Upload
others
View
14
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS RISIKO PRABENCANA KEBAKARAN HUTAN MENGGUNAKAN
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS: PROVINSI RIAU)
Ulfa Kinasih Arumayu (23116013)
Pembimbing¹ Dr. Ir. Bambang Edhi Leksono, M.Sc.
Pembimbing² Agung Mahadi Putra Perdana, S.Si., M.Sc.
Provinsi Riau memiliki sebaran titik panas (hotspot) tertinggi di Indonesia pada tahun
2013, 2014, dan 2015. Bencana kebakaran hutan yang terjadi di Provinsi Riau pada Maret
2014 membakar 652 hektar kawasan Hutan Tanaman Industri dan membakar 5.434 hektar
kawasan Hutan Konservasi. Bencana kebakaran hutan memiliki risiko berupa potensi
kerugian yang ditimbulkan pada kawasan hutan dalam kurun waktu tertentu.
Penanggulangan bencana memiliki siklus berupa periode prabencana, bencana, dan
pascabencana. Salah satu kegiatan penanggulangan prabencana kebakaran hutan adalah
melakukan pemetaan dan analisis risiko prabencana kebakaran hutan bertujuan untuk
menganalisis sebaran potensi ancaman, kerentanan, kapasitas, dan risiko yang
ditimbulkan bencana kebakaran hutan Provinsi Riau tahun 2018. Penelitian ini
menggunakan Sistem Informasi Geografis metode skoring dan pembobotan yang
mengacu kepada Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Umum Pengkajian Risiko Bencana. Hasil akhir dari penelitian ini menunjukan sebaran
potensi risiko bencana kebakaran hutan di Provinsi Riau pada kawasan hutan, kawasan
Hutan Konservasi dan kawasan Hutan Lindung memiliki potensi risiko terluas pada
tingkat rendah, sedangkan kawasan Hutan Produksi memiliki potensi risiko terluas pada
tingkat tinggi. Sebaran potensi risiko bencana kebakaran hutan berdasarkan kabupaten
atau kota dari total luas wilayah Provinsi Riau, Kabupaten Indragiri Hilir memiliki risiko
tingkat rendah terluas dengan luas 1.085.907 hektar, Kabupaten Pelalawan memiliki
risiko tingkat sedang terluas dengan luas 323.239 hektar dan memiliki risiko tingkat
tinggi terluas dengan luas 645.864 hektar. Kabupaten Indagiri Hilir memiliki potensi
risiko bencana kebakaran hutan terluas pada tingkat rendah dikarenakan memiliki
kapasitas tingkat sedang dalam menanggulangi potensi ancaman dan kerentanan bencana
kebakaran hutan. Kabupaten Pelalawan memiliki potensi risiko bencana kebakaran hutan
terluas pada tingkat sedang dan tingkat tinggi dikarenakan memiliki kapasitas tingkat
rendah dalam menanggulangi potensi ancaman dan kerentanan bencana kebakaran hutan.
Kata Kunci : Kebakaran Hutan, Sistem Informasi Geografis, Metode Skoring dan
Pembobotan
I. PENDAHULUAN
Data Distribusi Hotspot Tahunan di Indonesia
Periode 1997-2015 menunjukkan bahwa
kebakaran hutan dan lahan berfluktuasi setiap
tahun sesuai dengan pola tertentu [1]. Pulau
Kalimantan dan Sumatera masih menjadi pulau
yang memiliki sebaran titik panas (hotspot) dari
tahun ke tahun khususnya di Provinsi Riau, hasil
analisis tahun-tahun sebelumnya Provinsi Riau
menduduki 3 provinsi dengan sebaran titik panas
tertinggi pada tahun 2013, 2014, dan 2015 [2].
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kebakaran
merupakan masalah yang cukup serius yang
ditunjukkan dengan kondisi berbahaya di hampir
seluruh wilayah Riau pada Maret 2014 yang
mengalami kebakaran di kawasan Hutan
Tanaman Industri seluas 652 hektar dan kawasan
Hutan Konservasi seluas 5.434 hektar [3].
Dampak yang ditimbulkan dari kebakaran Hutan
dapat merugikan lingkungan, fisik, dan ekonomi
daerah tertentu.
Bencana alam baik alamiah maupun non-
alamiah kerap terjadi yang menyebabkan
peningkatkan bencana alam lainnya maupun
risiko dari bencana tersebut meningkat. ESCAP
(Economic and Social Commission for Asia and
the Pacific) menyatakan hampir 40 persen
dampak bencana ada di sektor sosial kesehatan,
pendidikan, dan mata pencaharian, yang
menghasilkan ketidaksetaraan kesempatan yang
lebih dalam dan menciptakan lingkaran
kemiskinan, ketimpangan dan bencana yang
ditransmisikan dari generasi ke generasi [4].
Salah satu bencana di dunia adalah kebakaran
hutan dan lahan. Bencana kebakaran tidak hanya
membakar areal hutan saja, namun fenomena
bencana ini juga kerap terjadi dalam waktu
bersamaan pada areal non hutan. Kebakaran
Hutan didefinisikan sebagai suatu fenomena
bencana di mana api melahap vegetasi yang
terjadi di kawasan hutan yang menyebar secara
luas, bebas, dan tidak terkendali [5].
Risiko bencana kebakaran hutan merupakan
potensi kerugian yang ditimbulkan akibat
terjadinya bencana kebakaran hutan di suatu
daerah dan kurun waktu tertentu. Risiko bencana
dapat diidentifikasi menggunakan penilaian
risiko dan analisis risiko. Penilaian risiko
merupakan proses evaluasi kondisi fisik,
lingkungan, dan kapasitas terhadap ancaman
bencana tertentu. Analisis risiko merupakan
proses menentukan risiko melalui analisis
ancaman yang mungkin terjadi dan analisis
kerentanan yang sudah ada pada suatu daerah
tertentu. Analisis risiko dapat menggunakan
analisis spasial, sebuah metode sistematis yang
memproses nilai sebuah data yang mengacu pada
sistem koordinat geografis yang berfungsi untuk
mengetahui sebaran potensi ancaman,
kerentanan, kapasitas, dan risiko bencana pada
daerah tertentu. Risiko pada suatu bencana
tersusun dari ancaman, kerentanan, dan
kapasitas. Ancaman merupakan peristiwa atau
kejadian yang dapat menimbulkan bencana.
Kerentanan merupakan faktor yang telah ada
yang menurunkan kemampuan suatu daerah
menghadapi bencana. Kapasitas merupakan
kemampuan sumber daya yang telah ada yang
dapat mengurangi risiko bencana yang akan
terjadi [6].
Pemetaan risiko (Risk Mapping) adalah salah
satu kegiatan dalam tahapan prabencana dalam
pemantauan risiko untuk mengurangi dampak
buruk yang mungkin ditimbulkan yang
dihasilkan dalam bentuk peta risiko [6]. Aditya
(2010) dalam bukunya mengatakan bahwa
analisis risiko pada pembuatan peta risiko
melibatkan tiga komponen yaitu bahaya,
kerentanan, dan kapasitas [7]. Pembuatannya
menggunakan perhitungan analisis risiko dapat
ditentukan tingkat besaran risiko yang dihadapi
oleh daerah yang bersangkutan menggunakan
Sistem Informasi Geografis. Penelitian
sebelumnya, Adiet menggunakan Sistem
Informasi Geografis metode skoring dan
pembobotan dengan mengolah data ancaman,
data kerentanan, dan data kapaitas dalam
pemetaan risiko kebakaran lahan gambut dan
melakukan analisis risiko yang mengacu pada
Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 Tahun 2012
[8].
Penelitian ini menggunakan Sistem Informasi
Geografis (SIG) bertujuan untuk melakukan
pemetaan dan menganalisis sebaran potensi
ancaman, kerentanan, kapasitas, dan risiko yang
ditimbulkan dari bencana kebakaran hutan
meggunakan metode skoring dan pembobotan
pada setiap parameter penyusun sesuai dengan
Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 Tahun 2012
dengan skala 1:250.000 dengan kedalaman
analisis hingga tingkat kabupaten di Provinsi
Riau. Penelitian ini dilakukan agar dapat
membantu dalam perencanaan dan pengambilan
keputusan ataupun tindakan lebih lanjut terhadap
penanggulangan kebakaran baik waktu sekarang
maupun masa yang akan datang.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Menganalisis sebaran potensi ancaman
bencana kebakaran hutan di Provinsi Riau.
2. Menganalisis sebaran potensi risiko bencana
kebakaran hutan di Provinsi Riau.
Penelitian ini membuat peta tematik berupa
peta risiko kebakaran hutan yang tersusun dari
peta ancaman kebakaran hutan, peta kerentanan
kebakaran hutan, dan peta kapasitas Provinsi
Riau. Penelitian ini membuat peta risiko bencana
kebakaran hutan di kawasan hutan Provinsi Riau.
Ruang Lingkup kegiatan dalam penelitian ini
dibatasi pada hal-hal berikut:
1. Studi kasus penelitian bencana kebakaran
hutan ini berada di Provinsi Riau dengan
kedalaman analisis tingkat kabupaten.
2. Penelitian ini difokuskan pada kawasan hutan
Provinsi Riau.
3. Penelitian ini dilakukan dengan analisis
spasial menggunakan Sistem Informasi
Geografis (SIG) metode skoring dan
pembobotan pada beberapa parameter dengan
acuan Peraturan Kepala BNPB Nomor 02
Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum
Pengkajian Risiko Bencana.
