang baik dan modal kejujuran merupakan
prioritas dalam menjalin hubungan kerja, baik dengan produsen maupun
dengan konsumen.
4.2. Bidang Usaha Perusahaan
PT SIP bergerak dalam jasa distribusi berbagai macam produk dari
produsen-produsen yang telah bekerja sama dengan PT SIP kepada
pedagang-pedagang besar yang ada di wilayah Jabodetabek, untuk kemudian
disalurkan lagi kepada pengecer-pengecer dan konsumen akhir. Dalam
44
proses pendistribusian produk-produk tersebut, PT SIP selalu
mengutamakan kualitas dengan cara memberikan pelayanan secara
profesional baik untuk pihak produsen maupun customer sesuai dengan
moto “Kepuasan Pelanggan”.
Perusahaan ini sangat memperhatikan tingkat kepuasan konsumen,
efisiensi dan peningkatan penjualan, karena yang paling penting pada
perusahaan distribusi adalah pelayanan kebutuhan konsumen sehingga
konsumen merasa puas dan percaya, sedang pada sisi lain efisiensi dan
peningkatan penjualan yang menjadi tujuan utama supplier dapat tercapai,
dengan demikian supplier-supplier akan mendapatkan laba sesuai yang
diinginkan.
Adapun supplier-supplier yang telah menggabungkan diri dan
mempercayakan proses penyaluran barangnya pada PT SIP adalah sebagai
berikut:
1) PT Bali Maya Permai, yang mempercayakan penyaluran produk sarden
dengan merek Botan dan Three Star.
2) PT Citra Usaha Lamindo, yang mempercayakan penyaluran produk
popok bayi dengan merek Huggies Dry.
3) PT Danone Dairy Indonesia, yang mempercayakan penyaluran produk
minuman dengan merek Milkuat.
4) PT Dunia Bintang Walet, yang mempercayakan penyaluran produk
agar-agar dengan merek Walet.
5) PT Dwi Satrya Utama, yang mempercayakan penyaluran produk korek
api dengan merek Bintang.
6) PT Ekamas Sarijaya, yang mempercayakan penyaluran berbagai
macam produk jelly.
7) PT Frisian Flag Indonesia, yang mempercayakan penyaluran produk
susu seperti susu kental manis kemasan kaleng dan sachet, susu bubuk,
dan susu steril.
8) PT Gizindo Prima Nusantara, yang mempercayakan penyaluran
produk makanan bayi dengan merek Sun.
45
9) PT Graha Kerindo Utama, yang mempercayakan penyaluran produk
tissue dengan merek Tessa.
10) PT Gunanusa Eramandiri, yang mempercayakan penyaluran produk
kacang kupas.
11) PT ISM, yang mempercayakan penyaluran produk mi instan dengan
merek Sarimi.
12) PT Johnson&Johnson Indonesia, yang mempercayakan penyaluran
berbagai macam produk perawatan bayi dengan merek
Johnson&Johnson.
13) Kaldu Sari Nabati Indonesia, yang mempercayakan penyaluran produk
snack dan wafer dengan merek Nabati.
14) PT Kara Santan Pertama, yang mempercayakan penyaluran produk
santan instan kemasan dengan merek Kara.
15) PT Maya Muncar, yang mempercayakan penyaluran produk sarden
dengan merek Maya.
16) National Panasonic Gobel, yang mempercayakan penyaluran produk
batu baterai dengan merek National.
17) PT Nirwana Lestari, yang mempercayakan penyaluran berbagai
macam produk seperti Silverqueen, Ceres, dan Top.
18) Nestle Indofood Citarasa Indonesia, yang mempercayakan penyaluran
produk kecap, sambal dan bumbu instan.
19) PT Perfetti Vanmele Indonesia, yang mempercayakan penyaluran
produk permen dengan merek Mentos, Fruitella, dan Marbels.
20) PT Sari Agrotama Persada, yang mempercayakan penyaluran produk
minyak goreng kemasan dengan merek Sania dan Fortune.
21) CV Sepeda Balap, yang mempercayakan penyaluran produk the
dengan merek Sepeda Balap.
22) PT Sentosa Karya Gemilang, yang mempercayakan penyaluran produk
larutan Cap Kaki Tiga.
23) PT Smaxindo Multirasa, yang mempercayakan penyaluran produk
makanan ringan (snack).
46
24) PT Utama Pangan Sentosa, yang mempercayakan penyaluran produk
permen dengan merek Candico.
25) PT Ulam Tiba Halim, yang mempercayakan penyaluran produk
minuman serbuk dengan merek Marimas dan Mariteh.
Khusus untuk penelitian ini, penulis hanya membahas mengenai
produk Sarimi yang diproduksi oleh PT ISM. PT SIP dipercaya oleh PT
ISM sejak awal berdirinya tahun 1991, untuk menyalurkan produknya yaitu
Sarimi khusus di wilayah Bogor (meliputi kota dan kabupaten) dan Depok.
4.3. Struktur Organisasi
Boone dan Kurtz dalam Swastha (2002) menyatakan bahwa
organisasi adalah suatu proses tersusun yang orang-orangnya berinteraksi
untuk mencapai tujuan. Manajer harus menyusun struktur organisasi formal
yang orang-orang serta sumber-sumber fisiknya dipersiapkan dengan baik
untuk melaksanakan rencana dan mencapai tujuan keseluruhan.
Pengorganisasian ini dimaksudkan untuk mengatur semua tingkat aktivitas
sesuai dengan lingkungan dan jenis pekerjaan, sekaligus untuk
menempatkan personel yang cocok dalam melaksanakan pekerjaan tersebut.
PT SIP merupakan perusahaan yang menggunakan struktur organisasi
fungsional. Secara lebih jelas, struktur organisasi dapat dilihat pada
Lampiran 2.
4.4. Sistem Distribusi yang Dilakukan PT SIP
PT SIP sebagai perusahaan distributor yang cukup besar, yang
menguasai pasar di seluruh Jabodetabek, memiliki tugas dalam memasarkan
dan menyalurkan barang dari produsen kepada konsumen. Agar barang
tersebut mudah dijangkau dalam keadaan dan waktu yang tepat serta
memiliki ketersediaan yang mencukupi, maka diperlukan adanya sistem
distribusi yang tepat agar proses penyaluran barang kepada konsumen dapat
berjalan seoptimal mungkin.
Masalah pengiriman barang bagi setiap perusahaan memang
merupakan suatu masalah yang penting. Oleh karena itu, PT SIP berusaha
selalu menyalurkan barang dengan sebaik mungkin agar diperoleh hasil
yang efektif dan efisien. Cakupan pasar PT SIP yaitu sampai ke pelosok-
47
pelosok daerah di wilayah Bogor dan Depok, dengan cakupan pasar tersebut
maka PT SIP harus dapat mengontrol persediaan stok barang dan mengisi
produk-produknya yang ada baik itu di supermarket, toko-toko grosir, retail
dan lain-lain agar jangan sampai kosong. Untuk itu, diperlukan suatu sistem
distribusi yang terkoordinasi dengan baik.
Salah satu produk yang dipasarkan PT SIP adalah Sarimi, salah satu
produk mi instan yang diproduksi oleh PT ISM. PT SIP memperoleh
pasokan Sarimi langsung dari pabrik Indofood yang ada di Cibitung. Dalam
memasarkan dan menyalurkan produk Sarimi, PT SIP membagi wilayah
pemasarannya berdasarkan kecamatan-kecamatan yang ada di wilayah
Bogor (meliputi kota dan kabupaten) dan Depok. Selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 5. Luasnya wilayah pemasaran tidak terlalu menjadi
hambatan dalam proses pendistribusian Sarimi, karena setiap dua atau tiga
kecamatan ditangani oleh satu orang salesman sesua kebutuhan tiap
kecamatan.
Setiap kecamatan tersebut dipilih beberapa outlet yang akan
meneruskan proses pemasaran dan penyaluran Sarimi kepada pengecer-
pengecer kecil dan konsumen akhir. Bentuk dan tipe outlet-outlet yang
dipilih PT SIP antara lain :
1. Grosir dalam pasar
2. Grosir pinggir jalan/perumahan
3. Retail dalam pasar
4. Retail pinggir jalan
5. Special outlet 1, kategori outlet dengan peringkat 50 besar berdasarkan
jumlah pengambilan.
6. Special outlet 2, kategori outlet dengan peringkat 51-100 besar
berdasarkan jumlah pengambilan.
