Click here to load reader
Upload
agushindarto
View
347
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Kumbang badak Oryctes rhinhocerus telah dikenal sebagai hama utama pada perkebunan kelapa sawit. Hama ini semakin terkenal semenjak diberlakukannnya zero burning dalam peremajaan tanaman kelapa sawit pada perkebunan. Populasi kumbang ini di Asia Tenggara terhitung mengejutkan mengingat bahwa daerah tersebut merupakan tempat penemuan virus Oryctes. Beberapa penelitian menunjukkan pada penangkapan kumbang ini dengan menggunakan perangkap feromon dalam pemeriksaan baik visual maupun mikroskopis dan metode PCR menunjukkan adanya kehadiran virus dalam jumlah yang nyata. Analisis DNA virus yang dilakukan menunjukkan paling sedikit bahwa ada tiga genotype virus yang berbeda. Dari ketiga genotype virus tersebut salah satu strain mempunyai sifat yang sangat virulen sesuai dengan ekologi kumbang dan terbukti dapat menurunkan tingkat serangan hama kumbang Oryctes rhinoceros di perkebunan kelapa sawit.
Citation preview
Aplikasi Baculovirus oryctes
Pada Pengendaliannya di Perkebunan Kelapa Sawit
PAPER EKOLOGI SERANGGA PTN610
Baculovirus oryctes Berkaitan Dengan Ekologi Oryctes rhinoceros
Pada Pengendaliannya di Perkebunan Kelapa Sawit
Nama : AGUS HINDARTO
NIM : A351120091
Program Studi: ENTOMOLOGI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
Oryctes rhinoceros
Pada Pengendaliannya di Perkebunan Kelapa Sawit
Agus Hindarto. A351120091. Dalam Tugas Paper Mata Kuliah Ekologi Serangga. PTN 610
Aplikasi Baculovirus oryctes Berkaitan Dengan Ekologi Oryctes rhinoceros
Pada Pengendaliannya di Perkebunan Kelapa Sawit
Agus Hindarto*
ABSTRACK
Kumbang badak Oryctes rhinhocerus telah dikenal sebagai hama utama pada
perkebunan kelapa sawit. Hama ini semakin terkenal semenjak diberlakukannnya
zero burning dalam peremajaan tanaman kelapa sawit pada perkebunan. Populasi
kumbang ini di Asia Tenggara terhitung mengejutkan mengingat bahwa daerah
tersebut merupakan tempat penemuan virus Oryctes. Beberapa penelitian
menunjukkan pada penangkapan kumbang ini dengan menggunakan perangkap
feromon dalam pemeriksaan baik visual maupun mikroskopis dan metode PCR
menunjukkan adanya kehadiran virus dalam jumlah yang nyata. Analisis DNA virus
yang dilakukan menunjukkan paling sedikit bahwa ada tiga genotype virus yang
berbeda. Dari ketiga genotype virus tersebut salah satu strain mempunyai sifat yang
sangat virulen sesuai dengan ekologi kumbang dan terbukti dapat menurunkan
tingkat serangan hama kumbang Oryctes rhinoceros di perkebunan kelapa sawit.
1. Pendahuluan
Tanaman kelapa sawit (Elaesis guineensis jacq) bersal dari Afrika Barat. Walaupun
demikian, kelapa sawit ternyata cocok dikembangkan di Indonesia. Hingga kini
kelapa sawit telah diusahakan dalam bentuk perkebunan dan pabrik kelapa sawit
oleh sekitar tujuh negara produsen terbesar. Kelapa sawit juga termasuk tanaman
perkebunan yang sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik.
Namun untuk menghasilkan pertumbuhan yang sehat dan jagur serta menghasilkan
produksi yang tinggi di butuhkan kisaran kondisi lingkungan tertentu. Kondisi iklim,
Agus Hindarto. A351120091. Dalam Tugas Paper Mata Kuliah Ekologi Serangga. PTN 610
tanah dan bentuk wilayah merupakan factor lingkungan utama yang mempengaruhi
keberhasilan pengembangan tanaman kelapa sawit, disamping factor lainnya seperti
tanaman (genetis) dan perlakuan kultur teknis yang di berikan.
