Upload
others
View
15
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENDETEKSI
PERUBAHAN KAWASAN MANGROVE DI PANTAI INDAH
KAPUK (PIK) JAKARTA UTARA TAHUN 2000-2016
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Siti Hajar Daraintan NIM: 11140150000045
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
ii
iii
iv
v
i
ABSTRAK
Siti Hajar Daraintan (11140150000045). Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial.
Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan. Judul Skripsi “Aplikasi
Penginderaan Jauh Untuk Mendeteksi Perubahan Kawasan Mangrove Di
Pantai Indah Kapuk (PIK) Tahun 2000-2016.”
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perubahan kawasan
mangrove menggunakan aplikasi penginderaan jauh selama 16 tahun yaitu tahun
2000 sampai dengan tahun 2016. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
kuantitatif objek dalam penelitian ini seluruh kawasan mangrove di Kecamatan
Penjaringan Jakarta Utara, penelitian ini menggunakan aplikasi penginderaan
jauh. Ground check lapangan, dan observasi. Sumber data penelitian ini
menggunakan data primer bersumber dari hasil pengolahan citra tahun
2000,2005,2010 dan 2016. Sedangkan data sekunder adalah data penggunaan
lahan, maka dalam proses pengolahan data dibutuhkan buku, jurnal dan skripsi
yang relevan dengan penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luasan
hutan mangrove terus mengalami perubahan dari tahun 2000 sampai dengan tahun
2016. Perubahan yang terjadi adalah pengurangan luasan mangrove pada periode
tahun 2000-2005 sebesar -19,2 ha, dan pada periode 2005-2010 perubahan luasan
mangrove yaitu seluas -5,60 ha, dan terakhir tahun 2010-2016 pengurangan luasan
mangrove menjadi -15,131 ha jadi selama kurun waktu 16 tahun pengurangan
yang terjadi yaitu seluas -39,931 ha. Perubahan luas Kawasan mangrove terjadi
karena adanya peralihan fungsi lahan menjadi perumahan elite, mall, lapangan
golf, kondominium Nilai NDVI yang dimiliki oleh Kecamatan Penjaringan sangat
beragam. Indeks kerapatan vegetasi di Penjaringan diklasifikasikan menjadi tiga
kelas yaitu, kerapatan jarang, kerapatan sedang dan kerapatan lebat. luas kelas
NDVI yang tertinggi yaitu pada klasifikasi sedang dengan luas 228,41 interval
nilai spektral yaitu 0,1034-0,2261 dan presentase yaitu 46,98 %. Sedangkan pada
luas terendah yaitu pada klasifikasi jarang dengan luas yaitu 55,94 dan nilai
spektral yaitu -0,0632-0,1034 dan presentasenya yaitu 41,48. Jadi kesimpulannya
yaitu nilai NDVI di daerah Kecamatan Penjaringan memiliki tingkat indeks
vegetasi yang berkategori sedang dan lebat.
Kata Kunci : Mangrove, Penginderaan Jauh, Perubahan.
ii
ABSTRACT
Siti Hajar Daraintan (11140150000045). Department of Social Education.
Faculty of Tarbiyah and Teacher Training. The Little of Thesis “Remote
Sensing Application for Detecting Mangrove Area Changes of Pantai Indah
Kapuk (PIK) in 2000-2016 year”.
The Objective of the research is to find how changes in the mangrove area
using remote sensing applications for 16 years, namely 2000 to 2016. The
research used descriptive quantitative object method. In this study all mangrove
areas in Penjaringan North Jakarta used remote sensing applications. Ground
checks field, and observation. The source of this research data used primary data
sourced from the results of image processing in 2000, 2005, 2010 and 2016.
While the second data is land use data, then in the data processing process,
books, journals and theses are relevant to this research. Based on the results
showed that the extent of mangrove forests continued to change from 2000 to
2016. Changes that occurred were a reduction in mangrove area in the 2000-
2005 period of -19.2 ha, and in the 2005-2010 period changes in mangrove area
were as wide as - 5.60 ha, and the last year 2010-2016 the reduction of mangrove
area to -15,131 ha so during the 16 years period the reduction occurred in the
area of -39,931 ha. Changes in area Mangrove areas occured due to the shift of
land functions into elite housing, malls, golf courses, condominiums NDVI values
owned by Penjaringan sub-district are very diverse. The vegetation density index
in Penjaringan is classified into three classes, namely, rare density, medium
density and dense density. the highest NDVI class is in the moderate classification
with an area of 228.41 spectral value intervals of 0.1034-0.2261 and a percentage
of 46.98%. Whereas at the lowest area, that is in the rare and broad
classification, which is 55.94 and the spectral value is -0.0632-0.1034 and the
percentage is 41.48. So the conclusion is that the NDVI value in the Penjaringan
Subdistrict area has a medium and dense vegetation index level.
Keywords: Mangrove, Remote Sensing, Change.
iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu
memberikan nikmat, rahmat dan kemudahan bagi penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tak lupa penulis curahkan kepada
Nabi penyempurna Agama dan manusia terbaik sepanjang zaman yaitu Nabi
Muhammad SAW beserta sahabat dan keluarganya. Skripsi dengan judul
“Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Mendeteksi Perubahan Kawasan Mangrove
Di Pantai Indah Kapuk (PIK) Tahun 2000-2016” yang merupakan salah satu
syarat untuk mencapai Gelar Sarjana pada Program Sstudi Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial konsentrasi Geografi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini
tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya berbagai bantuan dari berbagai
pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan baik berupa moral maupun
materil kepada penulis. Oleh karena itu, maka perkenanlah pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Iwan Purwanto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial yang telah memberikan dukungan secara moril maupun administratif
kepada penulis.
3. Drs. Syaripulloh M.Si, selaku Dosen Penasehat dan juga Sekertaris Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Sodikin S.Pd M.Si selaku Dosen Pembimbing I penulis yang senantiasa
sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan mendengarkan segala
pertanyaan dan keluhan selama pengerjaan skripsi.
5. Neng Sri Nuraeni, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II penulis yang telah
meluangkan waktu dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, kritik dan
saran yang sangat bermanfaat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
iv
6. Seluruh Dosen Pendidikan IPS terutama Konsentrasi Geografi yang selama ini
selalu dengan sabar memberikan pengetahuan kepada penulis selama penulis
mengambil studi di Jurusan Pendidikan IPS.
