Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS TINGKAT EFISIENSI BANK UMUM SYARIAH
SEBELUM DAN SESUDAH SPIN OFF
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
AHMAD NIZAR
NIM 109046100201
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM (MUAMALAT)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015 M/1436 H
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 14 Desember 2015
Ahmad Nizar
109046100201
iv
ABSTRAK
Ahmad Nizar, NIM 109046100201. Analisis Tingkat Efisiensi Bank
Umum Syariah Sebelum dan Setelah Spin Off. Konsentrasi Perbankan Syariah,
Program Studi Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negri
Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2015.
Skripsi ini membahas tentang pengukuran efisiensi bank umum syariah
sebelum dan setelah spin off. Sempel dalam penelitian ini adalah BJB Syariah,
BRI Syariah dan BNI Syariah. Periode waktu pengukuran yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tiga tahun sebelum spin off (masih berbentuk UUS) dan tiga
tahun setelah spin off (setelah berbentuk BUS).
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data
Envelopment Analysis (DEA), dengan menggunakan asumsi Constant Return to
Scale (CRS). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah DPK, biaya
operasional, biaya tenaga kerja sebagai variabel input serta pembiayaan dan
pendapatan operasional sebagai variabel output.
Hasil dari penelitian ini adalah tidak ada perbedaan yang signifikan
tingkat efisiensi bank umum syariah antara sebelum dan setelah spin off.
Penelitian ini juga memberikan analisis potential improvement, dengan melihat
nilai to gain sebagai sarana atau alternatif yang dapat digunakan supaya
perbankan dapat beroperasi dengan efisien.
Kata Kunci : Spin Off, Efisiensi, DEA, CRS, Potential Improvement
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta
salam penulis sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW semoga kelak
kita termasuk kedalam umat yang mendapat syafaat dari beliau di hari akhirat
kelak.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) Program Studi
Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA selaku dekan Fakultas Syariah
dan Hukum yang saya hormati.
2. Bapak A.M. Hasan Ali, MA selaku ketua Program Studi Muamalat
yang selalu memberikan arahan dan bimbingan kepada seluruh
mahasiswa prodi muamalat.
3. Ibu Dr. Nurhasanah, M.Ag selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran, yang telah memberikan
banyak ilmu, serta menjadi figur yang sangat memotivasi dalam
penyusunan skripi ini.
vi
4. Kedua orang tua alm. Bpk Drs. H. Abdus Syukur dan Hj. Ibu Siti
Manfaah, S.Ag yang telah sangat memberikan dukungan dan
motivasi, serta kesabaranya menunggu terselesaikannya skripsi ini.
Semoga Allah selalu memberikan rahmat dan kasih sayang kepada
kalian.
5. Bapak Abdurrauf, MA. Selaku sekertaris prodi, yang selalu berrsedia
untuk direpotkan, serta ibu Oke di bagian akademik yang tanpa lelah
mengurus berkas-berrkas mahasiswa.
6. Anggit Wicaksono dan Farhan Rabbani, yang telah mengarahkan,
mengajarkan, serta bersedia memabagi ilmunya, sehingga skripsi ini
dapat berjalan lancar.
7. Kawan-kawan yang telah menjadi tempat untuk menyegarkan
pikiran, Ardiansyah, Heri, Mas Ari, Aji, Diki, dan kawan-kawan
lainnya.
8. Seluruh pihak yang telah membantu penulis menjalankan perkuliahan
dan penyusunan skripsi ini namun tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Akhir kata, penulis mendoakan agar Allah SWT membalas segala
dukungan dan kebaikan kalian yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.
Semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya dan
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
vii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iii
ABSTRAK ........................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................... 9
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................................... 9
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 11
E. Review Studi Terdahulu ....................................................................... 12
F. Sistematika Penulisan ........................................................................... 14
BAB II PERBANKAN SYARIAH di INDONESIA
A. Bank Syariah
1. Pengertian Bank Syariah .................................................................. 16
2. Regulasi Perbankan Syariah ............................................................ 20
3. Produk-produk Bank Syariah ........................................................... 29
B. Pemisahan (Spin Off) ............................................................................ 31
viii
C. Efisiensi ................................................................................................ 36
D. Kerangka Kinerja Perbankan Syariah ................................................... 41
BAB III METODE PENELITIAN
A. Objek Penelitian ................................................................................... 43
B. Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 48
C. Populasi dan Sampel ............................................................................. 48
D. Metode Analisis
1. Metode Data Envelopment Analysis (DEA) ..................................... 50
2. Input dan Output ............................................................................... 58
BAB IV HASIL ANALISIS DATA
A. Kriteria Penilaian Efisiensi ................................................................... 63
B. Hasil Perhitungan Dengan Metode DEA
1. Hasil Efisiensi Keseluruhan Perbankan ............................................ 64
2. Hasil Efisiensi Kelompok Perbankan
a. Hasil Efisiensi Perbankan Sebelum Spin Off (UUS) ................... 68
b. Hasil Efisiensi Perbankan Setelah Spin Off (BUS) ...................... 72
3. Efisiensi Rata-Rata Perbankan Sebelum dan Setelah Spin Off ........ 76
C. Analisis Potential Improvement Menggunakan Orientasi Input ........... 80
D. Analisis Potential Improvement Menggunakan Orientasi output ......... 85
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ............................................................................................... 90
B. Saran ..................................................................................................... 92
ix
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 95
LAMPIRAN ................................................................................................... 98
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Daftar BUS dan UUS ................................................................. 4
Tabel 1.2 Perkembangan BUS dan UUS .................................................... 7
Tabel 3.1 Daftar Objek Penelitian .............................................................. 43
Tabel 3.2 Persamaan DEA ......................................................................... 51
Tabel 3.3 Model DEA CRS ........................................................................ 54
Tabel 3.4 Model DEA VRS ........................................................................ 55
Tabel 3.5 Input dan Output ......................................................................... 59
Tabel 4.1 Kriteria dan Nilai Efisiensi ......................................................... 63
Tabel 4.2 Hasil Efisiensi Keseluruhan Perbankan ..................................... 64
Tabel 4.3 Efisiensi Rata-Rata Sebelum dan Setelah Spin Off .................... 75
Tabel 4.4 Nilai To Gain Pada Bank Setelah Spin Off Orientasi Input ....... 80
Tabel 4.5 Nilai To Gain Pada Bank Setelah Spin Off Orientasi Output ..... 85
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Kinerja Perbankan Syariah .......................................... 41
Gambar 4.1 Grafik Hasil Efisiensi Keseluruhan Perbankan ........................... 66
Gambar 4.2 Grafik Hasil Efisiensi Sebelum Spin Off ..................................... 69
Gambar 4.3 Grafik Hasil Efisiensi setelah Spin Off ........................................ 72
Gambar 4.4 Grafik Efisiensi Rata-Rata Bank Sebelum dan Setelah melakukan
Spin Off ........................................................................................ 76
Gambar 4.5 Grafik Nilai To Gain Bank Setelah melakukan Spin Off Orientasi
Input ............................................................................................. 81
Gambar 4.6 Diagram Nilai To Gain Bank Setelah melakukan Spin Off
Orientasi Input ............................................................................. 83
Gambar 4.7 Grafik Nilai To Gain Bank Setelah melakukan Spin Off Orientasi
Output .......................................................................................... 86
Gambar 4.8 Diagram Nilai To Gain Bank Setelah melakukan Spin Off
Orientasi Output ......................................................................... 88
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang Masalah
Dalam rangka peningkatan akses masyarakat terhadap perbankan syariah
pada awalnya Bank Indonesia mengeluarkan PBI No. 8/3/PBI/2006 Pasal 38
ayat 2, dimana isi peraturan ini membolehkan kantor cabang BUK yang telah
memiliki UUS dapat melayani transaksi syariah (Office Channelling). Tetapi, sejak
diberlakukannya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, maka
persoalan pengembangan perbankan syariah diatur melalui mekanisme baru, yaitu
dengan mekanisme akuisisi dan konversi bank konvensional menjadi bank umum
syariah. Dalam penerapannya ada tiga pendekatan, yaitu: Pertama, Bank Umum
Konvensional (BUK) yang telah memiliki Unit Usaha Syariah (UUS)
mengakuisisi bank yang relative kecil kemudian mengkonversinya menjadi syariah
dan melepaskan serta menggabungkan UUS-nya dengan bank yang baru
dikonversi tersebut. Kedua, BUK yang belum memiliki UUS, mengakuisisi bank
yang relative kecil dan mengkonversinya menjadi syariah. Ketiga, BUK
2
melakukan pemisahan (spin-off) UUS dan dijadikan Bank Umum Syariah (BUS)
tersendiri.1
Pada perkembangan saat ini UUS merupakan pilihan bagi banyak bank
konvensional yang ingin menikmati buah perkembangan perbankan syariah.
Banyak keuntungan yang diperoleh dalam pendirian UUS dari pada harus
mendirikan BUS baru, diantaranya adalah biaya yang lebih rendah dan proses yang
relative cepat. UUS juga dapat memanfaatkan berbagai sarana dan prasarana yang
dimilki oleh bank induk, baik tekhnologi, jaringan maupun SDM. Tetapi
kelemahan UUS sebagai lembaga keuangan syariah adalah dimana kebijakan bank
induk masih melekat kuat dalam UUS, sehingga untuk akselerasi pertumbuhan
dan market share dalam layanan syariah masih sangat minim.
Mencermati fenomena spin-off, ketua umum Asosiasi Bank Syariah
Seluruh Indonesia (Absindo) Achmad Riawan Amin, berpendapat bahwa spin-
off perbankan syariah dari UUS menjadi BUS seakan-akan dipaksakan sehingga
yang terjadi banyak manajemen bank syariah baru sulit mengembangkan diri.
Beliau memandang seharusnya spin-off dilakukan ketika nasabah suatu bank
sudah dengan perbandingan 50:50, dengan demikian dilakukannya spin-off
merupakan alternatif UUS bisa mandiri. Tetapi yang terjadi di Indonesia tidak
1 Abdul Ghofur Anshori, Pembentukan Bank Syariah Melalui Akuisisi dan Konversi: Pendekatan
Hukum Positif dan Hukum Islam (Yogyakarta: UII Press, 2010), hlm. 1.
3
demikian, spin-off dilakukan hanya berdasarkan informasi dari Bank Indonesia
bahwa potensi industri perbankan sangat cerah.
Selain beberapa praktisi perbankan yang kontra dengan gagasan spin-off,
ada pula praktisi perbankan yang pro dengan gagasan tersebut. Para praktisi yang
mendukung gagasan spin-off berpendapat bahwa spin-off merupakan salah satu
upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki dan memaksimalkan kinerja
perusahaan. Dengan memisahkan UUS yang dimiliki oleh suatu BUK, diharapkan
BUK yang dimaksud serta BUS baru yang terbentuk dari hasil spin-off tersebut
dapat semakin fokus beroperasi, lebih cepat dan fleksibel dalam pengambilan
keputusan-keputusan bisnis, serta kebijakan untuk perbaikan perusahaan dapat
dilakukan lebih tepat guna. Ada tiga hal yang harus dipertimbangkan dalam
pelaksanaan spin-off UUS menjadi BUS, yakni timing, sizing, dan pricing.
Maksudnya adalah jika waktu sudah tepat (timing), aset atau pangsa pasar sudah
besar (sizing), serta ongkosnya murah dan lebih menguntungkan (pricing), tidak
ada pilihan kecuali memisahkan UUS dari bank induknya.
Dari 36 lembaga keuangan syariah berupa bank, baru ada 11 lembaga
keuangan syariah yang berbentuk BUS dan sisanya masih berupa UUS. 10 BUS
yang ada merupakan hasil dari proses mekanisme pembentukan BUS diatas.
4
Tabel 1.1
Daftar Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah di Indonesia Juni 2014
Bank Umum Syariah
1. PT Bank Muamalat Indonesia
2. PT Bank Syariah Mandiri
3. PT Bank Syariah Mega
4. PT Bank BRI Syariah
5. PT Bank Syariah Bukopin
6. PT Bank Panin Syariah
7. PT Bank Victoria Syariah
8. PT Bank BCA Syariah
9. PT Bank Jabar dan Banten Syariah
10. PT Bank BNI Syariah
11. PT Bank Maybank Indonesia Syariah
Unit Usaha Syariah
1. PT Bank Danamon 14. BPD Aceh
2. PT Bank Permata 15. BPD Jambi
3. PT Bank International Indonesia 16. BPD Sulawesi Selatan
4. PT Bank DKI 17. BPD Kalimantan Barat
5. PT Bank Tabungan Negara 18. BPD Kalimantan Selatan
6. PT Bank TPN 19. BPD Sumatra Selatan
7. PT Bank Sinarmas 20. BPD Sumatra utara
8. PT CIMB Niaga 21. BPD Sumatra Barat
9. OCBC NISP 22. BPD Riau
10. The Hongkon & Shanghai Bank 23. BPD NTB
5
11. IFI 24. BPD Jawa Tengah
12. BPD Daerah Istimewa Yogya 25. BPD Jawa Timur
13. BPD Kalimantan Timur
Semakin banyaknya jumlah bank syariah yang beroperasi khusus dalam
bentuk Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) di
Indonesia dengan berbagai bentuk produk dan layanan yang diberikan
membuat persaingan antar bank syariah yang semakin ketat, secara langsung
ataupun tidak langsung, akan berpengaruh terhadap pencapaian profitabilitas
bank syariah. Sebagai lembaga bisnis (Business entity), perbankan (termasuk
perbankan syariah) dituntut untuk meningkatkan kinerja (performance) usahanya.
Salah satu cara untuk mengukur kinerja usaha perbankan syariah ialah melalui
tingkat efisiensi. Dengan kata lain, tingkat efisiensi dapat memberikan
gambaran mengenai kinerja usaha perbankan syariah. Perbankan yang efisien
berarti kinerjanya juga baik, demikian pula sebaliknya, perbankan yang tidak
efisien kinerjanya juga tidak baik. Perbankan yang efisien dapat memberikan
keyakianan kepada para investor, bahwa dana yang diinvestasikan di perbankan
tersebut akan memberikan hasil atau keuntungan. Sedangkan bagi para nasabah,
perbankan yang efisien dapat memberikan keuntungan karena biaya transaksi di
perbankan tersebut lebih murah dibandingkan perbankan yang lain (yang tidak
efisien). Bagi pemerintah, bank yang efisien akan memberikan keuntungan
6
berupa pajak perusahaan. Oleh karena itu, para pemangku kepentingan khususnya
pemerintah, otoritas moneter serta manajemen bank harus memberikan perhatian
terhadap masalah efisiensi perbankan tersebut.2
Efisiensi mengacu pada hubungan antara keluaran (output) dan masukan
(input), sehingga efisiensi dapat diartikan sebagai rasio antara output dengan input.
Ada tiga faktor yang menyebabkan efisiensi, yaitu (1) Apabila dengan input yang
sama dapat menghasilkan output yang lebih besar; (2) Dengan input yang kecil
dapat menghasilkan output yang sama; dan (3) Dengan input yang lebih besar dapat
menghasilkan output yang lebih besar lagi.3 Indikator efisiensi dapat dilihat
dengan memperhatikan besarnya rasio beban operasional terhadap pendapatan
operasional (BOPO) dan rasio non performing financing (NPF). Selain itu
efisiensi juga dapat dilihat dengan memperhatikan pertumbuhan tingkat
indikator kinerja bank seperti jumlah simpanan, pembiayaan, dan total aktiva.
Secara umum, ada dua pendekatan untuk mengukur tingkat efisiensi
perbankan yaitu pendekatan nisbah keuangan (financial ratio) dan pendekatan
operating research (OR). Pendekatan nisbah keuangan biasanya merujuk pada
kinerja keuangan, antara lain return on aset (ROA), return on equity (ROE),
capital asset ratio (CAR), operating efficiency ratio (OER) atau cost to
2 H. Rahmat Hidayat, Efisiensi Perbankan Syariah: Teori dan Praktek (Jawa Barat:Gramata Publishing, 2014), h.
64 3 Muhammad Ghafur, Potret Perbankan Syariah di Indonesia Terkini: Kajian Kritis Perkembangan
Perbankan Syariah (Yogyakarta: Biruni Press, 2007)
7
income ratio (CIR). Sedangkan pendekatan OR, pengukuran efisiensi dihitung
dengan menggunakan: (1) teknik parametrik seperti Stochastik Frontier
Approach (SFA), Distribution Free Approach (DFA) dan Recusive Thick
Frontier Approach (RTFA). (2) teknik non-parametrik seperti Data
Envelopment Analysis (DEA) dan Free Disposable Hull (DFH) analysis.4
Tabel 1.2
Perkembangan Kinerja BUS dan UUS
Indikator Kinerja Periode
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Simpanan (triliun) 28,0 36.8 52,2 76,0 115,4 147,5 183,5
Biaya Operasional (triliun) 1,7 2,6 3,1 4,4 6,6 8,7 14,0
Biaya Operasional Lain (triliun) 0,31 0,49 1,4 0,96 1,1 1,6 1,9
Pembiayaan (triliun) 27,9 38,1 46,8 68,1 102,6 147,5 184,1
Total Aktiva (triliun) 36,5 49,5 66,1 97,5 145,4 195,0 242,2
NPF (%) 4,05 1,42 4,01 3,02 2,52 2,22 2,62
BOPO (%) 76,54 81,75 84,39 80,54 78,41 74,97 78,21
Sumber : Statistik Perbankan Syariah 23 september 2014 (data diolah)
4 Rahmat Hidayat, Efisiensi Perbankan Syariah: Teori dan Praktek (Jawa Barat:Gramata Publishing,
2014), h. 69
8
Dari table 1.2 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada indikator
kinerja keuangan BUS dan UUS diantaranya adalah simpanan meningkat dari
28,0 triliun pada periode 2007 menjadi 183,5 triliun pada periode 2013.
