Upload
vohanh
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS YURIDIS PENJATUHAN PIDANA PENCABUTAN HAK-HAKPOLITIK TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI
(Studi Putusan Nomor 36/PID/TPK/2013/PT.DKI)
(Skripsi)
Oleh
JIMMY SEPTIAN
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
ABSTRACT
THE ANALYSIS OF CRIMINAL CLIMATE CLAIMING THEPOLITICAL RIGHTS TO THE CRIMINAL ACT OF CORRUPTION
(Study of Decision Number 36 / PID / TPK / 2013 / PT.DKI)
By:
Jimmy Septian. Student of Criminal Law Department Faculty of LawUniversity of Lampung. Email: [email protected]. Maroni,DiahGustiniati M. Criminal Law Department Faculty of Law University ofLampung Jalan Soemantri Brojonegoro Number 1 Bandar Lampung 35145.
Corruption is a special crime and is an extraordinary crime stipulated in a specialcriminal law. The imposition of criminal revocation of political rights obtained byconvict Djoko Susilo in the corruption case imposed by the judges of Jakarta HighCourt resulted in pros and cons among Indonesian society. As for the formulationof the problem in this study is the basis of judges' consideration in the impositionof criminal deprivation of political rights against the perpetrators of corruptionand whether the application of the imposition of criminal deprivation of politicalrights against the perpetrators of corruption crimes fulfills the sense of justice forthe defendant and the people as victims in a human rights perspective.
This research uses normative juridical approach and empirical jurisdiction becausethis research is a combination of normative research with empirical. The data usedare primary data and secondary data consisting of primary legal materials,secondary legal materials, and tertiary legal materials. This research is thenanalyzed descriptively qualitative.
The results of the study and discussion pointed to the judges' consideration in thecriminal imposition in the case of Djoko Susilo in the addition of additionalpenalty in the form of the revocation of political rights in terms of juridicalaspects of the panel of judges using the theory of scientific approach anddecidendi ratio. The application of this criminal in terms of philosophical andsociological aspects is a means of penal to overcome corruption that has the effectof harassment for the convicted person. The perspective of justice in therevocation of the political rights of corruption convicted crime is inconsistent,because it is not contradictory to human rights and clearly there are arrangementsand limitations in accordance with the Constitutional Court Decision Number 4 /PUUVII / 2009.
The suggestion given is that the Judge in imposing additional criminal repeal ofpolitical rights must state how long the right is revoked, as regulated in Article 38of the Criminal Code and which is stipulated by the Constitutional Court DecisionNo 4 / PUUVII / 2009Kata Kunci: Penjatuhan Pidana Pencabutan Hak-HakPolitik, Korupsi.
i
ABSTRAK
ANALISIS YURIDIS PENJATUHAN PIDANA PENCABUTAN HAK-HAKPOLITIK TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI
(Studi Putusan Nomor 36/PID/TPK/2013/PT.DKI)
Oleh:
JIMMY SEPTIAN
Korupsi merupakan tindak pidana khusus dan merupakan extra ordinary crimeyang diatur dalam hukum pidana khusus. Penjatuhan pidana pencabutan hak-hakpolitik yang didapatkan oleh terpidana Djoko Susilo dalam kasus korupsi yangdijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menimbulkan prodan kontra di kalangan masyarakat Indonesia. Adapun yang menjadi rumusanmasalah dalam penelitian ini adalah dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhkanpidana pencabutan hak-hak politik terhadap pelaku tindak pidana korupsi danapakah penerapan penjatuhan pidana pencabutan hak-hak politik terhadap pelakutindak pidana korupsi memenuhi rasa keadilan bagi terdakwa dan rakyat selakukorban dan dalam perspektif HAM.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yurisdis empiriskarena penelitian ini merupakan kombinasi antara penelitian normatif denganempiris. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang terdiridari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.Penelitian ini selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan dasar pertimbangan hakim dalampenjatuhan pidana pada kasus Djoko Susilo dalam penjatuhan pidana tambahanberupa pencabutan hak politik dari segi aspek yuridis majelis hakim menggunakanteori pendekatan keilmuan dan ratio decidendi. Penerapan pidana ini dari segiaspek filosofis dan sosiologis merupakan sarana penal untuk menanggulangitindak pidana korupsi yang memiliki efek penjeraan bagi terpidana. Perspektifkeadilan dalam pencabutan hak politik terpidana korupsi sudah sesuai, karena haltersebut tidak bertentangan dengan HAM dan jelas ada pengaturannya danbatasannya sesuai dengan Putusan MK Nomor 4/PUUVII/ 2009.
Saran yang diberikan adalah Hakim dalam menjatuhkan pidana tambahanpencabutan hak-hak politik harus mencantumkan berapa lama hak tersebutdicabut, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 38 KUHP dan yang diatur PutusanMK No 4/PUUVII/2009
Kata Kunci: Penjatuhan Pidana Pencabutan Hak-Hak Politik, Korupsi.
ANALISIS YURIDIS PENJATUHAN PIDANA PENCABUTAN HAK-HAKPOLITIK TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI
(Studi Putusan Nomor 36/PID/TPK/2013/PT.DKI)
Oleh
JIMMY SEPTIAN
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai GelarSARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum PidanaFakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang, pada tanggal 18 September 1993,
dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari Bapak
Rusdan dan Ibu Nizma.
Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-kanak Kencana Palembang yang
diselesaikan pada tahun 1999, penulis melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri 14
Palembang diselesaikan pada tahun 2005, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
ditempuh di SMP Negeri 17 Palembang diselesaikan pada tahun 2008, dan
menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1
Palembang pada tahun 2011. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas
Hukum Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN Undangan pada tahun 2011.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan pada
Universitas Lampung maupun pada Fakultas Hukum Universitas Lampung yaitu
dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas penulis aktif dalam Badan Eksekutif
Mahasiswa Unila (BEM-U) yang bermula menjadi Korps Muda BEM-U pada
tahun 2011 dan diangkat sebagai Staf Ahli sekaligus menjadi Wakil Menteri pada
Kementrian Aksi dan Propaganda pada tahun 2012. Dalam Kegiatan BEM-U
penulis pernah mendapat penghargaan Orator dan Propaganda terbaik pada tahun
2012. Dalam organisasi pada Fakultas Hukum Universitas Lampung penulis ikut
serta dalam Bidang Konsultasi dan Bantuan Hukum FH Unila (BKBH) sebagai
vi
Paralegal periode 2013/2014. Penulis juga aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa
Fakultas (UKM-F) Pusat Studi Bantuan Hukum (PSBH) dan diangkat sebagai
Ketua Umum periode pada tahun 2014. Dalam kegiatan UKM-F PSBH penulis
pernah dikirim untuk mewakili Universitas Lampung untuk mengikuti Kompetisi
Peradilan Semu atau yang sering disebut National Moot Court Competition
(NMCC) Piala Jaksa Agung III di Universitas Pancasila Jakarta pada tahun 2012.
vii
MOTO
Hidup Itu Seperti Sebuah Game Bertemakan Petualangan, Kita Harus Selalu
Berusaha Untuk Mencapai Tujuan Dari Game Tersebut, Sampai Nanti Berhenti
Jika “Game Over”
(Jimmy Septian)
“Tidak ada kebaikan ibadah yang tidak ada ilmunya dan tidak ada kebaikan ilmu
yang tidak dipahami dan tidak ada kebaikan bacaan kalau tidak ada perhatian
untuknya”.
(Sayidina Ali Karamallahu Wajhah)
“Janganlah sekali-kali engkau meremehkan suatu perbuatan baik walaupun hanya
menyambut saudaramu dengan muka yang manis”.