II. METODOLOGI PENELITIAN
2. 1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini berfokus pada kawasan hutan
Provinsi Riau dengan kedalaman analisis pada
tingkat kabupaten. Kawasan hutan Provinsi Riau.
Data kawasan hutan berupa data spasial batas
kawasan hutan Provinsi Riau dalam bentuk
vektor tahun 2018 dengan skala observasi
1:250.000 dari Badan Pemantapan Kawasan
Hutan (BPKH) Wilayah XIX Provinsi Riau yang
disajikan pada gambar berikut.
Gambar 1. Peta Kawasan Hutan Provinsi Riau Tahun 2018
(Sumber: Balai Pemantapan Kawasan Hutan XIX Provinsi Riau)
2.2. Alat dan Data Penelitian
Alat yang digunakan pada pembuatan peta
risiko bencana kebakaran hutan dan lahan ini
menggunakan sebuah perangkat keras laptop
Asus A456U dan perangkat lunak berupa
ArcGIS 10.6 sebagai perangkat pengolahan data,
Microsoft Excel sebagai perangkat perhitungan
data tabular, dan Microsoft Word sebagai
perangkat penulisan draft penelitian. Penelitian
analisis spasial bencana kebakaran hutan
menggunakan sistem informasi geografis ini
menggunakan data - data yang akan diolah dalam
pembuatan peta risiko, data – data tersebut
disajikan pada Tabel 1. berikut.
Tabel 1. Alat dan Bahan
Jenis Data Tipe
Data
Tahun
Data Sumber
Batas Administrasi
Provinsi Riau Vektor 2018
BAPPEDA
Riau
Curah Hujan Provinsi
Riau Tabular 2018 BMKG
Jenis Tanah Provinsi
Riau Vektor 2018
DISLHK
Riau
Kawasan Hutan
Provinsi Riau Vektor 2018
BPKH
Riau
Kerentanan Bencana
Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Riau
Vektor 2018 BPBD Riau
Kapasitas Provinsi Riau Vektor 2018 BPBD Riau
Risiko Bencana Kebakaran Hutan dan
Lahan Provinsi Riau
Vektor 2016 BPBD
Riau
Titik Panas (Hotspot)
Provinsi Riau Tahun
2018
Tabular 2018 KLHK
2.3. Diagram Alir Penelitian
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian
2.4. Pengolahan Data
2.4.1. Penentuan Potensi Ancaman
Prabencana Kebakaran Hutan
(Peraturan Kepala BNPB Nomor 02
Tahun 2012)
Ancaman kebakaran hutan dan lahan dapat
ditentukan dengan metode bobot dan skor dan
menggunakan parameter sesuai dengan
ketentuan dari Peraturan Kepala BNPB Nomor
02 Tahun 2012, tersusun dari jenis tutupan lahan,
iklim berupa curah hujan, dan jenis tanah yang
diidentifikasi untuk mendapatkan tingkat
parameter dan dinilai berdasarkan tingkat
pengaruh atau kepentingan masing-masing
tingkat menggunakan metode perkalian bobot
dan skor. Berikut parameter penentuan ancaman
pada tabel berikut.
Tabel 2. Parameter Penentuan Tingkat Ancaman Bencana Kebakaran
Hutan dan Lahan
Parameter Tingkat Parameter Bobot
Rendah Sedang Tinggi
Tutupan
Lahan
Hutan Lahan
Perkebunan
Padang
Rumput
Kering
dan
Belukar,
Lahan
Pertanian
40%
Parameter Tingkat Parameter Bobot
Rendah Sedang Tinggi
Curah
Hujan
3.333 –
5.000
mm/tahun
1.667 –
3.333
mm/tahun
0 – 1.667
mm/tahun
30%
Jenis
Tanah
Non
Organik /
Non
Gambut /
Mineral
- Organik /
Gambut
30%
(Sumber : Perka BNPB Nomor 02 Tahun 2012)
2.4.1.1. Data Tutupan Lahan
Penelitian yang berfokus pada kebakaran di
kawasan hutan ini menyesuaikan parameter dari
Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 Tahun 2012
yang dalam menentukan potensi ancaman
kebakaran hutan dengan hanya menggunakan
tingkat rendah pada parameter tutupan lahan,
yaitu hutan, sehingga data yang digunakan
berupa data spasial kawasan hutan tahun 2018
dalam bentuk vektor yang didapatkan dari Badan
Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah
XIX Provinsi Riau berikut dan diklasifikasikan
berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan
Republik Indonesia Nomor: P. 50/Menhut-
II/2009 pada tabel berikut.
Tabel 3. Klasifikasi Kawasan Hutan
Jenis Kawasan
Hutan Kawasan Hutan
Hutan Produksi Hutan Produksi, Hutan Produksi Tetap, Hutan
Produksi Konservasi
Hutan
Konservasi
Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, Kawasan
Konservasi Alam, Taman Hutan Raya, Taman
Nasional, Taman Wisata Alam
Hutan Lindung Hutan Lindung
Areal
Penggunaan
Lain
Areal Penggunaan Lain Non Hutan
(Sumber: Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.
50/Menhut-II/2009)
2.4.1.2. Data Curah Hujan
Tabel 4. Data Curah Hujan Tahun 2018
Nama Stasiun BMKG X Y
Curah
Hujan
(mm/tahun)
Stasiun Indragiri Hulu -0,33000 102,32000 2022
Stasiun Sultan Syarif
Kasim II
0,45924 101,44743 2698,7
Stasiun Aek Godang 1,55000 99,45000 1839,6
Stasiun Teluk Bayur -0,99639 100,37222 3928
Stasiun Sultan Thaha -1,63368 103,64000 2333,4
(Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika)
Data curah hujan yang digunakan pada
penelitian ini berupa data nonspasial yaitu data
tabular yang diunduh dari situs Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
(BMKG) dan disasjikan pada Tabel 4. Data
berupa titik koordinat (X,Y) dari lima stasiun
yang menjadi referensi dan nilai intensitas curah
hujan harian (mm/hari) yang kemudian nilai
intensitas dijumlahkan dan menjadi nilai
intensitas curah hujan tahunan (mm/tahun). Data
curah hujan tersebut kemudian diolah pada
perangkat lunak ArcGIS dengan memasukan
data excel pada ArcGIS, melakukan interpolasi
data menggunakan metode yang tersedia pada
tools ArcMap yaitu IDW (Inverse Distance
Weighted). Hasil interpolasi kemudian di
reclassify atau klasifikasi ulang sesuai dengan
Peraturan BNPB Nomor 02 Tahun 2012.
2.4.1.3. Data Jenis Tanah
Data Jenis Tanah pada penelitian ini berupa
data spasial yaitu data vektor jenis tanah tahun
2018 yang berasal dari Dinas Lingkungan Hidup
dan Kehutanan (DISLHK) Provinsi Riau. Data
jenis tanah yang disajikan menginformasikan
bahwa pada Provinsi Riau memiliki lima jenis
tanah, yaitu Organosol, Aluvial, Latosol,
Podsolik Merah Kuning, dan Brown Forest Soil.
Data jenis tanah tersebut diklasifikasi ulang
dengan menyesuaikan parameter pada Peraturan
Kepala BNPB Nomor 02 Tahun 2012 dengan
mempertimbangkan penafsiran setiap kelas jenis
tanah pada data menggunakan Petunjuk Teknis
Klasifikasi Tanah Nasional oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian [19],
sehingga didapatkan parameter penentuan kelas
jenis tanah pada tabel berikut.
Tabel 5. Parameter Penentuan Jenis Tanah
Jenis Tanah
BNPB
Data Jenis Tanah
Bappeda Riau Kelas Skor Bobot
Non-organik /
Non-Gambut
/ Mineral
Aluvial, Latosol,
Podsolik Merah
Kuning, Brown Forest
Soil
Rendah 1
30%
- - Sedang 2
Organik /
Gambut Organosol Tinggi 3
(Sumber: Perka BNPB Nomor 2 Tahun 2012 dan Petunjuk Teknis
Klasifikasi Tanah Nasional)
2.4.2. Data Kerentanan Kebakaran Hutan
dan Lahan (Sumber : BPBD Provinsi
Riau)
Data kerentanan pada penelitian ini berupa
data spasial yaitu data vektor kerentanan tahun
2018 yang berasal dari Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau. Data
kerentanan dibagi menjadi tiga tingkat yaitu
kerentanan dengan tingkat rendah, sedang, dan
tinggi. Kerentanan kebakaran hutan dan lahan
dapat ditentukan dengan metode skoring dan
pembobotan dan menggunakan parameter sesuai
dengan ketentuan dari Peraturan Kepala BNPB
Nomor 02 Tahun 2012. Parameter penyusun
kerentanan kebakaran hutan dan lahan terdiri dari
kerentanan sosial, kerentana fisik, kerentanan
ekonomi, dan kerentanan lingkungan.
2.4.3. Data Kapasitas (Sumber : BPBD
Provinsi Riau)
Data kapasitas Provinsi Riau pada penelitian
ini berupa data spasial yaitu data vektor kapasitas
tahun 2018 yang berasal dari Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Provinsi Riau. Data kapasitas dibagi menjadi tiga
tingkat tingkat yaitu kapasitas dengan tingkat
rendah, sedang, dan tinggi. Kapasitas suatu
daerah dalam menghadapi bencana merupakan
salah satu dasar sebagai upaya pengurangan
risiko bencana. Peta Kapasitas adalah gambaran
atau representasi kapasitas suatu wilayah dalam
mengurangi risiko bencana. Kapasitas dapat
dimodelkan sebagai jumlah total dari komponen
kapasitas yang ada. Indikator penyusun
komponen kapasitas adalah kesiapsiagaan,
infrastruktur sosial dan fisik, serta komponen
kesehatan.