Begitu juga dengan pembiayaan meningkat dari 27,9 triliun pada periode
2007 menjadi 184,1 triliun pada periode 2013, serta total aktiva meningkat
dari 36,5 triliun pada periode 2007 menjadi 242,2 triliun pada periode 2013.
Akan tetapi hal tersebut diikuti dengan rasio NPF dan BOPO yang fluktuatif
selama periode 2007 sampai 2013. Berfluktuasinya rasio BOPO pada periode
2007-2013 menunjukkan bahwa BUS dan UUS mengalami inkonsistensi dalam
hal efisiensi pada kegiatan operasionalnya, maka diperlukkan penelitian kebih
lanjut.
Beberapa penelitian tentang efisiensi perbankan syariah telah dilakukan
sebelumnya antara lain oleh Dwi Fazriyatunnisa (2010), penelitian ini meneliti
tentang tingkat efisiensi BUS pada periode 2007-2009. Hasil penelitian ini
mengungkapkan bahwa pada periode 2007-2009 rata-rata tingkat efisiensi BUS
adalah 100 persen. Namun, hasil penelitian tersebut berbeda dengan yang
dilakukan oleh Uma Uctavia (2013). Penelitian ini meneliti tentang tingkat efisiensi
BUS dan UUS pada periode 2007-2011. Hasil penelitian tersebut
mengungkapkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat
efisiensi BUS dan tingkat esisiensi UUS di Indonesia pada periode 2007-2011.
Dengan rata-rata tingkat efisiensi 93,09 persen untuk BUS dan 97,31 persen
9
untuk UUS. Oleh karena research gap pada beberapa penelitian terdahulu dan
belum adanya penelitian yang terfokus pada efisiensi BUS sebelum dan
sesudah spin-off maka diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai efisiensi
perbankan syariah.
Berdasarkan uraian latarbelakang tersebut maka judul yang diambil dalam
penelitian ini yaitu “Analisis Efisiensi Bank Umum Syariah Sebelum dan
Sesudah Spin-Off”
B. Identifikasi Masalah
1. Perkembangan perbankan syariah yang inkonsistensi dalam hal efisiensi
pada kegiatan operasionalnya. (kenaikan yang cukup signifikan dilihat dari
sisi simpanan, total aktiva, dan pembiayaan tetapi diikuti oleh rasio NPF dan
rasio BOPO yang berfluktuatif)
2. Permasalahan yang terkait dengan restrukturisasi perbankan syariah, yang
tercantum pada UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
3. Serta research gap yang terjadi pada penelitian sebelumnya tentang efisiensi
perbankan syariah.
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Agar penelitian ini tidak melebar maka penulis perlu membatasi masalah
pada penelitian.
10
1. Penelitian ini terfokus pada BUS yang terbentuk dari proses mekanisme spin
off yang terdaftar pada Bank Indonesia, yaitu BJB Syariah, BRI Syariah, dan
BNI Syariah.
2. Bahasan penelitian hanya seputar tingkat efisiensi BUS sebelum dan sesudah
melakukan spin-of .
3. Untuk mendapatkan hasil yang valid, maka penulis akan menggunakan periode
yang paling dekat saat sebelum melakukan spin off dan setelah melakukan spin off,
yaitu 3 tahun sebelum dan 3 tahun sesudah BUS melakukan spin-off. Untuk
BJB Syariah (periode sebelum spin off yaitu per juni 2006 - maret 2009 dan periode
setelah spin of yaitu per juni 2010 – maret 2013), Untuk BRI Syariah ( periode
sebelum spin off yaitu per desember 2005 – september 2008 dan periode setelah
spin off yaitu per desember 2008 – september 2011), dan untuk BNI Syariah (
periode sebelum spin off yaitu per juni 2006 – maret 2009 dan periode setelah spin
off yaitu per juni 2010 – maret 2013).
Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka pokok masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Apakah ada perbedaan kinerja Bank Syariah dilihat dari sisi efisiensi antara sebelum
dan setelah spin off?
2. Berapakah tingkat efisiensi rata-rata perbankan syariah di Indonesia yang berdiri
dari hasil spin off dengan menggunakan pendekatan non parametrik?
11
3. Bagaimana upaya minimalisasi biaya input dan maksimalisasi output yang harus
dilakukan perbankan syariah supaya efisien di awal periode setelah spin off ?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Setelah melihat judul yang diangkat dan latar belakang masalah yang ada
serta perumusan masalah yang ingin didapatkan, maka penelitian ini bertujuan,
antara lain:
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan bukti empiris tentang perbandingan tingkat efisiensi bank umum
syariah sebelum dan sesudah melakukan spin-off secara individu.
2. Mendapatkan bukti empiris tentang perbandingan tingkat efisiensi bank umum
syariah sebelum dan sesudah melakukan spin-off secara kelompok.
Hasil penelitian perbandingan tingkat efisiensi bank umum syariah
sebelum dan sesudah melakukan spin-off diharapkan dapat memberikan
manfaat dan kontribusi bagi beberapa pihak yang berkepentingan, antara lain:
Manfaat dari penelitian adalah:
1. Bagi Perbankan Syariah, Bank Indonesia dan Pemerintah, yaitumemberikan
informasi tentang kinerja (tingkat efisiensi) bank syariah di Indonesia.
12
2. Bagi akademisi dan pembaca, memberikan pengetahuan tentang masalah perbankan
khususnya efisiensi dan dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya
yang akan membahas tentang masalah perbankan.
3. Bagi peneliti dan penelitian selanjutnya, dengan penelitian ini diharapkan dapat
menjadi wahana pengetahuan dan pengalaman mengenai perbankan syariah,
serta menjadi bahan masukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
E. Review Studi Terdahulu
Penelitian tentang efisiensi perbankan sudah banyak dilakukan dalam
penelitian ekonomi. Penelitian tentang efisiensi perbankan ini dilakukan dengan
metodologi yang berbeda-beda, baik secara parametrik maupun nonparametrik.
Salah satu metode yang banyak digunakan di berbagai Negara untuk mengukur
tingkat efisiensi adalah metode non parametrik Data Envelopment Analysis (DEA).
DEA merupakan teknik pengukuran efisiensi non parametrik yang baik, yang
digunakan secara ekstensif di lebih dari 400 penelitian tentang efisiensi dalam ilmu
manajemen selama sepuluh tahun terakhir.5 Berikut adalah penelitian terkait dengan
DEA dan Spin Off.
5 Mohd. Azmi Omar, Abdul Rahim Abdul Rahman, Rosylin Mohd. Yusof, M. Shabri Abd.
Majid, dan Mohd. Eskandar Shah Mohd. Rasid, Efficiency Of Commercial Banks In Malaysia
(2006)
13
NO JudulPenelitian Metode Hasil Penelitian Perbedaan
1. Efisiensi Teknis
Perbankan
Indonesia Pada
Bank Yang Merger
– Akuisis Dan Spin
Off. Oleh Anggit
Wicaksono tahun
2014.
Metode DEA
dengan
pendekatan
intermediasi.
Input: DPK,
beban tenaga
kerja, dan aset
tetap.
Output:
Penyaluran
dana, dan
pendapatan
operasional.
Perbankan yang
terbentuk dari hasil
spin off memiliki
hasil efisiensi yang
lebih tinggi.
Penulis
tidak
membandi
ng
kan
dengan
bank yang
terbentuk
dari hasil
merger-
akuisisi.
2. Perbandingan
Kinerja Keuangan
Bank Syariah
Sebelum Dan
Sesudah Spin Off.
Oleh Ima Akmala
Muharamah tahun
2013.
Metode uji dua
sampel
berpasangan
dengan rasio
BOPO, FDR,
dan ROA.
Dilihat dari rasio
FDR membuktikan
adanya perbedaan
kinerja keuangan,
tetapi dilihat dari
rasio BOPO dan
ROA tidak adanya
perbedaan kinerja
keuangan.
Penulis
mengguna
kan
metode
DEA
bukan uji
dua
sampel
berpasang
an.
3. Analisis
Perbandingan
Tingkat Kesehatan
Bank BNI Syariah
Sebelum dan
Sesudah Menjadi
Bank Umum
Syariah. Oleh Siti
Muayanah tahun
2012.
Dengan
perhitungan
rasio
Rentabilitas dan
rasio Likuiditas.
Tidak ada
perbedaan tingkat
kesehatan Bank
BNI Syariah antara
sebelum dan
sesudah menjadi
BUS.
Penulis
mengguna
kan
metode
DEA
bukan
rasio
Rentabilit
as dan
rasio
Likuiditas
14
4. Tingkat Efisiensi
Bank Umum
Syariah (BUS)
menggunakan
Metode DEA. Oleh
Shafitranata tahun
2011.
Metode DEA
dengan
pendekatan
produksi.
Input: biaya
operasional,
biaya tenaga
kerja dan jasa
bank. Output:
total simpanan
dan deposito.
Dua dari tiga bank
yang ada pada
sampel telah
mencapai efisiensi
rata-rata 100%,
tetapi satu bank
syariah hanya
mencapai efisiensi
rata-rata 90,48%.
Penulis
membandi
ngkan
tingkat
efisien
BUS
sebelum
dan
sesudah
spin off.
5. Analisis Efisiensi
dan Skala Ekonomi
Pada Industri
Perbankan Syariah
di Indonesia tahun
1999-2004. Oleh
Priyonggo Suseno
tahun 2008.
Metode DEA
dengan cost
efficiency.
Input: biaya
bagi hasil, biaya
lainnya dan
aset. Outpu:
pendapatan
bunga dan
pendapatan
lainnya.
.
Dari 10 bank yang
diteliti tingkat
inefisiensi rata-rata
mencapai hanya
sekitar 7%. Serta
tidak ada
perbadaan yang
signifikan antara
tingkat efisiensi
BUS dengan BUK
yang memiliki unit
usaha syariah.
Penulis
tidak
mengukur
skala
ekonomi
pada
industri
perbankan
syariah.
F. Sistemat
ika Penulisan
Bab I berisi tentang latar belakang kenapa penulis mengangkat judul
penelitian ini , permasalahan apa saja yang diangkat dalam penelitian, tujuan dan
manfaat dari penelitian ini dilakukan, serta melihat bagaimana hasil dari penelitian-
15
penelitian terdahulu. Bab II menjelaskan tentang gambaran umum objek penelitian
yang diambil oleh penulis. Bab III menerangkan tentang bagaimana pengolahan
data pada penelitian serta mejelaskan tentang metode analisis yang dipakai dalam
penelitian. Bab IV berisi hasil analisa yang dilakukan penulis dari objek dalam
penelitian. Dan bab V berisi tentang kesimpulan dan saran penulis akan hasil analisa
dalam penelitian.
16
BAB II
Perbankan Syariah di Indonesia
A. Bank Syariah
1. Pengertian Bank Syariah
Bank berasal dari kata banco dalam bahasa Italia yang berarti
bangku. Bangku inilah yang dipergunakan oleh banker untuk melayani
kegiatan operasionalnya kepada para nasabah. Istilah bangku secara resmi
dan popular menjadi bank. Bank termasuk perusahaan industri jasa karena
produknya hanya memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat.
Pengertian bank syariah atau yang dalam istilah internasionalnya disebut
dengan Islamic Banking adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum
Islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana atau
pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai
dengan syariah. Perbedaan yang mencolok antara bank konvensional dengan
bank syariah adalah pada landasan operasinya, dimana bank syariah tidak
berlandaskan bunga melainkan berlandaskan bagi hasil, ditambah dengan
jual-beli dan sewa. Selain menghindari bunga, bank syariah secara aktif turut
17
berpartisipasi dalam mencapai sasaran dan tujuan dari ekonomi Islam yang
berorientasi pada kesejahteraan sosial (Rivai, 2007).1
Dalam undang-undang No.21 Tahun 2008 dijelaskan bahwa Bank
Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan
prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.2 Secara umum, bank syariah adalah
lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan
uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang yang
dilakukan dengan akad yang sesuai syariah Islam.3 Definisi bank syariah
lainnya adalah lembaga keuangan yang sistem operasi dan produk-produk
yang dikeluarkannya berlandaskan al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad
SAW.
Antonio dan Perwataatmadja,4 memberikan dua definisi terhadap
bank syariah, yaitu bank yang beroperasi sesuai perinsip-perinsip Islam dan
bank yang tata cara beroperasinya mengacu pada ketentuan-ketentuan al-
Qur’an dan Hadits. Mereka menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan bank
yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam adalah bank
yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam
1Veitzhal Rivai, dkk, 2007, Bank and Financial Institution Management, Conventional and Sharia
System, Jakarta : PT. Raja GrafindoPersada 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
3 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisa Fiqih dan Keuanga,. 2004, h. 18.
4 Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’I Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam
(Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1997), h. 1.
18
khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam. Sedangkan
yang dimaksud dengan bank yang tata cara beroperasinya mengacu pada
ketentuan-ketentuan al-Qur’an dan Hadits adalah bank yang tata cara
beroperasinya mengikuti perintah dan larangan yang tercantum dalam al-
Qur’an an Hadits.
Perbankan syariah merupakan lembaga keuangan yang menerapkan
nilai-nilai syariah, dimana termasuk di dalamnya ialah larangan penerapan
unsur riba, seperti dijelaskan dalam ayat Al Qur’an sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka
ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu
19
bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya..” ( Q.S Al Baqarah : 278-279).
Secara umum, tujuan berdirinya bank syariah adalah dapat
memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui
pembiayaan-pembiayaan yang dikeluarkan oleh bank syariah.
Adapun secara khusus tujuan pengembangan bank syariah,
diantaranya5 :
1. Kebutuhan Jasa Perbankan bagi Masyarakat yang Tidak Dapat Menerima
Konsep Bunga
Dengan diterapkannya system perbankan syariah yang
berdampingan dengan system perbankan konvensional, mobilisasi dana
masyarakat dapat dilakukan secara lebih luas, terutama dari segmen
masyarakat yang selama ini belum dapat tersentuh oleh system
perbankan konvensional.
2. Peluang Pembiayaan bagi Pengembangan Usaha Berdasarkan Prinsip
Kemitraan
Dalam prinsip ini, konsep yang diterapkan adalah hubungan antar
investor yang harmonis (mutual investor relationship). Adapun dalam
5 Muhammad Syafi’I Antonio. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h,
226.
20
system konvensional, konsep yang diterapkan adalah hubungan debitur
dan kreditur yang antagonis (debitor to creditor relationship).
3. Kebutuhan akan Produk dan Jasa Perbankan Unggulan
Sistem perbankan syariah memiliki beberapa keunggulan
komperatif berupa penghapusan pembebanan bunga yang
berkesinambungan (perpetual interest effect), membatasi kegiatan
spekulasi yang tidak produktif, dan pembiayaan yang ditujukan pada
usaha-usaha yang memperhatikan unsur moral (halal).
2. Regulasi Perbankan Syariah di Indonesia
Gagasan Pendirian bank syariah di Indonesia telah ada sejak
pertengahan tahun 1970an. Hal ini dibahasa pada acara seminar internasional
hubungan Indonesia-Timur Tengah pada tahun 1974 dan pada tahun 1976
dalam seminar internasional yang diselenggarakan oleh lembaga Studi Ilmu-
ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan Bhenika Tunggal Ika. Namun
ada beberapa alasan yang menghambat terealisasinya ide ini.6
1. Operasi bank syariah yang menerapkan prinsip bagi hasil belum diatur
oleh perundang-undangan dan karena itu tidak sejalan dengan UU pokok
perbankan yang berlaku yakni UU No.14 Tahun 1967
6 M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi, (Jakarta: Lembaga Studi Agama dan
Filsafat, 1999), h. 405.
21
2. Konsep bank syariah dari segi politis berkonotasi ideologis karena bagian
dari atau berkaitan dengan konsep negara Islam dan karena itu tidak
dikehendaki pemerintah.
3. Masih dipertanyakan siapa yang bersedia menaruh modal dalam ventura
semacam itu, sementara pendirian bank baru dari Timur Tengah masih
dicegah, antara lain pembatasan bank asing yang ingin membuka
kantornya di Indonesia.
Pembahasan mengenai bank syariah sempat meredam dan muncul
kembali pada tahun 1988, para ulama saat itu berusaha untuk mendirikan
bank bebas bunga, tetapi tidak ada perangkat hukum yang dapat dirujuk,
kecuali bahwa perbankan dapat saja menerapkan bunga sebesar 0%. Setelah
adanya rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan
perbankan di Cisarua, Bogor pada tanggal 19-22 Agustus 1990 yang
kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional (MUNAS)
IV Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya,
Jakarta, 22-25 Agustus 1990 dibentuklah kelompok kerja untuk mendirikan
bank syariah di Indonesia. Pada tahun 1992, berdirilah Bank Muamalat
Indonesia sebagai bank syariah pertama di Indonesia yang merupakan hasil
kerja tim perbankan MUI tersebut.
22
Berikut ini adalah regulasi perbankan syariah di Indonesia pasca
berdirinya bank syariah pertama di Indonesia, yaitu Bank Muamalat
Indonesia:
1. Periode Undang-Undang No.7 Tahun 1992
Dalam UU No.7 Tahun 1992 disebutkan, bahwa salah satu usaha
bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat adalah menyediakan
pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil. Hal ini secara
tegas disebutkan dalam PP NO.7 Tahun 1992, yang berbunyi:
a. Bank Umum atau Bank perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya
semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan
melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil.
b. Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya
tidak berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan
kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip bagi hasil.
