106
TUGAS AKHIR (607408A) ANALISIS VARIASI KONFIGURASI SAMBUNGAN LAS TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN HEAT AFFECTED ZONE PADA BAJA KARBON ZEIN AHMAD BUDIARTA NRP. 0715040055 DOSEN PEMBIMBING : MOHAMMAD THORIQ WAHYUDI, ST., MM. HENDRI BUDI KURNIYANTO, S.ST., MT. PROGRAM STUDI TEKNIK PENGELASAN JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019

ANALISIS VARIASI KONFIGURASI SAMBUNGAN LAS TERHADAP ...repository.ppns.ac.id/2539/1/0715040055 - Zein Ahmad Budiarta... · 1.1 Latar belakang Pada umumnya pengelasan tidak lepas dari

  • Upload
    others

  • View
    26

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

  • i

    TUGAS AKHIR (607408A)

    ANALISIS VARIASI KONFIGURASI SAMBUNGAN LAS TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN HEAT AFFECTED ZONE PADA BAJA KARBON ZEIN AHMAD BUDIARTA

    NRP. 0715040055

    DOSEN PEMBIMBING :

    MOHAMMAD THORIQ WAHYUDI, ST., MM.

    HENDRI BUDI KURNIYANTO, S.ST., MT.

    PROGRAM STUDI TEKNIK PENGELASAN

    JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL

    POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

    SURABAYA

    2019

  • ii

    TUGAS AKHIR (607408A)

    ANALISIS VARIASI KONFIGURASI SAMBUNGAN LAS TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN HEAT AFFECTED ZONE PADA BAJA KARBON

    ZEIN AHMAD BUDIARTA

    NRP. 0715040055

    DOSEN PEMBIMBING:

    MOHAMMAD THORIQ WAHYUDI, S.T., M.M.

    HENDRI BUDI KURNIYANTO, S.ST., M.T.

    PROGRAM STUDI TEKNIK PENGELASAN

    JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL

    POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

    SURABAYA

    2019

  • iii

    LEMBAR PENGESAHAN

  • iv

    HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

  • v

    PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

  • vi

    HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan

    rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat terselesaikan Tugas Akhir yang berjudul

    “ANALISIS VARIASI KONFIGURASI SAMBUNGAN LAS TERHADAP

    STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN HEAT AFFECTED ZONE PADA

    BAJA KARBON”.

    Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan

    yang tak terhingga atas segala sesuatu yang diberikan kepada penulis khususnya

    kepada :

    1. Orang Tua saya yang selalu mendukung, mendoakan, memotivasi, dan juga

    membimbing dengan sabar.

    2. Bapak Ir. Eko Julianto, M.Sc. FRINA. selaku Direktur Politeknik Perkapalan

    Negeri Surabaya.

    3. Bapak Ruddianto, ST., MT., MRINA. selaku Ketua Jurusan Teknik Bangunan

    Kapal.

    4. Bapak Moh. Ari, S.T., MT. selaku Ketua Program Studi Teknik Pengelasan.

    5. Bapak Mohammad Thoriq Wahyudi, ST., MM. selaku dosen pembimbing I

    yang dengan kesabaran memberikan petunjuk, bimbingan dan arahan.

    6. Bapak Hendri Budi Kurniyanto, S.ST, MT. selaku dosen pembimbing II

    yang dengan kesabaran memberikan petunjuk, bimbingan dan arahan.

    7. Bapak Wahyudin selaku Manager QA/QC PT. Meindo Elang Indah.

    8. Bapak Hamonangan selaku Koordinator QC YY Project PT. Meindo Elang

    Indah.

    9. Bapak Heri Utomo selaku QC YY Project PT. Meindo Elang Indah.

    10. Bapak Hendra Rachman selaku QC YY Project PT. Meindo Elang Indah.

    11. Bapak Fischer selaku Dokument Control YY Project PT. Meindo Elang

    Indah.

    12. Bapak Inggit selaku Dokument Control PRRP Project PT. Meindo Elang

    Indah.

    13. Keluarga besar dari perusahaan tempat saya On The Job Training yang telah

    memberikan saya kesempatan untuk belajar dan berbagi pengalaman kerja.

  • viii

    14. Mirna Dhanika Putri selaku teman yang selalu setia menemani penulis

    menyusun penelitian sampai akhir.

    15. Keluarga besar Sukarlan dan Sumariono yang selalu mengingatkan penulis

    beribadah, do’a untuk kesuksesan di masa yang akan datang.

    16. Teman-teman dekat penulis di kosan MEB kususnya Riyan, Hilmy, Arya

    yang telah memberi semangat lebih untuk menyelesaikan penelitian.

    17. Seluruh teman di kelas TL-8 B yang selalu menemani susah senang selama 4

    tahun di Teknik Pengelasan angkatan 2015.

    18. Seluruh pihak yang telah mendukung dan mendoakan atas kelancaran dalam

    mengerjakan Tugas Akhir ini.

    Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna,

    dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena itu penulis

    berharap adanya kritik guna menyempurnakan Tugas Akhir ini. Penulis berharap

    Tugas Akhir ini dapat bermanfaat untuk banyak pihak.

    Surabaya, 15 Juli 2019

    Penulis

  • ix

    ANALISIS VARIASI KONFIGURASI SAMBUNGAN LAS

    TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN HEAT

    AFFECTED ZONE PADA BAJA KARBON

    Zein Ahmad Budiarta

    ABSTRAK

    Pengelasan tidak lepas dari penyebaran panas yang terjadi. Hal ini dapat

    menyebabkan deformasi, dan lain-lain. Penelitian tentang pengelasan baja karbon

    rendah dengan variasi konfigurasi sambungan las ini dilakukan karena terdapat

    perbedaan dalam penentuan temperatur preheat yang mana perbedaan tersebut

    terdapat pada tebal material terbesar dan kombinasi tebal material yang dijadikan

    acuan. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan kekerasan dan struktur

    mikro yang terbentuk pada setiap konfigurasi pengelasan yang diteliti. Pengelasan

    ini menggunakan pengelasan SMAW dan GMAW dengan parameter pengelasan

    yang sama agar pengujian dapat terarah dan dampak yang terjadi murni karena

    konfigurasi pengelasan yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan kekerasan

    daerah HAZ secara umum jenis sambungan cruciform memiliki kekerasan paling

    tinggi yang diikuti dengan sambungan tee, lap, dan butt. Nilai yang didapat secara

    berurutan sebesar 120.65 HVN, 118.30 HVN, 111.27 HVN, dan 104.09 HVN

    untuk plat tebal 5 mm sedangkan untuk plat dengan tebal 10 mm adalah 181.72

    HVN, 169.39 HVN, 165.57 HVN, dan 158.71 HVN. Sedangkan untuk struktur

    mikro di daerah HAZ berubah menjadi lebih halus mulai dari butt joint, lap joint,

    tee joint, dan cruciform joint yang berbanding lurus dengan nilai kekerasan yang

    meningkat dari konfigurasi sambungan las tersebut.

    Kata kunci : penyebaran panas, konfigurasi sambungan, kekerasan, struktur mikro,

    baja karbon rendah, HAZ.

  • x

    HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

  • xi

    ANALYSIS VARIATION CONFIGURATION OF WELD JOINT

    TO MICROSTRUCTURE AND HARDNESS OF HEAT

    AFFECTED ZONE IN CARBON STEEL

    Zein Ahmad Budiarta

    ABSTRACT

    Welding can not be separated from the spread of heat. This can lead to

    deformation, etc. Research on welding of low carbon steel with variations of

    welding configuration cause there is a difference in determining the preheat

    temperature where the difference is in the largest material thickness and thick

    combination of material being used as reference. This research aims to determine

    the differences in the hardness and microstructures formed in each of the welding

    configurations examined. This welding uses SMAW and GMAW welding with the

    same welding parameters in order for the testing to be directional and the impact

    that occurs purely due to the different welding configurations. The results showed

    that the general HAZ region hardness of cruciform connection has the highest

    hardness followed by tee, lap, and butt joints. The obtained values in sequence of

    120.65 HVN, 118.30 HVN, 111.27 HVN, and 104.09 for a 5 mm thick plate

    whereas for a plate with a thickness of 10 mm is 181.72 HVN, 169.39 HVN,

    165.57 HVN, and 158.71 HVN. As for the micro structure in the HAZ area, it

    changes to become smoother, starting from the butt joint, lap joint, tee joint, and

    cruciform joint which are directly proportional to the increased hardness value of

    the weld joint configuration.

    Keywords: Heat distribution, welding configurations, hardness, micro structures,

    low carbon steel, HAZ.

  • xii

    HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

  • xiii

    DAFTAR ISI

    LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... iii

    PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ...................................................................... v

    KATA PENGANTAR ........................................................................................... vii

    ABSTRAK ............................................................................................................. ix

    ABSTRACT ............................................................................................................. xi

    DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvii

    DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xix

    BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

    1.1 Latar belakang ............................................................................................ 1

    1.2 Perumusan masalah .................................................................................... 2

    1.3 Tujuan penelitian ....................................................................................... 2

    1.4 Manfaat ...................................................................................................... 2

    1.5 Batasan penelitian ...................................................................................... 2

    BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5

    2.1 Baja karbon ................................................................................................ 5

    2.1.1 Spesifikasi material uji ......................................................................... 5

    2.2 Pengelasan ................................................................................................. 6

    2.2.1 Pengelasan SMAW ............................................................................... 6

    2.2.2 Pengelasan GMAW ............................................................................... 7

    2.3 Kodefikasi elektroda .................................................................................. 8

    2.4 Aliran panas pengelasan ......................................................................... 10

    2.4.1 Distribusi temperature pengelasan ..................................................... 11

    2.5 Metalurgi pengelasan ............................................................................... 13

  • xiv

    2.5.1 Diagram fasa iron-iron carbide (Fe-Fe3C) ........................................ 15

    2.5.2 Isothermal transformation diagrams ................................................. 17

    2.5.3 Panas pengelasan................................................................................ 20

    2.5.4 Kekerasan daerah HAZ .................................................................... 21

    2.6 Sifat mekanik dan pengujiannya .............................................................. 22

    2.6.1 Hardness test ...................................................................................... 23

    2.6.3 Metalography test .............................................................................. 25

    BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 27

    3.1 Diagram alir penelitian ............................................................................. 27

    3.2 Identifikasi dan perumusan masalah ........................................................ 28

    3.3 Studi literatur............................................................................................ 28

    3.4 Persiapan material .................................................................................... 28

    3.5 Persiapan logam pengisi........................................................................... 29

    3.6 Proses pengelasan .................................................................................... 31

    3.7 Pengujian .................................................................................................. 33

    3.7.1 Uji kekerasan ( Hardness test ) .......................................................... 34

    3.7.2 Metalography test .............................................................................. 35

    3.8 Pengumpulan dan pengolahan data .......................................................... 37

    3.9 Analisis..................................................................................................... 38

    3.10 Kesimpulan .............................................................................................. 38

    BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN ........................................................... 39

    4.1 Pengujian makro ...................................................................................... 39

    4.2 Pengujian mikro ....................................................................................... 53

    4.3 Pengujian kekerasan ................................................................................. 59

    BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 67

    5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 67

  • xv

    5.2 Saran ........................................................................................................ 68

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 69

  • xvi

    HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

  • xvii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Mechanical Properties SA 572 Grade 50 ............................................... 6

    Tabel 2.2 Chemical Compotition Baja SA 572 Grade 50 ....................................... 6

    Tabel 2.3 Efisiensi Proses Pengelasan .................................................................. 21

