23
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 15 No. 2 Januari 2015: 121-143 p-ISSN 1411-5212; e-ISSN 2406-9280 121 Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Indonesia (Analisis Data Susenas 2011) Raskin Analysis and Household Food Security in Indonesia (Susenas 2011 Data Analysis) Irma Sundari a, , Nachrowi Djalal Nachrowi b a Badan Pusat Statistik b Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia Abstract This study aims to analyze the food security determinant of households by household characteristics in Indonesia using descriptive and multinomial logit analyses, and determine the characteristics of households that need intervention of Raskin in Indonesia. Descriptive and multinomial logit analyses found that households more food secure if the education of household head is higher, number of household members is smaller, the household head work in non-agriculture, income per capita is larger, and the area where household live in urban areas. Generally, Raskin relatively on target. Raskin should be prioritized on women-headed households with low education, and work in agriculture/non-agriculture. Keywords: Raskin; Household Food Security; Susenas; Multinomial Logit Abstrak Studi ini menganalisis determinan ketahanan pangan rumah tangga menurut karakteristik rumah tangga di Indonesia dengan analisis deskriptif dan multinomial logit, serta menentukan karakteristik rumah tangga yang perlu intervensi Raskin di Indonesia tahun 2011. Hasil analisis deskriptif dan multinomial logit menemukan bahwa semakin tinggi pendidikan kepala rumah tangga akan meningkat pula ketahanan pangannya jika jumlah anggota rumah tangga kecil, pekerjaan kepala rumah tangga di non-pertanian, pendapatan per kapita besar, dan daerah tempat tinggal di perkotaan. Secara umum, Raskin relatif tepat sasaran. Raskin sebaiknya diprioritaskan pada rumah tangga yang dikepalai perempuan, berpendidikan dasar, dan bekerja di pertanian maupun non-pertanian. Kata kunci: Raskin; Ketahanan Pangan Rumah Tangga; Susenas; Multinomial Logit JEL classifications: C54; I38; R28 Pendahuluan Indonesia adalah negara dengan tingkat kon- sumsi rumah tangga yang cukup tinggi dengan kontribusi sebesar 55% atau lebih dari sepa- Alamat Korespondensi: Jl. Nurul No. 37 Rt. 012 Rw. 02 Komplek DPR1 BPK1 Kebon Jeruk Jakarta Barat 11530. E-mail : [email protected]. ruh Produk Domestik Bruto (PDB) berdasar- kan penggunaan tahun 2011. Konsumsi rumah tangga mencakup konsumsi pangan dan non- pangan, tetapi jika dilihat dari kepentingan- nya, maka konsumsi makanan atau pangan di- anggap jauh lebih penting karena merupakan kebutuhan yang wajib dipenuhi agar dapat hi- dup secara sehat dan produktif. Terpenuhinya JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di

  • Upload
    others

  • View
    15

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan IndonesiaVol. 15 No. 2 Januari 2015: 121-143p-ISSN 1411-5212; e-ISSN 2406-9280 121

Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Indonesia(Analisis Data Susenas 2011)

Raskin Analysis and Household Food Security in Indonesia (Susenas 2011Data Analysis)

Irma Sundaria,�, Nachrowi Djalal Nachrowib

aBadan Pusat StatistikbFakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia

Abstract

This study aims to analyze the food security determinant of households by household characteristicsin Indonesia using descriptive and multinomial logit analyses, and determine the characteristicsof households that need intervention of Raskin in Indonesia. Descriptive and multinomial logitanalyses found that households more food secure if the education of household head is higher,number of household members is smaller, the household head work in non-agriculture, income percapita is larger, and the area where household live in urban areas. Generally, Raskin relatively ontarget. Raskin should be prioritized on women-headed households with low education, and work inagriculture/non-agriculture.Keywords: Raskin; Household Food Security; Susenas; Multinomial Logit

Abstrak

Studi ini menganalisis determinan ketahanan pangan rumah tangga menurut karakteristikrumah tangga di Indonesia dengan analisis deskriptif dan multinomial logit, serta menentukankarakteristik rumah tangga yang perlu intervensi Raskin di Indonesia tahun 2011. Hasil analisisdeskriptif dan multinomial logit menemukan bahwa semakin tinggi pendidikan kepala rumahtangga akan meningkat pula ketahanan pangannya jika jumlah anggota rumah tangga kecil,pekerjaan kepala rumah tangga di non-pertanian, pendapatan per kapita besar, dan daerahtempat tinggal di perkotaan. Secara umum, Raskin relatif tepat sasaran. Raskin sebaiknyadiprioritaskan pada rumah tangga yang dikepalai perempuan, berpendidikan dasar, dan bekerjadi pertanian maupun non-pertanian.Kata kunci: Raskin; Ketahanan Pangan Rumah Tangga; Susenas; Multinomial Logit

JEL classifications: C54; I38; R28

Pendahuluan

Indonesia adalah negara dengan tingkat kon-sumsi rumah tangga yang cukup tinggi dengankontribusi sebesar 55% atau lebih dari sepa-

�Alamat Korespondensi: Jl. Nurul No. 37 Rt. 012Rw. 02 Komplek DPR1 BPK1 Kebon Jeruk JakartaBarat 11530. E-mail : [email protected].

ruh Produk Domestik Bruto (PDB) berdasar-kan penggunaan tahun 2011. Konsumsi rumahtangga mencakup konsumsi pangan dan non-pangan, tetapi jika dilihat dari kepentingan-nya, maka konsumsi makanan atau pangan di-anggap jauh lebih penting karena merupakankebutuhan yang wajib dipenuhi agar dapat hi-dup secara sehat dan produktif. Terpenuhinya

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 2: Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di

Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Indonesia...122

kebutuhan pangan diharapkan dapat mencip-takan Sumber Daya Manusia (SDM) yang han-dal.

Konsumsi pangan dijamin oleh negara ka-rena pangan dianggap sebagai kebutuhan da-sar manusia yang paling hakiki dan hal mutlakyang harus dipenuhi. Undang-Undang (UU)No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan menye-butkan bahwa pangan merupakan kebutuhandasar manusia yang paling utama dan pemenu-hannya merupakan bagian dari hak asasi ma-nusia yang dijamin di dalam Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945sebagai komponen dasar untuk mewujudkanSDM yang berkualitas. Negara berkewajib-an mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan,dan pemenuhan konsumsi pangan yang cukup,aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pa-da tingkat nasional maupun daerah hingga per-seorangan secara merata di seluruh wilayah Ne-gara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) se-panjang waktu dengan memanfaatkan sumberdaya, kelembagaan, dan budaya lokal.

Atas dasar inilah, istilah ketahanan panganmenjadi penting. UU Nomor 18 Tahun 2012menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalahkondisi terpenuhinya pangan bagi negara sam-pai dengan perseorangan, yang tercermin da-ri tersedianya pangan yang cukup, baik jum-lah maupun mutunya, aman, beragam, bergi-zi, merata, dan terjangkau, serta tidak berten-tangan dengan agama, keyakinan, dan buda-ya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif,dan produktif secara berkelanjutan.

Konsep ketahanan pangan dapat menyata-kan situasi pangan pada berbagai tingkatan,yaitu tingkat global, nasional, regional, rumahtangga, dan individu yang merupakan suaturangkaian sistem hirarkis. Hal ini menunjuk-kan bahwa konsep ketahanan pangan sangatluas dan beragam serta merupakan permasa-lahan yang kompleks. Namun demikian, konsepketahanan pangan tersebut intinya bertujuanuntuk mewujudkan situasi terjaminnya keter-sediaan pangan.

Ketahanan pangan yang akan dibahas dalamstudi ini dibatasi pada ketahanan pangan ru-mah tangga dikarenakan belum banyaknya stu-di tentang ketahanan pangan rumah tangga diIndonesia. Selain itu, ketahanan pangan globalataupun regional yang telah banyak diteliti se-lama ini tidak menjamin ketahanan pangan ru-mah tangga. Ketahanan pangan rumah tanggayang baik mencerminkan SDM yang berkuali-tas.

Jonsson dan Toole (1991) dalam Maxwe-ll et al. (2000) mengklasifikasikan ketahan-an pangan rumah tangga melalui perpaduandua indikator ketahanan pangan yaitu keter-cukupan pangan dan pangsa pengeluaran pa-ngan. Kedua indikator ini mampu merepre-sentasikan tingkat ketahanan pangan rumahtangga dengan baik. Ketercukupan pangan di-identifikasi dari indikator ketercukupan kaloriyang dikonsumsi dan mencerminkan produk-tivitas suatu SDM. Batas 100% ketercukup-an kalori adalah 2.000 kkal/kapita/hari. Ru-mah tangga dikatakan cukup kalori jika kon-sumsi kalori per kapita rumah tangga lebih da-ri 80%(¡1.600kkal/kapita/hari). Rumah tang-ga dikatakan kurang kalori jika konsumsi kalo-ri per kapita rumah tangga kurang dari atausama dengan 80%(¤1.600 kkal/kapita/hari).Pangsa pengeluaran pangan adalah rasio pe-ngeluaran untuk belanja pangan dan pengelu-aran total rumah tangga selama sebulan. Pang-sa pengeluaran pangan mencerminkan kemam-puan daya beli. Pangsa pengeluaran pangan di-katakan rendah jika  60% dan dikatakan tinggijika ¥60%. Kedua kategori dari masing-masingindikator tersebut disilangkan sehingga meng-hasilkan empat kategori derajat ketahanan pa-ngan rumah tangga yaitu rumah tangga tahanpangan, rentan pangan, kurang pangan, danrawan pangan.

Rumah tangga dikatakan rawan panganapabila ketercukupan kalori kurang dan pang-sa pengeluaran pangan tinggi. Rumah tanggaini mengindikasikan produktivitas dan daya be-li yang rendah. Rumah tangga ini dapat di-

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 3: Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di

Sundari, I. & Nachrowi, N. D. 123

bantu dengan penyuluhan tentang pentingnyagizi serta bantuan penguatan daya beli, di ma-na salah satunya melalui program Beras untukRumah Tangga Miskin (Raskin). Rumah tang-ga dikatakan kurang pangan apabila keter-cukupan kalori kurang tetapi pangsa pengelu-aran pangan rendah. Rumah tangga ini meng-indikasikan produktivitas yang rendah tetapitidak bermasalah dalam hal daya beli. Rumahtangga ini dapat dibantu dengan penyuluhangizi. Rumah tangga dikatakan rentan panganapabila pangsa pengeluaran pangan tinggi te-tapi cukup kalori. Rumah tangga ini mengin-dikasikan daya beli yang rendah tetapi tidakbermasalah dalam hal produktivitas. Rumahtangga ini dapat dibantu dengan bantuan pe-nguatan daya beli di mana salah satunya mela-lui program Raskin. Rumah tangga tahan pa-ngan adalah rumah tangga yang paling baikkondisi ketahanan pangannya di mana pangsapengeluaran pangan rendah dan cukup kalori.Rumah tangga ini menjadi rumah tangga idealyang diinginkan dalam hal ketahanan pangandan dijadikan tujuan akhir program ketahananpangan.

Pengukuran derajat ketahanan pangan ru-mah tangga menghasilkan empat kategori de-rajat ketahanan pangan yang akan dijadikanvariabel terikat, di mana keempat kategori ter-sebut berupa pengelompokkan dan tidak bisadiurutkan antara kategori kurang pangan ma-upun rentan pangan. Melalui metode ini, akandidapatkan peluang rumah tangga untuk men-jadi rawan pangan, kurang pangan, rentan pa-ngan, dan tahan pangan. Adapun derajat ke-tahanan pangan rumah tangga berdasarkan ke-tercukupan kalori dan pangsa pengeluaran pa-ngan dapat dilihat pada Tabel 1.