Dalam menjalankan perannya, bank Islam berlandaskan pada
UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan dan PP No.72 Tahun 1992
tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil, yang kemudian lebih lanjut
dijelaskan dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang pada pokoknya
menetapkan hal-hal antara lain:
23
a. Bahwa bank berdasarkan prinsip bagi hasil adalah Bank Umum dan
Bank Perkreitan Rakyat yang dilakukan usaha semata-mata
berdasarkan prinsip bagi hasil.
b. Prinsip bagi hasil yang dimaksudkan adalah prinsip bagi hasil yang
berdasarkan syariat Islam.
c. Bank beradasarkan prinsip bagi hasil wajib memiliki Dewan
Pengawas Syariat (DPS).
d. Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya
semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil tidak diperkenankan
melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil.
Sebaliknya Bank Umum atau Bank perkreditan Rakyat yang
melakukan usaha tidak dengan prinsip bagi hasil tidak
diperkenankan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi
hasil.
Akan tetapi, peraturan itu justru menjadi pembatas bagi
perkembangan bank syariah karena jalur pertumbuhan jaringan kantor
bank syariah hanya melalui perluasan kantor bank syariah yang telah ada
atau pembukaan bank baru yang relatif besar investasinya. Situasi
demikian membuat Bank Muamalat Indonesia (BMI) menjadi pemain
tunggal di pasar dengan sejumlah problem terutama berkaitan dengan
24
masalah pengelolaan likuiditas dan mitra kerjasama. Sementara itu oleh
karena kebutuhan masyarakat terhadap perbankan syariah telah
dirasakan meningkat pada saat itu, maka untuk mengakomodir
kebutuhan tersebut sejumlah investor telah mendirikan BPR yang
beroperasi dengan prinsip syariah. Hingga tahun 1998 telah berdiri 76
BPRS di berbagai kota di Indonesia.7
Berdasarkan sejumlah masalah yang ada maka UU No. 7 Tahun
1992 tentang perbankan diubah ke dalam UU No. 10 Tahun 1998,
sehingga landasan hukum syariah menjadi lebih jelas dan kuat baik dari
segi kelembagaannya maupun landasan operasional syariahnya. Dengan
demikian pengembangan bank syariah merupakan bagian dari agenda
kerja Bank Indonesia karena UU tersebut mengakui keberadaan bank
konvensional dan bank syariah secara berdampingan atau dikenal dengan
dual banking system. Berdasarkan UU tersebut bank umum maupun BPR
dapat beroperasi berdasarkan prinsip syariah dan bank umum
konvensional melalui suatu mekanisme perizinan tertentu dari Bank
Indonesia dapat melakukan kegiatan usaha perbankan syariah dengan
membuka kantor cabang syariah.
2. Periode Undang-Undang Tahun 1998
7 A. Riawan Amin, Menata Perbankan Syariah di Indonesia, (UIN Pres, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, juli 2009), h. 95
25
Dikeluarkannya UU No. 10 Tahun 1998 merupakan perubahan
atas UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan. Pada undang-undang ini
terdapat beberapa perubahan yang memberikan peluang yang lebih besar
bagi pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Dalam UU, tersebut
beberapa hal yang berkaitan dengan perbankan syariah dijelaskan dalam
BAB I pasal 1, di antaranya sebagai berikut:8
a. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan pelayanan dalam lalu lintas pembiayaan.
b. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang
atau tagihan yang dipersamaakan dengan itu berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak yang ibiayai untuk mengembalikan uang atua tagihan tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil.
c. Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berasarkan hukum Islam
antara bank dan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau
pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan
sesuai dengan syariah. Di antara prinsip-prinsip bagi hasil
(mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal
8 Rahmat Hidayat, Efisiensi Perbankan Syariah:Teori dan Praktek, (Jawa Barat: Gramata Publishing,
2014), h. 23.
26
(musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh
keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal
berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan
adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa
dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Isi dari undang-undang ini selain berupa penegasan terhadap
eksistensi perbankan Islam di Indonesia adalah menyangkut
kelembagaan dan operasional bank Islam. Sebagai pelaksanaan dari
undang-undang ini, kemudian diikuti dengan dikeluarkannya sejumlah
ketentuan pelaksanaan dalam bentuk surat keputusan atau SK direksi
Bank Indonesia yang memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan
kesempatan yang luas bagi pengembangan perbankan syariah di
Indonesia. Yaitu dikeluarkannya PBI No.7/PBI/2005 tanggal 25
september 2005 tentang bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah dan untuk BPRS diatur oleh PBI
No.6/17/PBI/2004 tanggal 1 juli 2004 tentang bank perkreditan rakyat
berdasarkan prinsip syariah.
Pemberlakuan undang-undang No.10 Tahun 1998 ini dapat
dikatakan momemen pengembangan perbankan di Indonesia, karna
undang-undang tersebut membuka kesempatan untuk pengembangan
jaringan perbankan syariah, antara lain melalui izin pembukaan Kantor
27
Cabang Syariah (KCS) oleh bank konvensional. Dengan kata lain bank
konvensional dapat melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah. Pada periode ini juga telah diatur mengenai ketentuan kliring
instrument moneter dan pasar uang antar bank. Demikian pula untuk
mengatur tentang pengelolaan likuiditas bank Islam, Bank Indonesia
telah mengeluarkan peraturan mengenai Sertifikat Wadiah Bank
Indonesia (SWBI) dan ketentuan tentang fasilitas pembiayaan jangka
pendek bagi bank syariah. Selain itu, agar profitabilitas pengelolaan dana
bank-bank Islam dapat ditingkatkan Bank Indonesia telah melakukan
koordinasi dengan instansi pemerintah yang terkait, yaitu Departement
Keuangan Direktorat Jendral Lembaga Keuangan Nonbank, Direktorat
jendral Asuransi, Bapepam dan sebagainya.
3. Periode Undang-Undang No.21 Tahun 2008
Pada tahun 2008 telah lahirnya UU No.21 Tahun 2008 tentang
perbankan syariah. Undang-undang yang disahkan pada tanggal 16 Juli
2008 ini adalah bukti telah meningkatnya perhatian pemerintah terhadap
pertumbuhan dan perkembangan bank syariah di Indonesia. Hal ini dapat
dilihat dari ketentuan-ketentuan yang tertera dalam UU No.21 Tahun
2008. Berikut ini adalah beberapa ketentuan tersebut:
28
a. Istilah bank perkreditan rakyat yang diubah menjadi bank pembiayaan
rakyat syariah.
b. Penetapan Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebagai pihak terafiliasi
seperti halnya akuntan public, konsultan, dan penilai.
c. Definisi pembiayaan yang berubah secara signifikan dibandingkan
definisi yang ada dalam UU sebelumnya tentang perbankan (UU No.
10 Tahun 1998). Dalam definisi terbaru, pembiayaan dapat berupa
transaksi jual beli, transaksi bagi hasil, transaksi sewa menyewa,
transaksi simpan pinjam, dan transaksi sewa menyewa jasa
(multijasa).9
d. Jika terjadinya penggabungan atau peleburan bank syariah dengan
bank lain, bank hasil penggabungan atau peleburan tersebut wajib
menjadu bank syariah.
e. Pemisahan wajib bagi UUS yang dimiliki bank konvensional ketika
asetnya telah mencapai paling sedikit 50% dari total aset bank
induknya atau 15 tahun sejak berlakunya undang-undang ini.
9 Bank Indonesia, Ikhtisar Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, h. 1
29
3. Produk-Produk Bank Syariah
Dalam menjalankan kegiatan usahanya perbankan syariah menerapkan
akad-akad yang sesuai dengan prinsip syariah, antara lain:
1. Produk Penghimpunan Dana
a. Produk Penghimpunan Dana dengan Akad Wadiah
Giro iB, Tabungan iB, dan Tabungan Haji iB. Produk
penghimpunan dana ini disesuaikan dengan prinsip akad wadiah, yaitu
akad penitipan barang atau uang antara pihak yang mempunyai barang
atau uang dan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk
menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang.
b. Produk Penghimpunan Dana dengan Akad Mudharabah
Tabungan Emas iB, Tabungan iB, Tabungan Umrah iB, dan
Deposito iB. Produk penghimpunan dana ini disesuaikan dengan prinsip
akad mudharabah, yaitu akad kerjasama antara pihak pertama sebagai
pemilik dana dan pihak keddua yang bertindak sebagai pengelola dana
dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang
dituangkan dalam akad.
2. Produk Penyaluran Dana
30
a. Produk Penyaluran Dana dengan Akad Ijarah
Pembiayaan iB, Pembiayaan Multijasa iB, Pembiayaan
Menengah dan Korporasi iB, Pembiayaan Mikro dan Kecil iB, dan
Pembiayaan Modal kerja iB. Produk penyaluran dana ini disesuaikan
dengan prinsip akad ijarah, yaitu akad penyediaan dana dalam rangka
memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa
berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri.
b. Produk Pembiayaan Dana dengan Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik
Pembiayaan iB, dan Pembiayaan Channeling iB. Produk
penyaluran dana ini disesuaikan dengan prinsip akad ijarah muntahiya
bittamlik, yaitu akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak
guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa
dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.
c. Produk Pembiayaan Dana dengan Akad Murabahah
Pembiyaan iB, Pembiayaan Menengah dan Korporasi iB,
Pembiayaan Mikro dan Kecil iB, Pembiayaan Modal Kerja iB,
Pembiayaan Channeling iB, Pembiayaan Pemilikan Kendaraan iB, dan
Pembiayaan Rumah iB. Produk penyaluran dana ini disesuaikan dengan
31
prinsip akad murabahah, yaitu akad pembiayaan suatu barang dengan
menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya
dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.
3. Produk Jasa
a. Produk Jasa dengan Akad Qard dan Ijarah
Jasa Deposit Box Emas iB, dan Gadai iB. Produk jasa ini telah
disesuaikan dengan prinsip akad Qard dan Ijarah, yaitu akad pinjaman
dana kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib
mengambalikan dana yang diterimanya pada waktu yang telah
disepakati.
b. Produk Jasa dengan Akad Sharf
Jasa Penukaran Uang iB, produk jasa ini telah disesuaikan
dengan prinsip akad sharf.
c. Produk Jasa dengan Akad Qard, Rahn dan Ijarah
Gadai Emas iB, produk jasa ini disesuaikan dengan prinsip akad
qard, rahn, dan ijarah.
B. Pemisahan (Spin Off) Unit Usaha Syariah (UUS)
1. Regulasi Pemisahan (Spin Off) UUS
32
Yang dimaksud dengan spin off adalah apabila unit kegiatan tersebut
kemudian dipisahkan dari sebuah perseroan dan berdiri sebagai suatu
perseroan baru yang terpisah. Dengan demikian perseroan tersebut akan
mempunyai direksi sendiri dan independen dalam mengambil keputusan,
serta kepemilikan perseroan baru tersebut berada di tangan para pemegang
saham. Pemisahan ini dimaksudkan agar unit tersebut dapat mengambil
keputusan dengan lebih cepat, lebih efisien dan ada yang secara khusus
bertanggung jawab.
Sebenarnya praktek spin off telah cukup lama dikenal sebagai satu
bagian konstruksi yang banyak digunakan dalam merestrukturisasi hukum,
akan tetapi hal ini baru dilegislasikan setelah diatur dalam UU No. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas. Sedangkan dalam perbankan syariah
sendiri, peraturan pemisahan (spin off) UUS menjadi Bank Umum Syariah
dituangkan dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun
2008, disebutkan pada Pasal 68 ayat (1) Dalam hal Bank Umum
Konvensional memeliki UUS yang nilai asetnya telah mencapai paling sedikit
50% (lima puluh persen) dari total nilai aser bank induknya atau 15 (lima
belas) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini, maka Bank Umum
Konvensional dimaksud wajib melakukan Pemisahaan UUS tersebut menjadi
Bank Umum Syariah.10
Sedangkan peraturan pelaksanaan mengenai
10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008.
33
pemisahaan (spin off) unit usaha syariah (UUS) diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/10/PBI/2009 tentang Unit Usaha Syariah, dalam Surat
Edaran Bank Indonesia No.11/28/DPbS tanggal 5 oktober 2009. Dimana
pemisahaan (spin off) UUS dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu
pemisahan (spin off) UUS dengan cara pendirian BUS baru atau pemisahan
(spin off) UUS dengan cara pengalihan hak dan kewajiban kepada BUS yang
sudah ada.11
2. Tujuan Pemisahan (Spin Off) UUS
Tujuan dikeluarkannya peraturan ini adalah agar perkembangan
perbankan syariah dapat terfokus kepada bank syariah, yakni bank umum
syariah (BUS) dan bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS) sehingga
kedepannya tidak ada lagi unit usaha syariah (UUS). Dengan difokuskannya
perkembangan perbankan syariah kedalam bank syariah baik dari segi
kelembagaan maupun peraturan-peratuan mengenai perbankan syariah,
diharapkan dapat meningkatkan SHARE perbankan syariah itu sendiri, untuk
menjamin terpenuhinya prinsip-prinsip syariah, prinsip kesehatan bank bagi
bank syariah, dan juga diharapkan dapat memobilisasi dana dari negara lain
yang mensyaratkan pengaturan terhadap bank syariah diatur dalam undang-
undang tersendiri.
11
Surat Edaran Bank Indonesia No.11/28/DPbS.
34
Apabila hanya melihat tujuannya, terlihat bahwa spin off yang diatur
dalam UU Perbankan Syariah sebenarnya lebih ditujukan untuk
mengakomodasi kepentingan pengembangan syariah, dalam hal ini melalui
pemisahan UUS dari bank konvensional menjadi bank syariah. Namun
apabila kita lihat lagi, sebenarnya pengertian spin off dalam UU Perbankan
Syariah tersebut memberikan fleksibilitas yang lebih luas kepada perbankan
untuk melakukan penguatan restruktur usahanya. Dalam penguatan struktur
usahanya, mekanisme spin off dapat dimanfaatkan oleh bank sebagai sarana
untuk lebih mempertajam segmentasi pasar, khususnya melalui penguatan lini
bisnis yang lebih fokus dan spesialis.
3. Pro dan Kontra Pemisahan (Spin Off)
Mencermati fenomena spin off, ketua umum Asosiasi Bank Syariah
Seluruh Indonesia (Absindo) Achmad Riawan Amin, berpendapat bahwa spin
off perbankan syariah dari UUS menjadi BUS seakan-akan dipaksakan
sehingga yang terjadi banyak manajemen bank syariah baru sulit
mengembangkan diri. Beliau memandang seharusnya spin off dilakukan
ketika nasabah suatu bank sudah dengan perbandingan 50:50, dengan
demikian dilakukannya spin off merupakan alternatif UUS bisa mandiri.
Tetapi yang terjadi tidak demikian, spin off dilakukan hanya karena
berdasarkan informasi dari Bank Indonesia bahwa potensi industri perbankan
sangat cerah.
35
Sementara pengamat ekonomi syariah, Aviliani menegaskan sejak
awal tak setuju dengan kebijakan spin off UUS menjadi BUS, ketika modal
yang dimiliki oleh bank syariah tersebut masih kecil. Beliau menyarankan
bahwa spin off dilakukan ketika bank syariah tersebut memiliki modal yang
sangat besar. BUS baru hasil spin off sangat sulit mengembangkan diri karena
modalnya sangat kecil, apalagi mereka dituntu oleh pihak pemegang saham
yang harus profit dan efisien.
Selain beberapa praktisi perbankan yang kontra dengan gagasan spin
off ada pula praktisi perbankan yang pro dengan gagasan tersebut diantaranya
Heriyakto S. Hartomo dan Subarjo Joyosumarto. Para praktisi perbankan
yang mendukung gagasan tersebut berpendapat bahwa dengan adanya spin off
dapat lebih mengembangkan perbankan syaraiah di Indonesia. Selain dapat
mengatur dan mengelola keuangan UUS setelah di spin off secara
independen, spin off juga dimaksudkan menghilangkan keragu-raguan
pengelola dana unit syariah dengan bank induknya yakni bank konvensional.
Pengamat ekonomi syariah, Khotibul Umam berpendapat bahwa demi
menjaga ketaatan bank dalam menjaga prinsip syariah maka pemisahan (spin
off) unit usaha syariah perlu dilakukan, sejatinya alasan melakukan
pemisahan ini adalah untuk lebih memurnikan operasional perbankan syariah.
Selain itu spin off merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki dan memaksimalisasi kinerja perusahaan.
36
Anggota DPR dari Komisi XI DPR, Harry Azhar Azis, mengkritik
aturan permodalan dalam PBI tersebut. Menurut dia, modal BUS sebesar Rp
1 triliun terlalu gampang untuk dipenuhi sebuah bank. Menurut dia, modal
BUS hendaknya tidak jauh berbeda dengan BUK. Dia menambahkan,
pengetatan modal Bank Umum Syariah dilakukan guna bankir tidak
sembarangan dalam mendirikan sebuah bank syariah.12
Sementara mengenai jangka waktu 15 tahun penyesuaian Unit Usaha
Syariah menjadi Bank Umum Syariah, menurut Harry sudah tepat. Bisa saja
untuk membuat fundamental perbankan syariah atau Unit Usaha Syariah itu
mapan dulu, paparnya.
Hanya, sambungnya, apabila Bank Indonesia membuat persyaratan
yang ringan, justru prinsip kehati-hatian perbankan menjadi diragukan. Jadi
kalau targetnya untuk mengejar chair perbankan syariah jadi 5 persen
misalnya dengan menurunkan tingkat prudensial perbankan, Saya kira itu
memang jadi pertanyaan. Sisi prudencility-nya musti dijaga. Pertaruhan itu,
apalagi dalam situasi seperti ini, tuturnya.
