12
Jurnal Ilmu Ekonomi ISSN 2302-0172 Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 12 Pages pp. 50- 61 Volume 2, No. 2, Mei 2014 - 50 ANALISIS SEKTOR BASIS KABUPATEN KOTA DAN PUSAT PENGEMBANGAN EKONOMI PROVINSI JAWA BARAT Didif Fuad Hilmi 1 , Abubakar Hamzah 2 , Sofyan Syahnur 3 1) Magister Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universyitas Syiah Kuala Banda Aceh 2,3) Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala Abstract: the focus of this study is to analize the basic sector which has superiority of competitiveness and specialization of regncy/town.And determine the growth pole area for economic development of West Java Province. This study uses LQ, Shift-Share methods and typology analysis to captures it’s issues.The data was used in this study is secondary data during 2009-2012. The result of LQ and Shift-Share analysis conclude that sector of agricultural and sector of electric gas and clean water still represent dominant basic sector because it’s 12 regency/town have bases,competitiveness and specialization in this sector. From result of typology analysis can be determined that regency of Karawang ,town of Sukabumi, town of Bandung ad town of Bogor are potential area to be the growth pole of economic develovment in Province of West Java. Keywords : Basic Sector; Growth Pole, West Java Province Abstrak: Fokus utama penelitian ini adalah untuk menganalisis sektor-sektor basis yang mempunyai keunggulan kompetetif dan spesialisasi di masing-masing kabupaten /kota. serta menentukan daerah pusat pertumbuhan untuk pengembangan ekonomi di Provinsi Jawa Barat.Penelitian ini metode LQ dan Shift-Share serta analisis tipologi untuk menjelaskan issu-issu tersebut. Data yang terpakai dalam penelitian ini adalah data sekunder kurun waktu tahun 2009- 2012.Hasil penelitian ini,berdasarkan analisis LQ dan Shift-share menyimpulkan bahwa sektor pertanian dan sector listrik gas dan air bersih merupakan sektor basis unggulan di Propinsi Jawa Barat karena 12 Kabupaten/kotanya mempunyai basis yang sekaligus memiliki keunggulan kompetitif dan spesialisasi di sektor ini. Sedangkan dari hasil analisis tipologi daerah , dapat ditentukan Kabupaten Karawang, Kota Sukabumi,Kota Bandung dan Kota Bogor merupakan daerah potensial untuk menjadi pusat pengembangan ekonomi di Provinsi Jawa Barat. Kata Kunci : Sektor Basis, Pusat Pertumbuhan, Provinsi Jawa Barat PENDAHULUAN Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan- kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogeneous develovment ) dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan dan sumberdaya fisik local (Arsyad, 2011:108). Menurut Glasson (1990) kemakmuran suatu wilayah akan berbeda dengan wilayah lainnya. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan pada struktur ekonominya dan faktor ini merupakan faktor utama. Perubahan wilayah kepada kondisi yang lebih makmur tergantung pada usaha-usaha di daerah tersebut dalam menghasilkan barang dan jasa, serta usaha- usaha pembangunan yang diperlukan (Mangun, 2007;3). Daerah Jawa Barat sebagai salah satu

ANALISIS SEKTOR BASIS KABUPATEN KOTA DAN PUSAT

  • Upload
    others

  • View
    30

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS SEKTOR BASIS KABUPATEN KOTA DAN PUSAT

Jurnal Ilmu Ekonomi ISSN 2302-0172

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 12 Pages pp. 50- 61

Volume 2, No. 2, Mei 2014 - 50

ANALISIS SEKTOR BASIS KABUPATEN KOTA DAN PUSAT

PENGEMBANGAN EKONOMI PROVINSI JAWA BARAT

Didif Fuad Hilmi1, Abubakar Hamzah

2, Sofyan Syahnur

3

1) Magister Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universyitas Syiah Kuala Banda Aceh

2,3) Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala

Abstract: the focus of this study is to analize the basic sector which has superiority of competitiveness and specialization of regncy/town.And determine the growth pole area for economic development of West Java Province. This study uses LQ, Shift-Share methods and typology analysis to captures it’s issues.The data was used in this study is secondary data during 2009-2012. The result of LQ and Shift-Share analysis conclude that sector of agricultural and sector of electric gas and clean water still represent dominant basic sector because it’s 12 regency/town have bases,competitiveness and specialization in this sector. From result of typology analysis can be determined that regency of Karawang ,town of Sukabumi, town of Bandung ad town of Bogor are potential area to be the growth pole of economic develovment in Province of West Java.

Keywords : Basic Sector; Growth Pole, West Java Province

Abstrak: Fokus utama penelitian ini adalah untuk menganalisis sektor-sektor basis yang mempunyai keunggulan kompetetif dan spesialisasi di masing-masing kabupaten /kota. serta menentukan daerah pusat pertumbuhan untuk pengembangan ekonomi di Provinsi Jawa Barat.Penelitian ini metode LQ dan Shift-Share serta analisis tipologi untuk menjelaskan issu-issu tersebut. Data yang terpakai dalam penelitian ini adalah data sekunder kurun waktu tahun 2009-2012.Hasil penelitian ini,berdasarkan analisis LQ dan Shift-share menyimpulkan bahwa sektor pertanian dan sector listrik gas dan air bersih merupakan sektor basis unggulan di Propinsi Jawa Barat karena 12 Kabupaten/kotanya mempunyai basis yang sekaligus memiliki keunggulan kompetitif dan spesialisasi di sektor ini. Sedangkan dari hasil analisis tipologi daerah , dapat ditentukan Kabupaten Karawang, Kota Sukabumi,Kota Bandung dan Kota Bogor merupakan daerah potensial untuk menjadi pusat pengembangan ekonomi di Provinsi Jawa Barat.

