Upload
vuongthuan
View
234
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
APLIKASI ICE GEL PADA KEMASAN KARTON
UNTUK TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN SEMENTARA
JAMUR TIRAM (Pleurotus ostreatus)
MILA SITI AMALIA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aplikasi Ice gel pada
Kemasan Karton untuk Transportasi dan Penyimpanan Sementara Jamur Tiram
(Pleurotus Ostreatus) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2016
Mila Siti Amalia
NIM F152130241
RINGKASAN
MILA SITI AMALIA. Aplikasi Ice gel pada Kemasan Karton untuk Transportasi
dan Penyimpanan Sementara Jamur Tiram (Pleurotus Ostreatus). Dibimbing oleh
EMMY DARMAWATI dan LEOPOLD OSCAR NELWAN.
Jamur tiram umumnya didistribusikan ke pasar pada siang hari sekitar pukul
14.00. Suhu lingkungan pada kisaran jam tersebut cukup tinggi dan akan memicu
proses metabolisme yang lebih cepat sehingga kualitas jamur tiram akan cepat
menurun. Salah satu cara yang dapat mempertahankan mutu jamur adalah
perlakuan dingin. Ice gel dapat digunakan sebagai sumber dingin untuk masa
transportasi jamur tiram. Tujuan penelitian ini adalah merancang kemasan,
menentukan jumlah dan penataan posisi ice gel dalam kemasan karton agar suhu
jamur tiram turun hingga 15 oC, mengetahui pengaruh penggunaan plastik PP
perforasi dan pemberian ice gel dalam kemasan karton terhadap kualitas jamur
tiram.
Kemasan berbahan karton gelombang dirancang sebagai kemasan sekunder
untuk wadah kemasan ritel jamur (250 g/pak) sebanyak 12 (3kg) ditambah 4 buah
ice gel. Berat ice gel ditentukan berdasarkan panas dinding kemasan, ventilasi
kemasan, dan respirasi jamur tiram. Dua perlakuan dalam penelitian ini adalah
pemberian ice gel (G) dan perforasi (P) pada kemasan ritel. Pemberian ice gel
terdiri dari tiga taraf diantaranya tanpa ice gel (G0), ice gel susunan 1 yaitu ice
gel diletakkan secara vertikal antara masing-masing sekat pada kemasan ritel
jamur (G1) dan ice gel dengan susunan 2 yaitu 2 buah ice gel diletakkan secara
horizontal dibagian atas kemasan dan 1 buah ice gel secara vertikal pada sisi
kemasan terpanjang (G2). Plastik PP sebagai kemasan ritel diberi perforasi dengan
dua taraf yaitu 0.1% (P1) dan 0.3% (P2) dari luas kemasan. Perubahan kualitas
jamur diketahui dengan mengukur susut bobot, warna, kadar air dan kuat tarik.
Perubahan suhu dan kualitas jamur diamati setelah 2.5 jam yang merupakan lama
waktu transportasi dari kumbung ke pasar, setelah itu disimpan dalam suhu 15 oC
dan diamati setiap harinya. Pengaruh pada masing-masing parameter mutu dapat
dilihat dengan analisis statistik menggunakan rancangan acak kelompok dan
dilanjutkan dengan uji Duncan untuk melihat beda nyata.
Hasil penelitian menunjukkan dimensi kemasan karton yang digunakan
adalah 50 cm x 40 cm 24 cm. Kebutuhan ice gel untuk menurunkan suhu 3 kg
jamur dari 28 oC menjadi 15 oC adalah 2.52 kg, dibuat dalam 4 kemasan repack
masing-masing 0.63 kg. Posisi ice gel susunan 2 dapat menurunkan suhu jamur
rata-rata lebih rendah dibandingkan posisi susunan 1, sehingga posisi 2 berpotensi
dapat mempertahankan mutu jamur lebih baik dibanding susunan 1. Posisi ice gel
susunan 2 dengan perforasi plastik 0.3% dan 0.1% dapat menurunkan suhu jamur
bagian atas masing-masing hingga 11 oC dan 12.2 oC, sedangkan rata-rata suhu
jamur dalam kemasan adalah 16.9 dan 17.1 selama 2.5 jam. Pemberian ice gel
bepengaruh terhadap perubahan susut bobot, warna, kadar air dan kuat tarik jamur
tiram. Jamur tiram yang diberi ice gel dapat mempertahan mutu jamur lebih baik
dibandingkan dengan jamur tanpa ice gel.
Kata kunci: jamur tiram, kemasan karton, ice gel, plastik perforasi
SUMMARY
MILA SITI AMALIA. Ice gel Application in Cardboard Packaging for
Transportation and Temporary Storage of Oyster Mushroom (Pleurotus ostreatus).
Supervised by EMMY DARMAWATI dan LEOPOLD OSCAR NELWAN.
Oyster mushroom is generally distributed to the market in the day around
2.00 pm. The temperature in this condition is relatively high and leads to faster
metabolic processes, which consequently decreasing the quality of oyster
mushroom. To maintain the mushroom quality, cold treatment is considerable.
The use of ice gel is a promising method to provide cold condition during
mushroom transportation. This study was to design packaging, determine the
number of ice gel and its position in carton packaging in order to lower mushroom
temperature by 15 °C, and evaluate the effects of perforated PP plastic used and
ice gel in the cardboard on the quality of the oyster mushroom.
Corrugated cardboard packaging was designed as secondary packaging for
retail packaging (250 g / pack) by 12 (3kg), and 4 pieces of ice gel. The weight of
ice gel was determined by heat from packaging wall, ventilation and respiration of
the mushroom. Two treatments in this research were the ice gel (G) and
perforation (P) on the plastic packaging. Research treatment of ice gel consisted of
three levels, there are without ice gel (G0), ice gel with position 1 (ice gel is
vertically placed between each partition on the retail packaging, G1) and ice gel
with position 2 (2 pieces of ice gel are horizontally placed on the top of
packaging, and 1 piece of ice gel is vertically placed on the longest side, G2).
Plastic PP packaging was perforated with two levels namely, 0.1% (P1) and 0.3%
(P2) of the packaging area. Changes in the mushroom quality were observed by
measuring the weight loss, color, moisture content and tensile strength. In
addition, temperature and mushroom quality were observed after 2.5 h, which
represented the transportation time from mushroom house to the market. The
samples were then kept at 15 °C for daily observation. Randomized block design
was applied to investigate the influence of each parameter, and Duncan test was
used to find the mean difference.
The result showed that dimension of cardboard was 50 cm x 40 cm x 24 cm.
The ice gel required to decrease the temperature of the mushroom (weight 3 kg)
from 28 °C to 15 °C was 2.52 kg, re-packed in 4 packs (0.63 kg of each pack).
Ice gel with position 2 could decrease the average mushroom temperature lower
than ice gel with position 1, hence ice gel with position 2 has higher potential
maintaining the mushroom quality during transport. Ice gel with position 2 using
perforated plastic 0.3% and 0.1% could decrease temperature in the top side of the
mushroom by 11 °C and 12.2 °C, respectively, meanwhile average temperature of
the mushroom in the packaging was 16.9 and 17.1 for 2.5 h. The use of ice gel
demonstrated remarkable effects on weight loss, color and moisture content of
oyster mushroom. The quality of oyster mushroom treated by ice gel during
transportation was better than the mushroom without ice gel treatment.
Keywords: oyster mushroom, cardboard, ice gel, perforated plastic
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Pascapanen
APLIKASI ICE GEL PADA KEMASAN KARTON
UNTUK TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN SEMENTARA
JAMUR TIRAM (Pleurotus ostreatus)
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
MILA SITI AMALIA
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Dyah Wulandani, MSi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Aplikasi Ice gel pada
Kemasan Karton untuk Transportasi dan Penyimpanan Sementara Jamur Tiram
(Pleurotus ostreatus) ini berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Emmy Darmawati, Msi dan
Bapak Dr Leopold O. Nelwan, STP, MSi selaku pembimbing yang telah
mengarahkan dan memberikan banyak saran serta dorongan kepada penulis dari
mulai penyusunan proposal sampai kepada penulisan karya ilmiah ini. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Diyah Wulandani, Msi
selaku penguji luar komisi yang telah memberikan masukan serta saran-saran
dalam rangka perbaikan akhir karya ilmiah ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ketua PS dan seluruh Dosen
Teknologi Pascapanen, Ibu Rusmawati, Bapak Ahmad Mulyatullah, Bapak
Sulyaden, dan Baskara dari Lab. TPPHP atas segala dukungan, layanan, dan
bantuannya selama pelaksanaan kuliah dan penelitian. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada suami tercinta Taufiq Mawardinata, buah hati kami yang
selalu menjadi penyemangat Khanza Mazaya Mawardinata, kedua orang tua yang
saya hormati dan banggakan Bapak Aap Supriatna dan ibu Kurniasih (terimakasih
untuk doa dan pengorbanannya), Aa, Teteh dan seluruh keluarga atas dukungan,
semangat, kasih sayang, nasehat dan doa yang terus diberikan. Terima kasih juga
disampaikan kepada DIKTI atas beasiswa BPPDN yang diberikan kepada penulis
selama studi S2 di IPB serta kepada teman-teman TPP 2013 atas semangat dan
jalinan persaudaraan selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2016
Mila Siti Amalia
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2
2 TINJAUAN PUSTAKA 3
Jamur Tiram 3 Pengangkutan 4 Ice Gel 5 Kemasan dan Ventilasi 5
3 METODE 7 Waktu dan Tempat Penelitian 7
Bahan 8 Alat 8
Prosedur Penelitian 8
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 19 Perancangan Simulasi Transportasi 19
Perancangan Kemasan 20 Menentukan Kebutuhan Ice Gel 22
Karakteristik Ice Gel 23 Sebaran Suhu dalam Kemasan tanpa Beban 24 Aplikasi Ice Gel untuk Jamur Tiram 26
5 SIMPULAN DAN SARAN 35
Simpulan 35 Saran 36
DAFTAR PUSTAKA 37
DAFTAR TABEL
1 Kandungan nutrisi jamur tiram 3
2 Klasifikasi produk hortikultura berdasarkan laju respirasi 4
3 Beberapa ukuran palet menurut Standar ISO untuk sistem bongkar muat 7
4 Ukuran kemasan produk hortikultura menurut Modularization,
Unitization. 7
5 Koordinat titik-titik thermocouple 15
6 Kombinasi perlakuan Rancangan Acak Kelompok Faktorial 18
7 Hasil perhitungan beban panas 23
8 Perbandingan karateristik ice gel 25
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir penentuan karakteristik ice gel 8
2 Pengukuran laju respirasi jamur tiram 9
3 Susunan peletakan ice gel dalam kemasan karton (a) Susunan 1 14
4 Diagram alir pengukuran sebaran suhu dalam kemasan 14
5 Posisi titik pengukuran suhu dalam kemasan 15
6 Diagram pengukuran sebaran suhu jamur tiram 16
7 Diagram alir pengaplikasian ice gel dalam kemasan karton berventilasi 17
8 Kemasan karton (a) tampak luar (b) tampak dalam dengan lapisan lilin 21
9 Ice gel (a) original (b) hasil repack 23
10 Grafik pengukuran suhu selama perubahan wujud ice gel dari beku 24
11 Pola sebaran suhu dalam kemasan tanpa beban dengan posisi ice gel 26
12 Sebaran suhu rata-rata dalam kemasan tanpa beban 26
13 Letak plastik jamur tiram dalam kemasan karton 27
14 Pola sebaran suhu jamur tiram dalam plastik F, H dan J pada 27
15 Pola sebaran suhu jamur tiram dalam plastik F, H dan J pada 28
16 Pola sebaran suhu jamur tiram dalam plastik F, H dan J pada 29
17 Grafik rata-rata suhu jamur seluruh perlakuan 30
18 Grafik susut bobot selama 72 jam 31
19 Grafik perubahan mutu warna berdasarkan kecerahannya (*L) 32
20 Grafik persentase perubahan kecerahan jamur 32
21 Grafik perubahan kadar air jamur tiram 33
22 Grafik perubahan mutu kuat tarik jamur tiram 35
DAFTAR LAMPIRAN
1 Perhitungan jumlah lubang perforasi plastik PP 41
2 Perhitungan dimensi kemasan karton 42
3 Perhitungan ventilasi kemasan karton 43
4 Gambar desain kemasan karton 44
5 Perhitungan kebutuhan ice gel 45
6 Analisa sidik ragam susut bobot jamur tiram 49
7 Uji DMRT pengaruh pemberian ice gel terhadap susut bobot 50
8 Analisa sidik ragam warna jamur tiram 51
9 Uji DMRT pengaruh pemberian ice gel terhadap warna 52
10 Analisa sidik ragam kadar air jamur tiram 53
11 Uji DMRT pengaruh pemberian ice gel terhadap kadar air 54
12 Analisa sidik ragam kuat tarik jamur tiram 55
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jamur tiram merupakan salah satu jamur pangan yang memiliki nutrisi yang
cukup tinggi dan telah banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Hal ini
diimbangi pula dengan semakin banyaknya masyarakat yang berbudidaya jamur
tiram. Upaya pemenuhan konsumsi tersebut terkendala dengan sifat jamur tiram
yang daya tahan pascapanennya rendah (perishable) atau mudah rusak.
Setelah pemanenan, pengemasan jamur tiram umumnya dilakukan pada
siang hari. Jamur yang telah dikemas plastik PP per 5 kg atau per 3 kg akan
diambil oleh pengumpul sekitar pukul 13.00 atau 14.00, kemudian didistribusikan
ke pasar-pasar tradisional ataupun moderen dengan waktu tempuh sekitar 2
sampai 3 jam.
Suhu lingkungan yang cukup tinggi saat transportasi akan meningkatkan
kecepatan respirasi jamur yang ditransportasikan dan laju penurunan mutu jamur
akan terjadi. Hal ini menjadi permasalahan saat distribusi jamur tiram dilakukan.
Oleh karena itu, suhu yang cukup rendah dibutuhkan untuk mempertahankan suhu
selama transportasi. Menurut Camelo (2004), suhu yang biasa digunakan untuk
menyimpan sayur dan buah adalah pada kisaran 15 oC.
Proses respirasi yang normal dari suatu produk selalu berkaitan dengan daya
simpannya. Laju respirasi yang tinggi akan menyebabkan daya simpan produk
menjadi pendek sehingga perlu adanya disain kemasan, penyimpanan, dan sistem
distribusi untuk produk-produk yang masih segar dengan memperhatikan aspek
respirasinya. Beberapa cara yang disarankan adalah dengan penambahan ventilasi,
pendinginan, dan pendinginan awal (Pantastico 1973).
Ice gel adalah bahan media dingin yang potensial untuk dikembangkan pada
kemasan transportasi untuk komoditas pertanian. Ice gel bersifat reusable (pakai
ulang), sehingga ketika ice gel mencair maka dapat dibekukan kembali dan
penggunaannya dapat berulang-ulang.
