16
Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global 04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.85 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis 145 Analisis Usahatani Kopi Di Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan Kabupaten Simalungun Ayunita Fitra , Retno Astuti Kuswardani , Abdul Rahman Universitas Medan Area, Indonesia Abstrak Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui bagaimana tingkat pendapatan usahatani kopi di Kelurahan Saribu Dolok yang merupakan distrikkawasan agropolitan Kabupaten Simalungun, Untuk mengetahui apakah faktor- faktor produksi usaha tani yang terdiri dari biaya bibit (X1), biaya pupuk (X2), biaya pestisida (X3), dan biaya tenaga kerja (X4) yangberpengaruh signifikan terhadap pendapatan petani kopi di Kelurahan Saribu Dolok yang merupakan distrikkawasan agropolitan Kabupaten Simalungun.Metode penelitian yang digunakan adalah Analisis Regresi Linear Berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pendapatan petani kopi di Kelurahan Saribu Dolok Kecamatan Silimakuta secara signifikan dipengaruhi oleh variabel biaya bibit, biaya pestisida, biaya pupuk, dan biaya tenaga kerja. Nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0.809 yang berarti bahwa variabel biaya bibit, biaya pestisida, biaya pupuk, dan biaya tenaga kerja mampu menjelaskan variasi pendapatan petani kopi di Kecamatan Silimakuta sebesar 80.90%, Secara parsial hasil analisis menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan petani kopi di Kelurahan Saribu Dolok Kecamatan Silimakuta adalah biaya pupuk dan biaya tenaga kerja sedangkan variabel biaya bibit berpengaruh positif tapi tidak signifikan sementara variabel biaya pestisida berpengaruh negatif dan tidak signifikan, Berdasarkan hasil analisis juga diperoleh bahwa koefisien (elastistitas) biaya pupuk mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan variabel lainnya, sehingga variabel biaya pupuk merupakan faktor yang memberikan kontribusi yang lebih besar dalam pendapatan petani kopi di Kelurahan Saribu Dolok, Hasil uji asumsi klasik menunjukkan bahwa model regresi linier pendapatan petani kopi di Kelurahan Saribu Dolok Kecamatan Silimakuta telah memenuhi semua asumsi klasik yang diperlukan. Kata Kunci : Agropilitan; Dataran Tinggi; Usahatani Kopi. PENDAHULUAN Kawasan Agropolitan terdiri dari kota pertanian dan desa sentra produksi pertanian dan didukung dengan berbagai infrastruktur yang mendukung kegiatan pertanian dan industri pengolahnya.Pengembangan kawasan agropolitan dirancang untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi yang digunakan dan difasilitasi oleh Pemerintah. Kawasan pembangunan agropolitan muncul karena adanya ketimpangan pembangunan wilayah antar kota sebagai pusat kegiatan dan pertumbuhan ekonomi dengan wilayah pedesaan sebagai pusat kegiatan pertanian dan perkebunan. Pengembangan kawasan agropolitan merupakan alternatif solusi untuk pengembangan wilayah perdesaan. Kawasan agropolitan diartikan sebagai sistim fungsional desa-desa yang ditunjukkan dari adanya hiraki pusat agribisnis dan desa-desa di sekitarnya untuk membentuk Kawasan Agropolitan. Dalam mempercepat pembangunan pedesaan yang berbasis agribisnis serta meningkatkan daya saing produk-produk yang dihasilkan, Pemerintah Daerah Sumatera Utara dengan dukungan Pemerintah Pusat, khususnya Departemen Pertanian,

Analisis Usahatani Kopi Di Kawasan Agropolitan Dataran

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Analisis Usahatani Kopi Di Kawasan Agropolitan Dataran

Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global

04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.85 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis

145

Analisis Usahatani Kopi Di Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan Kabupaten Simalungun

Ayunita Fitra , Retno Astuti Kuswardani , Abdul Rahman Universitas Medan Area, Indonesia

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui bagaimana tingkat pendapatan usahatani kopi di Kelurahan Saribu Dolok yang merupakan distrikkawasan agropolitan Kabupaten Simalungun, Untuk mengetahui apakah faktor-faktor produksi usaha tani yang terdiri dari biaya bibit (X1), biaya pupuk (X2), biaya pestisida (X3), dan biaya tenaga kerja (X4) yangberpengaruh signifikan terhadap pendapatan petani kopi di Kelurahan Saribu Dolok yang merupakan distrikkawasan agropolitan Kabupaten Simalungun.Metode penelitian yang digunakan adalah Analisis Regresi Linear Berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pendapatan petani kopi di Kelurahan Saribu Dolok Kecamatan Silimakuta secara signifikan dipengaruhi oleh variabel biaya bibit, biaya pestisida, biaya pupuk, dan biaya tenaga kerja. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.809 yang berarti bahwa variabel biaya bibit, biaya pestisida, biaya pupuk, dan biaya tenaga kerja mampu menjelaskan variasi pendapatan petani kopi di Kecamatan Silimakuta sebesar 80.90%, Secara parsial hasil analisis menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan petani kopi di Kelurahan Saribu Dolok Kecamatan Silimakuta adalah biaya pupuk dan biaya tenaga kerja sedangkan variabel biaya bibit berpengaruh positif tapi tidak signifikan sementara variabel biaya pestisida berpengaruh negatif dan tidak signifikan, Berdasarkan hasil analisis juga diperoleh bahwa koefisien (elastistitas) biaya pupuk mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan variabel lainnya, sehingga variabel biaya pupuk merupakan faktor yang memberikan kontribusi yang lebih besar dalam pendapatan petani kopi di Kelurahan Saribu Dolok, Hasil uji asumsi klasik menunjukkan bahwa model regresi linier pendapatan petani kopi di Kelurahan Saribu Dolok Kecamatan Silimakuta telah memenuhi semua asumsi klasik yang diperlukan.

Kata Kunci : Agropilitan; Dataran Tinggi; Usahatani Kopi.

PENDAHULUAN

Kawasan Agropolitan terdiri

dari kota pertanian dan desa sentra

produksi pertanian dan didukung

dengan berbagai infrastruktur yang

mendukung kegiatan pertanian dan

industri pengolahnya.Pengembangan

kawasan agropolitan dirancang untuk

mendorong berkembangnya sistem dan

usaha agribisnis yang berdaya saing,

berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan

terdesentralisasi yang digunakan dan

difasilitasi oleh Pemerintah. Kawasan

pembangunan agropolitan muncul

karena adanya ketimpangan

pembangunan wilayah antar kota

sebagai pusat kegiatan dan

pertumbuhan ekonomi dengan wilayah

pedesaan sebagai pusat kegiatan

pertanian dan perkebunan.

Pengembangan kawasan agropolitan

merupakan alternatif solusi untuk

pengembangan wilayah perdesaan.

Kawasan agropolitan diartikan sebagai

sistim fungsional desa-desa yang

ditunjukkan dari adanya hiraki pusat

agribisnis dan desa-desa di sekitarnya

untuk membentuk Kawasan

Agropolitan.

Dalam mempercepat

pembangunan pedesaan yang berbasis

agribisnis serta meningkatkan daya

saing produk-produk yang dihasilkan,

Pemerintah Daerah Sumatera Utara

dengan dukungan Pemerintah Pusat,

khususnya Departemen Pertanian,

Page 2: Analisis Usahatani Kopi Di Kawasan Agropolitan Dataran

Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global

04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.85 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis

146

Kimpraswil beserta Departemen terkait

lainnya sepakat untuk mempromosikan

pengembangan kawasan agropolitan di

Sumatera Utara. Pengembangan

kawasan mencakup Kabupaten Karo,

Dairi, Pakpak Bharat, Simalungun,

Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan,

Samosir, Toba Samosir dan Kota

Pematang Siantar.