    Tabel 3.4 Unsur kimia pada elektroda E7016 ....................................................... 30

    Tabel 3.5 Mechanical propesties elektroda E7016 ............................................... 30

    Tabel 3.6 Unsur kimia pada elektroda E70S-6 ...................................................... 30

    Tabel 3.7 Mechanical propesties elektroda E70S-6 .............................................. 30

    Tabel 3.8 Parameter Pengelasan Spesimen Penelitian SMAW ............................. 33

    Tabel 3.9 Parameter Pengelasan Spesimen Penelitian GMAW ............................ 33

    Tabel 4.1 Hasil Uji Makro Plat 5 mm .................................................................. 41

    Tabel 4.2 Hasil Uji Makro Plat 10 mm ................................................................. 47

    Tabel 4.3 Luas HAZ rata-rata ................................................................................ 52

    Tabel 4.4 Hasil Uji Mikro Plat 5 mm .................................................................... 53

    Tabel 4.5 Hasil Uji Mikro Plat 10 mm .................................................................. 56

    Tabel 4.6 Hasil Uji Kekerasan Plat SMAW 5 mm ................................................ 60

    Tabel 4.7 Hasil Uji Kekerasan Plat GMAW 5 mm ............................................... 61

    Tabel 4.8 Hasil Uji Kekerasan Plat SMAW 10 mm.............................................. 62

    Tabel 4.9 Hasil Uji Kekerasan Plat GMAW 10 mm ............................................. 63

    Tabel 4.10 Rata-Rata Hasil Uji Kekerasan ........................................................... 64

  • xviii

    HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

  • xix

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Skema proses SMAW .......................................................................... 7

    Gambar 2.2 Skema proses GMAW ......................................................................... 8

    Gambar 2.3 Kurva distribusi Waktu-Temperatur untuk fillet welded joint .......... 11

    Gambar 2.4 Three-dimensional flow selama pengelasan dari benda kerja semi tak

    terbatas ................................................................................................................... 11

    Gambar 2.5 Hasil perhitungan dari penyelesaian aliran panas tiga dimensi

    Rosenthal`s: (a) thermal cycle; (b) isotherms. Welding speed: 2.4 mm/s; heat

    input: 3200 W; material: 1018 steel ...................................................................... 11

    Gambar 2.6 Carbon steel weld: (a) HAZ: (b) Phase diagram .............................. 22

    Gambar 2.7 Diagram fasa iron-iron carbide ......................................................... 24

    Gambar 2.8 Photomicrographs dari (a) feritte (90X) dan (b) austenite (325X) ... 27

    Gambar 2.9 Demonstrasi bagiamana isothermal transformation diagram ........... 27

    Gambar 2.10 Isothermal transformation diagram untuk eutectoid iron-carbon

    alloy, dengan kurva superimposed isothermal heat treatment .............................. 27

    Gambar 2.11 Photomicrographs dari (a) coarse pearlite dan (b) fine pearlite

    (3000X) .................................................................................................................. 27

    Gambar 2.12 Isothermal transformation diagram untuk 1.13 wt% C iron carbon

    alloy; A, austenite; C, proeutectoid cementite; P, pearlite ................................... 20

    Gambar 2.13 Perbedaan kekerasanpada bagian lasan : (a) pearlite free steel, (b)

    low carbon steel ..................................................................................................... 27

    Gambar 2.14 Metode pengujian kekerasan vickers ............................................... 27

    Gambar 3.1 Diagram alir penelitian ( flowchart ) ................................................. 28

    Gambar 3.2 Jenis konfigurasi sambungan las ....................................................... 29

    Gambar 3.3 Fitting up sebelum pengelasan .......................................................... 31

    Gambar 3.4 Pengelasan butt joint .......................................................................... 32

    Gambar 3.5 Pengelasan tee joint ........................................................................... 32

    Gambar 3.6 Pengelasan cruciform joint ................................................................ 32

    Gambar 3.7 Pengelasan lap joint ........................................................................... 34

    Gambar 3.8 Cutting plan untuk spesimen uji ........................................................ 34

  • xx

    Gambar 3.9 Titik pengambilan kekerasan pada spesimen uji ............................... 35

    Gambar 4.1 Sketsa pengujian makro ..................................................................... 39

    Gambar 4.2 Grafik nilai kekerasan pada HAZ plat 5 mm ..................................... 64

    Gambar 4.3 Grafik nilai kekerasan pada HAZ plat 10 mm ................................... 65

  • 1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar belakang

    Pada umumnya pengelasan tidak lepas dari ekspansi panas atau

    penyebaran panas. Panas yang berlebih akan membuat nilai kekerasan naik

    dan menurunkan nulai kuat tarik suatu material. Dalam menanggulangi hal

    tersebut salah satu cara yaitu dilakukan preheat pada material yang akan

    dilakukan pengelasan. Preheat mempunyai tujuan salah satunya adalah untuk

    menurunkan kecepatan pendinginan suatu material yang diharapkan material

    tersebut memiliki sifat mekanik yang baik. Preheat dilakukan sebelum

    pengelasan dimulai. Untuk menghitung berapa suhu preheat yang dibutuhkan,

    perlu dilakukan perhitungan carbon equivalen, mengetahui tebal material, dan

    kondisi lingkungan yang akan dilakukan pengelasan. Namun terdapat

    perbedaan dalam menentukan suhu preheat, ada yang menyebutkan bahwa

    tebal material terbesar yang dijadikan acuandan ada juga yang menyebutkan

    bahwa kombinasi tebal material yang dijadikan acuan. Sehingga perlu

    diadakan penelitian lebih lanjut tentang hal tersebut, maka dibuatlah penelitian

    tentang pengaruh konfigurasi las terhadap kekerasan dan struktur mikronya.

    Penelitian tentang pengaruh konfigurasi las ini dilakukan karena dalam desain

    sambungan las butt joint, lap joint, tee joint, dan cruciform joint tebal

    materialnya berbeda bila dilihat dari 2 (dua) penentuan tebal material di atas.

    Dengan adanya dasar yang telah dijelaskan, peneliti ingin melakukan

    riset dan percobaan tentang pengaruh konfigurasi pengelasan yang mana

    dalam berbagai jenis konfigurasi pengelasan terdapat perbedaan kecepatan

    pendinginan dan perhitungan tebal materialnya, sehingga kekerasan yang

    dihasilkan berbeda. Penelitian ini menggunakan material baja karbon rendah

    dengan parameter pengelasan yang sama sehingga penelitian ini benar-benar

    terarah dan bila terjadi perbedaan hasil uji yang dihasilkan memang benar-

    benar murni karena pengaruh konfigurasi pengelasan.

  • 2

    1.2 Perumusan masalah

    Permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

    1. Bagaimana pengaruh variasi jenis sambungan butt, lap, tee, dan criciform

    terhadap struktur mikro daerah HAZ pada baja karbon.

    2. Bagaimana pengaruh variasi jenis sambungan butt, lap, tee, dan criciform

    terhadap kekerasan daerah HAZ pada baja karbon.

    1.3 Tujuan penelitian

    Adapan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Untuk mengetahui pengaruh variasi jenis sambungan butt, lap, tee, dan

    cruciform terhadap struktur mikro daerah HAZ pada baja karbon.

    2. Untuk mengetahui pengaruh variasi jenis sambungan butt, lap, tee, dan

    criciform terhadap kekerasan daerah HAZ pada baja karbon.

    1.4 Manfaat

    Manfaat penelitian ini adalah :

    1. Sebagai sarana penerapan teori yang pernah didapatkan selama perkuliahan

    khususnya berkaitan dengan pengaruh konfigurasi sambungan lasterhadap

    hasil pengelasan.

    2. Sebagai pedoman, referensi dan bukti bahwa konfigurasi sambungan las

    berpengaruh terhadap struktur mikro dan nilai kekerasan pada daerah HAZ.

    3. Sebagai tambahan dan informasi tentang konfigurasi sambungan lasyang

    berbeda akan berpengaruh terhadap struktur mikro dan kekerasan pada daerah

    HAZ.

    1.5 Batasan penelitian

    Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1. Proses pengelasan adalah SMAW dan GMAW

    2. Material induk adalahLow Carbon Steel:ASTM SA 572 Grade 50.

    3. Ukuran material induk 200 X 70 X 5mm dan 100 X 70 X 10 mm.

    4. Parameter pengelasan yang digunakan disesuaikan dan sama pada setiap

    spesimen.

    5. Elektroda yang dipakai adalah E7016 Ø 2.6 mm dan ER70S-6 Ø 1.2 mm.

  • 3

    6. Menggunakan gas pelindung CO2.

    7. Konfigurasi las yang diteliti adalah butt joint, tee joint, cruciform joint, dan

    lap joint.

    8. Posisi pengelasanyang digunakan yaitu 1G dan 1F.

    9. Menggunakan 48 spesimen uji

    a. Pengelasan butt joint : 12 spesimen

    b. Pengelasan tee joint : 12 spesimen

    c. Pengelasan cruciform joint : 12 spesimen

    d. Pengelasan lap joint : 12 spesimen

    10. Pengujian yang akan digunakan adalah uji kekerasan metode vickers, dan uji

    metalografi.

    11. Pengkodean spesimen

    a. Butt joint : TP-BX-X

    b. Tee joint : TP-TX-X

    c. Cruciform joint : TP-CX-X

    d. Lap joint : TP-LX-X

  • 4

    HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

  • 5

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Baja karbon

    Baja termasuk logam non ferro yang merupakan campuran dari besi (Fe)

    dan Karbon (C), dimana unsur karbon (C) menjadi dasar, disamping unsur Fe

    dan C, baja juga mengandung unsur campuran lain seperti sulfur (S), fosfor (P),

    silikon (Si), dan mangan (Mn) yang jumlahnya dibatasi. Baja karbon sedang dan

    baja karbon tinggi mengandung banyak karbon dan unsur lain yang dapat

    meningkatkan kekerasan pada baja (R.S Parmar, 1997).

    Baja karbon adalah baja yang mengandung karbon berkisar antara 0,1 % -

    2%. Berdasarkan tingkatan banyaknya kadar karbon, baja digolongkan menjadi

    beberapa tingkatan yaitu :

    1. Baja karbon rendah

    Adalah baja yang mengandung karbon kurang dari 0,30%. Baja karbon

    rendah dalam perdagangan dibuat dalam bentuk pelat, profil, batangan untuk

    keperluan tempa, pekerjaan mesin, dan lain-lain.

    2. Baja karbon sedang

    Merupakan baja karbon yang memiliki kandungan karbon antara 0,3-

    0,8%. Diperdagangan biasanya dipakai sebagai alat – alat perkakas, baut,

    poros engkol, roda gigi, ragum, pegas dan lain – lain.

    3. Baja karbon tinggi

    Baja karbon yang mengandung karbon antara 0,8% - 2%, baja ini

    biasanya digunakan untuk keperluan alat – alat kontruksi yang berhubungan

    dengan panas yang tinggi atau dalam penggunaannya akan menerima atau

    mengalami paas, misalnya landasan, palu, gergaji, pahat, kikir dan lain

    sebagainya.

    2.1.1 Spesifikasi material uji

    Material yang akan digunakan ini adalah baja karbon rendah

    ASTM SA572 Grade 50, material ini merupakan jenis baja karbon yang

    banyak digunakan dalam dunia industri karena proses fabrikasi yang

  • 6

    mudah. Baja ASTM SA 572 Grade 50 termasuk dalam golongan baja

    karbon rendah karena kandungan (C) kurang dari 0.3%. menurut ASME

    Section II-A dipastikan bahwa mechanical properties dan chemical

    compotition-nya seperti yang pada table di bawah ini.