Kata Kunci : Sektor Basis, Pusat Pertumbuhan, Provinsi Jawa Barat

PENDAHULUAN

Masalah pokok dalam pembangunan daerah

adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-

kebijakan pembangunan yang didasarkan pada

kekhasan daerah yang bersangkutan (endogeneous

develovment) dengan menggunakan potensi

sumberdaya manusia, kelembagaan dan

sumberdaya fisik local (Arsyad, 2011:108).

Menurut Glasson (1990) kemakmuran suatu

wilayah akan berbeda dengan wilayah lainnya.

Perbedaan

tersebut disebabkan oleh perbedaan pada

struktur ekonominya dan faktor ini merupakan

faktor utama. Perubahan wilayah kepada

kondisi yang lebih makmur tergantung pada

usaha-usaha di daerah tersebut dalam

menghasilkan barang dan jasa, serta usaha-

usaha pembangunan yang diperlukan (Mangun,

2007;3).

Daerah Jawa Barat sebagai salah satu

Page 2: ANALISIS SEKTOR BASIS KABUPATEN KOTA DAN PUSAT

Jurnal Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

51 - Volume 2, No. 2, Mei 2014

propinsi yang ada di pulau Jawa,merupakan

propinsi terbesar kedua di pulau Jawa ditinjau

dari segi luas wilayah,setelah Jawa Timur.

Jawa Barat mempunyai luas wilayah sebesar

35.377,76 km2 sedangkan Propinsi Jawa Timur

sebesar 46,689.64 km2 Adapun dari segi jumlah

penduduk, maka Jawa Barat memiliki jumlah

penduduk terbanyak yaitu 46.497.175 jiwa

diatas Propinsi Jawa Timur sebanyak

36.294.280 jiwa (BPS, 2012).

Namun walau jumlah penduduknya

terbanyak, Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) Jawa Barat masih kalah dibanding

beberapa daerah lain.Pada tahun 2011 PDRB

Jawa Barat sebesar Rp.343.111 milyar - atau

berada diurutan 3 , dibawah Propinsi DKI

Jakarta dengan PDRB-nya Rp.422,163 milyar

dan Provinsi Jawa Timur dengan PDRB sebesar

Rp.366.984 milyar . Laju pertumbuhan

ekonomi Jawa Barat sebesar 6,48 % masih

dibawah provinsi Jawa Timur yang memiliki

pertumbuhan ekonomi sebesar 7,22 % dan DKI

Jakarta sebesar 6,71%. Karena itu diperlukan

perencanaan dan strategi pembangunan yang

tepat, agar provinsi Jawa barat dapat bersaing

dengan daerah lain tersebut.

Provinsi Jawa Barat memiliki 17

Kabupaten dan 9 Kota dimana tentunya setiap

Kabupaten dan Kota masing-masing

mempunyai potensi ekonomi yang khas sesuai

keadaan daerahnya masing-masing sehingga

akan mempunyai PDRB dan tingkat

pertumbuhan yang berbeda-beda pula.Dari

data yang diterbitkan BPS (2012) terlihat

bahwa daerah yang memiliki PDRB tertinggi

adalah kabupaten Bekasi , dengan PDRB

tahun 2011 sebesar Rp.58.433 milyar .Adapun

daerah dengan PDRB terendah adalah Kota

Banjar yaitu hanya sebesar Rp.789 milyar pada

tahun 2011

Laju pertumbuhan ekonomi di masing-

masing Kabupaten/Kotadi Provinsi Jawa barat

selama periode 2007–2011 menunjukan bahwa

terdapat 2 daerah yang mempunyai laju

pertumbuhan ekonomi tinggi yaitu Kota

Bandung dan Kabupaten Karawang. Menurut

Hirscman (1958) dalam rahardjo (2005;60),

daerah tertentu yang tumbuh dengan cepat

(growing point) dan adapula yang bertumbuh

sangat lambat (lagging region).Wilayah yang

memiliki potensi berkembang lebih besar akan

berkembang lebih pesat, kemudian

pengembangan wilayah tersebut akan

merangsang wilayah sekitarnya. Dengan begitu

Kabupaten Karawang dan kota Bandung

diharapkan bisa menjadi pusat pertumbuhan

bagi pengembangan ekonomi Jawa Barat

Dari uraian diatas maka diperlukan

suatu penelitian lebih mendalam untuk

mengidentifikasi sektor-sektor basis ekonomi

dan daerah pusat pertumbuhan yang berada

dalam wilayah Jawa Barat sebagai pedoman

dalam merumuskan perencanaan dan

pelaksanaan pengembangan ekonomi di

Provinsi Jawa Barat.

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Teori Basis Ekonomi

Dalam perekonomian regional terdapat

kegiatan-kegiatan basis dan kegiatan-kegiatan

bukan basis. Menurut Glasson (1990) kegiatan-

Page 3: ANALISIS SEKTOR BASIS KABUPATEN KOTA DAN PUSAT

Jurnal Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 2, No. 2, Mei 2014 - 52

kegiatan basis (Basis activities) adalah kegiatan

mengekspor barang-barang dan jasa keluar

batas perekonomian masyarakatnya atau

memasarkan barang dan jasa mereka kepada

orang yang datang dari luar perbatasan

perekonomian masyarakat yang bersangkutan.