7. Bapak Djafar Muchlisin, S. Sos, M.Si selaku Kepala Dinas Kehutanan
Provinsi DKI Jakarta yang telah memberikan izin penulis untuk melakukan
penelitian, serta staf Bapak Jaja Suarja, Bapak Dani, Bapak Sugeng yang telah
membantu penulis dalam memberikan data tertulis bagi kepentingan skripsi.
8. Pengelola ekowisata mangrove Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara Bapak
Ade Djuhana, Bapak Ujang Bapak Sucita, Bapak Ayat dan PJLK yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi, serta kepada masyarakat
Pantai Indah Kapuk (PIK) yang telah memberikan informasi dan bersedia
dalam memberikan informasi dan bersedia dalam wawancara skripsi ini.
9. Kedua Orang Tua penulis yaitu Bapak Ikin dan Ibu Karsah yang telah
membesarkan saya dengan penuh kasih sayang dan mendoa’kan saya tiada
henti dan selalu memberikan dukungan baik moril maupun materiil serta
selalu memberikan motivasi kepada penulis dalam menjalani studi perkuliahan
di Jurusan Pendidikan IPS.
10. Kakak penulis tercinta Alfian Rizkiansyah dan Iing Riyana yang selalu
memberikan semangat serta dukungan kepada penulis ketika penulis
mengalami hari-hari sulit.
11. Neng Dhea Sayyidah Nafisah dan Khoerunnisa yang selalu membantu dan
memberikan dukungan motivasi kepada penulis sehingga terselesaikannya
skripsi ini. Bahagiaku takkan cukup jika diucapkan oleh kata-kata.
12. Hanna Fadlillah, Rahmawati, Rizky Fauziah Ulfah, Diah Ayu Muti’ah, teman
seperjuangan yang selalu memberikan tawa dikala lelah, yang selalu
membantu dalam hal apapun walaupun sulit, yang selalu mendengarkan keluh
kesah penulis. Takkan cukup bila diucapkan dengan sebuah kalimat, aku
senang bisa kenal kalian.
13. Seluruh sahabat perjuangan di Jurusan Pendidikan IPS angkatan 2014
khususnya konsentrasi geografi yang selalu memberikan semangat serta
keceriaan yang mengisi hari-hari penulis selama berkuliah di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
v
14. Kak Novianti Lufilah yang telah membantu mengajarkan dengan sabar untuk
membuat peta dan mendengarkan keluh kesah penulis sehingga penulis tegar
dalam menghadapi kesulitan.
15. Bapak Vitri Pujiriyanto, S.E, S.H, M.H selaku pimpinan Bimbel Kak Ayik
yang selalu memberikan dukungan moril maupun materil yang tidak pernah
putus agar penulis segera menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat beberapa kekurangan dan
kesalahan dalam penyusunan skripsi ini yang disebabkan oleh keterbatasan
pengetahuan, waktu serta pemahaman penulis. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan dimasa
yang akan datang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan banyak
manfaat bagi para pembaca serta pihak-pihak yang memerlukan.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Jakarta, 15 Oktober 2018
Penulis
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN REFERENSI
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
ABSTRAK ....................................................................................................... i
ABSTRACT ..................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x
DAFTAR GRAFIK .......................................................................................... xi
DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .............................................................. 7
C. Pembatasan Masalah ............................................................. 7
D. Rumusan Masalah ................................................................ 7
E. Tujuan Penelitian .................................................................. 7
F. Manfaat Penelitian ................................................................ 7
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori .......................................................................... 9
1. Pengertian Penginderaan Jauh ........................................ 9
2. Komponen Penginderaan Jauh ........................................ 10
3. Klasifikasi Citra .............................................................. 13
4. Pantulan Spektral, Vegetasi, Tanah dan Air ................... 16
5. Analisis Normalized Difference Vegetation Index
(NDVI) ............................................................................ 17
vii
6. Pengertian Mangrove ...................................................... 18
7. Jenis-Jenis Mangrove ...................................................... 20
8. Fungsi Hutan Mangrove.................................................. 29
9. Manfaat Hutan Mangrove .............................................. 31
10. Karakteristik Habitat Mangrove...................................... 32
11. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kerusakan
Mangrove ........................................................................ 32
12. Rehabilitasi Hutan Mangrove ......................................... 37
B. Penelitian yang Relevan........................................................ 38
C. Kerangka Berfikir ................................................................. 42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 44
1. Lokasi Penelitian ............................................................. 44
2. Waktu Penelitian ............................................................. 44
B. Metode Penelitian ................................................................ 45
C. Jenis Data dan Sumber Data ................................................. 46
1. Data Primer ..................................................................... 46
2. Data Sekunder ................................................................. 46
D. Bahan dan Alat Penelitian..................................................... 47
1. Bahan Penelitian ............................................................. 47
2. Alat Penelitian ................................................................. 47
E. Teknik Pengumpulan Data.................................................... 48
1. Observasi dan Ground Check Lapangan ......................... 48
2. Wawancara ...................................................................... 49
3. Dokumentasi ................................................................... 49
F. Teknik Analisis Data ............................................................ 50
1. Teknik Analisis yang pertama ......................................... 50
2. Teknik Analisis Kedua .................................................... 53
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian .................................... 56
1. Sejarah Kawasan Hutan Mangrove Jakarta Utara ........... 56
viii
2. Letak Geografis ............................................................... 57
3. Kondisi Fisik ................................................................... 59
4. Kondisi Sosial ................................................................. 62
B. Hasil Penelitian ..................................................................... 64
1. Hasil Ground Check Lapangan ....................................... 64
2. Hasil Interpretasi Kappa .................................................. 67
3. Sebaran dan Luas Kawasan Mangrove Tahun 2000-
2016 ................................................................................ 68
4. Perubahan Luasan Mangrove per Kelurahan di Jakarta
Utara ................................................................................ 75
