Upload
ngotu
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
107
Anteseden dan Konsekuen Perilaku Disfungsional Auditor:
Sebuah Perspektif Theory Attitude of Change
Annisa Fatimah1)
1)Politeknik Negeri Malang
Abstract
This research confirm the theory of attitude change, including of consistency and
dissonance theory and functional theory through the analysis of various factors that
decrease the quality of the audit results from auditor behavior perspective. The variables
(locus of control, turnover intention, self rate employee performance, time budget pressure,
role stress, work-family conflict, and dysfunctional behavior) becomes antecedents variable
with the quality of audit results as a consequent variable.Using purposive sampling
method, the research select 86 auditors who have worked over one year in KAP throughout
East Java. Using a Likert scale questionnaire, this research used path analysis to examine
the effect of variables.The results of this research support the theory of attitude change and
the result of previous studies. The phenomenon of decreasing quality of audit proved to be
significantly influenced by dysfunctional behavior, while the dysfunctional behavior is also
significantly influenced by several factors, they are the locus of control, a desire to stop
working, the level of personal performance of employees, time budget pressure, and
pressure roles. However, this study can not prove the effect of work-family conflict against
dysfunctional behavior and quality of audit results.
Keyword : the theory of attitude change, locus of control, turnover intention, self rate
employee performance, time budget pressure, role stress, work-family conflict,
and dysfunctional behavior, the quality of audit results
Abstrak
Penelitian ini berusaha mengonfirmasi theory of attitude change, yaitu consistency and
dissonance theory serta functional theory melalui analisis berbagai faktor yang dapat
menurunkan kualitas hasil audit dilihat dari perspektif perilaku auditor. Beberapa variabel
(lokus kendali, keinginan untuk berhenti bekerja, tingkat kinerja pribadi, tekanan anggaran
waktu, tekanan peran, konflik pekerjaan-keluarga, dan perilaku disfungsional) menjadi
variabel anteseden dengan kualitas hasil audit sebagai variabel konsekuen. Melalui
purposive sampling terpilih 86 auditor yang telah bekerja di atas 1 tahun pada KAP
seluruh Jawa Timur. Menggunakan kuesioner yang diukur dengan skala likert, penelitian
ini menggunakan Path Analysis untuk menguji pengaruh variabel-variabel tersebut.
Hasil penelitian ini memberikan dukungan terhadap theory of attitude change dan sebagian
hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Fenomena penurunan kualitas audit terbukti
dipengaruhi secara signifikan oleh perilaku disfungsional, sedangkan perilaku
disfungsional juga dipengaruhi secara signifikan oleh beberapa faktor, yaitu lokus kendali,
keinginan untuk berhenti bekerja, tingkat kinerja pribadi karyawan, tekanan anggaran
waktu, dan tekanan peran. Namun, penelitian ini tidak dapat membuktikan adanya
pengaruh konflik pekerjaan-keluarga terhadap perilaku disfungsional maupun kualitas hasil
audit.
Kata Kunci: theory of attitude change, locus of control, keinginan untuk berhenti
bekerja, tingkat kinerja pribadi karyawan, perilaku disfungsional auditor,
kualitas hasil audit.
108 Prosiding SNA MK, 28 September 2016, hlm.107-120
Pendahuluan
Kantor Akuntan Publik (KAP)
merupakan salah satu organisasi bisnis
yang bergerak di bidang jasa yang
kompetitif dalam mengeluarkan produk-
nya, salah satunya adalah opini audit.
Oleh karena itu, KAP dituntut untuk
berusaha maksimal dalam memenuhi
keinginan klien. Rasuli (2009) bahkan
berpendapat bahwa auditor eksternal
yang memiliki pandangan profesiona-
lisme yang tinggi akan memberikan kon-
tribusi yang dapat dipercaya oleh para
pengambil keputusan.
Namun Suryanita (2006) memberi-
kan gambaran yang mengejutkan bahwa
kenyataan di lapangan sungguh berbeda
dari kondisi ideal. Fenomena perilaku
pengurangan kualitas audit (Reduced
Audit Quality / RAQ behaviors) atau yang
juga disebut sebagai perilaku disfung-
sional (Dysfunctional Behavior) semakin
banyak terjadi (Alderman dan Deitrick,
1982; Raghunathan, 1991; Malone dan
Roberts, 1996; Soobaroyen dan Chenga-
broyan, 2005; Donnely et al., 2003). Hal
ini menimbulkan perhatian yang lebih
terhadap cara auditor dalam melakukan
audit.
Perilaku disfungsional diketahui
bukanlah faktor yang dengan sendirinya
berpengaruh terhadap penurunan kualitas
hasil audit. Perilaku disfungsional dapat
muncul jika disebabkan oleh faktor lain
yang terjadi lebih dahulu.
Seperti yang telah diindikasikan oleh
Siegel dan Marconi (1989) bahwa
pembentukan sikap dan perilaku berda-
sarkan dari psikologis (psychological),
personalitas (personal), dan faktor sosial
(social). Hal tersebut penting untuk dipa-
hami karena manusia merupakan salah
satu unsur penting dalam suatu organisasi
yang dapat menentukan keberhasilan
pencapaian tujuan organisasi. Efektivitas
setiap manusia dalam suatu organisasi
sangat dipengaruhi oleh perilaku manusia
itu sendiri.
Fenomena penurunan kualitas audit
yang dipengaruhi oleh perilaku auditor
ini sebenarnya telah digambarkan pada
beberapa Theory of Attitude Change
antara lain Consistency dan Dissonance
Theory serta Functional Theory. Dari
penjelasan beberapa teori attitude change
ini dapat disimpulkan bahwa seseorang
mengubah sikap dan perilaku untuk
memenuhi kebutuhannya. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa perilaku disfung-
sional dapat disebabkan oleh faktor
internal dan eksternal manusia itu. Faktor
internal kemungkinan besar dipengaruhi
oleh karakteristik personal seorang
auditor, sedangkan tekanan pekerjaan
menjadi faktor eksternal.
Karakteristik personal auditor
menurut Donnelly et al. (2003) adalah
berupa lokus kendali terdiri dari lokus
kendali internal (internal locus of
control) maupun lokus kendali eksternal
(external locus of control), keinginan
untuk berhenti bekerja (turnover
intention), dan tingkat kinerja pribadi
karyawan (self rate employee perfor-
mance) yang dimiliki oleh para auditor.
