Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
“PEDAGOGIK” JURNAL ILMU KEPENDIDIKAN KOPERTIS WILAYAH I
SUMATERA UTARA
Dewan Redaksi :
Pelindung : Koordinator Kopertis Wilayah I Aceh Sumatera Utara
Prof. Dian Armanto, M.Pd., MA., M.Sc., Ph.D.
Pembina : Sekretaris Pelaksana : Dr. Mahriyuni, M.Hum.
Kabag. Umum : Rahmayati, SH., MAP.
Kabid. Kelembagaan dan Sist. Informasi : M. Rajali, SH.
Kabid. Akademik, Kemahasiswaan dan
Ketenagaan : Heriyanto, S.Sos.
Ketua Pengarah : Dr. Ahmad Laut Hasibuan, M,Pd. (Univ. Muslim Nusantara Al Washliyah)
Sekretaris : Drs. Sorgang Siagian, M.Pd. (Universitas Darma Agung)
Ketua Penyunting : Drs. Edward, M.Si. (Universitas Quality)
Sekretaris : Drs. Hidayat, M.Ed. (Univ. Muslim Nusantara Al Washliyah)
Bendahara : Dra. Sukmawarti, M.Pd. (Univ. Muslim Nusantara Al Washliyah)
Anggota 1 Prof. Dr. Tagor Pangaribuan, M.Pd. (Univ. HKBP Nommensen P. Siantar)
2. Prof. Dr. Abdul Murad, M.Pd. (Universitas Islam Sumatera Utara)
3. Prof. Dr. Alesyanti, MH.,M.Pd. (Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara)
4. Dr. Firmansyah, M.Si. (Univ. Muslim Nusantara Al Washliyah)
5. Drs. Yusmin Siahaan, M.Si. (STKIP Riama)
6. Drs. M. Ayyub Lubis, M.Pd., Ph.D. (Univ. Muslim Nusantara Al Washliyah)
7. Drs. Anderson Situngkir, M.Pd. (Universitas Quality)
8. Drs. Daniel Sitanggang, SE. (STIE Teladan)
Disainer/Illustrator: Hendra Armayadi, ST (Staf Kopertis Wilayah I)
Sirkulasi : Drs. Mat Sofyan
Pairin
ii
Prakata
Pedagogik merupakan jurnal ilmiah dalam bidang Ilmu Kependidikan Kopertis Wilayah I (Sumatera
Utara) Pedagogik terbit dua kali setahun (bulan Mei dan November) untuk menyahuti kebutuhan para
pedidik dan praktisi dalam rangka mempublikasikan karya ilmiah (artikel) berupa, telaah kritis, hasil
penelitian atau resensi buku.
Setiap penerbitannya Pedagogik menerima artikel dari kalangan dosen, guru dan praktisi pendidikan,
dan juga menawarkan berlangganan jurnal kepada khalayak. Untuk berlangganan kami mintakan bapak/ibu
mengisi formulir yang telah disediakan. Untuk keterangan lebih lanjut hubungi sdr. Hidayat (081265544833)
atau email [email protected].
Medan, November 2016 Penyunting
iii
Pedoman Untuk Penulis
Jurnal ilmu kependidikan PEDAGOGIK adalah publikasi ilmiah yang terbit setiap semester (2 kali dalam
setahun, yaitu pada bulan Mei dan November) dan menerima setiap tulisan ilmiah di bidang kependidikan,
baik laporan penelitian (original article/ research paper), makalah ilmiah (review paper) berupa olah fikir
maupun laporan kasus (case report) dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Jika artikel menggunakan
bahasa Indonesia dan terdapat di dalamnya bahasa asing, maka bahasa asing tersebut ditulis dengan Italic
style (cetak miring).
Pengiriman makalah
Makalah yang dikirimkan untuk dimuat dalam Jurnal Ilmu Kependidikan Kopertis Wilayah I Sumatera
Utara belum pernah dipublikasikan dan tidak dikirimkan ke penerbitan lain pada waktu yang bersamaan.
Naskah dikirim dalam bentuk print out sebanyak rangkap 2 (dua), dan dalam bentuk soft copy pada CD,
serta diketik dengan mengunakan Microsoft Word for Windows.
Persiapan teknis makalah
Naskah diketik pada kertas 8,5 11" (letter), dengan batas tepi (margin) 1", font: Times New Roman,
besar huruf (font size) 12 point dan menggunakan spasi rangkap 2 (dua) (double space). Setiap naskah
dimulai dari judul, abstrak dan kata kunci (key words), teks keseluruhan, daftar pustaka, (jika ada tabel dan
gambar dapat disisipkan langsung setelah teks yang bersesuaian). Nomor halaman dicantumkan secara
berurutan dimulai dari halaman judul pada sudut sebelah tengah bawah.
Judul
Judul (halaman pertama) harus mencakup judul artikel yang dibuat sesingkat mungkin, spesfik
informatif; b) nama dan perguruan tinggi, nama departemen/ jurusan dan lembaga;
Abstrak dan kata kunci
Halaman kedua memuat abastrak yang tidak terstruktur dan tidak lebih dari 200 kata yang ditulis dalam
bahasa Indonesia dan Inggris. Abstrak laporan penelitian harus berisikan latar belakang, tujuan penelitian,
metode, hasil dan kesimpulan. Abstrak dibuat singkat, informatif dengan menekankan aspek baru dan
penting dari laporan penelitian. Kata kunci dicantumkan di bawah abstrak pada halaman yang sama paling
banyak 3 kata.
Teks
Teks makalah laporan penelitian dibagi dalam beberapa bagian dengan judul sebagai berikut:
Pendahuluan (Introduction), Metode (Methods), Hasil (Result) dan Diskusi (Discussion). Uraikan teknik
statistika secara rinci pada metode untuk memudahkan para pembaca memeriksa kembali hasil yang
dilaporkan. Teks makalah ilmiah dibagi dalam Pendahuluan, Isi, Pembahasan, dan Simpulan.
Biodata Penulis
Penulis diharapkan mengisi biodata berupa nama, alamat, nomor telepon. HP, nomor faksimile, dan
alamat email penulis untuk korespondensi.
Daftar Pustaka
Daftar pustaka ditulis sesuai dengan cara penulisan APA Style dan hanya mencantumkan kepustakaan
yang dipakai dan relevan. Hindarkan penggunakan abstrak sebagai rujukan. Rujukan yang telah diterima
suatu jurnal tetapi belum dipublikasikan harus ditambahkan perkataan “in press”.
iv
Naskah yang diterima redaksi akan dibahas oleh pengasuh dan redaksi berhak memperbaiki susunan
bahasa tanpa mengubah isinya. Penggunakan istilah asing sedapat mungkin dihindari atau disertai
terjemahan penjelasannya. Usulan perbaikan naskah (terutama menyangkut substansi) akan disampaikan
kepada penulis yang bersangkutan.
Naskah dikirim ke:
Hendra Armayadi Sahputra, ST
d/a Kantor Kopertis Wilayah I
Jln. Setia Budi Tanjung Sari Medan 20132
Telepon 8214878 – 8210360 Fax
Atau
Drs. Hidayat, M.Ed Drs. Edward, M.Si.
d/a Universitas Muslim Nusantara Alwashliyah d/a. Universitas Quality
Jln. Garu II No. 93 Medan 20147 Jln. Jamin Ginting Kaban Jahe
Telepon: (061) 7867044 Fax: 7862747
Email: [email protected]
v
Daftar Verifikasi Makalah (Manuscripts Checklist)
Sebelum sejawat mengirimkan naskah kepada Jurnal Ilmu Kependidikan Kopertis Wilayah I Sumatera Utara, mohon bantuan untuk mengisi daftar verifikasi makalah di bawah ini untuk mengkaji item-item yang diperlukan, dan harap lampirkan 1 copy daftar tersebut yang sudah sejawat isi bersama naskah yang akan dikirim. Terima kasih atas bantuannya.
No. Keterangan Tanda
1 Naskah asli beserta 1 (satu) copy dan dalam bentuk soft copy pada CD
2 Naskah diketik dalam 1 (dua) spasi pada kertas berukuran kuarto dan margin 2,5 cm
3 Pada halaman judul tuliskan judul makalah, nama lengkap para penulis serta institusi masing-masing an alamat lengkap penulis utama
4 Nama dan alamat korespondensi secara lengkap, nomor teleponm faksi,ile, termasuk alamat email
5 Abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris, serta kata kunci (keywords)
6 Teks, tabel, gambar dan foto dibuat pada halaman baru dan terpisah
7 Naskah laporan penelitian terdiri dari pendahuluan, metode, hasil dan diskusi serta ucapan terima kasih. Naskah laporan kasus terdiri dari pendahuluhan, riwayat kasus, pembahasan dan kesimpulan. Sedangkan naskah makalah ilmiah dibagi dalam pendahuluan, isi, pembahasan, dan kesimpulan..
8 Daftar pustaka ditulis sesuai menurut aturan APA Style sesuai dengan pedoman untuk penulis, teliti kembali cara penulisan. Dalam naskah rujukan ditulis menggunakan angka Arab dalam tanda kurung. Hanya rujukan yang digunakan ditulis dalam Daftar Pustaka
* Beri tanda untuk verifikasi makalah yang akan dikirimkan kepada Jurnal Ilmu Kependidikan Kopertis
Wilayah I Sumatera Utara. Semua penulis sudah membaca naskah akhir yang berjudul :
................................................................................................................................................................................
................................................................................................................................................................................
................................................................................................................................................................................ Dan menyetujui untuk dipublikasikan ke Jurnal Ilmu Kependidikan Kopertis Wilayah I Sumatera Utara. ......................................., ...................................... 20..... tanda tangan penulis utama ________________________ (Nama Jelas)
vi
DAFTAR ISI PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TEKNIK DISKUSI TERHADAP PENGEMBANGAN KECERDASAN MENGATASI KESULITAN (ADVERSITY QOUTIENT) SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 BINJAI TAHUN AJARAN 2016/2017 Nur Asyah Harahap dan Ria Jumaina (Dosen Kopertis Wilayah I dpk FKIP UMN Al Washliyah dan Mahasiswa UMN Al Washliyah) ...... 126 – 134
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN EXPLICIT INSTRUCTION PADA SISWA KELAS VII1 SMP NEGERI 1 BARUS UTARA TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Hisar Marbun (Guru SMP Negeri 1 Barus Utara Kabupaten Tapanuli Tengah) ........................................................ 135 – 143
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN PENGENALAN KONSEP BILANGAN PADA ANAK KELOMPOK A TK AL QUBA MEDAN Nuraina dan Darajat Rangkuti (Mahasiswa FKIP UMN Al Washliyah dan Dosen FKIP UMN Al Washliyah) ..................................... 144 – 151
GURU MAHIR MEMBINA PRAMUKA Hidayat (Dosen Kopertis Wilayah I dpk FKIP Universitas Muslim Nusantara Al Washliyah) ........................... 152 – 155
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INDOSESIA DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN PAKEM PADA SISWA KELAS VII A SMP NEGERI 2 SIRANDORUNG TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Lahuddin Lubis (Guru SMP Negeri 2 Sirandorung Kabupaten Tapanuli Tengah) ....................................................... 156 – 166
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA BERBANTUAN GEOBOARD 6 Elfira Rahmadani (Dosen FKIP Universitas Asahan) ...................................................................................................... 167 – 175
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENERAPKAN METODE INKUIRI PADA SISWA KELAS IX A MTs NEGERI PINANGSORI KECAMATAN PINANGSORI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Samson Panggabean (Guru MTs Negeri Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah) ............................................................. 176 – 185
UPAYA PENGENALAN VOCABULARY BAHASA INGGRIS ANAK USIA DINI KELOMPOK B MELALUI BERNYANYI DI RA ULUMUL QUR’AN MEDAN Noni Marlina dan Faqih Hakim Hasibuan (Mahasiswa FKIP UMN Al Washliyah dan Dosen FKIP UMN Al Washliyah) ..................................... 186 – 195
UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VII MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DI SMP NEGERI 2 SATU ATAP ANDAM DEWI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Wannef (Guru SMP Negeri 2 Satu Atap Andam Dewi Kabupaten Tapanuli Tengah) ..................................... 196 – 209
GURU PAUD TERAMPIL MENDESAIN ASESMEN PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI Sukmawarti dan Nurhidayah (Dosen Kopertis Wilayah I dpk FKIP UMN Al Washliyah) ................................................................. 210 – 213
vii
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL MELALUI PERMAINAN EGRANG BATOK PADA ANAK KELOMPOK B DI TK NEGERI PEMBINA STABAT Sari Suhrainia Haris dan Umar Darwis (Mahasiswa FKIP UMN Al Washliyah dan Dosen FKIP UMN Alwashliyah) ........................................ 214 – 224
IBM PEMBELAJARAN OPERASI BILANGAN DI SD TUNAS HARAPAN DENGAN PERMAINAN DOMINO BILANGAN Siti Khayroiyah, Saipul Bahri, dan Mimi Istia (Dosen FKIP UMN Alwashliyah) ......................................................................................................... 225 – 228
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
186
UPAYA PENGENALAN VOCABULARY BAHASA INGGRIS ANAK USIA DINI
KELOMPOK B MELALUI BERNYANYI DI RA ULUMUL QUR’AN MEDAN
Noni Marlina1) dan Faqih Hakim Hasibuan2)
1) Mahasiswa FKIP UMN Al Washliyah dan 2) Dosen FKIP UMN Al Washliyah
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengenalan vocabulary Bahasa Inggris
anak usia dini kelompok B melalui bernyanyi di RA Ulumul Qur’an Medan.
Jenis penelitian ini menggunakan metode PTK (Penelitian Tindkan Kelas)
dengan melaksanakan 2 siklus melalui 4 tahapan. Subjek pada penelitian ini
adalah seluruh anak kelompok B di RA Ulumul Qur’an Medan yang berjumlah
20 orang anak. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan dokumentasi
yang dilakukan langsung terhadap seluruh anak RA Ulumul Qur’an Medan.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengenalan vocabulary Bahasa Inggris
anak melalui bernyanyi untuk setiap aspek meningkat dari siklus I ke siklus II
Dalam mengucapkan vocabulary Bahasa Inggris dengan jelas melalui bernyanyi
anak mencapai sebesar 38.75% menjadi 92.5%, melafalkan vocabulary Bahasa
Inggris dengan jelas melalui bernyanyi sebesar 36.25% menjadi 90%, mengingat
vocabulary Bahasa Inggris yang didengar melalui bernyanyi sebesar 33.75%
menjadi 90%, menyimak vocabulary Bahasa Inggris dengan bernyanyi sebesar
37.5% menjadi 88.75%, dan berekspresi menyanyikan lagu dalam berbahasa
inggris mencapai sebesar 35% menjadi 87.5%. Hal ini menunjukan bahwa
adanya peningkatan vocabulary Bahasa Inggris anak melalui bernyanyi.
Kata Kunci: Vocabulary Bahasa Inggris, Bernyanyi
Pendahuluan
Bahasa untuk anak usia dini adalah merupakan alat komunikasi yang sangat penting dalam
kehidupan anak dan berfungsi sebagai alat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan kepada
orang lain, dan juga sebagai alat untuk memahami perasaan dan pikiran orang lain. Bahasa juga
suatu kemampuan individu dalam menciptakan sejumlah kalimat bermakna yang menjadikan
bahasa sebagai upaya yang kreatif. Dan juga suatu rangkaian vocabulary yang sesuai dengan
aturan bahasa yang berupa keterampilan berbahasa seperti berbicara, mendengar, menyimak dan
dapat dicapai dengan penguasaan vocabulary yang memadai.
Berkembangnya bahasa anak akan bertambahnya pula perbendaharaan kata atau
vocabularyanak usia dini itu sendiri. Mengajarkan pengenalan vocabulary Bahasa Inggris pada
anak melalui proses belajar disekolah sebaiknya dikenalkan sejak dini, karena usia dini masa
keemasan dimana segala sesuatu dapat diserap dengan mudah dan cepat. Bahasa memiliki
pandangan bahwa semakin dini anak belajar Bahasa Inggris, semakin mudah anak menguasai
bahasa itu serta mempermudah anak-anak memperoleh bahasa tanpa banyak kesukaran
dibandingkan dengan orang dewasa.
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
187
Pengenalan vocabulary Bahasa Inggris anak usia dini dapat dilakukan dilembaga pendidikan
prasekolah seperti lembaga pendidikan anak usia dini. Dengan demikian pengenalan vocabulary
Bahasa Inggris dapat membantu anak dalam meningkatkan pemahamannya sehingga
memudahkannya dalam mengetahui vocabulary seperti nama-nama benda yang berupa buah-
buahan, anggota tubuh, anggota keluarga dan nama-nama benda lainnya.
Pembelajaran Bahasa Inggris dipendidikan anak usia dini bukan merupakan keharusan
ataupun mutlak. Pembelajaran Bahasa Inggris di pendidikan anak usia dini hanya untuk mengenal
dan penambahan perbendaharaan vocabulary. Namun beberapa sekolah menerapkan
pembelajaran Bahasa Inggris untuk perkembangan bahasa anak, selain itu pembelajaran Bahasa
Inggris juga sebagai salah satu kegiatan yang menjadi program unggulan ataupun tambahan di
sekolah tertentu.
Namun kenyataannya berdasarkan pengamatan peneliti di RA Ulumul Qur’an Medan, bahwa
perbendaharaan vocabulary Bahasa Inggris anak masih kurang memadai dan masih banyak anak
yang sulit untuk mengucapkan vocabulary bahasa inggris secara aktif dan benar. Anak kurang
mampu mengungkapkan suatu hal dengan baik dan benar mengingat pengenalan Berbahasa
Inggris anak kurang terutama dalam penguasaan vocabulary. Bahkan ada yang tidak berani
berbicara sama sekali, padahal kemampuan berbicara ini sangat penting bagi anak. Anak cepat
merasa bosan dan kurang tertarik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran dalam mengenal
vocabulary Bahasa Inggris. Permasalahan yang terjadi meliputi: (1) keterampilan mengucapkan
vocabulary Bahasa Inggris anak masih sangat terbatas,(2) Pebendaharaandalam vocabulary
Bahasa Inggris anak masih sangat kurang ,(3) Keterampilan berbicara anak dalam Bahasa Inggris
masih sangat kurang bahkan ada sebagian anak yang tidak bicara sama sekali,(4)Kurangnya anak
dalam mendengarvocabulary Bahasa Inggris, (5) kurangnya anak dalam menyimak vocabulary
Bahasa Inggris.
Banyak hal yang perlu di perhatikan agar pengenalan pembelajaran vocabulary Bahasa
Inggris pada anak sesuai dengan tututan yang hendak dicapai, dan agar anak mau ikut aktif dalam
pembelajaran yang menarik dangan menyenangkan harus disiapkan untuk merangsang keaktifan
anak.diantaranya dalam sistem pembelajaran harus menggunakan dan mengoptimalkan berbagai
macam strategi dan metode agar dapat berhasil melakukan perbaikan bahasa anak khususnya
vocabulary.