Sedangkan kegiatan bukan basis (non basis

activities ) adalah kegiatan menyediakan barang

yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat

tinggal didalam batas perekonomian masyarakat

yang bersangkutan. (Mangun, 2007;21).

Analisis sektor basis ini umumnya

didasarkan pada nilai tambah (pendapatan) atau

pun lapangan kerja. Terdapat beberapa cara

dalam memilah antara kegiatan basis dan non

basis, yaitu antara lain dengan metode langsung,

metode tidak langsung, metode campuran dan

metode Location Quotion (Tarigan, 2004;30).

Menurut tarigan (2004;31-32), metode

langsung dapat dilakukan dengan survey

langsung kepelaku usaha darimana mereka

memperoleh barang-barang kebutuhan untuk

memproduksi barang dan kemana mereka

memasarkan barang-barang tersebut. Metode

tidak langsung adalah dengan menggunakan

asumsi. Kegiatan yang mayoritas produknya

dijual keluar wilayah langsung dianggap sektor

basis, sedangkan yang mayoritas produknya

dipasarkan local langsung dianggap non basis.

Adapun metode campuran adalah dengan

menggunakan data sekunder sebagai survey

pendahuluan. Baru kemudian dilakukan survey

langsung terhadap sektor-sektor yang dianggap

perlu. Sedangkan metode LQ adalah dengan

membandingkan porsi lapangan kerja/nilai

tambah suatu wilayah dibandingkan dengan

porsi lapangan kerja/nilai tambah untuk sektor

yang sama secara nasional.

Bertambah banyaknya kegiatan basis

dalam suatu daerah akan menambah arus

pendapatan kedalam daerah yang bersangkutan,

menambah permintaan barang dan jasa

sehingga akan menimbulkan kenaikan volume

kegiatan. Sebaliknya berkurangnya kegiatan

basis akan mengurangi pendapatan suatu daerah

dan turunnya permintaan terhadap barang dan

jasa dan akan menurunkan volume kegiatan

(Richardson, 1977)

Teori Lokasi

Permasalahan pemilihan lokasi dalam

setiap kegiatan pembangunan baik regional

maupun nasional merupakan hal yang sangat

penting dan perlu dipertimbangkan secara

matang agar kegiatan tersebut dapat

berlangsung secara produktif dan cukup efisien.

Karenanya telah cukup banyak ahli ekonomi

yang membahas tentang teori lokasi.

Teori lokasi adalah ilmu yang

menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan

ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi

geografis dari sumber-sumber yang langka,

serta hubungannya atau pengaruhnya terhadap

lokasi bebagai macam usaha/kegiatan lain baik

ekonomi maupun social (Tarigan, 2004:122).

Diantara sekian banyak teori lokasi

yang diperkenalkan para ahli, diantaranya ada

beberapa teori yang paling popular antara lain

teori Von Thunen (1826) dan A.Weber (1909).

Menurut Thunen (1826), jenis

Page 4: ANALISIS SEKTOR BASIS KABUPATEN KOTA DAN PUSAT

Jurnal Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

53 - Volume 2, No. 2, Mei 2014

pemanfaatan lahan dipengaruhi oleh tingkat

sewa lahan dan didasarkan pula pada

aksesibilitas relatif. Lokasi berbagai produksi

pertanian ditentukan oleh kaitan antara harga

pasar dan jarak antara daerah produksi dan

pasar penjualan. Sedangkan Weber (1909) lebih

menekankan pentingnya biaya transportasi

sebagai faktor pertimbangan lokasi (Adisasmita,

2005:42).

Setelah Thunen dan Weber, muncul

pula beberapa ahli ekonomi yang turut

mengembangkan teori lokasi seperti

W.Christaler (1933), A.Losch (1944) F.Perroux

(1955) W.Isard (1956) dan J. Friedmann (1964)

yang pada umumnya mengkaitkan teori lokasi

mereka dengan sumber bahan mentah dan

lokasi pasarnya. Dengan kriteria penentuan

yang bermacam macam, anatar lain biaya

transpormasi yang terendah, sumber tenaga

kerja yang relative murah, ketersediaan

sumberdaya air, energy atau pun daya tarik

lainnya berupa penghematan lokasional dan

keuntungan aglomerasi (Adisasmita.2005:45).

Menurut tarigan (2004:150) tidak ada

suatu teori tunggal yang bias menetapkan

dimana lokasi suatu kegiatan produski itu

sebaiknya dipilih. Dalam Era globalisasi,

pemilihan lokasi berarti pertama-tama memilih

dinegara mana lokasi usaha tersebut lebih

menguntungkan. Selanjutnya memilih provinsi

dan kabupaten kota, tempat usaha tersebut akan

dijalankan.Selain kriteria-kriteria umum diatas,

faktor stabilitas politik merupakan

pertimbangan penting bagi investor. Mereka

lebih memilih kelangsungan usaha dalam

jangka panjang daripada laba besar tapi tidak

ada kepastian berusaha dalam jangka panjang.

Teori Pusat Pertumbuhan

Analisis mengenai pusat pertumbuhan

merupakan suatu analisis yang cukup popular

dalam penyusunan kebijakan pembangunan

daerah karena bisa mengsinkrongkan aspek

pertumbuhan dan pemerataan pembangunan

antar wilayah yang kadangkala bersebrangan

antara satu dengan lainnya. Dengan konsep ini

diharapkan sasaran pembangunan lebih mudah

tercapai.