Kelapa sawit adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak makan, minyak
industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunan kelapa sawit menghasilkan
keuntungan yang tinggi sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi
menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit
kedua dunia setelah Malaysia, namun proyeksi ke depan memperkirakan bahwa
dalam beberapa tahun lagi Indonesia akan menempati posisi pertama (Sunarko,
2007). Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu komoditi perkebunan yang
potensial dan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam perekonomian di
Indonesia. Salah satu hama penting pada tanaman kelapa sawit adalah kumbang
badak atau Oryctes rhinoceros. Serangan hama ini tidak hanya menurunkan produksi
tetapi juga dapat menyebabkan kematian tanaman. Serangan kumbang ini selain
dapat menurunkan produksi tandan buah segar sampai 69% pada tahun pertama,
juga mematikan tanaman muda hingga 25%, akibatnya penyisipan tanaman kelapa
sawit harus dilakukan berulang kali.
Penemuan dan penyebaran Oryctes virus merupakan sebuah keberhasilan tak
terduga, yang telah menyelamatkan jutaan nyawa melalui penyelamatan tanaman
kelapa di daerah tropis Asia/Pasifik. Pengendalian kumbang kelapa dengan virus ini
adalah fokus penelitian di era 1970-1980an. Namun keberhasilan ini meninggalkan
sebuah titik lemah, dimana virus tersebut telah berkembang tanpa terdeteksi di
alam. Berita mengenai outbreak kumbang kelapa yang dipicu oleh bencana alam,
alih guna lahan, dan perubahan pengelolaan pertanaman kelapa menyebabkan
harus dilakukan peninjauan kembali terhadap manfaat yang telah dicapai serta
konsolidasi dan peningkatan kegunaan agen pengendali hayati unik ini sesegera
mungkin. Sejak ditemukannya 40 tahun silam, penyebaran Oryctes virus masih
Agus Hindarto. A351120091. Dalam Tugas Paper Mata Kuliah Ekologi Serangga. PTN 610
terbatas pada sekelompok kecil kumbang dynastinae dari famili Scarabaeidae, tanpa
adanya virus analog yang ditemukan di kelompok lain. Meskipun Scarabaeidae
penghuni tanah dikenal memiliki sejumlah penyakit khusus, namun tidak lazim bila
tak ada serangga dari kelompok lain yang dapat terinfeksi virus ini. Jelas bahwa virus
ini telah menemukan relung aman dalam populasi dynastinae karena cara transmisi,
multiplikasi dan persistensi yang efektif sehingga menjadi komponen permanen
ekologi kumbang kelapa diseluruh daerah tropis yang mengatur kepadatan
populasinya. Meskipun demikian, outbreak kumbang kelapa telah terjadi dengan
terlepasnya sejumlah kumbang dari infeksi virus. Invasi kumbang terjadi di pulau-
pulau baru sedangkan pada lokasi peremajaan kelapa sawit terjadi lonjakan habitat
larva. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan pengendalian kumbang kelapa
tergantung kepada faktor instrinsik (biologi kumbang dan virus) dan pengembangan
sistem pengendalian untuk menjaga populasi hama pada tingkat yang rendah
(Jackson et al, 2005)
2. Faktor biotik yang mempengaruhi keberhasilan pengendalian kumbang kelapa
dengan Oryctes virus
2.1. Biologi Inang
Kumbang ini berperan sebagai hama tanaman kelapa sawit pada fase imago.