Salah satu teknik pembelajaran untuk pengenalan vocabulary Berbahasa Inggris adalah
melalui bernyanyi, memberikan suatu situasi belajar yang santai dan informal, bebas dari
ketegangan dan kecemasan namun terarah. Dalam bernyanyi anak dilibatkan dan dituntut untuk
aktif dalam mengungkapkan pikiran, perasaan dan suasana hatinya dan dapat menambah
perbendaharaan nyanyian anak. Kamtini (2005:1198) mengungkapkan bahwa “Bernyanyi adalah
kegiatan musik yang fonda mental, karena anak dapat mendengar melalui indranya sendiri,
menyuarakan tinggi rendahnya nada dan irama musik dengan suaranya sendiri.” Bagi anak
bernyanyi merupakan kegiatan yang menyenangkan dan juga sebagai alat bagi anak untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaannya.
Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini adalah apakah pengenalan vocabulary Bahasa Inggris anak usia dini
kelompok B dapat ditingkatkan melalui bernyanyi di RA Ulumul Qur’an Medan?
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
188
Kajian Teori
Perkembangan bahasa anak usia dini merupakan alat komunikasi yang penting bagi manusia
oleh karna itu bahasa sebagai alat untuk mengungkapkan pikiran, perasaan maupun keinginan
bagi manusia kepada orang lain. Bahasa juga memberikan kontribusi yang besar pada
perkembangan anak usia dini. Menurut pendapat Suhartono (2005:8) bahwa “Bahasa merupakan
rangkaian bunyi yang melambangkan pikiran, perasaan, serta sikap manusia”.Bahasa anak
mempunyai pengertian yaitu bahasa yang dipakai oleh anak untuk menyampaikan keinginan,
pikiran, harapan, permintaan, untuk kepentingan kepribadian oleh anak usia dini.
Penguasaan bahasa asing menjadi suatu kebutuhan dalam kehidupan seperti sekarang ini dan
masa mendatang. Bahasa asing yang paling banyak di minta adalah Bahasa Inggris. Namun,
tampaknya Bahasa Inggris tetap menempati urutan pertama, kareana memang peminatnya
banyak dan berasala dari berbagai golongan. Menurut Haviva (2013:107) bahwa “sesuai dengan
tingkatannya, minimal seorang anak sudah mampu mengingat 2000 vocabulary atau kata umum
yang sering digunakan”.
Vocabulary adalah komponen penting yang digunakan dalam bahasa. Menurut pendapat
Suyanto (2008:43), Vocabulary (kosa kata) merupakan kumpulan kata yang dimiliki oleh suatu
bahasa dan memberikan makna,pada umumnya anak lebih cepat belajar kata-kata atau vocabulary
bila digunakan dengan bernyanyi seperti dalam mengenal berupa buah-buahan, anggota keluarga,
mengenal warna, mengenal anggota tubuh, dan mengenal angka pada anak usia dini.
Pembelajaran vocabulary Bahasa Inggris lebih baik bila berkaitan dengan dunia anak, agar mudah
diperaktekan untuk berkomunikasi pada anak usia dini.
Tujuan pengenalan vocabulary Bahasa Inggris adalah: (1) Memberikan kemampuan
pengenalan vocabulary Bahasa Inggris pada anak usia dini melalui bernyanyi. (2) Untuk
mengembangkan kemampuan keterampilan berpikir rasional dengan mendengar langsung melalui
suara atau bunyi nyanyian kepada anak dalam pengenalan vocabulary Bahasa Inggris. (3) Untuk
mengembangkan kemampuan atau mengelaburasi dengan keterampialan nyanyian dalam
pengenalan vocabulary Bahasa Inggris.
Pembelajaran pengenalan vocabulary Bahasa Inggris untuk anak usia dini merupakan
mencakup dua pengenalan bahasa yang berupa keterampilan menyimak (listening),dan
keterapilan berbicara (speaking), (suyanto, 2008:23). Keterampilan bahasa ini disajikan secara
terpadu, seperti apa yang terjadi dalam kehidupan anak sehari-hari.
Periode paling sensitif terhadap bahasa dalam kehidupan seseorang adalah antara umur dua
sampai tujuh tahun. Segala macam aspek dalam berbahasa harus diperkenalkan kepada anak
sebelum masa sensitif ini berakhir. Pada periode sensitif ini sangat penting diperkenalkan cara
berbahasa yang baik dan benar, karena keahlian ini sangat berguna untuk berkomunikasi dengan
lingkungannya
Berdasarkan teori tersebut adalah tepat jika Bahasa Inggris mulai diperkenalkan kepada anak
sedini mungkin. Mengingat Bahasa Inggris merupakan bahasa asing pertama di indonesia, maka
proses pembelajarannya harus dilakukan secara bertahap. Pemilihan materi yang sesuai dengan
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
189
usia anak dan juga efektif untuk berkembangan kognitif bahasa anak serta situasi belajar yang
menyenangkan haruslah menjadi perhatian utama dalam berhasilnya suatu proses pembelajaran.
Di sisi lain perlu dipahami bahwa anak usia dini adalah usia bermain. Setiap anak adalah
pribadi yang unik dan dunia bermain merupakan kegiatan yang serius namun mangasyikkan bagi
mereka. Maka pendekatan yang tepat perlu diciptakan oleh seorang pendidik agar proses
pembelajaran Bahasa Inggris lebih menarik dan menyenangkan tanpa meninggalkan kaidah-
kaidah bahasa yang benar. Pada umumnya tujuan tersebut adalah supaya anak dapat memahami
cara berbahasa yang baik dan benar, berani mengungkapkan ide atau pendapatnya dan dapat
berkomunikasi dengan lingkungannya.
Dalam pembelajaran bahasa inggris banyak metode dan teknik yang dapat digunakan
diantaranya melalui singing (nyanyian) karena pada hakikatnya lagu nyanyian adalah menyusun
suara dalam unsur kombinasi dan hubungan tempo untuk menghasilkan komposisi yang
mempunyai kesatuan dan kesinambungan. Jadi lagu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan dan dapat dipergunakan sebagai sarana dalam proses pembelajaran. Karena dalam
melakukan kegiatan belajar anak diajak untuk melakukan dan memperagakan suatu gerakan yang
sesuai dengan makna lagu yang dinyanyikan.
Bernyanyi pada anak usia dini merupakan kegiatan yang sangat erat kaitannya dengan dunia
anak. Menurut Masitoh (2004:113), sejak lahir anak secara biologis sudah dilengkapai dengan
kesenangan untuk merespon suara-suara orang. Bayi merespon musik secara berirama jauh
sebelum mereka berusia seahun. Hal ini mengisyaratkan kepada kita bahwa bernyanyi merupakan
bakat yang bersifat alamiah, yang dimiliki serta dibutuhkan oleh setiap individu.
Bernyanyi merupakan kegiatan musik yang fundamental karena anak dapat mendengar
melalui indranya, serta dapat menyuarakan beragam nada dan irama musik. Dengan melibatkan
anak dalam kegiatan menyanyi bersama secara tidak langsung kita telah memberikan pengalaman
yang menyenangkan kepada mereka.
Menurut Masitoh (2004:115) bahwa “anak dapat mengungkapkan nyanyiannya secara bebas,
maka diperlukan beberapa kemampuan dasar musik yaitu kemampuan mendengar, kemampuan
memperagakan kemampuan beraktivitas”. Kegiatan bernyanyi itu sendiri memiliki banyak
manfaat bagi pekembangan anak, diantaranya seperti mengurangi rasa cemas, menibulkan rasa
percaya diri, menumbuhkan kreativitas anak serta berbagai salahsatu untuk mengungkapkan
emosi, dan perasaan.
Satu hal yang perlu diperhatikan oleh guru adalah bahwa setiap anak memiliki kemampuan
mendengar, bernyanyi dan berkreativitas yang berbeda. Anak bernyanyi menurut cara dan
gagasan mereka sendiri. Dengan keterbatasan yang dimilikinya, anak akan bebas pula
mengungkapkan emosi, perasaan dan kreativitasnya melalui bernyanyi serta dapat menumbuhkan
rasa senang dan gembira dalam bermusik. Dalam hal ini dibutuhkan strategi yang tepat dan
kreativitas guru dalam merancang pembelajaran dengan media yang tepat dan menyenagkan bagi
anak tanpa ada kejenuhan dan kebersamaan dalam belajar.
Salah satu cara mengajarkan vocabulary Bahasa Inggris kepada anak usia dini adalah dengan
menggunakan nyanyian atau lagu sebagai medianya. Sejalan dengan keberadaan seorang anak
yang senag menyanyi dan bergerak maka gerak dan lagu adalah salah satu pendekatan yang
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
190
sangat tepat jika digunakan sebagai sarana dalam menyanyikan proses pembelajaran vocabulary
Bahasa Inggris pada anak usia dini. Menyanyikan proses pembelajaran yang menarik dan
menyenangkan bagi anak dengan tidak meninggalkan kaidah berbahasa inggris yang baik dan
benar.
Pada hakikatnya bagi anak-anak adalah sebagai bahasa emosi, dimana dengan nyanyian anak
dapat mengungkapkan perasaan, rasa senang, lucu, kagum haru, bahasa nada, karena nyanyian
dapat didengar, dapat dinyanyikan dan dikomunikasikan. Bahasa gerak, gerak pada nyanyian
tergambar pada iramabirama, pada irama dan pada melodi. Nyanyian dan musik digunakan
sebagai teknik dalam proses pembelajaran vocabulary bahasa inggris. Musik yang memiliki
berbagai kandungan elemen didalamnya dapat dijadikan salah satu bentuk fasilitas untuk
mengembangkan dan kemampuan kognitif anak. Untuk itu, lagu-lagu berbahasa inggris dapat
membantu para guru untuk menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif dan menyenangkan.
Banyak keuntungan yang diperoleh anak dalam bernyanyi dalam meningkatkan kemampuan
bahasa anak. Adapun keuntungan mengajarkan vocabulary Bahasa Inggiris dengan bernyanyi
adalah: (1) akan memotivasi anak untuk lebih senang mempelajari vocabulary Bahasa Inggris.(2)
anak menjadi senang dan lebih muda dalam memahami materi ajar yang disampaikan.(3) dapat
menumbuhkan minat anak untuk lebih senang dan giat belajar bahkan dapat memudahkan anak
dalam memahami materi ajar yang di sampaikan. (4) anak dibuat senang, tidak bosan dan tertarik
dalam mengikuti pembelajaran.
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Adapun
prosodur penelitian yang dilakukan terbagi dalam perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi
dan refleksi. Desain penelitian dapat digambarkan pada bagan berikut :
Gambar I. Model Kemmis dan Mc Taggart (dalam Ari kunto, 2006:97)
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
191
Tempat penelitian ini di RA Ulumul Qur’an Medan. Waktu penelitian pada semester genap
Tahun Ajaran 2015-2016. Subjek penelitian ini adalah anak-anak yang berada di kelas B pada
usia 5-6 tahun di RA Ulumul Qur’an medan 2015-2016 yang berjumlah 20 orang anak, yang
terdiri dari 9 anak laki-laki dan 11 anak perempuan. Objek penelitian ini adalah pengenalan
vocabulary Bahasa Inggris anak usia dini melalui bernyanyi.
Variabel dalam penelitian ini adalah Vocabulary Bahasa Inggris anak usia dini. Sedangkan
indikator pengenalan Vocabulary Bahasa Inggris adalah: 1) Anak dapat mengucapkan vocabulary
Bahasa Inggris dengan jelas melalui bernyanyi; 2) Anak dapat melafalkan vocabulary Bahasa
Inggris dengan nyanyian baik dan benar; 3) Anak mampu mengingat ketika bernyanyi dengan
vocabulary Bahasa Inggris; 4) Kemampuan anak menyimak vocabulary Bahasa Inggris dengan
bernyanyi; dan 5) Anak dapat berekspresi ketika menyanyikan lagu dalam berbahasa inggris.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa lembar observasi. Aktivitas
yang dijaring dalam pedoman observasi ini berupa aktivitas guru yaitu memberikan pembelajaran
bernyanyi terhadap anak. Aktivitas anak yaitu bernyanyi dengan menggunakan vocabulary
Bahasa Inggris.
Pada penelitian tindakan kelas ini digunakan analisis deskriptif. Untuk mengetahui persentase
perkembangan vocabulary bahasa inggris yang diperoleh anak dalam kegiatan belajar digunakan
rumus sebagai berikut :
P = 𝑓
n 𝑥100% (Sudjana, 2004:43)
Keterangan:
P = Persentase perkembangan anak
𝑓 = Jumlah anak yang mengalami perubahan
n = Jumlah seluruh anak dalam kelas
Kriteria keberhasilan tindakan adalah 75% anak mencapai taraf perkembangan sesuai
harapan.
Hasil Penelitian
Siklus I
Pengenalan vocabulary Bahasa Inggris anak melalui kegiatan bernyanyi dalam siklus I dapat
dilihat pada gambar berikut
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
192
Gambar 2. Vocabulary Bahasa Inggris anak pada Siklus I
Dari hasil persentase penilaian di atas terlihat bahwa pengenalan vocabulary Bahasa Inggris pada
setiap indikatornya masih jauh dari hasil yang diharapkan. Oleh karna itu dilihat dari Pada
indikator dalam mengucapkan vocabulary Bahasa Inggris melalui bernyanyi, anak mencapai
38.75%. Anak masih didapat kesulitan dalam mengucapkan vocabulary Bahasa Inggris melalui
bernyanyi. Pada indikator melafalkan vocabulary Bahasa Inggris dengan nyanyian baik dan
benar, anak mencapai 36.25%. Anak masih didapat kesulitan dalam melafalkan vocabulary
Bahasa Inggris dan belum bisa menyesuaikan vocabulary yang di kenalnya, minsalnya dalam
mengenal warna, bentuk buah-buahan, semangka, appel, papaya. Pada indikator dalam mengingat
vocabulary Bahasa Inggris yang didengar melalui bernyanyi, anak mencapai 33.75%. Anak hanya
bisa mengingat vocabulary Bahasa Inggris yang sering di nyanyikan di sekolah seperti
mengnalkan warna merah, kuning, biru, putih, hitam. Dan masih belum bisa mengingat
vocabulary Bahasa Inggris dengan gambar seperti buah-buahan mengenal warna,angka dengan
berbahasa Inggris yang telah diajarkan guru. Pada indikator dalam menyimak vocabulary Bahasa
inggris dengan bernyanyi, anak mencapai 37.5%. Hanya sebagian anak yang bisa menyimak
vocabulary Bahasa Inggris pada saat kegiatan bernyanyi. Pada indikator dalam berekspresi ketika
menyanyikan lagu dengan berbahasa Inggris, anak mencapai 35%. Hanya sebagian anak yang
bisa berekspresi pada saat menyanyikan lagu dengan berbahasa inggris, dan ada anak yang diam
saja melihat temannya pada saat bernyanyi. Oleh karena itu anak perlu bimbingan dalam
melakukan kegiatan bernyanyi dalam berbahasa Inggris tersebut.
Pada siklus I menunjukan hasil yang masih kurang memuaskan, dengan rata-rata persentase
36%. Berdasarkan hasil observasi pada siklus I akan dilakukan perbaikan-perbaikan yang
diharapkan dapat meningkat pengenalan vocabulary Bahasa Inggris anak melalui bernyanyi
menjadi lebih baik lagi. Hasil refleksi pada siklus I yaitu: masih terdapat anak yang belum bisa
mengucapkan vocabulary Bahasa Inggris dengan jelas melalui bernyanyi, dan ada anak yang
diam saja dan belum aktif dalam melafalkan vocabulary Bahasa Inggris dengan bernyanyi, ada
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
70.0%
80.0%
90.0%
100.0%
MB MM BSH BSB
SIKLUS I
Siklus I
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
193
anak yang lambat dalam mengingat vocabulary Bahasa Inggris tetapi pinter dalam mengucapkan
vocabulary Bahasa Inggris yang didengar pada saat bernyanyi, dan ada anak yang cepat
mengingat vocabulary Bahasa Inggris minsalnya dalam bentuk mengingat warna, angka dalam
berbahasa inggris. Melalui kegiatan bernyanyi, guru dapat memotivasi anak agar dapat lebih aktif
dan bersemangat dalam melakukan kegiatan bernyanyi, guru juga dapat memberikan reword
kepada anak dengan tepuk tangan, memberi gambar bintang dan warna yang lebih tertarik sebagai
penghargaan kepada anak.
Siklus II
Pengenalan vocabulary Bahasa Inggris anak pada pada siklus II dapat dilihat pada gambar
berikut :
Gambar 4.3 Vocabulary Bahasa Inggris Anak pada Siklus II
Berdasarkan gambar di atas dapat diuraikan capaian perkembangan pengenalan vocabulary
Bahasa Inggris anak pada setiap indikatornya adalah dalam mengucapkan vocabulary Bahasa
Inggris melalui bernyanyi, anak mencapai 92.5%. Anak dalam mengucapkan vocabulary Bahasa
Inggris melalui bernyanyi sudah mulai meningkat dan sudah mulai bisa dalam membedakan
warna dengan berbahasa Ingris. Pada indikator melafalkan vocabulary Bahasa Inggris dengan
nyanyian baik dan benar, anak mencapai 90%. Anak sudah mulai bisa melafalkan vocabulary
Bahasa Inggris, seperti melafalkan angka 1-10 dengan berbahasa Inggris, melafalkan warna buah-
buahan. Pada indikator dalam mengingat vocabulary Bahasa Inggris yang didengar melalui
bernyanyi, anak mencapai 90%. Anak sudah mulai bisa mengingat vocabulary Bahasa Inggris
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
70.0%
80.0%
90.0%
100.0%
MB MM BSH BSB
SIKLUS II
Siklus II
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
194
yang sering di nyanyikan di sekolah dan sudah mulai bisa mengingat vocabulary Bahasa Inggris
dengan gambar seperti buah-buahan dengan berbahasa inggris, warna buah-buahan yang telah
diajarkan guru, minsalnya bentuk gambar buah papaya, apel, semangka. Pada indikator dalam
menyimak vocabulary Bahasa inggris dengan bernyanyi, anak mencapai 88.75%. Semua anak
sudah bisa menyimak vocabulary Bahasa Inggris pada saat kegiatan bernyanyi. Pada indikator
dalam berekspresi ketika menyanyikan lagu dengan berbahasa Inggris, anak mencapai 87.5%.
Anak sudah mulai bisa berekspresi pada saat menyanyikan lagu dengan berbahasa Inggris, dan
anak dapat mengembangkan vocabulary Bahasa Inggris dengan mengepresikan nyanyian yang
telah didengar melalui media gambar yang telah dibuat.
Berdasarkan proses pelaksaan pada siklus II sudah mengalami peningkatan dalam proses
pembelajaran dan kelemahan yang ada pada siklus I dapat diatasi dengan baik. Hasil yang
diperoleh anak pada siklus II ini juga mengalami peningkatan. Hal ini dapat terlihat dari
meningkatnya persentase rata-rata yaitu pada siklus I mencapai 36% menjadi 89.5% pada siklus
II. Berdasarkan analisis refleksi diatas, tindakan pada siklus II ini dikatakan berhasil dengan
dibuktikannya persentase pengenalan vocabulary Bahasa Inggris anak yang lebih meningkat
dibandingkan dengan sebelumnya.