Dari dua indikator ketahanan pangan yaitupangsa pengeluaran pangan dan ketercukupankalori, dapat dilihat dalam Tabel 2 bahwa rata-rata pangsa pengeluaran pangan rumah tang-ga Indonesia sebesar 58,30%. Hal ini dapat di-katakan bahwa lebih dari separuh pengeluar-an dihabiskan untuk pangan. Bahkan di da-

erah perdesaan memiliki pangsa pengeluaranpangan lebih besar yaitu sebesar 63,04%. Pang-sa pengeluaran pangan yang makin besar me-nandakan ketahanan pangan yang kurang baikkarena mencerminkan daya beli atau akses pa-ngan yang makin rendah. Dari indikator keter-cukupan kalori didapat bahwa rata-rata kaloriyang dikonsumsi masyarakat Indonesia adalahsebesar 1.975 kkal/kapita/hari. Hal ini dapatdikatakan bahwa konsumsi kalori di bawah ba-tas ketercukupan kalori di Indonesia yaitu se-besar 2.000 kkal/kapita/hari dan juga di bawahgaris kemiskinan pangan Badan Pusat Statis-tik (BPS) yang sebesar 2.100 kkal/kapita/hari.Kekurangan konsumsi kalori bagi seseorang da-ri standar minimum, umumnya akan berpenga-ruh terhadap kondisi kesehatan, aktivitas, danproduktivitas kerja. Dalam jangka panjang, ke-kurangan konsumsi pangan dari sisi jumlahdan kualitas akan berpengaruh terhadap ku-alitas SDM.

Dalam rangka meningkatkan ketahanan pa-ngan di Indonesia, maka dibuatlah suatu pro-gram penyaluran Raskin yang telah dimulai se-jak tahun 1998. Hal ini disasarkan atas terjadi-nya krisis moneter pada tahun 1998 sehinggadianggap perlu memulai pelaksanaan Raskinyang bertujuan untuk memperkuat ketahananpangan rumah tangga terutama rumah tang-ga miskin. Mulai dari tahun 2007, data yangdigunakan adalah data Rumah Tangga Miskin(RTM) BPS sebagai data dasar dalam pelaksa-naan Raskin. Realisasi Raskin selama Periode2005–2009 berkisar antara 1,6–3,2 juta ton. De-ngan harga tebus Rp1.000/kg sampai dengantahun 2007 dan Rp1.600/kg sejak tahun 2008,Raskin bukan hanya telah membantu rumahtangga miskin dalam memperkuat ketahananpangannya, tetapi juga sekaligus menjaga sta-bilitas harga. Raskin telah mengurangi permin-taan beras ke pasar oleh sekitar 18,5 juta ru-mah tangga pada tahun 2009. Mengingat pro-gram Raskin telah berjalan cukup lama sejaktahun 1998 dan bertujuan untuk memperkuatketahanan pangan, maka dirasa penting untuk

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 4: Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di

Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Indonesia...124

Tabel 1: Pengukuran Derajat Ketahanan Pangan Rumah Tangga

Ketercukupan KaloriPangsa Pengeluaran Pangan

Rendah ( 60%) Tinggi (¥60%)

Cukup (¡80%) Tahan Pangan Rentan Pangan(kategori 3) (kategori 2)

Kurang (¤80%) Kurang Pangan Rawan Pangan(kategori 1) (kategori 0)

Sumber: Jonsson dan Toole (1991) dalam Maxwell et al. (2000)

Tabel 2: Pangsa Pengeluaran Pangan dan Ketercukupan Kalori di Indonesia Tahun 2011

DaerahPangsa Pengeluaran Pangan Ketercukupan Kalori

(% per bulan) (kkal/kapita/hari)

(1) (2) (3)

Perkotaan 53,46 1.935Perdesaan 63,04 2.014

Total 58,30 1.975

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional 2011, diolah

melihat hubungan penerimaan Raskin dan de-rajat ketahanan pangan rumah tangga.

Berdasarkan kondisi ketahanan pangan diIndonesia di mana rata-rata rumah tangga me-miliki ketercukupan kalori yang kurang danpangsa pengeluaran pangan yang cukup besar,maka penulis merasa perlu meneliti tentang ke-tahanan pangan rumah tangga di Indonesia be-serta determinannya serta melihat hubunganprogram Raskin dan derajat ketahanan panganrumah tangga. Hal ini penting agar pemerin-tah dapat mengambil kebijakan yang tepat un-tuk meningkatkan derajat ketahanan panganrumah tangga karena diharapkan dalam studiini akan terlihat dalam kondisi seperti apa ru-mah tangga semakin tahan pangan. Sehingga,diharapkan program Raskin dapat dialokasikankepada rumah tangga dengan lebih tepat lagi.

Berdasarkan permasalahan tersebut, makadirumuskanlah pertanyaan studi yaitu (1) ba-gaimana ketahanan pangan rumah tangga me-nurut karakteristik rumah tangga di Indonesia?dan (2) bagaimana karakteristik rumah tanggayang perlu intervensi Raskin?

Berdasarkan perumusan masalah yang ada,maka studi ini bertujuan untuk (1) menganali-sis determinan ketahanan pangan rumah tang-ga menurut karakteristik rumah tangga di In-

donesia dengan analisis deskriptif dan multi-nomial logit ; dan (2) menentukan karakteristikrumah tangga yang perlu intervensi Raskin.

Berdasarkan tujuan studi, diharapkan hasildari studi ini dapat memberikan manfaat, yai-tu (1) diperolehnya informasi mengenai deter-minan ketahanan pangan rumah tangga menu-rut karakteristik rumah tangga di Indonesia;dan (2) menentukan strategi Raskin yang tepatyang dapat meningkatkan ketahanan panganrumah tangga di Indonesia. Studi ini menca-kup 285.307 sampel rumah tangga Survei So-sial Ekonomi Nasional (Susenas) Kor dan Mo-dul Konsumsi di Indonesia Tahun 2011. Studiini tidak menggunakan variabel harga karenamenggunakan data cross section tahun 2011.

Penulisan artikel ini akan dibagi dalam limabagian. Bagian dua membahas tinjauan pus-taka yang berisi tinjauan teori, hubungan va-riabel bebas dengan variabel terikat, konsep-konsep ketahanan pangan, studi terdahulu, ke-rangka pemikiran, dan hipotesis. Bagian tigamembahas metode studi yang berisi jenis da-ta, sumber data, dan metode analisis. Bagianempat membahas hasil analisis deskriptif sertahasil analisis metode multinomial logit. Selan-jutnya artikel ini akan ditutup dengan bagianlima yang berisi simpulan dan saran yang ter-

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 5: Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di

Sundari, I. & Nachrowi, N. D. 125

kait dengan hasil studi.

Tinjauan Referensi

Ketika pemerintah melaksanakan program sub-sidi pangan dengan membayar sebagian hargapangan sehingga harga pangan menjadi lebihmurah, maka akan mengakibatkan terjadinyaperubahan slope. Hal ini disebabkan terjadi-nya perubahan rasio harga karena adanya ke-bijakan pemberian beras dengan harga murahkepada masyarakat miskin atau Raskin. Pen-dapatan yang terbatas membuat masyarakatyang mendapatkan Raskin dapat mengonsumsiberas lebih banyak dibandingkan sebelumnya.Hal ini dapat terlihat dari Gambar 1.

Melalui subsidi terhadap harga bahan pa-ngan, pemerintah akan membayar sebagianharga pangan sehingga akan terjadi efek substi-tusi. Masyarakat akan mendapatkan harga pa-ngan yang lebih murah, sehingga konsumsi pa-ngannya bisa lebih banyak dibandingkan sebe-lumnya. Efek pendapatan dan substitusi terja-di pada kondisi ini. Jika dibandingkan antaraefek pendapatan dan substitusi, maka bantuanpangan yang hanya menimbulkan efek substi-tusi akan tidak efisien (Stiglitz, 2000). Hal inidisebabkan bantuan pangan yang hanya meng-hasilkan efek substitusi hanya akan merubahslope budget constraint, sehingga hanya jumlahmakanan saja yang lebih banyak dikonsumsi.Sebaliknya, pada bantuan pangan yang menim-bulkan efek pendapatan akan menggeser budgetconstraint tanpa merubah slope, sehingga tidakhanya jumlah makanan yang dikonsumsi yanglebih banyak tetapi juga barang-barang lainnyaakan dikonsumsi lebih banyak.

Bashir et al. (2010; 2012) dan Gebre (2012)menemukan umur kepala rumah tangga ber-hubungan negatif dengan probabilitas menja-di tahan pangan. Sebaliknya, Demeke dan Ze-ller (2010) menemukan bahwa rumah tanggayang tahan pangan memiliki umur kepala ru-mah tangga yang lebih tua. Bogale dan Shi-melis (2009) menemukan bahwa umur kepala

rumah tangga yang semakin tua berhubunganpositif dengan ketahanan pangan. Peningkat-an umur kepala rumah tangga meningkatkanketahanan pangan karena lebih berpengalam-an dalam pekerjaan. Demeke dan Zeller (2010)menyatakan bahwa umur kepala rumah tanggadapat memengaruhi ketahanan pangan secarapositif atau negatif. Semakin berumur, makakepala rumah tangga semakin berpengalamandan lebih banyak pengetahuan serta lebih ba-nyak aset fisik yang dapat memengaruhi keta-hanan pangan secara positif. Umur kepala ru-mah tangga dapat berhubungan secara negatifterhadap ketahanan pangan jika memiliki pro-duktivitas yang rendah dan kurang efisien da-lam bekerja.

Jumlah anggota rumah tangga diidentifi-kasi sebagai salah satu faktor penting yangmemengaruhi derajat ketahanan pangan ru-mah tangga. Bashir et al. (2010; 2012), Ge-bre (2012), serta Bogale dan Shimelis (2009)menemukan ukuran rumah tangga atau jum-lah anggota rumah tangga berhubungan ne-gatif dengan probabilitas menjadi tahan pa-ngan. Jumlah anggota rumah tangga ditemu-kan signifikan secara statistik memengaruhi de-rajat ketahanan pangan rumah tangga. Bogaledan Shimelis (2009) menyatakan bahwa jumlahanggota rumah tangga yang harus diberi mak-an meningkat dari ketersediaan pangan yangada. Peningkatan jumlah anggota rumah tang-ga akan meningkatkan demand atau perminta-an akan makanan. Jika hal ini tidak dapat dia-tasi dengan supply makanan yang cukup, makaakan terjadi kerawanan pangan. Semakin ba-nyak jumlah anggota rumah tangga, maka ru-mah tangga tersebut memiliki peluang tahanpangan yang lebih rendah dibanding denganrumah tangga yang memiliki jumlah anggotarumah tangga yang lebih sedikit. Sebaliknya,Demeke dan Zeller (2010) menemukan bahwarumah tangga tahan pangan memiliki lebih ba-nyak jumlah anggota rumah tangga. Demekedan Zeller (2010) menyatakan efek dari jum-lah anggota rumah tangga terhadap ketahanan

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 6: Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di

Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Indonesia...126

Gambar 1: Efek Bantuan Pangan Berupa SubsidiSumber: Stiglitz (2000)

pangan adalah ambigu. Beberapa studi mengi-dentifikasi bahwa jumlah anggota rumah tang-ga berhubungan secara negatif dengan keta-hanan pangan karena jumlah anggota rumahtangga yang besar memerlukan lebih banyaksumber daya untuk memenuhi kebutuhan pa-ngan rumah tangga tersebut. Studi lain meli-hat hubungan positif karena berarti ada lebihbanyak angkatan kerja yang tersedia.

Bashir et al. (2010; 2012) dan Bogale danShimelis (2009) menemukan bahwa pendapat-an rumah tangga memiliki dampak positif ter-hadap ketahanan pangan. Pendapatan per ka-pita yang merupakan proksi dari pengeluaranper kapita merupakan peubah ekonomi yangberpengaruh secara signifikan terhadap keta-hanan pangan rumah tangga. Hal ini disebab-kan dengan adanya peningkatan pendapatanakan meningkatkan daya beli rumah tanggasehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan-nya.

