Upload
dangdien
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
Analisis Tingkat Kematangan Manajemen Manfaat
Investasi Teknologi Informasi dalam
Mendukung Proses Belajar Mengajar Menggunakan
Portfolio, Programme, and Project Management Maturity Model
(Studi Kasus pada SIASAT Universitas Kristen Satya Wacana)
Artikel Ilmiah
Diajukan kepada
Fakultas Teknologi Informasi
untuk memperoleh Sarjana Sistem Informasi
Peneliti :
Yuanita Puspitasari (682013081)
Augie David Manuputty, S.Kom., M.Cs.
Program Studi Sistem Informasi
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
Mei 2017
9
1. Pendahuluan
Salah satu fokus tata kelola teknologi informasi adalah investasi teknologi informasi
di dalam suatu perusahaan atau organisasi. Setiap perusahaan pasti mengharapkan
dengan adanya investasi teknologi informasi ini dapat membantu perusahaan
meningkatkan kinerja mereka. Investasi yang ada harus selaras dengan visi dan misi
perusahaan, sehingga investasi tersebut tidak menjadi sia – sia, tetapi justru dapat
memberikan value bagi bisnis di perusahaan. Namun, realita yang ada terkadang tidak
sesuai dengan ekspektasi yang diharapkan, Sebagian perusahaan masih menganggap
bahwa dengan investasi teknologi informasi, mereka harus merekrut tim TI sendiri dan
otomatis hal tersebut menambah biaya bagi perusahaan yang nantinya akan
mengakibatkan kerugian besar. Jika dilihat dari segi manfaat, investasi teknologi
informasi nyatanya memiliki nilai manfaat yang besar untuk membantu proses bisnis
perusahaan. Untuk itu, suatu perusahaan atau organisasi membutuhkan manajemen
investasi yang baik demi kelancaran suatu proses bisnis dan dengan investasi tersebut
diharapkan menghasilkan manfaat yang baik. Berdasarkan bukti yang berkembang
bahwa sebagian besar manfaat atau keuntungan yang didapatkan bukan masuk ke dalam
bagian bottom line (berhubungan dengan keuangan atau finansial), tetapi berdampak ke
partisipan atau pemangku kepentingan investasi itu sendiri. Orang yang disebut sebagai
stakeholder adalah semua pihak yang terlibat yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh
organisasi baik dalam hal kebijakan, perilaku organisasi, dan lainnya. Pihak – pihak
yang dapat disebut sebagai stakeholder, yaitu pemegang saham, karyawan, pelanggan,
pemasok, pesaing, regulator, serikat pekerja, dan masyarakat umum dan semua pihak
terkait yang memiliki pengaruh untuk kinerja organisasi. Investasi SI/TI yang dilakukan
atau dirubah juga dapat berpengaruh ke stakeholders dalam bentuk mereka
mendapatkan manfaat atau keuntungan atau justru sebaliknya mereka harus
menanggung beberapa biaya. Oleh karena itu, sifat manfaat dan distribusinya tergantung
dari cara, tujuan serta karakteristik sistem manajemen dan pengelolaan manfaat itu
sendiri [1].
Sistem Informasi Akademik Satya Wacana (SIASAT) merupakan sistem yang
dibangun untuk memenuhi kebutuhan para civitas UKSW dalam mendukung proses
belajar mengajar. SIASAT berisi informasi – informasi dari berbagai bagian terkait
proses belajar mengajar yang kemudian dijaikan menjadi satu logika informasi yang
dapat disajikan secara teratur dan tertata. Dengan adanya SIASAT, proses perkuliahan
yang ada di UKSW menjadi lebih efektif dan efisien. SIASAT sendiri mulai dibangun
pada tahun 1997 dengan sistem menyewa orang secara independen (tidak di bawah
perusahaan/organisasi tertentu), lalu pihak UKSW hanya menyediakan tempat dan
fasilitas terkait pembangunan SIASAT. Kebijakaan pembangunan SIASAT ini diatur
sendiri oleh Rektor dan para Pembantu Rektor pada waktu itu. Setelah 3 tahun dalam
proses pembangunan, akhirnya pada tahun 2000, SIASAT berhasil dibangun dan di rilis
serta digunakan pertama kali oleh para civitas akademika UKSW. SIASAT sendiri
berada dalam kontrol dan pengawasan Biro Teknologi dan Sistem Informasi (BTSI)
yang ada di UKSW. Biro Teknologi dan Sistem Informasi (BTSI) merupakan sebuah
Biro yang berada di bawah Pembantu Rektor I UKSW, yang bertugas bersama dengan
10
pimpinan UKSW bertanggungjawab mengembangkan dan melayani kebutuhan civitas
akademika dalam bidang teknologi informasi, sistem informasi, multimedia (termasuk
di dalamnya mengembangkan modul pengajaran) dan fasilitas pengajaran. SIASAT
yang dimiliki oleh UKSW berisi data – data terkait proses perkuliahan seperti, data
matakuliah, data ruang kuliah, data nilai semester dan kumulatif, tagihan perkuliahan,
dan lainnya. Selama hampir 17 tahun digunakan, SIASAT mengalami pembaharuan
sistem setiap tahunnya. Tidak hanya sistem, tetapi juga pembaharuan bagian lain yang
dianggap penting dalam mendukung SIASAT agar tetap berjalan dengan baik seperti,
hardware, jaringan bahkan human resources yang mereka gunakan. Mengingat begitu
pentingnya sistem akademik bagi para civitas akademika, maka timbul pertanyaan, yaitu
apakah civitas akademika UKSW sudah merasakan manfaat yang optimal dari
penggunaan SIASAT? Apakah investasi yang dilakukan sudah seimbang dengan
manfaat yang dirasakan? Bagaimana manajemen manfaat dari investasi yang dilakukan
oleh UKSW demi menjaga kelancaran proses akademik?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka perlu dilakukan pengukuran tingkat
kematangan investasi teknologi informasi untuk melihatselama 5 tahun terakhir apakah
SIASAT yang selama ini digunakan mengalami peningkatan dan sudah mencapai level
kematangan yang dikatakan ideal bagi para user yang menggunakannya, terutama bagi
kelancaran proses belajar. Mengingat sejak diluncurkannya sistem ini, banyak
perubahan yang telah dilakukan oleh pihak universitas.Maka digunakan Portfolio,
Programme and Project Portfolio Maturity Model (P3M3) sebagai sarana untuk
pengukuran yang jelas, memantau dan mengoptimalkan realiasasi dari nilai atau
manfaat bisnis sebuah investasi teknologi informasi. P3M3 merupakan hasil
pengembangan dari Project Management Maturity Model itu sendiri yang mengacu
pada process maturity framework yang dikembangkan oleh Software Engineering
Institute (SEI) Capability Maturity Model (CMM) [2]. P3M3 membantu perusahaan
atau organisasi untuk memahami tingkat kematangan dan fokus area yang dapat
memberikan manfaat optimal dan peningkatan kinerja baik dalam jangka pendek atau
pun panjang [3].