Melalui pembelajaran dengan bernyanyi, hasil belajar anak dan aspek perkembangan anak
dapat ditingkatkan khususnya pada pengenalan vocabulary Bahasa Inggris anak. Berdasarkan
hasil penelitian setelah diberikan tindakan pada siklus I mulalui pembelajaran kegiatan bernyanyi
dimana guru mengenalkan warna, bentuk-bentuk buah-buahan sesuai dengan yang dinyanyikan
dalam berbahasa Inggris, pemahaman kepada anak tentang pengenalan vocabulary, seperti cara
mengucapkan benda yang berupa buah-buahan, melafalkannya, mengingat, menyimak, dan cara
berekspresi ketika bernyanyi dalam berbahasa Inggris.
Berdasarkan hasl observasi selama berlangsunnya kegiatan pembelajaran pengenalan
vocabulary Bahasa Inggris anak kelompok B RA ulumul Qur’a Medan melalui bernyanyi terlihat
bahwa pengalaman belajar anak menjadi semangat dan termotivasi dalam belajar. Guru dapat
memotivasi anak dengan memberikan pujian melalui tepuk tangan, memberikan banyak gambar
bintang, memberikan permen bagi anak yang bisa dalam mengucapkan vocabulary Bahsa Inggris
baik dan benar agar anak tersebut dapat lebih aktif dalam belajar.
Simpulan dan Saran
Secara khusus dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Kegiatan bernyanyi dapat meningkatkan pengenalan vocabulary Bahasa Inggris anak
kelompok B di RA Ulumul Qur’an Medan.
2. Pembelajaran dengan menggunakan kegiatan bernyanyi juga mampu mengasah kecerdasan
berpikir anak dan emosi anak yang berhubungan dengan berintraksi dengan orang lain,
karena kegiatan ini dapat dilakukan bersama-sama.
3. Pembelajaran melalui kegiatan bernyanyi juga mampu mengasah kecerdasan berpikir, bahasa,
sosial emosional, serta motorik anak dalam mencapai perkembangan yang optimal.
Berdasarkan simpulan di atas disarankan kepada guru agar memiliki berbagai keterampilan
dan kreativitas dalam mengajarkan vocabulary Bahasa inggris melalui bernyanyi.
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
195
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Masitoh. 2004. Strategi Pengembanagan lagu sebagai media pendidikkan karakter anak usia dini
TK. Jakarta: Universitas Terbuka.
Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Suhartono. 2005. Pengembangan bahasa anak. Jakarta: Gramedia
Suyanto, kasihani. 2008. English for young leaners. Jakarta: Bumi Aksara.
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
126
PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TEKNIK DISKUSI
TERHADAP PENGEMBANGAN KECERDASAN MENGATASI
KESULITAN (ADVERSITY QOUTIENT) SISWA
KELAS XI SMA NEGERI 6 BINJAI
TAHUN AJARAN 2016/2017
Nur Asyah Harahap1) dan Ria Jumaina2)
1)Dosen FKIP UMN Al Washliyah dan 2)Mahasiswa FKIP UMN Al Washliyah
Abstrak
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah Untuk mengetahui adanya
pengaruh layanan bimbingan kelompok teknik diskusi terhadap kecerdasan
mengatasi kesulitan (Adversity Qoutient) siswa kelas XI SMA N 6 Binjai T.A
2016/2017.
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan design pre-test dan post-
test. Layanan Bimbingan Kelompok Teknik Diskusi merupakan variabel bebas
(X), sedangkan Kecerdasan Mengatasi Kesulitan (Adversity Quotient) merupakan
variabel terikat (Y). Teknik analisis data dalam penelitian ini dengan
menggunakan angket pada pre test dan post test sebanyak 24 butir setelah
divaliditaskan dan reliabilitaskan dengan menggunakan rumus product moment.
Untuk dapat mengetahui nilai rata-rata siswa pada saat sebelum diberikan
layanan (pre test) adalah dengan mencari nilai rata-rata (mean): 63,4, dan nilai
standart deviasi : 3,43. Kemudian setelah diberikan layanan (post test) terjadi
peningkatan dengan nilai rata-rata (mean): 86,5, dan nilai standart deviasi 4,03.
Berdasarkan hasil Uji t yang dilakukan dapat diperoleh thitung = 13,91, dengan σ =
0,05 dan n = 10-1= 9, dan daftar, ttabel = 2,262. Dari data tersebut terlihat bahwa
thitung > ttabel (13,91>2,262), maka Hipotesis dapat diterima artinya ada pengaruh
yang signifikan pemberian layanan bimbingan kelompok dengan teknik diskusi
terhadap pengembangan kecerdasan mengatasi kesulitan (Adversity Qoutient)
siswa kelas XI SMA N 6 Binjai T.A 2016/2017.
Kata Kunci : Layanan bimbingan kelompok, tehnik diskusi, pengembangan kecerdasan
Pendahuluan
Pendidikan merupakan dasar yang paling penting dalam kehidupan sebuah bangsa karena
dengan pendidikan dapat memajukan dan mensejahterakan kehidupan bangsa. Pendidikan sendiri
sesungguhnya sudahlah didapatkan sejak manusia dilahirkan yaitu pendidikan yang didapatkan
dari kedua orang tua. Anak adalah generasi penerus bangsa yang memiliki potensi, yang dapat
berkembang seiring pertumbuhan dan perkembangannya. Untuk itu, diharapkan generasi penerus
bangsa sebagai sumber daya manusia yang cerdas dan berkarakter.
Kemahiran siswa dalam menghadapi kesulitan dan tantangan hidup ini yang disebut dengan
Adversity Qoutient (AQ). Hal ini menunjukkan bahwa IQ dan EQ kurang menjamin dan
menentukan kesuksesan seseorang. Oleh karena itu AQ dapat menjembatani antara IQ dan EQ
seseorang. AQ merupakan kecerdasan yang melatar belakangi kesuksesan seseorang.
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
127
Adversity Qoutient (AQ) adalah kecerdasan dan kemampuan dalam mengatasi kesulitan dan
menghadapi tantangan hidup. Adversity Qoutient merupakan faktor paling penting dalam meraih
kesuksesan. Dengan AQ ini individu dapat mengubah hambatan menjadi peluang karena
kecerdasan ini merupakan penentu sejauh mana individu mampu bertahan dalam menghadapi dan
mengatasi kesulitan.
Kenyataan yang ditemui dilapangan berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah
peneliti lakukan dengan guru Bimbingan dan Konseling beserta guru di SMA N 6 Binjai.
Memberikan gambaran bahwa masih banyak siswa yang kurang mengembangkan kecerdasan
mengatasi kesulitan (AQ) ketika mengalami permasalahan dalam proses pembelajaran.
Layanan bimbingan kelompok merupakan suatu cara memberi bantuan (bimbingan) kepada
individu (siswa) melalui kegiatan kelompok. “Dalam layanan bimbingan kelompok, aktivitas, dan
dinamika kelompok harus diwujudkan untuk membahas berbagai hal yang berguna bagi
pengembangan dan pemecahan masalah individu (siswa) yang menjadi peserta layanan”.
Melalui bimbingan kelompok tekhnik diskusi dapat mendorong siswa untuk berdialog dan
bertukar pendapat agar siswa dapat terdorong untuk berpartisipasi secara optimal, dengan
mengikuti azas-azas dan tahap-tahap yang ada dan telah disepakati bersama. Hal ini
memungkinkan dalam membantu peserta didik dalam mengatasi kesulitan baik dalam belajar
maupun dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga siswa dapat memecahkan dan mengambil
keputusan yang tepat terhadap permasalahan atau kesulitan yang dialaminya.
Pengembangan kecerdasan mengatasi kesulitan (Adversity Qoutient) dapat dilakukan melalui
layanan bimbingan kelompok teknik diskusi. Bimbingan kelompok tehnik diskusi yang dipilih
oleh peneliti diharapkan dapat mengembangkan kecerdasan mengatasi kesulitan (Adversity
Qoutient) karena dianggap lebih efektif dan efisien.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah ada Pengaruh Layanan Bimbingan
Kelompok Tekhnik Diskusi Terhadap Pengembangan Kecerdasan Mengatasi Kesulitan (Adversity
Qoutient) Siswa Kelas XI SMA Negeri 6 Binjai Tahun Ajaran 2016/2017”.
Manfaat penelitian yang diharapkan adalah (1)Bagi Peserta didik memperoleh wawasan
tentang layanan bimbingan kelompok tekhnik diskusi yang dapat membantu siswa dalam
mengembangkan kecerdasan dalam menghadapi kesulitan baik dalam belajar maupun dalam
pengambilan keputusan yang tepat dalam menghadapi masalah dan tantangan hidup. (2) Bagi
Guru, Penelitian ini sangat bermanfaat bagi guru-guru disekolah khususnya guru bimbingan dan
konseling yang dapat menambah wawasan dan bahan pertimbangan untuk lebih meningkatkan
layanan bimbingan kelompok tekhnik diskusi di sekolah sehingga siswa mampu mengembangkan
kecerdasan dalam mengatasi kesulitan (Adversity Qoutient). (3) Bagi Sekolah, Penelitian ini
diharapkan dapat meningkatkan kualitas sekolah sehingga perlu ditingkatkannya program
bimbingan konseling oleh guru BK yang bekerjasama dengan wali kelas dan guru-guru di
sekolah. Agar dapat membantu siswa dalam mengembangkan kecerdasan dalam mengatasi
kesulitan (Adversity Qoutient)nya sehingga siswa mampu dan sukses untuk mengatasi masalah
atau kegagalan dalam belajar dan tantangan dalam hidup. (4) Bagi Peneliti, Untuk menambah
pengetahuan khususnya mengenai pengaruh layanan bimbingan kelompok dengan teknik diskusi
terhadap pengembangan kecerdasan dalam mengatasi kesulitan (Adversity Qoutient) sehingga
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
128
dapat menambah wawasan peneliti untuk kemudian hari dalam bekerja sebagai konselor dan juga
saat menjadi guru BK di sekolah.
Kajian Pustaka
Pengertian Layanan Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan yang diberikan dalam suasana kelompok.
Menurut Gadza (dalam Prayitno, 2004:309) menyatakan bahwa “bimbingan kelompok disekolah
merupakan kegiatan informasi kepada sekelompok siswa untuk membantu mereka menyusun
rencana dan keputusan yang tepat”.
Menurut Tohirin (2011: 170) “Layanan bimbingan kelompok merupakan suatu cara
memberikan bantuan (bimbingan) kepada individu (siswa) melalui kegiatan kelompok”.
Kelompok yang ideal jumlah anggota antara 8-10 orang (Tohirin:176)
Dari pengertian bimbingan kelompok diatas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok
adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang saling berinteraksi dimana
pemimpin kelompok atau narasumber menyediakan informasi-informasi untuk membantu
individu mencapai perkembangannya secara optimal sesuai dengan kemampuan bakat, minat,
serta mencegah timbulnya masalah pada siswa dan mengembangkan potensi siswa yang
bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari baik sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat.
Tujuan Layanan Bimbingan Kelompok
Prayitno (2012 :150-151) menyatakan bahwa: Tujuan layanan bimbingan kelompok
dikelompokkan menjadi dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum, layanan
bimbingan kelompok bertujuan untuk mengembangkan kemampuan bersosialisasi, khususnya
kemampuan berkomunikasi peserta layanan(siswa). Secara khususnya, layanan bimbingan
kelompok bertujuan untuk mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, dan
sikap yang menunjang diwujudkannya tingkah laku yang lebih efektif, yaitu meningkatkan
kemampuan berkomunikasi baik verbal maupun non verbal para siswa.
Manfaat Bimbingan Kelompok
Menurut Sukardi (2008: 67) mengatakan manfaat bimbingan kelompok adalah :
1. Diberikan kesempatan yang luas untuk berpendapat dan membicarakan berbagai hal yang
terjadi disekitarnya.
2. Memiliki pemahaman yang obyektif, tepat dan cukup luas tentang berbagai hal yang mereka
bicarakan.
3. Menimbulkan sikap yang positif terhadap keadaan diri dan lingkungan mereka yang
berhubungan dengan hal-hal yang mereka bicarakan dalam kelompok.
Teknik-teknik Bimbingan Kelompok
Penggunaan teknik dalam kegiatan bimbingan kelompok mempunyai banyak fungsi selain
lebih memfokuskan kegiatan bimbingan kelompok terhadap tujuan yang ingin dicapai tetapi juga
dapat membuat suasana yang terbangun dalam kegiatan bimbingan kelompok agar lebih
bergairah dan tidak cepat membuat siswa jenuh mengikutinya.
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
129
Menurut Tohirin (2011:289-295) “beberapa jenis metode bimbingan kelompok yang bisa
diterapkan dalam pelayanan bimbingan kelompok adalah:
1) Program Home Room
2) Karyawisata
3) Diskusi Kelompok
4) Kegiatan kelompok
5) Organisasi Siswa
6) Sosiodrama
7) Psikodrama
8) Pengajaran Remedial
Pengertian Kecerdasan Mengatasi Kesulitan (Adversity Qoutient)
Dalam kamus Inggris-Indonesia (Echols & Shadily, 2007: 14) bahwa adversity mempunyai
arti kesengsaraan atau kemalangan, istilah kesengsaraan atau kemalangan dijelaskan dalam
kamus besar bahasa Indonesia sebagai menderita kesukaran, yang berarti adversity adalah
kesulitan, masalah atau ketidakberuntungan. Sedangkan quotient menurut kamus bahas Inggris
adalah derajat atau jumlah dari kwalitas spesifik/karakteristik atau dengan kata lain yaitu
mengukur kemampuan seseorang.
Menurut Stoltz (2000: 8) mengatakan “Kesuksesan seseorang ditentukan oleh kecerdasan
mengatasi kesulitan (Adversity Qoutient). Stoltz (2000: 9) juga mengatakan kecerdasan
mengatasi kesulitan (AQ) mempunyai tiga bentuk sebagai berikut:
1. Kecerdasan mengatasi kesulitan (AQ) adalah suatu kerangka kerja konseptual yang baru
untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan.
2. Kecerdasan mengatasi kesulitan (AQ) adalah suatu ukuran untuk mengetahui respon anda
terhadap kesulitan.
3. Kecerdasan mengatasi kesulitan (AQ) adalah serangkaian peralatan yang memiliki dasar
ilmiah untuk memperbaiki respon anda terhadap kesulitan.
Ciri-ciri Kelompok Kecerdasan Mengatasi Kesulitan (Adversity Qoutient)
Didalam merespon suatu kesulitan terdapat tiga kelompok tipe manusia ditinjau dari tingkat
kemampuannya (Stolz, 2000: 18-38).
1. Mereka yang Berhenti (Quitters)
Mereka yang berhenti adalah seseorang yang memilih untuk keluar, menghindari kewajiban,
mundur dan berhenti ketika dihadapkan pada kesulitan atau tantangan hidup.
2. Mereka yang Berkemah (Campers)
Pada awalnya orang-orang yang bertipe ini mempunyai tekad yang kuat untuk mendaki tetapi
di tengah perjalanan mereka berhenti. Dalam situasi sulit, mereka cepat mengakhiri
perjuangannya dan mencari tempat yang aman serta bersembunyi dari kesulitan. Tipe yang
demikian adalah orang cepat bosan meskipun mau mencoba.
3. Para Pendaki (Climbers)
Climbers atau si pendaki adalah sebutan untuk orang yang seumur hidupnya membaktikan
dirinya pada pendakian. Mereka mengetahui bagaimana perasaan gembira yang
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
130
sesungguhnya, dan mengenalinya sebagai anugerah dan manfaat daripendakian yang
dilakukannya.
Menurut Stoltz (2000:140) mengatakan “ada empat dimensi yang menyusun kecerdasan
mengatasi kesulitan (AQ) seseorang yaitu CO2RE (control, origin dan ownership, reach,
endurance).
a. C = Control (Kendali)
C adalah singkatan dari “control” atau kendali. Control atau kendali berkaitan dengan
seberapa besar seseorang merasa mampu mengendalikan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya
dan sejauh mana individu merasakan bahwa kendali itu ikut berperan dalam peristiwa yang
menimbulkan kesulitan. Ciri-ciri pada dimensi ini adalah:
1) Kemampuan mengendalikan emosi
2) Bertahan menghadapi kesulitan
3) Tetap teguh dalam niat
4) Ulet dalam mencari penyelesaian
b. O = Origin dan Ownership (Asal usul dan Pengakuan)
O2 merupakan gabungan dari “origin” (asal usul) dan “ownership” (pengakuan). Origin dan
ownership menjelaskan siapa atau apa yang menjadi asal-usul kesulitan dan sampai sejauh mana
seseorang mengakui sebab-akibat kesulitan itu. Cirri-cirinya adalah:
1) Belajar dari kesalahan-kesalahan
2) Bertanggung jawab atas kesalahan
c. R= Reach(Jangkauan)
Reach yang berarti jangkauan merupakan bagian dari dimensi kecerdasan mengatasi kesulitan
(AQ) yang mempertanyakan sejauh manakah kesulitan akan menjangkau bagian-bagian lain dari
kehidupan manusia (individu). Cirri-cirinya adalah:
1) Menahan atau membatasi jangkauan kesulitannya.
2) Mencegah frustasi yang berkepanjangan
3) Siap menghadapi tantangan hidup
d. E= Endurance (Daya Tahan)
E atau Endurance (daya tahan) adalah dimensi terakhir pada kecerdasan mengatasi kesulitan
(AQ). Dimensi ini mempertanyakan dua hal yang berkaitan yaitu berapa lamakah kesulitan akan
berlangsung dan berapa lamakah penyebab kesulitan itu akan berlangsung. Semakin tinggi
kecerdasan mengatasi kesulitan (AQ) seseorang dalam dimensi ini, semakin besar kemungkinan
pula seseorang itu akan memandang kesuksesan sebagai sesuatu yang berlangsung lama atau
bahkan permanen. Cirri-cirinya adalah:
1) Kesulitan bersifat sementara
2) Tidak putus asa
3) Selalu optimis
4) Semangat mengahadapi masalah
Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan desain Pre Eksperimental desain yang sering kali dipandang
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
131
sebagai eksperimen yang tidak sebenarnya. Oleh karena itu, sering disebut juga dengan istilah
“quasi experiment” atau eksperiment pura-pura (Arikunto, 2013:123). Desain yang digunakan
dalam penelitian ini adalah menggunakan pre-test and post-test design. Menurut Arikunto
(2013:124) desain pre-test dan post-test design mempunyai pola sebagai berikut:
O1 X O2
Didalam desain ini dilakukan sebanyak dua kali yakni sebelum eksperimen dan sesudah
eksperimen. Penelitian yang dilakukan sebelum eksperimen (O1) disebut pre test dan sesudah
eksperimen (O2) disebut post test.