Secara umum, telah diobservasi bahwa ru-mah tangga yang dikepalai perempuan memi-liki derajat ketahanan pangan lebih rendah di-banding rumah tangga yang dikepalai laki-laki(Mallick dan Rafi, 2010). Ada tiga beban kepa-la rumah tangga perempuan, yaitu: (i) kepalarumah tangga perempuan sebagai pencari naf-

kah utama menghadapi berbagai kerugian da-lam pasar tenaga kerja dan kegiatan produk-tif; (ii) kepala rumah tangga perempuan ber-tanggung jawab dalam mempertahankan ru-mah tangga, termasuk pekerjaan rumah tang-ga dan pengurusan anak di samping bekerjadi luar; dan (iii) kepala rumah tangga perem-puan menghadapi rasio ketergantungan tinggikarena menjadi pencari nafkah tunggal (Fuwa,2000). Demeke dan Zeller (2010) menemukanbahwa rumah tangga yang dikepalai laki-lakilebih tahan pangan. Lain halnya dengan Gebre(2012), Bogale dan Shimelis (2009), serta Ma-llick dan Rafi (2010) yang menemukan jenis ke-lamin kepala rumah tangga tidak mempunyaipengaruh terhadap ketahanan pangan. Mallickdan Rafi (2010) menemukan bahwa tidak ada-nya pembatasan sosial dan budaya memung-kinkan kepala rumah tangga bebas berpartisi-pasi dalam angkatan kerja. Temuan ini berla-wanan dengan ide konvensional bahwa rumahtangga yang dikepalai perempuan memiliki de-rajat ketahanan pangan yang lebih rendah. Di-temukan pula bahwa kepala rumah tangga pe-rempuan memiliki partisipasi dalam angkatankerja pada tingkat yang lebih tinggi daripadalaki-laki.

Bashir et al. (2010) menemukan bahwa da-

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 7: Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di

Sundari, I. & Nachrowi, N. D. 127

erah tempat tinggal rumah tangga di perde-saan lebih tahan pangan dibandingkan denganperkotaan. Hal ini mengingat pertanian adalahsalah satu lapangan usaha yang menghasilkanbahan makanan. Perdesaan memiliki kelebihanyaitu availability of food, tetapi perkotaan jugamemiliki kelebihan yaitu akses income yang le-bih besar sehingga seringkali ditemukan daerahperkotaan lebih tahan pangan daripada daerahperdesaan.

Bashir et al. (2010; 2012) dan Gebre (2012)menemukan pendidikan kepala rumah tanggaberkaitan positif dengan probabilitas menja-di tahan pangan. Pendidikan kepala rumahtangga memengaruhi ketahanan pangan rumahtangga secara signifikan. Semakin tinggi pen-didikan kepala rumah tangga, maka ketahananpangan rumah tangganya akan semakin baik.Bogale dan Shimelis (2009) menemukan pendi-dikan kepala rumah tangga tidak berpengaruhterhadap ketahanan pangan.

Saliem et al. (2001) menemukan bahwa, se-cara ironis, rumah tangga rawan pangan pa-ling banyak terdapat pada rumah tangga de-ngan mata pencarian di sektor pertanian se-bagai penghasil bahan pangan. Rumah tang-ga pertanian lebih banyak yang miskin. Hal inidimungkinkan karena rumah tangga pertaniankebanyakan adalah buruh tani yang berpeng-hasilan rendah sehingga cenderung miskin.

Bogale dan Shimelis (2009) serta Gebre(2012) menemukan bantuan pangan tidakmempunyai pengaruh terhadap ketahanan pa-ngan. Kebijakan subsidi terarah (targeted fo-od subsidy) berupa barang masih diperlukanuntuk mengurangi beban pengeluaran dalammencukupi kebutuhan pokok rumah tanggayang rawan, kurang, maupun rentan pangan.Program Raskin adalah implementasi kebijak-an subsidi pangan terarah sebagai upaya pe-ningkatan kesejahteraan bagi masyarakat. Se-cara vertikal, program Raskin akan berdam-pak pada peningkatan kesejahteraan dan keta-hanan pangan rumah tangga. Secara horizon-tal, Raskin merupakan suatu bentuk transfer

energi yang mendukung program perbaikan gi-zi, peningkatan kesehatan, peningkatan SDMyang pada akhirnya akan meningkatkan pro-duktivitas tenaga kerja. Penerimaan Raskin se-harusnya berpengaruh signifikan dalam keta-hanan pangan rumah tangga.

Ketahanan pangan rumah tangga secara ti-dak langsung mencerminkan ketahanan pa-ngan individu karena tiap rumah tangga ter-diri dari beberapa individu di dalamnya. Keta-hanan pangan regional juga berkaitan denganketahanan pangan rumah tangga karena men-cerminkan agregasi dari ketahanan pangan ru-mah tangga. Berdasarkan pengukuran derajatketahanan pangan rumah tangga yang telah di-sebutkan sebelumnya diperlukan indikator ke-tercukupan kalori dan pangsa pengeluaran ma-kanan untuk mengukur derajat ketahanan pa-ngan rumah tangga. Oleh sebab itu, pada awalanalisis studi ini akan dilakukan klasifikasi de-rajat ketahanan pangan rumah tangga dari in-dikator ketercukupan kalori dan pangsa penge-luaran makanan. Klasifikasi rumah tangga ter-diri dari empat kategori yaitu rumah tangga ra-wan pangan (kategori 0), kurang pangan (kate-gori 1), rentan pangan (kategori 2), dan tahanpangan (kategori 3). Pada tahap berikutnya di-lakukan analisis determinan ketahanan panganrumah tangga.

Determinan ketahanan pangan rumah tang-ga diambil dari studi-studi terdahulu dan da-ta yang tersedia dari Survei Sosial EkonomiNasional Tahun 2011, yaitu (a) food availabili-ty : penerimaan Raskin (food aid) yang meng-gambarkan variabel ketersediaan pangan da-lam rumah tangga dan juga menjadi varia-bel intervensi penguatan ketahanan pangan;(b) stability : jumlah Anggota Rumah Tangga(ART) dan pekerjaan Kepala Rumah Tangga(KRT) yang menggambarkan kestabilan keta-hanan pangan rumah tangga; dan (c) accessto food : pendapatan, daerah tempat tinggal,gender KRT, pendidikan KRT, dan umur KRTyang menggambarkan kemampuan akses terha-dap pangan.

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 8: Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di

Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Indonesia...128

Determinan ketahanan pangan rumah tang-ga dianalisis dengan regresi multinomial logitkarena variabel terikat bersifat kategori denganempat kategori. Kategori 3, 2, 1, dan 0 yang di-definisikan dalam artikel ini bukan merupakanurutan. Kategori 3 lebih baik daripada kate-gori 0 namun kategori 2 dan kategori 1 tidakbisa diurutkan. Kategori 1 mempunyai karak-teristik rumah tangga yang kekurangan kalo-ri tetapi mempunyai daya beli yang baik. Bisasaja kelompok ini berasal dari rumah tanggadengan pendapatan tinggi tetapi konsumsi ma-kanan tidak diprioritaskan. Sedangkan, katego-ri 2 dari rumah tangga yang mempunyai ka-rakteristik sebaliknya, yaitu daya belinya ren-dah tetapi mengonsumsi cukup kalori. Kelom-pok ini bisa berasal dari rumah tangga yangtidak terlalu kaya. Diharapkan dengan analisisini diperoleh langkah-langkah strategi penguat-an ketahanan pangan melalui program Raskinyang dapat meningkatkan ketahanan pangan ditingkat rumah tangga.

Dihipotesiskan bahwa peluang rumah tanggauntuk tahan pangan dibandingkan rawan pa-ngan lebih besar apabila: (i) umur kepala ru-mah tangga lebih dewasa; (ii) jumlah anggo-ta rumah tangga lebih kecil; (iii) pendapatanper kapita lebih besar; (iv) gender kepala ru-mah tangga laki-laki; (v) daerah tempat ting-gal di perkotaan; (vi) pendidikan kepala rumahtangga lebih tinggi; (vii) pekerjaan kepala ru-mah tangga di non-pertanian; dan (viii) rumahtangga menerima Raskin. Dihipotesiskan pulabahwa karakteristik rumah tangga yang palingperlu intervensi Raskin adalah rumah tanggayang dikepalai perempuan dan berpendidikanrendah. Karakteristik rumah tangga yang tidakperlu intervensi Raskin adalah rumah tang-ga yang dikepalai laki-laki dan berpendidikantinggi.

Metode

Studi ini menggunakan data Survei Sosial Eko-nomi Nasional (Susenas) Tahun 2011 yang di-

kumpulkan oleh BPS. Daerah yang menjadianalisis studi ini adalah Indonesia yang menca-kup 33 provinsi dan 497 kabupaten/kota serta285.307 rumah tangga sampel. Data Susenasyang digunakan terdiri dari Susenas Kor danSusenas Modul.

Data tentang pengeluaran konsumsi makan-an mencakup total pengeluaran konsumsi se-lama seminggu terakhir, baik yang berasal da-ri pembelian (tunai/bon) dan juga yang bera-sal dari produksi sendiri, pemberian, dan seba-gainya. Beberapa rumah tangga yang mengon-sumsi makanan dari hasil tanaman di peka-rangan rumahnya atau yang dikenal denganpertanian subsisten1 telah tercakup di sini. Se-lain itu, data karakteristik rumah tangga (da-ta Kor) yang diduga ikut memengaruhi sistempermintaan makanan juga dicantumkan dalamanalisis ini. Data karakteristik rumah tanggatersebut antara lain umur kepala rumah tang-ga, jumlah anggota rumah tangga, pendapatanper kapita, gender kepala rumah tangga, dae-rah tempat tinggal, pendidikan kepala rumahtangga, pekerjaan kepala rumah tangga, danpenerimaan Raskin.

Salah satu indikator yang menunjukkan ting-kat kesejahteraan penduduk adalah tingkat ke-cukupan gizi yang dihitung berdasarkan besarkalori dan protein yang dikonsumsi. Besarnyakonsumsi kalori dan protein dihitung denganmengalikan kuantitas setiap makanan yang di-konsumsi dengan besarnya kandungan kaloridan protein setiap jenis makanan, kemudianhasilnya dijumlahkan. ”Widyakarya NasionalPangan dan Gizi VIII Tahun 2004”2 di Jakar-ta menetapkan patokan atau angka kecukupankonsumsi kalori dan protein penduduk Indone-sia per kapita per hari masing-masing 2000 kkal

1Pertanian subsisten adalah pertanian swasemba-da (self-sufficiency) di mana petani fokus pada usahamembudidayakan bahan pangan dalam jumlah yang cu-kup untuk mereka sendiri dan keluarga.

2dengan tema Ketahanan Pangan dan Gizi di EraOtonomi Daerah dan Globalisasi. Forum ini diselengga-rakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LI-PI) sejak tahun 1968.

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 9: Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di

Sundari, I. & Nachrowi, N. D. 129

dan 52 gram protein.

Metode Studi

Alat analisis yang digunakan dalam studi iniadalah analisis deskriptif dan analisis modelmultinomial logit. Analisis deskriptif merupa-kan bentuk analisis sederhana yang bertujuanmendeskripsikan dan mempermudah penafsir-an yang dilakukan dengan membaca tabulasisilang antar-variabel untuk ketahanan pangandi Indonesia. Analisis model multinomial logitdigunakan untuk mengetahui variabel-variabelbebas yang berpengaruh terhadap tingkat ke-tahanan pangan rumah tangga. Model multi-nomial logit dipilih karena variabel terikat ber-sifat kategorik dan memiliki empat kategori.

Dalam studi ini, ketahanan pangan rumahtangga diidentifikasi dari dua indikator, yai-tu ketercukupan kalori yang dikonsumsi danbesarnya pangsa pengeluaran makanan ber-dasarkan klasifikasi silang Jonsson dan Toole(1991) dalam Maxwell et al. (2000). Adapunderajat ketahanan pangan rumah tangga ber-dasarkan ketercukupan kalori dan pangsa pe-ngeluaran dapat dilihat pada Tabel 1.