Dari kesembilan Wilayah

Kabupaten tersebut, penelitian ini fokus

Kabupaten Simalungun. Di pilihnya

Kabupaten Simalungun karena,

Kabupaten ini jika dilihat dari sisi

pendapatan perkapita merupakan

nomor ketiga paling kecil diantara

kesembilan Kabupaten wilayah

agribisnis. Namun demikian kesembilan

wilayah tersebut, merupakan daerah -

daerah yang memiliki tingkat

pendapatan perkapita yang rendah

dibandingkan dengan wilayah

perkotaan di Provinsi Sumatera Utara

yaitu Medan. Data Pendapatanperkapita

penduduk pada kesembilan kabupaten

tersebut dibandingkan dengan

pendapatan perkapita penduduk di

Medan seperti pada tabel berikut ini :

Tabel 1. Disparitas Pendapatan Penduduk Wilayah Agribisnis Dengan Kota MedanTahun 2006 - 2010

Sumber : BPS Sumatera Utara Dalam Angka, 2011

Tabel 1. menunjukkan disparitas

(perbedaan) pendapatan perkapita

penduduk kabupaten yang

mendapatkan program pengembangan

Agrobisnis di Sumatera Utara dengan

pendapatan perkapita penduduk di Kota

Medan. Disparitas yang terjadi

mencapai 50% lebih dari tiap daerah

dibandingkan dengan Kota Medan

sebagai wilayah perkotaan di Sumatera

Utara. Jika dibandingkan dengan

Kabupaten lain, maka Kabupaten

Simalungun merupakan Kabupaten

dengan Tingkat Pendapatan perkapita

paling kecil ketiga.

Jika dibandingkan dengan Kota

Medan pada tahun 2010 terdapat

perbedaan hingga sebesar 150.66%.

Disparitas pendapatan yang sangat

mencolok.

Data tersebut dapat dijadikan

dasar, bahwa tingkat pendapatan

penduduk di Kabupaten Simalungun

cukup rendah. Oleh sebab itu sangat di

perlu upaya - upaya untuk

meningkatkan penghasilan penduduk

tersebut. Pemerintah Daerah Sumatera

Utara dengan dukungan Pemerintah

Pusat, khususnya Departemen

Pertanian, Kimpraswil beserta

Departemen terkait lainnya sepakat

untuk mempromosikan pengembangan

wilayah tersebut menjadi wilayah

agribisnis.

Selanjutnya sangat perlu untuk

mengetahui potensi yang ada di setiap

Kabupaten yang menjadi wilayah

pengembangan agrobisnis dimaksud.

Hal ini dinilai penting agar nantinya

dapat diketahui dan dapat ditentukan

fokus pada produk apa, sehingga dapat

Kabupaten/Kota

Tahun Karo Dairi Pakpak Brt. Simalungun Taput Humbang H. Samosir T. Samosir P. Siantar Medan

2006 7.968.385 6.367.513 3.735.792 5.444.628 5.066.911 5.285.913 6.647.601 8.414.648 6.989.419 13.174.001

2007 8.167.326 6.658.987 3.553.778 5.699.142 5.223.677 5.566.235 6.923.956 8.890.383 7.308.632 14.090.603

2008 8.899.765 6.916.328 3.744.014 6.149.590 5.321.241 5.406.789 7.864.478 9.211.316 7.838.665 15.129.470

2009 9.195.334 7.235.739 3.883.026 6.466.547 5.528.232 5.623.882 8.323.170 9.670.950 8.231.412 16.023.415

2010 9.594.214 7.593.589 4.070.571 6.812.974 5.780.955 5.864.032 8.846.290 10.198.909 8.687.439 17.077.638

Page 3: Analisis Usahatani Kopi Di Kawasan Agropolitan Dataran

Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global

04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.85 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis

147

disusun program pengembangan

agribisnis produk yang menjadi

komoditas unggulan daerah tersebut.

Data menunjukkan bahwa potensi yang

bisa dikembangkan dari setiap wilayah

kabupaten adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Komoditas Unggulan di Kawasan Agropolitan di Provinsi Sumatera Utara

No Kabupaten Komoditas Unggulan

1 Karo Kentang, Cabai, Tomat, Jeruk dan Kopi

2 Dairi Jagung, Ubi Jalar, Alpukat dan Kopi

3 Pakpak Barat

Jagung, Ubi Jalar, dan Kopi

4 Tapanuli Utara Jagung, Jeruk, dan Kopi

5 Humbang Hasundutan Wortel, Jagung dan Kopi

6 Toba Samosir

Jagung, Bawang Merah, Nanas, Kacang Tanah, dan Kopi

7 Samosir Kentang, Kubis, Cabai, dan Kopi

8 Simalungun Kentang, Jagung, Nanas, dan Kopi

9 Pematang Siantar Ubi Kayu

Sumber : Bappeda Provinsi Sumatera Utara,2012

Tabel 2. menunjukkan setiap

daerah memiliki komoditas kopi, kecuali

Pematang Siantar.Kabupaten

Simalungun menunjukkan bahwa

komoditas unggulannya adalah Kentang,

Jagung, Nanas dan Kopi. Perlu untuk

diketahui bahwa jenis kopi

yangdiproduksi adalah jenis kopi

Arabika. Data - data tersebut

menunjukkan bahwa 95% kawasan

Agropolitan Dataran Tinggi Bukit

Barisan adalah penghasil kopi.

Berdasarkan pada data tersebut,

maka salah satu upaya untuk

meningkatkan pendapatan penduduk

Kabupaten Simalungun adalah dengan

melakukan eksploitasi terhadap

komoditas kopi. Hal ini karena data

menunjukkan bahwa Provinsi Sumatera

Utara berada pada posisi keempat

dalam produksi total kopi. Dan

Kabupaten Simalungun merupakan

salah satu Kabupaten utama penghasil

kopi di Sumatera Utara. Namun

produktivitasnya masih relatif rendah

dibandingkan dengan ketujuh wilayah

penghasilan komoditas yang sama.

Data sehubungan dengan

tingkat produktivitas produksi kopi

setiap Kabupaten dibandingkan dengan

luas areal produksi kopi adalah sebagai

berikut :

Tabel 3. Luas Lahan dan Produktivitas Komoditi Kopi Sumatera Utara

No Kabupaten Luas

Lahan (ha)

Produktivitas

(ton/ha)

1 Karo 4.771,00 1,51

2 Dairi 6.904,00 1,36

3 Pakpak Barat 578,00

1,16

4 Tapanuli Utara 8.554,25

1,05

5 Humbang Hasundutan 5.542,00

0,88

6 Toba Samosir 1.607,26

1,19

7 Samosir 2.058,32 0,37

8 Simalungun 3.889,07 1,01

Sumber : Data Statistik Perkebunan Sumatera Utara, 2012 (Diolah)

Tabel 3. menunjukkan bahwa

produktivitas produksi komoditi kopi

dibandingkan dengan luasnya lahan

masih rendah dibandingkan dengan

Kabupaten Toba Samosir dan Pakpak

Barat.

