6
Aplikasi Klinis 1. Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) a. Definisi Refluks gastroesofagus adalah peristiwa masuknya isi lambung ke dalam esofagus yang terjadi secara intermiten pada setiap orang, terutama setelah makan. Refluks yang terjadi tanpa menimbulkan gejala dan perubahan histologik mukosa esofagus, disebut refluks gastroesofagus fisiologik. Bila refluks terjadi berulang-ulang, sehingga timbul gejala dan komplikasi, disebut refluks gastroesofagus patologik atau penyakit refluks gastroesofagus, suatu istilah yang meliputi refluks esofagitis dan refluks simtomatis (Makmun, 2009). b. Etiologi Penyakit gastroesofageal bersifat multifaktorial. Keadaan yang harus dijumpai agar episode refluks terjadi adalah isi lambung harus siap untuk refluks dan mekanisme anti refluks pada sphincter gastroesophagus harus menurun (Kasper, 2005). Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus sphincter gastroesophagus adalah ( Makmun, 2009) : 1) Adanya hiatus hernia 2)Panjang sphincter gastroesophagus ( makin pendek, makin rendah tonusnya)

Aplikasi Klinis farmako

Embed Size (px)

DESCRIPTION

d

Citation preview

Page 1: Aplikasi Klinis farmako

Aplikasi Klinis

1. Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)

a. Definisi

Refluks gastroesofagus adalah peristiwa masuknya isi lambung ke dalam

esofagus yang terjadi secara intermiten pada setiap orang, terutama setelah

makan. Refluks yang terjadi tanpa menimbulkan gejala dan perubahan

histologik mukosa esofagus, disebut refluks gastroesofagus fisiologik. Bila

refluks terjadi berulang-ulang, sehingga timbul gejala dan komplikasi, disebut

refluks gastroesofagus patologik atau penyakit refluks gastroesofagus, suatu

istilah yang meliputi refluks esofagitis dan refluks simtomatis (Makmun,

2009).

b. Etiologi

Penyakit gastroesofageal bersifat multifaktorial. Keadaan yang

harus dijumpai agar episode refluks terjadi adalah isi lambung harus

siap untuk refluks dan mekanisme anti refluks pada sphincter

gastroesophagus harus menurun (Kasper, 2005). Faktor-faktor yang

dapat menurunkan tonus sphincter gastroesophagus adalah ( Makmun,

2009) :

1) Adanya hiatus hernia

2) Panjang sphincter gastroesophagus ( makin pendek, makin rendah

tonusnya)

3) Obat-obatan seperti antikolinergik, beta adrenergik, theofilin, dll

4) Faktor hormonal (kehamilan).

5) Makanan yang berlemak, merokok dan minuman dengan kandungan

xantin yang tinggi (teh, kopi).

Sebagian besar pasien GERD, ternyata mempunyai tonus sphincter

gastroesophagus yang normal. Pada kasus GERD, yang sering terjadi dalam

terjadinya proses refluks adalah transient LES relaxation, yaitu relaksasi

sphincter gastroesophagus yang bersifat spontan (Makmun, 2009).

Page 2: Aplikasi Klinis farmako

c. Patofisiologi

Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi yang

dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu

normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran

antegrade yang terjadi pada saat menelan, atau aliran retrograde yang terjadi

pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui

LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah. Terjadinya

refluks ini adalah hal yang normal, dikatakan patologis apabila terjadi

berulang dan proses berlangsung lama (Kahrilas, 2009).

1) Menurunnya tonus LES

Menurunnya tonus LES dapat menyebabkan timbulnya refluks

retrograde pada saat terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen.

Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES adalah adanya hiatus

hernia, panjang LES (makin pendek LES, makin rendah tonusnya), obat-

obatan (misal antikolinergik, beta adrenergik, teofilin, opiate), dan faktor

hormonal. Selama kehamilan, peningkatan kadar progesteron dapat

menurunkan tonus LES (Kahrilas, 2009).