Adapun populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA N 6 Binjai tahun ajaran
2016/2017 sebanyak 40 siswa. Peneliti memilih kelas tersebut berdasarkan observasi dan
wawancara bersama guru BK bahwa kelas XI SMA Negeri 6 Binjai kurang mampu untuk
mengembangkan kecerdasan mengatasi kesulitan (adversity quotient) nya.
Jadi sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 10 orang berdasarkan data guru
BK dengan karakteristik sampel yang digunakan adalah siswa tersebut duduk di kelas XI-1 dan
memiliki kecerdasan mengatasi kesuliltan (adversity quotient) yang rendah.
Dalam hal ini penelitian yang dipakai adalah angket atau kueisoner (Questionnaires) untuk
memperoleh data. Uji Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu instrument”(Arikunto, 2013:211).
Teknik analisis data yang diguakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji
selisih atau uji t yaitu melihat apakah ada peningkatan kecerdasan mengatasi kesulitan (adversity
quotient) setelah diberikan tindakan layanan bimbingan kelompok, dengan rumus sebagai berikut
:
t = 𝑀𝑑
√𝛴𝑥²𝑑
𝑁(𝑁−1)
Selanjutnya interprestasi harga t-test dalam kaitannya dengan pengujian hipotesis. Harga
rhitung dikonsultasikan dengan rtabel. Apabila rhitung lebih besar dari harga rtabel, maka layanan
bimbingan kelompok teknik diskusi dapat mengembangkan kecerdasan mengatasi kesulitan
(adversity quotient) siswa kelas XI SMA Negeri 6 Binjai Tahun Ajaran 2016/2017. Sebaliknya
apabila rhitunglebih kecil dari harga rtabel, maka layanan bimbingan kelompok teknik diskusi tidak
dapat mengembangkan kecerdasan mengatasi kesulitan (adversity quotient) siswa kelas XI SMA
Negeri 6 Binjai Tahun Ajaran 2016/2017.
Hasil Penelitian
Pelaksanaan uji coba angket dilaksanakan oleh peneliti pada bulan 20 Juni 2016. Uji coba
dilaksanakan di SMA Negeri 6 Binjai dikelas XI jumlah 40 orang siswa. Setelah angket
terkumpul, dilakukan analisis terhadap angket dengan cara membuat format berdasarkan skor-
skor yang ada pada setiap angketnya.
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
132
Analisis Data Penelitian
Data Pre Test Kecerdasan Mengatasi Kesulitan (Adversity Qoutient)
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan jumlah responden 10 orang
siswa, didapat skor tertinggi = 71 dan skor terendah = 59, dengan rata-rata = 63,4 dan standart
deviasi (SD) = 3,43.
Data Post Test Kecerdasan Mengatasi Kesulitan (Adversity Qoutient)
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan jumlah responden 10 orang
siswa, didapat skor tertinggi = 92 dan skor terendah = 79, dengan rata-rata = 86,5 dan standart
deviasi (SD) = 4,03.
Uji Homogenitas
Dari hasil perhitungan pada lampiran pre test, uji kesamaan varians hasil test kedua sampel
adalah fhitung =1,37 harga ini berdasarkan dengan distribusi Ftabel pada taraf signifikan 𝛼 = 0,05
harga thitung disebanding ftabel = (fhitung < ftabel) atau (1,37 < 2,97). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa data tersebut homogeny atau populasi dapat memiliki varians yang homogen.
Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan perhitungan uji perbedaan (t), dari hasil uji perhitungan
itu diperoleh thitung = 13,91 dengan d.b = n-1 = 10-1 = 9 pada taraf signifikan α = 0,05 diperoleh
sebesar 2,262. Maka thitung > ttabel = (13,91 > 2,262). Maka hipotesis yang menyatakan Ada
Pengaruh Pemberian Layanan Bimbingan Kelompok Teknik Diskusi Terhadap Kecerdasan
Mengatasi Kesulitan (Adversity Qoutient) Kelas XI SMA Negeri 6 Binjai Tahun Ajaran
2016/2017 dapat diterima. Diperoleh skor pada saat pre test adalah 634 sedangkan pada post test
diperoleh skor 865.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:
Layanan bimbingan kelompok teknik diskusi dapat mengembangkan kecerdasan mengatasi
kesulitan (adversity quotient) siswa di kelas XI SMA Negeri 6 Binjai tahun ajaran 2016/2017.
Hal ini ditunjukkan dari peningkatan kecerdasan mengatasi kesulitan (adversity quotient) siswa
setelah pertemuan bimbingan kelompok telah mengarah peningkatan atau pengembangan yang
lebih baikdari sebelumnya. Hal ini diketahui dari hasil uji yang menunjukkan bahwa thitung lebih
besar dari ttabel (13,91 >2,262).
Dengan adanya pengaruh bimbingan kelompok teknik diskusi terhadap kecerdasan mengatasi
kesulitan (adversity quotient) secara signifikan, maka bimbingan kelompok merupakan salah satu
layanan dalam Bimbingan Konseling (BK) yang mampu mengembangkan kecerdasan mengatasi
kesulitan (adversity quotient) siswa.
Saran
Berdasarkan beberapa kesimpulan diatas, maka peneliti mengajukan saran sebagai berikut :
1. Diharapkan kepada siswa untuk bisa mengendalikan emosi, tidak mudah putus asa dan tetap
semangat dalam menghadapi masalah serta dapat bertanggung jawab atas kegagalan/kesulitan
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
133
yang dihadapi sehingga pada akhirnya akan dapat mengembangkan kecerdasan dalam
mengatasi kesulitan (adversity quotient).
2. Diharapkan kepada peneliti lain yang menaruh perhatian untuk meneliti tentang Kecerdasan
Mengatasi Kesulitan (Adversity Qoutient) siswa, agar lebih memperhatikan aspek-aspek yang
memiliki hubungan dengan Kecerdasan Mengatasi Kesulitan (Adversity Qoutient) siswa.
Daftar Pustaka
Adi Putro, Eko. 2009. Upaya Meningkatkan Adversity Qoutient Melalui Pelaksanaan Bimbingan
Klasikal. (Online). Tersedia: http://lib.unnes.ac.id/794/1/2013. pdf.html (diakses pada 29
Januari 2016)
Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Azwar, S. 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Echols dan Shadily Hasan.2003. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2015. Pedoman Penulisan Skripsi Mahasiswa Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Medan: UMN Al Washliyah.
Hartinah DS, Siti. 2009. Konsep Dasar Bimbingan Kelompok. Bandung: Refika Aditama.
Hasanah, Hairatussani. 2010. Hubungan Antara Adversity Qoutient dengan Prestasi Belajar
Siswa SMU N 102 Jakarta Timur. (Online). Tersedia:
http://repository.uinjkt.ac.id/dsace/bitstream/123456789/21343/1/hairatussani%20hasanah-
fps.pdf. html (diakses pada 29 Januari 2016)
Prayitno & Amti, Erman. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Prayitno. 2012. Jenis Layanan dan Kegiatan Pendukung Konseling. Padang: Universitas Negeri
Padang.
Purba, Rentina. 2015. Pengaruh Pemberian Layanan Bimbingan Kelompok Teknik Diskusi
Terhadap Pengembangan Kecerdasan Adversity Siswa SMA St-Thomas 3 Tahun Ajaran
2014/2015. Medan: Unimed. Skripsi tidak dipublikasikan.
Rumengan, Jemmy. 2013. Metode Penelitian. Bandung : Cipta Pustaka
Stoltz, Paul G. 2000. Adversity Qoutient Mengubah Hambatan Menjadi Peluang terjemahan T.
Hermaya. Jakarta: Grasindo.
Sugiono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sukardi & Kusmawati, Nila. 2008. Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka
Cipta.
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
134
Sukardi, Dewa Ketut. 2008. Pegantar Pelaksana Program Bimbingan Konseling di Sekolah.
Jakarta: Rineka Cipta.
Tohirin. 2011. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi). Jakarta:
Rajawali Pers.
Valensi, Triska. 2015. Pengaruh Bimbingan Kelompok Terhadap Kebiasaan Siswa Menggunakan
Alat Komunikasi Pada Saat Aktivitas Belajar Berlangsung Kelas IX SMK Pembangunan
Daerah Lubuk Pakam Tahun Ajaran 2014/2015. Medan. UMN Al-Washliyah. Skripsi tidak
dipublikasikan.
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
210
GURU PAUD TERAMPIL MENDESAIN ASESMEN PERKEMBANGAN
ANAK USIA DINI
Sukmawarti dan Nurhidayah
Dosen Kopertis Wilayah I dpk FKIP UMN Al Washliyah
Abstrak
Tujuan program pengabdian ini adalah untuk membantu Guru PAUD agar
terampil mendesain perangkat asesmen perkembangan AUD. Metode yang
digunakan adalah pelatihan desain dan pendampingan pelaksanaan asesmen
perkembangan AUD. Kegiatan yang dilakukan berupa Tutorial, Workshop, dan
Implementasi.
Sebagai Mitra dalam Pengabdian kepada Masyarakat ini adalah sekolah PAUD
Az-Zaitun Medan yang berada di Kelurahan Harjosari I Kecamatan Medan
Amplas.
Target khusus yang dicapai adalah Guru terampil mendesain perangkat asesmen
untuk mengukur perkembangan anak secara utuh dan terpadu. Luaran yang
dihasilkan berupa Produk desain asesmen dalam bentuk perangkat desain
asesmen perkembangan AUD, dan publikasi dalam jurnal ilmiah.
Kata Kunci: Asesmen Perkembangan AUD, Desain Asesmen Pendahuluan
Implementasi dari Permendikbud RI No. 66 tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan
membawa implikasi terhadap sistem asesmen, termasuk konsep dan teknik asesmen yang
dilaksanakan pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD adalah suatu upaya pembinaan
anak untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani. Tingkat
perkembangan yang dicapai merupakan aktualisasi potensi semua aspek perkembangan yang
diharapkan dapat dicapai anak pada setiap tahap perkembangannya, bukan merupakan suatu
tingkat pencapaian kecakapan akademik. Perkembangan anak yang dicapai merupakan integrasi
aspek pemahaman nilai-nilai agama dan moral, fisik motorik, kognitif, bahasa, dan sosial-
emosional secara terpadu. (BPSDMP PMP. 2012)
Pencapaian perkembangan anak dapat diketahui melalui kegiatan evaluasi. Kendala yang
seringkali dihadapi guru dalam kegiatan evaluasi adalah ketidaktepatan pendekatan, metode dan
teknik evaluasi yang digunakan. Penilaian yang dilakukan cenderung tradisional, dimana guru
melakukan evaluasi pada akhir pembelajaran, dan belum sepenuhnya mengukur kelima aspek
tumbuh kembang anak secara terpadu, sebagaimana amanat kurikulum 2013. Guru-guru belum
mampu mengukur perkembangan anak yang sesungguhnya. Guru menyiapkan instrumen
penilaian secara insidentil tergantung aspek apa yang menjadi fokus perhatiannya. Tidak jarang
terjadi pengembangan kognitif menjadi aspek yang dominan dalam pengamatan guru. Kenyataan
lainnya adalah evaluasi yang dilakukan lebih banyak bersifat kuantitatif dengan angka-angka atau
huruf yang digunakan untuk me‟label‟ kemampuan anak di akhir kegiatan pembelajaran, padahal
untuk menilai perkembangan anak tidak cukup dengan penilaian kuantitatif (Sudijono, 2009).
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
211
Anak usia dini memiliki karakteristik perkembangan yang unik serta memiliki modalitas
kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences) yang dominan dan berbeda, sehingga evaluasi
proses yang dilakukan sepanjang kegiatan pembelajaran sebenarnya lebih diperlukan.
Masalah yang dihadapi guru PAUD Az-Zaitun terkait dengan kegiatan evaluasi antara lain:
1. Kurangnya pemahaman dan kemampuan guru dalam merancang asesmen perkembangan
anak dalam pembelajaran sebagaimana amanat kurikulum 2013.
2. Kurangnya pemahaman guru terhadap Multiple Intelligences anak.
3. Evaluasi yang dilakukan masih bersifat tradisional dan monoton.
4. Guru belum pernah mengikuti pelatihan tentang evaluasi perkembangan Anak Usia Dini.
Metode
Untuk melaksanakan kegiatan pengabdian ini dilakukan 3 kegiatan, yaitu: tutorial, workshop,
dan implementasi. Kegiatan yang dilakukan sebagai berikut:
Tabel 1. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan Deskripsi Kegiatan
Tutorial - - Menjelaskan asesmen pada kurikulum 2013
- - Menjelaskan multiple intelligences
- Menjelaskan asesmen perkembangan anak usia dini dan teknik
penilaiannya
Workshop Pembimbingan dalam membuat desain asesmen perkembangan anak
berbasis multiple intelligences, berupa
- Pemetaan Kompetensi
- Pembuatan Kisi-kisi
- Penyusunan Instrumen
- Penyusunan Rubrik
Implementasi Peserta mempraktekkan perangkat asesmen perkembangan anak berbasis
multiple intelligences yang dihasilkan kepada anak di sekolah.
1. Hasil dan pembahasan
Pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat ini telah dilakukan dalam 3 kegiatan, yaitu
tutorial, workshop, dan implementasi yang berlangsung pada bulan November 2016. Kegiatan
yang dilakukan memberikan dampak potitif bagi mitra. Deskripsi kegiatan yang telah dilakukan
serta hasil dari kegiatan dapat dilihat pada tabel berikut.
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
212
Tabel 5.1. Deskripsi dan Hasil Kegiatan Pengabdian
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Hasil Kegiatan
Tutorial - Pembukaan
- Mensepakati kontrak pelatihan
dan jadwal pelatihan
- Menjelaskan konsep asesmen
perkembangan anak.
- Menjelaskan multiple
intelligences
- Menjelaskan berbagai teknik
asesmen perkembangan AUD
- Kesepakatan Kontrak dan jadwal
pelatihan
- Peserta mendapat pengetahuan tentang
asesmen pada kurikulum 2013
- Peserta mendapat pengetahuan tentang
konsep asesmen perkembangan anak
- Peserta mendapat pengetahuan tentang
multiple intelligences
- Peserta mendapat pengetahuan tentang
berbagai teknik asesmen perkembangan
anak
Work-shop Pembimbingan dalam membuat
perangkat asesmen perkembangan
anak, berupa
- Pemetaan Kompetensi dan
Indikator
- Pembuatan Kisi-kisi
- Pembuatan instrumen dengan
berbagai teknik
- Penyusunan Rubrik
Peserta mampu membuat perangkat
penilaian autentik berupa
- Pemetaan dan Indikator
- Kisi-kisi
- Instrumen
- Rubrik Penilaian
Implementasi Peserta menerapkan hasil
rancangan perangkat asesmen
perkembangan AUD yang telah
disusun.
Peserta mampu menerapkan asesmen
perkembangan AUD selama proses
pembelajaran.
Kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk memantapkan pengetahuan guru-guru PAUD Az
Zaitun Medan. Luaran yang dihasilkan adalah seperangkat desain asesmen perkembangan anak
berbasis multiple intelligences yang dapat diterapkan pada anak PAUD. Penerapan asesmen ini
akan mengoptimalkan pengungkapan perkembangan anak usia dini secara optimal berdasarkan
multiple intelligences-nya. Hal ini akan menjadi tolok ukur penyusunan rancangan kegiatan
pembelajaran selanjutnya. Perangkat asesmen yang dihasilkan dapat digunakan untuk melengkapi
perangkat-perangkat pembelajaran, seperti RKH. Selain itu perangkat asesmen yang dibuat dapat
digunakan sebagai bahan refleksi bagi guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.
Pelaksanaan kegiatan IbM ini mendapatkan perhatian yang serius dari guru-guru sekolah
mitra, karena ternyata kegiatan seperti ini belum pernah diadakan. Kegiatan yang pernah
dilakukan merupakan pelatihan kurikulum 2013 hanya sebatas sosialisasi saja, tanpa terapan dan
pendampingan. Ketertarikan guru mengikuti kegiatan ini dikarenakan kegiatan ini memberikan
peluang bagi guru untuk mengembangkan potensi anak. Selain itu model kegiatan yang dilakukan
sangat interaktif dan dapat merespon setiap peserta.
Setelah kegiatan IbM dilaksanakan tim pelaksana optimis bahwa guru-guru peserta pelatihan
ini dapat mengembangkan perangkat asesmen pekembangan AUD sebagai indikator keberhasilan
program ini. Indikator keberhasilan lain yaitu 85% peserta pelatihan mampu membuat perangkat
asesmen. Diharapkan pada masa yang akan datang guru-guru mitra senantiasa berkoordinasi
untuk mengembangkan perangkat asesmen. Dengan melaksanakan penilaian secara kontinu dapat
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
213
membuat guru lebih kreatif merancang penilaian. Dengan demikian guru-guru yang selama ini
cederung menggunakan penilaian tradisional dalam pembelajaran dapat beralih ke asesmen
perkembangan anak agar tercapai peningkatan kualitas pendidikan
Kesimpulan
Berdasarkan pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa kegiatan terlaksana dengan baik dan lancar, serta mendapat respon yang
positif dari peserta. Peserta juga dapat menghasilkan perangkat asesmen perkembangan AUD
berbasis multiple intelligences, yang terdiri dari Pemetaan Kompetensi, Instrumen Penilaian,
Rubrik Penilaian, meliputi teknik penilaian Unjuk Kerja, Produk, Portofolio, dan Penilaian Sikap.
Daftar Pustaka
Badan PSDMPK-PMP Kemendikbud. 2013. Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013.
Jakarta: Kemendikbud.
BPSDMP PMP. 2012. Laporan Penilaian Perkembangan Anak di Taman Kanak-Kanak.
Bandung: PPPPTK TK dan PLB Kemendikbud.
Sudijono, Yuliani Nurani. 2009. Asesmen Perkembangan Anak Berbasis Kecerdasan Jamak.
Makalah. Semiloka PAUD Maret 2009. Bandung: diselenggarakan oleh Direktorat PAUD
Wiggins, G. 1993. Assessment: Authenticity, context and validity. Phi Delta Kappan, 75(3), 200–
214.
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
225
IBM PEMBELAJARAN OPERASI BILANGAN DI SD TUNAS HARAPAN
DENGAN PERMAINAN DOMINO BILANGAN
Siti Khayroiyah, Saipul Bahri, dan Mimi Istia
Dosen FKIP UMN Alwashliyah
Abstrak
Pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan yang ada di
SD Tunas Harapan Desa Patumbak Kabupaten Deli Serdang. Salah satu
permasalahan yang ingin di atasi tentang perlunya penyuluhan di sekolah terutama
berkaitan dengan keterampilan pendidikan dan lainnya di sekolah baik kepada
siswa maupun gurunya.
