20
ANALISIS TERHADAP SISTEM PENYUSUNAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH YANG MELANGGAR TERHADAP UNDANG-UNDANG Weddie Andriyanto Dosen FEB Universitas Lampung ABSTRAK Sejak reformasi tahun 1998 Indonesia menganut sistem desentralisasi termasuk dalam pengelolaan keuangan. Salah satu desentralisasi keuangan adalah dengan adanya UU No.32 tahun 2004. Pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah maka berusaha meningkatkan Pendapatan Asli Daerah sebesar-besarnya sehingga terdapat peraturan daerah tentang pajak dan retribusi daerah yang melanggar Undang-Undang dan juga menciptakan kondisi ekonomi yang kurang kondusif. Banyaknya perda PDRD adalah karena dalam pembuatan perda tersebut lebih menekankan pada pertimbangan peningkatan PAD daripada penciptaan kondisi iklim usaha dan ekonomi yang kondusif. Selain itu prosedur penyusunan Peraturan PDRD juga lebih menitikberatkan pada prosedur formal penyusunan Peraturan dengan tidak melibatkan pihak yang mengelola kondisi perekonmian dan belum adanya sanksi pada pihak yang melanggar aturan. Berdasarkan hal tersebut maka untuk lebih meningkatkan kualitas peraturan daerah tentang Pajak dan Retribusi Daerah maka Bank Indonesia dan Kantor Pajak perlu dilibatkan serta difungsikan sebagai lembaga untuk monitoring dan pengawasan. Sanksi atas setiap pelanggaran oleh daerah harus ditetapkan dengan tegas antara lain dengan penundaan, pengurangan atau pemotongan dana bagi hasil dan atau dana Alokasi umum (DAU). Kata Kunci : Desentralisasi, Pajak daerah, Retribusi daerah, Pengawasan I. PENDAHULUAN Krisis ekonomi tahun 1997-1998 di Indonesia yang berlanjut dengan krisis politik sehingga membawa perubahan sistem pemerintahan di Indonesia. Sejak tahun 1965 sampai dengan tahun 1997 disebut era orde baru dengan sistem pemerintahan yang sentralistik dan sejak tahun 1998 sampai sekarang disebut dengan era orde reformasi. Krisis yang terjadi di Indonesia oleh beberapa pihak disimpulkan karena sistem pemerintahan yang sentralistik sehingga daerah tidak mandiri dan pada saat ekonomi pemerintah pusat terkena dampak krisis maka kondisi daerah juga ikut terkana. Untuk itu beberapa pihak tersebut merubah sistem pemerintahan menjadi sistem desentralisasi. Sistem pemerintahan yang desentralisasi diikuti dengan sistem pengelolaan keuangan pemerintahan yang desentralisasi dimana daerah dapat mencari dan mengelola keuangannya sendiri dan mengalokasikan keuangan daerah sesuai dengan kebutuhannya sendiri. Sistem pengelolaan keuangan sendiri maka membuat daerah berusaha memperoleh pendapatan semaksimal mungkin sehingga beberapa daerah menerbitkan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan atau Retribusi Daerah untuk mengejar peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun dalam realisasinya penerapan Pajak daerah dan Retribusi daerah yang oleh pemerintah daerah bersama legislative daerah (DPRD) yang menerbitkan pajak daerah dan atau retribusi daerah banyak yang hanya mempertimbangkan pendapatan bagi daerah saja, tanpa mempertimbangkan beban yang dipikul oleh masyarakat atau dunia usaha yang berakibat iklim usaha di daerah kurang menarik. Hal ini disadari oleh pemerintah pusat yang melihat setelah era reformasi ternyata pertumbuhan

ANALISIS TERHADAP SISTEM PENYUSUNAN PAJAK DAERAH

Embed Size (px)

Citation preview

ANALISIS TERHADAP SISTEM PENYUSUNAN PAJAK DAERAH

DAN RETRIBUSI DAERAH YANG MELANGGAR TERHADAP

UNDANG-UNDANG

Weddie Andriyanto Dosen FEB Universitas Lampung

ABSTRAK

Sejak reformasi tahun 1998 Indonesia menganut sistem desentralisasi termasuk dalam

pengelolaan keuangan Salah satu desentralisasi keuangan adalah dengan adanya UU No32 tahun

2004 Pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah maka berusaha meningkatkan Pendapatan

Asli Daerah sebesar-besarnya sehingga terdapat peraturan daerah tentang pajak dan retribusi daerah

yang melanggar Undang-Undang dan juga menciptakan kondisi ekonomi yang kurang kondusif

Banyaknya perda PDRD adalah karena dalam pembuatan perda tersebut lebih menekankan pada

pertimbangan peningkatan PAD daripada penciptaan kondisi iklim usaha dan ekonomi yang kondusif

Selain itu prosedur penyusunan Peraturan PDRD juga lebih menitikberatkan pada prosedur formal

penyusunan Peraturan dengan tidak melibatkan pihak yang mengelola kondisi perekonmian dan belum

adanya sanksi pada pihak yang melanggar aturan

Berdasarkan hal tersebut maka untuk lebih meningkatkan kualitas peraturan daerah tentang Pajak

dan Retribusi Daerah maka Bank Indonesia dan Kantor Pajak perlu dilibatkan serta difungsikan

sebagai lembaga untuk monitoring dan pengawasan Sanksi atas setiap pelanggaran oleh daerah harus

ditetapkan dengan tegas antara lain dengan penundaan pengurangan atau pemotongan dana bagi hasil

dan atau dana Alokasi umum (DAU)

Kata Kunci Desentralisasi Pajak daerah Retribusi daerah Pengawasan

I PENDAHULUAN

Krisis ekonomi tahun 1997-1998 di Indonesia yang berlanjut dengan krisis politik sehingga

membawa perubahan sistem pemerintahan di Indonesia Sejak tahun 1965 sampai dengan tahun 1997

disebut era orde baru dengan sistem pemerintahan yang sentralistik dan sejak tahun 1998 sampai

sekarang disebut dengan era orde reformasi Krisis yang terjadi di Indonesia oleh beberapa pihak

disimpulkan karena sistem pemerintahan yang sentralistik sehingga daerah tidak mandiri dan pada saat

ekonomi pemerintah pusat terkena dampak krisis maka kondisi daerah juga ikut terkana Untuk itu

beberapa pihak tersebut merubah sistem pemerintahan menjadi sistem desentralisasi

Sistem pemerintahan yang desentralisasi diikuti dengan sistem pengelolaan keuangan

pemerintahan yang desentralisasi dimana daerah dapat mencari dan mengelola keuangannya sendiri

dan mengalokasikan keuangan daerah sesuai dengan kebutuhannya sendiri Sistem pengelolaan

keuangan sendiri maka membuat daerah berusaha memperoleh pendapatan semaksimal mungkin

sehingga beberapa daerah menerbitkan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan atau Retribusi

Daerah untuk mengejar peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Namun dalam realisasinya penerapan Pajak daerah dan Retribusi daerah yang oleh pemerintah

daerah bersama legislative daerah (DPRD) yang menerbitkan pajak daerah dan atau retribusi daerah

banyak yang hanya mempertimbangkan pendapatan bagi daerah saja tanpa mempertimbangkan beban

yang dipikul oleh masyarakat atau dunia usaha yang berakibat iklim usaha di daerah kurang menarik

Hal ini disadari oleh pemerintah pusat yang melihat setelah era reformasi ternyata pertumbuhan

ekonomi di Indonesia tetap lambat sementara negara lain yang ikut terkena krisis telah pulih seperti

Korea Thailand atau Malaysia dll Dari hasil evaluasi salah satu yang ditemukan adalah biaya

ekonomi yang tinggi di daerah di Indonesia yang disebabkan oleh berbagai pengutan pajak daerah dan

retribusi daerah bahkan beberapa peraturan pajakretribusi daerah tersebut tumpang tindoh dengan

pajak pusat Untuk itu maka pemerintah bersama DPR menerbitkan Undang-Undang No18 tahun

1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan kemudian disempurnakan dengan Undang

Undang No25 tahun 1999

Namun dalam realisasinya banyak daerah baik daerah tingkat I yaitu provinsi atau daerah tingkat

II (kabupatenKota) menggunakan Undang-Undang ini untuk membuat peraturan daerah tentang pajak

daerah dan retribusi daerah untuk meningkatkan Pendapatan asli daerahyang bertentangan dengan

aturan pada Undang Undang tersebut Pelanggaran tersebut antara lain adalah objek pajak yang tidak

tepat atau sudah dikenakan pajak pusat masih dikenakan pajak daerah lagi atau tarif pajak yang terlalu

tinggi sehingga pajakretribusi daerah tersebut menghambat dunia usaha dan investasi di daerah

Departemen dalam negri dan departemen keuangan telah memeriksa dan menginvetarisir

berbagai pajakretribusi daerah dan menemukan ribuan peraturan daerah tentang pajakretribusi daerah

yang melanggar Undang-Undang tentang pajak dan retribusi Daerah Bahkan beberapa peraturan

daerah tentang pajakretribusi daerah yang sudah dilarang oleh pemerintah pusat untuk dilakukan

masih tetap dijalankan di daerah Berdasarkan penelitiankegiatan inventarisasi Rencana Legislasi

Daerah sampai Agustus 2001 saja Departemen Dalam Negeri (Depdagri) telah menerima sekitar 1979

Perda Perda tersebut terdiri dari 1503 Perda tentang pajak daerah dan 926 Perda tentang Desa Dari

jumlah itu sebanyak 926 Perda memenuhi ketentuan perundang-undangan 104 Perda dinyatakan

bermasalah dan 949 Perda ketika itu sedang dievaluasi lebih lanjut Menurut penelitian Komite

Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) dari sejumlah Perda tersebut terdapat 47 Perda

harus dibatalkan dan 189 Perda harus direvisi Jika data sampai Agustus 2001 saja telah begitu banyak

ditemukan Perda bermasalah menjadi pertanyaan adalah berapa banyak Perda bermasalah hingga

2012

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa sistem dan prosedur pengendalian pajak dan retribusi

daerah yang melanggar dan menganalisa sistem pengawasan atas pajakretribusi darah yang melanggar

Undang-undang Dengan analisa ini maka juga akan direkomendasikan untuk sanksi atau tindakan

yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran oleh daerah atas pajakretribusi

daerah

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada kebijakan pemerintah untuk

menyusun sistem dan prosedur PajakRetribusi daerah dan sanksi atas daerah yang melanggar Dengan

kontribusi ini diharapkan akan mencegah atau mengurangi daerah dalam membuatpajakretribusi

daerah yang melanggar Undang-Undang dan dapat meningkatkan iklim usaha dan investasi di daerah

yang lebih baik Dari uraian dalam latar belakang penelitian di atas maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikutb agaimanakah prosedur pembuatan dan pengesahan pajakretribusi

daerah Bagaimana prosedur pengawasan pajakretribusi daerah tersebut Bagaimanakah sangsi

terhadap daerah yang melanggar dengan aturan atau menerbitkan pajakretribusi daerah yang

melanggar aturan Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini dijelaskan sebagai

berikut mengkaji sistem dan prosedur pembuatan dan pengesahan Pajak daerah Retribusi daerah

tingkat I yang dibuat oleh propinsi Mengkaji sistem dan prosedur pembuatan dan pengesahan Pajak

daerah Retribusi daerah tingkat II yang dibuat oleh Pemeringah KotaKabupaten Mengkaji prosedur

pengawasan dan monitoring atas pajakretribusi daerah Mengkaji sanksi terhadap daerah yang

melanggar atas penerbitan pajakretribusi daerah

II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Pengertian Sistem

Sistem adalah sekelompk unsur yang erat berhubungan satu dngan lainnya yang berfungsi

bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu (Mulyadi 1993 2) Dengan demikian maka sistem

memiliki unsur sebagai berikut

a Setiap sistem terdiri dari unsur-unsur Unsur-unsur suatu sistem terdiri dari subsistem yang lebih

kecil yang terdiri dari kelompok unsur yang membentuk subsistem tersebut

b Unsur-unsur tersebut merupakan bagian terpadu sistem yang bersangkutan Unsur-unsur sistem

berhubungan erat satu dengan lainnya dan sifat serta kerjasama antar unsur sistem tersebut

mempunyai bentuk tertentu

c Unsur sistem tersebut bekerjasama untuk mencapai tujuan sistem Setiap sistem mempunyai tujuan

tertentu

d Suatu sistem merupakan bagian dari sistem lain yang lebih besar Suatu sistem disusun dengan

suatu tujuan tertentu

Pada umumnya tujuan adanya suatu sistem adalah

a Untuk memberikan informasiyang dihasilkan yaitu mutu produk ketepatan penyajian maupun

struktur informasiproduk yang dihasilkan

b Untuk memperbaiki pengendalian dan pengecekan internal sehingga akan memperbaiki keandalan

produk yang dihasilkan

c Untuk meningkatkan efisiensi dalam memproduksi atau membuat produk tersebut

Dengan sistem yang baik maka suatu produk yang dihasilkan akan lebih baik lebih efisien dan

lebih bermanfaat atau sesuai dengan tujuannya Untuk mengevaluasi suatu produk yang dihasilkan

maka dapat dievaluasi dari sistem dalam pembuatan produk tersebut Demikian pula dengan

penyusunan Pajak daerahretribusi daerah maka perlu dievaluasi atas sistem pembuatan dan

penyusunan pajakretribusi daerah tersebut untuk mengetahui kelemahan sehingga dapat menghindari

kekurangan atau kelemahan atas etiap produk peraturan pajakretribusi daerah yang dihasilkan oleh

suatu daerah tingkat I atau daerah tingkat II sehingga terhindar dari pelanggaran terhadap peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi

Perkembangan Perundang-undangan pajakretribusi daerah

Untuk pertama kalinya Indonesia memiliki undang-undang yang mengatur mengenai pajak

daerah dan retribusi daerah sekaligus adalah dengan diberlakukanya Undang-Undang (UU) No 18

Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Undang-undang ini secara garis besar

mengatur mengenai dua hal Pertama menetapkan ketentuan-ketentuan pokok yang memberikan

pedoman kebijakan dan arahan bagi Daerah dalam pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi

Kedua menetapkan pengaturan yang cukup rinci untuk menjamin penerapan prosedur umum

perpajakan daerah dan retribusi

Sebelum UU No 18 Tahun 1997 pengaturan mengenai Pajak dan Retribusi Daerah (PDRD)

diatur berdasarkan dua undang-undang yang berbeda Pertama UU No 11 Drt Tahun 1957 tentang

Peraturan Umum Pajak Daerah dan kedua UU No 12 Drt Tahun 1957 tentang Peraturan Umum

Retribusi Daerah Berdasarkan kedua undang-undang ini sistem perpajakan daerah dan retribusi

daerah tidak bersifat sederhana tidak adil tidak efektif tidak efesien dan tidak dapat menggerakkan

peranserta masyarakat dalam membiayai pembangunan daerah Karena itulah maka perlu dibuat

undang-undang yang dapat menciptakan pembaharuan sistem perpajakan daerah dan retribusi daerah

tersebut

Dalam perkembangannya UU No 18 Tahun 1997 tidak berumur panjang karena pada tahun 2000

undang-undang ini diperbaharui kembali seiring dengan pelaksanaan desentralisasi fiskal yang

berkaitan dengan diberlakukannya undang-undang tentang otonomi daerah Pembaharuan terhadap

UU No 18 Tahun 1997 tersebut hanya diamanatkan dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU No 25

Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Meskipun

demikian hal itu sudah cukup menjadi alasan bagi Pemerintah untuk melakukan perubahan terhadap

undang-undang itu Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU No 25 Tahun 1999 menyatakan sebagai berikut

ldquoJenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerah disesuaikan dengan kewenangan yang diserahkan

kepada Daerah Propinsi dan Daerah Kabupatenkota Penyesuaian tersebut dilakukan dengan

mengubah UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerahrdquo

Meskipun perubahan undang-undang PDRD secara eksplisit hanya diamanatkan dalam

Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU No 25 Tahun 1999 tetapi semangat perubahan tersebut sebenarnya

terlebih dahulu mengacu kepada UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Berdasarkan

kedua undang-undang otonomi daerah itu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan penerimaan dana perimbangan yang bersumber

dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

PAD tersebut antara lain bersumber dari PDRD yang diharapkan dapat menjadi salah satu

sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk meningkatkan

dan memeratakan kesejahteraan masyarakat Pada gilirannya daerah mampu melaksanakan otonomi

yang dengan kata lain mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri

Berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai dengan pembentukan UU No 34 Tahun 2000 maka

undang-undang ini sebagaimana halnya UU No 18 Tahun 1997 juga menetapkan dua tujuan Pertama

menetapkan ketentuan-ketentuan pokok yang memberikan pedoman kebijakan dan arahan bagi Daerah

dalam pelaksanaan pemungutan PDRD Kedua menetapkan pengaturan untuk menjamin penerapan

prosedur umum perpajakan daerah dan retribusi daerah

Pajak daerah dan pajak pusat merupakan suatu sistem perpajakan nasional yang pada hakikatnya

merupakan beban bagi masyarakat sehingga perlu dijaga agar kebijakan tersebut merupakan beban

yang adil Untuk itu pembinaan perpajakan daerah dilakukan secara terpadu dengan perpajakan

nasional Pembinaan ini dilakukan secara sinergis terutama mengenai obyek dan tarif pajak agar

pajak pusat dan pajak daerah dapat saling melengkapi dan tidak saling tumpang tindih

UU No 34 Tahun 2000 menganut sistem buka tutup dalam penetapan jenis PDRD

kabupatenkota Meskipun beberapa jenis PDRD telah ditetapkan dalam undang-undang ini namun

daerah kabupatenkota diberi peluang dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan

menetapkan jenis pajak dan retribusi selain yang telah ditetapkan Penetapan jenis PDRD tambahan

tersebut harus memenuhi kreteria yang ditetapkan dalam undang-undang dan sesuai dengan aspirasi

masyarakat setempat

Pasal 4 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa pajak daerah ditetapkan dengan

Peraturan Daerah (Perda) Begitu pula menurut Pasal 24 ayat (1) bahwa retribusi daerah ditetapkan

juga dengan Perda Pembuatan Perda baik tentang pajak daerah maupun tentang retribusi daerah ini

tidak boleh bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan-perundangan lain terutama dengan

undang-undang tentang otonomi daerah

Persoalan yang muncul dengan dibukanya peluang tersebut di lapangan banyak Perda PDRD

yang dibuat tetapi bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi Hal ini terjadi antara lain juga karena baik dalam UU No 22 Tahun 1999 maupun

UU No 34 Tahun 2000 tidak mengenal pengawasan preventif dalam bentuk evaluasi Rancangan

Perda (Raperda) oleh tingkat pemerintahan yang lebih tinggi Persoalan ini menjadi semakin rumit

ketika Perda tersebut dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) (baca pemerintah pusat)

tetapi pemerintah daerah tetap memberlakukannya alias tidak menghentikan pelaksanaan dan atau

mencabutnya karena tanpa sanksi yang jelas

Berlakunya UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti UU No 22

Tahun 1999) membawa implikasi positif seperti telah diaturnya tata cara pengawasan preventif dan

kewenangan Gubernur dalam bentuk evaluasi Raperda kabupatenkota Diaturnya wewenang Menteri

Keuangan (Menkeu) dalam proses pembuatan Perda dan sanksi berupa pembatalan Perda yang

bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

Persoalannya adalah tidak jelas apakah Gubernur dan Menkeu juga memiliki kewenangan untuk

membatalkan Perda PDRD kabupatenkota yang dianggap bertentangan dengan kepentingan umum

dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tingi Selain itu sanksi yang diatur hanya berupa

sanksi administratif yang bersifat represif setelah jadi Perda

Selain persoalan di atas berlakunya UU No 32 Tahun 2004 menimbulkan dualisme pengaturan

hukum yang berkaitan dengan PDRD UU No 32 Tahun 2004 mengatur pengawasan preventif

sebaliknya dalam UU No 34 Tahun 2000 tidak UU No 32 Tahun 2004 tidak mengatur dengan jelas

kewenangan Menkeu dalam pembatalan Perda PDRD sebaliknya dalam UU No 34 Tahun 2000 PP

No 65 Tahun 2001 dan PP No 66 Tahun 2001 Menkeu memiliki kewenangan untuk memberi

pertimbangan kepada Mendagri dalam hal pembatalan Perda Dengan demikian berdasarkan UU No

34 Tahun 2000 peran Menkeu telah ada dalam proses evaluasi dan pembatalan Perda Persoalan lain

adalah mengenai jangka waktu penyampaian Perda yang sudah disahkan daerah kepada pusat untuk

dievaluasi UU No 34 Tahun 2000 memberikan waktu yang lebih lama yaitu 15 hari dibandingkan

dengan UU No 32 Tahun 2004 yang hanya tujuh hari Dualisme ketentuan hukum ini menjadi

persoalan yang serius karena kedua undang-undang tersebut sama-sama berlaku efektif

Perbedaan limitasi waktu penyampaian Perda kepada Pemerintah antara UU No 22 Tahun 1999

dengan UU No 32 Tahun 2004 tidak menjadi persoalan karena undang-undang yang disebut pertama

tidak berlaku lagi Akan tetapi perbedaan antara ketentuan UU No 34 Tahun 2000 dengan UU No 32

Tahun 2004 menjadi persoalan karena kedua undang-undang tersebut masih berlaku efektif Meskipun

demikian jika ditinjau dari asas hukum lex posteriori derogat legi priori (undang-undang yang baru

mengesampingkan undang-undang yang lama) maka yang berlaku adalah ketentuan yang ada dalam

undang-undang yang baru Artinya yang berlaku adalah ketentuan dalam UU No 32 Tahun 2004

yakni waktu penyampaian Perda yang telah ditetapkan kepada Pemerintah paling lama tujuh hari

Eksistensi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Dalam Struktur Keuangan Daerah

Pasal 1 angka 6 UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa Pajak Daerah adalah iuran wajib

yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang

yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan

untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah Begitu pula Pasal

1 angka 26 menyatakan bahwa Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa

atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk

kepentingan orang pribadi atau badan

Pajak biasanya harus dibayar oleh anggota masyarakat sebagai suatu kewajiban hukum tanpa

pertimbangan secara pribadi mereka mendapat manfaat atau tidak dari pelayanan yang mereka biayai

Sebaliknya retribusi dibayar langsung oleh mereka yang menikmati suatu pelayanan yang biasanya

dimaksudkan untuk menutup seluruhnya atau sebagian dari biaya pelayanan tersebut Meskipun

demikian dalam praktik perbedaan antara keduanya tidak selalu jelas Pertama retribusi dapat

dikenakan lebih besar melebihi biaya jasa-jasa yang diberikan Kedua suatu jasa mungkin hanya

sebagian dibiayai oleh retribusi sisanya berasal dari subsidi khusus atau terselubung dari penerimaan

pajak

PDRD ini merupakan komponen penting dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD) APBD terkait dengan penganggaran yakni suatu proses penyusunan rencana keuangan yang

menyangkut pendapatan dan pembiayaan yang kemudian mengalokasikan dana ke berbagai kegiatan

sesuai dengan fungsi dan sasaran yang hendak dicapai APBD merupakan suatu rencana tahunan

daerah yang ditetapkan berdasarkan Perda atau dengan kata lain APBD adalah model penganggaran

pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan Perda

Dalam penganggaran daerah terdapat tiga analisis yang saling terkait yakni analisis penerimaan

analisis pengeluaran dan analisis anggaran PDRD adalah berkaitan erat dengan analisis penerimaan

Analisis penerimaan adalah suatu kajian mengenai kemampuan daerah dalam menggali sumber-

sumber pendapatan daerah yang potensial dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan

pendapatan tersebut Pendapatan daerah adalah semua penerimaan kas daerah dalam periode tahun

anggaran tertentu yang menjadi hak daerah Dalam konteks ini keuangan daerah yang sehat adalah

keuangan daerah yang mampu meningkatkan penerimaan daerah secara berkesinambungan seiring

dengan perkembangan perekonomian tanpa memperburuk alokasi faktor-faktor produksi dan keadilan

serta dengan sejumlah biaya administrasi tertentu Kondisi ini dapat dilihat berdasarkan empat

indikator yakni (1) daya pajak (tax effort) (2) efektivitas (efectivity) (3) efisiensi (eficiency) dan (4)

elastisitas (elasticity) Keempat indikator ini dalam pelaksanaannya akan saling berhubungan satu

dengan lainnya

Pertama daya pajak adalah rasio antara penerimaan pajak dengan kapasitas atau kemampuan

membayar pajak di suatu daerah Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui

kemampuan membayar pajak masyarakat adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Hal itu

dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut

Penerimaan Pajak (Penerimaan Pajak)

Daya Pajak = = x 100

Kemampuan Bayar Pajak PDRB

Dengan demikian jika PDRB suatu daerah meningkat maka kemampuan daerah dalam

membayar pajak (ability to pay) juga akan meningkat Artinya administrasi penerimaan daerah dapat

meningkatkan daya pajaknya agar penerimaan pajak meningkat pula

Kedua efektivitas adalah mengukur hubungan antara hasil pungut suatu pajak dengan potensi

pajak itu sendiri Efektivitas ini dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut

Penerimaan Pajak (Penerimaan Pajak)

Efektivitas = = x 100

Potensi pajak PDRB

Adapun yang menjadi indikator dari efektivitas ini adalah rasio antara hasil pemungutan suatu

pajak dengan potensi hasil pajak Keadaan tersebut terjadi didasarkan pada asumsi bahwa semua wajib

pajak membayar pajak terutangnya Efektivitas tersebut menyangkut semua tahap administrasi

penerimaan pajak menentukan wajib pajak menetapkan nilai kena pajak memungut pajak

menegakkan sistem pajak dan membukukan penerimaan

Ketiga efisiensi dilakukan dengan mengukur bagian dari hasil pajak yang digunakan untuk

menutup biaya pemungutan pajak yang bersangkutan Efisiensi ini dapat diketahui dengan

menggunakan rumus sebagai berikut

Biaya Pemungutan

Efisiensi = x 100

Penerimaan Pajak yang dipungut

Adapun yang dimaksud biaya pemungutan adalah tidak semata-mata biaya langsung untuk

operasional pemungutan di lapangan melainkan termasuk biaya-biaya tidak langsung seperti waktu

yang diperlukan biaya rapat-rapat dan biaya overhead

Keempat elastisitas adalah ukuran tingkat kepekaan perubahan suatu jenis penerimaan apabila

terjadi perubahan pada jumlah PDRB dan jumlah penduduk Dalam kaitan ini semakin tinggi nilainya

adalah semakin elastis dan sebaliknya semakin rendah nilainya maka menjadi semakin tidak elastis

Arti dari semakin elastis adalah tingkat daya bayar masyarakat tidak terganggu Untuk mengetahui

elastisitas dipergunakan dua buah rumus yakni untuk mengetahui tingkat kepekaan perubahan pada

PDRB dan tingkat kepekaan perubahan pada penduduk Untuk mengetahui tingkat kepekaan

perubahan pada PDRB dipergunakan rumus sebagai berikut

PAD PAD

Elastisitas PDRB = x 100 dan Elastisitas Penduduk = x 100

PDRB Penduduk

Berdasarkan Pasal Pasal 5 ayat (2) UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah terdiri dari PAD Dana Perimbangan dan lain-lain

pendapatan Menurut Pasal 6 ayat (1) PAD bersumber dari (a) pajak daerah (b) retribusi daerah (c)

hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan (d) lain-lain PAD yang sah Dengan

demikian berarti bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan komponen dari PAD dan PAD

adalah komponen dari Pendapatan Daerah dan Pendapatan Daerah merupakan bagian dari Penerimaan

Daerah dan Penerimaan Daerah merupakan sisi lain dari APBD

PDRD ini dikelola oleh Daerah Propinsi dan KabupatenKota berdasarkan kewenangan yang

dimiliki Pasal 2 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan jenis pajak daerah propinsi terdiri dari

empat jenis Pertama pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air Kedua bea balik nama

kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air Ketiga pajak bahan bakar kendaraan bermotor

Keempat pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan Pasal 2 ayat (2)

jenis pajak kabupatenkota terdiri dari (a) pajak hotel (b) pajak restoran (c) pajak hiburan (d) pajak

reklame (e) pajak penerangan jalan (f) pajak pengambilan bahan galian golongan C dan (g) pajak

parkir

Pasal 18 ayat (2) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa retribusi dibagi atas tiga golongan

yakni (a) retribusi jasa umum (b) retribusi jasa usaha dan (c) retribusi perizinan tertentu Pasal 18

ayat (3) jenis-jenis rertribusi jasa umum retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu tersebut

ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) yakni PP No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi

Daerah Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan (2) PP No 66 Tahun 2001 jenis retribusi untuk daerah

propinsi dan kabupatenkota ditetapkan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah tersebut

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Pasal 2 ayat (2) PP No 66 Tahun 2001 menyatakan bahwa jenis-jenis retribusi jasa umum adalah

(a) retribusi pelayanan kesehatan (b) retribusi pelayanan persampahankebersihan (c) retribusi

penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil (d) retribusi pelayanan

pemakaman dan pengabuan mayat (e) retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum (f) retribusi

pelayanan pasar (g) retribusi pengujian kendaraan bermotor (h) retribusi pemeriksaan alat pemadam

kebakaran (i) retribusi penggantian biaya cetak peta dan (j) retribusi pengujian kapal perikanan Pasal

3 ayat (2) jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah (a) retribusi pemakaian kekayaan daerah (b) retribusi

pasar grosir danatau pertokoan (c) retribusi tempat pelelangan (d) retribusi terminal (e) retribusi

tempat khusus parkir (f) retribusi tempat penginapanpesanggrahanvilla (g) retribusi penyedotan

kakus (h) retribusi rumah potong hewan (i) retribusi pelayanan pelabuhan kapal (j) retribusi tempat

rekreasi dan olah raga (k) retribusi penyeberangan di atas air (l) retribusi pengolahan limbah cair dan

(m) retribusi penjualan produksi usaha daerah Pasal 4 ayat (2) jenis-jenis retribusi perizinan tertentu

adalah (a) retribusi izin mendirikan bangunan (b) retribusi izin tempat penjualan minuman

beralkohol (c) retribusi izin gangguan dan (d) retribusi izin trayek

Peraturan Daerah Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Pasal 4 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa pajak daerah ditetapkan dengan

Perda Pasal 4 ayat (3) Perda tentang pajak daerah sekurang-kurangnya mengatur mengenai (a)

nama obyek dan subyek pajak (b) dasar pengenaan tarif dan cara penghitungan pajak (c) wilayah

pemungutan (d) masa pajak (e) penetapan (f) tata cara pembayaran dan penagihan (g) kadaluwarsa

(h) sanksi administrasi dan (i) tanggal mulai berlakunya Pasal 4 ayat (4) Perda tentang pajak daerah

dapat pula mengatur ketentuan mengenai tiga hal Pertama pemberian pengurangan keringanan dan

pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok pajak dan atau sanksinya Kedua tata cara penghapusan

piutang pajak yang kadaluwarsa Ketiga tentang asas timbal balik (resiprositas)

Pasal 24 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa retribusi daerah ditetapkan dengan

Perda Pasal 24 ayat (3) Perda tentang retribusi daerah sekurang-kurangnya mengatur mengenai (a)

nama obyek dan subyek retribusi (b) golongan retribusi (c) cara mengukur tingkat penggunaan jasa

yang bersangkutan (d) prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tarif (e) struktut

dan besarnya tarif retribusi (f) wilayah pemungutan (g) tata cara pemungutan (h) sanksi administrasi

(i) tata cara penagihan (j) tanggal mulai berlakunya retribusi Pasal 24 ayat (4) Perda tentang retribusi

daerah dapat juga mengatur mengenai tiga hal Pertama masa retribusi Kedua pemberian keringanan

pengurangan dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok retribusi dan atau sanksinya Ketiga

tata cara penghapusan piutang retribusi yang kadaluwarsa

Berdasarkan penelitiankegiatan inventarisasi Rencana Legislasi Daerah sampai Agustus 2001

saja Departemen Dalam Negeri (Depdagri) telah menerima sekitar 1979 Perda Perda tersebut terdiri

dari 1503 Perda tentang pajak daerah dan 926 Perda tentang Desa Dari jumlah itu sebanyak 926 Perda

memenuhi ketentuan perundang-undangan 104 Perda dinyatakan bermasalah dan 949 Perda ketika

itu sedang dievaluasi lebih lanjut Menurut penelitian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi

Daerah (KPPOD) dari sejumlah Perda tersebut terdapat 47 Perda harus dibatalkan dan 189 Perda

harus direvisi Jika data sampai Agustus 2001 saja telah begitu banyak ditemukan Perda bermasalah

menjadi pertanyaan adalah berapa banyak Perda bermasalah hingga Agustus 2005

Penelitian yang dilakukan oleh KPPOD tentang ldquoPemeringkatan Daya Tarik Investasi (Studi

Kasus di 90 KabupatenKota di Indonesia)rdquo menentukan tolok ukur Perda bermasalah dengan

penekanan pada aspek ekonomi Artinya banyaknya Perda yang tergolong bermasalah sehingga perlu

dibatalkan dan direvisi tersebut umumnya disebabkan melanggar prinsip-prinsip ekonomi Terdapat

lima jenis kasus Perda yang melanggar prinsip-prinsip ekonomi tersebut disertai dengan berbagai

contohnya Pertama adanya hambatan perdagangan terhadap keluar masuk barang dari dan ke daerah

lain baik dengan mekanisme tarif maupun non tarif Contohnya adalah Perda Propinsi Lampung No 6

Tahun 2000 Perda Kabupaten Pasaman No 2 Tahun 2001 Perda Kabupaten Bima No 16 Tahun

2000 dan sebagainya

Kedua adanya monopoli dengan perlakuan diskriminatif terhadap pelaku usaha lainnya

Contohnya adalah Perda Kabupaten Cirebon No 23 Tahun 2001 Perda Kabupaten Karawang No 15

Tahun 2001 dan sebagainya Ketiga pungutan berganda dengan pajak pusat (PPN PBB dll)

Contohnya adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 6 Tahun 2001 Perda Kabupaten Serang

No 7 Tahun 2001 dan sebagainya Keempat pungutan dalam bentuk sumbangan yang dipaksakan

dengan penerapan sanksi Contohnya adalah Perda Kabupaten Flores Timur No 2 Tahun 2000 Perda

Kabupaten Tapin No 5 Tahun 2000 Perda Kabupaten Kampar No 23 Tahun 2000 dan sebagainya

Kelima retribusi yang tidak memberi manfaat langsung terhadap pembayar retrtibusi Contohnya

adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 22 Tahun 2001 Perda Kabupaten Blitar No 24 Tahun

2000 Perda Kabupaten Bekasi No 25 Tahun 2000 dan sebagainya

Di samping itu temuan IMF (Internastonal Monetary Found) mengenai Perda bermasalah dari

perspektif ekonomi tidak kalah menariknya IMF telah merekomendasikan kepada Pemerintah

mengenai Perda bermasalah dari sisi investasi asing Perda bermasalah tersebut dapat menghambat

kegiatan dunia usaha dan sekaligus merupakan ldquocounter productiverdquo terhadap usaha Pemerintah

maupun Daerah dalam menarik inevstasi

Berbeda dengan hal di atas Depdagri menentukan tolok ukur Perda bermasalah lebih ditekankan

pada aspek hukumnya Dalam konteks ini suatu Perda dikualifikasi bermasalah apabila dalam

pembentukkannnya melanggar asas legalitas Perda tersebut dibentuk melanggar prinsip-prinsip

pembuatan peraturan perundang-undangan yakni bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi bertentangan dengan Perda lain melanggar kepentingan umum dan disharmonis

dengan peraturan pelaksanannya

Dalam perspektif hukum Perda dikatakan bermasalah adalah jika bertentangan dengan

kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Hal itu sesuai dengan

Pasal 136 ayat (4) UU No 32 Tahun 2004 Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan umum

danatau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Untuk menghindari Perda agar tidak

bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

maka dalam pembentukannya harus taat asas

Ketaatan asas yang dimaksud atas pembentukan Perda setidak-tidaknya menyangkut dua

kelompok Pertama Pasal 137 UU No 32 Tahun 2004 Perda dibentuk berdasarkan pada asas

pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi (a) kejelasan tujuan (b) kelembagaan

atau organ pembentuk yang tepat (c) kesesuaian antara jenis dan materi muatan (d) dapat

dilaksanakan (e) kedayagunaan dan kehasilgunaan (f) kejelasan rumusan dan (g) keterbukaan

Kedua Pasal 138 ayat (1) materi muatan Perda mengandung asas (a) pengayoman (b) kemanusiaan

(c) kebangsaan (d) kekeluargaan (e) kenusantaraan (f) bhineka tunggal ika (g) keadilan (h)

kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (i) ketertiban dan kepastian hukum dan (j)

keseimbangan keserasian dan keselarasan

Pasal 2 ayat (4) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa daerah kabupatenkota dapat

menetapkan jenis pajak daerah selain yang telah ditetapkan dalam undang-undang ini dengan

ketentuan memenuhi beberapa kreteria Pertama bersifat pajak dan bukan retribusi Kedua obyek

pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupatenkota yang bersangkutan dan mempunyai

mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupatenkota yang

bersangkutan Ketiga obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan

umum Keempat obyek pajak bukan merupakan obyek pajak propinsi danatau obyek pajak pusat

Kelima potensinya memadai Keenam tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif Ketujuh

memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat Kedelapan menjaga kelestarian

lingkungan

Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah Menurut Bagir Manan (2001 39) sistem pengawasan menentukan kemandirian suatu otonomi

Untuk menghindarkan agar pengawasan tidak melemahkan otonomi maka sistem pengawasan harus

ditentukan secara spesifik baik lingkup maupun tata caranya Hal itu karena pada saat semakin banyak

dan intensif pengawasan dilakukan maka semakin sempit pula kemandirian daerah sehingga membuat

semakin terbatas otonominya Sebaliknya pula tidak boleh ada sistem otonomi yang sama sekali

meniadakan pengawasan Dengan demikian kebebasan berotonomi di satu pihak dan pengawasan di

pihak yang lain merupakan lembaran dalam berotonomi untuk menjaga keseimbangan kecenderungan

pendulum ke arah desentralisasi maupun sentralisasi

Pengawasan dalam UU No 32 Tahun 2004 Pemerintah tidak mengutamakan sistem pengawasan

represif melainkan lebih menekankan pada pengawasan preventif Hal itu dimaksudkan untuk

memberikan kebebasan daerah dalam mengambil keputusan di samping memberi peran lebih besar

kepada DPRD untuk menjalankan fungsinya Oleh sebab itu Perda yang ditetapkan daerah tidak perlu

pengesahan terlebih dahulu oleh Pemerintah atau oleh Daerah tingkat atasnya Perda tersebut baru

dilakukan pengawasan oleh Pemerintah setelah ditetapkan oleh daerah yang bersangkutan

Dari sudut teori pengawasan maka pengawasan yang dilakukan Pemerintah terhadap Perda

adalah bersifat ldquoa posteriorirdquo yakni pengawasan itu baru dilakukan setelah dikeluarkannya Perda

tersebut oleh daerah Dari sudut kelembagaan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap

Perda adalah merupakan pengawasan ekstern Pengawasan tersebut dilakukan oleh organ atau lembaga

yang secara organisatoris berada di luar pemerintahan daerah Oleh sebab itu pengawasan yang

dilakukan oleh Pemerintah tersebut mempunyai tiga ciri-ciri khusus Pertama bersifat ekstern karena

dilakukan oleh suatu badan atau lembaga di luar pemerintahan daerah Kedua ldquoa posteriorirdquo karena

selalu dilakukan sesudah Perda tersebut ditetapkan Ketiga segi hukum karena menilai dari segi

hukumnya saja Pengawasan dari segi hukum adalah dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau

pertimbangan yang bersifat hukumnya saja (legalitas) dari perbuatan hukum pemerintah daerah

melalui produk hukum yang bernama Perda

Pasal 80 ayat (1) PP No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah menyatakan bahwa dalam rangka

pengawasan Perda tentang pajak daerah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri

Keuangan paling lama 15 hari setelah ditetapkan Pasal 17 ayat (1) PP No 66 Tahun 2001 mengatur

hal dan cara yang sama mengenai pengawasan terhadap Perda tentang Retribusi Daerah Pasal 80 ayat

(2) PP No 65 Tahun 2001 menyatakan apabila Perda tentang Pajak Daerah bertentangan dengan

kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maka Mendagri dengan

pertimbangan Menkeu membatalkan Perda tersebut Hal yang sama diatur pula dalam Pasal 17 ayat (2)

PP No 66 Tahun 2001 mengenai retribusi daerah Pembatalan tersebut dilakukan paling lama satu

bulan sejak diterimanya Perda yang dimaksud

Persoalannya sekarang setelah diberlakukannya UU No 32 Tahun 2004 adalah masa

penyampaian Perda yang telah ditetapkan oleh daerah ke Pemerintah adalah selama tujuh hari saja

Timbul pertanyaan dapatkah dalam waktu tujuh hari daerah menyampaikan Perda yang telah

ditetapkan kepada Pemerintah Di samping itu khusus mengenai Perda tentang PDRD apakah

kewenangan melakukan pengawasan dapat diberikan lebih besar kepada Menkeu Jika kedua

pertanyaan ini dapat dijawab maka akan tercipta tata cara pengawasan yang baik mengenai

keberlakuan Perda tentang PDRD ke depan

Kerangka Pemikiran

Sistem yang baik maka didalamnya sudah terdapat pengendalian internal yang baik sehingga

dapat mengecah atau mengurangi adanya penyimpangan atau pelanggaran terhadap peraturan Dengan

sistem yang baik juga akan tercapai efisiensi dan efektivitas terhadap pencapaian tujuan Sistem

penyusunan Pajak Daerah dan Retribusi daerah perlu dianalisis karena masih banyaknya produk pajak

daerah dan retribusi daerah yang melanggar Undang-Undang atau peraturan pemerintah pusat Hasil

temuan Mendagri dan Menteri Keuangan terdapat ribuan peraturan pajak daerah dan retribusi daerah

yang dibuat oleh daerah tingkat I (provinsi) dan daerah tingkat II (Kabupatenkota) di Indonesia pada

era reformasi Untuk itu penelitin ini meneliti dan mengevaluasi sistem pembuatan dan pengesahan

Pajak daerah dan retribusi daerah serta pengusulan sistem yang baru dan hukuman yang tepat bagi

daerah yang melanggar sistem tersebut

Bagan 1 Alur Kerangka Pikir

III METODE PENELITIAN

Tipe Penelitian

Penelitian ini pada dasarnya adalah penelitian kasus sehingga analisis yang digunakan deskriptif

dan analisis referensi dengan menggunakan teknik diskusi obserbvasi dan surve Penelitian ini

dibahas secara deskriptif untuk menguraikan sistem yang sudah ada dengan menggunakan flow chart

dari dukumen kemudian dari hal tersebut dianalisis secara mendalam kelemahan kelebihan kekuatan

dan peluang untuk terjadinya penyimpangan Analisis SWOT dapat digunakan Untuk kekuatan

analisis ini maka digunakan diskusi sehingga dihasilkan analisis yang leibh baik Dari hasil analisis

maka akan dihasilkan flow chart dokumen yang bau yang leibh baik dan didalamnya yang sudah

mengandung sistem pengendalian dan pengawasan

Jenis dan Sumber Data

Data pada penelitian ini adalah data dari peraturan yang sudah ada tentang pajak daerah dan

retribusi daerah serta aturan dan undang-undang pnyusunan pajak dan retribusi darah tersebut Selain

itu adalah aturan tentang pangawasan dari Pajak daerah dan retribusi daerah

Adapun aturan atau undang- undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah tersebut antara lain

adalah

1 UU No 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah

2 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

3 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

4 UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah

5 Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

6 Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah

7 Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah

8 Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Propinsi Lampung Kota Bandar

Lampung Kabupaten Lampung Selatan Kota Depok dan Kabupaten Indramayu

9 Peraturan Perundang-Undangan Lainnya yang berkaitan dengan Pembentukan Pelaksanaan dan

Pengawasan Perda

Data yang diperoleh langsung dari sumber data di lokasi penelitian peristiwa hukum yang terjadi

dan narasumber yang memberikan informasi Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan

FGD

Pengolahan dan Analisis Data

Analisis yang digunakan adalah deskriptif yaitu menguraikan atau menggambarkan sistem dan

prosedur penyusunan PDRD yang selama ini dan menurut peraturan yang berlaku Kemudian dari

deskriptif ini dianalisis dengan SWOT tentang kelemahan kekuatan peluang dan ancaman sehingga

bisa terjadi pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar serta daerah yang tetap menjalankan

pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar walaupun sudah dihapuskan oleh pemerintah pusat

Dari hasil analisis ini kemudian disusun sistem yang baru yang diharapkan leibh baik dari sistem yang

lama dan dapat mencegah atau mengurangi pelanggaran Kemudian juga disusun sanksi yang tepat

atas setiap pelanggaran sehingga dapat mencegah terulangnya palanggaran tersebut

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat I

Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi

dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan

daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat I adalah sbb

Bagan 2 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)

ANALISIS

Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut

Kekuatan

1 Mendagri mengevaluasi berdasarkan permohonan dari Gubernur tentang Raperda Pajak dan

Retribusi Daerah

2 Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan

3 Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian

Kelemahan

1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah

bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelolan perekonomian dan pertumbuhan

kesejahteraan masyarakat

2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses

pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah

diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi

3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak

yang melakukan monitoring dan mengawasi

4 Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam mempertimbangkan kondisi

perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih menitikberatkan pada kesesuaian

dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian daerah dan nasional

5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi

kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan

pendapatan daerah saja

6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada

mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif

7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada

8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan

Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal

pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan

juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi

Usulan

Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut

Bagan 3 Usulan Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)

1 Raperda sebelum disampaikan ke Menteri Dalam Negri harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan

Kantor Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk

diterapkan didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah

2 Menteri Dalam negri menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan

Kantor Pajak sehingga evaluasi Mendagri lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan

peraturan yang leibh tinggi

3 Hasil Evaluasi dari Mendagri selain disampaikan ke Gubernur juga ke Kantor Bank Indonesia

Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring dan pengawasan

4 Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan

pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi

atas perda di daerah tersebut

Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat II

Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi

dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan

daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat II adalah sbb

Bagan 4 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)

ANALISIS

Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut

Kekuatan

a Gubernur mengevaluasi berdasarkan permohonan dari BupatiWalikota tentang Raperda Pajak dan

Retribusi Daerah

b Mendagri dalam mengevaluasi berdasarkan pertimbangan Gubernur

c Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan

d Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian

Kelemahan

1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah

bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelola perekonomian dan pertumbuhan kesejahteraan

masyarakat

2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses

pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah

diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi dan Gubernurpun dalam pemerintahan desentralisasi

seperti saat ini tidak memiliki kewenangan terhadap Kabupatenkotamadya

3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak

yang melakukan monitoring dan mengawasi

4 Gubernur Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam

mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih

menitikberatkan pada kesesuaian dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian

daerah dan nasional

5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi

kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan

pendapatan daerah saja

6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada

mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif

7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada

8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan

Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal

pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan

juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi

Usulan

Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut

Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)

a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor

Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan

didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah

b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak

sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih

tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut

c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati

juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring

dan pengawasan

d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan

pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi

atas perda di daerah tersebut

Sanksi

Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya

perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum

ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang

Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD

terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut

a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar

b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas

pelanggaran

c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah

mendapat tegoran

d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar

e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran

V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut

1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah

2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan

Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah

sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif

3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga

monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan

4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah

5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada

Saran

Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut

a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank

Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan

b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat

kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang

perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha

c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang

bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah

d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar

Undang-undang

DAFTAR PUSTAKA

Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986

Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published

by American Economic Association

Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of

Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American

Economic Association Stable

Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review

Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the

American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American

Economic Association

Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi

DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta

Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol

29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly

Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing

for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and

International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN

BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure

Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement

Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare

Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by

Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics

Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey

and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)

pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The

Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Author(s) Source Latin American Research

Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and

Health OutcomesSSRN

Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and

Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)

pp 387-401 Published by Springer

Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax

Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN

Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-

100 Published by American Economic Association

David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic

Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN

De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth

The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by

The MIT Press

Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern

Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program

Pasca UGM Yogyakarta

Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly

Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political

Weekly Stable

Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United

States IMF Working Paper No 8764

Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on

Personal Saving NBER Working Paper No W3257

Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and

Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10

No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for

Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de

lHomme

GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer

Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999

No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings

Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and

Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The

Canadian Economics Asociation

GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study

for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004

Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax

Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State

University of New York - Department of Political Science November 1996

Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau

of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553

HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive

Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)

pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics

House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol

96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation

Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986

The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published

by American Economic Association

JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The

Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A

Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -

S193 Published by The University of Chicago Press

Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian

Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI

101007s10887-006-7407-2

Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An

Endogenous Growth Model With

Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002

Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia

Indonesia Jakarta 2003

Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The

Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The

Review of Economic Studies Ltd

Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak

Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan

Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric

Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress

Explorations in Health Economics Paper SSRN

Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of

Law Yale law School

Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal

of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of

Business Tennessee State University

M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and

Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic

and Political Weekly

McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The

Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77

Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and

Management

Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN

Yogyakarta

Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The

Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by

American Economic Association

Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp

87-100 Published by American Economic Association

Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings

Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution

Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility

Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by

Springer

Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di

Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta

Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press

Yogyakarta

Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic

Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No

1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp

422-427 Published by Southern Economic Association

WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian

Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr

1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga

Penelitian Universitas Lampung

Perkiraan Biaya Penelitian

No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah

1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000

2 Fotocopy dan penjilidan

proposal

2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000

3 Pengumpulan data dan

Analisa

1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000

4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000

5 Seminar Proposal dan Hasil

Penelitian

2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000

Total 10000000

(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)

ekonomi di Indonesia tetap lambat sementara negara lain yang ikut terkena krisis telah pulih seperti

Korea Thailand atau Malaysia dll Dari hasil evaluasi salah satu yang ditemukan adalah biaya

ekonomi yang tinggi di daerah di Indonesia yang disebabkan oleh berbagai pengutan pajak daerah dan

retribusi daerah bahkan beberapa peraturan pajakretribusi daerah tersebut tumpang tindoh dengan

pajak pusat Untuk itu maka pemerintah bersama DPR menerbitkan Undang-Undang No18 tahun

1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan kemudian disempurnakan dengan Undang

Undang No25 tahun 1999

Namun dalam realisasinya banyak daerah baik daerah tingkat I yaitu provinsi atau daerah tingkat

II (kabupatenKota) menggunakan Undang-Undang ini untuk membuat peraturan daerah tentang pajak

daerah dan retribusi daerah untuk meningkatkan Pendapatan asli daerahyang bertentangan dengan

aturan pada Undang Undang tersebut Pelanggaran tersebut antara lain adalah objek pajak yang tidak

tepat atau sudah dikenakan pajak pusat masih dikenakan pajak daerah lagi atau tarif pajak yang terlalu

tinggi sehingga pajakretribusi daerah tersebut menghambat dunia usaha dan investasi di daerah

Departemen dalam negri dan departemen keuangan telah memeriksa dan menginvetarisir

berbagai pajakretribusi daerah dan menemukan ribuan peraturan daerah tentang pajakretribusi daerah

yang melanggar Undang-Undang tentang pajak dan retribusi Daerah Bahkan beberapa peraturan

daerah tentang pajakretribusi daerah yang sudah dilarang oleh pemerintah pusat untuk dilakukan

masih tetap dijalankan di daerah Berdasarkan penelitiankegiatan inventarisasi Rencana Legislasi

Daerah sampai Agustus 2001 saja Departemen Dalam Negeri (Depdagri) telah menerima sekitar 1979

Perda Perda tersebut terdiri dari 1503 Perda tentang pajak daerah dan 926 Perda tentang Desa Dari

jumlah itu sebanyak 926 Perda memenuhi ketentuan perundang-undangan 104 Perda dinyatakan

bermasalah dan 949 Perda ketika itu sedang dievaluasi lebih lanjut Menurut penelitian Komite

Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) dari sejumlah Perda tersebut terdapat 47 Perda

harus dibatalkan dan 189 Perda harus direvisi Jika data sampai Agustus 2001 saja telah begitu banyak

ditemukan Perda bermasalah menjadi pertanyaan adalah berapa banyak Perda bermasalah hingga

2012

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa sistem dan prosedur pengendalian pajak dan retribusi

daerah yang melanggar dan menganalisa sistem pengawasan atas pajakretribusi darah yang melanggar

Undang-undang Dengan analisa ini maka juga akan direkomendasikan untuk sanksi atau tindakan

yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran oleh daerah atas pajakretribusi

daerah

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada kebijakan pemerintah untuk

menyusun sistem dan prosedur PajakRetribusi daerah dan sanksi atas daerah yang melanggar Dengan

kontribusi ini diharapkan akan mencegah atau mengurangi daerah dalam membuatpajakretribusi

daerah yang melanggar Undang-Undang dan dapat meningkatkan iklim usaha dan investasi di daerah

yang lebih baik Dari uraian dalam latar belakang penelitian di atas maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikutb agaimanakah prosedur pembuatan dan pengesahan pajakretribusi

daerah Bagaimana prosedur pengawasan pajakretribusi daerah tersebut Bagaimanakah sangsi

terhadap daerah yang melanggar dengan aturan atau menerbitkan pajakretribusi daerah yang

melanggar aturan Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini dijelaskan sebagai

berikut mengkaji sistem dan prosedur pembuatan dan pengesahan Pajak daerah Retribusi daerah

tingkat I yang dibuat oleh propinsi Mengkaji sistem dan prosedur pembuatan dan pengesahan Pajak

daerah Retribusi daerah tingkat II yang dibuat oleh Pemeringah KotaKabupaten Mengkaji prosedur

pengawasan dan monitoring atas pajakretribusi daerah Mengkaji sanksi terhadap daerah yang

melanggar atas penerbitan pajakretribusi daerah

II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Pengertian Sistem

Sistem adalah sekelompk unsur yang erat berhubungan satu dngan lainnya yang berfungsi

bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu (Mulyadi 1993 2) Dengan demikian maka sistem

memiliki unsur sebagai berikut

a Setiap sistem terdiri dari unsur-unsur Unsur-unsur suatu sistem terdiri dari subsistem yang lebih

kecil yang terdiri dari kelompok unsur yang membentuk subsistem tersebut

b Unsur-unsur tersebut merupakan bagian terpadu sistem yang bersangkutan Unsur-unsur sistem

berhubungan erat satu dengan lainnya dan sifat serta kerjasama antar unsur sistem tersebut

mempunyai bentuk tertentu

c Unsur sistem tersebut bekerjasama untuk mencapai tujuan sistem Setiap sistem mempunyai tujuan

tertentu

d Suatu sistem merupakan bagian dari sistem lain yang lebih besar Suatu sistem disusun dengan

suatu tujuan tertentu

Pada umumnya tujuan adanya suatu sistem adalah

a Untuk memberikan informasiyang dihasilkan yaitu mutu produk ketepatan penyajian maupun

struktur informasiproduk yang dihasilkan

b Untuk memperbaiki pengendalian dan pengecekan internal sehingga akan memperbaiki keandalan

produk yang dihasilkan

c Untuk meningkatkan efisiensi dalam memproduksi atau membuat produk tersebut

Dengan sistem yang baik maka suatu produk yang dihasilkan akan lebih baik lebih efisien dan

lebih bermanfaat atau sesuai dengan tujuannya Untuk mengevaluasi suatu produk yang dihasilkan

maka dapat dievaluasi dari sistem dalam pembuatan produk tersebut Demikian pula dengan

penyusunan Pajak daerahretribusi daerah maka perlu dievaluasi atas sistem pembuatan dan

penyusunan pajakretribusi daerah tersebut untuk mengetahui kelemahan sehingga dapat menghindari

kekurangan atau kelemahan atas etiap produk peraturan pajakretribusi daerah yang dihasilkan oleh

suatu daerah tingkat I atau daerah tingkat II sehingga terhindar dari pelanggaran terhadap peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi

Perkembangan Perundang-undangan pajakretribusi daerah

Untuk pertama kalinya Indonesia memiliki undang-undang yang mengatur mengenai pajak

daerah dan retribusi daerah sekaligus adalah dengan diberlakukanya Undang-Undang (UU) No 18

Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Undang-undang ini secara garis besar

mengatur mengenai dua hal Pertama menetapkan ketentuan-ketentuan pokok yang memberikan

pedoman kebijakan dan arahan bagi Daerah dalam pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi

Kedua menetapkan pengaturan yang cukup rinci untuk menjamin penerapan prosedur umum

perpajakan daerah dan retribusi

Sebelum UU No 18 Tahun 1997 pengaturan mengenai Pajak dan Retribusi Daerah (PDRD)

diatur berdasarkan dua undang-undang yang berbeda Pertama UU No 11 Drt Tahun 1957 tentang

Peraturan Umum Pajak Daerah dan kedua UU No 12 Drt Tahun 1957 tentang Peraturan Umum

Retribusi Daerah Berdasarkan kedua undang-undang ini sistem perpajakan daerah dan retribusi

daerah tidak bersifat sederhana tidak adil tidak efektif tidak efesien dan tidak dapat menggerakkan

peranserta masyarakat dalam membiayai pembangunan daerah Karena itulah maka perlu dibuat

undang-undang yang dapat menciptakan pembaharuan sistem perpajakan daerah dan retribusi daerah

tersebut

Dalam perkembangannya UU No 18 Tahun 1997 tidak berumur panjang karena pada tahun 2000

undang-undang ini diperbaharui kembali seiring dengan pelaksanaan desentralisasi fiskal yang

berkaitan dengan diberlakukannya undang-undang tentang otonomi daerah Pembaharuan terhadap

UU No 18 Tahun 1997 tersebut hanya diamanatkan dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU No 25

Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Meskipun

demikian hal itu sudah cukup menjadi alasan bagi Pemerintah untuk melakukan perubahan terhadap

undang-undang itu Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU No 25 Tahun 1999 menyatakan sebagai berikut

ldquoJenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerah disesuaikan dengan kewenangan yang diserahkan

kepada Daerah Propinsi dan Daerah Kabupatenkota Penyesuaian tersebut dilakukan dengan

mengubah UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerahrdquo

Meskipun perubahan undang-undang PDRD secara eksplisit hanya diamanatkan dalam

Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU No 25 Tahun 1999 tetapi semangat perubahan tersebut sebenarnya

terlebih dahulu mengacu kepada UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Berdasarkan

kedua undang-undang otonomi daerah itu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan penerimaan dana perimbangan yang bersumber

dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

PAD tersebut antara lain bersumber dari PDRD yang diharapkan dapat menjadi salah satu

sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk meningkatkan

dan memeratakan kesejahteraan masyarakat Pada gilirannya daerah mampu melaksanakan otonomi

yang dengan kata lain mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri

Berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai dengan pembentukan UU No 34 Tahun 2000 maka

undang-undang ini sebagaimana halnya UU No 18 Tahun 1997 juga menetapkan dua tujuan Pertama

menetapkan ketentuan-ketentuan pokok yang memberikan pedoman kebijakan dan arahan bagi Daerah

dalam pelaksanaan pemungutan PDRD Kedua menetapkan pengaturan untuk menjamin penerapan

prosedur umum perpajakan daerah dan retribusi daerah

Pajak daerah dan pajak pusat merupakan suatu sistem perpajakan nasional yang pada hakikatnya

merupakan beban bagi masyarakat sehingga perlu dijaga agar kebijakan tersebut merupakan beban

yang adil Untuk itu pembinaan perpajakan daerah dilakukan secara terpadu dengan perpajakan

nasional Pembinaan ini dilakukan secara sinergis terutama mengenai obyek dan tarif pajak agar

pajak pusat dan pajak daerah dapat saling melengkapi dan tidak saling tumpang tindih

UU No 34 Tahun 2000 menganut sistem buka tutup dalam penetapan jenis PDRD

kabupatenkota Meskipun beberapa jenis PDRD telah ditetapkan dalam undang-undang ini namun

daerah kabupatenkota diberi peluang dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan

menetapkan jenis pajak dan retribusi selain yang telah ditetapkan Penetapan jenis PDRD tambahan

tersebut harus memenuhi kreteria yang ditetapkan dalam undang-undang dan sesuai dengan aspirasi

masyarakat setempat

Pasal 4 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa pajak daerah ditetapkan dengan

Peraturan Daerah (Perda) Begitu pula menurut Pasal 24 ayat (1) bahwa retribusi daerah ditetapkan

juga dengan Perda Pembuatan Perda baik tentang pajak daerah maupun tentang retribusi daerah ini

tidak boleh bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan-perundangan lain terutama dengan

undang-undang tentang otonomi daerah

Persoalan yang muncul dengan dibukanya peluang tersebut di lapangan banyak Perda PDRD

yang dibuat tetapi bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi Hal ini terjadi antara lain juga karena baik dalam UU No 22 Tahun 1999 maupun

UU No 34 Tahun 2000 tidak mengenal pengawasan preventif dalam bentuk evaluasi Rancangan

Perda (Raperda) oleh tingkat pemerintahan yang lebih tinggi Persoalan ini menjadi semakin rumit

ketika Perda tersebut dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) (baca pemerintah pusat)

tetapi pemerintah daerah tetap memberlakukannya alias tidak menghentikan pelaksanaan dan atau

mencabutnya karena tanpa sanksi yang jelas

Berlakunya UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti UU No 22

Tahun 1999) membawa implikasi positif seperti telah diaturnya tata cara pengawasan preventif dan

kewenangan Gubernur dalam bentuk evaluasi Raperda kabupatenkota Diaturnya wewenang Menteri

Keuangan (Menkeu) dalam proses pembuatan Perda dan sanksi berupa pembatalan Perda yang

bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

Persoalannya adalah tidak jelas apakah Gubernur dan Menkeu juga memiliki kewenangan untuk

membatalkan Perda PDRD kabupatenkota yang dianggap bertentangan dengan kepentingan umum

dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tingi Selain itu sanksi yang diatur hanya berupa

sanksi administratif yang bersifat represif setelah jadi Perda

Selain persoalan di atas berlakunya UU No 32 Tahun 2004 menimbulkan dualisme pengaturan

hukum yang berkaitan dengan PDRD UU No 32 Tahun 2004 mengatur pengawasan preventif

sebaliknya dalam UU No 34 Tahun 2000 tidak UU No 32 Tahun 2004 tidak mengatur dengan jelas

kewenangan Menkeu dalam pembatalan Perda PDRD sebaliknya dalam UU No 34 Tahun 2000 PP

No 65 Tahun 2001 dan PP No 66 Tahun 2001 Menkeu memiliki kewenangan untuk memberi

pertimbangan kepada Mendagri dalam hal pembatalan Perda Dengan demikian berdasarkan UU No

34 Tahun 2000 peran Menkeu telah ada dalam proses evaluasi dan pembatalan Perda Persoalan lain

adalah mengenai jangka waktu penyampaian Perda yang sudah disahkan daerah kepada pusat untuk

dievaluasi UU No 34 Tahun 2000 memberikan waktu yang lebih lama yaitu 15 hari dibandingkan

dengan UU No 32 Tahun 2004 yang hanya tujuh hari Dualisme ketentuan hukum ini menjadi

persoalan yang serius karena kedua undang-undang tersebut sama-sama berlaku efektif

Perbedaan limitasi waktu penyampaian Perda kepada Pemerintah antara UU No 22 Tahun 1999

dengan UU No 32 Tahun 2004 tidak menjadi persoalan karena undang-undang yang disebut pertama

tidak berlaku lagi Akan tetapi perbedaan antara ketentuan UU No 34 Tahun 2000 dengan UU No 32

Tahun 2004 menjadi persoalan karena kedua undang-undang tersebut masih berlaku efektif Meskipun

demikian jika ditinjau dari asas hukum lex posteriori derogat legi priori (undang-undang yang baru

mengesampingkan undang-undang yang lama) maka yang berlaku adalah ketentuan yang ada dalam

undang-undang yang baru Artinya yang berlaku adalah ketentuan dalam UU No 32 Tahun 2004

yakni waktu penyampaian Perda yang telah ditetapkan kepada Pemerintah paling lama tujuh hari

Eksistensi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Dalam Struktur Keuangan Daerah

Pasal 1 angka 6 UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa Pajak Daerah adalah iuran wajib

yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang

yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan

untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah Begitu pula Pasal

1 angka 26 menyatakan bahwa Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa

atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk

kepentingan orang pribadi atau badan

Pajak biasanya harus dibayar oleh anggota masyarakat sebagai suatu kewajiban hukum tanpa

pertimbangan secara pribadi mereka mendapat manfaat atau tidak dari pelayanan yang mereka biayai

Sebaliknya retribusi dibayar langsung oleh mereka yang menikmati suatu pelayanan yang biasanya

dimaksudkan untuk menutup seluruhnya atau sebagian dari biaya pelayanan tersebut Meskipun

demikian dalam praktik perbedaan antara keduanya tidak selalu jelas Pertama retribusi dapat

dikenakan lebih besar melebihi biaya jasa-jasa yang diberikan Kedua suatu jasa mungkin hanya

sebagian dibiayai oleh retribusi sisanya berasal dari subsidi khusus atau terselubung dari penerimaan

pajak

PDRD ini merupakan komponen penting dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD) APBD terkait dengan penganggaran yakni suatu proses penyusunan rencana keuangan yang

menyangkut pendapatan dan pembiayaan yang kemudian mengalokasikan dana ke berbagai kegiatan

sesuai dengan fungsi dan sasaran yang hendak dicapai APBD merupakan suatu rencana tahunan

daerah yang ditetapkan berdasarkan Perda atau dengan kata lain APBD adalah model penganggaran

pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan Perda

Dalam penganggaran daerah terdapat tiga analisis yang saling terkait yakni analisis penerimaan

analisis pengeluaran dan analisis anggaran PDRD adalah berkaitan erat dengan analisis penerimaan

Analisis penerimaan adalah suatu kajian mengenai kemampuan daerah dalam menggali sumber-

sumber pendapatan daerah yang potensial dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan

pendapatan tersebut Pendapatan daerah adalah semua penerimaan kas daerah dalam periode tahun

anggaran tertentu yang menjadi hak daerah Dalam konteks ini keuangan daerah yang sehat adalah

keuangan daerah yang mampu meningkatkan penerimaan daerah secara berkesinambungan seiring

dengan perkembangan perekonomian tanpa memperburuk alokasi faktor-faktor produksi dan keadilan

serta dengan sejumlah biaya administrasi tertentu Kondisi ini dapat dilihat berdasarkan empat

indikator yakni (1) daya pajak (tax effort) (2) efektivitas (efectivity) (3) efisiensi (eficiency) dan (4)

elastisitas (elasticity) Keempat indikator ini dalam pelaksanaannya akan saling berhubungan satu

dengan lainnya

Pertama daya pajak adalah rasio antara penerimaan pajak dengan kapasitas atau kemampuan

membayar pajak di suatu daerah Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui

kemampuan membayar pajak masyarakat adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Hal itu

dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut

Penerimaan Pajak (Penerimaan Pajak)

Daya Pajak = = x 100

Kemampuan Bayar Pajak PDRB

Dengan demikian jika PDRB suatu daerah meningkat maka kemampuan daerah dalam

membayar pajak (ability to pay) juga akan meningkat Artinya administrasi penerimaan daerah dapat

meningkatkan daya pajaknya agar penerimaan pajak meningkat pula

Kedua efektivitas adalah mengukur hubungan antara hasil pungut suatu pajak dengan potensi

pajak itu sendiri Efektivitas ini dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut

Penerimaan Pajak (Penerimaan Pajak)

Efektivitas = = x 100

Potensi pajak PDRB

Adapun yang menjadi indikator dari efektivitas ini adalah rasio antara hasil pemungutan suatu

pajak dengan potensi hasil pajak Keadaan tersebut terjadi didasarkan pada asumsi bahwa semua wajib

pajak membayar pajak terutangnya Efektivitas tersebut menyangkut semua tahap administrasi

penerimaan pajak menentukan wajib pajak menetapkan nilai kena pajak memungut pajak

menegakkan sistem pajak dan membukukan penerimaan

Ketiga efisiensi dilakukan dengan mengukur bagian dari hasil pajak yang digunakan untuk

menutup biaya pemungutan pajak yang bersangkutan Efisiensi ini dapat diketahui dengan

menggunakan rumus sebagai berikut

Biaya Pemungutan

Efisiensi = x 100

Penerimaan Pajak yang dipungut

Adapun yang dimaksud biaya pemungutan adalah tidak semata-mata biaya langsung untuk

operasional pemungutan di lapangan melainkan termasuk biaya-biaya tidak langsung seperti waktu

yang diperlukan biaya rapat-rapat dan biaya overhead

Keempat elastisitas adalah ukuran tingkat kepekaan perubahan suatu jenis penerimaan apabila

terjadi perubahan pada jumlah PDRB dan jumlah penduduk Dalam kaitan ini semakin tinggi nilainya

adalah semakin elastis dan sebaliknya semakin rendah nilainya maka menjadi semakin tidak elastis

Arti dari semakin elastis adalah tingkat daya bayar masyarakat tidak terganggu Untuk mengetahui

elastisitas dipergunakan dua buah rumus yakni untuk mengetahui tingkat kepekaan perubahan pada

PDRB dan tingkat kepekaan perubahan pada penduduk Untuk mengetahui tingkat kepekaan

perubahan pada PDRB dipergunakan rumus sebagai berikut

PAD PAD

Elastisitas PDRB = x 100 dan Elastisitas Penduduk = x 100

PDRB Penduduk

Berdasarkan Pasal Pasal 5 ayat (2) UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah terdiri dari PAD Dana Perimbangan dan lain-lain

pendapatan Menurut Pasal 6 ayat (1) PAD bersumber dari (a) pajak daerah (b) retribusi daerah (c)

hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan (d) lain-lain PAD yang sah Dengan

demikian berarti bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan komponen dari PAD dan PAD

adalah komponen dari Pendapatan Daerah dan Pendapatan Daerah merupakan bagian dari Penerimaan

Daerah dan Penerimaan Daerah merupakan sisi lain dari APBD

PDRD ini dikelola oleh Daerah Propinsi dan KabupatenKota berdasarkan kewenangan yang

dimiliki Pasal 2 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan jenis pajak daerah propinsi terdiri dari

empat jenis Pertama pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air Kedua bea balik nama

kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air Ketiga pajak bahan bakar kendaraan bermotor

Keempat pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan Pasal 2 ayat (2)

jenis pajak kabupatenkota terdiri dari (a) pajak hotel (b) pajak restoran (c) pajak hiburan (d) pajak

reklame (e) pajak penerangan jalan (f) pajak pengambilan bahan galian golongan C dan (g) pajak

parkir

Pasal 18 ayat (2) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa retribusi dibagi atas tiga golongan

yakni (a) retribusi jasa umum (b) retribusi jasa usaha dan (c) retribusi perizinan tertentu Pasal 18

ayat (3) jenis-jenis rertribusi jasa umum retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu tersebut

ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) yakni PP No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi

Daerah Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan (2) PP No 66 Tahun 2001 jenis retribusi untuk daerah

propinsi dan kabupatenkota ditetapkan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah tersebut

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Pasal 2 ayat (2) PP No 66 Tahun 2001 menyatakan bahwa jenis-jenis retribusi jasa umum adalah

(a) retribusi pelayanan kesehatan (b) retribusi pelayanan persampahankebersihan (c) retribusi

penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil (d) retribusi pelayanan

pemakaman dan pengabuan mayat (e) retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum (f) retribusi

pelayanan pasar (g) retribusi pengujian kendaraan bermotor (h) retribusi pemeriksaan alat pemadam

kebakaran (i) retribusi penggantian biaya cetak peta dan (j) retribusi pengujian kapal perikanan Pasal

3 ayat (2) jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah (a) retribusi pemakaian kekayaan daerah (b) retribusi

pasar grosir danatau pertokoan (c) retribusi tempat pelelangan (d) retribusi terminal (e) retribusi

tempat khusus parkir (f) retribusi tempat penginapanpesanggrahanvilla (g) retribusi penyedotan

kakus (h) retribusi rumah potong hewan (i) retribusi pelayanan pelabuhan kapal (j) retribusi tempat

rekreasi dan olah raga (k) retribusi penyeberangan di atas air (l) retribusi pengolahan limbah cair dan

(m) retribusi penjualan produksi usaha daerah Pasal 4 ayat (2) jenis-jenis retribusi perizinan tertentu

adalah (a) retribusi izin mendirikan bangunan (b) retribusi izin tempat penjualan minuman

beralkohol (c) retribusi izin gangguan dan (d) retribusi izin trayek

Peraturan Daerah Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Pasal 4 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa pajak daerah ditetapkan dengan

Perda Pasal 4 ayat (3) Perda tentang pajak daerah sekurang-kurangnya mengatur mengenai (a)

nama obyek dan subyek pajak (b) dasar pengenaan tarif dan cara penghitungan pajak (c) wilayah

pemungutan (d) masa pajak (e) penetapan (f) tata cara pembayaran dan penagihan (g) kadaluwarsa

(h) sanksi administrasi dan (i) tanggal mulai berlakunya Pasal 4 ayat (4) Perda tentang pajak daerah

dapat pula mengatur ketentuan mengenai tiga hal Pertama pemberian pengurangan keringanan dan

pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok pajak dan atau sanksinya Kedua tata cara penghapusan

piutang pajak yang kadaluwarsa Ketiga tentang asas timbal balik (resiprositas)

Pasal 24 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa retribusi daerah ditetapkan dengan

Perda Pasal 24 ayat (3) Perda tentang retribusi daerah sekurang-kurangnya mengatur mengenai (a)

nama obyek dan subyek retribusi (b) golongan retribusi (c) cara mengukur tingkat penggunaan jasa

yang bersangkutan (d) prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tarif (e) struktut

dan besarnya tarif retribusi (f) wilayah pemungutan (g) tata cara pemungutan (h) sanksi administrasi

(i) tata cara penagihan (j) tanggal mulai berlakunya retribusi Pasal 24 ayat (4) Perda tentang retribusi

daerah dapat juga mengatur mengenai tiga hal Pertama masa retribusi Kedua pemberian keringanan

pengurangan dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok retribusi dan atau sanksinya Ketiga

tata cara penghapusan piutang retribusi yang kadaluwarsa

Berdasarkan penelitiankegiatan inventarisasi Rencana Legislasi Daerah sampai Agustus 2001

saja Departemen Dalam Negeri (Depdagri) telah menerima sekitar 1979 Perda Perda tersebut terdiri

dari 1503 Perda tentang pajak daerah dan 926 Perda tentang Desa Dari jumlah itu sebanyak 926 Perda

memenuhi ketentuan perundang-undangan 104 Perda dinyatakan bermasalah dan 949 Perda ketika

itu sedang dievaluasi lebih lanjut Menurut penelitian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi

Daerah (KPPOD) dari sejumlah Perda tersebut terdapat 47 Perda harus dibatalkan dan 189 Perda

harus direvisi Jika data sampai Agustus 2001 saja telah begitu banyak ditemukan Perda bermasalah

menjadi pertanyaan adalah berapa banyak Perda bermasalah hingga Agustus 2005

Penelitian yang dilakukan oleh KPPOD tentang ldquoPemeringkatan Daya Tarik Investasi (Studi

Kasus di 90 KabupatenKota di Indonesia)rdquo menentukan tolok ukur Perda bermasalah dengan

penekanan pada aspek ekonomi Artinya banyaknya Perda yang tergolong bermasalah sehingga perlu

dibatalkan dan direvisi tersebut umumnya disebabkan melanggar prinsip-prinsip ekonomi Terdapat

lima jenis kasus Perda yang melanggar prinsip-prinsip ekonomi tersebut disertai dengan berbagai

contohnya Pertama adanya hambatan perdagangan terhadap keluar masuk barang dari dan ke daerah

lain baik dengan mekanisme tarif maupun non tarif Contohnya adalah Perda Propinsi Lampung No 6

Tahun 2000 Perda Kabupaten Pasaman No 2 Tahun 2001 Perda Kabupaten Bima No 16 Tahun

2000 dan sebagainya

Kedua adanya monopoli dengan perlakuan diskriminatif terhadap pelaku usaha lainnya

Contohnya adalah Perda Kabupaten Cirebon No 23 Tahun 2001 Perda Kabupaten Karawang No 15

Tahun 2001 dan sebagainya Ketiga pungutan berganda dengan pajak pusat (PPN PBB dll)

Contohnya adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 6 Tahun 2001 Perda Kabupaten Serang

No 7 Tahun 2001 dan sebagainya Keempat pungutan dalam bentuk sumbangan yang dipaksakan

dengan penerapan sanksi Contohnya adalah Perda Kabupaten Flores Timur No 2 Tahun 2000 Perda

Kabupaten Tapin No 5 Tahun 2000 Perda Kabupaten Kampar No 23 Tahun 2000 dan sebagainya

Kelima retribusi yang tidak memberi manfaat langsung terhadap pembayar retrtibusi Contohnya

adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 22 Tahun 2001 Perda Kabupaten Blitar No 24 Tahun

2000 Perda Kabupaten Bekasi No 25 Tahun 2000 dan sebagainya

Di samping itu temuan IMF (Internastonal Monetary Found) mengenai Perda bermasalah dari

perspektif ekonomi tidak kalah menariknya IMF telah merekomendasikan kepada Pemerintah

mengenai Perda bermasalah dari sisi investasi asing Perda bermasalah tersebut dapat menghambat

kegiatan dunia usaha dan sekaligus merupakan ldquocounter productiverdquo terhadap usaha Pemerintah

maupun Daerah dalam menarik inevstasi

Berbeda dengan hal di atas Depdagri menentukan tolok ukur Perda bermasalah lebih ditekankan

pada aspek hukumnya Dalam konteks ini suatu Perda dikualifikasi bermasalah apabila dalam

pembentukkannnya melanggar asas legalitas Perda tersebut dibentuk melanggar prinsip-prinsip

pembuatan peraturan perundang-undangan yakni bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi bertentangan dengan Perda lain melanggar kepentingan umum dan disharmonis

dengan peraturan pelaksanannya

Dalam perspektif hukum Perda dikatakan bermasalah adalah jika bertentangan dengan

kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Hal itu sesuai dengan

Pasal 136 ayat (4) UU No 32 Tahun 2004 Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan umum

danatau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Untuk menghindari Perda agar tidak

bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

maka dalam pembentukannya harus taat asas

Ketaatan asas yang dimaksud atas pembentukan Perda setidak-tidaknya menyangkut dua

kelompok Pertama Pasal 137 UU No 32 Tahun 2004 Perda dibentuk berdasarkan pada asas

pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi (a) kejelasan tujuan (b) kelembagaan

atau organ pembentuk yang tepat (c) kesesuaian antara jenis dan materi muatan (d) dapat

dilaksanakan (e) kedayagunaan dan kehasilgunaan (f) kejelasan rumusan dan (g) keterbukaan