    Tabel 2.1 Mechanical Properties SA 572 Grade 50

    Material

    Minimum Yield Point /

    Strength

    Ksi (MPa)

    Tensile Strength

    Ksi (MPa)

    SA572 Grade

    50 50 (345) 65 (450)

    Sumber : Asme Section II-A

    Pada table di atas bisa dilihat minimum yield point baja SA 572 Grade 50

    adalah sebesar 50 ksi atau 345 MPa. Sedangkan untuk tensile strength-

    nya sebesar 65 ksi atau 450 MPa (ASME II-A, 2015).

    Tabel 2.2 Chemical Compotition Baja SA 572 Grade 50

    Chemical Compotition Percentage,

    max, %

    Carbon 0.23

    Manganese 1.35

    Phosphorus 0.03

    Sulfur 0.03

    Silicon 0.40

    Sumber : Asme Section II-A

    Pada Tabel 2.2 di atas menjelaskan bahwa kandungan karbon

    sebesar 0.23% dan juga unsur-unsur lain yang terdapat pada baja SA 572

    Grade 50 yaitu Phosporus, Sulfur, dan Silicon. Tabel di atas sesuai dari

    sumber ASME section IX (ASME II-A, 2015).

    2.2 Pengelasan

    2.2.1 Pengelasan SMAW

    Pada pengelasan SMAW, logam induk mengalami pencairan akibat

    pemanasan dari busur listrik yang timbul antara ujung elektroda dan

  • 7

    permukaan benda kerja. Elektroda yang dipakai berupa kawat yang

    dibungkus oleh pelindung berupa fluks. Elektroda ini selama pengelasan

    akan mengalami pencairan besama-sama dengan logam induk yang

    menjadi bagian kampuh las. Dengan adanya pencairan ini maka kampuh

    las akan terisi oleh logam cair yang berasal dari elektroda dan logam

    induk. Selain mencairkan kawat las yang nantinya membeku menjadi

    logam las, busur listrik juga ikut mencairkan fluks. Karena massa jenisnya

    yang lebih kecil dari logam las maka fluks ini berada di atas logam las saat

    cair. Kemudian setelah membeku, fluks cair ini menjadi terak yang

    menutupi logam las. Dengan demikian, fluks cair akan melindungi

    kubangan las selama mencair dan terakmelindungi logam las selama

    pembekuan. Berikut adalah skema dari proses SMAW :

    2.2.2 Pengelasan GMAW

    Gas metal arc welding (GMAW) dalam prosesnya menggunakan

    kawat terumpan dengan diameter 0.8 sampai 2.4 mm dan dalam bentuk

    gulungan, yang mana diumpankan pada kecepatan yang telah ditentukan

    melalui torch yang telah dikoneksikan dengan aliran listrik dan gas

    pelindung. Busur yang kontak langsung antara elektroda dan benda kerja

    dijaga pada panjang yang konstan oleh parameter listrik. Sumber yang

    digunakan selalu dari tipe DC. Keduanya, tegangan konstan dan arus

    konstan yang digunakan.

    Tergantung pada benda kerja, gas pelindung dapat berupa argon,

    helium, nitrogen, karbon dioksida, dan campurannya. Ketika gas pelindung

    Gambar 2.1 Skema proses SMAW

    (Sumber : Sindo Kou, 2003)

  • 8

    inert digunakan, proses ini lebih dikenal sebagai pengelasan MIG (metal

    inert gas) dan ketika CO2 digunakan sebagai gas pelindung maka disebut

    pengelasan MAG (metal active gas).

    GMAW adalah proses pengelasan semi-otomatis pada semua posisi

    pengelasan. Proses pengelasan GMAW semi-otomatis dapat dilihat pada

    Gambar 2.2 berikut (Sindo Kou, 2003).

    2.3 Kodefikasi elektroda

    Seperti : E XXXX

    E : Menyatakan elektroda busur listrik

    XX : (dua angka) sesudah E menyatakan kekuatan tarik deposit las

    dalam ribuan lb/in.

    X : (angka ketiga) menyatakan posisi pengelasan. Angka 1 untuk

    pengelasan semua posisi. Angka 2 untuk pengelasan posisi datar

    di bawah tangan.

    X : (angka keempat) menyatakan jenis selaput dan jenis arus yang

    cocok dipakai untuk pengelasan.

    Pengaruh Unsur-Unsur Kimia Terhadap Sifat Logam

    a. Karbon (C)

    Karbon adalah unsur pengerasan yang utama pada baja,

    penambahan korban akan meningkatkan kekerasan dan kekuatan tarik

    baja diiringi dengan penurunan harga kekuatan impaknya. Jika kadar

    Gambar 2.2 Skema proses GMAW

    (Sumber: Sindo Kou, 2003)

  • 9

    karbon meningkat sampai di atas 0.85% kekuatan cenderung akan turun

    meskipun kekerasan relatif tetap.

    b. Mangan (Mn)

    Unsur mangan biasanya ada pada seluruh baja komersial yang

    berperan dalam meningkatkan kekuatan dan kekerasan, menurunkan

    laju pendinginan kritis sehingga menjadi keras, serta dapat

    meningkatkan ketahanan terhadap abrasi.

    Baja paduan mangan sangat rentan terhadap overheating karena

    butiran mudah menjadi kasar. Keberadaan unsur mangan dapat

    memperbaiki kualitas permukaan karena mengan dapat mengikat

    belerang sehingga memperkecil terbentuknya sulfida besi yang dapat

    menimbulkan hot shortness atau kerentanan terhadap timbulnya retak

    pada saat dikerjakan panas.

    c. Silicon (Si)

    Si dan Mn adalah unsur yang selalu ada dalam logam. Keberadaan

    Si pada logam-logam meningkatkan kekerasan dan elastisitas tetapi

    menurunkan kekuatan tarik dan keuletannya. Jika di keraskan dan di

    temper logam silikon akan memiliki kekuatan yang tinggi disertai

    keuletan dari ketahanan terhadap beban yang tiba-tiba.

    d. Chromium (Cr)

    Chrom merupakan unsur paduan yang penting setelah unsur

    karbon, chrom dapat membentuk karbida (tergantung pada jenis

    perlakuan yang diterapkan dan kadarnya). Chrom terdapat pada baja

    konstruksi dan baja perkakas grade yang tinggi. Pada baja tahan karat

    dan baja tahan panas, chrom meningkatkan ketahanan korosi Karena

    chrom dapat membentuk lapisan oksida chrom dipermukaan baja,

    kekuatan tarik, ketangguhan dan ketahanan abrasi.

    e. Nikel (Ni)

    Nikel merupakan salah satu unsur paduan yang penting untuk

    meningkatkan kekuatan dan ketangguhan baja dengan cara

    mempengaruhi proses transformasi fasa. Jika berada dalam jumlah yang

    memadai nikel dapat memperbaiki sifat mekanik. Jika jumlah nikel

  • 10

    relatif bayak maka austenite pada baja akan stabil sampai suhu kamar.

    Nikel merupakan suhu eutectoid bahkan dapat menurunkan sampai ke

    suhu yang efektif untuk proses quench. Nikel tidak membentuk karbida

    dan tidak berpengaruh terhadap kekerasan. Nikel memperbaiki

    ketahanan korosi baja paduan nikel digunakan sebagai material

    konstruksi dan teknik.

    f. Molidenum (Mo)

    Molidenum sangat besar sekali pengaruhnya terhadap kemampuan

    kerasnya dibandingkan dengan paduan lainya (kecuali Mn). Akibat

    penambahan molibdenum didalamnya pengerjaan dari baja akan

    meningkat laju pendinginan kritiknya menurun. Jika berkombinasi

    dengan unsur lainya akan meningkatkan ketangguhandan ketahanan

    mulur dan juga meningkatkan ketahanan baja pada suhu tinggi.

    Keberadaan molibdenum dapat menurunkan embrittlement pada baja.

    Molibdenum dapat membentuk karbida sehingga dapat meningkatkan

    ketahanan terhadap keausan, meningkatkan ketangguhan dan kekuatan

    pada suhu tinggi (M. Thoriq W., M. Faozan, 2011).

    2.4 Aliran panas pengelasan

    Semua sambungan pengelasan melibatkan aliran panas selama pengelasan

    untuk mencapai sambungan yang diingingkan. Tergantung pada pemanasan dan

    laju pendinginan yang terlibat akan mempengaruhi stuktur mikro dan HAZ. Ini

    akan membentuk variasi mechanical properties dari zona yang berbeda pada

    daerah pengelasan, maka diharuskan melakukan PWHT (post weld heat

    treatment) untuk menyeragamkan strukturnya dan perlakuan lainnya. Selain dari

    efek metalurgi dari penyebaran panas di pengelasan ada beberapa fenomena lain

    yaitu distortion, residual stresses, physical chages, dan chemical modifications.

    Demikian, untuk menghasilkan pengelasan yang diinginkan sesuai spesifikasi

    perlu diketahui efek dari panas selama pengelasan (R.S. Parmar, 1997).

  • 11

    2.4.1 Distribusi temperature pengelasan

    Distribusi temperatur pengelasan tergantung pada proses

    pengelasan yang diambil, tipe dari sumber polaritas, energi input per waktu,

    konfigurasi dari sambungan las (linear butt welds atau circular butt welds),

    tipe joint (butt, fillet, dll.), physical properties material yang dilas., dan

    kondisi sekitarnya yaitu di atas permukaan atau di bawah air.

    Sebagai contohnya analisis aliran panas pada T-type fillet weld

    untuk mengasumsikan bahwa total panas yang diberikan dari distribusi arc

    yang sama pada masing masing tebal materialnya. Berikut adalah gambar

    grafik distribusi panas pada fillet wleds.

    Dari Gambar 2.2 di atas dijelaskan, bahwa dalam T-type fillet Plat

    bagian plat vertikal menerima panas yang paling tinggi. Berbeda dengan

    plat horizontal yang menerima panas paling rendah. Kondisi ini membuat

    fillet weld sensitif terdahap suhu tinggi yang menyebabkan distorsi dan

    ketidak seragaman perubahan metallurgical dibandingkan dengan butt

    welded joint (R.S. Parmar, 1997).

    Menurut (Shindo Kou, 2003) Solusi analitis oleh Rosenthal untuk

    aliran panas tiga dimensi dalam benda kerja semi tak terbatas selama

    pengelasan, Gambar 2.4, adalah sebagai berikut :

    (2.1)

    Gambar 2.3 Kurva distribusi Waktu-Temperatur untuk fillet welded joint

    (Sumber : RS. Parmar, 1997)

  • 12

    Dimana R adalah jarak radial dari titik asal, yaitu (x2 + y2 + z2)1/2. Untuk

    material dan kondisi pengelasan, isoterm T yang diberikan x memiliki jari-

    jari R. Dengan kata lain, persamaan (2.1) menyiratkan bahwa pada

    potongan melintang melintang dari semua isoterm, termasuk batas fusi dan

    batas luar heat affedted zone, berbentuk setengah lingkaran (semicircular).

    Persamaan (2.1) dapat digunakan untuk menghitung suhu kondisi T(x, y, z),

    berkenaan dengan sumber panas yang bergerak, di lokasi mana pun di

    benda kerja (x, y, z), misalnya, pada x = 1 cm, y = 4 cm, dan z = 0 cm,

    seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4 berikut. Suhu di lokasi lain

    sepanjang y = 4 cm juga bisa ditentukan dan distribusi temperatur

    sepanjang y = 4 cm dapat ditentukan.