Hasil akhir dari penelitian ini adalah mengetahui tingkat kematangan dari
manajemen manfaat investasi teknologi informasi yang dilakukan UKSW khususnya
pada SIASAT dilihat dari segi portfolio, program dan proyek yang dimiliki. Apakah
nilai manfaat tersebut sudah diuraikan secara lengkap dan tepat. Langkah berikutnya
dalam penelitian ini adalah adanya rekomendasi yang nantinya akan menjadi acuan
UKSW dalam menginvestasikan teknologi informasi, sehingga penelitian ini dapat
bermanfaat bagi UKSW dalam membantu manajemen memastikan bahwa SIASAT
sudah mencapai nilai optimal dan mendukung proses belajar mengajar yang ada di
universitas.
2. Tinjauan Pustaka
Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Echo Wahana Marciano Simanjuntakmenjelaskan
tentang bagaimana mengetahui dan mengukur tingkat kematangan Portfolio IT yang
11
membandingkan antara perusahaan berbasis keuntungan dan organisasi nonprofit.
Langkah pertama yangdilakukan peneliti adalah menganalisa input berupa data yang
didapatkan dari kedua perusahaan atau organisasi sebagai indikator penilaian dengan
melakukan wawancara dan penyebaran kuisioner ke beberapa responden terkait.
Selanjutnya, peneliti melakukan perhitungan data menggunakan SPSS untuk
mendapatkan hasil mean dari data tersebut. Kemudian peneliti menggunakan P3M3
pada bagian Project dan Portfolio untuk mengukur serta mendapatkan hasil tingkat
kematangan kedua perusahaan atau organisasi [4].
Penelitian kedua yaitu dilakukan oleh Raymond, Michael dan Julio dengan judul A
Critical Assessment of P3M3 in Australian Federal Government Agencies(FMA).
Tujuan penelitian ini dilakukan untuk melakukan penilaian tingkat kematangan
berdasarkan P3M3. Langkah pertama yang dilakukan yaitu peneliti mengumpulkan data
sekunder dari FMA yang akan dijadikan sebagai indicator penilaian tingkat
kematangan. Langkah kedua, peneliti melakukan analisis terhadap data untuk mencari
mean, median, variance, kurtosis dan skewness. Kemudian menganalisis korelasi untuk
mendapatkan hasil korelasi linear maupun non-linear antar variable yang ada. Peneliti
juga melakukan Kolmogorov-smirov test untuk pengambilan keputusan jika hasil
distribusi statistik dari data menunjukkan status normal serta melakukan Cell Plots
untuk mengidentifikasi dan menghilangkan deviasi yang menyimpang dari hasil yang
didapatkan. Langkah terakhir, data tersebut diukur berdasarkan P3M3 dengan
melibatkan semua atribut yang ada, sehingga menghasilkannilai tingkat kematangan
organisasi tersebut, kemudian peneliti memberikan rekomendasi sesuai bagian atribut
yang dirasa perlu untuk ditingkatkan [5].
Dasar Teori
Benefit dalam konteks dalam organisasi adalah memastikan bahwa perbaikan atau
peningkatan yang dirasakan melalui perubahan yang dilakukan khususnya dalam
investasimenghasilkan nilai manfaat atau keuntungan bagi stakeholders. Sedangkan,
manajemen manfaat sendiri adalah bagaimana perusahaan atau organisasi mengontrol
atau mengatur untuk memastikan manfaat dan keuntungan yang diselaraskan dengan
visi misi organisasi sudah terealisasi dengan baik [5]. Benefit dapat dibagi dalam
beberapa kategori, yaitu cost relative benefits (pendapatan, meminimalisir pengeluaran,
biaya), service related benefits (penigkatan produktivitas, peningkatan pelayanan,
peningkatan kepuasan pelanggan), political benefits (partisipasi, akuntanbilitas, strategi
atau peraturan yang lebih efektif) [6, 7]. Dalam perspektif SI/TI, manajemen manfaat
atau keuntungan adalah proses mengorganisir atau megatur peningkatan manfaat atau
keuntungan yang dianggap potensial berdasarkan penggunaan SI/TI yang sudah
direalisasikan [8].Mengapa manajemen manfaat merupakan salah satu hal penting
dalam suatu organisasi? Ada beberapa fungsi manajemen manfaat bagi organisasi, yaitu
:
a) Meningkatkan atau memaksimalkan nilai manfaat dari sumber daya yang ada dan
investasi yang dilakukan.
b) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari sistem manajemen investasi.
12
c) Mengatur tentang strategi investasi dan prioritas yang harus dilakukan oleh
perusahan atau organisasi.