Perroux (1955) mengatakan bahwa

pertumbuhan ekonomi cenderung terkonsentrasi

pada daerah tertentu yang didorong oleh adanya

keuntungan aglomerasi yang timbul karena

adanya konsentrasi kegiatan ekonomi tersebut.

Munculnya beberapa konsentrasi kegiatan

ekonomi ini selanjutnya mendorong pula

peningkatan efisiensi kegiatan ekonomi yang

berdampak positif bagi pembangunan ekonomi

nasional/regional (safrizal, 2008;127)

Selanjutnya Hirscman (1958)

mengatakan bahwa ada daerah tertentu yang

tumbuh dengan cepat (growing point) dan

adapula yang bertumbuh sangat lambat (lagging

region). Hal ini terjadi karena dalam proses

pembangunan terdapat efek rembesan (trickling

down effect) dan efek konsentrasi (polarization

effect) yang berbeda antara suatu daerah dengan

daerah lainnya. Karenanya untuk mencapai

tingkat pendapatan yang tinggi, terdapat

keharusan untuk membangun sebuah atau

beberapa buah pusat kekuatan ekonomi dalam

Page 5: ANALISIS SEKTOR BASIS KABUPATEN KOTA DAN PUSAT

Jurnal Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 2, No. 2, Mei 2014 - 54

wilayah suatu negara atau yang disebut sebagi

pusat-pusat pertumbuhan (growth pole)

(adisasmita, 2005;60)

Pusat Pertumbuhan dapat diartikan

dengan dua cara, yaitu secara fungsional dan

secara geografis. Secara fungsional Pusat

Pertumbuhan adalah suatu konsentrasi

kelompok usaha atau cabang industry yang

karena sifat hubungannya memiliki unsure-

unsur kedinamisan sehingga mampu

menstimulasi kehidupan ekonomi baik kedalam

maupun keluar. Sedangkan secara geografis

pusat pertumbuhan merupakan suatu lokasi

yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan

sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of

attraction) yang menyebabkan berbagai macam

usaha tertarik untuk berlokasi disitu dan

masyarakat senang datang memanfaatkan

fasilitas yang ada dikota tersebut (tarigan,

2004:151)

Sedangkan Richardson (1977)

mendefinisikan Pusat Pertumbuhan sebagai

berikut :” A growth pole was defined as a set of

industries capable of generating dynamic

growth in the economi and strongly interrelated

to each other via input-output linkages around

a leading industry(propulsive industry)

(sjafrizal, 2008:128).

Dari pengertian diatas terlihat bahwa

ada 4 ciri utama dari suatu pusat

pertumbuhan,yaitu antara lain : (1)terdapat

sekelompok aktivitas ekonomi yang

terkonsentrasi pada suatu lokasi;(2) konsentrasi

tersebut dapat mendorong kegiatan ekonomi

yang dinamis dalam perekonomian; (3)

terdapaat keterkaitan input dan output antara

sesama kegiatan ekonomi pada pusat

pertumbuhan tersebut, dan (4) terdapat sebuah

industry induk yang mendorong pengembangan

kegiatan ekonomi dalam pusat pertumbuhan

tersebut.

Pertumbuhan ekonomi tidak dapat

terjadi secara serentak pada semua tempat dan

semua sektor perekonomian, tetapi hanya pada

titik-titik tertentu dan pada sektor-sektor

tertentu pula. Sebaiknya investasi diprioritaskan

pada sektor-sektor utama yang berpotensi dan

dapat meningkatkan pendapatan wilayah dalam

jangka waktu relatif singkat (Glasson, 1990).

Pernyataan diatas dimaksudkan bahwa

wilayah yang memiliki potensi berkembang

lebih besar akan berkembang lebih pesat,

kemudian pengembangan wilayah tersebut akan

merangsang wilayah sekitarnya. Bagi sektor

yang memiliki potensi berkembang lebih besar

cenderung dikembangkan lebih awal yang

kemudian diikuti oleh perkembangan sektor

lain yang kurang potensial. Karena sektor ini

diharapkan dapat tumbuh dan berkembang

pesat yang akan merangsang sektor-sektor lain

yang terkait untuk berkembang mengimbangi

perkembangan sektor potensial tersebut. Hal

inilah yang memungkinkan pengembangan

sektor potensial dilakukan sebagai langkah awal

dalam pengembangan perekonomian dan

pembangunan pusat pertumbuhan (growt pole)

untuk pengembangan wilayah secara

keseluruhan.

Pusat Pengembangan Ekonomi

Page 6: ANALISIS SEKTOR BASIS KABUPATEN KOTA DAN PUSAT

Jurnal Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

55 - Volume 2, No. 2, Mei 2014

Higgins (1995) dalam safrizal

(2008;130) menyatakan bahwa : “the growth

poles is a set of economic ativities that has

capacity to introduce the growth of another set.

The poles of development is a set that has the

capacity to engender a dialectic of economic

and social structure whose effect is to increase

the complexity of the whole and to expand its

multidimensional return”

Dari definisi diatas dapat dipahami

bahwa pusat pertumbuhan merupakan

sekumpulan aktivitas ekonomi yang dapat

mempengaruhi aktivitas ekonomi lainnya secara

positip. Sedangkan Pusat pembangunan adalah

sekumpulan aktivitas ekonomi yang memiliki

kemampuan untuk membangkitkan struktur

ekonomi yang mendasar dan dapat mendorong

proses pembangunan daerah secara

multidimensional. Karena pembangunan disini

lebih berorientasi pada kagiatan ekonomi, maka

pusat pusat pembangunan dapat di istilahkan

pula sebagai pusat pengembangan ekonomi

(economic development poles).

