Upload
phamhanh
View
223
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS TERHADAP SISTEM PENYUSUNAN PAJAK DAERAH
DAN RETRIBUSI DAERAH YANG MELANGGAR TERHADAP
UNDANG-UNDANG
Weddie Andriyanto Dosen FEB Universitas Lampung
ABSTRAK
Sejak reformasi tahun 1998 Indonesia menganut sistem desentralisasi termasuk dalam
pengelolaan keuangan Salah satu desentralisasi keuangan adalah dengan adanya UU No32 tahun
2004 Pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah maka berusaha meningkatkan Pendapatan
Asli Daerah sebesar-besarnya sehingga terdapat peraturan daerah tentang pajak dan retribusi daerah
yang melanggar Undang-Undang dan juga menciptakan kondisi ekonomi yang kurang kondusif
Banyaknya perda PDRD adalah karena dalam pembuatan perda tersebut lebih menekankan pada
pertimbangan peningkatan PAD daripada penciptaan kondisi iklim usaha dan ekonomi yang kondusif
Selain itu prosedur penyusunan Peraturan PDRD juga lebih menitikberatkan pada prosedur formal
penyusunan Peraturan dengan tidak melibatkan pihak yang mengelola kondisi perekonmian dan belum
adanya sanksi pada pihak yang melanggar aturan
Berdasarkan hal tersebut maka untuk lebih meningkatkan kualitas peraturan daerah tentang Pajak
dan Retribusi Daerah maka Bank Indonesia dan Kantor Pajak perlu dilibatkan serta difungsikan
sebagai lembaga untuk monitoring dan pengawasan Sanksi atas setiap pelanggaran oleh daerah harus
ditetapkan dengan tegas antara lain dengan penundaan pengurangan atau pemotongan dana bagi hasil
dan atau dana Alokasi umum (DAU)
Kata Kunci Desentralisasi Pajak daerah Retribusi daerah Pengawasan
I PENDAHULUAN
Krisis ekonomi tahun 1997-1998 di Indonesia yang berlanjut dengan krisis politik sehingga
membawa perubahan sistem pemerintahan di Indonesia Sejak tahun 1965 sampai dengan tahun 1997
disebut era orde baru dengan sistem pemerintahan yang sentralistik dan sejak tahun 1998 sampai
sekarang disebut dengan era orde reformasi Krisis yang terjadi di Indonesia oleh beberapa pihak
disimpulkan karena sistem pemerintahan yang sentralistik sehingga daerah tidak mandiri dan pada saat
ekonomi pemerintah pusat terkena dampak krisis maka kondisi daerah juga ikut terkana Untuk itu
beberapa pihak tersebut merubah sistem pemerintahan menjadi sistem desentralisasi
Sistem pemerintahan yang desentralisasi diikuti dengan sistem pengelolaan keuangan
pemerintahan yang desentralisasi dimana daerah dapat mencari dan mengelola keuangannya sendiri
dan mengalokasikan keuangan daerah sesuai dengan kebutuhannya sendiri Sistem pengelolaan
keuangan sendiri maka membuat daerah berusaha memperoleh pendapatan semaksimal mungkin
sehingga beberapa daerah menerbitkan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan atau Retribusi
Daerah untuk mengejar peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Namun dalam realisasinya penerapan Pajak daerah dan Retribusi daerah yang oleh pemerintah
daerah bersama legislative daerah (DPRD) yang menerbitkan pajak daerah dan atau retribusi daerah
banyak yang hanya mempertimbangkan pendapatan bagi daerah saja tanpa mempertimbangkan beban
yang dipikul oleh masyarakat atau dunia usaha yang berakibat iklim usaha di daerah kurang menarik
Hal ini disadari oleh pemerintah pusat yang melihat setelah era reformasi ternyata pertumbuhan
ekonomi di Indonesia tetap lambat sementara negara lain yang ikut terkena krisis telah pulih seperti
Korea Thailand atau Malaysia dll Dari hasil evaluasi salah satu yang ditemukan adalah biaya
ekonomi yang tinggi di daerah di Indonesia yang disebabkan oleh berbagai pengutan pajak daerah dan
retribusi daerah bahkan beberapa peraturan pajakretribusi daerah tersebut tumpang tindoh dengan
pajak pusat Untuk itu maka pemerintah bersama DPR menerbitkan Undang-Undang No18 tahun
1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan kemudian disempurnakan dengan Undang
Undang No25 tahun 1999
Namun dalam realisasinya banyak daerah baik daerah tingkat I yaitu provinsi atau daerah tingkat
II (kabupatenKota) menggunakan Undang-Undang ini untuk membuat peraturan daerah tentang pajak
daerah dan retribusi daerah untuk meningkatkan Pendapatan asli daerahyang bertentangan dengan
aturan pada Undang Undang tersebut Pelanggaran tersebut antara lain adalah objek pajak yang tidak
tepat atau sudah dikenakan pajak pusat masih dikenakan pajak daerah lagi atau tarif pajak yang terlalu
tinggi sehingga pajakretribusi daerah tersebut menghambat dunia usaha dan investasi di daerah
Departemen dalam negri dan departemen keuangan telah memeriksa dan menginvetarisir
berbagai pajakretribusi daerah dan menemukan ribuan peraturan daerah tentang pajakretribusi daerah
yang melanggar Undang-Undang tentang pajak dan retribusi Daerah Bahkan beberapa peraturan
daerah tentang pajakretribusi daerah yang sudah dilarang oleh pemerintah pusat untuk dilakukan
masih tetap dijalankan di daerah Berdasarkan penelitiankegiatan inventarisasi Rencana Legislasi
Daerah sampai Agustus 2001 saja Departemen Dalam Negeri (Depdagri) telah menerima sekitar 1979
Perda Perda tersebut terdiri dari 1503 Perda tentang pajak daerah dan 926 Perda tentang Desa Dari
jumlah itu sebanyak 926 Perda memenuhi ketentuan perundang-undangan 104 Perda dinyatakan
bermasalah dan 949 Perda ketika itu sedang dievaluasi lebih lanjut Menurut penelitian Komite
Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) dari sejumlah Perda tersebut terdapat 47 Perda
harus dibatalkan dan 189 Perda harus direvisi Jika data sampai Agustus 2001 saja telah begitu banyak
ditemukan Perda bermasalah menjadi pertanyaan adalah berapa banyak Perda bermasalah hingga
2012
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa sistem dan prosedur pengendalian pajak dan retribusi
daerah yang melanggar dan menganalisa sistem pengawasan atas pajakretribusi darah yang melanggar
Undang-undang Dengan analisa ini maka juga akan direkomendasikan untuk sanksi atau tindakan
yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran oleh daerah atas pajakretribusi
daerah
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada kebijakan pemerintah untuk
menyusun sistem dan prosedur PajakRetribusi daerah dan sanksi atas daerah yang melanggar Dengan
kontribusi ini diharapkan akan mencegah atau mengurangi daerah dalam membuatpajakretribusi
daerah yang melanggar Undang-Undang dan dapat meningkatkan iklim usaha dan investasi di daerah
yang lebih baik Dari uraian dalam latar belakang penelitian di atas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikutb agaimanakah prosedur pembuatan dan pengesahan pajakretribusi
daerah Bagaimana prosedur pengawasan pajakretribusi daerah tersebut Bagaimanakah sangsi
terhadap daerah yang melanggar dengan aturan atau menerbitkan pajakretribusi daerah yang
melanggar aturan Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini dijelaskan sebagai
berikut mengkaji sistem dan prosedur pembuatan dan pengesahan Pajak daerah Retribusi daerah
tingkat I yang dibuat oleh propinsi Mengkaji sistem dan prosedur pembuatan dan pengesahan Pajak
daerah Retribusi daerah tingkat II yang dibuat oleh Pemeringah KotaKabupaten Mengkaji prosedur
pengawasan dan monitoring atas pajakretribusi daerah Mengkaji sanksi terhadap daerah yang
melanggar atas penerbitan pajakretribusi daerah
II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Pengertian Sistem
Sistem adalah sekelompk unsur yang erat berhubungan satu dngan lainnya yang berfungsi
bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu (Mulyadi 1993 2) Dengan demikian maka sistem
memiliki unsur sebagai berikut
a Setiap sistem terdiri dari unsur-unsur Unsur-unsur suatu sistem terdiri dari subsistem yang lebih
kecil yang terdiri dari kelompok unsur yang membentuk subsistem tersebut
b Unsur-unsur tersebut merupakan bagian terpadu sistem yang bersangkutan Unsur-unsur sistem
berhubungan erat satu dengan lainnya dan sifat serta kerjasama antar unsur sistem tersebut
mempunyai bentuk tertentu
c Unsur sistem tersebut bekerjasama untuk mencapai tujuan sistem Setiap sistem mempunyai tujuan
tertentu
d Suatu sistem merupakan bagian dari sistem lain yang lebih besar Suatu sistem disusun dengan
suatu tujuan tertentu
Pada umumnya tujuan adanya suatu sistem adalah
a Untuk memberikan informasiyang dihasilkan yaitu mutu produk ketepatan penyajian maupun
struktur informasiproduk yang dihasilkan
b Untuk memperbaiki pengendalian dan pengecekan internal sehingga akan memperbaiki keandalan
produk yang dihasilkan
c Untuk meningkatkan efisiensi dalam memproduksi atau membuat produk tersebut
Dengan sistem yang baik maka suatu produk yang dihasilkan akan lebih baik lebih efisien dan
lebih bermanfaat atau sesuai dengan tujuannya Untuk mengevaluasi suatu produk yang dihasilkan
maka dapat dievaluasi dari sistem dalam pembuatan produk tersebut Demikian pula dengan
penyusunan Pajak daerahretribusi daerah maka perlu dievaluasi atas sistem pembuatan dan
penyusunan pajakretribusi daerah tersebut untuk mengetahui kelemahan sehingga dapat menghindari
kekurangan atau kelemahan atas etiap produk peraturan pajakretribusi daerah yang dihasilkan oleh
suatu daerah tingkat I atau daerah tingkat II sehingga terhindar dari pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi
Perkembangan Perundang-undangan pajakretribusi daerah
Untuk pertama kalinya Indonesia memiliki undang-undang yang mengatur mengenai pajak
daerah dan retribusi daerah sekaligus adalah dengan diberlakukanya Undang-Undang (UU) No 18
Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Undang-undang ini secara garis besar
mengatur mengenai dua hal Pertama menetapkan ketentuan-ketentuan pokok yang memberikan
pedoman kebijakan dan arahan bagi Daerah dalam pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi
Kedua menetapkan pengaturan yang cukup rinci untuk menjamin penerapan prosedur umum
perpajakan daerah dan retribusi
Sebelum UU No 18 Tahun 1997 pengaturan mengenai Pajak dan Retribusi Daerah (PDRD)
diatur berdasarkan dua undang-undang yang berbeda Pertama UU No 11 Drt Tahun 1957 tentang
Peraturan Umum Pajak Daerah dan kedua UU No 12 Drt Tahun 1957 tentang Peraturan Umum
Retribusi Daerah Berdasarkan kedua undang-undang ini sistem perpajakan daerah dan retribusi
daerah tidak bersifat sederhana tidak adil tidak efektif tidak efesien dan tidak dapat menggerakkan
peranserta masyarakat dalam membiayai pembangunan daerah Karena itulah maka perlu dibuat
undang-undang yang dapat menciptakan pembaharuan sistem perpajakan daerah dan retribusi daerah
tersebut
Dalam perkembangannya UU No 18 Tahun 1997 tidak berumur panjang karena pada tahun 2000
undang-undang ini diperbaharui kembali seiring dengan pelaksanaan desentralisasi fiskal yang
berkaitan dengan diberlakukannya undang-undang tentang otonomi daerah Pembaharuan terhadap
UU No 18 Tahun 1997 tersebut hanya diamanatkan dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU No 25
Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Meskipun
demikian hal itu sudah cukup menjadi alasan bagi Pemerintah untuk melakukan perubahan terhadap
undang-undang itu Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU No 25 Tahun 1999 menyatakan sebagai berikut
ldquoJenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerah disesuaikan dengan kewenangan yang diserahkan
kepada Daerah Propinsi dan Daerah Kabupatenkota Penyesuaian tersebut dilakukan dengan
mengubah UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerahrdquo
Meskipun perubahan undang-undang PDRD secara eksplisit hanya diamanatkan dalam
Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU No 25 Tahun 1999 tetapi semangat perubahan tersebut sebenarnya
terlebih dahulu mengacu kepada UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Berdasarkan
kedua undang-undang otonomi daerah itu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan penerimaan dana perimbangan yang bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
PAD tersebut antara lain bersumber dari PDRD yang diharapkan dapat menjadi salah satu
sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk meningkatkan
dan memeratakan kesejahteraan masyarakat Pada gilirannya daerah mampu melaksanakan otonomi
yang dengan kata lain mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
Berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai dengan pembentukan UU No 34 Tahun 2000 maka
undang-undang ini sebagaimana halnya UU No 18 Tahun 1997 juga menetapkan dua tujuan Pertama
menetapkan ketentuan-ketentuan pokok yang memberikan pedoman kebijakan dan arahan bagi Daerah
dalam pelaksanaan pemungutan PDRD Kedua menetapkan pengaturan untuk menjamin penerapan
prosedur umum perpajakan daerah dan retribusi daerah
Pajak daerah dan pajak pusat merupakan suatu sistem perpajakan nasional yang pada hakikatnya
merupakan beban bagi masyarakat sehingga perlu dijaga agar kebijakan tersebut merupakan beban
yang adil Untuk itu pembinaan perpajakan daerah dilakukan secara terpadu dengan perpajakan
nasional Pembinaan ini dilakukan secara sinergis terutama mengenai obyek dan tarif pajak agar
pajak pusat dan pajak daerah dapat saling melengkapi dan tidak saling tumpang tindih
UU No 34 Tahun 2000 menganut sistem buka tutup dalam penetapan jenis PDRD
kabupatenkota Meskipun beberapa jenis PDRD telah ditetapkan dalam undang-undang ini namun
daerah kabupatenkota diberi peluang dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan
menetapkan jenis pajak dan retribusi selain yang telah ditetapkan Penetapan jenis PDRD tambahan
tersebut harus memenuhi kreteria yang ditetapkan dalam undang-undang dan sesuai dengan aspirasi
masyarakat setempat
Pasal 4 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa pajak daerah ditetapkan dengan
Peraturan Daerah (Perda) Begitu pula menurut Pasal 24 ayat (1) bahwa retribusi daerah ditetapkan
juga dengan Perda Pembuatan Perda baik tentang pajak daerah maupun tentang retribusi daerah ini
tidak boleh bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan-perundangan lain terutama dengan
undang-undang tentang otonomi daerah
Persoalan yang muncul dengan dibukanya peluang tersebut di lapangan banyak Perda PDRD
yang dibuat tetapi bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi Hal ini terjadi antara lain juga karena baik dalam UU No 22 Tahun 1999 maupun
UU No 34 Tahun 2000 tidak mengenal pengawasan preventif dalam bentuk evaluasi Rancangan
Perda (Raperda) oleh tingkat pemerintahan yang lebih tinggi Persoalan ini menjadi semakin rumit
ketika Perda tersebut dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) (baca pemerintah pusat)
tetapi pemerintah daerah tetap memberlakukannya alias tidak menghentikan pelaksanaan dan atau
mencabutnya karena tanpa sanksi yang jelas
Berlakunya UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti UU No 22
Tahun 1999) membawa implikasi positif seperti telah diaturnya tata cara pengawasan preventif dan
kewenangan Gubernur dalam bentuk evaluasi Raperda kabupatenkota Diaturnya wewenang Menteri
Keuangan (Menkeu) dalam proses pembuatan Perda dan sanksi berupa pembatalan Perda yang
bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
Persoalannya adalah tidak jelas apakah Gubernur dan Menkeu juga memiliki kewenangan untuk
membatalkan Perda PDRD kabupatenkota yang dianggap bertentangan dengan kepentingan umum
dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tingi Selain itu sanksi yang diatur hanya berupa
sanksi administratif yang bersifat represif setelah jadi Perda
Selain persoalan di atas berlakunya UU No 32 Tahun 2004 menimbulkan dualisme pengaturan
hukum yang berkaitan dengan PDRD UU No 32 Tahun 2004 mengatur pengawasan preventif
sebaliknya dalam UU No 34 Tahun 2000 tidak UU No 32 Tahun 2004 tidak mengatur dengan jelas
kewenangan Menkeu dalam pembatalan Perda PDRD sebaliknya dalam UU No 34 Tahun 2000 PP
No 65 Tahun 2001 dan PP No 66 Tahun 2001 Menkeu memiliki kewenangan untuk memberi
pertimbangan kepada Mendagri dalam hal pembatalan Perda Dengan demikian berdasarkan UU No
34 Tahun 2000 peran Menkeu telah ada dalam proses evaluasi dan pembatalan Perda Persoalan lain
adalah mengenai jangka waktu penyampaian Perda yang sudah disahkan daerah kepada pusat untuk
dievaluasi UU No 34 Tahun 2000 memberikan waktu yang lebih lama yaitu 15 hari dibandingkan
dengan UU No 32 Tahun 2004 yang hanya tujuh hari Dualisme ketentuan hukum ini menjadi
persoalan yang serius karena kedua undang-undang tersebut sama-sama berlaku efektif
Perbedaan limitasi waktu penyampaian Perda kepada Pemerintah antara UU No 22 Tahun 1999
dengan UU No 32 Tahun 2004 tidak menjadi persoalan karena undang-undang yang disebut pertama
tidak berlaku lagi Akan tetapi perbedaan antara ketentuan UU No 34 Tahun 2000 dengan UU No 32
Tahun 2004 menjadi persoalan karena kedua undang-undang tersebut masih berlaku efektif Meskipun
demikian jika ditinjau dari asas hukum lex posteriori derogat legi priori (undang-undang yang baru
mengesampingkan undang-undang yang lama) maka yang berlaku adalah ketentuan yang ada dalam
undang-undang yang baru Artinya yang berlaku adalah ketentuan dalam UU No 32 Tahun 2004
yakni waktu penyampaian Perda yang telah ditetapkan kepada Pemerintah paling lama tujuh hari
Eksistensi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Dalam Struktur Keuangan Daerah
Pasal 1 angka 6 UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa Pajak Daerah adalah iuran wajib
yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang
yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah Begitu pula Pasal
1 angka 26 menyatakan bahwa Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa
atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan
Pajak biasanya harus dibayar oleh anggota masyarakat sebagai suatu kewajiban hukum tanpa
pertimbangan secara pribadi mereka mendapat manfaat atau tidak dari pelayanan yang mereka biayai
Sebaliknya retribusi dibayar langsung oleh mereka yang menikmati suatu pelayanan yang biasanya
dimaksudkan untuk menutup seluruhnya atau sebagian dari biaya pelayanan tersebut Meskipun
demikian dalam praktik perbedaan antara keduanya tidak selalu jelas Pertama retribusi dapat
dikenakan lebih besar melebihi biaya jasa-jasa yang diberikan Kedua suatu jasa mungkin hanya
sebagian dibiayai oleh retribusi sisanya berasal dari subsidi khusus atau terselubung dari penerimaan
pajak
PDRD ini merupakan komponen penting dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) APBD terkait dengan penganggaran yakni suatu proses penyusunan rencana keuangan yang
menyangkut pendapatan dan pembiayaan yang kemudian mengalokasikan dana ke berbagai kegiatan
sesuai dengan fungsi dan sasaran yang hendak dicapai APBD merupakan suatu rencana tahunan
daerah yang ditetapkan berdasarkan Perda atau dengan kata lain APBD adalah model penganggaran
pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan Perda
Dalam penganggaran daerah terdapat tiga analisis yang saling terkait yakni analisis penerimaan
analisis pengeluaran dan analisis anggaran PDRD adalah berkaitan erat dengan analisis penerimaan
Analisis penerimaan adalah suatu kajian mengenai kemampuan daerah dalam menggali sumber-
sumber pendapatan daerah yang potensial dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan
pendapatan tersebut Pendapatan daerah adalah semua penerimaan kas daerah dalam periode tahun
anggaran tertentu yang menjadi hak daerah Dalam konteks ini keuangan daerah yang sehat adalah
keuangan daerah yang mampu meningkatkan penerimaan daerah secara berkesinambungan seiring
dengan perkembangan perekonomian tanpa memperburuk alokasi faktor-faktor produksi dan keadilan
serta dengan sejumlah biaya administrasi tertentu Kondisi ini dapat dilihat berdasarkan empat
indikator yakni (1) daya pajak (tax effort) (2) efektivitas (efectivity) (3) efisiensi (eficiency) dan (4)
elastisitas (elasticity) Keempat indikator ini dalam pelaksanaannya akan saling berhubungan satu
dengan lainnya
Pertama daya pajak adalah rasio antara penerimaan pajak dengan kapasitas atau kemampuan
membayar pajak di suatu daerah Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui
kemampuan membayar pajak masyarakat adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Hal itu
dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut
Penerimaan Pajak (Penerimaan Pajak)
Daya Pajak = = x 100
Kemampuan Bayar Pajak PDRB
Dengan demikian jika PDRB suatu daerah meningkat maka kemampuan daerah dalam
membayar pajak (ability to pay) juga akan meningkat Artinya administrasi penerimaan daerah dapat
meningkatkan daya pajaknya agar penerimaan pajak meningkat pula
Kedua efektivitas adalah mengukur hubungan antara hasil pungut suatu pajak dengan potensi
pajak itu sendiri Efektivitas ini dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut
Penerimaan Pajak (Penerimaan Pajak)
Efektivitas = = x 100
Potensi pajak PDRB
Adapun yang menjadi indikator dari efektivitas ini adalah rasio antara hasil pemungutan suatu
pajak dengan potensi hasil pajak Keadaan tersebut terjadi didasarkan pada asumsi bahwa semua wajib
pajak membayar pajak terutangnya Efektivitas tersebut menyangkut semua tahap administrasi
penerimaan pajak menentukan wajib pajak menetapkan nilai kena pajak memungut pajak
menegakkan sistem pajak dan membukukan penerimaan
Ketiga efisiensi dilakukan dengan mengukur bagian dari hasil pajak yang digunakan untuk
menutup biaya pemungutan pajak yang bersangkutan Efisiensi ini dapat diketahui dengan
menggunakan rumus sebagai berikut
Biaya Pemungutan
Efisiensi = x 100
Penerimaan Pajak yang dipungut
Adapun yang dimaksud biaya pemungutan adalah tidak semata-mata biaya langsung untuk
operasional pemungutan di lapangan melainkan termasuk biaya-biaya tidak langsung seperti waktu
yang diperlukan biaya rapat-rapat dan biaya overhead
Keempat elastisitas adalah ukuran tingkat kepekaan perubahan suatu jenis penerimaan apabila
terjadi perubahan pada jumlah PDRB dan jumlah penduduk Dalam kaitan ini semakin tinggi nilainya
adalah semakin elastis dan sebaliknya semakin rendah nilainya maka menjadi semakin tidak elastis
Arti dari semakin elastis adalah tingkat daya bayar masyarakat tidak terganggu Untuk mengetahui
elastisitas dipergunakan dua buah rumus yakni untuk mengetahui tingkat kepekaan perubahan pada
PDRB dan tingkat kepekaan perubahan pada penduduk Untuk mengetahui tingkat kepekaan
perubahan pada PDRB dipergunakan rumus sebagai berikut
PAD PAD
Elastisitas PDRB = x 100 dan Elastisitas Penduduk = x 100
PDRB Penduduk
Berdasarkan Pasal Pasal 5 ayat (2) UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah terdiri dari PAD Dana Perimbangan dan lain-lain
pendapatan Menurut Pasal 6 ayat (1) PAD bersumber dari (a) pajak daerah (b) retribusi daerah (c)
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan (d) lain-lain PAD yang sah Dengan
demikian berarti bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan komponen dari PAD dan PAD
adalah komponen dari Pendapatan Daerah dan Pendapatan Daerah merupakan bagian dari Penerimaan
Daerah dan Penerimaan Daerah merupakan sisi lain dari APBD
PDRD ini dikelola oleh Daerah Propinsi dan KabupatenKota berdasarkan kewenangan yang
dimiliki Pasal 2 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan jenis pajak daerah propinsi terdiri dari
empat jenis Pertama pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air Kedua bea balik nama
kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air Ketiga pajak bahan bakar kendaraan bermotor
Keempat pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan Pasal 2 ayat (2)
jenis pajak kabupatenkota terdiri dari (a) pajak hotel (b) pajak restoran (c) pajak hiburan (d) pajak
reklame (e) pajak penerangan jalan (f) pajak pengambilan bahan galian golongan C dan (g) pajak
parkir
Pasal 18 ayat (2) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa retribusi dibagi atas tiga golongan
yakni (a) retribusi jasa umum (b) retribusi jasa usaha dan (c) retribusi perizinan tertentu Pasal 18
ayat (3) jenis-jenis rertribusi jasa umum retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu tersebut
ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) yakni PP No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi
Daerah Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan (2) PP No 66 Tahun 2001 jenis retribusi untuk daerah
propinsi dan kabupatenkota ditetapkan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah tersebut
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Pasal 2 ayat (2) PP No 66 Tahun 2001 menyatakan bahwa jenis-jenis retribusi jasa umum adalah
(a) retribusi pelayanan kesehatan (b) retribusi pelayanan persampahankebersihan (c) retribusi
penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil (d) retribusi pelayanan
pemakaman dan pengabuan mayat (e) retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum (f) retribusi
pelayanan pasar (g) retribusi pengujian kendaraan bermotor (h) retribusi pemeriksaan alat pemadam
kebakaran (i) retribusi penggantian biaya cetak peta dan (j) retribusi pengujian kapal perikanan Pasal
3 ayat (2) jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah (a) retribusi pemakaian kekayaan daerah (b) retribusi
pasar grosir danatau pertokoan (c) retribusi tempat pelelangan (d) retribusi terminal (e) retribusi
tempat khusus parkir (f) retribusi tempat penginapanpesanggrahanvilla (g) retribusi penyedotan
kakus (h) retribusi rumah potong hewan (i) retribusi pelayanan pelabuhan kapal (j) retribusi tempat
rekreasi dan olah raga (k) retribusi penyeberangan di atas air (l) retribusi pengolahan limbah cair dan
(m) retribusi penjualan produksi usaha daerah Pasal 4 ayat (2) jenis-jenis retribusi perizinan tertentu
adalah (a) retribusi izin mendirikan bangunan (b) retribusi izin tempat penjualan minuman
beralkohol (c) retribusi izin gangguan dan (d) retribusi izin trayek
Peraturan Daerah Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Pasal 4 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa pajak daerah ditetapkan dengan
Perda Pasal 4 ayat (3) Perda tentang pajak daerah sekurang-kurangnya mengatur mengenai (a)
nama obyek dan subyek pajak (b) dasar pengenaan tarif dan cara penghitungan pajak (c) wilayah
pemungutan (d) masa pajak (e) penetapan (f) tata cara pembayaran dan penagihan (g) kadaluwarsa
(h) sanksi administrasi dan (i) tanggal mulai berlakunya Pasal 4 ayat (4) Perda tentang pajak daerah
dapat pula mengatur ketentuan mengenai tiga hal Pertama pemberian pengurangan keringanan dan
pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok pajak dan atau sanksinya Kedua tata cara penghapusan
piutang pajak yang kadaluwarsa Ketiga tentang asas timbal balik (resiprositas)
Pasal 24 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa retribusi daerah ditetapkan dengan
Perda Pasal 24 ayat (3) Perda tentang retribusi daerah sekurang-kurangnya mengatur mengenai (a)
nama obyek dan subyek retribusi (b) golongan retribusi (c) cara mengukur tingkat penggunaan jasa
yang bersangkutan (d) prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tarif (e) struktut
dan besarnya tarif retribusi (f) wilayah pemungutan (g) tata cara pemungutan (h) sanksi administrasi
(i) tata cara penagihan (j) tanggal mulai berlakunya retribusi Pasal 24 ayat (4) Perda tentang retribusi
daerah dapat juga mengatur mengenai tiga hal Pertama masa retribusi Kedua pemberian keringanan
pengurangan dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok retribusi dan atau sanksinya Ketiga
tata cara penghapusan piutang retribusi yang kadaluwarsa
Berdasarkan penelitiankegiatan inventarisasi Rencana Legislasi Daerah sampai Agustus 2001
saja Departemen Dalam Negeri (Depdagri) telah menerima sekitar 1979 Perda Perda tersebut terdiri
dari 1503 Perda tentang pajak daerah dan 926 Perda tentang Desa Dari jumlah itu sebanyak 926 Perda
memenuhi ketentuan perundang-undangan 104 Perda dinyatakan bermasalah dan 949 Perda ketika
itu sedang dievaluasi lebih lanjut Menurut penelitian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi
Daerah (KPPOD) dari sejumlah Perda tersebut terdapat 47 Perda harus dibatalkan dan 189 Perda
harus direvisi Jika data sampai Agustus 2001 saja telah begitu banyak ditemukan Perda bermasalah
menjadi pertanyaan adalah berapa banyak Perda bermasalah hingga Agustus 2005
Penelitian yang dilakukan oleh KPPOD tentang ldquoPemeringkatan Daya Tarik Investasi (Studi
Kasus di 90 KabupatenKota di Indonesia)rdquo menentukan tolok ukur Perda bermasalah dengan
penekanan pada aspek ekonomi Artinya banyaknya Perda yang tergolong bermasalah sehingga perlu
dibatalkan dan direvisi tersebut umumnya disebabkan melanggar prinsip-prinsip ekonomi Terdapat
lima jenis kasus Perda yang melanggar prinsip-prinsip ekonomi tersebut disertai dengan berbagai
contohnya Pertama adanya hambatan perdagangan terhadap keluar masuk barang dari dan ke daerah
lain baik dengan mekanisme tarif maupun non tarif Contohnya adalah Perda Propinsi Lampung No 6
Tahun 2000 Perda Kabupaten Pasaman No 2 Tahun 2001 Perda Kabupaten Bima No 16 Tahun
2000 dan sebagainya
Kedua adanya monopoli dengan perlakuan diskriminatif terhadap pelaku usaha lainnya
Contohnya adalah Perda Kabupaten Cirebon No 23 Tahun 2001 Perda Kabupaten Karawang No 15
Tahun 2001 dan sebagainya Ketiga pungutan berganda dengan pajak pusat (PPN PBB dll)
Contohnya adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 6 Tahun 2001 Perda Kabupaten Serang
No 7 Tahun 2001 dan sebagainya Keempat pungutan dalam bentuk sumbangan yang dipaksakan
dengan penerapan sanksi Contohnya adalah Perda Kabupaten Flores Timur No 2 Tahun 2000 Perda
Kabupaten Tapin No 5 Tahun 2000 Perda Kabupaten Kampar No 23 Tahun 2000 dan sebagainya
Kelima retribusi yang tidak memberi manfaat langsung terhadap pembayar retrtibusi Contohnya
adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 22 Tahun 2001 Perda Kabupaten Blitar No 24 Tahun
2000 Perda Kabupaten Bekasi No 25 Tahun 2000 dan sebagainya
Di samping itu temuan IMF (Internastonal Monetary Found) mengenai Perda bermasalah dari
perspektif ekonomi tidak kalah menariknya IMF telah merekomendasikan kepada Pemerintah
mengenai Perda bermasalah dari sisi investasi asing Perda bermasalah tersebut dapat menghambat
kegiatan dunia usaha dan sekaligus merupakan ldquocounter productiverdquo terhadap usaha Pemerintah
maupun Daerah dalam menarik inevstasi
Berbeda dengan hal di atas Depdagri menentukan tolok ukur Perda bermasalah lebih ditekankan
pada aspek hukumnya Dalam konteks ini suatu Perda dikualifikasi bermasalah apabila dalam
pembentukkannnya melanggar asas legalitas Perda tersebut dibentuk melanggar prinsip-prinsip
pembuatan peraturan perundang-undangan yakni bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi bertentangan dengan Perda lain melanggar kepentingan umum dan disharmonis
dengan peraturan pelaksanannya
Dalam perspektif hukum Perda dikatakan bermasalah adalah jika bertentangan dengan
kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Hal itu sesuai dengan
Pasal 136 ayat (4) UU No 32 Tahun 2004 Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan umum
danatau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Untuk menghindari Perda agar tidak
bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
maka dalam pembentukannya harus taat asas
Ketaatan asas yang dimaksud atas pembentukan Perda setidak-tidaknya menyangkut dua
kelompok Pertama Pasal 137 UU No 32 Tahun 2004 Perda dibentuk berdasarkan pada asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi (a) kejelasan tujuan (b) kelembagaan
atau organ pembentuk yang tepat (c) kesesuaian antara jenis dan materi muatan (d) dapat
dilaksanakan (e) kedayagunaan dan kehasilgunaan (f) kejelasan rumusan dan (g) keterbukaan
Kedua Pasal 138 ayat (1) materi muatan Perda mengandung asas (a) pengayoman (b) kemanusiaan
(c) kebangsaan (d) kekeluargaan (e) kenusantaraan (f) bhineka tunggal ika (g) keadilan (h)
kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (i) ketertiban dan kepastian hukum dan (j)
keseimbangan keserasian dan keselarasan
Pasal 2 ayat (4) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa daerah kabupatenkota dapat
menetapkan jenis pajak daerah selain yang telah ditetapkan dalam undang-undang ini dengan
ketentuan memenuhi beberapa kreteria Pertama bersifat pajak dan bukan retribusi Kedua obyek
pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupatenkota yang bersangkutan dan mempunyai
mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupatenkota yang
bersangkutan Ketiga obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan
umum Keempat obyek pajak bukan merupakan obyek pajak propinsi danatau obyek pajak pusat
Kelima potensinya memadai Keenam tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif Ketujuh
memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat Kedelapan menjaga kelestarian
lingkungan
Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah Menurut Bagir Manan (2001 39) sistem pengawasan menentukan kemandirian suatu otonomi
Untuk menghindarkan agar pengawasan tidak melemahkan otonomi maka sistem pengawasan harus
ditentukan secara spesifik baik lingkup maupun tata caranya Hal itu karena pada saat semakin banyak
dan intensif pengawasan dilakukan maka semakin sempit pula kemandirian daerah sehingga membuat
semakin terbatas otonominya Sebaliknya pula tidak boleh ada sistem otonomi yang sama sekali
meniadakan pengawasan Dengan demikian kebebasan berotonomi di satu pihak dan pengawasan di
pihak yang lain merupakan lembaran dalam berotonomi untuk menjaga keseimbangan kecenderungan
pendulum ke arah desentralisasi maupun sentralisasi
Pengawasan dalam UU No 32 Tahun 2004 Pemerintah tidak mengutamakan sistem pengawasan
represif melainkan lebih menekankan pada pengawasan preventif Hal itu dimaksudkan untuk
memberikan kebebasan daerah dalam mengambil keputusan di samping memberi peran lebih besar
kepada DPRD untuk menjalankan fungsinya Oleh sebab itu Perda yang ditetapkan daerah tidak perlu
pengesahan terlebih dahulu oleh Pemerintah atau oleh Daerah tingkat atasnya Perda tersebut baru
dilakukan pengawasan oleh Pemerintah setelah ditetapkan oleh daerah yang bersangkutan
Dari sudut teori pengawasan maka pengawasan yang dilakukan Pemerintah terhadap Perda
adalah bersifat ldquoa posteriorirdquo yakni pengawasan itu baru dilakukan setelah dikeluarkannya Perda
tersebut oleh daerah Dari sudut kelembagaan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap
Perda adalah merupakan pengawasan ekstern Pengawasan tersebut dilakukan oleh organ atau lembaga
yang secara organisatoris berada di luar pemerintahan daerah Oleh sebab itu pengawasan yang
dilakukan oleh Pemerintah tersebut mempunyai tiga ciri-ciri khusus Pertama bersifat ekstern karena
dilakukan oleh suatu badan atau lembaga di luar pemerintahan daerah Kedua ldquoa posteriorirdquo karena
selalu dilakukan sesudah Perda tersebut ditetapkan Ketiga segi hukum karena menilai dari segi
hukumnya saja Pengawasan dari segi hukum adalah dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau
pertimbangan yang bersifat hukumnya saja (legalitas) dari perbuatan hukum pemerintah daerah
melalui produk hukum yang bernama Perda
Pasal 80 ayat (1) PP No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah menyatakan bahwa dalam rangka
pengawasan Perda tentang pajak daerah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Keuangan paling lama 15 hari setelah ditetapkan Pasal 17 ayat (1) PP No 66 Tahun 2001 mengatur
hal dan cara yang sama mengenai pengawasan terhadap Perda tentang Retribusi Daerah Pasal 80 ayat
(2) PP No 65 Tahun 2001 menyatakan apabila Perda tentang Pajak Daerah bertentangan dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maka Mendagri dengan
pertimbangan Menkeu membatalkan Perda tersebut Hal yang sama diatur pula dalam Pasal 17 ayat (2)
PP No 66 Tahun 2001 mengenai retribusi daerah Pembatalan tersebut dilakukan paling lama satu
bulan sejak diterimanya Perda yang dimaksud
Persoalannya sekarang setelah diberlakukannya UU No 32 Tahun 2004 adalah masa
penyampaian Perda yang telah ditetapkan oleh daerah ke Pemerintah adalah selama tujuh hari saja
Timbul pertanyaan dapatkah dalam waktu tujuh hari daerah menyampaikan Perda yang telah
ditetapkan kepada Pemerintah Di samping itu khusus mengenai Perda tentang PDRD apakah
kewenangan melakukan pengawasan dapat diberikan lebih besar kepada Menkeu Jika kedua
pertanyaan ini dapat dijawab maka akan tercipta tata cara pengawasan yang baik mengenai
keberlakuan Perda tentang PDRD ke depan
Kerangka Pemikiran
Sistem yang baik maka didalamnya sudah terdapat pengendalian internal yang baik sehingga
dapat mengecah atau mengurangi adanya penyimpangan atau pelanggaran terhadap peraturan Dengan
sistem yang baik juga akan tercapai efisiensi dan efektivitas terhadap pencapaian tujuan Sistem
penyusunan Pajak Daerah dan Retribusi daerah perlu dianalisis karena masih banyaknya produk pajak
daerah dan retribusi daerah yang melanggar Undang-Undang atau peraturan pemerintah pusat Hasil
temuan Mendagri dan Menteri Keuangan terdapat ribuan peraturan pajak daerah dan retribusi daerah
yang dibuat oleh daerah tingkat I (provinsi) dan daerah tingkat II (Kabupatenkota) di Indonesia pada
era reformasi Untuk itu penelitin ini meneliti dan mengevaluasi sistem pembuatan dan pengesahan
Pajak daerah dan retribusi daerah serta pengusulan sistem yang baru dan hukuman yang tepat bagi
daerah yang melanggar sistem tersebut
Bagan 1 Alur Kerangka Pikir
III METODE PENELITIAN
Tipe Penelitian
Penelitian ini pada dasarnya adalah penelitian kasus sehingga analisis yang digunakan deskriptif
dan analisis referensi dengan menggunakan teknik diskusi obserbvasi dan surve Penelitian ini
dibahas secara deskriptif untuk menguraikan sistem yang sudah ada dengan menggunakan flow chart
dari dukumen kemudian dari hal tersebut dianalisis secara mendalam kelemahan kelebihan kekuatan
dan peluang untuk terjadinya penyimpangan Analisis SWOT dapat digunakan Untuk kekuatan
analisis ini maka digunakan diskusi sehingga dihasilkan analisis yang leibh baik Dari hasil analisis
maka akan dihasilkan flow chart dokumen yang bau yang leibh baik dan didalamnya yang sudah
mengandung sistem pengendalian dan pengawasan
Jenis dan Sumber Data
Data pada penelitian ini adalah data dari peraturan yang sudah ada tentang pajak daerah dan
retribusi daerah serta aturan dan undang-undang pnyusunan pajak dan retribusi darah tersebut Selain
itu adalah aturan tentang pangawasan dari Pajak daerah dan retribusi daerah
Adapun aturan atau undang- undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah tersebut antara lain
adalah
1 UU No 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah
2 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
3 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
4 UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah
5 Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
6 Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
7 Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
8 Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Propinsi Lampung Kota Bandar
Lampung Kabupaten Lampung Selatan Kota Depok dan Kabupaten Indramayu
9 Peraturan Perundang-Undangan Lainnya yang berkaitan dengan Pembentukan Pelaksanaan dan
Pengawasan Perda
Data yang diperoleh langsung dari sumber data di lokasi penelitian peristiwa hukum yang terjadi
dan narasumber yang memberikan informasi Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan
FGD
Pengolahan dan Analisis Data
Analisis yang digunakan adalah deskriptif yaitu menguraikan atau menggambarkan sistem dan
prosedur penyusunan PDRD yang selama ini dan menurut peraturan yang berlaku Kemudian dari
deskriptif ini dianalisis dengan SWOT tentang kelemahan kekuatan peluang dan ancaman sehingga
bisa terjadi pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar serta daerah yang tetap menjalankan
pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar walaupun sudah dihapuskan oleh pemerintah pusat
Dari hasil analisis ini kemudian disusun sistem yang baru yang diharapkan leibh baik dari sistem yang
lama dan dapat mencegah atau mengurangi pelanggaran Kemudian juga disusun sanksi yang tepat
atas setiap pelanggaran sehingga dapat mencegah terulangnya palanggaran tersebut
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat I
Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi
dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan
daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat I adalah sbb
Bagan 2 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)
ANALISIS
Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut
Kekuatan
1 Mendagri mengevaluasi berdasarkan permohonan dari Gubernur tentang Raperda Pajak dan
Retribusi Daerah
2 Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan
3 Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian
Kelemahan
1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah
bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelolan perekonomian dan pertumbuhan
kesejahteraan masyarakat
2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses
pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah
diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi
3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak
yang melakukan monitoring dan mengawasi
4 Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam mempertimbangkan kondisi
perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih menitikberatkan pada kesesuaian
dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian daerah dan nasional
5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi
kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan
pendapatan daerah saja
6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada
mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif
7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada
8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan
Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal
pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan
juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi
Usulan
Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut
Bagan 3 Usulan Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)
1 Raperda sebelum disampaikan ke Menteri Dalam Negri harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan
Kantor Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk
diterapkan didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah
2 Menteri Dalam negri menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan
Kantor Pajak sehingga evaluasi Mendagri lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan
peraturan yang leibh tinggi
3 Hasil Evaluasi dari Mendagri selain disampaikan ke Gubernur juga ke Kantor Bank Indonesia
Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring dan pengawasan
4 Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan
pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi
atas perda di daerah tersebut
Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat II
Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi
dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan
daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat II adalah sbb
Bagan 4 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)
ANALISIS
Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut
Kekuatan
a Gubernur mengevaluasi berdasarkan permohonan dari BupatiWalikota tentang Raperda Pajak dan
Retribusi Daerah
b Mendagri dalam mengevaluasi berdasarkan pertimbangan Gubernur
c Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan
d Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian
Kelemahan
1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah
bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelola perekonomian dan pertumbuhan kesejahteraan
masyarakat
2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses
pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah
diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi dan Gubernurpun dalam pemerintahan desentralisasi
seperti saat ini tidak memiliki kewenangan terhadap Kabupatenkotamadya
3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak
yang melakukan monitoring dan mengawasi
4 Gubernur Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam
mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih
menitikberatkan pada kesesuaian dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian
daerah dan nasional
5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi
kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan
pendapatan daerah saja
6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada
mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif
7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada
8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan
Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal
pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan
juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi
Usulan
Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut
Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)
a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor
Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan
didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah
b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak
sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih
tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut
c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati
juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring
dan pengawasan
d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan
pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi
atas perda di daerah tersebut
Sanksi
Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya
perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum
ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang
Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD
terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut
a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar
b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas
pelanggaran
c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah
mendapat tegoran
d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar
e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran
V KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut
1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah
2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan
Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah
sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif
3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga
monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan
4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah
5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada
Saran
Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut
a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank
Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan
b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat
kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang
perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha
c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang
bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah
d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar
Undang-undang
DAFTAR PUSTAKA
Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986
Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published
by American Economic Association
Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of
Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American
Economic Association Stable
Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review
Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the
American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American
Economic Association
Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi
DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta
Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol
29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly
Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing
for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and
International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN
BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure
Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement
Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare
Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by
Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics
Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey
and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)
pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The
Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Author(s) Source Latin American Research
Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and
Health OutcomesSSRN
Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and
Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)
pp 387-401 Published by Springer
Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax
Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN
Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-
100 Published by American Economic Association
David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic
Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN
De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth
The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by
The MIT Press
Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern
Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program
Pasca UGM Yogyakarta
Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly
Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political
Weekly Stable
Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United
States IMF Working Paper No 8764
Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on
Personal Saving NBER Working Paper No W3257
Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and
Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10
No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for
Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de
lHomme
GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer
Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999
No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings
Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and
Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The
Canadian Economics Asociation
GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study
for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004
Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax
Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State
University of New York - Department of Political Science November 1996
Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau
of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553
HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive
Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)
pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics
House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol
96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation
Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986
The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published
by American Economic Association
JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The
Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A
Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -
S193 Published by The University of Chicago Press
Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian
Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI
101007s10887-006-7407-2
Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An
Endogenous Growth Model With
Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002
Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia
Indonesia Jakarta 2003
Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The
Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The
Review of Economic Studies Ltd
Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan
Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric
Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress
Explorations in Health Economics Paper SSRN
Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of
Law Yale law School
Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal
of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of
Business Tennessee State University
M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and
Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic
and Political Weekly
McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The
Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77
Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and
Management
Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN
Yogyakarta
Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The
Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by
American Economic Association
Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp
87-100 Published by American Economic Association
Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings
Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution
Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility
Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by
Springer
Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di
Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta
Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic
Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No
1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp
422-427 Published by Southern Economic Association
WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian
Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr
1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga
Penelitian Universitas Lampung
Perkiraan Biaya Penelitian
No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah
1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000
2 Fotocopy dan penjilidan
proposal
2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000
3 Pengumpulan data dan
Analisa
1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000
4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000
5 Seminar Proposal dan Hasil
Penelitian
2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000
Total 10000000
(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)
ekonomi di Indonesia tetap lambat sementara negara lain yang ikut terkena krisis telah pulih seperti
Korea Thailand atau Malaysia dll Dari hasil evaluasi salah satu yang ditemukan adalah biaya
ekonomi yang tinggi di daerah di Indonesia yang disebabkan oleh berbagai pengutan pajak daerah dan
retribusi daerah bahkan beberapa peraturan pajakretribusi daerah tersebut tumpang tindoh dengan
pajak pusat Untuk itu maka pemerintah bersama DPR menerbitkan Undang-Undang No18 tahun
1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan kemudian disempurnakan dengan Undang
Undang No25 tahun 1999
Namun dalam realisasinya banyak daerah baik daerah tingkat I yaitu provinsi atau daerah tingkat
II (kabupatenKota) menggunakan Undang-Undang ini untuk membuat peraturan daerah tentang pajak
daerah dan retribusi daerah untuk meningkatkan Pendapatan asli daerahyang bertentangan dengan
aturan pada Undang Undang tersebut Pelanggaran tersebut antara lain adalah objek pajak yang tidak
tepat atau sudah dikenakan pajak pusat masih dikenakan pajak daerah lagi atau tarif pajak yang terlalu
tinggi sehingga pajakretribusi daerah tersebut menghambat dunia usaha dan investasi di daerah
Departemen dalam negri dan departemen keuangan telah memeriksa dan menginvetarisir
berbagai pajakretribusi daerah dan menemukan ribuan peraturan daerah tentang pajakretribusi daerah
yang melanggar Undang-Undang tentang pajak dan retribusi Daerah Bahkan beberapa peraturan
daerah tentang pajakretribusi daerah yang sudah dilarang oleh pemerintah pusat untuk dilakukan
masih tetap dijalankan di daerah Berdasarkan penelitiankegiatan inventarisasi Rencana Legislasi
Daerah sampai Agustus 2001 saja Departemen Dalam Negeri (Depdagri) telah menerima sekitar 1979
Perda Perda tersebut terdiri dari 1503 Perda tentang pajak daerah dan 926 Perda tentang Desa Dari
jumlah itu sebanyak 926 Perda memenuhi ketentuan perundang-undangan 104 Perda dinyatakan
bermasalah dan 949 Perda ketika itu sedang dievaluasi lebih lanjut Menurut penelitian Komite
Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) dari sejumlah Perda tersebut terdapat 47 Perda
harus dibatalkan dan 189 Perda harus direvisi Jika data sampai Agustus 2001 saja telah begitu banyak
ditemukan Perda bermasalah menjadi pertanyaan adalah berapa banyak Perda bermasalah hingga
2012
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa sistem dan prosedur pengendalian pajak dan retribusi
daerah yang melanggar dan menganalisa sistem pengawasan atas pajakretribusi darah yang melanggar
Undang-undang Dengan analisa ini maka juga akan direkomendasikan untuk sanksi atau tindakan
yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran oleh daerah atas pajakretribusi
daerah
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada kebijakan pemerintah untuk
menyusun sistem dan prosedur PajakRetribusi daerah dan sanksi atas daerah yang melanggar Dengan
kontribusi ini diharapkan akan mencegah atau mengurangi daerah dalam membuatpajakretribusi
daerah yang melanggar Undang-Undang dan dapat meningkatkan iklim usaha dan investasi di daerah
yang lebih baik Dari uraian dalam latar belakang penelitian di atas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikutb agaimanakah prosedur pembuatan dan pengesahan pajakretribusi
daerah Bagaimana prosedur pengawasan pajakretribusi daerah tersebut Bagaimanakah sangsi
terhadap daerah yang melanggar dengan aturan atau menerbitkan pajakretribusi daerah yang