Banyak organisasi tidak mendapatkan nilai manfaat yang optimal dari investasi
SI/TI yang dilakukan dan sebagian besar organisasi cenderung melakukan pendekatan
penilaian manfaat investasi yang masih bersifat finansial (Jaak Jurison, 1996; John
Ward dkk, 2007).Jaak Jurison (1996) menjelaskan bahwa salah satu alasan mengapa
nilai manfaat dalam penerapan SI/TI tidak terealisasi dengan baik yaitu karena
perspektif masa lalu dan sudah menjadi budaya organisasi bahwa faktor kesuksesan
organisasi adalah mengacu pada statistik dari segi finansial atau keuangan (pengeluaran
biaya, pendapatan atau meminimalisir biaya) [1]. Padahal untuk mengukur nilai manfaat
itu sendiri tidak bisa hanya mengacu pada metrik keuangan, tetapi juga harus
melibatkan stakeholders (karyawan, supplier, pelanggan, dan lainnya).Sehingga nilai
manfaat bukan hanya soal uang, tetapi bagaimana meningkatkan efektifitas (waktu),
peningkatan kualitas pelayanan dan meningkatkan berbagai produk atau jasa.
Akibatnya, berdasarkan statistik hingga tahun 2007 sebanyak 75% proyek investasi
SI/TI tidak menghasilkan manfaat yang organisasi harapkan karena kelalaian organisasi
dalam menginvestasikan SI/TI secara tidak tepat(John Ward dkk, 2007). Untuk itu,
salah satu kunci kesuksesan dalam mendapatkan manfaat dari investasi SI/TI adalah
pengelolaan portfolio, program dan proyek organisasi dan khususnya bagaimana
manajemen mendistribusikan manfaat investasi dari ketiga hal tersebut [9].
Portfolio, Programme and Project Management Maturity Model (P3M3)
P3M3 dikembangkan oleh Software Engineering Institute (SEI) Capability Maturity
Model (CMM) yang mengacu pada process maturity framework. P3M3 membantu
organisasi untuk mengetahui seberapa besar level kematangan mereka serta dapat
menunjukkan fokus area yang memerlukan peningkatan atau perbaikan sehingga
memberikan manfaat atau keuntungan optimal bagi organisasi.
Gambar 1 Struktur P3M3
13
P3M3 memiliki tiga model manajemen di dalamnya yaitu:
a) Portfolio Management (PfM3)
Portfolio merupakan keseluruhan investasi organisasi sesuai dengan kebutuhan,
perubahan atau budaya organisasi untuk mencapai tujuan strategis. Manajemen
Portfolio merupakan pengaturan kumpulan rencana organisasi yang berisi proses
strategis dan keputusan yang dianggap paling efektif dan efisien bagi
perusahaan.Manajemen portfolio yang baik memiliki beberapa karakteristik, antara
lain :
Fokus terhadap kepemimpinan dan selaraas dengan strategi organisasi
Visi dan misi terdefinisasikan dengan baik
Resiko akan terlihat dari perspektif strategi dan dalam konteks bisnis yang
bekelanjutan
Organisasi memiliki standarisasi dan peraturan yang jelas
Orientasi manfaat yang diharapkan selaras dengan manfaat organisasi di semua
area yang ada dan juga dengan tujuan organisasi.
Kualitas akan terlihat dari perspektif efektifitas dan keselarasan dalam portfolio
b) Programme Management (PgM3)
Program dalam suatu organisasi hanya bersifat sementara dan cenderung memiliki
jangka waktu pada tahun tertentu karena program sewaktu-waktu dapat dirubah
atau disesuaikan kembali dengan tujuan strategis organisasi (fleksibel). Oleh karena
itu manajemen program diperlukan dalam membantu organisasi untuk
mengkoordinasikan, mengarahkan dan mengawasi langsung pelaksanaan
keseluruhan proyek dan kegiatan lain yang terkait untuk memberikan hasil dan
manfaat yang maksimal dan selaras dengan tujuan organisasi. Manajemen program
yang baik memiliki beberapa karakteristik, antara lain :
Fokus organisasi adalah bagaimana strategi organisasi dapat disampaikan dan
diarahkan dengan baik.
Visi dan misi organisasi akan terwujud atau menjadi acuan dalam penyusunan
program.
Manajemen manfaat diuraikan secara jelas beserta lengkap dengan realisasinya.
Target pencapaian organisasi diuraikan melalui strategi program yang konsisten
dan standar portfolio.
c) Project Management (PjM3)
Manajemen proyek dapat diartikan sebagai kumpulan kegiatan proyek organisasi
yang sudah terkoordinir yang berisi rincian kegiaatan awal dan titik akhir proyek
yang dilakukan oleh individu atau tim untuk memenuhi tujuan tertentu dalam
waktu yang ditentukan, biaya dan parameter kinerja sebagaimana yang ditentukan
dalam kasus bisnis. Manajemen proyek yang baik memiliki beberapa karakteristik,
antara lain :
Jangka waktu proyek digambarkan secara jelas (terdapat batas waktu).
Proyek berisi rincian jumlah sumber daya yang jelas.
Fokus pada management dan koordinasi
Rencana proyek berorientasi pada produk dan aktivitas.
14
Melibatkan para pemangku kepentingan yang terkait guna mencapai proyek
yang sesuai dengan kebutuhan pengguna.
P3M3 memiliki tujuh proses perspektif yang didedifinisikan sebagai karakteristik
kunci sebuah organisasi yang dewasa. Ketujuh perspektif ini aplikasikan dalam tiga
model manajemen dan seluruh tingkat kematangan serta masing-masing perspektif
menggambarkan proses dan praktik yang harus diarahkan sesuai dengan tingkat
kematangan yang diberikan. Penelitian ini akan mengarah pada salah satu perspektif
yang ada dalam P3M3, yaitu Benefits Management[2].
Maturity Levels
Maturity Levels berisi deskripsi dan karakteristik lima tingkat kematangan yang
diberlakukan dalam P3M3 yaitu, Portfolio, Programme dan Project. Maturity Levels
dapat membantu organisasi dalam memahami kondisi mereka baik saat ini atau keadaan
di masa depan berdasarkan identifikasi proses bisnis yang sudah di analisis.