7. Horeka, yaitu hotel, restoran, dan kantor.
8. Koperasi, meliputi koperasi perusahaan, koperasi instansi pemerintah.
9. Mini market.
10. Super market.
11. Hypermarket
48
Keberadaan outlet-outlet ini sangat penting bagi perusahaan sebagai
perantara penyaluran produk Sarimi dari PT SIP kepada para konsumen
akhir. Oleh karena itu, kepuasan dari masing-masing outlet harus benar-
benar diperhatikan.
Tabel 5. Daerah pemasaran Sarimi PT SIP di wilayah Bogor dan Depok No. Kecamatan No. Kecamatan
1. Beji 18. Ciomas
2. Bogor Barat 19. Cisarua
3. Bogor Selatan 20. Citeureup
4. Bogor Tengah 21. Dramaga
5. Bogor Timur 22. Gunung Putri
6. Bogor Utara 23. Jasinga
7. Bojong Gede 24. Jonggol
8. Caringin 25. Kemang
9. Cariu 26. Leuwiliang
10. Ciampea 27. Mega Mendung
11. Ciawi 28. Pancoran Mas
12. Cibinong 29. Parung
13. Cibungbulang 30. Sawangan
14. Cigudeg 31. Sukaraja
15. Cijeruk 32. Sukmajaya
16. Cileungsi 33. Tanah Sareal
17. Cimanggis
Sumber : PT SIP
Sistem distribusi yang dilakukan oleh PT SIP adalah sistem distribusi
intensif, yaitu dengan menyediakan barang sebanyak mungkin di tempat
penjualan karena pada umumnya pasar yang dilayani sangat luas. Sistem
distribusi intensif ini biasanya digunakan untuk memasarkan barang-barang
kebutuhan sehari-hari, agar konsumen dapat memperoleh barang tersebut
dengan cepat dan mudah bila memerlukan.
Ciri-ciri barang yang disalurkan melalui distribusi intensif antara
lain: permintaan yang luas, pembelian lebih sering dalam jumlah kecil, tidak
perlu pengetahuan teknis untuk menjual, harganya relatif rendah dan hampir
tidak memerlukan pelayanan purna jual dan fasilitas reparasi serta
persediaan onderdil. Oleh sebab itu, PT SIP sebagai distributor Sarimi
49
menggunakan sistem distribusi intensif. Hal ini menunjukkan bahwa
perusahaan harus banyak menggunakan penyalur (outlet-outlet) untuk
mendekati dan mencapai konsumen akhir, penyebarannya harus merata dan
tersebar luas agar penjualannya dapat mencapai target yang diinginkan.
Setelah salesman melakukan perundingan dengan pemilik outlet
yaitu dengan melakukan penawaran mengenai produk-produk, harga dan
promosi yang sedang dijalankan, maka outlet tersebut akan melakukan
permintaan dan pemesanan. Selain melalui salesman yang bertugas,
pemesanan dapat juga dilakukan melalui telepon atau faksimile ke kantor PT
SIP.
Pelayanan pengiriman yang diberikan PT SIP kepada outletnya
mengenai kapan barang akan dikirim, biasanya sehari setelah adanya order
(permintaan), dengan demikian pelayanan yang cepat akan menambah
kepercayaan dan kepuasan outlet tersebut. PT SIP telah menyediakan 10
kendaraan yang terdiri dari truk engkel dan double untuk memenuhi
permintaan Sarimi di wilayah Bogor dan Depok ini. Tujuh diantaranya
merupakan kendaraan yang digunakan secara tetap dalam melakukan
pengiriman sesuai dengan rute salesman. Sedangkan tiga lainnya digunakan
untuk menangani order by phone, yang mungkin terjadi sewaktu-waktu.
Jangka waktu pembayaran barang oleh konsumen yaitu dari
diterimanya order lalu dibuatkan faktur pengiriman dan selanjutnya sampai
ke tangan konsumen. PT SIP memberi kelonggaran pembayaran dua
minggu setelah barang diterima konsumen. Pembayaran ini dapat dilakukan
melalui kolektor atau melalui bank. Pembayaran melalui kolektor dilakukan
oleh salesman secara langsung pada waktu kunjungan outlet, sedangkan
pembayaran melalui bank dilakukan dengan menggunakan bilyet giro.
Sarimi sebagai barang konsumsi tentunya memiliki masa berlaku
sampai kapan produk tersebut layak dikonsumsi (kadaluarsa). Selain itu,
produk yang sudah berada di outlet kadangkala mengalami kerusakan. Oleh
karenanya, PT SIP memberikan jaminan terhadap toko dengan menanggung
penggantian produk yang sudah kadaluarsa atau rusak dengan produk yang
baru. Produk yang sampai ke tangan konsumen harus diusahakan berada
50
dalam kondisi yang bagus, sehingga konsumen dapat memiliki barang
tersebut dalam keadaaan yang bagus.
Untuk mengurangi dan menghindari resiko yang menjadi hambatan
dalam manajemen saluran, seperti pemilik toko yang kabur beserta barang-
barangnya atau giro kosong yang diterbitkan oleh outlet, maka PT SIP perlu
untuk mengidentifikasi resiko-resiko yang mungkin terjadi agar dapat
mengambil keputusan dengan tepat. Hambatan yang seringkali terjadi
adalah jauhnya rute yang harus dilalui salesman yang menyebabkan
salesman tersebut terlambat menyerahkan daftar pesanan dari pelanggan
kepada bagian pengiriman. Akibatnya pengiriman menjadi terlambat. Untuk
mengatasi hal ini perusahaan sangat menyarankan kepada pelanggan agar
melakukan order by phone.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan pihak PT SIP, masih
terdapat inefisiensi dalam proses distribusi Sarimi yang dilakukan selama
ini. Salah satunya adalah besarnya pengeluaran biaya distribusi yaitu
sebesar 0,6%-0,9% dari total pengeluaran perusahaan. Hal ini disebabkan
oleh beberapa hal diantaranya adalah:
1. Pungutan ilegal
2. Pengiriman yang tidak jadi karena outlet tutup, padahal biaya sudah
terlanjur dikeluarkan.
3. Order yang hanya separuh dari kapasitas mobil, padahal biaya yang
dikeluarkan penuh.
Nilai 0,6%-0,9% masih belum memenuhi standar perusahaan sebesar
0,5% dari total pengeluaran perusahaan. Tapi pihak PT SIP yakin bahwa
jumlah tersebut masih bisa dikurangi, salah satunya dengan memadatkan
kapasitas mobil untuk pengiriman.
Pembiayaan dalam penanganan dan pengiriman barang dari gudang
supplier (PT ISM) sampai ke gudang distributor (PT SIP) sepenuhnya
ditanggung oleh pihak supplier. Sedangkan biaya penyaluran barang dari
gudang distributor sampai ke konsumen ditanggung oleh pihak distributor.
Selanjutnya pola saluran distribusi yang digunakan dalam
memasarkan produk Sarimi dapat dilihat pada Gambar 5.
51
Gambar 5. Pola saluran distribusi Sarimi
Secara umum pola saluran distribusi yang digunakan oleh PT SIP
dapat juga dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan gambar tersebut, dapat
diuraikan saluran distribusi PT SIP adalah sebagai berikut.
Gambar 6. Saluran distribusi PT SIP
1. PT ISM–PT SIP–Modern Market–Konsumen
Pada saluran distribusi ini, PT ISM mempercayakan penyaluran produk
Sarimi pada PT SIP khususnya untuk wilayah Bogor. Di sini PT SIP
menekankan saluran pada modern market seperti mini market dan super
market, kemudian ke konsumen. Pola ini bertujuan untuk menjangkau
konsumen kaum urban dan efisiensi. Pasar yang dikuasai oleh PT SIP
berdasarkan pola ini sebesar 2%.
2. PT ISM–PT SIP–Traditional Market–Pengecer – Konsumen
Pada saluran ini, PT SIP sebagai distributor yang menangani pemasaran
produk Sarimi di wilayah Bogor, menyalurkan produk ke traditional
Produsen Agen Pedagang Besar
Pengecer Konsumen Akhir
Produsen Agen Pengecer Konsumen Akhir
PT ISM
PT SIP
MODERN MARKET
TRADITIONAL MARKET
INSTITUSI
PENGECER
KONSUMEN
52
market seperti toko-toko grosir yang ada di dalam pasar atau yang ada di
pinggir jalan/perumahan, kemudian dilanjutkan ke pengecer sebagai
saluran distribusi terdekat ke konsumen akhir sehingga konsumen akhir
bisa mendapatkan produk Sarimi. Saluran ini bertujuan untuk
menjangkau konsumen kelas menengah ke bawah dan pemerataan
distribusi sampai ke pelosok-pelosok daerah yang ada di wilayah Bogor.