Sedangkan untuk faktor eksternal,
peneliti berusaha mengembangkan di-
mensi tekanan pekerjaan seperti tekanan
anggaran waktu (time budget pressure),
tekanan peran (role stress), serta konflik
pekerjaan-keluarga (work-family conflict)
dari beberapa penelitian sebelumnya (Al-
derman dan Deitrick, 1982; Fisher dan
Gittelson, 1983; Fogarty et al., 2000;
Almer dan Kaplan, 2002; serta
Netemeyer et al., 1996). Hal tersebut di
atas diharapkan dapat menambah
keunikan dari penelitian ini daripada
penelitian–penelitian sebelumnya.
Peneliti menganggap penggabungan
faktor karakteristik personal auditor
(lokus kendali, keinginan untuk berhenti
bekerja, dan tingkat kinerja pribadi) dan
tekanan pekerjaan (tekanan anggaran
waktu, tekanan peran, serta konflik
pekerjaan-keluarga) akan merepresentasi-
Fatimah, Anteseden dan Konsekuen....109
kan hasil yang lebih menyeluruh ketika
diteliti secara bersamaan karena me-
nyangkut pengaruh di dalam diri individu
auditor dan pengaruh lingkungan di luar
diri auditor dengan objek penelitian yang
sama.
Kajian Literatur
Salah satu teori yang direkomenda-
sikan Siegel dan Marconi (1989) dalam
memprediksi sikap dan perilaku adalah
Theory of attitude change yang terdiri
atas berbagai macam teori yang
dinaunginya. Dalam penelitian ini akan
dijelaskan mengenai Consistency and
Dissonance Theories dan Functional
Theory karena dianggap relevan dengan
masalah penelitian yang diangkat.
Consistency Theories memegang
bahwa hubungan antara sikap dan
perilaku adalah seimbang ketika tidak ada
tekanan kognitif dalam sistem. Lain
halnya dengan dissonance theory atau
teori ketidaksesuaian yang memiliki
asumsi bahwa ketidaksesuaian kognitif
ada ketika seseorang memiliki dua
keadaan yang berlawanan.
Teori tersebut menjelaskan bahwa
ketidaksesuaian memotivasi seseorang
untuk mengurangi atau mengeliminasi
ketidaksesuaian tersebut. Cara selanjut-
nya untuk mengurangi ketidaksesuaian
adalah mengubah salah satu unsur yang
tidak sesuai agar tidak ada ketidakkonsis-
tenan apapun lagi.
Teori fungsional dari perubahan
sikap menyatakan bahwa sikap berlaku
untuk memenuhi kebutuhan seseorang.
Jadi, seorang auditor dapat melakukan
tindakan apapun termasuk perilaku me-
nyimpang untuk memenuhi kebutuhan
akan kesesuaian tuntutan yang diperoleh-
nya.
Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa terdapat korelasi positif yang kuat
antara individual’s external locus of
control dengan keinginan untuk melaku-
kan kecurangan atau manipulasi untuk
mencapai tujuan mereka sehingga dapat
disusun hipotesis pertama, yaitu :
H1: Lokus kendali berpengaruh terhadap
perilaku disfungsional
Onyemah (2008) berpendapat bahwa
kepuasan kerja, kinerja, serta keinginan
untuk berhenti bekerja memiliki akibat
cyclical behavior (efek berputar). Auditor
yang memiliki keinginan untuk mening-
galkan perusahaannya lebih dapat terlibat
dalam perilaku disfungsional untuk
memenuhi kebutuhannya sesuai dengan
pernyataan teori fungsional. Dari penjela-
san tersebut hipotesis selanjutnya disusun
sebagai berikut :
H2: Keinginan untuk berhenti bekerja
berpengaruh terhadap perilaku
disfungsional
Irawati dan Mukhlasin (2006)
berpendapat bahwa auditor yang memili-
ki persepsi rendah terhadap tingkat
kinerja mereka dianggap akan memper-
lihatkan penerimaan terhadap perilaku
disfungsional sejak mereka melihat diri
mereka tidak mampu untuk bertahan da-
lam pekerjaan. Penurunan kualitas audit
yang dihasilkan dari tindakan tersebut di
atas mungkin digambarkan sebagai
pengorbanan yang diperlukan individu
untuk bertahan dalam lingkungan audit.
Sehingga dapat disusun hipotesis:
H3: Tingkat kinerja pribadi karyawan
berpengaruh terhadap perilaku dis-
fungsional
Berbagai tekanan yang didapatkan
auditor pada saat melakukan tugasnya
yang berasal dari keluarga maupun ling-
kungannya pada penelitian ini disebut
tekanan pekerjaan. Tekanan pekerjaan
dapat timbul dari tekanan anggaran wak-
tu, tekanan peran, atau konflik pekerjaan-
keluarga.
Liyanarachchi dan McNamara
(2007) berpendapat serupa bahwa
tekanan anggaran waktu yang tinggi
dapat meningkatkan perilaku disfung-
sional auditor, yang dapat memberikan
implikasi yang serius bagi kualitas audit,
110 Prosiding SNA MK, 28 September 2016, hlm.107-120
etika, dan kesejahteraan auditor sehingga
dapat disusun hipotesis sebagai berikut:
H4: Tekanan anggaran waktu
berpengaruh terhadap perilaku
disfungsional
Akibat dari tekanan peran yang dapat
diidentifikasi pada pekerjaan yang
berhubungan dengan stres memungkin-
kan untuk menurunkan kemampuan kar-
yawan terhadap kinerjanya (Gilboa et al,
2008). Ketika kinerja menurun dapat
membuat hasil kinerja auditor tidak se-
suai dengan atribut kualitas hasil audit
yang telah ditentukan secara tidak lang-
sung meningkatkan penyimpangan peri-
laku atau perilaku disfungsional sehingga
hipotesis yang dapat disusun untuk va-
riabel tersebut di atas adalah :
H5: Tekanan peran berpengaruh
terhadap perilaku disfungsional
Konflik dapat timbul dari konflik
pekerjaan-keluarga karena adanya keti-
dakseimbangan antara peran sebagai au-
ditor KAP dengan peran sebagai anggota
keluarga (Lathifah, 2009). Konflik
pekerjaan-keluarga ditengarai dapat me-
nimbulkan kestresan dan penurunan ki-
nerja (Netemeyer et al., 1996), sedangkan
kinerja yang menurun akan meningkatkan
perilaku disfungsional. Sehingga dapat
disusun hipotesis sebagai berikut:
H6: Konflik pekerjaan-keluarga berpe-
ngaruh terhadap perilaku disfung-
sional
Perilaku disfungsional berdampak
pada reliabilitas dari sebuah proses audit
serta mengancam masa depan keberlang-
sungan organisasi KAP, sehingga me-
ningkatnya tindakan perilaku disfung-
sional akan menurunkan kualitas hasil
audit. Dari penjelasan di atas dapat
disusun hipotesis terakhir, yaitu :
H8: Perilaku disfungsional berpengaruh
terhadap kualitas hasil audit
Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan kuantitatif dengan Path
Analysis (analisis jalur) karena
merupakan analisis yang digunakan untuk
melukiskan dan menguji model hubungan
antar variabel yang berbentuk sebab
akibat.