(HR. Muslim)
Berhentilah mengkhawatirkan masa depan, syukurilah hari ini, dan hiduplah
dengan sebaik-baiknya karena Tuhan tidak mengharuskan kita sukses, Tuhan
hanya mengharapkan kita mencoba
(Mario Teguh)
ix
PERSEMBAHAN
Atas Ridho Allah SWT dan dengan segala kerendahan hati
kupersembahkan skripsiku ini kepada:
Ayah yang aku hormati Rusdan dan Ibu yang kusayangi Nizma,
Yang selama ini telah banyak berkorban, selalu berdoa dan menantikan
keberhasilanku
Kepada kedua adikku tersayang Joddy Franata, A.md dan Jenny Agustriani,
Yang selalu memberikan semangat, mendukung, dan mendoakanku
Almamater tercinta Universitas Lampung
Tempatku memperoleh ilmu dan merancang mimpi yang menjadi sebagian jejak
langkahku menuju kesuksesan.
x
SANWACANA
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, Tuhan sekalian alam yang maha kuasa atas bumi, langit dan seluruh
isinya, serta hakim yang maha adil di yaumil akhir kelak. Sebab, hanya dengan
kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
“Analisis Yuridis Penjatuhan Pidana Pencabutan Hak-Hak Politik Terhadap
Pelaku Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Nomor
36/PID/TPK/2013/PT.DKI)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, saran
dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan untuk
pengembangan dan kesempurnaan skripsi ini.
Penyelesaian penelitian ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari
berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Armen Yasir, S.H.,M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung
2. Bapak Eko Raharjo, S.H.,M.H, selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas
Hukum Universitas Lampung
xi
3. Bapak Dr. Maroni, S.H.,M.H, selaku Pembimbing I atas kesabaran dan
kesediaan meluangkan waktu disela-sela kesibukannya, mencurahkan segenap
pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses
penyelesaian skripsi ini
4. Ibu Diah Gustiniati M, S.H.,M.Hum., selaku Pembimbing II yang telah
bersedia untuk meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya,
memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi
ini
5. Bapak Eko Raharjo, S.H.,M.H., selaku Pembahas I yang telah memberikan
kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini
6. Ibu Dona Raisa Monica, S.H.,M.H., selaku Pembahas II yang telah
memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini
7. Ibu Rini Fathonah, S.H.,M.H., selaku Pembimbing Akademik, yang telah
membantu penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas
Lampung
8. Seluruh dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang penuh dedikasi
dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta segala bantuan
yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi
9. Teristimewa untuk kedua orangtuaku Ayah Rusdan dan Ibu Nizma yang telah
menjadi pahlawan terhebat dalam hidupku, yang tiada hentinya melelahkan
diri memberikan kasih sayang, semangat, dan doa yang tak pernah putus untuk
kebahagian dan kesuksesanku. Terimakasih atas segalanya semoga kelak
dapat membahagiakan, membanggakan, dan selalu bisa membuat kalian
tersenyum dalam kebahagiaan
xii
10. Kedua Adikku Joddy Franata, A.md dan Jenny Agustriani, terima kasih
untuk selalu mendoakan dan menyemangati. Aku akan berusaha menjadi
saudara yang mampu membanggakan kalian Semoga kita dapat menjadi anak
yang dibanggakan oleh ayah dan ibu
11. Untuk Kedua Orang Tua Angkatku, Bapak H. Bambang Basuki dan Ibu Hj.
Satmiati. Terima kasih kalian telah menjadi orang tuaku di tanah rantauan ini,
terima kasih telah menerimaku dan merawatku selayaknya anak sendiri. Aku
tidak akan melupakan jasa kalian kepadaku.
12. Untuk Kakak Angkatku Angga Adiyama Dasa Putra, dari beliau mendapatkan
banyak sekali ilmu tentang arti kehidupan dan agama islam, dan dari beliau
juga penulis merasakan sosok dari seorang kakak yang sangat dewasa dan
mengayomi penulis.
13. Orang terhebat yang ada di hidupku Yola Dwi Anggraeni, S.H. Darinya
penulis banyak belajar untuk tidak pernah menyerah dan selalu memperbaiki
diri. Terima kasih telah menjadi penyayang yang baik, pendengar setia,
pemerhati, dan penasihat tersabar bagi Penulis
14. Sahabat-sahabatku tersayang Muhammad Akbar, S.H., Muhammad Haris
Fikri, S.H., Birsye Niadora, S.H., M. Harry Satya, S.H., Muhammad Agung
Akbar, S.kom., Alfat Febrian Dani, A.md dan Bowo, A.md terimakasih untuk
persahabatan selama ini semoga kita bisa tetap saling membantu dan
menyemangati satu sama lain dalam menyelesaikan studi di Universitas
Lampung ini
xiii
15. Teman-Teman Game Online DOTA 2, Yaitu Nando, Feri, Rizki Begal,
Deffilu, Candyko, Tryo, Alpat, Bowo, firman, akbar. Terima kasih untuk
kesenangan bermain bersama dan menemani penulis selama ini.
16. Keluarga besar UKMF PSBH, Tim MCC UP, kalian keluarga yang luar biasa,
terima kasih untuk kebersamaan, pengalaman serta ilmu yang berharga yang
tidak saya temukan dalam perkuliahan dan hanya saya temukan di PSBH
17. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan dan
dukungannya
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan budi baik yang telah
diberikan kepada penulis. Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang
sederhana ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi penulis
dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.
Bandar Lampung, April 2017
Penulis,
Jimmy Septian
xiv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................... iHALAMAN JUDUL .. ................................................................................... iiHALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... iiiHALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ivRIWAYAT HIDUP .........................................................................................vMOTO .......................................................................................................... viiiHALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... ixSANWACANA ................................................................................................xDAFTAR ISI ……………………………………………………………… xiv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang . .................................................................................. 1
B. Permasalahan Dan Ruang Lingkup .................................................... 7
C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian . ..................................................... 7
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ..................................................... 8
E. Sistematika Penulisan . ..................................................................... 15
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Tindak Pidana dan Tindak Pidana Korupsi .................... 17
B. Macam-Macam Hak Politik Warga Negara Indonesia (WNI) . ....... 21
C. Jenis Pidana Pada Tindak Pidana Korupsi MenurutUU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun2001 .................................................................................................. 23
D. Tugas dan Kewenangan Hakim dalam MenanganiPerkara Pidana.. ................................................................................ 26
xv
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah ......................................................................... 29
B. Sumber dan Jenis Data ..................................................................... 29
C. Penentuan Narasumber . ................................................................... 31
D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data . .................................. 31
E. Analisis Data ........................................................................ ............ 32
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Dasar Pertimbangan Pada Putusan Pencabutan Hak Politik Kasus Joko
Susilo Pada Putusan Nomor 36/PID/TPK/2013/PT.DKI ................... 34
1. Aspek Yuridis ................................................................................. 36
2. Aspek Kelembagaan........................................................................ 48
2.a. Komisi Pemberantasan Korupsi ............................................... 48
2.b. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.......................................... 56
B. Penjatuhan Pidana Tambahan Pencabutan Hak Politik Djoko Susilo Dari
Perspektif Keadilan Dan HAM . ......................................................... 59
1. Aspek Filosofis dan Aspek Sosiologis............................................ 61
2. Pencabutan Hak Politik Dalam Perspektif HAM ........................... 70
V. PENUTUP
A. Simpulan ....................................................................................... 74
B. Saran . ............................................................................................ 75
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara Kesatuan dan merupakan Negara Hukum yaitu
dimana segala hal diatur secara hukum baik itu tertulis maupun tidak tertulis. Ilmu
hukum dibagi menjadi lima bidang yaitu hukum perdata, hukum pidana, hukum
tata negara, hukum administrasi negara dan hukum International. 1 Dalam
kehidupan sehari-hari manusia sering dihadapkan pada suatu kebutuhan yang
mendesak, kebutuhan pemuas diri. Bahkan kebutuhan itu timbul karena keinginan
atau desakan untuk mempertahankan status diri. Untuk memenuhi kebutuhan yang
mendesak biasanya sering dilaksanakan tanpa pemikiran matang yang dapat
merugikan lingkungan atau manusia lain. Hal seperti itu akan menimbulkan suatu
akibat negatif yang tidak seimbang dengan suasana dan kehidupan yang bernilai
baik. Untuk mengembalikan kepada sususan dan kehidupan yang bernilai baik,
diperlukan suatu pertanggungjawaban dari pelaku yang telah menciptakan
ketidakseimbangan.
Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah tindak pidana tidak dapat dihindari dan
memang selalu ada, sehingga wajar menimbulkan keresahan. Manusia
mempunyai naluri alami di dalam dirinya untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi
terkadang manusia memenuhi kebutuhan akan dirinya dalam keadaan mendesak
1 Adam Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana bagian I, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2002, hlm 5.
2
baik dari dalam dirinya maupun desakan dari luar. Dalam pemenuhan kebutuhan
dirinya itu tidak jarang manusia melakukan dengan segala cara meskipun itu
melanggar hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Contoh konkrit di
dalam kehidupan yang terjadi adalah tindak pidana korupsi.
Korupsi merupakan tindak pidana khusus dan merupakan extraordinary crimedan
diatur di dalam hukum pidana khusus. Artinya adalah ketentuan-ketentuan hukum
pidana yang ditetapkan berlaku untuk golongan orang tertentu atau yang
berhubungan dengan perbuatan-perbuatan tertentu. 2 Contohnya: KUHPM,
Undang-Undang Peradilan Militer, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi,
Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi, Undang-Undang Narkotika, dan
sebagainya. Jadi hukum pidana khusus, mengatur kekhususan terhadap
pelaku/orangnya yang melakukan tindak pidana maupun perbuatan tertentu yang
dilarang.
Korupsi berasal dari bahasa latin Corruptio atau Corruptus, yang kemudian
diadopsi oleh banyak bahasa di Eropa, misalnya di Inggris dan Perancis
Corruption serta belanda Corruptie, dan selanjutnya dipakai pula dalam bahasa
Indonesia Korupsi.3 Secara harafiah/bahasa sehari-hari korupsi berarti kebusukan,
keburukan, ketidakjujuran, dapat disuap. Korupsi diartikan sebagai perbuatan
yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.4
Sementara korupsi itu sendiri diatur didalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak
2 Tri Andrisman, Hukum Pidana : Asas-Asas Dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia,Bandar Lampung, Penerbit Universitas Lampung, 2011, hlm 9.
3 Ibid, hlm 37.4 WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka,1976, hlm 70.
3
Pidana Korupsi diatur di dalam Pasal 2 ayat 1 yang berbunyi “Setiap orang yang
secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana penjara dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”. 5 Berdasarkan
pemaparan Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi maka terlihat sanksi pidana yang dijatuhkan baik sanksi
berupa denda maupun sanksi berupa penjara yang tergolong lama.
Rangka mewujudkan supremasi hukum, pemerintah telah meletakkan landasan
kebijakan yang kuat dalam usaha memerangi tindak pidana korupsi. Semua
kebijakan tersebut tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 20 tahun 2001, badan khusus tersebut disebut Komisi
Pemberantasan Korupsi yang memiliki kewenangan melakukan koordinasi dan
supervisi, termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. 6
Komisi pemberantasan korupsi telah memberikan kontribusi yang positif dan
pesat dalam memberantas korupsi di Indonesia, kewenangannya yang independen
dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penututan terlepas dari intervensi
5Pasal 2 Ayat 1Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-UndangNomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
6 Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi Edisi Kedua, Jakarta, Sinar Grafika, 2012,hlm 69.
4
dari pihak pemerintah maupun pihak politik. Terlepas dari hal tersebut, KPK
haruslah tetap menyerahkan dalam hal mengadili terdakwa ke pihak kehakiman
yaitu pengadilan tindak pidana korupsi yang khusus dibangun untuk mengadili
para terdakwa tindak pidana korupsi. Pengadilan tindak pidana korupsi dalam
sejarah berdirinya hingga sekarang telah banyak menjatuhkan vonis pidana
penjara dari yang tergolong ringan sampai berat sekalipun. Banyak keluhan dari
pihak masyarakat yang merindukan dan mengharapkan hukuman yang berat dan
membuat jera para pelaku tindak pidana korupsi ini sendiri. Sementara di dalam
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 (Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan
Pasal 14) mengatur hukuman pokok itu seperti hukuman denda, pidana penjara,
sementara waktu, seumur hidup dan pidana mati.7
Terlepas dari pidana pokok yang telah diatur secara khusus di Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, diatur juga
dalam Pasal 18 bahwa pidana tambahan berupa perampasan barang bergerak,
pembayaran uang pengganti, penutupan seluruh atau sebagian perusahaan,
pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu, jika tidak dapat membayar
uang pengganti maka barang milik dilelang dan disita negara.8
Selama ini hakim pengadilan tindak pidana korupsi hanya menjatuhkan pidana
penjara yang tergolong ringan dan tidak terlalu lama, hanya dijatuhkan pidana
penjara 4 (empat) sampai 6 (enam) tahun bahkan hanya dijatuhkan satu tahun. Hal
itu dikarenakan para pelaku tindak pidana korupsi selalu mencari celah hukum
dan memanfaatkan hasil uang korupsi mereka untuk membayar pengacara mahal
7 Darman Prinst, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti,2002,hlm 69.
8Ibid, hlm 71.
5
dan berkualitas dan selalu berusaha untuk mengajukan upaya banding pada
pengadilan tinggi dan kasasi pada mahkamah agung akan putusan hakim yang
sebelumnya yang dirasa berat menurut terdakwa.
Tahun 2013 terjadi hal yang mengejutkan di daerah kekuasaan kehakiman
pengadilan tindak pidana korupsi sampai di tingkat kasasi yaitu pada kasus
simulator untuk ujian memperoleh surat izin mengemudi (SIM) yaitu terdakwa
Djoko Susilo yang dijatuhi pidana tambahan di dalam amar putusan hakim yaitu
berupa penjatuhan pidana pencabutan hak-hak politik, hilangnya jabatan publik di
pemerintahan dan hilangnya hak untuk memilih dan hak untuk dipilih. Penjatuhan
pidana tambahan seperti ini sungguh mengagetkan dikarenakan selama berdirinya
KPK dan pengadilan yang memutus dan mengadili tindak pidana korupsi tidak
pernah dijatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak politik. Pidana
pencabutan hak politik sebenarnya bukan pidana baru dalam sistem pemidanaan
Indonesia. Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur
tentang jenis pidana. Dimana pidana pokok terdiri dari pidana mati, pidana
penjara, pidana kurungan, pidana denda dan pidana tutupan, sedangkan pidana
tambahan terdiri dari pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang
tertentu, dan pengumuman putusan hakim.
Pencabutan hak-hak politik yang dijatuhkan pengadilan tinggi mengakibatkan
Djoko Susilo tidak dapat memiliki jabatan di pemerintahan ataupun dalam hal
berpolitik, terdakwa juga tidak mempunyai hak lagi untuk dipilih masyarakat dan
memilih dalam pemilihan politik berarti secara langsung terdakwa kehilangan hak
politiknya dan hak suaranya. Kehilangan hak politik sama dengan kehilangan hak
asasi manusia. Hak politik masuk dalam salah satu hak yang dilindungi dalam diri
6
manusia. Banyak kalangan pengamat hukum pidana berpendapat tidak sepakat
dengan dijatuhkannya pidana berupa pencabutan hak-hak politik tapi tidak sedikit
juga dari kalangan masyarakat dan para pengamat berpendapat putusan pidana
pencabutan hak-hak politik yang dijatuhi hakim telah memenuhi rasa keadilan dan
membuat jera pelaku dan membuat takut masyarakat atau pejabat yang ingin
melakukan tindak pidana korupsi.
Melihat kenyataan dan berdasarkan pemaparan tentang kasus Djoko Susilo yang
dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak politik dan untuk
mengetahui pertimbangan hakim pengadilan tinggi dalam menjatuhkan pidana
tambahan ini, maka penulis tertarik menyusun skripsi yang berjudul “Analisis
Yuridis Penjatuhan Pidana Pencabutan Hak-Hak Politik Terhadap Pelaku Tindak
Pidana Korupsi (Studi Putusan Nomor 36/PID/TPK/2013/PT.DKI)”.