Maturity Levels memungkinkan organisasi untuk mengidentifikasikan arah atau
rencana perbaikan pada proses perspektif yang memerlukan peningkatan baik dalam
jangka waktu yang pendek atau pun panjang [10].
Gambar 2 Maturity Levels P3M3
Di dalam P3M3 terdapat 5 tingkat level kematangan yang dijelaskan dalam gambar
2, yaitu :
a) Level 1 –Awareness of Process
Dalam level ini, tidak ada dokumentasi proses bisnis yang jelas dalam
organisasi. Proses atau alur aktivitas yang ada mungkin sudah diakui dalam
organisasi, namun praktik yang sebenarnya, alur tersebut ditentukan oleh individu
sendiri dan bersifat subjektif. Praktik pun hanya dilakukan sebagian atau justru tidak
sama sekali.
15
b) Level 2 – Repeatable Process
Dalam level ini, organisasi mulai menyadari pentingnya standar proses yang
harus diberlakukan. Namun, organisasi belum konsisten dalam melakukan standar
tersebut karena kurangnya manajemen.
c) Level 3 – Defined Process
Semua manajemen dan proses teknis yang diperlukan untuk mencapai tujuan
organisasi sudah terdokumentasi, terstandarisasi dan terintegrasi dengan proses
bisnis. Adanya pembagian tugas dan tanggungjawab yang jelas. Bahkan Top
Management pun terlibat secara aktif untuk memberikan dukungan seperti, adanya
training bagi para pekerja untuk mengembangkan keterampilan dan pengetahuan,
sehingga mereka dapat melaksanakan tugas dengan maksimal, namun belum
konsisten dilakukan.
d) Level 4 – Managed Process
Organisasi sudah memahami serta menerapkan pengendalian dan pengukuran
kinerja untuk mengoptimalkan proses yang ada secara kuantitatif melalui perbaikan
kinerja berdasarkan bukti atau informasi yang didapatkan (review). Bukti atau
informasi tersebut akan dijadikan acuan atau kriteria dalam mengelola proses. Top
Management terlibat secara pro-aktif mencari dan memberikan cara – cara yang
inovatif tanpa menghilangkan kualitas.
e) Level 5 – Optimized Process
Organisasi menjadikan pengelolaan dan pengendalian proses sebagai budaya
yang wajib dilakukan. Adanya kerjasama tim yang baik dalam organisasi dari top
management sampai lapisan manajemen yang paling bawah. Organisasi mampu
secara cepat dan tanggap merespon perubahan, peluang serta melakukan upaya
perbaikan kinerja. Adanya keselarasan yang kuat dari tujuan organisasi dengan
rencana bisnis dalam rangka mengoptimalkan manfaat dan kinerja organisasi.
3. Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode kualitatif adalah
proses penyelidikan dengan cara mendeskripsikan sebuah data berdasarkan peristiwa
yang terjadi dengan tujuan untuk memaparkan setiap kejadian-kejadian yang ada,
sebagai sarana untuk menentukan proses yang tepat berdasarkan peristiwa tersebut dan
perspektif orang - orang yang berpartisipasi di dalamnya serta menggunakan induksi
untuk memperoleh penjelasan yang yang realistis berdasarkan fenomena yang diamati
[11]. Fokus utama dari penelitian ini adalah mendeskripsikan kondisi tingkat
kematangan manajemen manfaat yang sudah dilakukan oleh Universitas Kristen Satya
Wacana dalam mendukung proses belajar mengajar dengan mengumpulkan data dan
informasi secara lengkap berdasarkan tahapan – tahapan penelitian yang telah disusun
secara sistematis. Kemudian nantinya akan menghasilkan grafik tingkat kematangan
berdasarkan manajemen manfaat dengan menggunakan P3M3.
16
Gambar 3 Tahapan Penelitian
Tahap awal penelitian yaitu diawali dengan menentukan tempat studi kasus atau
objek yang akan diteliti. Kemudian berdasarkan objek penelitian tersebut, peneliti akan
menentukan topik yang menjadi pertanyaan atau permasalahan yang berhubungan
dengan analisis manajemen manfaat.
Tahap kedua yaitu perencanaan yang di dalamnya terdapat studi kelayakan awal dan
studi literatur. Studi kelayakan awal yaitu menganalisa awal tentang kondisi objek yang
diteliti sehingga peneliti dapat mempersiapkan serta menentukan kebutuhan yang
diperlukan selama melakukan penelitian. Studi literature merupakan proses
pengumpulan literatur menggunakan metode studi pustaka yang berhubungan dengan
analisis manajemen manfaat dan P3M3 dengan tujuan agar peneliti dapat memahami
studi kasus yang akan diteliti. Literatur didapatkan melalui buku, jurnal, artikel internet
yang terkait atau pun buku elektronik.
Mulai
Perencanaan
StudiKelayakanA
wal
Studi
Literatur
Pengumpulan Data
Observasi
Wawancara
Analisis Data
PenyusunanLaporan
(MembuatdanMenyusunTemuansertaReko
mendasi)
Selesai
17
Tahap selanjutnya adalah aktifitas pengumpulan data lapangan berdasarkan studi
kasus yang diteliti. Dalam pengumpulan data lapangan terdapat dua aktifitas yang
dilakukan yaitu dengan melakukan observasi dan wawancara. Observasi merupakan
teknik pengumpulan data dengan cara mengamati secara langsung objek yang diteliti.
Sedangkan wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan tanya
jawab kepada narasumber terkait penelitian dengan tujuan untuk mendapatkan
informasi yang diperlukan. BTSI sendiri dibagi dalam struktur RACI, yaitu :
Tabel 1. Struktur RACI
Manajemen
Model
Roles
Pembantu
Rektor 1
Manajer
BTSI
Kepala Pusat Pengembangan Staff
SIASAT Sistem Informasi
Portfolio C/A R R/I I
Programme C/A A/R R/I I
Project C/A A/R R/I I
Setelah melakukan aktifitas pengumpulan data dan mendapatkan data yang
diperlukan melalui observasi dan wawancara, selanjutnya peneliti melakukan proses
analisis data yang akan menghasilkan output berupa tingkat kematangan manajemen
manfaat berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan acuan maturity
level dari P3M3.