Diketahui bahwa Kabupaten

Simalungan dengan luas lahan sebesar

3.889,07 hektar hanya menghasilkan

Page 4: Analisis Usahatani Kopi Di Kawasan Agropolitan Dataran

Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global

04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.85 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis

148

1.01 ton/hektar sangat rendah

dibandingkan Toba Samosir dengan luas

lahan sebesar 1.607,26 hektar dengan

hasil produksi kopi sebesar 1.19

ton/hektar, atau dengan Pakpak Barat

yang memiliki luas lahan sebesar 578

dengan hasil produksi kopi sebesar 1.16

ton/hektar.

Walaupun tingkat produktivitas

produksi kopi Kabupaten Simalungun

rendah dibandingkan dengan

Kabupaten lain, data menunjukkan

bahwa produktivitas produksi kopi di

Kabupaten Simalungan menunjukkan

tingkat pertumbuhan. Data

menunjukkan sebagai berikut :

Tabel 4. Pertumbuhan Tingkat Produktivitas Kopi Kabupaten Simalungun 2007 – 2011

Tahun Total Areal (ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas

(Kg/ha)

Pertumbuhan

(%) 2007 5.759,41 5.817,82 1.010,14

2008 6.235,74 6.460,52 1.036,05 2,56

2009 6.677,27 7.245,39 1.085,08 4,73

2010 6.769,23 7.077,11 1.045,48 -3,65

2011 6.991,99 8.439,98 1.207,09 15,46

Sumber : Sumber Data Simalungun Dalam Angka Tahun 2012, (Diolah)

Tabel 4. menunjukkan bahwa

terjadi peningkatan produktivitas kopi

di Kabupaten Simalungun secara

signifikan, dari tahun 2010 ke tahun

2011 terjadi peningkatan sebesar

15.46% produktivitas kopi. Namun

demikian pada tahun 2010 terjadi

penurunan tingkat pertumbuhan

produksi kopi. Hal ini menunjukan

tingkat produktivitas petani yang

rendah.

Penyebab rendahnya

produktivitas petani kopi di Kabupaten

Simalungun antara lain karena

keterbatasan modal. Petani kopi belum

terlalu menjaga kualitas tanamannya.

Jika harga turun, petani tidak peduli

dengan kualitas dan hasil panenannya,

sementara harga naik, produksinya

justru turun. Kegiatan pertanian kopi di

Kabupaten ini masih terbatas dengan

pengetahuan dan pengalaman sendiri

oleh petani. Petani kurang berorientasi

pada pasca panen dan pengolahan,

sehingga tidak mampu memberi nilai

tambah pertanian, tidak memperhatikan

pasar.

Adapun bentuk pengolahan hasil

pertanian yang telah dilaksanakan oleh

sebagian masyarakat adalah industri

kopi dan dilakukan dalam skala usaha

kecil. Persoalan lainnya adalah harga

kopi yang murah dan biaya produksi

yang tinggi juga merupakan

permasalahan utama yang dihadapi

para petani, sehingga sulit bagi petani

untuk mengembangkan kegiatan

usahataninya.

Data - data yang telah disajikan

menunjukkan hal - hal atau fenomena

tersendiri. Simalungun sebagai salah

satu Kabupaten yang menjadi daerah

agropolitan yang memproduksi produk

agrobisnis kopi, memiliki tingkat luas

lahan yang tidak kecil, namun memiliki

tingkat produktivitas yang rendah

dibandingkan dengan wilayah yang lain

yang memiliki luas lahan yang lebih

rendah darinya. Namun yang menarik,

diketahui bahwa Simalungun

merupakan salah satu Kabupaten yang

memberikan sumbangan produk kopi

utama di Provinsi Sumatera Utara.

Pada Master Plan Kawasan

Agropolitan Dataran Tinggi Bukit

Page 5: Analisis Usahatani Kopi Di Kawasan Agropolitan Dataran

Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global

04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.85 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis

149

Barisan Kecamatan Silimakuta

merupakan wilayah distrik agropolitan

di Kabupaten Simalungun dengan pusat

distrik Kelurahan Saribu Dolok.Wilayah

ini merupakan daerah potensial produk

pertanian unggulan berupa tanaman

pangan dan perkebunan yang sangat

mendukung untuk pengembangan

kegiatan agribisnis.

Jika melihat tingkat

produktivitas produksi kopi di

Kecamatan Silimakuta yang merupakan

daerah potensial penghasil kopi arabika,

data menunjukkan bahwa produktivitas

kopi di wilayah tersebut terus

mengalami pertumbuhan.Data

menunjukkan sebagai berikut :

Tabel 5. Pertumbuhan Tingkat Produktivitas Kopi Kecamatan Silimakuta2007 – 2011

Tahun Total Areal (ha)

Produksi

(Ton)

Produktivitas

(Kg/ha)

Pertumbuhan (%)

2007 446,47 385,16 862,67

2008 446,47 455,99 1.021,32 18,39

2009 493,97 591,12 1.196,67 17,17

2010 510,97 631,74 1.236,35 3,32

2011 520,97 697,78 1.339,38 8,33

Sumber : Sumber Data Simalungun Dalam Angka Tahun 2012, (Diolah)

Tabel 5. menunjukkan bahwa

Kecamatan Silimakuta dimana

berdasarkan data Statistik Tahun 2008 -

2011 baik luas areal, produksi dan

produktivitas tanaman kopi terus

mengalami peningkatan. Produktivitas

pada tahun 2007 yaitu sebesar 862,67

kg/hektar terus mengalami peningkatan

sampai tahun 2010dimana pada saat itu

Kecamatan Silimakuta telah ditetapkan

sebagai distrik agropolitan di

Kabupaten Simalungun.

Sebagai Wilayah atau

Kabupaten yang memberikan

sumbangan komoditi kopi, maka sangat

perlu untuk dilakukan upaya-upaya

pengembangan produk agribisnis kopi

ini. Diharapkan kedepan agribisnis kopi

ini dapat menjadi produk yang bukan

hanya unggulan tetapi juga menjadi

produk yang primadona di Kabupaten

Simalungun.Dengan demikian, akhirnya

pendapatan penduduk di Kabupaten

Simalungun akan meningkat, sehingga

secara ekonomi akan dapat

meningkatkan perekonomian keluarga

dari penduduk di Kabupaten

Simalungun.

Dalam upaya pengembangan

produk agribisnis kopi tersebut, maka

bagi petani juga perlu

mempertimbangkan faktor - faktor

teknis ketika melakukan produksi kopi

dimaksud. Hal ini akan berkaitan

dengan pendapatan petani nantinya

secara keseluruhan. Dengan

pengembangan produk kopi diharapkan

akan dapat meningkatkan pendapatan

petani, namun demikian perlu untuk

melihat faktor - faktor yang

mempengaruhi usaha tani dari sector

produksi kopinya.

Kajian penelitian terdahulu

Penelitan yang dilakukan oleh

Tarsudi (2011) dengan judul Dampak

Pembangunan Kawasan Agropolitan

Terhadap Pengembangan Wilayah Dan

Pemberdayaan Masyarakat Pada

Lokalita Saribu Dolok Kecamatan

Silimakuta Kabupaten Simalungun.Hasil

penelitian yang diperoleh antara lain :

Pembangunan kawasan Agropolitan

memberikan dampak terhadap

Page 6: Analisis Usahatani Kopi Di Kawasan Agropolitan Dataran

Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global

04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.85 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis

150

pengembangan wilayah pada Lokalita

Saribu Dolok ditunjukkan dengan

indikator (1) Terdapat pertambahan

luas penggunaan lahan penanaman

kentang dari rata-rata 0,45 Ha pada

tahun 2008 (sebelum penetapan Saribu

Dolok sebagai lokalita percontohan

Agropolitan) menjadi rata-rata 0,56 Ha

pada tahun 2010 (sesudah penetapan

Saribu Dolok sebagai lokalita

percontohan Agropolitan) atau

meningkat sebesar 8,2%. (2) Terdapat

peningkatan pendapatan rata-rata

petani kentang dari Rp.