7
B. Permasalahan Dan Ruang Lingkup
1. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka dalam penelitian ini ada
beberapa masalah yang dirumuskan dan dicari penyelesainnya secara ilmiah.
Beberapa masalah tersebut sebagai berikut:
1. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhkan pidana
pencabutan hak-hak politik terhadap pelaku tindak pidana korupsi ?
2. Apakah penerapan penjatuhan pidana pencabutan hak-hak politik terhadap
pelaku tindak pidana korupsi dapat memenuhi rasa keadilan bagi terdakwa dan
rakyat selaku korban dan dalam perspektif HAM ?
2. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah merupakan kajian dalam Hukum
Pidana yang mana membahas mengenai Analisis Yuridis Penjatuhan Pidana
Pencabutan Hak-Hak Politik Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi (Studi
Putusan Nomor 36/PID/TPK/2013/PT.DKI). Ruang lingkup penelitian yaitu di
Pengadilan Tinggi Lampung terkait dijatuhkan pidana pencabutan hak politik.
C. Tujuan Penelitian Dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhkan pidana
pencabutan hak-hak politik terhadap pelaku tindak pidana korupsi.
8
2. Untuk mengetahui penjatuhan pidana pencabutan hak-hak politik telah
memenuhi rasa keadilan bagi terdakwa dan rakyat selaku korban dan dalam
perspektif HAM.
2. Kegunaan Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai berikut :
1. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian ilmu
pengetahuan hukum khususnya di dalam Hukum Pidana, dalam rangka
memberikan penjelasan mengenai Penjatuhan Pidana Pencabutan Hak-Hak Politik
Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Nomor
36/PID/TPK/2013/PT. DKI).
2. Kegunaan Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi
rekan-rekan mahasiswa selama mengikuti program perkuliahan Hukum Pidana
khususnya pada Fakultas Hukum Universitas Lampung dan masyarakat umum
mengenai Penjatuhan Pidana Pencabutan Hak-Hak Politik Terhadap Pelaku
Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Nomor 36/PID/TPK/2013/PT.DKI).
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil
pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan
9
identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.9
Adapun teori yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah teori dasar-dasar
pertimbangan hakim dan teori keadilan substantif.
Teori dasar pertimbangan hakim adalah dasar pertimbangan Hakim dalam
menjatuhkan putusan dalam tindak pidana korupsi didasarkan pada banyak hal.
Diantaranya adalah bukti-bukti yang diajukan, keterangan saksi, keterangan
terdakwa, dan surat dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum. Hakim
dalam memeriksa dan memutus perkara memiliki kebebasan, namun kebebasan
hakim tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor seperti sistem pemerintahan,
politik, ekonomi dan sebagainya. Kebebasan Hakim tersebut diberikan dalam
rangka mengemban tugas untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan
Pancasila dengan jalan menafsirkan hukum dan mencari dasar-dasar serta asas-
asas yang jadi landasannya, melalui perkara-perkara yang dihadapkan kepadanya,
sehingga keputusannya mencerminkan perasaan keadilan Bangsa dan Rakyat
Indonesia.
Menurut Pasal 8 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman menyatakan bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan,
dituntut dan/atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah
sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah
memperoleh kekuatan hukum tetap. Menurut Pasal 28 Undang-Undang
Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa hakim wajib menggali, mengikuti dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
9Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 2010, hlm.125
10
Hakim sebagai orang yang menjalankan hukum berdasarkan keadilan dalam
menjatuhkan putusan terhadap perkara yang ditanganinya tetap berlandaskan
aturan yang berlaku dalam Undang-Undang dan memakai pertimbangan
berdasarkan data-data yang autentik serta para saksi yang dapat dipercaya. Tugas
hakim tersebut dapat dilihat dalam Pasal 191 ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP) yang menyatakan “jika
pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan sidang, kesalahan terdakwa
atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas”.
Mengenai alat bukti yang dipergunakan sebagai bahan pertimbangan hakim,
terdapat dalam Pasal 183 dan 184 KUHAP yang menyebutkan bahwa harus ada
alat-alat bukti yang sah, dimana alat bukti tersebut berupa keterangan saksi,
keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa seperti hal ini bertujuan
untuk mendapat keyakinan hakim bahwa suatu tindak pidana telah terjadi dan
terdakwalah yang bersalah. Menurut Mackenzie ada beberapa teori pendekatan
yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan
putusan dalam suatu perkara yaitu sebagai berikut:10
a. Teori Keseimbangan
Keseimbangan di sini adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang
ditentukan oleh Undang-Undang dan kepentingan pihak-pihak yang
tersangkut atau berkaitan dengan perkara.
b. Teori Pendekatan Seni dan Intuisi
10 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif, Jakarta, SinarGrafika, 2010, hlm. 106.
11
Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan suatu putusan,
lebih ditentukan oleh instink atau intuisi daripada pengetahuan dari hakim.
c. Teori Pendekatan Keilmuan
Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa dalam
memutus suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi atau
instink semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan
juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus
diputuskannya.
d. Teori Pendekatan Pengalaman
Pengalaman seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam
menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari.
e. Teori Ratio Decidendi
Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar,
mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang
disengketakan.
f. Teori Kebijaksanaan
Aspek ini menekankan bahwa pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang
tua ikut bertanggung jawab untuk membimbing, membina, mendidik, dan
melindungi anak agar kelak dapat menjadi manusia yang berguna bagi
keluarga, masyarakat, dan bagi bangsanya.
Putusan hakim harus berdasar penafsiran hukum yang sesuai dengan rasa keadilan
yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat, juga faktor lain yang
mempengaruhi faktor budaya, sosial, ekonomi, politik dan lain-lain. Hakim dalam
12
memberikan putusan terhadap kasus yang sama dapat berbeda karena antara
hakim yang satu dengan yang lainnya mempunyai cara pandang serta dasar
pertimbangan yang berbeda pula.
Selanjunya adalah teori keadilan substantif. Teori ilmu hukum membagi hukum
keadilan menjadi 2 jenis yaitu keadilan substantif dan keadilan prosedural. Jika
dikaitkan dengan hukum pidana teori keadilan substantif berkaitan dengan hukum
materiil. Teori keadilan substantif adalah keadilan yang diberikan sesuai dengan
aturan-aturan hukum substantif, dengan tanpa melihat kesalahan-kesalahan
prosedural yang tidak berpengaruh pada hak-hak substantif dari pihak
penggugat.11
Hakim berpedoman pada paradigma keadilan substantif. Penekanan pada keadilan
substantif dimaksudkan bahwa meskipun suatu perbuatan formal-prosedural
mengandung kesalahan tetapi tidak melanggar substansi keadilan dan kesalahan
tersebut bersifat tolerable, maka dapat dinyatakan tidak salah. Jika Undang-
Undang dilanggar dengan sengaja apalagi sampai berkali-kali tentulah dapat
dikatakan introlerable dan mengandung ketidakadilan. Selama Undang-Undang
masih memberi rasa keadilan, maka Undang-Undang akan dijadikan sebagai dasar
dalam pengambilan putusan, sebaliknya jika penerapan bunyi Undang-Undang
tidak dapat memberi keadilan, maka hakim dapat mengabaikannya untuk
kemudian membuat putusan sendiri. Inilah inti hukum progresif atau hukum
responsif yang dipahami dan diterima oleh hakim.
11 Black’s Law Dictionary edisi 7, hlm. 869
13
2. Konseptual
Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menghubungkan atau
menggambarkan konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang
berkaitan dengan istilah.12 Supaya tidak terjadi kesalahpahaman pada pokok
permasalahan, maka penulis memberikan beberapa konsep yang dapat dijadikan
acuan sebagai pegangan dalam memahami tulisan ini. Berdasarkan judul yaitu
Analisis Yuridis Penjatuhan Pidana Pencabutan Hak-Hak Politik Terhadap Pelaku
Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Nomor 36/PID/TPK/2013/PT. DKI).