2.4.4. Penentuan Potensi Risiko Prabencana
Kebakaran Hutan (Peraturan Kepala
BNPB Nomor 02 Tahun 2012)
Potensi risiko tersebut dihitung dengan
mempertimbangkan tingkat ancaman,
kerentanan dan kapasitas suatu daerah dalam
menghadapi bencana tertentu. Peta risiko
bencana dibuat dengan menumpangsusunkan
(overlay) peta ancaman, peta kerentanan dan peta
kapasitas. Peta-peta yang sudah ditupangsusun
(overlay) kemudian dihitung nilai risikonya
dengan rumus berikut :
𝑅 = 𝐻 × 𝑉
𝐶
.……............................. (2.1)
dimana R : Risiko (Risk)
H : Ancaman (Hazard)
V : Kerentanan (Vulnerability)
C : Kapasitas (Capacity)
Hasil perhitungan kemudian diklasifikai
menjadi tiga tingkat yakni tingkat rendah sedang,
dan tinggi sesuai interval yang didapatkan
dengan perhitungan menggunakan persamaan
(2.2 sebagai berikut
Nilai Interval Kelas = Nilai Tertinggi − Nilai Terendah
Jumlah Kelas
...... (2.2)
2.4.5. Validasi
Validasi pada penelitian ini diawali dengan
validasi dengan peta risiko bencana kebakaran
hutan dan lahan Provinsi Riau tahun 2016 dari
Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Provinsi Riau . Peta risiko yang sudah
divalidasi menggunakan peta risiko bencana
kebakaran hutann dan lahan Provinsi Riau tahun
2016 dari Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) Provinsi Riau kemudian
divalidasi kembali menggunakan data titik panas
(hotspot) di Provinsi Riau tahun 2018 yang
didapatkan pada website SiPongi dari
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
[30]. Sebaran titik panas (hotspot) di Provinsi
Riau disajikan pada Gambar 3. berikut ini.
Gambar 3. Peta Sebaran Titik Panas (Hotspot) Provinsi Riau
Tahun 2018
(Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
2018)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Risiko Prabencana Kebakaran Hutan
Provinsi Riau Tahun 2018
Tabel 6. Risiko Prabencana Kebakaran Hutan Provinsi Riau Tahun 2018
Tingkat Risiko Luas (Hektar) Persentase (%)
Rendah 4.705.043 52,16
Sedang 1.822.083 20,20
Tinggi 2.492.664 27,64
TOTAL 9.019.790 100
(Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
Potensi risiko prabencana kebakaran hutan
dengan tingkat rendah memiliki luas 4.705.043
hektar atau setara dengan 52,16% dari total luas
wilayah Provinsi Riau, potensi risiko bencana
kebakaran hutan dengan tingkat sedang memiliki
luas 1.822.083 hektar atau setara dengan 20,20%
dari total luas wilayah Provinsi Riau, dan potensi
risiko kebakaran hutan dengan tingkat tinggi
memiliki luas 2.492.664 hektar atau setara
dengan 27,64% dari total luas wilayah Provinsi
Riau. Suatu daerah memiliki potensi risiko
kebakaran hutan dengan tingkat tinggi karena
daerah tersebut memiliki potensi ancaman dan
kerentanan kebakaran hutan dengan tingkat
tinggi namun memiliki kapasitas yang rendah.
Sebaliknya, suatu daerah memiliki potensi risiko
kebakaran hutan dengan tingkat rendah karena
suatu daerah tersebut memiliki potensi ancaman
dan kerentanan yang tinggi atau rendah namun
memiliki kapasitas yang tinggi sehingga tingkat
risiko dapat diminimalisir sehingga risiko berada
di tingkat rendah.
Tabel 7. Risiko Prabencana Kebakaran Hutan Berdasarkan Kawasan
Hutan
Jenis Kawasan
Hutan
Luas
Kawasan
(Hektar)
Tingkat Risiko Bencana Kebakaran
Hutan Di Kawasan Hutan Provinsi Riau
RENDAH
Luas
(Hektar)
SEDANG
Luas
(Hektar)
TINGGI
Luas
(Hektar)
Areal Penggunaan
Lain
3.525.951 2.484.753 845.333 195.865
Hutan Konservasi 656.528 303.999 199.189 153.340
Hutan Lindung 267.741 167.572 14.543 85.626
Hutan Produksi 4.569.570 1.748.719 763.018 2.057.833
TOTAL 9.019.790 4.705.043 1.822.083 2.492.664
(Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
Kawasan Hutan Produksi memiliki potensi
risiko bencana kebakaran hutan terluas pada
tingkat tinggi karena kawasan Hutan Produksi
tidak hanya memiliki jenis tanah yang dominasi
orgnaik sehingga menghasilkan ancaman tingkat
tinggi dan memiliki kerentanan tingkat tinggi,
namun kawasan Hutan Produksi juga merupakan
kawasan hutan yang digunakan bagi
pembangunan di luar kehutanan yang dapat
diekploitasi untuk memproduksi kayu dengan
intensitas yang rendah, sehingga Hutan Produksi
mengalami penebangan yang menyebabkan
kawasan Hutan Produksi berpotensi mengalami
kebakaran hutan. Kawasan Areal Penggunaan
Lain memiliki potensi risiko bencana kebakaran
hutan tingkat rendah terluas di Provinsi Riau
dikarenakan kawasan Areal Penggunaan Lain
merupakan daerah bukan kawasan hutan seperti
lahan terbangun, perkebunan, tubuh air, atau
tutupan lahan lainnya yang susah untuk terbakar,
namun tidak menutup kemungkinan terjadi
bencana kebakaran di kawasan Areal
Penggunaan Lain dikarenakan kodisi alam yang
berbeda-beda seperti memiliki jenis tanah
organik yang mudah terbakar, sehingga kawasan
Areal Penggunaan Lain memiliki potensi risiko
bencana kebakaran hutan terluas pada tingkat
sedang setelah tingkat rendah. Kawasan Hutan
Konservasi dan Hutan Lindung memiliki potensi
risiko bencana kebakaran hutan terluas pada
tingkat rendah dikarenakan Hutan Konservasi
dan Hutan Lindung merupakan kawasan hutan
yang dilindungi oleh pemerintah, serta memiliki
jenis tanah mineral dan tingkat kerentanan yang
rendah sehingga memiliki potensi risiko yang
rendah.
Tabel 8. Risiko Prabencana Kebakaran Hutan Berdasarkan Kabupaten
atau Kota
Kabupaten / Kota
Tingkat Risiko Berdasarkan
Kabupaten / Kota Luas
Kabupaten/
Kota
(Hektar)
Rendah
Luas
(Hektar)
Sedang
Luas
(Hektar)
Tinggi
Luas
(Hektar)
Bengkalis 118.628 161.779 575.673 856.080
Dumai 9.955 37.508 185.787 233.250
Indragiri Hilir 1.085.907 247.886 0 1.333.793
Indragiri Hulu 592.137 217.110 0 809.247
Kampar 1.043.500 36.662 0 1.080.162
Kepulauan
Meranti
44.104 60.127 263.639 367.870
Kuantan Singingi 533.484 0 0 533.484
Pekanbaru 69.710 0 0 69.710
Pelalawan 330.057 323.239 645.864 1.299.160
Rokan Hilir 145.417 190.415 581.062 916.894
Rokan Hulu 233.156 260.245 240.639 734.040
Siak 498.988 287.112 0 786.100
TOTAL 4.705.043 1.822.083 2.492.664 9.019.790
(Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
Kabupaten Pelalawan memiliki kapasitas
tingkat rendah dalam menanggulangi potensi
ancaman dan kerentanan bencana kebakaran
hutan sehingga memiliki potensi risiko bencana
kebakaran hutan terluas pada tingkat sedang dan
tinggi. Kabupaten Kuantan Singingi dan Kota
Pekanbaru hanya memiliki potensi risiko
bencana kebakaran hutan tingkat rendah
dikarenakan Kabupaten Kuantan Singingi
memiliki kapasitas tingkat sedang dan Kota
Pekanbaru memiliki kapasitas tingkat tinggi.
Persebaran risiko bencana kebakaran hutan
berdasarkan kabupaten atau kota kemudian
disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5 berikut.
Gambar 4. Peta Risiko Prabencana Kebakaran Hutan Provinsi Riau
Tahun 2018
(Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
Gambar 5. Peta Risiko Prabencana Kebakaran Hutan Provinsi Riau
Tahun 2018 Skala 1:250.000 NLP 0817
(Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
Kabupaten dan kota yang didominasi potensi
risiko bencana kebakaran hutan tingkat rendah
adalah Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten
Indragiri Hulu, Kabupaten Kampar, Kabupaten
Kuantan Singingi, Kota Pekanbaru, dan
Kabupaten Siak. Kabupaten dan kota yang
didominasi potensi risiko kebakaran hutan
tingkat sedang adalah Kabupaten Rokan Hulu.
