4
APLIKASI KLINIS ANESTESI SPINAL Anestesi spinal (subarachnoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/subarakhnoid disebut juga sebagai blok spinal intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang subaraknoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5 (Latief, 2004). Anestesi spinal memblok akar serabut saraf (nervus) pada daerah subaraknoid, dimana daerah medula spinalis dimulai dari foramen magnum sampai lumbal 1 (L1) pada dewasa, lumbal 2 (L2) pada anak-anak dan lumbal 3 pada bayi, sedangkan saccus duralis, ruang subaraknoid dan ruang subdural berakhir di sakral 2 (S2) pada dewasa dan sakral 3 (S3) pada anak-anak (Morgan, 2006). Adapun indikasi untuk dilakukannya anestesi spinal adalah untuk pembedahan daerah tubuh yang dipersarafi cabang T4 ke bawah (daerah papila mammae ke bawah). Anestesi spinal ini digunakan pada hampir semua operasi abdomen bagian bawah, pembedahan ekstremitas bawah, bedah panggul, tindakan sekitar rektum-perineum, bedah obstetri-ginekologi dan bedah urologi (Muhiman, 2004; Morgan, 2006). Pada anestesi spinal terdapat kontraindikasi absolut dan relatif. Kontraindikasi absolut, diantaranya penlakan pasien, infeksi pada tempat suntikan, hipovolemia, penyakit neurologis yang tidak diketahui, koagulopati, dan peningkatan tekanan intrakranial, kecuali pada kasus-kasus pseudotumor cerebri. Sedangkan kontraindikasi relatif meliputi sepsis pada tempat tusukan (misalnya, infeksi

Aplikasi Klinis Anestesi Spinal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

apklin

Citation preview

Page 1: Aplikasi Klinis Anestesi Spinal

APLIKASI KLINIS ANESTESI SPINAL

Anestesi spinal (subarachnoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan

obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/subarakhnoid disebut juga

sebagai blok spinal intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita

menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang subaraknoid di daerah antara vertebra L2-

L3 atau L3-L4 atau L4-L5 (Latief, 2004). Anestesi spinal memblok akar serabut saraf

(nervus) pada daerah subaraknoid, dimana daerah medula spinalis dimulai dari foramen

magnum sampai lumbal 1 (L1) pada dewasa, lumbal 2 (L2) pada anak-anak dan lumbal 3

pada bayi, sedangkan saccus duralis, ruang subaraknoid dan ruang subdural berakhir di

sakral 2 (S2) pada dewasa dan sakral 3 (S3) pada anak-anak (Morgan, 2006).

Adapun indikasi untuk dilakukannya anestesi spinal adalah untuk pembedahan daerah

tubuh yang dipersarafi cabang T4 ke bawah (daerah papila mammae ke bawah). Anestesi

spinal ini digunakan pada hampir semua operasi abdomen bagian bawah, pembedahan

ekstremitas bawah, bedah panggul, tindakan sekitar rektum-perineum, bedah obstetri-

ginekologi dan bedah urologi (Muhiman, 2004; Morgan, 2006). Pada anestesi spinal terdapat

kontraindikasi absolut dan relatif. Kontraindikasi absolut, diantaranya penlakan pasien,

infeksi pada tempat suntikan, hipovolemia, penyakit neurologis yang tidak diketahui,

koagulopati, dan peningkatan tekanan intrakranial, kecuali pada kasus-kasus pseudotumor

cerebri. Sedangkan kontraindikasi relatif meliputi sepsis pada tempat tusukan (misalnya,

infeksi ekstremitas korioamnionitis atau lebih rendah) dan lama operasi yang tidak diketahui.

Dalam beberapa kasus, jika pasien mendapat terapi antibiotik dan tanda-tanda vital stabil,

anestesi spinal dapat dipertimbangkan, sebelum melakukan anestesi spinal, ahli anestesi harus

memeriksa kembali pasien untuk mencari adanya tanda-tanda infeksi, yang dapat

meningkatkan risiko meningitis (The New York School of Regional Anesthesia, 2009).

Adapun langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal adalah sebagai berikut

(Latief, 2004) :

1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri

bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat

pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain

adalah duduk

2. Penusukan jarum spinal dapat dilakukan pada L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada

L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma medulla spinalis

3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol

Page 2: Aplikasi Klinis Anestesi Spinal

4. Beri anestesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3 ml

5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G

dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan

menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10 cc. Tusukkan

introdusser sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian masukkan

jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan

jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat

duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah,

untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala

pasca spinal. Setelah resensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluar

likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan

(0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap

baik. Yakinkan ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar,

putar arah jarum 900 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat

dimasukkan kateter

6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid

(wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ±6cm.

Penatalaksanaan sectio cesarea digunakan anestesi regional yang mana anestesia spinal

lah yang lebih banyak dipakai daripada anestesi epidural. Karena anestesi spinal masih

menjadi pilihan anestesia untuk bedah cesarea. Anestesia spinal membuat pasien tetap dalam

keadaan sadar sehingga masa pulih lebih cepat dan dapat dimobilisasi lebih cepat. Zat

anestesia pada anestesia spinal yang masuk ke sirkulasi maternal lebih sedikit sehingga

pengaruh terhadap janin dapat berkurang. Pada umumnya, morbiditas ibu dan janin lebih

rendah pada prosedur anestesia spinal. Selain itu, anestesia spinal lebih superior karena

menunjukkan angka komplikasi yang lebih sedikit pada beberapa kasus, seperti preeklampsia

berat. Anestesia spinal juga menjadi pilihan pada kasus plasenta previa karena perdarahan

yang terjadi lebih sedikit dibandingkan dengan bedah cesarea dengan anestesia umum

(Muhiman, 2004).

DAPUS

Latief SA, Surjadi K, Dachlan MR. 2004. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi 1. Jakarta :

FKUI.

Page 3: Aplikasi Klinis Anestesi Spinal

Muhiman, M, Thaib, R, dkk. 2004. Anestesi Regional dalam Buku Anestesiologi. Jakarta :

FKUI.

Morgan GE, Mikhail MS. 2006. Regional Anesthesia and Pain Management. In Clinical

Anasthesiology. Forth Edition. New York : Pretince Hall International Inc.

The New York School of Regional Anesthesia. 2009. Spinal Anesthesia. Available at :

www.nysora.com