Penelitian ini dilaksanakan pada
KAP di Jawa Timur karena jumlah KAP
di Jawa Timur dianggap representatif
karena banyak cabang dari KAP yang
masuk dalam the big four (Rasuli, 2008).
Melalui purposive sampling, dari 281
auditor, sampel yang dapat dipergunakan
dalam penelitian ini sejumlah 86 auditor.
Kriteria yang telah ditetapkan
peneliti di antaranya:
a. Auditor yang menangani masalah
akuntansi perusahaan
b. Status perkawinan auditor telah
menikah (untuk meningkatkan
kevalidan hasil penelitian yang
berhubungan dengan variabel tekanan
pekerjaan-keluarga).
c. Auditor telah bekerja pada KAP yang
sama minimum 1 tahun karena
dianggap telah melakukan adaptasi
terhadap sistem budaya organisasi
pada KAP tersebut.
Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah teknik pengumpulan
data survei dengan questionnaires (kue-
sioner) dengan skala Likert 1 hingga 5.
Lokus Kendali (Locus Of Control -
X1) adalah cara pandang seseorang
terhadap suatu peristiwa apakah dia dapat
atau tidak dapat mengendalikan peristiwa
yang terjadi padanya. Diukur dengan
indikator dari instrumen Spector (1988)
yang diadopsi oleh Donnely et al. (2003)
semakin tinggi skor pada skala tersebut
mengindikasikan semakin tinggi derajat
lokus kendali eksternal pada seorang
auditor.
Keinginan Untuk Berhenti Bekerja
(Turnover Intention - X2) merupakan
salah satu dimensi dari keinginan untuk
berhenti bekerja ditujukan jika seseorang
memiliki keinginan untuk meninggalkan
organisasi tempat mereka bekerja yang
Fatimah, Anteseden dan Konsekuen....111
diukur dengan pertanyaan milik Donnely
et al. (2003) dan Ahuja et al. (2007).
Tingkat Kinerja Pribadi Karyawan
(Self Rate Employee Performance - X3)
merupakan hasil dari perilaku anggota
organisasi, yang mana tujuan aktual yang
dicapai adalah dengan adanya perilaku.
Kinerja adalah merupakan hasil usaha
sendiri dalam menyelesaikan segala
tugas. Indikator variabel tingkat kinerja
pribadi karyawan dilihat dari persepsi
kemampuan diri yang baik dalam
melakukan berbagai tugas.
Tekanan Anggaran Waktu (Time
Budget Pressure - X4) merupakan
keketatan anggaran waktu serta tekanan
terhadap ketercapaian anggaran waktu.
Peneliti memodifikasi instrumen milik
Kingori (1998), Rasuli (2008), serta
Kelley et al. (1999). Semakin tinggi skor
pada skala tersebut mengindikasikan
semakin tinggi tingkat tekanan anggaran
waktu yang dialami auditor.
Tekanan Peran (Role Stress - X5)
adalah tekanan yang dialami seseorang
dalam lingkungan pekerjaannya.
Indikator dari tekanan ini terdiri atas
konflik peran, ambiguitas peran, serta
kelebihan beban kerja yang dialami
seorang auditor. Pengukuran yang
dilakukan menggunakan pertanyaan yang
dimodifikasi dari Rizzo et al. (1970),
Ahuja et al. (2007), Tordera et al. (2000),
serta Beehr (1976).
Konflik Pekerjaan-Keluarga (Work-
Family Conflict - X6) didefinisikan
sebagai adanya tekanan secara bersamaan
antara peran pekerjaan dan keluarga yang
bertentangan satu sama lainnya.
Pengukuran variabel ini dilakukan
dengan 2 indikator yaitu masalah
pekerjaan seringkali terbawa ke
rumah/keluarga dan seringnya
meninggalkan keluarga untuk masalah
pekerjaan. Indikator tersebut dijabarkan
menjadi pertanyaan lima poin skala likert
yang dikembangkan dari Netemeyer et al.
(1996).
Perilaku disfungsional – Y1
(dysfunctional behavior) dalam penelitian
ini adalah perubahan perilaku auditor
yang dapat mengancam suatu sistem
audit meliputi underreporting of audit
time, premature signing-off, serta reduced
audit quality behavior.
Kualitas Hasil Audit (Y2) adalah
kualitas pekerjaan auditor berhubungan
dengan kualifikasi keahlian, ketepatan
waktu penyelesaian pekerjaan dan standar
umum, kecukupan bukti pemeriksaan,
dan sikap independensinya terhadap
klien. Indikator kualitas hasil audit pada
penelitian terdiri atas 3 hal yaitu taat pada
standar umum, melakukan pekerjaan
lapangan dengan tepat, serta memiliki
standar etika yang tinggi.
Hasil dan Pembahasan
Instrumen pada penelitian ini telah
diuji validitas dan reliabilitasnya saat
pilot study yang dilakukan pada akuntan
yang pernah ataupun sedang bekerja pada
KAP. Hasil uji menunjukkan semua item
pertanyaan mempunyai nilai Rhitung lebih
besar dari Rtabel (0.3494) dengan nilai
signifikansi yang lebih kecil dari alpha
0,05 sehingga tidak ada item instrumen
yang harus dikeluarkan dari pengujian,
sedangkan untuk reliabilitas
menunjukkan bahwa hasil perhitungan
standardized item alpha (SIA) lebih besar
dari nilai reliabilitas yang diperbolehkan
menurut Singarimbun (1995), yaitu 0,6.
