34
Apakah Inkompatibilitas Rhesus? Inkompatibilitas Rhesus adalah kondisi medis dimana ibu dengan darah rhesus negatif (Rh-negatif) dan bayi dengan darah rhesus positif (Rh-positif) sewaktu kehamilan. Perbedaan golongan darah yang ditandai dengan tipe protein yang ditemukan pada permukaan sel darah merah. Apabila faktor protein Rh muncul, individu dikatakan Rh positif. Di sisi lain, tidak ditemukannya faktor Rh mengindikasikan individu tersebut merupakan Rh-negatif. Inkompatibilitas Rh hanya dapat terjadi ketika ibu dengan Rh- negatif dan janinnya dengan Rh-positif. Sistem kekebalan tubuh ibu menganggap sel-sel janin sebagai benda asing, menyebabkan antibodi anti-Rh memasuki peredaran darah bayi dan menghancurkan sel-sel darah merah bayi. Inkompatibilitas Rh sering tidak menimbulkan masalah pada kehamilan pertama, akan tetapi, risiko meningkat seiring dengan setiap kehamilan. Hal ini terjadi karena darah ibu berespon terhadap antibodi anti-Rh yang dihasilkan terhadap sel darah merah Rh-positif (darah ibu dikatakan tersensitasi) akibat percampuran darah setelah melahirkan anak pertama. Pada kehamilan berikutnya dengan bayi Rh-positif, antibodi anti-Rh akan mengenali janin sebagai benda asing dan menyerang sel-sel darah merah janin. Hal ini berpotensi menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa pada bayi, seperti anemia, ikterus, kerusakan otak, kematian prematur janin di dalam kandungan ibu. INKOMPATIBILITAS RHESUS dan KEHAMILAN INKOMPATIBILITAS RHESUS dan KEHAMILAN Apa yang dimaksud dengan Rhesus ? Permukaan sel darah merah manusia dapat atau tidak mengandung antigen Rhesus (Rh-antigen). Bila ditemukan antigen Rh pada permukaan eritrosit maka pasien disebut Rhesus [+] Positif. Bila seorang pasien dengan golongan darah memiliki antigen Rhesus maka dia disebut sebagai A + ; bila tidak A – Setengah dari antigen pada janin berasal dari ayah dan setengahnya dari ibu.

Apakah Inkompatibilitas Rhesus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bahasan mengenai inkompbabilitas rh

Citation preview

Apakah Inkompatibilitas Rhesus?Inkompatibilitas Rhesus adalah kondisi medis dimana ibu dengan darah rhesus negatif (Rh-negatif) dan bayi dengan darah rhesus positif (Rh-positif) sewaktu kehamilan. Perbedaan golongan darah yang ditandai dengan tipe protein yang ditemukan pada permukaan sel darah merah. Apabila faktor protein Rh muncul, individu dikatakan Rh positif. Di sisi lain, tidak ditemukannya faktor Rh mengindikasikan individu tersebut merupakan Rh-negatif. Inkompatibilitas Rh hanya dapat terjadi ketika ibu dengan Rh-negatif dan janinnya dengan Rh-positif. Sistem kekebalan tubuh ibu menganggap sel-sel janin sebagai benda asing, menyebabkan antibodi anti-Rh memasuki peredaran darah bayi dan menghancurkan sel-sel darah merah bayi. Inkompatibilitas Rh sering tidak menimbulkan masalah pada kehamilan pertama, akan tetapi, risiko meningkat seiring dengan setiap kehamilan. Hal ini terjadi karena darah ibu berespon terhadap antibodi anti-Rh yang dihasilkan terhadap sel darah merah Rh-positif (darah ibu dikatakan tersensitasi) akibat percampuran darah setelah melahirkan anak pertama. Pada kehamilan berikutnya dengan bayi Rh-positif, antibodi anti-Rh akan mengenali janin sebagai benda asing dan menyerang sel-sel darah merah janin. Hal ini berpotensi menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa pada bayi, seperti anemia, ikterus, kerusakan otak, kematian prematur janin di dalam kandungan ibu. INKOMPATIBILITAS RHESUS dan KEHAMILAN INKOMPATIBILITAS RHESUS dan KEHAMILANApa yang dimaksud dengan Rhesus ? Permukaan sel darah merah manusia dapat atau tidak mengandung antigen Rhesus (Rh-antigen). Bila ditemukan antigen Rh pada permukaan eritrosit maka pasien disebut Rhesus [+] Positif. Bila seorang pasien dengan golongan darah memiliki antigen Rhesus maka dia disebut sebagai A + ; bila tidak A Setengah dari antigen pada janin berasal dari ayah dan setengahnya dari ibu.Masalah sensitisasi RhesusPasangan orang tua yang harus diperhatikan adalah bila : ibu Rhesus Negatif dan ayah Rhesus Positif. Bila ibu hamil Rhesus [-] dan anaknya Rhesus [+], maka ibu hamil akan mengalami sensitisasi dengan antigen Rhesus antibodi Rhesus. Antibodi tersebut akan melewati plasenta dan menyerang eritrosit janin hemolisis eritrosit janin dengan segala akibatnya. SensitisasiSensitisasi dapat terjadi saat : Amniosentesis. Abortus iminen. Perdarahan per vaginam. Solusio plasenta / Plasenta praevia. Trauma abdomen. Seksio sesar. Versi Luar.Skenario bahaya pada janinIbu Rhesus [-] dengan janin Rhesus [+] akan mengalami sensitisasi pada awal kehamilan. Wanita terpapar dengan darah Rhesus [+] selama kehamilan dan atau persalinan dan kemudian menghasilkan antibodi. Pada akhir kehamilan, sistem imunologi ibu hamil yang sudah mengenal darah Rhesus [+] melewati plasenta dan menyerang eritrosit janin yang Rhesus [+]. SkriningPada tiap kehamilan harus dilakukan pemeriksaan golongan darah berikut Faktor Rhesus dan skrining antibodi dilakukan pada kunjungan pertama dengan tes COMB indirect RhoGAM : Bila ibu Rhesus negatif terpapar dengan darah janin Rhesus [+], maka ibu harus diberi RhoGAM ; RhoGam adalah RhIgG (iGG akan menempel pada antigen Rhesus) dan mencegah terjadinya respon imunologi ibu. Penatalaksanaan Ibu Rhesus [-] yang tidak tersensitisasi (pasien Rhesus [-] dengan skrining antibodi [-]) 1. Skrining antibodi dikerjakan pada kehamilan 0 24 28 minggu.2. Bila negatif, berikan 300 g RhIgG untuk mencegah terbentuknya antibodi dalam tubuh ibu.3. Saat persalinan, tentukan status Rhesus neonatus, bila Rhesus (+) , berikan RhIgG pasca persalinan.RhoGAM diberikan pada ibu Rhesus [-] yang terpapar dengan darah janin Pada kehamilan yang mengalami sensitisasi pertama kali, komplikasi terhadap janin rendahPenatalaksanaan Ibu rhesus Negatif yang tersensitisasi (bila pada kunjungan pertama, hasil skrining antibodi Rhesus hasilnya positif): 1. Lakukan skrining antibodi pada kehamilan 0 12 20 minggu.2. Tentukan titer antibodi : Bila titer stabil pada angka < 1 : 16 , kemungkinan terjadinya penyakit hemolitik pada neonatus sangat rendah. Bila titer > 1 : 16 atau meningkat, kemungkinan terjadinya penyakit hemolitik pada neonatus sangat besar Amniosentesis pada kehamilan 16 20 minggu: Analisa sel janin untuk menentukan status Rhesus. Analisa cairan amnion dilakukan dengan memakai spektrofotometer yang menentukan absorbsi cahaya oleh bilirubin. Hasil pengukuran absorbsi di aplikasikan pada kurve Liley untuk meramalkan beratnya penyakit.- See more at: http://reproduksiumj.blogspot.com/2011/09/inkompatibilitas-rhesus-dan-kehamilan.html#sthash.6ijte6rs.dpufDefinisi

Inkompatibilitas Rh adalah suatu ketidaksesuaian Rh di dalam darah ibu hamil dan darah bayinya. Akibat inkompatibilitas Rh, tubuh ibu akan membentuk antibodi terhadap sel-sel darah merah bayi. Antibodi ini menyebabkan pecahnya sel-sel darah merah bayi dan kadang menyebabkan penyakit hemolitik (sejenis anemia) pada bayi.PENYEBABInkompatibilitas Rh terjadi jika ibu memiliki darah dengan Rh-negatif dan janin memiliki Rh-positif yang berasal dari ayahnya. Darah janin bisa bercampur dengan darah ibu melalui plasenta (ari-ari), terutama pada akhir kehamilan dan selama persalinan.Sel darah janin dianggap sebagai benda asing oleh tubuh ibunya, sehingga ibu menghasilkanantibodi untuk menghancurkannya. Kadar antibodi pada tubuh ibu terus bertambah selama kehamilan dan antibodi ini bisa melewati plasenta lalu masuk ke tubuh janin dan menghancurkan sebagian sel darah merah janin. Akibatnya bisa terjadi penyakit hemolitik pada janin (eritroblastosis fetalis) atau pada bayi baru lahir (eritroblastosis neonatorum).Tetapi, pada kehamilan pertama, anak yang dilahirkan jarang mengalami kelainan ini karena biasanya tidak terjadi kontak yang berarti antara darah janin dan darah ibu. Pada kehamilan berikutnya, ibu menjadi lebih sensitif terhadap darah Rh-positif dan menghasilkan antibodi lebih dini.