Adapun pengertian istilah-istilah yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah :
a. Analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan
penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh
pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.13
b. Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum
larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, barang
siapa melanggar larangan tersebut.14 Simons berpendapat bahwa tindak pidana
adalah tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja
ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas
tindakannya dan yang oleh Undang-Undang telah dinyatakan sebagai suatu
tindakan yang dapat dihukum.15
12 Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press., 2010, hlm. 3213 Tim Penyususn Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1997, hlm. 3214 Adam Chazawi.Pelajaran Hukum Pidana bagian I.Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2002.hlm.
71.15 Tongat.Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan.Malang.UMM
Press. 2009. hlm.105.
14
c. Pemidanaan adalah suatu proses atau cara untuk menjatuhkan hukuman /
sanksi terhadap orang yang telah melakukan tindak pidana maupun
pelanggaran.16
d. Pencabutan hak tertentu adalah pencabutan hak seseorang yang merupakan
salah satu pidana tambahan secara pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak
tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang
telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana.
e. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional
maupun nonkonstitusional. Politik juga memiliki pengertian sebagai proses
pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain
berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.17
f. Pelaku tindak pidana adalah orang baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama
melakukan tidak pidana berupa perbuatan atau melakukan sesuatu yang oleh
peraturan perUndang-Undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang
dan diancam dengan pidana.18
g. Tindak pidana korupsi adalah suatu tindak pidana yang dengan penyuapan
manipulasi dan perbuatan perbuatan melawan hukum yang merugikan atau
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara merugikan
kesejahteraan atau kepentingan rakyat/umum.19
Pencabutan hak-hak politik adalah suatu perbuatan dalam hal memberikan
hukuman terhadap pelaku tindak pidana korupsi sebagai sanksi tambahan yang
16 Satochit Kartanegara,Kumpulan Catatan Kuliah Hukum Pidana II, disusun oleh MahasiswaPTIK Angkatan V,1955, hlm 276.
17 Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Politik. Diakses pada tanggal 10 Maret 2015 pukul20.00.
18 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakkan Pidana, Bandung, Alumni, 2005,hlm 3
19 Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Semarang, Sinar Grafika, 2012, hlm 5
15
telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan hukum terbagi dalam 5 (lima) bab yang saling
berkaitan dan berhubungan. Sistematika dalam penulisan ini adalah sebagai
berikut:
I. Pendahuluan
Bab pendahuluan ini, penulis menguraikan mengenai latar belakang masalah,
perumusan masalah, ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.
II. Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi tentang pengertian tindak pidana dan tindak pidana korupsi, macam-
macam hak politik warga negara Indonesia (WNI), jenis pidana pada tindak
pidana korupsi menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
serta tugas dan kewenangan hakim dalam menangani perkara pidana.
III. Metode Penelitian
Bab ini memuat tentang pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penentuan
narasumber, metode pengumpulan dan pengolahan data, serta tahap akhir berupa
analisis data.
IV. Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Bab ini menyajikan hasil penelitian dan pembahasan berdasarkan rumusan
masalah, yaitu dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhkan pidana pencabutan
16
hak-hak politik terhadap pelaku tindak pidana korupsi dan penjatuhan pidana
pencabutan hak-hak politik telah memenuhi rasa keadilan bagi terdakwa dan
rakyat selaku korban.
V. Penutup
Bab ini merupakan kumpulan tulisan mengenai kesimpulan dan saran.
17
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi
Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan suatu
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman
(sanksi) yang berupa pidana tertentu, barang siapa melanggar larangan tersebut.20
Adapun beberapa tokoh yang memiliki pendapat yang berbeda-beda tentang
istilah “strafbaarfeit”atau tindak pidana, antara lain:
1. Simons berpendapat bahwa tindak pidana adalah tindakan melanggar hukum
yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang
yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh Undang-
Undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.21
2. Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana, kata perbuatan dalam
perbuatan pidana mempunyai arti yang abstrak yaitu suatu pengertian yang
merujuk pada dua kejadin yang konkret, yaitu:22
a. Adanya kejadian yang tertentu yang menimbulkan akibat yang dilarang
b. Adanya orang yang berbuat yang menimbulkan kejadian itu.
20 Adam Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana bagian I, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2002, hlm.71.
21 Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan, Malang,UMM Press, 2009, hlm.105.22 Suharto RM, Hukum Pidana Materil, Jakarta, Sinar Grafika, 1996, hlm. 29
18
Jadi pengertian perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu
aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana
tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.23
3. Pompe berpendapat bahwa suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap
tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah
dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku
tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya
kepentingan umum sebagai “denormovertreding (verstoring de rechtsorde),
waaran deovertrederschuldheeft en waarvan de bestraffing is voor de
handhaving der rechtsorde en de behartiging van het algemeenwelzijn”.24
4. Van Hattum, Perkataan “Strafbaar” itu berarti “voorsraaf in aanmerking
komend” atau “straafverdienend” yang juga mempunyai arti sebagai pantas
untuk dihukum, sehingga perkataan “strafbaarfeit” seperti yang telah
digunakan oleh pembentuk Undang-Undang dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana itu secara“eliptis” haruslah diartikan sebagai suatu “tindakan”,
yang karena telah melakukan tindakan semacam itu membuat seseorang
menjadi dapat dihukum atau suatu “feitterzake van hetwelkeen person
strafbaar is”.25
5. Marshall mengatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang
dilarang oleh hukum untuk melindungi masyarakat, dan dapat dipidana
berdasarkan prosedur hukum yang berlaku.26
23 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan Kedelapan, Edisi Revisi, Rineka Cipta, 2008,hlm. 59.
24 PAF Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1997,hlm.182
25 Ibid, hlm. 184.26 Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta, 1994, hlm. 89.
19
6. Menurut Vos, peristiwa pidana (strafbaar feit) adalah suatu kelakuan
manusia (menselijke gerdragring) yang oleh peraturan perundang-undangan
diberi hukuman.27
7. Menurut Hukum Positif, peristiwa pidana itu suatu peristiwa yang oleh
Undang-Undang ditentukan sebagai suatu peristiwa yang menyebabkan
hukuman.28
Korupsi dalam bahasa Latin disebut Corruptio – corruptus, dalam bahasa Belanda
disebut corruptie, dalam Bahasa Inggris disebut corruption, dalam Bahasa
Sansekerta dalam Naskah Kuno Negara Kertagama tersebut corrupt arti
harfiahnya menunjukkan kepada perbuatan yang rusak, busuk, bejat, tidak jujur
yang disangkutpautkan dengan keuangan.29 Kamus Umum Bahasa Indonesia,
istilah ‘korup’ diartikan buruk, rusak; suka menerima uang sogok; memakai
kekuasaannya untuk kepentingan pribadi. Sedangkan istilah ‘korupsi’ diartikan,
penyelenggaraan atau penggelapan uang negara untuk kepentingan pribadi.
Dalam terminologi Hukum istilah ‘corrupt’ diartikan sebagai berlaku immoral;
memutarbalikkan kebenaran. Istilah ‘corruption’, berarti menyalahgunakan
wewenang, untuk menguntungkan dirinya sendiri. Berdasarkan pengertian-
pengertian tersebut di atas dapat diketahui bahwa pengertian korupsi adalah
penyelahgunaan wewenang demi kepentingannya sendiri. Perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam istilah–istilah tersebut tidak mempunyai efek yuridis sama sekali,
sebelum dituangkan dalam peraturan perundang-undangan, karena korupsi
merupakan kejahatan dalam arti yuridis.
27 E Utrecht. Hukum Pidana 1, Bandung : Pustaka Tinta Mas, 1986, hlm. 25128 Ibid., hlm. 25329 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1996), hlm 115.
20
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, yang dimaksud dengan korupsi adalah sebagai berikut:
Pasal 2
1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah).
2. Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Dalam
penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 diuraikan bahwa yang
dimaksud keadaan tertentu dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat
dijadikan alasan pemberatan pidana (dana penanggulangan keadaan bahaya,
bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas,
penanggulangan ksrisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana
korupsi.