Sejalan dengan pengertian diatas,

Arsyad (2011;108) mengartikan pengembangan

ekonomi daerah sebagai suatu proses dimana

pemerintah daerah bersama masyarakatnya

mengelola somberdaya-sumberdaya yang ada

dan membentuk suatu pola kemitraan antara

pemerintah dan sector swasta untuk

menciptakan suatu lapangan kerja baru dan

merangsang perkembangan kegiatan ekonomi

(pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.

Suatu investasi pada pusat

pengembangan ekonomi akan mempengaruhi

pertumbuhan kota pada daerah tersebut dalam

bentuk peningkatan investasi, lapangan kerja,

pendapatan dan kemajuan teknologi yang

kesemuanya merupakan unsur kemakmuran.

Kemakmuran secara umum dapat diketahui dari

tingkat pendapatan perkapita, karenanya pusat

pengembangan ekonomi ini dapat di

identifikasikan dalam bentuk elastisitas

kemakmuran (Wr) dari daerah dimana pusat

tersebut berada.

Dalam kaitan dengan hal ini, menurut

safrizal (2008.132-133),jika diumpamakan

wilayah R terdiri dari pusat perkotaan,u, dan

daerah belakangnya,r, maka struktur suatu

wilayah dapat digambarkan sebagai berikut :

R = u + r

Dari sini dapat dikatakan bahwa u akan

menjadi pusat pengembangan bilamana

elastisitas investasi pada pusat tersebut terhadap

kemakmuran adalah positif, atau :

Wr = (ΔWr/Wr) / (ΔIu/Iu)

= (Iu/Wr)(ΔWr/Iu) > 0

Ini berarti bahwa investasi pada pusat

pengembangan akan mendorong pertumbuhan

ekonomi pada wilayah bersangkutan. Bila hasil

perhitungan elastisitas pada persamaan diatas

ternyata >1, yang berarti bahwa bilamana

investasi sebesar 1% pada pusat tersebut dapat

menghasilkan pendapatan lebih besar dari 1%,

maka daerah tersebut dapat dikatakan sebagai

pusat pengembangan ekonomi yang dominan.

Akan tetapi bila elastisitas kemakmuran

tersebut bergerak antara 0 sampai 1, maka pusat

tersebut dikatakan sebagai pusat pengembangan

yang “sub dominant”.

Page 7: ANALISIS SEKTOR BASIS KABUPATEN KOTA DAN PUSAT

Jurnal Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 2, No. 2, Mei 2014 - 56

Sejalan dengan hal diatas, klassen

(1973) mengatakan bahwa,efisiensi ekonomi

nasional akan turun jika sumberdaya kapital

dalam jumlah yang banyak ditanamkan pada

daerah-daeraah yang bermasalah, yaitu daerah

yang memiliki pertumbuhan ekonomi atau

pendapatan perkapita lebih rendah dari tingkat

nasional. Setelah membagi daerah dalam 4

klasifikasi, klassen menyarankan pemerintah

untuk lebih memprioritaskan investasi pada

daerah inti (tipologi 1) yaitu daerah yang

memiliki pertumbuhan dan pendapatan

perkapita lebih tinggi dari pendapatan nasional

(arsyad.2011;148).

METODE PENELITIAN

Analisis Location Quotient ( LQ )

Identifikasi untuk menentukan sektor-

sektor basis dilakukan dengan menggunakan

Rumus LQ dimana tehnik ini menyajikan

perbandingan relatif antara kemampuan suatu

sektor di Kabupaten/Kota dengan sektor yang

sama di daerah yang lebih luas yaitu Jawa

Barat.Melalui data PDRB atas dasar harga

konstan analisis yang digunakan dengan rumus

sbb (Arsyad,1999;142) :

𝐿𝑄 =

𝑉1𝑅𝑉𝑅 ⁄

𝑉1𝑉⁄

… …. (1)

Keterangan :

V1R = Juml;ah PDRB suatu sektor kabupaten /

kota

VR = Jumlah PDRB seluruh sektor

kabupaten/kota

V1 = Jumlah PDRB suatu sektor tingkat

propinsi

V = Jumlah PDRB seluruh sektor tingkat

propinsi

Analisis Shift – Share (S-S)

Tehnik ini memilih pertumbuhan

sebagai perubahan (D) suatu variabel wilayah

dalam kurun waktu tertentu yang terdiri atas

perubahan sebagai akibat dari pengaruh

pertumbuhan wilayah diatasnya (N), bauran

industri (M) serta keunggulan kompetitif atau

persaingan (C). Pengaruh pertumbuhan dari

daerah diatasnya disebut pangsa (share),

pengaruh bauran industri disebut proporsional

shift dan pengaruh keunggulan kompetitif

(persaingan) disebut differentional shift atau

regional share.