Kedua Pasal 138 ayat (1) materi muatan Perda mengandung asas (a) pengayoman (b) kemanusiaan

(c) kebangsaan (d) kekeluargaan (e) kenusantaraan (f) bhineka tunggal ika (g) keadilan (h)

kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (i) ketertiban dan kepastian hukum dan (j)

keseimbangan keserasian dan keselarasan

Pasal 2 ayat (4) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa daerah kabupatenkota dapat

menetapkan jenis pajak daerah selain yang telah ditetapkan dalam undang-undang ini dengan

ketentuan memenuhi beberapa kreteria Pertama bersifat pajak dan bukan retribusi Kedua obyek

pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupatenkota yang bersangkutan dan mempunyai

mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupatenkota yang

bersangkutan Ketiga obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan

umum Keempat obyek pajak bukan merupakan obyek pajak propinsi danatau obyek pajak pusat

Kelima potensinya memadai Keenam tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif Ketujuh

memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat Kedelapan menjaga kelestarian

lingkungan

Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah Menurut Bagir Manan (2001 39) sistem pengawasan menentukan kemandirian suatu otonomi

Untuk menghindarkan agar pengawasan tidak melemahkan otonomi maka sistem pengawasan harus

ditentukan secara spesifik baik lingkup maupun tata caranya Hal itu karena pada saat semakin banyak

dan intensif pengawasan dilakukan maka semakin sempit pula kemandirian daerah sehingga membuat

semakin terbatas otonominya Sebaliknya pula tidak boleh ada sistem otonomi yang sama sekali

meniadakan pengawasan Dengan demikian kebebasan berotonomi di satu pihak dan pengawasan di

pihak yang lain merupakan lembaran dalam berotonomi untuk menjaga keseimbangan kecenderungan

pendulum ke arah desentralisasi maupun sentralisasi

Pengawasan dalam UU No 32 Tahun 2004 Pemerintah tidak mengutamakan sistem pengawasan

represif melainkan lebih menekankan pada pengawasan preventif Hal itu dimaksudkan untuk

memberikan kebebasan daerah dalam mengambil keputusan di samping memberi peran lebih besar

kepada DPRD untuk menjalankan fungsinya Oleh sebab itu Perda yang ditetapkan daerah tidak perlu

pengesahan terlebih dahulu oleh Pemerintah atau oleh Daerah tingkat atasnya Perda tersebut baru

dilakukan pengawasan oleh Pemerintah setelah ditetapkan oleh daerah yang bersangkutan

Dari sudut teori pengawasan maka pengawasan yang dilakukan Pemerintah terhadap Perda

adalah bersifat ldquoa posteriorirdquo yakni pengawasan itu baru dilakukan setelah dikeluarkannya Perda

tersebut oleh daerah Dari sudut kelembagaan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap

Perda adalah merupakan pengawasan ekstern Pengawasan tersebut dilakukan oleh organ atau lembaga

yang secara organisatoris berada di luar pemerintahan daerah Oleh sebab itu pengawasan yang

dilakukan oleh Pemerintah tersebut mempunyai tiga ciri-ciri khusus Pertama bersifat ekstern karena

dilakukan oleh suatu badan atau lembaga di luar pemerintahan daerah Kedua ldquoa posteriorirdquo karena

selalu dilakukan sesudah Perda tersebut ditetapkan Ketiga segi hukum karena menilai dari segi

hukumnya saja Pengawasan dari segi hukum adalah dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau

pertimbangan yang bersifat hukumnya saja (legalitas) dari perbuatan hukum pemerintah daerah

melalui produk hukum yang bernama Perda

Pasal 80 ayat (1) PP No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah menyatakan bahwa dalam rangka

pengawasan Perda tentang pajak daerah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri

Keuangan paling lama 15 hari setelah ditetapkan Pasal 17 ayat (1) PP No 66 Tahun 2001 mengatur

hal dan cara yang sama mengenai pengawasan terhadap Perda tentang Retribusi Daerah Pasal 80 ayat

(2) PP No 65 Tahun 2001 menyatakan apabila Perda tentang Pajak Daerah bertentangan dengan

kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maka Mendagri dengan

pertimbangan Menkeu membatalkan Perda tersebut Hal yang sama diatur pula dalam Pasal 17 ayat (2)

PP No 66 Tahun 2001 mengenai retribusi daerah Pembatalan tersebut dilakukan paling lama satu

bulan sejak diterimanya Perda yang dimaksud

Persoalannya sekarang setelah diberlakukannya UU No 32 Tahun 2004 adalah masa

penyampaian Perda yang telah ditetapkan oleh daerah ke Pemerintah adalah selama tujuh hari saja

Timbul pertanyaan dapatkah dalam waktu tujuh hari daerah menyampaikan Perda yang telah

ditetapkan kepada Pemerintah Di samping itu khusus mengenai Perda tentang PDRD apakah

kewenangan melakukan pengawasan dapat diberikan lebih besar kepada Menkeu Jika kedua

pertanyaan ini dapat dijawab maka akan tercipta tata cara pengawasan yang baik mengenai

keberlakuan Perda tentang PDRD ke depan

Kerangka Pemikiran

Sistem yang baik maka didalamnya sudah terdapat pengendalian internal yang baik sehingga

dapat mengecah atau mengurangi adanya penyimpangan atau pelanggaran terhadap peraturan Dengan

sistem yang baik juga akan tercapai efisiensi dan efektivitas terhadap pencapaian tujuan Sistem

penyusunan Pajak Daerah dan Retribusi daerah perlu dianalisis karena masih banyaknya produk pajak

daerah dan retribusi daerah yang melanggar Undang-Undang atau peraturan pemerintah pusat Hasil

temuan Mendagri dan Menteri Keuangan terdapat ribuan peraturan pajak daerah dan retribusi daerah

yang dibuat oleh daerah tingkat I (provinsi) dan daerah tingkat II (Kabupatenkota) di Indonesia pada

era reformasi Untuk itu penelitin ini meneliti dan mengevaluasi sistem pembuatan dan pengesahan

Pajak daerah dan retribusi daerah serta pengusulan sistem yang baru dan hukuman yang tepat bagi

daerah yang melanggar sistem tersebut

Bagan 1 Alur Kerangka Pikir

III METODE PENELITIAN

Tipe Penelitian

Penelitian ini pada dasarnya adalah penelitian kasus sehingga analisis yang digunakan deskriptif

dan analisis referensi dengan menggunakan teknik diskusi obserbvasi dan surve Penelitian ini

dibahas secara deskriptif untuk menguraikan sistem yang sudah ada dengan menggunakan flow chart

dari dukumen kemudian dari hal tersebut dianalisis secara mendalam kelemahan kelebihan kekuatan

dan peluang untuk terjadinya penyimpangan Analisis SWOT dapat digunakan Untuk kekuatan

analisis ini maka digunakan diskusi sehingga dihasilkan analisis yang leibh baik Dari hasil analisis

maka akan dihasilkan flow chart dokumen yang bau yang leibh baik dan didalamnya yang sudah

mengandung sistem pengendalian dan pengawasan

Jenis dan Sumber Data

Data pada penelitian ini adalah data dari peraturan yang sudah ada tentang pajak daerah dan

retribusi daerah serta aturan dan undang-undang pnyusunan pajak dan retribusi darah tersebut Selain

itu adalah aturan tentang pangawasan dari Pajak daerah dan retribusi daerah

Adapun aturan atau undang- undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah tersebut antara lain

adalah

1 UU No 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah

2 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

3 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

4 UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah

5 Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

6 Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah

7 Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah

8 Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Propinsi Lampung Kota Bandar

Lampung Kabupaten Lampung Selatan Kota Depok dan Kabupaten Indramayu

9 Peraturan Perundang-Undangan Lainnya yang berkaitan dengan Pembentukan Pelaksanaan dan

Pengawasan Perda

Data yang diperoleh langsung dari sumber data di lokasi penelitian peristiwa hukum yang terjadi

dan narasumber yang memberikan informasi Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan

FGD

Pengolahan dan Analisis Data

Analisis yang digunakan adalah deskriptif yaitu menguraikan atau menggambarkan sistem dan

prosedur penyusunan PDRD yang selama ini dan menurut peraturan yang berlaku Kemudian dari

deskriptif ini dianalisis dengan SWOT tentang kelemahan kekuatan peluang dan ancaman sehingga

bisa terjadi pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar serta daerah yang tetap menjalankan

pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar walaupun sudah dihapuskan oleh pemerintah pusat

Dari hasil analisis ini kemudian disusun sistem yang baru yang diharapkan leibh baik dari sistem yang

lama dan dapat mencegah atau mengurangi pelanggaran Kemudian juga disusun sanksi yang tepat

atas setiap pelanggaran sehingga dapat mencegah terulangnya palanggaran tersebut

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat I

Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi

dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan

daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat I adalah sbb

Bagan 2 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)

ANALISIS

Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut

Kekuatan

1 Mendagri mengevaluasi berdasarkan permohonan dari Gubernur tentang Raperda Pajak dan

Retribusi Daerah

2 Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan

3 Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian

Kelemahan

1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah

bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelolan perekonomian dan pertumbuhan

kesejahteraan masyarakat

2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses

pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah

diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi

3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak

yang melakukan monitoring dan mengawasi

4 Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam mempertimbangkan kondisi

perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih menitikberatkan pada kesesuaian

dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian daerah dan nasional

5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi

kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan

pendapatan daerah saja

6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada

mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif

7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada

8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan

Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal

pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan

juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi

Usulan

Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut

Bagan 3 Usulan Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)

1 Raperda sebelum disampaikan ke Menteri Dalam Negri harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan

Kantor Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk

diterapkan didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah

2 Menteri Dalam negri menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan

Kantor Pajak sehingga evaluasi Mendagri lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan

peraturan yang leibh tinggi

3 Hasil Evaluasi dari Mendagri selain disampaikan ke Gubernur juga ke Kantor Bank Indonesia

Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring dan pengawasan

4 Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan

pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi

atas perda di daerah tersebut

Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat II

Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi

dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan

daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat II adalah sbb

Bagan 4 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)

ANALISIS

Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut

Kekuatan

a Gubernur mengevaluasi berdasarkan permohonan dari BupatiWalikota tentang Raperda Pajak dan

Retribusi Daerah

b Mendagri dalam mengevaluasi berdasarkan pertimbangan Gubernur

c Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan

d Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian

Kelemahan

1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah

bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelola perekonomian dan pertumbuhan kesejahteraan

masyarakat

2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses

pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah

diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi dan Gubernurpun dalam pemerintahan desentralisasi

seperti saat ini tidak memiliki kewenangan terhadap Kabupatenkotamadya

3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak

yang melakukan monitoring dan mengawasi

4 Gubernur Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam

mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih

menitikberatkan pada kesesuaian dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian

daerah dan nasional

5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi

kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan

pendapatan daerah saja

6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada

mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif

7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada

8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan

Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal

pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan

juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi

Usulan

Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut

Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)

a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor

Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan

didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah

b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak

sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih

tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut

c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati

juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring

dan pengawasan

d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan

pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi

atas perda di daerah tersebut

Sanksi

Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya

perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum

ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang

Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD

terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut

a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar

b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas

pelanggaran

c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah

mendapat tegoran

d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar

e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran

V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut

1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah

2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan

Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah

sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif

3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga

monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan

4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah

5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada

Saran

Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut

a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank

Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan

b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat

kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang

perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha

c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang

bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah

d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar

Undang-undang

DAFTAR PUSTAKA

Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986

Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published

by American Economic Association

Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of

Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American

Economic Association Stable

Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review

Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the

American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American

Economic Association

Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi

DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta

Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol

29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly

Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing

for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and

International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN

BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure

Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement

Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare

Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by

Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics

Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey

and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)

pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The

Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Author(s) Source Latin American Research

Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and

Health OutcomesSSRN

Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and

Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)

pp 387-401 Published by Springer

Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax

Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN

Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-

100 Published by American Economic Association

David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic

Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN

De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth

The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by

The MIT Press

Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern

Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program

Pasca UGM Yogyakarta

Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly

Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political

Weekly Stable

Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United

States IMF Working Paper No 8764

Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on

Personal Saving NBER Working Paper No W3257

Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and

Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10

No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for

Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de

lHomme

GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer

Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999

No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings

Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and

Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The

Canadian Economics Asociation

GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study

for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004

Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax

Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State

University of New York - Department of Political Science November 1996

Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau

of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553

HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive

Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)

pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics

House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol

96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation

Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986

The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published

by American Economic Association

JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The

Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A

Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -

S193 Published by The University of Chicago Press

Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian

Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI

101007s10887-006-7407-2

Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An

Endogenous Growth Model With

Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002

Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia

Indonesia Jakarta 2003

Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The

Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The

Review of Economic Studies Ltd

Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak

Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan

Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric

Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress

Explorations in Health Economics Paper SSRN

Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of

Law Yale law School

Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal

of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of

Business Tennessee State University

M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and

Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic

and Political Weekly

McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The

Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77

Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and

Management

Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN

Yogyakarta

Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The

Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by

American Economic Association

Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp

87-100 Published by American Economic Association

Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings

Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution

Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility

Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by

Springer

Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di

Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta

Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press

Yogyakarta

Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic

Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No

1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp

422-427 Published by Southern Economic Association

WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian

Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr

1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga

Penelitian Universitas Lampung

Perkiraan Biaya Penelitian

No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah

1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000

2 Fotocopy dan penjilidan

proposal

2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000

3 Pengumpulan data dan

Analisa

1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000

4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000

5 Seminar Proposal dan Hasil

Penelitian

2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000

Total 10000000

(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)

a Setiap sistem terdiri dari unsur-unsur Unsur-unsur suatu sistem terdiri dari subsistem yang lebih

kecil yang terdiri dari kelompok unsur yang membentuk subsistem tersebut

b Unsur-unsur tersebut merupakan bagian terpadu sistem yang bersangkutan Unsur-unsur sistem

berhubungan erat satu dengan lainnya dan sifat serta kerjasama antar unsur sistem tersebut

mempunyai bentuk tertentu

c Unsur sistem tersebut bekerjasama untuk mencapai tujuan sistem Setiap sistem mempunyai tujuan

tertentu

d Suatu sistem merupakan bagian dari sistem lain yang lebih besar Suatu sistem disusun dengan

suatu tujuan tertentu

Pada umumnya tujuan adanya suatu sistem adalah

a Untuk memberikan informasiyang dihasilkan yaitu mutu produk ketepatan penyajian maupun

struktur informasiproduk yang dihasilkan

b Untuk memperbaiki pengendalian dan pengecekan internal sehingga akan memperbaiki keandalan

produk yang dihasilkan

c Untuk meningkatkan efisiensi dalam memproduksi atau membuat produk tersebut

Dengan sistem yang baik maka suatu produk yang dihasilkan akan lebih baik lebih efisien dan

lebih bermanfaat atau sesuai dengan tujuannya Untuk mengevaluasi suatu produk yang dihasilkan

maka dapat dievaluasi dari sistem dalam pembuatan produk tersebut Demikian pula dengan

penyusunan Pajak daerahretribusi daerah maka perlu dievaluasi atas sistem pembuatan dan

penyusunan pajakretribusi daerah tersebut untuk mengetahui kelemahan sehingga dapat menghindari

kekurangan atau kelemahan atas etiap produk peraturan pajakretribusi daerah yang dihasilkan oleh

suatu daerah tingkat I atau daerah tingkat II sehingga terhindar dari pelanggaran terhadap peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi

Perkembangan Perundang-undangan pajakretribusi daerah

Untuk pertama kalinya Indonesia memiliki undang-undang yang mengatur mengenai pajak

daerah dan retribusi daerah sekaligus adalah dengan diberlakukanya Undang-Undang (UU) No 18

Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Undang-undang ini secara garis besar

mengatur mengenai dua hal Pertama menetapkan ketentuan-ketentuan pokok yang memberikan

pedoman kebijakan dan arahan bagi Daerah dalam pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi

Kedua menetapkan pengaturan yang cukup rinci untuk menjamin penerapan prosedur umum

perpajakan daerah dan retribusi

Sebelum UU No 18 Tahun 1997 pengaturan mengenai Pajak dan Retribusi Daerah (PDRD)

diatur berdasarkan dua undang-undang yang berbeda Pertama UU No 11 Drt Tahun 1957 tentang

Peraturan Umum Pajak Daerah dan kedua UU No 12 Drt Tahun 1957 tentang Peraturan Umum

Retribusi Daerah Berdasarkan kedua undang-undang ini sistem perpajakan daerah dan retribusi

daerah tidak bersifat sederhana tidak adil tidak efektif tidak efesien dan tidak dapat menggerakkan

peranserta masyarakat dalam membiayai pembangunan daerah Karena itulah maka perlu dibuat

undang-undang yang dapat menciptakan pembaharuan sistem perpajakan daerah dan retribusi daerah

tersebut

Dalam perkembangannya UU No 18 Tahun 1997 tidak berumur panjang karena pada tahun 2000

undang-undang ini diperbaharui kembali seiring dengan pelaksanaan desentralisasi fiskal yang

berkaitan dengan diberlakukannya undang-undang tentang otonomi daerah Pembaharuan terhadap

UU No 18 Tahun 1997 tersebut hanya diamanatkan dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU No 25

Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Meskipun

demikian hal itu sudah cukup menjadi alasan bagi Pemerintah untuk melakukan perubahan terhadap

undang-undang itu Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU No 25 Tahun 1999 menyatakan sebagai berikut

ldquoJenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerah disesuaikan dengan kewenangan yang diserahkan

kepada Daerah Propinsi dan Daerah Kabupatenkota Penyesuaian tersebut dilakukan dengan

mengubah UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerahrdquo

Meskipun perubahan undang-undang PDRD secara eksplisit hanya diamanatkan dalam

Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU No 25 Tahun 1999 tetapi semangat perubahan tersebut sebenarnya

terlebih dahulu mengacu kepada UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Berdasarkan

kedua undang-undang otonomi daerah itu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan penerimaan dana perimbangan yang bersumber

dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

PAD tersebut antara lain bersumber dari PDRD yang diharapkan dapat menjadi salah satu

sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk meningkatkan

dan memeratakan kesejahteraan masyarakat Pada gilirannya daerah mampu melaksanakan otonomi

yang dengan kata lain mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri

Berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai dengan pembentukan UU No 34 Tahun 2000 maka

undang-undang ini sebagaimana halnya UU No 18 Tahun 1997 juga menetapkan dua tujuan Pertama

menetapkan ketentuan-ketentuan pokok yang memberikan pedoman kebijakan dan arahan bagi Daerah

dalam pelaksanaan pemungutan PDRD Kedua menetapkan pengaturan untuk menjamin penerapan

prosedur umum perpajakan daerah dan retribusi daerah

Pajak daerah dan pajak pusat merupakan suatu sistem perpajakan nasional yang pada hakikatnya

merupakan beban bagi masyarakat sehingga perlu dijaga agar kebijakan tersebut merupakan beban

yang adil Untuk itu pembinaan perpajakan daerah dilakukan secara terpadu dengan perpajakan

nasional Pembinaan ini dilakukan secara sinergis terutama mengenai obyek dan tarif pajak agar

pajak pusat dan pajak daerah dapat saling melengkapi dan tidak saling tumpang tindih

UU No 34 Tahun 2000 menganut sistem buka tutup dalam penetapan jenis PDRD

kabupatenkota Meskipun beberapa jenis PDRD telah ditetapkan dalam undang-undang ini namun

daerah kabupatenkota diberi peluang dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan

menetapkan jenis pajak dan retribusi selain yang telah ditetapkan Penetapan jenis PDRD tambahan

tersebut harus memenuhi kreteria yang ditetapkan dalam undang-undang dan sesuai dengan aspirasi

masyarakat setempat

Pasal 4 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa pajak daerah ditetapkan dengan

Peraturan Daerah (Perda) Begitu pula menurut Pasal 24 ayat (1) bahwa retribusi daerah ditetapkan

juga dengan Perda Pembuatan Perda baik tentang pajak daerah maupun tentang retribusi daerah ini

tidak boleh bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan-perundangan lain terutama dengan

undang-undang tentang otonomi daerah

Persoalan yang muncul dengan dibukanya peluang tersebut di lapangan banyak Perda PDRD

yang dibuat tetapi bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi Hal ini terjadi antara lain juga karena baik dalam UU No 22 Tahun 1999 maupun

UU No 34 Tahun 2000 tidak mengenal pengawasan preventif dalam bentuk evaluasi Rancangan

Perda (Raperda) oleh tingkat pemerintahan yang lebih tinggi Persoalan ini menjadi semakin rumit

ketika Perda tersebut dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) (baca pemerintah pusat)

tetapi pemerintah daerah tetap memberlakukannya alias tidak menghentikan pelaksanaan dan atau

mencabutnya karena tanpa sanksi yang jelas

Berlakunya UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti UU No 22

Tahun 1999) membawa implikasi positif seperti telah diaturnya tata cara pengawasan preventif dan

kewenangan Gubernur dalam bentuk evaluasi Raperda kabupatenkota Diaturnya wewenang Menteri

Keuangan (Menkeu) dalam proses pembuatan Perda dan sanksi berupa pembatalan Perda yang

bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

Persoalannya adalah tidak jelas apakah Gubernur dan Menkeu juga memiliki kewenangan untuk

membatalkan Perda PDRD kabupatenkota yang dianggap bertentangan dengan kepentingan umum

dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tingi Selain itu sanksi yang diatur hanya berupa

sanksi administratif yang bersifat represif setelah jadi Perda

Selain persoalan di atas berlakunya UU No 32 Tahun 2004 menimbulkan dualisme pengaturan

hukum yang berkaitan dengan PDRD UU No 32 Tahun 2004 mengatur pengawasan preventif

sebaliknya dalam UU No 34 Tahun 2000 tidak UU No 32 Tahun 2004 tidak mengatur dengan jelas

kewenangan Menkeu dalam pembatalan Perda PDRD sebaliknya dalam UU No 34 Tahun 2000 PP

No 65 Tahun 2001 dan PP No 66 Tahun 2001 Menkeu memiliki kewenangan untuk memberi

pertimbangan kepada Mendagri dalam hal pembatalan Perda Dengan demikian berdasarkan UU No

34 Tahun 2000 peran Menkeu telah ada dalam proses evaluasi dan pembatalan Perda Persoalan lain

adalah mengenai jangka waktu penyampaian Perda yang sudah disahkan daerah kepada pusat untuk

dievaluasi UU No 34 Tahun 2000 memberikan waktu yang lebih lama yaitu 15 hari dibandingkan

dengan UU No 32 Tahun 2004 yang hanya tujuh hari Dualisme ketentuan hukum ini menjadi

persoalan yang serius karena kedua undang-undang tersebut sama-sama berlaku efektif

Perbedaan limitasi waktu penyampaian Perda kepada Pemerintah antara UU No 22 Tahun 1999

dengan UU No 32 Tahun 2004 tidak menjadi persoalan karena undang-undang yang disebut pertama

tidak berlaku lagi Akan tetapi perbedaan antara ketentuan UU No 34 Tahun 2000 dengan UU No 32

Tahun 2004 menjadi persoalan karena kedua undang-undang tersebut masih berlaku efektif Meskipun

demikian jika ditinjau dari asas hukum lex posteriori derogat legi priori (undang-undang yang baru

mengesampingkan undang-undang yang lama) maka yang berlaku adalah ketentuan yang ada dalam

undang-undang yang baru Artinya yang berlaku adalah ketentuan dalam UU No 32 Tahun 2004

yakni waktu penyampaian Perda yang telah ditetapkan kepada Pemerintah paling lama tujuh hari

Eksistensi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Dalam Struktur Keuangan Daerah

Pasal 1 angka 6 UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa Pajak Daerah adalah iuran wajib

yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang

yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan

untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah Begitu pula Pasal

1 angka 26 menyatakan bahwa Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa

atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk

kepentingan orang pribadi atau badan

Pajak biasanya harus dibayar oleh anggota masyarakat sebagai suatu kewajiban hukum tanpa

pertimbangan secara pribadi mereka mendapat manfaat atau tidak dari pelayanan yang mereka biayai

Sebaliknya retribusi dibayar langsung oleh mereka yang menikmati suatu pelayanan yang biasanya

dimaksudkan untuk menutup seluruhnya atau sebagian dari biaya pelayanan tersebut Meskipun

demikian dalam praktik perbedaan antara keduanya tidak selalu jelas Pertama retribusi dapat

dikenakan lebih besar melebihi biaya jasa-jasa yang diberikan Kedua suatu jasa mungkin hanya

sebagian dibiayai oleh retribusi sisanya berasal dari subsidi khusus atau terselubung dari penerimaan

pajak

PDRD ini merupakan komponen penting dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD) APBD terkait dengan penganggaran yakni suatu proses penyusunan rencana keuangan yang

menyangkut pendapatan dan pembiayaan yang kemudian mengalokasikan dana ke berbagai kegiatan

sesuai dengan fungsi dan sasaran yang hendak dicapai APBD merupakan suatu rencana tahunan

daerah yang ditetapkan berdasarkan Perda atau dengan kata lain APBD adalah model penganggaran

pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan Perda

Dalam penganggaran daerah terdapat tiga analisis yang saling terkait yakni analisis penerimaan

analisis pengeluaran dan analisis anggaran PDRD adalah berkaitan erat dengan analisis penerimaan

Analisis penerimaan adalah suatu kajian mengenai kemampuan daerah dalam menggali sumber-

sumber pendapatan daerah yang potensial dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan

pendapatan tersebut Pendapatan daerah adalah semua penerimaan kas daerah dalam periode tahun

anggaran tertentu yang menjadi hak daerah Dalam konteks ini keuangan daerah yang sehat adalah

keuangan daerah yang mampu meningkatkan penerimaan daerah secara berkesinambungan seiring

dengan perkembangan perekonomian tanpa memperburuk alokasi faktor-faktor produksi dan keadilan

serta dengan sejumlah biaya administrasi tertentu Kondisi ini dapat dilihat berdasarkan empat

indikator yakni (1) daya pajak (tax effort) (2) efektivitas (efectivity) (3) efisiensi (eficiency) dan (4)

elastisitas (elasticity) Keempat indikator ini dalam pelaksanaannya akan saling berhubungan satu

dengan lainnya

Pertama daya pajak adalah rasio antara penerimaan pajak dengan kapasitas atau kemampuan

membayar pajak di suatu daerah Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui

kemampuan membayar pajak masyarakat adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Hal itu

dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut

Penerimaan Pajak (Penerimaan Pajak)

Daya Pajak = = x 100

Kemampuan Bayar Pajak PDRB

Dengan demikian jika PDRB suatu daerah meningkat maka kemampuan daerah dalam

membayar pajak (ability to pay) juga akan meningkat Artinya administrasi penerimaan daerah dapat

meningkatkan daya pajaknya agar penerimaan pajak meningkat pula

Kedua efektivitas adalah mengukur hubungan antara hasil pungut suatu pajak dengan potensi

pajak itu sendiri Efektivitas ini dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut

Penerimaan Pajak (Penerimaan Pajak)

Efektivitas = = x 100

Potensi pajak PDRB

Adapun yang menjadi indikator dari efektivitas ini adalah rasio antara hasil pemungutan suatu

pajak dengan potensi hasil pajak Keadaan tersebut terjadi didasarkan pada asumsi bahwa semua wajib

pajak membayar pajak terutangnya Efektivitas tersebut menyangkut semua tahap administrasi

penerimaan pajak menentukan wajib pajak menetapkan nilai kena pajak memungut pajak

menegakkan sistem pajak dan membukukan penerimaan

Ketiga efisiensi dilakukan dengan mengukur bagian dari hasil pajak yang digunakan untuk

menutup biaya pemungutan pajak yang bersangkutan Efisiensi ini dapat diketahui dengan

menggunakan rumus sebagai berikut

Biaya Pemungutan

Efisiensi = x 100

Penerimaan Pajak yang dipungut

Adapun yang dimaksud biaya pemungutan adalah tidak semata-mata biaya langsung untuk

operasional pemungutan di lapangan melainkan termasuk biaya-biaya tidak langsung seperti waktu

yang diperlukan biaya rapat-rapat dan biaya overhead

Keempat elastisitas adalah ukuran tingkat kepekaan perubahan suatu jenis penerimaan apabila

terjadi perubahan pada jumlah PDRB dan jumlah penduduk Dalam kaitan ini semakin tinggi nilainya

adalah semakin elastis dan sebaliknya semakin rendah nilainya maka menjadi semakin tidak elastis

Arti dari semakin elastis adalah tingkat daya bayar masyarakat tidak terganggu Untuk mengetahui

elastisitas dipergunakan dua buah rumus yakni untuk mengetahui tingkat kepekaan perubahan pada

PDRB dan tingkat kepekaan perubahan pada penduduk Untuk mengetahui tingkat kepekaan

perubahan pada PDRB dipergunakan rumus sebagai berikut

PAD PAD

Elastisitas PDRB = x 100 dan Elastisitas Penduduk = x 100

PDRB Penduduk

Berdasarkan Pasal Pasal 5 ayat (2) UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah terdiri dari PAD Dana Perimbangan dan lain-lain

pendapatan Menurut Pasal 6 ayat (1) PAD bersumber dari (a) pajak daerah (b) retribusi daerah (c)

hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan (d) lain-lain PAD yang sah Dengan

demikian berarti bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan komponen dari PAD dan PAD

adalah komponen dari Pendapatan Daerah dan Pendapatan Daerah merupakan bagian dari Penerimaan

Daerah dan Penerimaan Daerah merupakan sisi lain dari APBD

PDRD ini dikelola oleh Daerah Propinsi dan KabupatenKota berdasarkan kewenangan yang

dimiliki Pasal 2 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan jenis pajak daerah propinsi terdiri dari

empat jenis Pertama pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air Kedua bea balik nama

kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air Ketiga pajak bahan bakar kendaraan bermotor

Keempat pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan Pasal 2 ayat (2)

jenis pajak kabupatenkota terdiri dari (a) pajak hotel (b) pajak restoran (c) pajak hiburan (d) pajak

reklame (e) pajak penerangan jalan (f) pajak pengambilan bahan galian golongan C dan (g) pajak

parkir

Pasal 18 ayat (2) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa retribusi dibagi atas tiga golongan

yakni (a) retribusi jasa umum (b) retribusi jasa usaha dan (c) retribusi perizinan tertentu Pasal 18

ayat (3) jenis-jenis rertribusi jasa umum retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu tersebut

ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) yakni PP No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi

Daerah Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan (2) PP No 66 Tahun 2001 jenis retribusi untuk daerah

propinsi dan kabupatenkota ditetapkan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah tersebut

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Pasal 2 ayat (2) PP No 66 Tahun 2001 menyatakan bahwa jenis-jenis retribusi jasa umum adalah

(a) retribusi pelayanan kesehatan (b) retribusi pelayanan persampahankebersihan (c) retribusi

penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil (d) retribusi pelayanan

pemakaman dan pengabuan mayat (e) retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum (f) retribusi

pelayanan pasar (g) retribusi pengujian kendaraan bermotor (h) retribusi pemeriksaan alat pemadam

kebakaran (i) retribusi penggantian biaya cetak peta dan (j) retribusi pengujian kapal perikanan Pasal

3 ayat (2) jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah (a) retribusi pemakaian kekayaan daerah (b) retribusi

pasar grosir danatau pertokoan (c) retribusi tempat pelelangan (d) retribusi terminal (e) retribusi

tempat khusus parkir (f) retribusi tempat penginapanpesanggrahanvilla (g) retribusi penyedotan

kakus (h) retribusi rumah potong hewan (i) retribusi pelayanan pelabuhan kapal (j) retribusi tempat

rekreasi dan olah raga (k) retribusi penyeberangan di atas air (l) retribusi pengolahan limbah cair dan

(m) retribusi penjualan produksi usaha daerah Pasal 4 ayat (2) jenis-jenis retribusi perizinan tertentu

adalah (a) retribusi izin mendirikan bangunan (b) retribusi izin tempat penjualan minuman

beralkohol (c) retribusi izin gangguan dan (d) retribusi izin trayek

Peraturan Daerah Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Pasal 4 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa pajak daerah ditetapkan dengan

Perda Pasal 4 ayat (3) Perda tentang pajak daerah sekurang-kurangnya mengatur mengenai (a)

nama obyek dan subyek pajak (b) dasar pengenaan tarif dan cara penghitungan pajak (c) wilayah

pemungutan (d) masa pajak (e) penetapan (f) tata cara pembayaran dan penagihan (g) kadaluwarsa

(h) sanksi administrasi dan (i) tanggal mulai berlakunya Pasal 4 ayat (4) Perda tentang pajak daerah

dapat pula mengatur ketentuan mengenai tiga hal Pertama pemberian pengurangan keringanan dan

pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok pajak dan atau sanksinya Kedua tata cara penghapusan

piutang pajak yang kadaluwarsa Ketiga tentang asas timbal balik (resiprositas)

Pasal 24 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa retribusi daerah ditetapkan dengan

Perda Pasal 24 ayat (3) Perda tentang retribusi daerah sekurang-kurangnya mengatur mengenai (a)

nama obyek dan subyek retribusi (b) golongan retribusi (c) cara mengukur tingkat penggunaan jasa

yang bersangkutan (d) prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tarif (e) struktut

dan besarnya tarif retribusi (f) wilayah pemungutan (g) tata cara pemungutan (h) sanksi administrasi

(i) tata cara penagihan (j) tanggal mulai berlakunya retribusi Pasal 24 ayat (4) Perda tentang retribusi

daerah dapat juga mengatur mengenai tiga hal Pertama masa retribusi Kedua pemberian keringanan

pengurangan dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok retribusi dan atau sanksinya Ketiga

tata cara penghapusan piutang retribusi yang kadaluwarsa

Berdasarkan penelitiankegiatan inventarisasi Rencana Legislasi Daerah sampai Agustus 2001

saja Departemen Dalam Negeri (Depdagri) telah menerima sekitar 1979 Perda Perda tersebut terdiri

dari 1503 Perda tentang pajak daerah dan 926 Perda tentang Desa Dari jumlah itu sebanyak 926 Perda

memenuhi ketentuan perundang-undangan 104 Perda dinyatakan bermasalah dan 949 Perda ketika

itu sedang dievaluasi lebih lanjut Menurut penelitian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi

Daerah (KPPOD) dari sejumlah Perda tersebut terdapat 47 Perda harus dibatalkan dan 189 Perda

harus direvisi Jika data sampai Agustus 2001 saja telah begitu banyak ditemukan Perda bermasalah

menjadi pertanyaan adalah berapa banyak Perda bermasalah hingga Agustus 2005

Penelitian yang dilakukan oleh KPPOD tentang ldquoPemeringkatan Daya Tarik Investasi (Studi

Kasus di 90 KabupatenKota di Indonesia)rdquo menentukan tolok ukur Perda bermasalah dengan

penekanan pada aspek ekonomi Artinya banyaknya Perda yang tergolong bermasalah sehingga perlu

dibatalkan dan direvisi tersebut umumnya disebabkan melanggar prinsip-prinsip ekonomi Terdapat

lima jenis kasus Perda yang melanggar prinsip-prinsip ekonomi tersebut disertai dengan berbagai

contohnya Pertama adanya hambatan perdagangan terhadap keluar masuk barang dari dan ke daerah

lain baik dengan mekanisme tarif maupun non tarif Contohnya adalah Perda Propinsi Lampung No 6

Tahun 2000 Perda Kabupaten Pasaman No 2 Tahun 2001 Perda Kabupaten Bima No 16 Tahun

2000 dan sebagainya

Kedua adanya monopoli dengan perlakuan diskriminatif terhadap pelaku usaha lainnya

Contohnya adalah Perda Kabupaten Cirebon No 23 Tahun 2001 Perda Kabupaten Karawang No 15

Tahun 2001 dan sebagainya Ketiga pungutan berganda dengan pajak pusat (PPN PBB dll)

Contohnya adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 6 Tahun 2001 Perda Kabupaten Serang

No 7 Tahun 2001 dan sebagainya Keempat pungutan dalam bentuk sumbangan yang dipaksakan

dengan penerapan sanksi Contohnya adalah Perda Kabupaten Flores Timur No 2 Tahun 2000 Perda

Kabupaten Tapin No 5 Tahun 2000 Perda Kabupaten Kampar No 23 Tahun 2000 dan sebagainya

Kelima retribusi yang tidak memberi manfaat langsung terhadap pembayar retrtibusi Contohnya

adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 22 Tahun 2001 Perda Kabupaten Blitar No 24 Tahun

2000 Perda Kabupaten Bekasi No 25 Tahun 2000 dan sebagainya

Di samping itu temuan IMF (Internastonal Monetary Found) mengenai Perda bermasalah dari

perspektif ekonomi tidak kalah menariknya IMF telah merekomendasikan kepada Pemerintah

mengenai Perda bermasalah dari sisi investasi asing Perda bermasalah tersebut dapat menghambat

kegiatan dunia usaha dan sekaligus merupakan ldquocounter productiverdquo terhadap usaha Pemerintah

maupun Daerah dalam menarik inevstasi

Berbeda dengan hal di atas Depdagri menentukan tolok ukur Perda bermasalah lebih ditekankan

pada aspek hukumnya Dalam konteks ini suatu Perda dikualifikasi bermasalah apabila dalam

pembentukkannnya melanggar asas legalitas Perda tersebut dibentuk melanggar prinsip-prinsip

pembuatan peraturan perundang-undangan yakni bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi bertentangan dengan Perda lain melanggar kepentingan umum dan disharmonis

dengan peraturan pelaksanannya

Dalam perspektif hukum Perda dikatakan bermasalah adalah jika bertentangan dengan

kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Hal itu sesuai dengan

Pasal 136 ayat (4) UU No 32 Tahun 2004 Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan umum

danatau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Untuk menghindari Perda agar tidak

bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

maka dalam pembentukannya harus taat asas

Ketaatan asas yang dimaksud atas pembentukan Perda setidak-tidaknya menyangkut dua

kelompok Pertama Pasal 137 UU No 32 Tahun 2004 Perda dibentuk berdasarkan pada asas

pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi (a) kejelasan tujuan (b) kelembagaan

atau organ pembentuk yang tepat (c) kesesuaian antara jenis dan materi muatan (d) dapat

dilaksanakan (e) kedayagunaan dan kehasilgunaan (f) kejelasan rumusan dan (g) keterbukaan

Kedua Pasal 138 ayat (1) materi muatan Perda mengandung asas (a) pengayoman (b) kemanusiaan