Penelitian aplikasi ice gel untuk transportasi jamur tiram telah dilakukan
oleh Nurkusumaprama (2014), yaitu ice gel sebanyak 3 kg yang diaplikasikan
dalam box styrofoam dapat menurunkan suhu jamur hingga 15 oC dan
mempertahankannya selama 2 jam, namun penurunan suhu tersebut membutuhkan
waktu selama 6 jam. Penggunaan kemasan styrofoam yang kedap menyebabkan
uap air dan senyawa volatil yang dihasilkan terperangkap dan diserap kembali
oleh jamur. Hal ini berdampak pada kondisi jamur tiram yang semakin basah dan
muncul aroma yang tidak dikehendaki.
Fatima (2013) melakukan penelitian pengaplikasian ice gel pada sawi hijau
dalam kemasan keranjang plastik dengan dua susunan penempatan ice gel.
Susunan ice gel yang lebih dekat posisinya ke sawi dapat mencapai suhu sawi
yang lebih rendah dan mempertahankannya dalam waktu yang cukup lama.
Namun dengan kemasan ini, ice gel banyak terpengaruh suhu luar sehingga
mudah mencair.
Perbaikan kombinasi kemasan yang tepat untuk pengaplikasin ice gel pada
jamur tiram dibutuhkan sehingga kualitas komoditas di dalamnya dapat
dipertahankan. Perbaikan tersebut adalah dengan menggunakan karton
2
berventilasi sebagai kemasan sekunder penggati styrofoam dan jamur dikemas
dalam bentuk kemasan ritel dalam plastik Polypropilene (PP) per 250 g untuk
mengkondisikan produk siap jual sehingga mengurangi kerusakan karena
bongkar-muat yang berulang. Pemberian perforasi pada kemasan PP dilakukan
untuk mengurangi terbentuknya butiran air di permukaan kemasan yang
berpotensi untuk diserap kembali oleh jamur sehingga permukaan jamur basah
dan akan menyebabkan kerusakan yang lebih cepat. Selain itu perbaikan dimensi
dan posisi ice gel sebagai media pendingin yang diletakkan pada posisi tertentu
diharapkan mampu menurunkan suhu selama masa transportasi dan menjaga
kualitas jamur tiram.
Perumusan Masalah
Kegiatan pascapanen jamur tiram banyak menyebabkan terjadinya
kerusakan, salah satunya adalah saat transportasi pada siang hari dimana jamur
didistribusikan ke lokasi penjualan. Suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan
laju respirasi meningkat dan kualitas bahan menurun. Ice gel sebagai media
pendingin telah diaplikasikan pada jamur tiram dalam kemasan styrofoam dan
dapat menurunkan suhu jamur tiram hingga 15 oC. Namun penurunan suhu
tersebut masih memakan waktu cukup lama yaitu 6 jam. Selain itu kemasan
styrofoam yang kedap udara menyebabkan terperangkapnya senyawa volatil
jamur dan uap air hasil respirasi, sehingga kondisi jamur basah dan aromanya
kurang disukai.
Perbaikan kemasan dan modifikasi dimensi ice gel serta posisi
peletakkannya dalam kemasan perlu dikaji ulang guna mendapatkan kombinasi
kemasan yang sesuai sehingga dapat mempertahankan kualitas jamur tiram.
Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Merancang kemasan, menentukan jumlah dan penataan posisi ice gel dalam
kemasan karton agar suhu jamur tiram turun hingga 15 oC
2. Mengetahui pengaruh penggunaan plastik PP perforasi dan pemberian ice
gel dalam kemasan karton terhadap kualitas jamur tiram.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah suatu teknologi
pascapanen jamur tiram untuk mempertahankan mutu dan kesegaran selama
transportasi dan penyimpanan sementara dengan menggunakan ice gel.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Jamur Tiram
Jamur tiram adalah jamur yang mempunyai morfologi tudung berdiameter 4-
15 cm atau lebih, bentuk seperti tiram, cembung kemudian menjadi rata atau
kadang-kadang berbentuk corong, permukaan licin, agak berminyak ketika
lembab tetapi tidak lengket, tepi menggulung ke dalam, pada jamur muda
seringkali bergelombang. Daging tebal, berwarna putih, kokoh, tetapi lunak pada
bagian yang berdekatan dengan tangkai, bau dan rasa tidak merangsang (Gunawan
2004).
Jamur tiram merupakan salah satu bahan makanan yang mempunyai peranan
penting karena memiliki nilai gizi dan banyak dimanfaatkan sebagai obat.
Menurut Ashraf (2013), jamur tiram merupakan sumber protein yang baik,
vitamin dan mineral dan diketahui memiliki berbagai kegunaan baik sebagai
makanan dan obat-obatan.
Jamur tiram memiliki rasa yang lezat dan kandungan nutrisi lebih tinggi
dibandingkan dengan jenis jamur kayu lainnya. Menurut Kurtzman (2005), jamur
tiram dihargai lebih dibandingkan dengan jamur kayu lainnya karena rasanya lezat,
tinggi protein, karbohidrat, mineral dan vitamin serta rendah lemak. Adapun
kandungan nutrisi jamur tiram dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan nutrisi jamur tiram
Kandungan Satuan Nilai
Serat kasar 5.6 – 8.7a g/100 g
Protein 7.8 – 17.72a g/100 g
Karbohidrat 57.6 – 81.8a g/100 g
Lemak 1 – 2.3a g/100 g
Vitamin B1 0.67b mg/100 g
Vitamin B2 1.17b mg/100 g
Vitamin B3 2.75b mg/100 g
Vitamin B5 6.2b mg/100 g
Vitamin C 3.52b mg/100 g
Vitamin D 4.22b mg/100 g a Sumber: Widyastuti dan Istini (2004); b Jonathan et al.(2012)
Kecepatan laju respirasi jamur tiram termasuk dalam kelompok sangat-sangat
tinggi yaitu lebih dari 60 ml CO2/kg-jam pada suhu 5 oC. Laju respirasi tersebut
setara dengan bayam, asparagus dan jagung manis. Adapun klasifikasi produk
hortikultura berdasarkan laju respirasinya dapat dilihat pada Tabel 2.
4
Tabel 2 Klasifikasi produk hortikultura berdasarkan laju respirasi
Kelas
Kisaran laju
respirasi pada 5oC
(mg CO2/kg jam)
Komoditi
Sangat rendah <5 Kurma, buah dan sayuran kering,
kacang-kacangan
Rendah 5 – 10 Apel, bit, seledri, jeruk, bawang
putih, anggur, bawang merah,
pepaya, nenas, kentang (mature), ubi
jalar
Sedang 10 – 20 Apricot, pisang, kubis, wortel,
mentimun, selada (haed), mangga,
pir, kentang (immature), tomat
Tinggi 20 – 40 Alpukat, wortel (dengan daun),
kembang kol, selada (leaf).
Sangat tinggi 40 – 60 Artichoke,brokoli, bunga potong,
bawang daun, kale, okra, buncis
Sangat-sangat tinggi >60 Asparagus, jamur, bayam, jagung
manis
Sumber: Kader (1992)
Pengangkutan
Sebagai salah satu produk hortikultura yang memiliki laju respirasi sangat
tinggi, jamur tiram menjadi salah satu produk yang mudah rusak (perishable).
Pantastico (1973) mengatakan proses respirasi dari suatu produk selalu berkaitan
dengan daya simpannya. Laju respirasi yang tinggi akan menyebabkan daya
simpan produk menjadi pendek sehingga perlu disain kemasan, penyimpanan, dan
sistem distribusi untuk produk-produk yang masih segar dengan memperhatikan
aspek respirasinya. Beberapa cara yang disarankan adalah dengan ventilasi,
pendinginan, dan pendinginan awal.
Menurut Dewandari (2007), rantai dingin saat pengangkutan diperlukan
untuk membatasi pembusukan tanpa menyebabkan terjadinya kematangan
abnormal atau perubahan-perubahan lainnya yang tidak diinginkan dan
mempertahankan mutu sampai ke tangan konsumen. Dan Arifin (2010)
menyatakan kombinasi suhu dan perlakuan pengemasan dapat menurunkan
aktivitas enzim respirasi dengan enzim-enzim yang lain.
Pengangkutan dan penyimpanan yang dilakukan dengan pendinginan dapat
menjaga kesegaran dan mempertahankan mutu sayur pakcoy (Sagas 2015).
Menurut Kitinoja dan Kader (2002), pengangkutan dengan jarak jauh harus
memperhatikan sirkulasi udara yang baik yang dapat membawa keluar panas yang
dihasilkan oleh produk dan juga akibat hawa panas yang datang dari udara
sekitarnya serta panas jalan. Dan Pantastico (1973) menyatakan salah satu upaya
untuk mengurangi tingkat kerusakan selama transportasi adalah penggunaan alat
angkut berpendingin. Namun teknologi transportasi ini membutuhkan biaya yang
cukup besar.
5
Ice Gel
Ice gel merupakan gel yang dibekukan dan dapat digunakan untuk proses
penyimpanan bahan dalam suhu rendah. Ice gel dapat berfungsi sebagai pengganti
es batu ataupun es kering. Kelebihan ice gel bila dibandingkan dengan es batu
ataupun es kering adalah ice gel dapat digunakan berulang-ulang berbeda dengan
es batu ataupun es kering. Menurut Huda (2013) salah satu bentuk metode
pendinginan yang lebih efektif dibandingkan dengan metode yang telah ada
adalah metode dengan mempergunakan es basah, es kering serta ditambah dengan
ice gel.
Bahan dasar ice gel tidak dapat diketahui secara langsung dari produsennya
dikarenakan pihak produsen tidak bersedia memberikan informasi mengenai hal
tersebut. Namun berdasarkan beberapa literatur, pembuatan ice gel banyak
menggunakan bahan dasar propylene glycol dipadukan dengan bahan lain seperti
air dan sodium carboxymethyl cellulose. Menurut Lu et al. (2015), ice gel terbuat
dari propylene glycol dan senyawa selulosa.
Penggunaan ice gel tidak bebahaya terhadap produk yang akan didinginkan,
namun ice gel tidak dapat dikonsumsi karena bahan pembuatannya memang tidak
untuk dikonsumsi. Berdasarkan petunjuk dalam kemasan, ice gel dapat digunakan
sebagai sumber dingin dan juga untuk mempertahankan suhu hangat. Ice gel
sebagai sumber dingin dapat dimanfaatkan dengan cara membekukan ice gel
terlebih dahulu dalam freezer, sama halnya dengan es batu. Setelah beku, ice gel
baru dapat digunakan, disimpan pada posisi tertentu untuk mendinginkan produk.
Sedangkan untuk mempertahan hangat, ice gel dimasukkan terlebih dahulu ke
dalam air panas selama 5 menit, setelah itu ice gel dapat digunakan sebagai
penghangat.
Fatima (2013) mengatakan karakteristik ice gel lebih baik dibandingkan es
batu. Suhu dalam bentuk beku ice gel relatif lebih rendah dibanding es batu. Hal
ini merupakan salah satu keuntungan bila digunakan sebagai media pendingin. Ice
gel yang bersifat reusable (pakai ulang) merupakan media dingin potensial untuk
dikembangkan pada kemasan transportasi komoditas pertanian segar yang sensitif
terhadap suhu tinggi (Nurkusumaprama 2014).
Bentuk ice gel sangat berperan penting dalam pendinginan produk. Ice gel
dengan permukaan yang luas dan volume kecil akan mencair lebih cepat tetapi
produk akan tetap dingin. Sedangkan ice gel dengan permukaan yang kecil dan
volume besar, ice gel bertahan lebih lama, namun produk tidak akan dingin dalam
waktu yang lama (Singh et al. 2008)
Kemasan dan Ventilasi
Kemasan berfungsi untuk menempatkan sebuah produk ke dalam sebuah
wadah yang memiliki bentuk tertentu sehingga produk tersebut tidak mudah rusak,
mudah untuk disimpan, diangkut, maupun didistribusikan. Selain itu kemasan
juga memegang peranan penting pada supply chain management karena
kebutuhan untuk mengurangi biaya dan mengurangi dampak buruk terhadap
lingkungan (Kaihatu 2014). Menurut Mareta (2011), fungsi kemasan harus
memenuhi persyaratan berikut:
6
1. Kemampuan atau daya membungkus yang baik untuk memudahkan dalam
penanganan, pengangkutan, distribusi, penyimpanan dan penyusunan atau
penumpukan.
2. Kemampuan melindungi isinya dari berbagai risiko dari luar, misalnya
perlindungan dari udara panas atau dingin, sinar atau cahaya matahari, bau
asing, benturan atau tekanan mekanis, kontaminasi mikroorganisme.
3. Kemampuan sebagai daya tarik terhadap konsumen. Dalam hal ini identifikasi,
informasi dan penampilan seperti bentuk, warna dan keindahan bahan kemasan
harus mendapatkan perhatian.
4. Persyaratan ekonomi, artinya kemampuan dalam memenuhi keinginan pasar,
sasaran masyarakat dan tempat tujuan pemesan.
5. Mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar
yang ada, mudah dibuang, dan mudah dibentuk atau dicetak.
Berbagai jenis kemasan yang banyak digunakan dalam transportasi adalah
plastik film, krat plastik, kotak plastik jenis polystyrene, kayu dan kardus.
Pengemasan jamur tiram umumnya dilakukan dengan menggunakan plastik PP
(polypropylene) berukuran 40 cm x 60 cm dengan berat 5 kg atu 3 kg per plastik.
Bagian bawah plastik biasanya dilapisi dengan koran untuk menyerap uap air
yang dihasilkan jamur agar tidak terserap kembali oleh jamur.
Penelitian tentang pengemasan jamur tiram dalam kantung plastik pernah
dilakukan Handayani (2008) menunjukkan desain kemasan yang terbaik ada pada
jamur yang dikemas menggunakan plastik PP dengan 4 lubang berdiameter 5 mm
(perforasi 0.1%) yang disimpan pada suhu 5oC dapat mempertahankan kualitas
jamur tiram putih hingga 12 hari.
Polypropylene pada umumnya kurang cocok digunakan sebagai bahan
pengemas yang tertutup rapat, terutama apabila digunakan untuk komoditas yang
tingkat respirasinya tinggi. Untuk menghindari kemungkinan timbulnya bau dan
rasa yang tidak diinginkan, kemasan tersebut harus dilubangi (Hardenburg 1955).
Arianto (2013) menyatakan jamur tiram tanpa kemasan memiliki laju
respirasi paling tinggi pada hari ke-2 dan susut bobot paling tinggi pula
dibandingkan dengan jamur tiram yang dikemas dengan plastik PP perforasi
maupun tanpa perforasi. Sedangkan jamur tiram yang dikemas dengan kemasan
PP perforasi lebih rendah laju respirasinya dibandingkan dengan jamur tiram
yang dikemas dengan plastik tanpa perforasi.
Kemasan karton bergelombang digunakan sebagai kemasan sekunder untuk
mengemas jamur tiram dan ice gel. Kardus jenis ini memiliki sifat bantalan yang
baik karena dapat meredam atau menahan daya tekan saat kemasan ditumpuk
(Qanytah 2011). Ukuran kemasan harus mempertimbangkan kemudahan dalam
transportasi dan bongkar-muat, sehingga harus disesuaikan pula dengan
penggunaan palet.