Maka dapat dirumuskan sebagai

berikut : Dij = Nij + Mij + Cij

( 2)

Keterangan :

Nij = Eij ( rn)

= pertumbuhan nasional sektor I di wilayah j

Mij = Eij ( rin – rn )

= bauran industri sektor I di wilayah j

Cij = Eij ( rij – rin )

= keunggulan kompetitif sektor I di wilayah

j

rn dan rin adalah laju pertumbuhan nasional

persektor sedangkan rij adalah laju pertumbuhan

wilayah persektor. Maka analisis S-S

dirumuskan dengan :

Dij = Eij (rn +Eij (rin–rn )) + Eij(rij– rn) (3)

Untuk mengetahui keunggulan

kompetitif dan spesialisasi maka analisis S-S

yang terpakai adalah analisis S-S yang telah

dimodifikasi dari Estaban - Marquillas (lihat

Soepono, 1993) yaitu komponen ketiga dengan

persamaan :

Cij = Eij ( rij – rn )

Page 8: ANALISIS SEKTOR BASIS KABUPATEN KOTA DAN PUSAT

Jurnal Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

57 - Volume 2, No. 2, Mei 2014

Disempurnakan menjadi :

C „ij = E‟ij (rij – rn )

(4)

Keterangan :

C‟ij adalah persaingan atau ketidak unggulan

kompetitif disektor i pada perekonomian suatu

wilayah menurut analisis S-S tradisional.

E‟ij adalah Eij yang diharapkan dan diperoleh

dari :E‟ij = Ej ( Ein / En ) (5 )

Sedangkan pengaruh alokasi sebagai

bagian yang belum dijelaskan dari suatu

variabel wilayah (Aij) dapat dirumuskan

sebagai :

Aij = ( Eij – E‟ij ) ( rij – rin ) (6)

Keterangan :

Aij = Pengaruh alokasi dibagi menjadi dua

bagian yaitu adanya tingkat spesialisasi sektor i

diwilayah j dikalikan dengan keunggulan

kompetitif;

(Eij – E‟ij) = Tingkat spesialisasi terjadi apabila

variabel wilayah nyata ( Eij ) lebih besar dari

variabel yang diharapkan ( Eij )

(rij – rin) = Keunggulan kompetitif terjadi bila

laju pertumbuhan sektor di daerah lebih besar

daripada laju pertumbuhan sektor

nasional/regional .

Maka pengaruh alokasi ini

disubtitusikan dalam analisis S-S tradisional

menjadi persamaan S-S yang dimodifikasi oleh

Estaban-Marquillas ( E-M ) menjadi

persamaan :

Dij =Eij (rn) + Eij (rin) – rn) + E‟ij (rij – rin) + (Eij -

E‟ij) (rij – rin) (7)

Analisis Tipology Klassen

AnalisisTipology klassen pada dasarnya

membagi daerah berdasarkan 2 (dua) indicator

utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan

pendapatan perkapita daerah. Dengan

menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi

sebagai sumbu vertikal dan rata-rata perdapatan

perkapita sebagai sumbu horisontal, daerah

yang diamati dapat menjadi 4 klasifikasi

(Sjafrizal, 2008;180 ) yaitu

Tipologi I : Daerah Cepat maju dan cepat

tumbuh ( high growth and high income)

Tipologi II : Daerah maju tapi tertekan (high

income but low growth)

Tipologi III : Daerah berkembang cepat ( high

growth but low income )

Tipologi IV : Daerah relatif tertinggal ( low

growth and low income )

Berikut ini gambaran atau skema dari

Tipologi Daerah

Klasifikasi I

Daerah Cepat

maju&Cepat

Tumbuh

Klasifikasi II

Daerah maju tapi

tertekan

Klasifikasi III

Daerah

Berkembang Cepat

Klasifikasi IV

Daerah Relatif

Tertinggal

HASIL PEMBAHASAN

Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa

sektor keuangan,persewaan dan jasa perusahaan

merupakan sektor basis yang dominan di

Propinsi Jawa Barat karena terdapat di 19

Kabupaten dari 26 Kabupaten/Kota,

sebagaimana terlihat dalam table berikut:

Tabel 1

Kompilasi Hasil Analisis LQ di Propinsi Jawa

Barat Tahun 2009-2012

Page 9: ANALISIS SEKTOR BASIS KABUPATEN KOTA DAN PUSAT

Jurnal Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 2, No. 2, Mei 2014 - 58

No Lapangan Usaha

Jumlah

Kabupaten

/ Kota

1 Pertanian 12

2 Pertambangan dan

penggalian

5

3 Industri pengolahan 8

4 listrik dan air minum 11

5 Bangunan 12

6 Perdagangan, hotel

dan restoran

17

7 Pengangkutan dan

komunikasi

16

8 Keuangan, persewaan

dan

jasa perusahaan

19

9 jasa-jasa 16

Sumber : Hasil analisis LQ persektor

Dari tabel 1 diatas terlihat bahwa sektor

pertanian merupakan sektor basis di 12

kabupaten-kota; sektor pertambangan dan

penggalian hanya jadi sektor basis di 5

kabupaten ;sektor industry pengolahan

merupakan sektor basis di 8

kabupaten/kota;Sektor Listrik Gas dan Air

Bersih merupakan sektor basis di 11

kabupaten/kota; Sektor Bangunan merupakan

sektor basis di 12 kabupaten kota; Sektor

perdagangan hotel dan restoran merupakan

sektor basis di 17 kabupaten/kota. Adapun

sektor pengangkutan dan telekomunikasi serta

sektor jasa-jasa, merupakan sektor basis di 16

kabupaten/kota.