Dengan demikian, maka butir-butir
item yang digunakan sebagai pengukur
variabel yang diuji adalah valid dan
reliabel. Dengan kata lain, berapa kalipun
pertanyaan pada kuisioner ditanyakan
kepada responden yang berbeda, hasilnya
tidak akan terlalu jauh berbeda.
Hasil uji asumsi klasik, yang terdiri
dari uji normalitas, heteroskedastisitas
dan multikolinearitas, sebagai uji syarat
sebelum Path Analysis juga telah
dilakukan dan hasilnya menunjukkan
112 Prosiding SNA MK, 28 September 2016, hlm.107-120
bahwa data yang dihasilkan lolos uji
asumsi klasik.
Adapun analisis jalur untuk
keseluruhan model dapat digambarkan
pada Gambar 1 di bawah ini:
Gambar 1. Path Analysis Keseluruhan
Model
Pengaruh X1 hingga X6 terhadap
Perilaku Disfungsional (Y1) Secara
Langsung
Hasil pengujian secara statistik
menghasilkan koefisien jalur dan nilai
probabilitasnya (probability value).
Analisis regresi berganda yang pertama
menghasilkan persamaan berikut ini:
ZY1 = P1 ZX1 + P2 ZX2 + P3 ZX3 + P4 ZX4
+ P5 ZX5 + P6 ZX6 + ε1
Berikut disajikan hasil analisis untuk
model pertama.
Tabel 1
Hasil Analisis Pengaruh X1- X6 Terhadap
Perilaku Disfungsional (Y1)
Hasil analisis jalur untuk keseluruhan
model dapat digambarkan pada Gambar 2
di bawah ini :
Gambar 2. Hasil Path Analysis
Keseluruhan Model
Berdasarkan hasil analisis jalur
hubungan di atas dapat diketahui bahwa
koefisien hubungan langsung Lokus
Kendali (X1), Keinginan Untuk Berhenti
Bekerja (X2), Tingkat Kinerja Pribadi
Karyawan (X3), Tekanan Anggaran Wak-
tu (X4), Tekanan Peran (X5), Konflik Pe-
kerjaan-Keluarga (X6) terhadap Perilaku
Disfungsional (Y1) digambarkan dengan
koefisien beta (β) p1 = 0.279 (p = 0.003),
p2 = 0.192 (p = 0.019), p3 = 0.166 (p =
0.033), p4 = 0.174 (p = 0.011), p5 =
0.296 (p = 0.002), dan p6 = 0.016 (p =
0.800).
Dengan menggunakan taraf
signifikansi 0,05, tampak bahwa nilai
probabilitasnya atau signifikansi X1-X5
lebih kecil dari 0,05 atau taraf
kepercayaan 95% (p<0.05, tolak Ho),
sedangkan untuk X6 nilai probabilitasnya
atau signifikansi lebih besar dari 0,05
atau taraf kepercayaan 95% (p>0.05,
tolak Ha).
Dengan demikian, berdasar hasil
analisis terdapat pengaruh langsung yang
signifikan antara Lokus Kendali (X1),
Keinginan Untuk Berhenti Bekerja (X2),
Tingkat Kinerja Pribadi Karyawan (X3),
Tekanan Anggaran Waktu (X4), Tekanan
Peran (X5) terhadap Perilaku
Disfungsional (Y1), sedangkan untuk
pengaruh langsung Konflik Pekerjaan-
Keluarga (X6) terhadap Perilaku
Disfungsional (Y1) dinyatakan
berpengaruh tidak signifikan.
Hal tersebut dikarenakan
berdasarkan kuesioner, sebagian besar
Fatimah, Anteseden dan Konsekuen....113
auditor tidak merasa kehidupan rumah
tangganya terganggu oleh urusan
pekerjaan dan auditor tidak sulit
memenuhi tanggung jawab keluarganya.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian
besar auditor cenderung tidak merasa
perlu melakukan perilaku disfungsional
jika dikarenakan urusan keluarga.
Namun, ketidakkonsistenan hasil
penelitian tersebut mungkin dapat
disebabkan oleh perbedaan gender
responden, yang mana jawaban
responden didominasi jenis kelamin laki-
laki serta usia pernikahan yang tidak
diketahui. Alasannya, perbedaan gender
terbukti berpengaruh terhadap jawaban
responden tentang konflik pekerjaan-
keluarga. Hal tersebut dijelaskan oleh
teori peran gender yang menyatakan
bahwa wanita dan pria berbeda dalam hal
menggunakan waktu dan energi untuk
kewajiban atau tugas pekerjaan dan
keluarga (Gutek et al., 1991 dan
Parasuraman dan Simmers, 2001).
Bagaimanapun, secara psikologis
pria dinilai lebih terlibat dalam pekerjaan
dan menggunakan waktunya lebih banyak
untuk menyelesaikan atau memenuhi
peran pekerjaannya daripada wanita.
Menurut Parasuraman dan Simmers
(2001) pria memiliki komitmen terhadap
pekerjaan lebih besar daripada wanita
sehingga mengurangi waktu dan
energinya untuk keluarga. Usia
pernikahan dinilai juga berpengaruh
terhadap perbedaan tanggung jawab dan
beban yang diterima responden.
Ketika seseorang belum memiliki
banyak anggota keluarga atau tidak
memiliki anggota keluarga (misalnya
anak) yang masih membutuhkan waktu,
perhatian, serta energi dari orang tua,
maka peran pekerjaan dan keluarga
mungkin lebih dapat diseimbangkan
daripada seseorang yang memiliki
anggota keluarga yang masih
membutuhkan waktu, perhatian, serta
energi.
Berdasarkan theory triming maka
jalur-jalur yang tidak signifikan
dihilangkan sehingga diperoleh model
baru yang didukung data empirik seperti
di bawah ini:
Gambar 3. Analisis Jalur (Path Analysis)
Keseluruhan Model Setelah Variabel
Konflik Pekerjaan-Keluarga (X6)
Dihilangkan
Berdasarkan model path di atas,
didapatkan hasil analisis sebagai berikut:
Tabel 2
Hasil Analisis Pengaruh X1- X5 Terhadap
Perilaku Disfungsional (Y1)
Hasil analisis regresi yang pertama
menghasilkan persamaan berikut ini :
ZY1 = P1 ZX1 + P2 ZX2 + P3 ZX3 + P4 ZX4
+ P5 ZX5 + ε1
ZY1 = 0.279 ZX1 + 0.190 ZX2 + 0.167
ZX3 + 0.174 ZX4 + 0.298 ZX5 + 0.322
Berdasarkan hasil analisis jalur
hubungan di atas dapat diketahui bahwa
koefisien hubungan langsung Lokus
Kendali (X1), Keinginan Untuk Berhenti
Bekerja (X2), Tingkat Kinerja Pribadi
Karyawan (X3), Tekanan Anggaran
Waktu (X4), Tekanan Peran (X5) terhadap
Perilaku Disfungsional (Y1)
digambarkan dengan koefisien beta (β)
114 Prosiding SNA MK, 28 September 2016, hlm.107-120
p1= 0.279 (p=0.003), p2=0.190
(p=0.019), p3=0.167 (p=0.030),
p4=0.174 (p=0.010), dan p5=0.298
(p=0.002). Dengan menggunakan taraf
signifikansi 0,05, tampak bahwa nilai
probabilitasnya atau signifikansi X1-X5
lebih kecil dari 0,05 atau taraf
kepercayaan 95% (p<0.05, tolak Ho).