C. Efisiensi
Efisiensi adalah suatu parameter kinerja dimana suatu perusahaan
dapat mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki atau dalam pandangan
12 www.hukumonline.com, Bank Wajib Pisahkan Unit Usaha Syariah Pada Tahun 2023, diakses tgl
26/06/2015
37
matematika didefinisikan sebagai perhitungan rasio output (keluaran) dan
atau input (masukan) atau jumlah keluaran yang dihasilkan dari satu input
yang digunakan. Suatu perusahaan dikatakan efisien apabila : 13
a. Menggunakan jumlah unit input yang lebih sedikit bila
dibandingkan dengan jurnlah unit input yang digunakan oleh
perusahaan lain dengan menghasilkan jumlah output yang sama
b. Menggunakan jumlah unit input yang sama, dapat menghasilkan
jumlah output yang lebih besar. Sama halnya dengan bentuk
perusahaan, efisiensi dalam perbankan juga merupakan suatu tolak
ukur dalam mengukur kinerja bank dimana efisiensi merupakan
jawaban atas kesulitan-kesulitan dalam menghitung ukuran-ukuran
kinerja seperti tingkat efisiensi alokasi, teknis maupun total
efisiensi. Jadi unit ekonomi untuk beroperasi pada tingkat nilai
produk marginal (marginal value product) sama dengan biaya
marginal (marginal cost).
Ditinjau dari Teori Ekonomi, ada dua pengertian efisiensi yaitu
efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi.14
Efisiensi ekonomi mempunyai sudut
13 Haryum Muharam, dan Rizki Pusvitasari, Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Syariah di
Indonesia dengan Metode Data Envelopment Analysis, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, vol.II, no.3 (2005),
hal. 85.
14 Muhammad Ghafur. Potret Perbankan Syariah Indonesia Terkini. Yogyakarta: Biruni Press,
2007, h.120.
38
pandang makro yang mempunyai jangkauan lebih luas dibandingkan dengan
teknik yang bersudut pandang mikro. Pengukuran efisiensi teknik cenderung
terbatas pada hubungan teknis dan operasionl proses konversi input menjadi
output. Sehingga usaha untuk meningkatkan efisiensi teknis hanya
memerlukan kebijakan mikro yang bersifat internal, yaitu dengan
pengendalian dan alokasi sumber daya yang optimal.
Konsep pengukuran efisiensi pertama kali diperkenalkan oleh Farrel.
Farrel M.J (1957:259) mengemukakan bahwa konsep pengukuran efisiensi
ada dua, yaitu efisiensi teknis (technical efficiency/TE) dan efisiensi alokatif
(allocative efficiency/AE). Efisiensi teknis menggambarkan kemampuan
untuk memproduksi output semaksimal mungkin dari input yang ada.
Sedangkan efisiensi alokatif menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
mengoptimalkan penggunaan input dengan memasukan perhitungan biaya.
Efisiensi perbankan juga dapat dibagi menjadi efisiensi keuntungan
(Profit efficiency), efisiensi biaya (cost efficiency), dan efisiensi
pendapatan/keuntungan (revenue efficiency).15
Efisiensi perbankan biasanya
banyak didasarkan kepada biaya. Hal ini disebabkan karena tingkat
keuntungan (profit) atau pendapatan lebih tidak menentu (vulnearable)
dibandingkan tingkat biaya.
15 H. Rahmat hidayat. Efisiensi Perbankan Syariah: Teori dan Praktek, Bekasi: Gramata Publishing,
2014, h. 67.
39
Secara umum, ada dua pendekatan untuk pengukuran tingkat efisiensi
perbankan yaitu pendekatan nisbah keuangan (financial ratio) dan
pendekatan operating reaserch (OR).16
Pendekatan nisbah keuangan
biasanya merujuk pada kinerja keuangan, antara lain return on asset
(ROA), return on equity (ROE), capital asset ratio (CAR), operating
efficiency ratio (OER) atau cost to income ratio (CIR). Sedangkan pada OR,
pengukuran efisiensi dihitung dengan menggunakan analisis frontier.
Untuk analisis frontier ada dua pendekatan yang dapat digunakan, yaitu
pendekatan parametrik dan non-parametrik. Pendekatan parametrik
melakukan pengukuran dengan menggunakan ekonometrik yang stokastik
dan berusaha menghilangkan gangguan dari pengaruh ketidak efisienan.
Metode parametrik meliputi Stochastic Frontier Approach (SFA), Thick
Frontier Approach (TFA), dan Distribution Free Approach (DFA).
Pendekatan non parametrik dengan program linear (Non Parametric Linear
Programing Approach) melakukan pengukuran non parametrik dengan
pendekatan yang tidak stokastik dan cenderung mengkombinasikan gangguan
dan ketidakefisienan. Metode non parametrik meliputi Free Disposal Hull
(FDH), dan Data Envelopment Analysis (DEA).
16 Ibid. h. 69.
40
Untuk menentukan variabel-variabel yang digunakan dalam
melakukan pengukuran efisiensi perbankan terdapat tiga pendekatan utama
yang bisa digunakan. Pendekatan tersebut terdiri dari:17
a. Pendekatan Produksi : Pendekatan produksi menjelaskan bahwa
aktivitas perbankan adalah pelayanan terhadap deposan dan
kreditor menggunakan seluruh faktor produksi, seperti pegawai
dan modal tenaga kerja. Untuk mencapai tujuannya, yaitu
memproduksi output yang diinginkan. Pendekatan ini
deperkenalakan oleh bentson (1965) , bell dan Murphy (1968),
bank sebagai pemilik deposit akun dari deposan dan memberikan
dana kepada kreditor.
b. Pendekatan Intermediasi : Pendekatan intermediasi menjelaskan
tentang aktivitas perbankan sebagai agen intermediasi yang
mentransformasikan penyaluran dana dari deposan (pihak yang
kelebihan dana) kepada kreditor (pihak yang kekurangan dana).
Dengan kata lain, dana pihak ketiga yang cenderung likuid,
berjangka pendek, dengan resiko rendah yang ditransformasikan
menjadi pembiayaan yang lebih beresiko, tidak likuid dan
berjangka pamjang. Oleh karena itu pendekatan ini
17
Ascarya, Diana Yumanita, dan Guruh S. Rohimah, Efficiency Analysis of Conventional
and Islamic Banks in Indonesia Using Data Envelopment Analysist (2007), hal. 10
41
mendefinisikan input sebagai financial capital dan output sebagai
volume pembiayaan atau investment outstanding.
c. Pendekatan Modern : Pendekatan modern mencoba untuk
mengembangkan dua pendekatan yaitu manajemen resiko kegiatan
usaha, system informasi dan pemecahan masalah kedalam teori
klasik perusahaan. Pendekatan ini memperkenalkan perbedaan
antara manajer bank dan pemilik bank dalam prilakunya
memaksimalkan keuntungan. Pendekatan ini diperkenalkan oleh
hughes dan mester (1994) yang dilakukan pada bank yang ingin
lebih besar dan ingin mengembangkan ukurannya.
D. Kerangka Kinerja Perbankan Syariah
Berdasarkan data dan teori yang dihimpun untuk penelitian Perbankan
Syariah di Indonesia, kerangka pemikiran penelitian dimulai dari pencarian
perbankan syariah yang terbentuk dari hasil spin off unit usaha syariah, serta
pengumpulan data objek penelitian yang diambil dari laporan keuangan
publikasi Bank Indonesia (BI). Penetapan variabel input dan output dengan
pendekatan intermediasi, kemudian data-data tersebut diproses menggunaka
software DEA sehingga dapat diketahui seberapa besar nilai DEA yang
mencerminkan efisiensi. Secara visual dapat disampaikan oleh gambar bagan
kerangka efisiensi sebagai berikut.
42
Gambar 2.1
Kerangka Kinerja Perbankan Syariah
Bank Syariah
Pengelompokan Bank Syariah
Ketika Berbentuk UUS Setelah Menjadi BUS
Laporan Keuangan Bank
Syariah
Variabel input Variabel output
DPK
Pembiayaan/
Penyaluran Dana
Analisis Score Efisiensi Berdasarkan
Metode DEA (Pendekatan Intermediasi)
Score Efisiensi
Biaya
Operasional
Biaya Tenaga Kerja
Pendapatan
Operasional
43
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Objek Penelitian
Dalam sub-bab pembatasan masalah telah disinggung objek-objek yang
terkait dalam penelitian ini, yaitu Bank Umum Syariah yang berdiri dari hasil
proses spin off. Adapun bank-bank yang dimaksud adalah sebagaimana yang
tercantum dalam table 3.1 dibawah ini :
Tabel 3.1
Nama dan Kode Bank
Kode Bank Nama Bank
1 PT. Bank Jabar dan Banten Syariah
2 PT. Bank BRI Syariah
3 PT. Bank BNI Syariah
Sumber : Bank Indonesia, 2014.
44
Profil Singkat Objek Penelitian
1. PT. Bank Jabar dan Banten Syariah
Pendirian bank bjb syariah diawali dengan pembentukan Divisi/Unit
Usaha Syariah oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk.
pada tanggal 20 Mei 2000, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat Jawa Barat yang mulai tumbuh keinginannya untuk menggunakan
jasa perbankan syariah pada saat itu.
Setelah 10 (sepuluh) tahun operasional Divisi/Unit Usaha syariah,
manajemen PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk.
berpandangan bahwa untuk mempercepat pertumbuhan usaha syariah serta
mendukung program Bank Indonesia yang menghendaki peningkatan SHARE
perbankan syariah, maka dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham PT
Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. diputuskan untuk
menjadikan Divisi/Unit Usaha Syariah menjadi Bank Umum Syariah.
Sebagai tindak lanjut keputusan Rapat Umum Pemegang Saham PT
Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. maka pada tanggal 15
Januari 2010 didirikan PT Bank BJB Syariah berdasarkan Akta Pendirian
Nomor 4 yang dibuat oleh Notaris Fathiah Helmi dan telah mendapat
pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor
AHU.04317.AH.01.01 Tahun 2010 tanggal 26 Januari 2010.
45
Pada saat pendirian PT Bank BJB Syariah memiliki modal disetor
sebesar Rp.500.000.000.000 (lima ratus milyar rupiah), kepemilikan saham PT
Bank BJB Syariah dimiliki oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan
Banten Tbk. dan PT Global Banten DEVELOPMENT, dengan komposisi PT
Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. sebesar
Rp.495.000.000.000 (empat ratus Sembilan puluh lima milyar rupiah) dan PT
Banten Global DEVELOPMENT sebesar Rp.5.000.000.000 (lima milyar
rupiah).
Pada tanggal 6 Mei 2010 PT Bank BJB Syariah memulai usahanya,
setelah diperoleh Surat Ijin Usaha dari Bank Indonesia Nomor 12/629/DPbS
tertanggal 30 April 2010, dengan terlebih dahulu dilaksanakan cut off dari
Divisi/Unit Usaha Syariah PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan
Banten Tbk. yang menjadi cikal bakal PT Bank BJB Syariah.
2. PT Bank BRI Syariah
Berawal dari akuisisi PT Bank Rakyat Indonesia terhadap Bank Jasa
Arta pada 19 Desember 2007 dan setelah mendapatkan izin dari bank Indonesia
pada 16 Oktober 2008 melalui suratnya o.10/67/KEP.GBI/DpG/2008, maka
pada tanggal 17 November 2008 PT Bank BRI Syariah secara resmi beroperasi.
Kemudian PT Bank BRI Syariah merubah kegiatan usaha yang semula
46
beroperasi secara konvensional kemudian menjadi kegiatan perbankan
berdasarkan prinsip syariah Islam.
Aktivitas PT Bank BRI Syariah semakin kokoh setelah pada 19
Desember 2008 ditandatangani akta pemisahan Unit Usaha Syariah PT Bank
Rakyat Indonesia, untuk melebur kedalam PT Bank BRI Syariah (proses spin
off) yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2009. Penandatangan dilakukan oleh
Bapak Sofyan Basir selaku Dirut PT Bank Rakyat Indonesia dan Bapak Ventje
Rahardjo selaku Dirut PT Bank BRI Syariah.
Lima tahun lebih PT Bank BRI Syariah hadir mempersembahkan sebuah
bank ritel modern terkemuka dengan layanan finansial sesuai kebutuhan nasabah
dengan jangkauan termudah. Melayani nasabah dengan pelayanan prima
(service excellence). Saat ini PT Bank BRI Syariah termasuk salah satu bank
syariah terbesar di Indonesia.
3. PT Bank BNI Syariah
Tempaan krisis moneter tahun 1997 membuktikan ketangguhan sistem
perbankan syariah. Prinsip Syariah dengan 3 (tiga) pilarnya yaitu adil,
transparan dan maslahat mampu menjawab kebutuhan masyarakat terhadap
sistem perbankan yang lebih adil. Dengan berlandaskan pada Undang-undang
No.10 Tahun 1998, pada tanggal tanggal 29 April 2000 didirikan Unit Usaha
Syariah (UUS) BNI dengan 5 kantor cabang di Yogyakarta, Malang,
47
Pekalongan, Jepara dan Banjarmasin. Selanjutnya UUS BNI terus berkembang
menjadi 28 Kantor Cabang dan 31 Kantor Cabang Pembantu.
Disamping itu nasabah juga dapat menikmati layanan syariah di Kantor
Cabang BNI Konvensional (office channelling) dengan lebih kurang 1500 outlet
yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Di dalam pelaksanaan operasional
perbankan, BNI Syariah tetap memperhatikan kepatuhan terhadap aspek syariah.
Dengan Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang saat ini diketuai oleh KH.Ma’ruf
Amin, semua produk BNI Syariah telah melalui pengujian dari DPS sehingga
telah memenuhi aturan syariah.
Berdasarkan Keputusan Gubernur Bank Indonesia Nomor
12/41/KEP.GBI/2010 tanggal 21 Mei 2010 mengenai pemberian izin usaha
kepada PT Bank BNI Syariah. Dan di dalam Corporate Plan UUS BNI tahun
2000 ditetapkan bahwa status UUS bersifat temporer dan akan dilakukan spin
off tahun 2009. Rencana tersebut terlaksana pada tanggal 19 Juni 2010 dengan
beroperasinya BNI Syariah sebagai Bank Umum Syariah (BUS). Realisasi
waktu spin off bulan Juni 2010 tidak terlepas dari faktor eksternal berupa aspek
regulasi yang kondusif yaitu dengan diterbitkannya UU No.19 tahun 2008
tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan UU No.21 tahun 2008
tentang Perbankan Syariah. Disamping itu, komitmen Pemerintah terhadap
pengembangan perbankan syariah semakin kuat dan kesadaran terhadap
keunggulan produk perbankan syariah juga semakin meningkat. Juni 2014
48
jumlah cabang BNI Syariah mencapai 65 Kantor Cabang, 161 Kantor Cabang
Pembantu, 17 Kantor Kas, 22 Mobil Layanan Gerak dan 20 Payment Point.
B. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keungan
triwulan bank syariah yang menjadi objek penelitian. Data diperoleh dari
berbagai sumber, yaitu Laporan Keuangan Publikasi Bank Indonesia (BI),
Statistik Perbankan Bank Indonesia (BI), Laporan Keungan Publikasi Otoritas
Jasa Keuangan (OJK), dan Laporan Keuangan Bank Syariah bersangkutan.
C. Populasi dan Sample
Penelitian ini menggunakan populasi seluruh Bank Umum Syariah yang
ada di Indonesia yang masih beroperasi sampai tahun 2014 dan terdaftar di Bank
Indonesia. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode non probabilitas atau
secara tidak acak, elemen-elemen populasi tidak mempunyai kesempatan yang
sama untuk terpilih menjadi sampel. Adapun teknik pengambilan sampel
dilakukan dengan cara pemilihan sampel bertujuan (purposive sampling) dengan
metode pemilihan sampel berdasarkan pertimbangan (judgement sampling)
yakni pengambilan sampel yang didasarkan pada penilaian terhadap beberapa
49
karakteristik anggota sampel yang disesuaikan dengan maksud penelitian.
Mudrajad Kuncoro (2003), dalam Ida Kusmargiani1.
Kriteria – kriteria yang harus dipenuhi pada sampel bank yang spin off
adalah sebagai berikut :
a. Bank hasil spin off yang masih oprasional sampai tahun 2014.
b. Tersedianya data laporan keuangan pada bank yang melakukan spin off
dengan periode yang paling dekat sebelum dan setelah spin off.
c. Data keuangan yang digunakan pada bank yang spin off menggunakan interval
waktu 3 (tiga) tahun pada saat sebelum spin off dan 3 (tiga) tahun setelah spin
off, secara triwulan.
D. Metode Analisis
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Data
Envelopment Analysis (DEA), yang basisnya pemrograman linier (Linier
Programming). Setelah mendapatkan skor efisiensi dari masing-masing
perbankan syariah, kemudian dilihat perbedaan efisiensi perbankan sebelum dan
setelah melakukan spin off. Secara teknis perhitungan dibantu dengan paket-
paket software, untuk menghitung skor efisiensi DEA.
