Upload
regina-wahyu-apriani
View
216
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
d
Citation preview
Aplikasi Klinis
1. Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)
a. Definisi
Refluks gastroesofagus adalah peristiwa masuknya isi lambung ke dalam
esofagus yang terjadi secara intermiten pada setiap orang, terutama setelah
makan. Refluks yang terjadi tanpa menimbulkan gejala dan perubahan
histologik mukosa esofagus, disebut refluks gastroesofagus fisiologik. Bila
refluks terjadi berulang-ulang, sehingga timbul gejala dan komplikasi, disebut
refluks gastroesofagus patologik atau penyakit refluks gastroesofagus, suatu
istilah yang meliputi refluks esofagitis dan refluks simtomatis (Makmun,
2009).
b. Etiologi
Penyakit gastroesofageal bersifat multifaktorial. Keadaan yang
harus dijumpai agar episode refluks terjadi adalah isi lambung harus
siap untuk refluks dan mekanisme anti refluks pada sphincter
gastroesophagus harus menurun (Kasper, 2005). Faktor-faktor yang
dapat menurunkan tonus sphincter gastroesophagus adalah ( Makmun,
2009) :
1) Adanya hiatus hernia
2) Panjang sphincter gastroesophagus ( makin pendek, makin rendah
tonusnya)
3) Obat-obatan seperti antikolinergik, beta adrenergik, theofilin, dll
4) Faktor hormonal (kehamilan).
5) Makanan yang berlemak, merokok dan minuman dengan kandungan
xantin yang tinggi (teh, kopi).
Sebagian besar pasien GERD, ternyata mempunyai tonus sphincter
gastroesophagus yang normal. Pada kasus GERD, yang sering terjadi dalam
terjadinya proses refluks adalah transient LES relaxation, yaitu relaksasi
sphincter gastroesophagus yang bersifat spontan (Makmun, 2009).
c. Patofisiologi
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi yang
dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu
normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran
antegrade yang terjadi pada saat menelan, atau aliran retrograde yang terjadi
pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui
LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah. Terjadinya
refluks ini adalah hal yang normal, dikatakan patologis apabila terjadi
berulang dan proses berlangsung lama (Kahrilas, 2009).
1) Menurunnya tonus LES
Menurunnya tonus LES dapat menyebabkan timbulnya refluks
retrograde pada saat terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen.
Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES adalah adanya hiatus
hernia, panjang LES (makin pendek LES, makin rendah tonusnya), obat-
obatan (misal antikolinergik, beta adrenergik, teofilin, opiate), dan faktor
hormonal. Selama kehamilan, peningkatan kadar progesteron dapat
menurunkan tonus LES (Kahrilas, 2009).
2) Peningkatan paparan asam dan faktor pembersihan asam pada esofagus
Faktor-faktor yang berperan dalam bersihan asam dari esofagus
sadalah gravitasi, peristaltik, ekskresi air liur, dan bikarbonat. Setelah
terjadi refluks, sebagian besar bahan refluksat akan kembali kelambung
dengan dorongan peristaltik yang dirangsang oleh proses menelan.
Sisanya akan dinetralisir oleh bikarbonat yang disekresi oleh kelenjar
salivadan kelenjar esofagus. Mekanisme bersihan ini sangat penting,
karena makin lama kontak antara bahan refluksat dengan esofagus (waktu
transit esofagus) makin besar kemungkinan terjadinya esofagitis
(Kahrilas, 2009).
3) Pertahanan epitelial esofagus
Kemampuan mukosa esofagus untuk menahan kerusakan sel sangat
mempengaruhi pada perkembangan GERD. Usia dan status gizi
mempengaruhi kemampuan mukosa untuk mengurangi kerusakan.
Resistensi jaringan esofagus terhadap asam terdiri dari membran sel dan
junctional antarsel kompleks, yang melindungi terhadap cedera dengan
membatasi laju difusi ion hidrogen menjadi epitel. Derajat kerusakan
mukosa esofagus makin meningkat pada pH < 2,atau adanya pepsin atau
garam empedu. Namun dari kesemuanya itu yang memiliki potensi daya
rusak paling tinggi adalah asam (Kahrilas, 2009).
Faktor-faktor lain yang berperan dalam timbulnya gejala GERD
adalah kelainan di lambung yang meningkatkan terjadinya refluks
fisiologis, antara lain dilatasi lambung, dan delayed gastric emptying
(Makmun, 2009).
d. Gambaran Klinis
Gejala klinis GERD digolongkan menjadi 3 macam, yaitu gejala
tipikal, gejala atipikal, dan gejala alarm (Donald, 2008) :
1) Gejala tipikal (typical symptom)
Gejala yang umum diderita oleh pasien GERD, yaitu nyeri atau
rasa tidak enak di epigastrium atau retrosternal bagian bawah, belching
(sendawa), dan regurgitasi (muntah)
2) Gejala atipikal (atypical symptom)
Gejala yang terjadi di luar esofagus dan cenderung mirip
dengan gejala penyakit lain. Contohnya separuh dari kelompok
pasien yang sakit dada dengan elektrokardiogram normal ternyata
mengidap GERD, dan separuh dari penderita asma ternyata
mengidap GERD. Kadang hanya gejala ini yang muncul sehingga
sulit untuk mendeteksi GERD dari gejala ini. Contoh gejala atipikal
adalah asma nonalergi, batuk kronis, faringitis, sakit dada, dan
erosi gigi.
3) Gejala alarm (alarm symptom)
Gejala yang menunjukkan GERD yang berkepanjangan dan
kemungkinan sudah mengalami komplikasi. Pasien yang tidak
ditangani dengan baik dapat mengalami komplikasi. Hal ini
disebabkan oleh refluks berulang yang berkepanjangan. Contoh
gejala alarm adalah sakit berkelanjutan, disfagia (kehilangan nafsu
makan), penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan,
tersedak.
e. Komplikasi
Komplikasi GERD antara lain :
1) Esophagus barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi
kolumner metaplastik.
2) Esofagitis ulseratif
3) Perdarahan
4) Striktur esofagus
5) Aspirasi (Donald, 2008).
Donald, Castell MD. 2008. Pathophysiology of GERD: Lower Esophageal Sphincter Defects. Philadelphia : Department of Medicine, University of Pennsylvania Health System.
Makmun D. 2009. Penyakit Refluks Gastroesofageal. Dalam : Sudoyo AW, Setiohadi B. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Jakarta: EGC.
Kahrilas PJ. 2009. GERD Pathogenesis, Pathophysiology, and Clinical Manifestations. Cleveland Clinic Journal of Medicine, 70: S4-S19.
Kasper, Braunwald, Fauci, et all. 2005. Harrison’s Principles of Internal Medicine vol2. 16 th ed.USA : Mc graw Hill.