Nilai koefisien beta terstandarisasi
(standardized coefficients) untuk variabel
X1 hingga X5 masing-masing mempunyai
pengaruh positif yang cukup kuat
terhadap Perilaku Disfungsional (Y1). Hal
tersebut menginterpretasikan bahwa
adanya peningkatan Lokus Kendali (X1),
Keinginan Untuk Berhenti Bekerja (X2),
Tingkat Kinerja Pribadi Karyawan (X3),
Tekanan Anggaran Waktu (X4), Tekanan
Peran (X5) dapat meningkatkan Perilaku
Disfungsional (Y1).
Koefisien residual pada Blok I ini
adalah sebesar 0.322. Koefisien residual
e1 untuk jalur pengaruh blok I diperoleh
dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
e1 = (1-Adj R²)= (1-0.678) = 0.322
Penjelasan logis yang dapat disusun
oleh peneliti mengenai variabel-variabel
tersebut akan dijelaskan lebih lanjut.
Sejalan dengan Dissonance Theory
Ketika seorang auditor cenderung
memiliki lokus kendali eksternal
mengalami tuntutan pekerjaan yang
tinggi, dia akan merasa cemas dan
berusaha melakukan tindakan apapun
untuk mengurangi ketidaksesuaian
kondisi tersebut, seperti tindakan perilaku
disfungsional.
Hasil kuesioner mendukung teori
tersebut dengan menunjukkan bahwa ada
kecenderungan sebagian besar responden
terhadap lokus kendali eksternal, rata-rata
auditor tidak yakin bahwa mereka
mampu mendapatkan pekerjaan yang
mereka inginkan atau dengan kata lain,
para auditor tersebut memiliki keyakinan
bahwa lingkungan yang mempengaruhi
kesuksesan mereka.
Meskipun para auditor sebenarnya
memiliki keyakinan bahwa peran
pengetahuan atau keahlian seseorang
berimbang dengan peran konektivitas
terhadap orang lain dalam mencapai
sebuah kesuksesan yang dalam hal ini
adalah mendapatkan pekerjaan,
konektivitas terhadap orang lain dianggap
lebih menentukan kesuksesan
mendapatkan pekerjaan.
Pada auditor dengan lokus kendali
internal, tekanan tersebut membuat
auditor dengan lokus kendali internal
berpikir secara rasional untuk
menyelesaikan proses audit yang sedang
dikerjakannya, namun bagi auditor
dengan lokus kendali eksternal akan
merasakan stres, depresi, dan hanya
berpikir tidak akan dapat mengendalikan
akibat buruk jika tidak memiliki koneksi
atau tidak mengenal “orang yang tepat”
yang memiliki kekuasaan di atas
supervisor sehingga jalan lain untuk
“menghindari nasib buruk” adalah
dengan melakukan beberapa perilaku
disfungsional untuk menyelesaikan
proses audit,.
Penjelasan berikutnya mengenai
variabel keinginan untuk berhenti
bekerja. Rata-rata auditor ragu-ragu
terhadap rencana untuk tetap bekerja
hingga 2 tahun mendatang bahkan hingga
5 tahun ke depan.
Seperti yang telah dinyatakan dalam
Dissonance Theory ketika seseorang
memiliki 2 kondisi berlawanan, akan
melakukan tindakan untuk mengeliminasi
ketidaksesuaian tersebut. Jika auditor
memiliki keinginan untuk meninggalkan
KAP tempatnya bekerja, kurang
memperhatikan akibat yang berpotensi
kurang baik terhadap kinerja dan promosi
sehingga cenderung untuk melakukan
perilaku disfungsional.
Ketika seorang auditor tidak lagi
memperhatikan promosi dan kemajuan
karirnya pada KAP saat ini maka terdapat
kemungkinan auditor akan melakukan
Fatimah, Anteseden dan Konsekuen....115
pekerjaan tanpa kinerja yang memadai
karena tingkat komitmen terhadap
organisasi telah menurun. Hal tersebut
mengakibatkan kualitas pekerjaan yang
buruk karena tujuan mengerjakan proses
audit bukan untuk promosi dan
peningkatan karir yang dapat
memberikan motivasi bagi auditor, akan
tetapi lebih cenderung sekedar
menjalankan tugas sehingga kehati-hatian
dan ketelitian bisa menjadi korban.
Seorang auditor yang sekedar
menjalankan tugas tanpa memperhatikan
kualitasnya akan enggan untuk
melakukan proses audit sesuai dengan
prosedur yang ditentukan.
Dissonance Theory jika dikaitkan
dengan tingkat kinerja pribadi karyawan,
ketika individu melakukan kinerja di
bawah ekspektasi atasannya akan
cenderung terlibat untuk melakukan
perilaku disfungsional karena
menganggap bahwa mereka tidak dapat
mencapai tujuan yang diperlukan untuk
bertahan dalam sebuah perusahaan
melalui usahanya sendiri sehingga
penyimpangan perilaku dianggap perlu
dalam situasi ini untuk menghindari
ketidaksesuaian kondisi tersebut. Hasil
penelitian ini mendukung hasil penelitian
sebelumnya milik Donelly et al. (2003)
karena tingkat kinerja pribadi karyawan
berpengaruh signifikan terhadap perilaku
disfungsional.