Pasar yang dikuasai oleh PT SIP dari pola ini sebesar 95%.
3. PT ISM–PT SIP–Institusi
Pada saluran distribusi ini, PT SIP menekankan penyaluran produk ke
institusi-institusi yang sekaligus menjadi konsumen akhir seperti hotel,
restoran dan kantor (horeka) serta koperasi-koperasi perusahaan.
Saluran ini bertujuan untuk menjangkau konsumen yang tidak memiliki
waktu banyak dalam melaksanakan aktivitas belanja, serta untuk
meningkatkan penjualan karena permintaan pesanan pada konsumen
horeka ini lumayan tinggi meski hanya terjadi sebulan sekali. Pasar
yang dikuasai oleh PT SIP berdasarkan pola ini adalah sebesar 3%.
4.5. Analisis Alokasi Distribusi Sarimi di PT SIP Bogor
Hasil optimal yang telah diperoleh dalam meminimalisasi biaya
setiap bulan, maka PT SIP melakukan pendistribusian produk ke tiap
kecamatan yang ada di wilayah Bogor dan Depok. Perincian kecamatan-
kecamatan yang menjadi tujuan distribusi dan variabel yang mewakili dapat
dilihat pada Lampiran 6.
Minimalisasi biaya pengalokasian produk ke kecamatan-kecamatan
tersebut dilakukan dengan pertimbangan biaya angkut per karton, jumlah
permintaan masing-masing kecamatan, permintaan total per bulan dan
penawaran per bulan. Satu karton Sarimi berarti satu dus Sarimi yang berisi
40 bungkus. Semua data ini diolah dengan menggunakan LP. Biaya angkut
merupakan hasil bagi antara biaya distribusi selama satu tahun dengan
jumlah penjualan di daerah tujuan pada semester awal tahun 2006 (Januari-
Juni). Biaya distribusi disini terdiri dari fixed cost dan variable cost.
Variable cost berpengaruh lebih besar terhadap biaya angkut per karton.
53
Misalnya kita ambil contoh biaya angkut per karton Sarimi untuk wilayah
Beji adalah sebesar Rp 713, seperti disajikan dalam Tabel 6.
Tabel 6. Struktur biaya angkut per karton berdasarkan tujuan No. Komponen Lokasi Jumlah
1. a. Biaya Distribusi (Rp) Beji 432900 2. b. Jumlah Penjualan (Karton) Beji 607 Biaya Angkut (Rp) (a/b) 713,18
Dari hasil pengolahan LP terlihat bahwa biaya angkut per karton
terbesar adalah pada pengiriman menuju Cimanggis yaitu sebesar Rp. 1204.
Maka yang sebaiknya dilakukan adalah melakukan prioritas pendistribusian
dimulai dari kecamatan yang memiliki biaya angkut per karton paling
rendah kemudian ke kecamatan yang memiliki biaya angkut per karton
paling tinggi.
4.5.1. Analisis Primal
Berdasarkan hasil olahan optimal dengan menggunakan
software LINDO, diperoleh jumlah distribusi optimal yang dapat
meminimalisasi biaya distribusi berdasarkan data penjualan dan
permintaan pada semester awal tahun 2006.
Biaya distribusi minimum yang dapat dicapai pada kondisi
optimal adalah sebesar Rp 141.005.500,00. Selain itu, pada bagian
ini ditampilkan hasil olahan optimal setelah dilakukan penghitungan
pada biaya distribusi. Variable adalah variabel keputusan yaitu X11,
X12, X13, ..., X133 (jumlah distribusi Sarimi dari sumber 1 (PT SIP) ke
tujuan 1, 2, 3, ..., 33 yaitu kecamatan-kecamatan yang ada di wilayah
Bogor dan Depok). Value adalah nilai optimal untuk masing-masing
variabel keputusan. Nilai optimal untuk masing-masing variabel
keputusan dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 7 (dalam satuan
karton). Reduced Cost adalah besarnya penurunan koefisien fungsi
tujuan agar apabila variabel yang bernilai nol (berarti tidak masuk
dalam solusi) dipaksa untuk positif (berarti masuk dalam solusi).
Jika value variabel bernilai positif nilai reduced cost pasti akan sama
dengan nol, tetapi jika value variabel bernilai nol baru reduced cost
akan positif. Nilai reduced cost menunjukkan apabila suatu variabel
54
yang memiliki nilai reduced cost dipaksakan menjadi satu atau setiap
penambahan variabel tersebut sebesar 1 satuan maka akan
menambah nilai fungsi tujuannya sebesar nilai reduced cost-nya.
Tabel 7. Analisis primal terhadap biaya distribusi No. Variabel Kecamatan Value Reduced Cost 1. X11 Beji 0 559 2. X12 Bogor Barat 7757 0 3. X13 Bogor Selatan 48556 0 4. X14 Bogor Tengah 356787 0 5. X15 Bogor Timur 9481 0 6. X16 Bogor Utara 379642 0 7. X17 Bojong Gede 10232 0 8. X18 Caringin 0 296 9. X19 Cariu 0 496
10. X110 Ciampea 32454 0 11. X111 Ciawi 11742 0 12. X112 Cibinong 0 6 13. X113 Cigudeg 0 28 14. X114 Cijeruk 0 214 15. X115 Cileungsi 0 23 16. X116 Cimanggis 0 1050 17. X117 Ciomas 0 602 18. X118 Cisarua 0 184 19. X119 Citeureup 66786 0 20. X120 Dramaga 0 82 21. X121 Gunung Putri 0 131 22. X122 Jasinga 37205 0 23. X123 Jonggol 0 16 24. X124 Kemang 32963 0 25. X125 Leuwiliang 93649 0 26. X126 Mega Mendung 0 426 27. X127 Pancoran Mas 17674 0 28. X128 Parung 15630 0 29. X129 Sawangan 17189 0 30. X130 Sukaraja 43125 0 31. X131 Sukmajaya 0 187 32. X132 Tanah Sareal 0 505
Hasil analisis pada Tabel 7 menunjukkan bahwa terdapat 16
variabel yang memiliki nilai optimal positif dan 16 variabel yang
memiliki nilai optimal nol. Beberapa hasil yang didapat adalah X11=
0 (distribusi di Beji), X12= 7757 (distribusi di Bogor Barat), X13=
48556 (distribusi di Bogor Selatan). Pengiriman produk sebaiknya
tidak dilakukan ke kecamatan-kecamatan yang memiliki nilai
optimal nol, karena bila dilaksanakan maka akan meningkatkan
biaya distribusi yang harus dikeluarkan perusahaan. Seluruh
kecamatan yang nilai optimalnya nol tersebut memiliki nilai reduced
55
cost. Variabel yang memiliki nilai reduced cost terbesar yaitu
variabel X116 sebesar 1050, artinya jika PT SIP tetap memaksakan
untuk melakukan pengiriman, maka biaya distribusi akan bertambah
sebesar Rp 1050 per karton. Apabila perusahaan terpaksa harus
melakukan pengiriman, sebaiknya ditunggu sampai persediaan
Sarimi di kecamatan tersebut habis dengan memprioritaskan variabel
(kecamatan) yang memiliki nilai reduced cost terkecil sampai dengan
yang terbesar.
4.5.2. Analisis Dual
Besarnya penggunaan input-input atau kapasitas dapat
diketahui dari nilai slack or surplus dan nilai dual prices/shadow
prices-nya. Jika nilai slack or surplus tersebut sama dengan nol
berarti kapasitas tersebut habis terpakai (langka). Sebaliknya jika
nilai slack-nya tidak sama dengan nol berarti input-input tersebut
dalam jumlah berlebih. Angka slack menunjukkan jumlah kelebihan
(surplus).
Nilai dual dari suatu input yang langka atau pembatas
merupakan shadow prices dari input-input tersebut. Setiap
perubahan satu unit ketersediaan akan menyebabkan perubahan dari
nilai fungsi tujuan sebesar shadow prices-nya. Dari shadow prices
ini akan diketahui input-input yang menjadi kendala utama dalam
mencapai hasil yang optimal yaitu kendala yang memiliki shadow
prices terbesar.
Nilai shadow prices menunjukkan besarnya pengurangan
pada biaya distribusi yang akan diberikan jika ketersediaan sumber
daya tersebut ditambah sebesar satu satuan. Dalam kasus ini, jika
nilai shadow prices-nya negatif, maka setiap kenaikan sebanyak satu
karton akan menambah biaya distribusi yang dilakukan oleh PT SIP.