Gejala

Adanya inkompatibilitas rhesus menyebabkan terjadinya penghancuran sel-sel darah merah pada tubuh janin, sehingga bisa menyebabkan anemia dan peningkatan kadar bilirubin (limbah hasil penghancuran sel darah merah). Jika kadar bilirubin ini sangat tinggi, maka bisa terjadi kerusakan otak.

Diagnosa

Pada pemeriksaan kehamilan biasanya dilakukan penyaringan untuk menentukan golongan darah ibu. Jika ibu memiliki Rh-negatif, dilakukan pemeriksaan golongan darah ayah. Jika ayah memiliki Rh-positif, dilakukan pengukuran kadar antibodi Rh pada ibu.

Pengobatan

Dengan mengukur kadar antibodi Rh pada ibu secara periodik, bisa diambil tindakan untuk mengantisipasi gangguan pada janin. Jika kadar antibodi Rh terlalu tinggi, maka dilakukan amniosentesis (pengambilan contoh cairan ketuban untuk dianalisa). Kadar bilirubin pada contoh cairan ketuban diukur. Jika kadarnya terlalu tinggi, maka kemungkinan terjadi anemia pada janin. Jika dicurigai terdapat anemia, maka janin perlu diberikan transfusi darah. Biasanya, transfusi tambahan diberikan sampai janin siap untuk dilahirkan. Proses persalinan kemudian diinduksi dan setelah janin lahir dapat diberikan transfusi tambahan. Terkadang transfusi tidak lagi diperlukan setelah janin lahir.PENCEGAHANDarah ibu dan darah bayi bisa mengadakan kontak selama persalinan sehingga tubuh ibu membentuk antibodi. Karena itu sebagai tindakan pencegahan, diberikan suntikan immunoglobulin Rh0(D) kepada ibu yang darahnya memiliki Rh-negatif dalam waktu 72 jam setelah melahirkan bayi dengan Rh-positif (bahkan juga setelah mengalami keguguran atau aborsi). Pemberian suntikan ini menyebabkan hancurnya sel-sel dari bayi yang mungkin mensensitisasi ibu, sehingga biasanya kehamilan berikutnya tidak berbahaya. Tetapi sekitar 1-2% ibu yang mendapatkan suntikan ini tetap mengalami sensitisasi, kemungkinan karena sensitisasi terjadi lebih dini. Untuk mencegah terjadinya sensitisasi dini, suntikan bisa diberikan pada kehamilan 28 minggu dan setelah persalinan.Ibu Hamil Rhesus Negatif, Berdampak Buruk PadaBayiPosted on Maret 21, 2011 by The Children Indonesia Masing-masing individu manusia mempunyai variasi golongan darah seperti A, B, AB, atau O dan faktor Rh positif (+) atau negatif (-). Faktor Ras juga sangat berpengaruh, orang Asia dan Afrika sekitar 90% mempunyai Rh (+). Sebaliknya orang kulit putih atau orang Eropa dan Amerika kebanyakan memiliki Rh (-). Kasus Rh negatif lebih banyak ditemui pada orang-orang asing atau mereka yang memiliki garis keturunan asing, seperti Eropa dan Arab. Meski di Indonesia jarang ditemuai tetap masih ada saja terjadi.Dampak buruk bagi kesehatan menjadi timbul jika ibu hamil memiliki Rh (-) sementara ayah Rh (+). Dalam kondisi seperti ini, si bayi bisa saja memiliki darah dengan Rh (+) atau Rh (-). Namun, biasanya bayi akan mewarisi Rh (+) karena lebih bersifat dominan. Janin bisa memunyai Rh yang berbeda dengan Rh ibunya. Bila ini terjadi akan terjadi ketidakcocokan Rh bayi dengan ibu atau disebut erythoblastosis foetalis.Ketidakcocokan atau inkompatibilitas Rh Ketidakcocokan atau inkompatibilitas Rh ini bisa berakibat gangguan pada janin berupa keguguran berulang atau kematian janin. Perbedaan Rh antara ibu dengan bayi membuat tubuh ibu memproduksi antirhesus untuk melindungi tubuh ibu tetapu sebaliknya bisa menggangu bayi. Rh darah janin akan masuk melalui plasenta menuju aliran darah ibu. Melalui plasenta itu juga, antirhesus yang diproduksi ibu akan menyerang si calon bayi. Antirhesus lalu akan menghancurkan sel-sel darah merah calon bayi. Kerusakan sel darah merah bisa mengakibatkan kuning tinggi (hiperbilirubin) yang mengakibatkan kerusakan otak, gagal jantung, dan anemia dalam kandungan maupun setelah lahir. Pada kehamilan pertama, antirhesus kemungkinan hanya akan menyebabkan bayi terlahir kuning. Hal ini lantaran proses pemecahan sel darah merah menghasilkan bilirubin yang menyebabkan warna kuning pada bayi. Pada kehamilan selanjutnya gangguan yang terjadi lebih berat. Antirhesus ibu akan semakin tinggi pada kehamilan kedua.Penanganan Kehamilan dengan Kelainan Rh Bila jenis Rh ibu negatif dan sudah terjadi antibodi pada ibu harus dilakukan penanganan dan pengamatan khusus pada janin atau bayi yang akan dilahirkan. Jika antirhesus itu belum terbentuk, pada usia kehamilan 28 minggu dan 72 jam setelah persalinan, ibu akan diberi injeksi anti-D immunoglobulin (RhoGam). Jika antirhesus sudah timbul maka harus dilakukan monitoring dan pengamatan lebih cermat pada pekembangan janin khususn fungsi pernafasan dan peredaran darah, cairan paru-paru, atau pembesaran hati yang merupakan gejala-gejala akibat rendahnya sel darah merah. Gangguan ketidakcocokan rhesus yang paling sering terjadi adalah kuning pada bayi baru lahir. Kuning atau jaundice pada bayi yang diakibatkan karena ketidakcocokan rhesus ini biasanya mengakibatkan npemecahan sel darah merah sehingga nilai bilirubin sangat tinggi. Kuning yang sangat tinggi atau biasanya nilai bilirubin di atas 20 mg% bisa berdampak terjadi hiperbilirubinemia ensefalopati. Gangguan ini mengakibatkan gangguan pada otak bayi dengan gejala kejang, bayi tidak menangis dan tidak mau minum. Bila bayi bisa diselamatkan maka bisa berdampak buruk pada tumbuhb kembangnya saat dewasa nanti seperti gangguan pendengaran, kecacatan dan gangguan perkembangan lainnya.Pencegahan Deteksi dini faktor Rhesus, sebelum kehamilan atau saat kehamilan awal sangat bermanfaat dan penting. Selain ibu hamil, calon ayah pun harus dilibatkan dalam pemeriksaan Rhesus. Bila golongan darah ibu dan ayah diketahui pasti maka resiko komplikasi bahaya kesehatan bagi janin bisa diminimalkan.