Penyuluhan yang akan diberikan adalah ibm permainan domino bilangan sebagai
media pembelajaran. Dalam penggunaan media ini membuat siswa lebih aktif dan
terampil dalam melatih kemampuan operasi hitung bilangan,untuk menemukan
dan menggali sebanyak informasi dari pengetahuan yang telah mereka alami dari
percobaan atau alat peraga dan berbagai pengalaman dengan anggota kelompok
serta guru. Dan diharpakan hasil belajar siswa dapat meningkat dan lebih mampu
menghadapi masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Kata Kunci: Media Pembelajaran, Domino Bilangandan hasil belajar siswa
Pendahuluan
Analisis Situasi
Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang diberikan di jenjang
pendidikan dasar. Tujuan diberikannya matematika mulai dari pendidikan dasar agar siswa
dipersiapkan untuk dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan
sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Matematika mempunyai peranan
yang penting dalam proses berpikir secara logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif. Kemampuan
yang diharapkan dimiliki siswa dalam mempelajari matematika adalah pemahaman konseptual,
penalaran dan komunikasi, dan pemecahan masalah. Namun kenyataannya harapan tersebut belum
tercapai dengan baik. Masih banyak siswa memengalami kesulitan dalam mempelajari matematika
sehingga mereka menganggap matematika merupakan pelajaran yang menakutkan. Anggapan ini
timbul karena proses pembelajaran yang terjadi tidak menyenangkan bagi siswa. Salah satu
kesulitan yang banyak dialami siswa dalam mempelajari matematika adalah pada operasi bilangan
bulat. Informasi yang diperoleh dari guru SDN Tunas Harapan bahwa siswa kesulitan melakukan
operasi bilangan negatif, terlebih lagi pada operasi pengurangan. Sehingga hal ini menghambat
dalam proses kegiatan belajar mengajar matematika. Jika dicermati kesalahan yang dilakukan oleh
siswa dikarenakan pemahaman konsep yang lemah. Siswa belum memahami makna bilangan bulat
negatif. Kesulitan siswa ini dapat dimaklumi karena objek kajian bilangan bulat bersifat abstrak,
sementara taraf berpikir siswa SD masih dalam kategori konkrit. Permasalahan ini harus segera
diatasi mengingat penguasaan operasi bilangan bulat diperlukan dalam mempelajari materi
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
226
matematika selanjutnya dan terkait juga dengan penguasaan ilmu yang lain. Untuk itu perlu dicari
alternatif yang memungkinkan siswa memahami secara baik operasi bilangan tersebut.
Permasalahan Prioritas Mitra
Guru merupakan jabatan profesi yang semestinya memiliki berbagai kompetensi yang harus
terus dikembangkan searah dengan perkembangan zaman. Kompetensi merupakan seperangkat
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang ditampilkan melalui unjuk kerja yang harus dikuasai
guru dalam rangka proses pendewasaan peserta didik. Dari situasi masalah sekolah SD Tunas
Harapan ternyata penguasaan guru dan keterampilan guru yang belum maksimal dalam
menggunakan berbagai metode pembelajaran serta penggunaan media belajar. Sehingga salah satu
cara yang dapat digunakan untuk pemahaman konsep bilangan bulat adalah menggunakan media
berupa alat peraga.
Metode Pelaksanaan
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Moleong (2007:6) penelitian kualitatif
adalah penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Metode penelitian yang
digunakan adalah deskriftif.
Disain penelitian yang digunakan dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Perencanaan
Pada tahap perencanaan dilakukan:
a. memilih siswa yang mengalami kesulitan dalam operasi bilangan bulat.
b. membuat tes diagnostik dan treatment serta soal untuk tes evaluasi.
2. Pelaksanaan
Dalam pelaksanaannya dilakukan dua kegiatan secara bertahap, yaitu:
a. Tahap diagnostik
Pada tahap ini siswa mengerjakan tes dengan tingkat kesulitan yang berbeda. Banyaknya
kegiatan selama dua kali pertemuan. Hal ini dilakukan untuk mencari data awal masalah
kesulitan belajar siswa secara lebih mendalam. Melalui lembar hasil jawaban siswa ini, peneliti
menganalisis masalah yang dialami siswa tersebut.
b. Tahap treatment
Pada tahap diberikan perlakuan kepada subjek penelitian berdasarkan hasil identifikasi
pada tes diagnosis, walaupun masalah yang dialami siswa belum secara signifikan terdiagnosis
semua. Perlakuan yang diberikan berupa permainan kartu domino bilangan. Pada saat
perlakuan ini juga secara bersama diidentifikasi kesulitan dan kemajuan yang dialami siswa.
c. Evaluasi
Pada tahap ini dilakukan tes kepada siswa. Proses yang dilakukan seperti pada tahapan
treatment. Selanjutnya dilakukan wawancara kepada guru dan siswa terhadap penelitian yang
telah dilakukan. Data-data yang diperoleh dari tahap diagnostik, treatment dan wawancara
selanjutnya dianalisis untuk mengetahui dampak yang dihasilkan.
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
227
Hasil Dan Pembahasan
Hasil
a. Perencanaan
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan adalah:
1. Merancang mekanisme program pengabdian pada masayarakat
2. Rapat koordinasi dengan Kepala Sekolah SD Tunas Harapan yang dilakukan oleh pihak
LP2M UMN Al-Washliyah.
3. Menyusun dan menyiapkan materi yang akan di sampaikan pada pelaksanaan pengabdian
masyarakat di SD Tunas Harapan
4. Menyusun teknis yang berkaitan dengan metode atau teknik pelaksanaan pengabdian
masyarakat di SD Tunas Harapan.
b. Tindakan
Dalam pelaksanaannya dilakukan dua kegiatan secara bertahap, yaitu:
1. Tahap diagnostic
Pada tahap ini siswa mengerjakan tes dengan tingkat kesulitan yang berbeda. Banyaknya
kegiatan selama dua kali pertemuan. Hal ini dilakukan untuk mencari data awal masalah
kesulitan belajar siswa secara lebih mendalam. Melalui lembar hasil jawaban siswa ini, terdapat
50% siswa mengalami kesulitan yang menyebabkan hasil tes masih di bawah KKM.
2. Tahap treatment
Pada tahap diberikan perlakuan kepada subjek penelitian berdasarkan hasil identifikasi
pada tes diagnosis, yaitu dengan memulai permainan domino yang telah di rancang dan
disiapkan, walaupun masalah yang dialami siswa belum secara signifikan terdiagnosis semua.
Pada saat perlakuan ini juga secara bersama diidentifikasi kesulitan dan kemajuan yang dialami
siswa. Ternyata banyak siswa yang belum memahami konsep dari operasi hitung tersebut.
3, Evaluasi
Berdasarkan dari treatmen yang dilakukan maka dilakukan perbaikan baik dalam metode
mengajar maupun dalam proses melatih keterampilan siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Pembahasan
Kegiatan pengabdian pada masyarakat yang dilaksanakan pada guru-guru bidang stdudi di SD
Tunas Harapan telah berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari apresiasi guru untuk mengikuti
kegiatan, terbukti dari kehadiran para guru untuk mengikuti kegiatan ini. Kepala sekolah, guru-
guru beserta staf di lingkungan SD Tunas Harapan menyambut dengan antusias kegiatan
pengabdian pada masyarakat ini. Masukan yang diberikan oleh tim pelaksana pengabdian
masayarakat ini yang berkaitan dengan pendalaman materi bidang studi terkait dengan media yang
akan dikembangkan. Karena tidak semua materi dapat menggunakan media pembelajaran.
Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pengabdian masyarakat ini adalah masalah
waktu pelaksanaan yang sangat terbatas. Selain itu, masalah yang cukup mengganggu adalah
keterlambatan pencairan dana sehingga waktu pelaksanaan kegiatan menjadi mundur, tidak sesuai
dengan waktu yang telah direncakan sebelumnya.
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
228
Namun, semua kendala dan masalah yang terjadi dapat diselesaikan dengan baik dengan solusi
menyesuaikan waktu antara pihak sekolah mitra (SD Tunas Harapan) dengan pihak LP2M
Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah. Sehingga pelaksanaan kegiatan pengabdian
masyarakat di SD Tunas Harapan Patumbak dapat terlaksana dengan baik.
Kesimpulan dan Saran
Pengabdian pada masyarakat dengan memberikan media permainan domino bilangan ini dapat
berjalan dengan baik. Dengan kerja sama tim pengabdian yang baik dan peran serta aktif dari
narasumber dalam kegiatan pengabdian ini semuanya berjalan dengan sesuai yang diharapkan dan
harapannya guru dapat mengembangkan media pembelajaran yang bervariasi lagi sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dan memotivasi siswa.
Dengan majunya teknologi yang ada sekarang, sebaiknya guru-guru juga harus mengikuti
perkembangan zaman,sehingga dapat memberikan dan menciptakan suasana belajar mengajar yang
menyenangkan dan memiliki manfaat yang siswa rasakan dalam kehidupan sehari-hari,sehingga
tidak menimbulkan persepsi belajar sia-sia.
Daftar Pustaka
Abdurrahman, M. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Cathcart, W. George dkk. 2003. Learning Mathematics in Elementary and Middle School. Merrill
Prentice Hall. United State of America.
Dahar, Ratna Willis. 1996. Teori Belajar. Jakarta: Erlangga
Depdiknas. 2006. Kurikulum SD 2006. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Hudoyo, H. 1998. Strategi Belajar Mengajar Matematik. Jakarta: Depdikbud
Makmun, Abin Syamsuddin. 2009. Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Bandung.
Nik Azis Nik Pa. 1996. Perkembangan Profesional, Penghayatan Matematik KBSR dan KBSM.
Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Pembelajaran Matematika dengan Media Pembelajaran konkret.
sdn3bojonglopang.wordpress.com/2008/06/14/pembelajaran-matematika-dengan-media-
pembelajaran-konkrit/ - 23k – Download: 28 April 2013
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
152
GURU MAHIR MEMBINA PRAMUKA
Hidayat
Dosen Kopertis Wilayah I dpk Universitas Muslim Nusantara Al Washliyah
Abstrak
Tujuan dari program pengabdian ini adalah agar Guru terampil dan memiliki
kompetensi dalam membentuk karakter siswa melalui kegiatan pramuka di
sekolah. Metode yang digunakan adalah pelatihan Traditional Scouting.
Kegiatan yang dilakukan merupakan pelatihan dan pembinaan berbentuk
orientasi, simulasi, dan praktek lapangan.
Mitra dalam program pengabdian ini adalah guru-guru SD Tunas Harapan
Patumbak Kabupaten Deli Serdang.
Target khusus yang akan dicapai adalah Guru terampil mendesain dan
melaksanakan kegiatan pramuka yang berkualitas di sekolah.
Produk desain yang dihasilkan dalam bentuk desain kegiatan pembinaan
pramuka, dan publikasi dalam jurnal ilmiah.
Kata Kunci: Pramuka, Pembinaan Karakter.
Pendahuluan
Dalam Kurikulum 2013 pendidikan karakter secara terintegrasi dijalankan dalam setiap mata
pelajaran. Agar pelaksanaannya dapat lebih terukur, pendidikan karakter diimplementasikan
dalam ekstrakurikuler di sekolah. Dalam Permendikbud No. 63 tahun 2013 dijelaskan bahwa
disamping kegiatan intrakurikuler, ada kegiatan ekstrakurikuler SD/MTs antara lain: pramuka
(wajib), unit kesehatan sekolah, dan palang merah remaja. Kegiatan tersebut merupakan
pembentuk kompetensi sosial. Pramuka merupakan kegiatan ekstrakurikuler wajib di sekolah
dicanangkan oleh Gubernur Sumatera Utara selaku Ka Mabida pada pelantikan pengurus kwartir
Daerah pada tahun 2012. Selanjutnya pada Hari Pramuka tingkat Sumatera Utara tahun 2013
yang dipusatkan di kota Sibolga kembali dipertegas sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah. Hal
ini menjadi titik awal pelaksanaan pendidikan pramuka di sekolah.
Dinas pendidikan kabupaten dan kota melalui dinas pendidikan masing- masing mulai
mendorong kembali agar gugusdepan yang sudah ada di sekolah dihidupkan. Dan bagi sekolah-
sekolah yang belum memiliki gugusdepan agar mendirikan gugusdepan yang berpangkalan di
sekolah. Langkah strategis ini diambil agar penyelenggaraan pendidikan karakter melalui gerakan
pramuka menjadi lebih terjamin. Jaminan terselenggaranya ini tentu tidak terlepas dari
sumberdaya manusianya. Guru-guru sekolah tentunya harus memiliki kompetensi yang mapan.
Guru harus memahami pentingnya pembinaan karakter siswa, memahami perkembangan dan
kebutuhan peserta didik, menyusun program kegiatan, melaksanakan kegiatan kepramukaan di
sekolah. Disamping itu guru dapat mengevaluasi perkembangan peserta didik melalui tanda-
tanda penghargaan, tanda pencapaian peserta didik, seperti TKU (Tanda Kecakapan Umum),
TKK (Tanda Kecakapan Khusus), dan tanda-tanda lainnya yang menimbulkan motivasi peserta
didik.
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
153
Karakter terbentuk dengan pembiasaan-pembiasaan dalam bentuk kegiatan. Kegiatan dalam
pramuka meliputi berbagai bidang, seperti pembinaan mental spiritual, rohani, berkerjasama,
pendidikan pendahuluan bela negara, cinta tanah air, disiplin dan bersahaja. Nilai- nilai seperti
ini sering luput dari perhatian guru di dalam kelas. Disamping itu ada juga nilai-nilai yang
tidak dapat diajarkan di kelas, kalaupun dapat diajarkan terkesan dipaksakan. Sehingga sudah
sewajarnya ditumbuhkan nilai-nilai positif tersebut melalui kegiatan pendidikan kepramukaan.
Kenyataan yang terjadi, penyelenggaraan pendidikan kepramukaan di sekolah dilakukan
sekedar kelihatan ada kegiatan saja, sehingga pembentukan dan pembinaan karakter tidak
sepenuhnya dapat berjalan. Hal ini disebabkan ketidakmampuan guru memahami tentang
kepramukaan Permasalahan ini juga terjadi pada pramuka yang berpangkalan di SD Tunas
Harapan Patumbak Kabupaten Deli Serdang. Perhatian yang ditunjukkan oleh sekolah tersebut
terhadap pembinaan kepramukaan cukup baik. SD Tunas Harapan Patumbak Kabupaten Deli
Serdang telah memiliki gugusdepan sebagai pangkalan pembinaan kepramukaan di sekolah.
Kendala yang dihadapi sekolah antara lain tidak berjalannya kegiatan kepramukaan secara efektif.
Sekolah melibatkan guru-guru sebagai pembina pramuka, namun keterampilan yang dimiliki oleh
guru masih kurang. Umumnya guru belum memahami bagaimana sebenarnya pembinaan
kepramukaan di sekolah. Dari 10 oarang guru yang bertugas, hanya guru olah raga dan kepala
sekolah yang telah memiliki kemampuan menjadi pembina. Keterbatasan Pembina pramuka ini
menyebabkan pembinaan karakter melalui kegiatan pramuka di sekolah ini belum berjalan
dengan baik.
Melihat kondisi yang ada, maka perlu kiranya dilakukan pelatihan dan pembinaan bagi guru-
guru SD Tunas Harapan Patumbak Kabupaten Deli Serdang tentang kepramukaan, sehingga
dapat mengembangkan karakter dan kompetensi sosial siswa. Kegiatan pelatihan dan pembinaan
ini dapat dilakukan di SD Tunas Harapan Patumbak Kabupaten Deli Serdang, mengingat:
1. Guru memiliki minat yang tinggi terhadap perkembangan kompetensi sosial siswa.
2. Guru memiliki semangat dan rasa ingin tahu yang tinggi tentang kepramukaan.
3. Minimnya pengetahuan guru tentang kepramukaan.
Metode
Implementasi pendidikan karakter dapat diwujudkan melalui kegiatan pramuka di
gugusdepan sekolah. Guru sebagai Pembina pramuka di sekolah guru perlu memahami
pentingnya pendidikan karakter dan mampu melaksanakannya melalui kegiatan kepramukaan.
Kegiatan pramuka tidak menggangu pelajaran di sekolah, bahkan kegiatan ini dapat mendukung
kesuksesan peserta didik dalam bidang akademik. Pemahaman guru tentang kepramukaan
merupakan modal awal bagi terselenggaranya kegiatan pramuka.
Dengan demikian guru perlu memahami dan mampu mendesain kegiatan yang dilakukan
dalam pramuka. sekolah. Untuk mewujudkan hal tersebut dilakukan kegiatan pelatihan
Traditional Scouting. Metode pelatihan dan pembinaan kepramukaan yang akan dilakuan
dalam bentuk orientasi, simulasi, games, dan praktek lapangan.
Adapun kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan secara garis besar adalah sebagai berikut:
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
154
Tabel 1. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan Deskripsi Kegiatan
Orientasi - Menjelaskan dasar-dasar pengetahuan pramuka
- Menjelaskan tentang landasan hukum, dan Struktur organisasi gerakan
pramuka
- Menjelaskan aktivitas dasar pramuka
Simulasi Guru mempraktekkan aktivitas dasar pramuka, berupa
- Tali temali dan pioneering
- Navigasi darat, peta dan kompas
- Sandi, Semaphore, dan Morse
- Baris berbaris dan Formasi Barisan
Praktek
Lapangan
Guru melakukan kegiatan pembinaan pramuka kepada pesdik pada gugusdepan
sekolah.
Hasil dan pembahasan
Pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat ini telah dilakukan dalam 3 kegiatan, yaitu tutorial,
simulasi, dan praktek lapangan yang berlangsung pada bulan November 2016. Kegiatan yang
dilakukan memberikan dampak positif bagi mitra. Deskripsi kegiatan yang telah dilakukan serta
hasil dari kegiatan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Deskripsi dan Hasil Kegiatan Pengabdian
Kegiatan Deskripsi
Kegiatan Hasil Kegiatan
Tutorial - Pembukaan
- Mensepakati
kontrak
pelatihan dan
jadwal
pelatihan
- Kesepakatan Kontrak dan jadwal pelatihan
- Peserta mendapat Pelatihan Traditional Scouting, terdiri
dari:
- Tali temali dan pioneering
- Navigasi darat, peta dan kompas
- Sandi, Semaphore, dan Morse
- Baris berbaris dan Formasi Barisan
Implementasi Peserta
menerapkan
pelatihan kepada
peserta didik.
Peserta mampu melakukan pembinaan pramuka di sekolah.
Kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk memantapkan pengetahuan guru-guru SD Tunas
Harapan Patumbak Kabupaten Deli Serdang. Pengetahuan guru terhadap konsep pembinaan
pramuka di sekolah dalam pembelajaran sebenarnya sudah memadai, namun untuk
menerapkannya masih belum cukup baik. Pemantapan pengetahuan tentang pendidikan yang
diberikan berkenaan dengan konsep pendidikan kepramukaan dan penerapannya di sekolah.
Sebelumnya guru-guru terkesan melakukan pendidikan kepramukaan yang lebih memfokuskan
pada baris-berbaris, tepuk-tepuk tangan dan bernyanyi saja.