5. Analisis Perubahan Luasan Mangrove tahun 2000-2016 78
6. Analisis Kerapatan Vegetasi Berdasarkan Nilai NDVI .. 82
C. Pembahasan Hasil Penelitian ................................................ 85
D. Keterbatasan Penelitian......................................................... 87
BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................... 89
B. Implikasi ............................................................................... 89
C. Saran ..................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perubahan Luas Hutan Mangrove Untuk Kawasan Budidaya ...... 3
Tabel 2.1 Data SPOT pankromatik dan multispectral ................................... 15
Tabel 2.2 Kriteria baku kerusakan mangrove ................................................ 33
Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu ...................................................................... 41
Tabel 3.1 Tahap dan Waktu Penelitian ......................................................... 45
Tabel 3.2 Bahan Yang Digunakan Dalam Penelitian .................................... 47
Tabel 3.3 Alat Yang Digunakan Dalam Penelitian ....................................... 47
Tabel 4.1 Luas Kelurahan Di Kecamatan Penjaringan ................................. 59
Tabel 4.2 Suhu Udara Di Jakarta Utara ......................................................... 60
Tabel 4.3 Kelembaban Udara di Jakarta Utara.............................................. 61
Tabel 4.4 Rata-Rata Cuaca Di Jakarta Utara ................................................. 62
Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin.............................. 63
Tabel 4.6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Demografi Tahun 2015 ............... 64
Tabel 4.7 Hasil Ground Check Lapangan Berdasarkan Interpretasi Citra .... 65
Tabel 4.8 Hasil Uji Interpretasi Kappa .......................................................... 67
Tabel 4.9. Luasan mangrove di daerah Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta
Utara tahun 2000 .......................................................................... 69
Tabel 4.10 Luasan mangrove di daerah Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta
Utara tahun 2005 ........................................................................... 70
Tabel 4.11. Luasan mangrove di daerah Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta
Utara tahun 2010 ........................................................................... 72
Tabel 4.12. Luasan mangrove di daerah Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta
Utara tahun 2016 ........................................................................... 74
Tabel 4.13 Rincian luasan perubahan mangrove per kelurahan di kecamatan
penjaringan yang terdapat mangrove tahun 2000-2016 ................ 78
Tabel 4.14 Total perubahan luasan mangrove tahun 2000,2005,2010, dan
2016. .............................................................................................. 79
Tabel 4.15 Perubahan Luasan mangrove yang terjadi selama kurun waktu
16 tahun ......................................................................................... 82
Tabel 4.16 Luas kelas NDVI ........................................................................... 85
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian .............................................................. 44
Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian............................................................... 55
Gambar 4.1. Peta Administrasi Kecamatan Penjaringan ......................... 58
Gambar 4. 2 Peta perubahan mangrove di wilayah pesisir Pantai Indah
Kapuk (PIK) Jakarta Utara tahun 2000 ................................... 68
Gambar 4.3 Peta persebaran mangrove di wilayah pesisir Pantai Indah
Kapuk (PIK) Jakarta Utara tahun 2005. ................................... 70
Gambar 4.4 Peta persebaran mangrove di wilayah pesisir Pantai Indah
Kapuk (PIK) Jakarta Utara Tahun 2010 ................................... 71
Gambar 4.5 Peta persebaran mangrove di wilayah pesisir Pantai Indah
Kapuk (PIK) Jakarta Utara tahun 2016. ................................... 74
Gambar 4.6 Overlay Peta Perubahan Mangrove di Jakarta Utara tahun
2000-2016 ................................................................................. 77
Gambar 4.7 Ilustrasi perubahan NDVI tahun 2000,2005,2010 dan 2016. ... 83
Gambar 4.8 Peta NDVI Kecamatan Penjaringan Tahun 2016 ..................... 84
xi
DAFTAR GRAFIK
Grafik 2.1 Kurva Pantulan spektral yang mencirikan untuk obyek vegetasi
tanah, dan air. ................................................................................ 16
Grafik 4.1 Total perubahan luasan mangrove tahun 2000,2005,2010, dan
2016. .............................................................................................. 79
xii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Bagan Kerangka Berfikir .............................................................. 43
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 : Pedoman Observasi
LAMPIRAN 2 : Pedoman Wawancara
LAMPIRAN 3 : Lembar Hasil Observasi
LAMIPRAN 4 : Hasil Wawancara
LAMPIRAN 5 : Foto Hasil Observasi Lapangan
LAMPIRAN 6 : Foto Narasumber
LAMPIRAN 7 : Perbandingan Titik Uji (Groundtruth)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia memiliki banyak hutan mangrove dibandingkan dengan
negara lain. Luas hutan mangrove di Indonesia pada tahun 1982 tercatat seluas
5.209.543,16 ha. Kemudian pada tahun 1993 luas tersebut menurun menjadi
sekitar 496.185 ha.1 menurut Nontji Ekosistem hutan mangrove di Indonesia
mempunyai keanekaragaman hayati tertinggi di dunia dengan jumlah total
spesies 89, terdiri dari 35 spesies tanaman, 9 spesies perdu, 9 spesies liana, 29
spesies epifit, dan 2 spesies parastik.2
Mangrove sebagai salah satu komponen ekosistem pesisir memegang
peranan yang cukup penting, ekosistem mangrove merupakan salah satu
ekosistem pantai selain terumbu karang dan lamun. Secara ekologis, hutan
mangrove dapat berfungsi sebagai stabilitas atau keseimbangan ekosistem,
sumber unsur hara, sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari
makan (feeding ground), dan daerah pamijahan (spawning ground). Secara
ekonomis, ekosistem mangrove dapat dijadikan sebagai areal budi daya,
penangkapan, objek wisata, dan sumber kayu bagi masyarakat. Selain hal
tersebut, mangrove merupakan salah satu hutan alamiah yang unik dan
mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang cukup tinggi. Hutan mangrove
dapat menghasilkan bahan dasar untuk keperluan rumah tangga dan industri
seperti kayu bakar, arang, kertas, dan rayon yang dalam konteks ekonomi
mengandung komersial yang tinggi.3
Hutan mangrove di manfaatkan untuk berbagai keperluan, tetapi harus
dilakukan dengan asas pelestarian. pemanfaatan kawasan pantai memang
harus ditertibkan sehingga kerusakan dan dampaknya dapat ditekan seminimal
mungkin. Pemanfaatan hutan mangrove yang berasaskan pelestarian fungsi
hutan mangrove, yaitu dengan tetap mempertahankan sebagian hutan
1 Rokhmin Dahuri, dkk,. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara
Terpadu, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2008), hlm 83. 2 Nontji, dalam Rokhmin Dahuri, dkk,Ibid,. hlm 83. 3 Amran Saru, Potensi Biologis dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Wilayah Pesisir.