2.937.624/bulan/Ha pada tahun 2008

(sebelum penetapan Saribu Dolok

sebagai lokalita percontohan

Agropolitan) menjadi Rp.

4.586.146/bulan/Ha pada tahun 2010

(sesudah penetapan Saribu Dolok

sebagai lokalita percontohan

Agropolitan) atau terjadi penambahan

sebesar 5,6%. (3) Dampak terhadap

peningkatan produktifitas tanaman

kentang menunjukkan tidak terdapat

perbedaan nyata sebelum dan sesudah

penetapan Saribu Dolok sebagai lokalita

percontohan Agropolitan. (4) Dampak

terhadap faktor kelembagaan (koperasi,

lembaga perkreditan rakyat) dan

dukungan dunia usaha belum

menunjukkan adanya perbaikan yang

berarti selama pembangunan kawasan

Agropolitan, sementara faktor lembaga

usaha tani (Poktan dan Gapoktan,

lembaga penyuluhan, partisipasi

masyarakat sudah mulai menunjukkan

adanya perbaikan.

Tujuan Penelitian.

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana

tingkat pendapatan usahatani kopi

di Kelurahan Saribu Dolok yang

merupakan distrikkawasan

agropolitan Kabupaten Simalungun.

2. Untuk mengetahui apakah faktor-

faktor produksi usaha tani yang

terdiri dari biaya bibit (X1), biaya

pupuk (X2), biaya pestisida (X3), dan

biaya tenaga kerja (X4)

yangberpengaruh signifikan

terhadap pendapatan petani kopi di

Kelurahan Saribu Dolok yang

merupakan distrikkawasan

agropolitan Kabupaten Simalungun.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian.

Penelitian dilakukan di

Kelurahan Saribu Dolok Kecamatan

Silimakuta yang merupakan distrik

Agropolitan Dataran Tinggi Bukit

BarisanKabupaten Simalungundan

dilaksanakan pada bulan Oktober-

Desember 2013.

Metode Penentuan Sampel.

Luas lahan pengusahaan petani

kopi bervariasi, maka sampel

ditentukan dengan sistem Stratified

random sampling berdasarkan luas

lahan, sehinga jumlah sampel belum

dapat ditentukan dan akan tergantung

hasil observasi di lapangan. Untuk itu

digunakan dasar penentuan sampel

yang menurut Arikunto (2002) apabila

populasi kurang dari 100 orang, maka

sebaiknya semua anggota terpilih,

sehingga merupakan penelitiansensus.

Jika jumlah populasi lebih dari 100

Page 7: Analisis Usahatani Kopi Di Kawasan Agropolitan Dataran

Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global

04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.85 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis

151

orang dapat diambil sampel 10, 15, 20,

25% atau lebih dari populasi.

Tabel 6 .Jumlah Sampel berdasarkan Luas lahan petani kopi

No Jumlah Lahan Jumlah Sampel

1 < 1 ha 20%

2 1- < 3 ha 20%

3 2 - < 5 ha 20%

4 > 5 ha 20% Sumber : Peneliti, 2014

Teknik Pengumpulan Data.

Teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini adalah :

1. Observasi dengan metode

interview/wawancara

Pengambilan data dilakukan dengan

peninjauan dan pengamatan secara

langsung ke lokasi serta objek-objek

yang diteliti dengan berpedoman

pada kuisioner. Disamping itu

dilakukan interview/wawancara

dengan cara mengajukan daftar

pertanyaan langsung atau secara

lisan tentang pelaksanaan usahatani

kepada petani pemilik kopi.

2. Studi Dokumentasi

Mencari data mengenai hal-hal atau

variabel yang berupa catatan,

transkip, buku, surat kabar, majalah,

prasasti, notulen rapat,agenda dan

sebagainya.

3. Kuesioner

Yaitu dengan menyebarkan daftar

pertanyaan pada responden yang

dijadikan sampel. Dimana

responden memilih dan mengisi

sesuai dengan petunjuk pengisian

kuesioner.

Teknik Analisa Data.

1. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji

apakah dalam model regresi variabel

independen dan dependen memiliki

distribusi normal atau tidak. Nilai

residual mengikuti distribusi normal.

Untuk melihat distribusi data norml

atau tidak yaitu analisa statistik. Uji

normalitas dengan grafik dapat

menyesatkan kalau tidak hati-hati

secara visual kelihatan normal. Uji

normalitas statistik ini meggunakan Uji

Kolmogorov-Smirnov. (Wahid Sulaiman,

2004).

b. Uji Multikolinearitas

Menurut Ghozali (2005) uji

multikolineritas bertujuan untuk

menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar

variabel bebas (independen). Sebuah

persamaan regresi dikatakan baik bila

persamaan tersebut memiliki variabel

independen yang saling tidak

berkorelasi.

Menurut Ghozali (2005), untuk

mendeteksi ada atau tidaknya

multikolineritas didalam model regresi

adalah sebagai berikut :

1) Nilai R yang dihasilkan oleh suatu

estimasi model regresi empiris

sangat tinggi, tetapi secara

individual variabel-variabel

independen banyak yang tidak

Page 8: Analisis Usahatani Kopi Di Kawasan Agropolitan Dataran

Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global

04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.85 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis

152

signifikanmempengaruhi variabel

dependen.

2) Menganalisis matrik korelasi

variabel-variabel independen. Jika

antar variabel independen ada

korelasi yang cukup tinggi

(umumnya diatas 0,90), maka hal

ini merupakan indikasi adanya

multikolineritas. Tidak adanya

kombinasi yang tinggi antar

variabel independen tidak berarti

bebas dari multikolinieritas.

Multikolineritas dapat disebabkan

karena adanya efek kombinasi dua

atau lebih variabel independen.

3) Multikolineritas dapat juga dari

nilai tolerance dan lawannya

variance inflation faktor (VIF)

apabila nilai tolerance lebih besar

dari 0,1 dan VIF kurang dari 10

maka dapat disimpulkan tidak

terjadi gejala multikolineritas.

c. Uji Gejala Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk

menguji apakah model regresi linier ada

korelasi antara kesalahan pengganggu pada

periode dengan kesalahan pengganggu pada

periode sebelumnya.

Autokorelasi dapat muncul

karena observasi yang berurutan

sepanjang waktu yang saling berkaitan

satu sama lain. Masalah ini timbul

karena residual (kesalahan pengganggu)

tidak bebas dari satu observasi lainnya.