Pasal 3
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
21
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun clan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Berdasarkan ketentuan di atas diketahui bahwa unsur-unsur tindak pidana korupsi
sebagaimana dimaksud adalah setiap orang yang melawan hukum dengan cara
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi atau menyalahgunakan
wewenang yang dapat merugikan keuangan atau perekonimian negara.
B. Macam-Macam Hak Politik Warga Negara Indonesia (WNI)
Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal
dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun.
Hak asasi manusia juga hak fundamental yang tak dapat dicabut yang mana
karena ia adalah seorang manusia. Hak asasi manusia yang dirujuk sekarang
adalah seperangkat hak yang dikembangkan oleh PBB sejak berakhirnya perang
dunia II yang tidak mengenal berbagai batasan-batasan kenegaraan. Sebagai
konsekuensinya, negara-negara tidak bisa berkelit untuk tidak melindungi HAM
yang bukan warga negaranya. Dengan kata lain, selama menyangkut persoalan
HAM setiap negara, tanpa kecuali, pada tataran tertentu memiliki tanggung jawab,
utamanya terkait pemenuhan HAM pribadi-pribadi yang ada di dalam
jurisdiksinya, termasuk orang asing sekalipun. Oleh karenanya, pada tataran
tertentu, akan menjadi sangat salah untuk mengidentikan atau menyamakan antara
HAM dengan hak-hak yang dimiliki warga negara. Hak asasi manusia dimiliki
oleh siapa saja, sepanjang ia bisa disebut sebagai manusia.
22
Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai HAM tanpa
membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya.30
Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di
Indonesia. Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus
permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas HAM.
Kasus pelanggaran HAM di Indonesia memang masih banyak yang belum
terselesaikan / tuntas sehingga diharapkan perkembangan dunia HAM di
Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik. Salah satu tokoh HAM di
Indonesia adalah Munir yang tewas dibunuh di atas pesawat udara saat menuju
Belanda dari Indonesia. Hak politik termasuk dalam salah satu HAM. Hak Asasi
Politik adalah hak ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih maksudnya hak untuk
dipilih, contohnya: mencalonkan sebagai Bupati, dan memilih dalam suatu pemilu
contohnya memilih Bupati atau Presiden), hak untuk mendirikan parpol, dan
sebagainya.
Macam-macam hak politik warga negara Indonesia (WNI) antara lain:31
1. Hak Asasi Politik dalam memilih dalam suatu pemilihan contohnya pemilihan
presiden dan kepala daerah
2. Hak Asasi Politik dalam dipilih dalam pemilihan contohnya pemilihan bupati
atau presiden
3. Hak Asasi Politik tentang kebebasan ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
30 Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusi. Diakses pada tanggal 5 Maret 2015pukul 02.00.31 Pengertian, Macam Dan Jenis Hak Asasi Manusia / HAM Yang Berlaku Umum Global -Pelajaran Ilmu Ppkn / Pmp Indonesia, http://www.organisasi.org/1970/01/pengertian-macam-dan-jenis-hak-asasi-manusia-HAM-yang-berlaku-umum-global-pelajaran-ilmu-ppkn-pmp-indonesia.html. Diakses pada tanggal 5 Maret 2015 pukul 02.28.
23
4. Hak Asasi Politik dalam mendirikan partai politik
5. Hak Asasi Politik dalam membuat organisasi-organisasi pada bidang politik
6. Hak Asasi Politik dalam memberikan usulan-usulan atau pendapat yang
berupa usulan petisi.
C. Jenis Pidana Pada Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-UndangNomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, jenis pidana yang
dapat dilakukan hakim terhadap pelaku tindak pidana korupsi adalah sebagai
berikut:
1. Pidana Mati, baik berdasarkan Pasal 69 KUHP, Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK) maupun berdasarkan hak
tertinggi manusia pidana mati adalah pidana terberat karena pelaksanaannya
berupa penyerangan terhadap hak hidup manusia yang merupakan hak asasi
manusia yang utama. Selain itu, tidak dapat dikoreksi atau diperbaiki eksekusi
yang telah terjadi apabila dikemudian hari ditemukan kekeliruan. Untuk itu
hanya perbuatan pidana yang benar- benar berat yang diancam oleh pidana
mati. Setiap Pasal yang mencantumkan pidana mati selalu disertai alternatif
pidana lainnya sehingga hakim tidak disertai merta pasti menjatuhkan
hukuman mati kepada pelanggar Pasal yang diancam pidana mati. Misalnya
pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana sementara paling lama 20
tahun sebagaimana tercantum dalam Pasal 340 KUHP, prinsip ini juga diikuti
Undang-Undang lain termasuk Undang-Undang PTPK.32 Dalam Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 hanya terdapat tindak pidana yang diancam
32 Efi Laila Kholis, Pembayaran Uang Pengganti dalam Perkara Korupsi, Penerbit SolusiPublishing, Jakarta 2010, hlm 7.
24
mati yaitu Pasal 2 ayat 2. Pidana mati di sini “dapat diancam apabila tindak
pidana yang diatur pada ayat 2 beserta penjelasannya. Keadaan tertentu
dijelaskan dalam penjelasan Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang PTPK yaitu
sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana
tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan
Undang-Undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana nasional, sebagai
pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan
krisis ekonomi atau moneter.
2. Pidana Penjara merupakan perampasan kemerdekaan yang merupakan hak
dasar diambil secara paksa. Mereka tidak bebas pergi ke mana saja dan tidak
dapat berpartisipasi dalam kehidupan sosial sesuai yang ia kehendaki. Namun,
waktu pemidanaannya dipergunakan demi kepentingan reclassering
(pemasyarakatan atau pembinaan). Pengaturan pidana penjara menurut KUHP
adalah sebagai berikut:
a. Seumur hidup (tanpa minimal atau maksimal).
b. Sementara dengan waktu paling pendek satu hari dan paling lama 15 tahun
sesuai Pasal 12 ayat 2 KUHP. Pidana penjara dapat melewati batas
maksimum umum yaitu 15 tahun menjadi hingga 20 tahun dalam hal:
(1) Hakim boleh memilih antara pidana mati atau pidana penjara seumur
hidup atau penjara sementara 20 tahun.
(2) Hakim boleh memilih antara pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara sementara 20 tahun.
(3) Ada pemberatan umum yaitu, concursus / pembarengan yang diatur
dalam Pasal 65 hingga Pasal 70, reseidve / pengulangan yang diatur
25
dalam Pasal 486 hingga Pasal 488, Pasal 52 mengenai pengalahgunaan
wewenang jabatan, dan Pasal 52 a tentang menyalahgunakan bendera
RI.
(4) Ada pemberatan khusus, seperti Pasal 355 jo. Pasal 356 mengenai
penganiayaan seorang anak terhadap ibu kandungnya.
Semua tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang PTPK, diancam dengan
pidana penjara baik penjara seumur hidup maupun sementara. Pidana penjara
seumur hidup terdapat dalam Pasal 2 ayat 1, Pasal 3, Pasal 12, Pasal 12 huruf B
ayat 2. Pidana penjara sementara diancam dengan batas maksimum dan batas
minimum. Batas minimum ditentukan dalam Pasal-Pasal dalam Undang-Undang
ini sebagai salah satu upaya dalam rangka mencapai tujuan yang lebih efektif
untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi. Pidana penjara
sementara berkisar antara 1 tahun hingga 20 tahun. Pidana 20 tahun sebagai
alternatif penjara seumur hidup.33
3. Pidana Tambahan34
a. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud
atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari
tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana
tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang
menggantikan barang- barang tersebut.
b. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama
dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi
33 Ibid, hlm 7-9.34 Evi Hartantai, Tindak Pidana Korupsi, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta 2008, hlm 14-15
26
c. Penuntupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1
tahun.
d. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan
seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan
oleh pemerintah kepada terpidana.
e. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama waktu 1 bulan
sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk
menutupi uang pengganti tersebut.
f. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk
membayar uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang
lamanya tidak memenuhi ancaman maksimum dari pidana pokoknya
sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan lamanya
pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.