Total pengeluaran atau pengeluaran kon-sumsi rumah tangga sebulan adalah total ni-lai makanan dan bukan makanan (barang/jasa)yang diperoleh, dipakai, atau dibayarkan ru-mah tangga sebulan untuk konsumsi rumahtangga, tidak termasuk untuk keperluan usa-ha rumah tangga atau yang diberikan kepadapihak/orang lain. Untuk konsumsi makanan,yang termasuk konsumsi rumah tangga adalahyang benar-benar telah dikonsumsi selama re-ferensi waktu survei (consumption approach).Sedangkan untuk konsumsi bukan makanan,konsep yang dipakai pada umumnya adalahkonsep penyerahan (delivery approach), yaitudibeli/diperoleh dari pihak lain, asalkan tuju-annya untuk kebutuhan rumah tangga. Setelahdihitung pangsa pengeluaran makanan, kemu-dian dikategorikan menjadi dua, yaitu rendahjika kurang dari 60% dan tinggi jika minimal60%. Dengan menyilangkan kedua indikator ke-

tahanan pangan, yaitu kecukupan kalori danpangsa pengeluaran pangan, maka didapatkanderajat ketahanan pangan rumah tangga de-ngan empat kategori yaitu:Kategori 3 : Rumah tangga tahan pangan me-

rupakan rumah tangga dengan kecukupanpangan ¡80% dari standar gizi yang dian-jurkan dan pangsa pengeluaran makanan 60%;

Kategori 2 : Rumah tangga rentan panganmerupakan rumah tangga dengan kecu-kupan pangan ¡80% dari standar giziyang dianjurkan dan pangsa pengeluaranmakanan ¥60%;

Kategori 1 : Rumah tangga kurang panganmerupakan rumah tangga dengan kecu-kupan pangan ¤80% dari standar giziyang dianjurkan dan pangsa pengeluaranmakanan  60%;

Kategori 0 : Rumah tangga rawan pangan me-rupakan rumah tangga dengan kecukupanpangan ¤80% dari standar gizi yang dian-jurkan dan pangsa pengeluaran makanan¥60%.

Estimasi determinan ketahanan pangan ru-mah tangga akan menggunakan regresi multi-nomial logit. Hal ini disebabkan karena varia-bel bebas, yaitu derajat ketahanan pangan ru-mah tangga berupa variabel kategori denganempat kategori. Oleh karena itu, variabel teri-kat merupakan variabel kategori dengan lebihdari dua kategori maka metode estimasi yangdigunakan untuk menganalisis determinan ke-tahanan pangan rumah tangga adalah meto-de multinomial logit3. Model ini memodifika-si model yang pernah digunakan oleh Boga-

3Studi ini tidak menggunakan metode ordered logitkarena kategori (3, 2, 1, dan 0) pada variabel terikattidak murni merupakan urutan. Kategori 3 lebih baikdaripada kategori 0; namun hubungan antara kategori2 dan kategori 1 kurang tegas. Kategori 1 mempunyaikarakteristik rumah tangga yang kekurangan kalori te-tapi mempunyai daya beli yang baik. Bisa saja kelom-pok ini berasal dari rumah tangga dengan pendapatantinggi tetapi konsumsi makanan tidak diprioritaskan.Sedangkan kategori 2 dari rumah tangga yang mempu-nyai karakteristik sebaliknya yaitu daya belinya rendah

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 10: Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di

Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Indonesia...130

le dan Shimelis (2009) serta Demeke dan Ze-ller (2010). Penggunaan model regresi multino-mial logit adalah untuk mengetahui variabel-variabel bebas yang berpengaruh terhadap ke-tahanan pangan rumah tangga. Variabel teri-kat didefinisikan sebagai derajat ketahanan pa-ngan dengan kategori sebagai berikut:Y � 0; derajat ketahanan pangan rumah

tangga yang rawan pangan;Y � 1; derajat ketahanan pangan rumah

tangga yang kurang pangan;Y � 2; derajat ketahanan pangan rumah

tangga yang rentan pangan;Y � 3; derajat ketahanan pangan rumah

tangga yang tahan pangan.Dengan demikian, model logistik dengan em-

pat kategori mempunyai fungsi logit, yaitufungsi logit untuk Y � i relatif terhadap fungsilogit untuk Y � 0:

ln

�Pi

P0

� zi �βi0 � βi1UMUR� βi2ART

� βi3PENDAPATAN

� βi4GENDER

� βi5DAERAH

� βi6DIDIK1� βi7DIDIK2

� βi8KERJA� βi9RASKIN

� εi , i � 1, 2, 3(1)

Kategori Y � 0 disebut kategori rujuk-an/pembanding (reference group).

Probabilitas untuk masing-masing kategorimodel regresi multinomial logit dengan empatkategori adalah:

Pi � PrpY � i|xq �ezi

1� ez1 � ez2 � ez3(2)

dengan probabilitas suatu rumah tangga ra-wan pangan (i � 0 dan ez0 � 1), atau kurang

tetapi mengonsumsi cukup kalori. Kelompok ini bisaberasal dari rumah tangga yang tidak terlalu kaya te-tapi memprioritaskan untuk mengonsumsi kalori yangcukup. Dengan demikian, kategori 2 dan kateogori 1 ti-dak bisa diurutkan.

pangan (i � 1), atau rentan pangan (i � 2),atau tahan pangan (i � 3).

Variabel bebas beserta definisi variabel ope-rasionalnya adalah sebagai berikut:

1. Umur Kepala Rumah Tangga (UMUR)adalah jumlah tahun hidup kepala ru-mah tangga dengan pembulatan ke bawahatau umur pada ulang tahun yang ter-akhir. Perhitungan umur didasarkan pa-da kalender Masehi. Kepala Rumah Tang-ga (KRT ) adalah seorang dari sekelom-pok anggota rumah tangga yang bertang-gung jawab atas kebutuhan sehari-harirumah tangga, atau orang yang diang-gap/ditunjuk sebagai KRT.

2. Jumlah Anggota Rumah Tangga (ART ).ART adalah semua orang yang biasanyabertempat tinggal di suatu Rumah Tangga(RT), baik yang berada maupun sementa-ra sedang tidak ada di rumah pada wak-tu pencacahan. ART yang telah bepergi-an 6 bulan atau lebih, dan ART yang be-pergian kurang dari 6 bulan tetapi bertu-juan pindah/akan meninggalkan rumah 6bulan atau lebih, tidak dianggap sebagaiART. Orang yang telah tinggal di RT 6bulan atau lebih, atau yang telah tinggaldi RT kurang dari 6 bulan tetapi berniatpindah/bertempat tinggal di RT tersebut6 bulan atau lebih dianggap sebagai ART.

3. Pendapatan per Kapita(PENDAPATAN) yang diproksidari pengeluaran per kapita adalah totalpengeluaran rumah tangga dibagi jumlahanggota rumah tangga dalam ribuan ru-piah. Pengeluaran per kapita telah umumdijadikan proksi pendapatan per kapitadi berbagai negara khususnya negara-negara berkembang. Hal ini disebabkankarena tidak tersedianya data penda-patan per kapita atau data pendapatanper kapita memiliki eror yang sangatbesar dikarenakan tidak bersedianyaresponden menjawab pertanyaan tentangpendapatan.

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 11: Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di

Sundari, I. & Nachrowi, N. D. 131

4. Gender Kepala Rumah Tangga(GENDER) dikelompokkan menjadidua kategori, yaitu: 0=Perempuan dan1=Laki-laki (reference group).

5. Daerah Tempat Tinggal (DAERAH) di-kelompokkan menjadi dua kategori, yaitu:0=Perdesaan dan 1=Perkotaan (referencegroup). Klasifikasi daerah adalah daerahtempat tinggal rumah tangga yang dikate-gorikan sebagai perkotaan atau perdesaandari BPS.

6. Pendidikan Kepala Rumah Tangga(DIDIK) dikelompokkan menjadi tigakategori, yaitu: 1=SMP ke Bawah (Da-sar), 2=SMU (Menengah), dan 3=SMUke Atas (Tinggi) sebagai reference group.Variabel ini kemudian dibentuk menjadidua variabel dummy yaitu DIDIK1 danDIDIK2.Pendidikan kepala rumah tangga adalahpendidikan tertinggi yang ditamatkankepala rumah tangga atau tingkat pendi-dikan yang dicapai kepala rumah tanggasetelah mengikuti pelajaran pada kelastertinggi suatu tingkatan sekolah denganmendapatkan tanda tamat (ijazah). Jen-jang pendidikan terdiri dari (a) jenjangpendidikan dasar meliputi Sekolah Dasar(SD) dan Sekolah Menengah Pertama(SMP) umum/kejuruan. Pendidikan dibawah SD masuk dalam kelompok ini;(b) jenjang pendidikan menengah meli-puti Sekolah Menengah Umum (SMU)dan Sekolah Menengah Kejuruan; dan(c) jenjang pendidikan tinggi meliputipendidikan sarjana muda, pendidikansarjana/strata I (S1), pendidikan pasca-sarjana/strata II (S2), dan pendidikandoktor/strata III (S3).

7. Pekerjaan Kepala Rumah Tangga(KERJA) dikelompokkan menjadidua kategori, yaitu: 0=Non-Pertaniandan 1=Pertanian (reference group).Pekerjaan kepala rumah tangga ataulapangan usaha kepala rumah tangga

adalah bidang kegiatan dari pekerja-an/usaha/perusahaan/kantor tempatkepala rumah tangga bekerja. Termasukdalam kategori pertanian adalah segalausaha di bidang pertanian, perkebunan,peternakan, perikanan, kehutanan, danusaha pertanian lainnya, sedangkan non-pertanian adalah semua kegiatan usahalainnya selain keenam bidang tersebut.

8. Penerimaan Raskin (RASKIN) dikelom-pokkan menjadi dua kategori, yaitu: 0=Ti-dak Menerima dan 1=Menerima (referen-ce group). Beras untuk Masyarakat Mis-kin (Raskin) adalah salah satu programpemerintah untuk rakyat miskin yang di-selenggarakan oleh Badan Urusan Logistik(BULOG) dengan menjual beras denganharga murah bersubsidi. Kegiatan penya-luran Raskin dilakukan di titik distribu-si yang disepakati antara BULOG denganpemerintah provinisi/kabupaten/kota se-tempat. Jangka waktu penerimaan Ras-kin yang tercatat adalah selama tiga bulanterakhir.

Hasil dan Analisis

Hasil analisis deskriptif berupa penjabaran de-rajat ketahanan pangan rumah tangga di In-donesia tahun 2011 dengan menggunakan ta-bulasi data sampel antara derajat ketahananpangan rumah tangga sebagai variabel terikatdan masing-masing variabel bebas. Derajat ke-tahanan pangan rumah tangga dibagi menja-di empat kategori yaitu rawan pangan, kurangpangan, rentan pangan, dan tahan pangan.Variabel-variabel bebas adalah umur kepala ru-mah tangga, jumlah anggota rumah tangga,pendapatan per kapita, gender kepala rumahtangga, daerah tempat tinggal, pendidikan ke-pala rumah tangga, pekerjaan kepala rumahtangga, dan penerimaan Raskin. Setiap vari-abel bebas terdiri dari dua atau lebih kategoriagar memudahkan dalam tabulasi.

Tabel 3 menunjukkan bahwa mayoritas keta-

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 12: Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di

Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Indonesia...132

hanan pangan rumah tangga di Indonesia be-lum cukup baik di mana ketercukupan kalo-rinya atau gizinya terpenuhi dan pangsa pe-ngeluaran pangannya rendah (kategori tahanpangan) hanya sebesar 32,36%. Sedangkan si-sanya 67,64% (kategori rawan pangan, kurangpangan, dan rentan pangan) memerlukan inter-vensi ketahanan pangan. Rumah tangga ku-rang pangan dapat diintervensi melalui penyu-luhan pengetahuan tentang gizi, sedangkan ru-mah tangga rentan pangan dapat diinterven-si melalui bantuan pendapatan atau penguat-an ketahanan pangan, salah satunya melaluiprogram Raskin. Rumah tangga rawan panganmemerlukan prioritas semua intervensi.

Pengelompokkan umur kepala rumah tanggastudi ini berdasarkan pada studi Gebre (2012).Umur kepala rumah tangga dikategorikan men-jadi tiga, yaitu 25 tahun ke bawah, 26–45 ta-hun, dan 46 tahun ke atas. Tabel 3 menunjuk-kan bahwa tidak ada perbedaan besar atau ti-dak jauh berbeda dalam derajat ketahanan pa-ngan rumah tangga antar-kelompok umur ke-pala rumah tangga.