Kabupaten dan kota yang didominasi potensi
risiko kebakaran hutan tingkat tinggi adalah
Kabupaten Bengkalis, Kota Dumai, Kabupaten
Kepulauan Meranti, dan Kabupaten Pelalawan,
dan Kabupaten Rokan Hilir. Data risiko bencana
kebakaran hutan di Provinsi Riau ini kemudian
dikaji untuk menentukan pola persebaran risiko
bencana kebakaran hutan berdasarkan jenis
kawasan hutan pada setiap kabupaten atau kota
yang ada di Provinsi Riau yang disajikan pada
Tabel 9 berikut.
Tabel 9. Pola Persebaran Risiko Prabencana Kebakaran Hutan Provinsi
Riau Tahun 2018
Jenis Kawasan Hutan Tingkat
Risiko
Kabupaten /
Kota
Luas
(Hektar)
Hutan Lindung
Rendah Kampar 53.659
Sedang Rokan Hulu 3.672
Tinggi Rokan Hulu 56.884
Hutan Konservasi
Rendah Kampar 104.675
Sedang Indragiri Hulu 65.405
Tinggi Bengkalis 77.699
Hutan Produksi
Rendah Indragiri Hilir 500.533
Sedang Indragiri Hilir 159.100
Tinggi Pelalawan 545.162
Areal Penggunaan
Lain
Rendah Indragiri Hilir 537.904
Sedang Rokan Hulu 191.336
Tinggi Rokan Hilir 62.228
(Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
Kawasan Hutan Lindung memiliki potensi
risiko bencana kebakaran hutan tingkat rendah
terluas di Kabupaten Kampar, tingkat sedang
terluas di Kabupaten Rokan Hulu, dan tingkat
tinggi terluas di Kabupaten Rokan Hulu.
Kawasan Hutan Konservasi memiliki potensi
risiko bencana kebakaran hutan tingkat rendah
terluas di Kabupaten Kampar, tingkat sedang
terluas di Kabupaten Indragiri Hulu, dan tingkat
tinggi terluas di Kabupaten Bengkalis. Kawasan
Hutan Produksi memiliki potensi risiko bencana
kebakaran hutan tingkat rendah terluas di
Kabupaten Indragiri Hilir, tingkat sedang terluas
di Kabupaten Indragiri Hilir, dan tingkat tinggi
terluas di Kabupaten Pelalawan. Kawasan Areal
Penggunaan Lain memiliki potensi risiko
bencana kebakaran hutan tingkat rendah terluas
di Kabupaten Indragiri Hilir, tingkat sedang
terluas di Kabupaten Rokan Hulu, dan tingkat
tinggi terluas di Kabupaten Rokan Hilir. Data
persebaran risiko di Provinsi Riau disajikan
dalam bentuk peta pola sebaran risiko kebakaran
hutan pada Gambar 6 dan Gambar 7 berikut.
Gambar 6. Peta Pola Sebaran Risiko Prabencana Kebakaran Hutan
Provinsi Riau Tahun 2018
(Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
Gambar 7. Peta Pola Sebaran Risiko Prabencana Kebakaran Hutan
Provinsi Riau Tahun 2018 Skala 1:250.000 NLP 0817
(Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
3.2. Ancaman Prabencana Kebakaran Hutan
Provinsi Riau Tahun 2018
Tabel 10. Ancaman Prabencana Kebakaran Hutan Provinsi Riau Tahun
2018
Tingkat Ancaman Luas (Hektar) Persentase (%)
Rendah 2.636.935 29,23
Sedang 2.899.723 32,15
Tinggi 3.483.132 38,62
TOTAL 9.019.790 100%
(Sumber: Hasil Pemgolahan, 2020)
Ancaman yang didapatkan dari hasil
pengolahan menunjukan bahwa Provinsi Riau
berpotensi memiliki tiga tingkat ancaman yang
disajikan pada Error! Reference source not
found. yaitu tingkat tinggi, sedang, dan rendah.
Potensi ancaman bencana kebakaran hutan
tingkat rendah memiliki luas 2.636.935 hektar
atau sebesar 29,23% dari total luas wilayah
Provinsi Riau, potensi ancaman bencana
kebakaran hutan tingkat sedang memiliki luas
2.899.723 hektar atau sebesar 32,15% dari total
luas wilayah Provinsi Riau, dan potensi ancaman
bencana kebakaran hutan tingkat tinggi memiliki
luas 3.483.132 hektar atau sebesar 38,62% dari
total luas wilayah Provinsi Riau.
Tabel 11. Ancaman Prabencana Kebakaran Hutan Provinsi Riau
Berdasarkan Kawasan Hutan
Jenis Kawasan
Hutan
Luas
Kawasan
(Hektar)
Tingkat Ancaman Bencana Kebakaran
Hutan di Kawasan Hutan Provinsi Riau
RENDAH
Luas
(Hektar)
SEDANG
Luas
(Hektar)
TINGGI
Luas
(Hektar)
Areal Penggunaan
Lain 3.525.951 2.636.935 0 889.016
Hutan Konservasi 656.528 0 402.194 254.334
Hutan Lindung 267.741 0 246.902 20.839
Hutan Produksi 4.569.570 0 2.250.627 2.318.943
TOTAL 9.019.790 2.636.935 2.899.723 3.483.132
(Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
Kawasan Hutan Konservasi memiliki potensi
ancaman bencana kebakaran hutan tingkat
sedang dengan luas 402.194 hektar atau sebesar
61,26% dari luas total kawasan Hutan
Konservasi di Provinsi Riau. Kawasan Hutan
Lindung memiliki potensi ancaman bencana
kebakaran hutan tingkat sedang dengan luas
246.902 hektar atau sebesar 92,22% dari luas
total kawasan Hutan Lindung di Provinsi Riau.
Kawasan Hutan Produksi memiliki potensi
ancaman bencana kebakaran hutan tingkat tinggi
dengan luas 2.318.943 hektar atau sebesar
50,75% dari luas total kawasan Hutan Produksi
di Provinsi Riau. Kawasan Areal Penggunaan
Lain memiliki potensi ancaman bencana
kebakaran hutan tingkat rendah dengan luas
2.636.935 hektar atau sebesar 74,79% dari luas
total kawasan Areal Penggunaan Lain di Provinsi
Riau.
Tabel 12. Ancaman Prabencana Kebakaran Hutan Provinsi Riau
Berdasarkan Kabupaten atau Kota
.Kabupaten / Kota
Tingkat Ancaman Berdasarkan
Kabupaten / Kota Luas
Kabupaten
/ Kota
(Hektar)
Rendah
Luas
(Hektar)
Sedang
Luas
(Hektar)
Tinggi
Luas
(Hektar)
Bengkalis 179.868 180.937 495.275 856.080
Dumai 34.003 26.986 172.261 233.250
Indragiri Hilir 307.997 416.509 609.287 1.333.793
.Kabupaten / Kota
Tingkat Ancaman Berdasarkan
Kabupaten / Kota Luas
Kabupaten
/ Kota
(Hektar)
Rendah
Luas
(Hektar)
Sedang
Luas
(Hektar)
Tinggi
Luas
(Hektar)
Indragiri Hulu 223.818 357.168 228.261 809.247
Kampar 465.774 547.487 66.901 1.080.162
Kepulauan
Meranti
88.235 78.285 201.350 367.870
Kuantan Singingi 217.407 313.218 2.859 533.484
Pekanbaru 56.482 7.109 6.119 69.710
Pelalawan 250.530 313.711 734.919 1.299.160
Rokan Hilir 233.244 211.821 471.829 916.894
Rokan Hulu 329.395 347.584 57.061 734.040
Siak 250.182 98.908 437.010 786.100
TOTAL 2.636.935 2.899.723 3.483.13
2 9.019.790
(Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
Kabupaten Pelalawan memiliki ancaman
tingkat tinggi terluas karena Kabupaten
Pelalawan memiliki tutupan lahan kawasan
Hutan Produksi lebih mendominasi dari Areal
Penggunaan Lain. Kabupaten Pelalawan juga
memiliki jenis tanah berupa organik lebih
mendominasi sehingga Kabupaten Pelalawan
memiliki tingkat ancaman tinggi terluas di antara
kabupaten atau kota lainnya. Hasil ancaman
bencana kebakaran hutan di Provinsi Riau
kemudian dikaji untuk menentukan pola
persebaran ancaman kebakaran hutan
berdasarkan jenis kawasan hutan pada setiap
kabupaten atau kota yang ada di Provinsi Riau
yang disajikan pada Tabel 13 berikut ini.