Hal ini sering ditemukan pada runtun

waktu (time series) karena gangguan

pada seorang individu atau kelompok

cenderung mempengaruhi gangguan

pada individu atau kelompok yang sama

periode berikutnya.Untuk mendeteksi

adanya autokorelasi dapat digunakan uji

Durbin Watson (D - Z1W). Namun

demikian secara umum bisa diambil

patokan berikut ini :

Tabel 7. Tabel Autokorelasi Watson

Kesimpulan Kesimpulan

Kurang dari 1,52 Ada Autokorelasi

1,52 sampai 1,80 Tanpa Kesimpulan

1,80 sampai 2,20 Tidak Ada

Autokorelasi

2,20 sampai 2,48 Tanpa Kesimpulan

Lebih dari 2,48 Ada Autokorelasi

Sumber : Algifari (2000:89)

d. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan

untuk menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan varian

dan residual pada suatu pengamatan

kepengamatan yang lain. Model regresi

yang baik adalah yang homoskesdatisitas

atau tidak menjadi

heteroskedastisitas.Dasar analisis untuk

mencari gejala heteroskedastisitas.

1) Jika ada pola tertentu, seperti titik -

titik yang ada membentuk pola

tertentu yang teratur (bergelombang,

melebar kemudian menyempit),

maka mengindikasikan telah terjadi

hereroskedastisitas.

2) Jika tidak pola yang jelas, serta titik -

titik menyebar diatas dan dibawah

angka 0 pada sumbu Y, maka tidak

terjadi gejala.

2. Regresi Linear Berganda

Model pada penelitian ini

menggunaan Analisis Regresi Linear

Berganda, dengan rumus umum adalah

sebagai berikut:

Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3+b4x4 + e

Dimana:

Y : Pendapatan Usaha Tani

Page 9: Analisis Usahatani Kopi Di Kawasan Agropolitan Dataran

Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global

04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.85 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis

153

a : Konstanta Regresi

b1,2,3,4 : Koefisien Regresi

Variabel

X1 : Variabel Biaya Bibit

X2 : Variabel Biaya Pupuk

X3 : Variabel Biaya Pestisida

X4 : Variabel Biaya Tenaga

Kerja

e : error

- Uji t

Untuk membuktikan nilai koefisien

regresi dari variabel dependen apakah

signifikan atau tidak, diperlukan uji t-

statistik.Kaedah dalam pengambilan

keputusan adalah:

1. Apabila nilai probabilitas (p) < 0.05, maka

hipotesis yang diajukan (Ha) diterima.

2. Apabila nilai probabilitas (p) > 0.05, maka

hipotesis yang diajukan (H0) diterima.

- Uji F

Uji F dilakukan untuk

mengetahui seberapa besar variabel

independen berpengaruh terhadap

variabel dependen.Kriteria Pengambilan

Keputusan adalah:

a. Apabila nilai probabilitas (p) < 0.05,

maka hipotesis yang diajukan (Ha)

diterima.

b. Apabila nilai probabilitas (p) > 0.05,

maka hipotesis yang diajukan (H0)

diterima.

- Koefisien Determinasi

Dalam uji regresi linier berganda

dianalisis pula besarnya koefisien regresi

pada intinya mengukur seberapa jauh

kemampuan model regresi dalam

menerangkan variasi variabel

dependen/variabel terikat (Ghozali, 2001).

R2 digunakan untuk mengukur ketepatan

yang paling baik dari analisis regresi

berganda.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Analisis Pendapatan Petani Kopi

Hasil analisis menunjukkan bahwa

rata-rata produksi kopi di kelurahan Saribu

Dolok adalah sebesar 677,50 kg kopi kering

per tahun dengan harga jual rata-rata Rp

14.762,50 per kg kopi kering. Harga yang

baik adalah Rp. 19.000 per kg kopi kering.

Pada Tabel 15. disajikan komposisi

tingkat pendapatan kopi serta variabel -

variabel biaya yang mempengaruhi

pendapatan petani kopi di Kelurahan Saribu

Dolok. Rata-rata produksi tanaman kopi

dalam bentuk kering yang dihasilkan petani

di Kelurahan Saribu Dolok adalah 677,50

kg per tahun. Tingkat produksi yang paling

sedikit adalah sebesar 300 kg dan tertinggi

sebesar 1.300 kg. Tingkat produksi petani

sangat tergantung dari luas lahan yang

digunakan untuk budidaya kopi dan juga

variabel-variabel pendukung usahatani

lainnya. Sementara itu, rata-rata harga jual

di tingkat petani adalah sebesar Rp

14.762,50 per kg dimana harga yang paling

rendah adalah Rp 14.000 per kg dan yang

paling tinggi adalahRp 16.000 per kg.

Tabel 8. Rata-rata Pendapatan Petani Kopi dan Variabel-Variabel yang Mempengaruhinya di Kelurahan Saribu Dolok

Uraian Minimum Maksimum Rata - Rata

Std Deviasi

Produksi (kg)

300 1.300 677,5 277,41

Harga (Rp) 14.000 16.000 14.762,50 589,87

Biaya Bibit (Rp)

160.000 2.400.000 1.381.000 6,10E5

Biaya Pupuk (Rp)

225.000 2.200.000 879.750 5,63E5

Biaya Pestisida (Rp)

45.000 1.500.000 424.750 4,87E5

Biaya Tenaga

120.000 800.000 481.500 2,00E5

Page 10: Analisis Usahatani Kopi Di Kawasan Agropolitan Dataran

Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global

04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.85 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis

154

Kerja (Rp)

Pendapatan (Rp)

4.200.000 19.200.000 4.939.350 4,42E6

Pendapatan Bersih (Rp)

2.235.000 13.460.000 3.488.770 3,12E6

Rata-rata biaya yang dikeluarkan

petani untuk pembelian bibit adalah

sebesar Rp: 1.381.000 dan

biaya terendah sebesar Rp: 160,000 dan

tertinggi sebesar Rp: 2.400.000. Rata-rata

biaya yang dikeluarkan petani untuk

pembelian pupuk adalah sebesar Rp:

879.750 dan biaya terendah sebesar Rp:

225.000 dan tertinggi sebesar Rp:

2.200.000. Rata-rata biaya yang

dikeluarkan petani untuk pembelian

pestisida adalah sebesar Rp: 424.750 dan

biaya terendah sebesar Rp: 45.000 dan

tertinggi sebesar Rp: 1.500.000. Rata-rata

biaya yang dikeluarkan petani untuk tenaga

kerja adalah sebesar Rp: 481.500 dan biaya

terendah sebesar Rp: 120.000 dan tertinggi

sebesar Rp: 800.000. Rata – rata

pendapatan bersih petani kopi adalah

sebesar Rp: 3.488.770 dan biaya terendah

sebesar Rp: 2.235.000 dan tertinggi sebesar

Rp: 13.460.000.

Pada Tabel 16. disajikan hasil analisis

pengaruh variabel biaya bibit, pupuk,

pestisida dan tenaga kerja yang dikeluarkan

oleh petani kopi terhadap pendapatan.

Berdasarkan hasil analisis

menunjukkan bahwa hasil analisis

keragaman pendapatan petani kopi secara

simultan pada taraf kepercayaan 95% nilai

p level = (0.000) lebih kecil dari pada nilai α

= (0.05).

Ini berarti bahwa secara simultan variabel-

variabel biaya bibit, biaya pupuk, biaya

pestisida dan biaya tenaga

kerja.berpengaruh terhadap pendapatan

petani kopi di Kecamatan Silimakuta.