melanggar aturan Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini dijelaskan sebagai
berikut mengkaji sistem dan prosedur pembuatan dan pengesahan Pajak daerah Retribusi daerah
tingkat I yang dibuat oleh propinsi Mengkaji sistem dan prosedur pembuatan dan pengesahan Pajak
daerah Retribusi daerah tingkat II yang dibuat oleh Pemeringah KotaKabupaten Mengkaji prosedur
pengawasan dan monitoring atas pajakretribusi daerah Mengkaji sanksi terhadap daerah yang
melanggar atas penerbitan pajakretribusi daerah
II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Pengertian Sistem
Sistem adalah sekelompk unsur yang erat berhubungan satu dngan lainnya yang berfungsi
bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu (Mulyadi 1993 2) Dengan demikian maka sistem
memiliki unsur sebagai berikut
a Setiap sistem terdiri dari unsur-unsur Unsur-unsur suatu sistem terdiri dari subsistem yang lebih
kecil yang terdiri dari kelompok unsur yang membentuk subsistem tersebut
b Unsur-unsur tersebut merupakan bagian terpadu sistem yang bersangkutan Unsur-unsur sistem
berhubungan erat satu dengan lainnya dan sifat serta kerjasama antar unsur sistem tersebut
mempunyai bentuk tertentu
c Unsur sistem tersebut bekerjasama untuk mencapai tujuan sistem Setiap sistem mempunyai tujuan
tertentu
d Suatu sistem merupakan bagian dari sistem lain yang lebih besar Suatu sistem disusun dengan
suatu tujuan tertentu
Pada umumnya tujuan adanya suatu sistem adalah
a Untuk memberikan informasiyang dihasilkan yaitu mutu produk ketepatan penyajian maupun
struktur informasiproduk yang dihasilkan
b Untuk memperbaiki pengendalian dan pengecekan internal sehingga akan memperbaiki keandalan
produk yang dihasilkan
c Untuk meningkatkan efisiensi dalam memproduksi atau membuat produk tersebut
Dengan sistem yang baik maka suatu produk yang dihasilkan akan lebih baik lebih efisien dan
lebih bermanfaat atau sesuai dengan tujuannya Untuk mengevaluasi suatu produk yang dihasilkan
maka dapat dievaluasi dari sistem dalam pembuatan produk tersebut Demikian pula dengan
penyusunan Pajak daerahretribusi daerah maka perlu dievaluasi atas sistem pembuatan dan
penyusunan pajakretribusi daerah tersebut untuk mengetahui kelemahan sehingga dapat menghindari
kekurangan atau kelemahan atas etiap produk peraturan pajakretribusi daerah yang dihasilkan oleh
suatu daerah tingkat I atau daerah tingkat II sehingga terhindar dari pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi
Perkembangan Perundang-undangan pajakretribusi daerah
Untuk pertama kalinya Indonesia memiliki undang-undang yang mengatur mengenai pajak
daerah dan retribusi daerah sekaligus adalah dengan diberlakukanya Undang-Undang (UU) No 18
Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Undang-undang ini secara garis besar
mengatur mengenai dua hal Pertama menetapkan ketentuan-ketentuan pokok yang memberikan
pedoman kebijakan dan arahan bagi Daerah dalam pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi
Kedua menetapkan pengaturan yang cukup rinci untuk menjamin penerapan prosedur umum
perpajakan daerah dan retribusi
Sebelum UU No 18 Tahun 1997 pengaturan mengenai Pajak dan Retribusi Daerah (PDRD)
diatur berdasarkan dua undang-undang yang berbeda Pertama UU No 11 Drt Tahun 1957 tentang
Peraturan Umum Pajak Daerah dan kedua UU No 12 Drt Tahun 1957 tentang Peraturan Umum
Retribusi Daerah Berdasarkan kedua undang-undang ini sistem perpajakan daerah dan retribusi
daerah tidak bersifat sederhana tidak adil tidak efektif tidak efesien dan tidak dapat menggerakkan
peranserta masyarakat dalam membiayai pembangunan daerah Karena itulah maka perlu dibuat
undang-undang yang dapat menciptakan pembaharuan sistem perpajakan daerah dan retribusi daerah
tersebut
Dalam perkembangannya UU No 18 Tahun 1997 tidak berumur panjang karena pada tahun 2000
undang-undang ini diperbaharui kembali seiring dengan pelaksanaan desentralisasi fiskal yang
berkaitan dengan diberlakukannya undang-undang tentang otonomi daerah Pembaharuan terhadap
UU No 18 Tahun 1997 tersebut hanya diamanatkan dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU No 25
Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Meskipun
demikian hal itu sudah cukup menjadi alasan bagi Pemerintah untuk melakukan perubahan terhadap
undang-undang itu Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU No 25 Tahun 1999 menyatakan sebagai berikut
ldquoJenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerah disesuaikan dengan kewenangan yang diserahkan
kepada Daerah Propinsi dan Daerah Kabupatenkota Penyesuaian tersebut dilakukan dengan
mengubah UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerahrdquo
Meskipun perubahan undang-undang PDRD secara eksplisit hanya diamanatkan dalam
Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU No 25 Tahun 1999 tetapi semangat perubahan tersebut sebenarnya
terlebih dahulu mengacu kepada UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Berdasarkan
kedua undang-undang otonomi daerah itu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan penerimaan dana perimbangan yang bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
PAD tersebut antara lain bersumber dari PDRD yang diharapkan dapat menjadi salah satu
sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk meningkatkan
dan memeratakan kesejahteraan masyarakat Pada gilirannya daerah mampu melaksanakan otonomi
yang dengan kata lain mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
Berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai dengan pembentukan UU No 34 Tahun 2000 maka
undang-undang ini sebagaimana halnya UU No 18 Tahun 1997 juga menetapkan dua tujuan Pertama
menetapkan ketentuan-ketentuan pokok yang memberikan pedoman kebijakan dan arahan bagi Daerah
dalam pelaksanaan pemungutan PDRD Kedua menetapkan pengaturan untuk menjamin penerapan
prosedur umum perpajakan daerah dan retribusi daerah
Pajak daerah dan pajak pusat merupakan suatu sistem perpajakan nasional yang pada hakikatnya
merupakan beban bagi masyarakat sehingga perlu dijaga agar kebijakan tersebut merupakan beban
yang adil Untuk itu pembinaan perpajakan daerah dilakukan secara terpadu dengan perpajakan
nasional Pembinaan ini dilakukan secara sinergis terutama mengenai obyek dan tarif pajak agar
pajak pusat dan pajak daerah dapat saling melengkapi dan tidak saling tumpang tindih
UU No 34 Tahun 2000 menganut sistem buka tutup dalam penetapan jenis PDRD
kabupatenkota Meskipun beberapa jenis PDRD telah ditetapkan dalam undang-undang ini namun
daerah kabupatenkota diberi peluang dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan
menetapkan jenis pajak dan retribusi selain yang telah ditetapkan Penetapan jenis PDRD tambahan
tersebut harus memenuhi kreteria yang ditetapkan dalam undang-undang dan sesuai dengan aspirasi
masyarakat setempat
Pasal 4 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa pajak daerah ditetapkan dengan
Peraturan Daerah (Perda) Begitu pula menurut Pasal 24 ayat (1) bahwa retribusi daerah ditetapkan
juga dengan Perda Pembuatan Perda baik tentang pajak daerah maupun tentang retribusi daerah ini
tidak boleh bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan-perundangan lain terutama dengan
undang-undang tentang otonomi daerah
Persoalan yang muncul dengan dibukanya peluang tersebut di lapangan banyak Perda PDRD
yang dibuat tetapi bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi Hal ini terjadi antara lain juga karena baik dalam UU No 22 Tahun 1999 maupun
UU No 34 Tahun 2000 tidak mengenal pengawasan preventif dalam bentuk evaluasi Rancangan
Perda (Raperda) oleh tingkat pemerintahan yang lebih tinggi Persoalan ini menjadi semakin rumit
ketika Perda tersebut dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) (baca pemerintah pusat)
tetapi pemerintah daerah tetap memberlakukannya alias tidak menghentikan pelaksanaan dan atau
mencabutnya karena tanpa sanksi yang jelas
Berlakunya UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti UU No 22
Tahun 1999) membawa implikasi positif seperti telah diaturnya tata cara pengawasan preventif dan
kewenangan Gubernur dalam bentuk evaluasi Raperda kabupatenkota Diaturnya wewenang Menteri
Keuangan (Menkeu) dalam proses pembuatan Perda dan sanksi berupa pembatalan Perda yang
bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
Persoalannya adalah tidak jelas apakah Gubernur dan Menkeu juga memiliki kewenangan untuk
membatalkan Perda PDRD kabupatenkota yang dianggap bertentangan dengan kepentingan umum
dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tingi Selain itu sanksi yang diatur hanya berupa
sanksi administratif yang bersifat represif setelah jadi Perda
Selain persoalan di atas berlakunya UU No 32 Tahun 2004 menimbulkan dualisme pengaturan
hukum yang berkaitan dengan PDRD UU No 32 Tahun 2004 mengatur pengawasan preventif
sebaliknya dalam UU No 34 Tahun 2000 tidak UU No 32 Tahun 2004 tidak mengatur dengan jelas
kewenangan Menkeu dalam pembatalan Perda PDRD sebaliknya dalam UU No 34 Tahun 2000 PP
No 65 Tahun 2001 dan PP No 66 Tahun 2001 Menkeu memiliki kewenangan untuk memberi
pertimbangan kepada Mendagri dalam hal pembatalan Perda Dengan demikian berdasarkan UU No
34 Tahun 2000 peran Menkeu telah ada dalam proses evaluasi dan pembatalan Perda Persoalan lain
adalah mengenai jangka waktu penyampaian Perda yang sudah disahkan daerah kepada pusat untuk
dievaluasi UU No 34 Tahun 2000 memberikan waktu yang lebih lama yaitu 15 hari dibandingkan
dengan UU No 32 Tahun 2004 yang hanya tujuh hari Dualisme ketentuan hukum ini menjadi
persoalan yang serius karena kedua undang-undang tersebut sama-sama berlaku efektif
Perbedaan limitasi waktu penyampaian Perda kepada Pemerintah antara UU No 22 Tahun 1999
dengan UU No 32 Tahun 2004 tidak menjadi persoalan karena undang-undang yang disebut pertama
tidak berlaku lagi Akan tetapi perbedaan antara ketentuan UU No 34 Tahun 2000 dengan UU No 32
Tahun 2004 menjadi persoalan karena kedua undang-undang tersebut masih berlaku efektif Meskipun
demikian jika ditinjau dari asas hukum lex posteriori derogat legi priori (undang-undang yang baru
mengesampingkan undang-undang yang lama) maka yang berlaku adalah ketentuan yang ada dalam
undang-undang yang baru Artinya yang berlaku adalah ketentuan dalam UU No 32 Tahun 2004
yakni waktu penyampaian Perda yang telah ditetapkan kepada Pemerintah paling lama tujuh hari
Eksistensi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Dalam Struktur Keuangan Daerah
Pasal 1 angka 6 UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa Pajak Daerah adalah iuran wajib
yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang
yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah Begitu pula Pasal
1 angka 26 menyatakan bahwa Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa
atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan
Pajak biasanya harus dibayar oleh anggota masyarakat sebagai suatu kewajiban hukum tanpa
pertimbangan secara pribadi mereka mendapat manfaat atau tidak dari pelayanan yang mereka biayai
Sebaliknya retribusi dibayar langsung oleh mereka yang menikmati suatu pelayanan yang biasanya
dimaksudkan untuk menutup seluruhnya atau sebagian dari biaya pelayanan tersebut Meskipun
demikian dalam praktik perbedaan antara keduanya tidak selalu jelas Pertama retribusi dapat
dikenakan lebih besar melebihi biaya jasa-jasa yang diberikan Kedua suatu jasa mungkin hanya
sebagian dibiayai oleh retribusi sisanya berasal dari subsidi khusus atau terselubung dari penerimaan
pajak
PDRD ini merupakan komponen penting dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) APBD terkait dengan penganggaran yakni suatu proses penyusunan rencana keuangan yang
menyangkut pendapatan dan pembiayaan yang kemudian mengalokasikan dana ke berbagai kegiatan
sesuai dengan fungsi dan sasaran yang hendak dicapai APBD merupakan suatu rencana tahunan
daerah yang ditetapkan berdasarkan Perda atau dengan kata lain APBD adalah model penganggaran
pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan Perda
Dalam penganggaran daerah terdapat tiga analisis yang saling terkait yakni analisis penerimaan
analisis pengeluaran dan analisis anggaran PDRD adalah berkaitan erat dengan analisis penerimaan
Analisis penerimaan adalah suatu kajian mengenai kemampuan daerah dalam menggali sumber-
sumber pendapatan daerah yang potensial dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan
pendapatan tersebut Pendapatan daerah adalah semua penerimaan kas daerah dalam periode tahun
anggaran tertentu yang menjadi hak daerah Dalam konteks ini keuangan daerah yang sehat adalah
keuangan daerah yang mampu meningkatkan penerimaan daerah secara berkesinambungan seiring
dengan perkembangan perekonomian tanpa memperburuk alokasi faktor-faktor produksi dan keadilan
serta dengan sejumlah biaya administrasi tertentu Kondisi ini dapat dilihat berdasarkan empat
indikator yakni (1) daya pajak (tax effort) (2) efektivitas (efectivity) (3) efisiensi (eficiency) dan (4)
elastisitas (elasticity) Keempat indikator ini dalam pelaksanaannya akan saling berhubungan satu
dengan lainnya
Pertama daya pajak adalah rasio antara penerimaan pajak dengan kapasitas atau kemampuan
membayar pajak di suatu daerah Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui
kemampuan membayar pajak masyarakat adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Hal itu
dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut
Penerimaan Pajak (Penerimaan Pajak)
Daya Pajak = = x 100
Kemampuan Bayar Pajak PDRB
Dengan demikian jika PDRB suatu daerah meningkat maka kemampuan daerah dalam
membayar pajak (ability to pay) juga akan meningkat Artinya administrasi penerimaan daerah dapat
meningkatkan daya pajaknya agar penerimaan pajak meningkat pula
Kedua efektivitas adalah mengukur hubungan antara hasil pungut suatu pajak dengan potensi
pajak itu sendiri Efektivitas ini dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut
Penerimaan Pajak (Penerimaan Pajak)
Efektivitas = = x 100
Potensi pajak PDRB
Adapun yang menjadi indikator dari efektivitas ini adalah rasio antara hasil pemungutan suatu
pajak dengan potensi hasil pajak Keadaan tersebut terjadi didasarkan pada asumsi bahwa semua wajib
pajak membayar pajak terutangnya Efektivitas tersebut menyangkut semua tahap administrasi
penerimaan pajak menentukan wajib pajak menetapkan nilai kena pajak memungut pajak
menegakkan sistem pajak dan membukukan penerimaan
Ketiga efisiensi dilakukan dengan mengukur bagian dari hasil pajak yang digunakan untuk
menutup biaya pemungutan pajak yang bersangkutan Efisiensi ini dapat diketahui dengan
menggunakan rumus sebagai berikut
Biaya Pemungutan
Efisiensi = x 100
Penerimaan Pajak yang dipungut
Adapun yang dimaksud biaya pemungutan adalah tidak semata-mata biaya langsung untuk
operasional pemungutan di lapangan melainkan termasuk biaya-biaya tidak langsung seperti waktu
yang diperlukan biaya rapat-rapat dan biaya overhead
Keempat elastisitas adalah ukuran tingkat kepekaan perubahan suatu jenis penerimaan apabila
terjadi perubahan pada jumlah PDRB dan jumlah penduduk Dalam kaitan ini semakin tinggi nilainya
adalah semakin elastis dan sebaliknya semakin rendah nilainya maka menjadi semakin tidak elastis
Arti dari semakin elastis adalah tingkat daya bayar masyarakat tidak terganggu Untuk mengetahui
elastisitas dipergunakan dua buah rumus yakni untuk mengetahui tingkat kepekaan perubahan pada
PDRB dan tingkat kepekaan perubahan pada penduduk Untuk mengetahui tingkat kepekaan
perubahan pada PDRB dipergunakan rumus sebagai berikut
PAD PAD
Elastisitas PDRB = x 100 dan Elastisitas Penduduk = x 100
PDRB Penduduk
Berdasarkan Pasal Pasal 5 ayat (2) UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah terdiri dari PAD Dana Perimbangan dan lain-lain
pendapatan Menurut Pasal 6 ayat (1) PAD bersumber dari (a) pajak daerah (b) retribusi daerah (c)
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan (d) lain-lain PAD yang sah Dengan
demikian berarti bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan komponen dari PAD dan PAD
adalah komponen dari Pendapatan Daerah dan Pendapatan Daerah merupakan bagian dari Penerimaan
Daerah dan Penerimaan Daerah merupakan sisi lain dari APBD
PDRD ini dikelola oleh Daerah Propinsi dan KabupatenKota berdasarkan kewenangan yang
dimiliki Pasal 2 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan jenis pajak daerah propinsi terdiri dari
empat jenis Pertama pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air Kedua bea balik nama
kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air Ketiga pajak bahan bakar kendaraan bermotor
Keempat pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan Pasal 2 ayat (2)
jenis pajak kabupatenkota terdiri dari (a) pajak hotel (b) pajak restoran (c) pajak hiburan (d) pajak
reklame (e) pajak penerangan jalan (f) pajak pengambilan bahan galian golongan C dan (g) pajak
parkir
Pasal 18 ayat (2) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa retribusi dibagi atas tiga golongan
yakni (a) retribusi jasa umum (b) retribusi jasa usaha dan (c) retribusi perizinan tertentu Pasal 18
ayat (3) jenis-jenis rertribusi jasa umum retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu tersebut
ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) yakni PP No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi
Daerah Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan (2) PP No 66 Tahun 2001 jenis retribusi untuk daerah
propinsi dan kabupatenkota ditetapkan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah tersebut
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Pasal 2 ayat (2) PP No 66 Tahun 2001 menyatakan bahwa jenis-jenis retribusi jasa umum adalah
(a) retribusi pelayanan kesehatan (b) retribusi pelayanan persampahankebersihan (c) retribusi
penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil (d) retribusi pelayanan
pemakaman dan pengabuan mayat (e) retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum (f) retribusi
pelayanan pasar (g) retribusi pengujian kendaraan bermotor (h) retribusi pemeriksaan alat pemadam
kebakaran (i) retribusi penggantian biaya cetak peta dan (j) retribusi pengujian kapal perikanan Pasal
3 ayat (2) jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah (a) retribusi pemakaian kekayaan daerah (b) retribusi
pasar grosir danatau pertokoan (c) retribusi tempat pelelangan (d) retribusi terminal (e) retribusi
tempat khusus parkir (f) retribusi tempat penginapanpesanggrahanvilla (g) retribusi penyedotan
kakus (h) retribusi rumah potong hewan (i) retribusi pelayanan pelabuhan kapal (j) retribusi tempat
rekreasi dan olah raga (k) retribusi penyeberangan di atas air (l) retribusi pengolahan limbah cair dan
(m) retribusi penjualan produksi usaha daerah Pasal 4 ayat (2) jenis-jenis retribusi perizinan tertentu
adalah (a) retribusi izin mendirikan bangunan (b) retribusi izin tempat penjualan minuman
beralkohol (c) retribusi izin gangguan dan (d) retribusi izin trayek
Peraturan Daerah Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Pasal 4 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa pajak daerah ditetapkan dengan
Perda Pasal 4 ayat (3) Perda tentang pajak daerah sekurang-kurangnya mengatur mengenai (a)
nama obyek dan subyek pajak (b) dasar pengenaan tarif dan cara penghitungan pajak (c) wilayah
pemungutan (d) masa pajak (e) penetapan (f) tata cara pembayaran dan penagihan (g) kadaluwarsa
(h) sanksi administrasi dan (i) tanggal mulai berlakunya Pasal 4 ayat (4) Perda tentang pajak daerah
dapat pula mengatur ketentuan mengenai tiga hal Pertama pemberian pengurangan keringanan dan
pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok pajak dan atau sanksinya Kedua tata cara penghapusan
piutang pajak yang kadaluwarsa Ketiga tentang asas timbal balik (resiprositas)
Pasal 24 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa retribusi daerah ditetapkan dengan
Perda Pasal 24 ayat (3) Perda tentang retribusi daerah sekurang-kurangnya mengatur mengenai (a)
nama obyek dan subyek retribusi (b) golongan retribusi (c) cara mengukur tingkat penggunaan jasa
yang bersangkutan (d) prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tarif (e) struktut
dan besarnya tarif retribusi (f) wilayah pemungutan (g) tata cara pemungutan (h) sanksi administrasi
(i) tata cara penagihan (j) tanggal mulai berlakunya retribusi Pasal 24 ayat (4) Perda tentang retribusi
daerah dapat juga mengatur mengenai tiga hal Pertama masa retribusi Kedua pemberian keringanan
pengurangan dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok retribusi dan atau sanksinya Ketiga
tata cara penghapusan piutang retribusi yang kadaluwarsa
Berdasarkan penelitiankegiatan inventarisasi Rencana Legislasi Daerah sampai Agustus 2001
saja Departemen Dalam Negeri (Depdagri) telah menerima sekitar 1979 Perda Perda tersebut terdiri
dari 1503 Perda tentang pajak daerah dan 926 Perda tentang Desa Dari jumlah itu sebanyak 926 Perda
memenuhi ketentuan perundang-undangan 104 Perda dinyatakan bermasalah dan 949 Perda ketika
itu sedang dievaluasi lebih lanjut Menurut penelitian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi
Daerah (KPPOD) dari sejumlah Perda tersebut terdapat 47 Perda harus dibatalkan dan 189 Perda
harus direvisi Jika data sampai Agustus 2001 saja telah begitu banyak ditemukan Perda bermasalah
menjadi pertanyaan adalah berapa banyak Perda bermasalah hingga Agustus 2005
Penelitian yang dilakukan oleh KPPOD tentang ldquoPemeringkatan Daya Tarik Investasi (Studi
Kasus di 90 KabupatenKota di Indonesia)rdquo menentukan tolok ukur Perda bermasalah dengan
penekanan pada aspek ekonomi Artinya banyaknya Perda yang tergolong bermasalah sehingga perlu
dibatalkan dan direvisi tersebut umumnya disebabkan melanggar prinsip-prinsip ekonomi Terdapat
lima jenis kasus Perda yang melanggar prinsip-prinsip ekonomi tersebut disertai dengan berbagai
contohnya Pertama adanya hambatan perdagangan terhadap keluar masuk barang dari dan ke daerah
lain baik dengan mekanisme tarif maupun non tarif Contohnya adalah Perda Propinsi Lampung No 6
Tahun 2000 Perda Kabupaten Pasaman No 2 Tahun 2001 Perda Kabupaten Bima No 16 Tahun
2000 dan sebagainya
Kedua adanya monopoli dengan perlakuan diskriminatif terhadap pelaku usaha lainnya
Contohnya adalah Perda Kabupaten Cirebon No 23 Tahun 2001 Perda Kabupaten Karawang No 15
Tahun 2001 dan sebagainya Ketiga pungutan berganda dengan pajak pusat (PPN PBB dll)
Contohnya adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 6 Tahun 2001 Perda Kabupaten Serang
No 7 Tahun 2001 dan sebagainya Keempat pungutan dalam bentuk sumbangan yang dipaksakan
dengan penerapan sanksi Contohnya adalah Perda Kabupaten Flores Timur No 2 Tahun 2000 Perda
Kabupaten Tapin No 5 Tahun 2000 Perda Kabupaten Kampar No 23 Tahun 2000 dan sebagainya
Kelima retribusi yang tidak memberi manfaat langsung terhadap pembayar retrtibusi Contohnya
adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 22 Tahun 2001 Perda Kabupaten Blitar No 24 Tahun
2000 Perda Kabupaten Bekasi No 25 Tahun 2000 dan sebagainya
Di samping itu temuan IMF (Internastonal Monetary Found) mengenai Perda bermasalah dari
perspektif ekonomi tidak kalah menariknya IMF telah merekomendasikan kepada Pemerintah
mengenai Perda bermasalah dari sisi investasi asing Perda bermasalah tersebut dapat menghambat
kegiatan dunia usaha dan sekaligus merupakan ldquocounter productiverdquo terhadap usaha Pemerintah
maupun Daerah dalam menarik inevstasi
Berbeda dengan hal di atas Depdagri menentukan tolok ukur Perda bermasalah lebih ditekankan
pada aspek hukumnya Dalam konteks ini suatu Perda dikualifikasi bermasalah apabila dalam
pembentukkannnya melanggar asas legalitas Perda tersebut dibentuk melanggar prinsip-prinsip
pembuatan peraturan perundang-undangan yakni bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi bertentangan dengan Perda lain melanggar kepentingan umum dan disharmonis
dengan peraturan pelaksanannya
Dalam perspektif hukum Perda dikatakan bermasalah adalah jika bertentangan dengan
kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Hal itu sesuai dengan
Pasal 136 ayat (4) UU No 32 Tahun 2004 Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan umum
danatau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Untuk menghindari Perda agar tidak
bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
maka dalam pembentukannya harus taat asas
Ketaatan asas yang dimaksud atas pembentukan Perda setidak-tidaknya menyangkut dua
kelompok Pertama Pasal 137 UU No 32 Tahun 2004 Perda dibentuk berdasarkan pada asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi (a) kejelasan tujuan (b) kelembagaan
atau organ pembentuk yang tepat (c) kesesuaian antara jenis dan materi muatan (d) dapat
dilaksanakan (e) kedayagunaan dan kehasilgunaan (f) kejelasan rumusan dan (g) keterbukaan
Kedua Pasal 138 ayat (1) materi muatan Perda mengandung asas (a) pengayoman (b) kemanusiaan
(c) kebangsaan (d) kekeluargaan (e) kenusantaraan (f) bhineka tunggal ika (g) keadilan (h)
kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (i) ketertiban dan kepastian hukum dan (j)
keseimbangan keserasian dan keselarasan
Pasal 2 ayat (4) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa daerah kabupatenkota dapat
menetapkan jenis pajak daerah selain yang telah ditetapkan dalam undang-undang ini dengan
ketentuan memenuhi beberapa kreteria Pertama bersifat pajak dan bukan retribusi Kedua obyek
pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupatenkota yang bersangkutan dan mempunyai
mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupatenkota yang
bersangkutan Ketiga obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan
umum Keempat obyek pajak bukan merupakan obyek pajak propinsi danatau obyek pajak pusat
Kelima potensinya memadai Keenam tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif Ketujuh
memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat Kedelapan menjaga kelestarian
lingkungan
Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah Menurut Bagir Manan (2001 39) sistem pengawasan menentukan kemandirian suatu otonomi
Untuk menghindarkan agar pengawasan tidak melemahkan otonomi maka sistem pengawasan harus
ditentukan secara spesifik baik lingkup maupun tata caranya Hal itu karena pada saat semakin banyak
dan intensif pengawasan dilakukan maka semakin sempit pula kemandirian daerah sehingga membuat
semakin terbatas otonominya Sebaliknya pula tidak boleh ada sistem otonomi yang sama sekali
meniadakan pengawasan Dengan demikian kebebasan berotonomi di satu pihak dan pengawasan di
pihak yang lain merupakan lembaran dalam berotonomi untuk menjaga keseimbangan kecenderungan
pendulum ke arah desentralisasi maupun sentralisasi
Pengawasan dalam UU No 32 Tahun 2004 Pemerintah tidak mengutamakan sistem pengawasan
represif melainkan lebih menekankan pada pengawasan preventif Hal itu dimaksudkan untuk
memberikan kebebasan daerah dalam mengambil keputusan di samping memberi peran lebih besar
kepada DPRD untuk menjalankan fungsinya Oleh sebab itu Perda yang ditetapkan daerah tidak perlu
pengesahan terlebih dahulu oleh Pemerintah atau oleh Daerah tingkat atasnya Perda tersebut baru
dilakukan pengawasan oleh Pemerintah setelah ditetapkan oleh daerah yang bersangkutan
Dari sudut teori pengawasan maka pengawasan yang dilakukan Pemerintah terhadap Perda
adalah bersifat ldquoa posteriorirdquo yakni pengawasan itu baru dilakukan setelah dikeluarkannya Perda
tersebut oleh daerah Dari sudut kelembagaan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap
Perda adalah merupakan pengawasan ekstern Pengawasan tersebut dilakukan oleh organ atau lembaga
yang secara organisatoris berada di luar pemerintahan daerah Oleh sebab itu pengawasan yang
dilakukan oleh Pemerintah tersebut mempunyai tiga ciri-ciri khusus Pertama bersifat ekstern karena
dilakukan oleh suatu badan atau lembaga di luar pemerintahan daerah Kedua ldquoa posteriorirdquo karena
selalu dilakukan sesudah Perda tersebut ditetapkan Ketiga segi hukum karena menilai dari segi
hukumnya saja Pengawasan dari segi hukum adalah dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau
pertimbangan yang bersifat hukumnya saja (legalitas) dari perbuatan hukum pemerintah daerah
melalui produk hukum yang bernama Perda
Pasal 80 ayat (1) PP No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah menyatakan bahwa dalam rangka
pengawasan Perda tentang pajak daerah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Keuangan paling lama 15 hari setelah ditetapkan Pasal 17 ayat (1) PP No 66 Tahun 2001 mengatur
hal dan cara yang sama mengenai pengawasan terhadap Perda tentang Retribusi Daerah Pasal 80 ayat
(2) PP No 65 Tahun 2001 menyatakan apabila Perda tentang Pajak Daerah bertentangan dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maka Mendagri dengan
pertimbangan Menkeu membatalkan Perda tersebut Hal yang sama diatur pula dalam Pasal 17 ayat (2)
PP No 66 Tahun 2001 mengenai retribusi daerah Pembatalan tersebut dilakukan paling lama satu
bulan sejak diterimanya Perda yang dimaksud
Persoalannya sekarang setelah diberlakukannya UU No 32 Tahun 2004 adalah masa
penyampaian Perda yang telah ditetapkan oleh daerah ke Pemerintah adalah selama tujuh hari saja
Timbul pertanyaan dapatkah dalam waktu tujuh hari daerah menyampaikan Perda yang telah
ditetapkan kepada Pemerintah Di samping itu khusus mengenai Perda tentang PDRD apakah
kewenangan melakukan pengawasan dapat diberikan lebih besar kepada Menkeu Jika kedua
pertanyaan ini dapat dijawab maka akan tercipta tata cara pengawasan yang baik mengenai
keberlakuan Perda tentang PDRD ke depan
Kerangka Pemikiran
Sistem yang baik maka didalamnya sudah terdapat pengendalian internal yang baik sehingga
dapat mengecah atau mengurangi adanya penyimpangan atau pelanggaran terhadap peraturan Dengan
sistem yang baik juga akan tercapai efisiensi dan efektivitas terhadap pencapaian tujuan Sistem
penyusunan Pajak Daerah dan Retribusi daerah perlu dianalisis karena masih banyaknya produk pajak
daerah dan retribusi daerah yang melanggar Undang-Undang atau peraturan pemerintah pusat Hasil
temuan Mendagri dan Menteri Keuangan terdapat ribuan peraturan pajak daerah dan retribusi daerah
yang dibuat oleh daerah tingkat I (provinsi) dan daerah tingkat II (Kabupatenkota) di Indonesia pada
era reformasi Untuk itu penelitin ini meneliti dan mengevaluasi sistem pembuatan dan pengesahan
Pajak daerah dan retribusi daerah serta pengusulan sistem yang baru dan hukuman yang tepat bagi
daerah yang melanggar sistem tersebut
Bagan 1 Alur Kerangka Pikir
III METODE PENELITIAN
Tipe Penelitian
Penelitian ini pada dasarnya adalah penelitian kasus sehingga analisis yang digunakan deskriptif
dan analisis referensi dengan menggunakan teknik diskusi obserbvasi dan surve Penelitian ini
dibahas secara deskriptif untuk menguraikan sistem yang sudah ada dengan menggunakan flow chart
dari dukumen kemudian dari hal tersebut dianalisis secara mendalam kelemahan kelebihan kekuatan
dan peluang untuk terjadinya penyimpangan Analisis SWOT dapat digunakan Untuk kekuatan
analisis ini maka digunakan diskusi sehingga dihasilkan analisis yang leibh baik Dari hasil analisis
maka akan dihasilkan flow chart dokumen yang bau yang leibh baik dan didalamnya yang sudah
mengandung sistem pengendalian dan pengawasan
Jenis dan Sumber Data
Data pada penelitian ini adalah data dari peraturan yang sudah ada tentang pajak daerah dan
retribusi daerah serta aturan dan undang-undang pnyusunan pajak dan retribusi darah tersebut Selain
itu adalah aturan tentang pangawasan dari Pajak daerah dan retribusi daerah
Adapun aturan atau undang- undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah tersebut antara lain
adalah
1 UU No 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah
2 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
3 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
4 UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah
5 Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
6 Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
7 Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
8 Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Propinsi Lampung Kota Bandar
Lampung Kabupaten Lampung Selatan Kota Depok dan Kabupaten Indramayu
9 Peraturan Perundang-Undangan Lainnya yang berkaitan dengan Pembentukan Pelaksanaan dan
Pengawasan Perda
Data yang diperoleh langsung dari sumber data di lokasi penelitian peristiwa hukum yang terjadi
dan narasumber yang memberikan informasi Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan
FGD
Pengolahan dan Analisis Data
Analisis yang digunakan adalah deskriptif yaitu menguraikan atau menggambarkan sistem dan
prosedur penyusunan PDRD yang selama ini dan menurut peraturan yang berlaku Kemudian dari
deskriptif ini dianalisis dengan SWOT tentang kelemahan kekuatan peluang dan ancaman sehingga
bisa terjadi pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar serta daerah yang tetap menjalankan
pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar walaupun sudah dihapuskan oleh pemerintah pusat
Dari hasil analisis ini kemudian disusun sistem yang baru yang diharapkan leibh baik dari sistem yang
lama dan dapat mencegah atau mengurangi pelanggaran Kemudian juga disusun sanksi yang tepat
atas setiap pelanggaran sehingga dapat mencegah terulangnya palanggaran tersebut
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat I
Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi
dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan
daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat I adalah sbb
Bagan 2 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)
ANALISIS
Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut
Kekuatan
1 Mendagri mengevaluasi berdasarkan permohonan dari Gubernur tentang Raperda Pajak dan
Retribusi Daerah
2 Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan
3 Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian
Kelemahan
1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah
bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelolan perekonomian dan pertumbuhan
kesejahteraan masyarakat
2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses
pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah
diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi
3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak
yang melakukan monitoring dan mengawasi
4 Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam mempertimbangkan kondisi
perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih menitikberatkan pada kesesuaian
dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian daerah dan nasional
5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi
kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan
pendapatan daerah saja
6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada
mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif
7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada
8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan
Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal
pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan
juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi
Usulan
Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut
Bagan 3 Usulan Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)
1 Raperda sebelum disampaikan ke Menteri Dalam Negri harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan
Kantor Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk
diterapkan didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah
2 Menteri Dalam negri menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan
Kantor Pajak sehingga evaluasi Mendagri lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan
peraturan yang leibh tinggi
3 Hasil Evaluasi dari Mendagri selain disampaikan ke Gubernur juga ke Kantor Bank Indonesia
Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring dan pengawasan
4 Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan
pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi
atas perda di daerah tersebut
Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat II
Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi
dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan
daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat II adalah sbb
Bagan 4 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)
ANALISIS
Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut
Kekuatan
a Gubernur mengevaluasi berdasarkan permohonan dari BupatiWalikota tentang Raperda Pajak dan
Retribusi Daerah
b Mendagri dalam mengevaluasi berdasarkan pertimbangan Gubernur
c Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan
d Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian
Kelemahan
1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah
bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelola perekonomian dan pertumbuhan kesejahteraan
masyarakat
2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses
pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah
diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi dan Gubernurpun dalam pemerintahan desentralisasi
seperti saat ini tidak memiliki kewenangan terhadap Kabupatenkotamadya
3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak
yang melakukan monitoring dan mengawasi
4 Gubernur Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam
mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih
menitikberatkan pada kesesuaian dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian
daerah dan nasional
5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi
kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan
pendapatan daerah saja
6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada
mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif
7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada
8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan
Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal
pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan
juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi
Usulan
Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut
Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)
a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor
Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan
didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah
b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak
sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih
tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut
c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati
juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring
dan pengawasan
d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan
pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi
atas perda di daerah tersebut
Sanksi
Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya
perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum
ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang
Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD
terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut
a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar
b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas
pelanggaran
c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah
mendapat tegoran
d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar
e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran
V KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut
1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah
2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan
Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah
sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif
3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga
monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan
4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah
5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada
Saran
Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut
a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank
Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan
b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat
kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang
perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha
c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang
bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah
d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar
Undang-undang
DAFTAR PUSTAKA
Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986
Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published
by American Economic Association
Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of
Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American
Economic Association Stable
Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review
Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the
American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American
Economic Association
Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi
DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta
Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol
29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly
Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing
for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and
International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN
BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure
Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement
Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare
Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by
Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics
Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey
and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)
pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The
Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Author(s) Source Latin American Research
Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and
Health OutcomesSSRN
Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and
Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)
pp 387-401 Published by Springer
Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax
Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN
Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-
100 Published by American Economic Association
David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic
Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN
De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth
The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by
The MIT Press
Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern
Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program
Pasca UGM Yogyakarta
Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly
Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political
Weekly Stable
Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United
States IMF Working Paper No 8764
Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on
Personal Saving NBER Working Paper No W3257
Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and
Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10
No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for
Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de
lHomme
GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer
Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999
No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings
Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and
Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The
Canadian Economics Asociation
GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study
for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004
Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax
Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State
University of New York - Department of Political Science November 1996
Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau
of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553
HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive
Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)
pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics
House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol
96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation
Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986
The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published
by American Economic Association
JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The
Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A
Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -
S193 Published by The University of Chicago Press
Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian
Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI
101007s10887-006-7407-2
Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An
Endogenous Growth Model With
Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002
Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia
Indonesia Jakarta 2003
Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The
Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The
Review of Economic Studies Ltd
Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan
Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric
Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress
Explorations in Health Economics Paper SSRN
Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of
Law Yale law School
Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal
of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of
Business Tennessee State University
M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and
Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic
and Political Weekly
McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The
Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77
Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and
Management
Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN
Yogyakarta
Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The
Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by
American Economic Association
Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp
87-100 Published by American Economic Association
Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings
Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution
Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility
Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by
Springer
Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di
Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta
Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic
Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No
1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp
422-427 Published by Southern Economic Association
WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian
Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr
1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga
Penelitian Universitas Lampung
Perkiraan Biaya Penelitian
No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah
1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000
2 Fotocopy dan penjilidan
proposal
2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000
3 Pengumpulan data dan
Analisa
1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000
4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000
5 Seminar Proposal dan Hasil
Penelitian
2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000
Total 10000000
(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)
a Setiap sistem terdiri dari unsur-unsur Unsur-unsur suatu sistem terdiri dari subsistem yang lebih
kecil yang terdiri dari kelompok unsur yang membentuk subsistem tersebut
b Unsur-unsur tersebut merupakan bagian terpadu sistem yang bersangkutan Unsur-unsur sistem
berhubungan erat satu dengan lainnya dan sifat serta kerjasama antar unsur sistem tersebut
mempunyai bentuk tertentu
c Unsur sistem tersebut bekerjasama untuk mencapai tujuan sistem Setiap sistem mempunyai tujuan
tertentu
d Suatu sistem merupakan bagian dari sistem lain yang lebih besar Suatu sistem disusun dengan
suatu tujuan tertentu
Pada umumnya tujuan adanya suatu sistem adalah
a Untuk memberikan informasiyang dihasilkan yaitu mutu produk ketepatan penyajian maupun
struktur informasiproduk yang dihasilkan
b Untuk memperbaiki pengendalian dan pengecekan internal sehingga akan memperbaiki keandalan
produk yang dihasilkan
c Untuk meningkatkan efisiensi dalam memproduksi atau membuat produk tersebut
Dengan sistem yang baik maka suatu produk yang dihasilkan akan lebih baik lebih efisien dan
lebih bermanfaat atau sesuai dengan tujuannya Untuk mengevaluasi suatu produk yang dihasilkan
maka dapat dievaluasi dari sistem dalam pembuatan produk tersebut Demikian pula dengan
penyusunan Pajak daerahretribusi daerah maka perlu dievaluasi atas sistem pembuatan dan
penyusunan pajakretribusi daerah tersebut untuk mengetahui kelemahan sehingga dapat menghindari
kekurangan atau kelemahan atas etiap produk peraturan pajakretribusi daerah yang dihasilkan oleh
suatu daerah tingkat I atau daerah tingkat II sehingga terhindar dari pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi
Perkembangan Perundang-undangan pajakretribusi daerah
Untuk pertama kalinya Indonesia memiliki undang-undang yang mengatur mengenai pajak
daerah dan retribusi daerah sekaligus adalah dengan diberlakukanya Undang-Undang (UU) No 18
Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Undang-undang ini secara garis besar
mengatur mengenai dua hal Pertama menetapkan ketentuan-ketentuan pokok yang memberikan
pedoman kebijakan dan arahan bagi Daerah dalam pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi
Kedua menetapkan pengaturan yang cukup rinci untuk menjamin penerapan prosedur umum
perpajakan daerah dan retribusi
Sebelum UU No 18 Tahun 1997 pengaturan mengenai Pajak dan Retribusi Daerah (PDRD)
diatur berdasarkan dua undang-undang yang berbeda Pertama UU No 11 Drt Tahun 1957 tentang
Peraturan Umum Pajak Daerah dan kedua UU No 12 Drt Tahun 1957 tentang Peraturan Umum
Retribusi Daerah Berdasarkan kedua undang-undang ini sistem perpajakan daerah dan retribusi
daerah tidak bersifat sederhana tidak adil tidak efektif tidak efesien dan tidak dapat menggerakkan
peranserta masyarakat dalam membiayai pembangunan daerah Karena itulah maka perlu dibuat
undang-undang yang dapat menciptakan pembaharuan sistem perpajakan daerah dan retribusi daerah
tersebut
Dalam perkembangannya UU No 18 Tahun 1997 tidak berumur panjang karena pada tahun 2000
undang-undang ini diperbaharui kembali seiring dengan pelaksanaan desentralisasi fiskal yang
berkaitan dengan diberlakukannya undang-undang tentang otonomi daerah Pembaharuan terhadap
UU No 18 Tahun 1997 tersebut hanya diamanatkan dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU No 25
Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Meskipun
demikian hal itu sudah cukup menjadi alasan bagi Pemerintah untuk melakukan perubahan terhadap
undang-undang itu Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU No 25 Tahun 1999 menyatakan sebagai berikut
ldquoJenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerah disesuaikan dengan kewenangan yang diserahkan
kepada Daerah Propinsi dan Daerah Kabupatenkota Penyesuaian tersebut dilakukan dengan
mengubah UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerahrdquo
Meskipun perubahan undang-undang PDRD secara eksplisit hanya diamanatkan dalam
Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU No 25 Tahun 1999 tetapi semangat perubahan tersebut sebenarnya
terlebih dahulu mengacu kepada UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Berdasarkan
kedua undang-undang otonomi daerah itu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan penerimaan dana perimbangan yang bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
PAD tersebut antara lain bersumber dari PDRD yang diharapkan dapat menjadi salah satu
sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk meningkatkan
dan memeratakan kesejahteraan masyarakat Pada gilirannya daerah mampu melaksanakan otonomi
yang dengan kata lain mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
Berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai dengan pembentukan UU No 34 Tahun 2000 maka
undang-undang ini sebagaimana halnya UU No 18 Tahun 1997 juga menetapkan dua tujuan Pertama
menetapkan ketentuan-ketentuan pokok yang memberikan pedoman kebijakan dan arahan bagi Daerah
dalam pelaksanaan pemungutan PDRD Kedua menetapkan pengaturan untuk menjamin penerapan
prosedur umum perpajakan daerah dan retribusi daerah
Pajak daerah dan pajak pusat merupakan suatu sistem perpajakan nasional yang pada hakikatnya
merupakan beban bagi masyarakat sehingga perlu dijaga agar kebijakan tersebut merupakan beban
yang adil Untuk itu pembinaan perpajakan daerah dilakukan secara terpadu dengan perpajakan
nasional Pembinaan ini dilakukan secara sinergis terutama mengenai obyek dan tarif pajak agar
pajak pusat dan pajak daerah dapat saling melengkapi dan tidak saling tumpang tindih
UU No 34 Tahun 2000 menganut sistem buka tutup dalam penetapan jenis PDRD
kabupatenkota Meskipun beberapa jenis PDRD telah ditetapkan dalam undang-undang ini namun
daerah kabupatenkota diberi peluang dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan
menetapkan jenis pajak dan retribusi selain yang telah ditetapkan Penetapan jenis PDRD tambahan
tersebut harus memenuhi kreteria yang ditetapkan dalam undang-undang dan sesuai dengan aspirasi
masyarakat setempat
Pasal 4 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa pajak daerah ditetapkan dengan
Peraturan Daerah (Perda) Begitu pula menurut Pasal 24 ayat (1) bahwa retribusi daerah ditetapkan
juga dengan Perda Pembuatan Perda baik tentang pajak daerah maupun tentang retribusi daerah ini
tidak boleh bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan-perundangan lain terutama dengan
undang-undang tentang otonomi daerah
Persoalan yang muncul dengan dibukanya peluang tersebut di lapangan banyak Perda PDRD
yang dibuat tetapi bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi Hal ini terjadi antara lain juga karena baik dalam UU No 22 Tahun 1999 maupun
UU No 34 Tahun 2000 tidak mengenal pengawasan preventif dalam bentuk evaluasi Rancangan
Perda (Raperda) oleh tingkat pemerintahan yang lebih tinggi Persoalan ini menjadi semakin rumit
ketika Perda tersebut dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) (baca pemerintah pusat)
tetapi pemerintah daerah tetap memberlakukannya alias tidak menghentikan pelaksanaan dan atau
mencabutnya karena tanpa sanksi yang jelas
Berlakunya UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti UU No 22
Tahun 1999) membawa implikasi positif seperti telah diaturnya tata cara pengawasan preventif dan
kewenangan Gubernur dalam bentuk evaluasi Raperda kabupatenkota Diaturnya wewenang Menteri
Keuangan (Menkeu) dalam proses pembuatan Perda dan sanksi berupa pembatalan Perda yang
bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
Persoalannya adalah tidak jelas apakah Gubernur dan Menkeu juga memiliki kewenangan untuk
membatalkan Perda PDRD kabupatenkota yang dianggap bertentangan dengan kepentingan umum
dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tingi Selain itu sanksi yang diatur hanya berupa
sanksi administratif yang bersifat represif setelah jadi Perda
Selain persoalan di atas berlakunya UU No 32 Tahun 2004 menimbulkan dualisme pengaturan
hukum yang berkaitan dengan PDRD UU No 32 Tahun 2004 mengatur pengawasan preventif
sebaliknya dalam UU No 34 Tahun 2000 tidak UU No 32 Tahun 2004 tidak mengatur dengan jelas
kewenangan Menkeu dalam pembatalan Perda PDRD sebaliknya dalam UU No 34 Tahun 2000 PP
No 65 Tahun 2001 dan PP No 66 Tahun 2001 Menkeu memiliki kewenangan untuk memberi
pertimbangan kepada Mendagri dalam hal pembatalan Perda Dengan demikian berdasarkan UU No
34 Tahun 2000 peran Menkeu telah ada dalam proses evaluasi dan pembatalan Perda Persoalan lain
adalah mengenai jangka waktu penyampaian Perda yang sudah disahkan daerah kepada pusat untuk
dievaluasi UU No 34 Tahun 2000 memberikan waktu yang lebih lama yaitu 15 hari dibandingkan
dengan UU No 32 Tahun 2004 yang hanya tujuh hari Dualisme ketentuan hukum ini menjadi
persoalan yang serius karena kedua undang-undang tersebut sama-sama berlaku efektif
Perbedaan limitasi waktu penyampaian Perda kepada Pemerintah antara UU No 22 Tahun 1999
dengan UU No 32 Tahun 2004 tidak menjadi persoalan karena undang-undang yang disebut pertama
tidak berlaku lagi Akan tetapi perbedaan antara ketentuan UU No 34 Tahun 2000 dengan UU No 32
Tahun 2004 menjadi persoalan karena kedua undang-undang tersebut masih berlaku efektif Meskipun
demikian jika ditinjau dari asas hukum lex posteriori derogat legi priori (undang-undang yang baru
mengesampingkan undang-undang yang lama) maka yang berlaku adalah ketentuan yang ada dalam
undang-undang yang baru Artinya yang berlaku adalah ketentuan dalam UU No 32 Tahun 2004
yakni waktu penyampaian Perda yang telah ditetapkan kepada Pemerintah paling lama tujuh hari
Eksistensi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Dalam Struktur Keuangan Daerah
Pasal 1 angka 6 UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa Pajak Daerah adalah iuran wajib
yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang
yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah Begitu pula Pasal
1 angka 26 menyatakan bahwa Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa
atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan
Pajak biasanya harus dibayar oleh anggota masyarakat sebagai suatu kewajiban hukum tanpa
pertimbangan secara pribadi mereka mendapat manfaat atau tidak dari pelayanan yang mereka biayai