D. Tugas dan Kewenangan Hakim dalam Menangani Perkara Pidana
Dalam suatu negara hukum seperti halnya Indonesia, maka tugas hakim dalam
menegakkan hukum dan keadilan merupakan salah satu dasar yang pokok dan
utama. Tugas dan kewenangan hakim diatur dalam Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 10 ayat 1 Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 menyebutkan bahwa hakim harus menerima, memeriksa
dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya.
Hakim dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu
perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,
melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya karena hakim sebagai organ
27
pengadilan dianggap memahami hukum. Pencari keadilan datang kepadanya
untuk mohon keadilan. Andai kata hakim tidak menemukan hukum tertulis, dia
wajib menggali hukum tidak tertulis untuk memutus perkara berdasarkan hukum
sebagai seorang yang bijaksana dan bertanggung jawab penuh kepada Tuhan
Yang Maha Esa, diri sendiri, masyarakat, bangsa dan negara.
Pasal 4 ayat 1 menyebutkan hakim mengadili menurut hukum dengan tidak
membeda-bedakan orang. Pasal 4 ayat 2 disebutkan bahwa dalam perkara perdata,
harus hakim membantu para pencari keadilan (justitiabelen) dan berusaha
sekeras-kerasnya mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat
tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan. Pasal 5 Ayat 1
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
menyebutkan hakim sebagai penegak hukum wajib menggali, mengikuti, dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat,
ketentuan ini dimaksudkan agar putusan hakim sesuai dengan hukum dan rasa
keadilan masyarakat.
Dalam menangani suatu perkara pidana, hakim mempunyai wewenang antara lain:
1. Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan
penetapannya berwenang melakukan penahanan (Pasal 20 ayat 3, dan Pasal 26
ayat 1 KUHAP).
2. Memberikan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau
orang, berdasarkan syarat yang ditentukan (Pasal 31 ayat 1 KUHAP).
3. Mengeluarkan “penetapan” agar terdakwa yang tidak hadir di persidangan
tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah kedua kalinya, dihadirkan
dengan paksa pada sidang pertama dan berikutnya (Pasal 154 ayat 6 KUHAP).
28
4. Menentukan tentang sah atau tidaknya segala alasan atas permintaan orang
yang karena pekerjaanya, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan
menyimpan rahasia dan minta dibebaskan dari kewajiban sebagai saksi (Pasal
170 KUHAP).
5. Mengeluarkan perintah penahanan terhadap seorang saksi yang diduga telah
memberikan keterangan palsu di persidangan baik karena jabatannya atau atas
permintaan penuntut umum atau terdakwa (Pasal 174 ayat 2 KUHAP).
6. Memerintahkan perkara yang diajukan oleh penuntut umum secara singkat
agar diajukan ke sidang pengadilan dengan acara biasa setelah adanya
pemeriksaan tambahan dalam waktu 14 (empat belas) hari akan tetapi
penuntut umum belum dapat juga menyelesaikan pemeriksaan tambahan
tersebut (Pasal 203 ayat 3 huruf b KUHAP).
7. Memberikan penjelesan terhadap hukum yang berlaku, bila dipandang perlu di
persidangan, baik atas kehendaknya sendiri mapun atas permintaan terdakwa
atau penasehat hukumnya (Pasal 221 KUHAP)
8. Memberikan perintah kepada seorang untuk mengucapkan sumpah atau janji
di luar sidang (Pasal 223 ayat 1 KUHAP).
29
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
Proses pengumpulan dan penyajian data penelitian ini digunakan pendekatan
secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah
suatu pendekatan yang dilakukan dimana pengumpulan dan penyajian data
dilakukan dengan mempelajari dan menelaah konsep-konsep dan teori-teori serta
peraturan-peraturan secara kepustakaan yang berkaitan dengan pokok bahasan
penulisan skripsi ini.35 Sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk
mempelajari hukum dan kenyataan yang ada serta penegakan hukum di
Indonesia.36
B. Sumber dan Jenis Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang didapat secara langsung dari sumber pertama.37
Dengan demikian data primer yang diperoleh langsung dari obyek penelitian di
lapangan yang tentunya berkaitan dengan pokok penelitian. Penulisan mengkaji
dan meneliti sumber data yang diperoleh dari hasil wawancara responden, dalam
35 Soerjono Soekanto, Op.cit,hlm 10.36 Ibid37 Ibid, hlm 12
30
hal ini adalah pihak-pihak yang terkait dalam perkara Penjatuhan Pidana
Pencabutan Hak-Hak Politik Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi (Studi
Putusan Nomor 36/PID/TPK/2013/PT.DKI).
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan
dengan cara melakukan studi kepustakaan, yaitu melakukan studi dokumen, arsip
dan literatur-literatur dengan mempelajari hal-hal yang bersifat teoritis, konsep-
konsep, pandangan-pandangan, doktrin dan asas-asas hukum yang berkaitan
dengan pokok penulisan, serta ilmu pengetahuan hukum mengikat yang terdiri
dari bahan hukum antara lain:38
a. Bahan hukum primer yaitu terdiri dari ketentuan perundang-undangan seperti
Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP)39
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang berhubungan dengan bahan
hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan
hukum primer antara lain literatur dan referensi.40
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus,
biografi, karya-karya ilmiah, bahan seminar, hasil-hasil penelitian para sarjana
berkaitan dengan pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.41
38 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, PT. Citra Abadi, 2004,hlm.175
39 Ibid, hlm. 176.40 Ibid.41 Ibid.
31
C. Penentuan Narasumber
Populasi yaitu jumlah keseluruhan dari unit analisa yang dapat diduga-duga.
Populasi adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri dan
karakteristik yang sama. Sampel merupakan sejumlah objek yang jumlahnya
kurang dari populasi. Ada pun responden dalam penelitian ini sebanyak:
1. Hakim Pengadilan Tinggi Lampung : 1 orang
2. Dosen Bagian Hukum Tata Negara : 1 orang
3. Dosen Bagian Hukum Pidana : 1 orang +
Jumlah : 3 orang
D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan
dan studi lapangan.
a. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dimaksud untuk memperoleh data-data sekunder. Dalam hal ini
penulis melakukan serangkaian kegiatan studi dokumenter dengan cara membaca,
mencatat, menyadur, mengutip buku-buku atau referensi dan menelaah
perundang-undangan, dokumen dan informasi lain yang ada hubungannya dengan
permasalahan.
b. Studi Lapangan
Studi lapangan merupakan usaha untuk mendapatkan data primer dan dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara terpimpin, yaitu dengan cara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan permasalahan yang
32
ada dalam penelitian ini. Pertanyaan yang telah dipersiapkan diajukan kepada
pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk mendapatkan data,
tanggapan, dan juga jawaban dari responden. Selain itu, untuk melengkapi
penulisan ini penulisa juga melakukan observasi untuk melengkapi data-data dan
fakta-fakta yang berkaitan dengan permasalahan.
2. Pengolahan Data
Data yang diperoleh baik dari studi lapangan maupun dari studi kepustakaan
kemudian diolah dengan cara sebagai berikut: 42
a. Seleksi data, yaitu data yang diperoleh diperiksa dan diteliti mengenai
kelengkapan, kejelasan, kebenaran, sehingga terhindar dari kekurangan dan
kesalahan.
b. Klasifikasi data, yaitu mengelompokkan data yang telah diseleksi dengan
mempertimbangkan jenis dan hubungannya guna mengetahui tempat masing-
masing data.
c. Penyusunan data, yaitu dengan menyusun dan menempatkan data pada pokok
bahasan atau permasalahan dengan susunan kalimat yang sistematis sesuai
dengan tujuan penelitian.
E. Analisis Data
Setelah data sudah terkumpul data yang diperoleh dari penelitian selanjutnya
adalah dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu dengan
mendeskripsikan data dan fakta yang dihasilkan atau dengan kata lain yaitu
dengan menguraikan data dengan kalimat-kalimat yang tersusun secara terperinci,
sistematis dan analisis, sehingga akan mempermudah dalam membuat kesimpulan
42 Ibid, hlm. 90-91.
33
dari penelitian dilapangan dengan suatu interpretasi, evaluasi dan pengetahuan
umum.43 Setelah data dianalisis maka kesimpulan terakhir dilakukan dengan
metode induktif yaitu berfikir berdasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus,
kemudian dilanjutkan dengan pengambilan yang bersifat umum.