1 Ida Savitri Kusmargiani, Analisis Efisiensi Operasional Dan Efisiensi Profitabilitas Pada
Bank Yang Merger Dan Akusisi Di Indonesia (2006), hal. 64
50
1. Metode Data Envelopment Analysis (DEA)
Data Envelopment Analysis (DEA) adalah suatu teknik pemrograman
matematika (mathematical program-ming) untuk mengukur tingkat efisiensi
dari Unit Pengambil Keputusan (UPK) atau Decision Making Unit (DMU)
relative terhadap UPK yang sejenis ketika semua unit-unit ini berada pada
atau di bawah “kurva” efisiensi frontiernya.2
Teknik atau metode DEA pertama kali diperkenalkan oleh Charnes,
Cooper, dan Rhodes pada tahun 1978. Data Envelopment Analysis, sesuai
dengan namanya merupakan metode yang mengamplopkan data observasi
untuk membentuk frontier yang nantinya digunakan untuk mengevaluasi
kinerja dari objek penelitian.
Inti dari DEA adalah menentukan bobot (weights) atau timbangan
untuk setiap input dan output DMU. Bobot tersebut memiliki sifat tidak
bernilai negative dan bersifat universal, artinya setiap DMU dalam sampel
harus dapat menggunakan seperangkat bobot yang sama untuk mengevaluasi
rasionya (total weighted output/total weighted input) dan rasio tersebut tidak
boleh lebih dari satu (total weighted output/total weighted input ≤ 1).
2 H. Rahmat hidayat. Efisiensi Perbankan Syariah: Teori dan Praktek, Bekasi: Gramata Publishing,
2014, h. 72..
51
Cara pengukuran yang digunakan dalam DEA adalah dengan
membandingkan antara output yang dihasilkan dengan input yang ada, yang
digambarkan sebagai berikut :
Dalam kenyataannya, baik input maupun output bisa terdapat lebih
dari satu input dan output dalam suatu decision making unit (DMU). Dalam
membandingkan output dan input, digunakan bobot untuk masing-masing
input dan output yang ada, sehingga dapat digambarkan sebagai berikut : 3
Pada tahun 1957, farell memperkenalkan ide efisiensi menggunakan
unit produksi, dengan menggunakan konsep input oriented. Ini merupakan
model pemrograman linear, yang berasumsi tidak ada kesalahan secara acak,
dan digunakan untuk mengukur efisensi teknis. Efisiensi teknis merupakan
pengukran efektifitas yang memberikan serangkaian input untuk
menghasilkan output. DMU hanya merupakan efisiensi teknis yang
menggunakan level minimum dari input untuk menghasilkan maksimum
3 James T Shanon. Productivity, Cost, and Technical Efficiency Evaluation of Southeastern
U.S. Logging Contractors.(1998).h.13
Technical Efficiency =
52
output atau ini dapat digunakan untuk meredam tingkat input ketika diberikan
jumlah output yang sama. Persamaan matematis yang digunakan :
Tabel 3.2 Persamaan DEA
Dari persamaan diatas dapat didefinisikan kedalam beberapa notasi.
Dengan asumsi bahwa sigma i adalah input dan sigma r adalah output untuk
setiap perusahaan, atau seringkali disebut dengan Decision Making Unit
dalam literatur DEA. Untuk DMU ke-I diwakili secara berturut-turut oleh
vektor x1 dan y1. Dalam hal, x adalah matrik input i x n, dan Y adalah matriks
output r x n, maka representasi tersebut merupakan cara merumuskan data
dalam bentuk matriks dari semua n UKE.
Tujuan dari DEA adalah membentuk sebuah frontier non-parametric
envelopment terhadap suatu data dari titik pengamatan yang berada di bawah
frontier. Cara terbaik untuk memperkenalkan DEA adalah melalui bentuk
Maksimal h =
batasan
j = 1,…..,n (untuk keseluruhan j)
Ur , vi
Keterangan :
h : efisiensi teknis perbankan
yrj : merupakan jumlah output r yang
diproduksi oleh bank s.
xij : jumlah input i yang digunakan oleh
bank s
ur : merupakan bobot output r yang di
hasilkan oleh bank s
vi : bobot input i yang diberikan oleh
bank s, dan r dihitung dari 1 ke m
serta i dihitung dari 1 ke n.
53
rasio. Untuk setiap UKE, kita akan mendapatkan ukuran rasio dari semua
output terhadap inputnya, seperti uryr / vixi, dimana u mrupakan vektor r yl
dari output tertimbang (weight output) dan v adalah vektor i xl dari input
tertimbang (weight input).
Untuk penimbang yang optimal harus dispesifikasikan kedalam
problema matematis (the mathematical programming problem). dalam hal ini,
termasuk juga menemukan nilai untuk u dan v, sebagai sebuah pengukuran
efisiensi h yang maksimal. Dengan tujuan untuk kendala bahwa semua
ukuran efisiensi haruslah kurang atau sama dengan satu, salah satu masalah
dengan formulasi atau rumusan rasio ini adalah bahwa ia memiliki sejumlah
solusi yang tidak terbatas (infinite). Untuk menghindari hal ini, maka kita
dapat menentukan kendala yang akan menspesifikasikan dan memudahkan
dalam proses selanjutnya menggunkan teknik komputasi. dimana
menunjukkan jumlah bank dalam sampel. Pertidaksamaan pertama
menunjukkan adanya efisiensi rasio untuk perusahaan lain tidak lebih dari 1,
sementara pertidaksamaan kedua berbobot positif. Angka rasio akan
bervariasi antara 0 sampai dengan 1. Bank dikatakan efisien apabila memiliki
angka rasio mendekati 1 atau 100 persen, sebaliknya jika mendekati 0
menunjukkan efisiensi bank semakin rendah. Pada DEA, setiap bank dapat
menentukan pembobotnya masing-masing dan menjamin bahwa pembobot
yang dipilih akan menghasilkan ukuran kinerja yang terbaik.
54
Dalam model DEA terdapat dua pendekatan optimasi atau asumsi
yang biasa digunakan, yaitu constant return scale (CRS) dan Variable return
to scale (VRS).
a. Constan Return to Scale (CRS)
Model CCR yang merupakan model dasar DEA menggunakan
asumsi constan return to scale yang membawa implikasi pada bentuk
efficient set yang linier. Model constant return to scale dikembangkan
oleh Climes, Cooper dan Rhodes (model CCR), model ini
mengasumsikan bahwa rasio antara penambahan input dan output
adalah sama (constant return to scale). Artinya jika ada tambahan
input sebesar x kali, maka output akan meningkat sebesar x kali juga.
Asumsi lain yang digunakan dalam model ini adalah bahwa setiap
perusahaan atau unit pembuat keputusan (UPK) beroperasi pada skala
yang optimal. Untuk itu fungsi objektif dan fungsi kendala pada DEA
model constant return to scale dapat digambarkan pada persamaan
berikut ini:
55
Tabel 3.3 Model DEA CRS
b. Variable Return to Scale
Model ini dikembangkan oleh BCC (Banker, Charnes Cooper)
pada tahun 1984 dan merupakan pengembangan dari model CCR.
Model ini beranggapan bahwa perusahaan tidak atau belum beroperasi
pada skala yang optimal, asumsi dari model ini adalah rasio antara
penambahan input dan output tidak sama (Variable return to scale).
Artinya, penambahan input x kali tidak akan menyebabkan output naik
sebesar x kali, bisa lebih kecil atau lebih besar dari x kali. Untuk itu
fungsi objektif dan fungsi kendala pada DEA model Variable return to
scale dapat digambarkan pada persamaan berikut ini :
Keterangan :
yrj = jumlah output r yang diproduksi
oleh
DMU j
xij = jumlah input i yang digunakan oleh
DMU j
ur = bobot yang diberikan kepada output
r, (r=1,...,t dan t adalah jumlah
output)
vi = bobot yang diberikan kepada input
i,
(i=1,..., m dan m adalah jumlah
input)
n = jumlah DMU,
j0 = DMU yang diberi penilaian
56
Tabel 3.4 Model DEA VRS
Rumus pendekatan DEA diatas memiliki fungsi tujuan untuk
memaksimalkan nilai efisiensi dari masing-masing DMU dengan
meminimalisir input dan menggunakan dengan faktor kendalanya
bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada nilai efisien DMU yang
lebih besar dari 100%, penjumlahan setiap output akan sama dengan 1
dan semua variabel keputusan tidak sama dengan 0. DEA menghitung
rasio perbandingan output terhadap input untuk setiap unit, dengan
skor dinyatakan sebagai 0-1 atau 0 sampai 100 persen. Sebuah unit
kesehatan dengan skor kurang dari 100% akan tidak efisien bila
dibandingkan dengan unit lain.
Keterangan :
yrj = jumlah output r yang diproduksi oleh
DMU j,
xij = jumlah input i yang digunakan oleh
DMU j,
ur = bobot yang diberikan kepada output r,
(r = 1 ,..., t dan t adalah jumlah output),
vi = bobot yang diberikan kepada input i, (i
= 1,..., m dan m adalah jumlah input),
n = jumlah DMU,
j0 = DMU yang diberi penilaian
57
Pada penelitian ini asumsi yang digunakan adalah constant
return to scale (CRS). Asumsi ini digunakan karena penelitian ini
mencoba untuk melihat apa saja sumber ketidakefisiensian, berapa
besar persentase ketidak efisiensian dan berapa persentase To Gain
yang harus ditingkatkan supaya perbankan dalam penelitian ini dapat
beroperasi dengan efisien. Untuk itu penelitian ini memberikan dua
alternatif orientasi pengukuran yaitu keadaan dimana perbankan harus
memaksimalkan outputnya (output oriented) dan ketika perbankan
harus meminimimalisir penggunaan input (input oriented). Maka kedua
alternatif inilah yang akan digunakan perbankan sebagai gambaran dan
langkah apa yang harus dilakukan perbankan supaya dapat beroperasi
dengan efisien.
Untuk menggunakan kedua orientasi pengukuran ini, maka
asumsi yang digunakan harus constant return to scale (CRS) agar tidak
memberikan hasil yang bias dalam pengukuran efisiensi. Hal ini
dikarenakan ketika melakukan pengukuran menggunakan orientasi
input maupun orientasi output maka akan menghasilkan nilai efisiensi
yang sama ketika menggunakan asumsi constant return to scale. Hal ini
terjadi dikarenakan DMU beroperasi pada frontier yang sama jika
menggunakan asumsi CRS. Berbeda hasilnya jika DMU menggunakan
asumsi variable return to scale (VRS) hal ini akan mengakibatkan
58
DMU memberikan hasil efisiensi yang berbeda antara pengukuran
menggunakan orientasi input dan pengukuran menggunakan orientasi
output. Sehingga sulit diambil kesimpulan serta solusi yang harus
dilakukan perbankan supaya dapat beroperasi dengan efisien
menggunakan dua alternatif orientasi pengukuran.
2. Input dan Output
Untuk mengukur tingkat efisiensi lembaga keuangan baik
menggunakan pendekatan parametrik atau non-parametrik perlu
ditentukan atau didefinisikan variable input dan output.4 Menurut Hadad
et. al (2003), ada tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk
menentukan atau mendefinisikan variable input-output dari suatu
lembaga keuangan, yaitu:
1. Pendekatan Produksi (Production Approach)
Pendekatan produksi menganggap lembaga keuangan sebagai
produsen dari rekening tabungan (deposit account) dan
kredit/pinjaman (loans). Pendekatan produksi mendefinisikan output
sebagai jumlah dari berbagai rekening tersebut atau berbagai transaksi
yang terkait. Sedangkan input dihitung dari jumlah tenaga kerja,
pengeluaran modal pada aktiva tetap dan material lainnya.
4 H. Rahmat hidayat. Efisiensi Perbankan Syariah: Teori dan Praktek, Bekasi: Gramata Publishing, 2014, h. 74
59
2. Pendekatan Intermediasi (Intermediation Approach)
Pendekatan intermediasi menganggap lembaga keuangan
sebagai prantara (intermediary), dimana lembaga keuangan ini
mengubah atau mentransfer berbagai aset keuangan dari unit yang
kelebihan dana ke unit yang kekurangan dana. Yang termasuk dalam
input dalam pendekatan ini adalah biaya tenaga kerja dan modal
serta pembayaran bunga (margin) pada deposito, adapun output
diukur melalui kredit/pinjaman (loans) atau pembiayaan (financing)
dan investasi keuangan.
3. Pendekatan Aset (Asset Approach)
Pendekatan aset menganggap lembaga keuangan sebagai
pencipta kredit/pinjaman (loans). Dalam pendekatan ini, efisiensi
diukur berdasarkan kemampuan perbankan menanamkan dana dalam
bentuk kredit/pinjaman/pembiayaan, surat-surat berharga dan aset
lainnya sebagai output. Sedangkan input diukur dari biaya tenaga
kerja, biaya dana (cost of found) dan biaya kapital fisik.
Pada penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
intermediasi, dimana pendekatan ini dianggap sesuai dengan fungsi
perbankan yang sebenarnya yaitu sebagai lembaga penyaluran dana dari
pihak yang kelebihan dana kepada pihak yang membutuhkan dana serta
60
penelitian ini juga bertujuan untuk melihat apakan perbankan sudah efisien
apabila dilihat dari sisi intermediasinya. Dilihat dari hal inilah maka dapat
ditentukan variabel input dan output apa saja yang akan digunakan dalam
penelitian. Dan berikut adalah table 3.5 yang menunjukkan variabel yang
input-output dalam penelitian ini:
Tabel 3.5
Input dan Output
Variabel Output
Ada dua variabel output yang digunakan dalam penelitian ini,
yaitu total pembiayaan (O1) dan pendapatan lain bank (O2).
Pendekatan Variabel Input Variabel Output
Intermediasi
DPK (I1) Pembiayaan (O1)
Biaya Operasional (I2) Pendapatan Operasional (O2)
Biaya Tenaga Kerja (I3)
61
a. Pembiayaan atau Penyaluran Dana
Pembiayaan (O1) menurut PBI No 15/16/PBI/2013 adalah aktiva
bank dalam bentuk pembiayaan mudharabah, pembiayaan musyarakah,
piutang, dan ijarah.
b. Pendapatan Operasional
Pengertian pendapatan menurut PSAK No.223 (IAI 2002,
paragraph 6), pendapatan sebagai arus masuk bruto dari manfaat ekonomi
yang timbul dari aktifitas normal perusahaan selama satu periode bila arus
masuk itu mengakibatkan kenaikan, yang tidak berasal dari kontribusi
peranan modal. Sedangkan yang dimaksud pendapatan operasiional yaitu
pendapatan yang dihasilkan dari kegiatan utama, rutin, dan
berkesinambungan oleh perusahaan.
Variabel Input
Ada 3 variabel input yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu
DPK (I1), biaya operasional (I2), dan biaya tenaga kerja (I3).
a. Dana Pihak Ketiga (DPK)
Dana Pihak Ketiga bank yang selanjutnya disebut DPK adalah
kewajiban bank kepada penduduk dan bukan penduduk dalam rupiah dan
valuta asing
62
b. Biaya Operasional
Adalah biaya-biaya yang digunakan untuk memperoleh barang,
melakukan pemasaran dan melakukan penjualan serta biaya-biaya untuk
operasional perusahaan lain jika perusahaan tersebut manufaktur. Jika
perusahaannya adalah perusahaan dagang maka biaya operasionalnya
adalah biaya untuk memperoleh barang dagangan, pemasaran dan
kegiatan penjualan serta biaya-biaya lain operasional perusahaan.
c. Biaya Tenaga Kerja
Biaya tenaga kerja atau disebut juga beban personalia adalah biaya
yang dikeluarkan untuk membiayai penggunaan tenaga kerja (manusia)
dalam proses produksi. Biaya tenaga kerja dapat berupa biaya gaji, provisi
maupun fee yang diberikan perusahaan kepada karyawan.
63
BAB IV
Hasil Analisis Data
A. Kriteria Penilaian Efisiensi
Untuk menentukan atau memastikan tingkat atau tahap efisiensi perbankan
syariah dibuat ukuran atau kriteria efisiensi, yaitu efisiensi tinggi, efisiensi sedang,
efisiensi rendah dan tidak efisien, dan nilai (skor) yang termasuk efisiensi tinggi,
efisiensi sedang, efisiensi rendah dan tidak efisien. Ukuran efisiensi dan nilai ukuran
efisensi tersebut tampak dalam tabel di bawah ini.1
Tabel 4.1 Kriteria dan Nilai Efisiensi
Kriteria Efisiensi Nilai
Tinggi 81 - 100
Sedang 60 - 80
Rendah 40 - 59
Tidak Efisien 0 - 40
1 Rahmat Hidayat, Efisiensi Perbankan Syariah:Teori dan Praktek, (Jawa Barat: Gramata Publishing, 2014), h.
124
64
B. Hasil Perhitungan Efisiensi
1. Hasil Efisiensi Keseluruhan Perbankan
Berikut ini adalah tabel skor efisiensi dari kelompok perbankan sebelum
spin off dan kelompok perbankan setelah melakukan spin off secara keseluruhan.