Mengandung, melahirkan dan membesarkan anak merupakan salah satu kebahagiaan yang besar bagi wanita. Banyak pasangan yang mengharapkan keturunan, kalau bisa lebih dari satu, karena Rasulullah SAW membanggakan banyaknya jumlah ummatnya.Namun tak jarang beberapa wanita mengalami keguguran berulang atau bayi lahir mati, sehingga sang buah hati urung ditimang.Penyebab keguguran berulang dan bayi lahir mati sangat banyak, salah satunya ialah ketidak cocokan rhesus (rhesus inkompatibilita).Di dunia medis dikenal banyak sekali cara penggolongan darah. Namun yang biasanya dipertimbangkan hanya dua cara penggolongan, yaitu sistem ABO dan faktor rhesus.Biasanya masyarakat Indonesia cukup akrab dengan sistem ABO. Yaitu penggolongan darah yang terdiri dari golongan darah A, B, AB dan O. Tapi mengenai faktor rhesus, sepertinya sedikit sekali masyarakat kita yang mengetahuinya, walaupun rhesus sangat penting dalam masalah darah.Rhesus, merupakan penggolongan atas ada atau tidak adanya antigen-D. Antigen-D pertama dijumpai pada sejenis kera yang disebut Rhesus pada tahun 1937, dari kera inilah sebutan rhesus diambil. Orang yang dalam darahnya mempunyai antigen-D disebut rhesus positif, sedang orang yang dalam darahnya tidak dijumpai antigen-D, disebut rhesus negatif. Pada jaman dahulu dalam transfusi darah, asal golonganya sama, tidak dianggap ada masalah lagi. Padahal, bila terjadi ketidak cocokan rhesus, bisa terjadi pembekuan darah yang berakibat fatal, yaitu kematian penerima darah.Dengan kemajuan teknologi screening darah, maka sekarang ketidak cocokan rhesus dalam transfusi hampir bisa dibilang tidak ada lagi.Orang-orang dengan rhesus negatif mempunyai sejumlah kesulitan karena diseluruh dunia ini, memang orang dengan rhesus negatif relatif lebih sedikit jumlahnya. Pada orang kulit putih, rhesus negatif hanya sekitar 15%, pada orang kulit hitam sekitar 8%, dan pada orang asia bahkan hampir seluruhnya merupakan orang dengan rhesus positif.Di Indonesia, kasus kehamilan dengan rhesus negatif ternyata cukup banyak dijumpai. Umumnya dijumpai pada orang-orang asing atau orang yang mempunyai garis keturunan asing seperti Eropa dan Arab, walaupun tidak langsung. Ada juga orang yang tidak mempunyai riwayat keturunan asing, namun jumlahnya lebih sedikit.KEHAMILAN DENGAN RHESUS NEGATIFMengapa dalam kehamilan faktor rhesus sangat penting? Ada atau tidaknya antigen-D dalam darah seseorang sangat berpengaruh pada kehamilan. Bila seorang wanita dengan rhesus negatif mengandung bayi dari pasangan yang mempunyai rhesus positif, maka ada kemungkinan sang bayi mewarisi rhesus sang ayah yang positif. Dengan demikian akan terjadi kehamilan rhesus negatif dengan bayi rhesus positif. Hal ini disebut kehamilan dengan ketidak cocokan rhesus.Efek ketidak cocokan bisa mengakibatkan kerusakan besar-besaran pada sel darah merah bayi yang disebut erytroblastosis foetalis dan hemolisis. Hemolisis ini pada jaman dahulu merupakan penyebab umum kematian janin dalam rahim, disamping hydrop fetalis, yaitu bayi yang baru lahir dengan keadaan hati yang bengkak, anemia dan paru-paru penuh cairan yang dapat mengakibatkan kematian.Selain itu kerusakan sel darah merah bisa juga memicu kern ikterus (kerusakan otak) dan jaundice (bayi kuning/hiperbilirubinimia), gagal jantung dan anemia dalam kandungan maupun setelah lahir.Karena hati bayi yang baru lahir belum cukup matang, maka ia tak dapat mengolah sel darah merah yang rusak (bilirubin) ini dengan baik untuk dikeluarkan oleh tubuhnya, sehingga terjadi hiper bilirubin/bayi kuning. Selain itu sang hati pun akan bekerja terlalu keras sehingga mengakibatkan pembengkakkan hati dan dibanjirinya paru-paru dengan cairan. Karena produk perusakan sel darah merah adalah racun bagi otak maka terjadi kernicterus (kerusakan otak). Selain itu sumsum bayi yang belum matang tak dapat mengganti sel darah merah dengan cukup cepat, maka ia akan kembali melepaskan sel darah merah yang belum matang dalam sirkulasi darah (reticulocytes dan erythroblast).Dalam kondisi ini sang ibu tetap aman karena bilirubin yang masuk dalam sirkulasi darahnya lewat plasenta akan dikeluarkan oleh sistem metabolismenya.APA PENYEBAB KETIDAK COCOKAN RHESUS?Ibu dan bayi mempunyai sirkulasi darah masing-masing yang terpisah. Aliran darah bertemu sangat dekat di plasenta, yang hanya dipisahkan oleh sehelai sel tipis. Hal ini memungkinkan adanya kebocoran kecil darah janin kedalam sirkulasi darah ibu, sehingga darah ibu tercampur sedikit darah janin.Bila seorang wanita dengan rhesus negatif mengandung bayi dengan rhesus positif, hal ini berarti darah janin yang mengandung antigen-D, masuk dalam darah ibu yang tidak mengandung antigen-D. Karena perbedaan ini, tubuh ibu mengisyaratkan adanya benda asing yang masuk dalam darah. Karena itu tubuh ibu kemudian memproduksi antibodi untuk menghancurkan mahluk asing yang beredar dalam darah tersebut. Produksi antibodi ini sama seperti produksi antibodi kebanyakan manusia bila ada zat asing dalam tubuh, seperti misalnya produksi antibodi ketika seseorang diimunisasi cacar. Sehingga sekali antibodi tercipta, maka antibodi ini akan ada seumur hidup.Produksi antibodi ini untuk melindungi ibu agar bila zat asing itu muncul kembali, maka tubuh ibu dapat menyerang dan menghancurkanya, hal ini untuk keselamatan sang ibu sendiri.Produksi antibodi ini sangat lambat, karena itu masalah ketidak cocokan rhesus sangat jarang dijumpai pada kehamilan pertama, karena antibodi belum terbentuk kecuali pada kasus tertentu. Misalnya ibu sudah mempunyai antibodi akibat dari transfusi darah yang mengandung antigen-D sebelumnya.Kalaupun telah terjadi kebocoran darah janin, maka jumlah antibodi tersebut belum cukup membahayakan si janin. Paling jauh dari kebocoran pada kehamilan pertama terhadap bayi tersebut sang bayi akan menjadi kuning setelah dilahirkan.Pada kehamilan kedua dan berikutnya, bila ibu kembali mengandung bayi dengan rhesus positif, antibodi yang telah terbentuk akan mengenali darah bayi sebagai zat asing. Mereka menjalankan tugasnya dengan menyerang zat tersebut, yang mengakibatkan perusakan sel darah merah bayi.Sel pembatas plasenta yang memisahkan sirkulasi darah ibu dan janin memiliki pori yang teramat kecil, sehingga darah tak dapat melaluinya, karena ukuran sel darah yang lebih besar. hal ini mencegah mengalirnya darah ibu ke janin, atau sebaliknya. Namun karena ukuran antibodi yang teramat kecil, antibodi dapat melewati sel pembatas ini dan memasuki sirkulasi darah bayi, dan menjalankan tugasnya.Wanita dengan rhesus negatif yang mendapat pasangan pria dengan rhesus positif kemungkinan akan mengandung bayi dengan rhesus positif. Darah janin yang mengandung rhesus positif memasuki sirkulasi darah ibu yang memiliki rhesus negatif. Darah janin yang memasuki sirkulasi darah ibu tanpa injeksi RhoGam akan memicu terciptanya antibodi dalam tubuh ibu. Antibodi menyeberang ke sirkulasi darah janin dan menghancurkan sel darah merah janin, yang mengakibatkan serangkaian penderiataan bagi janin. PEMICU TERBENTUKNYA ANTIBODI TERHADAP ANTIGEN-DKebocoran darah janin. Kebocoran darah janin kedalam sirkulasi darah ibu terjadi pada hampir 75% persalinan. Karena pada saat persalinan rahim yang berkontraksi akan mengganggu sel pembatas yang tipis tersebut. Selain itu terkadang pada usia kehamilan 28 minggu bisa juga terjadi kebocoran darah janin ke sirkulasi darah ibu. Selain pada persalinan, bisa juga pada kasus keguguran dan aborsi serta terminasi. Transfusi darah yang mengandung antigen-D pada penerima yang merupakan orang dengan rhesus negatif. Pada proses amniosentesis. PENANGANGAN KEHAMILAN DENGAN RHESUS NEGATIFKarena begitu jarangnya orang dengan rhesus negatif, maka sangat sedikit rumah sakit yang dapat menanganinya. Begitu pula dengan dokter kandungan, ternyata banyak sekali yang masih tidak mengerti masalah kehamilan dengan rhesus negatif ini. Maka itu bila Anda mengetahui rhesus darah Anda adalah negatif, segera cari informasi rumah sakit dan dokter mana yang bisa menangani kehamilan Anda.Walaupun tidak selalu ada masalah, dokter biasanya akan tetap menangani kehamilan dengan rhesus negatif secara khusus. Seorang wanita dengan rhesus negatif pada pemeriksaan kehamilan pertama akan diperiksa darahnya untuk memastikan jenis rhesus darah dan melihat apakah telah tercipta antibodi.Bila belum tercipta antibodi, maka pada usia kehamilan 28 minggu dan dalam 72 jam setelah persalinan akan diberikan injeksi anti-D (Rho) immunoglobulin. Bila kehamilan tanpa injeksi mempunyai peluang untuk selamat hanya 5%, Injeksi ini akan mengurangi resiko hingga 1%. Bahkan bila digunakan dengan tepat, bisa mengurangi resiko hingga 0.07% (yang berarti peluang selamat meningkat hingga 99.93%). Pada kasus keguguran, aborsi dan terminasi pun injeksi ini perlu diberikan.Rho Immunoglobulin ini akan menghancurkan sel darah merah janin yang beredar dalam darah ibu, sebelum sel darah merah itu memicu pembentukan antibodi yang dapat menyeberang ke dalam sirkulasi darah janin. Dengan demikian sang janin akan terlindung dari serangan antibodi. Tidak seperti antibodi yang akan bertahan seumur hidup, Rho Immunoglobulin akan habis dalam 12 minggu, karena itu, ia cukup aman bagi janin.Pada kehamilan-kehamilan berikutnya, dokter akan terus memantau apakan telah terjadi kebocoran darah janin ke dalam sirkulasi darah ibu, untuk menghindari telah terbentuknya antibodi.Rhesus Anti-D-immunoglobulin tersedia dalam ampul 2ml yang mengandung 1000 unit. Untuk kehamilan 8-12 minggu 375 unit sudah cukup, tapi untuk kehamilan lebih lanjut, harus diberikan 1000 unit. Karena langkanya kehamilan dengan rhesus negatif, maka hanya apotik tertentu saja yang menyediakan rho immunoglobulin ini, biasanya harus dipesan terlebih dahulu minimal 5-7 hari sebelum dibeli.Injeksi ini tidak lagi diperlukan dalam kasus berikut:1. Kehamilan muda dibawah 7 minggu, kecuali dalam kondisi tertentu.2. Janin juga memiliki rhesus negatif, hal ini dipastikan bila ayah janin juga memiliki rhesus negatif.3. Tubuh ibu telah memproduksi antibodi.4. Ibu pasti tidak akan hamil atau melahirkan lagi. PENANGANAN BAYI PADA IBU YANG TELAH MEMPUNYAI ANTIBODIBila ibu menunjukkan kadar antibodi yang sangat tinggi dalam darahnya, maka akan dilakukan penanganan khusus terhadap janin yang dikandung, yaitu dengan monitoring secara reguler dengan scanner ultrasonografi. Dokter akan memantau masalah pada pernafasan dan peredaran darah, cairan paru-paru, atau pembesaran hati, yang merupakan gejala-gejala penderitaan bayi akibat rendahnya sel darah merah.Tindakan lain yang biasanya diambil ialah dengan melakukan pengecekan amniosentesis secara berkala untuk mengecek level anemia dalam darah bayi. Akan tetapi tindakan ini beresiko untuk terjadinya kebocoran darah janin dan menyebabkan pencampuran darah ibu dan janin, sehingga setelah dilakukan tindakan amniosentesis ini dianjurkan untuk dilakukan penyuntikan Rho Immunoglobulin.Pada kasus tertentu, kadang diputuskan untuk melakukan persalinan lebih dini, sejauh usia janin sudah cukup kuat untuk dibesarkan diluar rahim. Tindakan ini akan segera diikuti dengan penggantian darah janin dari donor yang tepat. Induksi persalinan juga akan dilakukan pada ibu yang belum mempunyai antibodi bila kehamilannya telah lewat dari waktu persalinan yang diperkirakan sebelumnya, untuk mencegah kebocoran yang tak terduga.Pada kasus yang lebih gawat, dan janin belum cukup kuat untuk dibesarkan diluar, akan dilakukan transfusi darah terhadap janin yang masih dalam kandungan (transfusi ganti intra-uterin). Biasanya bila usia kandungan belum mencapai 30 minggu. Proses transfusi ini akan diawasi secara ketat dengan scanner ultrasonografi dan bisa diulang beberapa kali hingga janin mencapai ukuran dan usia yang cukup kuat untuk diinduksi.Setelah bayi lahir, ia akan mendapat beberapa pemeriksaan darah secara teratur untuk memantau kadar bilirubin dalam darahnya. Bila diperlukan akan dilakukan phototerapi. Bila kadar bilirubin benar-benar berbahaya akan dilakukan penggantian darah dengan transfusi.Kadar cairan dalam paru-paru dan jantungnya juga akan diawasi dengan ketat, demikian juga dengan kemungkinan anemia.- See more at: http://www.rhesusnegatif.com/article_detail.php?id=156#sthash.NSWgp9Dg.dpufInkompatibilitas Rhesus Dan PenanganannyaSenin 26 November 2012 - 17:07 WIB34 6 40

Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh untuk mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri.Komponen darah manusia terdiri atas 2 bagian besar, yaitu:1. Plasma darahPlasma darah adalah cairan tempat sel-sel darah berada yang kaya dengan protein, albumin, bahan pembeku darah, hormon, garam, dan immunoglobulin.2. Sel darah Sel darah merah atau eritrosit(sekitar 99%). Eritrosit tidak mempunyai inti, mengandung hemoglobin (Hb) dan berfungsi mengedarkan oksigen. Sel darah merah juga berperan dalam penentuan golongan darah. Orang yang kekurangan eritrosit akan menderita penyakit anemia. Keping-keping darah atau trombosit(0,6 - 1,0%) Trombosit bertanggung jawab dalam proses pembekuan darah. Sel darah putih atau leukosit(0,2%) Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan bertugas untuk memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya oleh tubuh, misal virus atau bakteri. Leukosit bersifat amuboid atau tidak memiliki bentuk yang tetap. Orang yang kelebihan leukosit akan menderita penyakit leukimia, sedangkan orang yang kekurangan leukosit akan menderita penyakit leukopenia.GOLONGAN DARAHSistem penggolongan darah yang dikenal saat ini adalah:1. Sistem ABO2. Sistem RhesusFaktor Rhesus sangat penting terutama pada:1. Transfusi darahDalam proses transfusi darah Rh menjadi faktor yang sangat penting, mengingat: Darah Rh- bisa ditransfusikan kepada darah Rh+ jika dalam uji silang (crossmatch) cocok Darah Rh+ tidak bisa ditransfusikan kepada darah Rh- walaupun cocok dalam uji silang (crossmatch) karena dalam tubuh pemilik darah Rh- akan segera terbentuk antibodi Rh+ yang menyebabkan darah Rh- tersebut tidak bisa lagi digunakan untuk transfusi ke Rh- lain2. Wanita Rh- hamil dengan janin Rh+KEHAMILAN DENGAN RHESUS NEGATIFDi dalam rahim, yang berfungsi sebagai penghubung ibu dan bayi adalah plasenta. Plasenta berperan dalam mengangkut oksigen dan sari-sari makanan dari ibu ke bayinya. Selain itu plasenta juga berfungsi sebagai barrier pelindung) agar darah ibu dan bayi tidak tercampur.Maka pada kehamilan normal ibu dengan Rh- tidak perlu cemas atau khawatir karena ibu dan bayi masing-masing mempunyai sitem peredaran darah sendiri dan tidak akan mengganggu satu dengan lainnya.Namun yang perlu menjadi perhatian disini adalah:1. Darah ibu dapat tercampur dengan darah janin dalam beberapa kondisi, seperti tindakan amniosentesis, trauma pada ibu, kebocoran darah bayi melalui tali pusat (perdarahan), selama proses persalinan, dan keguguran2. Antibodi dalam darah dapat menembus plasenta dan masuk ke sistem peredaran darah janinApabila terjadi pencampuran darah Rh- dengan Rh+ maka secara otomatis tubuh si ibu Rh- akan membentuk antibodi Rh+ karena Rh+ dianggap sebagai benda asing di tubuh ibu.Pada kehamilan pertama, jika terbentuk antibodi Rh+ dalam tubuh ibu tidak akan memberikan efek apapun kepada bayi. Biasanya bayi lahir normal dengan anemia ringan.DAMPAK PADA JANINPada kehamilan selanjutnya, jika si bayi mempunyai Rh+ juga maka antibodi Rh+ dalam darah ibu akan menyerang Rh+ dalam darah bayi yang mengakibatkan:1. Penghancuran besar-besaran sel darah merah bayi sehingga sumsum tulang bayi aktif terus memproduksi sel darah merah untuk mengimbangi penghancuran tersebut. Akibatnya banyak sel-sel darah muda yang beredar dalam pembuluh darah bayi (ERYTHROBLASTOSIS FETALIS)2. Terjadi juga penghancuran sel darah merah di organ hati dan limpa yang mengakibatkan organ hati dan limpa membesar3. Fungsi hati tidak normal, produksi albumin menurun, tubuh bayi menjadi bengkak dan melepuh (HYDROPS FETALIS)DAMPAK PADA BAYIApabila kadar antibodi Rh+ dalam darah ibu tidak terlalu tinggi maka penghancuran darah merah bayi tidak terlalu besar. Bilirubin yang dihasilkan dari penghancuran darah bayi akan masuk ke dalam sistem peredaran darah ibu dan dinetralisir dalam tubuh ibu sehingga BAYI DAPAT LAHIR SEHAT DAN NORMAL.Sisa bilirubin yang tetap ada dalam tubuh bayi saat bayi lahir akan menumpuk di jaringan bayi dan memberikan warna kuning pada bayi. Hal ini perlu segera ditindaklanjuti, karena jika tidak antibodi Rh+ yang masih ada dalam tubuh bayi akan terus memecah sel darah bayi dan menyebabkan bilirubin terus naik. Apabila sudah mencapai kadar toksik (18-20 mg/dl) maka akan menyebabkan kerusakan otak permanen (KERN IKTERUS).PENANGANANPenanganan yang cepat dan tepat akan menyelamatkan bayi :1. Transfusi ganti intra uterin (transfusi ganti dalam kandungan)2. Segera lahirkan bayi setelah paru-paru bayi matang (32 minggu)3. Transfusi ganti segera setelah lahir dengan darah Rh-4. Foto terapi (terapi sinar)- See more at: http://www.rhesusnegatif.com/article_detail.php?id=138#sthash.ATHZXz7v.dpufINKOMPTABILITAS ABO *dr. Dikara WS Maulidy1. Golongan Darah ABOAda banyak golongan darah, tetapi yang terkenal di bidang medis adalah golongan darah ABO dan Rhesus. Kedua golongan darah ini ditemukan oleh Dr. Karl Landsteiner, seorang dokter dari Austria, pada tahun 1900. Semula Landsteiner menemukan golongan darah A, B, dan C. Golongan C ini kemudian dinamakan golongan O. Pada tahun 1902 kolega Landsteiner, yaitu Alfred Decastello dan Adriano Sturli menemukan golongan ke empat yaitu golongan AB.Dasar penggolongan darah ABO adalah adanya aglutinogen (antigen) pada eritrosit, dan adanya aglutinin (antibodi) di dalam plasma darah. Aglutinogen berarti antigen yang digumpalkan, sedangkan aglutinin adalah jenis antibodi yang menggumpalkan.Menurut sistem ABO darah manusia terbagi atas 4 golongan, yaitu:Golongan DarahGenotipAntigen (aglutinogen)Antibody (agglutinin)frekuensi