43 Ibid, hlm. 105.
V. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dasar pertimbangan pada putusan pencabutan hak politik pada kasus
Djoko Susilo pada putusan No. 36/PID/TPK/2013/PT.DKI Pengadilan
Tinggi DKI adalah berdasarakan pada teori pendekatan keilmuan dan teori
Ratio Decidendi, sehingga putusan sudahlah tepat oleh karena tindak
pidana korupsi merupakan Extra Ordinary Crime sehingga penanganannya
juga harus extra ordinary. Dalam aspek filosofis dan sosiologis pidana
pencabutan hak-hak politik untuk menimbulkan efek jera kepada pelaku
tindak pidana korupsi dan meminilmalisir para pelaku koruptor untuk
mengisi jabatan publik serta menimbulkan rasa keadilan bagi masyarakat.
2. Dalam perspektif keadilan, pencabutan hak politik terpidana korupsi sudah
tepat, karena putusan tersebut tidak bertentangan dengan HAM dan
pengaturannya dan batasannya sesuai dengan Putusan MK Nomor
4/PUUVII/2009. Dalam perspektif HAM, pencabutan hak politik tidak
melanggar Hak Politik warga negara. hak politik masuk dalam kategori
derogable rights atau hak yang bisa dilanggar penegak hukum dalam
rangka penegakan hukum dan demi rasa keadilan dalam masyarakat.
75
B. Saran
1. Hakim dalam menjatuhkan pidana tambahan pencabutan hak-hak politik
harus mempertimbangkan berapa lama hak tersebut dicabut, sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 38 KUHP dan yang diatur Putusan MK No
4/PUUVII/ 2009 (tanggal 24 Maret 2009). Sehingga tidak terjadi
pelanggaran HAM dalam vonis yang dijatuhkan, karena dalam HAM hanya
dikenal pembatasan hak warga negara bukan meniadakan, menghilangkan
atau mencabut hak warga negara secara utuh.
2. Mengingat besarnya intensitas kejahatan korupsi di negeri ini, kiranya
diperlukan landasan hukum yang lebih kuat, seperti Undang-Undang, agar
pencabutan hak politik bisa menjadi ancaman sah bagi para terpidana.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku/Literatur
Andrisman, Tri, 2011, Hukum Pidana : Asas-Asas Dan Dasar Aturan UmumHukum Pidana Indonesia, Bandar Lampung, Penerbit UniversitasLampung.
Anwar, Yesmil dan Adang, 2008, Pembaharuan Hukum Pidana ReformasiHukum Pidana, Jakarta, PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Andi Hamzah, 2008, Azas-azas hukum pidana. Jakarta: Rineka Cipta.
Aji Lukman Ibrahim, 2014, Analisis Yuridis Terhadap Penjatuhan PidanaTambahan Tipikor, Supremasi Hukum Vol. 3
Artidjo Alkostar, 2007, Korelasi Korupsi Politik dengan Hukum danPemerintahan di Negara Modern, Disertasi tidak diterbitkan, Semarang:Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Diponegoro.
Bagir Manan, 2004, Hukum Positif Indonesia, FH UII Press, Yogyakarta.
Bambang Waluyo, 2004, Pidana dan Pemidanaan, Cet. Ke-2, Jakarta: SinarGrafika.
Barda Nawawi Arief, 2002, Bunga Rampai Kebijakan hukum Pidana, Bandung:Citra Aditya
Binsar Gultom, 2006, Kualitas Putusan Hakim Harus Didukung Masyarakat,Suara Pembaruan.
Chazawi, Adam, 2002, Pelajaran Hukum Pidana bagian I, Jakarta, Raja GrafindoPersada.
Hamzah, Andi, 2008, Asas – Asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta.
Hartanti, Evi, 2012, Tindak Pidana Korupsi Edisi Kedua, Jakarta, Sinar Grafika.
Kartanegara, Satochit, 1955, Kumpulan Catatan Kuliah Hukum Pidana II, disusunoleh Mahasiswa PTIK Angkatan V.
Kholis, Efi Laila, 2010, Pembayaran Uang Pengganti dalam Perkara Korupsi,Jakarta, Penerbit Solusi Publishing.
Kamri, A. 2005, Korupsi, Pidana Mati Dan HAM Sekilas Tinjauan SistemPeradilan Pidana, Dalam Hak Asasi Manusia, Hakekat, Konsep DanImplikasinya Dalam Perspektif Hukum Dan Masyarakat (Muladi ed.).Bandung: Refika Aditama.
Lamintang, PAF, 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung, CitraAditya Bakti.
Lamintang, P.A.F. dan Theo Lamintang. Hukum Penitensier Indonesia. EdisiKedua. Cet. Ke-2. Jakarta: Sinar Grafika. 2012. Roesman Saleh, 1982,Pikiran-pikiran tentang pertanggungan jawab pidana. Jakarta: GhaliaIndonesia.
Mertokusumo, R.M. Sudikno, 1993, Tentang Penemuan Hukum, Bandung, CitraAditya.
Moeljatno, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan Kedelapan, Edisi Revisi,Rineka Cipta.
Muhammad, Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, PT.Citra Abadi.
Poerwadarminto, WJS, 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, BalaiPustaka.
Prinst, Darwan, 2002, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti.
Rifai, Ahmad, 2010, Penemuan Hukum oleh Hakim Dalam Perspektif HukumProgresif, Sinar Grafika, Jakarta.
Ravena, Dey, 2012, Wacana Konsep Hukum Progresif Dalam Penegakan HukumIndonesia, Dalam Wajah Hukum Pidana Asas Dan Perkembangan(Nuraeny, Henny ed.). Jakarta: Gramata Publishing.
Sudarto, 1996, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung: Alumni.
Suharto, 1996, Hukum Pidana Materil, Jakarta : Sinar Grafika.
Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UAI Press.
Tongat, 2009, .Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam PerspektifPembaharua, Malang, UMM Press.
Teguh Prasetyo, 2010, Kriminalisasi dalam Hukum Pidana, Bandung: NusaMedia Bakti.
Tribun Timur, Mencabut Hak Politik Koruptor, http://makassar.tribunnews.com/
Waluyo, Bambang. 2004, Pidana dan Pemidanaan. Cet. Ke-2. Jakarta: SinarGrafika.
Warih Anjari, 2015, Pencabutan Hak Politik Terpidana Korupsi dalam PerspektifHak Asasi Manusia, Jurnal Yudisial Vol. 8 No. 1 April 2015, KomisiYudisial RI.
Utrecht, E, 1986, Hukum Pidana 1, Bandung : Pustaka Tinta Mas.
B. Peraturan Perundang- Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Hukum Pidana (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Lembaga Pemasyarakatan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak PidanaKorupsi
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementrian Negara Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang PerubahanAtas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi.
Convenant on Civil and Political Rights (Konvenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
TAP MPR Nomor XVII /MPR/1998 Tentang Hak Asasi Manusia
C. Sumber Lain
Black’s Law Dictionary edisi 7.
Tim Penyususn Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1997.
Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusia.
Pengertian, Macam Dan Jenis Hak Asasi Manusia / Ham Yang Berlaku UmumGlobal - Pelajaran Ilmu Ppkn / Pmp Indonesia,http://www.organisasi.Org/1970/ 01/pengertian-macam-dan-jenis-hak-asasi-manusia-ham-yang-berlaku-umum-glo bal-pelajaran-ilmu-ppkn-pmp-indonesia.html.
www.hukumonline.com, Pencabutan Hak Tertentu, diakses 22 November 2015.Pukul 20.29
Fredy De Sousa, Pencabutan Hak Politik Koruptor ("Hukum Baru yangKonvensional") http://www.kompasiana.com/desousa/pencabutan-hak-politik-koruptor-hukum-baru-yang-konvensional_551fad458133111d6e9de4ff, Diakses tanggal 22 November 2015 pukul 21.30.