Ketika seorang auditor memiliki
kinerja terkait perencanaan (menentukan
anggaran, persiapan agenda) yang rendah,
akan mengakibatkan anggaran waktu dan
persiapan agenda tahap audit yang harus
dilakukan menjadi tidak relevan dan
terdapat kemungkinan waktu yang
dianggarkan dengan agenda tahapan audit
tidak sebanding. Hal tersebut
menyebabkan pekerjaan yang tergesa-
gesa serta tidak terorganisir dengan baik
sehingga ketelitian menurun bahkan
prosedur audit yang seharusnya
dilakukan, dihilangkan agar anggaran
waktu dan persiapan agendanya sesuai.
Hasil kuesioner juga menunjukkan
bahwa sebagian besar auditor sebenarnya
jarang mencapai pemenuhan target
anggaran waktu jika tidak melakukan
perilaku disfungsional. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar
auditor dapat mencapai target anggaran
waktu yang telah ditentukan dengan
melakukan perilaku disfungsional.
Consistency theory memegang
prinsip bahwa perilaku seseorang akan
seimbang jika tidak ada stres dalam
sistem. Ketika anggaran waktu yang telah
ditetapkan sesuai dengan kemampuannya,
auditor akan melakukan penyelesaian
proses audit sesuai dengan aturan dan
standar yang berlaku, sebaliknya
Dissonance Theory berperan ketika
terjadi tekanan anggaran waktu yang
timbul dari adanya keterbatasan sumber
daya manusia dalam rangka penyelesaian
tugas audit (yang mungkin dipengaruhi
oleh pertimbangan atas keterbatasan
personel, pertimbangan laba, dan
hambatan fee), auditor akan melakukan
perilaku disfungsional untuk memenuhi
tenggat waktu yang telah ditetapkan.
Di lain pihak, tekanan peran juga
dapat berakibat buruk bagi karyawan
dalam hal ini auditor. Hal tersebut
menginterpretasikan dukungan terhadap
Consistency dan Dissonance Theory
ketika terjadi tekanan peran yang dialami
auditor, akan ada tindakan yang
dilakukan auditor untuk mengeliminasi
konflik/masalah dikarenakan
ketidaksesuaian kondisi auditor dengan
ekspektasi atasan. Tindakan tersebut bisa
saja berupa perilaku disfungsional.
Perilaku disfungsional dilakukan semata-
mata karena kebutuhan auditor dan
fenomena ini telah digambarkan oleh
Functional theory.
Berdasarkan kuesioner yang
diberikan, sebagian besar auditor ragu-
ragu tentang seberapa besar otoritas yang
116 Prosiding SNA MK, 28 September 2016, hlm.107-120
dimiliki untuk menyelesaikan sebuah
tugas. Sebagian besar auditor merasa
mereka bekerja di bawah kebijakan atau
pedoman yang tidak sesuai dan merasa
ragu-ragu tentang apa tanggung jawabnya
karena auditor menerima tugas tanpa
sumber daya dan materi yang cukup
untuk melaksanakannya.
Tekanan peran dalam pekerjaan yang
sering dihadapi seseorang dalam peker-
jaan di antaranya adalah konflik peran,
ambiguitas peran, serta kelebihan beban
kerja. Meskipun belum terdapat peneli-
tian yang secara langsung menguji
pengaruh tekanan peran terhadap perilaku
disfungsional, penelitian ini menunjukkan
bahwa tekanan peran berpengaruh ter-
hadap perilaku disfungsional, bahkan te-
kanan peran dapat dianggap paling
berpengaruh terhadap kualitas hasil audit
dibandingkan tekanan anggaran waktu.
Hal tersebut menginterpretasikan
bahwa hasil penelitian secara tidak
langsung mendukung penelitian serupa
milik Henle dan Blanchard (2008) yang
menyatakan jika stress tingkat tinggi
telah dialami berkali-kali, konsekuensi
negatif yang akan terjadi, sedangkan
salah satu sumber stress atau tekanan
adalah terperangkapnya auditor dalam
situasi ketika auditor tidak dapat lepas
dari tekanan peran dalam pekerjaan.
Ketika seorang auditor tidak yakin
seberapa besar otoritas yang dimiliki,
tidak ada panduan yang memadai untuk
menyelesaikan pekerjaan, tidak yakin
bagaimana pekerjaan yang dilakukan
akan terhubung, dan tidak mengetahui
tujuan yang jelas terhadap pekerjaannya
akan membuat auditor tersebut kebosa-
nan dan kejenuhan lebih mudah dialami
auditor.
Ketika perasaan tersebut dialami
auditor, pekerjaan auditorpun akan
terganggu karena merasa pekerjaannya
tidak memiliki pengukur kesuksesan yang
jelas. Hal tersebut dapat mengakibatkan
auditor melakukan pekerjaan sekedarnya
saja hanya unyuk memenuhi pekerjaan
yang diminta tanpa tahu untuk apa
pekerjaan tersebut dtujukan.
Ketika seorang auditor tidak tahu
tujuan pekerjaan tersebut dilakukan maka
kinerjanya akan terganggu dan berakibat
kualitas pekerjaan akan menjadi korban
karena auditor lebih mungkin melakukan
pekerjaan tanpa pedoman yang jelas yang
bararti auditor melakukan perilaku dis-
fungsional seperti gagal meneliti prinsip
akuntansi, melakukan premature sign-off,
underreporting of chargeable time, dan
keluar dari program tahap audit.
Pengaruh Perilaku Disfungsional (Y1)
terhadap Kualitas Hasil Audit (Y2)
Secara Langsung
Hasil analisis regresi menghasilkan
persamaan berikut ini:
ZY2 = P8ZY1 + ε2
ZY2 = -0.425 ZY1 + 0.829
Tabel 3
Hasil Analisis Pengaruh Perilaku
Disfungsional (Y1) Terhadap Kualitas
Hasil Audit (Y2)
Berdasarkan hasil analisis jalur
pengaruh di atas dapat diketahui bahwa
koefisien pengaruh langsung Perilaku
Disfungsional (Y1) dengan Kualitas Hasil
Audit (Y2) digambarkan dengan koefisien
beta (β) p8= -0.425 (p=0.000). Dengan
menggunakan taraf signifikansi 0,05,
tampak bahwa nilai probabilitasnya atau
signifikansi Perilaku Disfungsional (Y1)
lebih kecil dari 0,05 atau taraf
kepercayaan 95% (p<0.05, tolak Ho). Hal
tersebut menunjukkan terdapat pengaruh
Perilaku Disfungsional (Y1) terhadap
Kualitas Hasil Audit (Y2) sehingga dapat
dinyatakan bahwa hipotesis yang
menyatakan bahwa Perilaku
Fatimah, Anteseden dan Konsekuen....117
Disfungsional (Y1) berpengaruh terhadap
Kualitas Hasil Audit (Y2) tidak ditolak.