Tabel 8 menunjukkan nilai slack or surplus untuk kendala
penjualan sama dengan nol, artinya kapasitas penawaran yang ada
habis terjual, tidak ada lagi sisa. Nilai shadow prices menunjukkan
jika jumlah penjualan Sarimi di PT SIP ditambah sebesar satu unit
56
(satu karton) maka akan menambah biaya distribusi sebesar Rp
150,00.
Tabel 8. Analisis dual terhadap penjualan Sarimi No. Baris Slack or Surplus Dual Prices 1. 2 0 -154 2. 3 698 0 3. 4 0 54 4. 5 0 23 5. 6 8002 0 6. 7 0 4 7. 8 0 39 8. 9 0 55 9. 10 3551 0 10. 11 5786 0 11. 12 0 116 12. 13 0 66 13. 14 38690 0 14. 15 17178 0 15. 16 3810 0 16. 17 62347 0 17. 18 722 0 18. 19 1255 0 19. 20 4633 0 20. 21 0 23 21. 22 4263 0 22. 23 9577 0 23. 24 0 6 24. 25 39666 0 25. 26 0 32 26. 27 0 71 27. 28 1408 0 28. 29 0 68 29. 30 0 72 30. 31 0 82 31. 32 0 143 32. 33 2191 0 33. 34 671 0
Begitu juga dengan kendala permintaan untuk wilayah Beji,
Bogor Tengah, Caringin, Cariu, Cibinong, Cigudeg, Cijeruk,
Cileungsi, Cimanggis, Ciomas, Cisarua, Dramaga, Gunung Putri,
Jonggol, Mega Mendung, Sukmajaya dan Tanah Sareal
menunjukkan nilai slack or surplus positif dan nilai shadow prices
nol. Misalnya untuk kecamatan Beji, memiliki nilai slack or surplus
698, artinya perusahaan belum mampu melakukan pengiriman sesuai
dengan permintaan maksimum, karena masih ada kelebihan kapasitas
permintaan sebesar 698 karton.
57
Kendala permintaan di wilayah Bogor Barat, Bogor Selatan,
Bogor Timur, Bogor Utara, Bojong Gede, Ciampea, Ciawi,
Citeureup, Jasinga, Kemang, Leuwiliang, Pancoran Mas, Parung,
Sawangan dan Sukaraja memiliki nilai slack or surplus positif dan
nilai shadow prices nol . Misalnya untuk kecamatan Bogor Barat,
memiliki nilai slack or surplus nol dan nilai shadow prices 54. Nilai
ini menunjukkan jika terjadi peningkatan permintaan sebanyak satu
karton, maka biaya distribusi yang dikeluarkan perusahaan akan
berkurang sebesar Rp 54.
Adanya nilai shadow prices dapat digunakan sebagai
pertimbangan bagi perusahaan untuk menambah jumlah permintaan
yang sebaiknya diikuti juga dengan peningkatan pasokan. Hal ini
akan membantu perusahaan dalam mengurangi biaya distribusi yang
dikeluarkan.
4.5.3. Analisis Sensitivitas
Kondisi optimal dapat mengalami perubahan sebagai akibat
dari adanya perubahan nilai-nilai yang terdapat dalam model yang
digunakan. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan terhadap
nilai ruas kanan kendala, perubahan terhadap koefisien input-output
kendala, maupun perubahan terhadap koefisien fungsi tujuan. Untuk
dapat mengetahui pengaruh dari perubahan tersebut terhadap
kondisis optimal maka dilakukan analisis sensitivitas yang
menghasilkan selang kepekaan.
Analisis sensitivitas yang terdapat dalam program LINDO
yang digunakan dalam penelitian ini terbagi dalam dua bagian.
Bagian pertama memuat analisis sensitivitas nilai-nilai koefisien
fungsi tujuan (Objective Coefficient Ranges), sedangkan pada bagian
kedua memuat analisis sensitivitas nilai ruas kanan kendala-kendala
(Righthand Side Ranges).
Analisis sensitivitas bagian pertama menjelaskan interval
perubahan nilai-nilai koefisien fungsi tujuan yang diizinkan agar
nilai optimal variabel keputusan tidak berubah. Besarnya perubahan
58
minimalisasi biaya per unit yang diizinkan dapat dilihat pada kolom
allowable increase dan pada kolom allowable decrease. Kolom
allowable decrease menunjukkan batas maksimum penurunan yang
diperbolehkan atau diizinkan terhadap nilai-nilai koefisien fungsi
tujuan agar nilai optimal variabel-variabel keputusan tidak berubah.
Sedangkan pada kolom allowable increase menunjukkan batas
maksimum yang diperbolehkan atau diizinkan agar nilai optimal
variabel-variabel keputusan tidak berubah.
Analisis sensitivitas bagian pertama dalam model penelitian
ini yaitu menganalisis terhadap perubahan biaya angkut per karton
dari PT SIP ke tiap-tiap kecamatan yang ada di wilayah Bogor dan
Depok. Koefisien fungsi tujuan pada model adalah biaya angkut
setiap pengiriman satu karton Sarimi. Dari hasil analisis sensitivitas
terhadap koefisien fungsi tujuan dari model minimalisasi biaya
distribusi di PT SIP, terdapat beberapa variabel yang tidak memiliki
batas kenaikan atau penurunan nilai koefisien. Kenaikan atau
penurunan tanpa batas ini disebut infinity. Hasil olahan optimal
analisis sensitivitas terhadap koefisien fungsi tujuan dapat dilihat
pada Tabel 9.
Variabel X11 yaitu pengiriman ke kecamatan Beji,
mempunyai batas maksimum kenaikan yang tidak terbatas (infinity),
sedangkan penurunan minimum yang diizinkan adalah sebesar 559.
Hal ini berarti biaya distribusi yang dikeluarkan perusahaan dari
kegiatan pengiriman Sarimi ke kecamatan Beji dapat meningkat tak
terbatas dan dapat turun hingga Rp 154 agar keputusan mengirim
barang tidak berubah.
Variabel X12 yaitu pengiriman ke Bogor Barat mempunyai
batas maksimum kenaikan sebesar 54 dan batas penurunan minimum
yang diizinkan adalah tak terbatas. Hal ini berarti berarti biaya
distribusi yang dikeluarkan perusahaan dari kegiatan pengiriman
Sarimi ke kecamatan Beji dapat meningkat tak terbatas dan dapat
turun hingga Rp 154 agar keputusan mengirim barang tidak berubah.
59
Agar diperoleh biaya minimum, sebaiknya diikuti dengan
peningkatan penjualan, karena akan mengurangi biaya distribusi
totalnya.
Tabel 9. Analisis sensitivitas terhadap biaya angkut/karton di tiap-tiap kecamatan
No. Variabel Koefisien Allowable Increase
Allowable Decrease
Satuan
1. X11 713 INFINITY 559 Rupiah 2. X12 100 54 INFINITY Rupiah 3. X13 131 23 INFINITY Rupiah 4. X14 154 6 4 Rupiah 5. X15 150 4 INFINITY Rupiah 6. X16 115 39 INFINITY Rupiah 7. X17 99 55 INFINITY Rupiah 8. X18 450 INFINITY 296 Rupiah 9. X19 650 INFINITY 496 Rupiah 10. X110 38 116 INFINITY Rupiah 11. X111 88 66 INFINITY Rupiah 12. X112 160 INFINITY 6 Rupiah 13. X113 182 INFINITY 28 Rupiah 14. X114 368 INFINITY 214 Rupiah 15. X115 177 INFINITY 23 Rupiah 16. X116 1204 INFINITY 1050 Rupiah 17. X117 756 INFINITY 602 Rupiah 18. X118 338 INFINITY 184 Rupiah 19. X119 131 23 INFINITY Rupiah 20. X120 236 INFINITY 82 Rupiah 21. X121 285 INFINITY 131 Rupiah 22. X122 148 6 INFINITY Rupiah 23. X123 170 INFINITY 16 Rupiah 24. X124 122 32 INFINITY Rupiah 25. X125 83 71 INFINITY Rupiah 26. X126 580 INFINITY 426 Rupiah 27. X127 86 68 INFINITY Rupiah 28. X128 82 72 INFINITY Rupiah 29. X129 72 82 INFINITY Rupiah 30. X130 11 143 INFINITY Rupiah 31. X131 341 INFINITY 187 Rupiah 32. X132 659 INFINITY 505 Rupiah
Analisis sensitivitas bagian kedua menjelaskan selang
perubahan kapasitas kendala yang diizinkan yang tidak akan
menyebabkan perubahan terhadap nilai dual prices-nya. Interval
perubahan nilai ruas kanan kendala tersebut ditunjukkan oleh kolom
allowable decrease yang menunjukkan batas maksimum penurunan
yang diizinkan. Sedangkan pada kolom allowable increase
menunjukkan batas maksimum kenaikan yang diizinkan.