Tahap akhir penelitian yaitu peneliti melakukan penyusunan laporan yang berisi
temuan dan rekomendasi berdasarkan analisis data dengan tujuan membantu organisasi
dalam menentukan keputusan atau tindakan yang tepat untuk meningkatkan nilai
manajemen manfaat bagi organisasi.
4. Hasil dan Pembahasan
Specified Attribute (Benefits Management)
a. Portfolio
Portfolio merupakan dokumentasi yang salah satunya berisi rencana strategis
sebuah organisasi termasuk visi dan misi organisasi serta target – target yang ingin
dicapai oleh organisasi. Tujuannya adalah agar organisasi memiliki panduan untuk
mengambil keputusan yang tepat, efektif dan efisien. Seperti yang telah dijelaskan
dalam generic attribute, UKSW sudah memiliki rencana strategis termasuk bidang
akademik juga ada di dalamnya. Terdapat target dan realisasimanfaat yang ingin
dicapai dalam beberapa tahun yang disesuaikan dengan visi dan misi dari UKSW.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, rencana strategis ini sudah berjalan hampir 10
tahun. Itu berarti dalam waktu 10 tahun, UKSW sudah banyak melakukan
perencanaan, pengembangan dan program kerja agar SIASAT terus berjalan
semakin baik. Namun, UKSW tidak melakukan dokumentasi terhadap
18
pengembangan dan program yang sudah dijalankan secara rinci pada divisi
pengembangan sistem. Pak Partono mengatakan bahwa :
“… kami tidak pernah ada dokumentasi resmi dan khusus yang menjelaskan
secara detail program kerjaapa saja yang telah kami lakukan. Pencapaian
manfaat untuk kegunaan SIASAT sendiri tidak didefinisikan dalam
dokumentasi program kerja. Hanya dalam blueprint rencana strategis saja.
Semuanya hanya berdasarkan permintaan pimpinan atau divisi terkait dengan
acuan utama yaitu visi dan misi UKSW. Untuk SIASAT, sebenarnya tidak ada
SK (surat keputusan) yang menyatakan bahwa sistem tersebut wajib digunakan
oleh seluruh civitas. Mungkin kalau dikumpulkan ada, tetapi secara eksplisit
tidak ada…”(3)
Walaupun blueprint rencana strategis sudah ada dan SIASAT memiliki kinerja
yang paling baik dibandingkan sistem lainnya, namun UKSW belum memiliki
dokumentasi nyata secara berkala yang membuktikan bahwa realisasi manfaat
tersebut sudah tercapai dan dirasakan oleh civitas universitas, sehingga realisasi
manfaat tersebut tidak konsisten dan tidak termonitor dengan baik. Manajemen
manfaat tidak diuraikan secara detail dalam setiap program atau proyekyang sudah
dilakukan, sehingga UKSW tidak dapat memiliki acuan yang pasti untuk melakukan
perubahan atau perencanaan ke depan yang maksimal khususnya pada SIASAT. Hal
ini dapat berdampak negatif bagi UKSW yaitu membutuhkan waktu yang lebih lama
serta pengeluaran biaya yang berlebih. Padaportfolio, manajemen berada pada level
2 yaitu,repeatable process berdasarkan Maturity Level dari P3M3.
b. Programme
Perencanaan program harus selaras dengan tujuan organisasi. Manajemen
program yang baik dapat membantu organisasi mencapai target yang diharapkan.
UKSW sendiri melakukan perencanaan dan pembaharuan program kerja setiap
tahunnya yang diadakan pada bulan April. Program yang diajukan, semuanya
disesuaikan dengan kebutuhan sistem. Namun, program kerja selama setahun
tersebut tidak secara formal dalam bentuk dokumen yang berisi tujuan, alasan
program dijalankan atau target yang ingin diraih. Walaupun begitu, UKSW tetap
memprioritaskan program kerja yang harus dilakukan terlebih dahulu agar SIASAT
tetap berjalan. Manajer BTSI pun mengontrol jalannya program kerja di BTSI
secara berkala. Top management juga cukup baik dalam memantau kualitas sistem
SIASAT sendiri dengan memberikan advice untuk tim BTSI dalam
mengembangkan SIASAT menjadi lebih baik. Pak Partono menjelaskan bahwa :
3Wawancara 12 Mei 2017
19
“… kami hanya menyampaikan program kerja secara verbal saat di rapat
tahunan memasukkan dalam bentuk proposal anggaran. Terkadang saya
mencatat sendiri program kerja dalam buku tulis dengan catatan tangan. Karena
menurut kami, apa yang tertera dalam anggaran tersebut sudah menjadi
program kerja kami. Jadi, dokumen program hanya berbentuk proposal
anggaran, lalu pada akhir periode ada laporan pengeluaran yang kami gunakan
serta laporan pada buku tahunan rektor. Program kami susun berdasarkan
kebutuhan paling mendesak dan permintaan pimpinan. Jika di pertengahan
periode ternyata ada advice dari pimpinan untuk melakukan tugas di luar
program kerja yang sudah disusun pada awal periode, maka akan kami lakukan
sesuai dengan skala prioritas…”(4)
Salah satu bentuk program kerja untuk SIASAT dalam meningkatkan kualitas
serta manfaat adalah penambahan fitur pendaftaran yudisium online. Fitur ini sudah
diterapkan pada sistem sejak pertengahan tahun 2016. Dilihat dari segi manfaat dan
kualitas, fitur ini membantu para mahasiswa dan staff terkait dalam mendaftarkan
yudisium dan tidak menggunakan cara manual lagi. Pendaftaran ini sudah
terintegrasi dengan data di dalam SIASAT. Namun, fitur ini belum digunakan oleh
seluruh civitas. Padahal sudah dilakukan sosialisasi bagi para staff yang
menandakan bahwa fitur tersebut sudah layak digunakan. Menurut Pak Dian W.