Tabel 13. Pola Persebaran Ancaman Prabencana Kebakaran Hutan
Provinsi Riau Tahun 2018
Jenis Kawasan Hutan Tingkat
Ancaman
Kabupaten /
Kota
Luas
(Hektar)
Hutan Lindung
Rendah - 0
Sedang Rokan Hulu 83.281
Tinggi Pelalawan 3.477
Hutan Konservasi
Rendah - 0
Sedang Kampar 104.634
Tinggi Siak 65.606
Hutan Produksi
Rendah - 0
Sedang Kampar 383.523
Tinggi Pelalawan 525.322
Areal Penggunaan
Lain
Rendah Kampar 460.105
Sedang - 0
Tinggi Indragiri Hilir 316.680
(Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
. Kawasan Hutan Lindung memiliki potensi
ancaman tingkat sedang terluas di Kabupaten
Rokan Hulu dan tingkat tinggi terluas di
Kabupaten Pelalawan. Kawasan Hutan
Konservasi memiliki potensi ancaman tingkat
sedang terluas di Kabupaten Kampar dan tingkat
tinggi terluas di Kabupaten Siak. Kawasan Hutan
Produksi memiliki potensi ancaman tingkat
sedang terluas di Kabupaten Kampar dan tingkat
tinggi terluas di Kabupaten Pelalawan. Kawasan
Areal Penggunaan Lain memiliki potensi
ancaman tingkat rendah terluas di Kabupaten
Kampar dan tingkat tinggi terluas di Kabupaten
Indragiri Hilir. Potensi ancaman bencana
kebakaran hutan tingkat rendah hanya dimiliki
kawasan Areal Penggunaan Lain dikarenakan
kawasan Areal Penggunaan Lain memiliki jenis
tanah non-organik yang sulit untuk terbakar dan
pada penelitian ini Area Penggunaan Lain tidak
memiliki bobot dan skor karena berfokus pada
kawasan hutan, sehingga Areal Penggunaan Lain
memiliki tingkat ancaman paling rendah di
kawasan hutan Provinsi Riau. Kawasan hutan
yang memiliki potensi ancaman tingkat sedang
dikarenakan jenis tanah yang terdapat pada
kawasan hutan tersebut berupa tanah non-
organik yang sulit terbakar, sedangkan kawasan
hutan memiliki potensi ancaman tingkat tinggi
dikarenakan jenis tanah yang terdapat pada
kawasan hutan tersebut berupa tanah organik
yang mudah terbakar dan sulit dipadamkan saat
bencana kebakaran terjadi. Persebaran potensi
ancaman bencana kebakaran hutan di Provinsi
Riau disajikan dalam bentuk peta ancaman
kebakaran hutan pada Gambar 8 dan Gambar 9
berikut ini.
Gambar 8. Peta Ancaman Prabencana Kebakaran Hutan Provinsi Riau
Tahun 2018
(Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
Gambar 9. Peta Ancaman Prabencana Kebakaran Hutan Provinsi Riau
Tahun 2018 Skala 1:250.000 NLP 0817
(Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
3.3. Tutupan Lahan Provinsi Riau
Tabel 14. Hasil Klasifikasi Kawasan Hutan Provinsi Riau
Jenis Kawasan Hutan Luas
(Hektar)
Presentase
(%)
Areal Penggunaan Lain
(APL)
3.525.951 39,09
Hutan Konservasi 656.528 7,28
Hutan Lindung 267.741 2,97
Hutan Produksi 4.569.570 50,66
TOTAL 9.019.790 100
(Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
Data tutupan lahan yang digunakan pada
penelitian ini adalah data spasial tutupan lahan
tahun 2018 yang didapatkan dari Badan
Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah
XIX Provinsi Riau. Fungsi hutan terbagi menjadi
tiga jenis yaitu Hutan Produksi, Hutan
Konservasi, dan Hutan Lindung, serta Areal
Penggunaan Lain [14]. Hutan Produksi yang
terdiri dari kawasan Hutan Produksi, Hutan
Produksi Tetap, dan Hutan Produksi Konservasi
memiliki luas terbesar di Provinsi Riau dengan
luas 4.569.570 hektar. Hutan Konservasi di
Provinsi Riau terdiri dari kawasan Cagar Alam,
Suaka Marga Satwa, Kawasan Pelestarian Alam,
Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam, dan
Taman Nasional memiliki luas 656.528 hektar.
Hutan Lindung di Provinsi Riau memiliki luas
267.741 hektar. Areal Penggunaan Lain yang
merupakan areal non-hutan memiliki luas
terbesar kedua di Provinsi Riau dengan luas
3.525.951 hektar. Hasil klasifikasi kemudian
dikaji untuk menentukan luasan tutupan lahan
setiap kawasan hutan berdasarkan kota atau
kabupaten di Provinsi Riau yang disajikan pada
tabel berikut.
Tabel 15. Kawasan Hutan Berdasarkan Kabupaten atau Kota di Provinsi
Riau
Kabupaten / Kota
Luas Jenis Hutan (Hektar) Luas
Kabupaten/ Kota
(Hektar) APL
Hutan Konservasi
Hutan Lindung
Hutan Produksi
Bengkalis 258.588 89.095 2.531 505.866 856.080
Dumai 53.611 6.081 0 173.558 233.250
Indragiri Hilir
623.846 26.138 22.496 661.313 1.333.793
Indragiri
Hulu
249.810 152.620 22.568 384.249 809.247
Kampar 500.189 109.804 56.157 414.012 1.080.162
Kepulauan
Meranti
101.472 6.980 5.002 254.416 367.870
Kuantan Singingi
216.762 53.244 44.742 218.736 533.484
Pekanbaru 60.032 3.540 0 6.138 69.710
Pelalawan 410.396 125.246 11.782 751.736 1.299.160
Rokan Hilir 340.946 9.128 14.106 552.714 916.894
Rokan Hulu 354.168 3.028 85.779 291.065 734.040
Siak 356.131 71.624 2.578 355.767 786.100
TOTAL 3.525.951
656.528 267.741 4.569.570 9.019.790
(Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
Kawasan hutan pada setiap kabupaten atau
kota di Provinsi Riau memiliki luas yang
berbeda-beda, namun di seluruh kabupaten atau
kota di Provinsi Riau didominasi oleh kawasan
Hutan Produksi dan Areal Penggunaan Lain yang
terdiri dari lahan terbangun, perkebunan, atau
tutupan lahan lainnya. Kawasan hutan di Provinsi
Riau diklasifikasikan menurut fungsi disajikan
pada gambar berikut.
Gambar 10. Peta Klasifikasi Kawasan Hutan Provinsi Riau Tahun 2018
(Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
Gambar 11. Peta Klasifikasi Kawasan Hutan Provinsi Riau Skala
1:250.000 NLP 0817 (Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
3.4. Curah Hujan Provinsi Riau
Data curah hujan yang digunakan pada
penelitian ini berasal dari situs Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
(BMKG). Data curah hujan yang digunakan
adalah data curah hujan harian (mm/hari) yang
digabungkan menjadi data curah hujan tahunan
(mm/tahun) dengan waktu pengamatan 1 Januari
2018 hingga 31 Desember 2018 dalam bentuk
tabular. Data curah hujan yang digunakan berasal
dari lima stasiun berbeda yang terdiri dari dua
stasiun BMKG di dalam Provinsi Riau (Stasiun
BMKG Sultan Syarif Kasim II di Pekanbaru dan
Stasiun BMKG Japura di Indragiri Hulu) dan tiga
stasiun BMKG di luar Provinsi Riau (Stasiun
BMKG Sultan Thaha di Jambi, Stasiun BMKG
Aek Godang di Sumatera Utara, dan Stasiun
Teluk Bayur di Sumatera Barat).
Gambar 12. Peta Curah Hujan Provinsi Riau Tahun 2018
(Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
Gambar 13. Peta Curah Hujan Provinsi Riau Tahun 2018 Skala
1:250.000 NLP 0817
(Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
Data curah hujan tersebut dilakukan
interpolasi untuk mengamati pola persebaran
curah hujan yang terjadi di Provinsi Riau. Curah
hujan memiliki peran penting dalam penentuan
tingkat ancaman kebakaran hutan. Suatu daerah
yang memiliki intensitas curah hujan rendah
berpotensi memiliki ancaman bencana kebakaran
hutan tingkat tinggi jika dibandingkan dengan
daerah yang memiliki intensitas curah hujan
tinggi dikarenakan intensitas curah hujan suatu
daerah mampu mempengaruhi kelembaban dan
kadar air pada suatu daerah sehingga suatu
daerah dapat mudah atau sulit terkabar. Hasil
pengolahan menggunakan interpolasi dan
klasifikasi data curah hujan Provinsi Riau
berdasarkan parameter ancaman bencana
kebakaran hutan menunjukan bahwa Provinsi
Riau hanya memiliki satu tingkat klasifikasi,
yaitu curah hujan tingkat sedang dengan
intensitas curah hujan 1.667 – 3.333 mm/tahun.
Hasil klasifikasi curah hujan menunjukan seluruh
kabupaten atau kota di Provinsi Riau memiliki
potensi ancaman kebakaran hutan tingkat
sedang. Persebaran pola ancaman pada curah
hujan di Provinsi Riau tahun 2018 kemudian
disajikan dalam bentuk peta klasifikasi curah
hujan pada gambar berikut.
Gambar 14. Peta Klasifikasi Curah Hujan Provinsi Riau 2018
(Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
Gambar 15. Peta Klasifikasi Curah Hujan Provinsi Riau 2018 Skala
1:250.000 NLP 0817
(Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
3.4. Jenis Tanah Provinsi Riau
Gambar 16. Peta Jenis Tanah Provinsi Riau 2018
(Sumber: Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provisi Riau)
Gambar 17. Peta Jenis Tanah Provinsi Riau 2018 Skala 1:250.000 NLP
0817
(Sumber: Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau)
Data jenis tanah yang digunakan pada
penelitian ini adalah data spasial jenis tanah
tahun 2018 yang didapatkan dari Dinas
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DISLHK)
Provinsi Riau. Setelah melakukan klasifikasi
berdasarkan Petunjuk Teknis Klasifikasi Tanah
Nasional oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian [19], tanah berjenis
Aluvial, Latosol, Podsolik Merah Kuning, dan
Brown Forest Soil merupakan jenis tanah
mineral yang sulit untuk terbakar. Tanah berjenis
Organosol atau tanah gambut merupakan jenis
tanah organik yang sangat mudah terbakar dan
sulit dipadamkan apinya saat terjadi sebuah
kebakaran.