Pengaruh Tidak Langsung X1 hingga
X5 terhadap Kualitas Hasil Audit (Y2)
melalui Perilaku Disfungsional (Y1)
Setelah mengetahui pengaruh secara
langsung dari setiap variabel eksogen
terhadap variabel endogen baik model
persamaan regresi pertama sampai kedua,
kemudian selanjutnya dihitung pengaruh
tidak langsung dari variabel Lokus
Kendali (X1), Keinginan Untuk Berhenti
Bekerja (X2), Tingkat Kinerja Pribadi
Karyawan (X3), Tekanan Anggaran
Waktu (X4), Tekanan Peran (X5) terhadap
Kualitas Hasil Audit (Y2) melalui
Perilaku Disfungsional (Y1) sehingga
dapat disusun model lintasan dalam
analisis jalur sebagai berikut:
Gambar 3. Hasil Analisis Jalur (Path
Analysis) Keseluruhan Model Baru
Berdasarkan analisis data di atas,
maka besarnya pengaruh langsung dan
tidak langsung dari analisis jalur ini dapat
dirinci sebagai berikut:
Tabel 4
Nilai Koefisien Korelasi (Pengaruh)
Antar Variabel
Dari Tabel di atas dapat diketahui
dapat disimpulkan bahwa variabel yang
paling berpengaruh terhadap Kualitas
Hasil Audit adalah Tekanan Peran
melalui Perilaku Disfungsional sebagai
variabel intervening.
Simpulan dan Saran
Penelitian ini menjelaskan ketika
seorang auditor memiliki kecenderungan
terhadap karakteristik personal tertentu,
yaitu cenderung memiliki lokus kendali
eksternal, memiliki niat untuk berhenti
dari tempat auditor bekerja, dan memiliki
tingkat kinerja pribadi di bawah rata
terbukti berpengaruh terhadap tindakan
perilaku disfungsional yang secara
langsung berpengaruh signifikan pula
terhadap kualitas hasil audit.
Penelitian ini juga memberikan bukti
bahwa Perilaku Disfungsional berpenga-
ruh negatif terhadap Kualitas Hasil Audit
sehingga adanya peningkatan Perilaku
Disfungsional dapat menurunkan Kua-
litas Hasil Audit dan jika Perilaku
Disfungsional semakin rendah, hal ini
akan dapat meningkatkan Kualitas Hasil
Audit. Fenomena tersebut mengindikasi-
kan dukungan terhadap theory of attitude
change yang menyatakan bahwa attitude
(sikap) dan behavior (perilaku) seseorang
akan seimbang jika tidak ada cognitive
stress dalam sistem (Consistency Theo-
ry), sedangkan Dissonance Theory me-
nyatakan bahwa cognitive dissonance
akan terjadi ketika sesorang memiliki dua
keadaan yang bertentangan dan attitude
seseorang sebenarnya ada untuk meme-
nuhi kebutuhannya (Functional theory).
Penelitian ini tidak dapat
membuktikan adanya pengaruh konflik
pekerjaan-keluarga terhadap perilaku
disfungsional maupun kualitas hasil
audit. Dengan demikian, penelitian ini
tidak dapat mendukung Lathifah (2009)
yang menyatakan bahwa salah satu
penyebab tekanan pekerjaan adalah
konflik pekerjaan-keluarga. Namun,
ketidakkonsistenan hasil penelitian
tersebut mungkin dapat disebabkan oleh
perbedaan gender responden, yang mana
jawaban responden didominasi jenis
118 Prosiding SNA MK, 28 September 2016, hlm.107-120
kelamin laki-laki serta usia pernikahan
yang tidak diketahui. Alasannya,
perbedaan gender terbukti berpengaruh
terhadap jawaban responden tentang
konflik pekerjaan-keluarga. Hal tersebut
dijelaskan oleh teori peran gender yang
menyatakan bahwa wanita dan pria
berbeda dalam hal menggunakan waktu
dan energi untuk kewajiban atau tugas
pekerjaan dan keluarga.
Pada penelitian ini terdapat
keterbatasan penelitian di antaranya:
1. Peneliti tidak dapat menentukan
jumlah populasi seluruh auditor yang
terdapat di Jawa Timur secara pasti
dikarenakan keterbatasan data yang
diberikan oleh KAP.
2. Penelitian ini menggunakan
purposive sampling sehingga
memiliki tingkat generalisasi
penelitian yang rendah.
3. Penelitian ini menggunakan mail
questionaries sehingga tidak dapat
memastikan apakah jawaban yang
diberikan benar-benar diisi oleh
responden yang dituju sehingga
dapat menimbulkan bias.
Untuk meningkatkan perkembangan
penelitian selanjutnya, saran yang dapat
diajukan adalah sebagai berikut :
1. Meskipun tujuan menggunakan
purposive sampling terkait dengan
variabel konflik pekerjaan-
keluarga, sebaiknya penelitian
selanjutnya tidak memberikan
kriteria terhadap auditor yang
berstatus menikah. sehingga
penelitian selanjutnya dapat
dilakukan dengan menggunakan
jumlah sampel yang lebih besar
agar estimasi terhadap
parameter populasi dapat
dilakukan dengan akurat dan presisi.
2. Penelitian selanjutnya dapat
kembali menguji pengaruh tekanan
pekerjaan-keluarga dengan memberi
perbandingan hasil terhadap
perbedaan gender karena gender
dinilai dapat memengaruhi
keputusan atau persepsi seseorang
terhadap variabel tersebut.
3. Penelitian lebih lanjut yang
dapat dikembangkan dalam
penelitian ini adalah dengan
memasukkan variabel komitmen
organisasi dan motivasi agar lebih
memberikan gambaran tentang
pengaruh determinan perilaku
disfungsional secara lebih
menyeluruh karena terdapat banyak
penelitian yang membuktikan
bahwa komitmen organisasi dan
motivasi berpengaruh terhadap job
outcomes maupun tingkat kinerja
pribadi karyawan.
Daftar Rujukan
Ahuja, M.K., D.H. McKnight, K.M.
Chudoba, J.F. George, dan C.J.