OOOAnti-A dan anti-B 40%

AAA / AOAAnti-B 26%

BBB / BOBAnti-A 27%

ABABAB 7%

Pemahaman mengenai aglutinogen dan aglutinin inilah yang mendasari teknik transfusi darah. Dalam transfusi darah, orang yang memberikan darah disebut donor, sedangkan yang menerima disebut resipien. Transfusi (pindahtuang darah) ini harus memperhatikan masalah aglutinin-aglutinogen, sebab jika terjadi inkompatibilitas (ketakcocokan) golongan darah, maka akan menyebabkan terjadinya aglutinasi (penggumpalan) darah, dan bisa menyebabkan kematian sang resipien.Jika aglutinin a bertemu dengan aglutinogen A, atau aglutinin b bertemu dengan aglutinogen B akan menyebabkan aglutinasi (penggumpalan)

Secara umum dalam proses transfusi darah prinsip ini yang dipegang:2. Inkompatibilitas ABO Inkompatibilitas sel darah merah (inkompatibilitas ABO) dapat disebabkan oleh dua hal, yang pertama akibat ketidakcocokan (Inkompatibilitas) golongan darah ABO saat melakukan transfusi sehingga terjadi reaksi hemolisis intravaskular akut dan juga dapat disebabkan oleh reaksi imunitas antara antigen dan antibody yang sering terjadi pada ibu dan janin yang akan dilahirkan. Reaksi hemolisis intravaskular akut adalah reaksi yang disebabkan inkompatibilitas sel darah merah (inkompatibilitas ABO). Antibodi dalam plasma pasien akan melisiskan sel darah merah yang inkompatibel. Meskipun volume darah inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun sudah dapat menyebabkan reaksi berat. Semakin banyak volume darah yang inkompatibel maka akan semakin meningkatkan risiko. Penyebab terbanyak reaksi hemolisis intravaskular akut adalah inkompatibilitas ABO. Hal ini biasanya terjadi akibat kesalahan dalam permintaan darah, pengambilan contoh darah dari pasien ke tabung yang belum diberikan label, kesalahan pemberian label pada tabung dan ketidaktelitian memeriksa identitas pasien sebelum transfusi. Selain itu penyebab lainnya adalah adanya antibodi dalam plasma pasien melawan antigen golongan darah lain (selain golongan darah ABO) dari darah yang ditransfusikan, seperti sistem Idd, Kell atau Duffy. Jika pasien sadar, gejala dan tanda biasanya timbul dalam beberapa menit awal transfusi, kadang-kadang timbul jika telah diberikan kurang dari 10 ml. Jika pasien tidak sadar atau dalam anestesia, hipotensi atau perdarahan yang tidak terkontrol mungkin merupakan satu-satunya tanda inkompatibilitas transfusi.Pengawasan pasien dilakukan sejak awal transfusi dari setiap unit darah. Dapat terjadi lisis eritrosit donor karena antibodi resipien. Bila terjadi cepat (segera setelah transfusi 50 ml darah) atau lambat (beberapa jam beberapa hari). Dapat juga terjadi lisis eritrosit resipien akibat antibodi donor, biasanya bersifat ringan, dan sering terjadi pada transfusi dengan donor universal.Tanda-tanda klinis :1. Segera : nyeri lumbal, nyeri sternal dan nyeri di tempat masuknya darah, demam disertai menggigil dan kekakuan, gelisah, mual, muntah, urtikaria, dispnea, dan hipotensi.2. Lanjut : perdarahan yang tidak dapat diatasi, hemoglobinuria, oliguria sampai anuria, ikterus dan anemia. Reaksi hemolitik dapat juga terjadi akibat penyimpanan darah yan kurang baik, darah kadaluwars atau darah yang sudah hemolisis karena terlalu dipanaskan/terlalu didinginkan Peyebab kedua yang mengakibatkan Inkompatibilitas pada golongan darah ABO adalah reaksi imunitas antara antigen dan antibody pada ibu dan janin yang dikandungnya. Inkompatibilitas pada golongan darah ABO terjadi jika Ibu golongan darah O mengandung janin golongan darah A atau B. Ibu yang golongan darah O secara alamiah mempunyai antibody anti-A dan anti-B pada sirkulasinya. Jika janin mempunyai golongan darah A atau B, eritroblastosis dapat terjadi. Sebagian besar secara alamiah, membentuk anti-A atau anti-B berupa antibody IgM yang tidak melewati plasenta. Beberapa ibu juga relative mempunyai kadar IgG anti-A atau anti-B yang tinggi yang potensial menyebabkan eritroblastosis karena melewati sawar plasenta. Ibu golongan darah O mempunyai kadar IgG anti-A lebih tinggi daripada ibu golongan darah B dan mempunyai kadar IgG anti-B lebih tinggi daripada ibu dengan golongan golongan darah A. Dengan demikian, penyakit hampir selalu terjadi bila golongan darah O. Penyakit jarang terjadi bila ibu golongan darah A dan bayi golongan darah B. Kehamilan pertama sering terkena sensitisasi ibu tejadi sejak awal kehidupan melalui kontak dengan antigen A dan B. Penyakit tidak memburuk pada kehamilan berikutnya yang juga terkena dan jika ada penyakitnya cenderung menajdi lebih ringan. Sekitar sepertiga bayi golongan A atau B dari ibu golongan darah O akan mempunyai antibody ibu yang dapat dideteksi pada eritrositnya. Ini lebih sering terjadi pada bayi golongan darah B daripada A dan lebih sering pada bayi kulit hitam daripada bayi kulit putih dengan golongan darah A atau B. Hanya sebagian kecil dari bayi ini yang akan mengalami gejala klinis. Pada mereka dengan penyakit klinis, terdapat jauh lebih sedikit antibody ibu yang melekat pada tempat antigen pada eritrosis daripa yang ada pada penyakit Rhesus klinis. Akibatnya penyakit klinis sangat ringan dengan reaksi antiglobulin langsung bervariasi dari hanya positif secara mikroskopis sampai 2+. Ada sedikit atau tidak ada anemia dan bilirubinemia dapat dikendalikan dengan dengan fototerapi atau pada kebanyakan diatasi dengan satu transfuse tukar. Namun, IgG anti-A atau IgG anti-B tampaknya lebih banyak menyebabakan hemolisis daripada anti-Rh dalam jumlah yang sama. Dengan demikian bayi dengan reaksi antiglobulin direk 2+ dengan penyakit ABO biasanya akan menderita bilirubinemia lebih berat daripada bayi dengan 2+ karena penyakit Rh. Ringannya Hemolytic Disease of Newborn (HDN) ABO dapat dijelaskan sebagian oleh antigen A dan Antigen B yang belum sepenuhnya berkembang pada saat lahir dan karena netralisir sebagian antibody IgG ibu oleh antigen A dan B pada sel-sel lain yang terjadi dalam plasma dan cairan jaringan. HDN ABO dapat ditemukan pada kehamilan pertama dan dapat atau tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya. Pemeriksaan sediaan hapus darah memperlihatkan autoaglutinasi dan sferositosis polikromasi dan eritroblastosis. Hal-hal yang perlu diperhatikan berhubungan dengan hemolisis sistem ABO : Ibu golongan darah O dapat membentuk anti-A dan anti-B. Destruksi pada eritrosit janin bergolongan darah A atau B tergantung dari kekuatan antigen A dalam eritrosit. Hemolisis pada sistem ABO terjadi pada bayi baru lahir. Bayi berwarna kuning, karena bilirubin manifes ke kulit. Berat ringannya bayi kuning tergantung dari kadar IgG. Ciri khas destruksi: Mikro sferositosis menyebabkan fragil osmotik, volume sel kecil, protein lipid membran sedikit sehingga aglutinasi mudah terjadi. Dua puluh sampai 25% kehamilan terjadi inkompabilitas ABO, yang berarti bahwa serum ibu mengandung anti-A atau anti-B sedangkan eritrosit janin mengandung antigen respective. Inkompabilitas ABO nantinya akan menyebabkan penyakit hemolitik pada bayi yang baru lahir dimana terdapat lebih dari 60% dari seluruh kasus. Penyakit ini sering tidak parah jika dibandingkan dengan akibat Rh, ditandai anemia neonatus sedang dan hiperbilirubinemia neonatus ringan sampai sedang serta kurang dari 1% kasus yang membutuhkan transfusi tukar. Inkompabilitas ABO tidak pernah benar-benar menunjukkan suatu penyebab hemolisis dan secara umum dapat menjadi panduan bagi ilmu pediatrik dibanding masalah kebidanan. Mayoritas inkompatibilitas ABO diderita oleh anak pertama (40% menurut Mollison), dan anak-anak berikutnya makin lama makin baik keadaannya. Gambaran klinis penyakit hemolitik pada bayi baru lahir berasal dari inkompabilitas ABO sering ditemukan pada keadaan dimana ibu mempunyai tipe darah O, karena tipe darah grup masing-masing menghasilkan anti A dan anti B yang termasuk kelas IgG yang dapat melewati plasenta untuk berikatan dengan eritrosit janin. Pada beberapa kasus, penyakit hemolitik ABO tampak hiperbilirubinemia ringan sampai sedang selama 24-48 jam pertama kehidupannya. Hal ini jarang muncul dengan anemia yang signifikan. Tingginya jumlah bilirubin dapat menyebabkan kernikterus terutama pada neonatus preterm. Fototerapi pada pengobatan awal dilakukan meskipun transfusi tukar yang mungkin diindikasikan untuk hiperbilirubinemia. Seks predominan eritroblastosis fetalis akibat inkompatibilitas ABO adalah sama antara laki-laki dan perempuan.3. Patofisiologi