    Penyelesaian (2.1) dapat digunakan untuk menghitung distribusi

    temperatur di benda kerja selama pengelasan. Distribusi temperatur dalam

    arah pengelasan untuk contohnya, kurva T-x pada Gambar 2.5, merupakan

    hal yang menarik. Mereka dapat dengan mudah diubah menjadi plot suhu-

    waktu, yaitu siklus termal, dengan mengubah jarak x ke dalam waktu t

    melalui t = (x - 0) / V. Gambar 2.5 menunjukkan siklus termal dan

    distribusi suhu yang dihitung di permukaan atas (z = 0) dari baja 1018 yang

    tebal. Suhu puncak tak hingga pada titik asal sistem koordinat adalah hasil

    dari masalah singularitas di penyelesaian Rosenthal`s yang disebabkan oleh

    asumsi sumber titik panas. Meskipun penyelesaian analitis Rosenthal`s

    Gambar 2.4 Three-dimensional flow selama pengelasan dari benda kerja semi

    takterbatas (Sumber : Shindo Kou, 2003)

  • 13

    berdasarkan banyak asumsi penyederhanaan, namun mudah digunakan dan

    telah sangat dihargai oleh industri pengelasan. Berikut adalah Gambar 2.5.

    2.5 Metalurgi pengelasan

    HAZ dalam baja karbon dapat berhubungan dengan Diagram fase Fe-C,

    seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6, jika efek kinetik pemanasan cepat

    selama pengelasan pada fasetransformasi diabaikan. HAZ dapat dianggap sesuai

    dengan area dalam benda kerja yang dipanaskan antara bagian bawah suhu A1

    (suhu eutektoid) dan suhu peritektik. Demikian pula, PMZ dapat dianggap sesuai

    dengan daerah antara suhu peritektik dan suhu cair, dan zona fusike daerah di

    atas suhu cair.Diagram fase Fe-C dan Continuous-cooling transformation (CCT)

    Diagram untuk perlakuan panas baja karbon dapat berguna untuk pengelasan

    juga, tetapi beberapa perbedaan mendasar antara pengelasan dan perlakuan panas

    harusdiakui. Proses termal selama pengelasan dan perlakuan panasbaja karbon

    berbeda satu sama lain secara signifikan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar

    2.6. Pertama,dalam pengelasan suhu puncak di HAZ dapat mendekati 1500°C.

    Dalam perlakuan panas, namun, suhu maksimum adalah sekitar 900°C, yang

    tidak banyak di atas suhu kritis atas A3 diperlukan Austenite (γ) untuk terbentuk.

    Gambar 2.5 Hasil perhitungan dari penyelesaian aliran panas tiga dimensi Rosenthal`s:

    (a) thermal cycles; (b) isotherms. Welding speed: 2.4 mm/s; heat input: 3200 W;

    material: 1018 steel. (Sumber : Shindo Kou, 2003)

  • 14

    Kedua, tingkat pemanasan tinggi dan waktu retensi di atas A3 pendekselama

    sebagian besar proses pengelasan (pengelasan elektroslag menjadi pengecualian

    penting). Dalam perlakuan panas, di sisi lain, tingkat pemanasan jauh lebih

    lambat danwaktu retensi di atas A3 jauh lebih lama. Pada suhu A1 dan A3 selama

    pemanasan sering disebut sebagai suhu Ac1 dan Ac3.

    Efek dari tingkat pemanasan menjadi lebih jelas. Hal ini karena tingkat

    difusi elemen tersebut besarnya lebih rendah daripada karbon dan juga karena

    mereka menghambat difusi karbon. Akibatnya, fase transformasi yang tertunda

    untuk tingkat yang lebih besar. Kombinasi tingkat pemanasan yang tinggi dan

    waktu retensi yang singkat di atas Ac3 dalam pengelasan dapat mengakibatkan

    pembentukan Inhomogen Austenite selama pemanasan. Hal ini karena tidak

    cukup waktu untuk atom karbon di Austenite berdifusi dari koloni pearlite dari

    kandungan karbon tinggi ke koloni ferrite dari karbon rendah. Setelah

    pendinginan yang cepat, yang pertama dapat berubah menjadi koloni martensite

    karbon tinggi sementara lainnya menjadi koloni ferrite karbon rendah.

    Akibatnya, microhardness di HAZ dapattersebar di berbagai range yang terjadi

    dengan tingkat pemanasan yang tinggi. Sebagai hasil dari suhu puncak yang

    tinggi selama pengelasan, grain growth tumbuh di dekat batas fusi. Semakin

    lambat laju pemanasan, semakin lama retensi waktu di atas Ac3 dan karenanya

    grain growth semakin banyak. Namun, dalam perlakuan panas, suhu maksimum

    Gambar 2.6 Carbon steel weld: (a) HAZ: (b) Phase diagram

    (Sumber : Sindo Kou, 2003)

  • 15

    yang digunakan hanya sekitar 900°C untuk menghindari grain growth (Sindo

    Kou, 2003).

    2.5.1 Diagram fasa iron-iron carbide (Fe-Fe3C)

    Sebagian dari diagram fasa besi-karbon disajikan dalam Gambar

    2.7. Besi murni, setelah pemanasan, mengalami dua perubahan dalam

    struktur kristal sebelum mencair. Di suhu kamar bentuk stabil, disebut

    ferrite, atau α iron, memiliki struktur kristal BCC. Ferrite mengalami

    transformasi polimorfik untuk FCC austenite, atau γ iron, di 912°C

    (1674°F). Orang austenite ini masih berada di 1394°C (2541°F), di mana

    dengan temperatur FCC austenite kembali ke fase BCC yang dikenal

    sebagai δ ferrite, yang akhirnya mencair di 1538°C (2800°F). Semua

    perubahan ini terlihat di sepanjang kiri sumbu vertikal diagram fasa.

    Sumbu komposisi dalam Gambar 2.7 hanya sampai 6,70 wt% C;

    di konsentrasi senyawa menengah besi karbida, atau cementite (Fe3C),

    yang terbentuk, yang diwakili oleh garis vertikal pada diagram fasa.

    Dengan demikian, besi – sistem karbon dapat dibagi menjadi dua

    bagian: bagian iron-rich, seperti pada Gambar 2.7; dan yang lainnya

    (tidak ditampilkan) untuk komposisi antara 6,70 dan 100 wt% C (grafit

    murni). Dalam prakteknya, Semua baja dan besi cor memiliki kandungan

    karbon kurang dari 6,70 wt% C; oleh karena itu, kami hanya

    mempertimbangkan sistem iron-iron carbide. Gambar 2.7 akan lebih

    Gambar 2.7 Diagram fasa iron-iron carbide

    Sumber : (William D. Callister, Jr. 2001)

  • 16

    tepat diberi label Fe-Fe3C phase diagram, karena Fe3C sekarang dianggap

    sebagai komponen. Konvensi dan kenyamanan mendikte bahwa posisi

    masih dinyatakan dalam “wt% C” daripada “wt% Fe3C”; 6,70 wt% C

    corre- sponds untuk 100 wt% Fe3C.

    Karbon adalah interstitial interstitial dalam besi dan berbentuk

    padat dan juga dengan austenite, seperti yang diindikasikan oleh bidang

    fasa α, δ, dan γ dalam Gambar 2.7. Dalam BCC α ferrite, hanya

    konsentrasi kecil karbon dapat larut; Kelarutan maksimum adalah 0,022

    wt% pada 727°C (1341°F). Batasan kelarutan dijelaskan oleh bentuk dan

    ukuran posisi interstisial BCC, yang membuatnya sulit untuk

    mengakomodasi atom karbon. Meskipun ada dalam konsentrasi relatif

    rendah, karbon secara signifikan mempengaruhi mechanical properties

    ferrite. Tentu saja fasa iron-carbon relatif lembut, mungkin bersifat

    magnetik pada suhu di bawah 768°C (1414°F), dan memiliki kepadatan

    7,88 g/cm3 Gambar 2.8 adalah photomicrograph α ferrite.

    Austenite, atau fase γ besi, ketika berpaduan dengan hanya karbon,

    tidak stabil di bawah 727°C (1341°F), seperti ditunjukkan pada gambar

    2.6. Kelarutan maksimum karbon di austenite, 2,14 wt%, terjadi pada

    1147°C (2097°F).

    Kelarutan ini lebih besar 100 kali daripada maksimum untuk BCC

    ferrite, sejak FCC posisi interstitial yang lebih besar dan oleh karena itu,

    strain yang dikenakan pada atom besi sekitarnya jauh lebih rendah.

    Gambar 2.8 Photomicrographs dari (a) ferrite (90X) dan (b) austenite (325X)

    (Sumber : William D. Callister, Jr. 2001)

  • 17

    Sebagai diskusi yang mengikuti demonstrasi, transformasi fase yang

    melibatkan austenite sangat penting di perlakuan panas baja. Secara

    sepintas, harus disebutkan bahwa austenite tidak magnetik. Gambar 2.6 b

    menunjukkan photomicrograph fase austenite ini. δ feritte hampir sama

    dengan α feritte, kecuali untuk kisaran temperatur yang masing-masing.

    Karena feritte stabil hanya pada relatif suhu tinggi, itu tidak ada teknoligi

    yang mendukung dan tidak dibahas lebih lanjut. Cementite (Fe3C)

    terbentuk ketika batas kelarutan karbon di ferrite melebihi 727°C

    (1341°F) (untuk komposisi dalam wilayah fase α + Fe3C). Seperti yang

    ditunjukkan pada gambar 2.5, Fe3C juga akan muncul dengan fase γ

    antara 727 dan 1147°C (1341 dan 2097°F). Secara mekanis, cementite

    sangat keras dan rapuh; kekuatan beberapa baja sangat berubah oleh

    kehadirannya (William D. Callister, Jr. 2001).

    2.5.2 Isothermal transformation diagrams

    Sebuah cara yang mewakili baik waktu dan suhu yang mewakili

    transformasi ini berada di bagian bawah Gambar 2.9. Disini, sumbu

    vertikal dan horizontal adalah suhu dan logaritma waktu. Dua kurva padat

    diplot; satu mewakili waktu yang diperlukan pada setiap inisiasi atau

    dimulainya transformasi; yang lainnya adalah untuk kesimpulan

    tranformasi. Kurva putus sesuai dengan 50% selesainya transformasi.

    Kurva ini dihasilkan dari serangkaian plot dari persentase transformasi

    versus logaritma waktu yang diambil selama rentang suhu. Bentuk S

    dalam kurva [untuk 675°C (1247°F)], di bagian atas Gambar 2.9,

    mengilustrasikan transfer data dilakukan.

  • 18

    Pertama, plot ini hanya berlaku untuk paduan besi-karbon dari

    komposisi eutektoid; Untuk Komposisi lain, kurva akan memiliki

    konfigurasi yang berbeda. Selain itu, Plot ini hanya akurat untuk

    transformasi di mana suhu paduan berlangsung konstan sepanjang durasi

    reaksi. Kondisi suhu konstan disebut isotermal; dengan demikian, Plot

    seperti Gambar 2.9 dirujuk sebagai sebagai isothermal transformation

    diagram atau sebagai time-temperature-transformation (atau T-T-T).