(c) kebangsaan (d) kekeluargaan (e) kenusantaraan (f) bhineka tunggal ika (g) keadilan (h)

kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (i) ketertiban dan kepastian hukum dan (j)

keseimbangan keserasian dan keselarasan

Pasal 2 ayat (4) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa daerah kabupatenkota dapat

menetapkan jenis pajak daerah selain yang telah ditetapkan dalam undang-undang ini dengan

ketentuan memenuhi beberapa kreteria Pertama bersifat pajak dan bukan retribusi Kedua obyek

pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupatenkota yang bersangkutan dan mempunyai

mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupatenkota yang

bersangkutan Ketiga obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan

umum Keempat obyek pajak bukan merupakan obyek pajak propinsi danatau obyek pajak pusat

Kelima potensinya memadai Keenam tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif Ketujuh

memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat Kedelapan menjaga kelestarian

lingkungan

Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah Menurut Bagir Manan (2001 39) sistem pengawasan menentukan kemandirian suatu otonomi

Untuk menghindarkan agar pengawasan tidak melemahkan otonomi maka sistem pengawasan harus

ditentukan secara spesifik baik lingkup maupun tata caranya Hal itu karena pada saat semakin banyak

dan intensif pengawasan dilakukan maka semakin sempit pula kemandirian daerah sehingga membuat

semakin terbatas otonominya Sebaliknya pula tidak boleh ada sistem otonomi yang sama sekali

meniadakan pengawasan Dengan demikian kebebasan berotonomi di satu pihak dan pengawasan di

pihak yang lain merupakan lembaran dalam berotonomi untuk menjaga keseimbangan kecenderungan

pendulum ke arah desentralisasi maupun sentralisasi

Pengawasan dalam UU No 32 Tahun 2004 Pemerintah tidak mengutamakan sistem pengawasan

represif melainkan lebih menekankan pada pengawasan preventif Hal itu dimaksudkan untuk

memberikan kebebasan daerah dalam mengambil keputusan di samping memberi peran lebih besar

kepada DPRD untuk menjalankan fungsinya Oleh sebab itu Perda yang ditetapkan daerah tidak perlu

pengesahan terlebih dahulu oleh Pemerintah atau oleh Daerah tingkat atasnya Perda tersebut baru

dilakukan pengawasan oleh Pemerintah setelah ditetapkan oleh daerah yang bersangkutan

Dari sudut teori pengawasan maka pengawasan yang dilakukan Pemerintah terhadap Perda

adalah bersifat ldquoa posteriorirdquo yakni pengawasan itu baru dilakukan setelah dikeluarkannya Perda

tersebut oleh daerah Dari sudut kelembagaan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap

Perda adalah merupakan pengawasan ekstern Pengawasan tersebut dilakukan oleh organ atau lembaga

yang secara organisatoris berada di luar pemerintahan daerah Oleh sebab itu pengawasan yang

dilakukan oleh Pemerintah tersebut mempunyai tiga ciri-ciri khusus Pertama bersifat ekstern karena

dilakukan oleh suatu badan atau lembaga di luar pemerintahan daerah Kedua ldquoa posteriorirdquo karena

selalu dilakukan sesudah Perda tersebut ditetapkan Ketiga segi hukum karena menilai dari segi

hukumnya saja Pengawasan dari segi hukum adalah dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau

pertimbangan yang bersifat hukumnya saja (legalitas) dari perbuatan hukum pemerintah daerah

melalui produk hukum yang bernama Perda

Pasal 80 ayat (1) PP No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah menyatakan bahwa dalam rangka

pengawasan Perda tentang pajak daerah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri

Keuangan paling lama 15 hari setelah ditetapkan Pasal 17 ayat (1) PP No 66 Tahun 2001 mengatur

hal dan cara yang sama mengenai pengawasan terhadap Perda tentang Retribusi Daerah Pasal 80 ayat

(2) PP No 65 Tahun 2001 menyatakan apabila Perda tentang Pajak Daerah bertentangan dengan

kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maka Mendagri dengan

pertimbangan Menkeu membatalkan Perda tersebut Hal yang sama diatur pula dalam Pasal 17 ayat (2)

PP No 66 Tahun 2001 mengenai retribusi daerah Pembatalan tersebut dilakukan paling lama satu

bulan sejak diterimanya Perda yang dimaksud

Persoalannya sekarang setelah diberlakukannya UU No 32 Tahun 2004 adalah masa

penyampaian Perda yang telah ditetapkan oleh daerah ke Pemerintah adalah selama tujuh hari saja

Timbul pertanyaan dapatkah dalam waktu tujuh hari daerah menyampaikan Perda yang telah

ditetapkan kepada Pemerintah Di samping itu khusus mengenai Perda tentang PDRD apakah

kewenangan melakukan pengawasan dapat diberikan lebih besar kepada Menkeu Jika kedua

pertanyaan ini dapat dijawab maka akan tercipta tata cara pengawasan yang baik mengenai

keberlakuan Perda tentang PDRD ke depan

Kerangka Pemikiran

Sistem yang baik maka didalamnya sudah terdapat pengendalian internal yang baik sehingga

dapat mengecah atau mengurangi adanya penyimpangan atau pelanggaran terhadap peraturan Dengan

sistem yang baik juga akan tercapai efisiensi dan efektivitas terhadap pencapaian tujuan Sistem

penyusunan Pajak Daerah dan Retribusi daerah perlu dianalisis karena masih banyaknya produk pajak

daerah dan retribusi daerah yang melanggar Undang-Undang atau peraturan pemerintah pusat Hasil

temuan Mendagri dan Menteri Keuangan terdapat ribuan peraturan pajak daerah dan retribusi daerah

yang dibuat oleh daerah tingkat I (provinsi) dan daerah tingkat II (Kabupatenkota) di Indonesia pada

era reformasi Untuk itu penelitin ini meneliti dan mengevaluasi sistem pembuatan dan pengesahan

Pajak daerah dan retribusi daerah serta pengusulan sistem yang baru dan hukuman yang tepat bagi

daerah yang melanggar sistem tersebut

Bagan 1 Alur Kerangka Pikir

III METODE PENELITIAN

Tipe Penelitian

Penelitian ini pada dasarnya adalah penelitian kasus sehingga analisis yang digunakan deskriptif

dan analisis referensi dengan menggunakan teknik diskusi obserbvasi dan surve Penelitian ini

dibahas secara deskriptif untuk menguraikan sistem yang sudah ada dengan menggunakan flow chart

dari dukumen kemudian dari hal tersebut dianalisis secara mendalam kelemahan kelebihan kekuatan

dan peluang untuk terjadinya penyimpangan Analisis SWOT dapat digunakan Untuk kekuatan

analisis ini maka digunakan diskusi sehingga dihasilkan analisis yang leibh baik Dari hasil analisis

maka akan dihasilkan flow chart dokumen yang bau yang leibh baik dan didalamnya yang sudah

mengandung sistem pengendalian dan pengawasan

Jenis dan Sumber Data

Data pada penelitian ini adalah data dari peraturan yang sudah ada tentang pajak daerah dan

retribusi daerah serta aturan dan undang-undang pnyusunan pajak dan retribusi darah tersebut Selain

itu adalah aturan tentang pangawasan dari Pajak daerah dan retribusi daerah

Adapun aturan atau undang- undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah tersebut antara lain

adalah

1 UU No 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah

2 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

3 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

4 UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah

5 Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

6 Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah

7 Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah

8 Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Propinsi Lampung Kota Bandar

Lampung Kabupaten Lampung Selatan Kota Depok dan Kabupaten Indramayu

9 Peraturan Perundang-Undangan Lainnya yang berkaitan dengan Pembentukan Pelaksanaan dan

Pengawasan Perda

Data yang diperoleh langsung dari sumber data di lokasi penelitian peristiwa hukum yang terjadi

dan narasumber yang memberikan informasi Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan

FGD

Pengolahan dan Analisis Data

Analisis yang digunakan adalah deskriptif yaitu menguraikan atau menggambarkan sistem dan

prosedur penyusunan PDRD yang selama ini dan menurut peraturan yang berlaku Kemudian dari

deskriptif ini dianalisis dengan SWOT tentang kelemahan kekuatan peluang dan ancaman sehingga

bisa terjadi pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar serta daerah yang tetap menjalankan

pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar walaupun sudah dihapuskan oleh pemerintah pusat

Dari hasil analisis ini kemudian disusun sistem yang baru yang diharapkan leibh baik dari sistem yang

lama dan dapat mencegah atau mengurangi pelanggaran Kemudian juga disusun sanksi yang tepat

atas setiap pelanggaran sehingga dapat mencegah terulangnya palanggaran tersebut

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat I

Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi

dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan

daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat I adalah sbb

Bagan 2 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)

ANALISIS

Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut

Kekuatan

1 Mendagri mengevaluasi berdasarkan permohonan dari Gubernur tentang Raperda Pajak dan

Retribusi Daerah

2 Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan

3 Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian

Kelemahan

1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah

bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelolan perekonomian dan pertumbuhan

kesejahteraan masyarakat

2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses

pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah

diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi

3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak

yang melakukan monitoring dan mengawasi

4 Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam mempertimbangkan kondisi

perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih menitikberatkan pada kesesuaian

dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian daerah dan nasional

5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi

kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan

pendapatan daerah saja

6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada

mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif

7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada

8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan

Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal

pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan

juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi

Usulan

Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut

Bagan 3 Usulan Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)

1 Raperda sebelum disampaikan ke Menteri Dalam Negri harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan

Kantor Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk

diterapkan didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah

2 Menteri Dalam negri menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan

Kantor Pajak sehingga evaluasi Mendagri lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan

peraturan yang leibh tinggi

3 Hasil Evaluasi dari Mendagri selain disampaikan ke Gubernur juga ke Kantor Bank Indonesia

Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring dan pengawasan

4 Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan

pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi

atas perda di daerah tersebut

Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat II

Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi

dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan

daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat II adalah sbb

Bagan 4 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)

ANALISIS

Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut

Kekuatan

a Gubernur mengevaluasi berdasarkan permohonan dari BupatiWalikota tentang Raperda Pajak dan

Retribusi Daerah

b Mendagri dalam mengevaluasi berdasarkan pertimbangan Gubernur

c Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan

d Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian

Kelemahan

1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah

bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelola perekonomian dan pertumbuhan kesejahteraan

masyarakat

2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses

pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah

diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi dan Gubernurpun dalam pemerintahan desentralisasi

seperti saat ini tidak memiliki kewenangan terhadap Kabupatenkotamadya

3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak

yang melakukan monitoring dan mengawasi

4 Gubernur Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam

mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih

menitikberatkan pada kesesuaian dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian

daerah dan nasional

5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi

kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan

pendapatan daerah saja

6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada

mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif

7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada

8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan

Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal

pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan

juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi

Usulan

Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut

Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)

a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor

Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan

didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah

b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak

sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih

tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut

c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati

juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring

dan pengawasan

d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan

pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi

atas perda di daerah tersebut

Sanksi

Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya

perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum

ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang

Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD

terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut

a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar

b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas

pelanggaran

c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah

mendapat tegoran

d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar

e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran

V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut

1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah

2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan

Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah

sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif

3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga

monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan

4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah

5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada

Saran

Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut

a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank

Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan

b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat

kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang

perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha

c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang

bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah

d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar

Undang-undang

DAFTAR PUSTAKA

Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986

Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published

by American Economic Association

Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of

Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American

Economic Association Stable

Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review

Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the

American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American

Economic Association

Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi

DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta

Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol

29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly

Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing

for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and

International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN

BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure

Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement

Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare

Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by

Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics

Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey

and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)

pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The

Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Author(s) Source Latin American Research

Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and

Health OutcomesSSRN

Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and

Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)

pp 387-401 Published by Springer

Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax

Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN

Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-

100 Published by American Economic Association

David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic

Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN

De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth

The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by

The MIT Press

Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern

Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program

Pasca UGM Yogyakarta

Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly

Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political

Weekly Stable

Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United

States IMF Working Paper No 8764

Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on

Personal Saving NBER Working Paper No W3257

Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and

Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10

No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for

Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de

lHomme

GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer

Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999

No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings

Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and

Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The

Canadian Economics Asociation

GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study

for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004

Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax

Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State

University of New York - Department of Political Science November 1996

Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau

of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553

HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive

Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)

pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics

House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol

96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation

Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986

The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published

by American Economic Association

JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The

Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A

Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -

S193 Published by The University of Chicago Press

Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian

Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI

101007s10887-006-7407-2

Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An

Endogenous Growth Model With

Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002

Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia

Indonesia Jakarta 2003

Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The

Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The

Review of Economic Studies Ltd

Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak

Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan

Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric

Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress

Explorations in Health Economics Paper SSRN

Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of

Law Yale law School

Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal

of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of

Business Tennessee State University

M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and

Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic

and Political Weekly

McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The

Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77

Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and

Management

Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN

Yogyakarta

Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The

Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by

American Economic Association

Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp

87-100 Published by American Economic Association

Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings

Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution

Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility

Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by

Springer

Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di

Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta

Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press

Yogyakarta

Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic

Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No

1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp

422-427 Published by Southern Economic Association

WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian

Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr

1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga

Penelitian Universitas Lampung

Perkiraan Biaya Penelitian

No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah

1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000

2 Fotocopy dan penjilidan

proposal

2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000

3 Pengumpulan data dan

Analisa

1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000

4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000

5 Seminar Proposal dan Hasil

Penelitian

2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000

Total 10000000

(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)

Meskipun perubahan undang-undang PDRD secara eksplisit hanya diamanatkan dalam

Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU No 25 Tahun 1999 tetapi semangat perubahan tersebut sebenarnya

terlebih dahulu mengacu kepada UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Berdasarkan

kedua undang-undang otonomi daerah itu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan penerimaan dana perimbangan yang bersumber

dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

PAD tersebut antara lain bersumber dari PDRD yang diharapkan dapat menjadi salah satu

sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk meningkatkan

dan memeratakan kesejahteraan masyarakat Pada gilirannya daerah mampu melaksanakan otonomi

yang dengan kata lain mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri

Berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai dengan pembentukan UU No 34 Tahun 2000 maka

undang-undang ini sebagaimana halnya UU No 18 Tahun 1997 juga menetapkan dua tujuan Pertama

menetapkan ketentuan-ketentuan pokok yang memberikan pedoman kebijakan dan arahan bagi Daerah

dalam pelaksanaan pemungutan PDRD Kedua menetapkan pengaturan untuk menjamin penerapan

prosedur umum perpajakan daerah dan retribusi daerah

Pajak daerah dan pajak pusat merupakan suatu sistem perpajakan nasional yang pada hakikatnya

merupakan beban bagi masyarakat sehingga perlu dijaga agar kebijakan tersebut merupakan beban

yang adil Untuk itu pembinaan perpajakan daerah dilakukan secara terpadu dengan perpajakan

nasional Pembinaan ini dilakukan secara sinergis terutama mengenai obyek dan tarif pajak agar

pajak pusat dan pajak daerah dapat saling melengkapi dan tidak saling tumpang tindih

UU No 34 Tahun 2000 menganut sistem buka tutup dalam penetapan jenis PDRD

kabupatenkota Meskipun beberapa jenis PDRD telah ditetapkan dalam undang-undang ini namun

daerah kabupatenkota diberi peluang dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan

menetapkan jenis pajak dan retribusi selain yang telah ditetapkan Penetapan jenis PDRD tambahan

tersebut harus memenuhi kreteria yang ditetapkan dalam undang-undang dan sesuai dengan aspirasi

masyarakat setempat

Pasal 4 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa pajak daerah ditetapkan dengan

Peraturan Daerah (Perda) Begitu pula menurut Pasal 24 ayat (1) bahwa retribusi daerah ditetapkan

juga dengan Perda Pembuatan Perda baik tentang pajak daerah maupun tentang retribusi daerah ini

tidak boleh bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan-perundangan lain terutama dengan

undang-undang tentang otonomi daerah

Persoalan yang muncul dengan dibukanya peluang tersebut di lapangan banyak Perda PDRD

yang dibuat tetapi bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi Hal ini terjadi antara lain juga karena baik dalam UU No 22 Tahun 1999 maupun

UU No 34 Tahun 2000 tidak mengenal pengawasan preventif dalam bentuk evaluasi Rancangan

Perda (Raperda) oleh tingkat pemerintahan yang lebih tinggi Persoalan ini menjadi semakin rumit

ketika Perda tersebut dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) (baca pemerintah pusat)

tetapi pemerintah daerah tetap memberlakukannya alias tidak menghentikan pelaksanaan dan atau

mencabutnya karena tanpa sanksi yang jelas

Berlakunya UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti UU No 22

Tahun 1999) membawa implikasi positif seperti telah diaturnya tata cara pengawasan preventif dan

kewenangan Gubernur dalam bentuk evaluasi Raperda kabupatenkota Diaturnya wewenang Menteri

Keuangan (Menkeu) dalam proses pembuatan Perda dan sanksi berupa pembatalan Perda yang

bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

Persoalannya adalah tidak jelas apakah Gubernur dan Menkeu juga memiliki kewenangan untuk

membatalkan Perda PDRD kabupatenkota yang dianggap bertentangan dengan kepentingan umum

dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tingi Selain itu sanksi yang diatur hanya berupa

sanksi administratif yang bersifat represif setelah jadi Perda

Selain persoalan di atas berlakunya UU No 32 Tahun 2004 menimbulkan dualisme pengaturan

hukum yang berkaitan dengan PDRD UU No 32 Tahun 2004 mengatur pengawasan preventif

sebaliknya dalam UU No 34 Tahun 2000 tidak UU No 32 Tahun 2004 tidak mengatur dengan jelas

kewenangan Menkeu dalam pembatalan Perda PDRD sebaliknya dalam UU No 34 Tahun 2000 PP

No 65 Tahun 2001 dan PP No 66 Tahun 2001 Menkeu memiliki kewenangan untuk memberi

pertimbangan kepada Mendagri dalam hal pembatalan Perda Dengan demikian berdasarkan UU No

34 Tahun 2000 peran Menkeu telah ada dalam proses evaluasi dan pembatalan Perda Persoalan lain

adalah mengenai jangka waktu penyampaian Perda yang sudah disahkan daerah kepada pusat untuk

dievaluasi UU No 34 Tahun 2000 memberikan waktu yang lebih lama yaitu 15 hari dibandingkan

dengan UU No 32 Tahun 2004 yang hanya tujuh hari Dualisme ketentuan hukum ini menjadi

persoalan yang serius karena kedua undang-undang tersebut sama-sama berlaku efektif

Perbedaan limitasi waktu penyampaian Perda kepada Pemerintah antara UU No 22 Tahun 1999

dengan UU No 32 Tahun 2004 tidak menjadi persoalan karena undang-undang yang disebut pertama

tidak berlaku lagi Akan tetapi perbedaan antara ketentuan UU No 34 Tahun 2000 dengan UU No 32

Tahun 2004 menjadi persoalan karena kedua undang-undang tersebut masih berlaku efektif Meskipun

demikian jika ditinjau dari asas hukum lex posteriori derogat legi priori (undang-undang yang baru

mengesampingkan undang-undang yang lama) maka yang berlaku adalah ketentuan yang ada dalam

undang-undang yang baru Artinya yang berlaku adalah ketentuan dalam UU No 32 Tahun 2004

yakni waktu penyampaian Perda yang telah ditetapkan kepada Pemerintah paling lama tujuh hari

Eksistensi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Dalam Struktur Keuangan Daerah

Pasal 1 angka 6 UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa Pajak Daerah adalah iuran wajib

yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang

yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan

untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah Begitu pula Pasal

1 angka 26 menyatakan bahwa Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa

atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk

kepentingan orang pribadi atau badan

Pajak biasanya harus dibayar oleh anggota masyarakat sebagai suatu kewajiban hukum tanpa

pertimbangan secara pribadi mereka mendapat manfaat atau tidak dari pelayanan yang mereka biayai

Sebaliknya retribusi dibayar langsung oleh mereka yang menikmati suatu pelayanan yang biasanya

dimaksudkan untuk menutup seluruhnya atau sebagian dari biaya pelayanan tersebut Meskipun

demikian dalam praktik perbedaan antara keduanya tidak selalu jelas Pertama retribusi dapat

dikenakan lebih besar melebihi biaya jasa-jasa yang diberikan Kedua suatu jasa mungkin hanya

sebagian dibiayai oleh retribusi sisanya berasal dari subsidi khusus atau terselubung dari penerimaan

pajak

PDRD ini merupakan komponen penting dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD) APBD terkait dengan penganggaran yakni suatu proses penyusunan rencana keuangan yang

menyangkut pendapatan dan pembiayaan yang kemudian mengalokasikan dana ke berbagai kegiatan

sesuai dengan fungsi dan sasaran yang hendak dicapai APBD merupakan suatu rencana tahunan

daerah yang ditetapkan berdasarkan Perda atau dengan kata lain APBD adalah model penganggaran

pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan Perda

Dalam penganggaran daerah terdapat tiga analisis yang saling terkait yakni analisis penerimaan

analisis pengeluaran dan analisis anggaran PDRD adalah berkaitan erat dengan analisis penerimaan

Analisis penerimaan adalah suatu kajian mengenai kemampuan daerah dalam menggali sumber-

sumber pendapatan daerah yang potensial dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan

pendapatan tersebut Pendapatan daerah adalah semua penerimaan kas daerah dalam periode tahun

anggaran tertentu yang menjadi hak daerah Dalam konteks ini keuangan daerah yang sehat adalah

keuangan daerah yang mampu meningkatkan penerimaan daerah secara berkesinambungan seiring

dengan perkembangan perekonomian tanpa memperburuk alokasi faktor-faktor produksi dan keadilan

serta dengan sejumlah biaya administrasi tertentu Kondisi ini dapat dilihat berdasarkan empat

indikator yakni (1) daya pajak (tax effort) (2) efektivitas (efectivity) (3) efisiensi (eficiency) dan (4)

elastisitas (elasticity) Keempat indikator ini dalam pelaksanaannya akan saling berhubungan satu

dengan lainnya

Pertama daya pajak adalah rasio antara penerimaan pajak dengan kapasitas atau kemampuan

membayar pajak di suatu daerah Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui

kemampuan membayar pajak masyarakat adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Hal itu

dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut

Penerimaan Pajak (Penerimaan Pajak)

Daya Pajak = = x 100

Kemampuan Bayar Pajak PDRB

Dengan demikian jika PDRB suatu daerah meningkat maka kemampuan daerah dalam

membayar pajak (ability to pay) juga akan meningkat Artinya administrasi penerimaan daerah dapat

meningkatkan daya pajaknya agar penerimaan pajak meningkat pula

Kedua efektivitas adalah mengukur hubungan antara hasil pungut suatu pajak dengan potensi

pajak itu sendiri Efektivitas ini dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut

Penerimaan Pajak (Penerimaan Pajak)

Efektivitas = = x 100

Potensi pajak PDRB

Adapun yang menjadi indikator dari efektivitas ini adalah rasio antara hasil pemungutan suatu

pajak dengan potensi hasil pajak Keadaan tersebut terjadi didasarkan pada asumsi bahwa semua wajib

pajak membayar pajak terutangnya Efektivitas tersebut menyangkut semua tahap administrasi

penerimaan pajak menentukan wajib pajak menetapkan nilai kena pajak memungut pajak

menegakkan sistem pajak dan membukukan penerimaan

Ketiga efisiensi dilakukan dengan mengukur bagian dari hasil pajak yang digunakan untuk

menutup biaya pemungutan pajak yang bersangkutan Efisiensi ini dapat diketahui dengan

menggunakan rumus sebagai berikut

Biaya Pemungutan

Efisiensi = x 100

Penerimaan Pajak yang dipungut

Adapun yang dimaksud biaya pemungutan adalah tidak semata-mata biaya langsung untuk

operasional pemungutan di lapangan melainkan termasuk biaya-biaya tidak langsung seperti waktu

yang diperlukan biaya rapat-rapat dan biaya overhead

Keempat elastisitas adalah ukuran tingkat kepekaan perubahan suatu jenis penerimaan apabila

terjadi perubahan pada jumlah PDRB dan jumlah penduduk Dalam kaitan ini semakin tinggi nilainya

adalah semakin elastis dan sebaliknya semakin rendah nilainya maka menjadi semakin tidak elastis

Arti dari semakin elastis adalah tingkat daya bayar masyarakat tidak terganggu Untuk mengetahui

elastisitas dipergunakan dua buah rumus yakni untuk mengetahui tingkat kepekaan perubahan pada

PDRB dan tingkat kepekaan perubahan pada penduduk Untuk mengetahui tingkat kepekaan

perubahan pada PDRB dipergunakan rumus sebagai berikut

PAD PAD

Elastisitas PDRB = x 100 dan Elastisitas Penduduk = x 100

PDRB Penduduk

Berdasarkan Pasal Pasal 5 ayat (2) UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah terdiri dari PAD Dana Perimbangan dan lain-lain

pendapatan Menurut Pasal 6 ayat (1) PAD bersumber dari (a) pajak daerah (b) retribusi daerah (c)

hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan (d) lain-lain PAD yang sah Dengan

demikian berarti bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan komponen dari PAD dan PAD

adalah komponen dari Pendapatan Daerah dan Pendapatan Daerah merupakan bagian dari Penerimaan

Daerah dan Penerimaan Daerah merupakan sisi lain dari APBD

PDRD ini dikelola oleh Daerah Propinsi dan KabupatenKota berdasarkan kewenangan yang

dimiliki Pasal 2 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan jenis pajak daerah propinsi terdiri dari

empat jenis Pertama pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air Kedua bea balik nama

kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air Ketiga pajak bahan bakar kendaraan bermotor

Keempat pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan Pasal 2 ayat (2)

jenis pajak kabupatenkota terdiri dari (a) pajak hotel (b) pajak restoran (c) pajak hiburan (d) pajak

reklame (e) pajak penerangan jalan (f) pajak pengambilan bahan galian golongan C dan (g) pajak

parkir

Pasal 18 ayat (2) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa retribusi dibagi atas tiga golongan

yakni (a) retribusi jasa umum (b) retribusi jasa usaha dan (c) retribusi perizinan tertentu Pasal 18

ayat (3) jenis-jenis rertribusi jasa umum retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu tersebut

ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) yakni PP No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi

Daerah Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan (2) PP No 66 Tahun 2001 jenis retribusi untuk daerah

propinsi dan kabupatenkota ditetapkan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah tersebut

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Pasal 2 ayat (2) PP No 66 Tahun 2001 menyatakan bahwa jenis-jenis retribusi jasa umum adalah

(a) retribusi pelayanan kesehatan (b) retribusi pelayanan persampahankebersihan (c) retribusi

penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil (d) retribusi pelayanan

pemakaman dan pengabuan mayat (e) retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum (f) retribusi

pelayanan pasar (g) retribusi pengujian kendaraan bermotor (h) retribusi pemeriksaan alat pemadam

kebakaran (i) retribusi penggantian biaya cetak peta dan (j) retribusi pengujian kapal perikanan Pasal

3 ayat (2) jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah (a) retribusi pemakaian kekayaan daerah (b) retribusi

pasar grosir danatau pertokoan (c) retribusi tempat pelelangan (d) retribusi terminal (e) retribusi

tempat khusus parkir (f) retribusi tempat penginapanpesanggrahanvilla (g) retribusi penyedotan

kakus (h) retribusi rumah potong hewan (i) retribusi pelayanan pelabuhan kapal (j) retribusi tempat

rekreasi dan olah raga (k) retribusi penyeberangan di atas air (l) retribusi pengolahan limbah cair dan

(m) retribusi penjualan produksi usaha daerah Pasal 4 ayat (2) jenis-jenis retribusi perizinan tertentu

adalah (a) retribusi izin mendirikan bangunan (b) retribusi izin tempat penjualan minuman

beralkohol (c) retribusi izin gangguan dan (d) retribusi izin trayek

Peraturan Daerah Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Pasal 4 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa pajak daerah ditetapkan dengan

Perda Pasal 4 ayat (3) Perda tentang pajak daerah sekurang-kurangnya mengatur mengenai (a)

nama obyek dan subyek pajak (b) dasar pengenaan tarif dan cara penghitungan pajak (c) wilayah

pemungutan (d) masa pajak (e) penetapan (f) tata cara pembayaran dan penagihan (g) kadaluwarsa

(h) sanksi administrasi dan (i) tanggal mulai berlakunya Pasal 4 ayat (4) Perda tentang pajak daerah

dapat pula mengatur ketentuan mengenai tiga hal Pertama pemberian pengurangan keringanan dan

pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok pajak dan atau sanksinya Kedua tata cara penghapusan

piutang pajak yang kadaluwarsa Ketiga tentang asas timbal balik (resiprositas)

Pasal 24 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa retribusi daerah ditetapkan dengan

Perda Pasal 24 ayat (3) Perda tentang retribusi daerah sekurang-kurangnya mengatur mengenai (a)

nama obyek dan subyek retribusi (b) golongan retribusi (c) cara mengukur tingkat penggunaan jasa

yang bersangkutan (d) prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tarif (e) struktut

dan besarnya tarif retribusi (f) wilayah pemungutan (g) tata cara pemungutan (h) sanksi administrasi

(i) tata cara penagihan (j) tanggal mulai berlakunya retribusi Pasal 24 ayat (4) Perda tentang retribusi

daerah dapat juga mengatur mengenai tiga hal Pertama masa retribusi Kedua pemberian keringanan

pengurangan dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok retribusi dan atau sanksinya Ketiga

tata cara penghapusan piutang retribusi yang kadaluwarsa

Berdasarkan penelitiankegiatan inventarisasi Rencana Legislasi Daerah sampai Agustus 2001

saja Departemen Dalam Negeri (Depdagri) telah menerima sekitar 1979 Perda Perda tersebut terdiri

dari 1503 Perda tentang pajak daerah dan 926 Perda tentang Desa Dari jumlah itu sebanyak 926 Perda

memenuhi ketentuan perundang-undangan 104 Perda dinyatakan bermasalah dan 949 Perda ketika

itu sedang dievaluasi lebih lanjut Menurut penelitian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi

Daerah (KPPOD) dari sejumlah Perda tersebut terdapat 47 Perda harus dibatalkan dan 189 Perda

harus direvisi Jika data sampai Agustus 2001 saja telah begitu banyak ditemukan Perda bermasalah

menjadi pertanyaan adalah berapa banyak Perda bermasalah hingga Agustus 2005

Penelitian yang dilakukan oleh KPPOD tentang ldquoPemeringkatan Daya Tarik Investasi (Studi

Kasus di 90 KabupatenKota di Indonesia)rdquo menentukan tolok ukur Perda bermasalah dengan

penekanan pada aspek ekonomi Artinya banyaknya Perda yang tergolong bermasalah sehingga perlu

dibatalkan dan direvisi tersebut umumnya disebabkan melanggar prinsip-prinsip ekonomi Terdapat

lima jenis kasus Perda yang melanggar prinsip-prinsip ekonomi tersebut disertai dengan berbagai

contohnya Pertama adanya hambatan perdagangan terhadap keluar masuk barang dari dan ke daerah

lain baik dengan mekanisme tarif maupun non tarif Contohnya adalah Perda Propinsi Lampung No 6

Tahun 2000 Perda Kabupaten Pasaman No 2 Tahun 2001 Perda Kabupaten Bima No 16 Tahun

2000 dan sebagainya

Kedua adanya monopoli dengan perlakuan diskriminatif terhadap pelaku usaha lainnya

Contohnya adalah Perda Kabupaten Cirebon No 23 Tahun 2001 Perda Kabupaten Karawang No 15

Tahun 2001 dan sebagainya Ketiga pungutan berganda dengan pajak pusat (PPN PBB dll)

Contohnya adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 6 Tahun 2001 Perda Kabupaten Serang

No 7 Tahun 2001 dan sebagainya Keempat pungutan dalam bentuk sumbangan yang dipaksakan

dengan penerapan sanksi Contohnya adalah Perda Kabupaten Flores Timur No 2 Tahun 2000 Perda

Kabupaten Tapin No 5 Tahun 2000 Perda Kabupaten Kampar No 23 Tahun 2000 dan sebagainya

Kelima retribusi yang tidak memberi manfaat langsung terhadap pembayar retrtibusi Contohnya

adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 22 Tahun 2001 Perda Kabupaten Blitar No 24 Tahun

2000 Perda Kabupaten Bekasi No 25 Tahun 2000 dan sebagainya

Di samping itu temuan IMF (Internastonal Monetary Found) mengenai Perda bermasalah dari

perspektif ekonomi tidak kalah menariknya IMF telah merekomendasikan kepada Pemerintah

mengenai Perda bermasalah dari sisi investasi asing Perda bermasalah tersebut dapat menghambat

kegiatan dunia usaha dan sekaligus merupakan ldquocounter productiverdquo terhadap usaha Pemerintah

maupun Daerah dalam menarik inevstasi

Berbeda dengan hal di atas Depdagri menentukan tolok ukur Perda bermasalah lebih ditekankan

pada aspek hukumnya Dalam konteks ini suatu Perda dikualifikasi bermasalah apabila dalam

pembentukkannnya melanggar asas legalitas Perda tersebut dibentuk melanggar prinsip-prinsip

pembuatan peraturan perundang-undangan yakni bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi bertentangan dengan Perda lain melanggar kepentingan umum dan disharmonis

dengan peraturan pelaksanannya

Dalam perspektif hukum Perda dikatakan bermasalah adalah jika bertentangan dengan

kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Hal itu sesuai dengan

Pasal 136 ayat (4) UU No 32 Tahun 2004 Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan umum

danatau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Untuk menghindari Perda agar tidak

bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

maka dalam pembentukannya harus taat asas

Ketaatan asas yang dimaksud atas pembentukan Perda setidak-tidaknya menyangkut dua

kelompok Pertama Pasal 137 UU No 32 Tahun 2004 Perda dibentuk berdasarkan pada asas

pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi (a) kejelasan tujuan (b) kelembagaan

atau organ pembentuk yang tepat (c) kesesuaian antara jenis dan materi muatan (d) dapat

dilaksanakan (e) kedayagunaan dan kehasilgunaan (f) kejelasan rumusan dan (g) keterbukaan

Kedua Pasal 138 ayat (1) materi muatan Perda mengandung asas (a) pengayoman (b) kemanusiaan

(c) kebangsaan (d) kekeluargaan (e) kenusantaraan (f) bhineka tunggal ika (g) keadilan (h)

kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (i) ketertiban dan kepastian hukum dan (j)

keseimbangan keserasian dan keselarasan

Pasal 2 ayat (4) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa daerah kabupatenkota dapat

menetapkan jenis pajak daerah selain yang telah ditetapkan dalam undang-undang ini dengan

ketentuan memenuhi beberapa kreteria Pertama bersifat pajak dan bukan retribusi Kedua obyek

pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupatenkota yang bersangkutan dan mempunyai

mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupatenkota yang

bersangkutan Ketiga obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan

umum Keempat obyek pajak bukan merupakan obyek pajak propinsi danatau obyek pajak pusat

Kelima potensinya memadai Keenam tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif Ketujuh

memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat Kedelapan menjaga kelestarian

lingkungan

Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah Menurut Bagir Manan (2001 39) sistem pengawasan menentukan kemandirian suatu otonomi

Untuk menghindarkan agar pengawasan tidak melemahkan otonomi maka sistem pengawasan harus

ditentukan secara spesifik baik lingkup maupun tata caranya Hal itu karena pada saat semakin banyak

dan intensif pengawasan dilakukan maka semakin sempit pula kemandirian daerah sehingga membuat

semakin terbatas otonominya Sebaliknya pula tidak boleh ada sistem otonomi yang sama sekali

meniadakan pengawasan Dengan demikian kebebasan berotonomi di satu pihak dan pengawasan di

pihak yang lain merupakan lembaran dalam berotonomi untuk menjaga keseimbangan kecenderungan

pendulum ke arah desentralisasi maupun sentralisasi

Pengawasan dalam UU No 32 Tahun 2004 Pemerintah tidak mengutamakan sistem pengawasan

represif melainkan lebih menekankan pada pengawasan preventif Hal itu dimaksudkan untuk

memberikan kebebasan daerah dalam mengambil keputusan di samping memberi peran lebih besar

kepada DPRD untuk menjalankan fungsinya Oleh sebab itu Perda yang ditetapkan daerah tidak perlu

pengesahan terlebih dahulu oleh Pemerintah atau oleh Daerah tingkat atasnya Perda tersebut baru

dilakukan pengawasan oleh Pemerintah setelah ditetapkan oleh daerah yang bersangkutan

Dari sudut teori pengawasan maka pengawasan yang dilakukan Pemerintah terhadap Perda

adalah bersifat ldquoa posteriorirdquo yakni pengawasan itu baru dilakukan setelah dikeluarkannya Perda

tersebut oleh daerah Dari sudut kelembagaan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap

Perda adalah merupakan pengawasan ekstern Pengawasan tersebut dilakukan oleh organ atau lembaga

yang secara organisatoris berada di luar pemerintahan daerah Oleh sebab itu pengawasan yang

dilakukan oleh Pemerintah tersebut mempunyai tiga ciri-ciri khusus Pertama bersifat ekstern karena

dilakukan oleh suatu badan atau lembaga di luar pemerintahan daerah Kedua ldquoa posteriorirdquo karena

selalu dilakukan sesudah Perda tersebut ditetapkan Ketiga segi hukum karena menilai dari segi

hukumnya saja Pengawasan dari segi hukum adalah dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau

pertimbangan yang bersifat hukumnya saja (legalitas) dari perbuatan hukum pemerintah daerah

melalui produk hukum yang bernama Perda

Pasal 80 ayat (1) PP No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah menyatakan bahwa dalam rangka

pengawasan Perda tentang pajak daerah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri

Keuangan paling lama 15 hari setelah ditetapkan Pasal 17 ayat (1) PP No 66 Tahun 2001 mengatur

hal dan cara yang sama mengenai pengawasan terhadap Perda tentang Retribusi Daerah Pasal 80 ayat

(2) PP No 65 Tahun 2001 menyatakan apabila Perda tentang Pajak Daerah bertentangan dengan

kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maka Mendagri dengan

pertimbangan Menkeu membatalkan Perda tersebut Hal yang sama diatur pula dalam Pasal 17 ayat (2)

PP No 66 Tahun 2001 mengenai retribusi daerah Pembatalan tersebut dilakukan paling lama satu

bulan sejak diterimanya Perda yang dimaksud

Persoalannya sekarang setelah diberlakukannya UU No 32 Tahun 2004 adalah masa

penyampaian Perda yang telah ditetapkan oleh daerah ke Pemerintah adalah selama tujuh hari saja