Hasil Analisis Shift-Share tentang

keunggulan kompetitif menunjukkan hasil

bahwa sektor pertanian memiliki keunggulan

kompetitip di 23 kabupaten/kota; sedangkan

sektor pertambangan di 25 kabupaten/kota;

sektor industry pengolahan memiliki

keunggulan kompetitif di 19 kabupaten/kota;

sektor listrik dan air bersih memiliki

keunggulan kompetitif di 21 kabupaten kota;

sedang sektor bangunan hanya memiliki

keunggulan kompetitif di 2 kabupaten saja;

adapun sektor perdagangan hotel dan restoran

serta sektor keuangan, persewaan dan jasa

perusahaan hanya memiliki keunggulan

kompetetitif di 1 kabupaten saja; sedangkan

sektor jasa-jasa memiliki keunggulan

kompetitif di 3 kabupaten /kota.; adapun sektor

pengangkutan dan komunikasi tidak memiliki

keunggulan kompetitif sama sekali.

Tabel 2

Kompilasi Hasil Analisis Shift-share di Propinsi

Jawa Barat Tahun 2009-2012

No Lapangan

Usaha

Jumlah Kabupaten /

Kota

Kompet

itif

Spesialis

asi

1 Pertanian 23 15

2 Pertambang

an dan

penggalian

25 5

3 Industri

pengolahan

19 13

4 listrik dan

air minum

21 16

5 Bangunan 2 11

6 Perdaganga

n, hotel dan

restoran

1 9

7 Pengangkut

an dan

komunikasi

0 10

8 Keuangan,

persewaan dan

jasa

perusahaan

1 7

9 jasa-jasa 3 8

Sumber : Hasil analisis Shift share

Dari tabel 2 diatas terlihat pula hasil

analisis shifshare tentang spesialisasi yang

menunjukan bahwa sektor pertanian dan Sektor

Page 10: ANALISIS SEKTOR BASIS KABUPATEN KOTA DAN PUSAT

Jurnal Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

59 - Volume 2, No. 2, Mei 2014

listrik, gas dan air bersih merupakan kegiatan

ekonomi yang paling banyak memiliki

spesialisasi. Sektor pertanian yaitu memiliki

spesialisasi di 15 kabupaten/kota, sedangkan

Sektor listrik gas dan air bersih memiliki

spesialisasi di 16 kabupaten/kota.Selanjutnya

sektor pertambangan dan penggalian memiliki

spesialisasi di 5 kabupaten kota. Sektor industry

pengolahan memiliki spesialisasi di 13

kabupaten/kota. Sektor Bangunan mempunyai

spesialisasi di 11 Kabupaten/kota. Sektor

perdagangan hotel dan restoran serta sektor

jasa-jasa, memiliki spesialisasi di 9

kabupaten/kota. Adapun sektor pengangkutan

dan komunikasi memiliki sepesialisasi di 10

kabupaten/kota dan sektor keuangan memiliki

spesialisasi di 7 kabupaten/kota. Sedangkan

sektor jasa-jasa ada di 8 kabupaten/kota.

Selanjutnya untuk mengetahui sektor

basis unggulan di Provinsi Jawa Barat

dilakukan penggabungan antara hasilnya

analisis Location Quotion (LQ) dan hasil

analisis Shift-Share (SS) dengan kombinasi B-

K-S (Basis-Kompetitif-Spesialis). Hasilnya

menunjukan bahwa sektor pertanian merupakan

sektor basis unggulan di Provinsi Jawa Barat,

karena merupakan sektor yang paling banyak

memiliki sektor basis yang sekaligus memiliki

keunggulan kompetitif dan spesialisasi, yaitu

memiliki 12 sektor BKS. Sektor unggulan

kedua adalah sektor listrik gas dan air bersih

yang memiliki 9 sektor BKS.

Tabel 3

Sektor Basis Unggulan di Propinsi Jawa Barat

Periode 2009-2012

No Lapangan Usaha

Jumla

h Sektor

BKS

1 Pertanian 12

2 Pertambangan dan

penggalian

5

3 Industri pengolahan 4

4 listrik gas & air

minum

9

5 Bangunan 0

6 Perdagangan, hotel

dan restoran

1

7 Pengangkutan dan

komunikasi

0

8 Keuangan,

persewaan dan

jasa perusahaan

0

9 jasa-jasa 0

Sumber : Kombinasi Hasil analisis LQ - Shift

share

Hasil analisis Tipologi Klassen atas 26

Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Jawa

Barat menunjukan bahwa terdapat 4

Kabupaten/Kota yang masuk dalam tipologi

daerah cepat maju dan cepat tumbuh (klasifikasi

I) yaitu kabupaten Karawang, Kota

Bandung,kota Sukabumi dan Kota Bogor ; ada

3 daerah yang termasuk tipologi daerah

berkembang cepat (klasifikasi III) yaitu

kabupaten Purwakarta,kabupaten Bekasi dan

Kota Depok; ada 9 daerah yang termasuk

Tipologi Daerah Maju Tapi Tertekan (klasifikasi

II) mencakup Kabupaten Sukabumi,

Tasikmalaya, Ciamis Kuningan,

Cirebon,Majalengka, Indramayu serta kota

Cirebon dan kota Cimahi;

Gambar 1.Skema Tipologi Daaerah Provinsi

Page 11: ANALISIS SEKTOR BASIS KABUPATEN KOTA DAN PUSAT

Jurnal Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 2, No. 2, Mei 2014 - 60