Palet adalah media yang efisien untuk memindahkan barang dalam jumlah
besar dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Palet berfungsi memudahkan
penyusunan dalam rak di gudang, juga sebagai fasilitas distribusi dan peralatan
penanganan produk. Ada enam ukuran palet yang digunakan didunia berdasarkan
standar ISO. Ukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Ukuran palet yang digunakan di negara-negara Asia masih sangat beragam,
namun beberapa diantaranya telah menggunakan standar ISO. Negara-negara Asia,
salah satunya Indonesia disarankan untuk menggunakan palet yang berukuran
7
1200 mm x 1000 mm. Dengan penggunaan ukuran palet tersebut, USDA
merekomendasikan beberapa ukuran kemasan untuk komoditas hortikultura yang
merupakan program Modularization, Unitization, and Metrication (MUM).
Ukuran kemasan menurut Modularization, Unitization, and Metrication (MUM)
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3 Beberapa ukuran palet menurut Standar ISO untuk sistem bongkat-muat
barang dan negara penggunanya
Ukuran palet (mm) Negara pengguna
1200 x 800 Eropa, Singapura, China
1140 x 1140 Beberapa negara Eropa, China
1200 x 1000 Jerman, Belanda, Taiwan, Singapura, Thailand, China,
Indonesia
1219 x 1016 Amerika Serikat, China
1067 x 1067 Amerika Serikat, Kanada
1100 x 1100 Jepang, Taiwan, Korea, Singapura, Thailand
Sumber: Lee (2005b)
Tabel 4 Ukuran kemasan produk hortikultura menurut Modularization,Unitization,
and Metrication (MUM)
Ukuran kemasan
(mm)
Dimensi luar
(inci)
Jumlah tumpukan
(kotak)
Efisiensi
penggunaa areal
palet (%)
600 x 500 (23.62 x 19.69) 4 100
500 x 400 (19.68 x 15.75) 6 100
600 x 400 (23.62 x 15.75) 5 100
500 x 333 (19.68 x 13.11) 7 97
600 x 333 (23.62 x 13.11) 6 99
500 x 300 (19.68 x 11.81) 8 100
475 x 250 (18.70 x 9.84) 10 99
400 x 300 (15.75 x 11.81) 10 100
433 x 333 (17.01 x 13.11) 8 96
400 x 250 (15.74 x 9.84) 12 100
Sumber: Ashby (1987)
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Agustus – Oktober 2015, di
Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (F-H304)
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
8
Mulai
Penyiapan ice gel berbentuk lempengan
Penimbangan berat ice gel cair
Penyimpanan ice gel cair di freezer hingga membeku
Pengeluaran ice gel beku dari freezer
Penyimpanan ice gel beku pada suhu ruang hingga mencair
Pengukuran suhu ice gel hingga mencair
Berat cair, berat beku, suhu lelehsuhu beku, lama pencairan
Selesai
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur tiram yang berasal
dari Gadog Bogor, ice gel yang berasal dari CV Kreasi Jaya Bekasi, karton
bergelombang sebagai bahan pembuat kemasan dan plastik polypropylene (PP).
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah timbangan
digital, Chromameter, lemari pendingin, freezer, hybrid recorder dan termocouple,
Cosmotector, oven, dan UTM (Universal Testing Machine).
Prosedur Penelitian
Menentukan Karakteristik Ice Gel
Karakteristik ice gel perlu dilakukan karena ice gel yang dipakai dalam
penelitian ini adalah ice gel hasil pengemasan ulang (repack), berbeda dengan ice
gel yang dipakai pada penelitian-penelitian sebelumnya. Diagram alir penentuan
karakteristik ice gel dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Diagram alir penentuan karakteristik ice gel
Beberapa perlakuan di atas dilakukan untuk mengetahui karakteristik ice gel
diantaranya suhu beku, suhu leleh, dan waktu yang dibutuhkan ice gel tersebut
9
hingga mencair. Suhu beku (suhu awal beku ice gel) adalah suhu terendah ice gel
pada kondisi beku dan dijadikan suhu awal ice gel saat mulai diaplikasikan pada
jamur tiram dalam kemasan karton. Suhu leleh adalah suhu pada saat ice gel mulai
mencair hingga mencair secara keseluruhan. Pendugaan penentuan suhu leleh
terlihat dari suhu ice gel yang mulai konstan setelah peningkatan suhu dari kondisi
beku (tidak terjadi lagi peningkatan suhu).
Mengukur Laju Respirasi Jamur Tiram dalam Suhu Ruang
Pengukuran laju respirasi jamur tiram dilakukan untuk mengetahui nilai dari
panas respirasi jamur. Jamur tiram yang akan diukur laju respirasinya dimasukkan
ke dalam toples yang tertutup rapat yang disimpan pada suhu ruang. Diagram alir
untuk pengukuran laju respirasi dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Pengukuran laju respirasi jamur tiram
Pengukuran laju respirasi menggunakan Persamaan 1.
R= V
W x
dx
dt (1)
Dimana:
R : Laju respirasi (ml kg-1 jam-1)
V : Volume bebas wadah (ml)
W : Berat sampel (kg)
dx/dt : Laju perubahan konsentrasi CO2(% jam-1)
Mulai
Penimbangan sampel jamur 250 gram
Pengukuran volume jamur
Pemasukan jamur ke dalam toples
Penutupan dan perapatan toples dengan malam
Penyimpanan pada suhu ruang
Pengukuran laju gas O2 dan CO2
Selesai
10
Merancang Kemasan Karton Berventilasi dengan Kombinasi Kantong
Plastik Perforasi
Jamur yang diberi perlakuan akan dikemas dalam kemasan plastik perforasi
dan dimasukkan ke dalam kemasan karton berventilasi. Untuk mendapat ukuran
dimensi kemasan maupun ventilasinya, maka dibutuhkan perancangan kemasan
karton berventilasi dan plastik perforasinya.
Plastik Perforasi
Berat jamur tiram dalam satu kemasan karton adalah sebesar 3 kg. Jamur
tiram tersebut akan dikemas dengan kemasan kecil (ritel) per 250 g dengan
menggunakan plastik PP perforasi. Hal ini dilakukan atas pertimbangan kemasan
terkecil yang biasanya dijual di supermarket. Adapun perforasi yang dipakai
adalah sebesar 0.1% dan 0.3%.
Handayani (2008) menyatakan disain kemasan terbaik adalah kemasan
menggunakan kantung plastik PP 4 lubang berdiameter 5 mm yang disimpan pada
suhu 5 oC dengan koefisien perforasi sebesar 28.065 mm holes m-2 dan persentase
perforasi 0.1%. Cara tersebut dapat mempertahankan kualitas jamur tiram putih
hinggga 12 hari.
Menentukan Dimensi Kemasan Karton
Kemasan karton gelombang yang digunakan adalah tipe kemasan Regulated
Slotted Container (RSC) tipe flute AB dengan tebal outer 0.7 mm. Dimensi
kemasan karton dihitung berdasarkan Persamaan 2,3 dan 4.
PK = TPPI + TTIG(1) + TTDO + T (2)
Dimana:
PK : Panjang kemasan (cm)
TPPI : Total panjang kemasan plastik yang telah diisi jamur (cm)
TTIG(1) : Total tebal lempengan ice gel (cm) susunan 1
TTDO : Total tebal dinding vertikal outer (cm)
T : Tekukan (cm)
LK = TLPI + TTIG(2) + TTDO + T (3)
Dimana:
LK : Lebar kemasan (cm)
TLPI : Total lebar kemasan plastik yang telah diisi jamur (cm)
TTDO : Total tebal dinding vertikal outer (cm)
T : Tekukan (cm)
TTIG(2) : Total tebal lempengan ice gel (susunan 2) (cm)
TK = TTPI+ TTIG (2)+ TTDO + T (4)
Dimana:
TK : Tinggi kemasan (cm)
TTPI : Total tinggi kemasan plastik yang telah diisi jamur (cm)
TTIG(2) : Total tebal lempengan ice gel (cm) susunan 2
TTDO : Total tebal dinding alas outer (cm)
11
T : Tekukan (cm)
Mengitung Ventilasi
Luas ventilasi kemasan adalah 1% dari total luasan dinding vertikal kemasan.
Tipe ventilasi yang dipakai adalah tipe oblong (oval). Ventilasi kemasan dihitung
berdasarkan Persamaan 5, 6, 7, dan 8.
LA = 2 (p xl) + 2 (p x t) + 2 (l x t) (5)
Dimana:
LA : Total luas dinding kemasan karton (cm2)
p : Panjang kemasan karton (cm)
l : Lebar kemasan karton (cm)
t : Tinggi kemasan karton (cm)
TLV = 1% x LA (6)
Dimana:
TLV : Total luas Ventilasi (cm2)
LV = TLV / 6 (7)
Dimana:
LV : Luas tiap lubang ventilasi (cm2)
(Dalam satu kemasan terdapat 6 lubang ventilasi)
LV = Luas Oval = (p’ x l’) + (𝜋𝑟2) (8)
Dimana:
p’ : Panjang ventilasi (cm)
l’ : Lebar ventilasi (cm)
r : Jari-jari ventilasi (cm)
Menentukan Kebutuhan Ice Gel dalam Kemasan
Kebutuhan ice gel didapat dari banyaknya beban panas yang harus
dihilangkan dari dinding kemasan, ventilasi kemasan, jamur dan respirasi jamur.
Berikut persamaan-persamaan yang digunakan untuk menghitung banyaknya ice
gel yang dibutuhkan.
Perhitungan panas pada dinding kemasan dilakukan menggunakan
Persamaan 9.
QDinding Kemasan = 1
(1
hi+
x
k+
1
ho) A (Ta- Tr) (9)
Dimana :
Q : Beban melalui dinding (W)
hi : Koefisien pindah panas sisi dalam kemasan (W m-2 oC-1)
ho : Koefisien pindah panas sisi luar kemasan (W m-2 oC-1)
k : Konduktifitas kemasan (W m-1 oC-1)
12
Ta : Suhu lingkungan (oC)
Tr : Suhu jamur yang ingin dicapai (oC)
x : Ketebalan permukaan (m)
A : Luas permukaan (m2)
Perhitungan panas jamur dilakukan menggunakan Persamaan 10.
QJamur = m.Cp (Ta- Tr)
t (10)
Dimana:
Q : Beban jamur (W)
m : Masa jamur (kg)
Cp : Panas spesifik jamur (J kg-1 oC-1)
Ta : Suhu awal jamur (oC)
Tr : Suhu jamur yang ingin dicapai (oC)
t : waktu transportasi (s)
Perhitungan panas respirasi jamur dilakukan menggunakan Persamaan 11.
Qrespirasi = m.r (11)
Dimana:
Q : Beban respirasi (W)
m : Masa produk (kg)
r : Laju respirasi (W kg-1)
Pendugaan panas akibat respirasi juga dapat menggunakan Persamaan 12.
QRespirasi = R x ρ x 61.2 x 4.186
kj
kcal x 1000 J x m
1000 kg
ton x 86400 detik/hari
(12)
Dimana:
Q : Beban respirasi (W)
m : Massa produk (kg)
: Massa jenis gas CO2 (g ml-1)
R : Laju respirasi (W kg-1)
Perhitungan beban panas akibat ventilasi dapat menggunakan Persamaan 13,
14, 15, dan 16 .
q= Cv x A x V (13)
Dimana:
q : Laju aliran udara (m3 detik-1)
Cv : Effectiveness dari bukaan (CV dianggap sama dengan 0.5 ~ 0.6
untuk angin yang tegak lurus)
A : Luas ventilasi ( m2)
V : kecepatan angin (m detik-1)
13
Qven sensibel
=1.10 x q x (To- Ti) (14)
Dimana:
Qven sensibel : Beban panas sensibel (Btu hr-1)
1.10 : Faktor kali untuk beban panas sensible
q : Laju aliran udara (cfm)
To : Temperatur udara luar (oF)
Ti : Temperatur udara ruangan (oF)
Qven Laten
= 4840 x q x (Wo- Wi) (15)
Dimana:
Qven Laten : Beban panas laten (Btu hr-1)
4840 : Faktor kali untuk beban panas laten
Cfm : Jumlah udara (cfm)
Wo : humidity ratio udara luar (lb lb-1)
Wi : humidity ratio udara ruangan (lb lb-1)
Qventilasi = Qven sensibel + Qven laten (16)
Dengan demikian, beban panas yang harus diserap oleh ice gel adalah
berdasarkan Persamaan 17.
QAll = QDinding Kemasan + QJamur + Qrespirasi (17)
Perhitungan kemampuan ice gel dalam menyerap panas dilakukan
menggunakan Persamaan 18 dan 19.
QIce gel (sensibel) = m.Cp (Ta- Tr)
t (18)
Dimana:
Q : Beban ice gel (W)
m : Masa ice gel (kg)
Cp : Panas spesifik Ice gel (J kg-1 oC)
Ta : Suhu awal (oC)
Tr : Suhu yang ingin dicapai (oC)
t : Waktu transportasi (s)
QIce gel (laten) = m.L
t (19)
Dimana:
m : Masa ice gel (kg)
L : Kalor Lebur (J/kg)
t : Waktu transportasi (s)
Dengan demikian, kemampuan ice gel dalam menyerap panas dihitung
berdasarkan Persamaan 20.
Qice gel = Qice gel (sensibel) + Qice gel (laten) (20)
14
Dari persamaan-persamaan diatas, maka dapat dihitung kebutuhan ice gel
dalam satu kemasan karton berdasarkan Persamaan 21.
Jumlah Kebutuhan Ice gel = QAll
Qice gel
(21)
Susunan posisi ice gel dalam kemasan karton dapat dilihat pada Gambar 3.
(a) (b)
Gambar 3 Susunan peletakan ice gel dalam kemasan karton (a) Susunan 1
(tampak atas) , (b) susunan 2 (tampak atas)
Mengukur Sebaran Suhu dalam Kemasan tanpa Beban
Pengukuran sebaran suhu dalam kemasan tanpa beban dilakukan untuk
mengetahui suhu terendah yang dapat dicapai oleh ice gel dalam kemasan tanpa
jamur. Diagram alir pengukuran sebaran suhu dalam kemasan tanpa beban dapat
dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Diagram alir pengukuran sebaran suhu dalam kemasan
Kemasan karton
Penempatan ice gel berdasarkan susunan 1 Penempatan ice gel berdasarkan susunan 2
Penempatan sensor thermocouple pada 8 titik dalam kemasan
Pengukuran sebaran suhu dalam kemasan
Selesai
Jamur dalam plastik PP perforasi
Ice gel
dinding kemasan
15
Pengukuran sebaran suhu dilakukan dengan menempatkan sensor
thermocouple pada beberapa titik dalam kemasan dan nilainya ditampilkan dalam
display hybrid recorder. Titik-titik penempatan sensor tersebut dapat dilihat pada
Gambar 5 dengan koordinat pada Tabel 5.
Gambar 5 Posisi titik pengukuran suhu dalam kemasan
Tabel 5 Koordinat titik-titik thermocouple
Titik
Sumbu (cm)
x y z
T1 8.75 33 18
T2 8.75 7 18
T3 41.25 33 18
T4 41.25 7 18
T5 17.5 14 6
T6 17.5 26 6
T7 32.5 26 6
T8 32.5 14 6
Mengukur Sebaran Suhu Jamur dalam Kemasan
Pengukuran sebaran suhu jamur dalam kemasan dilakukan untuk
mengetahui perubahan suhu jamur dalam kemasan ketika ice gel diaplikasikan
didalamnya. Diagram pengukuran sebaran suhu jamur tiram dapat dilihat pada
Gambar 6.