(Bogor: IPB Press, 2014), hlm 2
2
mangrove sebagai sabuk atau jalur hijau (green belt). Sebaiknya hutan
mangrove yang tetap dilestarikan sebagai sabuk hijau minimal selebar 200 m.
makin lebar jalur hijau fungsi hutan mangrove juga makin baik. Dengan
adanya jalur hijau, maka kerusakan pantai, usaha tambak udang, atau kegiatan
lainnya oleh abrasi gelombang laut dapat dicegah. Di samping itu, fungsi
hutan mangrove yang lain juga dapat berlangsung dengan baik dan lestari4
Kota Administrasi Jakarta Utara merupakan bagian dari DKI Jakarta
yang berada di sebelah Utara DKI Jakarta yang memiliki garis pantai dan
teluk, dengan mempunyai garis pantai dan teluk tentu menjadi berkah bagi
ekosistem yang terbentuk. Salah satu ekosistem yang terbentuk adalah hutan
mangrove yang merupakan ekosistem untuk mendukung kehidupan pesisir di
pantai, namun pada kenyataannya ekosistem mangrove di Jakarta di gusur
oleh sebagian rencana pembangunan yang berada di daerah pesisir. Seperti
halnya rencana pembangunan gedung-gedung bertingkat yang memasang
konsep sea view dan juga konsep perumahan mewah yang berlandaskan
konsep laut sangat mengubah ekosistem mangrove di pesisir Jakarta,
pembangunan yang mengangkat nilai ekonomi justru menjatuhkan nilai
keanekaragaman hayati, ekosistem menghilang dan mangrove terancam
punah.5
Berdasarkan data Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah
(BPLHD) Provinsi DKI Jakarta menunjukkan hingga tahun 1960 luas lahan
mangrove di pesisir utara Jakarta seluas 1.140,33 ha yang kemudian
ditetapkan oleh Menteri Pertanian pada 10 Juni 1977 dengan Surat Keputusan
Nomor 16/um/6/1977 yang menyatakan bahwa kawasan Hutan Mangrove
Angke Kapuk merupakan kawasan Hutan Lindung, hutan wisata pembibitan
dan lapangan dengan tujuan Istimewa (LDTI) dan pada 31 Juli 1982 Surat
Keputusan tersebut mengalami perubahan, ketika Dirjen Kehutanan
mengeluarkan Surat Keputusan kepada pihak swasta yang memutuskan
perubahan fungsi hutan mangrove Muara Angke menjadi kawasan budidaya
4 Karren Eddy Sontang Manik, Pengelolaan lingkungan hidup. (Jakarta: Djambatan, 2009), hlm
91-92. 5 Satria Meidian Saputra, Skripsi: “Analisis Spasial dalam Rekonstruksi Lahan untuk Ekosistem
Mangrove Melalui Perancangan Model Spasial Dinamis” (Jakarta: Universitas Esa Unggul,
2016), hlm 1
3
dengan luas 831,63 ha6, dengan rincian sebagai berikut, untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1
Perubahan Luas Hutan Mangrove Untuk Kawasan Budidaya
No. Peruntukan Luasan (ha)
1 Permukiman 487,89
2 Bangunan Umum (Hotel, Cottage,
bangunan Komersil lainnya)
93,35
3 Rekreasi dan Olahraga 169,13
4 Rekreasi Air Buatan 81,26
Jumlah 831,36
Sumber: Balai Konservasi Sumberdaya Alam, 2013 dalam skripsi Satria Meidian Saputra.
Perubahan fungsi secara legal tersebut, luas ekosistem mangrove
menjadi 308,70 ha, Sayangnya pada tahun 2003, luas kawasan yang sama
telah menyusut drastis menjadi 233 ha. Pada tahun 2008, keadaan hutan
mangrove kembali menyusut menjadi 45 ha yang tersisa.7
Di dalam Al-Qur’an Surat Ar-Rum 41-42 dijelaskan bahwa Sebagian
besar kerusakan di bumi tidak hanya disebabkan oleh alam tetapi juga oleh
aktivitas manusia:
Artinya : “Telah tampak kerusakan didarat dan dilaut akibat
perbuatan tangan manusia, Supaya Allah merasakan kepada mereka
sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan
yang benar)”. Katakanlah “Lakukanlah perjalanan dimuka bumi dan
perhatikannlah bagaimana kesudahan orang-orang terdahulu,
kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan
(Allah).” ( QS. Ar-Ruum: 41-42 ).
Sangat disayangkan beberapa pengembang kurang memperhatikan
ekosistem, seperti membangun di hutan-hutan bakau yang ada di Jakarta Utara
dan menurut ahli lingkungan hutan bakau yang ada di Jakarta Utara tinggal 25
ha saja, padahal hutan bakau ini adalah tempat berkembang biaknya udang
6 Ibid., hlm 2 7 Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan, dalam skripsi Satria Meidian Saputra, Ibid., hlm 2
4
dan biota laut lainnya, dan yang tidak kalah penting hutan bakau adalah
penyangga pasang surut air laut dan terbukti di saat tsunami daerah pesisir
yang hutan bakaunya masih lestari tehindar dari tsunami.8
Permasalahan utama tentang habitat mangrove bersumber dari
keinginan manusia untuk mengkonversi area hutan mangrove menjadi areal
pengembangan perumahan, kegiatan-kegiatan komersial, industri, dan
pertanian, selain itu, juga meningkatnya permintaan terhadap produksi kayu
menyebabkan eksploitasi berlebihan terhadap hutan mangrove.9
Peralihan area mangrove menjadi tempat pemukiman, kondominium,
pusat bisnis, rekreasi dan lapangan golf di daerah Pantai Indah Kapuk (PIK)
memang merupakan hal yang umum dijumpai. Sayangnya hal ini dilakukan
tanpa memerhatikan kondisi mangrove itu sendiri. Peralihan fungsi mangrove
menyebabkan meningkatnya sedimen, meningkatnya abrasi, dan menurunkan
kualitas tanah di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara.