Berdasarkan Tabel 3, jumlah anggota rumahtangga secara umum berhubungan negatif de-ngan derajat ketahanan pangan rumah tangga.Semakin banyak jumlah anggota rumah tang-ga atau keluarga besar yaitu lebih dari empatorang, maka rumah tangga tersebut memilikipersentase tahan pangan yang lebih rendah di-bandingkan dengan rumah tangga yang memi-liki jumlah anggota rumah tangga yang lebihsedikit. Secara umum, ketahanan pangan lebihbaik jika rumah tangga memiliki jumlah ang-gota rumah tangga yang lebih sedikit (rumahtangga kecil). Dalam hal ini, program Keluar-ga Berencana (KB) sebaiknya diterapkan da-lam mendukung ketahanan pangan. Raskin se-baiknya diberikan pada rumah tangga denganjumlah anggota rumah tangga yang besar ataulebih dari empat orang untuk mendukung ke-tahanan pangan. Keluarga besar (¡4) yang ta-han pangan hanya sebesar 23,38% sementarakeluarga kecil (¤4) yang tahan pangan ada se-

besar 36,65%.

Pendapatan per kapita dalam studi ini di-proksi dari pengeluaran per kapita seperti yangtelah disebutkan sebelumnya. Pendapatan perkapita dikategorikan menjadi dua kategori, ya-itu kurang dari Rp243.729 per bulan dan le-bih dari atau sama dengan Rp243.729 per bu-lan. Rp243.729 per bulan diambil dari gariskemiskinan BPS September 2011. Dapat dika-takan bahwa rumah tangga dengan pendapat-an per kapita kurang dari Rp243.729 per bu-lan berpendapatan rendah atau termasuk ru-mah tangga miskin. Demikian pula sebaliknya,rumah tangga dengan pendapatan per kapitalebih dari atau sama dengan Rp243.729 perbulan berpendapatan tinggi atau termasuk ru-mah tangga tidak miskin. Tabel 3 menunjuk-kan bahwa rumah tangga dengan pendapatanper kapita tinggi lebih tahan pangan. Terli-hat bahwa persentase rumah tangga berpen-dapatan tinggi yang tahan pangan yaitu sebe-sar 37,21%. Angka ini jauh lebih tinggi diban-dingkan dengan rumah tangga berpendapatanrendah yang tahan pangan yaitu hanya sebe-sar 2,69%. Sebaliknya, rumah tangga yang ber-pendapatan rendah lebih rawan pangan. Ru-mah tangga berpendapatan rendah yang ra-wan pangan sebesar 47,28%. Angka ini jauh le-bih tinggi dibandingkan dengan rumah tanggaberpenghasilan tinggi yang rawan pangan yanghanya 9,62%. Maka dapat disimpulkan bahwaRaskin sebaiknya diberikan pada rumah tang-ga miskin agar derajat ketahanan rumah tang-ga meningkat.

Dilihat dari Tabel 3, ternyata rumah tang-ga yang dikepalai perempuan lebih tahan pa-ngan daripada laki-laki. Sebanyak 38,86% ru-mah tangga yang dikepalai perempuan tahanpangan sementara rumah tangga tahan panganyang dikepalai laki-laki hanya sebesar 31,30%.Hal ini disebabkan karena rumah tangga yangdikepalai rumah tangga laki-laki cenderung le-bih miskin daripada rumah tangga yang dike-palai rumah tangga perempuan. Hal ini berten-tangan dengan studi umum antara gender ke-

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 13: Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di

Sundari, I. & Nachrowi, N. D. 133

Tabel 3: Persentase Rumah Tangga menurut Karakteristik Rumah Tangga dan Derajat KetahananPangan Rumah Tangga di Indonesia Tahun 2011

Karakteristik Rumah TanggaDerajat Ketahanan Pangan Rumah Tangga

Rawan Pangan Kurang Pangan Rentan Pangan Tahan Pangan

(1) (2) (3) (4) (5)

Umur Kepala Rumah Tangga:¤25 13,75% 12,61% 36,83% 36,82%26–45 16,96% 13,64% 39,35% 30,05%¥46 12,97% 11,37% 41,36% 34,30%Jumlah Anggota Rumah Tangga:¡4 24,09% 17,28% 35,25% 23,38%¤4 10,52% 10,21% 42,62% 36,65%Pendapatan per Kapita (Rp/Bulan): 243.729 (Miskin) 47,28% 12,69% 37,34% 2,69%¥243.729 (Tidak Miskin) 9,62% 12,46% 40,71% 37,21%Gender Kepala Rumah Tangga:Perempuan 10,61% 11,16% 39,38% 38,86%Laki-laki 15,60% 12,71% 40,38% 31,30%Daerah Tempat Tinggal:Perdesaan 17,74% 8,17% 49,36% 24,72%Perkotaan 10,84% 18,69% 27,16% 43,31%Pendidikan Kepala Rumah Tangga:SMP ke Bawah (Dasar) 17,52% 10,54% 46,46% 25,48%SMU (Menengah) 9,84% 17,42% 27,72% 45,02%Diploma 1 ke Atas (Tinggi) 3,33% 17,80% 13,95% 64,92%Pekerjaan Kepala Rumah Tangga:Non-Pertanian 11,96% 15,93% 31,90% 40,21%Pertanian 19,05% 7,67% 51,95% 21,34%Penerimaan Raskin:Tidak Menerima 10,80% 14,73% 31,81% 42,67%Menerima 19,10% 10,22% 48,85% 21,84%

Total 14,90% 12,50% 40,24% 32,36%

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional 2011, diolah dari data sampel

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 14: Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di

Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Indonesia...134

pala rumah tangga dan derajat ketahanan pa-ngan rumah tangga yang biasanya menemukanbahwa rumah tangga yang dikepalai laki-lakilebih tahan pangan daripada perempuan. Ke-mungkinan rumah tangga yang dikepalai pe-rempuan lebih tahan pangan adalah karena be-basnya perempuan untuk masuk ke pasar te-naga kerja atau tidak ada pembatasan sosialbudaya untuk perempuan bekerja. Mallick danRafi (2010) menemukan bahwa kepala rumahtangga perempuan memiliki partisipasi dalamangkatan kerja pada tingkat yang lebih tinggidaripada laki-laki. Walaupun demikian, secaraumum derajat ketahanan pangan rumah tang-ga antar-gender kepala rumah tangga tidak ja-uh berbeda.

Berdasarkan Tabel 3, ternyata persentase ru-mah tangga tahan pangan di daerah perkotaanlebih besar dibandingkan di perdesaan. Rumahtangga tahan pangan di daerah perkotaan se-besar 43,31% sedangkan di perdesaan hanya se-besar 24,72%. Sebaliknya, rumah tangga yangrawan pangan di perdesaan lebih banyak da-ripada di perkotaan. Rumah tangga rawan pa-ngan di perdesaan mencapai 17,74% sedangkandi perkotaan hanya sebesar 10,84%. Hal ini ter-kait dengan sarana infrastruktur yang diguna-kan untuk mengklasifikasikan apakah suatu da-erah dikategorikan sebagai perdesaan atau per-kotaan. Terbatasnya sarana di perdesaan me-nyebabkan tingginya kerawanan pangan rumahtangga. Selain itu, rumah tangga di perdesa-an banyak yang berstatus buruh tani sehing-ga cenderung miskin. Persentase rumah tanggayang rentan pangan di pedesaan ternyata lebihbesar dibandingkan di perkotaan. Rumah tang-ga yang diidentifikasi rentan pangan ini padadasarnya telah memenuhi kebutuhan kalori mi-nimum, tetapi secara ekonomi memiliki pangsapengeluaran pangan yang masih besar. Biayahidup yang lebih murah di perdesaan menja-di salah satu penyebab terpenuhinya kebutuh-an kalori meski pangsa pangannya lebih besar.Jumlah rumah tangga yang kurang pangan diperkotaan lebih besar dibandingkan pedesaan.

Hal ini menunjukkan rumah tangga di perko-taan masih banyak yang tidak terpenuhi kebu-tuhan kalori minimumnya meski dari sisi eko-nomi pangsa pangannya cukup kecil. Sehingga,rumah tangga perkotaan lebih mengutamakanpemenuhan kebutuhan non-pangan meskipunkebutuhan kalorinya di bawah standar mini-mum yang dianjurkan.

Dapat dilihat dari Tabel 3 bahwa semakintinggi pendidikan kepala rumah tangga makapersentase rumah tangga tahan pangan sema-kin besar, sedangkan persentase rumah tang-ga yang rawan pangan mengecil. Hal ini didu-kung oleh studi Bashir et al. (2012) dan Ge-bre (2012) yang menemukan bahwa pendidikankepala rumah tangga berhubungan positif de-ngan probabilitas menjadi tahan pangan. Ru-mah tangga rawan pangan paling besar persen-tasenya pada rumah tangga dengan pendidikankepala rumah tangganya adalah dasar yaitu se-besar 17,52% sedangkan rumah tangga rawanpangan paling kecil persentasenya pada rumahtangga dengan pendidikan kepala rumah tang-ganya adalah tinggi yaitu sebesar 3,33%. Ru-mah tangga tahan pangan paling besar persen-tasenya pada rumah tangga dengan pendidik-an kepala rumah tangganya adalah tinggi yaitusebesar 64,92% sedangkan rumah tangga tahanpangan paling kecil persentasenya pada rumahtangga dengan pendidikan kepala rumah tang-ganya adalah dasar yaitu sebesar 25,48%. Seba-iknya, pendidikan kepala rumah tangga diting-katkan agar mendukung ketahanan pangan ru-mah tangga dan Raskin sebaiknya diberikan kerumah tangga yang pendidikannya rendah. De-ngan semakin tingginya pendidikan maka keta-hanan pangan meningkat.

Salah satu indikator tingkat kesejahteraanyang diharapkan dapat mencerminkan kondi-si sosial ekonomi suatu rumah tangga adalahpekerjaan rumah tangga. Secara umum, seti-ap rumah tangga di Indonesia dalam memenu-hi kebutuhannya menganut sistem ’single bud-get ’ di mana kebutuhan seluruh anggota ru-mah tangga dipenuhi melalui satu pengelola-

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 15: Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di

Sundari, I. & Nachrowi, N. D. 135

an manajemen keuangan. Kepala rumah tang-ga berkewajiban memenuhi kebutuhan rumahtangga, sedangkan istri/suami dan anggota ru-mah tangga lainnya bersifat membantu men-cari nafkah. Ternyata rumah tangga tahan pa-ngan yang dikepalai pekerja di non-pertanianlebih besar persentasenya daripada di pertani-an yaitu sebesar 40,21% dibandingkan dengan21,34% (Tabel 3). Sebaliknya, rumah tang-ga rawan pangan yang dikepalai pekerja dipertanian lebih besar persentasenya daripadadi non-pertanian yaitu sebesar 19,05% diban-dingkan dengan 11,96%. Hal ini dimungkinkankarena rata-rata upah di pertanian lebih ke-cil daripada upah di non-pertanian. Oleh kare-nanya, rumah tangga pertanian lebih banyakyang miskin. Hal ini dimungkinkan karena ru-mah tangga pertanian kebanyakan adalah bu-ruh tani yang berpenghasilan rendah sehing-ga cenderung miskin. Hal ini merupakan suatukondisi yang ironis, mengingat pertanian ada-lah salah satu lapangan usaha yang mengha-silkan bahan makanan namun rumah tanggadi sektor pertanian lebih banyak yang rawanpangan. Apabila kondisi ini terjadi terus me-nerus maka lapangan usaha pertanian akan ba-nyak ditinggalkan oleh masyarakat untuk ber-alih ke lapangan usaha lainnya yang membe-rikan pendapatan yang lebih baik. Akibatnya,hasil-hasil pertanian yang merupakan salah sa-tu pendukung ketahanan pangan nasional dansebagai jaminan ketersediaan pangan, keterse-diannya akan terancam. Indonesia akan terustergantung kepada impor bahan makanan darinegara lain sehingga tidak memiliki kemandi-rian pangan. Sebaiknya, Raskin lebih dipriori-taskan kepada rumah tangga pertanian untukmendukung ketahanan pangan.