T6 T7
T5 T8
T1
1
T2
1
T3
1
T4
1
16
Gambar 6 Diagram pengukuran sebaran suhu jamur tiram
Mengukur Penurunan Mutu Jamur selama Transportasi dan Penyimpanan
Sementara
Jamur yang akan dimasukkan ke dalam kemasan karton, terlebih dahulu
dibungkus dengan plastik PP perforasi. Suhu jamur tiram dalam kemasan
dirancang agar suhu jamur turun hingga 15 oC selama masa transportasi yaitu
sekitar 2.5 jam. Setelah 2.5 jam masa transpotasi, jamur tiram disimpan pada suhu
15 oC dalam refrigerator hingga jamur tiram dinyatakan rusak. Pengukuran mutu
jamur dilakukan pada 2.5 jam pertama dan setiap hari hingga jamur rusak.
Diagram alir pengaplikasian ice gel dalam kemasan karton berventilasi pada
jamur tiram dapat dilihat pada Gambar 7.
Mulai
Pengemasan jamur dalam plastik perforasi dan kemasan karton berventilasi
Peletakan thermocouple pada jamur
Penyimpanan pada suhu ruang
Pengukuran sebaran suhu pada jamur tiram
Selesai
17
Gambar 7 Diagram alir pengaplikasian ice gel dalam kemasan karton berventilasi
pada jamur tiram
Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimantal Rancangan Acak
Kelompok Faktorial (RAKF) dengan kelompok berdasarkan waktu ulangan.
Kelompok waktu yang dimaksud adalah ulangan dari penelitian ini yang
dilakukan sebanyak 3 kali, sehingga ulangan dalam rancangan percobaan adalah
sebanyak satu kali. Rancangan ini dipilih karena alat dan bahan yang akan
digunakan terbatas, sehingga ulangan tidak dapat dilakukan sekaligus dalam
waktu yang sama.
Rancangan dalam penelitian ini menggunakan 2 faktor perlakuan. Faktor
perlakuan tersebut adalah penggunaan plastik PP perforasi (P) dan pemberian ice
gel dalam kemasan (G). Masing-masing taraf dari perlakuan tersebut adalah
menggunakan plastik PP perforasi 0.1% (P1) dan perforasi 0.3% (P2), posisi ice
gel susunan 1 (G1), posisi ice gel susunan 2 (G2), tanpa ice gel (G0). Adapun
kombinasi perlakuannya adalah P1G0, P1G1, P1G2, P2G0, P2G1 dan P2G2.
Berikut bagan kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.
Mulai
Pengambilan jamur tiram dari petani
Penimbangan jamur tiram per 250 gram
Pengemasan dengan plastik PP perforasi 0.1%
Pengemasan dengan plastik PP perforas 0.3%
Posisi ice gel susunan 1
Posisi ice gel susunan 2
Tanpa ice gelPosisi ice gel
susunan 2Tanpa ice gel
Pengamatan perubahan mutu jamur tiram1. Susut bobot2. Kadar air
3. Warna4. Tekstur
Analisa data
Selesai
Penyimpanan pada suhu 15oC
Pengamatan perubahan mutu jamur tiram1. Susut bobot2. Kadar air
3. Warna4. Tekstur
Posisi ice gel susunan 1
18
Tabel 6 Kombinasi perlakuan Rancangan Acak Kelompok Faktorial
Kelompok G0 G1 G2
P1 1 P1G0(1) P1G1(1) P1G2(1)
2 P1G0(2) P1G1(2) P1G2(2)
3 P1G0(3) P1G1(3) P1G2(3)
P2 1 P2G0(1) P2G1(1) P2G2(1)
2 P2G0(2) P2G1(2) P2G2(2)
3 P2G0(3) P2G1(3) P2G2(3)
Model umum dari rancangan percobaan tersebut adalah berdasarkan
Persamaan 22.
Yijk=µ+αi+βj+(αβ)ij+τk+εijk (22)
i = 1,2 ; j = 1,2,3 ; k =1,2,3
Dimana
Yijk : nilai hasil pengamatan pada faktor persentasi perforasi taraf ke-i, faktor
posisi ice gel taraf ke-j dan kelompok ke-k
µ : rataan umum
αi : pengaruh faktor persentase perforasi pada taraf ke-i
βj : pengaruh faktor pemberian ice gel pada taraf ke-j
(αβ)¬ij : interaksi dari faktor persentase perforasi dan factor pemberian ice gel
τk : pengaruh kelompok ke-k
εijk : galat percobaan
Uji statistik diawali dengan analisis sidik ragam untuk mengetahui pengaruh
dan interaksi perlakuan, serta dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test
(DMRT) sebagai penentu beda taraf nyata 5%.
Pengukuran Penurunan Parameter Mutu
Susut Bobot (AOAC 1990)
Pengukuran susut bobot dilakukan dengan menggunakan timbangan Mettler
PM-4800. Pengukuran terhadap susut bobot ditentukan menggunakan metode
gravimetri yaitu berdasarkan persentase penurunan bobot bahan sejak awal sampai
akhir penyimpanan, dengan mengunakan Persamaan 22.
Susus Bobot %=w-wa
w x 100 % (23)
Dimana :
W : Bobot bahan awal penyimpanan (g)
Wa : Bobot bahan akhir penyimpanan (g) hari ke –n
19
Kadar Air (AOAC 2000)
Cawan yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu dalam oven,
didinginkan lalu ditimbang. Sampel sebanyak 2 gram ditimbang, dalam cawan,
lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 105-110 oC hingga berat konstan,
didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Kadar air dihitung berdasarkan
Persamaan 23
Kadar air (% BB) = A - B
C x 100% (24)
Dimana:
A : Bobot wadah dan contoh sebelum dikeringkan (g)
B : Bobot wadah dan contoh setelah dikeringkan (g)
C : Bobot contoh (g)
Warna
Pengukuran perubahan warna dilakukan dengan menggunakan alat
Chromameter Minolta tipe CR-400. Chromameter adalah alat pengukur model
genggam portable yang didesain untuk mengevaluasi warna suatu objek. Sensor
cahaya dari alat tersebut ditempelkan pada tudung jamur kemudian niainya akan
terbaca pada layar. Melalui alat ini akan diperoleh tingkat intensitas cahaya
dengan sistem notasi warna Hunter dalam bentuk 3 parameter yaitu L*, a* dan b*.
Nilai L* menunjukkan tingkat kecerahan [L*= 0 (hitam) dan L*=100 (putih)].
Nilai a* terdiri dari +a* yang menunjukkan warna merah dengan nilai 0 hingga 60,
sedangkan –a* menunjukkan warna hijau dengan nilai 0 hingga -60. Nilai b*
terdiri dari +b* yang menunjukkan warna kuning dengan nilai 0 hingga 60, serta
nilai –b* yang menunjukkan warna biru dengan nilai 0 hingga -60 (Yong Wang et
al. 2006) .
Kuat Tarik
Pengukuran kuat tarik jamur dilakukan dengan menggunakan Universal
Testing Machine (UTM) Load Frames WDW – 20E yang terhubung dengan
komputer. Pengukuran ini dilakukan untuk evaluasi karakteristik mekanik dimana
alat tersebut akan menarik potongan bagian tudung jamur (± 5 cm x 2 cm) yang
searah serat hingga robek. Pengaturan alat tersebut yaitu beban maksimum 0.25
kN dengan kecepatan penarikan 50 mm/menit yang dilakukan tiga kali ulangan.
Data yang diperoleh merupakan besaran gaya dalam satuan N yang menyebabkan
tudung jamur robek. Besarnya gaya tersebut akan terbaca secara otomatis dalam
komputer.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Perancangan Simulasi Transportasi
Pendistribusian jamur tiram dilakukan ke berbagai tempat baik itu pasar
tradisional ataupun moderen. Waktu tempuh dari kumbung jamur ke tempat-
20
tempat penjualan berlangsung 1 - 3 jam, meskipun ada beberapa tempat yang
lebih jauh sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dari 3 jam. Waktu yang
dirancang untuk menjaga suhu tetap rendah selama jamur ditransportasikan adalah
2.5 jam. Rentang waktu tersebut dipilih berdasarkan waktu tempuh yang
umumnya dilakukan oleh para pengumpul.
Komoditas pertanian masih mengalami proses metabolisme setelah panen
yaitu respirasi dan transpirasi. Rajarathnam (1983) menyatakan jamur tiram
setelah dilakukan pemanenan masih melakukan metabolisme yaitu dengan
memanfaatkan cadangan makanan yang ada didalamnya. Jamur segar setelah
panen memiliki tingkat aktivitas metabolik yang tinggi yang akan mempercepat
penurunan kualitas dan menyebabkan kerusakan. Cahya (2014) dari hasil
penelitiannya menunjukkan pada 5 jam pertama jamur segar tanpa pengemasan
dan perlakuan yang disimpan pada suhu ruang mengalami laju respirasi yang lebih
tinggi dibandingkan jamur tiram dengan kemasan PP dan perlakuan suhu rendah.
Jamur yang disimpan pada suhu 20 oC mengalami laju transpirasi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan jamur yang disimpan pada suhu 4 oC dan 12 oC (Rux
2015). Laju respirasi dan transpirasi yang tinggi pada jamur segar setelah
pemanenan akan mempercepat penurunan mutu dan terjadinya kerusakan. Oleh
karena itu pemberian perlakuan dingin pada awal setelah pemanenan sangat
penting dilakukan agar mutu jamur dapat dipertahankan dan kerusakan dapat
diperlambat.
Salah satu faktor yang berpengaruh pada proses metabolisme yaitu suhu.
Penurunan suhu dalam waktu 2.5 jam masa transportasi akan berdampak pada
kulitas jamur setelah transportasi maupun saat penyimpanan sementara. Suhu
ruang penyimpanan yang lebih rendah dari pada suhu lingkungan dapat
memperlambat proses metabolisme. Semakin lambat proses metabolisme,
semakin lambat pula penurunan kualitas bahan. Menurut Camelo (2004) suhu
yang biasa digunakan untuk menyimpan sayur dan buah adalah 15 oC. Suhu
kemasan jamur tiram dalam penelitian ini diharapkan lebih rendah dibandingkan
dengan suhu lingkungan. Kemasan dingin ini dirancang untuk menurunkan suhu
jamur tiram hingga kisaran 15 oC. Penurunan suhu jamur tiram hingga 15 oC
didapat dari pengaplikasian ice gel dalam jumlah dan posisi yang telah ditentukan.
Jamur tiram yang telah sampai di pasar tradisional maupun moderen akan
mengalami masa penyimpanan sementara, yaitu waktu mulai diterimanya jamur
tiram oleh penjual hingga berada di tangan konsumen. Penjualan jamur tiram di
pasar modern biasanya disimpan pada pendingin terbuka (showcase).
Penyimpanan sementara dirancang dengan menyimpan jamur tiram pada
refrigerator dengan suhu 15 oC setelah simulasi waktu transportasi dilakukan
hingga jamur tiram rusak.
Perancangan Kemasan
Kemasan plastik PP digunakan untuk mengemas jamur tiram per 250 g.
Dimensi kemasan jamur yang digunakan sudah umum tersedia di pasar yaitu
berukuran 30 cm x 18 cm x 0.3 cm. Perforasi yang digunakan berdiameter 5 mm
dengan persentase perforasi sebesar 0.1% dan 0.3% yaitu sebanyak 6 dan 14
lubang. Perhitungan jumlah perforasi dapat dilihat pada Lampiran 1. Masing-
masing lubang perforasi berada di bagian tengah kemasan. Penggunaan perforasi
21
bertujuan untuk meloloskan uap air dan menjaga agar tidak terbentuknya bau yang
tidak diinginkan. Fandoz (2006) menyatakan penggunaan plastik non-perforasi
menyebabkan O2 semakin berkurang hingga dibawah 2% dan menyebabkan jamur
berespirasi secara anaerob. Proses respirasi anaerob menyebabkan terjadinya
akumulasi etanol dan acetaldehid dan mengeluarkan bau yang tidak sedap karena
adanya patogen anaerob.
Kemasan berbahan karton gelombang dirancang sebagai kemasan sekunder
untuk wadah kemasan ritel jamur (250 gram/pak) sebanyak 12 kemasan (3 kg)
ditambah 4 buah ice gel. Kemasan karton tersebut dibentuk dengan tipe RSC
dengan lapisan lilin dibagian dalam kemasan dan diberi ventilasi berbentuk
oblong. Tipe RSC merupakan kemasan distribusi yang paling banyak digunakan
karena memiliki bentuk yang sederhana dan ekonomis dalam penggunaan material,
bahan yang digunakan minimal tetapi volumenya maksimal (Kusniati 2011).
Lapisan lillin berguna untuk menahan daya serap terhadar air sehingga tidak
mudah basah. Menurut Rhim (2007), sebuah penghalang uap air atau sifat kedap
air dapat diperoleh dengan mengubah wettability dari permukaan kemasan karton
dengan menggunakan pelapisan dengan bahan hidrofobik seperti lilin. Hasil
perhitungan pada Lampiran 2 didapatkan dimensi karton 47.5 cm x 37.5 cm x
23.7 cm. Dimensi tersebut disesuaikan kembali dengan ukuran kemasan menurut
Modularization, Unitization, and Metrication (MUM) sehingga dimensi karton
yang dipakai adalah 50 cm x 40 cm x 24 cm dengan efisiensi penggunaan areal
palet sebesar 100%.
Ventilasi kemasan karton yang dipilih adalah berbentuk oblong (oval).
Jumlah ventilasi oval pada kemasan karton adalah sebanyak 6 lubang dengan
masing-masing lubang sebesar 13.87 cm2. Satu lubang berada pada masing-
masing sisi bagian lebar yang berfungsi pula sebagai pegangan saat kemasan
diangkat, dan dua lubang berada pada masing-masing sisi bagian panjang
kemasan. Perhitungan luas kemasan dapat dilihat pada Lampiran 3. Desain
kemasan karton dapat dilihat pada Lampiran 4. Gambar kemasan karton yang
telah dibentuk dapat dilihat pada Gambar 8.
(a) (b)
Gambar 8 Kemasan karton (a) tampak luar (b) tampak dalam dengan lapisan lilin
bagian dalam kemasan
22
Menentukan Kebutuhan Ice Gel
Ice gel dibutuhkan untuk menurunkan suhu jamur tiram hingga 15 oC dalam
rentang waktu 2.5 jam. Kemasan karton berlapis lilin dengan dimensi 50 cm x 40
cm x 24 cm telah dirancang untuk mengaplikasikan ice gel pada jamur tiram.
Berdasarkan perancangan tersebut, penentuan kebutuhan ice gel dipengaruhi oleh
besarnya beban panas dinding kemasan, ventilasi kemasan, jamur tiram dan
respirasi jamur tiram.