Tabel 16. Hasil Klasifikasi Jenis Tanah Provinsi Riau
Tingkat Ancaman Luas (Hektar) Persentase (%)
Rendah 5.524.730 61,25
Sedang 0 0
Tinggi 3.495.060 38,75
TOTAL 9.019.790 100%
(Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
Hasil klasifikasi jenis tanah menunjukan
bahwa jenis tanah dengan tingkat rendah
memiliki luas lebih besar dari jenis tanah dengan
tingkat tinggi, hal ini menunjukan ancaman
kebakaran dengan tingkat rendah lebih
mendominasi dari ancaman kebakaran dengan
tingkat tinggi di Provinsi Riau. Jenis tanah
dengan tingkat tinggi memiliki jenis tanah
organik berupa tanah organosol, jenis tanah yang
mudah terbakar dan saat terbakar sangat sulit
untuk dipadamkan. Jenis tanah dengan tingkat
rendah memiliki jenis tanah non-organik atau
jenis tanah mineral yang sulit terbakar
Tabel 17. Jenis Tanah Berdasarkan Jenis Kawasan Hutan
Provinsi Riau
Jenis Kawasan
Hutan
Luas
Kawasan
Hutan
(Hektar)
Tingkat Ancaman
Berdasarkan Jenis Tanah
Rendah (Non-
Organik)
Luas (Hektar)
Tinggi
(Organik)
Luas
(Hektar)
Hutan Konservasi 656.528 143.692 512.836
Hutan Lindung 267.741 19.450 248.291
Hutan Produksi 4.569.570 2.531.330 2.038.240
Areal Penggunaan
Lain
3.525.951 800.588 2.725.363
TOTAL 9.019.790 3.495.060 5.524.730
(Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
Jenis tanah terluas pada kawasan Hutan
Konservasi adalah jenis tanah organik dengan
luas 512.836 hektar atau sebesar 78,11% dari
luas total kawasan Hutan Konservasi di Provinsi
Riau. Jenis tanah terluas pada kawasan Hutan
Lindung adalah jenis tanah organik dengan luas
248.291 hektar atau sebesar 92,74% dari luas
total kawasan Hutan Lindung di Provinsi Riau.
Jenis tanah terluas pada kawasan Hutan Produksi
adalah jenis tanah non-organik dengan luas
2.531.330 hektar atau sebesar 55,40% dari luas
total kawasan Hutan Produksi di Provinsi Riau.
Jenis tanah terluas pada kawasan Areal
Penggunaan Lain adalah jenis tanah organik
dengan luas 2.725.363 hektar atau sebesar
77,29% dari luas total kawasan Areal
Penggunaan Lain di Provinsi Riau. Kawasan
Hutan Lindung, Hutan Konservasi, dan Areal
Penggunaan Lain yang memiliki jenis tanah
organik lebih mendominasi sehingga memiliki
potensi ancaman bencana kebakaran hutan
tingkat tinggi. Kawasan Hutan Produksi yang
memiliki jenis tanah non-organik lebih
mendominasi sehingga memiliki potensi
ancaman bencana kebakaran hutan tingkat
rendah, namun juga dapat memiliki potensi
ancaman bencana kebakaran hutan tingkat tinggi
dikarenakan kawasan Hutan Produksi memiliki
jenis tanah organik hampir mendominasi sebesar
44,60% dari luas total Hutan Produksi. Hasil
klasifikasi jenis tanah kemudian dikaji untuk
menentukan luasan jenis tanah setiap tingkat
ancaman kebakaran hutan berdasarkan kota atau
kabupaten yang ada pada Provinsi Riau yang
disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 18. Jenis Tanah Berdasarkan Kabupaten atau Kota di Provinsi
Riau
Kabupaten / Kota
Tingkat Ancaman Berdasarkan Jenis
Tanah
Luas
Kabupaten
/ Kota
(Hektar)
Rendah (Non-
Organik)
Luas (Hektar)
Tinggi
(Organik)
Luas (Hektar)
Bengkalis 383.608 472.472 856.080
Dumai 63.989 169.261 233.250
Indragiri Hilir 720.787 613.006 1.333.793
Indragiri Hulu 584.074 225.173 809.247
Kampar 998.153 82.009 1.080.162
Kepulauan Meranti 162.459 205.411 367.870
Kuantan Singingi 528.979 4.505 533.484
Pekanbaru 58.889 10.821 69.710
Pelalawan 595.210 703.950 1.299.160
Rokan Hilir 437.447 479.447 916.894
Rokan Hulu 665.497 68.543 734.040
Siak 325.638 460.462 786.100
TOTAL 5.524.730 3.495.060 9.019.790
(Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
Jenis tanah dengan tingkat ancaman rendah
terluas di Provinsi Riau berada di Kabupaten
Kampar seluas 998.153 hektar, diikuti dengan
Kabupaten Indragiri Hilir dengan luas 720.787
hektar dan Kabupaten Rokan Hulu dengan luas
665.497 hektar. Jenis tanah dengan tingkat
ancaman tinggi terluas di Provinsi Riau berada di
Kabupaten Pelalawan terluas seluas 703.950
hektar, diikuti dengan Kabupaten Indragiri Hilir
dengan luas 613.006 hektar dan Kabupaten
Rokan Hilir dengan luas 479.447 hektar
Persebaran pola ancaman pada jenis tanah
disajikan dalam bentuk peta klasifikasi jenis
tanah pada gambar berikut.
Gambar 18. Peta Klasifikasi Jenis Tanah Provinsi Riau
(Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
Gambar 19. Peta Klasifikasi Jenis Tanah Provinsi Riau Skala 1:250.000
NLP 0817
(Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
Kabupaten atau kota yang didominasi jenis
tanah tingkat rendah (non-organik) adalah
Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Indragiri
Hulu, Kabupaten Kampar, Kabupaten Kuantan
Singingi, Kota Pekanbaru, dan Kabupaten Rokan
Hulu. Kabupaten atau kota yang didominasi jenis
tanah tingkat tinggi (oganik) adalah Kabupaten
Bengkalis, Kota Dumai, Kabupaten Kepulauan
Meranti, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten
Rokan Hilir, dan Kabupaten Siak.
3.5. Kerentanan Kebakaran Hutan dan
Lahan di Provinsi Riau 2018
Tabel 19. Kerentanan Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi
Riau 2018
Tingkat Kerentanan Luas (Hektar) Persentase (%)
Rendah 1.048.837 11,63
Sedang 3.372.187 37,39
Tinggi 4.598.766 50,98
TOTAL 9.019.790 100
(Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Daerah Riau, 2018)
Data kerentanan kebakaran hutan yang
digunakan pada penelitian ini adalah data spasial
berupa data vektor tahun 2018 yang didapatkan
dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Provinsi Riau. Hasil klasifikasi
kerentanan kemudian dikaji untuk menentukan
luasan kerentanan kebakaran hutan setiap tingkat
berdasarkan kabupaten yang ada di Provinsi Riau
seperti pada tabel berikut ini.
Tabel 20. Kerentanan Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan
Berdasarkan Kawasan Hutan Provinsi Riau
Jenis Kawasan
Hutan
Luas
Kawasan
(Hektar)
Tingkat Kerentanan Bencana Kebakaran
Hutan di Kawasan Hutan Provinsi Riau
RENDAH
Luas
(Hektar)
SEDANG
Luas
(Hektar)
TINGGI
Luas
(Hektar)
Areal
Penggunaan Lain 3.525.951
325.643 1.775.509 1.424.799
Hutan
Konservasi 656.528
180.261 72.092 404.175
Hutan Lindung 267.741 88.713 26.462 152.566
Hutan Produksi 4.569.570 454.220 1.498.124 2.617.226
TOTAL 9.019.790 1.048.837 3.372.187 4.598.766
(Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
Seluruh kawasan hutan di Provinsi Riau
memiliki potensi kerentanan bencana kebakaran
hutan tingkat tinggi, kecuali kawasan Areal
Penggunaan Lain. Areal Penggunaan Lain
memiliki potensi kerentanan bencana kebakaran
hutan tingkat sedang terluas dengan luas
1.775.509 hektar atau sebesar 50,36% dari total
luas kawasan Areal Penggunaan Lain di Provinsi
Riau, hal ini dapat disebabkan karena kawasan
Areal Penggunaan Lain tidak tersusun atau
terbentuk oleh hutan atau tumbuhan yang mudah
terbakar, namun tersusun dari penggunaan lahan
lainnya seperti bangunan, pemukiman,
perkebunan, dan tutupan lainnya. Kawasan
Hutan Produksi merupakan kawasan hutan yang
memiliki potensi kerentanan dengan tingkat
tinggi terluas dengan luas 2.617.226 hektar dari
total luas Provinsi Riau
Tabel 21. Kerentanan Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan
Berdasarkan Kabupaten atau Kota di Provinsi Riau
.Kabupaten /
Kota
Tingkat Kerentanan Berdasarkan
Kabupaten / Kota Luas
Kabupaten/
Kota
(Hektar)
Rendah
Luas
(Hektar)
Sedang
Luas
(Hektar)
Tinggi
Luas
(Hektar)
Bengkalis 51.625 265.592 538.863 856.080
Dumai 9.946 30.730 192.574 233.250
Indragiri Hilir 57.358 603.860 672.575 1.333.793
Indragiri Hulu 36.319 184.598 588.330 809.247
Kampar 312.397 330.467 437.298 1.080.162
Kepulauan
Meranti
35.494 38.760 293.616 367.870
Kuantan Singingi 171.004 339.190 23.290 533.484
Pekanbaru 6.904 58.923 3.883 69.710
Pelalawan 131.850 750.312 416.998 1.299.160
Rokan Hilir 56.608 254.175 606.111 916.894
Rokan Hulu 115.130 211.264 407.646 734.040
Siak 64.202 304.316 417.582 786.100
TOTAL 1.048.837 3.372.187 4.598.766 9.019.790
(Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Daerah Riau, 2018)
Kabupaten atau Kota yang memiliki potensi
kerentanan kebakaran hutan tingkat rendah
terluas berada di Kabupaten Kampar dengan luas
312.397 hektar dari total luas Provinsi Riau.