Tabel 3 menunjukkan persentase rumahtangga yang menerima Raskin berdasarkan de-rajat ketahanan pangan rumah tangga. Ta-bel tersebut menunjukkan bahwa rumah tang-ga penerima Raskin terbesar adalah rumahtangga rentan pangan sebesar 48,85%. Rumahtangga yang tidak menerima Raskin paling ba-

nyak pada rumah tangga tahan pangan yai-tu sebesar 42,67%. Secara umum dapat disim-pulkan bahwa Raskin relatif tepat sasaran kare-na rumah tangga yang tidak menerima Raskinrelatif tahan pangan.

Hasil Analisis Regresi MultinomialLogit

Regresi multinomial logit digunakan dalam me-nentukan determinan ketahanan pangan ru-mah tangga. Metode logit ini digunakan un-tuk meneliti hubungan antara variabel teri-kat yang terdiri atas data kualitatif denganvariabel-variabel bebas yang terdiri dari da-ta kualitatif dan kuantitatif. Dalam studi inimelibatkan variabel terikat dengan empat ka-tegori. Jumlah (N) suatu karakteristik tidakada yang sama dengan nol atau masing-masingsel terisi semua (tidak ada missing), sehinggaregresi multinomial logit bisa dijalankan. Se-lanjutnya, uji likelihood ratio digunakan un-tuk menguji signifikansi model pada modelmultinomial logit. Seluruh variabel bebas sig-nifikan menurut uji likelihood ratio. Artinya,variabel UMUR, ART , PENDAPATAN ,GENDER, DAERAH, DIDIK (DIDIK1dan DIDIK2), KERJA, dan RASKIN se-cara sendiri-sendiri dapat digunakan untukmengestimasi probabalitas ketahanan pangan.Sehingga semua variabel bebas tersebut akandigunakan dalam model multinomial logit da-lam studi ini. Semua variabel bebas dapat digu-nakan bersama-sama dalam membentuk modelmultinomial logit. Model yang terdiri dari se-luruh variabel bebas signifikan secara statistikpada tingkat kepercayaan 1%. Maka dari itu,akan digunakan model lengkap untuk analisis.

Determinan ketahanan pangan dianalisisberdasarkan Tabel 4, di mana ada tiga fungsilogit yang diestimasi. Model regresi multinomi-al logit yang dibentuk dari 9 variabel bebas me-nunjukkan bahwa hampir semua variabel bebassignifikan pada taraf 1% (Tabel 4) yaitu umurkepala rumah tangga, jumlah anggota rumahtangga, pendapatan per kapita, gender kepala

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 16: Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di

Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Indonesia...136

Tabel 4: Hasil Estimasi Koefisien (β) dan Hasil Estimasi Odds Ratio (Exp (β)) Determinan KetahananPangan Rumah Tangga di Indonesia Tahun 2011

Variabel

Hasil Estimasi Hasil EstimasiKoefisien (β) Odds Ratio (Exp (β))

ln�

P1P0

ln�

P2P0

ln�

P3P0

P1P0

P2P0

P3P0

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Intersep -2,950*** -1,190*** -2,716***UMUR 0,007*** 0,011*** 0,020*** 1,007 1,011 1,020ART 0,057*** -0,208*** -0,166*** 1,059 0,812 0,847PENDAPATAN 0,007*** 0,006*** 0,008*** 1,007 1,006 1,008GENDER 0,271*** -0,004 0,259*** 1,311 1,296DAERAH -0,540*** 0,389*** -0,026 0,583 1,475DIDIK1 -0,524*** 0,248*** -0,579*** 0,592 1,281 0,561DIDIK2 -0,327*** 0,005 -0,361*** 0,721 0,697KERJA 0,256*** -0,294*** 0,045*** 1,291 0,746 1,046RASKIN -0,080*** -0,314*** -0,062*** 0,924 0,731 0,939

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional 2011, diolah dari data sampelKeterangan: *** signifikan pada taraf 1%

rumah tangga, daerah tempat tinggal, pendi-dikan kepala rumah tangga, pekerjaan kepalarumah tangga, dan penerimaan Raskin.

Analisis yang diutamakan adalah ln�P3P0

di

kolom (4) pada Tabel 4 yang merupakan fung-si logit untuk Y � 3 (derajat ketahanan pa-ngan rumah tangga) yang tahan pangan rela-tif terhadap fungsi logit untuk Y � 0 (derajatketahanan pangan rumah tangga yang rawanpangan). Model regresi multinomial logit me-nunjukkan bahwa variabel bebas signifikan pa-da tafar 1% yaitu umur kepala rumah tangga,jumlah anggota rumah tangga, pendapatan perkapita, gender kepala rumah tangga, pendidik-an kepala rumah tangga, pekerjaan kepala ru-mah tangga, dan penerimaan Raskin. Analisisselanjutnya adalah analisis odds ratio. Analisisyang diutamakan adalah P3

P0di kolom (7) yang

merupakan probabilitas suatu rumah tanggatahan pangan relatif terhadap probabilitas su-atu rumah tangga rawan pangan.

Berdasarkan odds ratio pada Tabel 4 ko-lom (7), maka didapatkan hasil sebagai beri-kut. Pertama , semakin bertambah umur ke-pala rumah tangga maka kehidupan lebih ma-pan dan lebih baik sehingga dapat meningkat-kan ketahanan pangan rumah tangga. Kenaik-an satu tahun umur kepala rumah tangga akan

dapat menambah peluang untuk memperbai-ki derajat ketahanan pangannya. Dengan ber-tambahnya 1 tahun umur kepala rumah tang-ga, maka peluang tahan pangan sebesar 1,02kali dibandingkan peluang rumah tangga yangrawan pangan. Artinya, penambahan umur ke-pala rumah tangga akan meningkatkan dera-jat ketahanan pangan rumah tangga. Kedua ,bertambahnya 1 orang anggota rumah tang-ga akan mengakibatkan peluang rumah tanggauntuk menjadi tahan pangan sebesar 0,847 di-bandingkan dengan rumah tangga yang rawanpangan. Artinya, penambahan jumlah anggotarumah tangga akan menurunkan derajat keta-hanan pangan rumah tangga.

Ketiga , dibandingkan dengan peluang ru-mah tangga rawan pangan, peluang rumahtangga tahan pangan dengan adanya kenaikanRp1.000 pendapatan per kapita adalah sebesar1,008 kali. Artinya, penambahan pendapatanper kapita akan meningkatkan derajat ketahan-an pangan rumah tangga. Keempat , rumahtangga yang dikepalai perempuan mempunyaipeluang untuk tahan pangan sebesar 1,296 kalirumah tangga yang dikepalai laki-laki. Berartirumah tangga yang dikepalai perempuan lebihberpeluang menjadi tahan pangan dibandingrumah tangga yang dikepalai laki-laki. Keli-

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 17: Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di

Sundari, I. & Nachrowi, N. D. 137

ma , rumah tangga di perdesaan dan perkota-an tidak berbeda signifikan dalam derajat ke-tahanan pangan rumah tangga.

Keenam , rumah tangga dengan kepala ru-mah tangga berpendidikan rendah mempunyaipeluang 0,561 kali rumah tangga dengan ke-pala rumah tangga berpendidikan tinggi untukmenjadi tahan pangan dibanding menjadi ra-wan pangan. Rumah tangga dengan kepala ru-mah tangga berpendidikan menengah mempu-nyai peluang 0,697 kali rumah tangga dengankepala rumah tangga berpendidikan tinggi un-tuk menjadi tahan pangan dibanding menja-di rawan pangan. Artinya, semakin tinggi pen-didikan akan meningkatkan derajat ketahananpangan rumah tangga. Ketujuh , rumah tang-ga dengan pekerjaan kepala rumah tangga dinon-pertanian mempunyai peluang 1,046 kalirumah tangga dengan kepala rumah tangga de-ngan pekerjaan kepala rumah tangga di perta-nian untuk menjadi tahan pangan dibandingmenjadi rawan pangan. Artinya, daerah perko-taan lebih baik dalam derajat ketahanan pa-ngan rumah tangga dibandingkan dengan da-erah perdesaan. Dan terakhir, kedelapan , ru-mah tangga yang tidak menerima Raskin mem-punyai peluang 0,939 kali rumah tangga pene-rima Raskin untuk menjadi tahan pangan di-banding menjadi rawan pangan. Artinya, ru-mah tangga penerima Raskin lebih tahan pa-ngan dibandingkan dengan rumah tangga yangtidak menerima Raskin.

Probabilitas

Probabilitas derajat ketahanan pangan ru-mah tangga dihitung dari tiap rumah tangga(285.307 rumah tangga sampel) dengan ber-bagai karakteristik yang berbeda-beda, sehing-ga masing-masing rumah tangga memiliki pro-babilitas rawan pangan, kurang pangan, ren-tan pangan, dan tahan pangan. Rumah tanggayang memiliki karakteristik sama akan ditabu-lasi dan probabilitasnya dihitung dari rata-rataprobabilitas tiap rumah tangga.

Dapat dilihat dari Tabel 5, probabilitas su-

atu rumah tangga tahan pangan terkecil ada-lah rumah tangga dengan kepala rumah tang-ga berumur 26–45 tahun. Maka karakteristikrumah tangga inilah yang perlu lebih dipri-oritaskan dalam program ketahanan pangan.Dalam hal ini, perlu adanya pengembanganpotensi kepala rumah tangga pada kelompokumur tersebut. Probabilitas suatu rumah tang-ga tahan pangan terbesar ada pada kepala ru-mah tangga dengan umur kepala rumah tangga25 tahun ke bawah. Hal ini mungkin disebab-kan karena kepala rumah tangga usia muda be-lum ada anak atau tanggungan.

Tabel 5 juga menunjukkan probabilitas su-atu rumah tangga dengan jumlah anggota ru-mah tangga lebih dari 4 orang (¡4) yang ta-han pangan yaitu hanya sebesar kurang dari27%. Artinya, karakteristik rumah tangga ini-lah yang perlu lebih diprioritaskan dalam pro-gram ketahanan pangan. Dalam hal ini, diper-lukan program KB untuk mendukung ketahan-an pangan. Probabilitas suatu rumah tanggadengan jumlah anggota rumah tangga 4 orangatau kurang (¤4) yang tahan pangan yaitu se-besar hampir 39%. Kemudian disarankan agarrumah tangga menerapkan program KB atautidak memiliki anak banyak.

Berdasarkan Tabel 5, probabilitas suatu ru-mah tangga dengan pendapatan per kapita dibawah Rp243.729 per bulan atau rumah tang-ga miskin untuk rawan pangan lebih besar di-bandingkan dengan rumah tangga tidak mis-kin. Peluang rumah tangga miskin untuk ra-wan pangan adalah lebih dari 45%. Artinya,rumah tangga miskin perlu dibantu dalam halketahanan pangannya. Probabilitas suatu ru-mah tangga tahan pangan terbesar ada padarumah tangga dengan pendapatan per kapitadi atas atau sama dengan garis kemiskinan (ru-mah tangga tidak miskin), yaitu hampir 39%.Sehingga perlu adanya intervensi rumah tang-ga miskin agar ketahanan pangannya lebih ba-ik.

