Upload
mur-nietha
View
581
Download
18
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kuliah
Citation preview
ANISOSITOSIS
A. Eritrosit
Eritrosit merupakan bagian utama dari sel-sel darah. Dalam setiap 1 mm3 darah
terdapat sekitar 5 juta eritrosit atau sekitar 99%, oleh karena itu setiap pada sediaan
darah yang paling banyak menonjol adalah sel-sel tersebut. Dalam keadaan normal,
eritrosit manusia berbentuk bikonkaf dengan diameter sekitar 7 -8 μm, tebal ± 2.6 μm
dan tebal tengah ± 0.8 μm dan tanpa memiliki inti (Widayati, dkk, 2010).
Tiap-tiap sel darah merah mengandung 200 juta molekul hemoglobin.
Hemoglobin (Hb) merupakan suatu protein yang mengandung senyawa besi hemin.
Hemoglobin mempunyai fungsi mengikat oksigen di paru-paru dan mengedarkan ke
seluruh jaringan tubuh. Jadi, dapat dikatakan bahwa di paruparu terjadi reaksi antara
hemoglobin dengan oksigen. Kandungan hemoglobin inilah yang membuat darah
berwarna merah (Widayati, dkk, 2010).
a. Struktur Eritrosit
Komposisi molekuler eritrosit menunjukan bahwa lebih dari separuhnya terdiri
dari air (60%) dan sisanya berbentuk substansi padat. Secara keseluruhan isi eritrosit
merupakan substansi koloidal yang homogen, sehingga sel ini bersifat elastis dan
lunak. Eritrosit mengandung protein yang sangat penting bagi fungsinya yaitu globin
yang dikonjugasikan dengan pigmen hem membentuk hemoglobin untuk mengikat
oksigen yang akan diedarkan keseluruh bagian tubuh. Seperti halnya sel-sel yang lain,
eritrositpun dibatasi oleh membran plasma yang bersifat semipermeable dan
berfungsi untuk mencegah agar koloid yang dikandungnya tetap didalam (Iqbal,
2012).
Dari pengamatan eritrosit banyak hal yang harus diperhatikan untuk
mengungkapkan berbagai kondisi kesehatan tubuh. Misalnya tentang bentuk, ukuran,
warna dan tingkat kedewasaan eritrosit dapat berbeda dari normal. Eritrosit normal
mempunyai bentuk bikonkaf, seperti cakram dengan garis tengah 7,5 uM dan tidak
berinti. Warna eritrosit kekuning-kuningan dan dapat berwarna merah karena dalam
sitoplasmanya terdapat pigmen warna merah berupa hemoglobin (Widayati, dkk,
2010).
Jika dalam sediaan apus darah terdapat berbagai bentuk yang abnormal
dinamakan poikilosit, sedangkan sel-selnya cukup banyak maka keadaan tersebut
dinamakan poikilositosis. Eritrosit yang berukuran kurang dari normalnya dinamakan
mikrosit dan yang berukuran lebih dari normalnya dinamakan makrosit (Widayati,
dkk, 2010).
Warna eritrosit tidak merata seluruh bagian, melainkan bagian tengah yang lebih
pucat, karena bagian tengah lebih tipis daripada bagian pinggirnya. Pada keadaan
normal bagian tengah tidak melebihi 1/3 dari diameternya sehingga selnya dinamakan
eritrosit normokhromatik. Apabila bagian tengah yang pucat melebar disertai bagian
pinggir yang kurang terwarna maka eritrosit tersebut dinamakan eritrosit
hipokromatik. Sebaliknya apabila bagian tengah yang memucat menyempit selnya
dimanakan eritrosit hiperkhromatik (Iqbal, 2012).
b. Pembentukan Eritrosit
Eritrosit dibentuk dalam sumsum merah tulang pipih, misalnya di tulang dada,
tulang selangka, dan di dalam ruas-ruas tulang belakang. Pembentukannya terjadi
selama tujuh hari. Pada awalnya eritrosit mempunyai inti, kemudian inti lenyap dan
hemoglobin terbentuk. Setelah hemoglobin terbentuk, eritrosit dilepas dari tempat
pembentukannya dan masuk ke dalam sirkulasi darah
Eritrosit dalam tubuh dapat berkurang karena luka sehingga mengeluarkan
banyak darah atau karena penyakit, seperti malaria dan demam berdarah. Keadaan
seperti ini dapat mengganggu pembentukan eritrosit.
Eritrosit (sel darah merah) dihasilkan pertama kali di dalam kantong kuning telah
saat embrio pada minggu-minggu pertama. Proses pembentukan eritrosit disebut
eritropoisis. Setelah beberapa bulan kemudian, eritrosit terbentuk di dalam hati, limfa,
dan kelenjar sumsum tulang. Produksi eritrosit ini dirangsang oleh hormon
eritropoietin. Setelah dewasa eritrosit dibentuk di sumsum tulang membranosa.
Semakin bertambah usia seseorang, maka produktivitas sumsum tulang semakin
turun.
Sel pembentuk eritrosit adalah hemositoblas yaitu sel batang myeloid yang
terdapat di sumsum tulang. Sel ini akan membentuk berbagai jenis leukosit, eritrosit,
megakariosit (pembentuk keping darah). Rata-rata umur sel darah merah kurang lebih
120 hari. Sel-sel darah merah menjadi rusak dan dihancurkan dalam sistem retikulum
endotelium terutama dalam limfa dan hati.