    Sebuah kurva perlakuan panas isotermal aktual (ABCD)

    ditumpangkan pada isothermal transformation diagram untuk eutectoid

    iron-carbon alloy di Gambar 2.10. Pendinginan yang sangat cepat dari

    austenite ke suhu ditunjukkan oleh garis vertikal dekat AB, dan perlakuan

    isotermal pada suhu ini diwakili oleh segmen horisontal BCD. Tentu saja,

    waktu meningkat dari kiri ke kanan sepanjang garis. Transformasi

    austenite ke pearlite dimulai di persimpangan, titik C (setelah sekitar 3,5

    s), dan telah mencapai penyelesaian sekitar 15 s, sesuai dengan ke titik D.

    Gambar 2.10 juga menunjukkan mikrostruktur skematik pada berbagai

    waktu selama perkembangan reaksi.

    Gambar 2.9 Demonstrasi bagaimana isothermal transformation diagram

    Sumber : (William D. Callister, Jr. 2001)

  • 19

    Rasio ketebalan lapisan feritte dan cementite dalam pearlite secara

    matang 8 sampai 1. Namun, ketebalan lapisan tergantung pada suhu di

    mana transformasi isotermal diperbolehkan terjadi. Pada suhu hanya di

    bawah eutectoid, lapisan yang relatif tebal dari kedua fase α ferrite dan

    Fe3C terbentuk; mikrostruktur ini disebut sebagai pearlite kasar (coarse

    pearlite), dan wilayah di mana bentuknya ditunjukkan disebelah kanan

    kurva penyelesaian pada Gambar 2.8. Pada saat ini temperatur, tingkat

    difusi relatif tinggi, sehingga selama transformasi atom karbon dapat

    menyebar jarak yang relatif jauh dalam pembentukan lamellae yang tebal.

    Dengan penurunan suhu, karbon tingkat difusi menurun dan lapisan

    menjadi semakin tipis. Stuktur layer tipis yang terjadi di sekitar 540°C

    disebut fine pearlite; ini adalah juga ditunjukkan pada Gambar 2.8.

    Photomicrographs coarse dan fine pearlite untuk komposisi eutectoid

    yang ditunjukkan pada gambar 2.11.

    Untuk komposisi lain iron-carbon alloy, fase proeutectoid (baik

    feritte atau cementite) akan berdampingan dengan pearlite. Sehingga

    kurva tambahan yang sesuai dengan transformasi proeutectoid juga harus

    Gambar 2.10 Isothermal transformation diagram untuk eutectoid iron-carbon alloy,

    dengan kurva superimposed isothermal heat treatment (ABCD) Sumber : (William D.

    Callister, Jr. 2001)

  • 20

    termasuk pada isothermal transformation diagram. Salah satu diagram

    untuk 1,13 wt% paduan C ditunjukkan pada gambar 2.12.

    2.5.3 Panas pengelasan

    Hery (dalam Suratman, 2003) menjelaskan bahwa dalam

    pengelasan, untuk mencairkan logam induk dan logam pengisi diperlukan

    energi yang cukup. Energi yang dihasilkan dalam operasi pengelasan

    berasal dari bermacam-macam sumber tergantung pada proses

    pengelasannya. Pada pengelasan busur listrik, sumber energi berasal dari

    listrik yang diubah menjadi energi panas. Energi panas ini sebenarnya

    hasil kolaborasi dari parameter arus las, tegangan las dan kecepatan

    Gambar 2.11 Photomicrographs dari (a) coarse pearlite dan (b) fine pearlite 3000X

    (Sumber : William D. Callister, Jr. 2001)

    Gambar 2.12 Isother-mal transformation diagram untuk 1.13 wt % C iron carbon

    alloy: A, austenite; C, proeutectoid cementite; P, pearlite.

    Sumber : (William D. Callister, Jr. 2001)

  • 21

    pengelasan. parameter ketiga yaitu kecepatan pengelasan ikut

    mempengaruhi energi pengelasan karena proses pemanasannya tidak

    diam ditempat, akan tetapi bergerak dengan kecepatan tertentu.

    Kualitas hasil pengelasan dipengaruhi oleh energi panas yang

    berarti dipengaruhi juga oleh arus las, tegangan dan kecepatan

    pengelasan. hubungan antara ketiga parameter tersebut menghasilkan

    energi pengelasan yang disebut heat input (masukan panas). Persamaan

    masukan panas dapat dituliskan sebagai berikut:

    Heat input = V x I / ν (2.2)

    Dimana : V = Tegangan (Volt)

    I = Arus pengelasan (Ampere)

    ν = Kecepatan pengelasan (mm/s)

    Untuk memperoleh masukan panas yang sebenarnya dari suatu

    proses pengelasan, persamaan masukan panas di atas dikalikan dengan

    efisiensi proses (η) sehingga persamaan tersebu menjadi :

    Heat input = η x V x I / ν (2.3)

    Dimana : η = Efisiensi pengelasan (%)

    Efisiensi masing-masing proses pengelasan adalah :

    Tabel 2.3 Efisiensi Proses Pengelasan

    Proses pengelasan Efisiensi (%)

    SAW (Submerged Arc Welding) 90 – 99

    GMAW (Gas Metal Arc welding) 65 – 85

    FCAW (flux core arc welding) 65 – 85

    SMAW (Shielded Metal Arc Welding) 50 – 85

    GTAW (Gas Tungsten Arc Welding) 20 – 50

    Sumber : Hery. Suratman, 2003

    2.5.4 Kekerasan daerah HAZ

    Mikro sruktur dari zona grain growth, zona lain di HAZ

    menentukan properties dari sambungan pengelasan. Untuk memprediksi

    properties dari zona ini dibutuhkan untuk mengetahui jumlah dan luasan

    dari zona grain growth dan thermal cycle. Luasan dari zona grain growth

    ini penting untuk menentukan panjang maksimum yang mana mudah

    mengalami retak menjalar yang berhubungan dengan fracture toughness.

  • 22

    Pengetahuan tentang thermal cycle penting dalam menentukan luasan dari

    graint growth dan kecepatan pendinginan.

    Untuk melunakkan bisa dipanaskan pada temperatur sekitar A1,

    untuk melakukan tempering dari struktur mikro dan pengkristalan ulang.

    Dalam beberapa kasus, heat input yang spesifik dari proses pengelasan

    telah diberi batasan untuk menjaga lebar dari zona tempered sesempit

    mungkin. Dalam pengelasan plat tebal dengan ESW, zona untuk

    melunakkan mendekati temperatur A3 seperti struktur di zona ini yang

    mengkristal ulang ke feritic.

    Di HAZ dengan temperatur di atas A3 dan khususnya di zona

    underbead baik pengerasan butir austenitic terjadi yang menyebabkan

    penurunan kekuatan atau perubahan struktural terjadi yang menghasilkan

    mikrostruktur bainit-martensitik jenuh yang mana mengarah ke kekuatan

    HAZ dibandingkan dengan logam induk. Berikut adalah gambar

    perbedaan kekerasan dari bagian lasan (R.S Parmar, 1997).

    2.6 Sifat mekanik dan pengujiannya

    Sifat mekanik adalah suatu sifat yang sangat penting pada material,karena

    sifat mekanik menyatakan kemampuan suatu bahan (tentunya juga komponen

    yang terbuat dari bahan tersebut) untuk menerima beban atau gaya atau energi

    tanpa menimbulkan kerusakan pada bahan tersebut. Sifat mekanik material

    biasanya dinyatakan dalam nilai yang memiliki satuan.

    Gambar 2.13 Perbedaan Kekerasan pada Bagian Lasan : (a) pearlite free steel, (b) low

    carbon steel. (Sumber : R.S. Parmar, 1997)

  • 23

    2.6.1 Hardness test

    Kekerasan (hardness) suatu bahan boleh jadi merupakan sifat

    mekanik yang paling penting, karena pengujian ini dapat digunakan untuk

    menguji homogenitas suatu material. Selain itu kekerasan dapat

    digunakan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik yang lain. Bahkan nilai

    kekuatan tarik yang dimiliki suatu material dapat dikonversi dari

    kekerasannya. Beberapa sifat bahan yang berhubungan dengan kekerasan

    ditunjukkan pada gambar (M.M. Munir, 2000).

    Istilah kekerasan (hardness) sebenarnya sangat sulit untuk

    didefinisikan secara tepat, karena setiap bidang ilmu memberikan

    definisinya sendiri-sendiri sesuai persepsi dan keperluan yang melatar

    belakangi. Meskipun demikian dalam tinjauan teknik (engineering) yang

    menyangkut logam, satu definisi yang cukup mewakili menyatakan

    bahwa kekerasan adalah kemampuan suatu bahan untuk tahan terhadap

    indentasi atau penetrasi atau abrasi.

    Ada beberapa metode pengujian kekerasan yang digunakan untuk

    menguji kekerasan logam, yaitu :

    1. Metode Pengujian Kekerasan Brinell

    2. Metode Pengujian Kekerasan Vickers

    3. Metode Pengujian Kekerasan Rockwell

    Pada dasarnya metode pengujian kekerasan Vickers hampir sama

    denganBrinell, hanya indentornya saja yang berbeda (M.M. Munir, 2000).

    Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada metode pengujian kekerasan

    Vickers adalah sebagai berikut :

    1. Spesimen harus memenuhi persyaratan :

    a. Rata dan halus (sangat sensitif terhadap kekasaran

    permukaan)

    b. Dapat ditumpu dengan baik dan permukaan uji harus

    horisontal.

    2. Indentor yang digunakan adalah intan yang berbentuk piramida

    beralas bujur sangkar dengan sudut puncak antra dua sisi yang

    berhadapan 136° seperti yang ditunjukan pada gambar 2.14.

  • 24

    a. Indentor piramida intan b. Tapak indentasi c. Pengukuran diagonal

    indentasi pada layar

    3. Pada dasarnya semua beban bisa digunakan, kecuali untuk pelat

    yang tipis harus digunakan beban yang ringan sehingga tidak

    terjadi anvile effect.

    4. Pada pelaksanaannya, pengujian kekerasan ini dilakukan

    dengan menekankan indentor pada permukaan spesimen selama

    15 - 30 detik.

    5. Nilai kekerasan pengujian ini dinyatakan dalam satuan DPH

    (Vickers Diamond Pyramidal Hardness) yang dihitung

    berdasarkan diagonal indentasi dengan persamaan sebagai

    berikut :

    DPH = [2P sin (α/2)]/d2. ( 2.3)

    Untuk α = 136°

    DPH = 1,854 P/d2 ( 2.4)

    Dimana : P = gaya tekan (kgf)

    d = diagonal indentasi (mm)

    = (d1+d2)/2

    6. Penulisan nilai kekerasan seperti contoh berikut : 150 DPH

    150/10.

    Dimana : 150 = nilai kekerasan

    DPH = metode pengujian Vickers

    150 = Gaya pembebanan (N)

    10 waktu pembebanan (detik)

    Gambar 2.14 Motode Pengujian Kekerasan Vickers

    (Sumber : M.M. Munir, 2000)

  • 25

    2.6.3 Metalography test

    Metalografi merupakan suatu metode untuk mengamati struktur

    logam dengan menggunakan mikroskop. Pengamatan metalografi secara

    garis besar terbagi dua, yaitu :

    1. Makro etsa

    2. Mikro Etsa

    1. Makro etsa ( Macroscopic examination )

    Yang dimaksud dengan pemeriksaan makro adalah

    pemeriksaan bahan dengan mata kita langsung atau memakai kaca

    pembesar dengan pembesaran rendah (a low magnification).