Patofisologi yang dapat menjelaskan timbulnya reaksi hemolitik pada inkompatibilas ABO akibat kesalahan transfusi adalah akibat antibodi dalam plasma pasien akan melisiskan sel darah merah yang inkompatibel. Meskipun volume darah inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun sudah dapat menyebabkan reaksi berat. Semakin banyak volume darah yang inkompatibel maka akan semakin meningkatkan risiko Sedangkan patofisologi yang dapat menjelaskan timbulnya penyakit inkompabilitas Rh dan ABO adalah terjadi ketika sistem imun ibu menghasilkan antibodi yang melawan sel darah merah janin yang dikandungnya. Pada saat ibu hamil, eritrosit janin dalam beberapa insiden dapat masuk kedalam sirkulasi darah ibu yang dinamakan fetomaternal microtransfusion. Bila ibu tidak memiliki antigen seperti yang terdapat pada eritrosit janin, maka ibu akan distimulasi untuk membentuk imun antibodi. Imun anti bodi tipe IgG tersebut dapat melewati plasenta dan kemudian masuk kedalam peredaran darah janin sehingga sel-sel eritrosit janin akan diselimuti (coated) dengan antibodi tersebut dan akhirnya terjadi aglutinasi dan hemolisis, yang kemudian akan menyebabkan anemia (reaksi hipersensitivitas tipe II). Hal ini akan dikompensasi oleh tubuh bayi dengan cara memproduksi dan melepaskan sel-sel darah merah yang imatur yang berinti banyak, disebut dengan eritroblas (yang berasal dari sumsum tulang) secara berlebihan.1,8,9,11,12,13 Produksi eritroblas yang berlebihan dapat menyebabkan pembesaran hati dan limpa yang selanjutnya dapat menyebabkan rusaknya hepar dan ruptur limpa. Produksi eritroblas ini melibatkan berbagai komponen sel-sel darah, seperti platelet dan faktor penting lainnya untuk pembekuan darah. Pada saat berkurangnya faktor pembekuan dapat menyebabkan terjadinya perdarahan yang banyak dan dapat memperberat komplikasi. Lebih dari 400 antigen terdapat pada permukaan eritrosit, tetapi secara klinis hanya sedikit yang penting sebagai penyebab penyakit hemolitik. Kurangnya antigen eritrosit dalam tubuh berpotensi menghasilkan antibodi jika terpapar dengan antigen tersebut. Antibodi tersebut berbahaya terhadap diri sendiri pada saat transfusi atau berbahaya bagi janin. 4,9,11,12,14 Hemolisis yang berat biasanya terjadi oleh adanya sensitisasi maternal sebelumnya, misalnya karena abortus, ruptur kehamilan di luar kandungan, amniosentesis, transfusi darah Rhesus positif atau pada kehamilan kedua dan berikutnya.2,3,7,9Penghancuran sel-sel darah merah dapat melepaskan pigmen darah merah (hemoglobin), yang mana bahan tersebut dikenal dengan bilirubin. Bilirubin secara normal dibentuk dari sel-sel darah merah yang telah mati, tetapi tubuh dapat mengatasi kekurangan kadar bilirubin dalam sirkulasi darah pada suatu waktu. Eritroblastosis fetalis menyebabkan terjadinya penumpukan bilirubin yang dapat menyebabkan hiperbilirubinemia, yang nantinya menyebabkan jaundice pada bayi. Bayi dapat berkembang menjadi kernikterus. Gejala lain yang mungkin hadir adalah peningkatan kadar insulin dan penurunan kadar gula darah, dimana keadaan ini disebut sebagai hydrops fetalis. Hydrops fetalis ditujukkan oleh adanya penumpukan cairan pada tubuh, yang memberikan gambaran membengkak (swollen). Penumpukan cairan ini menghambat pernafasan normal, karena paru tidak dapat mengembang maksimal dan mungkin mengandung cairan. Jika keadaan ini berlanjut untuk jangka waktu tertentu akan mengganggu pertumbuhan paru. Hydrops fetalis dan anemia dapat menimbulkan masalah jantung.Gambar 1. Interaksi antibodi dan antigen pada eritrosit.3 Gambar 2. Reaksi hipersensitivitas4. Diagnosis Diagnosis isoimunisasi berdasarkan deteksi antibodi pada serum ibu. Metode paling sering digunakan untuk menapis antibodi ibu adalah tes Coombs tak langsung. (penapisan antibodi atau antiglobulin secara tak langsung). Tes ini bergantung kepada pada kemampuan anti IgG (Coombs) serum untuk mengaglutinasi eritrosit yang dilapisi dengan IgG.Untuk melakukan tes ini, serum darah pasien dicampur dengan eritrosit yang diketahui mengandung mengandung antigen eritrosit tertentu, diinkubasi, lalu eritrosit dicuci. Suatu substansi lalu ditambahkan untuk menurunkan potensi listrik dari membran eritrosit, yang penting untuk membantu terjadinya aglutinasi eritrosit. Serum Coombs ditambahkan dan jika imunoglobulin ibu ada dalam eritrosit, maka aglutinasi akan terjadi. Jika test positf, diperlukan evaluasi lebih lanjut untuk menentukan antigen spesifik.Disamping tes Coombs, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat bayi yang dilahirkan sebelumnya, ikterus yang timbul dalam 24 jam pasca persalinan, kadar hemoglobin darah tali pusat < 15 gr%, kadar bilirubin dalam darah tali pusat > 5 mg%, hepatosplenomegali dan kelainan pada pemeriksaan darah tepi. 11 1. 5. Penatalaksanaan Penatalaksaan terbagi menjadi dua bagian yaitu tergantung penyebab dari inkompatibilas ABO itu sendiri. Inkompatibilas ABO yang disebabkan oleh karena reaksi transfusi, yang dimaksud dengan reaksi transfusi disini adalah reaksi hemolitik, inkompatibilitas, dan reaksi alergi yang berat maka penatalaksanaan yang seharusnya segera dilakukan adalah:1. Transfusi segera dihentikan, diambil lagi contoh darah pasien dan darah donor untuk pemeriksaan ulang.2. Perbaiki keadaan hipovolemia dengan plasma atau cairan kristaloid. Tekanan vena sentral dipantau.3. Koreksi keadaan asidosis, dan kemih dibuat menjadi sedikit alkalis. (pH = 8).4. Setelah volume cukup, berikan manitol 12,5 50 g selama 15 menit, Bila belum terjadi diuresis berikan furosemid 20 40 mg. Bila belum terjadi diuresis, segera dilakukan dialisis peritoneal (bila mungkin, lakukan hemodialisis).5. Hitung jumlah trombosit, partial tromboplastin time dan kadar fibrinogen serum.6. Bila terjadi koagulasi intra vaskuler yang menyeluruh (disseminated intra vasculer coagulation = DIC), segera dimulai terapi dengan heparin.7. Pasien harus dirawat di unit perawatan intensif, agar pemantauan dan berbagai tindakan dapat dilakukan dengan baikPenatalaksanaan inkompatibilas ABO yang disebabkan oleh reaksi imunitas antara antigen dan antibody yang sering terjadi pada ibu dan janin yang akan dilahirkan dalam bentuk ringan tidak memerlukan pengobatan spesifik, kecuali bila terjadi kenaikan bilirubin yang tidak wajar. Bentuk sedang memerlukan tranfusi tukar, umumnya dilakukan dengan darah yang sesuai dengan darah ibu (Rhesus dan ABO). Jika tak ada donor Rhesus negatif, transfusi tukar dapat dilakukan dengan darah Rhesus positif sesering mungkin sampai semua eritrosit yang diliputi antibodi dikeluarkan dari tubuh bayi. Bentuk berat tampak sebagai hidrops atau lahir mati yang disebabkan oleh anemia berat yang diikuti oleh gagal jantung. Pengobatan ditujukan terhadap pencegahan terjadinya anemia berat dan kematian janin.5.1 Transfusi tukar : Tujuan transfusi tukar yang dapat dicapai :1. memperbaiki keadaan anemia, tetapi tidak menambah volume darah2. menggantikan eritrosit yang telah diselimuti oleh antibodi (coated cells) dengan eritrosit normal (menghentikan proses hemolisis)3. mengurangi kadar serum bilirubin4. menghilangkan imun antibodi yang berasal dari ibuYang perlu diperhatikan dalam transfusi tukar :a. berikan darah donor yang masa simpannya 3 hari untuk menghindari kelebihan kaliumb. pilih darah yang sama golongan ABO nya dengan darah bayi dan Rhesus negatif (D-)c. dapat diberikan darah golongan O Rh negatif dalam bentuk Packed red cellsd. bila keadaan sangat mendesak, sedangkan persediaan darah Rh.negatif tidak tersedia maka untuk sementara dapat diberikan darah yang inkompatibel (Rh positif) untuk transfusi tukar pertama, kemudian transfusi tukar diulangi kembali dengan memberikan darah donor Rh negatif yang kompatibel.e. pada anemia berat sebaiknya diberikan packed red cellsf. darah yang dibutuhkan untuk transfusi tukar adalah 170 ml/kgBBbayi dengan lama pemberian transfusi 90 menitg. lakukan pemeriksaan reaksi silang antara darah donor dengan darah bayi, bila tidak memungkinkan untuk transfusi tukar pertama kali dapat digunakan darah ibunya, namun untuk transfusi tukar berikutnya harus menggunakan darah bayi.h. sebelum ditransfusikan, hangatkan darah tersebut pada suhu 37Ci. pertama-tama ambil darah bayi 50 ml, sebagai gantinya masukan darah donor sebanyak 50 ml. Lakukan sengan cara diatas hingga semua darah donor ditransfusikan.Tabel 1. Calon donor transfusi tukar pada Rh inkompatibilitas. 1GOLONGAN DARAH IBU