Tabel 9. Hasil Analisis Keragaman Regresi Berganda Pendapatan Petani Kopi di Kelurahan Saribu Dolok

Sumber Keragam

an Df

Sum of

Square

Mean Squar

e Fhit P

Regression

4 6.22E1

4 1.56E

14 79.3

7 .00

0

Residual 75 1.47E1

4 1.96E

12

Total 79 7.69E

14

R = 0.899 R2 = 0.809

Nilai koefisien determinasi (R2) dari

hasil analisis pendapatan dan variabel-

variabelnya menunjukkan bahwa 80.90 %

keragaman pendapatan petani kopi dapat

dijelaskan oleh variabel-variabel biaya bibit,

biaya pupuk, biaya pestisida dan biaya

tenaga kerja. Secara simultan, sedangkan

sisanya 19.10 % keragaman pendapatan

dipengaruhi oleh variabel-variabel lain di

luar variabel biaya bibit, biaya pupuk, biaya

pestisida dan biaya tenaga kerja yang tidak

dimasukkan dalam model. Sedangkan nilai

koefisien korelasi (R) adalah sebesar 0.899

yang berarti hubungan antara pendapatan

petani kopi dengan biaya bibit, biaya pupuk,

biaya pestisida dan biaya tenaga kerja

cukup tinggi.

Berdasarkan hasil analisis diperoleh

fungsi pendapatan petani kopi dengan

variabel-variabel biaya bibit, biaya pupuk,

biaya pestisida dan biaya tenaga kerja

sebagai berikut :

Y = 5.357.625,89 + 0,016 X1 + 3.280X2+

1.311X3 – 3.944X4 Keterangan:

Y = Pendapatan.

X1 = Biaya Bibit.

X2 = Biaya Pupuk

X3 = Biaya Pestisida.

X4 = Biaya Tenaga Kerja.

Berdasarkan model persamaan di atas

menunjukkan bahwa penambahan satu-

satuan variabel biaya bibit akan menambah

pendapatan petani kopi sebesar Rp: 0,016

dan untuk variabel biaya pupuk bila terjadi

penambahan satu-satuan akan

menyebabkan naiknya pendapatan petani

Page 11: Analisis Usahatani Kopi Di Kawasan Agropolitan Dataran

Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global

04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.85 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis

155

kopi sebesar Rp: 3.280, sedangkan

penambahan variabel biaya pestisida satu-

satuan akan menyebabkan naiknya

pendapatan petani kopi sebesar Rp: 1.311.

Untuk variabel biaya tenaga kerja,

penambahan satu-satuan biaya tenaga kerja

akan menyebabkan turunnya pendapatan

petani kopi sebesar Rp: 3.944.

Pengaruh dari masing-masing

variabel biaya bibit, biaya pestisida, biaya

pupuk dan biaya tenaga kerja terhadap

pendapatan petani kopi di Kelurahan Saribu

Dolok dan hasil pengujiannya disajikan

pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Pengujian Variabel Biaya Bibit, Biaya Pupuk, Biaya Pestisida dan Biaya Tenaga Kerja Terhadap Pendapatan Pada UsahaTani Kopi

Prediktor Koefisien StDev t-ratio p

Kontanta 5357625,89 727854,56 7.361 0,000

Biaya Bibit

0,016 0,531 0,030 0,976

Biaya Pupuk

3.280 0,742 4.422 0,000

Biaya Pestisida

1.311 1,214 1.079 0,284

Biaya Tenaga Kerja

-3.944 0,923 -4.275 0,000

Berdasarkan Tabel 10.

menunjukkan bahwa nilai konstanta,

koefisien regresi biaya pupuk dan biaya

tenaga kerja secara parsial/terpisah

berpengaruh nyata pada nilai kepercayaan

95% yang ditunjukkan nilai α =0.05 lebih

kecil dari pada p level masing-masing

koefisien.

Dengan demikian, biaya pupuk dan

biaya tenaga kerja merupakan variabel yang

berpengaruh terhadap tingkat pendapatan

petani kopi di Kelurahan Saribu Dolok.

Sedangkan variabel biaya bibit dan biaya

pestisida secara parsial/terpisah tidak

berpengaruh nyata pada nilai kepercayaan

95% yang ditunjukkan nilai α =0.05 lebih

besar dari pada p level masing-masing

koefisien.

Berdasarkan uraian di atas maka

dapat dijelaskan bahwa variabel yang

mempengaruhi pendapatan petani secara

signifikan dalam penelitian ini adalah biaya

pupuk dan biaya tenaga kerja sedangkan

variabel bibit dan pestisida mempengaruhi

pendapatan petani tetapi tidak signifikan.

2. Uji Asumsi Klasik Terhadap Model Pendapatan Petani Kopi

Model regresi linier berganda dapat

dikatakan sebagai model yang baik jika

model tersebut memenuhi kriteria BLUE

(Best Linear Unbiased Estimator). Kriteria

BLUE dapat dicapai bila memenuhi asumsi

klasik.

Uji asumsi kalsik yang dilakukan

terhadap model pendapatan petani kopi di

Kelurahan Saribu Dolok yang

diperolehadalah: Uji Normalitas, Uji

Autokorelasi, Uji Multikolinieritas dan Uji

Heteroskedastisitas.

- Uji Normalitas Untuk mengetahui apakah suatu

model berdistribusi normal atau tidak

digunakan rasio skewness dan rasio

kurtosis. Rasio skewnes dan rasio kurtosis

dapat dijadikan petunjuk apakah suatu data

berdistribusi normal atau tidak. Rasio

skewnes adalah nilai skewnes dibagi

dengan standard error skewness,

sedangkan rasio kurtosis adalah nilai

kurtosis dibagi dengan standard error

kurtosis.

Sebagai pedoman, bila rasio kurtosis

dan skewness berada diantara -2 sampai +2

maka distribusi data adalah normal

(Santoso, 2000). Hasil analisis nilai rasio

skewness yang diperoleh adalah 0.892 dan

nilai rasio kurtosis diperoleh sebesar -

0.254. Dengan demikian nilai rasio

Page 12: Analisis Usahatani Kopi Di Kawasan Agropolitan Dataran

Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global

04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.85 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis

156

skewness dan rasio kurtosis pada model

pendapatan petani kopi di kelurahan Saribu

Dolok diperoleh berada diantara nilai -2

dan +2, maka distribusi data yang

digunakan berdistribusinormal.

- Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi digunakan untuk

menguji apakah dalam sebuah model

regresi linier terdapat korelasi antara

kesalahan pengganggu pada periode t

dengan kesalahan pada periode t-1

(sebelumnya). Untuk menguji Autokorelasi

dapat dilihat dari nilai Durbin Waston

(DW), yaitu jika nilai DW terletak antara du

dan (4 – dU) atau du ≤ DW ≤ (4 – dU),

berarti bebas dari Autokorelasi. Jika nilai

DW lebih kecil dari dL atau DW lebih besar

dari (4 – dL) berarti terdapat Autokorelasi.

Nilai dL dan dU dapat dilihat pada tabel

Durbin Waston, yaitu nilai dL ; dU = α ; n ; (k

– 1).

Keterangan:

n adalah jumlah sampel.

k adalah jumlah variabel.

α adalah taraf signifikan.

Nilai tabel Durbin Watson pada α =

5%. n = 100. k – 1 = 3 adalah dL = 0,89 dan

dU = 1,20. Hasil pengolahan data

menunjukkan nilai Durbin Watson sebesar

0,920 dan nilai tersebut berada di antara dU

dan (3 – dU) atau 0,920 lebih besar dari

0,89 dan 0.920 lebih kecil dari 2,28 maka

dapat disimpulkan bahwa dalam model

regresi linier pendapatan petani kopi di

kelurahan Saribu Dolok tidak terdapat

autokorelasi atau tidak terjadi korelasi di

antara kesalahan penggangu.