    Kegunaannyauntuk memeriksa permukaan yang terdapat celah-

    celah, lubang-lubang pada struktur logam yang sifatnya rapuh,

    bentuk-bentuk patahan benda uji bekas pengujian mekanis yang

    selanjutnya dibandingkan dengan beberapa logam menurut bentuk

    dan strukturnya antara satu dengan yang lain menurut

    kebutuhannya. Angka pembesaran pemeriksaan makro antara 0,5

    kali sampai 50 kali. Pemeriksaan secara makro biasanya untuk

    bahan-bahan yang memiliki struktur kristal yang tergolong besar

    dan kasar, sepertimisal logam hasil coran atau tuangan, serta bahan-

    bahan yang termasuk non metal (M.M. Munir, 2000).

    2. Mikro etsa ( Microscopic examination )

    Yang dimaksud dengan pemeriksaan mikro ialah pemeriksaan

    bahan logam di mana bentuk kristal logam tergolong halus sehinga

    diperlukan angka pembesaran lensa mikroskop antara 50 kali

    sampai 3000 kali atau lebih dengan menggunakan mikroskop

    industri.

  • 26

    HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

  • 27

    BAB 3

    METODOLOGI PENELITIAN

    3.1 Diagram alir penelitian

    Metode dan langkah-langkah penelitian digambarkan secara skematis

    dalam bentuk flowchart, Gambar 3.1 berikut ini merupakan flowchart penelitian

    yang dilakukan :

    Gambar 3.1 Diagram alir penelitian (flowchart)

    (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

  • 28

    3.2 Identifikasi dan perumusan masalah

    Pada tahap ini dilakukan identifikasi beberapa permasalahan yang

    didapatkan pada saat melakukan pengamatan sehingga bisa dilakukan sebuah

    penelitian. Kemudian dilakukan penetapan tujuan tentang apa yang ingin dicapai

    dan manfaatnya bagi pihak terkait serta bagi penelitian selanjutnya. Tahap ini

    merupakan dasar tentang apa yang dilakukan selama penelitian.

    3.3 Studi literatur

    Tahap ini dilakukan pengumpulan teori – teori yang berhubungan dengan

    penelitian ini yang nantinya akan digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini.

    Dalam penelitian ini teori–teori yang diangkat adalah semua teori yang

    berhubungan dengan proses pengelasan SMAW dan GMAW, tipe sambungan

    las, dan material.

    3.4 Persiapan material

    Tahap persiapan material merupakan langkah pertama dalam pelaksanaan

    penelitian ini. Pengelasan dan pemotongan spesimen dilakukan pada tahap ini.

    Untuk selanjutnya dilakukan serangkaian pengujian untuk pengambilan data

    penelitian.

    Langkah – langkah yang dikerjakan pada tahap persiapan material adalah

    sebagai berikut :

    1. Pemotongan material plat baja karbon ASTM A573 Grade 50 dengan ukuran

    200 x 70 x 5 mm sebanyak 24 buah dan 100 x 70 x 10 mm sebanyak 24 buah.

    2. Pembuatan spesimen sebanyak 4 konfigurasi pengelasan yaitu : butt joint, tee

    joint, cruciform joint, dan lap joint seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2.

    a. Butt joint b. Lap joint c. Tee joint d. Cruciform joint

    Gambar 3. 2 Jenis konfigurasi sambungan las

    (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

  • 29

    3. Fitting up material sebelum dilakukan proses pengelasan seperti ditunjukkan

    pada Gambar 3.7 untuk tebal material 5 mm dan 10 mm.

    3.5 Persiapan logam pengisi

    Pemilihan elektroda sebagai logam pengisi pada proses pengelasan dipilih

    berdasarkan base metal yang akan disambung ditunjukkan pada elektroda yang

    digunakan :

    e. Elektroda E7016

    Penggunaan elektroda E7016 dengan diameter 2.6 mm sebagai logam

    pengisi dimana elektroda ini dugunakan untuk pengelasan carbon steel

    dengan kandungan kimia yang terlihat pada Tabel 3.4 sebagai berikut.

    Gambar 3.3 Fitting up sebelum pengelasan

    (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

    a) Butt joint

    b) tee joint

    d) Cruciform joint

    c) Lap joint

  • 30

    Tabel 3. 4 Unsur kimia pada elektroda E7016

    Komposisi

    Kimia C Mn Si P S Ni Cr Mo V

    Persentase

    (%) 0.15 1.60 0.75 0.035 0.035 0.30 0.20 0.30 0.08

    Sumber :(ASME IIC, 2015)

    Selain itu elektroda E7016 mempunyai mechanical properties yang

    dapat dilihat pada Tabel 3.5 di bawah ini.

    Tabel 3. 5 Mechanical propesties elektroda E7016

    SFA/AWS Yield

    (MPa)

    Tensile

    (MPa) Elongation (%)

    CVN at -30°C

    (joules)

    A5.1/E7016 400 490 22 27

    Sumber :(ASME IIC, 2015)

    b. Elektroda E70S-6

    Penggunaan elektroda E70S-6 dengan diameter 1.2 mm sebagai logam

    pengisi dimana elektroda ini dugunakan untuk pengelasan carbon steel

    dengan kandungan kimia sebagai berikut yang terlihat pada Tabel 3.6

    sebagai berikut.

    Tabel 3. 6 Unsur kimia pada elektroda E70S-6

    Komposisi

    Kimia C Mn Si P S Ni Cr Mo V

    Persentase

    (%)

    0.06-

    0.15

    1.40-

    1.85

    0.80-

    1.15 0.025 0.035 0.15 0.15 0.15 0.03

    Sumber : (ASME IIC, 2015)

    Selain itu elektroda E70S-6 mempunyai mechanical properties yang

    dapat dilihat pada Tabel 3.7 di bawah ini.

    Tabel 3. 7 Mechanical propesties elektroda E70S-6

    SFA/AWS Yield

    (MPa)

    Tensile

    (MPa) Elongation (%)

    CVN at -30°C

    (joules)

    A5.1/E7016 400 480 22 27

    Sumber :(ASME IIC, 2015)

  • 31

    3.6 Proses pengelasan

    Proses pengelasan dilakukan dengan proses las SMAW dan GMAW

    dengan parameter yang sama untuk setiap spesimen agar dampak yang dihasilkan

    murni karena konfigurasi pengelasan yang berbeda. Pada proses pengelasan

    dipenelitian ini berjumlah 48joint. Berikut adalah tahap pengelasan spesimen:

    1. Melakukan persiapan elektroda.

    2. Melakukan persiapan dengan parameter pengelasan yang telah ditentukan

    yang terdapat pada Tabel 3.3.

    3. Melakukan fitting up material yang terdapat pada Gambar 3.3.

    4. Proses pengelasan menggunakan polaritas DC (+) dengan pengelasan SMAW

    dan GMAW pada semua spesimen menggunakan elektroda E7016 dan

    ER70S-6.

    5. Melakukan proses pengelasan yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

    c. Pengelasan spesimen butt joint

    Pengujian spesimen dapat diterangkan pada Gambar 3.4 berikut :

    d. Pengelasan spesimen tee joint

    Pengujian spesimen dapat diterangkan pada Gambar 3.5 berikut :

    Gambar 3. 4 Pengelasan butt joint

    Sumber : (Dokumentasi Pribadi)

  • 32

    e. Pengelasan spesimen cruciform joint

    Pengujin spesimen dapat diterangkan pada Gambar 3.6 berikut :

    f. Pengelasan spesimen lap joint

    Pengujin spesimen dapat diterangkan pada Gambar 3.7 berikut :

    Gambar 3.5 Pengelasan tee joint

    Sumber : (Dokumentasi Pribadi)

    Gambar 3. 6 Pengelasan cruciform joint

    Sumber : (Dokumentasi Pribadi)

    Gambar 3. 7 Pengelasan lap joint

    Sumber : (Dokumentasi Pribadi)

  • 33

    Di bawah ini tabel yang dijadikan acuan parameter pengelasan pada

    spesimen penelitian.

    Tabel 3. 8 Parameter Pengelasan Spesimen Penelitian

    Jumalah

    Passes

    Elektroda Parameter pengelasan Travel

    Speed

    (mm/min)

    Positions Heat Input

    (Kj/mm) Tipe Ø Polaritas Ampere Voltase

    1 E7016 2.6mm DCEP 70 – 100 20 – 30 50 – 100 1G, 1F 0.84 – 1.62

    Tabel 3. 9 Parameter Pengelasan Spesimen Penelitian

    Jumalah

    Passes

    Elektroda Parameter pengelasan Wire

    Speed

    (m/min)

    Positions

    Tipe Ø Polaritas Ampere Voltase

    1 E70S-6 1.2mm DCEP 120 - 380 18 – 34 2.5 – 15 1G, 1F

    Sumber : ( ESAB Handbook, 2015)

    3.7 Pengujian

    Untuk mengetahui bagaimana hasil dari metode di atas dan dapat

    membandingkan hasil diantaranya serta mengetahui pengaruh apa saja yang

    terjadi pada lowcarbon steel ASTM A572 Grade 50 terhadap konfigurasi

    sambungan las yang berbeda ini maka dilakukan pengujian pada hasil lasan

    spesimen penelitian. Jenis dari pengujian yang dilakukan adalah pengujian

    merusak atau destructive test. Sebelum dilakukan pengujian, cutting plan harus

    ditentukan sebelum material dipotong untuk membagi sesuai ukuran dari tiap

    spesimen uji sesuai pada standard yang diacu. Dalam hal ini menggunakan

    cutting plan dari ASME IX, 2015 namun karena pengujiannya terbatas pada

    dimensi material maka dilakukan modifikasi seperti Gambar 3.8 berikut.

  • 34

    Adapun uraian langkah pengujian dan jenis-jenis pengujian yang digunakan

    adalah sebagai berikut:

    3.7.1 Uji kekerasan ( Hardness test )

    Dari pengujian ini yang didapat adalah nilai kekerasan HAZ material uji

    yang sudah dilakukan proses pengelasan pada berbagai variasi yang ada.

    Pengujian kekerasan ini menggunakan metode Vickers.Titik pengambilan sampel

    dapat dilihat pada Gambar 3.9 berikut.

    a. Peralatan

    1. Mesin uji kekerasan

    2. Mesin polisher

    3. Kertas gosok (grid 60, 240, 800, dan 1000)

    4. Driyer (pengering)

    5. Larutan Nital 2% (Alkohol 98 ml + HNO3 2 ml)

    Gambar 3.8 Cutting plan untuk spesimen uji

    Sumber : (Dokumentasi Pribadi)

    b) Lap joint a) Butt joint

    d) Tee joint c) Crusiform joint

  • 35

    b. Prosedur pengujian

    1. Memoles atau menggosok spesimen dengan kertas amplas pada

    mesin polisher.

    2. Melakukan etching dengan Larutan Nital 2% (Alkohol 98 ml +

    HNO3 2 ml) untuk melihat secara visual daerah lasan, HAZ, dan

    daerah base metal.

    3. Setelah itu dilanjutkan memberi 3 titik pada daerah HAZ sebagai

    daerah uji kekerasan. Untuk daerah HAZ diuji pada jarak 1mm dari

    fusion line.

    4. Memasang spesimen pada ragum mesin uji kekerasan.

    5. Memberikan beban 5 kgf dengan waktu pembebanannya 15 detik.

    6. Hasil diagnose dan kekerasannya akan tampak pada layar mesin uji

    kekerasan secara otomatis.