Timbul pertanyaan dapatkah dalam waktu tujuh hari daerah menyampaikan Perda yang telah

ditetapkan kepada Pemerintah Di samping itu khusus mengenai Perda tentang PDRD apakah

kewenangan melakukan pengawasan dapat diberikan lebih besar kepada Menkeu Jika kedua

pertanyaan ini dapat dijawab maka akan tercipta tata cara pengawasan yang baik mengenai

keberlakuan Perda tentang PDRD ke depan

Kerangka Pemikiran

Sistem yang baik maka didalamnya sudah terdapat pengendalian internal yang baik sehingga

dapat mengecah atau mengurangi adanya penyimpangan atau pelanggaran terhadap peraturan Dengan

sistem yang baik juga akan tercapai efisiensi dan efektivitas terhadap pencapaian tujuan Sistem

penyusunan Pajak Daerah dan Retribusi daerah perlu dianalisis karena masih banyaknya produk pajak

daerah dan retribusi daerah yang melanggar Undang-Undang atau peraturan pemerintah pusat Hasil

temuan Mendagri dan Menteri Keuangan terdapat ribuan peraturan pajak daerah dan retribusi daerah

yang dibuat oleh daerah tingkat I (provinsi) dan daerah tingkat II (Kabupatenkota) di Indonesia pada

era reformasi Untuk itu penelitin ini meneliti dan mengevaluasi sistem pembuatan dan pengesahan

Pajak daerah dan retribusi daerah serta pengusulan sistem yang baru dan hukuman yang tepat bagi

daerah yang melanggar sistem tersebut

Bagan 1 Alur Kerangka Pikir

III METODE PENELITIAN

Tipe Penelitian

Penelitian ini pada dasarnya adalah penelitian kasus sehingga analisis yang digunakan deskriptif

dan analisis referensi dengan menggunakan teknik diskusi obserbvasi dan surve Penelitian ini

dibahas secara deskriptif untuk menguraikan sistem yang sudah ada dengan menggunakan flow chart

dari dukumen kemudian dari hal tersebut dianalisis secara mendalam kelemahan kelebihan kekuatan

dan peluang untuk terjadinya penyimpangan Analisis SWOT dapat digunakan Untuk kekuatan

analisis ini maka digunakan diskusi sehingga dihasilkan analisis yang leibh baik Dari hasil analisis

maka akan dihasilkan flow chart dokumen yang bau yang leibh baik dan didalamnya yang sudah

mengandung sistem pengendalian dan pengawasan

Jenis dan Sumber Data

Data pada penelitian ini adalah data dari peraturan yang sudah ada tentang pajak daerah dan

retribusi daerah serta aturan dan undang-undang pnyusunan pajak dan retribusi darah tersebut Selain

itu adalah aturan tentang pangawasan dari Pajak daerah dan retribusi daerah

Adapun aturan atau undang- undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah tersebut antara lain

adalah

1 UU No 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah

2 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

3 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

4 UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah

5 Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

6 Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah

7 Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah

8 Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Propinsi Lampung Kota Bandar

Lampung Kabupaten Lampung Selatan Kota Depok dan Kabupaten Indramayu

9 Peraturan Perundang-Undangan Lainnya yang berkaitan dengan Pembentukan Pelaksanaan dan

Pengawasan Perda

Data yang diperoleh langsung dari sumber data di lokasi penelitian peristiwa hukum yang terjadi

dan narasumber yang memberikan informasi Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan

FGD

Pengolahan dan Analisis Data

Analisis yang digunakan adalah deskriptif yaitu menguraikan atau menggambarkan sistem dan

prosedur penyusunan PDRD yang selama ini dan menurut peraturan yang berlaku Kemudian dari

deskriptif ini dianalisis dengan SWOT tentang kelemahan kekuatan peluang dan ancaman sehingga

bisa terjadi pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar serta daerah yang tetap menjalankan

pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar walaupun sudah dihapuskan oleh pemerintah pusat

Dari hasil analisis ini kemudian disusun sistem yang baru yang diharapkan leibh baik dari sistem yang

lama dan dapat mencegah atau mengurangi pelanggaran Kemudian juga disusun sanksi yang tepat

atas setiap pelanggaran sehingga dapat mencegah terulangnya palanggaran tersebut

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat I

Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi

dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan

daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat I adalah sbb

Bagan 2 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)

ANALISIS

Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut

Kekuatan

1 Mendagri mengevaluasi berdasarkan permohonan dari Gubernur tentang Raperda Pajak dan

Retribusi Daerah

2 Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan

3 Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian

Kelemahan

1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah

bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelolan perekonomian dan pertumbuhan

kesejahteraan masyarakat

2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses

pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah

diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi

3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak

yang melakukan monitoring dan mengawasi

4 Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam mempertimbangkan kondisi

perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih menitikberatkan pada kesesuaian

dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian daerah dan nasional

5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi

kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan

pendapatan daerah saja

6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada

mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif

7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada

8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan

Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal

pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan

juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi

Usulan

Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut

Bagan 3 Usulan Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)

1 Raperda sebelum disampaikan ke Menteri Dalam Negri harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan

Kantor Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk

diterapkan didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah

2 Menteri Dalam negri menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan

Kantor Pajak sehingga evaluasi Mendagri lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan

peraturan yang leibh tinggi

3 Hasil Evaluasi dari Mendagri selain disampaikan ke Gubernur juga ke Kantor Bank Indonesia

Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring dan pengawasan

4 Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan

pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi

atas perda di daerah tersebut

Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat II

Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi

dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan

daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat II adalah sbb

Bagan 4 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)

ANALISIS

Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut

Kekuatan

a Gubernur mengevaluasi berdasarkan permohonan dari BupatiWalikota tentang Raperda Pajak dan

Retribusi Daerah

b Mendagri dalam mengevaluasi berdasarkan pertimbangan Gubernur

c Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan

d Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian

Kelemahan

1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah

bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelola perekonomian dan pertumbuhan kesejahteraan

masyarakat

2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses

pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah

diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi dan Gubernurpun dalam pemerintahan desentralisasi

seperti saat ini tidak memiliki kewenangan terhadap Kabupatenkotamadya

3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak

yang melakukan monitoring dan mengawasi

4 Gubernur Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam

mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih

menitikberatkan pada kesesuaian dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian

daerah dan nasional

5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi

kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan

pendapatan daerah saja

6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada

mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif

7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada

8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan

Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal

pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan

juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi

Usulan

Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut

Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)

a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor

Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan

didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah

b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak

sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih

tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut

c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati

juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring

dan pengawasan

d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan

pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi

atas perda di daerah tersebut

Sanksi

Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya

perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum

ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang

Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD

terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut

a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar

b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas

pelanggaran

c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah

mendapat tegoran

d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar

e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran

V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut

1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah

2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan

Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah

sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif

3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga

monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan

4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah

5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada

Saran

Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut

a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank

Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan

b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat

kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang

perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha

c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang

bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah

d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar

Undang-undang

DAFTAR PUSTAKA

Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986

Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published

by American Economic Association

Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of

Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American

Economic Association Stable

Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review

Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the

American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American

Economic Association

Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi

DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta

Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol

29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly

Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing

for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and

International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN

BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure

Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement

Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare

Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by

Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics

Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey

and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)

pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The

Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Author(s) Source Latin American Research

Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and

Health OutcomesSSRN

Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and

Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)

pp 387-401 Published by Springer

Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax

Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN

Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-

100 Published by American Economic Association

David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic

Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN

De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth

The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by

The MIT Press

Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern

Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program

Pasca UGM Yogyakarta

Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly

Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political

Weekly Stable

Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United

States IMF Working Paper No 8764

Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on

Personal Saving NBER Working Paper No W3257

Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and

Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10

No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for

Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de

lHomme

GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer

Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999

No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings

Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and

Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The

Canadian Economics Asociation

GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study

for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004

Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax

Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State

University of New York - Department of Political Science November 1996

Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau

of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553

HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive

Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)

pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics

House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol

96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation

Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986

The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published

by American Economic Association

JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The

Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A

Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -

S193 Published by The University of Chicago Press

Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian

Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI

101007s10887-006-7407-2

Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An

Endogenous Growth Model With

Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002

Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia

Indonesia Jakarta 2003

Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The

Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The

Review of Economic Studies Ltd

Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak

Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan

Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric

Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress

Explorations in Health Economics Paper SSRN

Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of

Law Yale law School

Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal

of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of

Business Tennessee State University

M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and

Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic

and Political Weekly

McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The

Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77

Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and

Management

Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN

Yogyakarta

Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The

Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by

American Economic Association

Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp

87-100 Published by American Economic Association

Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings

Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution

Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility

Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by

Springer

Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di

Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta

Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press

Yogyakarta

Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic

Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No

1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp

422-427 Published by Southern Economic Association

WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian

Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr

1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga

Penelitian Universitas Lampung

Perkiraan Biaya Penelitian

No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah

1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000

2 Fotocopy dan penjilidan

proposal

2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000

3 Pengumpulan data dan

Analisa

1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000

4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000

5 Seminar Proposal dan Hasil

Penelitian

2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000

Total 10000000

(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)

Selain persoalan di atas berlakunya UU No 32 Tahun 2004 menimbulkan dualisme pengaturan

hukum yang berkaitan dengan PDRD UU No 32 Tahun 2004 mengatur pengawasan preventif

sebaliknya dalam UU No 34 Tahun 2000 tidak UU No 32 Tahun 2004 tidak mengatur dengan jelas

kewenangan Menkeu dalam pembatalan Perda PDRD sebaliknya dalam UU No 34 Tahun 2000 PP

No 65 Tahun 2001 dan PP No 66 Tahun 2001 Menkeu memiliki kewenangan untuk memberi

pertimbangan kepada Mendagri dalam hal pembatalan Perda Dengan demikian berdasarkan UU No

34 Tahun 2000 peran Menkeu telah ada dalam proses evaluasi dan pembatalan Perda Persoalan lain

adalah mengenai jangka waktu penyampaian Perda yang sudah disahkan daerah kepada pusat untuk

dievaluasi UU No 34 Tahun 2000 memberikan waktu yang lebih lama yaitu 15 hari dibandingkan

dengan UU No 32 Tahun 2004 yang hanya tujuh hari Dualisme ketentuan hukum ini menjadi

persoalan yang serius karena kedua undang-undang tersebut sama-sama berlaku efektif

Perbedaan limitasi waktu penyampaian Perda kepada Pemerintah antara UU No 22 Tahun 1999

dengan UU No 32 Tahun 2004 tidak menjadi persoalan karena undang-undang yang disebut pertama

tidak berlaku lagi Akan tetapi perbedaan antara ketentuan UU No 34 Tahun 2000 dengan UU No 32

Tahun 2004 menjadi persoalan karena kedua undang-undang tersebut masih berlaku efektif Meskipun

demikian jika ditinjau dari asas hukum lex posteriori derogat legi priori (undang-undang yang baru

mengesampingkan undang-undang yang lama) maka yang berlaku adalah ketentuan yang ada dalam

undang-undang yang baru Artinya yang berlaku adalah ketentuan dalam UU No 32 Tahun 2004

yakni waktu penyampaian Perda yang telah ditetapkan kepada Pemerintah paling lama tujuh hari

Eksistensi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Dalam Struktur Keuangan Daerah

Pasal 1 angka 6 UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa Pajak Daerah adalah iuran wajib

yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang

yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan

untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah Begitu pula Pasal

1 angka 26 menyatakan bahwa Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa

atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk

kepentingan orang pribadi atau badan

Pajak biasanya harus dibayar oleh anggota masyarakat sebagai suatu kewajiban hukum tanpa

pertimbangan secara pribadi mereka mendapat manfaat atau tidak dari pelayanan yang mereka biayai

Sebaliknya retribusi dibayar langsung oleh mereka yang menikmati suatu pelayanan yang biasanya

dimaksudkan untuk menutup seluruhnya atau sebagian dari biaya pelayanan tersebut Meskipun

demikian dalam praktik perbedaan antara keduanya tidak selalu jelas Pertama retribusi dapat

dikenakan lebih besar melebihi biaya jasa-jasa yang diberikan Kedua suatu jasa mungkin hanya

sebagian dibiayai oleh retribusi sisanya berasal dari subsidi khusus atau terselubung dari penerimaan

pajak

PDRD ini merupakan komponen penting dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD) APBD terkait dengan penganggaran yakni suatu proses penyusunan rencana keuangan yang

menyangkut pendapatan dan pembiayaan yang kemudian mengalokasikan dana ke berbagai kegiatan

sesuai dengan fungsi dan sasaran yang hendak dicapai APBD merupakan suatu rencana tahunan

daerah yang ditetapkan berdasarkan Perda atau dengan kata lain APBD adalah model penganggaran

pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan Perda

Dalam penganggaran daerah terdapat tiga analisis yang saling terkait yakni analisis penerimaan

analisis pengeluaran dan analisis anggaran PDRD adalah berkaitan erat dengan analisis penerimaan

Analisis penerimaan adalah suatu kajian mengenai kemampuan daerah dalam menggali sumber-

sumber pendapatan daerah yang potensial dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan

pendapatan tersebut Pendapatan daerah adalah semua penerimaan kas daerah dalam periode tahun

anggaran tertentu yang menjadi hak daerah Dalam konteks ini keuangan daerah yang sehat adalah

keuangan daerah yang mampu meningkatkan penerimaan daerah secara berkesinambungan seiring

dengan perkembangan perekonomian tanpa memperburuk alokasi faktor-faktor produksi dan keadilan

serta dengan sejumlah biaya administrasi tertentu Kondisi ini dapat dilihat berdasarkan empat

indikator yakni (1) daya pajak (tax effort) (2) efektivitas (efectivity) (3) efisiensi (eficiency) dan (4)

elastisitas (elasticity) Keempat indikator ini dalam pelaksanaannya akan saling berhubungan satu

dengan lainnya

Pertama daya pajak adalah rasio antara penerimaan pajak dengan kapasitas atau kemampuan

membayar pajak di suatu daerah Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui

kemampuan membayar pajak masyarakat adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Hal itu

dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut

Penerimaan Pajak (Penerimaan Pajak)

Daya Pajak = = x 100

Kemampuan Bayar Pajak PDRB

Dengan demikian jika PDRB suatu daerah meningkat maka kemampuan daerah dalam

membayar pajak (ability to pay) juga akan meningkat Artinya administrasi penerimaan daerah dapat

meningkatkan daya pajaknya agar penerimaan pajak meningkat pula

Kedua efektivitas adalah mengukur hubungan antara hasil pungut suatu pajak dengan potensi

pajak itu sendiri Efektivitas ini dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut

Penerimaan Pajak (Penerimaan Pajak)

Efektivitas = = x 100

Potensi pajak PDRB

Adapun yang menjadi indikator dari efektivitas ini adalah rasio antara hasil pemungutan suatu

pajak dengan potensi hasil pajak Keadaan tersebut terjadi didasarkan pada asumsi bahwa semua wajib

pajak membayar pajak terutangnya Efektivitas tersebut menyangkut semua tahap administrasi

penerimaan pajak menentukan wajib pajak menetapkan nilai kena pajak memungut pajak

menegakkan sistem pajak dan membukukan penerimaan

Ketiga efisiensi dilakukan dengan mengukur bagian dari hasil pajak yang digunakan untuk

menutup biaya pemungutan pajak yang bersangkutan Efisiensi ini dapat diketahui dengan

menggunakan rumus sebagai berikut

Biaya Pemungutan

Efisiensi = x 100

Penerimaan Pajak yang dipungut

Adapun yang dimaksud biaya pemungutan adalah tidak semata-mata biaya langsung untuk

operasional pemungutan di lapangan melainkan termasuk biaya-biaya tidak langsung seperti waktu

yang diperlukan biaya rapat-rapat dan biaya overhead

Keempat elastisitas adalah ukuran tingkat kepekaan perubahan suatu jenis penerimaan apabila

terjadi perubahan pada jumlah PDRB dan jumlah penduduk Dalam kaitan ini semakin tinggi nilainya

adalah semakin elastis dan sebaliknya semakin rendah nilainya maka menjadi semakin tidak elastis

Arti dari semakin elastis adalah tingkat daya bayar masyarakat tidak terganggu Untuk mengetahui

elastisitas dipergunakan dua buah rumus yakni untuk mengetahui tingkat kepekaan perubahan pada

PDRB dan tingkat kepekaan perubahan pada penduduk Untuk mengetahui tingkat kepekaan

perubahan pada PDRB dipergunakan rumus sebagai berikut

PAD PAD

Elastisitas PDRB = x 100 dan Elastisitas Penduduk = x 100

PDRB Penduduk

Berdasarkan Pasal Pasal 5 ayat (2) UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah terdiri dari PAD Dana Perimbangan dan lain-lain

pendapatan Menurut Pasal 6 ayat (1) PAD bersumber dari (a) pajak daerah (b) retribusi daerah (c)

hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan (d) lain-lain PAD yang sah Dengan

demikian berarti bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan komponen dari PAD dan PAD

adalah komponen dari Pendapatan Daerah dan Pendapatan Daerah merupakan bagian dari Penerimaan

Daerah dan Penerimaan Daerah merupakan sisi lain dari APBD

PDRD ini dikelola oleh Daerah Propinsi dan KabupatenKota berdasarkan kewenangan yang

dimiliki Pasal 2 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan jenis pajak daerah propinsi terdiri dari

empat jenis Pertama pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air Kedua bea balik nama

kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air Ketiga pajak bahan bakar kendaraan bermotor

Keempat pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan Pasal 2 ayat (2)

jenis pajak kabupatenkota terdiri dari (a) pajak hotel (b) pajak restoran (c) pajak hiburan (d) pajak

reklame (e) pajak penerangan jalan (f) pajak pengambilan bahan galian golongan C dan (g) pajak

parkir

Pasal 18 ayat (2) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa retribusi dibagi atas tiga golongan

yakni (a) retribusi jasa umum (b) retribusi jasa usaha dan (c) retribusi perizinan tertentu Pasal 18

ayat (3) jenis-jenis rertribusi jasa umum retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu tersebut

ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) yakni PP No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi

Daerah Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan (2) PP No 66 Tahun 2001 jenis retribusi untuk daerah

propinsi dan kabupatenkota ditetapkan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah tersebut

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Pasal 2 ayat (2) PP No 66 Tahun 2001 menyatakan bahwa jenis-jenis retribusi jasa umum adalah

(a) retribusi pelayanan kesehatan (b) retribusi pelayanan persampahankebersihan (c) retribusi

penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil (d) retribusi pelayanan

pemakaman dan pengabuan mayat (e) retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum (f) retribusi

pelayanan pasar (g) retribusi pengujian kendaraan bermotor (h) retribusi pemeriksaan alat pemadam

kebakaran (i) retribusi penggantian biaya cetak peta dan (j) retribusi pengujian kapal perikanan Pasal

3 ayat (2) jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah (a) retribusi pemakaian kekayaan daerah (b) retribusi

pasar grosir danatau pertokoan (c) retribusi tempat pelelangan (d) retribusi terminal (e) retribusi

tempat khusus parkir (f) retribusi tempat penginapanpesanggrahanvilla (g) retribusi penyedotan

kakus (h) retribusi rumah potong hewan (i) retribusi pelayanan pelabuhan kapal (j) retribusi tempat

rekreasi dan olah raga (k) retribusi penyeberangan di atas air (l) retribusi pengolahan limbah cair dan

(m) retribusi penjualan produksi usaha daerah Pasal 4 ayat (2) jenis-jenis retribusi perizinan tertentu

adalah (a) retribusi izin mendirikan bangunan (b) retribusi izin tempat penjualan minuman

beralkohol (c) retribusi izin gangguan dan (d) retribusi izin trayek

Peraturan Daerah Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Pasal 4 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa pajak daerah ditetapkan dengan

Perda Pasal 4 ayat (3) Perda tentang pajak daerah sekurang-kurangnya mengatur mengenai (a)

nama obyek dan subyek pajak (b) dasar pengenaan tarif dan cara penghitungan pajak (c) wilayah

pemungutan (d) masa pajak (e) penetapan (f) tata cara pembayaran dan penagihan (g) kadaluwarsa

(h) sanksi administrasi dan (i) tanggal mulai berlakunya Pasal 4 ayat (4) Perda tentang pajak daerah

dapat pula mengatur ketentuan mengenai tiga hal Pertama pemberian pengurangan keringanan dan

pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok pajak dan atau sanksinya Kedua tata cara penghapusan

piutang pajak yang kadaluwarsa Ketiga tentang asas timbal balik (resiprositas)

Pasal 24 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa retribusi daerah ditetapkan dengan

Perda Pasal 24 ayat (3) Perda tentang retribusi daerah sekurang-kurangnya mengatur mengenai (a)

nama obyek dan subyek retribusi (b) golongan retribusi (c) cara mengukur tingkat penggunaan jasa

yang bersangkutan (d) prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tarif (e) struktut

dan besarnya tarif retribusi (f) wilayah pemungutan (g) tata cara pemungutan (h) sanksi administrasi

(i) tata cara penagihan (j) tanggal mulai berlakunya retribusi Pasal 24 ayat (4) Perda tentang retribusi

daerah dapat juga mengatur mengenai tiga hal Pertama masa retribusi Kedua pemberian keringanan

pengurangan dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok retribusi dan atau sanksinya Ketiga

tata cara penghapusan piutang retribusi yang kadaluwarsa

Berdasarkan penelitiankegiatan inventarisasi Rencana Legislasi Daerah sampai Agustus 2001

saja Departemen Dalam Negeri (Depdagri) telah menerima sekitar 1979 Perda Perda tersebut terdiri

dari 1503 Perda tentang pajak daerah dan 926 Perda tentang Desa Dari jumlah itu sebanyak 926 Perda

memenuhi ketentuan perundang-undangan 104 Perda dinyatakan bermasalah dan 949 Perda ketika

itu sedang dievaluasi lebih lanjut Menurut penelitian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi

Daerah (KPPOD) dari sejumlah Perda tersebut terdapat 47 Perda harus dibatalkan dan 189 Perda

harus direvisi Jika data sampai Agustus 2001 saja telah begitu banyak ditemukan Perda bermasalah

menjadi pertanyaan adalah berapa banyak Perda bermasalah hingga Agustus 2005

Penelitian yang dilakukan oleh KPPOD tentang ldquoPemeringkatan Daya Tarik Investasi (Studi

Kasus di 90 KabupatenKota di Indonesia)rdquo menentukan tolok ukur Perda bermasalah dengan

penekanan pada aspek ekonomi Artinya banyaknya Perda yang tergolong bermasalah sehingga perlu

dibatalkan dan direvisi tersebut umumnya disebabkan melanggar prinsip-prinsip ekonomi Terdapat

lima jenis kasus Perda yang melanggar prinsip-prinsip ekonomi tersebut disertai dengan berbagai

contohnya Pertama adanya hambatan perdagangan terhadap keluar masuk barang dari dan ke daerah

lain baik dengan mekanisme tarif maupun non tarif Contohnya adalah Perda Propinsi Lampung No 6

Tahun 2000 Perda Kabupaten Pasaman No 2 Tahun 2001 Perda Kabupaten Bima No 16 Tahun

2000 dan sebagainya

Kedua adanya monopoli dengan perlakuan diskriminatif terhadap pelaku usaha lainnya

Contohnya adalah Perda Kabupaten Cirebon No 23 Tahun 2001 Perda Kabupaten Karawang No 15

Tahun 2001 dan sebagainya Ketiga pungutan berganda dengan pajak pusat (PPN PBB dll)

Contohnya adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 6 Tahun 2001 Perda Kabupaten Serang

No 7 Tahun 2001 dan sebagainya Keempat pungutan dalam bentuk sumbangan yang dipaksakan

dengan penerapan sanksi Contohnya adalah Perda Kabupaten Flores Timur No 2 Tahun 2000 Perda

Kabupaten Tapin No 5 Tahun 2000 Perda Kabupaten Kampar No 23 Tahun 2000 dan sebagainya

Kelima retribusi yang tidak memberi manfaat langsung terhadap pembayar retrtibusi Contohnya

adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 22 Tahun 2001 Perda Kabupaten Blitar No 24 Tahun

2000 Perda Kabupaten Bekasi No 25 Tahun 2000 dan sebagainya

Di samping itu temuan IMF (Internastonal Monetary Found) mengenai Perda bermasalah dari

perspektif ekonomi tidak kalah menariknya IMF telah merekomendasikan kepada Pemerintah

mengenai Perda bermasalah dari sisi investasi asing Perda bermasalah tersebut dapat menghambat

kegiatan dunia usaha dan sekaligus merupakan ldquocounter productiverdquo terhadap usaha Pemerintah

maupun Daerah dalam menarik inevstasi

Berbeda dengan hal di atas Depdagri menentukan tolok ukur Perda bermasalah lebih ditekankan

pada aspek hukumnya Dalam konteks ini suatu Perda dikualifikasi bermasalah apabila dalam

pembentukkannnya melanggar asas legalitas Perda tersebut dibentuk melanggar prinsip-prinsip

pembuatan peraturan perundang-undangan yakni bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi bertentangan dengan Perda lain melanggar kepentingan umum dan disharmonis

dengan peraturan pelaksanannya

Dalam perspektif hukum Perda dikatakan bermasalah adalah jika bertentangan dengan

kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Hal itu sesuai dengan

Pasal 136 ayat (4) UU No 32 Tahun 2004 Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan umum

danatau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Untuk menghindari Perda agar tidak

bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

maka dalam pembentukannya harus taat asas

Ketaatan asas yang dimaksud atas pembentukan Perda setidak-tidaknya menyangkut dua

kelompok Pertama Pasal 137 UU No 32 Tahun 2004 Perda dibentuk berdasarkan pada asas

pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi (a) kejelasan tujuan (b) kelembagaan

atau organ pembentuk yang tepat (c) kesesuaian antara jenis dan materi muatan (d) dapat

dilaksanakan (e) kedayagunaan dan kehasilgunaan (f) kejelasan rumusan dan (g) keterbukaan

Kedua Pasal 138 ayat (1) materi muatan Perda mengandung asas (a) pengayoman (b) kemanusiaan

(c) kebangsaan (d) kekeluargaan (e) kenusantaraan (f) bhineka tunggal ika (g) keadilan (h)

kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (i) ketertiban dan kepastian hukum dan (j)

keseimbangan keserasian dan keselarasan

Pasal 2 ayat (4) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa daerah kabupatenkota dapat

menetapkan jenis pajak daerah selain yang telah ditetapkan dalam undang-undang ini dengan

ketentuan memenuhi beberapa kreteria Pertama bersifat pajak dan bukan retribusi Kedua obyek

pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupatenkota yang bersangkutan dan mempunyai

mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupatenkota yang

bersangkutan Ketiga obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan

umum Keempat obyek pajak bukan merupakan obyek pajak propinsi danatau obyek pajak pusat

Kelima potensinya memadai Keenam tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif Ketujuh

memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat Kedelapan menjaga kelestarian

lingkungan

Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah Menurut Bagir Manan (2001 39) sistem pengawasan menentukan kemandirian suatu otonomi

Untuk menghindarkan agar pengawasan tidak melemahkan otonomi maka sistem pengawasan harus

ditentukan secara spesifik baik lingkup maupun tata caranya Hal itu karena pada saat semakin banyak

dan intensif pengawasan dilakukan maka semakin sempit pula kemandirian daerah sehingga membuat

semakin terbatas otonominya Sebaliknya pula tidak boleh ada sistem otonomi yang sama sekali

meniadakan pengawasan Dengan demikian kebebasan berotonomi di satu pihak dan pengawasan di

pihak yang lain merupakan lembaran dalam berotonomi untuk menjaga keseimbangan kecenderungan

pendulum ke arah desentralisasi maupun sentralisasi

Pengawasan dalam UU No 32 Tahun 2004 Pemerintah tidak mengutamakan sistem pengawasan

represif melainkan lebih menekankan pada pengawasan preventif Hal itu dimaksudkan untuk

memberikan kebebasan daerah dalam mengambil keputusan di samping memberi peran lebih besar

kepada DPRD untuk menjalankan fungsinya Oleh sebab itu Perda yang ditetapkan daerah tidak perlu

pengesahan terlebih dahulu oleh Pemerintah atau oleh Daerah tingkat atasnya Perda tersebut baru

dilakukan pengawasan oleh Pemerintah setelah ditetapkan oleh daerah yang bersangkutan

Dari sudut teori pengawasan maka pengawasan yang dilakukan Pemerintah terhadap Perda

adalah bersifat ldquoa posteriorirdquo yakni pengawasan itu baru dilakukan setelah dikeluarkannya Perda

tersebut oleh daerah Dari sudut kelembagaan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap

Perda adalah merupakan pengawasan ekstern Pengawasan tersebut dilakukan oleh organ atau lembaga

yang secara organisatoris berada di luar pemerintahan daerah Oleh sebab itu pengawasan yang

dilakukan oleh Pemerintah tersebut mempunyai tiga ciri-ciri khusus Pertama bersifat ekstern karena

dilakukan oleh suatu badan atau lembaga di luar pemerintahan daerah Kedua ldquoa posteriorirdquo karena

selalu dilakukan sesudah Perda tersebut ditetapkan Ketiga segi hukum karena menilai dari segi

hukumnya saja Pengawasan dari segi hukum adalah dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau

pertimbangan yang bersifat hukumnya saja (legalitas) dari perbuatan hukum pemerintah daerah

melalui produk hukum yang bernama Perda

Pasal 80 ayat (1) PP No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah menyatakan bahwa dalam rangka

pengawasan Perda tentang pajak daerah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri

Keuangan paling lama 15 hari setelah ditetapkan Pasal 17 ayat (1) PP No 66 Tahun 2001 mengatur

hal dan cara yang sama mengenai pengawasan terhadap Perda tentang Retribusi Daerah Pasal 80 ayat

(2) PP No 65 Tahun 2001 menyatakan apabila Perda tentang Pajak Daerah bertentangan dengan

kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maka Mendagri dengan

pertimbangan Menkeu membatalkan Perda tersebut Hal yang sama diatur pula dalam Pasal 17 ayat (2)

PP No 66 Tahun 2001 mengenai retribusi daerah Pembatalan tersebut dilakukan paling lama satu

bulan sejak diterimanya Perda yang dimaksud

Persoalannya sekarang setelah diberlakukannya UU No 32 Tahun 2004 adalah masa

penyampaian Perda yang telah ditetapkan oleh daerah ke Pemerintah adalah selama tujuh hari saja

Timbul pertanyaan dapatkah dalam waktu tujuh hari daerah menyampaikan Perda yang telah

ditetapkan kepada Pemerintah Di samping itu khusus mengenai Perda tentang PDRD apakah

kewenangan melakukan pengawasan dapat diberikan lebih besar kepada Menkeu Jika kedua

pertanyaan ini dapat dijawab maka akan tercipta tata cara pengawasan yang baik mengenai

keberlakuan Perda tentang PDRD ke depan

Kerangka Pemikiran

Sistem yang baik maka didalamnya sudah terdapat pengendalian internal yang baik sehingga

dapat mengecah atau mengurangi adanya penyimpangan atau pelanggaran terhadap peraturan Dengan

sistem yang baik juga akan tercapai efisiensi dan efektivitas terhadap pencapaian tujuan Sistem

penyusunan Pajak Daerah dan Retribusi daerah perlu dianalisis karena masih banyaknya produk pajak

daerah dan retribusi daerah yang melanggar Undang-Undang atau peraturan pemerintah pusat Hasil

temuan Mendagri dan Menteri Keuangan terdapat ribuan peraturan pajak daerah dan retribusi daerah

yang dibuat oleh daerah tingkat I (provinsi) dan daerah tingkat II (Kabupatenkota) di Indonesia pada

era reformasi Untuk itu penelitin ini meneliti dan mengevaluasi sistem pembuatan dan pengesahan

Pajak daerah dan retribusi daerah serta pengusulan sistem yang baru dan hukuman yang tepat bagi

daerah yang melanggar sistem tersebut

Bagan 1 Alur Kerangka Pikir

III METODE PENELITIAN

Tipe Penelitian

Penelitian ini pada dasarnya adalah penelitian kasus sehingga analisis yang digunakan deskriptif

dan analisis referensi dengan menggunakan teknik diskusi obserbvasi dan surve Penelitian ini

dibahas secara deskriptif untuk menguraikan sistem yang sudah ada dengan menggunakan flow chart

dari dukumen kemudian dari hal tersebut dianalisis secara mendalam kelemahan kelebihan kekuatan

dan peluang untuk terjadinya penyimpangan Analisis SWOT dapat digunakan Untuk kekuatan

analisis ini maka digunakan diskusi sehingga dihasilkan analisis yang leibh baik Dari hasil analisis

maka akan dihasilkan flow chart dokumen yang bau yang leibh baik dan didalamnya yang sudah

mengandung sistem pengendalian dan pengawasan

Jenis dan Sumber Data

Data pada penelitian ini adalah data dari peraturan yang sudah ada tentang pajak daerah dan

retribusi daerah serta aturan dan undang-undang pnyusunan pajak dan retribusi darah tersebut Selain

itu adalah aturan tentang pangawasan dari Pajak daerah dan retribusi daerah

Adapun aturan atau undang- undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah tersebut antara lain

adalah

1 UU No 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah

2 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

3 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

4 UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah

5 Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

6 Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah

7 Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah

8 Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Propinsi Lampung Kota Bandar

Lampung Kabupaten Lampung Selatan Kota Depok dan Kabupaten Indramayu

9 Peraturan Perundang-Undangan Lainnya yang berkaitan dengan Pembentukan Pelaksanaan dan

Pengawasan Perda

Data yang diperoleh langsung dari sumber data di lokasi penelitian peristiwa hukum yang terjadi

dan narasumber yang memberikan informasi Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan

FGD

Pengolahan dan Analisis Data

Analisis yang digunakan adalah deskriptif yaitu menguraikan atau menggambarkan sistem dan

prosedur penyusunan PDRD yang selama ini dan menurut peraturan yang berlaku Kemudian dari

deskriptif ini dianalisis dengan SWOT tentang kelemahan kekuatan peluang dan ancaman sehingga

bisa terjadi pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar serta daerah yang tetap menjalankan

pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar walaupun sudah dihapuskan oleh pemerintah pusat

Dari hasil analisis ini kemudian disusun sistem yang baru yang diharapkan leibh baik dari sistem yang

lama dan dapat mencegah atau mengurangi pelanggaran Kemudian juga disusun sanksi yang tepat

atas setiap pelanggaran sehingga dapat mencegah terulangnya palanggaran tersebut

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat I

Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi

dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan

daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat I adalah sbb

Bagan 2 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)

ANALISIS

Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut

Kekuatan

1 Mendagri mengevaluasi berdasarkan permohonan dari Gubernur tentang Raperda Pajak dan

Retribusi Daerah

2 Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan

3 Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian

Kelemahan

1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah

bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelolan perekonomian dan pertumbuhan

kesejahteraan masyarakat

2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses

pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah

diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi

3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak

yang melakukan monitoring dan mengawasi

4 Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam mempertimbangkan kondisi

perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih menitikberatkan pada kesesuaian

dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian daerah dan nasional

5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi

kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan

pendapatan daerah saja

6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada

mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif

7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada

8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan

Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal

pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan

juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi

Usulan

Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut

Bagan 3 Usulan Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)

1 Raperda sebelum disampaikan ke Menteri Dalam Negri harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan

Kantor Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk

diterapkan didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah

2 Menteri Dalam negri menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan

Kantor Pajak sehingga evaluasi Mendagri lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan

peraturan yang leibh tinggi

3 Hasil Evaluasi dari Mendagri selain disampaikan ke Gubernur juga ke Kantor Bank Indonesia

Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring dan pengawasan

4 Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan

pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi

atas perda di daerah tersebut

Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat II

Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi

dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan

daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat II adalah sbb

Bagan 4 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)

ANALISIS

Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut

Kekuatan

a Gubernur mengevaluasi berdasarkan permohonan dari BupatiWalikota tentang Raperda Pajak dan

Retribusi Daerah

b Mendagri dalam mengevaluasi berdasarkan pertimbangan Gubernur

c Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan

d Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian

Kelemahan

1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah

bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelola perekonomian dan pertumbuhan kesejahteraan

masyarakat

2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses

pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah

diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi dan Gubernurpun dalam pemerintahan desentralisasi

seperti saat ini tidak memiliki kewenangan terhadap Kabupatenkotamadya

3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak

yang melakukan monitoring dan mengawasi

4 Gubernur Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam

mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih

menitikberatkan pada kesesuaian dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian

daerah dan nasional

5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi

kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan

pendapatan daerah saja

6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada

mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif

7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada

8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan

Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal

pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan

juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi

Usulan

Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut

Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)

a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor

Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan

didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah

b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak

sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih

tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut

c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati

juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring

dan pengawasan

d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan

pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi

atas perda di daerah tersebut

Sanksi

Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya

perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum

ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang

Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD

terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut

a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar

b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas

pelanggaran

c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah

mendapat tegoran

d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar

e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran

V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut

1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah

2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan

Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah

sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif

3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga

monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan

4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah

5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada

Saran

Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut

a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank

Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan

b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat

kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang

perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha

c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang

bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah

d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar

Undang-undang

DAFTAR PUSTAKA

Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986

Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published

by American Economic Association

Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of

Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American

Economic Association Stable

Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review

Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the

American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American

Economic Association

Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi

DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta

Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol

29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly

Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing

for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and

International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN

BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure

Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement

Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare

Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by

Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics

Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey

and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)

pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The

Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Author(s) Source Latin American Research

Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and

Health OutcomesSSRN

Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and

Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)

pp 387-401 Published by Springer

Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax

Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN

Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-

100 Published by American Economic Association

David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic

Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN

De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth

The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by

The MIT Press

Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern

Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program

Pasca UGM Yogyakarta

Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly

Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political

Weekly Stable

Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United

States IMF Working Paper No 8764

Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on

Personal Saving NBER Working Paper No W3257

Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and

Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10

No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for

Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de

lHomme

GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer

Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999

No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings

Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and

Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The

Canadian Economics Asociation

GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study

for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004

Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax

Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State

University of New York - Department of Political Science November 1996

Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau

of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553

HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive

Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)

pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics

House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol

96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation

Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986

The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published

by American Economic Association

JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The

Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A

Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -

S193 Published by The University of Chicago Press

Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian

Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI

101007s10887-006-7407-2

Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An

Endogenous Growth Model With

Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002

Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia

Indonesia Jakarta 2003

Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The

Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The

Review of Economic Studies Ltd

Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak

Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan

Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric

Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress

Explorations in Health Economics Paper SSRN

Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of

Law Yale law School

Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal

of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of

Business Tennessee State University

M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and

Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic

and Political Weekly

McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The

Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77

Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and

Management

Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN

Yogyakarta

Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The

Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by

American Economic Association

Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp

87-100 Published by American Economic Association

Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings

Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution

Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility

Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by

Springer

Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di

Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta

Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press

Yogyakarta

Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic

Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No

1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp

422-427 Published by Southern Economic Association

WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian

Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr

1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga

Penelitian Universitas Lampung

Perkiraan Biaya Penelitian

No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah

1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000

2 Fotocopy dan penjilidan

proposal

2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000

3 Pengumpulan data dan

Analisa

1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000

4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000

5 Seminar Proposal dan Hasil

Penelitian

2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000

Total 10000000

(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)

serta dengan sejumlah biaya administrasi tertentu Kondisi ini dapat dilihat berdasarkan empat

indikator yakni (1) daya pajak (tax effort) (2) efektivitas (efectivity) (3) efisiensi (eficiency) dan (4)

elastisitas (elasticity) Keempat indikator ini dalam pelaksanaannya akan saling berhubungan satu

dengan lainnya

Pertama daya pajak adalah rasio antara penerimaan pajak dengan kapasitas atau kemampuan

membayar pajak di suatu daerah Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui

kemampuan membayar pajak masyarakat adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Hal itu

dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut

Penerimaan Pajak (Penerimaan Pajak)