Kabupaten atau Kota yang memiliki potensi
kerentanan kebakaran hutan tingkat sedang
terluas berada di Kabupaten Pelalawan dengan
luas 750.312 hektar dari total luas Provinsi Riau.
Kabupaten atau Kota yang memiliki potensi
kerentanan kebakaran hutan tingkat tinggi terluas
berada di Kabupaten Indragiri Hilir dengan luas
672.575 hektar dari total luas seluruh Provinsi
Riau. Persebaran potensi kerentanan bencana
kebakaran hutan disajikan dalam bentuk peta
kerentanan bencana kebakaran hutan pada
gambar berikut.
Gambar 21. Peta Kerentanan Bencana Kebakaran Hutan Provinsi Riau
Tahun 2018
(Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Riau)
Gambar 22. Peta Kerentanan Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan
Provinsi Riau Tahun 2018 Skala 1:250.000 NLP 0817
(Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Riau)
Data kerentanan bencana kebakaran hutan
dan lahan di Provinsi Riau ini kemudian dikaji
untuk menentukan pola persebaran kerentanan
bencana kebakaran hutan dan lahan berdasarkan
jenis kawasan hutan pada setiap kabupaten atau
kota yang ada di Provinsi Riau yang disajikan
pada Tabel berikut ini.
Tabel 22. Pola Persebaran Kerentanan Bencana Kebakaran Hutan dan
Lahan Provinsi Riau 2018
Jenis Kawasan Hutan Tingkat
Kerentanan
Kabupaten /
Kota
Luas
(Hektar)
Hutan Lindung
Rendah Kampar 39.321
Sedang Kuantan
Singingi
10.608
Tinggi Rokan Hulu 56.884
Hutan Konservasi
Rendah Kampar 96.809
Sedang Pelalawan 52.169
Tinggi Indragiri Hulu 150.019
Hutan Produksi Rendah Kampar 131.673
Jenis Kawasan Hutan Tingkat
Kerentanan
Kabupaten /
Kota
Luas
(Hektar)
Sedang Pelalawan 367.606
Tinggi Rokan Hilir 411.493
Areal Penggunaan
Lain
Rendah Kampar 41.889
Sedang Indragiri Hilir 350.848
Tinggi Indragiri Hilir 230.926
(Sumber : Hasil Pengolahan, 2020)
Kawasan Hutan Lindung memiliki potensi
kerentanan bencana kebakaran hutan tingkat
rendah terluas di Kabupaten Kampar, tingkat
sedang terluas di Kabupaten Kuantan Singingi,
dan tingkat tinggi terluas di Kabupaten Rokan
Hulu. Kawasan Hutan Konservasi memiliki
potensi kerentanan bencana kebakaran hutan
tingkat rendah terluas di Kabupaten Kampar,
tingkat sedang terluas di Kabupaten Pelalawan,
dan tingkat tinggi terluas di Kabupaten Indragiri
Hulu. Kawasan Hutan Produksi memiliki potensi
kerentanan bencana kebakaran hutan tingkat
rendah terluas di Kabupaten Kampar, tingkat
sedang terluas di Kabupaten Pelalawan, dan
tingkat tinggi terluas di Kabupaten Rokan Hilir.
Kawasan Areal Penggunaan Lain memiliki
potensi kerentanan bencana kebakaran hutan
tingkat rendah terluas di Kabupaten Kampar,
tingkat sedang terluas di Kabupaten Indragiri
Hilir, dan tingkat tinggi terluas di Kabupaten
Indragiri Hilir. Tinggi atau rendahnya tingkat
kerentanan bencana kebakaran hutan yang
berpotensi di Provinsi Riau dipengaruhi oleh
faktor ekonomi, faktor lingkungan, faktor fisik,
dan faktor sosial budaya yang terdapat di daerah
tersebut.
3.6. Kapasitas Provinsi Riau
Tabel 23. Kapasitas Provinsi Riau 2018
Tingkat Kapasitas Luas (Hektar) Persentase (%)
Rendah 4.407.294 48,86
Sedang 4.542.786 50,36
Tinggi 69.710 0,77
TOTAL 9.019.790 100
(Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Daerah Riau,
2018)
Data kapasitas Provinsi Riau yang digunakan
pada penelitian ini adalah data spasial berupa
data vektor tahun 2018 yang didapatkan dari
Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Provinsi Riau. Kapasitas Provinsi Riau
yang memiliki 3 tingkat kapasitas yang disajikan
pada Tabel 22.
Tabel 24. Kapasitas Berdasarkan Kabupaten atau Kota di Provinsi Riau
Tingkat Kapasitas Kabupaten / Kota
Rendah
1. Bengkalis
2. Dumai
3. Kepulauan Meranti
4. Pelalawan
5. Rokan Hulu
6. Rokan Hilir
Sedang
1. Indragiri Hilir
2. Indragiri Hulu
3. Kampar
4. Kuantan Singingi
5. Siak
Tinggi 1. Pekanbaru
(Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Daerah, 2018)
Tabel menunjukan bahwa Kabupaten
Bengkalis, Kota Dumai, Kabupaten Kepulauan
Meranti, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten
Rokan Hilir, dan Kabupaten Rokan Hulu
memiliki kapasitas dengan tingkat rendah.
Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Indragiri
Hulu, Kabupaten Kampar, Kabupaten Kuantan
Singingi, dan Kabupaten Siak memiliki kapasitas
dengan tingkat sedang. Kota Pekanbaru memiliki
kapasitas dengan tingkat tinggi. Kabupaten dan
kota yang memilki kapasitas tingkat rendah
kurang mampu mengurangi risiko bencana yang
terjadi pada masing – masing kabupaten.
Kapasitas Provinsi Riau disajikan dalam bentuk
peta kapasitas Provinsi Riau yang disajikan pada
gambar berikut.
Gambar 23. Peta Kapasitas Provinsi Riau Tahun 2018
(Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Riau)
Gambar 24. Peta Kapasitas Provinsi Riau Tahun 2018 Skala 1:250.000
NLP 0817
(Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Riau)
3.7. Validasi Peta Risiko Prabencana
Kebakaran Hutan Provinsi Riau
Tabel 25. Perbandingan Hasil Risiko Pengolahan Tahun 2018 dengan
Data Risiko BPBD Provinsi Riau Tahun 2016
Tingkat Risiko
Luas (Hektar)
Hasil Pengolahan
(2018)
Data BPBD (2016)
Rendah 4.705.043 3.222.137
Sedang 1.822.083 2.488.306
Tinggi 2.492.664 3.309.347
TOTAL 9.019.790 9.019.790
(Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
Peta potensi risiko bencana kebakaran hutan
Provinsi Riau tahun 2018 yang dihasilkan
divalidasi dengan peta risiko bencana kebakaran
hutan dan lahan Provinsi Riau tahun 2016 dari
Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Provinsi Riau. Peta potensi risiko
bencana kebakaran hutan tahun 2018 hasil
pengolahan memiliki perbedaan luasan setiap
tingkat risikonya dengan Peta risiko bencana
kebakaran hutan tahun 2016 pada milik BPBD
Provinsi Riau. Hasil pengolahan menunjukan
bahwa Provinsi Riau memiliki potensi risiko
bencana kebakaran hutan terluas pada tingkat
rendah karena pada pengolahan kawasan Areal
Penggunaan Lain tidak diberi nilai parameter
atau tidak digunakan sehingga nilai yang
didapatkan pada kawasan Areal Penggunaan
Lain sebagian besar memiliki risiko bencana
kebakaran hutan yang rendah. Peta risiko
bencana kebakaran hutan dan lahan milik BPBD
Provinsi Riau tahun 2016 memiliki potensi risiko
bencana kebakaran hutan terluas pada tingkat
tinggi karena dalam pengolahan tutupan lahan
pihak BPBD Provinsi Riau tidak hanya
menggunakan Hutan saja dalam penentuan
tingkat ancaman bencana kebakaran hutan,
melainkan juga menggunakan parameter tutupan
lahan lainnya. Hasil validasi luasan tingkat risiko
kebakaran hutan di Provinsi Riau antara hasil
pengolahan dan data dari Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau disajikan
pada Tabel berikut ini.