Tabel 5 juga menunjukkan bahwa probabi-litas suatu rumah tangga rawan pangan yang

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 18: Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di

Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Indonesia...138

Tabel 5: Probabilitas Derajat Ketahanan Pangan Rumah Tangga menurut Karakteristik Rumah Tanggadi Indonesia Tahun 2011

Karakteristik Rumah TanggaDerajat Ketahanan Pangan Rumah Tangga

Rawan Pangan Kurang Pangan Rentan Pangan Tahan Pangan

(1) (2) (3) (4) (5)

Usia Kepala Rumah Tangga:¤25 0,117 0,12 0,354 0,40826–45 0,172 0,158 0,345 0,325¥46 0,139 0,136 0,363 0,362Jumlah Anggota Rumah Tangga:¡4 0,235 0,193 0,303 0,269¤4 0,115 0,123 0,378 0,383Pendapatan per Kapita (Rp/Bulan): 243.729 (Miskin) 0,451 0,142 0,276 0,131¥243.729 (Tidak Miskin) 0,105 0,146 0,367 0,382Gender Kepala Rumah Tangga:Perempuan 0,128 0,093 0,433 0,346Laki-laki 0,158 0,154 0,341 0,346Daerah Tempat Tinggal:Perdesaan 0,195 0,183 0,316 0,306Perkotaan 0,094 0,093 0,409 0,404Pendidikan Kepala Rumah Tangga:SMP ke Bawah (Dasar) 0,185 0,148 0,378 0,289SMU (Menengah) 0,088 0,143 0,324 0,445Diploma 1 ke Atas (Tinggi) 0,028 0,127 0,202 0,644Pekerjaan Kepala Rumah Tangga:Non-Pertanian 0,11 0,115 0,389 0,386Pertanian 0,214 0,189 0,306 0,291Penerimaan Raskin:Tidak Menerima 0,09 0,135 0,358 0,417Menerima 0,218 0,157 0,351 0,275

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional 2011, diolah dari data sampel

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 19: Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di

Sundari, I. & Nachrowi, N. D. 139

dikepalai laki-laki lebih besar daripada rumahtangga yang dikepalai perempuan. Probabilitassuatu rumah tangga tahan pangan sama untukrumah tangga yang dikepalai laki-laki maupunperempuan. Hal ini menggambarkan bahwa se-cara umum ketahanan pangan antar-gender ti-dak jauh berbeda.

Dari Tabel 5, probabilitas suatu rumah tang-ga rawan pangan yang bertempat tinggal diperdesaan lebih besar daripada rumah tang-ga yang bertempat tinggal di perkotaan. Se-baliknya, probabilitas suatu rumah tangga ta-han pangan yang bertempat tinggal di perko-taan lebih besar daripada rumah tangga yangbertempat tinggal di perdesaan. Perlu adanyaintervensi terhadap rumah tangga perdesaanterutama yang miskin dalam mendukung ke-tahanan pangan.

Tabel 5 juga menunjukkan bahwa probabi-litas suatu rumah tangga tahan pangan sema-kin besar dan probabilitas suatu rumah tang-ga rawan pangan semakin kecil jika pendidikankepala rumah tangga semakin tinggi. Pendidik-an memegang peranan penting dalam hal keta-hanan pangan. Program pendidikan perlu terusditingkatkan untuk mendukung ketahanan pa-ngan. Maka perlu adanya intervensi ketahananpangan untuk rumah tangga yang berpendidik-an rendah.

Berdasar pada Tabel 5, probabilitas suaturumah tangga rawan pangan yang dikepalai pe-kerja di non-pertanian lebih kecil daripada ru-mah tangga yang dikepalai pekerja di pertani-an. Oleh karena itu, probabilitas suatu rumahtangga tahan pangan yang dikepalai pekerjadi non-pertanian lebih besar daripada rumahtangga yang dikepalai pekerja di pertanian. Halini sungguh ironis mengingat sektor pertanianmerupakan penghasil pangan tetapi pekerjanyakebanyakan buruh tani yang masih memerlu-kan intervensi dalam ketahanan pangan.

Tabel 5 juga menunjukkan bahwa probabili-tas suatu rumah tangga yang tidak menerimaRaskin sebesar 42% tahan pangan sedangkanprobabilitas suatu rumah tangga yang mene-

rima Raskin hanya sebesar 27,5% tahan pa-ngan. Secara umum, dapat dikatakan bahwapenerimaan Raskin sudah cukup tepat atauprogram Raskin sudah cukup tepat sasaran.Namun demikian, diperlukan adanya perbaik-an dalam pembagian atau distribusi Raskin se-hingga dapat lebih tepat sasaran lagi. Hal inidikarenakan masih adanya penerimaan Raskinyang kurang tepat sasaran yang ditunjukkandari adanya rumah tangga yang rawan pangandan kurang pangan sebesar 22,5% yang tidakmenerima Raskin padahal mereka berhak me-nerimanya. Selain itu, ada rumah tangga tahanpangan tetapi menerima Raskin yaitu sebesar27,5%.

Tabel 6 menunjukkan probabilitas suatu ru-mah tangga untuk rawan pangan, kurang pa-ngan, rentan pangan, dan tahan pangan ber-dasarkan penerimaan Raskin yang dibedakanberdasarkan karakteristik gender kepala rumahtangga, daerah tempat tinggal rumah tangga,pendidikan kepala rumah tangga, dan pekerja-an kepala rumah tangga. Karakteristik umurkepala rumah tangga, jumlah anggota rumahtangga, dan pendapatan per kapita dihitungpada nilai rata-rata seluruh rumah tangga.Berdasarkan Tabel 6, probabilitas terbesar ru-mah tangga penerima Raskin dan rumah tang-ga yang tidak menerima Raskin untuk rawanpangan ada pada karakteristik rumah tanggadengan kepala rumah tangga perempuan, ting-gal di perdesaan, pendidikan rendah, dan be-kerja di pertanian. Probabilitas terkecil rumahtangga penerima Raskin dan rumah tanggayang tidak menerima Raskin untuk tahan pa-ngan ada pada karakteristik rumah tangga de-ngan kepala rumah tangga perempuan, tinggaldi perkotaan, pendidikan rendah, dan bekerjadi non-pertanian. Karakteristik rumah tanggayang tidak berhak menerima Raskin adalah ru-mah tangga yang dikepalai laki-laki, berpendi-dikan tinggi, dan bekerja di pertanian maupunnon-pertanian. Secara umum, dapat disimpul-kan bahwa rumah tangga yang menerima Ras-kin memiliki probabilitas yang lebih besar un-

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 20: Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di

Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Indonesia...140

Tab

el

6:

Pro

bab

ilit

asD

era

jat

Ket

ahan

anP

an

gan

Ru

mah

Tan

gga

men

uru

tK

ara

kte

rist

ikR

um

ah

Tan

gga

di

Ind

on

esia

Tahu

n2011

Kara

kte

ristik

Rumah

Tangga

Pro

babilitasDera

jatKeta

hanan

Pangan

Rumah

Tangga

P0

(Rawan

Pangan)

P1

(Kura

ng

Pangan)

P2

(Renta

nPangan)

P3

(Tahan

Pangan)

Tid

ak

Menerima

Tid

ak

Menerima

Tid

ak

Menerima

Tid

ak

Menerima

Gender

Daera

hPendid

ikan

Pekerjaan

Menerima

Rask

inM

enerima

Rask

inM

enerima

Rask

inM

enerima

Rask

inRask

inRask

inRask

inRask

in(1

)(2

)(3

)(4

)(5

)(6

)(7

)(8

)(9

)(1

0)

(11)

(12)

Laki-laki

Perk

ota

an

SM

PkeBawah

(Dasa

r)Pertanian

0,028

0,033

0,127

0,140

0,486

0,424

0,359

0,403

Laki-laki

Perk

ota

an

SM

PkeBawah

(Dasa

r)Non-P

ertanian

0,025

0,031

0,088

0,099

0,581

0,519

0,306

0,352

Laki-laki

Perk

ota

an

SM

U(M

enengah)

Pertanian

0,027

0,032

0,150

0,162

0,389

0,331

0,434

0,475

Laki-laki

Perk

ota

an

SM

U(M

enengah)

Non-P

ertanian

0,025

0,030

0,108

0,119

0,483

0,421

0,384

0,430

Laki-laki

Perk

ota

an

D1

keAta

s(T

inggi)

Pertanian

0,022

0,025

0,170

0,179

0,300

0,251

0,508

0,545

Laki-laki

Perk

ota

an

D1

keAta

s(T

inggi)

Non-P

ertanian

0,021

0,025

0,126

0,136

0,387

0,329

0,466

0,510

Laki-laki

Perd

esa

an

SM

PkeBawah

(Dasa

r)Pertanian

0,030

0,034

0,231

0,246

0,349

0,295

0,391

0,424

Laki-laki

Perd

esa

an

SM

PkeBawah

(Dasa

r)Non-P

ertanian

0,028

0,033

0,170

0,186

0,446

0,385

0,356

0,395

Laki-laki

Perd

esa

an

SM

U(M

enengah)

Pertanian

0,027

0,031

0,259

0,272

0,265

0,220

0,448

0,477

Laki-laki

Perd

esa

an

SM

U(M

enengah)

Non-P

ertanian

0,027

0,031

0,198

0,212

0,352

0,297

0,423

0,460

Laki-laki

Perd

esa

an

D1

keAta

s(T

inggi)

Pertanian

0,021

0,024

0,281

0,289

0,196

0,160

0,502

0,527

Laki-laki

Perd

esa

an

D1

keAta

s(T

inggi)

Non-P

ertanian

0,022

0,025

0,221

0,232

0,268

0,222

0,489

0,521

Pere

mpuan

Perk

ota

an

SM

PkeBawah

(Dasa

r)Pertanian

0,032

0,038

0,109

0,122

0,548

0,485

0,312

0,355

Pere

mpuan

Perk

ota

an

SM

PkeBawah

(Dasa

r)Non-P

ertanian

0,027

0,034

0,073

0,084

0,640

0,580

0,259

0,302

Pere

mpuan

Perk

ota

an

SM

U(M

enengah)

Pertanian

0,031

0,037

0,132

0,144

0,451

0,389

0,386

0,429

Pere

mpuan

Perk

ota

an

SM

U(M

enengah)

Non-P

ertanian

0,028

0,034

0,092

0,103

0,546

0,483

0,333

0,379

Pere

mpuan

Perk

ota

an

D1

keAta

s(T

inggi)

Pertanian

0,026

0,030

0,153

0,164

0,357

0,302

0,464

0,504

Pere

mpuan

Perk

ota

an

D1

keAta

s(T

inggi)

Non-P

ertanian

0,025

0,029

0,111

0,122

0,449

0,388

0,415

0,462

Pere

mpuan

Perd

esa

an

SM

PkeBawah

(Dasa

r)Pertanian

0,035

0,041

0,205

0,222

0,409

0,350

0,352

0,387

Pere

mpuan

Perd

esa

an

SM

PkeBawah

(Dasa

r)Non-P

ertanian

0,032

0,037

0,148

0,204

0,508

0,424

0,312

0,335

Pere

mpuan

Perd

esa

an

SM

U(M

enengah)

Pertanian

0,033

0,038

0,236

0,250

0,318

0,267

0,413

0,445

Pere

mpuan

Perd

esa

an

SM

U(M

enengah)

Non-P

ertanian

0,032

0,037

0,176

0,191

0,412

0,353

0,380

0,419

Pere

mpuan

Perd

esa

an

D1

keAta

s(T

inggi)

Pertanian

0,026

0,029

0,261

0,272

0,240

0,198

0,472

0,501

Pere

mpuan

Perd

esa

an

D1

keAta

s(T

inggi)

Non-P

ertanian

0,026

0,030

0,202

0,214

0,321

0,270

0,451

0,486

Sumber:Survei

SosialEko

nomiNasional2011,diolahdari

data

sampel

Keterangan:TiapprobabilitasdihitungberdasarkanPersamaan(1)dan(2)sertaTabel

3.Variabel

beb

asbernilaisebagaiberikut:

Kete

rangan:

1.Umurkep

ala

rumahtangga,jumlahanggota

rumahtangga,danpen

dapatanper

kapitadihitungpadanilairata-rata

danbernilaisama

Kete

rangan:

untu

ktiapru

mahtangga.

Kete

rangan:

2.Gen

der

kep

ala

rumahtangga,daerahtempattinggal,pen

didikankep

ala

rumahtangga,pek

erjaankep

ala

rumahtangga,danpen

erim

aan

Kete

rangan:

Raskin

dihitungsesu

ainilaikategorinyadibagian3.

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 21: Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di

Sundari, I. & Nachrowi, N. D. 141

tuk tahan pangan dibandingkan dengan rumahtangga yang tidak menerima Raskin untuk se-mua karakteristik rumah tangga. Hal ini bisadilihat dari perbandingan kolom (11) dan ko-lom (12) pada Tabel 6.