Tabel 4.2 Hasil Efisiensi Keseluruhan Perbankan
Triwulan Nama Bank
UUS BJB UUS BRI UUS BNI BJB Sy BRI Sy BNI Sy
1 100 69.05 62.73 79.1 100 100
2 100 100 66.46 71.9 100 91.54
3 93.76 87.87 67.47 75.11 99.92 95.8
4 90.64 81.84 65.9 76.87 89.82 100
5 90.21 78.34 68.88 74.48 66.92 94.99
6 97.23 95.38 69.69 81.82 67.4 97.44
7 94.98 57.12 71.44 84.88 70.74 100
8 88.12 65.02 72.64 72.82 69 71.8
9 90.85 59.77 78.52 77.47 67.69 80.04
10 90.2 68.44 82.81 85.8 62.47 81.13
11 88.87 58.62 91.58 94.12 64.14 76.78
12 100 82.01 92.2 88.35 65.84 67.85
Rata-rata 93.74 75.29 74.2 80.23 76.99 88.11
65
Dari table diatas maka dapat dirinci secara keseluruhan skor rata-rata
tingkat efisiensi perbankan pada periode 3 tahun terrakhir sebelum spin off dan
periode 3 tahun setelah spin off, yaitu sebagai berikut :
1. Unit Usaha Syariah BJB dengan skor efisiensi rata-rata sebesar 93.74%
2. Unit Usaha Syariah BRI dengan skor efisiensi rata-rata sebesar 75.29%
3. Unit Usaha Syariah BNI dengan skor efisiensi rata-rata sebesar 74.2%
4. BJB Syariah dengan skor efisiensi rata-rata sebesar 80.23%
5. BRI Syariah dengan skor efisiensi rata-rata 76.99%
6. BNI Syariah dengan skor efisiensi rata-rata 88.11%
Dari skor diatas dapat diketahui bahwa skor efisien tertinggi pada
kelompok UUS diraih oleh UUS BJB dengan skor efisiensi 93.73% dan skor
efisiensi terendah diaraih oleh UUS BNI dengan skor efisiensi 74.68%.
Sedangkan untuk kelompok BUS skor efisiensi tertinggi diraih oleh BNI Syariah
dengan skor efisiensi 88.10% dan skor efisiensi terendah diraih oleh BRI Syariah
dengan skor efisiensi 76.98%. Dari skor diatas dapat diketahui perbandingan skor
efisiensi perbankan pada saat sebelum dan setelah spin off. BJB Syariah sebelum
spin off dengan skor efisiensi sebesar 93.73% dan setelah spin off skor efisiensi
sebesar 80.22%, sedangkan BRI Syariah sebelum spin off dengan skor efisiensi
66
sebesar 75.27% dan setelah spin off skor efisiensi sebesar 76.98%, dan BNI
Syariah sebelum spin off dengan skor efisiensi 74.68% dan setelah spin off skor
efisiensi sebesa 88.10%.
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai perubahan efisiensi kedua
kelompok perbankan serta perbandingan antara setiap triwulannya maka dapat
dilihat melalui grafik yang menggambarkan skor efisien dalam 12 triwulan secara
keseluruhan, yang digambarkan pada grafik dibawah ini.
Gambar 4.1 Grafik Hasil Efisiensi Keseluruhan
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa skor efisiensi perbankan tiap
triwulannya cenderung fluktuatif baik ketika masih berbentuk UUS maupun
67
ketika sudah berbentuk BUS. Meskipun setelah spin off BNI Syariah memiliki
skor efisiensi rata-rata paling tinggi, namun BJB Syariah dan BRI Syariah
memiliki trend efisiensi yang lebih cenderung stabil.
Adapun perbankan yang dikatagorikan efisiensi penuh adalah perbankan
yang memiliki skor efisiensi sebesar 100% dan skor dibawah itu dianggap
inefisiensi. Bank yang memiliki skor efisiensi 100% adalah bank yang mampu
beroperasi dengan tepat, dimana ia dapat menggunakan sumber dayanya dengan
tepat untuk menghasilkan output.
Berikut ini adalah perbankan yang beroperasi dengan efisien dalam
penelitian ini. BJB Syariah sebelum spin off beroperasi dengan efisien 3 kali
selama periode penelitian, yaitu pada triwulan 1, 2 dan triwulan 12, sedangkan
setelah spin off selama periode penelitian BJB Syariah belum mampu beroperasi
dengan efisien. BRI Syariah sebelum spin off beroperasi dengan efisien 1 kali
selama periode penelitian, yaitu pada triwulan 2, sedengkan setelah spin off BRI
Syariah mampu beroperasi dengan efisien 2 kali selama periode penelitian, yaitu
pada triwulan 1 dan 2. Sedangkan BNI Syariah sebelum spin off belum mampu
beroperasi dengan efisien selama periode penelitian, sedangkan setelah spin off
BNI Syariah mampu beroperasi dengan efisien 3 kali selama periode penelitian,
yaitu pada triwulan 1, 4 dan 7.
68
Dari hasil diatas Bank yang mengalami efisiensi penuh paling banyak
sebelum spin off adalah BJB Syariah yaitu selama 3 triwluan, dan BRI Syariah 1
triwulan, sedangkan BNI Syariah tidak pernah mencapai efisiensi sekalipun.
Sedangkan setelah spin off Bank yang mengalami efisiensi penuh adalah BNI
Syariah yaitu selama 3 triwulan, dan BRI Syariah dengan 2 triwulan, sedangkan
BJB Syariah belum mampu beroperasi dengan efisien setelah spin off.
Setelah melihat hasil efisensi keseluruhan diatas, maka dapat diketahui
bahwa, tidak ada perbedaan efisiensi yang signifikan ketika perbankan masih
berbentuk UUS maupun setelah berbentuk BUS. Yang artinya, perbankan setelah
memisahkan diri dari bank induk (spin off) belum dapat memanfaatkan sumber
daya yang ada (input) untuk menghasilkan output yang optimal.
Setelah mengetahui skor efisiensi perbankan secara keseluruhan.
Selanjutnya adalah merinci berapakah skor efisiensi perbankan sebelum dan
setelah melakukan spin off. Untuk itu maka akan ditunjukan pada grafik berikut
ini.
2. Hasil Efisiensi Kelompok Perbankan
a. Hasil Efisiensi Kelompok Perbankan Sebelum Spin Off
69
Berikut ini adalah grafik yang menampilkan skor efisiensi perbankan
sebelum spin off, yaitu UUS BJB, UUS BRI dan UUS BNI.
Tabel 4.3 Hasil Efisiensi Kelompok Perbankan Sebelum Spin Off
Triwulan Nama Bank
UUS BJB UUS BRI UUS BNI
1 100 69.05 62.73
2 100 100 66.46
3 93.76 87.87 67.47
4 90.64 81.84 65.9
5 90.21 78.34 68.88
6 97.23 95.38 69.69
7 94.98 57.12 71.44
8 88.12 65.02 72.64
9 90.85 59.77 78.52
10 90.2 68.44 82.81
11 88.87 58.62 91.58
12 100 82.01 92.2
Rata-rata 93.74 75.29 74.2
Berikut ini adalah grafik yang menampilkan skor efisiensi perbankan
sebelum spin off, yaitu UUS BJB, UUS BRI dan UUS BNI.
70
Gambar 4.2 grafik hasil efisiensi bank sebelum spin off
Keterangan : perhitungan lap. Keuangan UUS BJB pada 2006-2009, UUS BRI 2005-2008, UUS BNI 2006-
2009.
Dari grafik diatas dapat dijelaskan bahwa rata-rata urutan skor efisiensi
terbaik pada kelompok perbankan sebelum spin off dirinci sebagai berikut :
1. UUS BJB dengan skor efisiensi rata-rata sebesar 93.74%
2. UUS BRI dengan skor rata-rata efisiensi sebesar 75.29%
3. UUS BNI dengan skor rata-rata efisiensi sebesar 74.2%
Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa skor rata-rata efisiensi tertinggi
pada kelompok ini diraih oleh UUS BJB dengan skor sebesar 93.74% dan skor
rata-rata efisiensi terendah diraih oleh UUS BNI dengan skor 74.2%. Pada
71
kelompok ini pergerakan skor efisiensi masing-masing perbankan cenderung
menunjukan trend yang fluktuatif. Tetapi UUS BNI yang cenderung memiliki
skor efisiensi paling rendah memiliki trend pergerakan yang relatif stabil
dibandingkan dengan bank lainnya.
Pada kelompok perbankan sebelum spin off terlihat hal yang menarik
pada UUS BNI, dimana selama periode penelitian UUS BNI yang memiliki DPK
cukup tinggi tetapi belum pernah mengalami efisiensi penuh. Hal ini disebabkan
karena UUS BNI hanya dapat mengefisiensikan penggunaan DPK nya sebesar
74.19%, biaya operasional sebesar 70.08%, biaya tenaga kerja sebesar 72.61%
serta kemampuan memaksimalkan output pembiayaan dan pendapatan
operasional masing-masing sebesar 54.96% dan 73.98%.
Sedangkan UUS BJB yang memiliki DPK relatif kecil mampu mencapai
tingkat efisiensi yang paling tinggi diantara kelompok bank lainnya, selama
periode penelitian bank ini mampu mencapai efisiensi penuh selama tiga
triwulan. UUS BJB mampu mengefisiensikan DPK nya sebesar 93.73%, biaya
operasional sebesar 91.17%, biaya tenaga kerja sebesar 92.44% serta kemampuan
memaksimalkan output pembiayaan dan pendapatan operasionalnya masing-
masing sebesar 78.69% dan 93.73%.
72
Pada UUS BRI, Bank ini memeliki trend efisiensi yang cenderung lebih
fluktuatif dibandingkan dengan kedua bank lainnya. Bank ini dapat
mengefisiensikan DPK nya sebesar 75.28%, biaya operasional sebesar 67.73%,
biaya tenaga kerja sebesar 74.58% serta kemampuan memaksimalkan output
pembiayaan dan pendapatan operasional masing-masing sebesar 71.65% dan
72.18%.
Setelah melihat efisiensi dari masing-masing bank pada saat sebelum spin
off. Selanjutnya adalah mengetahui skor rata-rata efisiensi dari keseluruhan
perbankan saat sebelum spin off. Dari keseluruhan perbankan saat sebelum spin
off atau saat masih berbentuk UUS didapat skor efisiensi rata-rata sebesar
81.07%.
b. Hasil Efisiensi Kelompok Perbankan Setelah Spin Off
Berikut ini adalah grafik yang menampilkan skor efisiensi perbankan
setelah spin off, yaitu BJB Syariah, BRI Syariah dan BNI Syariah.
Tabel 4.4 Hasil Efisiensi Kelompok Perbankan Setelah Spin Off
Triwulan Nama Bank
BJB Sy BRI Sy BNI Sy
1 79.1 100 100
73
2 71.9 100 91.54
3 75.11 99.92 95.8
4 76.87 89.82 100
5 74.48 66.92 94.99
6 81.82 67.4 97.44
7 84.88 70.74 100
8 72.82 69 71.8
9 77.47 67.69 80.04
10 85.8 62.47 81.13
11 94.12 64.14 76.78
12 88.35 65.84 67.85
Rata-rata 80.23 76.99 88.11
Berikut ini adalah grafik yang menampilkan skor efisiensi perbankan
setelah spin off, yaitu BJB Syariah, BRI Syariah dan BNI Syariah.
Gambar 4.3 grafik hasil efisiensi bank setelah spin off
Keterangan : perhitungan lap. Keuangan BJB Sy 2010-2013, BRI Sy 2008-2011, BNI Sy 2010-2013
74
Dari grafik diatas dapat dijelaskan bahwa rata-rata urutan skor efisiensi
terbaik pada kelompok bank setelah spin off dapat dirinci sebagai berikut :
1. BNI Syariah dengan skor efisiensi rata-rata sebesar 88.11%.
2. BJB Syariah dengan skor efisiensi rata-rata sebesar 80.23%.
3. BRI Syariah dengan skor efisiensi rata-rata sebesar 76.99%
Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa skor efisiensi rata-rata tertinggi
diraih oleh BNI Syariah dengan skor efisiensi sebesar 88.11%, dan skor efisiensi
terendah diraih oleh BRI Syariah dengan skor rata-rata efisiensi sebesar 76.99%.
Dari hasil efisiensi tiap triwulan pada perbankan setelah spin off, dapat dilihat
bahwa BJB Syariah memiliki trend yang lebih stabil dibandingkan dengan bank
lainnya. Sedangkan BRI Syariah meskipun mencapai skor efisiensi rata-rata
tertinggi tetapi justru memiliki trend yang lebih berfluktuatif dibandingkan
dengan bank yang lainnya.
Dari ketiga bank dalam peneletian yang melakukan restrukturisasi dengan
melakukan spin off, yaitu BJB Syariah, BRI Syariah dan BNI Syariah, 2 bank
diantaranya yaitu BNI Syariah dan BRI Syariah mampu bekerja lebih efisien
dibandingkan saat sebelum spin off, sedangkan tingkat efisiensi BJB Syariah
justru menurun setelah melakukan spin off.
75
Pada BNI Syariah, dimana bank ini tidak pernah mencapai efisiensi penuh
saat sebelum spin off, tetapi setelah melakukan spin off bank ini mampu
beroperasi pada efisiensi penuh dalam tiga triwulan, yaitu triwulan 1, 4 dan 8.
Setelah melakukan spin off bank ini dapat mengefisiensikan DPK nya sebesar
88.11%, biaya operasional sebesar 88.11%, biaya tenaga kerja sebesar 85.18%
serta kemampuan memaksimalkan output pembiayaan dan pendapatan
operasional masing-masing sebesar 84.55% dan 88.11%.
Pada BRI Syariah, bank ini mengalami efisiensi penuh selama satu
triwulan pada saat sebelum spin off, dan mampu mencapai efisiensi penuh selama
dua triwulan setelah melakukan spin off, yaitu pada triwulan 1 dan 2. Bank ini
pun mengalami kenaikan tingkat efisiensi setelah melakukan spin off. Setelah
melakukan spin off bank ini dapat mengefisiensikan DPK sebesar 76.98%, biaya
operasional sebesar 76.98%, biaya tenaga kerja sebesar 70.88% serta kemampuan
memaksimalkan output pembiayaan dan pendapatan oprasional masing-masing
sebesar 75.16% dan 76.98%.
Pada BJB Syariah, bank ini mengalami efisiensi penuh selama tiga
triwulan ketika masih berbentuk UUS, akan tetapi setelah berbentuk BUS, bank
ini tidak pernah mengalami efisiensi penuh dan juga mengalami penurunan skor
tingkat efisiensi rata-rata. Setelah melakukan spin off menjadi BUS bank ini
hanya dapat mengefisiensikan DPK sebesar 80.22%, biaya operasional sebesar
76
80.22% biaya tenaga kerja sebesar 70.47% serta kemampuan memaksimalkan
output pembiayaan dan pendapatan oprasional masing-masiing sebesar 78.95%
dan 77.35%.
Setelah melihat skor efisiensi dari masing-masing bank setelah berbentuk
BUS atau setelah spin off. Selanjutnya adalah mengetahui skor rata-rata efisiensi
dari keseluruhan perbankan setelah berbentuk BUS. Dari keseluruhan perbankan
pada kelompok ini skor efisiensi rata-rata sebesar 81.78%.
3. Hasil Efisiensi Rata-rata Bank Sebelum dan Setelah Spin Off
Untuk melihat perbandingan dari skor efisiensi rata-rata setiap
triwulannya dari keseluruhan perbankan sebelum dan setelah spin off, maka akan
dijelaskan kedalam sebuah table dan digambarkan kedalam grafik. Hal ini untuk
melihat bagaimana perbandingan skor efisiensi rata-rata dari keseluruhan
perbankan tiap triwulannya antara kedua kelompok perbankan. Untuk lebih jelas
mengetahui perbandingan skor efisiensi dari kedua kelompok perbankan berikut
ini adalah table yang menampilkan skor efisiensi dari kedua kelompok perbankan
tersebut.
77
Tabel 4.3 Efisiensi Rata-rata Bank Sebelum dan Setelah Spin Off
Triwulan Bank Sebelum dan Setelah Spin Off
UUS BUS
1 77.26 93.03
2 88.82 87.81
3 83.03 90.28
4 79.46 88.9
5 79.14 78.8
6 87.43 82.22
7 74.51 85.21
8 75.26 71.21
9 76.38 75.07
10 80.48 76.47
11 79.69 78.34
12 91.4 74.01
Rata-rata 81.07 81.78
Untuk mengetahui pergerakan rata-rata efisiensi kedua kelompok
perbankan maka akan digambarkan pada grafik dibawah ini.
Gambar 4.4 grafik Efisiensi Rata-rata Bank Sebelum dan Setelah Spin Off
78
Dari grafik perbandingan dua kelompok perbankan dapat diketahui bahwa
perbankan setelah berbentuk BUS memiliki pergerakkan efisiensi rata-rata
dengan trend yang lebih stabil jika dibandingkan dengan saat masih berbentuk
UUS. Pada kelompok perbankan stelah spin off mengalami rata-rata efisiensi
tertinggi pada triwulan pertama sebesar 93.03% dan triwulan ketiga sebesar
90.28%, efisiensi rata-rata terendah terjadi pada triwulan kedelapan sebesar
71.21%. Pada kelompok perbankan sebelum spin off terlihat cenderung memiliki
trend pergerakan efisiensi rata-rata yang lebih fluktuatif. Skor rata-rata tertinggi
pada kelompok perbankan ini diraih pada triwulan terakhir sebesar 91.4% dan
triwulan kedua sebesar 88.82%, sedangkan efisiensi rata-rata terendah terjadi
pada triwulan ketujuh sebesar 74.51%.
Setelah melihat grafik dari pergerakan efisiensi rata-rata dari kedua
kelompok perbankan, untuk mengetahui kelompok perbankan manakah yang
beroperasi lebih efisien diantara keduanya, maka dibuat rata-rata dari keseluruhan
triwulan untuk melihat hasil efisiensi keseluruhannya. Hasil efisiensi keseluruhan
dari perbankan sebelum spin off atau saat masih berbentuk UUS adalah sebesar
81.07%, dengan rata-rata efisiensi penggunaan DPK sebesar 81.06%, biaya
oprasional 76.32%, biaya tenaga kerja 79.87%, serta kemampuan
memaksimalkan pembiayaan sebesar 68.43% dan pendapatan operasional sebesar
79.96%. Hasil efisiensi perbankan setelah spin off atau setelah berbentuk BUS
79
adalah sebesar 81.78%, dengan rata-rata efisiensi penggunaan DPK sebesar
81.77%, biaya oprasional 81.77%, biaya tenaga kerja 75.5%, serta kemampuan
memaksimalkan pembiayaan sebesar 79.55% dan pendapatan operasional sebesar
82.24%.