Tabel 26. Hasil Validasi Peta Risiko Kebakaran Hutan Provinsi Riau
Validasi Luas
Tingkat Risiko
Data BPBD Tahun 2016 (Hektar)
Total
Rendah Sedang Tinggi
Hasil
Olahan
Tahun
2018
(Hektar)
Rendah 2.944.420 1.512.682 247.941 4.705.043
Sedang 259.584 668.686 893.813 1.822.083
Tinggi 18.133 306.938 2.167.593 2.492.664
Total 3.222.137 2.488.306 3.309.347 9.019.790
(Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
Luas risiko kebakaran hutan tingkat rendah
yang bertampalan memiliki luasan seluas
2.944.420 Hektar. Luas risiko kebakaran hutan
tingkat sedang yang bertampalan memiliki
luasan seluas 668.686 Hektar. Luas risiko
kebakaran hutan tingkat tinggi yang bertampalan
memiliki luasan seluas 2.167.593 Hektar. Total
luas seluruh tingkat risiko kebakaran hutan yang
bertampalan seluas 5.780.699 hektar. Jumlah
presentase disajikan pada Tabel berikut ini.
Tabel 27. Hasil Persentase Validasi Peta Risiko Kebakaran Hutan
Provinsi Riau
Kelas Luas (Hektar) Persentase (%)
Rendah 2.944.420 32,64
Sedang 668.686 7,41
Tinggi 2.167.593 24,03
Total 5.780.699 64,09
(Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
Persentase dari validasi risiko kebakaran
hutan tingkat rendah sebesar 32,64% dari total
luas wilayah Provinsi Riau. Persentase dari
validasi risiko kebakaran hutan tingkat sedang
sebesar 7,41% dari total luas wilayah Provinsi
Riau. Persentase dari validasi risiko kebakaran
hutan tingkat tinggi sebesar 24,03% dari total
luas wilayah Provinsi Riau. Total persentase dari
validasi risiko kebakaran hutan seluruh tingkat
sebesar 64,09% dari total luas wilayah Provinsi
Riau. Persebaran tingkat risiko pada kedua peta
sebagian besar berada di daerah sama.
Hasil luasan tingkat risiko dan persebaran
tingkat risiko yang berbeda disebabkan oleh
perubahan kondisi yang terjadi pada tahun 2016
dan 2018. Ditinjau dari data penyusun risiko
bencana kebakaran hutan, kerentanan dan
kapasitas, data yang digunakan pada pengolahan
penelitian ini menggunakan data tahun 2018,
sehingga menimbulkan perbedaan hasil antara
hasil pengolahan dengan data risiko dari BPBD
Provinsi Riau tahun 2016. Ditinjau dari penyusun
ancaman bencana kebakaran hutan, curah hujan
tahunan yang dinamis dan tutupan lahan yang
mengalami perubahan di setiap tahunnya juga
mampu mempengaruhi hasil pengolahan risiko
sehingga terdapat perbedaan antara hasil
pengolahan dengan data risiko dari BPBD
Provinsi Riau, terutama pada penelitian ini hanya
berfokus pada kawasan hutan saja, sehingga
terdapat perbedaan pada tingkat ancaman
bencana kebakaran hutan di Provinsi Riau.
Validasi selanjutnya dilakukan antara peta
risiko bencana kebakaran hutan menggunakan
data sebaran titik panas (hotspot) Provinsi Riau
tahun 2018 yang didapatkan dari SiPongi
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
dengan menumpang susunkannya yang hasilnya
disajikan pada Tabel berikut ini
Tabel 28. Hasil Validasi dengan Titik Panas (Hotspot) Provinsi Riau
Tahun 2018
Tingkat Risiko Jumlah Titik Panas (Hotspot)
Provinsi Riau Tahun 2018
Rendah 56
Sedang 225
Tinggi 412
Total 693 (Sumber: Hasil Pengolahan, 2020)
Tabel menunjukan hasil validasi peta risiko
bencana kebakaran hutan Provinsi Riau 2018
hasil pengolahan dengan data sebaran titik panas
(hotspot) di Provinsi Riau tahun 2018 dari
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Persebaran titik panas menunjukan bahwa
sebaran titik panas tersebar di seluruh Provinsi
Riau dengan jumlah yang berbeda-beda setiap
tingkatan potensi risiko bencana kebakaran
hutan. Jumlah titik panas pada tingkat rendah
sebanyak 56 titik, pada tingkat sedang sebanyak
225 titik, dan pada tingkat tinggi sebanyak 412
titik. Hasil validasi menunjukan bahwa semakin
tinggi tingkatan risiko juga semakin banyak
jumlah titik panas yang tersebar pada wilayah
tingkatan risiko tersebut. Hasil tumpang susun
antara peta risiko bencana kebakaran hutan
dengan titik panas (hotspot) diasjikan pada
gambar berikut.
Gambar 25. Hasil Validasi Peta Risiko Bencana Kebakaran Hutan
dengan Titik Panas
(SumberL Hasil Pengolahan, 2020)
Gambar 26. Hasil Validasi Peta Risiko Bencana Kebakaran Hutan
dengan Titik Panas Skala 1:250.000 NLP 0817
(SumberL Hasil Pengolahan, 2020)
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian yang telah
dilakukan yaitu sebagai berikut :
1. Sebaran potensi ancaman bencana kebakaran
hutan di Provinsi Riau pada kawasan hutan,
potensi ancaman tingkat sedang terluas berada
pada kawasan Hutan Konservasi dan kawasan
Hutan Lindung, sedangkan potensi ancaman
tingkat tinggi terluas berada pada kawasan
Hutan Produksi. Sebaran potensi ancaman
bencana kebakaran hutan berdasarkan
kabupaten atau kota dari total luas wilayah
Provinsi Riau, potensi ancaman tingkat
rendah terluas berada di Kabupaten Kampar
dengan luas 465.774 hektar, potensi ancaman
tingkat sedang terluas berada di Kabupaten
Kampar dengan luas 547.487 hektar, dan
potensi ancaman tingkat tinggi terluas berada
di Kabupaten Pelalawan dengan luas 734.919
hektar.
2. Sebaran potensi risiko bencana kebakaran
hutan di Provinsi Riau pada kawasan hutan,
potensi risiko tingkat rendah terluas berada
pada kawasan Hutan Konservasi dan
kawasan, sedangkan potensi risiko tingkat
tinggi terluas berada pada kawasan Hutan
Produksi. Sebaran potensi risiko bencana
kebakaran hutan berdasarkan kabupaten atau
kota dari total luas wilayah Provinsi Riau,
potensi risiko tingkat rendah terluas berada di
Kabupaten Indragiri Hilir dengan luas
1.085.907 hektar. Kabupaten Pelalawan
memiliki risiko tingkat sedang terluas dengan
luas 323.239 hektar, dan Kabupaten
Pelalawan memiliki risiko tingkat tinggi
terluas dengan luas 645.864 hektar.
4.2. Saran
Adapun saran dari penelitian ini adalah :
1. Penelitian selanjutnya diharapkan melakukan
validasi lapangan untuk memvalidasi hasil
pengolahan yang sudah didapatkan agar hasil
lebih valid dengan kondisi lapangan yang
sesungguhnya.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Endrawati, Analisis Data Titik Panas
(Hotspot) Kebakaran Lahan dan Hutan
tahun 2015, Jakarta: Direktorat
Inventarisasi dan Pemantauan Sumber
Daya Hutan, Ditjen Planologi Kehutanan
dan Tata Lingkungan Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2015.
[2] Endrawati, Analisis Data Titik Panas
(Hotspot) dan Areal Kebakaran Hutan dan
Lahan Tahun 2016, Jakarta: Direktorat
Inventarisasi dan Pemantauan Sumber
Daya Hutan, Ditjen Planologi Kehutanan
dan Tata Lingkungan Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2016.
[3] I Gusti Ayu Arlita NK, Ario Akbar
Lomban, Theophilus Yanuarto, GEMA
BNPB Vol. 5 No. 1 : Karhutla Riau,
Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan
Bencana, 2014.
[4] ESCAP (Economic and Social
Commission for Asia and the Pacific),
"Asia-Pacific Disaster Report 2019,"
United Nations Publications, United
Kingdom, 2019.
[5] Syaufina, Lailan, Kebakaran Hutan dan
Lahan di Indonesia : Perilaku Api,
Peyebab, dan Dampak Kebakaran,
Malang: Bayumedia Publishing, 2008.
[6] Khambali, Manajemen Penanggulangan
Bencana, Yogyakarta: Andi Offset, 2017.
[7] T. Aditya, Visualisasi Risiko Bencana di
Atas Peta, Yogyakarta: Fakultas Teknik
Geodesi Universitas Gadjah Mada, 2010.
[8] A. Arafat, Pemetaan Risiko Bencana
Kebakaran Lahan Gambut di Kabupaten
Bengkalis Provinsi Riau, Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada, 2015.
[9] Subardja, D., S. Ritung, M. Anda,
Sukarman, E. Suryani, dan R.E.
Subandiono., Petunjuk Teknis Klasifikasi
Tanah Nasional. Edisi Ke-2. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor:
Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, 2016.
[10] Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan
dan Lahan, Direktorat Jenderal
Pengendalian Perubahan Iklim,
Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, "SiPongi - Karhutla Monitring
Sistem," [Online]. Available:
[11] Menteri Kehutanan Republik Indonesia,
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.50/Menhut-II/2009 tentang Penegasan
Status dan Fungsi Kawasan Hutan,
Jakarta: Republik Indonesia, 2009.
[12] Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan
Geofisika, "Data
Online - Pusat
Database - BMKG,"
[Online]. Available:
dataonline.bmkg.go.id.
[Accessed 23 Agustus
2020].