Beban panas dari kemasan dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konduktivitas
panas dan dimensi kemasan. Ice gel dapat menurunkan suhu dalam kemasan
menjadi lebih rendah dibandingkan suhu lingkungan sehingga mengakibatkan
terjadinya perbedaan suhu antara lingkungan dan dalam kemasan. Panas dari suhu
lingkungan luar akan menembus dinding kemasan dari bagian luar ke dalam.
Besarnya panas yang dapat menembus dinding kemasan dipengaruhi oleh
konduktivitas panas kemasan. Konduktifitas panas merupakan suatu nilai
konstanta dari suatu bahan yang menunjukkan kemampuan untuk mentransfer
kalor dan dapat memberikan keterangan ketahanan panas dari suatu benda
(Wibowo 2008). Semakin besar konduktivitas panas kemasan, panas yang
menembus dinding kemasan pun semakin besar. Konduktivitas panas kemasan
karton adalah 0.078 W m-1 oC-1.
Pindah panas yang terjadi dari lingkungan luar ke bagian dalam kemasan
adalah pindah panas secara konveksi dan konduksi. Panas dari udara luar mengalir
secara konveksi ke permukaan dinding bagian luar. Dari permukaan dinding luar
hingga permukaan dinding kemasan bagian dalam panas mengalir secara konduksi,
sedangkan dari dinding kemasan bagian dalam panas kembali mengalir secara
konveksi hingga ke dalam ruang kemasan. Berdasarkan hasil perhitungan panas
kemasan karton adalah sebesar 19.64 W
Kemasan karton diberi ventilasi sebesar 1% dari total luas permukaan
kemasan. Ventilasi ini akan mengalirkan panas dari lingkungan ke dalam kemasan
karena panas mengalir dari suhu yang lebih tinggi ke suhu yang lebih rendah.
Besarnya panas yang masuk melalui ventilasi ditentukan oleh besarnya kecepatan
angin pada inlet dan luas ventilasi. Panas ventilasi adalah sebesar 42.61 W.
Beban panas jamur tiram dipengaruhi oleh besarnya nilai panas spesifik
(Cp) dan massa jamur tiram. Dengan panas spesfik sebesar 3400 J kg-1 oC-1
(ASHRAE 1999) maka beban panas jamur tiram yang dihasilkan adalah sebesar
14.1 W.
Jamur tiram masih melangsungkan proses metabolisme setelah panen yaitu
respirasi. Laju respirasi jamur tiram berdasarkan hasil pengukuran pada suhu
ruang menghasilkan CO2 sebesar 707.315 mg kg-1 jam-1. Beban panas yang
diperoleh dari adanya proses respirasi dalam bahan dipengaruhi oleh besarnya laju
respirasi bahan. Laju respirasi jamur tiram termasuk sangat tinggi sehingga beban
panas yang dihasilkan dari respirasi jamur tiram pun cukup besar. Berdasarkan
hasil perhitungan, beban respirasi jamur tiram adalah sebesar 6.3 W.
Total beban panas yang harus diserap ice gel adalah sebesar 69.8 W, dimana
beban panas paling tinggi dihasilkan dari panas ventilasi kemasan. Kemampuan
ice gel sebagai sumber dingin dalam menyerap panas dihitung berdasarkan panas
sensibel dan panas laten ice gel. Hasil perhitungan didapat besarnya panas ice gel
adalah 32.75 W.
23
Ice gel yang dibutuhkan untuk menurunkan suhu dalam kemasan didapat
dari besarnya panas yang dilepaskan dibagi dengan besarnya panas yang dapat
diserap oleh ice gel. Hasil yang didapat adalah 2.52 kg ice gel. Untuk membuat
lempengan ice gel repack maka total jumlah ice gel dibagi 4 buah lempeng sesuai
dengan letak susunan ice gel, sehingga didapat satu kemasan repack adalah
sebesar 0.63 kg ice gel. Nilai beban panas dari masing-masing sumber panas
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Hasil perhitungan beban panas
Sumber panas Nilai beban panas
Dinding kemasan karton 19.64 W
Ventilasi kemasan karton 42.61 W
Jamur tiram 14.1 W
Respirasi jamur tiram 6.3 W
Ice gel 32.75 W
Karakteristik Ice Gel
Ice gel yang dijual di pasar umumnya tersedia dalam dimensi 30 cm x 15
cm x 3 cm dengan berat 1 kg per kemasan. Dalam penelitian ini ice gel dikemas
ulang menjadi 0.63 kg per kemasan dengan dimensi 24 cm x 20 cm x 1.3 cm. Ice
gel original dan hasil repack dapat dilihat pada Gambar 9.
(a) (b)
Gambar 9 Ice gel (a) original (b) hasil repack
Perubahan fase ice gel hasil re-pack dari fase padat hingga fase cair pada
suhu ruang dapat dilihat pada Gambar 10.
24
Gambar 10 Grafik pengukuran suhu selama perubahan wujud ice gel dari beku
hingga mencair
Gambar 8 memperlihatkan bahwa suhu beku ice gel re-pack adalah -11.3 oC
dan mencair pada suhu leleh -0.2 oC. Suhu awal beku ice gel adalah suhu ice gel
pada kondisi beku saat mulai diaplikasikan pada jamur dalam kemasan karton.
Sedangkan suhu leleh adalah suhu ice gel pada saat mulai mencair hingga mencair
keseluruhan. Suhu dibawah -0.2 oC dapat dipertahankan selama 50 menit, setelah
itu ice gel pun mencair dan suhunya kembali meningkat. Peningkatan suhu dari -
0.2 oC hingga 15 oC berlangsung selama 5 jam.
Ice gel yang digunakan dalam penelitian Nurkusumaprama (2014) adalah
ice gel original (tanpa repack) namun memiliki merek yang sama. Dimensi
kemasan ice gel tersebut adalah 30 cm x 15 cm x 3 dengan suhu beku -7 oC dan
titik leleh pada suhu 0 oC. Suhu beku ice gel re-pack lebih rendah dibandingkan
ice gel original dengan suhu leleh yang lebih rendah pula sehingga lebih cepat
mencair. Hal ini dikarenakan permukaan ice gel repack yang lebih luas dengan
volume yang lebih kecil sehingga mudah mencair. Dengan demikian ice gel re-
pack memliki potensi untuk menurunkan suhu jamur lebih cepat.
Singh et al. (2008) mengatakan bentuk ice gel sangat berperan penting
dalam pendinginan produk. Ice gel dengan permukaan yang luas dan volume kecil
akan mencair lebih cepat tetapi produk akan tetap dingin. Sedangkan ice gel
dengan permukaan yang kecil dan volume besar, ice gel bertahan lebih lama,
namun produk tidak akan dingin dalam waktu yang lama. Perbandingan
karakteristik ice gel yang digunakan dalam penelitian Nurkusumaprama (2014)
dengan hasil re-pack dapat dilihat pada Tabel 8.
Sebaran Suhu dalam Kemasan tanpa Beban
Makna kemasan tanpa beban adalah kemasan karton tanpa jamur tiram di
dalamnya. Ice gel diletakkan sesuai dengan susunan 1 dan susunan 2, kemudian
pengukuran suhu ruang kemasan tanpa beban dilakukan dengan menempatkan
thermocouple pada beberapa titik dalam ruang kemasan seperti pada Gambar 5.
Sebaran suhu dalam kemasan dapat dilihat pada Gambar 11.
-15-10
-505
101520253035
0 500 1000 1500
Suhu (
°C)
Waktu (menit)
25
Tabel 8 Perbandingan karateristik ice gel
No Karakteristik Re-pack Non-re-pack a
1 Berat dalam bentuk
padat (gram)
630 1095.5
2 Dimensi 24 cm x 20 cm x 1.3 cm 30 cm x 15 cm x 3 cm
3 Suhu awal beku (oC) -11.3 -7
4 Suhu leleh (oC) -0.2 0
5 Waktu hingga ice
mencair keseluruhan
(menit)
± 20 ± 360
a Sumber: Nurkusumaprama (2014)
Pola yang sama diperlihatkan oleh susunan 1 dan susunan 2, yaitu pada
bagian tepi kemasan (T1, T2, T3, T4) menunjukkan suhu yang lebih tinggi
dibandingkan dengan bagian tengah kemasan (T5, T6, T7, T8). Suhu bagian tepi
kemasan pada susunan 1 menurun hingga 11.3 oC, sedangkan suhu bagian tengah
kemasan menurun hingga 8.6 oC. Kemasan dengan susunan 2 dapat menurunkan
suhu bagian tepi kemasan hingga 10.9 oC dan tengah kemasan hingga 5.9 oC.
Posisi ice gel dengan susunan 2 dalam kemasan tanpa beban dapat menurunkan
suhu lebih rendah dibandingkan susunan 1.
Penurunan suhu dalam kemasan terjadi karena adanya pindah panas secara
konveksi. Udara panas dengan massa jenis yang lebih rendah akan bergerak
kebagian atas dan digantikan oleh udara dingin dari ice gel yang memiliki massa
jenis lebih tinggi. Posisi ice gel susunan 2 dengan dua buah ice gel yang
diletakkan di bagian atas mempermudah terjadinya pindah panas secara konveksi
sehingga suhu kemasan dengan susunan 2 lebih rendah dibanding susunan 1.
Delele et al. (2013) menyatakan bagian yang terdekat dengan ventilasi
kemasan lebih mudah terpengaruh dengan suhu lingkungan dibandingkan dengan
bagian tengah kemasan. Hal ini pula dikarenakan suhu pada tepi kemasan masih
terpengaruh dengan beban panas dari dinding kemasan yang secara tidak langsung
dipengaruhi pula oleh suhu lingkungan.
Sebaran suhu rata-rata dalam kemasan tanpa beban diperlihatkan oleh
Gambar 12. Penurunan suhu hingga titik terendah didapat pada 5 menit pertama
dan setelah itu kembali meningkat. Suhu dibawah 15 oC dapat bertahan selama
160 menit pada susunan 2, lebih lama dibandingkan dengan susunan 1 yang hanya
dapat bertahan 105 menit.
26
(a)
(b)
Gambar 11 Pola sebaran suhu dalam kemasan tanpa beban dengan posisi ice gel
(a) susunan 1 (b) susunan 2
Gambar 12 Sebaran suhu rata-rata dalam kemasan tanpa beban
Aplikasi Ice Gel untuk Jamur Tiram
Ice gel sebanyak 4 buah dengan berat masing-masing 0.63 kg diaplikasikan
pada jamur tiram dalam plastik berperforasi dengan masing-masing berat per
plastik adalah 0.25 kg sebanyak 12 bungkus (3kg). Pengukuran suhu dilakukan
pada bagian batang karena batang adalah bagian yang paling tebal dan diduga
akan mengalami penurunan suhu yang lebih lama.
0
5
10
15
20
25
30
0 200 400 600
Suhu (
°C)
Waktu (menit)
T1
T2
T3
T4
T5
T6
T7
0
5
10
15
20
25
30
0 200 400 600
Suhu (
°C)
Waktu (menit)
T1
T2
T3
T4
T5
T6
T7
T8
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
0 200 400 600
Suhu (
°C)
Waktu (menit)
Susunan 1
Susunan 2
27
0
10
20
30
40
0 24 48 72
Suhu (
°C)
Waktu (jam)
F H J
0
10
20
30
40
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Suhu (
°C)
Waktu (jam)F H J
0
10
20
30
40
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Suhu (
°C)
Waktu (jam)
F H J
0
10
20
30
40
0 24 48 72
Suhu (
°C)
Waktu (jam)F H J
Pengukuran suhu jamur dilakukan dengan menggunakan termocouple yang
ditempatkan pada beberapa titik yaitu jamur tiram yang berada pada plastik F
(atas), J (bawah) dan H (tengah). Posisi peletakkan plastik jamur tiram dalam
kemasan karton dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 Letak plastik jamur tiram dalam kemasan karton
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 14 Pola sebaran suhu jamur tiram dalam plastik F, H dan J pada
perlakuan (a) P1G0 selama 72 jam (b) P1G0 selama 2.5 jam
pertama (c) P2G0 selama 72 jam (d) P2G0 selama 2.5 jam
pertama
28
0
10
20
30
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Suhu (
°C)
Waktu (jam)F H J
0
10
20
30
0 24 48 72
Suhu (
°C)
Waktu (jam)
F H J
0
10
20
30
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Suhu (
°C)
Waktu (jam)F H J
0
10
20
30
0 24 48 72
Suhu (
°C)
Waktu (jam)F H J
Selama 2.5 jam masa transportasi suhu rata-rata jamur P1G0 pada Gambar
14b mengalami peningkatan dari 27.5 oC hingga 29.5 oC. Peningkatan suhu jamur
dikarenakan perlakuan P1G0 tidak mendapatkan perlakuan dingin dari ice gel,
sehingga laju respirasi jamur semakin meningkat dan panas yang dihasilkan pun
meningkat. Perlakuan P2G0 pada Gambar 14d mengalami pola yang sama dengan
perlakuan P1G0 karena sama-sama tidak mendapat perlakuan ice gel. Suhu rata-
rata jamur pada perlakuan P2G0 meningkat dalam 2.5 jam dari 28.9 oC – 31.7 oC.
Perlakuan P1G1 pada Gambar 15b mengalami penurunan suhu dalam 2.5
jam. Pemberian ice gel pada P1G1 mampu menurunkan suhu jamur rata-rata 28.4 oC – 18.8 oC. Bagian suhu jamur paling rendah berada pada plastik J (bawah)
dengan penurunan suhu hingga 16.7 oC. Suhu jamur pada plastik H menurun
hingga 18.3 oC dan suhu jamur pada plastik F menurun hingga 21.6 oC. Pola yang
sama terjadi pada perlakuan P2G1 pada Gambar 15d, dimana terjadi penurunan
suhu jamur dalam 2.5 jam dan suhu terendah berada pada jamur bagian plastik J
yaitu 16.1 oC. Suhu jamur pada plastik H menurun hingga 17.1 oC dan suhu jamur
pada plastik F menurun hingga 20.5 oC.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 15 Pola sebaran suhu jamur tiram dalam plastik F, H dan J pada
perlakuan (a) P1G1 selama 72 jam (b) P1G1 selama 2.5 jam
pertama (c) P2G1 selama 72 jam (d) P2G1 selama 2.5 jam
pertama
Ice gel pada perlakuan P1G1 dan P2G1 diletakkan berdasarkan susunan 1,
dimana ice gel menjadi sekat antar jamur. Ice gel mengalami pencairan karena
menyerap panas dari udara yang ada di dalam kemasan dan sebagian lagi
menyerap panas dari jamur. Ketika panas udara dalam kemasan diserap oleh ice
29
0
10
20
30
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Suhu (
°C)
Waktu (jam)F H J
0
10
20
30
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Suhu (
°C)
Waktu (jam)F H J
0
10
20
30
40
0 24 48 72
Suhu (
°C)
Waktu (jam)F H J
0
5
10
15
20
25
30
0 24 48 72
Suhu (
°C)
Waktu (jam)
F H J
gel, maka proses pindah panas terjadi secara konveksi dan ketika sebagian
permukaan ice gel bersentuhan langsung dengan jamur, maka pindah panas terjadi
secara konduksi. Udara yang suhunya mulai menurun memiliki massa jenis yang
lebih besar dibandingkan suhu udara yang lebih tinggi, sehingga udara dengan
suhu yang lebih rendah akan turun ke bagian bawah dan dapat mendinginkan
jamur yang berada dibagian bawah. Jamur yang telah mengalami penurunan suhu
akan menyerap panas jamur yang berada dibagian atasnya sehingga terjadi pindah
panas secara konduksi. Dengan demikian suhu jamur bagian bawah lebih rendah
dibandingkan dengan suhu jamur yang berada diatasnya.