Tekanan penduduk terhadap kawasan hutan mangrove semakin
meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Pertumbuhan
populasi juga merupakan salah satu yang tidak bisa dihindari. Semakin
bertambah jumlah manusia, semakin tinggi pula kebutuhan akan tempat
tinggal.10 Hal ni mengindikasikan terjadinya perkembangan wilayah yang
meliputi pemukiman penduduk. Hal ini juga terjadi di kawasan Pantai Indah
Kapuk (PIK), di mana lahan hutan mangrove telah mengalami perambahan
untuk tujuan lain seperti tempat pemukiman.
Seiring meningkatnya pertambahan penduduk, kebutuhan akan air
tanah juga semakin meningkat sehingga semakin banyak airtanah yang akan
disedot. Eksplorasi air tanah (groundwater exploration) adalah salah satu hal
yang harus di waspadai akibatnya. Berkembangnya wilayah pesisir akan
meningkatkan pembangunan infrastruktur dan bangunan pendukung lainnya di
wilayah tersebut. Tentu saja hal tersebut akan menyebabkan penggunaan air
8 Masriah dan Mujahid, Pembangunan Ekonomi Berwawasan Lingkungan, (Malang: UM Press,
2011), hlm 72. 9 Rokhmin Dahuri, dkk,. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara
Terpadu, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2008) hlm 202. 10 Muh Aris Marfai dkk, Peran Kearifan Lokal dan Modal Sosial Dalam Penguranan Risiko
Bencana dan Pembangunan Pesisir (Integrasi Kajian Lingkungan, Kebencanaan, dan Sosial
Budaya, (Yogyakarta: UGM PRESS, 2015), hlm 18.
5
tanah yang semakin meningkat. Eksplorasi air tanah dapat menyebabkan
penurunan permukaan air tanah sehingga menyebabkan tanah amblas. Selain
itu eksplorasi air tanah pada wilayah pesisir juga mengakibatkan masuknya air
laut ke dalam tanah atau sering disebut intrusi air laut, akibatnya air tanah
yang ada di sekitar pesisir memiliki rasa asin.11
Hutan mangrove dengan berbagai hasilnya merupakan sumber daya
alam yang menjadi salah satu modal pembangunan. Mengingat akan
pentingnya ekosistem mangrove dan kondisi fisik wilayah pesisir DKI Jakarta
yang memperihatinkan, maka diperlukan rencana penambahan lahan
mangrove sebagai pengganti lahan mangrove yang hilang akibat alih fungsi
lahan menjadi kawasan budidaya sehingga dapat meminimalisir kerusakan
wilayah pesisir DKI Jakarta.
Dengan lahirnya UU no 41 tahun 1999 tentang kehutanan serta
peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 73 tahun 2012 tentang strategi
nasional pengelolaan ekosistem mangrove, maka perlu adanya upaya untuk
mendorong pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan dan rehabilitasi
lahan hutan mangrove secara berkelanjutan, untuk menjaga kelestarian
lingkungan hidup di kawasan pesisir12
Sekarang teknologi penginderaan jauh sudah dapat dikenal secara
luas. Untuk mengetahui perubahan kawasan mangrove di Pantai Indah
Kapuk (PIK) dapat menggunakan teknologi penginderaan jauh. Teknologi
ini jika dikombinasikan dengan penginderaan jauh maka kemampuan
tersebut bisa dilakukan tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, yang
dikaji. Teknologi ini sangat efektif dan potensial dalam era digital sekarang
ini. Teknologi penginderaan jauh mempunyai keunggulan di bidang resolusi
spasial (0,5 m sampai 1,1 km), temporal dari (15 sampai 30 hari) dan
resolusi spektral dari 1 saluran band hingga ratusan sangat relevan untuk
mendeteksi perubahan mangrove. Teknologi penginderaan jauh semakin
berkembang melalui kehadiran berbagai sistem satelit dengan berbagai misi
dan teknologi sensor. Penginderaan jauh telah mampu memberikan
data/informasi tentang sumberdaya alam, daratan dan kelautan
11 Ibid., hlm 19 12 Satria Meidian Saputra, Skripsi, Op.Cit,. hlm 3.
6
secara teratur dan periodik. Ketersediaan data citra satelit dalam bentuk
digital memungkinkan analisis dengan komputer secara kuantitatif dan
konsisten.13
Dengan kemampuan ini untuk melakukan overlay peta dalam studi
perubahan penutupan lahan bisa diketahui bagaimana perubahan penutupan
lahan dalam periode waktu tertentu. Perlu dilakukan monitoring perubahan
penutupan lahan pada daerah kawasan hutan mangrove di Kawasan Pantai
Indah Kapuk (PIK). Data perubahan kondisi penutupan lahan sangat
diperlukan sebagai dasar pengelolaan suatu kawasan yang harus dilakukan
secara periodik. Dengan memerhatikan hal tersebut maka diperlukan data-data
spasial kawasan pesisir yang berguna dalam pemanfaatan dan pengelolaan
sumber daya dan ruang di kawasan pesisir yang direncanakan secara
berkelanjutan.
Penelitian tentang perubahan luasan mangrove juga pernah diteliti oleh
Hansel Marcello dalam skripsinya yang berjudul Perubahan Mangrove di
Wilayah Pesisir Indramayu menurut hasil penelitiannya hutan mangrove di
wilayah pesisir Kabupaten Indramayu terindikasi terus mengalami perubahan
dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2010. Perubahan yang terjadi adalah
pengurangan luasan mangrove dan penurunan jumlah spesies mangrove yang
hidup di wilayah pesisir Kabupaten Indramayu.
Sesuai dengan permasalahan-permasalahan mengenai penurunan
luasan mangrove yang terjadi di Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara dan
minimnya penelitian yang dilakukan mengenai hal tersebut, dengan
menggunakan bantuan dari teknologi penginderaan jauh penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui bagaimana perubahan mangrove di kawasan
Pantai Indah Kapuk (PIK) dari tahun 2000-2016. Sehingga peneliti membuat
penelitian dengan judul “APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK
MENDETEKSI PERUBAHAN MANGROVE DI PANTAI INDAH
KAPUK (PIK) JAKARTA UTARA TAHUN 2000-2016”.