Jika dibedakan antara gender kepala rumahtangga, antara laki-laki dan perempuan dengankarakteristik daerah tempat tinggal, pendidik-an, dan pekerjaan kepala rumah tangga yangsama, maka probabilitas kepala rumah tanggalaki-laki rawan pangan lebih kecil dan tahanpangan lebih besar dari perempuan, baik ru-mah tangga tersebut menerima Raskin atau-pun tidak menerima Raskin. Maka dapat di-simpulkan bahwa rumah tangga yang dikepa-lai laki-laki lebih tahan pangan dibandingkandengan perempuan.

Jika dibedakan antara daerah tempat ting-gal rumah tangga, antara perkotaan dan perde-saan dengan karakteristik gender, pendidikan,dan pekerjaan kepala rumah tangga yang sa-ma, maka probabilitas rumah tangga perkota-an rawan pangan lebih kecil dan tahan panganlebih kecil dari perdesaan, baik rumah tanggatersebut menerima Raskin ataupun tidak me-nerima Raskin. Maka dapat disimpulkan bah-wa daerah perkotaan dan perdesaan tidak jauhberbeda dalam hal ketahanan pangan rumahtangga.

Jika dibedakan antara pendidikan kepala ru-mah tangga, antara pendidikan dasar, mene-ngah, dan tinggi dengan karakteristik gender,daerah tempat tinggal, dan pekerjaan kepa-la rumah tangga yang sama, maka probabili-tas rumah tangga dengan kepala rumah tang-ga berpendidikan lebih rendah memiliki pro-babilitas rawan pangan lebih besar dan tahanpangan lebih kecil dari kepala rumah tanggaberpendidikan lebih tinggi, baik rumah tanggatersebut menerima Raskin ataupun tidak me-nerima Raskin. Maka dapat disimpulkan bah-wa rumah tangga dengan kepala rumah tang-ga berpendidikan lebih tinggi lebih tahan pa-ngan dibandingkan dengan kepala rumah tang-ga berpendidikan lebih rendah.

Jika dibedakan antara pekerjaan kepalarumah tangga, antara pertanian dan non-pertanian dengan karakteristik gender, daerahtempat tinggal, dan pendidikan kepala rumahtangga yang sama, maka probabilitas rumahtangga yang dikepalai pekerja di pertanian ra-wan pangan lebih besar dan tahan pangan le-bih besar dari rumah tangga yang dikepalai pe-kerja di non-pertanian, baik rumah tangga ter-sebut menerima Raskin ataupun tidak mene-rima Raskin. Maka dapat disimpulkan bahwarumah tangga yang dikepalai pekerja di per-tanian dan non-pertanian tidak jauh berbedadalam hal ketahanan pangannya.

Dapat disimpulkan bahwa karakteristik ru-mah tangga yang paling menentukan derajatketahanan pangan rumah tangga pada Tabel 6adalah pendidikan. Dengan pendidikan kepalarumah tangga yang semakin tinggi maka keta-hanan pangan lebih baik. Artinya, rumah tang-ga semakin tahan pangan. Sebaliknya, rumahtangga semakin rawan pangan jika pendidikankepala rumah tangga semakin rendah.

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkanbeberapa simpulan. Pertama, berdasarkan ha-sil analisis deskriptif disimpulkan bahwa rumahtangga lebih tahan pangan bila jumlah anggotarumah tangga lebih kecil, pendapatan per ka-pita lebih besar, daerah tempat tinggal di per-kotaan, pendidikan kepala rumah tangga sema-kin tinggi, dan pekerjaan kepala rumah tang-ga di non-pertanian. Kedua, berdasarkan ha-sil analisis multinomial logit disimpulkan bah-wa ketahanan pangan rumah tangga dipenga-ruhi oleh umur kepala rumah tangga, jumlahanggota rumah tangga, pendapatan per kapi-ta, gender kepala rumah tangga, daerah tem-pat tinggal, pendidikan kepala rumah tangga,pekerjaan kepala rumah tangga, dan penerima-an Raskin.

Ketiga, berdasarkan analisis odds ratio di-simpulkan bahwa peluang rumah tangga tahan

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 22: Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di

Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Indonesia...142

pangan dibandingkan rawan pangan lebih be-sar bila umur kepala rumah tangga lebih dewa-sa, jumlah anggota rumah tangga lebih kecil,pendapatan per kapita lebih besar, gender ke-pala rumah tangga perempuan, pendidikan ke-pala rumah tangga lebih tinggi, pekerjaan ke-pala rumah tangga di non-pertanian, dan ru-mah tangga menerima Raskin. Keempat, ber-dasarkan penghitungan probabilitas, didapat-kan bahwa rumah tangga yang memiliki pro-babilitas tahan pangan lebih tinggi bila jumlahanggota rumah tangga lebih kecil, pendapatanper kapita lebih besar, daerah tempat tinggaldi perkotaan, pendidikan kepala rumah tang-ga semakin tinggi, dan pekerjaan kepala rumahtangga di non-pertanian.

Kelima, secara umum dapat disimpulkanbahwa Raskin relatif tepat sasaran karena ru-mah tangga yang tidak menerima Raskin rela-tif tahan pangan. Rumah tangga yang mene-rima Raskin memiliki probabilitas yang lebihbesar untuk tahan pangan dibandingkan de-ngan rumah tangga yang tidak menerima Ras-kin untuk semua karakteristik rumah tangga.Keenam, di antara rumah tangga yang tidakmenerima Raskin dan yang menerima Raskin,probabilitas rawan pangan terbesar ada pa-da rumah tangga yang dikepalai perempuan,bertempat tinggal di perdesaan, berpendidikandasar, dan bekerja di pertanian. Probabilitastahan pangan terkecil ada pada rumah tanggayang dikepalai perempuan, bertempat tinggaldi perkotaan, berpendidikan dasar, dan bekerjadi non-pertanian. Karakteristik rumah tanggayang tidak berhak menerima Raskin adalah ru-mah tangga yang dikepalai laki-laki, berpendi-dikan tinggi, dan bekerja di pertanian maupunnon-pertanian.

Ketujuh, pendidikan memiliki peranan pen-ting dalam hal ketahanan pangan. Dengan pen-didikan kepala rumah tangga yang semakintinggi, maka ketahanan pangan lebih baik. Ar-tinya, rumah tangga semakin tahan pangan.Sebaliknya, rumah tangga semakin rawan pa-ngan jika pendidikan kepala rumah tangga se-

makin rendah.

Saran

Berdasarkan simpulan yang ada, dapat disa-rankan hal-hal sebagai berikut. Pertama, se-baiknya pendidikan ditingkatkan untuk men-dukung ketahanan pangan rumah tangga danRaskin sebaiknya diberikan ke rumah tanggayang pendidikannya rendah. Kedua, programKB sebaiknya diterapkan dalam mendukungketahanan pangan. Raskin sebaiknya diberi-kan pada rumah tangga dengan jumlah ang-gota rumah tangga yang besar atau lebih dariempat orang untuk mendukung ketahanan pa-ngan. Ketiga, Raskin sebaiknya lebih tepat sa-saran yaitu diberikan pada rumah tangga mis-kin yang berpendapatan rendah agar derajatketahanan rumah tangga meningkat. Keempat,rumah tangga pertanian relatif tidak tahan pa-ngan karena kebanyakan adalah buruh tani. Se-baiknya Raskin lebih diprioritaskan kepada ru-mah tangga petani miskin untuk mendukungketahanan pangan.

Kelima, Raskin sebaiknya diprioritaskan ke-pada rumah tangga dengan karakteristik ru-mah tangga yang dikepalai perempuan, ber-tempat tinggal di perdesaan, berpendidikandasar, dan bekerja di pertanian karena memili-ki probabilitas rawan pangan terbesar. Setelahitu, prioritas selanjutnya adalah rumah tanggayang dikepalai perempuan, bertempat tinggaldi perkotaan, berpendidikan dasar, dan bekerjadi non-pertanian karena memiliki probabilitastahan pangan terkecil. Keenam, studi ini tidakmenggunakan variabel harga karena menggu-nakan data cross section tahun 2011 sehing-ga diasumsikan harga-harga stabil atau peru-bahan harga tidak terlalu besar. Dalam stu-di berikutnya, dapat menggunakan data panelsehingga dapat terlihat pengaruh perubahanharga terhadap ketahanan pangan rumah tang-ga. Ketujuh, cakupan studi yang berbeda ten-tang ketahanan pangan perlu dilakukan sehing-ga akan didapatkan gambaran tentang kondisiketahanan pangan di dalam wilayah Indone-

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015

Page 23: Analisis Raskin dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga di

Sundari, I. & Nachrowi, N. D. 143

sia yang banyak terdeteksi rawan pangan. Ke-delapan, klasifikasi derajat ketahanan panganrumah tangga pada studi ini diukur denganpenyilangan dua indikator ketahanan pangan,yaitu ketercukupan kalori dan pangsa penge-luaran pangan. Untuk studi selanjutnya, da-pat menggunakan indikator-indikator ketahan-an pangan yang lainnya sehingga dapat mem-perkaya studi tentang ketahanan pangan ru-mah tangga.

Daftar Pustaka

[1] Bashir, M. K., Naeem, M. K., & Niazi, S. A. K.(2010). Rural and peri-urban food security: a caseof district Faisalabad of Pakistan. World AppliedSciences Journal, 9 (4), 403–411.

[2] Bashir, M. K., Schilizzi, S., & Pandit, R. (2012).The determinants of rural household food se-curity in the Punjab, Pakistan: an econometricanalysis (Working Paper 1203). Crawley, Aus-tralia: School of Agricultural and ResourceEconomics, University of Western Australia.http://ageconsearch.umn.edu/bitstream/

122526/2/working%20paper%201203.pdf (Diakses12 Oktober 2013).

[3] Bogale, A., & Shimelis, A. (2009). Household le-vel determinants of food insecurity in rural areasof Dire Dawa, Eastern Ethiopia. African Journalof Food, Agriculture, Nutrition and Development,9 (9), 1914–1926.

[4] BPS. (2011). Survei Sosial Ekonomi Nasional2011. Jakarta.

[5] Demeke, A. B., & Zeller, M. (2010). Impacts ofRainfall Shock on Smallholders Food Security andVulnerability in Rural Ethiopia: Learning from Ho-usehold Panel Data. https://editorialexpress.com/cgi-bin/conference/download.cgi?db_

name=paneldata2010&paper_id=136 (Diakses 15September 2013).

[6] Fuwa, N. (2000). The poverty and heterogeneityamong female-headed households revisited: the ca-se of Panama. World Development, 28 (8), 1515–1542.

[7] Gebre, G. G. (2012). Determinants of food insecu-rity among households in Addis Ababa city, Ethio-pia. Interdisciplinary Description of Complex Sys-tems, 10 (2), 159-173.

[8] Indonesia, R. (2012). Undang-Undang Nomor 18Tahun 2012 Tentang Pangan.

[9] Mallick, D., & Rafi, M. (2010). Are female-headedhouseholds more food insecure? Evidence from Ba-ngladesh. World Development, 38 (4), 593–605.

[10] Maxwell, D., Levin, C., Armar-Klemesu, M.,Ruel, M., Morris, S., & Ahiadeke, C. (2000).Urban livelihoods and food and nutrition securi-ty in Greater Accra, Ghana (Research ReportNo. 112). Washington, DC: International FoodPolicy Research Institute. http://www.who.

int/nutrition/publications/foodsecurity/

livelihoods_foodsecurity_ghana.pdf (Diakses15 September 2013).

[11] Saliem, H. P., Lokollo, E. M., Purwantini, T. B.,Ariani, M., & Marisa, Y. (2001). Analisis Ketahan-an Pangan Tingkat Rumah Tangga dan Regional(Laporan Penelitian Puslitbang Sosek Pertanian,Badan Litbang Pertanian). Departemen Pertani-an.

[12] Stiglitz, J. E. (2000). Economics of the Public Sec-tor, third edtion. New York: W. W. Norton &Company.

JEPI Vol. 15 No. 2 Januari 2015