Kerusakan oleh imago disebabkan karena kumbang memakan titik tumbuh tanaman
kelapa sawit yang dapat menyebabkan gugurnya daun kelapa sait dan bahkan
kematian tanaman. Larva kumbang berkembang dari telur yang diletakkan kumbang
betina pada kompos, termasuk batang dan tunggul. Serangga berpupa lalu muncul
sebagai imago pada kompos yang telah membusuk dan tinggal selama 3 minggu
sebelum terbang mencari makan. Imago dapat hidup lebih dari 6 bulan dan
menyebar dari tempat perkembangbiakan selama masa makan dan dapat terbang
dalam jarak yang jauh.
Agus Hindarto. A351120091. Dalam Tugas Paper Mata Kuliah Ekologi Serangga. PTN 610
2.2. Genom virus
Strain asli Oryctes virus ditemukan di Malaysia dan turunannya telah tersebar
keseluruh dunia. Peta genomik strain PV505 menunjukkan bahwa genom tersebut
terdiri dari ds-DNA sirkuler sepanjang 130.000 bp. Isolat alami virus dari daerah yang
berbeda menunjukkan variasi genetik dari PV505, namun demikian perbandingan
genetik secara sistematik dari strain-strain tersebut belum dilakukan. Virus ini
berevolusi secara cepat. Dari 3 strain yang di kloning dan dilepas di Maldives
(dimana populasi inang belum terinfeksi) terdapat 3 tipe perubahan genomic yang
ditemukan pada 22 isolat yang dievaluasi kembali setelah dilepas selama 4 tahun.
Masalah genomik ini menunggu untuk segera dipetakan. Pertanyaan terhadap asal
muasal virus dan hubungan antar isolat di alam juga akan lebih jelas setelah
pemetaan genom selesai dilakukan (Jackson et al, 2005).
2.3. Virulensi virus
Perbedaan genetik antara strain-strain virus dapat mempengaruhi virulensinya.
Kegagalan virus untuk mengendalikan populasi kumbang kelapa di Malaysia setelah
alih fungsi lahan kemungkinan disebabkan oleh rendahnya virulensi virus lokal.
Penyelidikan awal menunjukkan bahwa virulensi beberapa strain relatif rendah
terhadap kumbang di daerah ini. Namun pengukuran virulensi tersebut tidaklah
mudah. Data yang telah ada relatif kurang, kalaupun ada unit dosis lebih didasarkan
kepada gut (usus) yang diambil dari kumbang terinfeksi dan bukan berdasarkan
perhitungan jumlah virion/ml. Usaha untuk mengetahui hubungan antara dosis
dengan jumlah virion infektif melalui pengenceran dan PCR, didukung titrasi kepada
cell line (kultur sel) membuktikan bahwa strain-strain Oryctes virus dari Malaysia
memiliki perbedaan virulensi terhadap kelompok kumbang yang sama.
Agus Hindarto. A351120091. Dalam Tugas Paper Mata Kuliah Ekologi Serangga. PTN 610
2.4. Ekologi virus
Perkembangan sistem PCR telah mendukung deteksi yang lebih akurat terhadap
keberadaan virus bahkan sebelum terjadinya infeksi. Penelitian ekologi
menggunakan PCR terhadap virus dalam tubuh inang menunjukkan bahwa virus
dapat menular dengan mudah diantara imago. Hal ini mungkin disebabkan oleh
kontak dengan kotoran terkontaminasi ditempat berkumpulnya kumbang. Menarik
bahwa meski virus dapat menginfeksi larva dan bahwa virus pertama kali ditemukan
pada larva, larva yang berada pada sarang sebagian besar bebas dari virus. Ditempat
dimana imago berkumpul (pada tunggul tegak) terdapat lebih banyak virus namun
bukti empiris menunjukkan bahwa transmisi virus dari imago ke larva terbatas.