60
Analisis sensitivitas terhadap nilai ruas kanan kendala dalam
model optimalisasi distribusi sarimi di PT SIP ini menunjukkan
bahwa batas maksimum kenaikan dan penurunan jumlah minimal
distribusi produk ke setiap daerah pemasaran yang diizinkan yang
tidak akan menyebabkan perubahan pada nilai dual prices-nya. Data
selengkapnya disajikan dalam Tabel 10.
Tabel 10. Analisis Sensitivitas terhadap Kendala Permintaan dan Penjualan
No. Baris Right Hand Side
Allowable Increase
Allowable Decrease
Satuan
1. 2 1180872 8002 356787 Karton 2. 3 698 INFINITY 698 Karton 3. 4 7757 356787 7757 Karton 4. 5 48556 356787 8002 Karton 5. 6 364789 INFINITY 8002 Karton 6. 7 9481 356787 8002 Karton 7. 8 379642 356787 8002 Karton 8. 9 10232 356787 8002 Karton 9. 10 3551 INFINITY 3551 Karton 10. 11 5786 INFINITY 5786 Karton 11. 12 32454 356787 8002 Karton 12. 13 11742 356787 8002 Karton 13. 14 38690 INFINITY 38690 Karton 14. 15 17178 INFINITY 17178 Karton 15. 16 3810 INFINITY 3810 Karton 16. 17 62347 INFINITY 62347 Karton 17. 18 722 INFINITY 722 Karton 18. 19 1255 INFINITY 1255 Karton 19. 20 4633 INFINITY 4633 Karton 20. 21 66786 356787 8002 Karton 21. 22 4263 INFINITY 4263 Karton 22. 23 9577 INFINITY 9577 Karton 23. 24 37205 356787 8002 Karton 24. 25 39666 INFINITY 39666 Karton 25. 26 32963 356787 8002 Karton 26. 27 93649 356787 8002 Karton 27. 28 1408 INFINITY 1408 Karton 28. 29 17674 356787 8002 Karton 29. 30 15630 356787 8002 Karton 30. 31 17189 356787 8002 Karton 31. 32 43125 356787 8002 Karton 32. 33 2191 INFINITY 2191 Karton 33. 34 671 INFINITY 671 Karton
Analisis sensitivitas ruas kanan kendala penjualan
menunjukkan kenaikan dan penurunan nilai ruas kanan yang masih
diperbolehkan agar dapat mempertahankan kondisi optimal. Jika
61
selang perubahan berada di antara 824085 karton hingga 1188874
karton, maka solusi optimal tidak akan berubah.
Analisis sensitivitas ruas kanan kendala permintaan juga
masih menunjukkan kenaikan dan penurunan nilai ruas kanan yang
masih diperbolehkan agar dapat mempertahankan kondisi optimal.
Terdapat 17 kecamatan yang memiliki kenaikan jumlah permintaan
tanpa batas. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah Beji (X11), Bogor
Tengah (X14), Caringin (X18), Cariu (X19), Cibinong (X112), Cigudeg
(X113), Cijeruk (X114), Cileungsi (X115), Cimanggis (X116),
Ciomas(X117), Cisarua (X118), Dramaga (X120), Gunung Putri (X121),
Jonggol (X123), Mega Mendung (X126), Sukmajaya (X131) dan Tanah
Sareal (X132). Hal ini menunjukkan bahwa untuk ke-17 kecamatan
tersebut jika terjadi peningkatan permintaan hingga berapapun, maka
solusi optimal tidak akan berubah.
4.6. Analisis Penyimpangan Distribusi Aktual terhadap Distribusi Optimal
Pada kenyataannya, distribusi aktual sarimi untuk tahun 2006
berbeda dengan distribusi optimalnya. Penyimpangan ini terjadi disebabkan
oleh adanya perbedaan antara permintaan dan penjualan aktual. Dari
penyimpangan tersebut perusahaan dapat menentukan prioritas pengiriman
ke setiap kecamatan, sehingga biaya distribusi dapat diminimalisasi.
Penyimpangan tingkat distribusi aktual Sarimi terhadap distribusi
optimalnya untuk tiap kecamatan selama tahun 2006 ditampilkan pada Tabel
11. Total distribusi aktual Sarimi di Bogor Barat selama tahun 2006 adalah
sebesar 6464 karton yang berarti terdapat kekurangan sebesar 1293 karton
dari total distribusi optimalnya yang mencapai 7757 karton. Penyimpangan
dalam distribusi ke Bogor Barat ini mencapai 16,6% dari distribusi optimal
ke Bogor Barat.
62
Tabel 11. Penyimpangan antara distribusi aktual dan optimal tahun 2005 (karton)
No. Kecamatan Aktual Optimal Penyimpangan 1 Beji 607 0 6072 Bogor Barat 6464 7757 -12933 Bogor Selatan 40463 48556 -80934 Bogor Tengah 303991 356787 -527965 Bogor Timur 7901 9481 -15806 Bogor Utara 316368 379642 -632747 Bojong Gede 8897 10232 -13358 Caringin 3228 0 32289 Cariu 5260 0 5260
10 Ciampea 29504 32454 -295011 Ciawi 10210 11742 -153212 Cibinong 32242 0 3224213 Cigudeg 15616 0 1561614 Cijeruk 3313 0 331315 Cileungsi 54215 0 5421516 Cimanggis 602 0 60217 Ciomas 1091 0 109118 Cisarua 4029 0 402919 Citeureup 55655 66786 -1113120 Dramaga 3875 0 387521 Gunung Putri 7981 0 798122 Jasinga 33823 37205 -338223 Jonggol 36060 0 3606024 Kemang 29966 32963 -299725 Leuwiliang 85135 93649 -851426 Mega Mendung 1225 0 122527 Pancoran Mas 14728 17674 -294628 Parung 13591 15630 -203929 Sawangan 14947 17189 -224230 Sukaraja 37500 43125 -562531 Sukmajaya 1826 0 182632 Tanah Sareal 559 0 559
Total 1180872 1180872 0Terdapat 16 daerah yang distribusi aktualnya melampaui distribusi
optimalnya, yaitu Beji dengan penyimpangan sebesar 607 karton, Caringin
dengan penyimpangan 3228 karton, Cariu dengan penyimpangan 5260
karton, Cibinong dengan penyimpangan 32242 karton, Cigudeg dengan
penyimpangan 15616 karton, Cijeruk dengan penyimpangan 3313 karton,
Cileungsi dengan penyimpangan 54215 karton, Cimanggis dengan
penyimpangan 602 karton, Ciomas dengan penyimpangan 1091, Cisarua
dengan penyimpangan 4029 karton, Dramaga dengan penyimpangan 3875
karton, Gunung Putri dengan penyimpangan 7981 karton, Jonggol dengan
63
penyimpangan 36060, Mega Mendung dengan penyimpangan 1225 karton,
Sukmajaya dengan penyimpangan 1826 karton dan Tanah Sareal dengan
penyimpangan 559 karton.
4.7. Perbandingan Biaya Distribusi Sarimi Pada Kondisi Aktual dengan Kondisi Optimal
Tabel 12. Penyimpangan biaya distribusi aktual dan optimal tahun 2005 (Rp)
No. Kecamatan Aktual Optimal Penyimpangan 1 Beji 432900 0 4329002 Bogor Barat 647400 775700 -1283003 Bogor Selatan 5318845 6360836 -10419914 Bogor Tengah 46677441 54945198 -82677575 Bogor Timur 1186183 1422150 -2359676 Bogor Utara 36471552 43658830 -71872787 Bojong Gede 881400 1012968 -1315688 Caringin 1453400 0 14534009 Cariu 3416880 0 3416880
10 Ciampea 1128400 1233252 -10485211 Ciawi 898300 1033296 -13499612 Cibinong 5160228 0 516022813 Cigudeg 2843948 0 284394814 Cijeruk 1219400 0 121940015 Cileungsi 9621470 0 962147016 Cimanggis 724800 0 72480017 Ciomas 825000 0 82500018 Cisarua 1360000 0 136000019 Citeureup 7265315 8748966 -148365120 Dramaga 912600 0 91260021 Gunung Putri 2276075 0 227607522 Jasinga 4993725 5506340 -51261523 Jonggol 6130820 0 613082024 Kemang 3670000 4021486 -35148625 Leuwiliang 7030105 7772867 -74276226 Mega Mendung 710600 0 71060027 Pancoran Mas 1261000 1519964 -25896428 Parung 1111500 1281660 -17016029 Sawangan 1082900 1237608 -15470830 Sukaraja 405600 474375 -6877531 Sukmajaya 623200 0 62320032 Tanah Sareal 368600 0 368600
Total 158109587 141005496 17104091
Untuk melihat apakah distribusi Sarimi telah dilakukan secara
optimal atau belum, maka dilakukan perbandingan antara distribusi pada
kondisi aktual dengan kondisi optimal. Distribusi pada kondisi aktual
64
adalah distribusi Sarimi yang sebenarnya terjadi di PT SIP, sedangkan
distribusi pada kondisi optimal adalah distribusi Sarimi yang sebaiknya
diterapkan di PT SIP.