Dari kedua hasil efisiensi keseluruhan ini diketahui bahwa kedua
kelompok perbankan ini memiliki kecenderungan yang sama yaitu mereka
memiliki efisiensi yang tinggi dari jumlah DPK, dikarenakan jumlah DPK yang
akan digunakan dalam penyaluran dana sudah ditentukan batasannya oleh Bank
Indonesia, apabila penggunaan DPK tidak sesuai ketentuan Bank Indonesai maka
perbankan yang bersangkutan akan mendapat tambahan dari perhitungan jumlah
GWM (giro wajib minimum) yang harus disetorkan kepada Bank Indonesia.
Untuk itu perbankan pastinya akan menghindari uangnya untuk masuk kedalam
sektor-sektor yang kurang produktif.
Saat masih berbentuk UUS mereka hanya mampu memaksimalkan
pembiayaan sebesar 68.43%. Kemampuan memaksimalkan pembiayaan meraka
naik menjadi 79.55% setelah menjadi BUS, akan tetapi kebutuhan SDM yang
besar tidak diikuti dengan kenaikan efisiensi dari penggunaan SDM itu sendiri.
Tingkat efisiensi penggunaan SDM lebih tinggi saat masih berbentuk UUS
dibandingkan ketika sudah menjadi BUS. Untuk itu, seperti yang telah dijelaskan
oleh Wilson Arafat (2006), diperlukan pengukuran efisiensi pada kantor cabang
80
perbankan agar dapat diketahui maslah apa yang terjadi terkait inefisiensi dan
tindakan apa yang harus dilakukan supaya perbankan efisien.
Berikutnya, suatu unit akan dikatakan efisien adalah, ketika suatu unit
dapat beroperasi secara tepat. Secara matematis dapat dijelaskan ketika rasio
input ideal akan menghasilkan output yang ideal, dan rasio ideal itulah yang
dikatakan sebagai efisiensi. Untuk itu maka harus dilihat berapakah potential
improvement yang harus dilakukan suatu perbankan untuk mencapai hasil yang
efisien saat mereka baru melakukan spin off (pemisahan). Dalam penelitian ini
potential improvement tersebut dilihat dari nilai to gain yang harus dicapai
perbankan. Nilai to gain adalah presentase yang harus dicapai perbankan supaya
input dan outputnya dapat menghasilkan rasio yang efisien.
Dalam penelitian ini nilai to gain dilihat dari dua orientasi pengukuran.
Orientasi tersebut terdiri dari pengukuran berorientasi input dan pengukuran
berorientasi output. Berikut ini dapat disjelaskan bagai mana potential
improvement tersebut menggunakan pengukuran berorientasi input dan
pengukuran berorientasi output.
C. Analisis Potential Improvement Menggunakan Orientasi Input
81
Analisis ini adalah melihat berpakah nilai input yang harus dikurangi setiap
DMU untuk menghasilkan sejumlah output tertentu, agar dapat beroperasi dengan
efisien. Dalam hal ini adalah melihat seberapa besar biaya (input) yang dapat
diminimalisir oleh perbankan diawal-awal periode setelah mereka memisahkan diri,
supaya mereka dapat beroperasi dengan efisien. Untuk lebih jelasnya analisis ini
akan dijelaskan dalam table dan digambarkan kedalam grafik serta diagram.
Berikut adalah tabel yang menggambarkan nilai to gain pada masing-masing
input yang dapat diminimalisir, serta rata-rata input yang hrus diminimalisir dan
masing-masing output yang harus dimaksimalkan, srta rata-rata output yang harus
dimaksimalkan supaya perbankan diawal periode setelah spin off dapat beroperasi
dengan efisien.
Tabel 4.4 Nilai To Gain Pada Bank Setelah Spin Off Orientasi Input
Triwulan DPK Biaya
Operasional
Biaya Tenaga Kerja
rata-rata
input
Pembiayaan
Pendapatan
Operasional
rata-rata
output
1 6.97 6.97 22.7 12.21 0 12.94 6.47
2 12.2 12.2 13.74 12.71 4.57 0 2.28
3 9.74 9.74 18.97 12.81 4.57 0 2.28
4 11.1 11.1 25.54 15.91 0 1.64 0.82
5 21.2 21.2 23.74 22.05 0.14 0 0.07
6 17.8 17.8 22.47 19.36 0 0 0
7 14.8 14.8 16.97 15.52 0.5 0 0.25
82
8 28.8 28.8 40 32.53 0 0 0
9 24.94 24.94 24.94 24.94 10.8 0 5.4
10 23.54 23.54 25.64 24.24 0 0 0
11 21.67 21.67 23.27 22.2 9.14 0 4.57
12 26 26 35.97 29.32 0 0 0
Rata-rata 17.62 17.62 24.49 20.32 2.47 1.21 1.84
Untuk mengetahui pergerakan dari rata-rata nilai togain input yang dapat di
minimalisir dan nilai to gain output yang dapat dimaksimalkan, maka akan
digambarkan pada grafik berikut.
Gambar 4.5 grafik nilai to gain bank setelah spin off orientasi input
83
Dari tabel dan grafik diatas dapat dilihat dari sisi penggunaan DPK, pada
triwulan 8 kelompok perbankan ini paling boros dalam penggunaan DPK. Tercata
dalam nilai to gain sebesar 28.8% hal ini menandakan bahwa pada triwulan 8
seharusnya perbankan dapat meminimalisir penggunaan DPK sebesar 28.8% supaya
dapat beroperasi dengan efisien. Penggunaan DPK paling baik terlihat pada triwulan
1 dimana perbankan hanya harus mengurangi biaya input sebesar 6.97% supaya
beroperasi dengan efisien.
Dari sisi biaya operasional, dapat dilihat bahwa penggunaan biaya oprasional
paling boros terjadi pada triwulan 8. Tercatat dalam nilai to gain perbabankan ini
harus meminimalisir penggunaan biaya oprasional sebesar 28.8% supaya dapat
beroperasi dengan efisien. Penggunaan biaya oprasional paling baik terlihat pada
triwulan 1 dimana perbankan hanya harus mengurangi biaya oprasional sebesar
6.97% supaya beroperasi dengan efisien.
Dari sisi penggunanan biaya tenaga kerja, terlihat bahwa penggunaan biaya
tenaga kerja paling boros terjadi pada triwulan 8. Dimana tercatat dalam nilai to
gain perbankan harus meminimalisir pengunaan biaya tenaga kerja sebesar 40%
supaya perbankan dapat beroperasi dengan efisien. Penggunaan biayaa tenaga kerja
paling baik terlihat pada triwulan 1, dimana tercatat dalam nilai to gain sebesar
12.21%. Artinya kelompok perbankan ini hanya harus meminimalisir penggunaan
biayaa tenaga kerja sebesar 12.21% supaya dapat beroperasi dengan efisien.
84
Setelah melihat nilai to gain dari masing-masing input dan output tiap
triwulan. Selanjutnya adalah melihat berapakah rata-rata dari masing-masing input
yang harus diminimalisir dan berapakah output yang harus dimaksimalkan pada
kelompok perbanak setelah spin off supaya dapat beroperasi dengan efisien. Untuk
itu maka akan dijelaskan pada diagram berikut.
Gambar 4.6 diagram nilai to gain bank setelah spin off orientasi input
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa untuk mencapai efisiensi kelompok
perbankan setelah spin off harus meminimalisir DPK sebesar 28%, biaya
operasional sebesar 28% dan biaya tenaga kerja sebesar 38% serta memaksimalkan
85
pembiayaan sebesar 4% dan pendapatan operasional sebesar 2%. Atau jika dibuat
rata-rata maka kelompok perbankan ini harus meminimalisir biaya input sebesar
20.32% dan memaksimalkan output sebesar 1.84% supaya dapat beroperasi dengan
efisien.
D. Analisis Potential Improvement Menggunakan Orientasi Output
Analisis ini melihat berapakah nilai output yang dapat dimaksimalkan DMU
dengan sejumlah input terntu, agar dapat beroperasi dengan efisien. Dalam hal ini
adalah melihat seberapa besar hasil/keluaran (output) yang dapat dimaksimalkan
oleh perbankan setelah spin off agar dapat beroperasi dengan efisien. Untuk lebih
jelasnya analisis ini akan dijelaskan dalam table dan gambar kedalam gerafik serta
diagram.
Berikut ini adalah tabel yang menggambarkan nilai to gain pada masing-
masing output dan rata-rata output yang dapat dimaksimalkan, serta nilai to gain
pada masing-masing input dan rata-rata input yang harus diminimalisir, supaya
perbankan dapat beroperasi dengan efisien.
86
Tabel 4.5 Nilai To Gain Pada Bank Setelah Spin Off Orientasi Output
Triwulan DPK Biaya
Operasional
Biaya Tenaga Kerja
rata-rata
input
Pembiayaan
Pendapatan
Operasional
rata-rata
output
1 0 0 19.9 6.63 6.97 0 3.48
2 0 0 1.7 0.57 16.37 12.2 14.28
3 0 0 9.23 3.08 16.47 9.73 13.1
4 0 0 17.7 5.9 11.1 12.37 11.73
5 0 0 3.77 1.26 21.33 21.2 21.26
6 0 0 6.9 2.3 17.8 17.8 17.8
7 0 0 2.57 0.86 15.23 14.8 15.01
8 0 0 15.5 5.17 28.8 28.8 28.8
9 0 0 0 0 32.23 24.93 28.58
10 0 0 3.33 1.11 23.53 23.53 23.53
11 0 0 2.1 0.7 29.53 21.67 25.6
12 0 0 12.7 4.23 26 26 26
Rata-rata 0 0 7.95 2.65 20.45 17.75 19.1
Untuk mengetahui pergerakan dari rata-rata nilai to gain output yang dapat
dimaksimalkan dan nilai to gain input yang harus diminimalisir, maka akan
digambarkan pada grafik berikut.
87
Gambar 4.7 grafik nilai to gain bank setelah spin off orientasi output
Setelah melihat table dan grafik diatas maka dapat diketahui, jika dilihat dari
sisi pembiayaan. Hasil dari penggunaan sejumlah input untuk menghasilkan
pembiayaan terlihat paling buruk pada triwulan 9, dimana tercata pada nilai to gain
sebesar 32.23%, yang artinya perbankan harus memaksimalkan pembiayaannya
sebesar 32.23% supaya dapat beroperasi dengan efisien. Penggunaan input untuk
menghasilkan penyaluran dana paling baik terlihat ketika perbankan beroperasi pada
triwulan 1, dimana tercatat pada nilai to gain sebesar 6.97%, yang artinya perbankan
hanya harus memaksimalkan pembiayaannya sebesar 6.97%, supaya perbankan
dapat beroperasi dengan efisien.
88
Dilihat dari sisi pendapatan operasional, hasil penggunaan sejumlah input
untuk menghasilkan pendapatan operasional terlihat paling buruk ketika perbankan
beroperasi pada triwulan 8, dimana tercatat pada nilai to gain perbankan harus
memaksimalkan pendapatan operasionalnya sebesar 28.8% supaya perbankan dapat
beroperasi dengan efisien. Penggunaan sejumlah input untuk menghasilkan
pendapatan operasional paling baik, tercatat ketika perbankan beroperasi pada
triwulan 1, dimana tercatat pada nilai to gain sebesar 0%, yang artinya perbankan
telah beroperasi dengan efisien dalam penggunaan sejumlah input untuk
menghasilkan pendapatan operasional.
Setelah melihat nilai to gain dari masing-masing output dan input tiap
triwulan, selanjutnya adalah melihat berapakah rata-rata dari masing-masing output
yang harus dimaksimalkan dan berapakah rata-rata input yang harus diminimalisir
pada kelompok perbankan ini supaya dapat beroperasi dengan efisien. Untuk itu
maka akan dijelaskan pada diagram berikut ini.
89
Gambar 4.8 diagram nilai to gain bank setelah spin off orientasi output
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa untuk mencapai efisiensi kelompok
perbankan setelah spin off harus memaksimalkan pembiayaan sebesar 44% dan
pendapatan operasional sebesar 39%, serta harus meminimalisir rata-rata biaya
tenaga kerja sebesar 17%, dimana dalam hal ini rata-rata DPK dan biaya operasional
sudah efisien. Atau jika dibuatkan rata-rata maka kelompok perbankan ini harus
memaksimalkan output sebesar 19.1% dan meminimalisir input sebesar 2.65%
supaya dapat beroperasi dengan efisien.
90
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang dilakukan pada penelitian ini, dapat
disimpulkan beberapa hasil yaitu:
1. Dari hasil pengukuran efisiensi perbankan, dapat dirincikan hasil efisiensi
keseluruhan perbankan sebagai berikut :
No Nama Bank Skor Efisiensi
1 UUS BJB 93.74%
2 UUS BRI 75.29%
3 UUS BNI 74.20%
4 BJB Syariah 80.23%
5 BRI Syariah 76.99%
6 BNI Syariah 88.11%
Setelah melihat hasil efisiensi keseluruhan diatas, maka dapat diketahui
bahwa, perbankan sebelum dan sesudah spin off mengalami perubahan dalam
skor efisiensi, dimana skor efisiensi dari BRI Syariah dan BNI Syariah
meningkat setelah spin off, sedangkan BJB Syariah mengalami penurunan
skor efisiensi.
91
2. Dari hasil pengukuran efisiensi perbankan, dapat dirincikan hasil efisiensi
rata-rata perbankan sebagai berikut :
Triwulan Bank Sebelum dan Setelah Spin Off
UUS BUS
1 77.26 93.03
2 88.82 87.81
3 83.03 90.28
4 79.46 88.9
5 79.14 78.8
6 87.43 82.22
7 74.51 85.21
8 75.26 71.21
9 76.38 75.07
10 80.48 76.47
11 79.69 78.34
12 91.4 74.01
Rata-rata 81.07 81.78
Dari hasil pengukuran efisiensi perbankan syariah, dapat diketahui bahwa
tidak ada perbedaan efisiensi yang signifikan antara BUS sebelum dan setelah
melakukan spin off.
3. Dari hasil analisis potential improvement perbankan setelah spin off, maka
dapat diketahui inefisiensi rata-rata pada perbankan setelah spin off, jika
dilihat dari orientasi input maka inefisiensi penggunaan DPK sebesar 28%,
biaya operasional sebesar 28%, dan biaya tenaga kerja sebesar 38%. Jika
92
dilihat dari orientasi output maka inefisiensi pembiayaan sebesar 44%, dan
pendapatan operasional sebesar 39%.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran
yang dapat penulis berikan terhadap beberapa pihak terkait, diantaranya:
1. Bagi manajemen bank
Diharapkan dari hasil penelitian ini supaya manajemen perbankan
yang akan melakukan Spin Off supaya memperhatikan kinerjanya agar dapat
beroperasi dengan efisien, yaitu agar dengan input tertentu perbankan dapat
memaksimalkan pembiayaan dan pendapatan operasional, serta
meminimalisir jumlah NPF. Karena jika dilihat dari perhitungan nilai To Gain
dalam orientasi output tingkat inefisiensi pada penyaluran dana atau
pembiayaan cukup tinggi sebesar 44%. Serta berdasarkan gambaran dari
perhitungan nilai To Gain maslah inefisien paling tinggi terjadi pada masalah
penggunaan biaya tenaga kerja, untuk itu bagi UUS yang nantinya akan
melakukan Spin Off diharapkan dapat memaksimalkan penggunaan biaya
tenaga kerja, sehingga perbankan dapat beroperasi dengan efisien.
Selain hal tersebut penelitian ini diharapkan dapat memberikan
gambaran kepada perbankan dalam memilih alternatif antara orientasi input
93
atau orientasi output sesuai dengan tujuan dan pencapaian yang ingin
dilakukan oleh perbankan yang bersangkutan. Sehingga perbankan tidak
hanya mengejar efisiensi saja, namun juga dapat menghargai hak-hak
pekerjanya.
2. Bagi masyarakat / nasabah bank
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan memberikan gambaran
dan menjadi rujukan bagi masyarakat apabila ingin menjadi nasabah di bank
tertentu dan apabila ingin mempercayakan uangnya untuk di investasikan di
bank tertentu.
3. Bagi penelitian-penelitian berikutnya
Bagi peneliti berikutnya penulis menyarankan supaya
memperhatikan penggunaan variabel input-output serta menambahkan akun
aset tetap sebagai variabel input karena secara teknis variabel ini dianggap
sebagai sumber daya yang harus dikeluarkan dalam kegiatan perbankan untuk
menghasilkan suatu hasil atau output, serta dalam pemilihan variabel juga
harus memperhatikan nilai-nilai dari perbankan Islam salah satu variabelnya
dalah aset tetap bukan total aset.
Apabila ingin melakukan perbandingan pengukuran efisiensi antara
perbankan syariah sebelum dan setelah Spin Off, supaya memperhatikan
94
pertimbangan lain dalam melakukan pengukuran, seperti penggunaan akun
serta periode pengukuran. Sehingga dapat kita ketahui secara menyeluruh
bagaimana kinerja efisiensi antara perbankan syaraiah sebelum dan setelah
melakukan Spin Off, dan dapat diketahui bagaimana kenyataan yang terjadi.
95
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Ahmad Riawan. Menata Perbankan Syariah di Indonesia. UIN Pres, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, juli 2009.
Anshori, Abdul Ghofur, Pembentukan Bank Syariah Melalui Akuisisi dan Konversi:
Pendekatan Hukum Positif dan Hukum Islam. Yogyakarta: UII Press, 2010.