Daya Pajak = = x 100

Kemampuan Bayar Pajak PDRB

Dengan demikian jika PDRB suatu daerah meningkat maka kemampuan daerah dalam

membayar pajak (ability to pay) juga akan meningkat Artinya administrasi penerimaan daerah dapat

meningkatkan daya pajaknya agar penerimaan pajak meningkat pula

Kedua efektivitas adalah mengukur hubungan antara hasil pungut suatu pajak dengan potensi

pajak itu sendiri Efektivitas ini dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut

Penerimaan Pajak (Penerimaan Pajak)

Efektivitas = = x 100

Potensi pajak PDRB

Adapun yang menjadi indikator dari efektivitas ini adalah rasio antara hasil pemungutan suatu

pajak dengan potensi hasil pajak Keadaan tersebut terjadi didasarkan pada asumsi bahwa semua wajib

pajak membayar pajak terutangnya Efektivitas tersebut menyangkut semua tahap administrasi

penerimaan pajak menentukan wajib pajak menetapkan nilai kena pajak memungut pajak

menegakkan sistem pajak dan membukukan penerimaan

Ketiga efisiensi dilakukan dengan mengukur bagian dari hasil pajak yang digunakan untuk

menutup biaya pemungutan pajak yang bersangkutan Efisiensi ini dapat diketahui dengan

menggunakan rumus sebagai berikut

Biaya Pemungutan

Efisiensi = x 100

Penerimaan Pajak yang dipungut

Adapun yang dimaksud biaya pemungutan adalah tidak semata-mata biaya langsung untuk

operasional pemungutan di lapangan melainkan termasuk biaya-biaya tidak langsung seperti waktu

yang diperlukan biaya rapat-rapat dan biaya overhead

Keempat elastisitas adalah ukuran tingkat kepekaan perubahan suatu jenis penerimaan apabila

terjadi perubahan pada jumlah PDRB dan jumlah penduduk Dalam kaitan ini semakin tinggi nilainya

adalah semakin elastis dan sebaliknya semakin rendah nilainya maka menjadi semakin tidak elastis

Arti dari semakin elastis adalah tingkat daya bayar masyarakat tidak terganggu Untuk mengetahui

elastisitas dipergunakan dua buah rumus yakni untuk mengetahui tingkat kepekaan perubahan pada

PDRB dan tingkat kepekaan perubahan pada penduduk Untuk mengetahui tingkat kepekaan

perubahan pada PDRB dipergunakan rumus sebagai berikut

PAD PAD

Elastisitas PDRB = x 100 dan Elastisitas Penduduk = x 100

PDRB Penduduk

Berdasarkan Pasal Pasal 5 ayat (2) UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah terdiri dari PAD Dana Perimbangan dan lain-lain

pendapatan Menurut Pasal 6 ayat (1) PAD bersumber dari (a) pajak daerah (b) retribusi daerah (c)

hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan (d) lain-lain PAD yang sah Dengan

demikian berarti bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan komponen dari PAD dan PAD

adalah komponen dari Pendapatan Daerah dan Pendapatan Daerah merupakan bagian dari Penerimaan

Daerah dan Penerimaan Daerah merupakan sisi lain dari APBD

PDRD ini dikelola oleh Daerah Propinsi dan KabupatenKota berdasarkan kewenangan yang

dimiliki Pasal 2 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan jenis pajak daerah propinsi terdiri dari

empat jenis Pertama pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air Kedua bea balik nama

kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air Ketiga pajak bahan bakar kendaraan bermotor

Keempat pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan Pasal 2 ayat (2)

jenis pajak kabupatenkota terdiri dari (a) pajak hotel (b) pajak restoran (c) pajak hiburan (d) pajak

reklame (e) pajak penerangan jalan (f) pajak pengambilan bahan galian golongan C dan (g) pajak

parkir

Pasal 18 ayat (2) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa retribusi dibagi atas tiga golongan

yakni (a) retribusi jasa umum (b) retribusi jasa usaha dan (c) retribusi perizinan tertentu Pasal 18

ayat (3) jenis-jenis rertribusi jasa umum retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu tersebut

ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) yakni PP No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi

Daerah Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan (2) PP No 66 Tahun 2001 jenis retribusi untuk daerah

propinsi dan kabupatenkota ditetapkan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah tersebut

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Pasal 2 ayat (2) PP No 66 Tahun 2001 menyatakan bahwa jenis-jenis retribusi jasa umum adalah

(a) retribusi pelayanan kesehatan (b) retribusi pelayanan persampahankebersihan (c) retribusi

penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil (d) retribusi pelayanan

pemakaman dan pengabuan mayat (e) retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum (f) retribusi

pelayanan pasar (g) retribusi pengujian kendaraan bermotor (h) retribusi pemeriksaan alat pemadam

kebakaran (i) retribusi penggantian biaya cetak peta dan (j) retribusi pengujian kapal perikanan Pasal

3 ayat (2) jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah (a) retribusi pemakaian kekayaan daerah (b) retribusi

pasar grosir danatau pertokoan (c) retribusi tempat pelelangan (d) retribusi terminal (e) retribusi

tempat khusus parkir (f) retribusi tempat penginapanpesanggrahanvilla (g) retribusi penyedotan

kakus (h) retribusi rumah potong hewan (i) retribusi pelayanan pelabuhan kapal (j) retribusi tempat

rekreasi dan olah raga (k) retribusi penyeberangan di atas air (l) retribusi pengolahan limbah cair dan

(m) retribusi penjualan produksi usaha daerah Pasal 4 ayat (2) jenis-jenis retribusi perizinan tertentu

adalah (a) retribusi izin mendirikan bangunan (b) retribusi izin tempat penjualan minuman

beralkohol (c) retribusi izin gangguan dan (d) retribusi izin trayek

Peraturan Daerah Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Pasal 4 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa pajak daerah ditetapkan dengan

Perda Pasal 4 ayat (3) Perda tentang pajak daerah sekurang-kurangnya mengatur mengenai (a)

nama obyek dan subyek pajak (b) dasar pengenaan tarif dan cara penghitungan pajak (c) wilayah

pemungutan (d) masa pajak (e) penetapan (f) tata cara pembayaran dan penagihan (g) kadaluwarsa

(h) sanksi administrasi dan (i) tanggal mulai berlakunya Pasal 4 ayat (4) Perda tentang pajak daerah

dapat pula mengatur ketentuan mengenai tiga hal Pertama pemberian pengurangan keringanan dan

pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok pajak dan atau sanksinya Kedua tata cara penghapusan

piutang pajak yang kadaluwarsa Ketiga tentang asas timbal balik (resiprositas)

Pasal 24 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa retribusi daerah ditetapkan dengan

Perda Pasal 24 ayat (3) Perda tentang retribusi daerah sekurang-kurangnya mengatur mengenai (a)

nama obyek dan subyek retribusi (b) golongan retribusi (c) cara mengukur tingkat penggunaan jasa

yang bersangkutan (d) prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tarif (e) struktut

dan besarnya tarif retribusi (f) wilayah pemungutan (g) tata cara pemungutan (h) sanksi administrasi

(i) tata cara penagihan (j) tanggal mulai berlakunya retribusi Pasal 24 ayat (4) Perda tentang retribusi

daerah dapat juga mengatur mengenai tiga hal Pertama masa retribusi Kedua pemberian keringanan

pengurangan dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok retribusi dan atau sanksinya Ketiga

tata cara penghapusan piutang retribusi yang kadaluwarsa

Berdasarkan penelitiankegiatan inventarisasi Rencana Legislasi Daerah sampai Agustus 2001

saja Departemen Dalam Negeri (Depdagri) telah menerima sekitar 1979 Perda Perda tersebut terdiri

dari 1503 Perda tentang pajak daerah dan 926 Perda tentang Desa Dari jumlah itu sebanyak 926 Perda

memenuhi ketentuan perundang-undangan 104 Perda dinyatakan bermasalah dan 949 Perda ketika

itu sedang dievaluasi lebih lanjut Menurut penelitian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi

Daerah (KPPOD) dari sejumlah Perda tersebut terdapat 47 Perda harus dibatalkan dan 189 Perda

harus direvisi Jika data sampai Agustus 2001 saja telah begitu banyak ditemukan Perda bermasalah

menjadi pertanyaan adalah berapa banyak Perda bermasalah hingga Agustus 2005

Penelitian yang dilakukan oleh KPPOD tentang ldquoPemeringkatan Daya Tarik Investasi (Studi

Kasus di 90 KabupatenKota di Indonesia)rdquo menentukan tolok ukur Perda bermasalah dengan

penekanan pada aspek ekonomi Artinya banyaknya Perda yang tergolong bermasalah sehingga perlu

dibatalkan dan direvisi tersebut umumnya disebabkan melanggar prinsip-prinsip ekonomi Terdapat

lima jenis kasus Perda yang melanggar prinsip-prinsip ekonomi tersebut disertai dengan berbagai

contohnya Pertama adanya hambatan perdagangan terhadap keluar masuk barang dari dan ke daerah

lain baik dengan mekanisme tarif maupun non tarif Contohnya adalah Perda Propinsi Lampung No 6

Tahun 2000 Perda Kabupaten Pasaman No 2 Tahun 2001 Perda Kabupaten Bima No 16 Tahun

2000 dan sebagainya

Kedua adanya monopoli dengan perlakuan diskriminatif terhadap pelaku usaha lainnya

Contohnya adalah Perda Kabupaten Cirebon No 23 Tahun 2001 Perda Kabupaten Karawang No 15

Tahun 2001 dan sebagainya Ketiga pungutan berganda dengan pajak pusat (PPN PBB dll)

Contohnya adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 6 Tahun 2001 Perda Kabupaten Serang

No 7 Tahun 2001 dan sebagainya Keempat pungutan dalam bentuk sumbangan yang dipaksakan

dengan penerapan sanksi Contohnya adalah Perda Kabupaten Flores Timur No 2 Tahun 2000 Perda

Kabupaten Tapin No 5 Tahun 2000 Perda Kabupaten Kampar No 23 Tahun 2000 dan sebagainya

Kelima retribusi yang tidak memberi manfaat langsung terhadap pembayar retrtibusi Contohnya

adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 22 Tahun 2001 Perda Kabupaten Blitar No 24 Tahun

2000 Perda Kabupaten Bekasi No 25 Tahun 2000 dan sebagainya

Di samping itu temuan IMF (Internastonal Monetary Found) mengenai Perda bermasalah dari

perspektif ekonomi tidak kalah menariknya IMF telah merekomendasikan kepada Pemerintah

mengenai Perda bermasalah dari sisi investasi asing Perda bermasalah tersebut dapat menghambat

kegiatan dunia usaha dan sekaligus merupakan ldquocounter productiverdquo terhadap usaha Pemerintah

maupun Daerah dalam menarik inevstasi

Berbeda dengan hal di atas Depdagri menentukan tolok ukur Perda bermasalah lebih ditekankan

pada aspek hukumnya Dalam konteks ini suatu Perda dikualifikasi bermasalah apabila dalam

pembentukkannnya melanggar asas legalitas Perda tersebut dibentuk melanggar prinsip-prinsip

pembuatan peraturan perundang-undangan yakni bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi bertentangan dengan Perda lain melanggar kepentingan umum dan disharmonis

dengan peraturan pelaksanannya

Dalam perspektif hukum Perda dikatakan bermasalah adalah jika bertentangan dengan

kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Hal itu sesuai dengan

Pasal 136 ayat (4) UU No 32 Tahun 2004 Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan umum

danatau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Untuk menghindari Perda agar tidak

bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

maka dalam pembentukannya harus taat asas

Ketaatan asas yang dimaksud atas pembentukan Perda setidak-tidaknya menyangkut dua

kelompok Pertama Pasal 137 UU No 32 Tahun 2004 Perda dibentuk berdasarkan pada asas

pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi (a) kejelasan tujuan (b) kelembagaan

atau organ pembentuk yang tepat (c) kesesuaian antara jenis dan materi muatan (d) dapat

dilaksanakan (e) kedayagunaan dan kehasilgunaan (f) kejelasan rumusan dan (g) keterbukaan

Kedua Pasal 138 ayat (1) materi muatan Perda mengandung asas (a) pengayoman (b) kemanusiaan

(c) kebangsaan (d) kekeluargaan (e) kenusantaraan (f) bhineka tunggal ika (g) keadilan (h)

kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (i) ketertiban dan kepastian hukum dan (j)

keseimbangan keserasian dan keselarasan

Pasal 2 ayat (4) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa daerah kabupatenkota dapat

menetapkan jenis pajak daerah selain yang telah ditetapkan dalam undang-undang ini dengan

ketentuan memenuhi beberapa kreteria Pertama bersifat pajak dan bukan retribusi Kedua obyek

pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupatenkota yang bersangkutan dan mempunyai

mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupatenkota yang

bersangkutan Ketiga obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan

umum Keempat obyek pajak bukan merupakan obyek pajak propinsi danatau obyek pajak pusat

Kelima potensinya memadai Keenam tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif Ketujuh

memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat Kedelapan menjaga kelestarian

lingkungan

Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah Menurut Bagir Manan (2001 39) sistem pengawasan menentukan kemandirian suatu otonomi

Untuk menghindarkan agar pengawasan tidak melemahkan otonomi maka sistem pengawasan harus

ditentukan secara spesifik baik lingkup maupun tata caranya Hal itu karena pada saat semakin banyak

dan intensif pengawasan dilakukan maka semakin sempit pula kemandirian daerah sehingga membuat

semakin terbatas otonominya Sebaliknya pula tidak boleh ada sistem otonomi yang sama sekali

meniadakan pengawasan Dengan demikian kebebasan berotonomi di satu pihak dan pengawasan di

pihak yang lain merupakan lembaran dalam berotonomi untuk menjaga keseimbangan kecenderungan

pendulum ke arah desentralisasi maupun sentralisasi

Pengawasan dalam UU No 32 Tahun 2004 Pemerintah tidak mengutamakan sistem pengawasan

represif melainkan lebih menekankan pada pengawasan preventif Hal itu dimaksudkan untuk

memberikan kebebasan daerah dalam mengambil keputusan di samping memberi peran lebih besar

kepada DPRD untuk menjalankan fungsinya Oleh sebab itu Perda yang ditetapkan daerah tidak perlu

pengesahan terlebih dahulu oleh Pemerintah atau oleh Daerah tingkat atasnya Perda tersebut baru

dilakukan pengawasan oleh Pemerintah setelah ditetapkan oleh daerah yang bersangkutan

Dari sudut teori pengawasan maka pengawasan yang dilakukan Pemerintah terhadap Perda

adalah bersifat ldquoa posteriorirdquo yakni pengawasan itu baru dilakukan setelah dikeluarkannya Perda

tersebut oleh daerah Dari sudut kelembagaan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap

Perda adalah merupakan pengawasan ekstern Pengawasan tersebut dilakukan oleh organ atau lembaga

yang secara organisatoris berada di luar pemerintahan daerah Oleh sebab itu pengawasan yang

dilakukan oleh Pemerintah tersebut mempunyai tiga ciri-ciri khusus Pertama bersifat ekstern karena

dilakukan oleh suatu badan atau lembaga di luar pemerintahan daerah Kedua ldquoa posteriorirdquo karena

selalu dilakukan sesudah Perda tersebut ditetapkan Ketiga segi hukum karena menilai dari segi

hukumnya saja Pengawasan dari segi hukum adalah dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau

pertimbangan yang bersifat hukumnya saja (legalitas) dari perbuatan hukum pemerintah daerah

melalui produk hukum yang bernama Perda

Pasal 80 ayat (1) PP No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah menyatakan bahwa dalam rangka

pengawasan Perda tentang pajak daerah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri

Keuangan paling lama 15 hari setelah ditetapkan Pasal 17 ayat (1) PP No 66 Tahun 2001 mengatur

hal dan cara yang sama mengenai pengawasan terhadap Perda tentang Retribusi Daerah Pasal 80 ayat

(2) PP No 65 Tahun 2001 menyatakan apabila Perda tentang Pajak Daerah bertentangan dengan

kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maka Mendagri dengan

pertimbangan Menkeu membatalkan Perda tersebut Hal yang sama diatur pula dalam Pasal 17 ayat (2)

PP No 66 Tahun 2001 mengenai retribusi daerah Pembatalan tersebut dilakukan paling lama satu

bulan sejak diterimanya Perda yang dimaksud

Persoalannya sekarang setelah diberlakukannya UU No 32 Tahun 2004 adalah masa

penyampaian Perda yang telah ditetapkan oleh daerah ke Pemerintah adalah selama tujuh hari saja

Timbul pertanyaan dapatkah dalam waktu tujuh hari daerah menyampaikan Perda yang telah

ditetapkan kepada Pemerintah Di samping itu khusus mengenai Perda tentang PDRD apakah

kewenangan melakukan pengawasan dapat diberikan lebih besar kepada Menkeu Jika kedua

pertanyaan ini dapat dijawab maka akan tercipta tata cara pengawasan yang baik mengenai

keberlakuan Perda tentang PDRD ke depan

Kerangka Pemikiran

Sistem yang baik maka didalamnya sudah terdapat pengendalian internal yang baik sehingga

dapat mengecah atau mengurangi adanya penyimpangan atau pelanggaran terhadap peraturan Dengan

sistem yang baik juga akan tercapai efisiensi dan efektivitas terhadap pencapaian tujuan Sistem

penyusunan Pajak Daerah dan Retribusi daerah perlu dianalisis karena masih banyaknya produk pajak

daerah dan retribusi daerah yang melanggar Undang-Undang atau peraturan pemerintah pusat Hasil

temuan Mendagri dan Menteri Keuangan terdapat ribuan peraturan pajak daerah dan retribusi daerah

yang dibuat oleh daerah tingkat I (provinsi) dan daerah tingkat II (Kabupatenkota) di Indonesia pada

era reformasi Untuk itu penelitin ini meneliti dan mengevaluasi sistem pembuatan dan pengesahan

Pajak daerah dan retribusi daerah serta pengusulan sistem yang baru dan hukuman yang tepat bagi

daerah yang melanggar sistem tersebut

Bagan 1 Alur Kerangka Pikir

III METODE PENELITIAN

Tipe Penelitian

Penelitian ini pada dasarnya adalah penelitian kasus sehingga analisis yang digunakan deskriptif

dan analisis referensi dengan menggunakan teknik diskusi obserbvasi dan surve Penelitian ini

dibahas secara deskriptif untuk menguraikan sistem yang sudah ada dengan menggunakan flow chart

dari dukumen kemudian dari hal tersebut dianalisis secara mendalam kelemahan kelebihan kekuatan

dan peluang untuk terjadinya penyimpangan Analisis SWOT dapat digunakan Untuk kekuatan

analisis ini maka digunakan diskusi sehingga dihasilkan analisis yang leibh baik Dari hasil analisis

maka akan dihasilkan flow chart dokumen yang bau yang leibh baik dan didalamnya yang sudah

mengandung sistem pengendalian dan pengawasan

Jenis dan Sumber Data

Data pada penelitian ini adalah data dari peraturan yang sudah ada tentang pajak daerah dan

retribusi daerah serta aturan dan undang-undang pnyusunan pajak dan retribusi darah tersebut Selain

itu adalah aturan tentang pangawasan dari Pajak daerah dan retribusi daerah

Adapun aturan atau undang- undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah tersebut antara lain

adalah

1 UU No 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah

2 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

3 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

4 UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah

5 Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

6 Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah

7 Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah

8 Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Propinsi Lampung Kota Bandar

Lampung Kabupaten Lampung Selatan Kota Depok dan Kabupaten Indramayu

9 Peraturan Perundang-Undangan Lainnya yang berkaitan dengan Pembentukan Pelaksanaan dan

Pengawasan Perda

Data yang diperoleh langsung dari sumber data di lokasi penelitian peristiwa hukum yang terjadi

dan narasumber yang memberikan informasi Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan

FGD

Pengolahan dan Analisis Data

Analisis yang digunakan adalah deskriptif yaitu menguraikan atau menggambarkan sistem dan

prosedur penyusunan PDRD yang selama ini dan menurut peraturan yang berlaku Kemudian dari

deskriptif ini dianalisis dengan SWOT tentang kelemahan kekuatan peluang dan ancaman sehingga

bisa terjadi pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar serta daerah yang tetap menjalankan

pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar walaupun sudah dihapuskan oleh pemerintah pusat

Dari hasil analisis ini kemudian disusun sistem yang baru yang diharapkan leibh baik dari sistem yang

lama dan dapat mencegah atau mengurangi pelanggaran Kemudian juga disusun sanksi yang tepat

atas setiap pelanggaran sehingga dapat mencegah terulangnya palanggaran tersebut

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat I

Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi

dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan

daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat I adalah sbb

Bagan 2 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)

ANALISIS

Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut

Kekuatan

1 Mendagri mengevaluasi berdasarkan permohonan dari Gubernur tentang Raperda Pajak dan

Retribusi Daerah

2 Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan

3 Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian

Kelemahan

1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah

bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelolan perekonomian dan pertumbuhan

kesejahteraan masyarakat

2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses

pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah

diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi

3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak

yang melakukan monitoring dan mengawasi

4 Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam mempertimbangkan kondisi

perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih menitikberatkan pada kesesuaian

dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian daerah dan nasional

5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi

kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan

pendapatan daerah saja

6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada

mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif

7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada

8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan

Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal

pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan

juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi

Usulan

Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut

Bagan 3 Usulan Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)

1 Raperda sebelum disampaikan ke Menteri Dalam Negri harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan

Kantor Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk

diterapkan didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah

2 Menteri Dalam negri menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan

Kantor Pajak sehingga evaluasi Mendagri lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan

peraturan yang leibh tinggi

3 Hasil Evaluasi dari Mendagri selain disampaikan ke Gubernur juga ke Kantor Bank Indonesia

Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring dan pengawasan

4 Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan

pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi

atas perda di daerah tersebut

Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat II

Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi

dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan

daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat II adalah sbb

Bagan 4 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)

ANALISIS

Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut

Kekuatan

a Gubernur mengevaluasi berdasarkan permohonan dari BupatiWalikota tentang Raperda Pajak dan

Retribusi Daerah

b Mendagri dalam mengevaluasi berdasarkan pertimbangan Gubernur

c Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan

d Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian

Kelemahan

1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah

bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelola perekonomian dan pertumbuhan kesejahteraan

masyarakat

2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses

pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah

diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi dan Gubernurpun dalam pemerintahan desentralisasi

seperti saat ini tidak memiliki kewenangan terhadap Kabupatenkotamadya

3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak

yang melakukan monitoring dan mengawasi

4 Gubernur Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam

mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih

menitikberatkan pada kesesuaian dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian

daerah dan nasional

5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi

kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan

pendapatan daerah saja

6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada

mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif

7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada

8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan

Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal

pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan

juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi

Usulan

Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut

Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)

a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor

Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan

didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah

b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak

sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih

tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut

c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati

juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring

dan pengawasan

d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan

pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi

atas perda di daerah tersebut

Sanksi

Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya

perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum

ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang

Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD

terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut

a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar

b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas

pelanggaran

c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah

mendapat tegoran

d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar

e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran

V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut

1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah

2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan

Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah

sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif

3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga

monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan

4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah

5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada

Saran

Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut

a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank

Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan

b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat

kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang

perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha

c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang

bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah

d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar

Undang-undang

DAFTAR PUSTAKA

Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986

Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published

by American Economic Association

Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of

Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American

Economic Association Stable

Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review

Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the

American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American

Economic Association

Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi

DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta

Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol

29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly

Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing

for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and

International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN

BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure

Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement

Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare

Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by

Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics

Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey

and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)

pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The

Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Author(s) Source Latin American Research

Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and

Health OutcomesSSRN

Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and

Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)

pp 387-401 Published by Springer

Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax

Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN

Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-

100 Published by American Economic Association

David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic

Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN

De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth

The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by

The MIT Press

Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern

Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program

Pasca UGM Yogyakarta

Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly

Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political

Weekly Stable

Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United

States IMF Working Paper No 8764

Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on

Personal Saving NBER Working Paper No W3257

Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and

Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10

No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for

Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de

lHomme

GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer

Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999

No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings

Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and

Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The

Canadian Economics Asociation

GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study

for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004

Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax

Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State

University of New York - Department of Political Science November 1996

Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau

of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553

HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive

Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)

pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics

House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol

96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation

Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986

The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published

by American Economic Association

JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The

Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A

Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -

S193 Published by The University of Chicago Press

Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian

Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI

101007s10887-006-7407-2

Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An

Endogenous Growth Model With

Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002

Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia

Indonesia Jakarta 2003

Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The

Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The

Review of Economic Studies Ltd

Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak

Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan

Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric

Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress

Explorations in Health Economics Paper SSRN

Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of

Law Yale law School

Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal

of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of

Business Tennessee State University

M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and

Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic

and Political Weekly

McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The

Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77

Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and

Management

Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN

Yogyakarta

Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The

Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by

American Economic Association

Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp

87-100 Published by American Economic Association

Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings

Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution

Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility

Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by

Springer

Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di

Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta

Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press

Yogyakarta

Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic

Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No

1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp

422-427 Published by Southern Economic Association

WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian

Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr

1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga

Penelitian Universitas Lampung

Perkiraan Biaya Penelitian

No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah

1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000

2 Fotocopy dan penjilidan

proposal

2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000

3 Pengumpulan data dan

Analisa

1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000

4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000

5 Seminar Proposal dan Hasil

Penelitian

2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000

Total 10000000

(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)

pendapatan Menurut Pasal 6 ayat (1) PAD bersumber dari (a) pajak daerah (b) retribusi daerah (c)

hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan (d) lain-lain PAD yang sah Dengan

demikian berarti bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan komponen dari PAD dan PAD

adalah komponen dari Pendapatan Daerah dan Pendapatan Daerah merupakan bagian dari Penerimaan

Daerah dan Penerimaan Daerah merupakan sisi lain dari APBD

PDRD ini dikelola oleh Daerah Propinsi dan KabupatenKota berdasarkan kewenangan yang

dimiliki Pasal 2 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan jenis pajak daerah propinsi terdiri dari

empat jenis Pertama pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air Kedua bea balik nama

kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air Ketiga pajak bahan bakar kendaraan bermotor

Keempat pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan Pasal 2 ayat (2)

jenis pajak kabupatenkota terdiri dari (a) pajak hotel (b) pajak restoran (c) pajak hiburan (d) pajak

reklame (e) pajak penerangan jalan (f) pajak pengambilan bahan galian golongan C dan (g) pajak

parkir

Pasal 18 ayat (2) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa retribusi dibagi atas tiga golongan

yakni (a) retribusi jasa umum (b) retribusi jasa usaha dan (c) retribusi perizinan tertentu Pasal 18

ayat (3) jenis-jenis rertribusi jasa umum retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu tersebut

ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) yakni PP No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi

Daerah Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan (2) PP No 66 Tahun 2001 jenis retribusi untuk daerah

propinsi dan kabupatenkota ditetapkan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah tersebut

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Pasal 2 ayat (2) PP No 66 Tahun 2001 menyatakan bahwa jenis-jenis retribusi jasa umum adalah

(a) retribusi pelayanan kesehatan (b) retribusi pelayanan persampahankebersihan (c) retribusi

penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil (d) retribusi pelayanan

pemakaman dan pengabuan mayat (e) retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum (f) retribusi

pelayanan pasar (g) retribusi pengujian kendaraan bermotor (h) retribusi pemeriksaan alat pemadam

kebakaran (i) retribusi penggantian biaya cetak peta dan (j) retribusi pengujian kapal perikanan Pasal

3 ayat (2) jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah (a) retribusi pemakaian kekayaan daerah (b) retribusi

pasar grosir danatau pertokoan (c) retribusi tempat pelelangan (d) retribusi terminal (e) retribusi

tempat khusus parkir (f) retribusi tempat penginapanpesanggrahanvilla (g) retribusi penyedotan

kakus (h) retribusi rumah potong hewan (i) retribusi pelayanan pelabuhan kapal (j) retribusi tempat

rekreasi dan olah raga (k) retribusi penyeberangan di atas air (l) retribusi pengolahan limbah cair dan

(m) retribusi penjualan produksi usaha daerah Pasal 4 ayat (2) jenis-jenis retribusi perizinan tertentu

adalah (a) retribusi izin mendirikan bangunan (b) retribusi izin tempat penjualan minuman

beralkohol (c) retribusi izin gangguan dan (d) retribusi izin trayek

Peraturan Daerah Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Pasal 4 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa pajak daerah ditetapkan dengan

Perda Pasal 4 ayat (3) Perda tentang pajak daerah sekurang-kurangnya mengatur mengenai (a)

nama obyek dan subyek pajak (b) dasar pengenaan tarif dan cara penghitungan pajak (c) wilayah

pemungutan (d) masa pajak (e) penetapan (f) tata cara pembayaran dan penagihan (g) kadaluwarsa

(h) sanksi administrasi dan (i) tanggal mulai berlakunya Pasal 4 ayat (4) Perda tentang pajak daerah

dapat pula mengatur ketentuan mengenai tiga hal Pertama pemberian pengurangan keringanan dan

pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok pajak dan atau sanksinya Kedua tata cara penghapusan

piutang pajak yang kadaluwarsa Ketiga tentang asas timbal balik (resiprositas)

Pasal 24 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa retribusi daerah ditetapkan dengan

Perda Pasal 24 ayat (3) Perda tentang retribusi daerah sekurang-kurangnya mengatur mengenai (a)

nama obyek dan subyek retribusi (b) golongan retribusi (c) cara mengukur tingkat penggunaan jasa

yang bersangkutan (d) prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tarif (e) struktut

dan besarnya tarif retribusi (f) wilayah pemungutan (g) tata cara pemungutan (h) sanksi administrasi

(i) tata cara penagihan (j) tanggal mulai berlakunya retribusi Pasal 24 ayat (4) Perda tentang retribusi

daerah dapat juga mengatur mengenai tiga hal Pertama masa retribusi Kedua pemberian keringanan

pengurangan dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok retribusi dan atau sanksinya Ketiga

tata cara penghapusan piutang retribusi yang kadaluwarsa

Berdasarkan penelitiankegiatan inventarisasi Rencana Legislasi Daerah sampai Agustus 2001

saja Departemen Dalam Negeri (Depdagri) telah menerima sekitar 1979 Perda Perda tersebut terdiri

dari 1503 Perda tentang pajak daerah dan 926 Perda tentang Desa Dari jumlah itu sebanyak 926 Perda

memenuhi ketentuan perundang-undangan 104 Perda dinyatakan bermasalah dan 949 Perda ketika

itu sedang dievaluasi lebih lanjut Menurut penelitian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi

Daerah (KPPOD) dari sejumlah Perda tersebut terdapat 47 Perda harus dibatalkan dan 189 Perda

harus direvisi Jika data sampai Agustus 2001 saja telah begitu banyak ditemukan Perda bermasalah

menjadi pertanyaan adalah berapa banyak Perda bermasalah hingga Agustus 2005

Penelitian yang dilakukan oleh KPPOD tentang ldquoPemeringkatan Daya Tarik Investasi (Studi

Kasus di 90 KabupatenKota di Indonesia)rdquo menentukan tolok ukur Perda bermasalah dengan

penekanan pada aspek ekonomi Artinya banyaknya Perda yang tergolong bermasalah sehingga perlu

dibatalkan dan direvisi tersebut umumnya disebabkan melanggar prinsip-prinsip ekonomi Terdapat

lima jenis kasus Perda yang melanggar prinsip-prinsip ekonomi tersebut disertai dengan berbagai

contohnya Pertama adanya hambatan perdagangan terhadap keluar masuk barang dari dan ke daerah

lain baik dengan mekanisme tarif maupun non tarif Contohnya adalah Perda Propinsi Lampung No 6

Tahun 2000 Perda Kabupaten Pasaman No 2 Tahun 2001 Perda Kabupaten Bima No 16 Tahun

2000 dan sebagainya

Kedua adanya monopoli dengan perlakuan diskriminatif terhadap pelaku usaha lainnya

Contohnya adalah Perda Kabupaten Cirebon No 23 Tahun 2001 Perda Kabupaten Karawang No 15

Tahun 2001 dan sebagainya Ketiga pungutan berganda dengan pajak pusat (PPN PBB dll)

Contohnya adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 6 Tahun 2001 Perda Kabupaten Serang

No 7 Tahun 2001 dan sebagainya Keempat pungutan dalam bentuk sumbangan yang dipaksakan

dengan penerapan sanksi Contohnya adalah Perda Kabupaten Flores Timur No 2 Tahun 2000 Perda

Kabupaten Tapin No 5 Tahun 2000 Perda Kabupaten Kampar No 23 Tahun 2000 dan sebagainya

Kelima retribusi yang tidak memberi manfaat langsung terhadap pembayar retrtibusi Contohnya

adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 22 Tahun 2001 Perda Kabupaten Blitar No 24 Tahun

2000 Perda Kabupaten Bekasi No 25 Tahun 2000 dan sebagainya

Di samping itu temuan IMF (Internastonal Monetary Found) mengenai Perda bermasalah dari

perspektif ekonomi tidak kalah menariknya IMF telah merekomendasikan kepada Pemerintah

mengenai Perda bermasalah dari sisi investasi asing Perda bermasalah tersebut dapat menghambat

kegiatan dunia usaha dan sekaligus merupakan ldquocounter productiverdquo terhadap usaha Pemerintah

maupun Daerah dalam menarik inevstasi

Berbeda dengan hal di atas Depdagri menentukan tolok ukur Perda bermasalah lebih ditekankan

pada aspek hukumnya Dalam konteks ini suatu Perda dikualifikasi bermasalah apabila dalam

pembentukkannnya melanggar asas legalitas Perda tersebut dibentuk melanggar prinsip-prinsip

pembuatan peraturan perundang-undangan yakni bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi bertentangan dengan Perda lain melanggar kepentingan umum dan disharmonis

dengan peraturan pelaksanannya

Dalam perspektif hukum Perda dikatakan bermasalah adalah jika bertentangan dengan

kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Hal itu sesuai dengan

Pasal 136 ayat (4) UU No 32 Tahun 2004 Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan umum

danatau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Untuk menghindari Perda agar tidak

bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

maka dalam pembentukannya harus taat asas

Ketaatan asas yang dimaksud atas pembentukan Perda setidak-tidaknya menyangkut dua

kelompok Pertama Pasal 137 UU No 32 Tahun 2004 Perda dibentuk berdasarkan pada asas

pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi (a) kejelasan tujuan (b) kelembagaan

atau organ pembentuk yang tepat (c) kesesuaian antara jenis dan materi muatan (d) dapat

dilaksanakan (e) kedayagunaan dan kehasilgunaan (f) kejelasan rumusan dan (g) keterbukaan

Kedua Pasal 138 ayat (1) materi muatan Perda mengandung asas (a) pengayoman (b) kemanusiaan

(c) kebangsaan (d) kekeluargaan (e) kenusantaraan (f) bhineka tunggal ika (g) keadilan (h)

kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (i) ketertiban dan kepastian hukum dan (j)

keseimbangan keserasian dan keselarasan

Pasal 2 ayat (4) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa daerah kabupatenkota dapat

menetapkan jenis pajak daerah selain yang telah ditetapkan dalam undang-undang ini dengan

ketentuan memenuhi beberapa kreteria Pertama bersifat pajak dan bukan retribusi Kedua obyek

pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupatenkota yang bersangkutan dan mempunyai

mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupatenkota yang

bersangkutan Ketiga obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan

umum Keempat obyek pajak bukan merupakan obyek pajak propinsi danatau obyek pajak pusat

Kelima potensinya memadai Keenam tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif Ketujuh

memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat Kedelapan menjaga kelestarian

lingkungan

Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah Menurut Bagir Manan (2001 39) sistem pengawasan menentukan kemandirian suatu otonomi

Untuk menghindarkan agar pengawasan tidak melemahkan otonomi maka sistem pengawasan harus

ditentukan secara spesifik baik lingkup maupun tata caranya Hal itu karena pada saat semakin banyak

dan intensif pengawasan dilakukan maka semakin sempit pula kemandirian daerah sehingga membuat

semakin terbatas otonominya Sebaliknya pula tidak boleh ada sistem otonomi yang sama sekali

meniadakan pengawasan Dengan demikian kebebasan berotonomi di satu pihak dan pengawasan di

pihak yang lain merupakan lembaran dalam berotonomi untuk menjaga keseimbangan kecenderungan

pendulum ke arah desentralisasi maupun sentralisasi

Pengawasan dalam UU No 32 Tahun 2004 Pemerintah tidak mengutamakan sistem pengawasan

represif melainkan lebih menekankan pada pengawasan preventif Hal itu dimaksudkan untuk

memberikan kebebasan daerah dalam mengambil keputusan di samping memberi peran lebih besar

kepada DPRD untuk menjalankan fungsinya Oleh sebab itu Perda yang ditetapkan daerah tidak perlu

pengesahan terlebih dahulu oleh Pemerintah atau oleh Daerah tingkat atasnya Perda tersebut baru

dilakukan pengawasan oleh Pemerintah setelah ditetapkan oleh daerah yang bersangkutan

Dari sudut teori pengawasan maka pengawasan yang dilakukan Pemerintah terhadap Perda

adalah bersifat ldquoa posteriorirdquo yakni pengawasan itu baru dilakukan setelah dikeluarkannya Perda

tersebut oleh daerah Dari sudut kelembagaan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap

Perda adalah merupakan pengawasan ekstern Pengawasan tersebut dilakukan oleh organ atau lembaga

yang secara organisatoris berada di luar pemerintahan daerah Oleh sebab itu pengawasan yang

dilakukan oleh Pemerintah tersebut mempunyai tiga ciri-ciri khusus Pertama bersifat ekstern karena

dilakukan oleh suatu badan atau lembaga di luar pemerintahan daerah Kedua ldquoa posteriorirdquo karena

selalu dilakukan sesudah Perda tersebut ditetapkan Ketiga segi hukum karena menilai dari segi

hukumnya saja Pengawasan dari segi hukum adalah dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau

pertimbangan yang bersifat hukumnya saja (legalitas) dari perbuatan hukum pemerintah daerah

melalui produk hukum yang bernama Perda

Pasal 80 ayat (1) PP No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah menyatakan bahwa dalam rangka

pengawasan Perda tentang pajak daerah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri

Keuangan paling lama 15 hari setelah ditetapkan Pasal 17 ayat (1) PP No 66 Tahun 2001 mengatur

hal dan cara yang sama mengenai pengawasan terhadap Perda tentang Retribusi Daerah Pasal 80 ayat

(2) PP No 65 Tahun 2001 menyatakan apabila Perda tentang Pajak Daerah bertentangan dengan

kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maka Mendagri dengan

pertimbangan Menkeu membatalkan Perda tersebut Hal yang sama diatur pula dalam Pasal 17 ayat (2)

PP No 66 Tahun 2001 mengenai retribusi daerah Pembatalan tersebut dilakukan paling lama satu

bulan sejak diterimanya Perda yang dimaksud

Persoalannya sekarang setelah diberlakukannya UU No 32 Tahun 2004 adalah masa

penyampaian Perda yang telah ditetapkan oleh daerah ke Pemerintah adalah selama tujuh hari saja