OABAB

GOLONGANDARAHBAYIOOOO

AOAOA

BOOBB

ABABAB

Gambar 3. Transfusi tukar pada Rh atau ABO inkompatibilitas5.2 Transfusi intra uterin : Pada tahun 1963, Liley memperkenalkan transfusi intrauterin. Sel eritrosit donor ditransfusikan ke peritoneal cavity janin, yang nantinya akan diabsorbsi dan masuk kedalam sirkulasi darah janin (intraperitoneal transfusion). Bila paru janin masih belum matur, transfusi intrauterin adalah pilihan yang terbaik. Darah bayi Rhesus (D) negatif tak akan mengganggu antigen D dan karena itu tak akan merangsang sistem imun ibu memproduksi antibodi. Tiap antibodi yang sudah ada pada darah ibu tak dapat mengganggu darah bayi. Namun harus menjadi perhatian bahwa risiko transfusi intrauterin sangat besar sehingga mortalitas sangat tinggi. Untuk itu para ahli lebih memilih intravasal transfusi, yaitu dengan melakukan cordocentesis (pungsi tali pusat perkutan). Transfusi dilakukan beberapa kali pada kehamilan minggu ke 2634 dengan menggunakan Packed Red Cells golongan darah O Rh negatif sebanyak 50100 ml. Induksi partus dilakukan pada minggu ke 32 dan kemudian bayi dibantu dengan transfusi tukar 1x setelah partus. Induksi pada kehamilan 32 minggu dapat menurunkan angka mortalitas sebanyak 60%.Gambar 4. Transfusi intra uterin5.3 Transfusi albumin Pemberian albumin sebanyak 1 mg/kg BB bayi, maka albumin akan mengikat sebagian bilirubin indirek. Karena harga albumin cukup mahal dan resiko terjadinya overloading sangat besar maka pemberian albumin banyak ditinggalkan.5.4 Fototerapi Foto terapi dengan bantuan lampu blue violet dapat menurunkan kadar bilirubin. Fototerapi sifatnya hanya membantu dan tidak dapat digunakan sebagai terapi tunggal.Gambar 5. Foto terapi pada bayi dengan Rh Inkompatibilitas. 31. 6. Prognosis Pengukuran titer antibodi dengan tes Coombs indirek < 1:16 berarti bahwa janin mati dalam rahim akibat kelainan hemolitik tak akan terjadi dan kehidupan janin dapat dipertahankan dengan perawatan yang tepat setelah lahir. Titer yang lebih tinggi menunjukan kemungkinan adanya kelainan hemolitik berat. Titer pada ibu yang sudah mengalami sensitisasi dalam kehamilan berikutnya dapat naik meskipun janinnya Rhesus negatif. Jika titer antibodi naik sampai secara klinis bermakna, pemeriksaan titer antibodi diperlukan. Titer kritis tercapai jika didapatkan nilai 1:16 atau lebih. Jika titer di dibawah 1:32, maka prognosis janin diperkirakan baik.6.1 Mortalitas Angka mortalitas dapat diturunkan jika :1. Ibu hamil dengan Rhesus negatif dan mengalami imunisasi dapat dideteksi secara dini2. Hemolisis pada janin dari ibu Rhesus negatif dapat diketahui melalui kadar bilirubin yang tinggi didalam cairan amnion atau melalui sampling pembuluh darah umbilikus yang diarahkan secara USG3. Pada kasus yang berat, janin dapat dilahirkan secara prematur sebelum meninggal di dalam rahim atau/dan dapat diatasi dengan transfusi intraperitoneal atau intravaskuler langsung sel darah merah Rhesus negatif. Pemberian Ig-D kepada ibu Rhesus negatif selama atau segera setelah persalinan dapat menghilangkan sebagian besar proses isoimunisasi D.6.2 Perkembangan anak selanjutnya. Menurut Bowman (1978), kebanyakan anak yang berhasil hidup setelah mengalami tranfusi janin akan berkembang secara normal. Dari 89 anak yang diperiksa ketika berusia 18 bulan atau lebih, 74 anak berkembangan secara normal, 4 anak abnormal dan 11 anak mengalami gangguan tumbuh kembang.Ikterus adalah pewarnaan kuning yang tampak pada kuli yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin. Biasanya mulai tampak pada sclera, wajah dan kemudian meluas secara sefalokaudal kea rah dada, perut dan ekstrimitas. Bilirubin adalah hasil pemecahan sel darah merah (SDM). Sel darah merah ftus dan neonates berbeda engan SDM pada anak yang lebih besar, memiliki jenis Hb yang berbeda, sifat membrane yang berbeda dan usia yang lebih singkat. Hemoglobin (Hb) yang berada dalam SDM akan dipecah menjadi bilirubin. Satu gram Hb akan menghasilkan 34 mg bilirubin. Bilirubin ini dinamakan bilirubin indirek dank an diangkut ke hati dalam ikatan dengan albumin. Di dalam hati bilirubin dikonjugasi oelh enzim glukoronid transferase menjadi bilirubin direk yag kemudian akan disalurkan melalui saluran empedu di dalam dan di luar hati ke usus. Di dalam usus bilirubin direk ini akan terikat oleh makanan dan dikeluarkan sebagai sterkobilin melalui dubur. Apabila tidak ada makanan dalam usus, bilirubin direk akan diubah oleh enzim di dalam usus beta-glukoronidase menjadi bilirubin indirek yang akan diserap kembali ke dalam aliran darah, diikat oleh albumin kembali ke hati. Mekanisme ini disebut sirkulasi enterohepatik.