Globin dan hemoglobin dipecah menjadi asam amino untuk digunakan sebagai
protein dalam jaringan-jaringan dan zat besi dalam hem dari hemoglobin dikeluarkan
untuk dibuang dalam pembentukan sel darah merah lagi. Sisa hem dari hemoglobin
diubah menjadi bilirubin (warna kuning empedu) dan biliverdin, yaitu yang berwarna
kehijau-hijauan yang dapat dilihat pada perubahan warna hemoglobin yang rusak
pada luka memar.
Masa hidup eritrosit hanya sekitar 120 hari atau 4 bulan, kemudian dirombak di
dalam hati dan limpa. Sebagian hemoglobin diubah menjadi bilirubin dan biliverdin,
yaitu pigmen biru yang memberi warna empedu. Zat besi hasil penguraian
hemoglobin dikirim ke hati dan limpa, selanjutnya digunakan untuk membentuk
eritrosit baru. Kira-kira setiap hari ada 200.000 eritrosit yang dibentuk dan dirombak.
Jumlah ini kurang dari 1% dari jumlah eritrosit secara keseluruhan (Iqbal, 2012).
B. Anisositosis
Gambar 1: eritrosit normal
Pada keadaan normalnya, eritrosit mempunyai bentuk bikonkaf, seperti cakram
dengan garis tengah 7,5 uM dan tidak berinti. Secara klinis, kelainan eritrosit dapat
diamati dalam pemeriksaan laboratorium. Dalam sediaan apus, eritrosit normal
berukuran sama dengan inti limposit kecil dengan area ditengah berwarna pucat.
Kelainan morfologi eritrosit berupa kelainan ukuran (size), bentuk (shape), warna
(staining characteristics) dan benda-benda inklusi (Zakaria, 2012).
Anisositosis adalah suatu keadaan dimana ukuran diameter eritrosit yang terdapat
di dalam suatu sediaan apus berbeda-beda (bervariasi). Anisositosis tidak
menunjukkan suatu kelainan hematologik yang spesifik. Keadaan ini ditandai dengan
adanya eritrosit dengan ukuran yang tidak sama besar dalam sediaan apus darah tepi.
Anisositosis jelas terlihat pada anemia mikrositik yang ada bersamaan dengan anemia
makrositik seperti pada anemia gizi (Arjatmo Tjokronegoro dan Hendra Utama,
1996).
Kelainan eritrosit berdasarkan ukurannya dapat dibedakan menjadi:
a. Makrosit
Ukuran eritrosit yang lebih dari 8,2 Nm. MCV lebih dari normal dan MCH
biasanya tidak berubah. Terjadi karena pematangan inti eritrosit terganggu, dijumpai
pada defisiensi vitamin B₁₂ atau asam folat. Penyebab lainnya adalah karena
rangsangan eritropoietin yang berakibat meningkatkatnya sintesa hemoglobin dan
meningkatkan pelepasan retikulosit kedalam sirkulasi darah. Sel ini didapatkan pada
anemia megaloblastik, penyakit hati menahun berupa thin macrocytes dan pada
keadaan dengan retikulositosis, seperti anemia hemolitik atau anemia paska
pendarahan (Anonim, 2011).
b. Mikrosit
Ukuran eritrosit yang kurang dari 6,2 Nm, biasa disertai dengan warna pucat
(hipokromia). Pada pemeriksaan sel darah lengkap didapatkan MCV yang rendah.
Terjadinya karena menurunnya sintesa hemoglobin yang disebabkan defisiensi besi,
defeksintesa globulin, atau kelainan mitokondria yang mempengaruhi unsure hem
dalam molekul hemoglobin. Sel ini didapatkan pada anemia hemolitik, anemia
megaloblastik, dan pada anemia defisiensi besi (Anonim, 2011).
Gambar 2: ukuran eritrosit normal kira-
kira sama dengan ukuran inti limfosit
matur (normositik). 1. limfosit
Gambar 3: eritrosit mikrositer
Gambar 4: eritrosit makrositer
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Eritrosit. Diakses di:
http://nheniethree.blogspot.com/2011/06/eritrosit-sel-darah-merah.html.
Diakses tanggal: 6 April 2013
Anonim. 2012. Eritrosit. Diakses di:
http://www.psychologymania.com/2012/09/kelainan-eritrosit.html Diakses
tanggal: 6 April 2013
Iqbal. 2012. Eritrosit. Diakses di:
http://aboutlabkes.wordpress.com/2012/01/30/eritrosit/. Diakses tanggal: 6
April 2013
Rahayu, Puji. 2011. Eriteosit. Diakses di:
http://blog.uad.ac.id/ratnasari/2011/12/06/eritrosit-sel-darah-merah/. Diakses
tanggal: 6 April 2013.
Widayati, dkk. 2010. Laporan Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia Sediaan Apus
Darah. Jakarta: Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Zakaria. 2012. Morfologi Sel Darah Merah. Diakses di:
http://zakariadardin.wordpress.com/2012/01/09/morfologi-sel-darah-merah/.
Diakses tanggal: 6 April 2013