Penyimpangan untuk total biaya distribusi ditampilkan pada Tabel
12. Biaya distribusi aktual untuk semester awal tahun 2006 mencapai Rp
158.109.587,00. Setelah dilakukan pengalokasian produk dengan program
linier maka biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 141.005.496,00.
Biaya yang dapat dihemat sebesar Rp 17.104.091,00 dari anggaran PT SIP,
sehingga diharapkan pengalokasian dengan program linier ini dapat menjadi
acuan dalam pendistribusian produk ke setiap kecamatan. Selain itu, hasil
olahan LP juga dapat menentukan kecamatan-kecamatan yang menjadi
prioritas dalam pertimbangan minimalisasi biaya.
65
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Sistem distribusi yang dilakukan oleh PT SIP adalah sistem distribusi
intensif, yaitu dengan menyediakan barang sebanyak mungkin di tempat
penjualan karena pada umumnya pasar yang dilayani sangat luas. Oleh
sebab itu, sebagai distributor Sarimi PT SIP memilih beberapa outlet dari 33
kecamatan yang ada di daerah Bogor dan Depok sebagai penyalur untuk
mendekati dan mencapai konsumen akhir. Dengan kata lain penyebarannya
harus merata dan tersebar luas agar penjualannya dapat mencapai target
yang diinginkan.
Secara umum ada tiga pola saluran distribusi yang digunakan oleh
PT SIP, yaitu:
1. PT ISM – PT SIP – Modern Market – Konsumen,
2. PT ISM – PT SIP – Traditional Market – Pengecer – Konsumen, dan
3. PT ISM – PT SIP – Institusi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa alokasi distribusi aktual Sarimi
yang dilakukan oleh PT SIP berbeda dengan distribusi optimalnya. Total
distribusi aktual Sarimi di Bogor Barat selama tahun 2006 adalah sebesar
6464 karton yang berarti terdapat kekurangan sebesar 1293 karton dari total
distribusi optimalnya yang mencapai 7757 karton. Penyimpangan dalam
distribusi ke Bogor Barat ini mencapai 16,6% dari distribusi optimal ke
Bogor Barat.
Penyimpangan distribusi aktual yang pengirimannya berada di
bawah distribusi optimalnya berturut-turut adalah Bogor Barat, Bogor
Selatan, Bogor Tengah, Bogor Utara, Bogor Timur, Bogor Utara, Bojong
Gede, Ciampea, Ciawi, Citeureup, Jasinga, Kemang, Leuwiliang, Pancoran
Mas, Parung, Sawangan dan Sukaraja.
Biaya distribusi aktual untuk semester awal tahun 2006 mencapai Rp
158.109.587,00. Setelah dilakukan pengalokasian produk dengan program
linier maka biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 141.005.496,00.
Biaya yang dapat dihemat sebesar Rp 17.104.091,00 dari anggaran PT SIP,
66
sehingga diharapkan pengalokasian dengan LP ini dapat menjadi acuan
dalam pendistribusian produk ke setiap kecamatan. Selain itu, hasil olahan
LP juga dapat menentukan kecamatan-kecamatan yang menjadi prioritas
dalam pertimbangan minimalisasi biaya.
Hasil dari pengoptimasian yang dilakukan PT SIP sesuai yang
diharapkan yaitu terdapat penghematan biaya distribusi sebesar Rp
17.104.091,00 pada awal semester tahun dari anggaran perusahaan.
Berdasarkan hasil pengolahan LP persentase pengiriman yang terbesar
adalah menuju kecamatan Bogor Utara (untuk data selengkapnya dapat
dilihat pada lampiran 8). Hal ini disebabkan oleh biaya angkut/karton dari
gudang PT SIP ke lokasi toko-toko yang ada di Bogor Utara yang relatif
murah.
Hasil analisa penyimpangan menunjukkan bahwa distribusi aktual
yang dilakukan PT SIP belum optimal dalam menghemat biaya distribusi.
Hal ini disebabkan distribusi pada tingkat aktual berbeda dengan distribusi
pada tingkat optimal.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, setelah dilakukan
pengalokasian produk dengan program linier maka biaya yang dikeluarkan
hemat sebesar Rp 17.104.091,00 per tahun, sehingga diharapkan hal ini
dapat menjadi acuan dalam pendistribusian produk. Saran yang dapat
diberikan untuk PT SIP adalah agar melakukan prioritas dalam pengiriman
produk dimulai dari kecamatan yang memiliki biaya angkut per karton
paling rendah kemudian ke kecamatan yang memiliki biaya angkut per
karton paling tinggi dengan pertimbangan minimalisasi biaya dan penentuan
anggaran yang lebih rendah. Alokasi biaya per karton dalam penelitian ini
adalah berdasarkan informasi yang diperoleh dari perusahaan meliputi data
permintaan, data penjualan dan biaya distribusi. Agar hasil alokasi biaya per
karton bisa lebih mendekati kondisi optimal, maka untuk penelitian
selanjutnya perlu dilengkapi dengan data-data tambahan.
67
Saran untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dilakukan penelitian
mengenai optimalisasi untuk memaksimalkan keuntungan. Selain itu perlu
juga diteliti mengenai kebijakan harga di PT SIP.
68
DAFTAR PUSTAKA
Aditya, T. 2002. Optimalisasi Distribusi Teh Botol Sosro Di PT Sasana Caraka Mekarjaya Unit Cakung Tugu. Skripsi pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Adu Strategi Merebut Pasar Mi Instan. 15 Februari 2004.
http://www.csahome.com/modules.php?op=modload&name=News&file=article&sid=206.[25 Februari 2006]
Aprido, B. 2005. Optimalisasi Distribusi dan Penyimpanan Persediaan Karkas
Ayam Broiler pada PT. Fast Food Indonesia, Tbk di Wilayah Jabotabek. Skripsi pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Assauri, S. 2004. Manajemen Pemasaran Dasar, Konsep dan Strategi. PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta. BPS. 2004. Konsumsi Penduduk Indonesia 2004. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Chandradhy, D. 1978. Strategi-strategi Pemasaran di Indonesia. Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Melasih, E. 2005. Optimalisasi Pasokan Sayuran di Sentul Farm. Skripsi pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Farhani, D. 2004. Analisis Strategi Pemasaran Salam Mie: Studi Kasus: PT
Sentrafood Indonesia Corporation. Skripsi pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Isnaini, A. 2005. Model dan Strategi Pemasaran. NTP Press, Mataram.
Kotler, P. 2002a. Manajemen Pemasaran. PT PrenhalLINDO, Jakarta.
______ . 2002b. Manajemen Pemasaran. PT PrenhalLINDO, Jakarta.
Kotler, P & Alan R. Andreasen. 1995. Strategi Pemasaran untuk Organisasi Nirlaba. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Mulyono, S. 2004. Riset Operasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universits
Indonesia, Jakarta. Pikiran Rakyat. 1 Oktober 2004. Pertumbuhan Ritel Diperkirakan 75%.
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1004/01/0601.htm.[29 Januari 2006] PT Capricorn Indonesia Consult Inc. 2002. Prospek Industri dan Pemasaran Mie
Instant di Indonesia. Indocommercial, 294 : Hlm. 3-6. PT Indofood Sukses Makmur. 2004. Laporan Tahunan. Jakarta.
69
Rangkuti, F. 2003. Riset Pemasaran. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Solihin, A. 2005. Mempelajari Sistem Distribusi Pemasaran Produk Pada PT
Elang Perdana Tyre Industry. Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Subagyo, P dkk. 2000. Dasar-dasar Operations Research. BPFE, Yogyakarta. Supranto, J. 1991. Metode Riset Aplikasinya dalam Pemasaran. Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. _________. 1983. Linear Programming. Edisi Kedua. Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Swastha, B. 1999. Saluran Pemasaran. Edisi 1. BPFE, Yogyakarta. Swastha, B dan Ibnu Sukotjo. 2002. Pengantar Bisnis Modern. Edisi Ketiga.