Ikterus pada neonatus

Ikterus pada neonates dibagi menjadi ikterus fisiologis dan ikterus nonfisiologis. Ikterus fisiologis mempunyai sifat :- Timbul setelah 24 jam- Berlangsung kurang lebih 7 -14 hari- Terutama terdiri dari bilirubin indirek- kadar tertinggi bilirubin total < 15 mg% dan bilirubin direk < 2 mg%- Tidak ada keadaan patologis lain

Ikterus fisiologis terdapat pada kurang lebih 60% neonates dan disebabkan oleh :- bilirubin selama masa janin dieksresi melalui plasenta ibu sekarang harus dieksresi sendiri- jumlah eritrosit lebih banayak pada neonates- lama hidup eritrosit pada neonates lebih singkat- jumlah albumin untuk mengikat bilirubinpada bayi premature atau bayi yang mengalami gangguanpertumbuhan intra-uterin kurang- uptake dan konjugasi oleh hati belum sempurna- sirkulasi enterohepatik meningkatIkterus nonfisiologis bisa disebabkan karena hemolisis berlebihan (biasanya yang meningkat bilirubin indirek) dan ikterus karena gangguan eksresi bilirubin (biasanyua yang meningkat bilirubin direk)

Bahaya peningkatan bilirubinBilirubin indirek yang larut dalam lemak bila menembus sawar darah otak akan terikat oleh sel otak yang kemudian rusak sehingga bayi menderita kenikterus, anak bertumbuh tetapi tidak berkembang. Bilirubin direk apabila bertumpuk di hati akan menyebabkan sirosis hepatis.

Ikterus karena inkompabilitas darah

Inkompabilitas ABOHemolisis akibat inkompabilitas ABO disebakan oleh adanya antibody anti A dan anti B yang masuk ke dalam sirkulasi fetus dan bereaksi dengan antigen A atau B pada permukaan sel darah merah. Pada mereka yang memiliki darah tipe A atau B secara alami terdapat anti A atau B dalam bentuk moleku IgM sehingga tidak dapat melewati plasenta. Sebaliknya pada mereka bergolongan darah O antibody terutama tediri dari molekul IgG. Dengan alasan ini maka inkompabilitas ABO biasanya terbatas pada ibi golongan darah O dengan fetus bergolongan A atau B. Adanya IgG anti A atau B pada ibu tipe O dapat menjelaskan hemolisis yang disebabakan inkomapbilitas ABO sering terjadi pada kehamilan pertama tanpa diperlukan sensititasi terlebih dahulu.Inkompabilitas ABO jauh lebih ringan daripada inkompabilitas rhesus. Direct antiglobulin test (DAT) seringkali negative dan gejala hiperbilirubinemia tidak berat. Bila memerlukan transfuse darah yang digunakan adalah golongan darah O yang rhesus negative dan kalau mungkin dalam plasma golongan AB.

Inkompabilitas rhesusTerdapat 5 antigen rhesus yaitu RhD, RhC, Rhc, RhE dan Rhe. Yang paling sering menyebabkan inkompabilitas adalah RhD dan RhC. Kelima antibody terdapat dalam 2 alel yaitu RHCE yag mengkode C, c, E dan e. sedangkan RhD hanya mengkode D. Fenotip Rh(-) disebakan adanya delesi dari RhD-RhD pada kedua kromosom. Dalam sebagian besar kasus, Fenotip Rh(-) juga diasosiasikan dengan Rhc dan Rhe. Fenotip Rh(+) bisa terdapat pada homozigot dari DD dan heterozigot Dd.

Patofisiologi Jumalh darah fetus yang diperlukan untuk menyebabkan inkompabilitas rhesus bervariasi. Kadang-kadang 1 ml darah dapat membuat sukarelawan dengan darah rhesus negative menjai tersensititasi. Studi lain menunjukkan bahwa 30% dari individu dengan rhesus negative tidak terjadi inkompabilitas rhesus walaupun diberikan jumlah darah rhesus positif yang cukup banyak. Setelah tersensititasi diperlukan waktu kira-kira 1 bulan untuk antibody rhesus yang dibentuk ibu masuk ke dalam sirkualsi fetus. Pada 90% kasus sensitasi ini terjadi pada masa persalinan. Oleh karena itu, anak pertama dengan rhesus positif dari ibu rhesus negative tidak terpengaruh oleh karena paparan yang sangat singkat dari paparan persalinan sehingga tidak cukup untuk membentuk antibody IgG ibu yang bermakna.

Resiko dari parahnya respons sensitisasi meningkat sesuai dengan kehamilan berikutnya bila bayi rhesus positif. Pada waniata yang beresiko dengan inkompabilitas rhesuskehamilan kedua dengan janin rhesus positif sering menyebabkan bai mengalami anemia ringan, namaun kehamilan berikutnya (ketiga dst) dapat menyebabkan janin meninggal dalam kandugan akibat anemia hemolitik.Resiko terjadi sensitisasi tergantung dari 3 faktor berikut :1. Volume perdarahan transplansental2. Cakupan respons imun hormonal3. Inkompabilitas ABO yang terjadi bersamaan

Kejadian inkompatibilitas Rh pada ibu Rh negatif dan dengan inkompatibilitas AO menururn secara beakna menjadi 1-2% dan tetap terjadi karena serum ibu mengandung atibodi terhadap golongan darah ABO janin. Beberapa sel darah merah janin yang bercampr dengan sirkulasi ibu dihancurkan sebelum sensitisasi Rh terjadi. Untungnya inkompatibilitas ABObiasanya tidak menyebabkan gejala sisa yang serius.Diagnosis dapat dilakukan secara antenatal dengan cara melihat Optical Density (OD) dari cairan amnion. Peningkatan IgG antiD ibu dapat menandakan ibu telah tersensitisasi tetapi tidak dapat memperkirakan beratnya gejala yang kan timbul lebih baik memeriksa secara spektrofotometri jumlah pigmen bilirubin dalam cairan amnion. Bila OD cairan amnion berada di zona 3 maka bayi memiliki resiko yang besar untuk meninggal atau terjadi hidrops fetalis yang berat. Bial berada di zona 2 menandakan ada hemolisis yang ringan atau sedang/ zona 1 menentukan bahwa bayi tidak tersensitisasi atau hanya berupa hemolisis yang sangat ringan.

Hidrops fetalis dapat didiagnosa secara dini dengan menggunakan alat ultrasonografi dengan resolusi tinggi. Pmberian RhoGAM pada 72 jam setelah kelahiran telah dapat menurunkan kejadian hidrops fetalis.

Terapi untuk inkompatibilitas rhesus tergantung pada berat ringannya gejala yang terjadi. Pada gejala berat dapat dilakukan transfusi intrauterine.