Chandra :
“… fitur ini sangat memudahkan para mahasiswa mengurus yudisium. Tidak
perlu mengumpulkan dokumen kertas lagi, karena semuanya semua sudah
tersistem. Namun, kami juga tidak paham mengapa fitur ini tidak digunakan.
Padahal sudah ada dan sudah kami terapkan dalam SIASAT. Kami tidak
memiliki otoritas untuk memaksakan hal tersebut. Kami sudah memberikan
saran kepada top management untuk dapat mengeluarkan surat keputusan yang
menyatakan bahwa fitur yudisium ini bisa dan wajib digunakan untuk seluruh
civitas universitas…”(5)
Menurut top management, fitur ini belum dapat digunakan terlebih dahulu.
Seperti yang dikatakan oleh Prof. Ferdy yaitu :
“… kami belum mengeluarkan surat keputusan karena memang fitur tersebut
masih di uji coba…”(6)
4 Wawancara 12 Mei 2017
5 Wawancara 10 Mei 2017
6 Wawancara 12 Mei 201
20
Berdasarkan penjelasan di atas, program kerja untuk mendukung kinerja
SIASAT sudah cukup baik. Namun, tetap diperlukan dokumen yang berisi tujuan
dan target yang ingin dicapai dalam program tersebut. Sama seperti portfolio, tidak
terdapat realisasi manfaaat yang jelas dijabarkan dalam program kerja. Kedua,
terdapat perbedaan pendapat antara top management dengan tim BTSI. Namun,
bukan berarti hal ini menjadi hal yang negatif. Perbedaan ini membuktikan bahwa
top management benar – benar fokus mengontrol jalannya program dari BTSI.
Hanya saja kurangnya koordinasi dan komunikasi yang tepat. Pada programme,
benefits management berada pada level 2 yaitu,repeatable process berdasarkan
Maturity Level dari P3M3.
c. Project
Proyek berisi kegiatan – kegiatan organisasi untuk mencapai tujuan tertentu.
UKSW sendiri telah melakukan 3 kali proyek untuk SIASAT. Pada tahun 1984,
sistem akademik UKSW dibangun dengan nama awal SAA (Sistem Administrasi
Akademik). Lalu, tahun 1998 dengan menggunakan pihak outsourcing yaitu,
Paradise, SAA mulai dikembangkan menjadi SIASAT versi 1 dan di launching
pada tahun 2000. Pada tahun 2007, SIASAT dikembangkan kembali menjadi versi 2
yang dilakukan oleh tim BTSI sendiri dan digunakan hingga saat ini. Namun,
selama pengembangan sistem, tidak semua terdokumentasi dengan baik. Hanya
SAA dan SIASAT versi 2 saja yang memiliki dokumentasi. Mengenai hal tersebut,
Pak Agus selaku Staff BTSI yang bertanggungjawab mengenai SIASAT
mengatakan bahwa :
“… dokumen proyek untuk SAA ada, tetapi itu sudah lama sekali, jadi
dokumentas cukup usang. Untuk SIASAT versi 1 tidak ada dokument proyek
karena kami menggunakan outsourcing, jadi hanya berupa source code saja.
Untuk SIASAT versi 2, kami membuat dokument proyek. Namun, itu pun kami
lakukan karena waktu itu ada program hibah dari pemerintah bagi universitas
dengan persyaratan membuat portfolio aplikasi tersebut. Jadi, di dalamnya kami
buat secara lengkap dan detail…”(7)
Sedangkan untuk tim proyek, jika proyek dilakukan oleh UKSW sendiri, maka
top management bersama dengan tim BTSI akan menunjuk beberapa orang dari
BTSI serta tenaga pendidik (dosen) yang kompeten untuk dapat menjalankan proyek
pengembangan sistem tersebut. Pak Partono menjelaskan bahwa :
“… jika ada pembangunan atau pengembangan sistem yang dilakukan oleh
internal biasanya akan dibentuk tim khusus. Kami mengerjakan proyek tersebut
sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan oleh top management. Terkadang
lebih cepat dari yang diperkirakan…”(8)
7 Wawancara 12 Mei 2017
8 Wawancara 12 Mei 2017
21
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa dokumen proyek sudah
didefinisikan dengan cukup baik. Beberapa dokumen proyek sudah berisi portfolio
aplikasi, tujuan, target, kualitas dan manfaat serta tim proyek yang akan
melaksanakannya. Terlihat bagaimana sistem SIASAT versi terakhir memiliki
kinerja yang lebih baik dibandingkan versi terdahulunya. Namun, pentingnya
pembuatan dokumen proyek ini belum menjadi budaya yang kuat di organisasi.
Pada project, benefits management berada pada level 3 yaitu, defined process
berdasarkan pada Maturity Level dari P3M3.