    3.7.2 Metalography test

    Metalography test merupakan salah satu pengujian yang bertujuan untuk

    mengetahui microstructure dari suatu material. Metalography mempunyai dua jenis

    pengujian yakni macro test, dan micro test. Macro test merupakan salah satu jenis

    pengujian metalographi yang didalam proses pengambilan gambar dapat

    menggunakan bantuan kamera digital karena base metal, HAZ, dan weld metal tidak

    Gambar 3.9 Titik pengambilan kekerasan pada spesimen uji

    Sumber : (Dokumentasi Pribadi)

    b) Lap joint a) Butt joint

    d) Tee joint c) Cruciform joint

  • 36

    dapat terlihat dengan jelas tanpa pembesaran lensa. Sedangkan micro test merupakan

    salah satu pengujian metalography yang dalam prosesnya membutuhkan bantuan

    mikroskop karena untuk melihat microstructure dari material tersebut.

    Berikut ini merupakan alat dan bahan yang digunakan dalam proses

    metalografi baik macro maupun micro test :

    a. Bahan

    1. Potongan spesimen

    2. Kertas gosok (grid 600, 800, 1000, 1200, dan 1500)

    3. Kain wool

    4. Bubuk alumina

    5. Larutan Nital 2% (Alkohol 98 ml + HNO3 2 ml )

    6. Kain bersih

    b. Peralatan

    1. Polishing machine

    2. Cawan kimia

    3. Pipet

    4. Mikroskop

    5. Dryer

    c. Langkah kerja

    1. Grinding

    a) Mengambil kertas gosok grid 320 yang telah disesuaikan dengan

    bentuk piringan mesin polishing.

    b) Melakukan polishing dengan air yang mengalir sampai halus pada

    permukaannya. Amati permukaannya dan pastikan arah goresan

    searah dan tidak ada yang tidak searah.

    c) Bila goresan sudah searah, ganti dengan kertas gosok dengan grid

    lebih tinggi (320, 400, 600, 800, 1000, 1200, dan 1500). Ulangi

    seperti langkah di atas.

    d) Perhatikan arah goresan pada setiap pergantin kertas gosok harus

    tegak lurus dengan orientasi penggosokan sebelumnya.

  • 37

    2. Polishing

    a) Pasang kertas kain wool pada mesin polishing, nyalakan

    mesinpolishing dan nyalakan sedikit air.

    b) Benda yang akan di-polishing dicelupkan terlebih dahulu kedalam

    serbuk alumina, setelah itu polishing dan beri sedikit tekanan di atas

    kain wool tersebut sampai benda uji halus.

    c) Amati permukaan benda uji tersebut apakah masih ada goresan yang

    terlihat, jika belum maka harus di-polishing lagi sampai tidak ada

    goresan.

    d) Proses polishing selesai jika sudah tidak ada goresan dari proses

    grinding (grid 1500) dan halus seperti cermin.

    e) Untuk membersihkan sisa-sisa polishing powder, spesimen dicuci

    dengan air dan alcohol lalu dikeringkan dengan dryer atau dengan soft

    tissue.

    3. Etching

    a) Menyiapkan alat-alat yang diperlukan seperti pipet, cawan kimia, dan

    dryer yang telah dibersihkan terlebih dahulu.

    b) Mengambil 2 ml larutan HNO3 dengan pipet dan menuangkan ke

    cawan kimia.

    c) Kemudian mencapur HNO3 dengan alcohol 98 ml.

    d) Oleskan spesimen dengan larutan secara merata pada permukaan yang

    akan di etsa dan segera siram dengan air dan alkohol.

    e) Mengeringkan spesimen tersebut dengan dryer.

    3.8 Pengumpulan dan pengolahan data

    Setelah pengujian seluruh spesimen, pengumpulan data berupa data

    kuantitatif dan kualitatif. Untuk data kuantitatif akan disajikan dalam bentuk

    tabel dan grafik sehingga memudahkan dalam proses membandingkan dan

    analisis pengaruhnya.

  • 38

    3.9 Analisis

    Setelah data terkumpul maka analisis dilakukan melalui acceptance criteria

    sesuai standard yang digunakan dan pembahasan pengaruh-pengaruh yang saling

    berkaitan. Selain itu juga dilakukan pembandingan pada setiap konfigurasi las

    yang ditentukan oleh peneliti.

    3.10 Kesimpulan

    Penarikan kesimpulan didapatkan setelah analisis data dan hasil pengujian

    dilakukan. Saran diberikan oleh peneliti atau penulis apabila dalam penelitiannya

    terdapat kekurangan dan keterbatasan yang menyebabkan hasil tidak sesuai

    denganyangdiinginkan.

  • 39

    BAB 4

    ANALISA DAN PEMBAHASAN

    4.1 Pengujian makro

    Pengujian ini dilakukan untuk melihat area – area internal dari hasil

    proses pengelasan dengan fokus membandingkan luas HAZ dari proses

    pengelasan pada variasi konfigurasi sambungan las butt joint, lap joint, tee joint,

    dan cruciform joint dengan proses pengelasan SMAW dan GMAW pada plat

    dengan tebal 5 mm dan 10 mm. Hasil pengujian makro dapat dijelaskan dengan

    Gambar 4.1 dan hasil perbandingan dari uji makro pada variasi tersebut dapat

    dilihat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 berikut ini :

    Gambar 4.1 Sketsa foto pengujian makro

    (Sumber : Dokumentasi Pribadi. 2019)

  • 40

    Tabel 4.1 Hasil Uji Makro Plat 5 mm

    (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019)

    Sp

    esim

    en

    Foto Makro Item

    Keterangan

    A B

    TP

    -BS

    -1

    (SM

    AW

    Th

    k 5

    mm

    )

    Luas HAZ

    23.4

    mm2

    22.9

    mm2

    Discontinuity

    Type -

    Remark Accepted

    TP

    -BS

    -2

    (SM

    AW

    Th

    k 5

    mm

    )

    Luas HAZ 27.6

    mm2

    24.4

    mm2

    Discontinuity

    Type -

    Remark Accepted

    TP

    -BS

    -3

    (SM

    AW

    Th

    k 5

    mm

    )

    Luas HAZ

    25.3

    mm2

    26.7

    mm2

    Discontinuity

    Type -

    Remark Accepted

    TP

    -BG

    -1

    (GM

    AW

    Th

    k 5

    mm

    )

    Luas HAZ

    16.3

    mm2

    13.3

    mm2

    Discontinuity

    Type -

    Remark Accepted

  • 41

    Tabel 4.1 Hasil Uji Makro Plat 5 mm ( lanjutan )

    (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019)

    Sp

    esim

    en

    Foto Makro Item

    Keterangan

    A B

    TP

    -BG

    -2

    (GM

    AW

    Th

    k 5

    mm

    )

    Luas HAZ

    15.7

    mm2

    14.0

    mm2

    Discontinuity

    Type -

    Remark Accepted

    TP

    -BG

    -3

    (GM

    AW

    Th

    k 5

    mm

    )

    Luas HAZ

    14.7

    mm2

    16.6

    mm2

    Discontinuity

    Type -

    Remark Accepted

    TP

    -LS

    -1

    (SM

    AW

    Th

    k 5

    mm

    )

    Luas HAZ

    10.5

    mm2

    14.1

    mm2

    Discontinuity

    Type

    Concavity

    1 mm

    Remark Accepted

    TP

    -LS

    -2

    (SM

    AW

    Th

    k 5

    mm

    )

    Lebar HAZ

    10.2

    mm2

    13.2

    mm2

    Discontinuity

    Type -

    Remark Accepted

  • 42

    Tabel 4.1 Hasil Uji Makro Plat 5 mm ( lanjutan )

    (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019)

    Sp

    esim

    en

    Foto Makro Item

    Keterangan

    A B

    TP

    -LS

    -3

    (SM

    AW

    Th

    k 5

    mm

    )

    Luas HAZ 26.3

    mm2

    17.4

    mm2

    Discontinuity

    Type

    Concavity

    1.5 mm

    Remark Accepted

    TP

    -LG

    -1

    (GM

    AW

    Th

    k 5

    mm

    )

    Luas HAZ

    5.3

    mm2

    6.8

    mm2

    Discontinuity

    Type

    Incomplete

    Fusion

    Remark Rejected

    TP

    -LG

    -2

    (GM

    AW

    Th

    k 5

    mm

    )

    Luas HAZ

    6.3

    mm2

    7.2

    mm2

    Discontinuity

    Type

    Concavity

    1 mm

    Remark Accepted

    TP

    -LG

    -3

    (GM

    AW

    Th

    k 5

    mm

    )

    Luas HAZ

    6.0

    mm2

    7.1

    mm2

    Discontinuity

    Type

    Undercut

    1 mm

    Remark Accepted

  • 43

    Tabel 4.1 Hasil Uji MakroPlat 5 mm ( Lanjutan )

    (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019)

    Sp

    esim

    en

    Foto Makro Item

    Keterangan

    A B

    TP

    -TS

    -1

    (SM

    AW

    Th

    k 5

    mm

    )

    Luas HAZ 13.2

    mm2

    20.8

    mm2

    Discontinuity

    Type -

    Remark Accepted

    TP

    -TS

    -2

    (SM

    AW

    Th

    k 5

    mm

    )

    Luas HAZ

    23.2

    mm2

    22.2

    mm2

    Discontinuity

    Type -

    Remark Accepted

    TP

    -TG

    -1

    (GM

    AW

    Th

    k 5

    mm

    )

    Luas HAZ

    3.7

    mm2

    10.3

    mm2

    Discontinuity

    Type

    Concavity

    1 mm

    Remark Accepted

    TP

    -TG

    -2

    (GM

    AW

    Th

    k 5

    mm

    )

    Luas HAZ 5.1

    mm2

    11.7

    mm2

    Discontinuity

    Type

    Concavity

    1 mm

    Remark Accepted

  • 44

    Tabel 4.1 Hasil Uji MakroPlat 5 mm ( Lanjutan )

    (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019)

    Sp

    esim

    en

    Foto Makro Item

    Keterangan

    A B

    TP

    -TG

    -1

    (GM

    AW

    Th

    k 5

    mm

    )

    Luas HAZ

    3.7

    mm2

    10.3

    mm2

    Discontinuity

    Type

    Concavity

    1 mm

    Remark Accepted

    TP

    -TG

    -2

    (GM

    AW

    Th

    k 5

    mm

    )

    Luas HAZ 5.1

    mm2

    11.7

    mm2

    Discontinuity

    Type

    Concavity

    1 mm

    Remark Accepted

    TP

    -TG

    -3

    (GM

    AW

    Th

    k 5

    mm

    )

    Luas HAZ

    5.1

    mm2

    15.3

    mm2

    Discontinuity

    Type

    Concavity

    1 mm

    Remark Accepted

    TP

    -CS

    -1

    (SM

    AW

    Th

    k 5

    mm

    )

    Luas HAZ

    6.8

    mm2

    25.6

    mm2

    Discontinuity

    Type -

    Remark Accepted

  • 45

    Tabel 4.1 Hasil Uji MakroPlat 5 mm ( Lanjutan )

    (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019)

    Sp

    esim

    en

    Foto Makro Item

    Keterangan

    A B

    TP

    -CS

    -2

    (SM

    AW

    Th

    k 5

    mm

    )

    Luas HAZ 5.6

    mm2

    28.3

    mm2

    Discontinuity

    Type -

    Remark Accepted

    TP

    -CG

    -1

    (GM

    AW

    Th

    k 5

    mm

    )

    Luas HAZ 3.5

    mm2

    14.2

    mm2

    Discontinuity

    Type

    Concavity

    1 mm

    Remark Accepted

    TP

    -CG

    -2

    (GM

    AW

    Th

    k 5

    mm

    )