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema
Insani Press, 2007.
Ascarya, dkk. Efficiency Analysis of Conventional and Islamic Banks in Indonesia
Using Data Envelopment Analysist , 2007.
Bank Indonesia, Ikhtisar Undang-Undang Nomer 21 Tahun 2008 Tentang
Perbankan Syariah, h. 1
Ghafur, Muhammad, Potret Perbankan Syariah di Indonesia Terkini: Kajian Kritis
Perkembangan Perbankan Syariah. Yogyakarta: Biruni Press. 2007.
Hidayat, Rahmat. Efisiensi Perbankan Syariah: Teori Dan Praktek. Jawa Barat:
Gratama Publishing, 2014.
Huda, Nurul dan Heykal, Mohamad. Lembaga Keuangan Islam:Tinjauan Teoritis
dan Praktis , Jakarta: Kencana, 2010.
96
Karim, Adiwarman. A. Bank Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Kusmargiani, Ida Savitri. Analisis Efisiensi Operasional Dan Efisiensi
Profitabilitas Pada Bank Yang Merger Dan Akusisi Di Indonesia, 2006.
Muharam, Haryum dan Rizki Pusvitasari. Analisis Perbandingan Efisiensi Bank
Syariah di Indonesia dengan Metode Data Envelopment Analysis. Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Islam, 2005.
Perwataatmadja, Karnaen dan Muhammad Syafi’I Antonio. Apa dan Bagaimana
Bank Islam. Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1997.
Rahardjo , Muhammad Dawam. Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi. Jakarta:
Lembaga Studi Agama dan Filsafat, 1999.
Rivai, Veitzhal, dkk. Bank and Financial Institution Management, Conventional
and Sharia System. Jakarta : PT. Raja GrafindoPersada, 2007.
Shafitranata, Tingkat Efisiensi Bank Umun Syariah (BUS) menggunakan Metode
Data Analysis Envelopment (DEA), Skripsi Program Studi Muammalat UIN
syarifhidayatullah Jakarta. 2011.
Shanon , James T. Productivity, Cost, and Technical Efficiency Evaluation of
Southeastern U.S. Logging Contractors, 1998.
Surat Edaran Bank Indonesia No.11/28/DPbS.
97
Tim Penulis Fakultas Syariah dan Hukum. Pedoman Penulisan Skripsi. Jakarta:
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
Syariah.
Internet
www.bi.go.id
www.hukumonline.com
98
LAMPIRAN
Tabel Input-Output Laporan Keuangan (dalam jutaan rupiah)
Periode UUS BJB
DPK BiayaTenaker BiayaOpr Pembiayaan PendOpr
juni 2006 67,892 4,305 10,952 252,843 24,007
september 2006 78,762 7,678 18,837 268,570 37,226
desember 2006 141,805 11,219 25,670 264,833 51,883
maret 2007 123,474 2,733 6,592 273,141 14,964
juni 2007 115,220 5,899 15,735 299,848 30,142
september 2007 125,457 9,015 23,446 327,469 46,734
desember 2007 179,883 12,490 32,260 324,946 64,010
maret 2008 141,369 3,319 8,446 335,773 18,136
juni 2008 184,726 6,855 22,429 525,023 35,969
september 2008 217,191 12,089 31,116 561,438 61,368
desember 2008 258,514 19,156 42,451 593,532 82,470
maret 2009 225,458 4,064 10,340 605,929 26,419
Periode UUS BRI
DPK BiayaTenaker BiayaOpr Pembiayaan PendOpr
desember 2005 250,770 53,936 20,008 636,228 70,842
maret 2006 212,789 19,791 7,617 704,819 24,046
juni 2006 249,056 43,981 15,753 814,544 53,029
september 2006 301,165 65,485 22,513 957,290 87,402
desember 2006 360,816 105,952 38,455 1,053,213 140,708
maret 2007 380,645 31,986 10,612 1,101,545 40,619
juni 2007 679,547 64,642 26,358 1,123,072 84,980
september 2007 659,722 93,333 38,036 1,142,673 134,822
desember 2007 750,243 105,952 47,967 1,134,147 140,708
maret 2008 751,141 39,248 11,764 1,136,126 53,065
juni 2008 657,278 85,808 32,663 1,169,200 108,712
september 2008 507,543 151,591 47,467 1,223,739 190,982
99
Periode UUS BNI
DPK BiayaTenaker BiayaOpr Pembiayaan PendOpr
juni 2006 943,327 52,988 19,474 980,839 77,411
september 2006 982,510 72,875 30,504 1,067,821 116,337
desember 2006 1,124,363 99,826 47,136 1,132,559 159,230
maret 2007 1,243,140 25,587 11,746 1,204,106 47,144
juni 2007 1,372,784 51,026 24,317 1,416,325 94,791
september 2007 1,493,763 80,844 42,642 1,599,950 144,377
bNiuus-des07 1,799,247 113,747 56,943 1,800,996 202,936
maret 2008 2,015,270 33,578 14,296 2,046,680 65,412
juni 2008 2,622,925 74,721 27,870 2,688,422 151,377
september 2008 2,562,614 127,561 47,932 3,104,437 256,168
desember 2008 4,211,984 200,371 62,030 3,132,553 376,892
maret 2009 3,029,252 47,836 18,086 3,214,640 128,530
Periode BJB Syariah
DPK BiayaTenaker BiayaOpr Pembiayaan PendOpr
juni 2010 829,498 17,103 17,103 1,031,933 22,448
september 2010 1,063,613 21,077 39,536 1,419,780 77,053
desember 2010 1,321,758 34,987 66,193 1,618,185 129,006
maret 2011 1,149,232 18,075 30,194 1,609,946 58,464
juni 2011 1,394,144 32,703 57,838 1,563,659 116,102
september 2011 1,702,659 44,022 85,132 1,642,899 182,607
desember 2011 2,218,533 64,417 120,453 1,769,445 265,039
maret 2012 1,980,995 21,313 36,681 1,804,135 78,923
juni 2012 2,253,249 42,843 75,542 2,065,539 163,328
september 2012 2,365,563 60,033 110,283 2,450,093 251,192
desember 2012 3,362,073 78,073 147,563 2,960,606 370,923
maret 2013 3,580,309 23,585 43,517 3,072,345 124,125
100
Periode BRI Syariah
DPK BiayaTenaker BiayaOpr Pembiayaan PendOpr
desember 2008 42,217 116,101 68,022 1,077,116 217,897
maret 2009 595,622 22,438 15,010 986,893 62,201
juni 2009 721,645 55,119 35,419 1,322,411 132,520
september 2009 1,529,565 109,899 62,072 1,838,200 241,628
desember 2009 2,151,086 179,054 90,176 2,635,647 284,942
maret 2010 3,015,398 70,001 35,691 3,293,083 128,730
juni 2010 3,674,356 165,407 78,678 4,273,156 307,061
september 2010 4,861,164 286,213 136,042 4,996,432 498,096
desember 2010 5,762,952 455,838 189,999 5,555,929 734,301
maret 2011 5,960,427 136,383 61,620 5,774,681 236,340
juni 2011 6,577,958 289,164 143,301 6,109,186 490,779
september 2011 8,370,114 461,616 238,325 7,963,197 777,453
Periode BNI Syariah
DPK BiayaTenaker BiayaOpr Pembiayaan PendOpr
juni 2010 4,253,227 7,188 4,429 3,134,532 42,294
september 2010 4,902,567 72,847 38,107 3,252,704 223,241
desember 2010 5,131,610 169,559 77,280 3,558,484 447,913
maret 2011 5,041,153 64,478 29,046 3,858,179 225,773
juni 2011 5,319,279 163,568 81,229 4,493,001 436,744
september 2011 5,965,281 278,318 132,654 5,138,244 713,868
desember 2011 6,756,261 393,655 183,764 5,310,291 1,009,550
maret 2012 6,921,122 116,141 60,586 5,452,525 257,455
juni 2012 7,247,944 256,879 132,449 5,866,783 565,328
september 2012 8,165,205 400,633 190,724 6,590,292 849,420
desember 2012 8,980,035 673,953 317,073 7,631,994 1,259,539
maret 2013 10,683,235 184,528 95,371 8,477,888 377,954
101
Hasil Efisiensi Keseluruhan
Triwulan Nama Bank
UUS BJB UUS BRI UUS BNI BJB Sy BRI Sy BNI Sy
1 100 69.05 62.73 79.1 100 100
2 100 100 66.46 71.9 100 91.54
3 93.76 87.87 67.47 75.11 99.92 95.8
4 90.64 81.84 65.9 76.87 89.82 100
5 90.21 78.34 68.88 74.48 66.92 94.99
6 97.23 95.38 69.69 81.82 67.4 97.44
7 94.98 57.12 71.44 84.88 70.74 100
8 88.12 65.02 72.64 72.82 69 71.8
9 90.85 59.77 78.52 77.47 67.69 80.04
10 90.2 68.44 82.81 85.8 62.47 81.13
11 88.87 58.62 91.58 94.12 64.14 76.78
12 100 82.01 92.2 88.35 65.84 67.85
Rata-rata 93.74 75.29 74.2 80.23 76.99 88.11
Nilai Achive Bank sebelum Spin Off
Triwulan DPK
BJB UUS BRI UUS BNI UUS rata-rata
1 100 69 62.7 77.23
2 100 100 66.5 88.83
3 93.8 87.9 67.5 83.07
4 90.6 81.8 65.9 79.43
5 90.2 78.3 68.9 79.13
6 97.2 95.4 69.7 87.43
7 95 57.1 71.4 74.5
8 88.1 65 72.6 75.23
9 90.8 59.8 78.5 76.37
10 90.2 68.4 82.8 80.47
11 88.9 58.6 91.6 79.7
12 100 82 92.2 91.4
rata-rata 93.73 75.27 74.19 81.06
102
Triwulan Biaya Operasional
BJB UUS BRI UUS BNI UUS rata-rata
1 100 62.9 58.7 73.87
2 100 100 66.5 88.83
3 93.8 80.1 67.5 80.47
4 90.6 67.9 65.9 74.8
5 86 66.5 68.9 73.8
6 94 81.7 69.7 81.8
7 92.7 57.1 71.4 73.73
8 88.1 65 72.6 75.23
9 70.7 59.8 71.4 67.3
10 89.2 51.7 79.2 73.37
11 88.9 56.8 71.2 72.3
12 100 63.2 78 80.4
rata-rata 91.17 67.72 70.08 76.32
Triwulan Biaya Tenaga Kerja
BJB UUS BRI UUS BNI UUS rata-rata
1 100 69 62.7 77.23
2 100 100 66.5 88.83
3 89.1 87.9 61 79.33
4 90.6 81.8 58.6 77
5 90.2 78.3 68.9 79.13
6 97.2 95.4 69.7 87.43
7 95 57.1 69.2 73.77
8 88.1 63.7 69.6 73.8
9 90.8 52.7 78.5 74
10 90.2 68.4 82.8 80.47
11 78.1 58.6 91.6 76.1
12 100 82 92.2 91.4
rata-rata 92.44 74.57 72.61 79.87
103
Triwulan Pembiayaan
BJB UUS BRI UUS BNI UUS rata-rata
1 100 69 37.8 68.93
2 100 100 52.9 84.3
3 48 87.9 60.8 65.57
4 90.6 81.8 65.9 79.43
5 75.5 78.3 68.9 74.23
6 71.6 95.4 69.7 78.9
7 49.2 57.1 71.4 59.23
8 84.5 54.8 72.6 70.63
9 90.8 48 67.1 68.63
10 72.9 65.3 44.8 61
11 61.2 52.2 34.3 49.23
12 100 70 13.3 61.1
rat-rata 78.69 71.65 54.96 68.43
Triwulan Pendapatan Operasional
BJB UUS BRI UUS BNI UUS rata-rata
1 100 69 62.7 77.23
2 100 100 66.5 88.83
3 93.8 60.5 67.5 73.93
4 90.6 74.6 65.9 77.03
5 90.2 78.3 68.9 79.13
6 97.2 92.9 69.7 86.6
7 95 57.1 71.4 74.5
8 88.1 65 70.1 74.4
9 90.8 59.8 78.5 76.37
10 90.2 68.4 82.8 80.47
11 88.9 58.6 91.6 79.7
12 100 82 92.2 91.4
rat-rata 93.73 72.18 73.98 79.97
104
Nilai Achive Bank Setelah Spin Off
Triwulan DPK
BJB Sy BRI Sy BNI Sy rata-rata
1 79.1 100 100 93.03
2 71.9 100 91.5 87.8
3 75.1 99.9 95.8 90.27
4 76.9 89.8 100 88.9
5 74.5 66.9 95 78.8
6 81.8 67.4 97.4 82.2
7 84.9 70.7 100 85.2
8 72.8 69 71.8 71.2
9 77.5 67.7 80 75.07
10 85.8 62.5 81.1 76.47
11 94.1 64.1 76.8 78.33
12 88.3 65.8 67.9 74
rata-rata 80.22 76.98 88.11 81.77
Triwulan
Biaya Operasional
BJB Sy BRI Sy BNI Sy rata-rata
1 79.1 100 100 93.03
2 71.9 100 91.5 87.8
3 75.1 99.9 95.8 90.27
4 76.9 89.8 100 88.9
5 74.5 66.9 95 78.8
6 81.8 67.4 97.4 82.2
7 84.9 70.7 100 85.2
8 72.8 69 71.8 71.2
9 77.5 67.7 80 75.07
10 85.8 62.5 81.1 76.47
11 94.1 64.1 76.8 78.33
12 88.3 65.8 67.9 74
rata-rata 80.22 76.98 88.11 81.77
105
Triwulan
Biaya Tenaga Kerja
BJB Sy BRI Sy BNI Sy rata-rata
1 31.9 100 100 77.3
2 71.9 100 86.9 86.27
3 75.1 72.2 95.8 81.03
4 51.3 72.1 100 74.467
5 74.5 59.3 95 76.27
6 81.8 53.4 97.4 77.53
7 78.4 70.7 100 83.03
8 52.4 69 58.6 60
9 77.5 67.7 80 75.07
10 85.8 56.2 81.1 74.37
11 94.1 64.1 72 76.73
12 70.9 65.8 55.4 64.03
rata-rata 70.47 70.87 85.18 75.51
Triwulan Pembiayaan
BJB Sy BRI Sy BNI Sy rata-rata
1 79.1 100 100 93.03
2 71.9 100 79 83.63
3 75.1 99.9 75.6 83.53
4 76.9 89.8 100 88.9
5 74.5 66.9 94.6 78.67
6 81.8 67.4 97.4 82.2
7 83.6 70.7 100 84.77
8 72.8 69 71.8 71.2
9 77.5 45.8 80 67.77
10 85.8 62.5 81.1 76.47
11 80.1 64.1 67.2 70.47
12 88.3 65.8 67.9 74
rat-rata 78.95 75.16 84.55 79.56
106
Triwulan Pendapatan Operasional
BJB Sy BRI Sy BNI Sy rata-rata
1 48.4 100 100 100
2 71.9 100 91.5 87.8
3 75.1 99.9 95.8 90.27
4 73.1 89.8 100 87.63
5 74.5 66.9 95 78.8
6 81.8 67.4 97.4 82.2
7 84.9 70.7 100 85.2
8 72.8 69 71.8 71.2
9 77.5 67.7 80 75.07
10 85.8 62.5 81.1 76.47
11 94.1 64.1 76.8 78.33
12 88.3 65.8 67.9 74
rat-rata 77.35 76.98 88.11 82.25
Tabel Nilai To Gain Pada Bank Setelah Spin Off Orientasi input
Triwulan DPK Biaya Operasional
Biaya Tenaga Kerja
rata-rata input
Pembiayaan Pendapatan Operasional
rata-rata output
1 6.97 6.97 22.7 12.21 0 12.94 6.47
2 12.2 12.2 13.74 12.71 4.57 0 2.28
3 9.74 9.74 18.97 12.81 4.57 0 2.28
4 11.1 11.1 25.54 15.91 0 1.64 0.82
5 21.2 21.2 23.74 22.05 0.14 0 0.07
6 17.8 17.8 22.47 19.36 0 0 0
7 14.8 14.8 16.97 15.52 0.5 0 0.25
8 28.8 28.8 40 32.53 0 0 0
9 24,94 24,95 24.94 24.94 10.8 0 5.4
10 23.54 23.54 25.64 24.24 0 0 0
11 21.67 21.67 23.27 22.2 9.14 0 4.57
12 26 26 35.97 29.32 0 0 0
Rata-rata 17.62 17.62 24.49 20.32 2.47 1.21 1.84
107
Nilai To Gain Pada Bank Setelah Spin Off Orientasi output
Triwulan DPK Biaya
Operasional
Biaya Tenaga Kerja
rata-rata input
Pembiayaan Pendapatan Operasional
rata-rata output
1 0 0 19.9 6.63 6.97 0 3.48
2 0 0 1.7 0.57 16.37 12.2 14.28
3 0 0 9.23 3.08 16.47 9.73 13.1
4 0 0 17.7 5.9 11.1 12.37 11.73
5 0 0 3.77 1.26 21.33 21.2 21.26
6 0 0 6.9 2.3 17.8 17.8 17.8
7 0 0 2.57 0.86 15.23 14.8 15.01
8 0 0 15.5 5.17 28.8 28.8 28.8
9 0 0 0 0 32.23 24.93 28.58
10 0 0 3.33 1.11 23.53 23.53 23.53
11 0 0 2.1 0.7 29.53 21.67 25.6
12 0 0 12.7 4.23 26 26 26
Rata-rata 0 0 7.95 2.65 20.45 17.75 19.1