Generic Attribute
SIASAT sendiri merupakan sistem yang paling matang untuk digunakan, jika
dibandingkan dengan semua sistem yang sudah diterapkan di UKSW. Sebagian
universitas di beberapa daerah di Indonesia meniru sistem SIASAT dan menjadikannya
sebagai acuan untuk membangun sistem akademik mereka. Jika dilihat secara umum,
hal tersebut dapat diukur dari beberapa atribut yang terdapat dalam P3M3 yang tentunya
berhubungan pengaruhnya pada sistem SIASAT. Dari segi tugas dan tanggungjawab,
UKSW sudah memiliki struktur organisasi serta job description yang jelas dan sudah
tercantum dalam aturan universitas. Khusus di BTSI, orang-orang yang ada sudah
kompeten di bidangnya. Namun, terkadang orang yang berperan dan bertanggungjawab
tidak menjalankan aturan tersebut sebagaimana mestinya. Pernyataan ini didukung
berdasarkan wawancara dengan Pak Partono selaku Kepala Pusat Pengembangan
Sistem Informasi yang menjelaskan bahwa :
“… kadang – kadang jika top management memiliki permintaan atau perubahan di
tengah periode untuk sistem SIASAT, mereka langsung berbicara pada Pak Agus
(staff pengurus SIASAT) tanpa memberitahu dan berkoordinasi dengan kami
terlebih dahulu. Jadi, kami mengetahui info perubahan justru dari Pak Agus
sendiri…”(9)
Hal kedua adalah dari segi capability development, yaitu mengenai kemampuan
organisasi untuk dapat melakukan perubahan atau pengembangan yang lebih baik bagi
manajemen. Salah satu contoh adalah diadakannya training atau pembekalan bagi
semua staff yang ada. UKSW sendiri memiliki program Service Excellence yang
diadakan setiap satu tahun sekali dan diberlakukan secara serentak bagi semua pekerja
dan staff. Dalam wawancaranya, Prof. Ferdy Semuel Rondonuwu selaku Pembantu
Rektor 1 Bidang Akademik menjelaskan :
“… kami melakukan training setiap tahunnya bagi seluruh pekerja dan staff
sesuai dengan tugas masing – masing. Training tersebut dilakukan dalam
bentuk workshop…”(10)
9 Wawancara 12 Mei 2017
10 Wawancara 12 Mei 2017
22
Selain itu, aspek lainnya adalah adanya sharing knowledge. Tim BTSI sendiri
sudah dalam beberapa tahun ini melakukan sharing knowledge, namun tidak intens
dalam melakukannya dan belum menjadikan hal tersebut belum sepenuhnya menjadi
budaya dalam organisasi. Pak Dian W. Chandra selaku Manajer BTSI mengatakan
bahwa :
“… kami sedang menuju ke arah tersebut (sharing knowledge). Minimal kami
mengadakan rapat. Seperti tahun lalu, adanya pelatihan lighting, kami pun
mengirim tim multimedia ke workshop tersebut. Setelah itu, mereka membagikan
pengetahuan yang di dapat kepada bagian lain. Setidaknya bagian lain juga
mengetahui…”(11)
Hal ketiga adalah dari segi perencanaan dan estimasi waktu, yaitu terkait dengan
rencana – rencana, baik yang sudah maupun akan dilakukan oleh UKSW dalam jangka
waktu tertentu. Visi dan misi UKSW juga sudah diuraikan secara jelas. UKSW sendiri
sudah memiliki rencana strategis yang mulai diterapkan dari tahun 2007 hingga saat ini
yang dituangkan dalam bentuk blueprint lengkap dengan jangka waktu yang telah
disepakati. Namun, ada beberapa bagian yang tidak terlaksana khususnya untuk sistem
akademik. Prof. Ferdy menjelaskan alasan terjadinya hal tersebut, yaitu :
“… rencana strategis kita sebenarnya diterapkan dalam waktu 10 – 15 tahun. Ada
jangka waktu yang ditetapkan, namun tidak semuanya bisa terjadi sesuai yang
dibayangkan. Antisipasi melakukan perubahan itu ada. Indikatornya adalah
kebutuhan dan kepuasan civitas akademika dan yang mana yang lebih
efektif…”(12)
Dari segi informasi dan dokumentasi, tim BTSI sendiri memiliki banyak
pekerjaan yang akan atau telah dikerjakan dalam periode tertentu. Namun, daftar
pekerjaan tersebut tidak tertuang dalam dokumentasi resmi. Berdasarkan wawancara
yang dilakukan, Pak Partono menjelaskan bahwa :
“… tidak ada dokumentasi khusus. Kami langsung memasukkannya dalam
bentuk anggaran yang kami ajukan tiap tahun. Untuk laporan akhir, biasanya
ada buku laporan rektor yang berisi semua kegiatan dan tanggungjawab yang
sudah dilaksanakan. Hanya itu saja…”(13)
Dari segi review and improvement , yaitu bagaimana organsisasi mampu melihat
kesempatan untuk melakukan pengembangan yang lebih baik dan bukan hanya
terfokus pada hal – hal yang menyebabkan kegagalan.
11
Wawancara 10 Mei 2017 12
Wawancara 12 Mei 2017 13
Wawancara 12 Mei 2017
23
Dalam penerapannya di UKSW sendiri sebenarnya sudah cukup berjalan baik,
terlihat bagaimana SIASAT memiliki fitur yang cukup handal dibandingkan tahun –
tahun sebelumnya. Peningkatan performa dikarenakan ada penambahan server dan
storage yang dilakukan serta adanya fitur – fitur baru dalam SIASAT. Ini
menandakan bahwa UKSW aktif meninjau dengan melakukan banyak
pengembangan di dalamnya. Namun, untuk maintenance belum diberlakukan secara
berkala. Menurut Pak Partono :
“… untuk SIASAT, kami hanya melakukan maintenance pada saat jadwal
registrasi perkuliahan akan dilaksanakan, dimana pasti akan banyak user yang
menggunakannya. Jadi, di luar jadwal tersebut, kami jarang melakukan
maintenance…”(14)
Secara umum dalam hal manajemen sudah cukup baik. Terlihat adanya rencana
strategis yang sudah dibuat dan diterapkan walaupun tidak semua bagian dilakukan
karena disesuaikan dengan perubahan waktu dan kebutuhan. Selain itu, setahun
sekali sudah dilakukan training. Hanya untuk sharing knowledge belum menjadi
budaya di tim akademik dan BTSI itu sendiri. Dokumentasi pun belum sepenuhnya
dijalankan. Maintenance yang dilakukan sudah cukup baik hanya tidak secara
berkala dilakukan. Secara umum, proses ini berada pada level 3 yaitu defined
process berdasarkan Maturity Level dari P3M3.
Berdasarkan hasil analisa masing – masing atribut spesifik dilihat dari perspektif
benefits management didapatkan level kematangan untuk setiap model manajemen
yang ada, yaitu :
Tabel 2. Maturity Level Model Manajemen SIASAT
14
Wawancara 21 Maret 2017
Perspective Management Model Level Maturity Level
Benefits
Management
Portfolio 2 Repeatable Process
Programme 2 Repeatable Process
Project 3 Defined Process
24
Rekomendasi
Berdasarkan hasil tingkat kematangan dari tabel 2, maka dapat diberikan
rekomendasi untuk pihak manajemen khususnya dalam bidang akademik dan BTSI
agar SIASAT memiliki manfaat yang dapat dirasakan secara nyata bagi para user.