13 Paharuddin, Aplikasi Sistem Informasi Geografi Untuk Kajian Kerentanan Pantai Utara
Jakarta, (Tesis Institusi Pertanian Bogor,2011) hlm 1
7
B. Identifikasi Masalah
1. Luas lahan Mangrove di Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara Menurun
2. Pertumbuhan penduduk di Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara semakin
meningkat sehingga mengakibatkan kebutuhan lahan semakin tinggi
3. Pertumbuhan pembangunan di Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara
semakin meningkat maka mengakibatkan keberadaan mangrove semakin
berkurang
C. Pembatasan Masalah
Keterbatasan peneliti dalam waktu, tenaga dan biaya, serta untuk
memudahkan pembahasan skripsi ini, menjaga agar penelitian lebih fokus dan
terarah, tidak menimbulkan keraguan dan salah penafsiran, maka di perlukan
adanya pembatasan masalah, oleh karena itu penelitian hanya mengkaji pada
perubahan luasan mangrove di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) Kecamatan
Penjaringan Kotamadya Jakarta Utara dengan menggunakan teknologi
penginderaan jauh dari tahun 2000 sampai 2016.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah serta
pembatasan masalah, maka pertanyaan penelitian ini adalah: “Bagaimana
perubahan mangrove di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) Kecamatan
Penjaringan Kotamadya Jakarta Utara dengan menggunakan teknologi
penginderaan jauh?”
E. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan penelitian diatas, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui bagaimana perubahan mangrove di Pantai Indah
Kapuk (PIK) Kecamatan Penjaringan Kotamadya Jakarta Utara dengan
menggunakan teknologi penginderaan jauh.
F. Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan atau manfaat yang diharapkan dari penelitian ini
adalah suatu kontribusi hasil penelitian baik secara teoritis ataupun secara
praktis, manfaat-manfaat tersebut yaitu sebagai berikut:
8
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan dari penelitian ini dapat menjadi acuan untuk perkembangan
ilmu geografi, khususnya untuk mengkaji dan menjelaskan permasalahan
tentang perubahan lahan mangrove. Selain itu penelitian ini dapat menjadi
acuan untuk pengembangan bidang pendidikan khususnya untuk mata
pelajaran geografi pada mata materi pesisir dan kelautan.
Manfaat Praktis
a. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan
pengetahuan kepada masyarakat tentang perubahan lahan mangrove.
b. Bagi lembaga pemerintahan, diharapkan penelitian ini dapat
memberikan acuan dalam perencanaan pembangunan di wilayah Pantai
Indah Kapuk (PIK) dengan mempertimbangkan luasan hutan
mangrove yang berada di wilayah pesisir pantai.
c. Bagi pendidikan diharapkan dapat berguna sebagai bahan kajian dalam
pembelajaran IPS khususnya geografi.
d. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan,
pengalaman ilmu dibidang geografi, penggunaan penginderaan jauh
untuk analisis perubahan mangrove.
9
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Pengertian Penginderaan Jauh
Menurut Lilliesand dan Kiefer penginderaan jauh ialah ilmu dan
seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau
fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa
kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Selain
itu penginderaan jauh juga dapat diartikan sebagai suatu proses membaca.
Dengan menggunakan berbagai sensor kita mengumpulkan data dari jarak
jauh yang dapat di analisis untuk mendapat suatu obyek, daerah atau
fenomena yang diteliti.14
Sri Hartati Soenarmo mengatakan bahwa penginderaan jauh atau
disingkat INDERAJA secara umum didefinisikan sebagai ilmu teknik seni
untuk memperoleh informasi atau data mengenai kondisi fisik suatu benda
atau objek, target, sasaran maupun daerah dan fenomena tanpa menyentuh
atau kontak langsung dengan benda atau target tersebut. Data yang
diperoleh pada umumnya berbentuk keruangan atau spasial sehingga
dalam pengolahannya memerlukan seni tampilan yang serasi, menarik, dan
mudah di mengerti.15
Teknologi penginderaan jauh (Remote sensing) sering diartikan
sebagai teknologi untuk mengidentifikasi suatu objek di permukaan bumi
tanpa melalui kontak langsung dengan objek tersebut. Saat ini teknologi
penginderaan jauh berbasis satelit menjadi sangat popular dan digunakan
untuk berbagai tujuan kegiatan, salah satunya untuk mengidentifikasi
potensi sumber daya wilayah pesisir dan lautan. Hal ini disebabkan
teknologi ini memiliki beberapa kelebihan, seperti harganya yang relatif
murah dan mudah di dapat, adanya resolusi temporal (perulangan)
14 Lillesand and Kiefer diterjemahkan oleh Dulbahri dkk, Penginderaan Jauh dan Interpretasi
Citra. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,1990), hlm 1 15 Soenarmo, Sri Hartati. Penginderaan Jauh dan Pengenalan Sistem Informasi Geografis untuk
Bidang Ilmu Kebumian (Bandung: ITB, 2009), hlm 1.
10
sehingga dapat digunakan untuk keperluan monitoring, cakupannya yang
luas dan mempu menjangkau daerah yang terpencil, bentuk datanya digital
sehingga dapat digunakan untuk berbagai keperluan dan ditampilkan
sesuai keinginan.16
Jadi kesimpulannya penginderaan jauh ialah ilmu untuk
memperoleh informasi dan analisis informasi tentang bumi yaitu obyek,
target, sasaran, maupun daerah dan juga fenomena tanpa menyentuh atau
kontak langsung dengan target tersebut. Data yaitu berbentuk keruangan
atau spasial dan dalam pengolahannya memerlukan seni, tampilan yang
menarik sehingga dapat dimengerti.
2. Komponen Penginderaan Jauh
a. Sumber Tenaga
Sumber tenaga merupakan komponen yang diperlukan untuk
menyinari objek yang terdapat di permukaan bumi kemudian
memantulkannya ke sensor. Salah satu tenaga yang digunakan dalam
penginderaan jauh adalah tenaga matahari. Tenaga matahari memancar
ke segala penjuru termasuk panjang gelombang. Berdasarkan sumber
tanaganya penginderaan jauh dibedakan menjadi:
1) Sumber tenaga alami
Matahari merupakan sumber tenaga yang alami. Penginderaan jauh
yang menggunakan tenaga matahari dikenal dengan sistem pasif.
Proses penginderaan jauh yang menggunakan tenaga matahari
hanya dapat dilakukan pada siang hari dengan kondisi cuaca cerah.