Kacmar. (2007). It Road Warriors:
Balancing Work-Family Conflict, Job
Autonomy, and Work Overload to
Mitigate Turnover Intentions, MIS
Quarterly 31 (1): 1-17
Alderman, C. W., dan J. W. Deitrick,
(1982). Auditors Perceptions of Time-
Budget Pressures and Premature Sign-
Off: A Replication and Extension,
Auditing: A Journal of Practice &
Theory 2 : 54-68.
Almer, E.D., dan S. E.Kaplan. (2002).
The Effect of Flexible Work
Arrangement and Stressor, Burn Out,
and Behavioral Job Outcomes in
Public Accounting. Behavioral
Research in Accounting 14 : 1-37.
Beehr, T, J. Welsh., dan T. Taber. (1976).
Relationship of Stress to Individually
and Organizationally Valued States:
Higher Order Needs as Moderator.
Journal Applied Psychology 61:41-47
Donnely, David P., Jeffrey J. Q, dan
David O. (2003). Auditor Acceptance
of Dysfunctional Audit Behavior : An
Explanatory Model Using Auditors’
Fatimah, Anteseden dan Konsekuen....119
Personal Characteristics. Journal of
Behavioral Research in Accounting 15
:87-107.
Fisher, C.D. dan Gittelson, R. (1983). A
Meta Analysis of The Correlate of
Role Conflict and Role Ambiguity,
Journal of Applied Psychology
68:320-333.
Fogarty, T.J, J. Singh, G.K. Roads dan
R.K. Moore. (2000). Antecedent and
Consequences of Burnout in
Accounting: Beyond The Role Stress
Model, Behavioral Research in
Accounting 12:31-67.
Gutek, B. A., S. Searle, dan L. Klepa.
(1991). Rational Versus Gender Role
Explanations For Work-Family
Conflict, Journal of Applied
Psychology 76(4):560-568.
Henle, C.A., dan A.L Blanchard. (2008).
Interaction of Work Stressors and
Organizational Sanctions on
Cyberloafing, Journal of Management
Issues 20 (3) : 383-400
Irawati, Y., dan Mukhlasin, T.A.P.
(2005). Hubungan Karakteristik
Personal Auditor Terhadap Tingkat
Penerimaan Penyimpangan Perilaku
Dalam Audit. Prosiding Simposium
Nasional Akuntansi VIII Solo. 929-
940.
Kelley, T., Margheim, L., dan Pattison,
D. (1999). Survey on The Differential
Effects of Time Deadline Pressure
Versus Time Budget Pressure on
Auditor Behavior, The Journal of
Applied Business Research 15(4) :
117-128.
Kingori, J. (2003). The Reduction of
Dysfunctional Audit Practices
Through The Amplification of Ethical
Obligation. Disertasi. Southern Ilionis
University Carbondale.
Lathifah, I. (2009). Pengaruh Konflik
Pekerjaan - Keluarga Terhadap
Turnover Intention Dengan Kepuasan
Kerja Sebagai Variabel Intervening.
Studi Empiris Pada Auditor Kantor
Akuntan Public di Indonesia.
Prosiding Simposium Nasional
Akuntansi XII Palembang (SIAE). 1-
25
Liyanarachchi, G.A., dan S.M.
McNamara. (2007). Auditor of Time
Budget Pressure: A Comparison
Across Different Auditor Positions
and Different Types of Firms. New
Zealand.
Malone, Charles F., dan Robin W.
Roberts. (1996). Factors Associated
With The Incidence of Reduced Audit
Quality Behavior, Auditing: A Journal
of Practice & Theory 15 (2) : 49-64.
Netemeyer, R. G., J. S. Boles, dan R. Mc
Murrian. (1996). Development and
Validation of Work-Family Conflict
Scales, Journal of Applied Psychology
81(4) : 400-410.
Onyemah, V. (2008). Role Ambiguity,
Role Conflict, dan Performance :
Empirical Evidence of An Inverted-U
Relationship, Journal of Personal
Selling and Sales Management 28 (3):
299-313.
Parasuraman S., dan C. A. Simmers.
(2001). Type Of Employment, Work-
Family Conflict and Well-Being” A
Comparative Study, Journal of
Organizational Behavior Research in
Accounting Environment 8:91-113.
Raghunathan, B., (1991), Premature
Signing-Off of Audit Procedure: An
Analysis, Accounting Horizon,
Juni:71-9.
Rasuli, L.O. (2009). Pengaruh Time
Budget Pressure, Perilaku
Disfungsional dan Komitmen
Organisasional Terhadap Kualitas
Audit. Studi Pada Kantor Akuntan
Publik di Jawa Timur. Tesis.
Universitas Brawijaya. Malang.
Rizzo, J, J House, dan S Lirtzman.
(1970). Role Conflict and Ambiguity
in Complex Organization.
120 Prosiding SNA MK, 28 September 2016, hlm.107-120
Administrative Science Quartely 15:150-
163.
Siegel, G., dan H.R. Marconi. (1989).
Behavioral Accounting. South-
Western Publishing Co.
Singarimbun, M. (1995). Metode
Penelitian Survei. Edisi Revisi.
Cetakan ke-2. PT Pustaka LP3ES
Indonesia. Jakarta.
Solimun. (2002). Structural Equation
Modeling LISREL dan AMOS.
Universitas Negeri Malang. Malang.
Soobaroyen, T. dan C. Chengabroyan,
(2005). Auditor’s Perception of Time
Budget Pressure, Premature Sign-Off
and Under Reporting of Chargeable
Time: Evidence From A Developing
Country. International Journal of
Audit. 201-218
Sososutikno, C. (2003). Hubungan
Tekanan Anggaran Waktu Dengan
Perilaku Disfungsional Serta
Pengaruhnya Terhadap Kualitas Audit.
Prosiding Simposium Nasional
Akuntansi VI Surabaya. 1116-1128
Spector, P.G. (1982). Behavior in
Organization as A Function of
Employee’s Locus of Control,
Psychological Bulletin 91: 482-
497.
Suryanita, W., D. Setiawan, dan H.
Triatmoko. (2006). Penghentian
Prematur Atas Prosedur Audit.
Prosiding Simposium Nasional
Akuntansi IX Padang. 1-33.
Tordera, N., Vincente, G.R, dan Peiro,
J.M. (2008). The Moderator Effect of
Psychological Climate on The
Relationship Between Leader-Member
Exchange (LMX), European Journal
of Work and Organizational
Psychology 17 (1) : 55-72