Ketahanan virus pada bahan organik ternyata sangat kurang. Padahal hal ini penting
karena persistensi virus pada tempat berbiak adalah kunci pengendalian dalam
waktu lama. Saat muncul sebagai imago muda kebanyakan imago sehat dan bebas
virus. Tingkat infeksi virus yang tinggi dan gejala penyakit lebih banyak terlihat pada
imago dewasa. Ini menunjukkan bahwa kontak antar kumbang dewasa jauh lebih
tinggi dari pada yang diperkirakan sebelumnya, khususnya jika dibandingkan pada
fase awal munculnya imago. Kebiasaan berkumpul (agregasi) dan pembuatan sarang
secara gotong royong antar imago merupakan indikator aktivitas sosial dapat
digunakan sebagai tempat penyebaran virus yang baik.
2.5. Penelitian penularan virus pada lokasi sebar
Penularan yang tinggi antara imago di Malaysia telah dilaporkan juga terjadi di
Seychelles. Jika dibandingkan dengan Filipina, dimana virus ini endemis, tingkat
penularan lebih tinggi terjadi di Samoa, dimana virus telah diintroduksikan
sebelumnya. Tingkat penularan biasanya antara 20- 50% imago dewasa di daerah
endemis. Paska pelepasan, populasi yang dahulunya stabil mengalami penurunan.
Penyebaran virus yang luas di Asia Tenggara yang juga merupakan asal hama, serta
Agus Hindarto. A351120091. Dalam Tugas Paper Mata Kuliah Ekologi Serangga. PTN 610
rendahnya populasi hama di daerah yang bukan perkebunan kelapa menunjukkan
bahwa keseimbangan telah berlangsung antara inang dengan virus di daerah ini.
3. Peningkatan pengelolaan Oryctes virus
Penemuan atraktan dan feromon dapat mendukung penggunaan virus. Salah satu
diantara atraktan tersebut adalah etil krisantemat, yang digunakan secara luas untuk
program monitoring yakni untuk mengumpulkan imago yang selanjutnya ditulari
virus. Yang terbaru adalah penemuan feromon agregasi asal imago jantan, yakni etil
4-metiloktanoat. Kombinasi atraktan dan pathogen dalam sebuah sistem
pengendalian telah memberi contoh keberhasilan sistem pengelolaan “umpan dan
tular” terhadap suatu hama. Sedangkan sistem pemerangkapan sekaligus penularan
masih menunggu untuk dikembangkan. Sistem ini kemungkinan akan sangat berhasil
untuk mengurangi lama hidup, kerusakan dan peletakan telur kumbang di
pertanaman kelapa. Sistem pengendalian yang dikembangkan saat ini relatif
sederhana dan efektif. Saat terjadi ledakan populasi kumbang dan kerusakan,
kumbang terinfeksi dapat dengan mudah diperoleh dari lokasi terdekat; diekstraksi
dan dimaserasi ususnya, ditularkan kepada kumbang sehat, dilepas dan siklus
penyakit baru terjadi. Apakah masih dapat ditingkatkan? Untuk dapat terlaksana
dengan baik, dibutuhkan tenaga terlatih. Namun waktu dan perubahan manajemen
menyebabkan berkurangnya tenaga terlatih di lokasi serangan. Ditambah lagi
dengan perbedaan efektifitas virus, yang menyebabkan pengumpulan kumbang
terinfeksi secara acak tidak mampu menghasilkan strain yang ampuh. Sebagai
konsekuensi, outbreak tetap terjadi khususnya paska bencana alam atau segala
bentuk pembukaan lahan yang menghasilkan sejumlah besar kompos. Karenanya,
pengendalian kumbang kelapa membutuhkan penanganan yang terus menerus serta
peningkatan daya bunuh dan kepastian efek virus. Percepatan efek virus dapat
dicapai melalui seleksi strain dan sistem penyebaran. Penelitian di Malaysia
Agus Hindarto. A351120091. Dalam Tugas Paper Mata Kuliah Ekologi Serangga. PTN 610
menunjukkan bahwa beberapa isolat memiliki virulensi yang rendah (isolate lemah).