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
155
Kegiatan pengabdian ini dilaksanakan dengan cara melakukan kegiatan yang interaktif dan
komunikatif, baik antar peserta maupun dengan tim pelaksana sebagai fasilitator. Pelaksanaan
kegiatan yang telah dilaksanakan terdiri dari 3 tahapan kegiatan, yakni tutorial, workshop, dan
implementasi. Kajian yang dibahas dalam kegiatan tutorial tentang konsep pendidikan
kepramukaan.
Luaran yang dihasilkan adalah seperangkat desain desain dan melaksanakan kegiatan
pramuka yang berkualitas di sekolah, desain kegiatan pembinaan pramuka.
Pelaksanaan kegiatan IbM ini mendapatkan perhatian yang serius dari guru-guru sekolah
mitra, karena ternyata kegiatan seperti ini minim sekali diadakan. Kegiatan yang pernah
dilakukan merupakan pelatihan kurikulum 2013 hanya sebatas sosialisasi saja, tanpa terapan dan
pendampingan. Ketertarikan guru mengikuti kegiatan ini dikarenakan kegiatan ini memberikan
peluang bagi guru untuk mengembangkan potensi anak. Selain itu model kegiatan yang dilakukan
sangat interaktif dan dapat merespon setiap peserta.
Setelah kegiatan IbM dilaksanakan tim pelaksana optimis bahwa guru-guru peserta pelatihan
ini dapat melaksanakan pembinaan pramuka di sekolah sebagai indikator keberhasilan program
ini. Indikator keberhasilan lain yaitu 85% peserta pelatihan mampu melaksanakan pendidikan
kepramukaan. Diharapkan pada masa yang akan datang guru-guru mitra senantiasa berkoordinasi
untuk mengembangkan pendidikan kepramukaan. Dengan melaksanakan pendidikan
kepramukaan secara kontinu dapat membuat guru lebih kreatif merancang kegiatan kepramukaan.
Dengan demikian guru-guru yang selama ini apatis dalam kegiatan pramuka dapat melaksanakan
pendidikan kepramukaan agar tercapai peningkatan karakter melalui pendidikan kepramukaan.
Kesimpulan
Berdasarkan pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa kegiatan terlaksana dengan baik dan lancar, serta mendapat respon yang
positif dari peserta. Peserta juga dapat menghasilkan perangkat jadwal mingguan pendidikan
kepramukaan yang terdiri dari teknik kepramukaan, tali temali dan pionering, baris-berbaris,
Semaphore dan Morse.
Daftar Pustaka
Maryulis. 2016. Buku Pintar Kepanduan SCOUT. Medan: Menara.
Maryulis. 2012. Jemis-jenis Upacara dalam Satuan Penggalang. Medan: Menara.
Permendikbud No. 63 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kepramukaan sebagai Ekstralurikuler
Wajib di Sekolah Dasar dan Menengah.
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
214
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL MELALUI
PERMAINAN EGRANG BATOK PADA ANAK KELOMPOK B
DI TK NEGERI PEMBINA STABAT
Sari Suhrainia Haris1) dan Umar Darwis2)
1)Mahasiswa UMN Al Washliyah dan 2)Dosen FKIP UMN Alwashliyah
Abstrak
Permasalahan yang terjadi di TK Negeri Pembina Stabat adalah belum
berkembangnya kemampuan sosial emosional anak. Anak kurang dalam
bersosialisasi, menolong, disiplin, menghargai, berani, perasaan emosi, antusias,
dan kepedulian. Selain itu kurangnya media dan ide guru dalam meningkatkan
kemampuan sosial emosional anak.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah kemampuan sosial
emosional anak dapat meningkat melalui permainan egrang batok?
Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan sosial emosional melalui
permainan egrang batok pada anak kelompok B TK Negeri Pembina Stabat tahun
ajaran 2014/2015.
Metode penelitian adalah penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian adalah
anak kelompok B TK Negeri Pembina Stabat yang berjumlah 15 anak, 8 anak
laki-laki dan 7 anak perempuan. Objek penelitian adalah kemampuan sosial
emosional anak. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan
dokumentasi.
Hasil observasi pada siklus I menunjukkan persentase kemampuan sosial
emosional anak masih tergolong rendah dengan nilai rata-rata kemampuan sosial
mencapai 50% dan kemampuan emosi 46,2%. Hasil observasi pada siklus II
tingkat persentase kemampuan sosial emosional anak sudah berkembang sesuai
harapan (BSH) dan berkembang sangat baik (BSB), dengan rata-rata kemampuan
sosial 80,4% dan kemampuan emosional 81,6%.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui permainan egrang batok
dapat meningkatkan kemampuan sosial emosional anak usia dini kelompok B TK
Negeri Pembina Stabat.
Kata Kunci: Kemampuan Sosial Emosional, Permainan Egrang Batok
Pendahuluan
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) diberikan untuk mengembangkan semua aspek
perkembangan baik moral agama, kognitif, bahasa, sosial emosional, seni maupun fisik motorik
secara menyeluruh dimana semua aspek perkembangan, kemampuan dan potensi dalam diri anak
usia dini sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Masa usia dini merupakan masa
pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh
lingkungan. Dalam masa-masa ini anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya
perkembangan seluruh potensinya, sehingga segala potensi dan kemampuan yang dimiliki anak
dapat dikembangkan secara optimal, tentunya dengan bantuan dari orang-orang yang berada di
lingkungan anak, baik orang tua maupun para pendidik.
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
215
Ada beberapa aspek perkembangan anak usia dini yang harus dikembangkan oleh guru untuk
kematangan diri anak seperti, perkembangan nilai agama dan moral, kognitif, perkembngan fisik
motorik, bahasa, dan sosial emosional,karena beberapa aspek perkembangan tersebut sangat
penting bagi kehidupan anak usia dini.
Salah satu perkembangan yang sangat penting pada anak usia dini adalah perkembangan
sosial emosional, dimana anak harus mengontrol emosi yang ada didalam dirinya dan rasa saling
tolong menolong dimanapun mereka berada. Pola prilaku sosial yang terlihat pada masa kanak-
kanak awal, seperti kerjasama, persaingan, kemurahan hati, hasrat akan penerimaan sosial,
simpati, empati, ketergantungan, sikap ramah, sikap tidak mementingkan diri sendiri, meniru,
prilaku kelekatan. Perkembangan sosial emosional anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan
sekitar, dimana anak menggunakan keterampilan-keterampilan perseptual, motorik, kognitif, dan
bahasa mereka untuk melakukan sesuatu.
Nilai sosial dan emosional anak saling berkaitan satu sama lain dimana anak harus dapat
beradaptasi dengan teman-temannya dan mengatur emosi disaat mereka bermain. Ketika anak
bermain nilai sosial emosional yang ada didalam diri anak akan muncul sesuai dengan karakter-
karakter anak tersebut. Akan tetapi, anak Kelompok B di TK Negeri Pembina Stabat masih
banyak yang tidak dapat bersosilisai, bekerjasama, menunggu giliran, mentaati peraturan
permainan, mengendalikan emosi, marah, cemburu, takut dan malu dalam melakukan sebuah
permainan. Contohnya, ketika mereka bermain masih banyak anak yang memilih-milih teman,
marah jika diganggu temannya dan tidak percaya diri apabila dari teman mereka mengejek anak
yang sedang melakukan permainan.
Permasalahan ini dapat diatasi melalui model pembelajaran yang tepat dan penggunaan media
yang menarik. Pembelajaran pada anak usia dini haruslah menggunakan konsep belajar sambil
bermain, belajar sambil berbuat dan belajar melalui stimulus. Bermain adalah dunia anak karena
bermain dan permainan merupakan aktivitas yang sangat menyenangkan bagi anak. Dengan
bermain dapat dilihat perkembangan sosial emosionalnya, bagaimana anak meningkatkan
kemampuan fisiknya, bagaimana perasaannya saat menang atau kalah dalam permainan,
bagaimana kemampuan intelektualnya dalam memanfaatkan benda-benda sebagai mainan,
bagaimana pula kematangan sosial emosionalnya dalam bermain bersama.
Terdapat beberapa kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan sosial emosional seperti
menggunakan permainan egrang batok yang bervarisi dan menarik. Permainan egrang batok
mudah dilakukan dan disenangi oleh anak khususnya anak laki-laki, karena anak laki-laki lebih
menyukai permainan yang dapat mengembangkan rasa ingin tahu yang ada dalam diri anak, lebih
percaya diri dalam melakukan sesuatu dan permainan yang menurut mereka menarik untuk
dicoba. Didalam permainan egrang batok, anak harus membutuhkan kesabaran, keseimbangan,
konsentrasi dan kerjasama dalam bermain. Seperti, kerjasama dalam memberi dukungan kepada
teman sekelompok, mengatur emosi ketika melakukan gerakan langkah ke depan, ke belakang, ke
kiri, ke kanan, dan sabar menunggu antrian.
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
216
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penerapan permainan egrang batok
dapat meningkatkan kemampuan sosial emosional anak kelompok B di TK Negeri Pembina
Stabat?
Kajian Pustaka
Sosial Emosional
Perkembangan sosial anak usia dini sangat penting bagi kehidupan mereka, karena anak dapat
beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Hurlock dalam Nugraha (2004:1.18) mengatakan
perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntunan
sosial. Perilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial seperti, bersosialisasi dengan orang lain, saling
bekerjasama dengan lingkungan sekitar, saling menghargai pendapat orang lain, agar mereka
lebih memahami situasi dan kondisi dimanapun mereka berada. Beberapa aspek penghambat
perkembangan sosial menurut Deliana dalam Nugraha (2010:4.22) yaitu: tingkah laku agresif,
daya usia kurang, pemalu, anak manja, perilaku berkuasa, perilaku merusak.
Menurut Santoso (2009:7.4) ada beberapa lingkungan sosial yang diperlukan oleh anak usia
dini agar perkembangan sosial mereka berkembangan dengan baik yaitu: Keluarga, lingkungan,
kepribadian, rekreasi, pergaulan dengan lawan jenis, pendidikan, solidaritas kelompok,
kemampuan penyesuaiaan diri.
Nugraha (2004:1.18) menyatakan bahwa ada tiga proses perkembangan sosial, yakni: 1)
Belajar bertingkah laku dengan cara yang dapat diterima masyarakat; 2) Belajar memainkan
peran sosial yang ada dimasyarakat; dan 3) Mengembangkan sikap sosial terhadap individu lain
dan aktivitas sosial yang ada di masyarakat.
Ada beberapa keterampilan sosial menurut Rich (2008:08) yaitu: 1) Belajar duduk sendiri; 2)
Belajar menunggu giliran; 3) Belajar mendengar pendapat orang lain, dan 4) Belajar
memperhatikan orang lain.
Moeslichatoen (2004:21) menyatakan bahwa perkembangan sosial adalah membina
hubungan dengan orang dewasa, yakni anak mendapat kesempatan tinggal di sekolah bersama
anak lain untuk belajar, menikmati dan menanggapi hubungan antar pribadi dengan anak lain
secara memuaskan: tidak suka bertengkar, tidak ingin menang sendiri, berbagi kue atau mainan,
dan saling membantu.
Karakteristik perilaku sosial pada anak usia dini menurut Nugraha (2004:2.18) ada, di
antaranya adalah:
1. Pada umumnya anak pada usia ini memiliki satu atau dua sahabat. Akan tetapi sahabat itu
akan cepat berganti. Mereka pada umumnya dapat cepat menyesuaikan diri secara sosial.
Sahabat yang di pilih biasanya dari jenis kelamin yang sama, kemudian berkembang menjadi
bersahabat dengan anak dengan jenis kelamin yang berbeda.
2. Kelompok bermainnya cenderung kelompok kecil, tidak terlalu terorganisasi secara baku
sehingga kelompok tersebut cepat berganti-ganti.
3. Anak yang lebih kecil sering kali mengamati anak yang lebih besar.
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
217
4. Pola bermain anak prasekolah lebih bervariasi fungsinya sesuai dengan kelas sosial dan
gender. Anak dari kelas menengah lebih banyak bermain soliter, kooperatif, dan konstruktif,
sedangkan anak perempuan lebih banyak bermain soliter, konstruktif, paralel dan dramatik.
Anak laki-laki, lebih banyak bermain fungsional solitaire dan asosiatif dramatis.
5. Perselisihan sering terjadi. Akan tetapi, sebentar kemudian mereka berbaikan kembali. Anak
laki-laki banyak melakukan tindakan agresif dan menantang.
6. Setelah masuk TK, pada umumnya kesadaran mereka terhadap peran jenis kelamin telah
berkembangan. Anak laki-laki lebih senang bermain di luar, bermain kasar dan bertingkah
laku agresif, sedangkan anak perempuan lebih suka bermain yang bersifat kesenian, bermain
boneka atau menari.
Emosi dirasakan oleh semua orang, dimana seseorang akan merasakannya sebagai sebuah
persepsi yang dilalui oleh sistem-sistem saraf mereka sesuai dengan perkembangan emosinya.
Nugraha (2010:1.14) mengatakan bahwa emosi merupakan suatu keadaan yang kompleks, dapat
berupa perasaan ataupun getaran jiwa yang ditandai oleh perubahan biologis yang muncul
menyertai terjadinya suatu perilaku. Suyadi (2010:109 ) mengatakan emosi adalah kondisi
kejiwaan manusia. Karena sifatnya psikis atau kejiwaan, maka emosi hanya dapat dikaji melalui
letupan-letupan emosional atau gejala-gejala dan fenomena-fenomena, seperti kondisi sedih,
gembira, gelisah, benci, dan lain sebagainya.
Secara umum pola perkembangan emosi anak Bmenurut Suyadi (2010:110) meliputi 9 aspek,
yaitu rasa takut, malu, khawatir, cemas, marah, cemburu, duka cita, rasa ingin tahu, dan gembira.
Sedangkan dalam Permendiknas nomor 58 tahun 2009 dikemukakan beberapa indikator rasa
emosional yaitu : 1) Mengungkapkan rasa ingin tahu, 2) Menerima pendapat dari orang lain, 3)
Mau memberi dan menerima maaf.\
Lebih lanjut Yusuf dalam Khadijah (2012: 80) memaparkan aspek-aspek emosi pada anak:
1. Kesadaran diri; mengenal dan merasakan emosi sendiri.
2. Mengelola emosi; bersikap toleran terhadap frustasi dan mampu mengelola amarah secara
lebih baik.
3. Memanfaatkan emosi secara produktif; memiliki rasa tanggung jawab, mampu memusatkan
perhatian pada tugas yang di kerjakan.
4. Empati; mampu menerima sudut pandang orang lain, kepekaan terhadap perasaan orang lain,
mampu mendengarkan orang lain.
5. Membina hubungan; memiliki sikap bersahabat atau mudah bergaul dengan teman sebaya,
senang menolong orang lain, senang berbagi rasa, dan bekerja sama, dapat berkomunikasi
dengan orang lain.
Permainan Egrang Batok
Bermain dan permainan adalah satu kesatuan yang utuh yang dilakukan oleh anak usia dini.
Permainan merupakan alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak dikenali sampai
pada yang diketahui, dan dari yang tidak dapat diperbuatnya sampai mampu melakukannya.
Menurut Piaget dalam Khadijah (2012:135) permainan ialah alat media yang meningkatkan
perkembangan sosial emosional anak. Misalnya, anak-anak yang baru saja belajar menjumlahkan
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
218
atau mengalihkan mulai bermain dengan angka melalui cara yang berbeda dan bila mereka
berhasil menyelesaikan dengan baik mereka akan tertawa dan merasa bangga.
Dewey dalam Montolalu dkk (2009:1.7) percaya bahwa anak belajar tentang dirinya sendiri
serta dunianya melalui bermain. Melalui pengalaman-pengalaman awal bermain yang bermakna
menggunakan benda-benda konkret, anak mengembangkan kemampuan dan pengertian dalam
memecahkan masalah, sedangkan perkembangan sosialnya meningkat melalui interaksi dengan
teman sebaya dalam bermain.
Montolalu, (2009:1.14) melihat bermain sebagai sesuatu pelepasan atau pembebasan dari
tekanan-tekanan yang dihadapi anak. Melalui permainan anak dapat memahami menciptakan dan
memanipulasi simbol-simbol dan melakukan percobaan dengan peran-peran sosial.
Permainan egrang bathok merupakan salah satu permainan tradisional dari daerah jawa, yang
sudah lama tidak di mainkan oleh anak-anak. Dalam permainan egrang batok terdapat beberapa
aspek perkembangan anak usia dini seperti, perkembangan fisik, kognitif, bahasa, dan sosial
emosional. Menurut Montolalu (2009:8.22) Egrang adalah permainan yang dapat melatih
keseimbangan anak, cara memainkannya anak menaiki egrang yang terbuat dari batok/tempurung
kelapa atau bisa juga dibuat dengan menggunakan kaleng bekas yang diberi lubang ditengahnya
dan diberi tali yang panjang.
Menurut Sujiartiningsih (2011:14) Permainan egrang dapat digunakan untuk meningkatkan
konsentrasi dan kreativitas pada anak yang memainkannya yaitu ketika harus berkonsentrasi
untuk tetap berjalan dengan baik diatas tempat pijakan kaki agar tetap seimbang.
http://ejournal/2014/hlm.2
Menurut Hamid (2010:21) terdapat beberapa aspek yang dikembangkan dalam permainan
egrang batok yaitu :
1. Fisik, kegiatan ini banyak melibatkan motorik halus dan motorik kasar anak. Motorik halus;
melatih otot-otot tangan dalam mngetuk-ngetukkan balok sebagai musik. Motorik kasar;
melatih gerakan-gerakan tubuh dengan jalan atau lari dengan menggunakan terompah
tempurung, melatih keseimbangan tubuh agar tidak jatuh dalam bermain.
2. Bahasa, permainan ini melibatkan komunikasi antar anak, guru dan anak. Pendidik harus
selalu memberikan dukungan agar komunikasi yang terjasi adalah positif dan cendekia.
3. Kognitif, anak menghitung langkah demi langkah dengan menggunakan terompah tempurung
sampai anak terjatuh.
4. Sosial Emosional, anak bermain bersama-sama dan saling menghargai. Anak mentaati
peraturan, bermain jujur dan sportif.
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yaitu
penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Tahapan penelitian digambarkan pada
bagan berikut
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
219
Gambar I Desain Penelitian Tindakan Kelas
Menurut Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto 2008:16)
Penelitian tindakan kelas (PTK) ini dilaksanakan di TK Negeri Pembina Stabat, Jalan Tengku
Amir Hamzah Kabupaten Langkat. Penelitian ini dilakukan pada semester genap Tahun Ajaran
2014/2015.
Subjek penelitian ini adalah anak kelompok B di TK Negeri Pembina Stabat tahun ajaran
2014/2015 yang berjumlah 13 anak, terdiri atas 6 anak laki-laki dan 7 anak perempuan. Objek
penelitian ini adalah kemampuan sosial emosional anak kelompok B di TK Negeri Pembina
Stabat yang berusia 5-6 tahun.