(a) (b)
(b) (d)
Gambar 16 Pola sebaran suhu jamur tiram dalam plastik F, H dan J pada
perlakuan (a) P1G2 selama 72 jam (b) P1G2 2.5 jam pertama (c)
P2G2 selama 72 jam (d) P2G2 selama 2.5 jam pertama
Penurunan suhu jamur dalam 2.5 jam terjadi pula pada perlakuan P1G2
pada Gambar 16b dan P2G2 pada Gambar 16d dengan posisi ice gel susunan 2.
Suhu jamur pada perlakuan P1G2 menurun hingga 12.2 oC yaitu pada jamur
bagian atas (plastik F). Penurunan suhu jamur hingga 17.4 oC terjadi pada jamur
di plastik J dan penurunan suhu hingga 21.8 oC terjadi pada jamur di plastik H.
Pola yang sama terjadi pada perlakuan P2G2, dimana suhu terendah hingga 11 oC
berada pada jamur bagian F. Suhu jamur bagian J dan H masing masing menurun
hingga 18.8 oC dan 21.0 oC.
30
Dua kemasan ice gel yang berada di bagian atas jamur bersentuhan langsung
dengan jamur tiram. Besarnya luas permukaan ice gel yang bersentuhan dengan
jamur mengakibatkan banyaknya jumlah panas dari jamur yang diserap oleh ice
gel. Hal ini terlihat dari adanya penurunan suhu jamur hingga dibawah 15 oC pada
jamur bagian atas (plastik F). Hal ini serupa dengan hasil pengujian pada kemasan
ikan loin filet dengan meletakkan gel pack dibagian atas, dimana suhu paling
rendah berada pada ikan bagian atas (Margeirsson et. al 2011). Dua kemasan ice
gel lainnya yang berada di bagian terpanjang kemasan akan menyerap panas udara
dalam kemasan, sehingga udara dengan suhu yang lebih rendah akan turun ke
bawah dan mendinginkan jamur bagian bawah (J). Dengan demikian suhu jamur
paling rendah berada pada bagian atas (plastik F), diikuti oleh suhu jamur bagian
bawah (plastik J), dan suhu jamur paling tinggi berada di bagian tengah (plastik
H).
Laju penurunan suhu jamur pada perlakuan P2G1 lebih cepat dibanding
P1G1 dan P2G2 lebih cepat dibanding P1G2. Dalam waktu 15 menit, perlakuan
jamur P2G1 pada plastik F dengan suhu awal 28.5 oC menurun hingga 25 oC,
sedangkan jamur P1G1 pada plastik F dengan suhu awal 28.6 oC menurun hingga
25.9 oC. Suhu jamur awal P1G2 adalah 28.3 oC dapat menurun hingga 17.9 oC
pada menit ke 30. Sedangkan suhu awal P2G2 yang lebih tinggi dari P1G2 yaitu
29.5 oC dapat menurun ke titik yang lebih rendah yaitu 16.9 oC. Hal ini diduga
karena adanya pengaruh perforasi. Perforasi yang lebih besar akan mempermudah
proses pindah panas antara ice gel dengan jamur, sehingga suhu jamur lebih cepat
menurun. Arianto (2013) menyatakan adanya lubang pada plastik memungkinkan
udara untuk masuk dan penurunkan suhu dalam plastik.
Gambar 17 Grafik rata-rata suhu jamur seluruh perlakuan
Hasil rata-rata pengukuran suhu jamur terlihat pada Gambar 17. Pada 2.5
jam pertama, suhu paling rendah ditunjukkan oleh perlakuan P2G2 pada suhu
16.9 oC. Setelah itu diikuti oleh perlakuan P1G2 pada suhu 17.1 oC, P2G1 pada
suhu 17.9 oC dan P1G1 pada suhu 18.8oC.
Hasil pengukuran suhu pada seluruh perlakuan menunjukkan bahwa suhu
jamur tiram tidak tercapai hingga 15 oC dalam waktu 2.5 jam. Suhu dingin masih
terakumulasi pada jamur tiram dibagian tertentu saja, seperti suhu dingin pada
perlakuan P1G2 dan P2G2 yang masih terakumulasi pada jamur bagian atas
(plastik F). Penurunan suhu dalam 2.5 jam menjadi sangat penting karena akan
berpengaruh pada kualitas jamur setelah transportasi dan penyimpanan sementara.
0
10
20
30
40
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Suhu (
°C)
Waktu (jam)
P1G0
P2G0
P1G1
P2G1
P1G2
P2G2
31
0
2
4
6
8
10
0 24 48 72
Susu
st B
ob
ot
(%)
Waktu (jam)
P1G0
P1G1
P1G2
P2G0
P2G1
P2G2
Susut Bobot
Salah satu faktor yang mengindikasikan adanya penurunan mutu bahan
adalah susut bobot. Grafik perubahahan susut bobot dapat dilihat pada Gambar 18.
Berdasarkan hasil penelitian, persentase susut bobot meningkat seiring dengan
lamanya penyimpanan. Setelah 2.5 jam waktu transportasi, persentase susut bobot
pada berbagai perlakuan berkisar antara 0.72% - 1.91%. Persentase susut bobot
terus meningkat hingga akhir penyimpanan pada jam ke-72 yaitu berkisar antara
4.54 % - 8.19 %. Persentase susut bobot terendah terjadi pada perlakuan P1G2,
sedangkan persentase tertinggi terjadi pada perlakuan P1G0.
Peningkatan susut bobot erat kaitannya dengan kondisi suhu penyimpanan.
Perlakuan P1G0 dan P2G0 tidak diberi ice gel sehingga suhu jamur dalam
kemasan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu jamur pada ke-empat perlakuan
lainnya yang diberi ice gel (P1G1, P1G2, P2G1, P2G2). Persentase susut bobot
pada perlakuan yang tidak diberi ice gel lebih besar dibandingkan dengan
perlakuan yang diberi ice gel. Dengan demikian pada suhu jamur yang lebih tinggi,
persentase susut bobot lebih besar dibandingkan pada jamur tiram pada suhu
rendah. Cahya (2014) meyatakan jamur tiram dalam kemasan PP yang disimpan
pada suhu ruang mengalami penurunan bobot yang lebih cepat dibandingkan
dengan jamur tiram yang disimpan pada suhu rendah.
Hasil sidik ragam pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa pemberian ice gel
berpengaruh secara nyata terhadap perubahan susut bobot pada 2.5 jam, 24 jam,
48 jam dan 72 jam. Hasil uji lanjut pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa jamur
yang diberi ice gel berbeda nyata dengan jamur yang tidak diberi ice gel.
Sementara empat perlakuan yang diberi ice gel tidak berbeda nyata.
Kondisi suhu penyimpanan akan berpengaruh pada proses metabolisme
yaitu respirasi dan transpirasi. Suhu yang tinggi akan menyebabkan laju respirasi
dan transpirasi yang semakin cepat. Substrat dalam jamur tiram akan semakin
banyak dirombak menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana seperti gas CO2,
uap air, dan energi. Perombakan tersebut berdampak pada penurunan bobot bahan.
Sebaliknya, suhu rendah akan memperlambat reaksi metabolisme sehingga susut
bobot bahan dapat ditekan.
Gambar 18 Grafik susut bobot selama 72 jam
32
75
80
85
90
95
0 24 48 72
Kec
erah
an (
*L
)
Waktu (jam)
P1G0
P1G1
P1G2
P2G0
P2G1
P2G2
0
5
10
15
0 24 48 72
per
ub
ahan
*L
(%
)
Waktu (jam)
P1G0
P1G1
P1G2
P2G0
P2G1
P2G2
Warna
Warna jamur tiram direpresentasikan oleh nilai L yaitu tingkat kecerahan.
Nilai L yang semakin rendah menunjukkan warna jamur tiram yang semakin tidak
putih (menuju hitam). Pengamatan terhadap warna jamur tiram dianggap sangat
penting karena pada saat konsumen akan membeli jamur tiram, hal pertama yang
menjadi pertimbangan dalam membeli jamur tiram adalah warna.
Perubahan tingkat kecerahan dan persentasi perubahan kecerahan jamur
dapat dilihat pada Gambar 19 dan Gambar 20. Jamur pada seluruh perlakuan
mengalami penurunan tingkat kecerahan. Kecerahan jamur tiram pada 2.5 jam
berkisar antara 90.0-91.4 dan terrmasuk dalam kategori sangat baik. Namun
setelah penyimpanan hingga jam ke-72, kecerahan jamur semakin menurun
hingga berkisar antara 79.87 - 84.4.
Menurut Gormley (1975) dalam Rai (2008), nilai kecerahan jamur dapat
dibagi ke dalam 6 kelompok yaitu nilai 93-100 merupakan kategori sempurna,
nilai 90-93 termasuk kategori sangat baik, nilai 86-89 termasuk kategori baik,
nilai 80-85 termasuk kategori masih dapat diterima, dan nilai 69-79 termasuk
kategori buruk sementara nilai dibawah 69 termasuk kategori sangat buruk.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat kecerahan paling rendah diakhir
penyimpanan dengan laju penurunan kecerahan paling tinggi berada pada jamur
dengan perlakuan P2G0 yaitu dengan nilai kecerahan 91.49 pada jam ke-2.5 dan
menurun hingga 79.87 pada jam ke-72. Sedangkan laju penurunan kecerahan yang
paling rendah berada pada perlakuan P2G2 dengan nilai kecerahan 90.1 pada jam
ke-2.5 dan menurun hingga jam ke-72 dengan nilai 82.89.
Gambar 19 Grafik perubahan mutu warna berdasarkan kecerahannya (*L)
Gambar 20 Grafik persentase perubahan kecerahan jamur
33
Berdasarkan analisis sidik ragam, pada 2.5 jam pertama pemberian ice gel
dan jumlah perforasi pada kemasan plastik tidak berpengaruh nyata. Namun
setelah 24 jam pemberian ice gel berpengaruh nyata pada perubahan kecerahan
jamur tiram. Jamur tanpa pemberian ice gel berbeda nyata dengan jamur yang
diberi ice gel. Analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 4.
Perubahan tingkat kecerahan jamur menunjukkan jamur semakin mendekati
warna coklat (pencoklatan). Pencoklatan ini terjadi karena adanya reaksi
enzimatis dan non-enzimatis (reaksi Mailard). Proses pencoklatan enzimatis akan
terjadi apabila adanya reaksi antara enzim fenol oksidase dan oksigen dengan
senyawa fenol sebagai substrat (Cheng 2005). Aktivitas enzim Polypenol Oxidase
(PPO) dengan bantuan oksigen akan mengubah gugus monophenol menjadi O-
hidroksi phenol, yang selanjutnya diubah lagi menjadi O-kuinon. Gugus O-kuinon
ini yang akan membentuk warna coklat. Menurut Pratama (2013), kerusakan
jamur yang terjadi karena enzim polifenolase yang dipengaruhi udara
menunjukkan keluarnya lendir pada tubuh jamur, perubahan warna menjadi
kecoklatan dan keluarnya bau yang tidak enak.
Reaksi non-enzimatik meliputi karamelisasi, reaksi Maillard dan
pencoklatan akibat vitamin C. Namun dalam jamur reaksi non-enzimatik ini
diduga terjadi karena adanya reaksi Maillard. Reaksi Maillard adalah reaksi kimia
antara gula pereduksi dan senyawa amino yang terjadi selama penyimpanan.
Variabel utama yang mempengaruhi reaksi Mailard adalah suhu dan waktu yang
tergantung pada pH, aktivitas air dan jenis reaktan pada produk (Jaeger 2010).
Selain reaksi dan non-enzimatis diatas, pencoklatan dapat pula terjadi
karena adanya mikroorganisme. Dengan adanya luka bekas sayatan pada saat
membersihkan jamur ataupun karena adanya perubahan kadar air maka akan
memicu mikroorganisme tumbuh pada jamur dan mempengaruhi warna jamur.
Menurut Handayani (2008), tumbuhnya mikroorganisme juga ikut berperan dalam
perubahan warna jamur tiram putih menjadi kuning kecoklatan.
Kadar Air
Kandungan air dalam bahan adalah salah satu faktor perubahan jamur yang
sangat penting. Kadar air jamur tiram segar cukup tinggi yaitu sekitar 80-95%.
Selama masa penyimpanannya, seiring dengan proses metabolisme yang terus
berjalan hingga akhirnya berhenti, maka kadar air pun berubah. Perubahan ini
menjadi salah satu parameter yang menetukan kesegaran jamur tiram. Grafik
perubahan kadar air dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21 Grafik perubahan kadar air jamur tiram
87
88
89
90
91
92
0 24 48 72
Kad
ar a
ir (
%)
Waktu (jam))
P1G0
P1G1
P1G2
P2G0
P2G1
P2G2
34
Berdasarkan Gambar 19 seluruh perlakuan menunjukkan pola yang sama
yaitu kadar air meningkat pada 2.5 jam. Kenaikan kadar air pada bahan erat
kaitannya dengan proses respirasi. Bahan yang telah dipanen masih
melangsungkan metabolisme seperti respirasi dan transpirasi. Dalam proses
respirasi, substrat diubah menjadi gas CO2, uap air dan energi. Selain itu terjadi
pula traspirasi dimana uap air hasil respirasi menguap dan hilang dari permukaan
bahan. Penguapan yang terjadi sebagian dapat keluar melalui perforasi namun
sebagiannya lagi terjebak dan menempel pada kemasan plastik sehingga uap air
terserap kembali oleh bahan. Dengan demikian kadar air bahan pun akan
meningkat (basah). Menurut Nurkusumaprama (2014) proses peningkatan kadar
air diduga karena adanya penyerapan uap air hasil respirasi jamur itu sendiri.
Perlakuan jamur tiram tanpa menggunakan ice gel (P1G0 dan P2G0)
menunjukkan kenaikan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan
dengan menggunakan ice gel (P1G1, P1G2, P2G1 dan P2G2). Hal ini dikarenakan
suhu jamur P1G0 dan P2G0 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
Semakin tinggi suhu bahan maka laju respirasi semakin cepat dan semakin cepat
pula proses transpirasi sehingga uap air yang terperangkap dalam kemasan pun
semakin banyak dan kadar air bahan meningkat lebih banyak hingga 1.8%.
Berbeda dengan perlakuan lainnya yang menggunakan ice gel hanya meningkat
0.2% -0.9%.
Berdasarkan hasil analisa sidik ragam, pada 2.5 jam pertama pemberian ice
gel berpengaruh nyata terhadap perubahan kadar air. Kadar air jamur yang
menggunakan ice gel berbeda secara nyata dengan jamur tanpa menggunakan ice
gel. Persentase perforasi tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan kadar air.