- Uji Multikolinieritas Pada analisis ini digunakan

digunakan dengan melihat nilai Variance

Inflation Factor(VIF) pada hasil analisis

regresi. Bila nilai VIF yang diperoleh dari

masing - masing variabel lebih besar dari 10

maka diindikasikan model petani kopi

memiliki gejala multikolinieritas dan bila

nilai VIF masing-masing variabel lebih kecil

dari 10 maka tidak terdapat

multikolinieritas. Hasil analisis nilai

VIFyang diperoleh pada variabel biaya bibit

(4.24), variabel biaya pupuk (7.03), variabel

biaya pestisida (14.08) dan variabel biaya

tenaga kerja (1.38).

Dengan demikian nilai VIF yang

diperoleh kecil dari 10, kecuali variabel

biaya pestisida. Dengan demikian, ada satu

variabel ditemukan adanya

multikolinieritas, yaitu variabel biaya

pestisida sedangkan pada variabel lainnya

tidak ditemukan adanya multikolinieritas.

Hal ini berarti bahwa ada multikolinieritas

yang cukup rendah pada model regresi

linier pendapatan petani kopi di Kelurahan

Saribu Dolok.

- Uji Heteroskedastisitas

Hasil analisis dengan metode

Glejser Test semua variabel, baik itu

variabel biaya bibit, biaya pupuk, biaya

pestisida dan biaya tenaga kerja

mempunyai nilai t-statistik yang tidak

signifikan. Dengan demikian pada

model regresi linier pendapatan petani

kopi di Kelurahan Saribu Dolok tidak

terdapat keadaan heteroskedastisitas.

Hal ini dapat disimpulkan karena semua

variabel bebas memiliki pengaruh yang

tidak signifikan.

3. Evaluasi Hasil Penelitian

Luas lahan pertanian akan

mempengaruhi skala usaha, dan skala usaha

ini pada akhirnya akan mempengaruhi

efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian.

Seringkali dijumpai makin luas lahan

yang dipakai sebagai usaha pertanian akan

semakin tidak efisienlah lahan tersebut.

Sebaliknya pada luasan lahan yang sempit,

Page 13: Analisis Usahatani Kopi Di Kawasan Agropolitan Dataran

Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global

04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.85 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis

157

upaya pengusahaan terhadap penggunaan

faktor produksi semakin baik, penggunaan

tenaga kerja tercukupi dan tersedianya

modal juga tidak terlalu besar, sehingga

usaha pertanian seperti ini sering lebih

efisien. Meskipun demikian, luasan yang

terlalu kecil cenderung menghasilkan usaha

yang tidak efisien pula.

Jika dilihat dari karateristik

responden, petani mengusahakan luas

lahannya sebesar 0,5 - 1,0 hektar untuk

bertanam kopi atau dikatagorikan sebagai

luasan lahan yang kecil (≤ 1 hektar)

sehingga sering kali penggunaan faktor

produksi menjadi tidak efisien terutama

penggunaan tenaga kerja. Hasil analisis

fungsi produksi menyatakan bahwa biaya

tenaga kerja berpengaruh negatif secara

signifikan terhadap pendapatan petani kopi

di Kelurahan Saribu Dolok.

Penelitian ini dilaksanakan pada

tanaman kopi dengan umur tanaman diatas

3 (tiga) tahun atau disebut juga tanaman

menghasilkan (TM) sehingga kebutuhan

tenaga kerja cukup banyak terutama untuk

pemeliharaan dan panen. Pada saat panen

kopi dimana petani selain mengandalkan

tenaga kerja dari dalam keluarga petani

juga menggunakan tenaga kerja upahan

(haroan) dengan upah

Rp: 55.000,- per hari.Hal ini sejalan dengan

hasil penelitian yang dilakukan Hosanna Sri

Arta (2010) dimana pada umur tanaman 5 -

15 tahun, maka tenaga kerja berpengaruh

nyata terhadap produksi kopi. Untuk itu

perlu kajian lebih lanjut mengenai

penggunaan tenaga kerja yang optimal pada

usahatani kopi di Kelurahan Saribu Dolok.

Untuk variabelbiaya pupuk, hasil

analisis fungsi produksi menyatakan bahwa

biaya pupuk berpengaruh positif secara

signifikan terhadap pendapatan petani kopi

Kelurahan Dolok Saribu dengan

elastisitas yang cukup tinggi menjadi distrik

Agropolitan (tahun 2008) dan sesudah

Kelurahan Kondisi ini memperlihatkan

bahwa petani belum melaksanakan

pemeliharaan tanaman kopi dengan baik.

Hal ini dapat terjadi karena pada

umumnya petani selain menanam kopi juga

mengusahakan tanaman hortikultura

lainnya seperti cabe, kentang dan lain-lain

sehingga penggunaan pupuk terbagi dengan

tanaman lainnya.

Sementara untuk variabel biaya bibit

dan pestisida secara parsial tidak

berpengaruh nyata terhadap pendapatan

petani.

Dari hasil wawancara dan

pengamatan dilapangan bahwa untuk

memperoleh bibit kopi petani dengan

mudah mendapatkannya di penangkar -

penangkar resmi yang ada di tingkat

Kecamatan maupun Kabupaten. Sedangkan

untuk biaya pestisida, pada umumnya

petani hanya menggunakan pestisida kimia

untuk kondisi tertentu yaitu apabila

serangan hama dan penyakit sudah pada

kondisi yang eksplosif.

Pengendalian hama secara terpadu

(PHT) dimana konsep preventif

(pencegahan) lebih diutamakan ketimbang

kuratif (penyembuhan).

Produksi kopi yang tinggi akan

meningkatkan pendapatan petani kopi, dan

sebaliknya jika produksi rendah maka

tingkat pendapatan juga akan rendah. Oleh

karena itu diperlukan suatu kajian

mengenai karakteristik sosial ekonomi

petani kopi yang mempengaruhi cara

mereka berusahatani kopi, dimulai dari

penanaman kopi hingga pengolahan kopi

yang sudah dipanen. Selain itu perlu juga

dipertimbangkan mengenai input-input

yang digunakan petani kopi dalam

mengusahakan tanaman kopinya. Input-

input yang digunakan oleh petani kopi

harus digunakan secara efektif dan efisien,

karena input ini merupakan biaya, yang

Page 14: Analisis Usahatani Kopi Di Kawasan Agropolitan Dataran

Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global

04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.85 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis

158

nantinya akan mempengaruhi pendapatan

petani kopi. Dalam menggunakan input

petani biasanya dipengaruhi oleh keadaan

sosial ekonominya.

Apabila dilihat dari dampak

pembangunan kawasan agropolitan

terhadap pengembangan wilayah di

distrik Saribu Dolok dapat dilakukan

dengan membandingkan keadaaan

sebelum Kelurahan Saribu Dolok

ditetapkan Saribu Dolok ditetapkan

menjadi distrik Agropolitan (tahun

2010) melalui beberapa indikator

antara lain adanya penambahan luas

pertanaman kopi dari tahun 2008 seluas

446,47 hektar menjadi 510,97 hektar

atau naik sebesar 7,22 % demikian juga

dengan peningkatan produktivitas

mengalami kenaikan sebesar 10,78 %

dari 1,02 ton/hektar pada tahun 2008

menjadi 1,24 ton/hektar pada tahun

2010. Hal ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Tarsudi (2011).

Pendapatan petani kopi sangat

dipengaruhi oleh harga kopi itu

sendiri.Sebagai komoditas ekspor, tingkat

fluktuasi harga kopi sangat tinggi karena

dipengaruhi kondisi pasar dunia.Pesatnya

perkembangan produksi kopi dunia telah

menyebabkan terjadinya kelebihan pasokan

kopidunia sehingga mengakibatkan

persaingan antar negara produsen menjadi

semakin ketat dan pada akhirnyaharga

cenderung tertekan.