Jawa barat Tahun 2009-2012

Laj

u P

ertu

mbu

han

Eko

nom

i R

egio

nal

(5

,86

) Klasifikasi I

Kab.Karawang

Kota Bandung

Kota Sukabumi

Kota Bogor

Klasifikasi II

Kab.Sukabumi

Kab.Tasikmalay

a

Kab.Ciamis

Kab.Kuningan

Kab.Cirebon

Kab.Majalengka

Kab.Indramayu

Kota Cirebon

Kota Cimahi Klasifikasi III

Kab.Purwakarta

Kab.Bekasi

Kota Depok

Klasifikasi IV

Kab.Bogor

Kab.Cianjur

Kab.Bandung

Kab.Garut

Kab. Sumedang

Kab.Subang

Kab.Bandung Barat

Kota Bekasi

Kota Tasikmalaya

Kota Banjar

Laju Pendapatan Perkapita Regional (3,64)

Sumber : BPS;Jawabarat dalam Angka (diolah)

Dari gambar 1 diatas terlihat bahwa ada

10 Kabupaten yang masuk pada Tipologi

Daerah Relatif Tertinggal (klasifikasi IV)

meliputi Kabupaten Bogor, Cianjur, Bandung,

Garut, Sumedang, Subang dan Bandung barat,

serta Kota Bekasi, Kota Tasik Malaya dan Kota

Banjar.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil analisis LQ dan Shift Share

menunjukkan bahwa sektor Pertanian dan

Sektor listrik gas dan air minum merupakan

sektor basis unggulan di Propinsi Jawa Barat,

karena sektor tersebut menjadi sektor basis

yang paling banyak memiliki keunggulan

kompetitif dan spesialisasi.

Sedangkan berdasarkan analisis

Tipologi Klassen dari 26 Kabupaten/Kota yang

ada di Propinsi Jawa Barat diketahui bahwa

terdapat 4(empat) Kabupaten/Kota yang

merupakan pusat pertumbuhan yaitu Kabupaten

Karawang, Kota Bandung,kota Sukabumi dan

Kota Bogor., karnanya 4 (empat) daerah

tersebut merupakan daerah yang potensial

untuk menjadi pusat pengembangan ekonomi di

Provinsi Jawa Barat.

Saran

Pemerintah Propinsi Jawa Barat perlu

menetapkan kebijakan pembangunan dengan

prioritas sektor basis unggulan di masing-

masing kabupaten/kota, dengan tetap

memperhatikan sektor non basis secara

proporsional sebagai penunjang. Perlu pula

dilakukan pemetaan potensi atas daerah yang

mempunyai potensi spesialis dan keunggulan

kompetitif, agar bijak dalam menentukan skala

prioritas pembangunan, sehingga dapat

meminimalisir keberadaan kabupaten kota pada

tipologi daerah tertinggal.

Page 12: ANALISIS SEKTOR BASIS KABUPATEN KOTA DAN PUSAT

Jurnal Ilmu Ekonomi

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

61 - Volume 2, No. 2, Mei 2014

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, R. 2005. Dasar-Dasar Ekonomi wilayah,

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Arsyad, L. 2011. Pengantar Perencanaan dan

pembangunan Ekonomi daerah Edisi kedua,

Yogyakarta.BPFE .

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa barat, 2013.

Jawa Barat Dalam dalam Angka.

Boediono. 1985. Teori Pertumbuhan Ekonomi.,

Yogyakarta, BPFE-UGM.

Firdausi. 2012. Analisis Sektor Ekonomi Unggulan

Kabupaten Aceh Barat. Banda Aceh. Tesis

S2PPS.Unsyiah.

Glasson. 1990. Pengenalan Perancangan

wilayah ,konsep dan Amalan. Kuala Lumpur.

Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian

Pendidikan Malasya.

Hirschaman,A.O. 1958. The Strategi of economic

Development, New Heaven: Yale University

Press.

Hoover,E.M. 1998. The Location Of Economic

Activity, New York: McGraw-Hill Book

Co,Inc.

Mangun, N. 2007. Analisis Potensi Ekonomi

Kabupaten Kota di Sulawesi Tengah .

Semarang. Tesis S2. Pps. Undip.

Kuncoro,M. 2000. Ekonomi Pembangunan: Teori,

Masalah dan Kebijakan (1 st ed.):

Yogyakarta.

Oktoviana, N. 2013. Analisis Kawasan strategis

Kabupaten Serdang Bedagai di Provinsi

Sumatera Utara. Banda Aceh.Tesis S2

PPs.Unsyiah.

Prasetyo. S. 2001. Teori Pertumbuhan Berbasis

Ekonomi (eksport) Posisi Dan

Sumbangannya bagi Perbendaharaan Alat-

alat Analisis Regional. Jurnal Ekonomi dan

Bisnis Indonesia. Vol.16 No.1.

Richardson, H.W. 1977. Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi

Regional. (terjemahan: Paul Sitohang).

Jakarta: LPFE-UI.

Rusli, G. 2005. Ekonomi Regional. Bandung:

Pustaka Ramadhan.

Shafariani.F. 2011. Analisis Kawasan Andalan

Sebagai Pusat Pertumbuhan di Provinsi Aceh.

PPs.Unsyiah. Aceh.

Soeparmoko. (2002). Ekonomi Publik Untuk

Keuangan dan Pembangunan Daerah. Edisi

pertama. Andi. Yogyakarta.

Syafrizal. 2008. Ekonomi Regional Teori dan

Aplikasi,Padang.Baduosa Media.

Syahnur, S. 2003. Analisis shift share perekonomian

Nangro Aceh Darussalam periode 1969-2001,

Aceh. Jurnal Ekonomi Bisnis Vol2.No.2 FE

Unsyiah.

Tarigan, R. 2004. Ekonomi Regional Teori dan

Aplikasi, Jakarta: Bumi Aksara.

.