2) Peningkatan paparan asam dan faktor pembersihan asam pada esofagus

Faktor-faktor yang berperan dalam bersihan asam dari esofagus

sadalah gravitasi, peristaltik, ekskresi air liur, dan bikarbonat. Setelah

terjadi refluks, sebagian besar bahan refluksat akan kembali kelambung

dengan dorongan peristaltik yang dirangsang oleh proses menelan.

Sisanya akan dinetralisir oleh bikarbonat yang disekresi oleh kelenjar

salivadan kelenjar esofagus. Mekanisme bersihan ini sangat penting,

karena makin lama kontak antara bahan refluksat dengan esofagus (waktu

transit esofagus) makin besar kemungkinan terjadinya esofagitis

(Kahrilas, 2009).

3) Pertahanan epitelial esofagus

Kemampuan mukosa esofagus untuk menahan kerusakan sel sangat

mempengaruhi pada perkembangan GERD. Usia dan status gizi

mempengaruhi kemampuan mukosa untuk mengurangi kerusakan.

Resistensi jaringan esofagus terhadap asam terdiri dari membran sel dan

junctional antarsel kompleks, yang melindungi terhadap cedera dengan

membatasi laju difusi ion hidrogen menjadi epitel. Derajat kerusakan

Page 3: Aplikasi Klinis farmako

mukosa esofagus makin meningkat pada pH < 2,atau adanya pepsin atau

garam empedu. Namun dari kesemuanya itu yang memiliki potensi daya

rusak paling tinggi adalah asam (Kahrilas, 2009).

Faktor-faktor lain yang berperan dalam timbulnya gejala GERD

adalah kelainan di lambung yang meningkatkan terjadinya refluks

fisiologis, antara lain dilatasi lambung, dan delayed gastric emptying

(Makmun, 2009).

d. Gambaran Klinis

Gejala klinis GERD digolongkan menjadi 3 macam, yaitu gejala

tipikal, gejala atipikal, dan gejala alarm (Donald, 2008) :

1) Gejala tipikal (typical symptom)

Gejala yang umum diderita oleh pasien GERD, yaitu nyeri atau

rasa tidak enak di epigastrium atau retrosternal bagian bawah, belching

(sendawa), dan regurgitasi (muntah)

2) Gejala atipikal (atypical symptom)

Gejala yang terjadi di luar esofagus dan cenderung mirip

dengan gejala penyakit lain. Contohnya separuh dari kelompok

pasien yang sakit dada dengan elektrokardiogram normal ternyata

mengidap GERD, dan separuh dari penderita asma ternyata

mengidap GERD. Kadang hanya gejala ini yang muncul sehingga

sulit untuk mendeteksi GERD dari gejala ini. Contoh gejala atipikal

adalah asma nonalergi, batuk kronis, faringitis, sakit dada, dan

erosi gigi.

3) Gejala alarm (alarm symptom)

Gejala yang menunjukkan GERD yang berkepanjangan dan

kemungkinan sudah mengalami komplikasi. Pasien yang tidak

ditangani dengan baik dapat mengalami komplikasi. Hal ini

disebabkan oleh refluks berulang yang berkepanjangan. Contoh

gejala alarm adalah sakit berkelanjutan, disfagia (kehilangan nafsu

makan), penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan,

tersedak.

Page 4: Aplikasi Klinis farmako

e. Komplikasi

Komplikasi GERD antara lain :

1) Esophagus barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi

kolumner metaplastik.

2) Esofagitis ulseratif

3) Perdarahan

4) Striktur esofagus

5) Aspirasi (Donald, 2008).

Donald, Castell MD. 2008. Pathophysiology of GERD: Lower Esophageal Sphincter Defects. Philadelphia : Department of Medicine, University of Pennsylvania Health System.

Makmun D. 2009. Penyakit Refluks Gastroesofageal. Dalam : Sudoyo AW, Setiohadi B. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Jakarta: EGC.

Kahrilas PJ. 2009. GERD Pathogenesis, Pathophysiology, and Clinical Manifestations. Cleveland Clinic Journal of Medicine, 70: S4-S19.

Kasper, Braunwald, Fauci, et all. 2005. Harrison’s Principles of Internal Medicine vol2. 16 th ed.USA : Mc graw Hill.