Dalam dunia perdagangan kopi

Internasional, Indonesia dikenal sebagai

negara produsen kopi yang terbesar

keempat setelah Brazil, Kolombia, dan

Vietnam. Bahkan untuk kopi jenis robusta,

Indonesia berada di peringkat pertama

sebagai produsen. Kopi yang banyak dijual

di pasar Indonesia adalah jenis Arabika.

Persaingan komoditas kopi Arabika

Indonesia untuk memasuki pasar

internasional sangat ketat. Konsumen

domestik maupun luar negeri menuntut

kualitas biji kopi yang baik. Adanya pesaing-

pesaing terbesar Indonesia seperti Brazil,

Colombia, Guatemala, Costa rika, Meksiko

mendorong industri perkopian Indonesia

untuk meningkatkan kualitas kopinya serta

kemampuannya untuk bersaing di pasar

Internaional.

Upaya-upaya peningkatan daya

saing yang perlu dilakukan antara

lainfasilitasi Pemerintah untuk

mengembangkan danmenerapkan SNI kopi

biji yang berorientasi internasional dan

meningkatkanteknologi peralatan

pengolahan di tingkat petani untuk proses

basah dan kering.

Selain itu pengembangan kopi organik yang

dimulai dengan sosialisasiberbagai hal yang

terkait dengan standar dan implementasi

budi daya, pengolahandan perdagangan.

Selain sosialisasi, pemerintah perlu

memfasilitasi produsen danpengekspor

kopi organik dengan penyediaan informasi

pasar dan berbagai kemudahan ekspor.

KESIMPULAN

Pendapatan petani kopi di Kelurahan Saribu

Dolok Kecamatan Silimakuta secara

signifikan dipengaruhi oleh variabel biaya

bibit, biaya pestisida, biaya pupuk, dan

biaya tenaga kerja. Nilai koefisien

determinasi (R2) sebesar 0.809 yang berarti

bahwa variabel biaya bibit, biaya pestisida,

biaya pupuk, dan biaya tenaga kerja mampu

menjelaskan variasi pendapatan petani kopi

di Kecamatan Silimakuta sebesar 80.90%.

Secara parsial hasil analisis menunjukkan

bahwa variabel yang berpengaruh positif

dan signifikan terhadap pendapatan petani

kopi di Kelurahan Saribu Dolok Kecamatan

Silimakuta adalah biaya pupuk dan biaya

tenaga kerja sedangkan variabel biaya bibit

Page 15: Analisis Usahatani Kopi Di Kawasan Agropolitan Dataran

Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global

04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.85 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis

159

berpengaruh positif tapi tidak signifikan

sementara variabel biaya pestisida

berpengaruh negatif dan tidak signifikan.

Berdasarkan hasil analisis juga diperoleh

bahwa koefisien (elastistitas) biaya pupuk

mempunyai nilai yang lebih tinggi

dibandingkan dengan variabel lainnya,

sehingga variabel biaya pupuk merupakan

faktor yang memberikan kontribusi yang

lebih besar dalam pendapatan petani kopi

di Kelurahan Saribu Dolok. Hasil uji asumsi

klasik menunjukkan bahwa model regresi

linier pendapatan petani kopi di Kelurahan

Saribu Dolok Kecamatan Silimakuta telah

memenuhi semua asumsi klasik yang

diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Praktek. Rineka Cipta. Jakarta.

AEKI, 2012.Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi

Indonesia.http://www.aekiaice.org/index.php/en.

BPS Provinsi Sumatera Utara, 2011. Data Luas

Areal dan Produksi Tanaman Kopi di Kabupaten Sumatera Utara Tahun 2010. Sumatera Utara Dalam Angka 2011.

BPS Kabupaten Simalungun, 2012. Data Luas

Areal dan Produksi Tanaman Kopi Arabika di Kabupaten Simalungun Tahun 2011. Simalungun Dalam Angka 2012.

Balittri, 2012.Bunga Rampai Inovasi Teknologi

Tanaman Kopi untuk Perkebunan Rakyat.Unit Penerbitas dan Publikasi Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar.

Bunasor, S. 1997. Integrasi Perekonomian

Pedesaan dan Perkotaan. Makalah bahasan: Seminar Nasional Pengembangan Perekonomian Pedesaan dan Perkotaan. Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB.

Daidullah, Samsudin T. 2006. Strategi

Pengembangan Agropolitan DinasTanaman Pangan Hortikula,

Perkebunan dan PeternakanKabupaten Bantul. Yogyakarta. Thesis: Program Studi MagisterManajemen Agribisnis Sekolah Pascasrjana UniversitasGajahmada.2006.

Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, 2011.

Pedoman Teknis Intensifikasi Tanaman Kopi Arabika. Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara.

Djakapermana, R D. 2007. Pengembangan

Kawasan Agropolitan DalamRangka Pengembangan Wilayah Yang Berbasis Rencana TataRuang Wilayah Nasional.Jakarta. Direktorat Jendral PenataanRuang Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah R.I.

Feddy G B Siahaan, 2012.Pengaruh Faktor-faktor

Produksi Terhadap Pendapatan Petani Kopi di Desa Tampahan, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara, Skripsi: Program Studi Managemen, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Medan.

Gujarati, D. 1995. Basic Econometrics. 3rd Ed.

Mc-Graw Hill, Inc. New York. Hadisapoetra, .1983. Biaya dan Pendapatan di

Dalam Usahatani. Departemen Ekonomi Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Hosanna Sri Arta Br Karo, 2010. Analisis

Usahatani Kopi di Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo, Sripsi: Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Hernanto, F. 1996. Ilmu Usaha Tani.Penebar Swadaya. Jakarta.

Ipard, 2006. Pengolahan Kopi secara Konvensional. http://www.ipard.com.

Najiyati dan Danarti, 1997. Budidaya Kopi dan Pengolahan Pasca Panen. Penebar Swadaya, Jakarta.

Mubyarto, 1991. Pengantar Ekonomi Pertanian.

LP3ES, Jakarta. Rustiadi. E dan S.Hadi, 2004. Pengembangan

Agropolitan Sebagai Strategi Pembangunan Pedesaan dan Pembangunan Berimbang. P4W-IPB dan P3PT. Bogor.

Page 16: Analisis Usahatani Kopi Di Kawasan Agropolitan Dataran

Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global

04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.85 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis

160

Soekartawi, Soeharjo. A, John L. Dillon, dan

Hardaker, 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Penerbit Universitas Indonesia.

Soekartawi, 2002.Prinsip Dasar Eonomi

Pertanian, Teori dan Aplikasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sutawi, 2002. Manajemen Agribisnis. Manajemen

Agribisnis. Bayu Medu, UMM Press. Tarsudi, 2011.Dampak Pembangunan Kawasan

Agropolitan Terhadap Pengembangan Wilayah Dan Pemberdayaan Masyarakat Pada Lokalita Saribu Dolok Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun. Tesis : Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Tohir, KA. 1991. Seutas Pengetahuan Usahatani

Indonesia. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.