Timbul pertanyaan dapatkah dalam waktu tujuh hari daerah menyampaikan Perda yang telah

ditetapkan kepada Pemerintah Di samping itu khusus mengenai Perda tentang PDRD apakah

kewenangan melakukan pengawasan dapat diberikan lebih besar kepada Menkeu Jika kedua

pertanyaan ini dapat dijawab maka akan tercipta tata cara pengawasan yang baik mengenai

keberlakuan Perda tentang PDRD ke depan

Kerangka Pemikiran

Sistem yang baik maka didalamnya sudah terdapat pengendalian internal yang baik sehingga

dapat mengecah atau mengurangi adanya penyimpangan atau pelanggaran terhadap peraturan Dengan

sistem yang baik juga akan tercapai efisiensi dan efektivitas terhadap pencapaian tujuan Sistem

penyusunan Pajak Daerah dan Retribusi daerah perlu dianalisis karena masih banyaknya produk pajak

daerah dan retribusi daerah yang melanggar Undang-Undang atau peraturan pemerintah pusat Hasil

temuan Mendagri dan Menteri Keuangan terdapat ribuan peraturan pajak daerah dan retribusi daerah

yang dibuat oleh daerah tingkat I (provinsi) dan daerah tingkat II (Kabupatenkota) di Indonesia pada

era reformasi Untuk itu penelitin ini meneliti dan mengevaluasi sistem pembuatan dan pengesahan

Pajak daerah dan retribusi daerah serta pengusulan sistem yang baru dan hukuman yang tepat bagi

daerah yang melanggar sistem tersebut

Bagan 1 Alur Kerangka Pikir

III METODE PENELITIAN

Tipe Penelitian

Penelitian ini pada dasarnya adalah penelitian kasus sehingga analisis yang digunakan deskriptif

dan analisis referensi dengan menggunakan teknik diskusi obserbvasi dan surve Penelitian ini

dibahas secara deskriptif untuk menguraikan sistem yang sudah ada dengan menggunakan flow chart

dari dukumen kemudian dari hal tersebut dianalisis secara mendalam kelemahan kelebihan kekuatan

dan peluang untuk terjadinya penyimpangan Analisis SWOT dapat digunakan Untuk kekuatan

analisis ini maka digunakan diskusi sehingga dihasilkan analisis yang leibh baik Dari hasil analisis

maka akan dihasilkan flow chart dokumen yang bau yang leibh baik dan didalamnya yang sudah

mengandung sistem pengendalian dan pengawasan

Jenis dan Sumber Data

Data pada penelitian ini adalah data dari peraturan yang sudah ada tentang pajak daerah dan

retribusi daerah serta aturan dan undang-undang pnyusunan pajak dan retribusi darah tersebut Selain

itu adalah aturan tentang pangawasan dari Pajak daerah dan retribusi daerah

Adapun aturan atau undang- undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah tersebut antara lain

adalah

1 UU No 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah

2 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

3 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

4 UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah

5 Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

6 Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah

7 Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah

8 Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Propinsi Lampung Kota Bandar

Lampung Kabupaten Lampung Selatan Kota Depok dan Kabupaten Indramayu

9 Peraturan Perundang-Undangan Lainnya yang berkaitan dengan Pembentukan Pelaksanaan dan

Pengawasan Perda

Data yang diperoleh langsung dari sumber data di lokasi penelitian peristiwa hukum yang terjadi

dan narasumber yang memberikan informasi Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan

FGD

Pengolahan dan Analisis Data

Analisis yang digunakan adalah deskriptif yaitu menguraikan atau menggambarkan sistem dan

prosedur penyusunan PDRD yang selama ini dan menurut peraturan yang berlaku Kemudian dari

deskriptif ini dianalisis dengan SWOT tentang kelemahan kekuatan peluang dan ancaman sehingga

bisa terjadi pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar serta daerah yang tetap menjalankan

pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar walaupun sudah dihapuskan oleh pemerintah pusat

Dari hasil analisis ini kemudian disusun sistem yang baru yang diharapkan leibh baik dari sistem yang

lama dan dapat mencegah atau mengurangi pelanggaran Kemudian juga disusun sanksi yang tepat

atas setiap pelanggaran sehingga dapat mencegah terulangnya palanggaran tersebut

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat I

Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi

dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan

daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat I adalah sbb

Bagan 2 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)

ANALISIS

Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut

Kekuatan

1 Mendagri mengevaluasi berdasarkan permohonan dari Gubernur tentang Raperda Pajak dan

Retribusi Daerah

2 Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan

3 Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian

Kelemahan

1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah

bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelolan perekonomian dan pertumbuhan

kesejahteraan masyarakat

2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses

pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah

diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi

3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak

yang melakukan monitoring dan mengawasi

4 Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam mempertimbangkan kondisi

perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih menitikberatkan pada kesesuaian

dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian daerah dan nasional

5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi

kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan

pendapatan daerah saja

6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada

mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif

7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada

8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan

Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal

pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan

juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi

Usulan

Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut

Bagan 3 Usulan Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)

1 Raperda sebelum disampaikan ke Menteri Dalam Negri harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan

Kantor Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk

diterapkan didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah

2 Menteri Dalam negri menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan

Kantor Pajak sehingga evaluasi Mendagri lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan

peraturan yang leibh tinggi

3 Hasil Evaluasi dari Mendagri selain disampaikan ke Gubernur juga ke Kantor Bank Indonesia

Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring dan pengawasan

4 Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan

pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi

atas perda di daerah tersebut

Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat II

Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi

dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan

daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat II adalah sbb

Bagan 4 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)

ANALISIS

Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut

Kekuatan

a Gubernur mengevaluasi berdasarkan permohonan dari BupatiWalikota tentang Raperda Pajak dan

Retribusi Daerah

b Mendagri dalam mengevaluasi berdasarkan pertimbangan Gubernur

c Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan

d Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian

Kelemahan

1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah

bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelola perekonomian dan pertumbuhan kesejahteraan

masyarakat

2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses

pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah

diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi dan Gubernurpun dalam pemerintahan desentralisasi

seperti saat ini tidak memiliki kewenangan terhadap Kabupatenkotamadya

3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak

yang melakukan monitoring dan mengawasi

4 Gubernur Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam

mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih

menitikberatkan pada kesesuaian dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian

daerah dan nasional

5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi

kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan

pendapatan daerah saja

6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada

mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif

7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada

8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan

Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal

pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan

juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi

Usulan

Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut

Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)

a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor

Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan

didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah

b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak

sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih

tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut

c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati

juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring

dan pengawasan

d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan

pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi

atas perda di daerah tersebut

Sanksi

Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya

perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum

ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang

Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD

terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut

a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar

b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas

pelanggaran

c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah

mendapat tegoran

d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar

e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran

V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut

1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah

2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan

Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah

sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif

3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga

monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan

4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah

5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada

Saran

Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut

a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank

Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan

b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat

kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang

perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha

c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang

bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah

d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar

Undang-undang

DAFTAR PUSTAKA

Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986

Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published

by American Economic Association

Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of

Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American

Economic Association Stable

Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review

Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the

American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American

Economic Association

Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi

DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta

Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol

29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly

Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing

for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and

International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN

BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure

Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement

Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare

Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by

Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics

Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey

and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)

pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The

Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Author(s) Source Latin American Research

Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and

Health OutcomesSSRN

Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and

Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)

pp 387-401 Published by Springer

Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax

Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN

Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-

100 Published by American Economic Association

David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic

Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN

De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth

The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by

The MIT Press

Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern

Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program

Pasca UGM Yogyakarta

Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly

Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political

Weekly Stable

Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United

States IMF Working Paper No 8764

Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on

Personal Saving NBER Working Paper No W3257

Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and

Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10

No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for

Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de

lHomme

GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer

Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999

No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings

Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and

Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The

Canadian Economics Asociation

GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study

for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004

Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax

Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State

University of New York - Department of Political Science November 1996

Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau

of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553

HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive

Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)

pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics

House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol

96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation

Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986

The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published

by American Economic Association

JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The

Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A

Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -

S193 Published by The University of Chicago Press

Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian

Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI

101007s10887-006-7407-2

Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An

Endogenous Growth Model With

Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002

Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia

Indonesia Jakarta 2003

Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The

Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The

Review of Economic Studies Ltd

Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak

Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan

Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric

Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress

Explorations in Health Economics Paper SSRN

Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of

Law Yale law School

Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal

of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of

Business Tennessee State University

M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and

Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic

and Political Weekly

McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The

Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77

Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and

Management

Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN

Yogyakarta

Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The

Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by

American Economic Association

Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp

87-100 Published by American Economic Association

Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings

Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution

Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility

Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by

Springer

Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di

Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta

Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press

Yogyakarta

Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic

Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No

1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp

422-427 Published by Southern Economic Association

WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian

Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr

1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga

Penelitian Universitas Lampung

Perkiraan Biaya Penelitian

No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah

1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000

2 Fotocopy dan penjilidan

proposal

2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000

3 Pengumpulan data dan

Analisa

1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000

4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000

5 Seminar Proposal dan Hasil

Penelitian

2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000

Total 10000000

(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)

pengurangan dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok retribusi dan atau sanksinya Ketiga

tata cara penghapusan piutang retribusi yang kadaluwarsa

Berdasarkan penelitiankegiatan inventarisasi Rencana Legislasi Daerah sampai Agustus 2001

saja Departemen Dalam Negeri (Depdagri) telah menerima sekitar 1979 Perda Perda tersebut terdiri

dari 1503 Perda tentang pajak daerah dan 926 Perda tentang Desa Dari jumlah itu sebanyak 926 Perda

memenuhi ketentuan perundang-undangan 104 Perda dinyatakan bermasalah dan 949 Perda ketika

itu sedang dievaluasi lebih lanjut Menurut penelitian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi

Daerah (KPPOD) dari sejumlah Perda tersebut terdapat 47 Perda harus dibatalkan dan 189 Perda

harus direvisi Jika data sampai Agustus 2001 saja telah begitu banyak ditemukan Perda bermasalah

menjadi pertanyaan adalah berapa banyak Perda bermasalah hingga Agustus 2005

Penelitian yang dilakukan oleh KPPOD tentang ldquoPemeringkatan Daya Tarik Investasi (Studi

Kasus di 90 KabupatenKota di Indonesia)rdquo menentukan tolok ukur Perda bermasalah dengan

penekanan pada aspek ekonomi Artinya banyaknya Perda yang tergolong bermasalah sehingga perlu

dibatalkan dan direvisi tersebut umumnya disebabkan melanggar prinsip-prinsip ekonomi Terdapat

lima jenis kasus Perda yang melanggar prinsip-prinsip ekonomi tersebut disertai dengan berbagai

contohnya Pertama adanya hambatan perdagangan terhadap keluar masuk barang dari dan ke daerah

lain baik dengan mekanisme tarif maupun non tarif Contohnya adalah Perda Propinsi Lampung No 6

Tahun 2000 Perda Kabupaten Pasaman No 2 Tahun 2001 Perda Kabupaten Bima No 16 Tahun

2000 dan sebagainya

Kedua adanya monopoli dengan perlakuan diskriminatif terhadap pelaku usaha lainnya

Contohnya adalah Perda Kabupaten Cirebon No 23 Tahun 2001 Perda Kabupaten Karawang No 15

Tahun 2001 dan sebagainya Ketiga pungutan berganda dengan pajak pusat (PPN PBB dll)

Contohnya adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 6 Tahun 2001 Perda Kabupaten Serang

No 7 Tahun 2001 dan sebagainya Keempat pungutan dalam bentuk sumbangan yang dipaksakan

dengan penerapan sanksi Contohnya adalah Perda Kabupaten Flores Timur No 2 Tahun 2000 Perda

Kabupaten Tapin No 5 Tahun 2000 Perda Kabupaten Kampar No 23 Tahun 2000 dan sebagainya

Kelima retribusi yang tidak memberi manfaat langsung terhadap pembayar retrtibusi Contohnya

adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 22 Tahun 2001 Perda Kabupaten Blitar No 24 Tahun

2000 Perda Kabupaten Bekasi No 25 Tahun 2000 dan sebagainya

Di samping itu temuan IMF (Internastonal Monetary Found) mengenai Perda bermasalah dari

perspektif ekonomi tidak kalah menariknya IMF telah merekomendasikan kepada Pemerintah

mengenai Perda bermasalah dari sisi investasi asing Perda bermasalah tersebut dapat menghambat

kegiatan dunia usaha dan sekaligus merupakan ldquocounter productiverdquo terhadap usaha Pemerintah

maupun Daerah dalam menarik inevstasi

Berbeda dengan hal di atas Depdagri menentukan tolok ukur Perda bermasalah lebih ditekankan

pada aspek hukumnya Dalam konteks ini suatu Perda dikualifikasi bermasalah apabila dalam

pembentukkannnya melanggar asas legalitas Perda tersebut dibentuk melanggar prinsip-prinsip

pembuatan peraturan perundang-undangan yakni bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi bertentangan dengan Perda lain melanggar kepentingan umum dan disharmonis

dengan peraturan pelaksanannya

Dalam perspektif hukum Perda dikatakan bermasalah adalah jika bertentangan dengan

kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Hal itu sesuai dengan

Pasal 136 ayat (4) UU No 32 Tahun 2004 Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan umum

danatau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Untuk menghindari Perda agar tidak

bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

maka dalam pembentukannya harus taat asas

Ketaatan asas yang dimaksud atas pembentukan Perda setidak-tidaknya menyangkut dua

kelompok Pertama Pasal 137 UU No 32 Tahun 2004 Perda dibentuk berdasarkan pada asas

pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi (a) kejelasan tujuan (b) kelembagaan

atau organ pembentuk yang tepat (c) kesesuaian antara jenis dan materi muatan (d) dapat

dilaksanakan (e) kedayagunaan dan kehasilgunaan (f) kejelasan rumusan dan (g) keterbukaan

Kedua Pasal 138 ayat (1) materi muatan Perda mengandung asas (a) pengayoman (b) kemanusiaan

(c) kebangsaan (d) kekeluargaan (e) kenusantaraan (f) bhineka tunggal ika (g) keadilan (h)

kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (i) ketertiban dan kepastian hukum dan (j)

keseimbangan keserasian dan keselarasan

Pasal 2 ayat (4) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa daerah kabupatenkota dapat

menetapkan jenis pajak daerah selain yang telah ditetapkan dalam undang-undang ini dengan

ketentuan memenuhi beberapa kreteria Pertama bersifat pajak dan bukan retribusi Kedua obyek

pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupatenkota yang bersangkutan dan mempunyai

mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupatenkota yang

bersangkutan Ketiga obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan

umum Keempat obyek pajak bukan merupakan obyek pajak propinsi danatau obyek pajak pusat

Kelima potensinya memadai Keenam tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif Ketujuh

memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat Kedelapan menjaga kelestarian

lingkungan

Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah Menurut Bagir Manan (2001 39) sistem pengawasan menentukan kemandirian suatu otonomi

Untuk menghindarkan agar pengawasan tidak melemahkan otonomi maka sistem pengawasan harus

ditentukan secara spesifik baik lingkup maupun tata caranya Hal itu karena pada saat semakin banyak

dan intensif pengawasan dilakukan maka semakin sempit pula kemandirian daerah sehingga membuat

semakin terbatas otonominya Sebaliknya pula tidak boleh ada sistem otonomi yang sama sekali

meniadakan pengawasan Dengan demikian kebebasan berotonomi di satu pihak dan pengawasan di

pihak yang lain merupakan lembaran dalam berotonomi untuk menjaga keseimbangan kecenderungan

pendulum ke arah desentralisasi maupun sentralisasi

Pengawasan dalam UU No 32 Tahun 2004 Pemerintah tidak mengutamakan sistem pengawasan

represif melainkan lebih menekankan pada pengawasan preventif Hal itu dimaksudkan untuk

memberikan kebebasan daerah dalam mengambil keputusan di samping memberi peran lebih besar

kepada DPRD untuk menjalankan fungsinya Oleh sebab itu Perda yang ditetapkan daerah tidak perlu

pengesahan terlebih dahulu oleh Pemerintah atau oleh Daerah tingkat atasnya Perda tersebut baru

dilakukan pengawasan oleh Pemerintah setelah ditetapkan oleh daerah yang bersangkutan

Dari sudut teori pengawasan maka pengawasan yang dilakukan Pemerintah terhadap Perda

adalah bersifat ldquoa posteriorirdquo yakni pengawasan itu baru dilakukan setelah dikeluarkannya Perda

tersebut oleh daerah Dari sudut kelembagaan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap

Perda adalah merupakan pengawasan ekstern Pengawasan tersebut dilakukan oleh organ atau lembaga

yang secara organisatoris berada di luar pemerintahan daerah Oleh sebab itu pengawasan yang

dilakukan oleh Pemerintah tersebut mempunyai tiga ciri-ciri khusus Pertama bersifat ekstern karena

dilakukan oleh suatu badan atau lembaga di luar pemerintahan daerah Kedua ldquoa posteriorirdquo karena

selalu dilakukan sesudah Perda tersebut ditetapkan Ketiga segi hukum karena menilai dari segi

hukumnya saja Pengawasan dari segi hukum adalah dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau

pertimbangan yang bersifat hukumnya saja (legalitas) dari perbuatan hukum pemerintah daerah

melalui produk hukum yang bernama Perda

Pasal 80 ayat (1) PP No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah menyatakan bahwa dalam rangka

pengawasan Perda tentang pajak daerah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri

Keuangan paling lama 15 hari setelah ditetapkan Pasal 17 ayat (1) PP No 66 Tahun 2001 mengatur

hal dan cara yang sama mengenai pengawasan terhadap Perda tentang Retribusi Daerah Pasal 80 ayat

(2) PP No 65 Tahun 2001 menyatakan apabila Perda tentang Pajak Daerah bertentangan dengan

kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maka Mendagri dengan

pertimbangan Menkeu membatalkan Perda tersebut Hal yang sama diatur pula dalam Pasal 17 ayat (2)

PP No 66 Tahun 2001 mengenai retribusi daerah Pembatalan tersebut dilakukan paling lama satu

bulan sejak diterimanya Perda yang dimaksud

Persoalannya sekarang setelah diberlakukannya UU No 32 Tahun 2004 adalah masa

penyampaian Perda yang telah ditetapkan oleh daerah ke Pemerintah adalah selama tujuh hari saja

Timbul pertanyaan dapatkah dalam waktu tujuh hari daerah menyampaikan Perda yang telah

ditetapkan kepada Pemerintah Di samping itu khusus mengenai Perda tentang PDRD apakah

kewenangan melakukan pengawasan dapat diberikan lebih besar kepada Menkeu Jika kedua

pertanyaan ini dapat dijawab maka akan tercipta tata cara pengawasan yang baik mengenai

keberlakuan Perda tentang PDRD ke depan

Kerangka Pemikiran

Sistem yang baik maka didalamnya sudah terdapat pengendalian internal yang baik sehingga

dapat mengecah atau mengurangi adanya penyimpangan atau pelanggaran terhadap peraturan Dengan

sistem yang baik juga akan tercapai efisiensi dan efektivitas terhadap pencapaian tujuan Sistem

penyusunan Pajak Daerah dan Retribusi daerah perlu dianalisis karena masih banyaknya produk pajak

daerah dan retribusi daerah yang melanggar Undang-Undang atau peraturan pemerintah pusat Hasil

temuan Mendagri dan Menteri Keuangan terdapat ribuan peraturan pajak daerah dan retribusi daerah

yang dibuat oleh daerah tingkat I (provinsi) dan daerah tingkat II (Kabupatenkota) di Indonesia pada

era reformasi Untuk itu penelitin ini meneliti dan mengevaluasi sistem pembuatan dan pengesahan

Pajak daerah dan retribusi daerah serta pengusulan sistem yang baru dan hukuman yang tepat bagi

daerah yang melanggar sistem tersebut

Bagan 1 Alur Kerangka Pikir

III METODE PENELITIAN

Tipe Penelitian

Penelitian ini pada dasarnya adalah penelitian kasus sehingga analisis yang digunakan deskriptif

dan analisis referensi dengan menggunakan teknik diskusi obserbvasi dan surve Penelitian ini

dibahas secara deskriptif untuk menguraikan sistem yang sudah ada dengan menggunakan flow chart

dari dukumen kemudian dari hal tersebut dianalisis secara mendalam kelemahan kelebihan kekuatan

dan peluang untuk terjadinya penyimpangan Analisis SWOT dapat digunakan Untuk kekuatan

analisis ini maka digunakan diskusi sehingga dihasilkan analisis yang leibh baik Dari hasil analisis

maka akan dihasilkan flow chart dokumen yang bau yang leibh baik dan didalamnya yang sudah

mengandung sistem pengendalian dan pengawasan

Jenis dan Sumber Data

Data pada penelitian ini adalah data dari peraturan yang sudah ada tentang pajak daerah dan

retribusi daerah serta aturan dan undang-undang pnyusunan pajak dan retribusi darah tersebut Selain

itu adalah aturan tentang pangawasan dari Pajak daerah dan retribusi daerah

Adapun aturan atau undang- undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah tersebut antara lain

adalah

1 UU No 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah

2 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

3 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

4 UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah

5 Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

6 Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah

7 Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah

8 Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Propinsi Lampung Kota Bandar

Lampung Kabupaten Lampung Selatan Kota Depok dan Kabupaten Indramayu

9 Peraturan Perundang-Undangan Lainnya yang berkaitan dengan Pembentukan Pelaksanaan dan

Pengawasan Perda

Data yang diperoleh langsung dari sumber data di lokasi penelitian peristiwa hukum yang terjadi

dan narasumber yang memberikan informasi Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan

FGD

Pengolahan dan Analisis Data

Analisis yang digunakan adalah deskriptif yaitu menguraikan atau menggambarkan sistem dan

prosedur penyusunan PDRD yang selama ini dan menurut peraturan yang berlaku Kemudian dari

deskriptif ini dianalisis dengan SWOT tentang kelemahan kekuatan peluang dan ancaman sehingga

bisa terjadi pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar serta daerah yang tetap menjalankan

pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar walaupun sudah dihapuskan oleh pemerintah pusat

Dari hasil analisis ini kemudian disusun sistem yang baru yang diharapkan leibh baik dari sistem yang

lama dan dapat mencegah atau mengurangi pelanggaran Kemudian juga disusun sanksi yang tepat

atas setiap pelanggaran sehingga dapat mencegah terulangnya palanggaran tersebut

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat I

Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi

dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan

daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat I adalah sbb

Bagan 2 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)

ANALISIS

Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut

Kekuatan

1 Mendagri mengevaluasi berdasarkan permohonan dari Gubernur tentang Raperda Pajak dan

Retribusi Daerah

2 Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan

3 Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian

Kelemahan

1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah

bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelolan perekonomian dan pertumbuhan

kesejahteraan masyarakat

2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses

pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah

diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi

3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak

yang melakukan monitoring dan mengawasi

4 Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam mempertimbangkan kondisi

perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih menitikberatkan pada kesesuaian

dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian daerah dan nasional

5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi

kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan

pendapatan daerah saja

6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada

mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif

7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada

8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan

Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal

pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan

juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi

Usulan

Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut

Bagan 3 Usulan Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)

1 Raperda sebelum disampaikan ke Menteri Dalam Negri harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan

Kantor Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk

diterapkan didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah

2 Menteri Dalam negri menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan

Kantor Pajak sehingga evaluasi Mendagri lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan

peraturan yang leibh tinggi

3 Hasil Evaluasi dari Mendagri selain disampaikan ke Gubernur juga ke Kantor Bank Indonesia

Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring dan pengawasan

4 Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan

pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi

atas perda di daerah tersebut

Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat II

Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi

dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan

daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat II adalah sbb

Bagan 4 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)

ANALISIS

Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut

Kekuatan

a Gubernur mengevaluasi berdasarkan permohonan dari BupatiWalikota tentang Raperda Pajak dan

Retribusi Daerah

b Mendagri dalam mengevaluasi berdasarkan pertimbangan Gubernur

c Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan

d Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian

Kelemahan

1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah

bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelola perekonomian dan pertumbuhan kesejahteraan

masyarakat

2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses

pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah

diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi dan Gubernurpun dalam pemerintahan desentralisasi

seperti saat ini tidak memiliki kewenangan terhadap Kabupatenkotamadya

3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak

yang melakukan monitoring dan mengawasi

4 Gubernur Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam

mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih

menitikberatkan pada kesesuaian dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian

daerah dan nasional

5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi

kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan

pendapatan daerah saja

6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada

mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif

7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada

8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan

Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal

pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan

juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi

Usulan

Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut

Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)

a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor

Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan

didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah

b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak

sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih

tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut

c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati

juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring

dan pengawasan

d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan

pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi

atas perda di daerah tersebut

Sanksi

Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya

perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum

ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang

Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD

terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut

a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar

b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas

pelanggaran

c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah

mendapat tegoran

d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar

e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran

V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut

1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah

2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan

Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah

sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif

3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga

monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan

4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah

5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada

Saran

Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut

a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank

Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan

b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat

kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang

perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha

c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang

bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah

d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar

Undang-undang

DAFTAR PUSTAKA

Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986

Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published

by American Economic Association

Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of

Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American

Economic Association Stable

Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review

Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the

American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American

Economic Association

Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi

DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta

Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol

29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly

Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing

for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and

International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN

BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure

Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement

Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare

Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by

Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics

Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey

and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)

pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The

Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Author(s) Source Latin American Research

Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and

Health OutcomesSSRN

Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and

Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)

pp 387-401 Published by Springer

Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax

Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN

Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-

100 Published by American Economic Association

David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic

Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN

De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth

The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by

The MIT Press

Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern

Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program

Pasca UGM Yogyakarta

Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly

Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political

Weekly Stable

Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United

States IMF Working Paper No 8764

Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on

Personal Saving NBER Working Paper No W3257

Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and

Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10

No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for

Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de

lHomme

GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer

Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999

No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings

Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and

Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The

Canadian Economics Asociation

GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study

for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004

Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax

Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State

University of New York - Department of Political Science November 1996

Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau

of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553

HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive

Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)

pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics

House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol

96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation

Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986

The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published

by American Economic Association

JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The

Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A

Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -

S193 Published by The University of Chicago Press

Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian

Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI

101007s10887-006-7407-2

Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An

Endogenous Growth Model With

Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002

Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia

Indonesia Jakarta 2003

Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The

Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The

Review of Economic Studies Ltd

Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak

Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan

Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric

Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress

Explorations in Health Economics Paper SSRN

Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of

Law Yale law School

Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal

of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of

Business Tennessee State University

M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and

Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic

and Political Weekly

McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The

Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77

Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and

Management

Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN

Yogyakarta

Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The

Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by

American Economic Association

Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp

87-100 Published by American Economic Association

Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings

Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution

Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility

Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by

Springer

Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di

Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta

Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press

Yogyakarta

Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic

Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No

1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp

422-427 Published by Southern Economic Association

WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian

Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr

1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga

Penelitian Universitas Lampung

Perkiraan Biaya Penelitian

No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah

1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000

2 Fotocopy dan penjilidan

proposal

2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000

3 Pengumpulan data dan

Analisa

1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000

4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000

5 Seminar Proposal dan Hasil

Penelitian

2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000

Total 10000000

(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)

Kedua Pasal 138 ayat (1) materi muatan Perda mengandung asas (a) pengayoman (b) kemanusiaan

(c) kebangsaan (d) kekeluargaan (e) kenusantaraan (f) bhineka tunggal ika (g) keadilan (h)

kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (i) ketertiban dan kepastian hukum dan (j)

keseimbangan keserasian dan keselarasan

Pasal 2 ayat (4) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa daerah kabupatenkota dapat

menetapkan jenis pajak daerah selain yang telah ditetapkan dalam undang-undang ini dengan

ketentuan memenuhi beberapa kreteria Pertama bersifat pajak dan bukan retribusi Kedua obyek

pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupatenkota yang bersangkutan dan mempunyai

mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupatenkota yang

bersangkutan Ketiga obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan

umum Keempat obyek pajak bukan merupakan obyek pajak propinsi danatau obyek pajak pusat

Kelima potensinya memadai Keenam tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif Ketujuh

memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat Kedelapan menjaga kelestarian

lingkungan

Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah Menurut Bagir Manan (2001 39) sistem pengawasan menentukan kemandirian suatu otonomi

Untuk menghindarkan agar pengawasan tidak melemahkan otonomi maka sistem pengawasan harus

ditentukan secara spesifik baik lingkup maupun tata caranya Hal itu karena pada saat semakin banyak

dan intensif pengawasan dilakukan maka semakin sempit pula kemandirian daerah sehingga membuat

semakin terbatas otonominya Sebaliknya pula tidak boleh ada sistem otonomi yang sama sekali

meniadakan pengawasan Dengan demikian kebebasan berotonomi di satu pihak dan pengawasan di

pihak yang lain merupakan lembaran dalam berotonomi untuk menjaga keseimbangan kecenderungan

pendulum ke arah desentralisasi maupun sentralisasi

Pengawasan dalam UU No 32 Tahun 2004 Pemerintah tidak mengutamakan sistem pengawasan

represif melainkan lebih menekankan pada pengawasan preventif Hal itu dimaksudkan untuk

memberikan kebebasan daerah dalam mengambil keputusan di samping memberi peran lebih besar

kepada DPRD untuk menjalankan fungsinya Oleh sebab itu Perda yang ditetapkan daerah tidak perlu

pengesahan terlebih dahulu oleh Pemerintah atau oleh Daerah tingkat atasnya Perda tersebut baru

dilakukan pengawasan oleh Pemerintah setelah ditetapkan oleh daerah yang bersangkutan

Dari sudut teori pengawasan maka pengawasan yang dilakukan Pemerintah terhadap Perda

adalah bersifat ldquoa posteriorirdquo yakni pengawasan itu baru dilakukan setelah dikeluarkannya Perda

tersebut oleh daerah Dari sudut kelembagaan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap

Perda adalah merupakan pengawasan ekstern Pengawasan tersebut dilakukan oleh organ atau lembaga

yang secara organisatoris berada di luar pemerintahan daerah Oleh sebab itu pengawasan yang

dilakukan oleh Pemerintah tersebut mempunyai tiga ciri-ciri khusus Pertama bersifat ekstern karena

dilakukan oleh suatu badan atau lembaga di luar pemerintahan daerah Kedua ldquoa posteriorirdquo karena

selalu dilakukan sesudah Perda tersebut ditetapkan Ketiga segi hukum karena menilai dari segi

hukumnya saja Pengawasan dari segi hukum adalah dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau

pertimbangan yang bersifat hukumnya saja (legalitas) dari perbuatan hukum pemerintah daerah

melalui produk hukum yang bernama Perda

Pasal 80 ayat (1) PP No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah menyatakan bahwa dalam rangka

pengawasan Perda tentang pajak daerah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri

Keuangan paling lama 15 hari setelah ditetapkan Pasal 17 ayat (1) PP No 66 Tahun 2001 mengatur

hal dan cara yang sama mengenai pengawasan terhadap Perda tentang Retribusi Daerah Pasal 80 ayat

(2) PP No 65 Tahun 2001 menyatakan apabila Perda tentang Pajak Daerah bertentangan dengan

kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maka Mendagri dengan

pertimbangan Menkeu membatalkan Perda tersebut Hal yang sama diatur pula dalam Pasal 17 ayat (2)

PP No 66 Tahun 2001 mengenai retribusi daerah Pembatalan tersebut dilakukan paling lama satu

bulan sejak diterimanya Perda yang dimaksud

Persoalannya sekarang setelah diberlakukannya UU No 32 Tahun 2004 adalah masa

penyampaian Perda yang telah ditetapkan oleh daerah ke Pemerintah adalah selama tujuh hari saja

Timbul pertanyaan dapatkah dalam waktu tujuh hari daerah menyampaikan Perda yang telah

ditetapkan kepada Pemerintah Di samping itu khusus mengenai Perda tentang PDRD apakah

kewenangan melakukan pengawasan dapat diberikan lebih besar kepada Menkeu Jika kedua

pertanyaan ini dapat dijawab maka akan tercipta tata cara pengawasan yang baik mengenai

keberlakuan Perda tentang PDRD ke depan

Kerangka Pemikiran

Sistem yang baik maka didalamnya sudah terdapat pengendalian internal yang baik sehingga

dapat mengecah atau mengurangi adanya penyimpangan atau pelanggaran terhadap peraturan Dengan

sistem yang baik juga akan tercapai efisiensi dan efektivitas terhadap pencapaian tujuan Sistem

penyusunan Pajak Daerah dan Retribusi daerah perlu dianalisis karena masih banyaknya produk pajak

daerah dan retribusi daerah yang melanggar Undang-Undang atau peraturan pemerintah pusat Hasil

temuan Mendagri dan Menteri Keuangan terdapat ribuan peraturan pajak daerah dan retribusi daerah

yang dibuat oleh daerah tingkat I (provinsi) dan daerah tingkat II (Kabupatenkota) di Indonesia pada

era reformasi Untuk itu penelitin ini meneliti dan mengevaluasi sistem pembuatan dan pengesahan

Pajak daerah dan retribusi daerah serta pengusulan sistem yang baru dan hukuman yang tepat bagi

daerah yang melanggar sistem tersebut

Bagan 1 Alur Kerangka Pikir

III METODE PENELITIAN

Tipe Penelitian

Penelitian ini pada dasarnya adalah penelitian kasus sehingga analisis yang digunakan deskriptif

dan analisis referensi dengan menggunakan teknik diskusi obserbvasi dan surve Penelitian ini

dibahas secara deskriptif untuk menguraikan sistem yang sudah ada dengan menggunakan flow chart

dari dukumen kemudian dari hal tersebut dianalisis secara mendalam kelemahan kelebihan kekuatan

dan peluang untuk terjadinya penyimpangan Analisis SWOT dapat digunakan Untuk kekuatan

analisis ini maka digunakan diskusi sehingga dihasilkan analisis yang leibh baik Dari hasil analisis

maka akan dihasilkan flow chart dokumen yang bau yang leibh baik dan didalamnya yang sudah

mengandung sistem pengendalian dan pengawasan

Jenis dan Sumber Data

Data pada penelitian ini adalah data dari peraturan yang sudah ada tentang pajak daerah dan

retribusi daerah serta aturan dan undang-undang pnyusunan pajak dan retribusi darah tersebut Selain

itu adalah aturan tentang pangawasan dari Pajak daerah dan retribusi daerah

Adapun aturan atau undang- undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah tersebut antara lain

adalah

1 UU No 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah

2 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

3 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

4 UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah

5 Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

6 Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah

7 Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah

8 Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Propinsi Lampung Kota Bandar

Lampung Kabupaten Lampung Selatan Kota Depok dan Kabupaten Indramayu

9 Peraturan Perundang-Undangan Lainnya yang berkaitan dengan Pembentukan Pelaksanaan dan

Pengawasan Perda

Data yang diperoleh langsung dari sumber data di lokasi penelitian peristiwa hukum yang terjadi

dan narasumber yang memberikan informasi Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan

FGD

Pengolahan dan Analisis Data

Analisis yang digunakan adalah deskriptif yaitu menguraikan atau menggambarkan sistem dan

prosedur penyusunan PDRD yang selama ini dan menurut peraturan yang berlaku Kemudian dari

deskriptif ini dianalisis dengan SWOT tentang kelemahan kekuatan peluang dan ancaman sehingga

bisa terjadi pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar serta daerah yang tetap menjalankan

pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar walaupun sudah dihapuskan oleh pemerintah pusat

Dari hasil analisis ini kemudian disusun sistem yang baru yang diharapkan leibh baik dari sistem yang

lama dan dapat mencegah atau mengurangi pelanggaran Kemudian juga disusun sanksi yang tepat

atas setiap pelanggaran sehingga dapat mencegah terulangnya palanggaran tersebut

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat I

Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi

dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan

daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat I adalah sbb

Bagan 2 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)

ANALISIS

Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut

Kekuatan

1 Mendagri mengevaluasi berdasarkan permohonan dari Gubernur tentang Raperda Pajak dan

Retribusi Daerah

2 Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan

3 Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian

Kelemahan

1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah

bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelolan perekonomian dan pertumbuhan

kesejahteraan masyarakat

2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses

pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah

diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi

3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak

yang melakukan monitoring dan mengawasi

4 Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam mempertimbangkan kondisi

perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih menitikberatkan pada kesesuaian

dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian daerah dan nasional

5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi

kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan

pendapatan daerah saja

6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada

mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif

7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada

8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan

Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal

pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan

juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi

Usulan

Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut

Bagan 3 Usulan Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)

1 Raperda sebelum disampaikan ke Menteri Dalam Negri harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan

Kantor Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk

diterapkan didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah

2 Menteri Dalam negri menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan

Kantor Pajak sehingga evaluasi Mendagri lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan

peraturan yang leibh tinggi

3 Hasil Evaluasi dari Mendagri selain disampaikan ke Gubernur juga ke Kantor Bank Indonesia

Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring dan pengawasan

4 Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan

pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi

atas perda di daerah tersebut

Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat II

Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi

dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan

daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat II adalah sbb

Bagan 4 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)

ANALISIS

Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut

Kekuatan

a Gubernur mengevaluasi berdasarkan permohonan dari BupatiWalikota tentang Raperda Pajak dan

Retribusi Daerah

b Mendagri dalam mengevaluasi berdasarkan pertimbangan Gubernur

c Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan

d Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian

Kelemahan

1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah

bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelola perekonomian dan pertumbuhan kesejahteraan

masyarakat

2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses

pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah

diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi dan Gubernurpun dalam pemerintahan desentralisasi

seperti saat ini tidak memiliki kewenangan terhadap Kabupatenkotamadya

3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak

yang melakukan monitoring dan mengawasi

4 Gubernur Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam

mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih

menitikberatkan pada kesesuaian dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian

daerah dan nasional

5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi

kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan

pendapatan daerah saja

6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada

mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif

7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada

8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan

Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal

pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan

juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi

Usulan

Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut

Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)

a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor

Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan

didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah

b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak

sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih

tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut

c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati

juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring

dan pengawasan

d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan

pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi

atas perda di daerah tersebut

Sanksi

Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya

perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum

ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang

Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD

terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut

a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar

b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas

pelanggaran

c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah

mendapat tegoran

d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar

e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran

V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut

1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah

2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan

Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah

sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif

3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga

monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan

4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah

5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada

Saran

Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut

a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank

Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan

b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat

kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang

perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha

c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang

bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah

d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar

Undang-undang

DAFTAR PUSTAKA

Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986

Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published

by American Economic Association

Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of

Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American

Economic Association Stable

Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review

Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the

American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American

Economic Association

Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi

DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta

Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol

29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly

Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing

for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and

International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN

BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure

Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement

Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare

Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by

Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics

Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey

and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)

pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The

Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Author(s) Source Latin American Research

Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and

Health OutcomesSSRN

Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and

Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)

pp 387-401 Published by Springer

Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax

Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN

Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-

100 Published by American Economic Association

David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic

Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN

De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth

The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by

The MIT Press

Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern

Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program

Pasca UGM Yogyakarta

Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly

Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political

Weekly Stable

Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United

States IMF Working Paper No 8764

Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on

Personal Saving NBER Working Paper No W3257

Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and

Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10

No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for

Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de

lHomme

GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer

Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999

No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings

Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and

Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The

Canadian Economics Asociation

GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study

for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004

Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax

Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State

University of New York - Department of Political Science November 1996

Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau

of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553

HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive

Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)

pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics

House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol

96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation

Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986

The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published

by American Economic Association

JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The

Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A

Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -

S193 Published by The University of Chicago Press

Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian

Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI

101007s10887-006-7407-2

Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An

Endogenous Growth Model With

Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002

Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia

Indonesia Jakarta 2003

Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The

Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The

Review of Economic Studies Ltd

Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak

Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan

Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric

Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress

Explorations in Health Economics Paper SSRN

Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of

Law Yale law School

Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal

of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of

Business Tennessee State University

M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and

Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic

and Political Weekly

McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The

Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77

Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and

Management

Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN

Yogyakarta

Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The

Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by

American Economic Association

Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp

87-100 Published by American Economic Association

Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings

Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution

Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility

Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by

Springer

Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di

Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta

Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press

Yogyakarta

Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic

Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No

1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp

422-427 Published by Southern Economic Association

WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian

Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr

1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga

Penelitian Universitas Lampung

Perkiraan Biaya Penelitian

No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah

1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000

2 Fotocopy dan penjilidan

proposal

2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000

3 Pengumpulan data dan

Analisa

1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000

4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000

5 Seminar Proposal dan Hasil

Penelitian

2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000

Total 10000000

(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)

Persoalannya sekarang setelah diberlakukannya UU No 32 Tahun 2004 adalah masa

penyampaian Perda yang telah ditetapkan oleh daerah ke Pemerintah adalah selama tujuh hari saja

Timbul pertanyaan dapatkah dalam waktu tujuh hari daerah menyampaikan Perda yang telah

ditetapkan kepada Pemerintah Di samping itu khusus mengenai Perda tentang PDRD apakah

kewenangan melakukan pengawasan dapat diberikan lebih besar kepada Menkeu Jika kedua

pertanyaan ini dapat dijawab maka akan tercipta tata cara pengawasan yang baik mengenai

keberlakuan Perda tentang PDRD ke depan

Kerangka Pemikiran

Sistem yang baik maka didalamnya sudah terdapat pengendalian internal yang baik sehingga

dapat mengecah atau mengurangi adanya penyimpangan atau pelanggaran terhadap peraturan Dengan

sistem yang baik juga akan tercapai efisiensi dan efektivitas terhadap pencapaian tujuan Sistem

penyusunan Pajak Daerah dan Retribusi daerah perlu dianalisis karena masih banyaknya produk pajak

daerah dan retribusi daerah yang melanggar Undang-Undang atau peraturan pemerintah pusat Hasil

temuan Mendagri dan Menteri Keuangan terdapat ribuan peraturan pajak daerah dan retribusi daerah

yang dibuat oleh daerah tingkat I (provinsi) dan daerah tingkat II (Kabupatenkota) di Indonesia pada

era reformasi Untuk itu penelitin ini meneliti dan mengevaluasi sistem pembuatan dan pengesahan

Pajak daerah dan retribusi daerah serta pengusulan sistem yang baru dan hukuman yang tepat bagi

daerah yang melanggar sistem tersebut

Bagan 1 Alur Kerangka Pikir

III METODE PENELITIAN

Tipe Penelitian

Penelitian ini pada dasarnya adalah penelitian kasus sehingga analisis yang digunakan deskriptif

dan analisis referensi dengan menggunakan teknik diskusi obserbvasi dan surve Penelitian ini

dibahas secara deskriptif untuk menguraikan sistem yang sudah ada dengan menggunakan flow chart

dari dukumen kemudian dari hal tersebut dianalisis secara mendalam kelemahan kelebihan kekuatan

dan peluang untuk terjadinya penyimpangan Analisis SWOT dapat digunakan Untuk kekuatan

analisis ini maka digunakan diskusi sehingga dihasilkan analisis yang leibh baik Dari hasil analisis

maka akan dihasilkan flow chart dokumen yang bau yang leibh baik dan didalamnya yang sudah

mengandung sistem pengendalian dan pengawasan

Jenis dan Sumber Data

Data pada penelitian ini adalah data dari peraturan yang sudah ada tentang pajak daerah dan

retribusi daerah serta aturan dan undang-undang pnyusunan pajak dan retribusi darah tersebut Selain

itu adalah aturan tentang pangawasan dari Pajak daerah dan retribusi daerah

Adapun aturan atau undang- undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah tersebut antara lain

adalah

1 UU No 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah

2 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

3 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

4 UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah

5 Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

6 Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah

7 Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah

8 Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Propinsi Lampung Kota Bandar

Lampung Kabupaten Lampung Selatan Kota Depok dan Kabupaten Indramayu

9 Peraturan Perundang-Undangan Lainnya yang berkaitan dengan Pembentukan Pelaksanaan dan

Pengawasan Perda

Data yang diperoleh langsung dari sumber data di lokasi penelitian peristiwa hukum yang terjadi

dan narasumber yang memberikan informasi Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan

FGD

Pengolahan dan Analisis Data

Analisis yang digunakan adalah deskriptif yaitu menguraikan atau menggambarkan sistem dan

prosedur penyusunan PDRD yang selama ini dan menurut peraturan yang berlaku Kemudian dari

deskriptif ini dianalisis dengan SWOT tentang kelemahan kekuatan peluang dan ancaman sehingga

bisa terjadi pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar serta daerah yang tetap menjalankan

pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar walaupun sudah dihapuskan oleh pemerintah pusat

Dari hasil analisis ini kemudian disusun sistem yang baru yang diharapkan leibh baik dari sistem yang

lama dan dapat mencegah atau mengurangi pelanggaran Kemudian juga disusun sanksi yang tepat

atas setiap pelanggaran sehingga dapat mencegah terulangnya palanggaran tersebut

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat I

Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi

dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan

daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat I adalah sbb

Bagan 2 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)

ANALISIS

Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut

Kekuatan

1 Mendagri mengevaluasi berdasarkan permohonan dari Gubernur tentang Raperda Pajak dan

Retribusi Daerah

2 Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan

3 Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian

Kelemahan

1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah

bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelolan perekonomian dan pertumbuhan

kesejahteraan masyarakat

2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses

pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah

diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi

3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak

yang melakukan monitoring dan mengawasi

4 Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam mempertimbangkan kondisi

perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih menitikberatkan pada kesesuaian

dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian daerah dan nasional

5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi

kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan

pendapatan daerah saja

6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada

mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif

7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada

8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan

Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal

pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan

juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi

Usulan

Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut

Bagan 3 Usulan Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)

1 Raperda sebelum disampaikan ke Menteri Dalam Negri harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan

Kantor Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk

diterapkan didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah

2 Menteri Dalam negri menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan

Kantor Pajak sehingga evaluasi Mendagri lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan

peraturan yang leibh tinggi

3 Hasil Evaluasi dari Mendagri selain disampaikan ke Gubernur juga ke Kantor Bank Indonesia

Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring dan pengawasan

4 Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan

pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi

atas perda di daerah tersebut

Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat II

Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi

dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan

daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat II adalah sbb

Bagan 4 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)

ANALISIS

Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut

Kekuatan

a Gubernur mengevaluasi berdasarkan permohonan dari BupatiWalikota tentang Raperda Pajak dan

Retribusi Daerah

b Mendagri dalam mengevaluasi berdasarkan pertimbangan Gubernur

c Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan

d Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian

Kelemahan

1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah

bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelola perekonomian dan pertumbuhan kesejahteraan

masyarakat

2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses

pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah

diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi dan Gubernurpun dalam pemerintahan desentralisasi

seperti saat ini tidak memiliki kewenangan terhadap Kabupatenkotamadya

3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak

yang melakukan monitoring dan mengawasi

4 Gubernur Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam

mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih

menitikberatkan pada kesesuaian dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian

daerah dan nasional

5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi

kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan

pendapatan daerah saja

6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada

mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif

7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada

8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan

Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal

pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan

juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi

Usulan

Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut

Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)

a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor

Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan

didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah

b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak

sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih

tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut

c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati

juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring

dan pengawasan

d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan

pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi

atas perda di daerah tersebut

Sanksi

Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya

perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum

ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang

Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD

terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut

a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar

b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas

pelanggaran

c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah

mendapat tegoran

d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar

e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran

V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut

1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah

2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan

Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah

sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif

3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga

monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan

4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah

5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada

Saran

Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut

a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank

Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan

b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat

kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang

perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha

c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang

bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah

d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar

Undang-undang

DAFTAR PUSTAKA

Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986

Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published

by American Economic Association

Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of

Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American

Economic Association Stable

Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review

Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the

American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American

Economic Association

Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi

DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta

Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol

29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly

Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing

for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and

International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN

BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure

Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement

Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare

Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by

Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics

Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey

and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)

pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The

Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Author(s) Source Latin American Research

Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and

Health OutcomesSSRN

Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and

Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)

pp 387-401 Published by Springer

Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax

Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN

Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-

100 Published by American Economic Association

David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic

Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN

De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth

The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by

The MIT Press

Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern

Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program

Pasca UGM Yogyakarta

Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly

Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political

Weekly Stable

Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United

States IMF Working Paper No 8764

Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on

Personal Saving NBER Working Paper No W3257

Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and

Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10

No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for

Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de

lHomme

GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer

Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999

No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings

Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and

Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The

Canadian Economics Asociation

GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study

for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004

Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax

Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State

University of New York - Department of Political Science November 1996

Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau

of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553

HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive

Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)

pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics

House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol

96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation

Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986

The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published

by American Economic Association

JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The

Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A

Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -

S193 Published by The University of Chicago Press

Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian

Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI

101007s10887-006-7407-2

Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An

Endogenous Growth Model With

Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002

Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia

Indonesia Jakarta 2003

Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The

Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The

Review of Economic Studies Ltd

Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak

Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan

Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric

Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress

Explorations in Health Economics Paper SSRN

Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of

Law Yale law School

Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal

of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of

Business Tennessee State University

M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and

Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic

and Political Weekly

McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The

Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77

Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and

Management

Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN

Yogyakarta

Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The

Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by

American Economic Association

Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp

87-100 Published by American Economic Association

Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings

Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution

Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility

Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by

Springer

Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di

Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta

Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press

Yogyakarta

Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic

Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No

1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp

422-427 Published by Southern Economic Association

WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian

Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr

1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga

Penelitian Universitas Lampung

Perkiraan Biaya Penelitian

No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah

1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000

2 Fotocopy dan penjilidan

proposal

2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000

3 Pengumpulan data dan

Analisa

1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000

4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000

5 Seminar Proposal dan Hasil

Penelitian

2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000

Total 10000000

(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)

analisis ini maka digunakan diskusi sehingga dihasilkan analisis yang leibh baik Dari hasil analisis

maka akan dihasilkan flow chart dokumen yang bau yang leibh baik dan didalamnya yang sudah

mengandung sistem pengendalian dan pengawasan

Jenis dan Sumber Data

Data pada penelitian ini adalah data dari peraturan yang sudah ada tentang pajak daerah dan

retribusi daerah serta aturan dan undang-undang pnyusunan pajak dan retribusi darah tersebut Selain

itu adalah aturan tentang pangawasan dari Pajak daerah dan retribusi daerah

Adapun aturan atau undang- undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah tersebut antara lain

adalah

1 UU No 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah

2 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

3 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

4 UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah

5 Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

6 Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah

7 Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah

8 Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Propinsi Lampung Kota Bandar

Lampung Kabupaten Lampung Selatan Kota Depok dan Kabupaten Indramayu

9 Peraturan Perundang-Undangan Lainnya yang berkaitan dengan Pembentukan Pelaksanaan dan

Pengawasan Perda

Data yang diperoleh langsung dari sumber data di lokasi penelitian peristiwa hukum yang terjadi

dan narasumber yang memberikan informasi Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan

FGD

Pengolahan dan Analisis Data

Analisis yang digunakan adalah deskriptif yaitu menguraikan atau menggambarkan sistem dan

prosedur penyusunan PDRD yang selama ini dan menurut peraturan yang berlaku Kemudian dari

deskriptif ini dianalisis dengan SWOT tentang kelemahan kekuatan peluang dan ancaman sehingga

bisa terjadi pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar serta daerah yang tetap menjalankan

pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar walaupun sudah dihapuskan oleh pemerintah pusat

Dari hasil analisis ini kemudian disusun sistem yang baru yang diharapkan leibh baik dari sistem yang

lama dan dapat mencegah atau mengurangi pelanggaran Kemudian juga disusun sanksi yang tepat

atas setiap pelanggaran sehingga dapat mencegah terulangnya palanggaran tersebut

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat I

Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi

dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan

daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat I adalah sbb

Bagan 2 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)

ANALISIS

Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut

Kekuatan

1 Mendagri mengevaluasi berdasarkan permohonan dari Gubernur tentang Raperda Pajak dan

Retribusi Daerah

2 Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan

3 Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian

Kelemahan

1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah

bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelolan perekonomian dan pertumbuhan

kesejahteraan masyarakat

2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses

pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah

diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi

3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak

yang melakukan monitoring dan mengawasi

4 Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam mempertimbangkan kondisi

perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih menitikberatkan pada kesesuaian

dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian daerah dan nasional

5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi

kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan

pendapatan daerah saja

6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada

mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif

7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada

8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan

Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal

pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan

juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi

Usulan

Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut

Bagan 3 Usulan Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)

1 Raperda sebelum disampaikan ke Menteri Dalam Negri harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan

Kantor Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk

diterapkan didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah

2 Menteri Dalam negri menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan

Kantor Pajak sehingga evaluasi Mendagri lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan

peraturan yang leibh tinggi

3 Hasil Evaluasi dari Mendagri selain disampaikan ke Gubernur juga ke Kantor Bank Indonesia

Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring dan pengawasan

4 Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan

pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi

atas perda di daerah tersebut

Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat II

Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi

dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan

daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat II adalah sbb

Bagan 4 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)

ANALISIS

Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut

Kekuatan

a Gubernur mengevaluasi berdasarkan permohonan dari BupatiWalikota tentang Raperda Pajak dan

Retribusi Daerah

b Mendagri dalam mengevaluasi berdasarkan pertimbangan Gubernur

c Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan

d Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian

Kelemahan

1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah

bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelola perekonomian dan pertumbuhan kesejahteraan

masyarakat

2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses

pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah

diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi dan Gubernurpun dalam pemerintahan desentralisasi

seperti saat ini tidak memiliki kewenangan terhadap Kabupatenkotamadya

3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak

yang melakukan monitoring dan mengawasi

4 Gubernur Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam

mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih

menitikberatkan pada kesesuaian dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian

daerah dan nasional

5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi

kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan

pendapatan daerah saja

6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada

mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif

7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada

8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan

Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal

pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan

juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi

Usulan

Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut

Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)

a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor

Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan

didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah

b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak

sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih

tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut

c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati

juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring

dan pengawasan

d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan

pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi

atas perda di daerah tersebut

Sanksi

Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya

perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum

ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang

Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD

terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut

a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar

b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas

pelanggaran

c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah

mendapat tegoran

d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar

e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran

V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut

1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah

2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan

Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah

sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif

3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga

monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan

4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah

5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada

Saran

Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut

a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank

Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan

b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat

kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang

perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha

c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang

bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah

d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar

Undang-undang

DAFTAR PUSTAKA

Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986

Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published

by American Economic Association

Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of

Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American

Economic Association Stable

Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review

Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the

American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American

Economic Association

Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi

DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta

Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol

29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly

Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing

for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and

International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN

BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure

Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement

Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare

Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by

Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics

Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey

and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)

pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The

Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Author(s) Source Latin American Research

Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and

Health OutcomesSSRN

Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and

Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)

pp 387-401 Published by Springer

Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax

Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN

Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-

100 Published by American Economic Association

David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic

Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN

De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth

The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by

The MIT Press

Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern

Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program

Pasca UGM Yogyakarta

Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly

Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political

Weekly Stable

Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United

States IMF Working Paper No 8764

Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on

Personal Saving NBER Working Paper No W3257

Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and

Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10

No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for

Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de

lHomme

GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer

Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999

No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings

Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and

Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The

Canadian Economics Asociation

GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study

for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004

Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax

Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State

University of New York - Department of Political Science November 1996

Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau

of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553

HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive

Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)

pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics

House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol

96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation

Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986

The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published

by American Economic Association

JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The

Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A

Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -

S193 Published by The University of Chicago Press

Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian

Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI

101007s10887-006-7407-2

Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An

Endogenous Growth Model With

Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002

Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia

Indonesia Jakarta 2003

Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The

Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The

Review of Economic Studies Ltd

Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak

Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan

Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric

Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress

Explorations in Health Economics Paper SSRN

Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of

Law Yale law School

Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal

of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of

Business Tennessee State University

M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and

Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic

and Political Weekly

McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The

Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77

Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and

Management

Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN

Yogyakarta

Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The

Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by

American Economic Association

Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp

87-100 Published by American Economic Association

Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings

Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution

Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility

Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by

Springer

Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di

Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta

Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press

Yogyakarta

Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic

Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No

1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp

422-427 Published by Southern Economic Association

WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian

Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr

1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga

Penelitian Universitas Lampung

Perkiraan Biaya Penelitian

No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah

1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000

2 Fotocopy dan penjilidan

proposal

2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000

3 Pengumpulan data dan

Analisa

1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000

4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000

5 Seminar Proposal dan Hasil

Penelitian

2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000

Total 10000000

(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)

Bagan 2 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)

ANALISIS

Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut

Kekuatan

1 Mendagri mengevaluasi berdasarkan permohonan dari Gubernur tentang Raperda Pajak dan

Retribusi Daerah

2 Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan

3 Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian

Kelemahan

1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah

bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelolan perekonomian dan pertumbuhan

kesejahteraan masyarakat

2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses

pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah

diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi

3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak

yang melakukan monitoring dan mengawasi

4 Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam mempertimbangkan kondisi

perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih menitikberatkan pada kesesuaian

dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian daerah dan nasional

5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi

kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan

pendapatan daerah saja

6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada

mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif

7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada

8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan

Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal

pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan

juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi

Usulan

Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut

Bagan 3 Usulan Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)

1 Raperda sebelum disampaikan ke Menteri Dalam Negri harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan

Kantor Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk

diterapkan didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah

2 Menteri Dalam negri menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan

Kantor Pajak sehingga evaluasi Mendagri lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan

peraturan yang leibh tinggi

3 Hasil Evaluasi dari Mendagri selain disampaikan ke Gubernur juga ke Kantor Bank Indonesia

Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring dan pengawasan

4 Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan

pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi

atas perda di daerah tersebut

Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat II

Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi

dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan

daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat II adalah sbb

Bagan 4 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)

ANALISIS

Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut

Kekuatan

a Gubernur mengevaluasi berdasarkan permohonan dari BupatiWalikota tentang Raperda Pajak dan

Retribusi Daerah

b Mendagri dalam mengevaluasi berdasarkan pertimbangan Gubernur

c Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan

d Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian

Kelemahan

1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah

bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelola perekonomian dan pertumbuhan kesejahteraan

masyarakat

2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses

pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah

diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi dan Gubernurpun dalam pemerintahan desentralisasi

seperti saat ini tidak memiliki kewenangan terhadap Kabupatenkotamadya

3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak

yang melakukan monitoring dan mengawasi

4 Gubernur Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam

mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih

menitikberatkan pada kesesuaian dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian

daerah dan nasional

5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi

kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan

pendapatan daerah saja

6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada

mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif

7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada

8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan

Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal

pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan

juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi

Usulan

Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut

Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)

a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor

Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan

didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah

b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak

sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih

tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut

c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati

juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring

dan pengawasan

d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan

pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi

atas perda di daerah tersebut

Sanksi

Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya

perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum

ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang

Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD

terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut

a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar

b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas

pelanggaran

c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah

mendapat tegoran

d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar

e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran

V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut

1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah

2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan

Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah

sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif

3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga

monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan

4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah

5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada

Saran

Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut

a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank

Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan

b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat

kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang

perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha

c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang

bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah

d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar

Undang-undang

DAFTAR PUSTAKA

Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986

Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published

by American Economic Association

Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of

Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American

Economic Association Stable

Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review

Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the

American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American

Economic Association

Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi

DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta

Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol

29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly

Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing

for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and

International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN

BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure

Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement

Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare

Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by

Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics

Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey

and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)

pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The

Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Author(s) Source Latin American Research

Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and

Health OutcomesSSRN

Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and

Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)

pp 387-401 Published by Springer

Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax

Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN

Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-

100 Published by American Economic Association

David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic

Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN

De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth

The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by

The MIT Press

Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern

Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program

Pasca UGM Yogyakarta

Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly

Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political

Weekly Stable

Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United

States IMF Working Paper No 8764

Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on

Personal Saving NBER Working Paper No W3257

Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and

Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10

No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for

Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de

lHomme

GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer

Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999

No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings

Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and

Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The

Canadian Economics Asociation

GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study

for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004

Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax

Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State

University of New York - Department of Political Science November 1996

Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau

of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553

HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive

Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)

pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics

House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol

96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation

Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986

The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published

by American Economic Association

JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The

Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A

Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -

S193 Published by The University of Chicago Press

Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian

Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI

101007s10887-006-7407-2

Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An

Endogenous Growth Model With

Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002

Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia

Indonesia Jakarta 2003

Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The

Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The

Review of Economic Studies Ltd

Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak

Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan

Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric

Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress

Explorations in Health Economics Paper SSRN

Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of

Law Yale law School

Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal

of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of

Business Tennessee State University

M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and

Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic

and Political Weekly

McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The

Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77

Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and

Management

Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN

Yogyakarta

Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The

Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by

American Economic Association

Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp

87-100 Published by American Economic Association

Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings

Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution

Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility

Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by

Springer

Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di

Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta

Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press

Yogyakarta

Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic

Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No

1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp

422-427 Published by Southern Economic Association

WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian

Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr

1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga

Penelitian Universitas Lampung

Perkiraan Biaya Penelitian

No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah

1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000

2 Fotocopy dan penjilidan

proposal

2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000

3 Pengumpulan data dan

Analisa

1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000

4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000

5 Seminar Proposal dan Hasil

Penelitian

2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000

Total 10000000

(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)

Usulan

Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut

Bagan 3 Usulan Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)

1 Raperda sebelum disampaikan ke Menteri Dalam Negri harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan

Kantor Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk

diterapkan didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah

2 Menteri Dalam negri menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan

Kantor Pajak sehingga evaluasi Mendagri lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan

peraturan yang leibh tinggi

3 Hasil Evaluasi dari Mendagri selain disampaikan ke Gubernur juga ke Kantor Bank Indonesia

Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring dan pengawasan

4 Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan

pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi

atas perda di daerah tersebut

Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat II

Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi

dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan

daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat II adalah sbb

Bagan 4 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)

ANALISIS

Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut

Kekuatan

a Gubernur mengevaluasi berdasarkan permohonan dari BupatiWalikota tentang Raperda Pajak dan

Retribusi Daerah

b Mendagri dalam mengevaluasi berdasarkan pertimbangan Gubernur

c Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan

d Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian

Kelemahan

1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah

bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelola perekonomian dan pertumbuhan kesejahteraan

masyarakat

2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses

pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah

diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi dan Gubernurpun dalam pemerintahan desentralisasi

seperti saat ini tidak memiliki kewenangan terhadap Kabupatenkotamadya

3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak

yang melakukan monitoring dan mengawasi

4 Gubernur Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam

mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih

menitikberatkan pada kesesuaian dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian

daerah dan nasional

5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi

kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan

pendapatan daerah saja

6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada

mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif

7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada

8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan

Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal

pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan

juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi

Usulan

Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut

Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)

a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor

Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan

didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah

b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak

sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih

tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut

c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati

juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring

dan pengawasan

d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan

pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi

atas perda di daerah tersebut

Sanksi

Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya

perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum

ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang

Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD

terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut

a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar

b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas

pelanggaran

c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah

mendapat tegoran

d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar

e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran

V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut

1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah

2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan

Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah

sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif

3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga

monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan

4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah

5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada

Saran

Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut

a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank

Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan

b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat

kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang

perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha

c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang

bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah

d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar

Undang-undang

DAFTAR PUSTAKA

Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986

Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published

by American Economic Association

Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of

Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American

Economic Association Stable

Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review

Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the

American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American

Economic Association

Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi

DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta

Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol

29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly

Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing

for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and

International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN

BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure

Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement

Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare

Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by

Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics

Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey

and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)

pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The

Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Author(s) Source Latin American Research

Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and

Health OutcomesSSRN

Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and

Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)

pp 387-401 Published by Springer

Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax

Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN

Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-

100 Published by American Economic Association

David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic

Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN

De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth

The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by

The MIT Press

Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern

Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program

Pasca UGM Yogyakarta

Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly

Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political

Weekly Stable

Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United

States IMF Working Paper No 8764

Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on

Personal Saving NBER Working Paper No W3257

Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and

Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10

No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for

Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de

lHomme

GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer

Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999

No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings

Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and

Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The

Canadian Economics Asociation

GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study

for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004

Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax

Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State

University of New York - Department of Political Science November 1996

Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau

of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553

HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive

Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)

pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics

House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol

96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation

Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986

The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published

by American Economic Association

JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The

Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A

Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -

S193 Published by The University of Chicago Press

Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian

Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI

101007s10887-006-7407-2

Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An

Endogenous Growth Model With

Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002

Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia

Indonesia Jakarta 2003

Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The

Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The

Review of Economic Studies Ltd

Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak

Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan

Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric

Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress

Explorations in Health Economics Paper SSRN

Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of

Law Yale law School

Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal

of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of

Business Tennessee State University

M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and

Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic

and Political Weekly

McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The

Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77

Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and

Management

Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN

Yogyakarta

Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The

Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by

American Economic Association

Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp

87-100 Published by American Economic Association

Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings

Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution

Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility

Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by

Springer

Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di

Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta

Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press

Yogyakarta

Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic

Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No

1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp

422-427 Published by Southern Economic Association

WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian

Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr

1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga

Penelitian Universitas Lampung

Perkiraan Biaya Penelitian

No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah

1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000

2 Fotocopy dan penjilidan

proposal

2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000

3 Pengumpulan data dan

Analisa

1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000

4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000

5 Seminar Proposal dan Hasil

Penelitian

2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000

Total 10000000

(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)

Bagan 4 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)

ANALISIS

Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut

Kekuatan

a Gubernur mengevaluasi berdasarkan permohonan dari BupatiWalikota tentang Raperda Pajak dan

Retribusi Daerah

b Mendagri dalam mengevaluasi berdasarkan pertimbangan Gubernur

c Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan

d Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian

Kelemahan

1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah

bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelola perekonomian dan pertumbuhan kesejahteraan

masyarakat

2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses

pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah

diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi dan Gubernurpun dalam pemerintahan desentralisasi

seperti saat ini tidak memiliki kewenangan terhadap Kabupatenkotamadya

3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak

yang melakukan monitoring dan mengawasi

4 Gubernur Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam

mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih

menitikberatkan pada kesesuaian dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian

daerah dan nasional

5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi

kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan

pendapatan daerah saja

6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada

mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif

7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada

8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan

Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal

pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan

juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi

Usulan

Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut

Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)

a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor

Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan

didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah

b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak

sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih

tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut

c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati

juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring

dan pengawasan

d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan

pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi

atas perda di daerah tersebut

Sanksi

Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya

perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum

ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang

Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD

terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut

a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar

b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas

pelanggaran

c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah

mendapat tegoran

d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar

e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran

V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut

1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah

2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan

Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah

sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif

3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga

monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan

4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah

5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada

Saran

Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut

a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank

Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan

b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat

kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang

perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha

c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang

bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah

d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar

Undang-undang

DAFTAR PUSTAKA

Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986

Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published

by American Economic Association

Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of

Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American

Economic Association Stable

Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review

Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the

American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American

Economic Association

Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi

DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta

Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol

29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly

Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing

for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and

International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN

BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure

Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement

Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare

Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by

Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics

Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey

and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)

pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The

Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Author(s) Source Latin American Research

Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and

Health OutcomesSSRN

Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and

Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)

pp 387-401 Published by Springer

Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax

Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN

Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-

100 Published by American Economic Association

David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic

Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN

De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth

The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by

The MIT Press

Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern

Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program

Pasca UGM Yogyakarta

Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly

Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political

Weekly Stable

Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United

States IMF Working Paper No 8764

Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on

Personal Saving NBER Working Paper No W3257

Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and

Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10

No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for

Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de

lHomme

GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer

Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999

No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings

Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and

Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The

Canadian Economics Asociation

GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study

for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004

Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax

Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State

University of New York - Department of Political Science November 1996

Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau

of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553

HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive

Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)

pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics

House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol

96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation

Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986

The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published

by American Economic Association

JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The

Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A

Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -

S193 Published by The University of Chicago Press

Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian

Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI

101007s10887-006-7407-2

Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An

Endogenous Growth Model With

Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002

Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia

Indonesia Jakarta 2003

Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The

Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The

Review of Economic Studies Ltd

Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak

Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan

Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric

Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress

Explorations in Health Economics Paper SSRN

Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of

Law Yale law School

Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal

of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of

Business Tennessee State University

M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and

Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic

and Political Weekly

McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The

Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77

Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and

Management

Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN

Yogyakarta

Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The

Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by

American Economic Association

Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp

87-100 Published by American Economic Association

Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings

Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution

Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility

Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by

Springer

Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di

Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta

Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press

Yogyakarta

Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic

Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No

1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp

422-427 Published by Southern Economic Association

WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian

Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr

1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga

Penelitian Universitas Lampung

Perkiraan Biaya Penelitian

No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah

1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000

2 Fotocopy dan penjilidan

proposal

2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000

3 Pengumpulan data dan

Analisa

1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000

4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000

5 Seminar Proposal dan Hasil

Penelitian

2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000

Total 10000000

(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)

7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada

8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan

Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal

pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan

juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi

Usulan

Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut

Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)

a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor

Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan

didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah

b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak

sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih

tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut

c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati

juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring

dan pengawasan

d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan

pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi

atas perda di daerah tersebut

Sanksi

Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya

perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum

ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang

Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD

terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut

a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar

b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas

pelanggaran

c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah

mendapat tegoran

d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar

e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran

V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut

1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah

2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan

Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah

sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif

3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga

monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan

4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah

5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada

Saran

Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut

a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank

Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan

b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat

kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang

perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha

c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang

bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah

d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar

Undang-undang

DAFTAR PUSTAKA

Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986

Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published

by American Economic Association

Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of

Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American

Economic Association Stable

Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review

Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the

American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American

Economic Association

Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi

DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta

Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol

29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly

Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing

for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and

International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN

BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure

Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement

Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare

Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by

Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics

Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey

and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)

pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The

Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Author(s) Source Latin American Research

Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and

Health OutcomesSSRN

Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and

Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)

pp 387-401 Published by Springer

Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax

Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN

Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-

100 Published by American Economic Association

David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic

Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN

De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth

The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by

The MIT Press

Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern

Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program

Pasca UGM Yogyakarta

Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly

Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political

Weekly Stable

Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United

States IMF Working Paper No 8764

Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on

Personal Saving NBER Working Paper No W3257

Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and

Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10

No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for

Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de

lHomme

GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer

Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999

No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings

Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and

Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The

Canadian Economics Asociation

GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study

for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004

Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax

Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State

University of New York - Department of Political Science November 1996

Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau

of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553

HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive

Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)

pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics

House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol

96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation

Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986

The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published

by American Economic Association

JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The

Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A

Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -

S193 Published by The University of Chicago Press

Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian

Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI

101007s10887-006-7407-2

Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An

Endogenous Growth Model With

Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002

Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia

Indonesia Jakarta 2003

Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The

Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The

Review of Economic Studies Ltd

Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak

Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan

Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric

Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress

Explorations in Health Economics Paper SSRN

Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of

Law Yale law School

Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal

of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of

Business Tennessee State University

M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and

Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic

and Political Weekly

McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The

Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77

Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and

Management

Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN

Yogyakarta

Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The

Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by

American Economic Association

Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp

87-100 Published by American Economic Association

Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings

Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution

Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility

Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by

Springer

Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di

Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta

Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press

Yogyakarta

Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic

Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No

1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp

422-427 Published by Southern Economic Association

WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian

Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr

1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga

Penelitian Universitas Lampung

Perkiraan Biaya Penelitian

No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah

1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000

2 Fotocopy dan penjilidan

proposal

2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000

3 Pengumpulan data dan

Analisa

1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000

4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000

5 Seminar Proposal dan Hasil

Penelitian

2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000

Total 10000000

(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)

Sanksi

Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya

perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum

ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang

Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD

terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut

a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar

b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas

pelanggaran

c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah

mendapat tegoran

d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar

e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran

V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut

1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah

2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan

Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah

sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif

3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga

monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan

4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah

5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada

Saran

Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut

a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank

Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan

b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat

kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang

perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha

c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang

bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah

d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar

Undang-undang

DAFTAR PUSTAKA

Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986

Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published

by American Economic Association

Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of

Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American

Economic Association Stable

Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review

Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the

American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American

Economic Association

Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi

DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta

Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol

29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly

Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing

for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and

International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN

BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure

Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement

Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare

Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by

Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics

Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey

and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)

pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The

Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Author(s) Source Latin American Research

Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and

Health OutcomesSSRN

Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and

Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)

pp 387-401 Published by Springer

Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax

Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN

Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-

100 Published by American Economic Association

David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic

Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN

De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth

The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by

The MIT Press

Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern

Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program

Pasca UGM Yogyakarta

Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly

Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political

Weekly Stable

Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United

States IMF Working Paper No 8764

Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on

Personal Saving NBER Working Paper No W3257

Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and

Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10

No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for

Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de

lHomme

GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer

Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999

No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings

Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and

Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The

Canadian Economics Asociation

GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study

for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004

Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax

Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State

University of New York - Department of Political Science November 1996

Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau

of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553

HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive

Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)

pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics

House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol

96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation

Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986

The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published

by American Economic Association

JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The

Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A

Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -

S193 Published by The University of Chicago Press

Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian

Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI

101007s10887-006-7407-2

Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An

Endogenous Growth Model With

Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002

Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia

Indonesia Jakarta 2003

Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The

Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The

Review of Economic Studies Ltd

Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak

Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan

Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric

Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress

Explorations in Health Economics Paper SSRN

Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of

Law Yale law School

Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal

of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of

Business Tennessee State University

M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and

Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic

and Political Weekly

McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The

Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77

Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and

Management

Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN

Yogyakarta

Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The

Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by

American Economic Association

Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp

87-100 Published by American Economic Association

Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings

Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution

Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility

Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by

Springer

Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di

Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta

Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press

Yogyakarta

Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic

Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No

1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp

422-427 Published by Southern Economic Association

WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian

Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr

1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga

Penelitian Universitas Lampung

Perkiraan Biaya Penelitian

No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah

1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000

2 Fotocopy dan penjilidan

proposal

2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000

3 Pengumpulan data dan

Analisa

1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000

4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000

5 Seminar Proposal dan Hasil

Penelitian

2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000

Total 10000000

(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)

American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American

Economic Association

Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi

DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta

Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol

29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly

Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing

for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and

International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN

BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure

Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement

Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare

Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by

Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics

Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey

and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)

pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The

Latin American Studies Association

Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences

Author(s) Source Latin American Research

Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and

Health OutcomesSSRN

Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and

Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)

pp 387-401 Published by Springer

Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax

Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN

Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-

100 Published by American Economic Association

David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic

Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN

De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth

The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by

The MIT Press

Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern

Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program

Pasca UGM Yogyakarta

Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly

Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political

Weekly Stable

Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United

States IMF Working Paper No 8764

Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on

Personal Saving NBER Working Paper No W3257

Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and

Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10

No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for

Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de

lHomme

GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer

Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999

No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings

Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and

Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The

Canadian Economics Asociation

GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study

for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004

Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax

Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State

University of New York - Department of Political Science November 1996

Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau

of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553

HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive

Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)

pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics

House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol

96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation

Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986

The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published

by American Economic Association

JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The

Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A

Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -

S193 Published by The University of Chicago Press

Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian

Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI

101007s10887-006-7407-2

Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An

Endogenous Growth Model With

Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002

Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia

Indonesia Jakarta 2003

Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The

Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The

Review of Economic Studies Ltd

Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak

Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan

Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric

Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress

Explorations in Health Economics Paper SSRN

Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of

Law Yale law School

Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal

of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of

Business Tennessee State University

M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and

Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic

and Political Weekly

McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The

Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77

Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and

Management

Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN

Yogyakarta

Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The

Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by

American Economic Association

Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp

87-100 Published by American Economic Association

Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings

Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution

Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility

Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by

Springer

Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di

Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta

Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press

Yogyakarta

Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic

Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No

1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp

422-427 Published by Southern Economic Association

WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian

Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr

1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga

Penelitian Universitas Lampung

Perkiraan Biaya Penelitian

No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah

1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000

2 Fotocopy dan penjilidan

proposal

2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000

3 Pengumpulan data dan

Analisa

1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000

4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000

5 Seminar Proposal dan Hasil

Penelitian

2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000

Total 10000000

(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)

Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United

States IMF Working Paper No 8764

Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on

Personal Saving NBER Working Paper No W3257

Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and

Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10

No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for

Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de

lHomme

GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer

Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999

No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings

Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and

Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The

Canadian Economics Asociation

GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study

for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004

Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax

Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State

University of New York - Department of Political Science November 1996

Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau

of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553

HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive

Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)

pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics

House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol

96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation

Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986

The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published

by American Economic Association

JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The

Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A

Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -

S193 Published by The University of Chicago Press

Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian

Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI

101007s10887-006-7407-2

Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An

Endogenous Growth Model With

Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002

Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia

Indonesia Jakarta 2003

Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The

Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The

Review of Economic Studies Ltd

Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak

Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan

Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric

Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress

Explorations in Health Economics Paper SSRN

Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of

Law Yale law School

Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal

of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of

Business Tennessee State University

M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and

Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic

and Political Weekly

McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The

Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77

Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and

Management

Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN

Yogyakarta

Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The

Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by

American Economic Association

Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp

87-100 Published by American Economic Association

Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings

Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution

Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility

Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by

Springer

Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di

Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta

Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press

Yogyakarta

Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic

Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No

1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp

422-427 Published by Southern Economic Association

WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian

Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr

1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga

Penelitian Universitas Lampung

Perkiraan Biaya Penelitian

No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah

1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000

2 Fotocopy dan penjilidan

proposal

2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000

3 Pengumpulan data dan

Analisa

1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000

4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000

5 Seminar Proposal dan Hasil

Penelitian

2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000

Total 10000000

(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)

Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The

Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The

Review of Economic Studies Ltd

Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak

Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan

Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric

Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress

Explorations in Health Economics Paper SSRN

Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of

Law Yale law School

Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal

of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of

Business Tennessee State University

M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and

Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic

and Political Weekly

McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The

Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77

Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and

Management

Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN

Yogyakarta

Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The

Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by

American Economic Association

Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public

Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp

87-100 Published by American Economic Association

Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings

Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution

Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility

Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by

Springer

Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di

Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta

Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press

Yogyakarta

Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta

Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic

Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No

1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp

422-427 Published by Southern Economic Association

WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian

Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr

1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga

Penelitian Universitas Lampung

Perkiraan Biaya Penelitian

No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah

1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000

2 Fotocopy dan penjilidan

proposal

2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000

3 Pengumpulan data dan

Analisa

1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000

4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000

5 Seminar Proposal dan Hasil

Penelitian

2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000

Total 10000000

(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)

WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian

Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr

1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian

Economics Association

Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga

Penelitian Universitas Lampung

Perkiraan Biaya Penelitian

No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah

1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000

2 Fotocopy dan penjilidan

proposal

2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000

3 Pengumpulan data dan

Analisa

1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000

4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000

5 Seminar Proposal dan Hasil

Penelitian

2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000

Total 10000000

(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)