Strain dengan virulensi tinggi dapat menyebabkan berhenti makan dalam beberapa
hari saja serta penurunan fekunditas pada betina. Oleh sebab itu, kunci keberhasilan
pengendalian adalah penularan pada imago yang baru terbentuk. Perangkap
feromon serta strategi “umpan dan tular” sepertinya sangat menjanjikan, namun
harus dibuktikan mana yang lebih cepat menurunkan kerusakan; apakah pelepasan
kembali kumbang terinfeksi atau penangkapan kumbang. Penelitian perilaku
kumbang mungkin dapat membantu. Tunggul tanaman sangat menarik bagi
kumbang dan merupakan tempat penularan virus yang baik. Inokulasi buatan pada
lokasi berkumpulnya kumbang dapat menjadi alternatif yang berguna jika
dibandingkan penangkapan dengan feromon. Sistem penularan virus yang baik
harus dapat menyediakan inokulum yang ampuh. Inokulum yang baik dapat
diperoleh melalui filtrasi steril atau dari kultur sel kumbang yang diinfeksi. Akan
tetapi, formulasi yang stabil tetap dibutuhkan untuk penyebaran di daerah tropis.
4. Diskusi
Oryctes rhinoceros sebagai hama dapat menyebabkan kerugian produksi yang tinggi
bahkan sampai ke kematian tanaman. Oryctes virus yang berada dan menyebar di
alam telah mengurangi kerusakan yang ditimbulkan oleh kumbang kelapa melalui
pembatasan populasi kumbang. Kondisi alam dimana sangat mendukung
perkembangbiakan kumbang memerlukan strain virus yang lebih efektif untuk
pengendaliannya. Potensi kerugian tanaman yang sangat tinggi yang disebabkan
oleh kumbang juga menjadi factor pembatas aplikasi virus dimana virus
membutuhkan inang sebagai tempat hidup. Ditemukanya kumbang yang baru imago
dalam keadaan bebas dari infeksi virus mengindikasikan bahwa virus menginfeksi
kumbang pada fase imago sehingga untuk pengendalian dengan agen pengendali
hayati ini diperlukan pengetahuan ekologi kumbang terutama fase imago.
Agus Hindarto. A351120091. Dalam Tugas Paper Mata Kuliah Ekologi Serangga. PTN 610
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Gambaran Sekilas Industri Minyak Kelapa Sawit. Departemen
Perindustrian. Jakarta
Huger AM. (2005). The Oryctes virus: Its detection, identiWcation, and
implementation in biological control of the coconut palm rhinoceros
beetle, Oryctes rhinoceros (Coleoptera: Scarabaeidae). Journal of
Invertebrate Pathology 89 : 78–84
Jackson AT, Crawford AM, Glare TR. 2005. Oryctes virus (Baculovirus oryctes).
Jurnal Invertebrate Pathology 89 : 91–94
Jackson S, Lal SN, Tuapola K, Prasad S, Monk J, Richard N, Marshall S. 2010.
Biological Control of Rhinoceros Beetle inThe Pacific Using Oryctes Virus.
AgResearch. Operatioanl Protocol. New Zealand
Kamarudin N, Wahid MB, Moslim R, Ali SRA. 2007. The Effects on Mortality and
Influence of Pheromon Traping on the Infestation of Oryctes rhinoceros
in an Oil Palm Plantation. Asia-Pacific Entomologi 10(3): 239-250
Prasad GS, Jayakumar V, Ranganath HR,Bhagwat VR, 2008. Bio-suppression of
coconut rhinoceros beetle, Oryctes rhinoceros L. (Coleoptera:
Scarabaeidae) by Oryctes baculovirus (Kerala isolate) in South Andaman,
India. Crop Protection 27 : 959–964
Ramle M,Wahid MB, Norman K, Glare TR, Jackson TA. 2005. The incidence and use
of Oryctes virus for control of rhinoceros beetle in oil palm plantations in
Malaysia. Journal of Invertebrate Pathology. 89 : 85–90
Sunarko, 2007. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Agromedia
Pustaka, Jakarta.