Liberty, Yogyakarta. Taha, H.A. 1996. Riset Operasi Suatu Pengantar. Jilid 1. Edisi 5. Binarupa
Aksara, Jakarta. Winardi. 1980. Azas-azas Marketing. Alumni, Bandung.
70
Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Wawancara 1. Apa bidang usaha PT SIP?
2. Produk apa saja yang dijual di PT SIP?
3. Bagaimana pola/sistem distribusi yang diterapkan di PT SIP?
4. Bagaimana dengan wilayah pemasaran PT SIP?
5. Apakah ada kendala dalam upaya distribusi Sarimi ke daerah Bogor dan
Depok?
6. Upaya apa saja yang telah dilakukan oleh PT SIP untuk mengatasi kendala-
kendala yang muncul dalam proses pendistribusian Sarimi?
7. Apakah ada kemungkinan-kemungkinan terjadinya inefisiensi dalam distribusi
produk Sarimi?
8. Jika ada, apakah penyebabnya?
9. Apakah distribusi yang dilakukan saat ini cukup efektif mengingat luasnya
wilayah pemasaran?
10. Apakah ada kendala-kendala yang dihadapi? Upaya apa saja yang dilakukan
untuk mengatasinya?
11. Bagaimana dengan sistem transportasi? Berapa armada yang telah dimiliki PT
Sari Indo cabang Bogor?
12. Apakah sistem transportasi yang sekarang juga cukup efektif?
13. Berapa persentase biaya distribusi Sarimi yang dikeluarkan dari total
pengeluaran perusahaan?
14. Apakah angka tersebut sudah memenuhi standar atau masih terlalu besar?
15. Apakah biaya-biaya tersebut masih bisa dikurangi jumlahnya?
72
Lampiran 3. Jumlah penjualan aktual Sarimi tahun 2005
No. Kecamatan Jumlah (karton) 1. Beji 607 2. Bogor Barat 6464 3. Bogor Selatan 40463 4. Bogor Tengah 303991 5. Bogor Timur 7901 6. Bogor Utara 316368 7. Bojong Gede 8897 8. Caringin 3228 9. Cariu 5260
10. Ciampea 29504 11. Ciawi 10210 12. Cibinong 32242 13. Cigudeg 15616 14. Cijeruk 3313 15. Cileungsi 54215 16. Cimanggis 602 17. Ciomas 1091 18. Cisarua 4029 19. Citeureup 55655 20. Dramaga 3875 21. Gunung Putri 7981 22. Jasinga 33823 23. Jonggol 36060 24. Kemang 29966 25. Leuwiliang 85135 26. Mega Mendung 1225 27. Pancoran Mas 14728 28. Parung 13591 29. Sawangan 14947 30. Sukaraja 37500 31. Sukmajaya 1826 32. Tanah Sareal 559
Total 1180872
73
Lampiran 4. Jumlah permintaan Sarimi tahun 2005
No. Kecamatan Jumlah (karton) 1 Beji 6982 Bogor Barat 77573 Bogor Selatan 485564 Bogor Tengah 3647895 Bogor Timur 94816 Bogor Utara 3796427 Bojong Gede 102328 Caringin 35519 Cariu 578610 Ciampea 3245411 Ciawi 1174212 Cibinong 3869013 Cigudeg 1717814 Cijeruk 381015 Cileungsi 6234716 Cimanggis 72217 Ciomas 125518 Cisarua 463319 Citeureup 6678620 Dramaga 426321 Gunung Putri 957722 Jasinga 3720523 Jonggol 3966624 Kemang 3296325 Leuwiliang 9364926 Mega Mendung 140827 Pancoran Mas 1767428 Parung 1563029 Sawangan 1718930 Sukaraja 4312531 Sukmajaya 219132 Tanah Sareal 671
Total 1385320
74
Lampiran 5. Biaya distribusi aktual No. Kecamatan Jumlah (Rp)
1 Beji 4329002 Bogor Barat 6474003 Bogor Selatan 53188454 Bogor Tengah 466774415 Bogor Timur 11861836 Bogor Utara 364715527 Bojong Gede 8814008 Caringin 14534009 Cariu 3416880
10 Ciampea 112840011 Ciawi 89830012 Cibinong 516022813 Cigudeg 284394814 Cijeruk 121940015 Cileungsi 962147016 Cimanggis 72480017 Ciomas 82500018 Cisarua 136000019 Citeureup 726531520 Dramaga 91260021 Gunung Putri 227607522 Jasinga 499372523 Jonggol 613082024 Kemang 367000025 Leuwiliang 703010526 Mega Mendung 71060027 Pancoran Mas 126100028 Parung 111150029 Sawangan 108290030 Sukaraja 40560031 Sukmajaya 62320032 Tanah Sareal 368600
Total 158109587
75
Lampiran 6. Nama kecamatan di wilayah bogor danbepok dan variabel yang mewakilinya
No. Kecamatan Variabel Biaya Angkut (Rp) 1. Beji Xi1 7132. Bogor Barat Xi2 1003. Bogor Selatan Xi3 1314. Bogor Tengah Xi4 1545. Bogor Timur Xi5 1506. Bogor Utara Xi6 1157. Bojong Gede Xi7 998. Caringin Xi8 4509. Cariu Xi9 650
10. Ciampea Xi10 3811. Ciawi Xi11 8812. Cibinong Xi12 16013. Cigudeg Xi14 18214. Cijeruk Xi15 36815. Cileungsi Xi16 17716. Cimanggis Xi17 120417. Ciomas Xi18 75618. Cisarua Xi19 33819. Citeureup Xi20 13120. Dramaga Xi21 23621. Gunung Putri Xi22 28522. Jasinga Xi23 14823. Jonggol Xi24 17024. Kemang Xi25 12225. Leuwiliang Xi26 8326. Mega Mendung Xi27 58027. Pancoran Mas Xi28 8628. Parung Xi29 8229. Sawangan Xi30 7230. Sukaraja Xi31 1131. Sukmajaya Xi32 34132. Tanah Sareal Xi33 659
76
Lampiran 7. Hasil pengalokasian optimal produk sarimi
No. Kecamatan Jumlah (karton) 1. Beji 0 2. Bogor Barat 7757 3. Bogor Selatan 48556 4. Bogor Tengah 356787 5. Bogor Timur 9481 6. Bogor Utara 379642 7. Bojong Gede 10232 8. Caringin 0 9. Cariu 0 10. Ciampea 32454 11. Ciawi 11742 12. Cibinong 0 13. Cigudeg 0 14. Cijeruk 0 15. Cileungsi 0 16. Cimanggis 0 17. Ciomas 0 18. Cisarua 0 19. Citeureup 66786 20. Dramaga 0 21. Gunung Putri 0 22. Jasinga 37205 23. Jonggol 0 24. Kemang 32963 25. Leuwiliang 93649 26. Mega Mendung 0 27. Pancoran Mas 17674 28. Parung 15630 29. Sawangan 17189 30. Sukaraja 43125 31. Sukmajaya 0 32. Tanah Sareal 0
Total 1180872
77
Lampiran 8. Persentase optimal pengiriman produk ke tiap kecamatan
No. Kecamatan Jumlah (karton) % 1. Beji 607 02. Bogor Barat 6464 0,6568873. Bogor Selatan 40463 4,1118774. Bogor Tengah 303991 30,213865. Bogor Timur 7901 0,8028816. Bogor Utara 316368 32,149297. Bojong Gede 8897 0,8664788. Caringin 3228 09. Cariu 5260 010. Ciampea 29504 2,74830811. Ciawi 10210 0,9943512. Cibinong 32242 013. Cigudeg 15616 014. Cijeruk 3313 015. Cileungsi 54215 016. Cimanggis 602 017. Ciomas 1091 018. Cisarua 4029 019. Citeureup 55655 5,65565120. Dramaga 3875 021. Gunung Putri 7981 0.22. Jasinga 33823 3,15063823. Jonggol 36060 024. Kemang 29966 2,79141225. Leuwiliang 85135 7,93049526. Mega Mendung 1225 027. Pancoran Mas 14728 1,49669128. Parung 13591 1,32359829. Sawangan 14947 1,45561930. Sukaraja 37500 3,65196231. Sukmajaya 1826 032. Tanah Sareal 559 0
Total 1180872 100
78
Lampiran 9. Biaya distribusi optimal (hasil pengolahan linier programming)