2) Sumber tenaga buatan
Penginderaan jauh yang menggunakan tenaga buatan dalam
perekamannyaa disebut dengan sistem aktif. Proses ini dapat
dilakukan pada malam hari karena mengandalkan pantulan tenaga
buatan yang disebut juga tenaga pulsa atau tidak bergantung pada
tenaga matahari. Contoh tenaga buatan yang digunakan dalam
16 Satria Meidian Saputra, Skripsi: “Analisis Spasial dalam Rekonstruksi Lahan untuk Ekosistem
Mangrove Melalui Perancangan Model Spasial Dinamis” (Jakarta: Universitas Esa Unggul,
2016), hlm 25.
11
proses penginderaan jauh adalah gelombang mikro yang berasal
dari baterai, blitz, dan sebagainya.17
Jumlah tenaga matahari yang mencapai bumi dipengaruhi oleh
waktu (jam musim), lokasi dan kondisi cuaca, jumlah tenaga yang
diterima pada siang hari lebih banyak bila dibandingkan dengan
jumlahnya pada pagi atau sore hari. Kedudukan matahari terhadap
tempat di bumi berubah sesuai dengan perubahan musim. Pada musim
saat matahari berada tegak lurus di atas suatu tempat, jumlah tenaga
yang diterima lebih besar dibanding dengan pada musim lain di saat
matahari kedudukannya condong terhadap tempat itu, disamping itu,
jumlah tenaga yang diterima juga dipengaruhi oleh letak tempat di
permukaan bumi. Disamping itu jumlah tenaga yang diterima juga
dipengaruhi oleh letak tempat di permukaan bumi. Tempat-tempat di
ekuator menerima tenaga lebih banyak bila dibandingkan terhadap
tempat-tempat di lintang tinggi, untuk waktu dan letak yang sama,
jumlah sinar yang mencapai bumi dapat berbeda bila kondisi cuaca
berbeda. Semakin banyak penutupan oleh kabut, asap dan awan, maka
akan semakin sedikit tenaga yang dapat mencapai bumi.18
b. Sensor
Tenaga yang datang dari obyek di permukaan bumi diterima
dan direkam oleh sensor. Tiap sensor mempunyai kepekaan tersendiri
terhadap bagian spektrum elektromagnetik. Disamping itu juga
kepekaannya berbeda dalam merekam obyek terkecil yang masih dapat
dikenali dan dibedakan terhadap obyek lain atau terhadap lingkungan
sekitarnya. Kemampuan sensor untuk menyajikan gambaran obyek
terkecil ini disebut resolusi spasial. Resolusi spasial ini merupakan
petunjuk bagi kualitas sensor. Semakin kecil obyek yang dapat
direkam olehnya, semakin baik kualitas sensornya. Berdasarkan atas
proses perekamannya. Sensor dibedakan atas sensor fotografik dan
sensor elektronik.
17 Modul, Sodikin, Petunjuk Teknis Pengolahan Citra Landsat Dengan Er Mapper 7.0. hlm 3 18 Sutanto, Penginderaan Jauh Jilid I, (Yogyakarta: UGM,1992), hlm 53-54
12
1) Sensor fotografik proses perekamannya berlangsung dengan cara
kimiawi. Tenaga elektromagnetik diterima dan direkam pada
lapisan emulsi film yang bila diproses akan menghasilkan foto.
Kalau pemotretannya dilakukan dari pesawat udara atau wahana
lainnya. Fotonya disebut dengan foto udara bila pemotretannya
dilakukan dari antariksa. Fotonya disebut foto satelit atau orbital.
Jadi, dalam proses ini film berfungsi sebagai penerima tenaga
sekaligus sebagai alat perekamnya.
2) Sensor elektronik menggunakan tenaga elektrik dalam bentuk
sinyal elektrik. Alat penerima dan perekamnya berupa pita
magnetik atau detektor lainnya, bukan film. Pemrosesannya
menjadi citra dapat dilakukan dengan dua cara, yakni dengan
memotret data yang direkam oleh pita magnetik yang telah
diujudkan secara visual pada sejenis layar televisi. Atau dengan
menggunakan film perekam khusus. Hasil akhirnya berupa foto
dengan film sebagai alat perekamnya, akan tetapi film disini hanya
berfungsi sebagai alat perekam saja, bukan sebagai alat penerima
tenaga secara langsung yang sekaligus sebagai alat perekam. Oleh
karena itu hasil akhirnya tidak disebut foto udara, melainkan
disebut citra penginderaan jauh yang untuk mudahnya disingkat
citra. Citra meliputi semua gambaran visual planimetrik yang
diperoleh dengan jalan penginderaan jauh. Jadi foto udara termasuk
citra, akan tetapi tidak semua citra berupa foto udara.19
c. Perolehan Data
Perolehan data dapat dilakukan dengan cara manual yakni
dengan interpretasi secara visual, dan dapat pula dilakukan dengan
cara numerik atau cara digital yaitu dengan menggunakan komputer.
Foto udara pada umumnya di interpretasi secara manual. Sedang data
hasil penginderaan secara elektronik dapat diinterpretasi secara manual
maupun secara numerik.
19 Sutanto, Penginderaan Jauh Jilid 1, (Yogyakarta: UGM,1986), hlm 56-57
13
d. Pengunaan Data
Keberhasilan aplikasi penginderaan jauh terletak pada dapat
diterima atau tidaknya hasil penginderaan jauh itu oleh para pengguna
data. Jadi, penggunaan data merupakan komponen yang penting dalam
sistem penginderaan jauh. Kerincian, keandalan, dan kesesuaiannya,
terhadap kebutuhan pengguna sangat menentukan diterima atau
tidaknya data penginderaan jauh oleh para penggunanya. Dalam hal ini
data hasil interpretasi foto udara telah hampir seabad dimanfaatkan
oleh pengguna data dalam rangka pengelolaan sumberdaya dan
lingkungan, sedang penginderaan jauh lainnya masih relatif baru.
Meskipun pada saat ini sering dikatakan bahwa penginderaan jauh
yang baru masih dalam taraf eksperimental atau semi-operasional,
prospeknya untuk masa mendatang baik sekali. 20
3. Klasifikasi Citra
Klasifikasi citra penginderaan jauh (inderaja) bertujuan untuk
menghasilkan peta tematik, dimana tiap warna mewakili sebuah objek,
misalkan hutan laut, sungai, sawah dan lain-lain. Klasifikasi citra digital
merupakan proses pengelompokan piksel ke dalam kelas-kelas tertentu.