Sebaliknya retribusi dibayar langsung oleh mereka yang menikmati suatu pelayanan yang biasanya
dimaksudkan untuk menutup seluruhnya atau sebagian dari biaya pelayanan tersebut Meskipun
demikian dalam praktik perbedaan antara keduanya tidak selalu jelas Pertama retribusi dapat
dikenakan lebih besar melebihi biaya jasa-jasa yang diberikan Kedua suatu jasa mungkin hanya
sebagian dibiayai oleh retribusi sisanya berasal dari subsidi khusus atau terselubung dari penerimaan
pajak
PDRD ini merupakan komponen penting dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) APBD terkait dengan penganggaran yakni suatu proses penyusunan rencana keuangan yang
menyangkut pendapatan dan pembiayaan yang kemudian mengalokasikan dana ke berbagai kegiatan
sesuai dengan fungsi dan sasaran yang hendak dicapai APBD merupakan suatu rencana tahunan
daerah yang ditetapkan berdasarkan Perda atau dengan kata lain APBD adalah model penganggaran
pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan Perda
Dalam penganggaran daerah terdapat tiga analisis yang saling terkait yakni analisis penerimaan
analisis pengeluaran dan analisis anggaran PDRD adalah berkaitan erat dengan analisis penerimaan
Analisis penerimaan adalah suatu kajian mengenai kemampuan daerah dalam menggali sumber-
sumber pendapatan daerah yang potensial dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan
pendapatan tersebut Pendapatan daerah adalah semua penerimaan kas daerah dalam periode tahun
anggaran tertentu yang menjadi hak daerah Dalam konteks ini keuangan daerah yang sehat adalah
keuangan daerah yang mampu meningkatkan penerimaan daerah secara berkesinambungan seiring
dengan perkembangan perekonomian tanpa memperburuk alokasi faktor-faktor produksi dan keadilan
serta dengan sejumlah biaya administrasi tertentu Kondisi ini dapat dilihat berdasarkan empat
indikator yakni (1) daya pajak (tax effort) (2) efektivitas (efectivity) (3) efisiensi (eficiency) dan (4)
elastisitas (elasticity) Keempat indikator ini dalam pelaksanaannya akan saling berhubungan satu
dengan lainnya
Pertama daya pajak adalah rasio antara penerimaan pajak dengan kapasitas atau kemampuan
membayar pajak di suatu daerah Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui
kemampuan membayar pajak masyarakat adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Hal itu
dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut
Penerimaan Pajak (Penerimaan Pajak)
Daya Pajak = = x 100
Kemampuan Bayar Pajak PDRB
Dengan demikian jika PDRB suatu daerah meningkat maka kemampuan daerah dalam
membayar pajak (ability to pay) juga akan meningkat Artinya administrasi penerimaan daerah dapat
meningkatkan daya pajaknya agar penerimaan pajak meningkat pula
Kedua efektivitas adalah mengukur hubungan antara hasil pungut suatu pajak dengan potensi
pajak itu sendiri Efektivitas ini dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut
Penerimaan Pajak (Penerimaan Pajak)
Efektivitas = = x 100
Potensi pajak PDRB
Adapun yang menjadi indikator dari efektivitas ini adalah rasio antara hasil pemungutan suatu
pajak dengan potensi hasil pajak Keadaan tersebut terjadi didasarkan pada asumsi bahwa semua wajib
pajak membayar pajak terutangnya Efektivitas tersebut menyangkut semua tahap administrasi
penerimaan pajak menentukan wajib pajak menetapkan nilai kena pajak memungut pajak
menegakkan sistem pajak dan membukukan penerimaan
Ketiga efisiensi dilakukan dengan mengukur bagian dari hasil pajak yang digunakan untuk
menutup biaya pemungutan pajak yang bersangkutan Efisiensi ini dapat diketahui dengan
menggunakan rumus sebagai berikut
Biaya Pemungutan
Efisiensi = x 100
Penerimaan Pajak yang dipungut
Adapun yang dimaksud biaya pemungutan adalah tidak semata-mata biaya langsung untuk
operasional pemungutan di lapangan melainkan termasuk biaya-biaya tidak langsung seperti waktu
yang diperlukan biaya rapat-rapat dan biaya overhead
Keempat elastisitas adalah ukuran tingkat kepekaan perubahan suatu jenis penerimaan apabila
terjadi perubahan pada jumlah PDRB dan jumlah penduduk Dalam kaitan ini semakin tinggi nilainya
adalah semakin elastis dan sebaliknya semakin rendah nilainya maka menjadi semakin tidak elastis
Arti dari semakin elastis adalah tingkat daya bayar masyarakat tidak terganggu Untuk mengetahui
elastisitas dipergunakan dua buah rumus yakni untuk mengetahui tingkat kepekaan perubahan pada
PDRB dan tingkat kepekaan perubahan pada penduduk Untuk mengetahui tingkat kepekaan
perubahan pada PDRB dipergunakan rumus sebagai berikut
PAD PAD
Elastisitas PDRB = x 100 dan Elastisitas Penduduk = x 100
PDRB Penduduk
Berdasarkan Pasal Pasal 5 ayat (2) UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah terdiri dari PAD Dana Perimbangan dan lain-lain
pendapatan Menurut Pasal 6 ayat (1) PAD bersumber dari (a) pajak daerah (b) retribusi daerah (c)
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan (d) lain-lain PAD yang sah Dengan
demikian berarti bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan komponen dari PAD dan PAD
adalah komponen dari Pendapatan Daerah dan Pendapatan Daerah merupakan bagian dari Penerimaan
Daerah dan Penerimaan Daerah merupakan sisi lain dari APBD
PDRD ini dikelola oleh Daerah Propinsi dan KabupatenKota berdasarkan kewenangan yang
dimiliki Pasal 2 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan jenis pajak daerah propinsi terdiri dari
empat jenis Pertama pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air Kedua bea balik nama
kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air Ketiga pajak bahan bakar kendaraan bermotor
Keempat pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan Pasal 2 ayat (2)
jenis pajak kabupatenkota terdiri dari (a) pajak hotel (b) pajak restoran (c) pajak hiburan (d) pajak
reklame (e) pajak penerangan jalan (f) pajak pengambilan bahan galian golongan C dan (g) pajak
parkir
Pasal 18 ayat (2) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa retribusi dibagi atas tiga golongan
yakni (a) retribusi jasa umum (b) retribusi jasa usaha dan (c) retribusi perizinan tertentu Pasal 18
ayat (3) jenis-jenis rertribusi jasa umum retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu tersebut
ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) yakni PP No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi
Daerah Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan (2) PP No 66 Tahun 2001 jenis retribusi untuk daerah
propinsi dan kabupatenkota ditetapkan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah tersebut
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Pasal 2 ayat (2) PP No 66 Tahun 2001 menyatakan bahwa jenis-jenis retribusi jasa umum adalah
(a) retribusi pelayanan kesehatan (b) retribusi pelayanan persampahankebersihan (c) retribusi
penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil (d) retribusi pelayanan
pemakaman dan pengabuan mayat (e) retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum (f) retribusi
pelayanan pasar (g) retribusi pengujian kendaraan bermotor (h) retribusi pemeriksaan alat pemadam
kebakaran (i) retribusi penggantian biaya cetak peta dan (j) retribusi pengujian kapal perikanan Pasal
3 ayat (2) jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah (a) retribusi pemakaian kekayaan daerah (b) retribusi
pasar grosir danatau pertokoan (c) retribusi tempat pelelangan (d) retribusi terminal (e) retribusi
tempat khusus parkir (f) retribusi tempat penginapanpesanggrahanvilla (g) retribusi penyedotan
kakus (h) retribusi rumah potong hewan (i) retribusi pelayanan pelabuhan kapal (j) retribusi tempat
rekreasi dan olah raga (k) retribusi penyeberangan di atas air (l) retribusi pengolahan limbah cair dan
(m) retribusi penjualan produksi usaha daerah Pasal 4 ayat (2) jenis-jenis retribusi perizinan tertentu
adalah (a) retribusi izin mendirikan bangunan (b) retribusi izin tempat penjualan minuman
beralkohol (c) retribusi izin gangguan dan (d) retribusi izin trayek
Peraturan Daerah Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Pasal 4 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa pajak daerah ditetapkan dengan
Perda Pasal 4 ayat (3) Perda tentang pajak daerah sekurang-kurangnya mengatur mengenai (a)
nama obyek dan subyek pajak (b) dasar pengenaan tarif dan cara penghitungan pajak (c) wilayah
pemungutan (d) masa pajak (e) penetapan (f) tata cara pembayaran dan penagihan (g) kadaluwarsa
(h) sanksi administrasi dan (i) tanggal mulai berlakunya Pasal 4 ayat (4) Perda tentang pajak daerah
dapat pula mengatur ketentuan mengenai tiga hal Pertama pemberian pengurangan keringanan dan
pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok pajak dan atau sanksinya Kedua tata cara penghapusan
piutang pajak yang kadaluwarsa Ketiga tentang asas timbal balik (resiprositas)
Pasal 24 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa retribusi daerah ditetapkan dengan
Perda Pasal 24 ayat (3) Perda tentang retribusi daerah sekurang-kurangnya mengatur mengenai (a)
nama obyek dan subyek retribusi (b) golongan retribusi (c) cara mengukur tingkat penggunaan jasa
yang bersangkutan (d) prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tarif (e) struktut
dan besarnya tarif retribusi (f) wilayah pemungutan (g) tata cara pemungutan (h) sanksi administrasi
(i) tata cara penagihan (j) tanggal mulai berlakunya retribusi Pasal 24 ayat (4) Perda tentang retribusi
daerah dapat juga mengatur mengenai tiga hal Pertama masa retribusi Kedua pemberian keringanan
pengurangan dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok retribusi dan atau sanksinya Ketiga
tata cara penghapusan piutang retribusi yang kadaluwarsa
Berdasarkan penelitiankegiatan inventarisasi Rencana Legislasi Daerah sampai Agustus 2001
saja Departemen Dalam Negeri (Depdagri) telah menerima sekitar 1979 Perda Perda tersebut terdiri
dari 1503 Perda tentang pajak daerah dan 926 Perda tentang Desa Dari jumlah itu sebanyak 926 Perda
memenuhi ketentuan perundang-undangan 104 Perda dinyatakan bermasalah dan 949 Perda ketika
itu sedang dievaluasi lebih lanjut Menurut penelitian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi
Daerah (KPPOD) dari sejumlah Perda tersebut terdapat 47 Perda harus dibatalkan dan 189 Perda
harus direvisi Jika data sampai Agustus 2001 saja telah begitu banyak ditemukan Perda bermasalah
menjadi pertanyaan adalah berapa banyak Perda bermasalah hingga Agustus 2005
Penelitian yang dilakukan oleh KPPOD tentang ldquoPemeringkatan Daya Tarik Investasi (Studi
Kasus di 90 KabupatenKota di Indonesia)rdquo menentukan tolok ukur Perda bermasalah dengan
penekanan pada aspek ekonomi Artinya banyaknya Perda yang tergolong bermasalah sehingga perlu
dibatalkan dan direvisi tersebut umumnya disebabkan melanggar prinsip-prinsip ekonomi Terdapat
lima jenis kasus Perda yang melanggar prinsip-prinsip ekonomi tersebut disertai dengan berbagai
contohnya Pertama adanya hambatan perdagangan terhadap keluar masuk barang dari dan ke daerah
lain baik dengan mekanisme tarif maupun non tarif Contohnya adalah Perda Propinsi Lampung No 6
Tahun 2000 Perda Kabupaten Pasaman No 2 Tahun 2001 Perda Kabupaten Bima No 16 Tahun
2000 dan sebagainya
Kedua adanya monopoli dengan perlakuan diskriminatif terhadap pelaku usaha lainnya
Contohnya adalah Perda Kabupaten Cirebon No 23 Tahun 2001 Perda Kabupaten Karawang No 15
Tahun 2001 dan sebagainya Ketiga pungutan berganda dengan pajak pusat (PPN PBB dll)
Contohnya adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 6 Tahun 2001 Perda Kabupaten Serang
No 7 Tahun 2001 dan sebagainya Keempat pungutan dalam bentuk sumbangan yang dipaksakan
dengan penerapan sanksi Contohnya adalah Perda Kabupaten Flores Timur No 2 Tahun 2000 Perda
Kabupaten Tapin No 5 Tahun 2000 Perda Kabupaten Kampar No 23 Tahun 2000 dan sebagainya
Kelima retribusi yang tidak memberi manfaat langsung terhadap pembayar retrtibusi Contohnya
adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 22 Tahun 2001 Perda Kabupaten Blitar No 24 Tahun
2000 Perda Kabupaten Bekasi No 25 Tahun 2000 dan sebagainya
Di samping itu temuan IMF (Internastonal Monetary Found) mengenai Perda bermasalah dari
perspektif ekonomi tidak kalah menariknya IMF telah merekomendasikan kepada Pemerintah
mengenai Perda bermasalah dari sisi investasi asing Perda bermasalah tersebut dapat menghambat
kegiatan dunia usaha dan sekaligus merupakan ldquocounter productiverdquo terhadap usaha Pemerintah
maupun Daerah dalam menarik inevstasi
Berbeda dengan hal di atas Depdagri menentukan tolok ukur Perda bermasalah lebih ditekankan
pada aspek hukumnya Dalam konteks ini suatu Perda dikualifikasi bermasalah apabila dalam
pembentukkannnya melanggar asas legalitas Perda tersebut dibentuk melanggar prinsip-prinsip
pembuatan peraturan perundang-undangan yakni bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi bertentangan dengan Perda lain melanggar kepentingan umum dan disharmonis
dengan peraturan pelaksanannya
Dalam perspektif hukum Perda dikatakan bermasalah adalah jika bertentangan dengan
kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Hal itu sesuai dengan
Pasal 136 ayat (4) UU No 32 Tahun 2004 Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan umum
danatau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Untuk menghindari Perda agar tidak
bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
maka dalam pembentukannya harus taat asas
Ketaatan asas yang dimaksud atas pembentukan Perda setidak-tidaknya menyangkut dua
kelompok Pertama Pasal 137 UU No 32 Tahun 2004 Perda dibentuk berdasarkan pada asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi (a) kejelasan tujuan (b) kelembagaan
atau organ pembentuk yang tepat (c) kesesuaian antara jenis dan materi muatan (d) dapat
dilaksanakan (e) kedayagunaan dan kehasilgunaan (f) kejelasan rumusan dan (g) keterbukaan
Kedua Pasal 138 ayat (1) materi muatan Perda mengandung asas (a) pengayoman (b) kemanusiaan
(c) kebangsaan (d) kekeluargaan (e) kenusantaraan (f) bhineka tunggal ika (g) keadilan (h)
kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (i) ketertiban dan kepastian hukum dan (j)
keseimbangan keserasian dan keselarasan
Pasal 2 ayat (4) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa daerah kabupatenkota dapat
menetapkan jenis pajak daerah selain yang telah ditetapkan dalam undang-undang ini dengan
ketentuan memenuhi beberapa kreteria Pertama bersifat pajak dan bukan retribusi Kedua obyek
pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupatenkota yang bersangkutan dan mempunyai
mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupatenkota yang
bersangkutan Ketiga obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan
umum Keempat obyek pajak bukan merupakan obyek pajak propinsi danatau obyek pajak pusat
Kelima potensinya memadai Keenam tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif Ketujuh
memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat Kedelapan menjaga kelestarian
lingkungan
Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah Menurut Bagir Manan (2001 39) sistem pengawasan menentukan kemandirian suatu otonomi
Untuk menghindarkan agar pengawasan tidak melemahkan otonomi maka sistem pengawasan harus
ditentukan secara spesifik baik lingkup maupun tata caranya Hal itu karena pada saat semakin banyak
dan intensif pengawasan dilakukan maka semakin sempit pula kemandirian daerah sehingga membuat
semakin terbatas otonominya Sebaliknya pula tidak boleh ada sistem otonomi yang sama sekali
meniadakan pengawasan Dengan demikian kebebasan berotonomi di satu pihak dan pengawasan di
pihak yang lain merupakan lembaran dalam berotonomi untuk menjaga keseimbangan kecenderungan
pendulum ke arah desentralisasi maupun sentralisasi
Pengawasan dalam UU No 32 Tahun 2004 Pemerintah tidak mengutamakan sistem pengawasan
represif melainkan lebih menekankan pada pengawasan preventif Hal itu dimaksudkan untuk
memberikan kebebasan daerah dalam mengambil keputusan di samping memberi peran lebih besar
kepada DPRD untuk menjalankan fungsinya Oleh sebab itu Perda yang ditetapkan daerah tidak perlu
pengesahan terlebih dahulu oleh Pemerintah atau oleh Daerah tingkat atasnya Perda tersebut baru
dilakukan pengawasan oleh Pemerintah setelah ditetapkan oleh daerah yang bersangkutan
Dari sudut teori pengawasan maka pengawasan yang dilakukan Pemerintah terhadap Perda
adalah bersifat ldquoa posteriorirdquo yakni pengawasan itu baru dilakukan setelah dikeluarkannya Perda
tersebut oleh daerah Dari sudut kelembagaan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap
Perda adalah merupakan pengawasan ekstern Pengawasan tersebut dilakukan oleh organ atau lembaga
yang secara organisatoris berada di luar pemerintahan daerah Oleh sebab itu pengawasan yang
dilakukan oleh Pemerintah tersebut mempunyai tiga ciri-ciri khusus Pertama bersifat ekstern karena
dilakukan oleh suatu badan atau lembaga di luar pemerintahan daerah Kedua ldquoa posteriorirdquo karena
selalu dilakukan sesudah Perda tersebut ditetapkan Ketiga segi hukum karena menilai dari segi
hukumnya saja Pengawasan dari segi hukum adalah dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau
pertimbangan yang bersifat hukumnya saja (legalitas) dari perbuatan hukum pemerintah daerah
melalui produk hukum yang bernama Perda
Pasal 80 ayat (1) PP No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah menyatakan bahwa dalam rangka
pengawasan Perda tentang pajak daerah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Keuangan paling lama 15 hari setelah ditetapkan Pasal 17 ayat (1) PP No 66 Tahun 2001 mengatur
hal dan cara yang sama mengenai pengawasan terhadap Perda tentang Retribusi Daerah Pasal 80 ayat
(2) PP No 65 Tahun 2001 menyatakan apabila Perda tentang Pajak Daerah bertentangan dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maka Mendagri dengan
pertimbangan Menkeu membatalkan Perda tersebut Hal yang sama diatur pula dalam Pasal 17 ayat (2)
PP No 66 Tahun 2001 mengenai retribusi daerah Pembatalan tersebut dilakukan paling lama satu
bulan sejak diterimanya Perda yang dimaksud
Persoalannya sekarang setelah diberlakukannya UU No 32 Tahun 2004 adalah masa
penyampaian Perda yang telah ditetapkan oleh daerah ke Pemerintah adalah selama tujuh hari saja
Timbul pertanyaan dapatkah dalam waktu tujuh hari daerah menyampaikan Perda yang telah
ditetapkan kepada Pemerintah Di samping itu khusus mengenai Perda tentang PDRD apakah
kewenangan melakukan pengawasan dapat diberikan lebih besar kepada Menkeu Jika kedua
pertanyaan ini dapat dijawab maka akan tercipta tata cara pengawasan yang baik mengenai
keberlakuan Perda tentang PDRD ke depan
Kerangka Pemikiran
Sistem yang baik maka didalamnya sudah terdapat pengendalian internal yang baik sehingga
dapat mengecah atau mengurangi adanya penyimpangan atau pelanggaran terhadap peraturan Dengan
sistem yang baik juga akan tercapai efisiensi dan efektivitas terhadap pencapaian tujuan Sistem
penyusunan Pajak Daerah dan Retribusi daerah perlu dianalisis karena masih banyaknya produk pajak
daerah dan retribusi daerah yang melanggar Undang-Undang atau peraturan pemerintah pusat Hasil
temuan Mendagri dan Menteri Keuangan terdapat ribuan peraturan pajak daerah dan retribusi daerah
yang dibuat oleh daerah tingkat I (provinsi) dan daerah tingkat II (Kabupatenkota) di Indonesia pada
era reformasi Untuk itu penelitin ini meneliti dan mengevaluasi sistem pembuatan dan pengesahan
Pajak daerah dan retribusi daerah serta pengusulan sistem yang baru dan hukuman yang tepat bagi
daerah yang melanggar sistem tersebut
Bagan 1 Alur Kerangka Pikir
III METODE PENELITIAN
Tipe Penelitian
Penelitian ini pada dasarnya adalah penelitian kasus sehingga analisis yang digunakan deskriptif
dan analisis referensi dengan menggunakan teknik diskusi obserbvasi dan surve Penelitian ini
dibahas secara deskriptif untuk menguraikan sistem yang sudah ada dengan menggunakan flow chart
dari dukumen kemudian dari hal tersebut dianalisis secara mendalam kelemahan kelebihan kekuatan
dan peluang untuk terjadinya penyimpangan Analisis SWOT dapat digunakan Untuk kekuatan
analisis ini maka digunakan diskusi sehingga dihasilkan analisis yang leibh baik Dari hasil analisis
maka akan dihasilkan flow chart dokumen yang bau yang leibh baik dan didalamnya yang sudah
mengandung sistem pengendalian dan pengawasan
Jenis dan Sumber Data
Data pada penelitian ini adalah data dari peraturan yang sudah ada tentang pajak daerah dan
retribusi daerah serta aturan dan undang-undang pnyusunan pajak dan retribusi darah tersebut Selain
itu adalah aturan tentang pangawasan dari Pajak daerah dan retribusi daerah
Adapun aturan atau undang- undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah tersebut antara lain
adalah
1 UU No 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah
2 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
3 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
4 UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah
5 Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
6 Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
7 Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
8 Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Propinsi Lampung Kota Bandar
Lampung Kabupaten Lampung Selatan Kota Depok dan Kabupaten Indramayu
9 Peraturan Perundang-Undangan Lainnya yang berkaitan dengan Pembentukan Pelaksanaan dan
Pengawasan Perda
Data yang diperoleh langsung dari sumber data di lokasi penelitian peristiwa hukum yang terjadi
dan narasumber yang memberikan informasi Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan
FGD
Pengolahan dan Analisis Data
Analisis yang digunakan adalah deskriptif yaitu menguraikan atau menggambarkan sistem dan
prosedur penyusunan PDRD yang selama ini dan menurut peraturan yang berlaku Kemudian dari
deskriptif ini dianalisis dengan SWOT tentang kelemahan kekuatan peluang dan ancaman sehingga
bisa terjadi pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar serta daerah yang tetap menjalankan
pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar walaupun sudah dihapuskan oleh pemerintah pusat
Dari hasil analisis ini kemudian disusun sistem yang baru yang diharapkan leibh baik dari sistem yang
lama dan dapat mencegah atau mengurangi pelanggaran Kemudian juga disusun sanksi yang tepat
atas setiap pelanggaran sehingga dapat mencegah terulangnya palanggaran tersebut
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat I
Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi
dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan
daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat I adalah sbb
Bagan 2 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)
ANALISIS
Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut
Kekuatan
1 Mendagri mengevaluasi berdasarkan permohonan dari Gubernur tentang Raperda Pajak dan
Retribusi Daerah
2 Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan
3 Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian
Kelemahan
1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah
bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelolan perekonomian dan pertumbuhan
kesejahteraan masyarakat
2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses
pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah
diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi
3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak
yang melakukan monitoring dan mengawasi
4 Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam mempertimbangkan kondisi
perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih menitikberatkan pada kesesuaian
dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian daerah dan nasional
5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi
kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan
pendapatan daerah saja
6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada
mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif
7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada
8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan
Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal
pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan
juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi
Usulan
Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut
Bagan 3 Usulan Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)
1 Raperda sebelum disampaikan ke Menteri Dalam Negri harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan
Kantor Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk
diterapkan didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah
2 Menteri Dalam negri menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan
Kantor Pajak sehingga evaluasi Mendagri lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan
peraturan yang leibh tinggi
3 Hasil Evaluasi dari Mendagri selain disampaikan ke Gubernur juga ke Kantor Bank Indonesia
Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring dan pengawasan
4 Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan
pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi
atas perda di daerah tersebut
Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat II
Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi
dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan
daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat II adalah sbb
Bagan 4 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)
ANALISIS
Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut
Kekuatan
a Gubernur mengevaluasi berdasarkan permohonan dari BupatiWalikota tentang Raperda Pajak dan
Retribusi Daerah
b Mendagri dalam mengevaluasi berdasarkan pertimbangan Gubernur
c Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan
d Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian
Kelemahan
1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah
bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelola perekonomian dan pertumbuhan kesejahteraan
masyarakat
2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses
pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah
diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi dan Gubernurpun dalam pemerintahan desentralisasi
seperti saat ini tidak memiliki kewenangan terhadap Kabupatenkotamadya
3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak
yang melakukan monitoring dan mengawasi
4 Gubernur Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam
mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih
menitikberatkan pada kesesuaian dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian
daerah dan nasional
5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi
kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan
pendapatan daerah saja
6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada
mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif
7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada
8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan
Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal
pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan
juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi
Usulan
Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut
Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)
a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor
Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan
didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah
b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak
sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih
tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut
c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati
juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring
dan pengawasan
d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan
pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi
atas perda di daerah tersebut
Sanksi
Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya
perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum
ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang
Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD
terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut
a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar
b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas
pelanggaran
c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah
mendapat tegoran
d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar
e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran
V KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut
1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah
2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan
Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah
sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif
3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga
monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan
4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah
5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada
Saran
Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut
a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank
Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan
b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat
kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang
perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha
c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang
bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah
d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar
Undang-undang
DAFTAR PUSTAKA
Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986
Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published
by American Economic Association
Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of
Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American
Economic Association Stable
Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review
Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the
American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American
Economic Association
Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi
DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta
Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol
29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly
Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing
for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and
International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN
BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure
Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement
Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare
Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by
Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics
Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey
and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)
pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The
Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Author(s) Source Latin American Research
Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and
Health OutcomesSSRN
Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and
Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)
pp 387-401 Published by Springer
Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax
Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN
Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-
100 Published by American Economic Association
David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic
Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN
De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth
The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by
The MIT Press
Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern
Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program
Pasca UGM Yogyakarta
Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly
Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political
Weekly Stable
Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United
States IMF Working Paper No 8764
Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on
Personal Saving NBER Working Paper No W3257
Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and
Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10
No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for
Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de
lHomme
GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer
Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999
No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings
Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and
Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The
Canadian Economics Asociation
GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study
for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004
Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax
Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State
University of New York - Department of Political Science November 1996
Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau
of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553
HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive
Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)
pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics
House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol
96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation
Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986
The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published
by American Economic Association
JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The
Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A
Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -
S193 Published by The University of Chicago Press
Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian
Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI
101007s10887-006-7407-2
Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An
Endogenous Growth Model With
Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002
Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia
Indonesia Jakarta 2003
Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The
Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The
Review of Economic Studies Ltd
Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan
Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric
Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress
Explorations in Health Economics Paper SSRN
Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of
Law Yale law School
Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal
of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of
Business Tennessee State University
M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and
Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic
and Political Weekly
McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The
Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77
Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and
Management
Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN
Yogyakarta
Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The
Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by
American Economic Association
Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp
87-100 Published by American Economic Association
Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings
Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution
Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility
Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by
Springer
Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di
Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta
Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic
Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No
1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp
422-427 Published by Southern Economic Association
WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian
Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr
1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga
Penelitian Universitas Lampung
Perkiraan Biaya Penelitian
No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah
1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000
2 Fotocopy dan penjilidan
proposal
2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000
3 Pengumpulan data dan
Analisa
1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000
4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000
5 Seminar Proposal dan Hasil
Penelitian
2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000
Total 10000000
(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)
Meskipun perubahan undang-undang PDRD secara eksplisit hanya diamanatkan dalam
Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU No 25 Tahun 1999 tetapi semangat perubahan tersebut sebenarnya
terlebih dahulu mengacu kepada UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Berdasarkan
kedua undang-undang otonomi daerah itu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan penerimaan dana perimbangan yang bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
PAD tersebut antara lain bersumber dari PDRD yang diharapkan dapat menjadi salah satu
sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk meningkatkan
dan memeratakan kesejahteraan masyarakat Pada gilirannya daerah mampu melaksanakan otonomi
yang dengan kata lain mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
Berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai dengan pembentukan UU No 34 Tahun 2000 maka
undang-undang ini sebagaimana halnya UU No 18 Tahun 1997 juga menetapkan dua tujuan Pertama
menetapkan ketentuan-ketentuan pokok yang memberikan pedoman kebijakan dan arahan bagi Daerah
dalam pelaksanaan pemungutan PDRD Kedua menetapkan pengaturan untuk menjamin penerapan
prosedur umum perpajakan daerah dan retribusi daerah
Pajak daerah dan pajak pusat merupakan suatu sistem perpajakan nasional yang pada hakikatnya
merupakan beban bagi masyarakat sehingga perlu dijaga agar kebijakan tersebut merupakan beban
yang adil Untuk itu pembinaan perpajakan daerah dilakukan secara terpadu dengan perpajakan
nasional Pembinaan ini dilakukan secara sinergis terutama mengenai obyek dan tarif pajak agar
pajak pusat dan pajak daerah dapat saling melengkapi dan tidak saling tumpang tindih
UU No 34 Tahun 2000 menganut sistem buka tutup dalam penetapan jenis PDRD
kabupatenkota Meskipun beberapa jenis PDRD telah ditetapkan dalam undang-undang ini namun
daerah kabupatenkota diberi peluang dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan
menetapkan jenis pajak dan retribusi selain yang telah ditetapkan Penetapan jenis PDRD tambahan
tersebut harus memenuhi kreteria yang ditetapkan dalam undang-undang dan sesuai dengan aspirasi
masyarakat setempat
Pasal 4 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa pajak daerah ditetapkan dengan
Peraturan Daerah (Perda) Begitu pula menurut Pasal 24 ayat (1) bahwa retribusi daerah ditetapkan
juga dengan Perda Pembuatan Perda baik tentang pajak daerah maupun tentang retribusi daerah ini
tidak boleh bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan-perundangan lain terutama dengan
undang-undang tentang otonomi daerah
Persoalan yang muncul dengan dibukanya peluang tersebut di lapangan banyak Perda PDRD
yang dibuat tetapi bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi Hal ini terjadi antara lain juga karena baik dalam UU No 22 Tahun 1999 maupun
UU No 34 Tahun 2000 tidak mengenal pengawasan preventif dalam bentuk evaluasi Rancangan
Perda (Raperda) oleh tingkat pemerintahan yang lebih tinggi Persoalan ini menjadi semakin rumit
ketika Perda tersebut dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) (baca pemerintah pusat)
tetapi pemerintah daerah tetap memberlakukannya alias tidak menghentikan pelaksanaan dan atau
mencabutnya karena tanpa sanksi yang jelas
Berlakunya UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti UU No 22
Tahun 1999) membawa implikasi positif seperti telah diaturnya tata cara pengawasan preventif dan
kewenangan Gubernur dalam bentuk evaluasi Raperda kabupatenkota Diaturnya wewenang Menteri
Keuangan (Menkeu) dalam proses pembuatan Perda dan sanksi berupa pembatalan Perda yang
bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
Persoalannya adalah tidak jelas apakah Gubernur dan Menkeu juga memiliki kewenangan untuk
membatalkan Perda PDRD kabupatenkota yang dianggap bertentangan dengan kepentingan umum
dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tingi Selain itu sanksi yang diatur hanya berupa
sanksi administratif yang bersifat represif setelah jadi Perda
Selain persoalan di atas berlakunya UU No 32 Tahun 2004 menimbulkan dualisme pengaturan
hukum yang berkaitan dengan PDRD UU No 32 Tahun 2004 mengatur pengawasan preventif
sebaliknya dalam UU No 34 Tahun 2000 tidak UU No 32 Tahun 2004 tidak mengatur dengan jelas
kewenangan Menkeu dalam pembatalan Perda PDRD sebaliknya dalam UU No 34 Tahun 2000 PP
No 65 Tahun 2001 dan PP No 66 Tahun 2001 Menkeu memiliki kewenangan untuk memberi
pertimbangan kepada Mendagri dalam hal pembatalan Perda Dengan demikian berdasarkan UU No
34 Tahun 2000 peran Menkeu telah ada dalam proses evaluasi dan pembatalan Perda Persoalan lain
adalah mengenai jangka waktu penyampaian Perda yang sudah disahkan daerah kepada pusat untuk
dievaluasi UU No 34 Tahun 2000 memberikan waktu yang lebih lama yaitu 15 hari dibandingkan
dengan UU No 32 Tahun 2004 yang hanya tujuh hari Dualisme ketentuan hukum ini menjadi
persoalan yang serius karena kedua undang-undang tersebut sama-sama berlaku efektif
Perbedaan limitasi waktu penyampaian Perda kepada Pemerintah antara UU No 22 Tahun 1999
dengan UU No 32 Tahun 2004 tidak menjadi persoalan karena undang-undang yang disebut pertama
tidak berlaku lagi Akan tetapi perbedaan antara ketentuan UU No 34 Tahun 2000 dengan UU No 32
Tahun 2004 menjadi persoalan karena kedua undang-undang tersebut masih berlaku efektif Meskipun
demikian jika ditinjau dari asas hukum lex posteriori derogat legi priori (undang-undang yang baru
mengesampingkan undang-undang yang lama) maka yang berlaku adalah ketentuan yang ada dalam
undang-undang yang baru Artinya yang berlaku adalah ketentuan dalam UU No 32 Tahun 2004
yakni waktu penyampaian Perda yang telah ditetapkan kepada Pemerintah paling lama tujuh hari
Eksistensi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Dalam Struktur Keuangan Daerah
Pasal 1 angka 6 UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa Pajak Daerah adalah iuran wajib
yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang
yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah Begitu pula Pasal
1 angka 26 menyatakan bahwa Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa
atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan
Pajak biasanya harus dibayar oleh anggota masyarakat sebagai suatu kewajiban hukum tanpa
pertimbangan secara pribadi mereka mendapat manfaat atau tidak dari pelayanan yang mereka biayai
Sebaliknya retribusi dibayar langsung oleh mereka yang menikmati suatu pelayanan yang biasanya
dimaksudkan untuk menutup seluruhnya atau sebagian dari biaya pelayanan tersebut Meskipun
demikian dalam praktik perbedaan antara keduanya tidak selalu jelas Pertama retribusi dapat
dikenakan lebih besar melebihi biaya jasa-jasa yang diberikan Kedua suatu jasa mungkin hanya
sebagian dibiayai oleh retribusi sisanya berasal dari subsidi khusus atau terselubung dari penerimaan
pajak
PDRD ini merupakan komponen penting dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) APBD terkait dengan penganggaran yakni suatu proses penyusunan rencana keuangan yang
menyangkut pendapatan dan pembiayaan yang kemudian mengalokasikan dana ke berbagai kegiatan
sesuai dengan fungsi dan sasaran yang hendak dicapai APBD merupakan suatu rencana tahunan
daerah yang ditetapkan berdasarkan Perda atau dengan kata lain APBD adalah model penganggaran
pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan Perda
Dalam penganggaran daerah terdapat tiga analisis yang saling terkait yakni analisis penerimaan
analisis pengeluaran dan analisis anggaran PDRD adalah berkaitan erat dengan analisis penerimaan
Analisis penerimaan adalah suatu kajian mengenai kemampuan daerah dalam menggali sumber-
sumber pendapatan daerah yang potensial dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan
pendapatan tersebut Pendapatan daerah adalah semua penerimaan kas daerah dalam periode tahun
anggaran tertentu yang menjadi hak daerah Dalam konteks ini keuangan daerah yang sehat adalah
keuangan daerah yang mampu meningkatkan penerimaan daerah secara berkesinambungan seiring
dengan perkembangan perekonomian tanpa memperburuk alokasi faktor-faktor produksi dan keadilan
serta dengan sejumlah biaya administrasi tertentu Kondisi ini dapat dilihat berdasarkan empat
indikator yakni (1) daya pajak (tax effort) (2) efektivitas (efectivity) (3) efisiensi (eficiency) dan (4)
elastisitas (elasticity) Keempat indikator ini dalam pelaksanaannya akan saling berhubungan satu
dengan lainnya
Pertama daya pajak adalah rasio antara penerimaan pajak dengan kapasitas atau kemampuan
membayar pajak di suatu daerah Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui
kemampuan membayar pajak masyarakat adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Hal itu
dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut
Penerimaan Pajak (Penerimaan Pajak)
Daya Pajak = = x 100
Kemampuan Bayar Pajak PDRB
Dengan demikian jika PDRB suatu daerah meningkat maka kemampuan daerah dalam
membayar pajak (ability to pay) juga akan meningkat Artinya administrasi penerimaan daerah dapat
meningkatkan daya pajaknya agar penerimaan pajak meningkat pula
Kedua efektivitas adalah mengukur hubungan antara hasil pungut suatu pajak dengan potensi
pajak itu sendiri Efektivitas ini dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut
Penerimaan Pajak (Penerimaan Pajak)
Efektivitas = = x 100
Potensi pajak PDRB
Adapun yang menjadi indikator dari efektivitas ini adalah rasio antara hasil pemungutan suatu
pajak dengan potensi hasil pajak Keadaan tersebut terjadi didasarkan pada asumsi bahwa semua wajib
pajak membayar pajak terutangnya Efektivitas tersebut menyangkut semua tahap administrasi
penerimaan pajak menentukan wajib pajak menetapkan nilai kena pajak memungut pajak
menegakkan sistem pajak dan membukukan penerimaan
Ketiga efisiensi dilakukan dengan mengukur bagian dari hasil pajak yang digunakan untuk
menutup biaya pemungutan pajak yang bersangkutan Efisiensi ini dapat diketahui dengan
menggunakan rumus sebagai berikut
Biaya Pemungutan
Efisiensi = x 100
Penerimaan Pajak yang dipungut
Adapun yang dimaksud biaya pemungutan adalah tidak semata-mata biaya langsung untuk
operasional pemungutan di lapangan melainkan termasuk biaya-biaya tidak langsung seperti waktu
yang diperlukan biaya rapat-rapat dan biaya overhead
Keempat elastisitas adalah ukuran tingkat kepekaan perubahan suatu jenis penerimaan apabila
terjadi perubahan pada jumlah PDRB dan jumlah penduduk Dalam kaitan ini semakin tinggi nilainya
adalah semakin elastis dan sebaliknya semakin rendah nilainya maka menjadi semakin tidak elastis
Arti dari semakin elastis adalah tingkat daya bayar masyarakat tidak terganggu Untuk mengetahui
elastisitas dipergunakan dua buah rumus yakni untuk mengetahui tingkat kepekaan perubahan pada
PDRB dan tingkat kepekaan perubahan pada penduduk Untuk mengetahui tingkat kepekaan
perubahan pada PDRB dipergunakan rumus sebagai berikut
PAD PAD
Elastisitas PDRB = x 100 dan Elastisitas Penduduk = x 100
PDRB Penduduk
Berdasarkan Pasal Pasal 5 ayat (2) UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah terdiri dari PAD Dana Perimbangan dan lain-lain
pendapatan Menurut Pasal 6 ayat (1) PAD bersumber dari (a) pajak daerah (b) retribusi daerah (c)
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan (d) lain-lain PAD yang sah Dengan
demikian berarti bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan komponen dari PAD dan PAD
adalah komponen dari Pendapatan Daerah dan Pendapatan Daerah merupakan bagian dari Penerimaan
Daerah dan Penerimaan Daerah merupakan sisi lain dari APBD
PDRD ini dikelola oleh Daerah Propinsi dan KabupatenKota berdasarkan kewenangan yang
dimiliki Pasal 2 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan jenis pajak daerah propinsi terdiri dari
empat jenis Pertama pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air Kedua bea balik nama
kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air Ketiga pajak bahan bakar kendaraan bermotor
Keempat pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan Pasal 2 ayat (2)
jenis pajak kabupatenkota terdiri dari (a) pajak hotel (b) pajak restoran (c) pajak hiburan (d) pajak
reklame (e) pajak penerangan jalan (f) pajak pengambilan bahan galian golongan C dan (g) pajak
parkir
Pasal 18 ayat (2) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa retribusi dibagi atas tiga golongan
yakni (a) retribusi jasa umum (b) retribusi jasa usaha dan (c) retribusi perizinan tertentu Pasal 18
ayat (3) jenis-jenis rertribusi jasa umum retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu tersebut
ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) yakni PP No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi
Daerah Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan (2) PP No 66 Tahun 2001 jenis retribusi untuk daerah
propinsi dan kabupatenkota ditetapkan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah tersebut
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Pasal 2 ayat (2) PP No 66 Tahun 2001 menyatakan bahwa jenis-jenis retribusi jasa umum adalah
(a) retribusi pelayanan kesehatan (b) retribusi pelayanan persampahankebersihan (c) retribusi
penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil (d) retribusi pelayanan
pemakaman dan pengabuan mayat (e) retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum (f) retribusi
pelayanan pasar (g) retribusi pengujian kendaraan bermotor (h) retribusi pemeriksaan alat pemadam
kebakaran (i) retribusi penggantian biaya cetak peta dan (j) retribusi pengujian kapal perikanan Pasal
3 ayat (2) jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah (a) retribusi pemakaian kekayaan daerah (b) retribusi
pasar grosir danatau pertokoan (c) retribusi tempat pelelangan (d) retribusi terminal (e) retribusi
tempat khusus parkir (f) retribusi tempat penginapanpesanggrahanvilla (g) retribusi penyedotan
kakus (h) retribusi rumah potong hewan (i) retribusi pelayanan pelabuhan kapal (j) retribusi tempat
rekreasi dan olah raga (k) retribusi penyeberangan di atas air (l) retribusi pengolahan limbah cair dan
(m) retribusi penjualan produksi usaha daerah Pasal 4 ayat (2) jenis-jenis retribusi perizinan tertentu
adalah (a) retribusi izin mendirikan bangunan (b) retribusi izin tempat penjualan minuman
beralkohol (c) retribusi izin gangguan dan (d) retribusi izin trayek
Peraturan Daerah Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Pasal 4 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa pajak daerah ditetapkan dengan
Perda Pasal 4 ayat (3) Perda tentang pajak daerah sekurang-kurangnya mengatur mengenai (a)
nama obyek dan subyek pajak (b) dasar pengenaan tarif dan cara penghitungan pajak (c) wilayah
pemungutan (d) masa pajak (e) penetapan (f) tata cara pembayaran dan penagihan (g) kadaluwarsa
(h) sanksi administrasi dan (i) tanggal mulai berlakunya Pasal 4 ayat (4) Perda tentang pajak daerah
dapat pula mengatur ketentuan mengenai tiga hal Pertama pemberian pengurangan keringanan dan
pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok pajak dan atau sanksinya Kedua tata cara penghapusan
piutang pajak yang kadaluwarsa Ketiga tentang asas timbal balik (resiprositas)
Pasal 24 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa retribusi daerah ditetapkan dengan
Perda Pasal 24 ayat (3) Perda tentang retribusi daerah sekurang-kurangnya mengatur mengenai (a)
nama obyek dan subyek retribusi (b) golongan retribusi (c) cara mengukur tingkat penggunaan jasa
yang bersangkutan (d) prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tarif (e) struktut
dan besarnya tarif retribusi (f) wilayah pemungutan (g) tata cara pemungutan (h) sanksi administrasi
(i) tata cara penagihan (j) tanggal mulai berlakunya retribusi Pasal 24 ayat (4) Perda tentang retribusi
daerah dapat juga mengatur mengenai tiga hal Pertama masa retribusi Kedua pemberian keringanan
pengurangan dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok retribusi dan atau sanksinya Ketiga
tata cara penghapusan piutang retribusi yang kadaluwarsa
Berdasarkan penelitiankegiatan inventarisasi Rencana Legislasi Daerah sampai Agustus 2001
saja Departemen Dalam Negeri (Depdagri) telah menerima sekitar 1979 Perda Perda tersebut terdiri
dari 1503 Perda tentang pajak daerah dan 926 Perda tentang Desa Dari jumlah itu sebanyak 926 Perda
memenuhi ketentuan perundang-undangan 104 Perda dinyatakan bermasalah dan 949 Perda ketika
itu sedang dievaluasi lebih lanjut Menurut penelitian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi
Daerah (KPPOD) dari sejumlah Perda tersebut terdapat 47 Perda harus dibatalkan dan 189 Perda
harus direvisi Jika data sampai Agustus 2001 saja telah begitu banyak ditemukan Perda bermasalah
menjadi pertanyaan adalah berapa banyak Perda bermasalah hingga Agustus 2005
Penelitian yang dilakukan oleh KPPOD tentang ldquoPemeringkatan Daya Tarik Investasi (Studi
Kasus di 90 KabupatenKota di Indonesia)rdquo menentukan tolok ukur Perda bermasalah dengan
penekanan pada aspek ekonomi Artinya banyaknya Perda yang tergolong bermasalah sehingga perlu
dibatalkan dan direvisi tersebut umumnya disebabkan melanggar prinsip-prinsip ekonomi Terdapat
lima jenis kasus Perda yang melanggar prinsip-prinsip ekonomi tersebut disertai dengan berbagai
contohnya Pertama adanya hambatan perdagangan terhadap keluar masuk barang dari dan ke daerah
lain baik dengan mekanisme tarif maupun non tarif Contohnya adalah Perda Propinsi Lampung No 6
Tahun 2000 Perda Kabupaten Pasaman No 2 Tahun 2001 Perda Kabupaten Bima No 16 Tahun
2000 dan sebagainya
Kedua adanya monopoli dengan perlakuan diskriminatif terhadap pelaku usaha lainnya
Contohnya adalah Perda Kabupaten Cirebon No 23 Tahun 2001 Perda Kabupaten Karawang No 15
Tahun 2001 dan sebagainya Ketiga pungutan berganda dengan pajak pusat (PPN PBB dll)
Contohnya adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 6 Tahun 2001 Perda Kabupaten Serang
No 7 Tahun 2001 dan sebagainya Keempat pungutan dalam bentuk sumbangan yang dipaksakan
dengan penerapan sanksi Contohnya adalah Perda Kabupaten Flores Timur No 2 Tahun 2000 Perda
Kabupaten Tapin No 5 Tahun 2000 Perda Kabupaten Kampar No 23 Tahun 2000 dan sebagainya
Kelima retribusi yang tidak memberi manfaat langsung terhadap pembayar retrtibusi Contohnya
adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 22 Tahun 2001 Perda Kabupaten Blitar No 24 Tahun
2000 Perda Kabupaten Bekasi No 25 Tahun 2000 dan sebagainya
Di samping itu temuan IMF (Internastonal Monetary Found) mengenai Perda bermasalah dari
perspektif ekonomi tidak kalah menariknya IMF telah merekomendasikan kepada Pemerintah
mengenai Perda bermasalah dari sisi investasi asing Perda bermasalah tersebut dapat menghambat
kegiatan dunia usaha dan sekaligus merupakan ldquocounter productiverdquo terhadap usaha Pemerintah
maupun Daerah dalam menarik inevstasi
Berbeda dengan hal di atas Depdagri menentukan tolok ukur Perda bermasalah lebih ditekankan
pada aspek hukumnya Dalam konteks ini suatu Perda dikualifikasi bermasalah apabila dalam
pembentukkannnya melanggar asas legalitas Perda tersebut dibentuk melanggar prinsip-prinsip
pembuatan peraturan perundang-undangan yakni bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi bertentangan dengan Perda lain melanggar kepentingan umum dan disharmonis
dengan peraturan pelaksanannya
Dalam perspektif hukum Perda dikatakan bermasalah adalah jika bertentangan dengan
kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Hal itu sesuai dengan
Pasal 136 ayat (4) UU No 32 Tahun 2004 Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan umum
danatau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Untuk menghindari Perda agar tidak
bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
maka dalam pembentukannya harus taat asas
Ketaatan asas yang dimaksud atas pembentukan Perda setidak-tidaknya menyangkut dua
kelompok Pertama Pasal 137 UU No 32 Tahun 2004 Perda dibentuk berdasarkan pada asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi (a) kejelasan tujuan (b) kelembagaan
atau organ pembentuk yang tepat (c) kesesuaian antara jenis dan materi muatan (d) dapat
dilaksanakan (e) kedayagunaan dan kehasilgunaan (f) kejelasan rumusan dan (g) keterbukaan
Kedua Pasal 138 ayat (1) materi muatan Perda mengandung asas (a) pengayoman (b) kemanusiaan
(c) kebangsaan (d) kekeluargaan (e) kenusantaraan (f) bhineka tunggal ika (g) keadilan (h)
kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (i) ketertiban dan kepastian hukum dan (j)
keseimbangan keserasian dan keselarasan
Pasal 2 ayat (4) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa daerah kabupatenkota dapat
menetapkan jenis pajak daerah selain yang telah ditetapkan dalam undang-undang ini dengan
ketentuan memenuhi beberapa kreteria Pertama bersifat pajak dan bukan retribusi Kedua obyek
pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupatenkota yang bersangkutan dan mempunyai
mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupatenkota yang
bersangkutan Ketiga obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan
umum Keempat obyek pajak bukan merupakan obyek pajak propinsi danatau obyek pajak pusat
Kelima potensinya memadai Keenam tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif Ketujuh
memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat Kedelapan menjaga kelestarian
lingkungan
Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah Menurut Bagir Manan (2001 39) sistem pengawasan menentukan kemandirian suatu otonomi
Untuk menghindarkan agar pengawasan tidak melemahkan otonomi maka sistem pengawasan harus
ditentukan secara spesifik baik lingkup maupun tata caranya Hal itu karena pada saat semakin banyak
dan intensif pengawasan dilakukan maka semakin sempit pula kemandirian daerah sehingga membuat
semakin terbatas otonominya Sebaliknya pula tidak boleh ada sistem otonomi yang sama sekali
meniadakan pengawasan Dengan demikian kebebasan berotonomi di satu pihak dan pengawasan di
pihak yang lain merupakan lembaran dalam berotonomi untuk menjaga keseimbangan kecenderungan
pendulum ke arah desentralisasi maupun sentralisasi
Pengawasan dalam UU No 32 Tahun 2004 Pemerintah tidak mengutamakan sistem pengawasan
represif melainkan lebih menekankan pada pengawasan preventif Hal itu dimaksudkan untuk
memberikan kebebasan daerah dalam mengambil keputusan di samping memberi peran lebih besar
kepada DPRD untuk menjalankan fungsinya Oleh sebab itu Perda yang ditetapkan daerah tidak perlu
pengesahan terlebih dahulu oleh Pemerintah atau oleh Daerah tingkat atasnya Perda tersebut baru
dilakukan pengawasan oleh Pemerintah setelah ditetapkan oleh daerah yang bersangkutan
Dari sudut teori pengawasan maka pengawasan yang dilakukan Pemerintah terhadap Perda
adalah bersifat ldquoa posteriorirdquo yakni pengawasan itu baru dilakukan setelah dikeluarkannya Perda
tersebut oleh daerah Dari sudut kelembagaan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap
Perda adalah merupakan pengawasan ekstern Pengawasan tersebut dilakukan oleh organ atau lembaga
yang secara organisatoris berada di luar pemerintahan daerah Oleh sebab itu pengawasan yang
dilakukan oleh Pemerintah tersebut mempunyai tiga ciri-ciri khusus Pertama bersifat ekstern karena
dilakukan oleh suatu badan atau lembaga di luar pemerintahan daerah Kedua ldquoa posteriorirdquo karena
selalu dilakukan sesudah Perda tersebut ditetapkan Ketiga segi hukum karena menilai dari segi
hukumnya saja Pengawasan dari segi hukum adalah dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau
pertimbangan yang bersifat hukumnya saja (legalitas) dari perbuatan hukum pemerintah daerah
melalui produk hukum yang bernama Perda
Pasal 80 ayat (1) PP No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah menyatakan bahwa dalam rangka
pengawasan Perda tentang pajak daerah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Keuangan paling lama 15 hari setelah ditetapkan Pasal 17 ayat (1) PP No 66 Tahun 2001 mengatur
hal dan cara yang sama mengenai pengawasan terhadap Perda tentang Retribusi Daerah Pasal 80 ayat
(2) PP No 65 Tahun 2001 menyatakan apabila Perda tentang Pajak Daerah bertentangan dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maka Mendagri dengan
pertimbangan Menkeu membatalkan Perda tersebut Hal yang sama diatur pula dalam Pasal 17 ayat (2)
PP No 66 Tahun 2001 mengenai retribusi daerah Pembatalan tersebut dilakukan paling lama satu
bulan sejak diterimanya Perda yang dimaksud
Persoalannya sekarang setelah diberlakukannya UU No 32 Tahun 2004 adalah masa
penyampaian Perda yang telah ditetapkan oleh daerah ke Pemerintah adalah selama tujuh hari saja
Timbul pertanyaan dapatkah dalam waktu tujuh hari daerah menyampaikan Perda yang telah
ditetapkan kepada Pemerintah Di samping itu khusus mengenai Perda tentang PDRD apakah
kewenangan melakukan pengawasan dapat diberikan lebih besar kepada Menkeu Jika kedua
pertanyaan ini dapat dijawab maka akan tercipta tata cara pengawasan yang baik mengenai
keberlakuan Perda tentang PDRD ke depan
Kerangka Pemikiran
Sistem yang baik maka didalamnya sudah terdapat pengendalian internal yang baik sehingga
dapat mengecah atau mengurangi adanya penyimpangan atau pelanggaran terhadap peraturan Dengan
sistem yang baik juga akan tercapai efisiensi dan efektivitas terhadap pencapaian tujuan Sistem
penyusunan Pajak Daerah dan Retribusi daerah perlu dianalisis karena masih banyaknya produk pajak
daerah dan retribusi daerah yang melanggar Undang-Undang atau peraturan pemerintah pusat Hasil
temuan Mendagri dan Menteri Keuangan terdapat ribuan peraturan pajak daerah dan retribusi daerah
yang dibuat oleh daerah tingkat I (provinsi) dan daerah tingkat II (Kabupatenkota) di Indonesia pada
era reformasi Untuk itu penelitin ini meneliti dan mengevaluasi sistem pembuatan dan pengesahan
Pajak daerah dan retribusi daerah serta pengusulan sistem yang baru dan hukuman yang tepat bagi
daerah yang melanggar sistem tersebut
Bagan 1 Alur Kerangka Pikir
III METODE PENELITIAN
Tipe Penelitian
Penelitian ini pada dasarnya adalah penelitian kasus sehingga analisis yang digunakan deskriptif
dan analisis referensi dengan menggunakan teknik diskusi obserbvasi dan surve Penelitian ini
dibahas secara deskriptif untuk menguraikan sistem yang sudah ada dengan menggunakan flow chart
dari dukumen kemudian dari hal tersebut dianalisis secara mendalam kelemahan kelebihan kekuatan
dan peluang untuk terjadinya penyimpangan Analisis SWOT dapat digunakan Untuk kekuatan
analisis ini maka digunakan diskusi sehingga dihasilkan analisis yang leibh baik Dari hasil analisis
maka akan dihasilkan flow chart dokumen yang bau yang leibh baik dan didalamnya yang sudah
mengandung sistem pengendalian dan pengawasan
Jenis dan Sumber Data
Data pada penelitian ini adalah data dari peraturan yang sudah ada tentang pajak daerah dan
retribusi daerah serta aturan dan undang-undang pnyusunan pajak dan retribusi darah tersebut Selain
itu adalah aturan tentang pangawasan dari Pajak daerah dan retribusi daerah
Adapun aturan atau undang- undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah tersebut antara lain
adalah
1 UU No 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah
2 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
3 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
4 UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah
5 Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
6 Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
7 Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
8 Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Propinsi Lampung Kota Bandar
Lampung Kabupaten Lampung Selatan Kota Depok dan Kabupaten Indramayu
9 Peraturan Perundang-Undangan Lainnya yang berkaitan dengan Pembentukan Pelaksanaan dan
Pengawasan Perda
Data yang diperoleh langsung dari sumber data di lokasi penelitian peristiwa hukum yang terjadi
dan narasumber yang memberikan informasi Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan
FGD
Pengolahan dan Analisis Data
Analisis yang digunakan adalah deskriptif yaitu menguraikan atau menggambarkan sistem dan
prosedur penyusunan PDRD yang selama ini dan menurut peraturan yang berlaku Kemudian dari
deskriptif ini dianalisis dengan SWOT tentang kelemahan kekuatan peluang dan ancaman sehingga
bisa terjadi pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar serta daerah yang tetap menjalankan
pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar walaupun sudah dihapuskan oleh pemerintah pusat
Dari hasil analisis ini kemudian disusun sistem yang baru yang diharapkan leibh baik dari sistem yang
lama dan dapat mencegah atau mengurangi pelanggaran Kemudian juga disusun sanksi yang tepat
atas setiap pelanggaran sehingga dapat mencegah terulangnya palanggaran tersebut
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat I
Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi
dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan
daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat I adalah sbb
Bagan 2 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)
ANALISIS
Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut
Kekuatan
1 Mendagri mengevaluasi berdasarkan permohonan dari Gubernur tentang Raperda Pajak dan
Retribusi Daerah
2 Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan
3 Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian
Kelemahan
1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah
bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelolan perekonomian dan pertumbuhan
kesejahteraan masyarakat
2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses
pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah
diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi
3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak
yang melakukan monitoring dan mengawasi
4 Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam mempertimbangkan kondisi
perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih menitikberatkan pada kesesuaian
dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian daerah dan nasional
5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi
kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan
pendapatan daerah saja
6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada
mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif
7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada
8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan
Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal
pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan
juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi
Usulan
Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut
Bagan 3 Usulan Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)
1 Raperda sebelum disampaikan ke Menteri Dalam Negri harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan
Kantor Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk
diterapkan didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah
2 Menteri Dalam negri menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan
Kantor Pajak sehingga evaluasi Mendagri lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan
peraturan yang leibh tinggi
3 Hasil Evaluasi dari Mendagri selain disampaikan ke Gubernur juga ke Kantor Bank Indonesia
Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring dan pengawasan
4 Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan
pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi
atas perda di daerah tersebut
Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat II
Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi
dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan
daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat II adalah sbb
Bagan 4 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)
ANALISIS
Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut
Kekuatan
a Gubernur mengevaluasi berdasarkan permohonan dari BupatiWalikota tentang Raperda Pajak dan
Retribusi Daerah
b Mendagri dalam mengevaluasi berdasarkan pertimbangan Gubernur
c Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan
d Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian
Kelemahan
1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah
bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelola perekonomian dan pertumbuhan kesejahteraan
masyarakat
2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses
pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah
diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi dan Gubernurpun dalam pemerintahan desentralisasi
seperti saat ini tidak memiliki kewenangan terhadap Kabupatenkotamadya
3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak
yang melakukan monitoring dan mengawasi
4 Gubernur Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam
mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih
menitikberatkan pada kesesuaian dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian
daerah dan nasional
5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi
kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan
pendapatan daerah saja
6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada
mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif
7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada
8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan
Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal
pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan
juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi
Usulan
Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut
Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)
a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor
Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan
didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah
b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak
sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih
tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut
c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati
juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring
dan pengawasan
d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan
pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi
atas perda di daerah tersebut
Sanksi
Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya
perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum
ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang
Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD
terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut
a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar
b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas
pelanggaran
c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah
mendapat tegoran
d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar
e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran
V KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut
1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah
2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan
Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah
sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif
3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga
monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan
4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah
5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada
Saran
Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut
a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank
Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan
b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat
kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang
perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha
c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang
bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah
d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar
Undang-undang
DAFTAR PUSTAKA
Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986
Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published
by American Economic Association
Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of
Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American
Economic Association Stable
Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review
Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the
American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American
Economic Association
Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi
DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta
Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol
29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly
Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing
for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and
International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN
BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure
Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement
Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare
Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by
Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics
Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey
and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)
pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The
Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Author(s) Source Latin American Research
Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and
Health OutcomesSSRN
Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and
Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)
pp 387-401 Published by Springer
Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax
Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN
Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-
100 Published by American Economic Association
David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic
Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN
De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth
The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by
The MIT Press
Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern
Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program
Pasca UGM Yogyakarta
Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly
Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political
Weekly Stable
Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United
States IMF Working Paper No 8764
Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on
Personal Saving NBER Working Paper No W3257
Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and
Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10
No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for
Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de
lHomme
GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer
Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999
No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings
Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and
Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The
Canadian Economics Asociation
GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study
for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004
Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax
Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State
University of New York - Department of Political Science November 1996
Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau
of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553
HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive
Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)
pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics
House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol
96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation
Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986
The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published
by American Economic Association
JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The
Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A
Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -
S193 Published by The University of Chicago Press
Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian
Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI
101007s10887-006-7407-2
Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An
Endogenous Growth Model With
Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002
Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia
Indonesia Jakarta 2003
Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The
Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The
Review of Economic Studies Ltd
Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan
Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric
Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress
Explorations in Health Economics Paper SSRN
Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of
Law Yale law School
Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal
of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of
Business Tennessee State University
M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and
Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic
and Political Weekly
McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The
Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77
Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and
Management
Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN
Yogyakarta
Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The
Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by
American Economic Association
Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp
87-100 Published by American Economic Association
Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings
Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution
Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility
Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by
Springer
Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di
Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta
Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic
Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No
1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp
422-427 Published by Southern Economic Association
WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian
Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr
1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga
Penelitian Universitas Lampung
Perkiraan Biaya Penelitian
No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah
1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000
2 Fotocopy dan penjilidan
proposal
2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000
3 Pengumpulan data dan
Analisa
1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000
4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000
5 Seminar Proposal dan Hasil
Penelitian
2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000
Total 10000000
(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)
Selain persoalan di atas berlakunya UU No 32 Tahun 2004 menimbulkan dualisme pengaturan
hukum yang berkaitan dengan PDRD UU No 32 Tahun 2004 mengatur pengawasan preventif
sebaliknya dalam UU No 34 Tahun 2000 tidak UU No 32 Tahun 2004 tidak mengatur dengan jelas
kewenangan Menkeu dalam pembatalan Perda PDRD sebaliknya dalam UU No 34 Tahun 2000 PP
No 65 Tahun 2001 dan PP No 66 Tahun 2001 Menkeu memiliki kewenangan untuk memberi
pertimbangan kepada Mendagri dalam hal pembatalan Perda Dengan demikian berdasarkan UU No
34 Tahun 2000 peran Menkeu telah ada dalam proses evaluasi dan pembatalan Perda Persoalan lain
adalah mengenai jangka waktu penyampaian Perda yang sudah disahkan daerah kepada pusat untuk
dievaluasi UU No 34 Tahun 2000 memberikan waktu yang lebih lama yaitu 15 hari dibandingkan
dengan UU No 32 Tahun 2004 yang hanya tujuh hari Dualisme ketentuan hukum ini menjadi
persoalan yang serius karena kedua undang-undang tersebut sama-sama berlaku efektif
Perbedaan limitasi waktu penyampaian Perda kepada Pemerintah antara UU No 22 Tahun 1999
dengan UU No 32 Tahun 2004 tidak menjadi persoalan karena undang-undang yang disebut pertama
tidak berlaku lagi Akan tetapi perbedaan antara ketentuan UU No 34 Tahun 2000 dengan UU No 32
Tahun 2004 menjadi persoalan karena kedua undang-undang tersebut masih berlaku efektif Meskipun
demikian jika ditinjau dari asas hukum lex posteriori derogat legi priori (undang-undang yang baru
mengesampingkan undang-undang yang lama) maka yang berlaku adalah ketentuan yang ada dalam
undang-undang yang baru Artinya yang berlaku adalah ketentuan dalam UU No 32 Tahun 2004
yakni waktu penyampaian Perda yang telah ditetapkan kepada Pemerintah paling lama tujuh hari
Eksistensi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Dalam Struktur Keuangan Daerah
Pasal 1 angka 6 UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa Pajak Daerah adalah iuran wajib
yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang
yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah Begitu pula Pasal
1 angka 26 menyatakan bahwa Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa
atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan
Pajak biasanya harus dibayar oleh anggota masyarakat sebagai suatu kewajiban hukum tanpa
pertimbangan secara pribadi mereka mendapat manfaat atau tidak dari pelayanan yang mereka biayai
Sebaliknya retribusi dibayar langsung oleh mereka yang menikmati suatu pelayanan yang biasanya
dimaksudkan untuk menutup seluruhnya atau sebagian dari biaya pelayanan tersebut Meskipun
demikian dalam praktik perbedaan antara keduanya tidak selalu jelas Pertama retribusi dapat
dikenakan lebih besar melebihi biaya jasa-jasa yang diberikan Kedua suatu jasa mungkin hanya
sebagian dibiayai oleh retribusi sisanya berasal dari subsidi khusus atau terselubung dari penerimaan
pajak
PDRD ini merupakan komponen penting dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) APBD terkait dengan penganggaran yakni suatu proses penyusunan rencana keuangan yang
menyangkut pendapatan dan pembiayaan yang kemudian mengalokasikan dana ke berbagai kegiatan
sesuai dengan fungsi dan sasaran yang hendak dicapai APBD merupakan suatu rencana tahunan
daerah yang ditetapkan berdasarkan Perda atau dengan kata lain APBD adalah model penganggaran
pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan Perda
Dalam penganggaran daerah terdapat tiga analisis yang saling terkait yakni analisis penerimaan
analisis pengeluaran dan analisis anggaran PDRD adalah berkaitan erat dengan analisis penerimaan
Analisis penerimaan adalah suatu kajian mengenai kemampuan daerah dalam menggali sumber-
sumber pendapatan daerah yang potensial dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan
pendapatan tersebut Pendapatan daerah adalah semua penerimaan kas daerah dalam periode tahun
anggaran tertentu yang menjadi hak daerah Dalam konteks ini keuangan daerah yang sehat adalah
keuangan daerah yang mampu meningkatkan penerimaan daerah secara berkesinambungan seiring
dengan perkembangan perekonomian tanpa memperburuk alokasi faktor-faktor produksi dan keadilan
serta dengan sejumlah biaya administrasi tertentu Kondisi ini dapat dilihat berdasarkan empat
indikator yakni (1) daya pajak (tax effort) (2) efektivitas (efectivity) (3) efisiensi (eficiency) dan (4)
elastisitas (elasticity) Keempat indikator ini dalam pelaksanaannya akan saling berhubungan satu
dengan lainnya
Pertama daya pajak adalah rasio antara penerimaan pajak dengan kapasitas atau kemampuan
membayar pajak di suatu daerah Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui
kemampuan membayar pajak masyarakat adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Hal itu
dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut
Penerimaan Pajak (Penerimaan Pajak)
Daya Pajak = = x 100
Kemampuan Bayar Pajak PDRB
Dengan demikian jika PDRB suatu daerah meningkat maka kemampuan daerah dalam
membayar pajak (ability to pay) juga akan meningkat Artinya administrasi penerimaan daerah dapat
meningkatkan daya pajaknya agar penerimaan pajak meningkat pula
Kedua efektivitas adalah mengukur hubungan antara hasil pungut suatu pajak dengan potensi
pajak itu sendiri Efektivitas ini dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut
Penerimaan Pajak (Penerimaan Pajak)
Efektivitas = = x 100
Potensi pajak PDRB
Adapun yang menjadi indikator dari efektivitas ini adalah rasio antara hasil pemungutan suatu
pajak dengan potensi hasil pajak Keadaan tersebut terjadi didasarkan pada asumsi bahwa semua wajib
pajak membayar pajak terutangnya Efektivitas tersebut menyangkut semua tahap administrasi
penerimaan pajak menentukan wajib pajak menetapkan nilai kena pajak memungut pajak
menegakkan sistem pajak dan membukukan penerimaan
Ketiga efisiensi dilakukan dengan mengukur bagian dari hasil pajak yang digunakan untuk
menutup biaya pemungutan pajak yang bersangkutan Efisiensi ini dapat diketahui dengan
menggunakan rumus sebagai berikut
Biaya Pemungutan
Efisiensi = x 100
Penerimaan Pajak yang dipungut
Adapun yang dimaksud biaya pemungutan adalah tidak semata-mata biaya langsung untuk
operasional pemungutan di lapangan melainkan termasuk biaya-biaya tidak langsung seperti waktu
yang diperlukan biaya rapat-rapat dan biaya overhead
Keempat elastisitas adalah ukuran tingkat kepekaan perubahan suatu jenis penerimaan apabila
terjadi perubahan pada jumlah PDRB dan jumlah penduduk Dalam kaitan ini semakin tinggi nilainya
adalah semakin elastis dan sebaliknya semakin rendah nilainya maka menjadi semakin tidak elastis
Arti dari semakin elastis adalah tingkat daya bayar masyarakat tidak terganggu Untuk mengetahui
elastisitas dipergunakan dua buah rumus yakni untuk mengetahui tingkat kepekaan perubahan pada
PDRB dan tingkat kepekaan perubahan pada penduduk Untuk mengetahui tingkat kepekaan
perubahan pada PDRB dipergunakan rumus sebagai berikut
PAD PAD
Elastisitas PDRB = x 100 dan Elastisitas Penduduk = x 100
PDRB Penduduk
Berdasarkan Pasal Pasal 5 ayat (2) UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah terdiri dari PAD Dana Perimbangan dan lain-lain
pendapatan Menurut Pasal 6 ayat (1) PAD bersumber dari (a) pajak daerah (b) retribusi daerah (c)
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan (d) lain-lain PAD yang sah Dengan
demikian berarti bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan komponen dari PAD dan PAD
adalah komponen dari Pendapatan Daerah dan Pendapatan Daerah merupakan bagian dari Penerimaan
Daerah dan Penerimaan Daerah merupakan sisi lain dari APBD
PDRD ini dikelola oleh Daerah Propinsi dan KabupatenKota berdasarkan kewenangan yang
dimiliki Pasal 2 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan jenis pajak daerah propinsi terdiri dari
empat jenis Pertama pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air Kedua bea balik nama
kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air Ketiga pajak bahan bakar kendaraan bermotor
Keempat pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan Pasal 2 ayat (2)
jenis pajak kabupatenkota terdiri dari (a) pajak hotel (b) pajak restoran (c) pajak hiburan (d) pajak
reklame (e) pajak penerangan jalan (f) pajak pengambilan bahan galian golongan C dan (g) pajak
parkir
Pasal 18 ayat (2) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa retribusi dibagi atas tiga golongan
yakni (a) retribusi jasa umum (b) retribusi jasa usaha dan (c) retribusi perizinan tertentu Pasal 18
ayat (3) jenis-jenis rertribusi jasa umum retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu tersebut
ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) yakni PP No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi
Daerah Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan (2) PP No 66 Tahun 2001 jenis retribusi untuk daerah
propinsi dan kabupatenkota ditetapkan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah tersebut
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Pasal 2 ayat (2) PP No 66 Tahun 2001 menyatakan bahwa jenis-jenis retribusi jasa umum adalah
(a) retribusi pelayanan kesehatan (b) retribusi pelayanan persampahankebersihan (c) retribusi
penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil (d) retribusi pelayanan
pemakaman dan pengabuan mayat (e) retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum (f) retribusi
pelayanan pasar (g) retribusi pengujian kendaraan bermotor (h) retribusi pemeriksaan alat pemadam
kebakaran (i) retribusi penggantian biaya cetak peta dan (j) retribusi pengujian kapal perikanan Pasal
3 ayat (2) jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah (a) retribusi pemakaian kekayaan daerah (b) retribusi
pasar grosir danatau pertokoan (c) retribusi tempat pelelangan (d) retribusi terminal (e) retribusi
tempat khusus parkir (f) retribusi tempat penginapanpesanggrahanvilla (g) retribusi penyedotan
kakus (h) retribusi rumah potong hewan (i) retribusi pelayanan pelabuhan kapal (j) retribusi tempat
rekreasi dan olah raga (k) retribusi penyeberangan di atas air (l) retribusi pengolahan limbah cair dan
(m) retribusi penjualan produksi usaha daerah Pasal 4 ayat (2) jenis-jenis retribusi perizinan tertentu
adalah (a) retribusi izin mendirikan bangunan (b) retribusi izin tempat penjualan minuman
beralkohol (c) retribusi izin gangguan dan (d) retribusi izin trayek
Peraturan Daerah Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Pasal 4 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa pajak daerah ditetapkan dengan
Perda Pasal 4 ayat (3) Perda tentang pajak daerah sekurang-kurangnya mengatur mengenai (a)
nama obyek dan subyek pajak (b) dasar pengenaan tarif dan cara penghitungan pajak (c) wilayah
pemungutan (d) masa pajak (e) penetapan (f) tata cara pembayaran dan penagihan (g) kadaluwarsa
(h) sanksi administrasi dan (i) tanggal mulai berlakunya Pasal 4 ayat (4) Perda tentang pajak daerah
dapat pula mengatur ketentuan mengenai tiga hal Pertama pemberian pengurangan keringanan dan
pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok pajak dan atau sanksinya Kedua tata cara penghapusan
piutang pajak yang kadaluwarsa Ketiga tentang asas timbal balik (resiprositas)
Pasal 24 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa retribusi daerah ditetapkan dengan
Perda Pasal 24 ayat (3) Perda tentang retribusi daerah sekurang-kurangnya mengatur mengenai (a)
nama obyek dan subyek retribusi (b) golongan retribusi (c) cara mengukur tingkat penggunaan jasa
yang bersangkutan (d) prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tarif (e) struktut
dan besarnya tarif retribusi (f) wilayah pemungutan (g) tata cara pemungutan (h) sanksi administrasi
(i) tata cara penagihan (j) tanggal mulai berlakunya retribusi Pasal 24 ayat (4) Perda tentang retribusi
daerah dapat juga mengatur mengenai tiga hal Pertama masa retribusi Kedua pemberian keringanan
pengurangan dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok retribusi dan atau sanksinya Ketiga
tata cara penghapusan piutang retribusi yang kadaluwarsa
Berdasarkan penelitiankegiatan inventarisasi Rencana Legislasi Daerah sampai Agustus 2001
saja Departemen Dalam Negeri (Depdagri) telah menerima sekitar 1979 Perda Perda tersebut terdiri
dari 1503 Perda tentang pajak daerah dan 926 Perda tentang Desa Dari jumlah itu sebanyak 926 Perda
memenuhi ketentuan perundang-undangan 104 Perda dinyatakan bermasalah dan 949 Perda ketika
itu sedang dievaluasi lebih lanjut Menurut penelitian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi
Daerah (KPPOD) dari sejumlah Perda tersebut terdapat 47 Perda harus dibatalkan dan 189 Perda
harus direvisi Jika data sampai Agustus 2001 saja telah begitu banyak ditemukan Perda bermasalah
menjadi pertanyaan adalah berapa banyak Perda bermasalah hingga Agustus 2005
Penelitian yang dilakukan oleh KPPOD tentang ldquoPemeringkatan Daya Tarik Investasi (Studi
Kasus di 90 KabupatenKota di Indonesia)rdquo menentukan tolok ukur Perda bermasalah dengan
penekanan pada aspek ekonomi Artinya banyaknya Perda yang tergolong bermasalah sehingga perlu
dibatalkan dan direvisi tersebut umumnya disebabkan melanggar prinsip-prinsip ekonomi Terdapat
lima jenis kasus Perda yang melanggar prinsip-prinsip ekonomi tersebut disertai dengan berbagai
contohnya Pertama adanya hambatan perdagangan terhadap keluar masuk barang dari dan ke daerah
lain baik dengan mekanisme tarif maupun non tarif Contohnya adalah Perda Propinsi Lampung No 6
Tahun 2000 Perda Kabupaten Pasaman No 2 Tahun 2001 Perda Kabupaten Bima No 16 Tahun
2000 dan sebagainya
Kedua adanya monopoli dengan perlakuan diskriminatif terhadap pelaku usaha lainnya
Contohnya adalah Perda Kabupaten Cirebon No 23 Tahun 2001 Perda Kabupaten Karawang No 15
Tahun 2001 dan sebagainya Ketiga pungutan berganda dengan pajak pusat (PPN PBB dll)
Contohnya adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 6 Tahun 2001 Perda Kabupaten Serang
No 7 Tahun 2001 dan sebagainya Keempat pungutan dalam bentuk sumbangan yang dipaksakan
dengan penerapan sanksi Contohnya adalah Perda Kabupaten Flores Timur No 2 Tahun 2000 Perda
Kabupaten Tapin No 5 Tahun 2000 Perda Kabupaten Kampar No 23 Tahun 2000 dan sebagainya
Kelima retribusi yang tidak memberi manfaat langsung terhadap pembayar retrtibusi Contohnya
adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 22 Tahun 2001 Perda Kabupaten Blitar No 24 Tahun
2000 Perda Kabupaten Bekasi No 25 Tahun 2000 dan sebagainya
Di samping itu temuan IMF (Internastonal Monetary Found) mengenai Perda bermasalah dari
perspektif ekonomi tidak kalah menariknya IMF telah merekomendasikan kepada Pemerintah
mengenai Perda bermasalah dari sisi investasi asing Perda bermasalah tersebut dapat menghambat
kegiatan dunia usaha dan sekaligus merupakan ldquocounter productiverdquo terhadap usaha Pemerintah
maupun Daerah dalam menarik inevstasi
Berbeda dengan hal di atas Depdagri menentukan tolok ukur Perda bermasalah lebih ditekankan
pada aspek hukumnya Dalam konteks ini suatu Perda dikualifikasi bermasalah apabila dalam
pembentukkannnya melanggar asas legalitas Perda tersebut dibentuk melanggar prinsip-prinsip
pembuatan peraturan perundang-undangan yakni bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi bertentangan dengan Perda lain melanggar kepentingan umum dan disharmonis
dengan peraturan pelaksanannya
Dalam perspektif hukum Perda dikatakan bermasalah adalah jika bertentangan dengan
kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Hal itu sesuai dengan
Pasal 136 ayat (4) UU No 32 Tahun 2004 Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan umum
danatau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Untuk menghindari Perda agar tidak
bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
maka dalam pembentukannya harus taat asas
Ketaatan asas yang dimaksud atas pembentukan Perda setidak-tidaknya menyangkut dua
kelompok Pertama Pasal 137 UU No 32 Tahun 2004 Perda dibentuk berdasarkan pada asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi (a) kejelasan tujuan (b) kelembagaan
atau organ pembentuk yang tepat (c) kesesuaian antara jenis dan materi muatan (d) dapat
dilaksanakan (e) kedayagunaan dan kehasilgunaan (f) kejelasan rumusan dan (g) keterbukaan
Kedua Pasal 138 ayat (1) materi muatan Perda mengandung asas (a) pengayoman (b) kemanusiaan
(c) kebangsaan (d) kekeluargaan (e) kenusantaraan (f) bhineka tunggal ika (g) keadilan (h)
kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (i) ketertiban dan kepastian hukum dan (j)
keseimbangan keserasian dan keselarasan
Pasal 2 ayat (4) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa daerah kabupatenkota dapat
menetapkan jenis pajak daerah selain yang telah ditetapkan dalam undang-undang ini dengan
ketentuan memenuhi beberapa kreteria Pertama bersifat pajak dan bukan retribusi Kedua obyek
pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupatenkota yang bersangkutan dan mempunyai
mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupatenkota yang
bersangkutan Ketiga obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan
umum Keempat obyek pajak bukan merupakan obyek pajak propinsi danatau obyek pajak pusat
Kelima potensinya memadai Keenam tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif Ketujuh
memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat Kedelapan menjaga kelestarian
lingkungan
Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah Menurut Bagir Manan (2001 39) sistem pengawasan menentukan kemandirian suatu otonomi
Untuk menghindarkan agar pengawasan tidak melemahkan otonomi maka sistem pengawasan harus
ditentukan secara spesifik baik lingkup maupun tata caranya Hal itu karena pada saat semakin banyak
dan intensif pengawasan dilakukan maka semakin sempit pula kemandirian daerah sehingga membuat
semakin terbatas otonominya Sebaliknya pula tidak boleh ada sistem otonomi yang sama sekali
meniadakan pengawasan Dengan demikian kebebasan berotonomi di satu pihak dan pengawasan di
pihak yang lain merupakan lembaran dalam berotonomi untuk menjaga keseimbangan kecenderungan
pendulum ke arah desentralisasi maupun sentralisasi
Pengawasan dalam UU No 32 Tahun 2004 Pemerintah tidak mengutamakan sistem pengawasan
represif melainkan lebih menekankan pada pengawasan preventif Hal itu dimaksudkan untuk
memberikan kebebasan daerah dalam mengambil keputusan di samping memberi peran lebih besar
kepada DPRD untuk menjalankan fungsinya Oleh sebab itu Perda yang ditetapkan daerah tidak perlu
pengesahan terlebih dahulu oleh Pemerintah atau oleh Daerah tingkat atasnya Perda tersebut baru
dilakukan pengawasan oleh Pemerintah setelah ditetapkan oleh daerah yang bersangkutan
Dari sudut teori pengawasan maka pengawasan yang dilakukan Pemerintah terhadap Perda
adalah bersifat ldquoa posteriorirdquo yakni pengawasan itu baru dilakukan setelah dikeluarkannya Perda
tersebut oleh daerah Dari sudut kelembagaan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap
Perda adalah merupakan pengawasan ekstern Pengawasan tersebut dilakukan oleh organ atau lembaga
yang secara organisatoris berada di luar pemerintahan daerah Oleh sebab itu pengawasan yang
dilakukan oleh Pemerintah tersebut mempunyai tiga ciri-ciri khusus Pertama bersifat ekstern karena
dilakukan oleh suatu badan atau lembaga di luar pemerintahan daerah Kedua ldquoa posteriorirdquo karena
selalu dilakukan sesudah Perda tersebut ditetapkan Ketiga segi hukum karena menilai dari segi
hukumnya saja Pengawasan dari segi hukum adalah dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau
pertimbangan yang bersifat hukumnya saja (legalitas) dari perbuatan hukum pemerintah daerah
melalui produk hukum yang bernama Perda
Pasal 80 ayat (1) PP No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah menyatakan bahwa dalam rangka
pengawasan Perda tentang pajak daerah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Keuangan paling lama 15 hari setelah ditetapkan Pasal 17 ayat (1) PP No 66 Tahun 2001 mengatur
hal dan cara yang sama mengenai pengawasan terhadap Perda tentang Retribusi Daerah Pasal 80 ayat
(2) PP No 65 Tahun 2001 menyatakan apabila Perda tentang Pajak Daerah bertentangan dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maka Mendagri dengan
pertimbangan Menkeu membatalkan Perda tersebut Hal yang sama diatur pula dalam Pasal 17 ayat (2)
PP No 66 Tahun 2001 mengenai retribusi daerah Pembatalan tersebut dilakukan paling lama satu
bulan sejak diterimanya Perda yang dimaksud
Persoalannya sekarang setelah diberlakukannya UU No 32 Tahun 2004 adalah masa
penyampaian Perda yang telah ditetapkan oleh daerah ke Pemerintah adalah selama tujuh hari saja
Timbul pertanyaan dapatkah dalam waktu tujuh hari daerah menyampaikan Perda yang telah
ditetapkan kepada Pemerintah Di samping itu khusus mengenai Perda tentang PDRD apakah
kewenangan melakukan pengawasan dapat diberikan lebih besar kepada Menkeu Jika kedua
pertanyaan ini dapat dijawab maka akan tercipta tata cara pengawasan yang baik mengenai
keberlakuan Perda tentang PDRD ke depan
Kerangka Pemikiran
Sistem yang baik maka didalamnya sudah terdapat pengendalian internal yang baik sehingga
dapat mengecah atau mengurangi adanya penyimpangan atau pelanggaran terhadap peraturan Dengan
sistem yang baik juga akan tercapai efisiensi dan efektivitas terhadap pencapaian tujuan Sistem
penyusunan Pajak Daerah dan Retribusi daerah perlu dianalisis karena masih banyaknya produk pajak
daerah dan retribusi daerah yang melanggar Undang-Undang atau peraturan pemerintah pusat Hasil
temuan Mendagri dan Menteri Keuangan terdapat ribuan peraturan pajak daerah dan retribusi daerah
yang dibuat oleh daerah tingkat I (provinsi) dan daerah tingkat II (Kabupatenkota) di Indonesia pada
era reformasi Untuk itu penelitin ini meneliti dan mengevaluasi sistem pembuatan dan pengesahan
Pajak daerah dan retribusi daerah serta pengusulan sistem yang baru dan hukuman yang tepat bagi
daerah yang melanggar sistem tersebut
Bagan 1 Alur Kerangka Pikir
III METODE PENELITIAN
Tipe Penelitian
Penelitian ini pada dasarnya adalah penelitian kasus sehingga analisis yang digunakan deskriptif
dan analisis referensi dengan menggunakan teknik diskusi obserbvasi dan surve Penelitian ini
dibahas secara deskriptif untuk menguraikan sistem yang sudah ada dengan menggunakan flow chart
dari dukumen kemudian dari hal tersebut dianalisis secara mendalam kelemahan kelebihan kekuatan
dan peluang untuk terjadinya penyimpangan Analisis SWOT dapat digunakan Untuk kekuatan
analisis ini maka digunakan diskusi sehingga dihasilkan analisis yang leibh baik Dari hasil analisis
maka akan dihasilkan flow chart dokumen yang bau yang leibh baik dan didalamnya yang sudah
mengandung sistem pengendalian dan pengawasan
Jenis dan Sumber Data
Data pada penelitian ini adalah data dari peraturan yang sudah ada tentang pajak daerah dan
retribusi daerah serta aturan dan undang-undang pnyusunan pajak dan retribusi darah tersebut Selain
itu adalah aturan tentang pangawasan dari Pajak daerah dan retribusi daerah
Adapun aturan atau undang- undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah tersebut antara lain
adalah
1 UU No 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah
2 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
3 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
4 UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah
5 Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
6 Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
7 Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
8 Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Propinsi Lampung Kota Bandar
Lampung Kabupaten Lampung Selatan Kota Depok dan Kabupaten Indramayu
9 Peraturan Perundang-Undangan Lainnya yang berkaitan dengan Pembentukan Pelaksanaan dan
Pengawasan Perda
Data yang diperoleh langsung dari sumber data di lokasi penelitian peristiwa hukum yang terjadi
dan narasumber yang memberikan informasi Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan
FGD
Pengolahan dan Analisis Data
Analisis yang digunakan adalah deskriptif yaitu menguraikan atau menggambarkan sistem dan
prosedur penyusunan PDRD yang selama ini dan menurut peraturan yang berlaku Kemudian dari
deskriptif ini dianalisis dengan SWOT tentang kelemahan kekuatan peluang dan ancaman sehingga
bisa terjadi pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar serta daerah yang tetap menjalankan
pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar walaupun sudah dihapuskan oleh pemerintah pusat
Dari hasil analisis ini kemudian disusun sistem yang baru yang diharapkan leibh baik dari sistem yang
lama dan dapat mencegah atau mengurangi pelanggaran Kemudian juga disusun sanksi yang tepat
atas setiap pelanggaran sehingga dapat mencegah terulangnya palanggaran tersebut
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat I
Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi
dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan
daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat I adalah sbb
Bagan 2 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)
ANALISIS
Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut
Kekuatan
1 Mendagri mengevaluasi berdasarkan permohonan dari Gubernur tentang Raperda Pajak dan
Retribusi Daerah
2 Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan
3 Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian
Kelemahan
1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah
bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelolan perekonomian dan pertumbuhan
kesejahteraan masyarakat
2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses
pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah
diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi
3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak
yang melakukan monitoring dan mengawasi
4 Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam mempertimbangkan kondisi
perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih menitikberatkan pada kesesuaian
dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian daerah dan nasional
5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi
kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan
pendapatan daerah saja
6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada
mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif
7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada
8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan
Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal
pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan
juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi
Usulan
Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut
Bagan 3 Usulan Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)
1 Raperda sebelum disampaikan ke Menteri Dalam Negri harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan
Kantor Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk
diterapkan didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah
2 Menteri Dalam negri menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan
Kantor Pajak sehingga evaluasi Mendagri lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan
peraturan yang leibh tinggi
3 Hasil Evaluasi dari Mendagri selain disampaikan ke Gubernur juga ke Kantor Bank Indonesia
Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring dan pengawasan
4 Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan
pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi
atas perda di daerah tersebut
Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat II
Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi
dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan
daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat II adalah sbb
Bagan 4 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)
ANALISIS
Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut
Kekuatan
a Gubernur mengevaluasi berdasarkan permohonan dari BupatiWalikota tentang Raperda Pajak dan
Retribusi Daerah
b Mendagri dalam mengevaluasi berdasarkan pertimbangan Gubernur
c Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan
d Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian
Kelemahan
1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah
bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelola perekonomian dan pertumbuhan kesejahteraan
masyarakat
2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses
pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah
diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi dan Gubernurpun dalam pemerintahan desentralisasi
seperti saat ini tidak memiliki kewenangan terhadap Kabupatenkotamadya
3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak
yang melakukan monitoring dan mengawasi
4 Gubernur Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam
mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih
menitikberatkan pada kesesuaian dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian
daerah dan nasional
5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi
kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan
pendapatan daerah saja
6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada
mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif
7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada
8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan
Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal
pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan
juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi
Usulan
Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut
Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)
a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor
Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan
didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah
b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak
sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih
tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut
c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati
juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring
dan pengawasan
d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan
pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi
atas perda di daerah tersebut
Sanksi
Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya
perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum
ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang
Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD
terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut
a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar
b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas
pelanggaran
c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah
mendapat tegoran
d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar
e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran
V KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut
1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah
2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan
Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah
sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif
3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga
monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan
4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah
5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada
Saran
Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut
a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank
Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan
b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat
kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang
perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha
c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang
bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah
d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar
Undang-undang
DAFTAR PUSTAKA
Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986
Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published
by American Economic Association
Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of
Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American
Economic Association Stable
Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review
Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the
American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American
Economic Association
Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi
DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta
Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol
29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly
Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing
for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and
International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN
BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure
Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement
Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare
Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by
Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics
Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey
and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)
pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The
Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Author(s) Source Latin American Research
Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and
Health OutcomesSSRN
Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and
Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)
pp 387-401 Published by Springer
Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax
Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN
Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-
100 Published by American Economic Association
David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic
Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN
De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth
The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by
The MIT Press
Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern
Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program
Pasca UGM Yogyakarta
Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly
Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political
Weekly Stable
Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United
States IMF Working Paper No 8764
Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on
Personal Saving NBER Working Paper No W3257
Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and
Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10
No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for
Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de
lHomme
GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer
Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999
No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings
Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and
Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The
Canadian Economics Asociation
GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study
for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004
Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax
Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State
University of New York - Department of Political Science November 1996
Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau
of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553
HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive
Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)
pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics
House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol
96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation
Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986
The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published
by American Economic Association
JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The
Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A
Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -
S193 Published by The University of Chicago Press
Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian
Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI
101007s10887-006-7407-2
Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An
Endogenous Growth Model With
Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002
Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia
Indonesia Jakarta 2003
Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The
Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The
Review of Economic Studies Ltd
Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan
Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric
Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress
Explorations in Health Economics Paper SSRN
Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of
Law Yale law School
Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal
of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of
Business Tennessee State University
M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and
Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic
and Political Weekly
McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The
Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77
Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and
Management
Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN
Yogyakarta
Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The
Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by
American Economic Association
Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp
87-100 Published by American Economic Association
Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings
Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution
Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility
Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by
Springer
Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di
Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta
Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic
Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No
1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp
422-427 Published by Southern Economic Association
WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian
Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr
1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga
Penelitian Universitas Lampung
Perkiraan Biaya Penelitian
No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah
1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000
2 Fotocopy dan penjilidan
proposal
2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000
3 Pengumpulan data dan
Analisa
1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000
4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000
5 Seminar Proposal dan Hasil
Penelitian
2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000
Total 10000000
(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)
serta dengan sejumlah biaya administrasi tertentu Kondisi ini dapat dilihat berdasarkan empat
indikator yakni (1) daya pajak (tax effort) (2) efektivitas (efectivity) (3) efisiensi (eficiency) dan (4)
elastisitas (elasticity) Keempat indikator ini dalam pelaksanaannya akan saling berhubungan satu
dengan lainnya
Pertama daya pajak adalah rasio antara penerimaan pajak dengan kapasitas atau kemampuan
membayar pajak di suatu daerah Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui
kemampuan membayar pajak masyarakat adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Hal itu
dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut
Penerimaan Pajak (Penerimaan Pajak)
Daya Pajak = = x 100
Kemampuan Bayar Pajak PDRB
Dengan demikian jika PDRB suatu daerah meningkat maka kemampuan daerah dalam
membayar pajak (ability to pay) juga akan meningkat Artinya administrasi penerimaan daerah dapat
meningkatkan daya pajaknya agar penerimaan pajak meningkat pula
Kedua efektivitas adalah mengukur hubungan antara hasil pungut suatu pajak dengan potensi
pajak itu sendiri Efektivitas ini dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut
Penerimaan Pajak (Penerimaan Pajak)
Efektivitas = = x 100
Potensi pajak PDRB
Adapun yang menjadi indikator dari efektivitas ini adalah rasio antara hasil pemungutan suatu
pajak dengan potensi hasil pajak Keadaan tersebut terjadi didasarkan pada asumsi bahwa semua wajib
pajak membayar pajak terutangnya Efektivitas tersebut menyangkut semua tahap administrasi
penerimaan pajak menentukan wajib pajak menetapkan nilai kena pajak memungut pajak
menegakkan sistem pajak dan membukukan penerimaan
Ketiga efisiensi dilakukan dengan mengukur bagian dari hasil pajak yang digunakan untuk
menutup biaya pemungutan pajak yang bersangkutan Efisiensi ini dapat diketahui dengan
menggunakan rumus sebagai berikut
Biaya Pemungutan
Efisiensi = x 100
Penerimaan Pajak yang dipungut
Adapun yang dimaksud biaya pemungutan adalah tidak semata-mata biaya langsung untuk
operasional pemungutan di lapangan melainkan termasuk biaya-biaya tidak langsung seperti waktu
yang diperlukan biaya rapat-rapat dan biaya overhead
Keempat elastisitas adalah ukuran tingkat kepekaan perubahan suatu jenis penerimaan apabila
terjadi perubahan pada jumlah PDRB dan jumlah penduduk Dalam kaitan ini semakin tinggi nilainya
adalah semakin elastis dan sebaliknya semakin rendah nilainya maka menjadi semakin tidak elastis
Arti dari semakin elastis adalah tingkat daya bayar masyarakat tidak terganggu Untuk mengetahui
elastisitas dipergunakan dua buah rumus yakni untuk mengetahui tingkat kepekaan perubahan pada
PDRB dan tingkat kepekaan perubahan pada penduduk Untuk mengetahui tingkat kepekaan
perubahan pada PDRB dipergunakan rumus sebagai berikut
PAD PAD
Elastisitas PDRB = x 100 dan Elastisitas Penduduk = x 100
PDRB Penduduk
Berdasarkan Pasal Pasal 5 ayat (2) UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah terdiri dari PAD Dana Perimbangan dan lain-lain
pendapatan Menurut Pasal 6 ayat (1) PAD bersumber dari (a) pajak daerah (b) retribusi daerah (c)
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan (d) lain-lain PAD yang sah Dengan
demikian berarti bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan komponen dari PAD dan PAD
adalah komponen dari Pendapatan Daerah dan Pendapatan Daerah merupakan bagian dari Penerimaan
Daerah dan Penerimaan Daerah merupakan sisi lain dari APBD
PDRD ini dikelola oleh Daerah Propinsi dan KabupatenKota berdasarkan kewenangan yang
dimiliki Pasal 2 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan jenis pajak daerah propinsi terdiri dari
empat jenis Pertama pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air Kedua bea balik nama
kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air Ketiga pajak bahan bakar kendaraan bermotor
Keempat pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan Pasal 2 ayat (2)
jenis pajak kabupatenkota terdiri dari (a) pajak hotel (b) pajak restoran (c) pajak hiburan (d) pajak
reklame (e) pajak penerangan jalan (f) pajak pengambilan bahan galian golongan C dan (g) pajak
parkir
Pasal 18 ayat (2) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa retribusi dibagi atas tiga golongan
yakni (a) retribusi jasa umum (b) retribusi jasa usaha dan (c) retribusi perizinan tertentu Pasal 18
ayat (3) jenis-jenis rertribusi jasa umum retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu tersebut
ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) yakni PP No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi
Daerah Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan (2) PP No 66 Tahun 2001 jenis retribusi untuk daerah
propinsi dan kabupatenkota ditetapkan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah tersebut
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Pasal 2 ayat (2) PP No 66 Tahun 2001 menyatakan bahwa jenis-jenis retribusi jasa umum adalah
(a) retribusi pelayanan kesehatan (b) retribusi pelayanan persampahankebersihan (c) retribusi
penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil (d) retribusi pelayanan
pemakaman dan pengabuan mayat (e) retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum (f) retribusi
pelayanan pasar (g) retribusi pengujian kendaraan bermotor (h) retribusi pemeriksaan alat pemadam
kebakaran (i) retribusi penggantian biaya cetak peta dan (j) retribusi pengujian kapal perikanan Pasal
3 ayat (2) jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah (a) retribusi pemakaian kekayaan daerah (b) retribusi
pasar grosir danatau pertokoan (c) retribusi tempat pelelangan (d) retribusi terminal (e) retribusi
tempat khusus parkir (f) retribusi tempat penginapanpesanggrahanvilla (g) retribusi penyedotan
kakus (h) retribusi rumah potong hewan (i) retribusi pelayanan pelabuhan kapal (j) retribusi tempat
rekreasi dan olah raga (k) retribusi penyeberangan di atas air (l) retribusi pengolahan limbah cair dan
(m) retribusi penjualan produksi usaha daerah Pasal 4 ayat (2) jenis-jenis retribusi perizinan tertentu
adalah (a) retribusi izin mendirikan bangunan (b) retribusi izin tempat penjualan minuman
beralkohol (c) retribusi izin gangguan dan (d) retribusi izin trayek
Peraturan Daerah Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Pasal 4 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa pajak daerah ditetapkan dengan
Perda Pasal 4 ayat (3) Perda tentang pajak daerah sekurang-kurangnya mengatur mengenai (a)
nama obyek dan subyek pajak (b) dasar pengenaan tarif dan cara penghitungan pajak (c) wilayah
pemungutan (d) masa pajak (e) penetapan (f) tata cara pembayaran dan penagihan (g) kadaluwarsa
(h) sanksi administrasi dan (i) tanggal mulai berlakunya Pasal 4 ayat (4) Perda tentang pajak daerah
dapat pula mengatur ketentuan mengenai tiga hal Pertama pemberian pengurangan keringanan dan
pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok pajak dan atau sanksinya Kedua tata cara penghapusan
piutang pajak yang kadaluwarsa Ketiga tentang asas timbal balik (resiprositas)
Pasal 24 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa retribusi daerah ditetapkan dengan
Perda Pasal 24 ayat (3) Perda tentang retribusi daerah sekurang-kurangnya mengatur mengenai (a)
nama obyek dan subyek retribusi (b) golongan retribusi (c) cara mengukur tingkat penggunaan jasa
yang bersangkutan (d) prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tarif (e) struktut
dan besarnya tarif retribusi (f) wilayah pemungutan (g) tata cara pemungutan (h) sanksi administrasi
(i) tata cara penagihan (j) tanggal mulai berlakunya retribusi Pasal 24 ayat (4) Perda tentang retribusi
daerah dapat juga mengatur mengenai tiga hal Pertama masa retribusi Kedua pemberian keringanan
pengurangan dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok retribusi dan atau sanksinya Ketiga
tata cara penghapusan piutang retribusi yang kadaluwarsa
Berdasarkan penelitiankegiatan inventarisasi Rencana Legislasi Daerah sampai Agustus 2001
saja Departemen Dalam Negeri (Depdagri) telah menerima sekitar 1979 Perda Perda tersebut terdiri
dari 1503 Perda tentang pajak daerah dan 926 Perda tentang Desa Dari jumlah itu sebanyak 926 Perda
memenuhi ketentuan perundang-undangan 104 Perda dinyatakan bermasalah dan 949 Perda ketika
itu sedang dievaluasi lebih lanjut Menurut penelitian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi
Daerah (KPPOD) dari sejumlah Perda tersebut terdapat 47 Perda harus dibatalkan dan 189 Perda
harus direvisi Jika data sampai Agustus 2001 saja telah begitu banyak ditemukan Perda bermasalah
menjadi pertanyaan adalah berapa banyak Perda bermasalah hingga Agustus 2005
Penelitian yang dilakukan oleh KPPOD tentang ldquoPemeringkatan Daya Tarik Investasi (Studi
Kasus di 90 KabupatenKota di Indonesia)rdquo menentukan tolok ukur Perda bermasalah dengan
penekanan pada aspek ekonomi Artinya banyaknya Perda yang tergolong bermasalah sehingga perlu
dibatalkan dan direvisi tersebut umumnya disebabkan melanggar prinsip-prinsip ekonomi Terdapat
lima jenis kasus Perda yang melanggar prinsip-prinsip ekonomi tersebut disertai dengan berbagai
contohnya Pertama adanya hambatan perdagangan terhadap keluar masuk barang dari dan ke daerah
lain baik dengan mekanisme tarif maupun non tarif Contohnya adalah Perda Propinsi Lampung No 6
Tahun 2000 Perda Kabupaten Pasaman No 2 Tahun 2001 Perda Kabupaten Bima No 16 Tahun
2000 dan sebagainya
Kedua adanya monopoli dengan perlakuan diskriminatif terhadap pelaku usaha lainnya
Contohnya adalah Perda Kabupaten Cirebon No 23 Tahun 2001 Perda Kabupaten Karawang No 15
Tahun 2001 dan sebagainya Ketiga pungutan berganda dengan pajak pusat (PPN PBB dll)
Contohnya adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 6 Tahun 2001 Perda Kabupaten Serang
No 7 Tahun 2001 dan sebagainya Keempat pungutan dalam bentuk sumbangan yang dipaksakan
dengan penerapan sanksi Contohnya adalah Perda Kabupaten Flores Timur No 2 Tahun 2000 Perda
Kabupaten Tapin No 5 Tahun 2000 Perda Kabupaten Kampar No 23 Tahun 2000 dan sebagainya
Kelima retribusi yang tidak memberi manfaat langsung terhadap pembayar retrtibusi Contohnya
adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 22 Tahun 2001 Perda Kabupaten Blitar No 24 Tahun
2000 Perda Kabupaten Bekasi No 25 Tahun 2000 dan sebagainya
Di samping itu temuan IMF (Internastonal Monetary Found) mengenai Perda bermasalah dari
perspektif ekonomi tidak kalah menariknya IMF telah merekomendasikan kepada Pemerintah
mengenai Perda bermasalah dari sisi investasi asing Perda bermasalah tersebut dapat menghambat
kegiatan dunia usaha dan sekaligus merupakan ldquocounter productiverdquo terhadap usaha Pemerintah
maupun Daerah dalam menarik inevstasi
Berbeda dengan hal di atas Depdagri menentukan tolok ukur Perda bermasalah lebih ditekankan
pada aspek hukumnya Dalam konteks ini suatu Perda dikualifikasi bermasalah apabila dalam
pembentukkannnya melanggar asas legalitas Perda tersebut dibentuk melanggar prinsip-prinsip
pembuatan peraturan perundang-undangan yakni bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi bertentangan dengan Perda lain melanggar kepentingan umum dan disharmonis
dengan peraturan pelaksanannya
Dalam perspektif hukum Perda dikatakan bermasalah adalah jika bertentangan dengan
kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Hal itu sesuai dengan
Pasal 136 ayat (4) UU No 32 Tahun 2004 Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan umum
danatau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Untuk menghindari Perda agar tidak
bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
maka dalam pembentukannya harus taat asas
Ketaatan asas yang dimaksud atas pembentukan Perda setidak-tidaknya menyangkut dua
kelompok Pertama Pasal 137 UU No 32 Tahun 2004 Perda dibentuk berdasarkan pada asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi (a) kejelasan tujuan (b) kelembagaan
atau organ pembentuk yang tepat (c) kesesuaian antara jenis dan materi muatan (d) dapat
dilaksanakan (e) kedayagunaan dan kehasilgunaan (f) kejelasan rumusan dan (g) keterbukaan
Kedua Pasal 138 ayat (1) materi muatan Perda mengandung asas (a) pengayoman (b) kemanusiaan
(c) kebangsaan (d) kekeluargaan (e) kenusantaraan (f) bhineka tunggal ika (g) keadilan (h)
kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (i) ketertiban dan kepastian hukum dan (j)
keseimbangan keserasian dan keselarasan
Pasal 2 ayat (4) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa daerah kabupatenkota dapat
menetapkan jenis pajak daerah selain yang telah ditetapkan dalam undang-undang ini dengan
ketentuan memenuhi beberapa kreteria Pertama bersifat pajak dan bukan retribusi Kedua obyek
pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupatenkota yang bersangkutan dan mempunyai
mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupatenkota yang
bersangkutan Ketiga obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan
umum Keempat obyek pajak bukan merupakan obyek pajak propinsi danatau obyek pajak pusat
Kelima potensinya memadai Keenam tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif Ketujuh
memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat Kedelapan menjaga kelestarian
lingkungan
Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah Menurut Bagir Manan (2001 39) sistem pengawasan menentukan kemandirian suatu otonomi
Untuk menghindarkan agar pengawasan tidak melemahkan otonomi maka sistem pengawasan harus
ditentukan secara spesifik baik lingkup maupun tata caranya Hal itu karena pada saat semakin banyak
dan intensif pengawasan dilakukan maka semakin sempit pula kemandirian daerah sehingga membuat
semakin terbatas otonominya Sebaliknya pula tidak boleh ada sistem otonomi yang sama sekali
meniadakan pengawasan Dengan demikian kebebasan berotonomi di satu pihak dan pengawasan di
pihak yang lain merupakan lembaran dalam berotonomi untuk menjaga keseimbangan kecenderungan
pendulum ke arah desentralisasi maupun sentralisasi
Pengawasan dalam UU No 32 Tahun 2004 Pemerintah tidak mengutamakan sistem pengawasan
represif melainkan lebih menekankan pada pengawasan preventif Hal itu dimaksudkan untuk
memberikan kebebasan daerah dalam mengambil keputusan di samping memberi peran lebih besar
kepada DPRD untuk menjalankan fungsinya Oleh sebab itu Perda yang ditetapkan daerah tidak perlu
pengesahan terlebih dahulu oleh Pemerintah atau oleh Daerah tingkat atasnya Perda tersebut baru
dilakukan pengawasan oleh Pemerintah setelah ditetapkan oleh daerah yang bersangkutan
Dari sudut teori pengawasan maka pengawasan yang dilakukan Pemerintah terhadap Perda
adalah bersifat ldquoa posteriorirdquo yakni pengawasan itu baru dilakukan setelah dikeluarkannya Perda
tersebut oleh daerah Dari sudut kelembagaan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap
Perda adalah merupakan pengawasan ekstern Pengawasan tersebut dilakukan oleh organ atau lembaga
yang secara organisatoris berada di luar pemerintahan daerah Oleh sebab itu pengawasan yang
dilakukan oleh Pemerintah tersebut mempunyai tiga ciri-ciri khusus Pertama bersifat ekstern karena
dilakukan oleh suatu badan atau lembaga di luar pemerintahan daerah Kedua ldquoa posteriorirdquo karena
selalu dilakukan sesudah Perda tersebut ditetapkan Ketiga segi hukum karena menilai dari segi
hukumnya saja Pengawasan dari segi hukum adalah dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau
pertimbangan yang bersifat hukumnya saja (legalitas) dari perbuatan hukum pemerintah daerah
melalui produk hukum yang bernama Perda
Pasal 80 ayat (1) PP No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah menyatakan bahwa dalam rangka
pengawasan Perda tentang pajak daerah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Keuangan paling lama 15 hari setelah ditetapkan Pasal 17 ayat (1) PP No 66 Tahun 2001 mengatur
hal dan cara yang sama mengenai pengawasan terhadap Perda tentang Retribusi Daerah Pasal 80 ayat
(2) PP No 65 Tahun 2001 menyatakan apabila Perda tentang Pajak Daerah bertentangan dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maka Mendagri dengan
pertimbangan Menkeu membatalkan Perda tersebut Hal yang sama diatur pula dalam Pasal 17 ayat (2)
PP No 66 Tahun 2001 mengenai retribusi daerah Pembatalan tersebut dilakukan paling lama satu
bulan sejak diterimanya Perda yang dimaksud
Persoalannya sekarang setelah diberlakukannya UU No 32 Tahun 2004 adalah masa
penyampaian Perda yang telah ditetapkan oleh daerah ke Pemerintah adalah selama tujuh hari saja
Timbul pertanyaan dapatkah dalam waktu tujuh hari daerah menyampaikan Perda yang telah
ditetapkan kepada Pemerintah Di samping itu khusus mengenai Perda tentang PDRD apakah
kewenangan melakukan pengawasan dapat diberikan lebih besar kepada Menkeu Jika kedua
pertanyaan ini dapat dijawab maka akan tercipta tata cara pengawasan yang baik mengenai
keberlakuan Perda tentang PDRD ke depan
Kerangka Pemikiran
Sistem yang baik maka didalamnya sudah terdapat pengendalian internal yang baik sehingga
dapat mengecah atau mengurangi adanya penyimpangan atau pelanggaran terhadap peraturan Dengan
sistem yang baik juga akan tercapai efisiensi dan efektivitas terhadap pencapaian tujuan Sistem
penyusunan Pajak Daerah dan Retribusi daerah perlu dianalisis karena masih banyaknya produk pajak
daerah dan retribusi daerah yang melanggar Undang-Undang atau peraturan pemerintah pusat Hasil
temuan Mendagri dan Menteri Keuangan terdapat ribuan peraturan pajak daerah dan retribusi daerah
yang dibuat oleh daerah tingkat I (provinsi) dan daerah tingkat II (Kabupatenkota) di Indonesia pada
era reformasi Untuk itu penelitin ini meneliti dan mengevaluasi sistem pembuatan dan pengesahan
Pajak daerah dan retribusi daerah serta pengusulan sistem yang baru dan hukuman yang tepat bagi
daerah yang melanggar sistem tersebut
Bagan 1 Alur Kerangka Pikir
III METODE PENELITIAN
Tipe Penelitian
Penelitian ini pada dasarnya adalah penelitian kasus sehingga analisis yang digunakan deskriptif
dan analisis referensi dengan menggunakan teknik diskusi obserbvasi dan surve Penelitian ini
dibahas secara deskriptif untuk menguraikan sistem yang sudah ada dengan menggunakan flow chart
dari dukumen kemudian dari hal tersebut dianalisis secara mendalam kelemahan kelebihan kekuatan
dan peluang untuk terjadinya penyimpangan Analisis SWOT dapat digunakan Untuk kekuatan
analisis ini maka digunakan diskusi sehingga dihasilkan analisis yang leibh baik Dari hasil analisis
maka akan dihasilkan flow chart dokumen yang bau yang leibh baik dan didalamnya yang sudah
mengandung sistem pengendalian dan pengawasan
Jenis dan Sumber Data
Data pada penelitian ini adalah data dari peraturan yang sudah ada tentang pajak daerah dan
retribusi daerah serta aturan dan undang-undang pnyusunan pajak dan retribusi darah tersebut Selain
itu adalah aturan tentang pangawasan dari Pajak daerah dan retribusi daerah
Adapun aturan atau undang- undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah tersebut antara lain
adalah
1 UU No 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah
2 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
3 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
4 UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah
5 Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
6 Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
7 Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
8 Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Propinsi Lampung Kota Bandar
Lampung Kabupaten Lampung Selatan Kota Depok dan Kabupaten Indramayu
9 Peraturan Perundang-Undangan Lainnya yang berkaitan dengan Pembentukan Pelaksanaan dan
Pengawasan Perda
Data yang diperoleh langsung dari sumber data di lokasi penelitian peristiwa hukum yang terjadi
dan narasumber yang memberikan informasi Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan
FGD
Pengolahan dan Analisis Data
Analisis yang digunakan adalah deskriptif yaitu menguraikan atau menggambarkan sistem dan
prosedur penyusunan PDRD yang selama ini dan menurut peraturan yang berlaku Kemudian dari
deskriptif ini dianalisis dengan SWOT tentang kelemahan kekuatan peluang dan ancaman sehingga
bisa terjadi pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar serta daerah yang tetap menjalankan
pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar walaupun sudah dihapuskan oleh pemerintah pusat
Dari hasil analisis ini kemudian disusun sistem yang baru yang diharapkan leibh baik dari sistem yang
lama dan dapat mencegah atau mengurangi pelanggaran Kemudian juga disusun sanksi yang tepat
atas setiap pelanggaran sehingga dapat mencegah terulangnya palanggaran tersebut
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat I
Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi
dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan
daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat I adalah sbb
Bagan 2 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)
ANALISIS
Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut
Kekuatan
1 Mendagri mengevaluasi berdasarkan permohonan dari Gubernur tentang Raperda Pajak dan
Retribusi Daerah
2 Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan
3 Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian
Kelemahan
1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah
bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelolan perekonomian dan pertumbuhan
kesejahteraan masyarakat
2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses
pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah
diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi
3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak
yang melakukan monitoring dan mengawasi
4 Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam mempertimbangkan kondisi
perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih menitikberatkan pada kesesuaian
dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian daerah dan nasional
5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi
kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan
pendapatan daerah saja
6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada
mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif
7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada
8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan
Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal
pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan
juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi
Usulan
Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut
Bagan 3 Usulan Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)
1 Raperda sebelum disampaikan ke Menteri Dalam Negri harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan
Kantor Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk
diterapkan didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah
2 Menteri Dalam negri menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan
Kantor Pajak sehingga evaluasi Mendagri lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan
peraturan yang leibh tinggi
3 Hasil Evaluasi dari Mendagri selain disampaikan ke Gubernur juga ke Kantor Bank Indonesia
Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring dan pengawasan
4 Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan
pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi
atas perda di daerah tersebut
Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat II
Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi
dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan
daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat II adalah sbb
Bagan 4 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)
ANALISIS
Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut
Kekuatan
a Gubernur mengevaluasi berdasarkan permohonan dari BupatiWalikota tentang Raperda Pajak dan
Retribusi Daerah
b Mendagri dalam mengevaluasi berdasarkan pertimbangan Gubernur
c Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan
d Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian
Kelemahan
1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah
bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelola perekonomian dan pertumbuhan kesejahteraan
masyarakat
2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses
pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah
diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi dan Gubernurpun dalam pemerintahan desentralisasi
seperti saat ini tidak memiliki kewenangan terhadap Kabupatenkotamadya
3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak
yang melakukan monitoring dan mengawasi
4 Gubernur Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam
mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih
menitikberatkan pada kesesuaian dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian
daerah dan nasional
5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi
kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan
pendapatan daerah saja
6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada
mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif
7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada
8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan
Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal
pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan
juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi
Usulan
Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut
Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)
a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor
Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan
didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah
b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak
sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih
tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut
c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati
juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring
dan pengawasan
d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan
pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi
atas perda di daerah tersebut
Sanksi
Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya
perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum
ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang
Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD
terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut
a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar
b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas
pelanggaran
c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah
mendapat tegoran
d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar
e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran
V KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut
1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah
2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan
Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah
sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif
3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga
monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan
4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah
5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada
Saran
Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut
a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank
Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan
b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat
kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang
perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha
c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang
bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah
d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar
Undang-undang
DAFTAR PUSTAKA
Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986
Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published
by American Economic Association
Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of
Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American
Economic Association Stable
Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review
Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the
American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American
Economic Association
Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi
DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta
Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol
29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly
Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing
for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and
International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN
BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure
Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement
Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare
Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by
Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics
Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey
and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)
pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The
Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Author(s) Source Latin American Research
Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and
Health OutcomesSSRN
Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and
Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)
pp 387-401 Published by Springer
Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax
Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN
Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-
100 Published by American Economic Association
David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic
Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN
De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth
The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by
The MIT Press
Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern
Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program
Pasca UGM Yogyakarta
Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly
Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political
Weekly Stable
Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United
States IMF Working Paper No 8764
Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on
Personal Saving NBER Working Paper No W3257
Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and
Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10
No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for
Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de
lHomme
GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer
Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999
No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings
Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and
Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The
Canadian Economics Asociation
GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study
for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004
Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax
Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State
University of New York - Department of Political Science November 1996
Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau
of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553
HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive
Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)
pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics
House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol
96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation
Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986
The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published
by American Economic Association
JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The
Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A
Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -
S193 Published by The University of Chicago Press
Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian
Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI
101007s10887-006-7407-2
Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An
Endogenous Growth Model With
Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002
Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia
Indonesia Jakarta 2003
Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The
Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The
Review of Economic Studies Ltd
Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan
Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric
Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress
Explorations in Health Economics Paper SSRN
Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of
Law Yale law School
Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal
of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of
Business Tennessee State University
M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and
Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic
and Political Weekly
McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The
Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77
Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and
Management
Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN
Yogyakarta
Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The
Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by
American Economic Association
Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp
87-100 Published by American Economic Association
Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings
Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution
Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility
Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by
Springer
Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di
Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta
Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic
Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No
1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp
422-427 Published by Southern Economic Association
WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian
Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr
1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga
Penelitian Universitas Lampung
Perkiraan Biaya Penelitian
No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah
1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000
2 Fotocopy dan penjilidan
proposal
2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000
3 Pengumpulan data dan
Analisa
1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000
4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000
5 Seminar Proposal dan Hasil
Penelitian
2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000
Total 10000000
(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)
pendapatan Menurut Pasal 6 ayat (1) PAD bersumber dari (a) pajak daerah (b) retribusi daerah (c)
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan (d) lain-lain PAD yang sah Dengan
demikian berarti bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan komponen dari PAD dan PAD
adalah komponen dari Pendapatan Daerah dan Pendapatan Daerah merupakan bagian dari Penerimaan
Daerah dan Penerimaan Daerah merupakan sisi lain dari APBD
PDRD ini dikelola oleh Daerah Propinsi dan KabupatenKota berdasarkan kewenangan yang
dimiliki Pasal 2 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan jenis pajak daerah propinsi terdiri dari
empat jenis Pertama pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air Kedua bea balik nama
kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air Ketiga pajak bahan bakar kendaraan bermotor
Keempat pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan Pasal 2 ayat (2)
jenis pajak kabupatenkota terdiri dari (a) pajak hotel (b) pajak restoran (c) pajak hiburan (d) pajak
reklame (e) pajak penerangan jalan (f) pajak pengambilan bahan galian golongan C dan (g) pajak
parkir
Pasal 18 ayat (2) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa retribusi dibagi atas tiga golongan
yakni (a) retribusi jasa umum (b) retribusi jasa usaha dan (c) retribusi perizinan tertentu Pasal 18
ayat (3) jenis-jenis rertribusi jasa umum retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu tersebut
ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) yakni PP No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi
Daerah Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan (2) PP No 66 Tahun 2001 jenis retribusi untuk daerah
propinsi dan kabupatenkota ditetapkan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah tersebut
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Pasal 2 ayat (2) PP No 66 Tahun 2001 menyatakan bahwa jenis-jenis retribusi jasa umum adalah
(a) retribusi pelayanan kesehatan (b) retribusi pelayanan persampahankebersihan (c) retribusi
penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil (d) retribusi pelayanan
pemakaman dan pengabuan mayat (e) retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum (f) retribusi
pelayanan pasar (g) retribusi pengujian kendaraan bermotor (h) retribusi pemeriksaan alat pemadam
kebakaran (i) retribusi penggantian biaya cetak peta dan (j) retribusi pengujian kapal perikanan Pasal
3 ayat (2) jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah (a) retribusi pemakaian kekayaan daerah (b) retribusi
pasar grosir danatau pertokoan (c) retribusi tempat pelelangan (d) retribusi terminal (e) retribusi
tempat khusus parkir (f) retribusi tempat penginapanpesanggrahanvilla (g) retribusi penyedotan
kakus (h) retribusi rumah potong hewan (i) retribusi pelayanan pelabuhan kapal (j) retribusi tempat
rekreasi dan olah raga (k) retribusi penyeberangan di atas air (l) retribusi pengolahan limbah cair dan
(m) retribusi penjualan produksi usaha daerah Pasal 4 ayat (2) jenis-jenis retribusi perizinan tertentu
adalah (a) retribusi izin mendirikan bangunan (b) retribusi izin tempat penjualan minuman
beralkohol (c) retribusi izin gangguan dan (d) retribusi izin trayek
Peraturan Daerah Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Pasal 4 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa pajak daerah ditetapkan dengan
Perda Pasal 4 ayat (3) Perda tentang pajak daerah sekurang-kurangnya mengatur mengenai (a)
nama obyek dan subyek pajak (b) dasar pengenaan tarif dan cara penghitungan pajak (c) wilayah
pemungutan (d) masa pajak (e) penetapan (f) tata cara pembayaran dan penagihan (g) kadaluwarsa
(h) sanksi administrasi dan (i) tanggal mulai berlakunya Pasal 4 ayat (4) Perda tentang pajak daerah
dapat pula mengatur ketentuan mengenai tiga hal Pertama pemberian pengurangan keringanan dan
pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok pajak dan atau sanksinya Kedua tata cara penghapusan
piutang pajak yang kadaluwarsa Ketiga tentang asas timbal balik (resiprositas)
Pasal 24 ayat (1) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa retribusi daerah ditetapkan dengan
Perda Pasal 24 ayat (3) Perda tentang retribusi daerah sekurang-kurangnya mengatur mengenai (a)
nama obyek dan subyek retribusi (b) golongan retribusi (c) cara mengukur tingkat penggunaan jasa
yang bersangkutan (d) prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tarif (e) struktut
dan besarnya tarif retribusi (f) wilayah pemungutan (g) tata cara pemungutan (h) sanksi administrasi
(i) tata cara penagihan (j) tanggal mulai berlakunya retribusi Pasal 24 ayat (4) Perda tentang retribusi
daerah dapat juga mengatur mengenai tiga hal Pertama masa retribusi Kedua pemberian keringanan
pengurangan dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok retribusi dan atau sanksinya Ketiga
tata cara penghapusan piutang retribusi yang kadaluwarsa
Berdasarkan penelitiankegiatan inventarisasi Rencana Legislasi Daerah sampai Agustus 2001
saja Departemen Dalam Negeri (Depdagri) telah menerima sekitar 1979 Perda Perda tersebut terdiri
dari 1503 Perda tentang pajak daerah dan 926 Perda tentang Desa Dari jumlah itu sebanyak 926 Perda
memenuhi ketentuan perundang-undangan 104 Perda dinyatakan bermasalah dan 949 Perda ketika
itu sedang dievaluasi lebih lanjut Menurut penelitian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi
Daerah (KPPOD) dari sejumlah Perda tersebut terdapat 47 Perda harus dibatalkan dan 189 Perda
harus direvisi Jika data sampai Agustus 2001 saja telah begitu banyak ditemukan Perda bermasalah
menjadi pertanyaan adalah berapa banyak Perda bermasalah hingga Agustus 2005
Penelitian yang dilakukan oleh KPPOD tentang ldquoPemeringkatan Daya Tarik Investasi (Studi
Kasus di 90 KabupatenKota di Indonesia)rdquo menentukan tolok ukur Perda bermasalah dengan
penekanan pada aspek ekonomi Artinya banyaknya Perda yang tergolong bermasalah sehingga perlu
dibatalkan dan direvisi tersebut umumnya disebabkan melanggar prinsip-prinsip ekonomi Terdapat
lima jenis kasus Perda yang melanggar prinsip-prinsip ekonomi tersebut disertai dengan berbagai
contohnya Pertama adanya hambatan perdagangan terhadap keluar masuk barang dari dan ke daerah
lain baik dengan mekanisme tarif maupun non tarif Contohnya adalah Perda Propinsi Lampung No 6
Tahun 2000 Perda Kabupaten Pasaman No 2 Tahun 2001 Perda Kabupaten Bima No 16 Tahun
2000 dan sebagainya
Kedua adanya monopoli dengan perlakuan diskriminatif terhadap pelaku usaha lainnya
Contohnya adalah Perda Kabupaten Cirebon No 23 Tahun 2001 Perda Kabupaten Karawang No 15
Tahun 2001 dan sebagainya Ketiga pungutan berganda dengan pajak pusat (PPN PBB dll)
Contohnya adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 6 Tahun 2001 Perda Kabupaten Serang
No 7 Tahun 2001 dan sebagainya Keempat pungutan dalam bentuk sumbangan yang dipaksakan
dengan penerapan sanksi Contohnya adalah Perda Kabupaten Flores Timur No 2 Tahun 2000 Perda
Kabupaten Tapin No 5 Tahun 2000 Perda Kabupaten Kampar No 23 Tahun 2000 dan sebagainya
Kelima retribusi yang tidak memberi manfaat langsung terhadap pembayar retrtibusi Contohnya
adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 22 Tahun 2001 Perda Kabupaten Blitar No 24 Tahun
2000 Perda Kabupaten Bekasi No 25 Tahun 2000 dan sebagainya
Di samping itu temuan IMF (Internastonal Monetary Found) mengenai Perda bermasalah dari
perspektif ekonomi tidak kalah menariknya IMF telah merekomendasikan kepada Pemerintah
mengenai Perda bermasalah dari sisi investasi asing Perda bermasalah tersebut dapat menghambat
kegiatan dunia usaha dan sekaligus merupakan ldquocounter productiverdquo terhadap usaha Pemerintah
maupun Daerah dalam menarik inevstasi
Berbeda dengan hal di atas Depdagri menentukan tolok ukur Perda bermasalah lebih ditekankan
pada aspek hukumnya Dalam konteks ini suatu Perda dikualifikasi bermasalah apabila dalam
pembentukkannnya melanggar asas legalitas Perda tersebut dibentuk melanggar prinsip-prinsip
pembuatan peraturan perundang-undangan yakni bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi bertentangan dengan Perda lain melanggar kepentingan umum dan disharmonis
dengan peraturan pelaksanannya
Dalam perspektif hukum Perda dikatakan bermasalah adalah jika bertentangan dengan
kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Hal itu sesuai dengan
Pasal 136 ayat (4) UU No 32 Tahun 2004 Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan umum
danatau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Untuk menghindari Perda agar tidak
bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
maka dalam pembentukannya harus taat asas
Ketaatan asas yang dimaksud atas pembentukan Perda setidak-tidaknya menyangkut dua
kelompok Pertama Pasal 137 UU No 32 Tahun 2004 Perda dibentuk berdasarkan pada asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi (a) kejelasan tujuan (b) kelembagaan
atau organ pembentuk yang tepat (c) kesesuaian antara jenis dan materi muatan (d) dapat
dilaksanakan (e) kedayagunaan dan kehasilgunaan (f) kejelasan rumusan dan (g) keterbukaan
Kedua Pasal 138 ayat (1) materi muatan Perda mengandung asas (a) pengayoman (b) kemanusiaan
(c) kebangsaan (d) kekeluargaan (e) kenusantaraan (f) bhineka tunggal ika (g) keadilan (h)
kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (i) ketertiban dan kepastian hukum dan (j)
keseimbangan keserasian dan keselarasan
Pasal 2 ayat (4) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa daerah kabupatenkota dapat
menetapkan jenis pajak daerah selain yang telah ditetapkan dalam undang-undang ini dengan
ketentuan memenuhi beberapa kreteria Pertama bersifat pajak dan bukan retribusi Kedua obyek
pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupatenkota yang bersangkutan dan mempunyai
mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupatenkota yang
bersangkutan Ketiga obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan
umum Keempat obyek pajak bukan merupakan obyek pajak propinsi danatau obyek pajak pusat
Kelima potensinya memadai Keenam tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif Ketujuh
memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat Kedelapan menjaga kelestarian
lingkungan
Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah Menurut Bagir Manan (2001 39) sistem pengawasan menentukan kemandirian suatu otonomi
Untuk menghindarkan agar pengawasan tidak melemahkan otonomi maka sistem pengawasan harus
ditentukan secara spesifik baik lingkup maupun tata caranya Hal itu karena pada saat semakin banyak
dan intensif pengawasan dilakukan maka semakin sempit pula kemandirian daerah sehingga membuat
semakin terbatas otonominya Sebaliknya pula tidak boleh ada sistem otonomi yang sama sekali
meniadakan pengawasan Dengan demikian kebebasan berotonomi di satu pihak dan pengawasan di
pihak yang lain merupakan lembaran dalam berotonomi untuk menjaga keseimbangan kecenderungan
pendulum ke arah desentralisasi maupun sentralisasi
Pengawasan dalam UU No 32 Tahun 2004 Pemerintah tidak mengutamakan sistem pengawasan
represif melainkan lebih menekankan pada pengawasan preventif Hal itu dimaksudkan untuk
memberikan kebebasan daerah dalam mengambil keputusan di samping memberi peran lebih besar
kepada DPRD untuk menjalankan fungsinya Oleh sebab itu Perda yang ditetapkan daerah tidak perlu
pengesahan terlebih dahulu oleh Pemerintah atau oleh Daerah tingkat atasnya Perda tersebut baru
dilakukan pengawasan oleh Pemerintah setelah ditetapkan oleh daerah yang bersangkutan
Dari sudut teori pengawasan maka pengawasan yang dilakukan Pemerintah terhadap Perda
adalah bersifat ldquoa posteriorirdquo yakni pengawasan itu baru dilakukan setelah dikeluarkannya Perda
tersebut oleh daerah Dari sudut kelembagaan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap
Perda adalah merupakan pengawasan ekstern Pengawasan tersebut dilakukan oleh organ atau lembaga
yang secara organisatoris berada di luar pemerintahan daerah Oleh sebab itu pengawasan yang
dilakukan oleh Pemerintah tersebut mempunyai tiga ciri-ciri khusus Pertama bersifat ekstern karena
dilakukan oleh suatu badan atau lembaga di luar pemerintahan daerah Kedua ldquoa posteriorirdquo karena
selalu dilakukan sesudah Perda tersebut ditetapkan Ketiga segi hukum karena menilai dari segi
hukumnya saja Pengawasan dari segi hukum adalah dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau
pertimbangan yang bersifat hukumnya saja (legalitas) dari perbuatan hukum pemerintah daerah
melalui produk hukum yang bernama Perda
Pasal 80 ayat (1) PP No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah menyatakan bahwa dalam rangka
pengawasan Perda tentang pajak daerah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Keuangan paling lama 15 hari setelah ditetapkan Pasal 17 ayat (1) PP No 66 Tahun 2001 mengatur
hal dan cara yang sama mengenai pengawasan terhadap Perda tentang Retribusi Daerah Pasal 80 ayat
(2) PP No 65 Tahun 2001 menyatakan apabila Perda tentang Pajak Daerah bertentangan dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maka Mendagri dengan
pertimbangan Menkeu membatalkan Perda tersebut Hal yang sama diatur pula dalam Pasal 17 ayat (2)
PP No 66 Tahun 2001 mengenai retribusi daerah Pembatalan tersebut dilakukan paling lama satu
bulan sejak diterimanya Perda yang dimaksud
Persoalannya sekarang setelah diberlakukannya UU No 32 Tahun 2004 adalah masa
penyampaian Perda yang telah ditetapkan oleh daerah ke Pemerintah adalah selama tujuh hari saja
Timbul pertanyaan dapatkah dalam waktu tujuh hari daerah menyampaikan Perda yang telah
ditetapkan kepada Pemerintah Di samping itu khusus mengenai Perda tentang PDRD apakah
kewenangan melakukan pengawasan dapat diberikan lebih besar kepada Menkeu Jika kedua
pertanyaan ini dapat dijawab maka akan tercipta tata cara pengawasan yang baik mengenai
keberlakuan Perda tentang PDRD ke depan
Kerangka Pemikiran
Sistem yang baik maka didalamnya sudah terdapat pengendalian internal yang baik sehingga
dapat mengecah atau mengurangi adanya penyimpangan atau pelanggaran terhadap peraturan Dengan
sistem yang baik juga akan tercapai efisiensi dan efektivitas terhadap pencapaian tujuan Sistem
penyusunan Pajak Daerah dan Retribusi daerah perlu dianalisis karena masih banyaknya produk pajak
daerah dan retribusi daerah yang melanggar Undang-Undang atau peraturan pemerintah pusat Hasil
temuan Mendagri dan Menteri Keuangan terdapat ribuan peraturan pajak daerah dan retribusi daerah
yang dibuat oleh daerah tingkat I (provinsi) dan daerah tingkat II (Kabupatenkota) di Indonesia pada
era reformasi Untuk itu penelitin ini meneliti dan mengevaluasi sistem pembuatan dan pengesahan
Pajak daerah dan retribusi daerah serta pengusulan sistem yang baru dan hukuman yang tepat bagi
daerah yang melanggar sistem tersebut
Bagan 1 Alur Kerangka Pikir
III METODE PENELITIAN
Tipe Penelitian
Penelitian ini pada dasarnya adalah penelitian kasus sehingga analisis yang digunakan deskriptif
dan analisis referensi dengan menggunakan teknik diskusi obserbvasi dan surve Penelitian ini
dibahas secara deskriptif untuk menguraikan sistem yang sudah ada dengan menggunakan flow chart
dari dukumen kemudian dari hal tersebut dianalisis secara mendalam kelemahan kelebihan kekuatan
dan peluang untuk terjadinya penyimpangan Analisis SWOT dapat digunakan Untuk kekuatan
analisis ini maka digunakan diskusi sehingga dihasilkan analisis yang leibh baik Dari hasil analisis
maka akan dihasilkan flow chart dokumen yang bau yang leibh baik dan didalamnya yang sudah
mengandung sistem pengendalian dan pengawasan
Jenis dan Sumber Data
Data pada penelitian ini adalah data dari peraturan yang sudah ada tentang pajak daerah dan
retribusi daerah serta aturan dan undang-undang pnyusunan pajak dan retribusi darah tersebut Selain
itu adalah aturan tentang pangawasan dari Pajak daerah dan retribusi daerah
Adapun aturan atau undang- undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah tersebut antara lain
adalah
1 UU No 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah
2 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
3 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
4 UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah
5 Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
6 Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
7 Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
8 Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Propinsi Lampung Kota Bandar
Lampung Kabupaten Lampung Selatan Kota Depok dan Kabupaten Indramayu
9 Peraturan Perundang-Undangan Lainnya yang berkaitan dengan Pembentukan Pelaksanaan dan
Pengawasan Perda
Data yang diperoleh langsung dari sumber data di lokasi penelitian peristiwa hukum yang terjadi
dan narasumber yang memberikan informasi Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan
FGD
Pengolahan dan Analisis Data
Analisis yang digunakan adalah deskriptif yaitu menguraikan atau menggambarkan sistem dan
prosedur penyusunan PDRD yang selama ini dan menurut peraturan yang berlaku Kemudian dari
deskriptif ini dianalisis dengan SWOT tentang kelemahan kekuatan peluang dan ancaman sehingga
bisa terjadi pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar serta daerah yang tetap menjalankan
pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar walaupun sudah dihapuskan oleh pemerintah pusat
Dari hasil analisis ini kemudian disusun sistem yang baru yang diharapkan leibh baik dari sistem yang
lama dan dapat mencegah atau mengurangi pelanggaran Kemudian juga disusun sanksi yang tepat
atas setiap pelanggaran sehingga dapat mencegah terulangnya palanggaran tersebut
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat I
Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi
dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan
daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat I adalah sbb
Bagan 2 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)
ANALISIS
Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut
Kekuatan
1 Mendagri mengevaluasi berdasarkan permohonan dari Gubernur tentang Raperda Pajak dan
Retribusi Daerah
2 Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan
3 Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian
Kelemahan
1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah
bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelolan perekonomian dan pertumbuhan
kesejahteraan masyarakat
2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses
pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah
diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi
3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak
yang melakukan monitoring dan mengawasi
4 Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam mempertimbangkan kondisi
perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih menitikberatkan pada kesesuaian
dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian daerah dan nasional
5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi
kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan
pendapatan daerah saja
6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada
mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif
7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada
8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan
Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal
pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan
juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi
Usulan
Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut
Bagan 3 Usulan Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)
1 Raperda sebelum disampaikan ke Menteri Dalam Negri harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan
Kantor Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk
diterapkan didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah
2 Menteri Dalam negri menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan
Kantor Pajak sehingga evaluasi Mendagri lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan
peraturan yang leibh tinggi
3 Hasil Evaluasi dari Mendagri selain disampaikan ke Gubernur juga ke Kantor Bank Indonesia
Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring dan pengawasan
4 Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan
pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi
atas perda di daerah tersebut
Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat II
Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi
dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan
daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat II adalah sbb
Bagan 4 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)
ANALISIS
Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut
Kekuatan
a Gubernur mengevaluasi berdasarkan permohonan dari BupatiWalikota tentang Raperda Pajak dan
Retribusi Daerah
b Mendagri dalam mengevaluasi berdasarkan pertimbangan Gubernur
c Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan
d Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian
Kelemahan
1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah
bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelola perekonomian dan pertumbuhan kesejahteraan
masyarakat
2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses
pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah
diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi dan Gubernurpun dalam pemerintahan desentralisasi
seperti saat ini tidak memiliki kewenangan terhadap Kabupatenkotamadya
3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak
yang melakukan monitoring dan mengawasi
4 Gubernur Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam
mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih
menitikberatkan pada kesesuaian dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian
daerah dan nasional
5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi
kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan
pendapatan daerah saja
6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada
mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif
7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada
8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan
Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal
pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan
juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi
Usulan
Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut
Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)
a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor
Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan
didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah
b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak
sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih
tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut
c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati
juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring
dan pengawasan
d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan
pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi
atas perda di daerah tersebut
Sanksi
Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya
perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum
ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang
Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD
terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut
a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar
b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas
pelanggaran
c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah
mendapat tegoran
d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar
e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran
V KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut
1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah
2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan
Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah
sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif
3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga
monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan
4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah
5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada
Saran
Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut
a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank
Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan
b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat
kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang
perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha
c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang
bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah
d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar
Undang-undang
DAFTAR PUSTAKA
Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986
Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published
by American Economic Association
Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of
Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American
Economic Association Stable
Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review
Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the
American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American
Economic Association
Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi
DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta
Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol
29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly
Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing
for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and
International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN
BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure
Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement
Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare
Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by
Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics
Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey
and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)
pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The
Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Author(s) Source Latin American Research
Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and
Health OutcomesSSRN
Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and
Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)
pp 387-401 Published by Springer
Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax
Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN
Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-
100 Published by American Economic Association
David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic
Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN
De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth
The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by
The MIT Press
Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern
Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program
Pasca UGM Yogyakarta
Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly
Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political
Weekly Stable
Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United
States IMF Working Paper No 8764
Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on
Personal Saving NBER Working Paper No W3257
Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and
Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10
No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for
Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de
lHomme
GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer
Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999
No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings
Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and
Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The
Canadian Economics Asociation
GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study
for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004
Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax
Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State
University of New York - Department of Political Science November 1996
Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau
of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553
HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive
Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)
pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics
House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol
96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation
Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986
The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published
by American Economic Association
JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The
Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A
Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -
S193 Published by The University of Chicago Press
Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian
Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI
101007s10887-006-7407-2
Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An
Endogenous Growth Model With
Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002
Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia
Indonesia Jakarta 2003
Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The
Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The
Review of Economic Studies Ltd
Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan
Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric
Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress
Explorations in Health Economics Paper SSRN
Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of
Law Yale law School
Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal
of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of
Business Tennessee State University
M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and
Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic
and Political Weekly
McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The
Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77
Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and
Management
Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN
Yogyakarta
Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The
Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by
American Economic Association
Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp
87-100 Published by American Economic Association
Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings
Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution
Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility
Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by
Springer
Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di
Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta
Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic
Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No
1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp
422-427 Published by Southern Economic Association
WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian
Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr
1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga
Penelitian Universitas Lampung
Perkiraan Biaya Penelitian
No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah
1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000
2 Fotocopy dan penjilidan
proposal
2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000
3 Pengumpulan data dan
Analisa
1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000
4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000
5 Seminar Proposal dan Hasil
Penelitian
2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000
Total 10000000
(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)
pengurangan dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok retribusi dan atau sanksinya Ketiga
tata cara penghapusan piutang retribusi yang kadaluwarsa
Berdasarkan penelitiankegiatan inventarisasi Rencana Legislasi Daerah sampai Agustus 2001
saja Departemen Dalam Negeri (Depdagri) telah menerima sekitar 1979 Perda Perda tersebut terdiri
dari 1503 Perda tentang pajak daerah dan 926 Perda tentang Desa Dari jumlah itu sebanyak 926 Perda
memenuhi ketentuan perundang-undangan 104 Perda dinyatakan bermasalah dan 949 Perda ketika
itu sedang dievaluasi lebih lanjut Menurut penelitian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi
Daerah (KPPOD) dari sejumlah Perda tersebut terdapat 47 Perda harus dibatalkan dan 189 Perda
harus direvisi Jika data sampai Agustus 2001 saja telah begitu banyak ditemukan Perda bermasalah
menjadi pertanyaan adalah berapa banyak Perda bermasalah hingga Agustus 2005
Penelitian yang dilakukan oleh KPPOD tentang ldquoPemeringkatan Daya Tarik Investasi (Studi
Kasus di 90 KabupatenKota di Indonesia)rdquo menentukan tolok ukur Perda bermasalah dengan
penekanan pada aspek ekonomi Artinya banyaknya Perda yang tergolong bermasalah sehingga perlu
dibatalkan dan direvisi tersebut umumnya disebabkan melanggar prinsip-prinsip ekonomi Terdapat
lima jenis kasus Perda yang melanggar prinsip-prinsip ekonomi tersebut disertai dengan berbagai
contohnya Pertama adanya hambatan perdagangan terhadap keluar masuk barang dari dan ke daerah
lain baik dengan mekanisme tarif maupun non tarif Contohnya adalah Perda Propinsi Lampung No 6
Tahun 2000 Perda Kabupaten Pasaman No 2 Tahun 2001 Perda Kabupaten Bima No 16 Tahun
2000 dan sebagainya
Kedua adanya monopoli dengan perlakuan diskriminatif terhadap pelaku usaha lainnya
Contohnya adalah Perda Kabupaten Cirebon No 23 Tahun 2001 Perda Kabupaten Karawang No 15
Tahun 2001 dan sebagainya Ketiga pungutan berganda dengan pajak pusat (PPN PBB dll)
Contohnya adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 6 Tahun 2001 Perda Kabupaten Serang
No 7 Tahun 2001 dan sebagainya Keempat pungutan dalam bentuk sumbangan yang dipaksakan
dengan penerapan sanksi Contohnya adalah Perda Kabupaten Flores Timur No 2 Tahun 2000 Perda
Kabupaten Tapin No 5 Tahun 2000 Perda Kabupaten Kampar No 23 Tahun 2000 dan sebagainya
Kelima retribusi yang tidak memberi manfaat langsung terhadap pembayar retrtibusi Contohnya
adalah Perda Kabupaten Bengkulu Selatan No 22 Tahun 2001 Perda Kabupaten Blitar No 24 Tahun
2000 Perda Kabupaten Bekasi No 25 Tahun 2000 dan sebagainya
Di samping itu temuan IMF (Internastonal Monetary Found) mengenai Perda bermasalah dari
perspektif ekonomi tidak kalah menariknya IMF telah merekomendasikan kepada Pemerintah
mengenai Perda bermasalah dari sisi investasi asing Perda bermasalah tersebut dapat menghambat
kegiatan dunia usaha dan sekaligus merupakan ldquocounter productiverdquo terhadap usaha Pemerintah
maupun Daerah dalam menarik inevstasi
Berbeda dengan hal di atas Depdagri menentukan tolok ukur Perda bermasalah lebih ditekankan
pada aspek hukumnya Dalam konteks ini suatu Perda dikualifikasi bermasalah apabila dalam
pembentukkannnya melanggar asas legalitas Perda tersebut dibentuk melanggar prinsip-prinsip
pembuatan peraturan perundang-undangan yakni bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi bertentangan dengan Perda lain melanggar kepentingan umum dan disharmonis
dengan peraturan pelaksanannya
Dalam perspektif hukum Perda dikatakan bermasalah adalah jika bertentangan dengan
kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Hal itu sesuai dengan
Pasal 136 ayat (4) UU No 32 Tahun 2004 Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan umum
danatau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Untuk menghindari Perda agar tidak
bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
maka dalam pembentukannya harus taat asas
Ketaatan asas yang dimaksud atas pembentukan Perda setidak-tidaknya menyangkut dua
kelompok Pertama Pasal 137 UU No 32 Tahun 2004 Perda dibentuk berdasarkan pada asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi (a) kejelasan tujuan (b) kelembagaan
atau organ pembentuk yang tepat (c) kesesuaian antara jenis dan materi muatan (d) dapat
dilaksanakan (e) kedayagunaan dan kehasilgunaan (f) kejelasan rumusan dan (g) keterbukaan
Kedua Pasal 138 ayat (1) materi muatan Perda mengandung asas (a) pengayoman (b) kemanusiaan
(c) kebangsaan (d) kekeluargaan (e) kenusantaraan (f) bhineka tunggal ika (g) keadilan (h)
kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (i) ketertiban dan kepastian hukum dan (j)
keseimbangan keserasian dan keselarasan
Pasal 2 ayat (4) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa daerah kabupatenkota dapat
menetapkan jenis pajak daerah selain yang telah ditetapkan dalam undang-undang ini dengan
ketentuan memenuhi beberapa kreteria Pertama bersifat pajak dan bukan retribusi Kedua obyek
pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupatenkota yang bersangkutan dan mempunyai
mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupatenkota yang
bersangkutan Ketiga obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan
umum Keempat obyek pajak bukan merupakan obyek pajak propinsi danatau obyek pajak pusat
Kelima potensinya memadai Keenam tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif Ketujuh
memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat Kedelapan menjaga kelestarian
lingkungan
Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah Menurut Bagir Manan (2001 39) sistem pengawasan menentukan kemandirian suatu otonomi
Untuk menghindarkan agar pengawasan tidak melemahkan otonomi maka sistem pengawasan harus
ditentukan secara spesifik baik lingkup maupun tata caranya Hal itu karena pada saat semakin banyak
dan intensif pengawasan dilakukan maka semakin sempit pula kemandirian daerah sehingga membuat
semakin terbatas otonominya Sebaliknya pula tidak boleh ada sistem otonomi yang sama sekali
meniadakan pengawasan Dengan demikian kebebasan berotonomi di satu pihak dan pengawasan di
pihak yang lain merupakan lembaran dalam berotonomi untuk menjaga keseimbangan kecenderungan
pendulum ke arah desentralisasi maupun sentralisasi
Pengawasan dalam UU No 32 Tahun 2004 Pemerintah tidak mengutamakan sistem pengawasan
represif melainkan lebih menekankan pada pengawasan preventif Hal itu dimaksudkan untuk
memberikan kebebasan daerah dalam mengambil keputusan di samping memberi peran lebih besar
kepada DPRD untuk menjalankan fungsinya Oleh sebab itu Perda yang ditetapkan daerah tidak perlu
pengesahan terlebih dahulu oleh Pemerintah atau oleh Daerah tingkat atasnya Perda tersebut baru
dilakukan pengawasan oleh Pemerintah setelah ditetapkan oleh daerah yang bersangkutan
Dari sudut teori pengawasan maka pengawasan yang dilakukan Pemerintah terhadap Perda
adalah bersifat ldquoa posteriorirdquo yakni pengawasan itu baru dilakukan setelah dikeluarkannya Perda
tersebut oleh daerah Dari sudut kelembagaan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap
Perda adalah merupakan pengawasan ekstern Pengawasan tersebut dilakukan oleh organ atau lembaga
yang secara organisatoris berada di luar pemerintahan daerah Oleh sebab itu pengawasan yang
dilakukan oleh Pemerintah tersebut mempunyai tiga ciri-ciri khusus Pertama bersifat ekstern karena
dilakukan oleh suatu badan atau lembaga di luar pemerintahan daerah Kedua ldquoa posteriorirdquo karena
selalu dilakukan sesudah Perda tersebut ditetapkan Ketiga segi hukum karena menilai dari segi
hukumnya saja Pengawasan dari segi hukum adalah dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau
pertimbangan yang bersifat hukumnya saja (legalitas) dari perbuatan hukum pemerintah daerah
melalui produk hukum yang bernama Perda
Pasal 80 ayat (1) PP No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah menyatakan bahwa dalam rangka
pengawasan Perda tentang pajak daerah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Keuangan paling lama 15 hari setelah ditetapkan Pasal 17 ayat (1) PP No 66 Tahun 2001 mengatur
hal dan cara yang sama mengenai pengawasan terhadap Perda tentang Retribusi Daerah Pasal 80 ayat
(2) PP No 65 Tahun 2001 menyatakan apabila Perda tentang Pajak Daerah bertentangan dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maka Mendagri dengan
pertimbangan Menkeu membatalkan Perda tersebut Hal yang sama diatur pula dalam Pasal 17 ayat (2)
PP No 66 Tahun 2001 mengenai retribusi daerah Pembatalan tersebut dilakukan paling lama satu
bulan sejak diterimanya Perda yang dimaksud
Persoalannya sekarang setelah diberlakukannya UU No 32 Tahun 2004 adalah masa
penyampaian Perda yang telah ditetapkan oleh daerah ke Pemerintah adalah selama tujuh hari saja
Timbul pertanyaan dapatkah dalam waktu tujuh hari daerah menyampaikan Perda yang telah
ditetapkan kepada Pemerintah Di samping itu khusus mengenai Perda tentang PDRD apakah
kewenangan melakukan pengawasan dapat diberikan lebih besar kepada Menkeu Jika kedua
pertanyaan ini dapat dijawab maka akan tercipta tata cara pengawasan yang baik mengenai
keberlakuan Perda tentang PDRD ke depan
Kerangka Pemikiran
Sistem yang baik maka didalamnya sudah terdapat pengendalian internal yang baik sehingga
dapat mengecah atau mengurangi adanya penyimpangan atau pelanggaran terhadap peraturan Dengan
sistem yang baik juga akan tercapai efisiensi dan efektivitas terhadap pencapaian tujuan Sistem
penyusunan Pajak Daerah dan Retribusi daerah perlu dianalisis karena masih banyaknya produk pajak
daerah dan retribusi daerah yang melanggar Undang-Undang atau peraturan pemerintah pusat Hasil
temuan Mendagri dan Menteri Keuangan terdapat ribuan peraturan pajak daerah dan retribusi daerah
yang dibuat oleh daerah tingkat I (provinsi) dan daerah tingkat II (Kabupatenkota) di Indonesia pada
era reformasi Untuk itu penelitin ini meneliti dan mengevaluasi sistem pembuatan dan pengesahan
Pajak daerah dan retribusi daerah serta pengusulan sistem yang baru dan hukuman yang tepat bagi
daerah yang melanggar sistem tersebut
Bagan 1 Alur Kerangka Pikir
III METODE PENELITIAN
Tipe Penelitian
Penelitian ini pada dasarnya adalah penelitian kasus sehingga analisis yang digunakan deskriptif
dan analisis referensi dengan menggunakan teknik diskusi obserbvasi dan surve Penelitian ini
dibahas secara deskriptif untuk menguraikan sistem yang sudah ada dengan menggunakan flow chart
dari dukumen kemudian dari hal tersebut dianalisis secara mendalam kelemahan kelebihan kekuatan
dan peluang untuk terjadinya penyimpangan Analisis SWOT dapat digunakan Untuk kekuatan
analisis ini maka digunakan diskusi sehingga dihasilkan analisis yang leibh baik Dari hasil analisis
maka akan dihasilkan flow chart dokumen yang bau yang leibh baik dan didalamnya yang sudah
mengandung sistem pengendalian dan pengawasan
Jenis dan Sumber Data
Data pada penelitian ini adalah data dari peraturan yang sudah ada tentang pajak daerah dan
retribusi daerah serta aturan dan undang-undang pnyusunan pajak dan retribusi darah tersebut Selain
itu adalah aturan tentang pangawasan dari Pajak daerah dan retribusi daerah
Adapun aturan atau undang- undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah tersebut antara lain
adalah
1 UU No 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah
2 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
3 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
4 UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah
5 Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
6 Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
7 Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
8 Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Propinsi Lampung Kota Bandar
Lampung Kabupaten Lampung Selatan Kota Depok dan Kabupaten Indramayu
9 Peraturan Perundang-Undangan Lainnya yang berkaitan dengan Pembentukan Pelaksanaan dan
Pengawasan Perda
Data yang diperoleh langsung dari sumber data di lokasi penelitian peristiwa hukum yang terjadi
dan narasumber yang memberikan informasi Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan
FGD
Pengolahan dan Analisis Data
Analisis yang digunakan adalah deskriptif yaitu menguraikan atau menggambarkan sistem dan
prosedur penyusunan PDRD yang selama ini dan menurut peraturan yang berlaku Kemudian dari
deskriptif ini dianalisis dengan SWOT tentang kelemahan kekuatan peluang dan ancaman sehingga
bisa terjadi pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar serta daerah yang tetap menjalankan
pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar walaupun sudah dihapuskan oleh pemerintah pusat
Dari hasil analisis ini kemudian disusun sistem yang baru yang diharapkan leibh baik dari sistem yang
lama dan dapat mencegah atau mengurangi pelanggaran Kemudian juga disusun sanksi yang tepat
atas setiap pelanggaran sehingga dapat mencegah terulangnya palanggaran tersebut
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat I
Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi
dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan
daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat I adalah sbb
Bagan 2 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)
ANALISIS
Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut
Kekuatan
1 Mendagri mengevaluasi berdasarkan permohonan dari Gubernur tentang Raperda Pajak dan
Retribusi Daerah
2 Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan
3 Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian
Kelemahan
1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah
bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelolan perekonomian dan pertumbuhan
kesejahteraan masyarakat
2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses
pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah
diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi
3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak
yang melakukan monitoring dan mengawasi
4 Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam mempertimbangkan kondisi
perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih menitikberatkan pada kesesuaian
dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian daerah dan nasional
5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi
kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan
pendapatan daerah saja
6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada
mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif
7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada
8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan
Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal
pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan
juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi
Usulan
Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut
Bagan 3 Usulan Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)
1 Raperda sebelum disampaikan ke Menteri Dalam Negri harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan
Kantor Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk
diterapkan didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah
2 Menteri Dalam negri menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan
Kantor Pajak sehingga evaluasi Mendagri lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan
peraturan yang leibh tinggi
3 Hasil Evaluasi dari Mendagri selain disampaikan ke Gubernur juga ke Kantor Bank Indonesia
Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring dan pengawasan
4 Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan
pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi
atas perda di daerah tersebut
Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat II
Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi
dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan
daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat II adalah sbb
Bagan 4 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)
ANALISIS
Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut
Kekuatan
a Gubernur mengevaluasi berdasarkan permohonan dari BupatiWalikota tentang Raperda Pajak dan
Retribusi Daerah
b Mendagri dalam mengevaluasi berdasarkan pertimbangan Gubernur
c Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan
d Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian
Kelemahan
1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah
bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelola perekonomian dan pertumbuhan kesejahteraan
masyarakat
2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses
pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah
diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi dan Gubernurpun dalam pemerintahan desentralisasi
seperti saat ini tidak memiliki kewenangan terhadap Kabupatenkotamadya
3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak
yang melakukan monitoring dan mengawasi
4 Gubernur Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam
mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih
menitikberatkan pada kesesuaian dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian
daerah dan nasional
5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi
kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan
pendapatan daerah saja
6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada
mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif
7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada
8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan
Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal
pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan
juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi
Usulan
Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut
Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)
a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor
Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan
didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah
b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak
sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih
tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut
c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati
juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring
dan pengawasan
d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan
pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi
atas perda di daerah tersebut
Sanksi
Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya
perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum
ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang
Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD
terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut
a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar
b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas
pelanggaran
c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah
mendapat tegoran
d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar
e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran
V KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut
1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah
2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan
Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah
sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif
3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga
monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan
4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah
5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada
Saran
Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut
a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank
Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan
b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat
kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang
perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha
c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang
bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah
d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar
Undang-undang
DAFTAR PUSTAKA
Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986
Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published
by American Economic Association
Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of
Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American
Economic Association Stable
Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review
Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the
American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American
Economic Association
Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi
DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta
Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol
29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly
Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing
for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and
International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN
BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure
Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement
Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare
Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by
Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics
Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey
and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)
pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The
Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Author(s) Source Latin American Research
Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and
Health OutcomesSSRN
Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and
Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)
pp 387-401 Published by Springer
Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax
Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN
Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-
100 Published by American Economic Association
David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic
Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN
De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth
The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by
The MIT Press
Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern
Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program
Pasca UGM Yogyakarta
Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly
Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political
Weekly Stable
Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United
States IMF Working Paper No 8764
Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on
Personal Saving NBER Working Paper No W3257
Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and
Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10
No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for
Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de
lHomme
GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer
Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999
No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings
Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and
Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The
Canadian Economics Asociation
GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study
for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004
Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax
Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State
University of New York - Department of Political Science November 1996
Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau
of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553
HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive
Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)
pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics
House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol
96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation
Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986
The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published
by American Economic Association
JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The
Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A
Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -
S193 Published by The University of Chicago Press
Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian
Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI
101007s10887-006-7407-2
Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An
Endogenous Growth Model With
Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002
Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia
Indonesia Jakarta 2003
Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The
Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The
Review of Economic Studies Ltd
Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan
Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric
Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress
Explorations in Health Economics Paper SSRN
Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of
Law Yale law School
Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal
of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of
Business Tennessee State University
M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and
Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic
and Political Weekly
McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The
Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77
Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and
Management
Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN
Yogyakarta
Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The
Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by
American Economic Association
Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp
87-100 Published by American Economic Association
Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings
Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution
Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility
Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by
Springer
Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di
Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta
Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic
Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No
1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp
422-427 Published by Southern Economic Association
WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian
Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr
1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga
Penelitian Universitas Lampung
Perkiraan Biaya Penelitian
No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah
1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000
2 Fotocopy dan penjilidan
proposal
2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000
3 Pengumpulan data dan
Analisa
1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000
4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000
5 Seminar Proposal dan Hasil
Penelitian
2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000
Total 10000000
(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)
Kedua Pasal 138 ayat (1) materi muatan Perda mengandung asas (a) pengayoman (b) kemanusiaan
(c) kebangsaan (d) kekeluargaan (e) kenusantaraan (f) bhineka tunggal ika (g) keadilan (h)
kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (i) ketertiban dan kepastian hukum dan (j)
keseimbangan keserasian dan keselarasan
Pasal 2 ayat (4) UU No 34 Tahun 2000 menyatakan bahwa daerah kabupatenkota dapat
menetapkan jenis pajak daerah selain yang telah ditetapkan dalam undang-undang ini dengan
ketentuan memenuhi beberapa kreteria Pertama bersifat pajak dan bukan retribusi Kedua obyek
pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupatenkota yang bersangkutan dan mempunyai
mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupatenkota yang
bersangkutan Ketiga obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan
umum Keempat obyek pajak bukan merupakan obyek pajak propinsi danatau obyek pajak pusat
Kelima potensinya memadai Keenam tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif Ketujuh
memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat Kedelapan menjaga kelestarian
lingkungan
Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah Menurut Bagir Manan (2001 39) sistem pengawasan menentukan kemandirian suatu otonomi
Untuk menghindarkan agar pengawasan tidak melemahkan otonomi maka sistem pengawasan harus
ditentukan secara spesifik baik lingkup maupun tata caranya Hal itu karena pada saat semakin banyak
dan intensif pengawasan dilakukan maka semakin sempit pula kemandirian daerah sehingga membuat
semakin terbatas otonominya Sebaliknya pula tidak boleh ada sistem otonomi yang sama sekali
meniadakan pengawasan Dengan demikian kebebasan berotonomi di satu pihak dan pengawasan di
pihak yang lain merupakan lembaran dalam berotonomi untuk menjaga keseimbangan kecenderungan
pendulum ke arah desentralisasi maupun sentralisasi
Pengawasan dalam UU No 32 Tahun 2004 Pemerintah tidak mengutamakan sistem pengawasan
represif melainkan lebih menekankan pada pengawasan preventif Hal itu dimaksudkan untuk
memberikan kebebasan daerah dalam mengambil keputusan di samping memberi peran lebih besar
kepada DPRD untuk menjalankan fungsinya Oleh sebab itu Perda yang ditetapkan daerah tidak perlu
pengesahan terlebih dahulu oleh Pemerintah atau oleh Daerah tingkat atasnya Perda tersebut baru
dilakukan pengawasan oleh Pemerintah setelah ditetapkan oleh daerah yang bersangkutan
Dari sudut teori pengawasan maka pengawasan yang dilakukan Pemerintah terhadap Perda
adalah bersifat ldquoa posteriorirdquo yakni pengawasan itu baru dilakukan setelah dikeluarkannya Perda
tersebut oleh daerah Dari sudut kelembagaan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap
Perda adalah merupakan pengawasan ekstern Pengawasan tersebut dilakukan oleh organ atau lembaga
yang secara organisatoris berada di luar pemerintahan daerah Oleh sebab itu pengawasan yang
dilakukan oleh Pemerintah tersebut mempunyai tiga ciri-ciri khusus Pertama bersifat ekstern karena
dilakukan oleh suatu badan atau lembaga di luar pemerintahan daerah Kedua ldquoa posteriorirdquo karena
selalu dilakukan sesudah Perda tersebut ditetapkan Ketiga segi hukum karena menilai dari segi
hukumnya saja Pengawasan dari segi hukum adalah dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau
pertimbangan yang bersifat hukumnya saja (legalitas) dari perbuatan hukum pemerintah daerah
melalui produk hukum yang bernama Perda
Pasal 80 ayat (1) PP No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah menyatakan bahwa dalam rangka
pengawasan Perda tentang pajak daerah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Keuangan paling lama 15 hari setelah ditetapkan Pasal 17 ayat (1) PP No 66 Tahun 2001 mengatur
hal dan cara yang sama mengenai pengawasan terhadap Perda tentang Retribusi Daerah Pasal 80 ayat
(2) PP No 65 Tahun 2001 menyatakan apabila Perda tentang Pajak Daerah bertentangan dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maka Mendagri dengan
pertimbangan Menkeu membatalkan Perda tersebut Hal yang sama diatur pula dalam Pasal 17 ayat (2)
PP No 66 Tahun 2001 mengenai retribusi daerah Pembatalan tersebut dilakukan paling lama satu
bulan sejak diterimanya Perda yang dimaksud
Persoalannya sekarang setelah diberlakukannya UU No 32 Tahun 2004 adalah masa
penyampaian Perda yang telah ditetapkan oleh daerah ke Pemerintah adalah selama tujuh hari saja
Timbul pertanyaan dapatkah dalam waktu tujuh hari daerah menyampaikan Perda yang telah
ditetapkan kepada Pemerintah Di samping itu khusus mengenai Perda tentang PDRD apakah
kewenangan melakukan pengawasan dapat diberikan lebih besar kepada Menkeu Jika kedua
pertanyaan ini dapat dijawab maka akan tercipta tata cara pengawasan yang baik mengenai
keberlakuan Perda tentang PDRD ke depan
Kerangka Pemikiran
Sistem yang baik maka didalamnya sudah terdapat pengendalian internal yang baik sehingga
dapat mengecah atau mengurangi adanya penyimpangan atau pelanggaran terhadap peraturan Dengan
sistem yang baik juga akan tercapai efisiensi dan efektivitas terhadap pencapaian tujuan Sistem
penyusunan Pajak Daerah dan Retribusi daerah perlu dianalisis karena masih banyaknya produk pajak
daerah dan retribusi daerah yang melanggar Undang-Undang atau peraturan pemerintah pusat Hasil
temuan Mendagri dan Menteri Keuangan terdapat ribuan peraturan pajak daerah dan retribusi daerah
yang dibuat oleh daerah tingkat I (provinsi) dan daerah tingkat II (Kabupatenkota) di Indonesia pada
era reformasi Untuk itu penelitin ini meneliti dan mengevaluasi sistem pembuatan dan pengesahan
Pajak daerah dan retribusi daerah serta pengusulan sistem yang baru dan hukuman yang tepat bagi
daerah yang melanggar sistem tersebut
Bagan 1 Alur Kerangka Pikir
III METODE PENELITIAN
Tipe Penelitian
Penelitian ini pada dasarnya adalah penelitian kasus sehingga analisis yang digunakan deskriptif
dan analisis referensi dengan menggunakan teknik diskusi obserbvasi dan surve Penelitian ini
dibahas secara deskriptif untuk menguraikan sistem yang sudah ada dengan menggunakan flow chart
dari dukumen kemudian dari hal tersebut dianalisis secara mendalam kelemahan kelebihan kekuatan
dan peluang untuk terjadinya penyimpangan Analisis SWOT dapat digunakan Untuk kekuatan
analisis ini maka digunakan diskusi sehingga dihasilkan analisis yang leibh baik Dari hasil analisis
maka akan dihasilkan flow chart dokumen yang bau yang leibh baik dan didalamnya yang sudah
mengandung sistem pengendalian dan pengawasan
Jenis dan Sumber Data
Data pada penelitian ini adalah data dari peraturan yang sudah ada tentang pajak daerah dan
retribusi daerah serta aturan dan undang-undang pnyusunan pajak dan retribusi darah tersebut Selain
itu adalah aturan tentang pangawasan dari Pajak daerah dan retribusi daerah
Adapun aturan atau undang- undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah tersebut antara lain
adalah
1 UU No 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah
2 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
3 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
4 UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah
5 Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
6 Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
7 Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
8 Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Propinsi Lampung Kota Bandar
Lampung Kabupaten Lampung Selatan Kota Depok dan Kabupaten Indramayu
9 Peraturan Perundang-Undangan Lainnya yang berkaitan dengan Pembentukan Pelaksanaan dan
Pengawasan Perda
Data yang diperoleh langsung dari sumber data di lokasi penelitian peristiwa hukum yang terjadi
dan narasumber yang memberikan informasi Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan
FGD
Pengolahan dan Analisis Data
Analisis yang digunakan adalah deskriptif yaitu menguraikan atau menggambarkan sistem dan
prosedur penyusunan PDRD yang selama ini dan menurut peraturan yang berlaku Kemudian dari
deskriptif ini dianalisis dengan SWOT tentang kelemahan kekuatan peluang dan ancaman sehingga
bisa terjadi pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar serta daerah yang tetap menjalankan
pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar walaupun sudah dihapuskan oleh pemerintah pusat
Dari hasil analisis ini kemudian disusun sistem yang baru yang diharapkan leibh baik dari sistem yang
lama dan dapat mencegah atau mengurangi pelanggaran Kemudian juga disusun sanksi yang tepat
atas setiap pelanggaran sehingga dapat mencegah terulangnya palanggaran tersebut
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat I
Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi
dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan
daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat I adalah sbb
Bagan 2 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)
ANALISIS
Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut
Kekuatan
1 Mendagri mengevaluasi berdasarkan permohonan dari Gubernur tentang Raperda Pajak dan
Retribusi Daerah
2 Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan
3 Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian
Kelemahan
1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah
bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelolan perekonomian dan pertumbuhan
kesejahteraan masyarakat
2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses
pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah
diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi
3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak
yang melakukan monitoring dan mengawasi
4 Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam mempertimbangkan kondisi
perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih menitikberatkan pada kesesuaian
dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian daerah dan nasional
5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi
kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan
pendapatan daerah saja
6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada
mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif
7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada
8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan
Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal
pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan
juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi
Usulan
Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut
Bagan 3 Usulan Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)
1 Raperda sebelum disampaikan ke Menteri Dalam Negri harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan
Kantor Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk
diterapkan didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah
2 Menteri Dalam negri menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan
Kantor Pajak sehingga evaluasi Mendagri lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan
peraturan yang leibh tinggi
3 Hasil Evaluasi dari Mendagri selain disampaikan ke Gubernur juga ke Kantor Bank Indonesia
Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring dan pengawasan
4 Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan
pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi
atas perda di daerah tersebut
Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat II
Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi
dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan
daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat II adalah sbb
Bagan 4 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)
ANALISIS
Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut
Kekuatan
a Gubernur mengevaluasi berdasarkan permohonan dari BupatiWalikota tentang Raperda Pajak dan
Retribusi Daerah
b Mendagri dalam mengevaluasi berdasarkan pertimbangan Gubernur
c Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan
d Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian
Kelemahan
1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah
bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelola perekonomian dan pertumbuhan kesejahteraan
masyarakat
2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses
pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah
diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi dan Gubernurpun dalam pemerintahan desentralisasi
seperti saat ini tidak memiliki kewenangan terhadap Kabupatenkotamadya
3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak
yang melakukan monitoring dan mengawasi
4 Gubernur Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam
mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih
menitikberatkan pada kesesuaian dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian
daerah dan nasional
5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi
kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan
pendapatan daerah saja
6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada
mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif
7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada
8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan
Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal
pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan
juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi
Usulan
Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut
Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)
a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor
Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan
didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah
b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak
sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih
tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut
c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati
juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring
dan pengawasan
d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan
pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi
atas perda di daerah tersebut
Sanksi
Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya
perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum
ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang
Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD
terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut
a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar
b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas
pelanggaran
c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah
mendapat tegoran
d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar
e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran
V KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut
1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah
2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan
Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah
sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif
3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga
monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan
4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah
5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada
Saran
Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut
a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank
Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan
b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat
kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang
perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha
c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang
bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah
d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar
Undang-undang
DAFTAR PUSTAKA
Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986
Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published
by American Economic Association
Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of
Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American
Economic Association Stable
Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review
Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the
American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American
Economic Association
Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi
DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta
Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol
29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly
Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing
for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and
International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN
BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure
Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement
Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare
Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by
Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics
Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey
and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)
pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The
Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Author(s) Source Latin American Research
Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and
Health OutcomesSSRN
Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and
Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)
pp 387-401 Published by Springer
Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax
Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN
Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-
100 Published by American Economic Association
David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic
Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN
De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth
The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by
The MIT Press
Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern
Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program
Pasca UGM Yogyakarta
Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly
Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political
Weekly Stable
Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United
States IMF Working Paper No 8764
Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on
Personal Saving NBER Working Paper No W3257
Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and
Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10
No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for
Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de
lHomme
GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer
Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999
No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings
Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and
Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The
Canadian Economics Asociation
GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study
for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004
Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax
Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State
University of New York - Department of Political Science November 1996
Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau
of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553
HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive
Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)
pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics
House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol
96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation
Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986
The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published
by American Economic Association
JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The
Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A
Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -
S193 Published by The University of Chicago Press
Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian
Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI
101007s10887-006-7407-2
Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An
Endogenous Growth Model With
Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002
Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia
Indonesia Jakarta 2003
Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The
Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The
Review of Economic Studies Ltd
Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan
Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric
Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress
Explorations in Health Economics Paper SSRN
Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of
Law Yale law School
Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal
of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of
Business Tennessee State University
M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and
Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic
and Political Weekly
McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The
Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77
Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and
Management
Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN
Yogyakarta
Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The
Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by
American Economic Association
Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp
87-100 Published by American Economic Association
Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings
Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution
Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility
Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by
Springer
Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di
Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta
Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic
Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No
1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp
422-427 Published by Southern Economic Association
WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian
Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr
1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga
Penelitian Universitas Lampung
Perkiraan Biaya Penelitian
No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah
1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000
2 Fotocopy dan penjilidan
proposal
2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000
3 Pengumpulan data dan
Analisa
1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000
4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000
5 Seminar Proposal dan Hasil
Penelitian
2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000
Total 10000000
(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)
Persoalannya sekarang setelah diberlakukannya UU No 32 Tahun 2004 adalah masa
penyampaian Perda yang telah ditetapkan oleh daerah ke Pemerintah adalah selama tujuh hari saja
Timbul pertanyaan dapatkah dalam waktu tujuh hari daerah menyampaikan Perda yang telah
ditetapkan kepada Pemerintah Di samping itu khusus mengenai Perda tentang PDRD apakah
kewenangan melakukan pengawasan dapat diberikan lebih besar kepada Menkeu Jika kedua
pertanyaan ini dapat dijawab maka akan tercipta tata cara pengawasan yang baik mengenai
keberlakuan Perda tentang PDRD ke depan
Kerangka Pemikiran
Sistem yang baik maka didalamnya sudah terdapat pengendalian internal yang baik sehingga
dapat mengecah atau mengurangi adanya penyimpangan atau pelanggaran terhadap peraturan Dengan
sistem yang baik juga akan tercapai efisiensi dan efektivitas terhadap pencapaian tujuan Sistem
penyusunan Pajak Daerah dan Retribusi daerah perlu dianalisis karena masih banyaknya produk pajak
daerah dan retribusi daerah yang melanggar Undang-Undang atau peraturan pemerintah pusat Hasil
temuan Mendagri dan Menteri Keuangan terdapat ribuan peraturan pajak daerah dan retribusi daerah
yang dibuat oleh daerah tingkat I (provinsi) dan daerah tingkat II (Kabupatenkota) di Indonesia pada
era reformasi Untuk itu penelitin ini meneliti dan mengevaluasi sistem pembuatan dan pengesahan
Pajak daerah dan retribusi daerah serta pengusulan sistem yang baru dan hukuman yang tepat bagi
daerah yang melanggar sistem tersebut
Bagan 1 Alur Kerangka Pikir
III METODE PENELITIAN
Tipe Penelitian
Penelitian ini pada dasarnya adalah penelitian kasus sehingga analisis yang digunakan deskriptif
dan analisis referensi dengan menggunakan teknik diskusi obserbvasi dan surve Penelitian ini
dibahas secara deskriptif untuk menguraikan sistem yang sudah ada dengan menggunakan flow chart
dari dukumen kemudian dari hal tersebut dianalisis secara mendalam kelemahan kelebihan kekuatan
dan peluang untuk terjadinya penyimpangan Analisis SWOT dapat digunakan Untuk kekuatan
analisis ini maka digunakan diskusi sehingga dihasilkan analisis yang leibh baik Dari hasil analisis
maka akan dihasilkan flow chart dokumen yang bau yang leibh baik dan didalamnya yang sudah
mengandung sistem pengendalian dan pengawasan
Jenis dan Sumber Data
Data pada penelitian ini adalah data dari peraturan yang sudah ada tentang pajak daerah dan
retribusi daerah serta aturan dan undang-undang pnyusunan pajak dan retribusi darah tersebut Selain
itu adalah aturan tentang pangawasan dari Pajak daerah dan retribusi daerah
Adapun aturan atau undang- undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah tersebut antara lain
adalah
1 UU No 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah
2 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
3 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
4 UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah
5 Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
6 Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
7 Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
8 Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Propinsi Lampung Kota Bandar
Lampung Kabupaten Lampung Selatan Kota Depok dan Kabupaten Indramayu
9 Peraturan Perundang-Undangan Lainnya yang berkaitan dengan Pembentukan Pelaksanaan dan
Pengawasan Perda
Data yang diperoleh langsung dari sumber data di lokasi penelitian peristiwa hukum yang terjadi
dan narasumber yang memberikan informasi Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan
FGD
Pengolahan dan Analisis Data
Analisis yang digunakan adalah deskriptif yaitu menguraikan atau menggambarkan sistem dan
prosedur penyusunan PDRD yang selama ini dan menurut peraturan yang berlaku Kemudian dari
deskriptif ini dianalisis dengan SWOT tentang kelemahan kekuatan peluang dan ancaman sehingga
bisa terjadi pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar serta daerah yang tetap menjalankan
pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar walaupun sudah dihapuskan oleh pemerintah pusat
Dari hasil analisis ini kemudian disusun sistem yang baru yang diharapkan leibh baik dari sistem yang
lama dan dapat mencegah atau mengurangi pelanggaran Kemudian juga disusun sanksi yang tepat
atas setiap pelanggaran sehingga dapat mencegah terulangnya palanggaran tersebut
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat I
Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi
dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan
daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat I adalah sbb
Bagan 2 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)
ANALISIS
Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut
Kekuatan
1 Mendagri mengevaluasi berdasarkan permohonan dari Gubernur tentang Raperda Pajak dan
Retribusi Daerah
2 Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan
3 Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian
Kelemahan
1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah
bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelolan perekonomian dan pertumbuhan
kesejahteraan masyarakat
2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses
pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah
diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi
3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak
yang melakukan monitoring dan mengawasi
4 Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam mempertimbangkan kondisi
perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih menitikberatkan pada kesesuaian
dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian daerah dan nasional
5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi
kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan
pendapatan daerah saja
6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada
mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif
7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada
8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan
Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal
pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan
juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi
Usulan
Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut
Bagan 3 Usulan Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)
1 Raperda sebelum disampaikan ke Menteri Dalam Negri harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan
Kantor Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk
diterapkan didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah
2 Menteri Dalam negri menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan
Kantor Pajak sehingga evaluasi Mendagri lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan
peraturan yang leibh tinggi
3 Hasil Evaluasi dari Mendagri selain disampaikan ke Gubernur juga ke Kantor Bank Indonesia
Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring dan pengawasan
4 Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan
pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi
atas perda di daerah tersebut
Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat II
Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi
dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan
daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat II adalah sbb
Bagan 4 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)
ANALISIS
Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut
Kekuatan
a Gubernur mengevaluasi berdasarkan permohonan dari BupatiWalikota tentang Raperda Pajak dan
Retribusi Daerah
b Mendagri dalam mengevaluasi berdasarkan pertimbangan Gubernur
c Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan
d Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian
Kelemahan
1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah
bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelola perekonomian dan pertumbuhan kesejahteraan
masyarakat
2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses
pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah
diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi dan Gubernurpun dalam pemerintahan desentralisasi
seperti saat ini tidak memiliki kewenangan terhadap Kabupatenkotamadya
3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak
yang melakukan monitoring dan mengawasi
4 Gubernur Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam
mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih
menitikberatkan pada kesesuaian dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian
daerah dan nasional
5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi
kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan
pendapatan daerah saja
6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada
mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif
7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada
8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan
Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal
pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan
juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi
Usulan
Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut
Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)
a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor
Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan
didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah
b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak
sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih
tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut
c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati
juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring
dan pengawasan
d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan
pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi
atas perda di daerah tersebut
Sanksi
Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya
perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum
ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang
Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD
terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut
a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar
b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas
pelanggaran
c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah
mendapat tegoran
d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar
e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran
V KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut
1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah
2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan
Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah
sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif
3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga
monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan
4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah
5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada
Saran
Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut
a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank
Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan
b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat
kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang
perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha
c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang
bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah
d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar
Undang-undang
DAFTAR PUSTAKA
Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986
Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published
by American Economic Association
Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of
Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American
Economic Association Stable
Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review
Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the
American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American
Economic Association
Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi
DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta
Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol
29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly
Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing
for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and
International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN
BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure
Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement
Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare
Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by
Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics
Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey
and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)
pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The
Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Author(s) Source Latin American Research
Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and
Health OutcomesSSRN
Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and
Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)
pp 387-401 Published by Springer
Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax
Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN
Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-
100 Published by American Economic Association
David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic
Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN
De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth
The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by
The MIT Press
Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern
Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program
Pasca UGM Yogyakarta
Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly
Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political
Weekly Stable
Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United
States IMF Working Paper No 8764
Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on
Personal Saving NBER Working Paper No W3257
Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and
Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10
No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for
Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de
lHomme
GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer
Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999
No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings
Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and
Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The
Canadian Economics Asociation
GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study
for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004
Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax
Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State
University of New York - Department of Political Science November 1996
Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau
of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553
HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive
Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)
pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics
House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol
96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation
Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986
The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published
by American Economic Association
JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The
Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A
Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -
S193 Published by The University of Chicago Press
Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian
Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI
101007s10887-006-7407-2
Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An
Endogenous Growth Model With
Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002
Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia
Indonesia Jakarta 2003
Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The
Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The
Review of Economic Studies Ltd
Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan
Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric
Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress
Explorations in Health Economics Paper SSRN
Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of
Law Yale law School
Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal
of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of
Business Tennessee State University
M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and
Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic
and Political Weekly
McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The
Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77
Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and
Management
Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN
Yogyakarta
Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The
Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by
American Economic Association
Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp
87-100 Published by American Economic Association
Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings
Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution
Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility
Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by
Springer
Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di
Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta
Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic
Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No
1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp
422-427 Published by Southern Economic Association
WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian
Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr
1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga
Penelitian Universitas Lampung
Perkiraan Biaya Penelitian
No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah
1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000
2 Fotocopy dan penjilidan
proposal
2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000
3 Pengumpulan data dan
Analisa
1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000
4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000
5 Seminar Proposal dan Hasil
Penelitian
2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000
Total 10000000
(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)
analisis ini maka digunakan diskusi sehingga dihasilkan analisis yang leibh baik Dari hasil analisis
maka akan dihasilkan flow chart dokumen yang bau yang leibh baik dan didalamnya yang sudah
mengandung sistem pengendalian dan pengawasan
Jenis dan Sumber Data
Data pada penelitian ini adalah data dari peraturan yang sudah ada tentang pajak daerah dan
retribusi daerah serta aturan dan undang-undang pnyusunan pajak dan retribusi darah tersebut Selain
itu adalah aturan tentang pangawasan dari Pajak daerah dan retribusi daerah
Adapun aturan atau undang- undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah tersebut antara lain
adalah
1 UU No 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah
2 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
3 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
4 UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah
5 Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
6 Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
7 Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
8 Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Propinsi Lampung Kota Bandar
Lampung Kabupaten Lampung Selatan Kota Depok dan Kabupaten Indramayu
9 Peraturan Perundang-Undangan Lainnya yang berkaitan dengan Pembentukan Pelaksanaan dan
Pengawasan Perda
Data yang diperoleh langsung dari sumber data di lokasi penelitian peristiwa hukum yang terjadi
dan narasumber yang memberikan informasi Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan
FGD
Pengolahan dan Analisis Data
Analisis yang digunakan adalah deskriptif yaitu menguraikan atau menggambarkan sistem dan
prosedur penyusunan PDRD yang selama ini dan menurut peraturan yang berlaku Kemudian dari
deskriptif ini dianalisis dengan SWOT tentang kelemahan kekuatan peluang dan ancaman sehingga
bisa terjadi pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar serta daerah yang tetap menjalankan
pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar walaupun sudah dihapuskan oleh pemerintah pusat
Dari hasil analisis ini kemudian disusun sistem yang baru yang diharapkan leibh baik dari sistem yang
lama dan dapat mencegah atau mengurangi pelanggaran Kemudian juga disusun sanksi yang tepat
atas setiap pelanggaran sehingga dapat mencegah terulangnya palanggaran tersebut
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat I
Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi
dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan
daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat I adalah sbb
Bagan 2 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)
ANALISIS
Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut
Kekuatan
1 Mendagri mengevaluasi berdasarkan permohonan dari Gubernur tentang Raperda Pajak dan
Retribusi Daerah
2 Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan
3 Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian
Kelemahan
1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah
bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelolan perekonomian dan pertumbuhan
kesejahteraan masyarakat
2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses
pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah
diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi
3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak
yang melakukan monitoring dan mengawasi
4 Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam mempertimbangkan kondisi
perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih menitikberatkan pada kesesuaian
dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian daerah dan nasional
5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi
kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan
pendapatan daerah saja
6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada
mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif
7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada
8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan
Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal
pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan
juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi
Usulan
Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut
Bagan 3 Usulan Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)
1 Raperda sebelum disampaikan ke Menteri Dalam Negri harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan
Kantor Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk
diterapkan didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah
2 Menteri Dalam negri menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan
Kantor Pajak sehingga evaluasi Mendagri lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan
peraturan yang leibh tinggi
3 Hasil Evaluasi dari Mendagri selain disampaikan ke Gubernur juga ke Kantor Bank Indonesia
Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring dan pengawasan
4 Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan
pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi
atas perda di daerah tersebut
Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat II
Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi
dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan
daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat II adalah sbb
Bagan 4 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)
ANALISIS
Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut
Kekuatan
a Gubernur mengevaluasi berdasarkan permohonan dari BupatiWalikota tentang Raperda Pajak dan
Retribusi Daerah
b Mendagri dalam mengevaluasi berdasarkan pertimbangan Gubernur
c Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan
d Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian
Kelemahan
1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah
bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelola perekonomian dan pertumbuhan kesejahteraan
masyarakat
2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses
pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah
diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi dan Gubernurpun dalam pemerintahan desentralisasi
seperti saat ini tidak memiliki kewenangan terhadap Kabupatenkotamadya
3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak
yang melakukan monitoring dan mengawasi
4 Gubernur Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam
mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih
menitikberatkan pada kesesuaian dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian
daerah dan nasional
5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi
kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan
pendapatan daerah saja
6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada
mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif
7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada
8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan
Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal
pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan
juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi
Usulan
Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut
Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)
a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor
Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan
didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah
b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak
sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih
tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut
c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati
juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring
dan pengawasan
d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan
pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi
atas perda di daerah tersebut
Sanksi
Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya
perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum
ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang
Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD
terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut
a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar
b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas
pelanggaran
c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah
mendapat tegoran
d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar
e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran
V KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut
1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah
2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan
Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah
sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif
3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga
monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan
4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah
5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada
Saran
Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut
a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank
Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan
b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat
kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang
perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha
c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang
bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah
d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar
Undang-undang
DAFTAR PUSTAKA
Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986
Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published
by American Economic Association
Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of
Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American
Economic Association Stable
Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review
Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the
American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American
Economic Association
Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi
DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta
Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol
29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly
Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing
for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and
International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN
BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure
Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement
Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare
Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by
Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics
Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey
and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)
pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The
Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Author(s) Source Latin American Research
Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and
Health OutcomesSSRN
Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and
Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)
pp 387-401 Published by Springer
Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax
Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN
Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-
100 Published by American Economic Association
David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic
Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN
De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth
The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by
The MIT Press
Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern
Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program
Pasca UGM Yogyakarta
Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly
Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political
Weekly Stable
Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United
States IMF Working Paper No 8764
Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on
Personal Saving NBER Working Paper No W3257
Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and
Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10
No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for
Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de
lHomme
GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer
Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999
No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings
Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and
Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The
Canadian Economics Asociation
GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study
for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004
Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax
Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State
University of New York - Department of Political Science November 1996
Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau
of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553
HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive
Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)
pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics
House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol
96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation
Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986
The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published
by American Economic Association
JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The
Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A
Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -
S193 Published by The University of Chicago Press
Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian
Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI
101007s10887-006-7407-2
Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An
Endogenous Growth Model With
Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002
Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia
Indonesia Jakarta 2003
Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The
Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The
Review of Economic Studies Ltd
Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan
Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric
Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress
Explorations in Health Economics Paper SSRN
Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of
Law Yale law School
Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal
of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of
Business Tennessee State University
M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and
Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic
and Political Weekly
McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The
Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77
Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and
Management
Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN
Yogyakarta
Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The
Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by
American Economic Association
Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp
87-100 Published by American Economic Association
Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings
Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution
Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility
Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by
Springer
Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di
Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta
Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic
Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No
1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp
422-427 Published by Southern Economic Association
WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian
Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr
1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga
Penelitian Universitas Lampung
Perkiraan Biaya Penelitian
No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah
1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000
2 Fotocopy dan penjilidan
proposal
2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000
3 Pengumpulan data dan
Analisa
1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000
4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000
5 Seminar Proposal dan Hasil
Penelitian
2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000
Total 10000000
(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)
Bagan 2 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)
ANALISIS
Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut
Kekuatan
1 Mendagri mengevaluasi berdasarkan permohonan dari Gubernur tentang Raperda Pajak dan
Retribusi Daerah
2 Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan
3 Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian
Kelemahan
1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah
bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelolan perekonomian dan pertumbuhan
kesejahteraan masyarakat
2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses
pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah
diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi
3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak
yang melakukan monitoring dan mengawasi
4 Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam mempertimbangkan kondisi
perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih menitikberatkan pada kesesuaian
dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian daerah dan nasional
5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi
kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan
pendapatan daerah saja
6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada
mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif
7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada
8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan
Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal
pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan
juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi
Usulan
Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut
Bagan 3 Usulan Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)
1 Raperda sebelum disampaikan ke Menteri Dalam Negri harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan
Kantor Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk
diterapkan didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah
2 Menteri Dalam negri menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan
Kantor Pajak sehingga evaluasi Mendagri lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan
peraturan yang leibh tinggi
3 Hasil Evaluasi dari Mendagri selain disampaikan ke Gubernur juga ke Kantor Bank Indonesia
Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring dan pengawasan
4 Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan
pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi
atas perda di daerah tersebut
Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat II
Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi
dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan
daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat II adalah sbb
Bagan 4 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)
ANALISIS
Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut
Kekuatan
a Gubernur mengevaluasi berdasarkan permohonan dari BupatiWalikota tentang Raperda Pajak dan
Retribusi Daerah
b Mendagri dalam mengevaluasi berdasarkan pertimbangan Gubernur
c Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan
d Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian
Kelemahan
1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah
bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelola perekonomian dan pertumbuhan kesejahteraan
masyarakat
2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses
pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah
diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi dan Gubernurpun dalam pemerintahan desentralisasi
seperti saat ini tidak memiliki kewenangan terhadap Kabupatenkotamadya
3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak
yang melakukan monitoring dan mengawasi
4 Gubernur Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam
mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih
menitikberatkan pada kesesuaian dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian
daerah dan nasional
5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi
kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan
pendapatan daerah saja
6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada
mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif
7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada
8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan
Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal
pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan
juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi
Usulan
Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut
Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)
a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor
Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan
didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah
b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak
sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih
tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut
c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati
juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring
dan pengawasan
d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan
pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi
atas perda di daerah tersebut
Sanksi
Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya
perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum
ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang
Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD
terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut
a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar
b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas
pelanggaran
c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah
mendapat tegoran
d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar
e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran
V KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut
1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah
2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan
Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah
sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif
3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga
monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan
4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah
5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada
Saran
Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut
a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank
Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan
b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat
kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang
perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha
c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang
bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah
d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar
Undang-undang
DAFTAR PUSTAKA
Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986
Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published
by American Economic Association
Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of
Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American
Economic Association Stable
Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review
Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the
American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American
Economic Association
Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi
DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta
Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol
29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly
Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing
for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and
International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN
BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure
Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement
Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare
Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by
Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics
Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey
and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)
pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The
Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Author(s) Source Latin American Research
Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and
Health OutcomesSSRN
Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and
Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)
pp 387-401 Published by Springer
Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax
Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN
Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-
100 Published by American Economic Association
David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic
Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN
De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth
The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by
The MIT Press
Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern
Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program
Pasca UGM Yogyakarta
Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly
Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political
Weekly Stable
Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United
States IMF Working Paper No 8764
Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on
Personal Saving NBER Working Paper No W3257
Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and
Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10
No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for
Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de
lHomme
GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer
Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999
No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings
Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and
Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The
Canadian Economics Asociation
GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study
for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004
Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax
Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State
University of New York - Department of Political Science November 1996
Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau
of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553
HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive
Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)
pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics
House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol
96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation
Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986
The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published
by American Economic Association
JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The
Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A
Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -
S193 Published by The University of Chicago Press
Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian
Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI
101007s10887-006-7407-2
Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An
Endogenous Growth Model With
Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002
Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia
Indonesia Jakarta 2003
Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The
Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The
Review of Economic Studies Ltd
Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan
Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric
Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress
Explorations in Health Economics Paper SSRN
Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of
Law Yale law School
Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal
of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of
Business Tennessee State University
M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and
Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic
and Political Weekly
McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The
Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77
Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and
Management
Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN
Yogyakarta
Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The
Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by
American Economic Association
Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp
87-100 Published by American Economic Association
Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings
Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution
Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility
Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by
Springer
Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di
Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta
Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic
Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No
1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp
422-427 Published by Southern Economic Association
WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian
Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr
1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga
Penelitian Universitas Lampung
Perkiraan Biaya Penelitian
No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah
1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000
2 Fotocopy dan penjilidan
proposal
2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000
3 Pengumpulan data dan
Analisa
1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000
4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000
5 Seminar Proposal dan Hasil
Penelitian
2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000
Total 10000000
(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)
Usulan
Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut
Bagan 3 Usulan Penyusunan Perda PDRD Propinsi (UU 322004)
1 Raperda sebelum disampaikan ke Menteri Dalam Negri harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan
Kantor Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk
diterapkan didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah
2 Menteri Dalam negri menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan
Kantor Pajak sehingga evaluasi Mendagri lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan
peraturan yang leibh tinggi
3 Hasil Evaluasi dari Mendagri selain disampaikan ke Gubernur juga ke Kantor Bank Indonesia
Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring dan pengawasan
4 Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan
pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi
atas perda di daerah tersebut
Penyusunan Perda Pajak dan retribusi daerah Tingkat II
Peraturan daerah tentang pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I atau propinsi
dan daerah tingkat II yaitu Kabupaten atau Kotamadya Adapun mekanisme penyusunan peraturan
daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah tingkat II adalah sbb
Bagan 4 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)
ANALISIS
Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut
Kekuatan
a Gubernur mengevaluasi berdasarkan permohonan dari BupatiWalikota tentang Raperda Pajak dan
Retribusi Daerah
b Mendagri dalam mengevaluasi berdasarkan pertimbangan Gubernur
c Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan
d Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian
Kelemahan
1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah
bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelola perekonomian dan pertumbuhan kesejahteraan
masyarakat
2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses
pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah
diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi dan Gubernurpun dalam pemerintahan desentralisasi
seperti saat ini tidak memiliki kewenangan terhadap Kabupatenkotamadya
3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak
yang melakukan monitoring dan mengawasi
4 Gubernur Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam
mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih
menitikberatkan pada kesesuaian dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian
daerah dan nasional
5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi
kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan
pendapatan daerah saja
6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada
mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif
7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada
8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan
Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal
pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan
juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi
Usulan
Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut
Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)
a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor
Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan
didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah
b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak
sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih
tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut
c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati
juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring
dan pengawasan
d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan
pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi
atas perda di daerah tersebut
Sanksi
Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya
perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum
ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang
Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD
terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut
a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar
b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas
pelanggaran
c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah
mendapat tegoran
d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar
e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran
V KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut
1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah
2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan
Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah
sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif
3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga
monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan
4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah
5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada
Saran
Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut
a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank
Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan
b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat
kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang
perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha
c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang
bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah
d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar
Undang-undang
DAFTAR PUSTAKA
Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986
Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published
by American Economic Association
Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of
Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American
Economic Association Stable
Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review
Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the
American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American
Economic Association
Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi
DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta
Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol
29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly
Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing
for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and
International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN
BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure
Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement
Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare
Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by
Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics
Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey
and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)
pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The
Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Author(s) Source Latin American Research
Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and
Health OutcomesSSRN
Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and
Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)
pp 387-401 Published by Springer
Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax
Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN
Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-
100 Published by American Economic Association
David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic
Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN
De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth
The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by
The MIT Press
Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern
Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program
Pasca UGM Yogyakarta
Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly
Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political
Weekly Stable
Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United
States IMF Working Paper No 8764
Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on
Personal Saving NBER Working Paper No W3257
Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and
Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10
No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for
Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de
lHomme
GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer
Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999
No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings
Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and
Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The
Canadian Economics Asociation
GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study
for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004
Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax
Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State
University of New York - Department of Political Science November 1996
Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau
of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553
HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive
Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)
pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics
House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol
96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation
Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986
The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published
by American Economic Association
JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The
Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A
Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -
S193 Published by The University of Chicago Press
Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian
Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI
101007s10887-006-7407-2
Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An
Endogenous Growth Model With
Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002
Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia
Indonesia Jakarta 2003
Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The
Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The
Review of Economic Studies Ltd
Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan
Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric
Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress
Explorations in Health Economics Paper SSRN
Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of
Law Yale law School
Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal
of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of
Business Tennessee State University
M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and
Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic
and Political Weekly
McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The
Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77
Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and
Management
Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN
Yogyakarta
Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The
Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by
American Economic Association
Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp
87-100 Published by American Economic Association
Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings
Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution
Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility
Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by
Springer
Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di
Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta
Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic
Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No
1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp
422-427 Published by Southern Economic Association
WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian
Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr
1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga
Penelitian Universitas Lampung
Perkiraan Biaya Penelitian
No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah
1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000
2 Fotocopy dan penjilidan
proposal
2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000
3 Pengumpulan data dan
Analisa
1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000
4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000
5 Seminar Proposal dan Hasil
Penelitian
2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000
Total 10000000
(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)
Bagan 4 Mekanisme Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)
ANALISIS
Berdasarkan bagan tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut
Kekuatan
a Gubernur mengevaluasi berdasarkan permohonan dari BupatiWalikota tentang Raperda Pajak dan
Retribusi Daerah
b Mendagri dalam mengevaluasi berdasarkan pertimbangan Gubernur
c Dalam mengalisis Menteri dalam negri berkonsultasi dengan Menteri Keuangan
d Peraturan Daerah yang ditetapkan sudah berdasarkan evaluasi oleh Kementrian
Kelemahan
1 Perda PDRD selama ini lebih banyak sebagai alat untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah
bukan sebagai alat atau kebijakan untuk mengelola perekonomian dan pertumbuhan kesejahteraan
masyarakat
2 Mendagri tidak memiliki perwakilan di daerah sehingga bila Raperda yang masih dalam proses
pengajuan di Mendagri dan belum mendapat persetujuan namun oleh pemerintah daerah sudah
diterapkan tidak ada pihak yang mengawasi dan Gubernurpun dalam pemerintahan desentralisasi
seperti saat ini tidak memiliki kewenangan terhadap Kabupatenkotamadya
3 Demikian pula dengan perda yang telah ditolak namun tetap dijalankan didaerah tidak ada pihak
yang melakukan monitoring dan mengawasi
4 Gubernur Mendagri dan Menteri Keuangan dalam mengevaluasi kurang dalam
mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah sehingga evaluasi lebih banyak dan lebih
menitikberatkan pada kesesuaian dengan peraturan bukan sebagai alat menjaga perekonomian
daerah dan nasional
5 Pajak sebagai bagian dan alat kebijakan fiscal untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi
kurang mendapat perhatian dan lebih banyak dipergunakan sebagai alat untuk meningkatkan
pendapatan daerah saja
6 Pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan dalam pelaksanaan perda tidak ada pada
mekanisme tersebut dan bila dilakukan oleh Menteri dalam negri terlalu jauh dan kurang efektif
7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada
8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan
Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal
pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan
juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi
Usulan
Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut
Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)
a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor
Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan
didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah
b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak
sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih
tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut
c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati
juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring
dan pengawasan
d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan
pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi
atas perda di daerah tersebut
Sanksi
Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya
perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum
ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang
Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD
terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut
a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar
b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas
pelanggaran
c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah
mendapat tegoran
d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar
e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran
V KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut
1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah
2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan
Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah
sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif
3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga
monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan
4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah
5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada
Saran
Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut
a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank
Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan
b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat
kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang
perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha
c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang
bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah
d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar
Undang-undang
DAFTAR PUSTAKA
Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986
Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published
by American Economic Association
Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of
Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American
Economic Association Stable
Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review
Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the
American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American
Economic Association
Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi
DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta
Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol
29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly
Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing
for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and
International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN
BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure
Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement
Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare
Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by
Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics
Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey
and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)
pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The
Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Author(s) Source Latin American Research
Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and
Health OutcomesSSRN
Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and
Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)
pp 387-401 Published by Springer
Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax
Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN
Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-
100 Published by American Economic Association
David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic
Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN
De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth
The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by
The MIT Press
Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern
Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program
Pasca UGM Yogyakarta
Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly
Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political
Weekly Stable
Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United
States IMF Working Paper No 8764
Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on
Personal Saving NBER Working Paper No W3257
Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and
Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10
No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for
Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de
lHomme
GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer
Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999
No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings
Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and
Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The
Canadian Economics Asociation
GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study
for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004
Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax
Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State
University of New York - Department of Political Science November 1996
Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau
of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553
HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive
Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)
pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics
House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol
96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation
Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986
The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published
by American Economic Association
JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The
Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A
Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -
S193 Published by The University of Chicago Press
Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian
Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI
101007s10887-006-7407-2
Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An
Endogenous Growth Model With
Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002
Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia
Indonesia Jakarta 2003
Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The
Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The
Review of Economic Studies Ltd
Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan
Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric
Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress
Explorations in Health Economics Paper SSRN
Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of
Law Yale law School
Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal
of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of
Business Tennessee State University
M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and
Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic
and Political Weekly
McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The
Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77
Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and
Management
Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN
Yogyakarta
Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The
Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by
American Economic Association
Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp
87-100 Published by American Economic Association
Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings
Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution
Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility
Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by
Springer
Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di
Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta
Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic
Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No
1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp
422-427 Published by Southern Economic Association
WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian
Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr
1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga
Penelitian Universitas Lampung
Perkiraan Biaya Penelitian
No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah
1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000
2 Fotocopy dan penjilidan
proposal
2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000
3 Pengumpulan data dan
Analisa
1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000
4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000
5 Seminar Proposal dan Hasil
Penelitian
2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000
Total 10000000
(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)
7 Sanksi atas pelanggaran perda PRDD belum ada
8 Pihak yang ikut dalam mengelola perekonomian darah dan nasional seperti Bank Indonesia dan
Dinas Pajak belum dilibatkan dalam menyusun memonitor dan megnawasi Perda PDRD Padahal
pihak pajak dan BI berkepentingan untuk menjaga stabilitas perekonomian daerah nasional dan
juga dalam mengelola kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi
Usulan
Berdasarkan evaluasi tersebut maka usulan penyusunan perda PDRD adalah sebagai berikut
Bagan 5 Usulan Penyusunan Perda PDRD KabupatenKotamadya (UU 322004)
a Raperda sebelum disampaikan ke Gubernur harus dievaluasi oleh Bank Indonesia dan Kantor
Pajak setempat untuk dievaluasi tentang kesesuaian aturan dan kepantasan untuk diterapkan
didaerah tersebut dengan pertimbangan kondisi social dan perekonomian daerah
b Gubernur menerima Raperda yang telah dievaluasi oleh Kantor Bank Indonesia dan Kantor Pajak
sehingga evaluasi Gubernur lebih kepada ketaatan pada Undang-undang dan peraturan yang lebih
tinggi dan koordinasi dengan daerah lain diwilayah propinsi tersebut
c Hasil Evaluasi dari Mendagri disampaikan ke Gubernur oleh Gubernur disampaikan ke Bupati
juga ke Kantor Bank Indonesia Cabang setempat dan Kantor Pajak untuk dilakukan monitoring
dan pengawasan
d Bank Indonesia dan Kantor Pajak memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan
pengawasan serta melakukan usulan sanksi bila daerah tersebut melanggar atau melakukan revisi
atas perda di daerah tersebut
Sanksi
Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya
perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum
ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang
Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD
terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut
a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar
b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas
pelanggaran
c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah
mendapat tegoran
d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar
e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran
V KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut
1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah
2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan
Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah
sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif
3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga
monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan
4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah
5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada
Saran
Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut
a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank
Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan
b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat
kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang
perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha
c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang
bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah
d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar
Undang-undang
DAFTAR PUSTAKA
Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986
Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published
by American Economic Association
Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of
Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American
Economic Association Stable
Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review
Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the
American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American
Economic Association
Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi
DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta
Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol
29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly
Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing
for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and
International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN
BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure
Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement
Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare
Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by
Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics
Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey
and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)
pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The
Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Author(s) Source Latin American Research
Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and
Health OutcomesSSRN
Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and
Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)
pp 387-401 Published by Springer
Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax
Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN
Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-
100 Published by American Economic Association
David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic
Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN
De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth
The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by
The MIT Press
Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern
Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program
Pasca UGM Yogyakarta
Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly
Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political
Weekly Stable
Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United
States IMF Working Paper No 8764
Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on
Personal Saving NBER Working Paper No W3257
Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and
Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10
No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for
Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de
lHomme
GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer
Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999
No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings
Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and
Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The
Canadian Economics Asociation
GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study
for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004
Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax
Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State
University of New York - Department of Political Science November 1996
Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau
of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553
HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive
Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)
pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics
House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol
96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation
Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986
The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published
by American Economic Association
JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The
Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A
Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -
S193 Published by The University of Chicago Press
Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian
Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI
101007s10887-006-7407-2
Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An
Endogenous Growth Model With
Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002
Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia
Indonesia Jakarta 2003
Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The
Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The
Review of Economic Studies Ltd
Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan
Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric
Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress
Explorations in Health Economics Paper SSRN
Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of
Law Yale law School
Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal
of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of
Business Tennessee State University
M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and
Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic
and Political Weekly
McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The
Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77
Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and
Management
Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN
Yogyakarta
Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The
Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by
American Economic Association
Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp
87-100 Published by American Economic Association
Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings
Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution
Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility
Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by
Springer
Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di
Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta
Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic
Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No
1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp
422-427 Published by Southern Economic Association
WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian
Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr
1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga
Penelitian Universitas Lampung
Perkiraan Biaya Penelitian
No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah
1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000
2 Fotocopy dan penjilidan
proposal
2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000
3 Pengumpulan data dan
Analisa
1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000
4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000
5 Seminar Proposal dan Hasil
Penelitian
2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000
Total 10000000
(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)
Sanksi
Sistem desentralisasi keuangan merupakan hal baru di Indonesia sehingga kejadian banyaknya
perda PDRD yang melangar belum diantisipasi sehingga sanksi bagi daerah yang melanggar belum
ada karena belum terpikirkan pada saat menyusun undang-undang
Untuk mencegah dan mengurangi pelanggaran serta menindak atas pelanggaran perda PDRD
terhadap Undang-Undang maka perlu diberikan sanksi antara lain sebagai berikut
a Penundaan pencairan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKota yang melanggar
b Pemotongan dana bagi hasil bagi daerah KabupatenKotamadya yang tetap membandel atas
pelanggaran
c Pemotongan dana alokasi umum (DAU) bagi daerah yang tetap melanggar walaupun sudah
mendapat tegoran
d Peringatan dan penundaan DAU bagi propinsi yang melanggar
e Pemotongan DAU bagi propinsi yang tetap melanggar walaupun sudah mendapat tegoran
V KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hal tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hasl sebagai berikut
1 Semangat desentralisasi juga melanda dalam desentralisasi pengelolaan keuangan daerah
2 Penyusunan Perda Pajak daerah dan Retribusi Daerah lebih banyak dalam rangka peningkatan
Pendapatan Asli daerah sehingga kurang memperhatikan iklim usaha dan perekonomian daerah
sehingga seringkali mengakibatkan ekonomi biaya tinggi dan ikli usaha kurang kondusif
3 Timbulnya pelanggaran Perda Pajak daerah dan retribusi daerah belum diantisipasi sehingga
monitoring pengawasan dan tindakan atas pelanggaran belum disiapkan
4 Sistem pengendalian intern atas penyusunan perda PDRD terlalu lemah
5 Sanksi atas pelanggaran perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum ada
Saran
Atas kesimpulan tersebut diatas maka diusulkan beberapa saran sebagai berikut
a Perlunya sistem pengendalian intern pada penyusunan Perda PDRD dengan melibatkan bank
Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan
b Penyusunan Perda Pajak Daerah dan retribusi Daerah harus sesuai dengan tujuan yaitu sebagai alat
kebijakan fiscal untuk menciptakan iklim ekonomi daerah yang kondusif untuk menunjang
perekonomian daerah sehingga pelibatan Bank Indonesia serta masukan dari Asosiasi pengusaha
c Perlunya ada aturan yang mengatur tugas Bank Indonesia dan Kantor Pajak sebagai pihak yang
bertanggungjawab untuk memonitor dan mengawasi pajak daerah dan retribusi daerah
d Perlunya dibuat aturan tentang sanksi bagi daerah yang menyusun perda PDRD yang melanggar
Undang-undang
DAFTAR PUSTAKA
Alan J Aurbach and Joel Slemrod 1986 The Economic Effects of the Tax Reform Act of 1986
Source Journal of Economic Literature Vol 35 No 2 (Jun 1997) pp 589-632 Published
by American Economic Association
Alan J Auerbach 1987 The Tax Reform Act of 1986 and the Cost of Capital Source The Journal of
Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 73-86 Published by American
Economic Association Stable
Alan J Auerbach 1997 The Future of Fundamental Tax Reform The American Economic Review
Vol 87 No 2 Papers and Proceedings of the Hundred and Fourth Annual Meeting of the
American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American
Economic Association
Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi
DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta
Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol
29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly
Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing
for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and
International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN
BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure
Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement
Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare
Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by
Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics
Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey
and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)
pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The
Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Author(s) Source Latin American Research
Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and
Health OutcomesSSRN
Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and
Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)
pp 387-401 Published by Springer
Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax
Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN
Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-
100 Published by American Economic Association
David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic
Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN
De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth
The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by
The MIT Press
Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern
Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program
Pasca UGM Yogyakarta
Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly
Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political
Weekly Stable
Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United
States IMF Working Paper No 8764
Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on
Personal Saving NBER Working Paper No W3257
Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and
Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10
No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for
Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de
lHomme
GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer
Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999
No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings
Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and
Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The
Canadian Economics Asociation
GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study
for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004
Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax
Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State
University of New York - Department of Political Science November 1996
Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau
of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553
HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive
Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)
pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics
House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol
96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation
Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986
The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published
by American Economic Association
JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The
Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A
Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -
S193 Published by The University of Chicago Press
Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian
Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI
101007s10887-006-7407-2
Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An
Endogenous Growth Model With
Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002
Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia
Indonesia Jakarta 2003
Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The
Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The
Review of Economic Studies Ltd
Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan
Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric
Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress
Explorations in Health Economics Paper SSRN
Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of
Law Yale law School
Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal
of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of
Business Tennessee State University
M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and
Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic
and Political Weekly
McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The
Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77
Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and
Management
Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN
Yogyakarta
Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The
Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by
American Economic Association
Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp
87-100 Published by American Economic Association
Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings
Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution
Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility
Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by
Springer
Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di
Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta
Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic
Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No
1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp
422-427 Published by Southern Economic Association
WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian
Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr
1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga
Penelitian Universitas Lampung
Perkiraan Biaya Penelitian
No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah
1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000
2 Fotocopy dan penjilidan
proposal
2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000
3 Pengumpulan data dan
Analisa
1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000
4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000
5 Seminar Proposal dan Hasil
Penelitian
2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000
Total 10000000
(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)
American Economic Association (May 1997) pp 143-146 Published by American
Economic Association
Asmy Asmuri 2006 Pengaruh Reformasi Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Propinsi
DKI Jakarta Skripsi UII Yogyakarta
Bagchi Amaresh 1994 Indiarsquos Tax Reform A Progress Report Economic and Political Weekly Vol
29 No 43 ( Oct22 1994) pp 2809-2815 Published by Economic and Political Weekly
Bedia F Aka and Jean-Christophe Dumont 2008 Health Education and Economic Growth Testing
for Long-Run Relationships and Causal Links in the United States Applied Econometrics and
International Development Vol 8 No 2 2008 SSRN
BerndtR Ernst and Bengt Hansson 1992 Measuring the Contribution of Public Infrastructure
Capital in Sweden The Scandinavian Journal of Economics Vol 94 Supplement
Proceedings of a Symposium on Productivity Concepts and Measurement Problems Welfare
Quality and Productivity in the Service Industries (1992) pp S151-S168 Published by
Blackwell Publishing on behalf of The Scandinavian Journal of Economics
Bird Richard Mand Oliver Oldman 1968 Tax Research and Tax Reform in Latin America-A Survey
and Commentary Source Latin American Research Review Vol 3 No 3 (Summer 1968)
pp 5-23 Published by The Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1992) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Source Latin American Research Review Vol 27 No 1 (1992) pp 7-36 Published by The
Latin American Studies Association
Bird Richard M( 1994) Tax Reform in Latin America A Review of Some Recent Experiences
Author(s) Source Latin American Research
Bokhari ASFarasat Yunwei Gai and Pablo Gottret 2006 Government Health Expenditures and
Health OutcomesSSRN
Braumluninger Michael and Jean-Pierre Vidal 2000 Private versus Public Financing of Education and
Endogenous Growth Source Journal of Population Economics Vol 13 No 3 (Sep 2000)
pp 387-401 Published by Springer
Caminada Koen and Goudswaard Kees 1996 Progression and Revenue Effects of Income Tax
Reform International Tax and Public Finance Vol 3 No 1 199 SSRN
Courant N Paul and RubinfeldLDaniel 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Source The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 87-
100 Published by American Economic Association
David E Bloom David Canning and Jaypee Sevilla 2001 The Effect of Health on Economic
Growth Theory and Evidence NBER Working Paper No w8587 SSRN
De Lon J Bradford and Lawrence H Summers 1991 Equipment Investment and Economic Growth
The Quarterly Journal of Economics Vol 106 No 2 (May 1991) pp 445-502 Published by
The MIT Press
Dewa Putu Gede Chrisna Sanjaya 2006 Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Pajak Modern
Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua Tesis Program
Pasca UGM Yogyakarta
Errol DSouza 1995 The Budget Tax Reforms and Public Policy Economic and Political Weekly
Vol 30 No 1819 (May 6-13 1995) pp 1079-1084 Published by Economic and Political
Weekly Stable
Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United
States IMF Working Paper No 8764
Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on
Personal Saving NBER Working Paper No W3257
Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and
Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10
No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for
Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de
lHomme
GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer
Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999
No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings
Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and
Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The
Canadian Economics Asociation
GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study
for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004
Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax
Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State
University of New York - Department of Political Science November 1996
Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau
of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553
HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive
Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)
pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics
House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol
96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation
Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986
The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published
by American Economic Association
JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The
Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A
Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -
S193 Published by The University of Chicago Press
Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian
Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI
101007s10887-006-7407-2
Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An
Endogenous Growth Model With
Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002
Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia
Indonesia Jakarta 2003
Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The
Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The
Review of Economic Studies Ltd
Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan
Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric
Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress
Explorations in Health Economics Paper SSRN
Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of
Law Yale law School
Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal
of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of
Business Tennessee State University
M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and
Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic
and Political Weekly
McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The
Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77
Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and
Management
Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN
Yogyakarta
Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The
Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by
American Economic Association
Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp
87-100 Published by American Economic Association
Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings
Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution
Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility
Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by
Springer
Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di
Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta
Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic
Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No
1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp
422-427 Published by Southern Economic Association
WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian
Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr
1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga
Penelitian Universitas Lampung
Perkiraan Biaya Penelitian
No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah
1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000
2 Fotocopy dan penjilidan
proposal
2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000
3 Pengumpulan data dan
Analisa
1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000
4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000
5 Seminar Proposal dan Hasil
Penelitian
2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000
Total 10000000
(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)
Evans Owen and Lloyd Kenward 1987 The Macroeconomic Effects of TaxReform in the United
States IMF Working Paper No 8764
Feenberg Daniel R and Skinner S Jonathan 1990 The Impact of the 1986 Tax Reform Act on
Personal Saving NBER Working Paper No W3257
Fuente de la Angel Xavier Vives Juan J Dolado Riccardo Faini 1995 Infrastructure and
Education as Instruments of Regional Policy Evidence from Spain Economic Policy Vol 10
No 20 (Apr 1995) pp 13-51 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Centre for
Economic Policy Research Center for Economic Studies and the Maison des Sciences de
lHomme
GoolsbeeAustan and Robert E Hall Lawrence F Katz 1999 Evidence on the High-Income Laffer
Curve from Six Decades of Tax Reform Brookings Papers on Economic Activity Vol 1999
No 2 (1999) pp 1-64 Published by The Brookings
Grady Patric and Stpehenson RDonald 1977 Some Macroeconomics Effects of Tax Reform and
Indexing Vol 10 No 13 pp378-392 Published by Blackweel Publishing on behalf of The
Canadian Economics Asociation
GuptaIndrani and Arup Mitra 2004 Economic Growth Health and Poverty An Exploratory Study
for IndiaDevelopment Policy Review Vol 22 pp 193-206 March 2004
Hallerberg Mark and Basinger Scott1996 Why Did All but Two OECD Countries Initiate Tax
Reform from 1986 to 1990 Emory University ndashDepartment of Political Science State
University of New York - Department of Political Science November 1996
Hendershott H Patric 1988 The Tax Reform Act Of 1986 And Economic Growth National Bureau
of Economic Research (NBER) March 1988 NBER Working Paper No W2553
HildredM William and James V Pinto 1990 Impact of the 1986 Federal Tax Reform on the Passive
Tax Expenditures of States Source Journal of Economic Issues Vol 24 No 1 (Mar 1990)
pp 225-238 Published by Association for Evolutionary Economics
House L Christopher and ShapiroD Mathew 2006 Phased In Tax Cuts and Economic Activity Vol
96 N0 5 (Dec 2006) pp 1835-1849 Published by Americasn Economics Asociation
Jerry A Hausman and James M Poterba 1987 Household Behavior and the Tax Reform Act of 1986
The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp 101-119 Published
by American Economic Association
JorgensonWDale and Kun-Young Yun1990 Tax Reform and US Economic Growth Source The
Journal of Political Economy Vol 98 No 5 Part 2 The Problem of Development A
Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise Sistems (Oct 1990) pp S151 -
S193 Published by The University of Chicago Press
Jones Garettmiddot W Joel Schneider 1993 Intelligence human capital and economic growthA Bayesian
Averaging of Classical Estimates (BACE) approach J Econ Growth (2006) 1171ndash93 DOI
101007s10887-006-7407-2
Jouvet Pierre-Andreacute And Oueslati Walid 2002 Tax Reform And Public Spending Trade-Offs In An
Endogenous Growth Model With
Environmental Externality ETA ndash Economic Theory And Applications Nota Di Lavoro 1032002
Juli Panglima Saragih Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi Penerbit Ghalia
Indonesia Jakarta 2003
Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The
Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The
Review of Economic Studies Ltd
Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan
Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric
Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress
Explorations in Health Economics Paper SSRN
Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of
Law Yale law School
Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal
of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of
Business Tennessee State University
M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and
Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic
and Political Weekly
McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The
Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77
Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and
Management
Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN
Yogyakarta
Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The
Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by
American Economic Association
Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp
87-100 Published by American Economic Association
Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings
Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution
Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility
Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by
Springer
Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di
Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta
Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic
Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No
1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp
422-427 Published by Southern Economic Association
WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian
Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr
1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga
Penelitian Universitas Lampung
Perkiraan Biaya Penelitian
No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah
1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000
2 Fotocopy dan penjilidan
proposal
2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000
3 Pengumpulan data dan
Analisa
1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000
4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000
5 Seminar Proposal dan Hasil
Penelitian
2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000
Total 10000000
(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)
Justman Moshe 1995 Infrastructure Growth and the Two Dimensions of Industrial Policy The
Review of Economic Studies Vol 62 No 1 (Jan 1995) pp 131-157 Published by The
Review of Economic Studies Ltd
Lamudi Hurip2009 Analisis Pengaruh Reformasi Perpajakan 1983 Terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan Di Indonesia Skripsi FEB UGM Tidak Dipublikasikan
Laura Francia Lara Gitto Francesco Mennini and Barbara Polistena 2007 An Econometric
Analysis of OECD Countries Health Expenditure iHEA 2007 6th World Congress
Explorations in Health Economics Paper SSRN
Listokin Yair Tax Expenditure and Bussiness Cycle Fluctuations SSRN Association Profesor of
Law Yale law School
Looney E Robert 1994 The Impact of Infrastructure on Pakistans Agricultural Sector The Journal
of Developing Areas Vol 28 No 4 (Jul 1994) pp 469-486 Published by College of
Business Tennessee State University
M Ansari M 1982 Determinants of Tax Ratio A Cross-Country Analysis Source Economic and
Political Weekly Vol 17 No 25 (Jun 19 1982) pp 1035-1042 Published by Economic
and Political Weekly
McGuireJ Therese 1991 State and Local Tax Reform for 1990rsquos Implications from Arizona The
Journal of Policy Analysis and Management Vol 10 No 1 (Winter 1991) pp 64-77
Published by Jhon Willey and Sons on Behalf of Association for Public Policy Analysis and
Management
Mulyadi 1993 Sistem Akuntansi Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN
Yogyakarta
Munnell H Alicia 1992 Policy Watch Infrastructure Investment and Economic Growth The
Journal of Economic Perspectives Vol 6 No 4 (Autumn 1992) pp 189-198 Published by
American Economic Association
Paul N Courant and Daniel L Rubinfeld 1987 Tax Reform Implications for the State-Local Public
Sector Author(s) The Journal of Economic Perspectives Vol 1 No 1 (Summer 1987) pp
87-100 Published by American Economic Association
Pechman A Joseph 1987 Tax Reform Prospects in Europe and Canada Source The Brookings
Review Vol 5 No 1 (Winter 1987) pp 11-19 Published by The Brookings Institution
Strulik Holger 2004 Economic Growth and Stagnation with Endogenous Health and Fertility
Journal of Population Economics Vol 17 No 3 (Aug 2004) pp 433-453 Published by
Springer
Suparyati Agustina ( ) Analisis Dampak Reformasi Perpajakan Terhadap Kinerja Pajak Di
Indonesia Thesis Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta
Uppal JS 2000 Taxation In Indonesia Edisi Ke 2 Cet ke-5 Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
Uppal JS 2003 Tax Reform in Indonesia Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Wai-Hong Ho and Yong Wang 2005 Public Capital Asymmetric Information and Economic
Growth The Canadian Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 38 No
1 (Feb 2005) pp 57-80 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
WalterE James 1952 Tax Sensitivity Southern Economic Journal Vol 17No 4 (April 1990) pp
422-427 Published by Southern Economic Association
WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian
Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr
1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga
Penelitian Universitas Lampung
Perkiraan Biaya Penelitian
No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah
1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000
2 Fotocopy dan penjilidan
proposal
2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000
3 Pengumpulan data dan
Analisa
1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000
4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000
5 Seminar Proposal dan Hasil
Penelitian
2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000
Total 10000000
(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)
WylieJ Peter J 1996 Infrastructure and Canadian Economic Growth 1946-1991 The Canadian
Journal of Economics Revue canadienne dEconomique Vol 29 Special Issue Part 1 (Apr
1996) pp S350-S355 Published by Blackwell Publishing on behalf of the Canadian
Economics Association
Yuswanto dkk 2006rdquoEksistensi dan Posisi UU PDRD terhadap Otonomi Daerahrdquo Lembaga
Penelitian Universitas Lampung
Perkiraan Biaya Penelitian
No Uraian Unit Faktor Pengali Hargaunit Jumlah
1 Alat Tulis dan Habis Pakai 1 3 bulan Rp 400000 Rp 1200000
2 Fotocopy dan penjilidan
proposal
2 10 eksemplar Rp 100000 Rp 1000000
3 Pengumpulan data dan
Analisa
1 1 paket Rp 3 juta Rp 3000000
4 Transport dan Komunikasi 1 3 Rp 600000 Rp 1800000
5 Seminar Proposal dan Hasil
Penelitian
2 1 x Rp 3000000 Rp 3000000
Total 10000000
(Terbilang Sepuluh Juta Rupiah)