Adapun indikator kemampuan sosial anak yakni:1) dapat bersosialisasi; 2) saling menolong
sesama teman; 3) disiplin dalam melakukan permainan; dan 4) saling menghargai sesama teman.
Sedangkan indikator emosional anak adalah: 1) rasa takut dan malu dalam bermain; 2) perasaan
emosi dalam bermain; 3) rasa ingin tahu dalam permainan; dan 4) menghargai pendapat orang
lain.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi dan dokumentasi.
Analisis data menggunakan statistik deskriptif.
Hasil Penelitian
Kondisi awal anak dalam kemampuan bersosialisasi dan mengendalikan rasa emosional
masih kurang optimal, hal ini diamati ketika PBM (proses belajar mengajar) berlangsung dari
awal sampai akhir pembelajaran. Permasalahan tersebut disebabkan karena dalam pembelajaran
guru hanya menggunakan instruksi tanpa memberikan contoh secara langsung (konkrit) kepada
anak seperti, melalui permainan atau buku cerita yang menggambarkan rasa sosial emosional
antar teman dan lingkungan sekitar sehingga kemampuan sosial emosional anak tidak
berkembang sesuai harapan.
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
220
Siklus I
Hasil pengamatan kemampuan sosial anak pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1 Rekap Perkembangan Kemampuan Sosial Anak pada Siklus I
No. Indikator Deskriptor BB
(1)
MB
(2)
BSH
(3)
BSB
(4)
Persentase
(%)
1. Bersosialisasi Bermain dan bersosialisasi
dengan teman 3,3 20 35 - 58,3%
2. Saling
Menolong
Mau berbagi dengan
teman dan saling tolong
menolong
10 30 - - 40%
3. Disiplin
Mentaati peraturan
permainan dan menunggu
giliran
6,7 13,3 35 - 55%
4. Saling
Menghargai
Menghargai keunggulan
teman 8,3 23,3 15 - 46,6%
Rata-Rata 50%
Dari data di atas dapat dilihat bahwa persentase kemampuan sosial anak pada siklus I untuk
setiap indikator masih jauh dari hasil yang diharapkan. Pada kemampuan bersosialisasi (bermain
dan bersosialisasi dengan teman) hanya mencapai 58,3%, hal ini menunjukkan anak masih kurang
dalam bersosialisasi dengan orang lain. Pada kemampuan saling menolong (mau berbagi dan
saling tolong menolong) hanya mencapai 40%, hal ini menunjukkan bahwa kurangnya anak
dalam memiliki sikap saling menolong sesama orang lain. Pada kemampuan disiplin (mentaati
peraturan dan menunggu giliran) hanya mencapai 55%, hal ini menunujukkan bahwa masih
kurangnya anak dalam mentaati peraturan permainan. Pada kemampuan saling menghargai
(menghargai keunggulan orang lain) hanya mencapai 46,6% hal ini menunjukkan bahwa anak
belum dapat menerima keunggulan orang lain. Nilai rata-rata kemampuan sosial pada siklus I
mencapai 50 %.
Sedangkan hasil pengamatan emosional anak pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut.
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
221
Tabel 2 Rekap Perkembangan Emosional Anak pada Siklus I
No. Indikator Deskriptor BB
(1)
MB
(2)
BSH
(3)
BSB
(4)
Persentase
(%)
1. Keberanian Mengendalikan rasa takut
dan malu 6,7 16,7 30 - 53,4%
2. Perasaan
emosi
Mengendalikan rasa beni,
cemburu dan malu 10 30 - - 40%
3. Antusiasme Kemampuan rasa ingin
tahu 6,7 20 25 - 51,7%
4. Kepedulian
Kemampuan dalam
mendengarkan pendapat
orang lain dan menerima
pendapat teman
10 30 - - 40%
Rata-Rata 46,2%
Dari data di atas dapat dilihat bahwa emosional anak pada setiap indikator masih jauh dari
hasil yang diharapkan. Keberanian anak (rasa takut dan malu) hanya mencapai 53,4%, hal ini
menunjukkan anak masih kurang dalam memperlihatkan sikap keberaniannya kepada orang lain.
Pada perasaan emosi (rasa benci, marah dan cemburu) hanya mencapai 40%, hal ini menunjukkan
bahwa anak masih kurang mengendalikan rasa benci, marah dan cemburu terhadap orang lain.
Pada kemampuan antusiasme (rasa ingin tahu) indikator hanya mencapai 51,7%, hal ini
menunujukkan bahwa masih kurangnya rasa ingin tahu anak terhadap sesuatu yang baru. Pada
kemampuan rasa kepedulian (menghargai pendapat orang) hanya mencapai 40% hal ini
menunjukkan bahwa anak masih kurang dalam mendengarkan pendapat orang lain. Nilai rata-rata
kemampuan emosional siklus ke I ini adalah 42,5%.
Dalam kegiatan pembelajaran di siklus I ini dalam kegiatan permainan egrang batok, guru
terlebih dahulu memilih anak yang sering bermain bersama menjadi satu kelompok. Lalu
kelompok tersebut dibagi menjadi 2 bagian dimana disebelah kiri 3 kelompok dan disebelah
kanan 3 kelompok, sehingga jumlah keseluruhan menjadi 6 kelompok. Guru mengenalkan dan
menjelaskan tentang permainan egrang batok yang dijadikan alat media dan guru juga
memperlihatkan terlebih dahulu bentuk egrang batok, setelah itu guru menjelaskan cara
melakukan permainan egrang batok kepada anak, dan kemudian guru memberikan contoh
bagaimana cara memainkan egrang batok dengan baik dan benar. Setelah guru menjelaskan
bagaimana cara melakukan permainan egrang batok guru meminta 3 orang anak dibarisan depan
untuk melakukan permainan egrang batok secara bergantian.
Siklus II
Hasil pengamatan kemampuan sosial anak pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut.
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
222
Tabel 3 Rekap Perkembangan Kemampuan Sosial Anak pada Siklus II
No. Indikator Deskriptor BB
(1)
MB
(2)
BSH
(3)
BSB
(4)
Persentase
(%)
1. Bersosialisasi Bermain dan bersosialisasi
dengan teman - 6,7
30 46,7 83,4%
2. Saling
Menolong
Mau berbagi dengan
teman dan saling tolong
menolong
6,7 45 26,7
78,4%
3. Disiplin
Mentaati peraturan
permainan dan menunggu
giliran
6,7 30 46,7 83,4%
4. Saling
Menghargai
Menghargai keunggulan
teman 10
40 26,7 76,7%
Rata-Rata 80,4%
Sedangkan hasil pengamatan emosional anak pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4 Rekap Perkembangan Emosional Anak pada Siklus II
No. Indikator Deskriptor BB
(1)
MB
(2)
BSH
(3)
BSB
(4)
Persentase
(%)
1. Keberanian Mengendalikan rasa takut
dan malu - 10 30 40 80%
2. Perasaan
emosi
Mengendalikan rasa beni,
cemburu dan malu - 6,7 45 26,7 78,4%
3. Antusiasme Kemampuan rasa ingin
tahu - - 45 40 85%
4. Kepedulian
Kemampuan dalam
mendengarkan pendapat
orang lain dan menerima
pendapat teman
- - 50 33,3 83,3%
Rata-Rata 81,6%
Dari data di atas dapat dilihat bahwa persentase kemampuan sosial dan emosional anak pada
siklus II sudah mengalami peningkatan untuk setiap indikatornya. Rata-rata kemampuan sosial
dan emosional anak sudah mencapai kriteria yang ditetapkan.
Data peningkatan kemampuan sosial anak dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5. Peningkatan Kemampuan Sosial Anak
No Indikator Siklus I Siklus II Peningkatan
1.
2.
3.
4.
Bersosialisasi
Saling Menolong
Disiplin
Saling Menghargai
58,3%
40%
55%
46,6%
83,4%
78,4%
83,4%
76,7%
25,1%
38,4%
28,4%
30,1%
Rata-rata ketercapaian 50% 80,4% 30,4%
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
223
Sedangkan data peningkatan emosional anak dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6. Peningkatan Emosional Anak
No Indikator Siklus I Siklus II Peningkatan
1.
2.
3.
4.
Keberanian
Perasaan Emosi
Antusiasme
Kepedulian
53,4%
40%
51,7%
40%
80%
78,4%
85%
83,3%
26,6%
38,4%
33,3%
43,3%
Rata-rata ketercapaian 46,2% 81,6% 35,4%
Gambaran terhadap peningkatan kemampuan sosial emosional anak dapat dlihat pada grafik
berikut.
Gambar 2. Perkembangan Kemampuan Sosial Emosional
Pelaksanaan pada siklus II sudah mengalami peningkatan dalam proses pembelajaran dan
kelemahan pada aspek kemampuan sosial emosional tentang rasa saling menghargai dan perasaan
emosi (benci, marah dan emosi) dapat diatasi dengan baik. Hal ini dapat berhasil dengan dengan
baik karena dilakukan variasi yang lebih menarik dengan cara guru mengganti teman satu
kelompok dalam melakukan permainan egrang batok, sehingga rasa saling menghargai dan
disiplin antar teman dalam bermain dapat meningkat. Pada siklus II ini guru juga memberikan
reward kepada anak dengan memberikan hadiah berupa sebuah permen dan stiker gambar bintang
bagi setiap anak yang ikut bermain, sehingga semua anak termotivasi berperan aktif. Anak sudah
mampu dan sangat antusias dalam melakukan permainan egrang batok. Anak juga tidak
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 2 3 4 5 6 7 8
Perkembangan Kemampuan Sosial Emosional
Siklus I
Siklus II
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
224
berebutan dalam bermain, bergiliran satu per satu, saling membantu, saling menghargai dan
mentaati peraturan permainan yang di buat.
Gambaran hasil pengamatan terhadap aktifitas anak di atas menunjukkan bahwa anak
mempunyai rasa sosial emosional yang lebih baik melalui kegiatan yang menyenangkan. Guru
juga secara kreatif dan inovatif mengembangkan sendiri berbagai bentuk kegiatan pembelajaran
dan media yang lebih menarik dan menyenangkan.
Simpulan dan Saran
Berdasarkan analisis data yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kegiatan permainan
egrang batok dapat meningkatkan kemampuan sosial emosional anak kelompok B TK Negeri
Pembina Stabat tahun ajaran 2014/2015.
Berdasarkan kesimpulan di atas maka disarankan kepada guru untuk menggunakan permainan
egrang batok sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan sosial emosional anak.
Daftar Pustaka
Arikunto. 2012, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara.
Khadijah. 2012. Konsep Dasar Pendidikan Pra Sekolah. Bandung: Citapustaka Media Perintis.
Mantolalu. BFF. 2009. Bermain dan Permainan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Nugraha, Ali. 2010. Metode Pengembangan Sosial Emosional. Jakarta: Universitas Terbuka.
Suyadi, Ulfa Maulidya. 2013. Konsep Dasar Paud. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Suyanto, Slamet. 2002. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
214
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL MELALUI
PERMAINAN EGRANG BATOK PADA ANAK KELOMPOK B
DI TK NEGERI PEMBINA STABAT
Sari Suhrainia Haris1) dan Umar Darwis2)
1)Mahasiswa UMN Al Washliyah dan 2)Dosen FKIP UMN Alwashliyah
Abstrak
Permasalahan yang terjadi di TK Negeri Pembina Stabat adalah belum
berkembangnya kemampuan sosial emosional anak. Anak kurang dalam
bersosialisasi, menolong, disiplin, menghargai, berani, perasaan emosi, antusias,
dan kepedulian. Selain itu kurangnya media dan ide guru dalam meningkatkan
kemampuan sosial emosional anak.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah kemampuan sosial
emosional anak dapat meningkat melalui permainan egrang batok?
Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan sosial emosional melalui
permainan egrang batok pada anak kelompok B TK Negeri Pembina Stabat tahun
ajaran 2014/2015.
Metode penelitian adalah penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian adalah
anak kelompok B TK Negeri Pembina Stabat yang berjumlah 15 anak, 8 anak
laki-laki dan 7 anak perempuan. Objek penelitian adalah kemampuan sosial
emosional anak. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan
dokumentasi.
Hasil observasi pada siklus I menunjukkan persentase kemampuan sosial
emosional anak masih tergolong rendah dengan nilai rata-rata kemampuan sosial
mencapai 50% dan kemampuan emosi 46,2%. Hasil observasi pada siklus II
tingkat persentase kemampuan sosial emosional anak sudah berkembang sesuai
harapan (BSH) dan berkembang sangat baik (BSB), dengan rata-rata kemampuan
sosial 80,4% dan kemampuan emosional 81,6%.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui permainan egrang batok
dapat meningkatkan kemampuan sosial emosional anak usia dini kelompok B TK
Negeri Pembina Stabat.
Kata Kunci: Kemampuan Sosial Emosional, Permainan Egrang Batok
Pendahuluan
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) diberikan untuk mengembangkan semua aspek
perkembangan baik moral agama, kognitif, bahasa, sosial emosional, seni maupun fisik motorik
secara menyeluruh dimana semua aspek perkembangan, kemampuan dan potensi dalam diri anak
usia dini sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Masa usia dini merupakan masa
pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh
lingkungan. Dalam masa-masa ini anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya
perkembangan seluruh potensinya, sehingga segala potensi dan kemampuan yang dimiliki anak
dapat dikembangkan secara optimal, tentunya dengan bantuan dari orang-orang yang berada di
lingkungan anak, baik orang tua maupun para pendidik.
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
215
Ada beberapa aspek perkembangan anak usia dini yang harus dikembangkan oleh guru untuk
kematangan diri anak seperti, perkembangan nilai agama dan moral, kognitif, perkembngan fisik
motorik, bahasa, dan sosial emosional,karena beberapa aspek perkembangan tersebut sangat
penting bagi kehidupan anak usia dini.
Salah satu perkembangan yang sangat penting pada anak usia dini adalah perkembangan
sosial emosional, dimana anak harus mengontrol emosi yang ada didalam dirinya dan rasa saling
tolong menolong dimanapun mereka berada. Pola prilaku sosial yang terlihat pada masa kanak-
kanak awal, seperti kerjasama, persaingan, kemurahan hati, hasrat akan penerimaan sosial,
simpati, empati, ketergantungan, sikap ramah, sikap tidak mementingkan diri sendiri, meniru,
prilaku kelekatan. Perkembangan sosial emosional anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan
sekitar, dimana anak menggunakan keterampilan-keterampilan perseptual, motorik, kognitif, dan
bahasa mereka untuk melakukan sesuatu.
Nilai sosial dan emosional anak saling berkaitan satu sama lain dimana anak harus dapat
beradaptasi dengan teman-temannya dan mengatur emosi disaat mereka bermain. Ketika anak
bermain nilai sosial emosional yang ada didalam diri anak akan muncul sesuai dengan karakter-
karakter anak tersebut. Akan tetapi, anak Kelompok B di TK Negeri Pembina Stabat masih
banyak yang tidak dapat bersosilisai, bekerjasama, menunggu giliran, mentaati peraturan
permainan, mengendalikan emosi, marah, cemburu, takut dan malu dalam melakukan sebuah
permainan. Contohnya, ketika mereka bermain masih banyak anak yang memilih-milih teman,
marah jika diganggu temannya dan tidak percaya diri apabila dari teman mereka mengejek anak
yang sedang melakukan permainan.
Permasalahan ini dapat diatasi melalui model pembelajaran yang tepat dan penggunaan media
yang menarik. Pembelajaran pada anak usia dini haruslah menggunakan konsep belajar sambil
bermain, belajar sambil berbuat dan belajar melalui stimulus. Bermain adalah dunia anak karena
bermain dan permainan merupakan aktivitas yang sangat menyenangkan bagi anak. Dengan
bermain dapat dilihat perkembangan sosial emosionalnya, bagaimana anak meningkatkan
kemampuan fisiknya, bagaimana perasaannya saat menang atau kalah dalam permainan,
bagaimana kemampuan intelektualnya dalam memanfaatkan benda-benda sebagai mainan,
bagaimana pula kematangan sosial emosionalnya dalam bermain bersama.
Terdapat beberapa kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan sosial emosional seperti
menggunakan permainan egrang batok yang bervarisi dan menarik. Permainan egrang batok
mudah dilakukan dan disenangi oleh anak khususnya anak laki-laki, karena anak laki-laki lebih
menyukai permainan yang dapat mengembangkan rasa ingin tahu yang ada dalam diri anak, lebih
percaya diri dalam melakukan sesuatu dan permainan yang menurut mereka menarik untuk
dicoba. Didalam permainan egrang batok, anak harus membutuhkan kesabaran, keseimbangan,
konsentrasi dan kerjasama dalam bermain. Seperti, kerjasama dalam memberi dukungan kepada
teman sekelompok, mengatur emosi ketika melakukan gerakan langkah ke depan, ke belakang, ke
kiri, ke kanan, dan sabar menunggu antrian.
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
216
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penerapan permainan egrang batok
dapat meningkatkan kemampuan sosial emosional anak kelompok B di TK Negeri Pembina
Stabat?
Kajian Pustaka
Sosial Emosional
Perkembangan sosial anak usia dini sangat penting bagi kehidupan mereka, karena anak dapat
beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Hurlock dalam Nugraha (2004:1.18) mengatakan
perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntunan
sosial. Perilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial seperti, bersosialisasi dengan orang lain, saling
bekerjasama dengan lingkungan sekitar, saling menghargai pendapat orang lain, agar mereka
lebih memahami situasi dan kondisi dimanapun mereka berada. Beberapa aspek penghambat
perkembangan sosial menurut Deliana dalam Nugraha (2010:4.22) yaitu: tingkah laku agresif,
daya usia kurang, pemalu, anak manja, perilaku berkuasa, perilaku merusak.
Menurut Santoso (2009:7.4) ada beberapa lingkungan sosial yang diperlukan oleh anak usia
dini agar perkembangan sosial mereka berkembangan dengan baik yaitu: Keluarga, lingkungan,
kepribadian, rekreasi, pergaulan dengan lawan jenis, pendidikan, solidaritas kelompok,
kemampuan penyesuaiaan diri.
Nugraha (2004:1.18) menyatakan bahwa ada tiga proses perkembangan sosial, yakni: 1)
Belajar bertingkah laku dengan cara yang dapat diterima masyarakat; 2) Belajar memainkan
peran sosial yang ada dimasyarakat; dan 3) Mengembangkan sikap sosial terhadap individu lain
dan aktivitas sosial yang ada di masyarakat.
Ada beberapa keterampilan sosial menurut Rich (2008:08) yaitu: 1) Belajar duduk sendiri; 2)
Belajar menunggu giliran; 3) Belajar mendengar pendapat orang lain, dan 4) Belajar
memperhatikan orang lain.
Moeslichatoen (2004:21) menyatakan bahwa perkembangan sosial adalah membina
hubungan dengan orang dewasa, yakni anak mendapat kesempatan tinggal di sekolah bersama
anak lain untuk belajar, menikmati dan menanggapi hubungan antar pribadi dengan anak lain
secara memuaskan: tidak suka bertengkar, tidak ingin menang sendiri, berbagi kue atau mainan,
dan saling membantu.