No. Kecamatan Jumlah (Rp) 1. Beji 0 2. Bogor Barat 775700 3. Bogor Selatan 6360836 4. Bogor Tengah 54945198 5. Bogor Timur 1422150 6. Bogor Utara 43658830 7. Bojong Gede 1012968 8. Caringin 0 9. Cariu 0 10. Ciampea 1233252 11. Ciawi 1033296 12. Cibinong 0 13. Cigudeg 0 14. Cijeruk 0 15. Cileungsi 0 16. Cimanggis 0 17. Ciomas 0 18. Cisarua 0 19. Citeureup 8748966 20. Dramaga 0 21. Gunung Putri 0 .22. Jasinga 5506340 23. Jonggol 0 24. Kemang 4021486 25. Leuwiliang 7772867 26. Mega Mendung 0 27. Pancoran Mas 1519964 28. Parung 1281660 29. Sawangan 1237608 30. Sukaraja 474375 31. Sukmajaya 0 32. Tanah Sareal 0
Total 141005496
79
Lampiran 10. Input data (model LP) 713X11+100X12+131X13+154X14+150X15+115X16+99X17+450X18+650X19+38X110+88X111+160X112+182X113+368X114+177X115+1204X116+756X117+338X118+131X119+236X120+285X121+148X122+170X123+122X124+83X125+580X126+86X127+82X128+72X129+11X130+341X131+659X132 st X11+X12+X13+X14+X15+X16+X17+X18+X19+X110+X111+X112+X113+X114+X115+X116+X117+X118+X119+X120+X121+X122+X123+X124+X125+X126+X127+X128+X129+X130+X131+X132=1180872 X11<=698 X12<=7757 X13<=48556 X14<=364789 X15<=9481 X16<=379642 X17<=10232 X18<=3551 X19<=5786 X110<=32454 X111<=11742 X112<=38690 X113<=17178 X114<=3810 X115<=62347 X116<=722 X117<=1255 X118<=4633 X119<=66786 X120<=4263 X121<=9577 X122<=37205 X123<=39666 X124<=32963 X125<=93649 X126<=1408 X127<=17674 X128<=15630 X129<=17189 X130<=43125 X131<=2191 X132<=671 end
80
Lampiran 11. Hasil output optimal LP OPTIMUM FOUND AT STEP 15 OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1) 0.1410055E+09 VARIABLE VALUE REDUCED COST X11 0.000000 559.000000 X12 7757.000000 0.000000 X13 48556.000000 0.000000 X14 356787.000000 0.000000 X15 9481.000000 0.000000 X16 379642.000000 0.000000 X17 10232.000000 0.000000 X18 0.000000 296.000000 X19 0.000000 496.000000 X110 32454.000000 0.000000 X111 11742.000000 0.000000 X112 0.000000 6.000000 X113 0.000000 28.000000 X114 0.000000 214.000000 X115 0.000000 23.000000 X116 0.000000 1050.000000 X117 0.000000 602.000000 X118 0.000000 184.000000 X119 66786.000000 0.000000 X120 0.000000 82.000000 X121 0.000000 131.000000 X122 37205.000000 0.000000 X123 0.000000 16.000000 X124 32963.000000 0.000000 X125 93649.000000 0.000000 X126 0.000000 426.000000 X127 7674.000000 0.000000 X128 15630.000000 0.000000 X129 17189.000000 0.000000 X130 43125.000000 0.000000 X131 0.000000 187.000000 X132 0.000000 505.000000 ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES 2) 0.000000 -154.000000 3) 698.000000 0.000000 4) 0.000000 54.000000 5) 0.000000 23.000000 6) 8002.000000 0.000000 7) 0.000000 4.000000 8) 0.000000 39.000000 9) 0.000000 55.000000 10) 3551.000000 0.000000 11) 5786.000000 0.000000 12) 0.000000 116.000000 13) 0.000000 66.000000
81
Lanjutan lampiran 11 14) 38690.000000 0.000000 15) 17178.000000 0.000000 16) 3810.000000 0.000000 17) 62347.000000 0.000000 18) 722.000000 0.000000 19) 1255.000000 0.000000 20) 4633.000000 0.000000 21) 0.000000 23.000000 22) 4263.000000 0.000000 23) 9577.000000 0.000000 24) 0.000000 6.000000 25) 39666.000000 0.000000 26) 0.000000 32.000000 27) 0.000000 71.000000 28) 1408.000000 0.000000 29) 0.000000 68.000000 30) 0.000000 72.000000 31) 0.000000 82.000000 32) 0.000000 143.000000 33) 2191.000000 0.000000 34) 671.000000 0.000000 NO. ITERATIONS= 15 RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED: OBJ COEFFICIENT RANGES VARIABLE CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE COEF INCREASE DECREASE X11 713.000000 INFINITY 559.000000 X12 100.000000 54.000000 INFINITY X13 131.000000 23.000000 INFINITY X14 154.000000 6.000000 4.000000 X15 150.000000 4.000000 INFINITY X16 115.000000 39.000000 INFINITY X17 99.000000 55.000000 INFINITY X18 450.000000 INFINITY 296.000000 X19 650.000000 INFINITY 496.000000 X110 38.000000 116.000000 INFINITY X111 88.000000 66.000000 INFINITY X112 160.000000 INFINITY 6.000000 X113 182.000000 INFINITY 28.000000 X114 368.000000 INFINITY 214.000000 X115 177.000000 INFINITY 23.000000 X116 1204.000000 INFINITY 1050.000000 X117 756.000000 INFINITY 602.000000 X118 338.000000 INFINITY 184.000000 X119 131.000000 23.000000 INFINITY X120 236.000000 INFINITY 82.000000 X121 285.000000 INFINITY 131.000000 X122 148.000000 6.000000 INFINITY X123 170.000000 INFINITY 16.000000 X124 122.000000 32.000000 INFINITY X125 83.000000 71.000000 INFINITY
82
Lanjutan lampiran 11 X126 580.000000 INFINITY 426.000000 X127 86.000000 68.000000 INFINITY X128 82.000000 72.000000 INFINITY X129 72.000000 82.000000 INFINITY X130 11.000000 143.000000 INFINITY X131 341.000000 INFINITY 187.000000 X132 659.000000 INFINITY 505.000000 RIGHTHAND SIDE RANGES ROW CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE RHS INCREASE DECREASE 2 1180872.000000 8002.000000 356787.000000 3 698.000000 INFINITY 698.000000 4 7757.000000 356787.000000 7757.000000 5 48556.000000 356787.000000 8002.000000 6 364789.000000 INFINITY 8002.000000 7 9481.000000 356787.000000 8002.000000 8 379642.000000 356787.000000 8002.000000 9 10232.000000 356787.000000 8002.000000 10 3551.000000 INFINITY 3551.000000 11 5786.000000 INFINITY 5786.000000 12 32454.000000 356787.000000 8002.000000 13 11742.000000 356787.000000 8002.000000 14 38690.000000 INFINITY 38690.000000 15 17178.000000 INFINITY 17178.000000 16 3810.000000 INFINITY 3810.000000 17 62347.000000 INFINITY 62347.000000 18 722.000000 INFINITY 722.000000 19 1255.000000 INFINITY 1255.000000 20 4633.000000 INFINITY 4633.000000 21 66786.000000 356787.000000 8002.000000 22 4263.000000 INFINITY 4263.000000 23 9577.000000 INFINITY 9577.000000 24 37205.000000 356787.000000 8002.000000 25 39666.000000 INFINITY 39666.000000 26 32963.000000 356787.000000 8002.000000 27 93649.000000 356787.000000 8002.000000 28 1408.000000 INFINITY 1408.000000 29 17674.000000 356787.000000 8002.000000 30 15630.000000 356787.000000 8002.000000 31 17189.000000 356787.000000 8002.000000 32 43125.000000 356787.000000 8002.000000 33 2191.000000 INFINITY 2191.000000 34 671.000000 INFINITY 671.000000
KOMISARIS
BRANCH MANAGER
SALES MANAGER
ADMINISTRATION DEPARTEMENT HEAD LOGISTIK PERSONALIA
SALES SUPERVISOR
SALESMAN TRADITIONAL
MARKET
SALESMAN MODERN MARKET
BILLING
KASIR
FAKTURISASI
CLAIM
ELECTRONIC DATA PROCESSING
OFFICE GIRL
DELIVERY
DRIVER AND HELPER DRIVER
ADM. GUDANG
KA. GUDANG
HELPER GUDANG