Dan pada 24 jam, 48 jam dan 72 jam pemberian ice gel dan perforasi tidak
berpengaruh nyata terhadap perubahan kadar air.
Kuat Tarik
Kuat tarik pada jamur merepresentasikan besarnya gaya yang dapat ditahan
oleh jamur hingga mengalami kerusakan. Bagian jamur yang diuji kuat tariknya
adalah potongan bagian tudung jamur yang searah serat. Grafik perubahan kuat
tarik jamur tiram dapat dilihat pada Gambar 22.
Seluruh perlakuan memperlihatkan penurunan kuat tarik hingga 72 jam.
Pada 2.5 jam kuat tarik jamur tiram yang paling tinggi ditunjukkan oleh perlakuan
P1G2 yaitu sebesar 0.15 MPa, sedangkan kuat tarik yang paling rendah
ditunjukkan oleh perlakuan P2G0 sebesar 0.12 MPa . Hal tersebut menunjukan
jamur dengan perlakuan P2G0 lebih mudah sobek dibandingkan jamur dengan
perlakuan P1G2. Bila dilihat dari grafik perubahan kadar air, perlakuan jamur
tanpa menggunakan ice gel menunjukkan kadar air yang lebih tinggi
dibandingkan perlakuan lainnya yang menggunakan ice gel, sehingga diduga
dengan adanya kadar air yang lebih tinggi akan mempengaruhi ketegaran sel
(turgor sel) dan berakibat pada hilang atau berkurangnya ketegaran sel jamur.
Selain itu dengan kondisi suhu jamur yang lebih tinggi respirasi semakin cepat
yang berdampak pada semakin cepat pula kerusakan struktur sel atau jaringan.
Turgor sel adalah tekanan dari isi sel terhadap dinding sel. Tekstur sayuran
dipengaruhi oleh turgor sel-sel yang masih hidup. Jika air dalam sel berkurang,
maka sel akan menjadi lunak dan lemas. Begitu pula jika air dalam sel bertambah
35
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
0.16
0.18
0 24 48 72
Kuat
Tar
ik (
MP
a)
Waktu (menit)
P1G0
P1G1
P1G2
P2G0
P2G1
P2G2
melebihi keadaan normal, maka sel akan pecah dan isinya keluar sehingga
ketegaran sel akan hilang.
Perubahan kuat tarik erat pula kaitannya dengan kandungan pektin dan
turgor sel pada bahan. Zat pektik merupakan komponen dinding sel yang utama
pada buah-buahan dan sayuran bersama-sama dengan selulosa dan hemiselulosa
yang terletak di bagian tengah lamela dan berfungsi untuk merekatkan antara satu
dinding sel yang satu dengan sel dinding yang lain (Miyawaki 2006).
Enzim pektin metileterase melangsungkan pemecahan atau kerusakan pektin
menjadi senyawa-senyawa lain yang menyebabkan berubahnya tekstur hasil
tanam dari keras menjadi lunak (Primanda 2013). Mikroorganisme seperti
Pseudomonas berperan pula dalam menurunkan kualitas jamur dengan merusak
matriks intraseluler dan mengurangi isi vakuola, sehingga sebagian sel rusak dan
hilangnya turgor (Koorapati 2004).
Gambar 22 Grafik perubahan mutu kuat tarik jamur tiram
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan jumlah perforasi dan pemberian ice
gel tidak berpengaruh nyata terhadap kuat tarik jamur pada 2.5 jam, 24 jam, 48
jam dan 72 jam.
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kemasan karton berukuran 50 cm x 40 cm x 24 cm diberi ventilasi oval dan
berlapis lilin dibagian dalamnya dapat menampung jamur tiram seberat 3 kg.
Plastik PP berukuran 18 cm x 30 cm x 0.3 cm dan perforasi 0.1% dan 0.3% dapat
mengemas jamur per 250 g. Kebutuhan ice gel untuk menurunkan suhu jamur
tiram dari 28 oC hingga 15 oC adalah sebanyak 2.52 kg dan dibuat menjadi 4
kemasan ice gel.
Posisi ice gel susunan 2 dengan perforasi 0.3 % dan 0.1 % dapat
menurunkan suhu jamur yang berada di bagian atas kemasan masing- masing
hingga 11 oC dan 12.2 oC, sedangkan rata-rata suhu jamur dalam kemasan adalah
36
16.9 dan 17.1 selama 2.5 jam. Suhu jamur rata-rata 15 oC belum tercapai karena
sebaran suhu tersebar merata dalam waktu 2.5 jam.
Peran pendinginan jamur tiram dalam refrigerator dengan suhu 15 oC
setelah transportasi dapat memperpanjang umur simpan jamur tiram. Jamur tiram
tanpa pemberian ice gel mengalami kerusakan yang lebih cepat saat berada dalam
refrigerator yaitu hanya bertahan 1 hari, sedangkan jamur tiram dengan
pemberian ice gel dapat bertahan selama 3 hari.
Pemberian ice gel berpengaruh nyata terhadap perubahan mutu jamur tiram
(susut bobot, warna dan kadar air), sementara pemberian perforasi tidak
berpengaruh nyata pada semua perubahan mutu jamur. Mutu jamur tiram yang
diberi ice gel berbeda nyata dengan jamur tiram yang tidak diberi ice gel. Jamur
tiram yang diberi ice gel memiliki mutu yang lebih baik dibandingkan dengan
jamur tiram yang tidak diberi ice gel.
Saran
Pemberian ice gel yang dapat menurunkan suhu jamur berpengaruh baik
terhadap kulitas jamur tiram dibandingkan dengan jamur tiram yang tidak diberi
ice gel. Dengan demikian, penurunan suhu jamur akan lebih baik jika dilakukan
lebih cepat dari 2.5 jam.
Penempatan posisi ice gel dalam kardus menghasilkan suhu jamur yang
masih terakumulasi pada bagian tertentu. Perlu dilakukan penelitian menggunakan
Computational Fluid Dynamic (CFD) sehingga sebaran suhu dalam kemasan
karton dapat disimulasikan berdasarkan posisi ice gel, suhu dingin dari ice gel
dapat tersebar merata dan penurunan suhu jamur dapat tercapai.
Posisi ice gel dalam kemasan karton belum dapat menurunkan suhu jamur
sesuai target. Perlu menambahkan faktor koreksi lainnya dalam perhitungan beban
panas.
37
DAFTAR PUSTAKA
Arianto DP. 2013. Karakteristik Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) selama
Penyimpanan dalam Kemasan Plastik Polipropilen (PP). Agrointek 7(2).
Arifin I. 2010. Pengaruh Cara dan Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Cabai
Rawit (Capsicum frutencens L var. Cengek) [skripsi]. Malang (ID): Fakultas
Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang.
Ashby BH. 1987. Protecting Perishable Foods During Transport by Truck.
Washington (US): USDA Office of Transportation, Agricultural Handbook
No. 669.
[ASHRAE]. American Society of Heating, Refrigerating, and Air-Conditioning
Engineers. 1999. Fundamentals. p 118. Atlanta (US).
Ashraf J. 2013. Effect of Different Substrate Supplements on Oyster Mushroom
(Pleurotus spp.) Production. Food Science and Technology 1(3): 44-51.
Cahya M, Hartono R, Novita DD. 2014. Kajian Penurunan Mutu dan Umur
Simpan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Segar dalam Kemasan
Plastik Polypropylene pada Suhu Ruang dan Suhu Rendah. Jurnal Teknik
Pertanian Lampung 3(1): 35-48
Camelo AFL. 2004. Manual for the Preparation and Sale of Fruits and
Vegetables. Food and Agriculture Organization of United Nation.
Cheng GW, Crisosto CG. 2005. Browning Potential Phenolic Composition, and
Polyphenoloxidase Activity of Buffer Extracts of Peach and Nectarine Skin
Tissue. J. Amer. Soc. Horts. Sct 120: 835-838.
Dewandari KT, Mulyawanti I, Setyabudi DA. 2007. Konsep SOP untuk
Penanganan Pascapanen Mangga CV. Gedong untuk Tujuan Ekspor. Jurnal
standardisasi 2007.
Fatima GAY. 2013. Kajian Penggunaan Ice gel Sebagai Media Pendinginan Pada
Kemasan untuk Distribusi Sawi Hijau (Brasicca juncea L) [skripsi]. Bogor
(ID): Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Fandoz EG. 2006. Quality and Shelf Life of Package Fresh Sliced Mushroom
Stored at Two Different Temperatures. Agricultural and Food Science 15:
414-422.
Gormley TR. 1975. Vacuum Cooling and Mushroom Whiteness. Mushroom
Journal.27:84-86 dalam Rai AD, Arumuganathan T. 2008. Post Harvest
Technology of Mushroom. Nasional Reaserch Centre for Mushroom. India
(IN): Chambaghat Solan.
Gunawan. 2004. Budidaya Jamur Tiram. Depok (ID): PT Agro Media Pustaka. Hardenburg RE. 1955. Polyethylene film box liners for reducing weight losses and
shrivelling of Golden Delicious apples in storage. Proc. Am. Soc. Hortic. Sci. 67:
82-90 Handayani RT. 2008. Pengemasan Atmosfer Termodifikasi Jamur Tiram Putih
(Pleurotus ostreatus) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor.
Huda MA, Bahermansyah A, Cahyono B. 2013.Desain Sistem Pendingin ruang
Muat Kapal Ikan Tradisional dengan Menggunakan Campuran Es Kering dan
38
Cold Ice yang berbahan dasar Propylene Glycol. Jurnal teknik POMITS vol 2.
No1.
Jaeger H. 2010. The Maillard reaction and its control during food processing. The
potential of emerging technologies. Pathologie Biologie 58: 207–213.
Jonathan SG, Okon CB, Oyelakin AO. 2012. Nutritional values of oyster
mushroom Pleurotus ostreatus) (Jacq. Fr.) Kumm. cultivated on different
agricultural wastes. Nature and Science 2012;10 (9).
Kader AA. 1992. Postharvest Technology of Horticultura Crops. Division of
Agriculture and Natural Resources. University of California.
Kaihatu TS. 2014. Manajemen Pengemasan. Yogyakarta (ID): Andi. Kitinoja L, AA Kader. 2002. Praktik-praktik Penanganan Pascapanen Skala Kecil :
Manual untuk Produk Hortikultura (Edisi ke 4). Terjemahan. Postharvest
Horticulture Series No.8 (Juli 2002), University of California, Davis,
Postharvest Technology Research and Information Center. USA.
Koorapati. 2004. Electron-beam Irradiation Preserves the Quality of White Button
Mushroom (Agaricus bisporus) Slices. Journal of Food Science 69: 1
Kurtzman RH. 2005. Mushrooms: Sources of Modern Western Medicines.
Micologia Aplicada International 17(2):21-33.
Kusniati D. 2011. Rancangan Kemasan Berbasis Individu Buah Alpukat untuk
Distribusi dan Penyimpanan Dingin. Seminar Nasional PERTETA.
Lee MH. 2005b. Transportation and Packaging Standardization in Postharvest
Technology of Fresh Produce for ASEAN Countries. Korea (KR): Korea food
Research Institute Seongnam Republic of Korea.
Lu Y-Y, Su M-L, Gau M-L. 2015. The efficacy of cold-gel packing for relieving
episiotomy pain – a quasirandomised control trial. Contemporary Nurse
article 23 june 2015.
Mareta DT. 2011. Pengemasan Produk Sayuran dengan Bahan Kemas Plastik
pada Penyimpanan Suhu Ruang dan Suhu Dingin. Mediagro Vol 7 No 1
2011:26-40.
Margeirsson B, Palsson H, Popoc V. 2012. Numerical Modelling of Temperature
Fluctuation in Superchilled Fish Loin Package in Expanded Polystyrene and
Store at Dynamic Temperature Condition. International Journal of
Refrigeration 35:1318-1326.
Miyawaki M. 2006. Control Of Polyphenol Oxidase and Pectin Methylesterase
Activities by Ultra High Pressure [Disertasi]. Washington (US): Department
of Food Science and Human Nutrition. Washington State University.
Nofriati D. 2015. Kajian Teknologi Pascapanen Sawi (Brasicca junceae L) Dalam
Upaya Mengurangi Kerusakan dan Mengoptimalkan Hasil Pemanfaatan
Pekarangan [skripsi]. Teknologi Pertaian. Pertanian. Manado (ID):
UniversitasSam Ratulangi dalam Sagas EY. 2015. Kajian Penggunaan Kotak
Pendingin Menggunakan Hancuran Es untuk Distribusi Pak Choi (Brasicca
rapa). Jurnal Pertanian Unsrat Vol. 6, No.15 (2015).
Nurkusumaprama A. 2014. Aplikasi Ice gel pada Kemasan untuk Transportasi dan
Penyimpanan Sementara Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus). Jurnal
keteknikan Pertanian Vol. 2, No. 2, Oktober 2014.
Pantastico. 1973. Fisiologi Pascapanen. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Press.Hal 714. 733. 485. 487.
39
Pratama D, Suhaedi I, Julianti E. 2013. Pengaruh konsentrasi Natrium Bisulfit dan
Jenis Kemasan terhadap Mutu Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) pada
Penyimpanan Suhu Rendah. J. Rekayasa Pangan dan Pert. Vol.I No. 3 Th.
2013.
Primanda S. 2013. Pengaruh Suhu Penyimpanan dan Teknik Pengemasan
terhadap Perubahan Mutu Kubis Bunga (Brassica oleraceae var. Botrytis L)
Fresh-Cut [skripsi]. Bandung (ID): Teknologi Pangan. Universitas Pasundan.
Qanytah, Ambasari I. 2010. Efisiensi Penggunaan Kemasan Kardus Distribusi
Mangga Arumanis. Jurnal Litbang Pertanian, 30(1), 2011.
Rai RD, Arumuganathan T. 2008. Post Harvest Technology of Mushroom.
Nasional Reaserch Centre for Mushroom. India (IN): Chambaghat Solan.
Rajarathnam. 1983. Post‐harvest physiology and storage of the white oyster
mushroom Pleurotus flabellatus. International Journal of Food Science &
Technology 18.2: 153-162
Rhim JW. 2007. Increase in Water Resistance of Paperboard by Coating with
Poly(lactide). Packag. Technol. Sci. 20: 393–402
Rux G. 2015. Application of Humidity Regulating Tray for Packaging of
Mushroom. Postharvest Biology and Technology 108:102–110
Sagas EY. 2015. Kajian Penggunaan Kotak Pendingin Menggunakan Hancuran
Es untuk Distribusi Pak Choi (Brasicca rapa). Jurnal Pertanian Unsrat Vol. 6,
No.15 (2015).
Singh SP, Burgess G, Singh J. 2008. Performance Comparison of Thermal
Insulated Packaging Boxes, Bags and Refrigerants for Single-parcel
Shipments. Packag. Technol. Sci. 21: 25–35.
Wibowo H. 2008. Studi Banding Konduktivitas Panas antara Babus (styrofoam)
dengan Sekam Padi. Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi IST
KPRIND Yogyakarta
Widyastuti N, Istini S. 2004. Optimasi Proses Pengeringan Tepung Jamur Tiram
Putih (pleurotus ostreatus). Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia.