Rekomendasi yang dapat diajukan adalah :
Tabel 3. Rekomendasi dan Target Maturity Level
Benefits
Management
Portfolio Programme Project
Current
Maturity
Level
Level 2 : blueprint
rencana strategis
sudah ada dan
lengkap berisi target
serta manfaat yang
kan dicapai. Namun,
untuk portfolio
program kerja dan
proyek yang pernah
dilakukan tidak
terdokumentasi
dengan baik, sehingga
tidak ada acuan ke
depan bagi organisasi
untuk melakukan
pengembangan
SIASAT secara
sistematis.
Level 2 : Sama
seperti portfolio,
UKSW tidak
memiliki dokumen
program kerja yang
menjelaskan
rincian, tujuan serta
realisasi manfaat
apa yang akan
dicapai. Walaupun
berjalan cukup
baik, namun
UKSW tidak
memiliki target
pasti yang akan
dicapai dalam
jangka panjang (1
tahun) atau pendek.
Level 3 : 3 kali
proyek yang
dilakukan UKSW
tidak semua
memiliki dokumen
proyek. Hanya dua
yang memiliki
dokumen proyek
lengkap beserta
tujuan proyek, tim
proyek, manfaat da
target, strategi yang
dilakukan terkait
manajemen
manfaat serta yang
lainnya. Dokumen
proyek terakhir pun
dibuat karena ada
program hibah dari
pemerintah pusat
yang menuntut
untuk membuat
dokumen tersebut.
Ini menandakan
bahwa adanya
dokumen proyek
belum menjadi
budaya yang kuat
dalam organisasi.
25
Target
Maturity
Level
Level 3 : UKSW
harus fokus
mengontrol dan
memantau jalannya
realisasi manfaat
SIASAT sendiri
dengan
mendokumentasikan
setiap kegiatan atau
program serta proyek
dengan baik. Manfaat
harus didefiniskan
secara rinci di setiap
operasi proses bisnis.
Level 3 :Program
kerja dituangkan
dalam rincian yang
lebih spesifik
beserta dengan cara
dan
penanganannya,
sehingga
memudahkan para
staff terkait dalam
mencapai manfaat
yang ingin
direalisasikan
Level 4 : UKSW
harus memulai
membudayakan
membuat dokumen
proyek yang jelas,
jika ada proyek
yang akan
dilaksanakan.
Realisasi manfaat
harus jelas
disampaikan dalam
dokumen termasuk
pendekatan proyek
serta fokus pada
bagaimana
manajemen dapat
memberikan
manfaat dari
kinerja SIASAT
dar hasil keluaran
proyek.
26
5. Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang dilakukan khususnya untuk SIASAT, secara umum UKSW
berada pada tingkat kematangan level 3, yaitu defined process yang berarti manajemen
dan proses teknis yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi sudah
terdokumentasi, terstandarisasi dan terintegrasi dengan proses bisnis yang dituangkan
dalam bentuk rencana strategis. Adanya pembagian tugas dan tanggungjawab yang
jelas. Top Management pun terlibat aktif memberikan dukungan seperti, adanya
training bagi para pekerja dengan program mereka Service Excellence. Sedangkan
dalam segi perspektif benefits managementpada portfolio, UKSW berada pada tingkat
kematangan level 2, yaitu repeatable Process. Dari segi programme, UKSW memiliki
tingkat kematangan yang sama dengan portfolio yaitu berada pada level 2, repeatable
process. Terakhir dari segi project, UKSW memiliki tingkat kematangan pada level 3,
yaitu defined process. Secara garis besar, UKSW memiliki manajemen dan kinerja yang
cukup baik dalam menjaga performa dari SIASAT sendiri. Hanya UKSW belum
menerapkan budaya tiga model manajemen dengan baik seperti, adanya dokumentasi,
program kerja dan dokumen proyek yang jelas dengan mencantumkan juga realisasi
manfaat serta cara mencapai manfaat optimal yang diharapkan.
6. Daftar Pustaka
[1]Jurison, Jaak. 1996, Toward More Effective Management Information Technology
Benefits. Journal of Strategic Information Systems, 5, 4, 1996, pp. 263-274.
[2] Sowden Rod. 2008, P3M3 Maturity Model Final for Web.
[3] Office of Government Commerce. 2010. Portfolio, Programme and Project
Management Maturity Model Introduction and Guide to P3M3 v2.1.
[4] Simanjuntak, E.W. Marciano. 2013, Pengaruh Latar Belakang Perusahaan Pada
Tingkat Maturity Portfolio IT Sebuah Perbandingan Antara Perusahaan Berbasis
Keuntungan dan Organisasi Non Profit.
[5] Raymond, Michael dan Julio. 2011, A Critical Assessment of P3M3 in Australian
Federal Government Agencies.
[6] Acache. 2014. Implementing Benefits Management Developing a culture of value.
[7] New Zealand Government. 2016. Managing Benefits from Projects and
Programmes : Guide for Practitioners.
[8] J. Ward, S. D. Hertogh dan S. Viaene. 2007, Managing Benefits from IS/IT
Investments:an Empirical Investigation into Current Practice. Proceedings of the 40th
Hawaii International Conference on System Sciences.
[9] J. Ward dan E. Daniel, “Benefits Management : Delivering Value from IS/IT
Investments”, John Wiley and Sons, Chichester, 2006.
[10] Office of Government Commerce. 2008. Portfolio, Programme and Project
Management Maturity Model Introduction and Guide to P3M3 v2.0.
[11] G. E. Gorman dan P. Clayton, 2005, Qualitative Research for the Information
Professional 2nd
Edition, British : Facet Publisihing, Inc.