Karakteristik perilaku sosial pada anak usia dini menurut Nugraha (2004:2.18) ada, di
antaranya adalah:
1. Pada umumnya anak pada usia ini memiliki satu atau dua sahabat. Akan tetapi sahabat itu
akan cepat berganti. Mereka pada umumnya dapat cepat menyesuaikan diri secara sosial.
Sahabat yang di pilih biasanya dari jenis kelamin yang sama, kemudian berkembang menjadi
bersahabat dengan anak dengan jenis kelamin yang berbeda.
2. Kelompok bermainnya cenderung kelompok kecil, tidak terlalu terorganisasi secara baku
sehingga kelompok tersebut cepat berganti-ganti.
3. Anak yang lebih kecil sering kali mengamati anak yang lebih besar.
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
217
4. Pola bermain anak prasekolah lebih bervariasi fungsinya sesuai dengan kelas sosial dan
gender. Anak dari kelas menengah lebih banyak bermain soliter, kooperatif, dan konstruktif,
sedangkan anak perempuan lebih banyak bermain soliter, konstruktif, paralel dan dramatik.
Anak laki-laki, lebih banyak bermain fungsional solitaire dan asosiatif dramatis.
5. Perselisihan sering terjadi. Akan tetapi, sebentar kemudian mereka berbaikan kembali. Anak
laki-laki banyak melakukan tindakan agresif dan menantang.
6. Setelah masuk TK, pada umumnya kesadaran mereka terhadap peran jenis kelamin telah
berkembangan. Anak laki-laki lebih senang bermain di luar, bermain kasar dan bertingkah
laku agresif, sedangkan anak perempuan lebih suka bermain yang bersifat kesenian, bermain
boneka atau menari.
Emosi dirasakan oleh semua orang, dimana seseorang akan merasakannya sebagai sebuah
persepsi yang dilalui oleh sistem-sistem saraf mereka sesuai dengan perkembangan emosinya.
Nugraha (2010:1.14) mengatakan bahwa emosi merupakan suatu keadaan yang kompleks, dapat
berupa perasaan ataupun getaran jiwa yang ditandai oleh perubahan biologis yang muncul
menyertai terjadinya suatu perilaku. Suyadi (2010:109 ) mengatakan emosi adalah kondisi
kejiwaan manusia. Karena sifatnya psikis atau kejiwaan, maka emosi hanya dapat dikaji melalui
letupan-letupan emosional atau gejala-gejala dan fenomena-fenomena, seperti kondisi sedih,
gembira, gelisah, benci, dan lain sebagainya.
Secara umum pola perkembangan emosi anak Bmenurut Suyadi (2010:110) meliputi 9 aspek,
yaitu rasa takut, malu, khawatir, cemas, marah, cemburu, duka cita, rasa ingin tahu, dan gembira.
Sedangkan dalam Permendiknas nomor 58 tahun 2009 dikemukakan beberapa indikator rasa
emosional yaitu : 1) Mengungkapkan rasa ingin tahu, 2) Menerima pendapat dari orang lain, 3)
Mau memberi dan menerima maaf.\
Lebih lanjut Yusuf dalam Khadijah (2012: 80) memaparkan aspek-aspek emosi pada anak:
1. Kesadaran diri; mengenal dan merasakan emosi sendiri.
2. Mengelola emosi; bersikap toleran terhadap frustasi dan mampu mengelola amarah secara
lebih baik.
3. Memanfaatkan emosi secara produktif; memiliki rasa tanggung jawab, mampu memusatkan
perhatian pada tugas yang di kerjakan.
4. Empati; mampu menerima sudut pandang orang lain, kepekaan terhadap perasaan orang lain,
mampu mendengarkan orang lain.
5. Membina hubungan; memiliki sikap bersahabat atau mudah bergaul dengan teman sebaya,
senang menolong orang lain, senang berbagi rasa, dan bekerja sama, dapat berkomunikasi
dengan orang lain.
Permainan Egrang Batok
Bermain dan permainan adalah satu kesatuan yang utuh yang dilakukan oleh anak usia dini.
Permainan merupakan alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak dikenali sampai
pada yang diketahui, dan dari yang tidak dapat diperbuatnya sampai mampu melakukannya.
Menurut Piaget dalam Khadijah (2012:135) permainan ialah alat media yang meningkatkan
perkembangan sosial emosional anak. Misalnya, anak-anak yang baru saja belajar menjumlahkan
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
218
atau mengalihkan mulai bermain dengan angka melalui cara yang berbeda dan bila mereka
berhasil menyelesaikan dengan baik mereka akan tertawa dan merasa bangga.
Dewey dalam Montolalu dkk (2009:1.7) percaya bahwa anak belajar tentang dirinya sendiri
serta dunianya melalui bermain. Melalui pengalaman-pengalaman awal bermain yang bermakna
menggunakan benda-benda konkret, anak mengembangkan kemampuan dan pengertian dalam
memecahkan masalah, sedangkan perkembangan sosialnya meningkat melalui interaksi dengan
teman sebaya dalam bermain.
Montolalu, (2009:1.14) melihat bermain sebagai sesuatu pelepasan atau pembebasan dari
tekanan-tekanan yang dihadapi anak. Melalui permainan anak dapat memahami menciptakan dan
memanipulasi simbol-simbol dan melakukan percobaan dengan peran-peran sosial.
Permainan egrang bathok merupakan salah satu permainan tradisional dari daerah jawa, yang
sudah lama tidak di mainkan oleh anak-anak. Dalam permainan egrang batok terdapat beberapa
aspek perkembangan anak usia dini seperti, perkembangan fisik, kognitif, bahasa, dan sosial
emosional. Menurut Montolalu (2009:8.22) Egrang adalah permainan yang dapat melatih
keseimbangan anak, cara memainkannya anak menaiki egrang yang terbuat dari batok/tempurung
kelapa atau bisa juga dibuat dengan menggunakan kaleng bekas yang diberi lubang ditengahnya
dan diberi tali yang panjang.
Menurut Sujiartiningsih (2011:14) Permainan egrang dapat digunakan untuk meningkatkan
konsentrasi dan kreativitas pada anak yang memainkannya yaitu ketika harus berkonsentrasi
untuk tetap berjalan dengan baik diatas tempat pijakan kaki agar tetap seimbang.
http://ejournal/2014/hlm.2
Menurut Hamid (2010:21) terdapat beberapa aspek yang dikembangkan dalam permainan
egrang batok yaitu :
1. Fisik, kegiatan ini banyak melibatkan motorik halus dan motorik kasar anak. Motorik halus;
melatih otot-otot tangan dalam mngetuk-ngetukkan balok sebagai musik. Motorik kasar;
melatih gerakan-gerakan tubuh dengan jalan atau lari dengan menggunakan terompah
tempurung, melatih keseimbangan tubuh agar tidak jatuh dalam bermain.
2. Bahasa, permainan ini melibatkan komunikasi antar anak, guru dan anak. Pendidik harus
selalu memberikan dukungan agar komunikasi yang terjasi adalah positif dan cendekia.
3. Kognitif, anak menghitung langkah demi langkah dengan menggunakan terompah tempurung
sampai anak terjatuh.
4. Sosial Emosional, anak bermain bersama-sama dan saling menghargai. Anak mentaati
peraturan, bermain jujur dan sportif.
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yaitu
penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Tahapan penelitian digambarkan pada
bagan berikut
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
219
Gambar I Desain Penelitian Tindakan Kelas
Menurut Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto 2008:16)
Penelitian tindakan kelas (PTK) ini dilaksanakan di TK Negeri Pembina Stabat, Jalan Tengku
Amir Hamzah Kabupaten Langkat. Penelitian ini dilakukan pada semester genap Tahun Ajaran
2014/2015.
Subjek penelitian ini adalah anak kelompok B di TK Negeri Pembina Stabat tahun ajaran
2014/2015 yang berjumlah 13 anak, terdiri atas 6 anak laki-laki dan 7 anak perempuan. Objek
penelitian ini adalah kemampuan sosial emosional anak kelompok B di TK Negeri Pembina
Stabat yang berusia 5-6 tahun.
Adapun indikator kemampuan sosial anak yakni:1) dapat bersosialisasi; 2) saling menolong
sesama teman; 3) disiplin dalam melakukan permainan; dan 4) saling menghargai sesama teman.
Sedangkan indikator emosional anak adalah: 1) rasa takut dan malu dalam bermain; 2) perasaan
emosi dalam bermain; 3) rasa ingin tahu dalam permainan; dan 4) menghargai pendapat orang
lain.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi dan dokumentasi.
Analisis data menggunakan statistik deskriptif.
Hasil Penelitian
Kondisi awal anak dalam kemampuan bersosialisasi dan mengendalikan rasa emosional
masih kurang optimal, hal ini diamati ketika PBM (proses belajar mengajar) berlangsung dari
awal sampai akhir pembelajaran. Permasalahan tersebut disebabkan karena dalam pembelajaran
guru hanya menggunakan instruksi tanpa memberikan contoh secara langsung (konkrit) kepada
anak seperti, melalui permainan atau buku cerita yang menggambarkan rasa sosial emosional
antar teman dan lingkungan sekitar sehingga kemampuan sosial emosional anak tidak
berkembang sesuai harapan.
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
220
Siklus I
Hasil pengamatan kemampuan sosial anak pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1 Rekap Perkembangan Kemampuan Sosial Anak pada Siklus I
No. Indikator Deskriptor BB
(1)
MB
(2)
BSH
(3)
BSB
(4)
Persentase
(%)
1. Bersosialisasi Bermain dan bersosialisasi
dengan teman 3,3 20 35 - 58,3%
2. Saling
Menolong
Mau berbagi dengan
teman dan saling tolong
menolong
10 30 - - 40%
3. Disiplin
Mentaati peraturan
permainan dan menunggu
giliran
6,7 13,3 35 - 55%
4. Saling
Menghargai
Menghargai keunggulan
teman 8,3 23,3 15 - 46,6%
Rata-Rata 50%
Dari data di atas dapat dilihat bahwa persentase kemampuan sosial anak pada siklus I untuk
setiap indikator masih jauh dari hasil yang diharapkan. Pada kemampuan bersosialisasi (bermain
dan bersosialisasi dengan teman) hanya mencapai 58,3%, hal ini menunjukkan anak masih kurang
dalam bersosialisasi dengan orang lain. Pada kemampuan saling menolong (mau berbagi dan
saling tolong menolong) hanya mencapai 40%, hal ini menunjukkan bahwa kurangnya anak
dalam memiliki sikap saling menolong sesama orang lain. Pada kemampuan disiplin (mentaati
peraturan dan menunggu giliran) hanya mencapai 55%, hal ini menunujukkan bahwa masih
kurangnya anak dalam mentaati peraturan permainan. Pada kemampuan saling menghargai
(menghargai keunggulan orang lain) hanya mencapai 46,6% hal ini menunjukkan bahwa anak
belum dapat menerima keunggulan orang lain. Nilai rata-rata kemampuan sosial pada siklus I
mencapai 50 %.
Sedangkan hasil pengamatan emosional anak pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut.
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
221
Tabel 2 Rekap Perkembangan Emosional Anak pada Siklus I
No. Indikator Deskriptor BB
(1)
MB
(2)
BSH
(3)
BSB
(4)
Persentase
(%)
1. Keberanian Mengendalikan rasa takut
dan malu 6,7 16,7 30 - 53,4%
2. Perasaan
emosi
Mengendalikan rasa beni,
cemburu dan malu 10 30 - - 40%
3. Antusiasme Kemampuan rasa ingin
tahu 6,7 20 25 - 51,7%
4. Kepedulian
Kemampuan dalam
mendengarkan pendapat
orang lain dan menerima
pendapat teman
10 30 - - 40%
Rata-Rata 46,2%
Dari data di atas dapat dilihat bahwa emosional anak pada setiap indikator masih jauh dari
hasil yang diharapkan. Keberanian anak (rasa takut dan malu) hanya mencapai 53,4%, hal ini
menunjukkan anak masih kurang dalam memperlihatkan sikap keberaniannya kepada orang lain.
Pada perasaan emosi (rasa benci, marah dan cemburu) hanya mencapai 40%, hal ini menunjukkan
bahwa anak masih kurang mengendalikan rasa benci, marah dan cemburu terhadap orang lain.
Pada kemampuan antusiasme (rasa ingin tahu) indikator hanya mencapai 51,7%, hal ini
menunujukkan bahwa masih kurangnya rasa ingin tahu anak terhadap sesuatu yang baru. Pada
kemampuan rasa kepedulian (menghargai pendapat orang) hanya mencapai 40% hal ini
menunjukkan bahwa anak masih kurang dalam mendengarkan pendapat orang lain. Nilai rata-rata
kemampuan emosional siklus ke I ini adalah 42,5%.
Dalam kegiatan pembelajaran di siklus I ini dalam kegiatan permainan egrang batok, guru
terlebih dahulu memilih anak yang sering bermain bersama menjadi satu kelompok. Lalu
kelompok tersebut dibagi menjadi 2 bagian dimana disebelah kiri 3 kelompok dan disebelah
kanan 3 kelompok, sehingga jumlah keseluruhan menjadi 6 kelompok. Guru mengenalkan dan
menjelaskan tentang permainan egrang batok yang dijadikan alat media dan guru juga
memperlihatkan terlebih dahulu bentuk egrang batok, setelah itu guru menjelaskan cara
melakukan permainan egrang batok kepada anak, dan kemudian guru memberikan contoh
bagaimana cara memainkan egrang batok dengan baik dan benar. Setelah guru menjelaskan
bagaimana cara melakukan permainan egrang batok guru meminta 3 orang anak dibarisan depan
untuk melakukan permainan egrang batok secara bergantian.
Siklus II
Hasil pengamatan kemampuan sosial anak pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut.
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
222
Tabel 3 Rekap Perkembangan Kemampuan Sosial Anak pada Siklus II
No. Indikator Deskriptor BB
(1)
MB
(2)
BSH
(3)
BSB
(4)
Persentase
(%)
1. Bersosialisasi Bermain dan bersosialisasi
dengan teman - 6,7
30 46,7 83,4%
2. Saling
Menolong
Mau berbagi dengan
teman dan saling tolong
menolong
6,7 45 26,7
78,4%
3. Disiplin
Mentaati peraturan
permainan dan menunggu
giliran
6,7 30 46,7 83,4%
4. Saling
Menghargai
Menghargai keunggulan
teman 10
40 26,7 76,7%
Rata-Rata 80,4%
Sedangkan hasil pengamatan emosional anak pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4 Rekap Perkembangan Emosional Anak pada Siklus II
No. Indikator Deskriptor BB
(1)
MB
(2)
BSH
(3)
BSB
(4)
Persentase
(%)
1. Keberanian Mengendalikan rasa takut
dan malu - 10 30 40 80%
2. Perasaan
emosi
Mengendalikan rasa beni,
cemburu dan malu - 6,7 45 26,7 78,4%
3. Antusiasme Kemampuan rasa ingin
tahu - - 45 40 85%
4. Kepedulian
Kemampuan dalam
mendengarkan pendapat
orang lain dan menerima
pendapat teman
- - 50 33,3 83,3%
Rata-Rata 81,6%
Dari data di atas dapat dilihat bahwa persentase kemampuan sosial dan emosional anak pada
siklus II sudah mengalami peningkatan untuk setiap indikatornya. Rata-rata kemampuan sosial
dan emosional anak sudah mencapai kriteria yang ditetapkan.
Data peningkatan kemampuan sosial anak dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5. Peningkatan Kemampuan Sosial Anak
No Indikator Siklus I Siklus II Peningkatan
1.
2.
3.
4.
Bersosialisasi
Saling Menolong
Disiplin
Saling Menghargai
58,3%
40%
55%
46,6%
83,4%
78,4%
83,4%
76,7%
25,1%
38,4%
28,4%
30,1%
Rata-rata ketercapaian 50% 80,4% 30,4%
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
223
Sedangkan data peningkatan emosional anak dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6. Peningkatan Emosional Anak
No Indikator Siklus I Siklus II Peningkatan
1.
2.
3.
4.
Keberanian
Perasaan Emosi
Antusiasme
Kepedulian
53,4%
40%
51,7%
40%
80%
78,4%
85%
83,3%
26,6%
38,4%
33,3%
43,3%
Rata-rata ketercapaian 46,2% 81,6% 35,4%
Gambaran terhadap peningkatan kemampuan sosial emosional anak dapat dlihat pada grafik
berikut.
Gambar 2. Perkembangan Kemampuan Sosial Emosional
Pelaksanaan pada siklus II sudah mengalami peningkatan dalam proses pembelajaran dan
kelemahan pada aspek kemampuan sosial emosional tentang rasa saling menghargai dan perasaan
emosi (benci, marah dan emosi) dapat diatasi dengan baik. Hal ini dapat berhasil dengan dengan
baik karena dilakukan variasi yang lebih menarik dengan cara guru mengganti teman satu
kelompok dalam melakukan permainan egrang batok, sehingga rasa saling menghargai dan
disiplin antar teman dalam bermain dapat meningkat. Pada siklus II ini guru juga memberikan
reward kepada anak dengan memberikan hadiah berupa sebuah permen dan stiker gambar bintang
bagi setiap anak yang ikut bermain, sehingga semua anak termotivasi berperan aktif. Anak sudah
mampu dan sangat antusias dalam melakukan permainan egrang batok. Anak juga tidak
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 2 3 4 5 6 7 8
Perkembangan Kemampuan Sosial Emosional
Siklus I
Siklus II
Pedagogik Vol 11 No. 2, November 2016
224
berebutan dalam bermain, bergiliran satu per satu, saling membantu, saling menghargai dan
mentaati peraturan permainan yang di buat.
Gambaran hasil pengamatan terhadap aktifitas anak di atas menunjukkan bahwa anak
mempunyai rasa sosial emosional yang lebih baik melalui kegiatan yang menyenangkan. Guru
juga secara kreatif dan inovatif mengembangkan sendiri berbagai bentuk kegiatan pembelajaran
dan media yang lebih menarik dan menyenangkan.
Simpulan dan Saran
Berdasarkan analisis data yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kegiatan permainan
egrang batok dapat meningkatkan kemampuan sosial emosional anak kelompok B TK Negeri
Pembina Stabat tahun ajaran 2014/2015.
Berdasarkan kesimpulan di atas maka disarankan kepada guru untuk menggunakan permainan
egrang batok sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan sosial emosional anak.
Daftar Pustaka
Arikunto. 2012, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara.
Khadijah. 2012. Konsep Dasar Pendidikan Pra Sekolah. Bandung: Citapustaka Media Perintis.
Mantolalu. BFF. 2009. Bermain dan Permainan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Nugraha, Ali. 2010. Metode Pengembangan Sosial Emosional. Jakarta: Universitas Terbuka.
Suyadi, Ulfa Maulidya. 2013. Konsep Dasar Paud. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Suyanto, Slamet. 2002. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.