40
LAMPIRAN
41
Lampiran 1 Perhitungan jumlah lubang perforasi plastik PP
q = π (1
2d)
2
k 10-4 ; Diameter lubang perforasi (d) : 5 mm
Perforasi 0.1%
k = q
π(1
2d)
2 10
-4
= 0.1
3,14 (1
2 x 5)
2 x 10
-4 = 51.61 lubang /m2
Luas plastik yang terpakai = 18 x 27 = 486 cm2
51.61 lubang /10000cm2 = 0.005161 lubang/cm2
486 cm2 = 486 x 0,005161 luang
= 2.51 lubang ≈ 3 lubang
Karena ada 2 permukaan plastik sehingg 3 x 2 = 6 lubang/plastik
Perforasi 0.3%
k = q
π(1
2d)
2 10
-4
= 0.3
3,14 (1
2 x 5)
2 x 10
-4 = 152.86 lubang /m2
Luas plastik yang terpakai = 18 x 27 = 486 cm2
152.86 lubang /10000cm2 = 0.015286 lubang/cm2
486 cm2 = 486 x 0.015286 lubang
= 7.42 lubang ≈ 7 lubang
Karena ada 2 permukaan plastik sehingg 7 x 2 = 14 lubang/plastik
42
Lampiran 2 Perhitungan dimensi kemasan karton
Dimensi kemasan karton didapat dari hasil pengukuran kemasan plastik yang
digunakan untuk mengemas jamur tiram. Perhitungan kemasan karton adalah
sebagai berikut :
PK = TPPI + TTIG(1) + TTDO + T
= (22 x 2) + 2 + 0.7 + 0.8
= 47.5 cm
LK = TLPI + TTDO + T+ TTIG(2)
= (16 x 2) + 0.7 + 0.8 + (2 x 2)
= 37.5 cm
TK = TTPI + TTIG(2) + TTDO + T
= 19.5 + 2 + (0.7 x 2) + 0.8
= 23.7 cm
Qanytah dan Ambarsari (2010) menyatakan standar palet yang disarankan
untuk grocery dan industri fast moving consumer goods di Asia adalah berukuran
1.200 mm x 1.000 mm. Berdasarkan ukuran palet tersebut, USDA
merekomendasikan beberapa ukuran kemasan untuk komoditas hortikultura yang
merupakan program Modularization, Unitization, and Metrication (MUM) untuk
palet berukuran 1.200 mm x 1.000 mm. Salah satu ukuran kemasan yang sesuai
dengan perhitungan kemasan karton diatas adalah 500 mm x 400 mm x 240 mm.
43
Lampiran 3 Perhitungan ventilasi kemasan karton
Total luas dinding kemasan karton:
LA = 2 (p xl) + 2 (p x t) + 2 (l x t)
= 2 (50 x 40) + 2 (50 x 24) + 2 (40 x 24)
= 8320 cm2
Total luas ventilasi:
TLV = 1% x LA
= 1% x 8320
= 83.2 cm2
Luas tiap lubang ventilasi:
LV = TLV / 6
= 83.2 / 6
= 13.87 cm2
Luas ventilasi / Luas oval kecil
LVK = (p’ x l’) + (r2)
= (3r x 2r) + (r2)
= 6r2 + (r2)
= r2 (6 + 3.14)
= 9.14 r2
r2 = 13.87 / 9.14
r = 1,23 cm
l’ = 2r = 2.5 cm
p’ = 3r = 3.7 cm
Luas oval besar / pegangan kardus
LVB = (p’ x l’) + (r2)
= (15r x 2r) + (r2)
= 30r2 + r2
= r2 (30 +)
= r2 (30 + 3.14)
= 33.14 r2
r2 = 13.87 / 33.14
r = 0.65 cm
l’ = 2r = 1,3 cm
p’ = 15r = 9.7 cm
r
l p
l r
p
44
Lampiran 4 Gambar desain kemasan karton
6
127.5 127.5 240
40
0
400
500
500
45
Lampiran 5 Perhitungan kebutuhan ice gel
Mengitung koefisien pindah panas udara
Sumber : Holman (2010)
T kemasan (Tk) = 27.8oC
T udara lab (TL) = 26.8 oC
ρ =1.17948 kg/m3 (Interpolasi)
Cp =1.007 J/kg °K
k =0.025548 W/m℃ (interpolasi)
μ =0.000018550 kg/ms (interpolasi)
Pr = 0.72848
v = 0.000015741 m2/s (interpolasi)
g = 9.81 m/s2
Lc = 0.24 m
Tud= Tk+TL
2=27.3 ℃=300.45 °K
β = 1
Tud= 0.0033
RaL = GrL . Pr = 𝛽.𝑔.(𝑇𝑘−𝑇𝑒).𝐿𝑐3
𝑣2 . Pr = 16981999.97
Nu = (0.825+ 0.387RaL
16
(1+(0.492
Pr)
916)
827
)
2
= 36.4348
h udara = k
LcNu= 3.8827 W/m2 oC
Suhu Cp k Pr v oC kg/m3 J/kg oK W/m oC kg/ms m2/s
15 1.225 1.007 0.02476 0.00001802 0.7323 0.0000147
20 1.204 1.007 0.02514 0.00001825 0.7309 0.00001516
25 1.184 1.007 0.02551 0.00001849 0.7296 0.00001562
30 1.164 1.007 0.02588 0.00001872 0.7282 0.00001608
35 1.145 1.007 0.02625 0.00001895 0.7268 0.00001655
40 1.127 1.007 0.02662 0.00001918
0.7255 0.00001702
45 1.109 1.007 0.02699 0.00001941 0.7241 0.0000175
50 1.092 1.007 0.02735 0.00001963 0.7228 0.00001798
46
Kebutuhan ice gel dihitung berdasarkan karakteristik jamur tiram, kemasan dan
ice gel yang digunakan.
Karakteristik jamur tiram, kemasan dan ice gel
Karakteristik Satuan Nilai Sumber
Berat jamur tiram kg 3 Pengukuran
Panas spesifik jamur
tiram
J/kg oC 3400 ASHRAE 1999
Produksi CO2 ml/kg jam 357.2263 Pengukuran
Suhu lingkungan oC 26.8 Pengukuran
Suhu jamur tiram awal oC 27.4 Pengukuran
Suhu jamur tiram yang
ingin dicapai
oC 15 Camelo 2004
Panjang karton m 0.5 Pengukuran
Lebar Karton m 0.4 Pengukuran
Tinggi karton m 0.24 Pengukuran
Tebal karton m 0.006 Pengukuran
Koefisien panas udara W/m2 oC 3.88 Pengukuran
Konduktifitas pindah
panas kemasan karton
W/m oC 0.078 Singh 2008
Berat ice gel dalam
bentuk padat
kg 1.0339 Pengukuran
Berat ice gel dalam
bentuk cair
kg 1.0323 Pengukuran
Panas spesifik ice gel J/kg oC 2093,4 Inoac 2008
Panas latent ice gel J/kg 230000 Inoac 2008
kecepatan aliran udara
inlet
m/s 0.27 Adinata 2011
1. Beban panas dari dinding kemasan
Beban panas yang dikeluarkan dari kemasan karton yang berukuran 50 cm x
40 cm x 24 cm dihitung berdasarkan Persamaan (10).
QABCD
=1
1
3.88+
0.006
0.078
. (0.5 x 0.4) x (26.8-15)= 7.052 W
QEFGH
=1
1
3.88+
0.006
0.078+
1
3.88
. (0.5 x 0.4) x (26.8-15)= 3.984 W
QABFE
=1
1
3.88+
0.006
0.078+
1
3.88
. (0.5 x 0.24) x (26.8-15)=2.39 W
QDCGH
=1
1
3.88+
0.006
0.078+
1
3.88
. (0.5 x 0.24) x (26.8-15)=2.39 W
QADEH
=1
1
3.88+
0.006
0.078+
1
3.88
. (0.4 x 0.24) x (26.8-15)=1.912 W
47
QBCGH
=1
1
3.88+
0.006
0.078+
1
3.88
. (0.4 x 0.24) x (26.8-15)=1.912 W
QD Total
= 19.64 W
2. Beban panas dari jamur
Nilai beban panas yang dikeluarkan dari 3 kg jamur tiram dihitung
berdasarkan Persamaan (11).
QJamur
= 3 x 3400 x (27.4-15)
=126480 J
Kemasan jamur tiram ini dirancang untuk masa transportasi sementara
selama 2.5 jam, sehingga beban panas jamur tiram yang harus dihilangkan
adalah sebesar
QJamur
= 126480
2.5 x 3600
= 14.1 W
3. Beban panas dari respirasi jamur
Beban panas respirasi yang dikeluarkan jamur tiram dihitung berdasarkan
Persamaan (13).
QRespirasi
=357.2263 ml
kg.jam⁄ x 1.98 g
l⁄ x 61.2 x 4.1868 x 103 Jton.hari⁄ x 3kg
103kg x (24 x 60 x 60)detik
= 6.3 W
4. Beban panas dari ventilasi
q = Cv x A x V
= 0.5 x 0.008322 x 0.27 = 0.001123 m3/s
= 2118.88 ft3/min
To=26.8 oC = 80.24oF RH= 78% Wo= 0.01735
Ti =15 oC = 59 oF RH= 95% Wi = 0.01
Q ven sensible = 1.10 x 2118.88 x (80.24 – 59)
= 55.62 btu/hr
= 16.29 W
Q ven latent = 4840 x 2118.88 x (0.0178 – 0.01)
= 89.87 btu/hr
48
= 26.32 W
Q vent total = 42.61 W
Q total yang dilepas = 19.64 + 14.1 + 6.3 + 42.61 = 82.595 W
5. Beban panas yang diserap ice gel
QIG sensible
=1.0339 kg x 2093.4 Jkg.℃⁄ x (-11.3-15)
= -26922.833 J
= -26922.833
2.5 x 3600 detik= -6.324 W
QIG Laten
= 1.0339 kg x 230000 Jkg⁄
= 237797 J
=237797 J
2.5 x 3600 detik = 26.421 W
Qice gel Total
= -6.324-26.421 =-32.7466 W
Kebutuhan ice gel untuk satu kemasan karton dengan jamur sebanyak 3 kg adalah
Kebutuhan ice gel= 82.595
-32.7466 = -2.52 buah ice gel
Volume re-pack ice gel per buah= -2. 52
4= 0.63 kg/buah
49
Lampiran 6 Analisa sidik ragam susut bobot jamur tiram
Jam ke- Source Sum of Squares df Mean Square F Sig.
2.5 P 0.710 1 0.710 1.167 0.286
G 9.942 2 4.971 8.173 0.001*
P*G 0.463 2 0.232 0.381 0.686
Total 146.405 54
24 P 1.249 1 1.249 1.150 0.290
G 33.006 2 18.003 16.584 0.000*
P*G 2.600 2 1.300 1.198 0.312
Total 664.135 54
48 P 1.065 1 1.065 0.455 0.503
G 69.641 2 34.820 14.880 .000*
P*G 12.943 2 6.471 2.765 0.074
Total 1556.614 54
72 P 0.750 1 0.750 0.234 0.631
G 104.083 2 52.042 16.210 .000*
P*G 0.975 2 0.487 0.152 .860
Total 2694.744 54
Ket: * berpengaruh nyata
50
Lampiran 7 Uji DMRT pengaruh pemberian ice gel terhadap susut bobot
Perlakuan Jam ke-
2.5 24 48 72
Susunan 1 1.216a 2.578a 4.055a 5.636a
Susunan 2 0.756a 2.087a 3.444a 4.779a
Tanpa Ice gel 1.756b 4.008b 5.989b 7.969b
Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada taraf uji 5%.
51
Lampiran 8 Analisa sidik ragam warna jamur tiram
Jam ke- Source Sum of Squares df Mean Square F Sig.
2.5 P 0.054 1 .218 0.315 0.587
G 0.543 2 1.634 1.572 0.255
P*G 0.150 2 .549 .434 0.659
Total 6.639 18
24 P 0.817 1 0.817 0.343 0.571
G 25.830 2 12.915 5.418 0.025*
P*G 5.147 2 2.574 1.080 0.375
Total 233.459 18
48 P 2.950 1 2.950 1.279 0.284
G 0.654 2 0.327 0.142 0.869
P*G 2.365 2 1.183 0.513 0.614
Total 219.635 18
72 P 0.290 1 0.290 0.122 0.735
G 1.793 2 0.897 0.376 0.697
P*G 4.051 2 2.025 0.850 0.459
Total 282.842 18
Ket: * berpengaruh nyata
52
Lampiran 9 Uji DMRT pengaruh pemberian ice gel terhadap warna
Perlakuan Jam ke-
2.5 24 48 72
Susunan 1 0.239a 1.968a 2.793a 3.169a
Susunan 2 0.423a 2.249a 3.030a 3.448a
Tanpa Ice gel 0.663a 4.638b 3.260a 3.835a
Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada taraf uji 5%.
53
Lampiran 10 Analisa sidik ragam kadar air jamur tiram
Jam ke- Source Sum of Squares df Mean Square F Sig.
2.5 P 0.013 1 0.013 0.025 0.876
G 12.233 2 6.116 11.358 0.000*
P*G 1.073 2 0.536 0.996 0.378
Total 403324.663 54
24 P .478 1 .478 .188 .667
G 5.330 2 2.665 1.047 .360
P*G .774 2 .387 .152 .859
Total 395604.421 54
48 P .852 1 .852 .868 .357
G 2.267 2 1.133 1.155 .325
P*G 6.381 2 3.191 3.251 .049
Total 397677.785 54
72 P 3.582 1 3.582 2.074 .157
G 33.438 2 16.719 9.679 .000*
P*G 30.766 2 15.383 8.905 .001*
Total 392924.594 54
Ket: * berpengaruh nyata
54
Lampiran 11 Uji DMRT pengaruh pemberian ice gel terhadap kadar air
Perlakuan Jam ke-
2.5 24 48 72
Susunan 1 88.776a 88.244a 89.360a 89.439a
Susunan 2 88.331a 87.572a 88.883a 88.656a
Tanpa Ice gel 89.586b 88.318a 89.309a 90.559b
Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada taraf uji 5%.
55
Lampiran 12 Analisa sidik ragam kuat tarik jamur tiram
Jam ke- Source Sum of Squares df Mean Square F Sig.
2.5 P .001 1 .001 .007 .932
G .004 2 .002 .946 .396
P*G .002 2 .001 .385 .683
Total 1.120 54
24 P .002 1 .002 1.012 .320
G .003 2 .001 .867 .427
P*G .001 2 .001 .431 .652
Total .947 54
48 P .000 1 .000 .374 .544
G .002 2 .001 1.364 .266
P*G .003 2 .001 2.380 .104
Total .408 54
72 P .003 1 .003 2.700 .107
G .003 2 .001 1.229 .302
P*G .002 2 .001 1.171 .319
Total .299 54
Ket: * berpengaruh nyata
56
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 20 Juni 1987 dari pasangan Aap
supriatna (Alm) dan Kurniasih. Penulis adalah putra kelima dari lima bersaudara.
Pendidikan sarjana ditempuh pada program studi Teknik Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 2009. Pada tahun
2013 penulis diterima di Program Magister Program Studi Teknologi Pascapanen
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.