    Luas HAZ 3.4

    mm2

    15.6

    mm2

    Discontinuity

    Type

    Concavity

    1 mm

    Remark Accepted

    TP

    -CG

    -3

    (GM

    AW

    Th

    k 5

    mm

    )

    Luas HAZ 3

    mm2

    14.4

    mm2

    Discontinuity

    Type

    Concavity

    1 mm

    Remark Accepted

  • 46

    Tabel 4.2 Hasil Uji Makro Plat 10 mm

    (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019)

    Sp

    esim

    en

    Foto Makro Item

    Keterangan

    A B

    TP

    -BS

    -4

    (SM

    AW

    Th

    k 1

    0 m

    m)

    Luas HAZ

    31.6

    mm2

    35.5

    mm2

    Discontinuity

    Type

    Linear

    Indication 1

    mm

    Remark Rejected

    TP

    -BS

    -5

    (SM

    AW

    Th

    k 1

    0 m

    m)

    Luas HAZ

    35.0

    mm2

    31.8

    mm2

    Discontinuity

    Type -

    Remark Accepted

    TP

    -BS

    -6

    (SM

    AW

    Th

    k 1

    0 m

    m)

    Luas HAZ 29.8

    mm2

    37.1

    mm2

    Discontinuity

    Type

    Undercut 1

    mm

    Remark Accepted

    TP

    -BG

    -4

    (GM

    AW

    Th

    k 1

    0 m

    m)

    Luas HAZ

    19.8

    mm2

    19.8

    mm2

    Discontinuity

    Type -

    Remark Accepted

  • 47

    Tabel 4.2 Hasil Uji Makro Plat 10 mm ( lanjutan )

    (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019)

    Sp

    esim

    en

    Foto Makro Item

    Keterangan

    A B

    TP

    -BG

    -5

    (GM

    AW

    Th

    k 1

    0 m

    m)

    Luas HAZ 14

    mm2

    13.2

    mm2

    Discontinuity

    Type -

    Remark Accepted

    TP

    -BG

    -6

    (GM

    AW

    Th

    k 1

    0 m

    m)

    Luas HAZ

    17.3

    mm2

    19.4

    mm2

    Discontinuity

    Type -

    Remark Accepted

    TP

    -LS

    -4

    (SM

    AW

    Th

    k 1

    0 m

    m)

    Luas HAZ

    7.1

    mm2

    19.4

    mm2

    Discontinuity

    Type

    Undercut

    < 1mm

    Remark Accepted

    TP

    -LS

    -5

    (SM

    AW

    Th

    k 1

    0 m

    m)

    Luas HAZ

    7.2

    mm2

    19.0

    mm2

    Discontinuity

    Type

    Different leg

    length 3 mm

    Remark Accepted

  • 48

    Tabel 4.2 Hasil Uji Makro Plat 10 mm ( lanjutan )

    (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019)

    Sp

    esim

    en

    Foto Makro Item

    Keterangan

    A B

    TP

    -LS

    -6

    (SM

    AW

    Th

    k 1

    0 m

    m)

    Luas HAZ

    7.2

    mm2

    19.3

    mm2

    Discontinuity

    Type

    Undercut

    < 1 mm

    Remark Accepted

    TP

    -LG

    -4

    (GM

    AW

    Th

    k 1

    0 m

    m)

    Luas HAZ

    7.9

    mm2

    11.5

    mm2

    Discontinuity

    Type -

    Remark Accepted

    TP

    -LG

    -5

    (GM

    AW

    Th

    k 1

    0 m

    m)

    Luas HAZ 5.2

    mm2

    16.3

    mm2

    Discontinuity

    Type

    Incomplete

    Fusion

    Remark Rejected

    TP

    -LG

    -6

    (GM

    AW

    Th

    k 1

    0 m

    m)

    Luas HAZ 7.2

    mm2

    17.8

    mm2

    Discontinuity

    Type -

    Remark Accepted

  • 49

    Tabel 4.2 Hasil Uji Makro Plat 10 mm ( lanjutan )

    (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019)

    Sp

    esim

    en

    Foto Makro Item

    Keterangan

    A B

    TP

    -TS

    -4

    (SM

    AW

    Th

    k 1

    0 m

    m)

    Luas HAZ

    6.4

    mm2

    25.6

    mm2

    Discontinuity

    Type -

    Remark Accepted

    TP

    -TS

    -5

    (SM

    AW

    Th

    k 1

    0 m

    m)

    Luas HAZ 10.4

    mm2

    20.4

    mm2

    Discontinuity

    Type -

    Remark Accepted

    TP

    -TS

    -6

    (SM

    AW

    Th

    k 1

    0 m

    m) Luas HAZ

    5.1

    mm2

    9.2

    mm2

    Discontinuity

    Type -

    Remark Accepted

    TP

    -TG

    -4

    (GM

    AW

    Th

    k 1

    0 m

    m)

    Luas HAZ

    5.5

    mm2

    13.4

    mm2

    Discontinuity

    Type

    Incomplete

    Fusion

    Remark Rejected

  • 50

    Tabel 4.2 Hasil Uji Makro Plat 10 mm ( lanjutan )

    (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019)

    Sp

    esim

    en

    Foto Makro Item

    Keterangan

    A B

    TP

    -TG

    -5

    (GM

    AW

    Th

    k 1

    0 m

    m)

    Luas HAZ

    4.7

    mm2

    14.5

    mm2

    Discontinuity

    Type

    Linear

    Indication

    0.5 mm

    Remark Accepted

    TP

    -TG

    -6

    (GM

    AW

    Th

    k 1

    0 m

    m)

    Luas HAZ

    6

    mm2

    10.0

    mm2

    Discontinuity

    Type

    Linear

    Indication

    0.5 mm

    Remark Accepted

    TP

    -CS

    -4

    (SM

    AW

    Th

    k 1

    0 m

    m)

    Luas HAZ

    6.4

    mm2

    10.2

    mm2

    Discontinuity

    Type -

    Remark Accepted

    TP

    -CS

    -5

    (SM

    AW

    Th

    k 1

    0 m

    m)

    Luas HAZ

    9.3

    mm2

    13.6

    mm2

    Discontinuity

    Type -

    Remark Accepted

  • 51

    Tabel 4.2 Hasil Uji Makro Plat 10 mm ( lanjutan )

    (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019)

    Sp

    esim

    en

    Foto Makro Item

    Keterangan

    A B

    TP

    -CS

    -6

    (SM

    AW

    Th

    k 1

    0 m

    m)

    Luas HAZ

    7.5

    mm

    12.9

    mm

    Discontinuity

    Type -

    Remark Accepted

    TP

    -CG

    -4

    (GM

    AW

    Th

    k 1

    0 m

    m)

    Luas HAZ 6

    mm

    9.7

    mm

    Discontinuity

    Type

    Incomplete

    Fusion

    Remark Rejected

    TP

    -CG

    -5

    (GM

    AW

    Th

    k 1

    0 m

    m)

    Luas HAZ

    7.7

    mm

    9.0

    mm

    Discontinuity

    Type

    Incomplete

    Fusion

    Remark Rejected

    TP

    -CG

    -6

    (GM

    AW

    Th

    k 1

    0 m

    m)

    Luas HAZ

    7.5

    mm

    12.0

    mm

    Discontinuity

    Type

    Incomplete

    Fusion

    Remark Rejected

  • 52

    Dari hasil pengamatan makro etsa dengan etsa yang baik akan memudahkan

    untuk menganalisa lebar HAZ anatara kedua base metal yang dapat dilihat pada

    Tabel 4.3. Dari hasil pengamatan di atas didapatkan hasil sebagai berikut :

    Tabel 4.3 Luas HAZ Rata-rata

    Tebal

    (mm) Proses

    Rata-rata (mm2)

    Butt Lap Tee Cruciform

    5 SMAW 21.3 15.3 19..9 16.6

    GMAW 15.1 6.5 8.5 9.0

    10 SMAW 33.5 13.2 12.9 10.0

    GMAW 17.3 11.0 9.0 8.7

    (Sumber : Hasil penelitian, 2019)

    1. Spesimen dengan jenis sambungan butt menghasilkan lebar HAZ yang

    paling lebar antara material uji. Hal ini bisa terjadi karena perambatan

    panas saat proses pengelasan material uji sama besarnya antara kedua

    material pada butt joint.

    2. Spesimen dengan jenis sambungan lap, dan tee menghasilkan lebar HAZ

    yang lebih sempit secara berurutan diantara spesimen uji lainnya. Hal ini

    dapat terjadi karena penyebaran panas yang terjadi lambat dan kondisi ini

    membuat fillet weld rentan terhadap perubahan metalurgi yang tidak

    seragam dibandingan dengan butt weld (R.S. Parmar, 1997).

    3. Sedangkan untuk sambungan cruciform memiliki lebar HAZ paling

    sempit daripada spesimen uji lainnya. Hal ini disebabkan oleh penyebaran

    panas yang lebih lama daripada sambungan lap dan tee karena luasan

    yang ditempuh panas untuk menyebar lebih luas.

    4. Menurut (M. Dzauqi Adam, 2014) perubahan ukuran HAZ disebabkan

    oleh proses pendinginan dari suatu material itu sendiri. Jadi, pada

    penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perubahan ukuran HAZ

    disebabkan oleh perbedaan kecepatan pendinginan dari setiap variasi

    konfigurasi sambungan las yang terjadi karena perbedaan luas permukaan

    yang mana semakin besar luas permukaan maka semakin cepat

    pendinginan yang terjadi.

  • 53

    4.2 Pengujian mikro

    Uji mikro dilakukan pengambilan gambar dengan perbesaran 200X dan

    500X pada tiap – tiap spesimen variasi konfigurasi las dengan proses pengelasan

    SMAW dan GMAW pada plat dengan tebal 5 mm dan 10 mm. Titik pengambilan

    gambar yaitu pada daerah base metal¸ heat affected zone, dan weld metal. Hasil

    gambar dari uji mikro dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut :

    Tabel 4.4 Hasil Uji Mikro Plat 5mm

    (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019)

    Area Base Metal

    Sp

    esim

    en

    t

    Perbesaran

    200X 500X

    Bu

    tt J

    oin

    t

    La

    p J

    oin

    t

    Tee

    Jo

    int

    Cru

    cif

    orm

    Jo

    int

    α

    pearlite

    α

    pearlite

    α

    pearlite

    α

    pearlite

  • 54

    Tabel 4.4 Hasil Uji Mikro Plat 5mm ( Lanjutan )

    (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019)

    Area HAZ

    Sp

    esim

    en

    t

    Perbesaran

    200X 500X

    Bu

    tt J

    oin

    t

    La

    p J

    oin

    t

    Tee

    Jo

    int

    Cru

    cif

    orm

    Jo

    int

    Ket

    era

    ng

    an

    Fasa :

    (α + Fe3C) pearlite (berwarna gelap)

    (α) ferrite (berwarna terang)

    α

    pearlite

    α

    pearlite

    α

    pearlite

    α

    pearlite

  • 55

    Tabel 4.4 Hasil Uji Mikro Plat 5mm ( Lanjutan )

    (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019)

    Area Weld Metal

    Sp

    esim

    en

    t Perbesaran

    200X 500X

    Bu

    tt J

    oin

    t

    La

    p J

    oin

    t

    Tee

    Jo

    int

    Cru

    cif

    orm

    Jo

    int

    α

    pearlite

    α

    pearlite

    α

    pearlite

    α

    pearlite

  • 56