Hal ini sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam klasifikasi
multispektral ialah bahwa setiap objek dapat dibedakan dari yang lainnya
berdasarkan nilai spektralnya.
Pada umumnya klasifikasi citra digital yang digunakan adalah
klasifikasi (supervised), klasifikasi supervised ini melibatkan interaksi
analis secara intensif, dimana analis menuntun proses klasifikasi dengan
identifikasi objek pada citra (training area). Pengambilan sampel perlu
dilakukan dengan mempertimbangkan pola spektral pada setiap panjang
gelombang tertentu, sehingga diperoleh daerah acuan yang baik untuk
mewakili suatu objek tertentu.
a. Landsat
Landsat merupakan salah satu jenis satelit yang mengitari
bumi. Landsat sendiri memiliki sejarah yang cukup panjang. Landsat 1
20 Sutanto, Penginderaan Jauh Jilid 1, (Yogyakarta: UGM,1986), hlm 59
14
merupakan satelit pertama yang diluncurkan pada tahun 23 Juli 1972.
Pada mulanya landsat 1 ini bernama Earth Resources Technology
Satellite 1. Landsat terus berkembang sampai dengan landsat 8 yang
merupakan satellit terbaru dari program landsat.
Program landsat adalah program paling lama untuk
mendapatkan citra Bumi dari luar angkasa. Instrumen satelit-satelit
landsat telah menghasilkan jutaan citra. Citra-citra tersebut diarsipkan
di Amerika Serikat dan stasiun-stasiun penerima Landsat di seluruh
dunia; dimana merupakan sumber daya yang unik untuk riset
perubahan global dan aplikasinya pada pertanian, geologi, kehutanan,
perencanaan daerah, pendidikan, dan keamanan nasional. Landsat 7
memiliki resolusi 15-30 meter. Program ini dulunya disebut Earth
Resources Observation Satellites Program ketika dimulai tahun 1966,
namun berubah menjadi landsat tahun 1975.
1) Citra Landsat
Citra landsat antara lain telah digunakan untuk identifikasi
jenis tanaman. Bagi daerah luas yang petak-petak sawahnya teratur
dan tanamannya seragam, ketelitian hasil identifikasinya mencapai
95% atau lebih. Ketelitian sebesar ini dicapai misalnya bagi
tanaman padi pada sawah irigasi di Kalifornia atau daerah gandum
di Kansas, Oklahoma, dan Texas di Amerika Serikat. Bagi
identifikasi jenis tanaman di negara berkembang, ketelitian hasil
identifikasinya lebih rendah.21
Bagi kehutanan, data Landsat digunakan untuk: a. membuat
peta hutan, b. menaksir luas hutan, c. menentukan lokasi pemotongan
kayu dan daerah penghutanan kembali, dan d. menilai kerusakan oleh
kabakaran hutan. Data landsat yang diproses dengan komputer untuk
pembuatan peta klasifikasi hutan ternyata membuahkan ketelitian
sebesar 95%. Ketelitiannya meningkat menjadi 97% apabila di dalam
klasifikasi hutan diperhitungkan juga elevasi topografi, lereng,
penyinaran matahari, dan jenis vegetasi.
21 Sutanto, Penginderaan Jauh Jilid I, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press ,1994), hlm
320
15
Menurut Lulla, Howe, dan Mausel menyatakan bahwa di
dalam ilmu kebumian, data landsat telah digunakan untuk berbagai
disiplin seperti pertanian, kehutanan, peternakan, penggunaan
lahan, pemetaan, geologi, sumber daya air, oseanografi serta
sumber data kelautan dan lingkungan.22
Tabel 2.1 Data SPOT pankromatik dan multispektral
Jenis data Spektrum/saluran Panjang
gelombang (µm)
Pankromatik
Multispektral
Tampak
Hijau
Merah
Inframerah
0,51-0,73
0,50-0,59
0,61-0,69
0,79-0,89 Sumber: Sutanto, Penginderaan Jauh Jilid I
Pemetaan tematik (thematie mapper/TM) direncanakan
memiliki tujuh buah saluran spektral yang direncanakan memiliki
tujuh buah saluran spektral yang dirancang untuk memaksimumkan
kemampuan analisis vegetasi untuk terapan di bidang pertanian.
Berikut ini disajikan saluran spektral yang diusulkan untuk
pengandaran pemeta tematik.
1) Saluran satu (0,45 μm – 0,52μm) dirancang untuk membuahkan
peningkatan penetrasi ke dalam tubuh air, dan juga untuk
mendukung analisis sifat khas penggunaan lahan, tanah dan
vegetasi.
2) Saluran dua (0,52 μm - 0,60μm), terutama dirancang untuk
mengindera puncak pantulan vegetasi pada spektrum hijau
yang terletak di antara dua saluran spektral serapan klorofil.
Tanggapan pada saluran ini dimaksudkan untuk menekankan
pembedaan vegetasi dan penilaian kesuburan.
3) Saluran tiga (0,63μm- 0,69μm), merupakan saluran terpenting
untuk memisahkan vegetasi. Saluran ini berada pada salah satu
bagian serapan klorofil dan memperkuat kontras antara
kenampakan vegetasi dan bukan vegetasi, juga menajamkan
kontras antara kelas vegetasi.
22 Sutanto, Jilid I, Ibid, hlm 321.
16
4) Saluran empat (0,76μm- 0,90μm), dipilih agar tanggap terhadap
sejumlah biomassa vegetasi yang terdapat pada daerah kajian.
Hal ini akan membantu identifikasitanaman dan akan
memperkuat kontras antara tanaman, tanah dan lahan air.
5) Saluran lima (1,55μm -1,75μm), merupakan suatu saluran yang
dikenal penting untuk penentuan jenis tanaman, kandungan air
pada tanaman, dan kondisi kelembapan tanah.
6) Saluran enam (2,08μm-2,35μm), saluran yang paling penting
untuk formasi batuan.
7) Saluran tujuh (10,40μm-12,50μm), suatu saluran inframerah
termal yang dikenal bermanfaat untuk klasifikasi vegetasi,
kelembapan tanah, dan sejumlah gejala lain yang berhubungan
dengan panas.23
4. Pantulan Spektral, Vegetasi, Tanah dan Air
Pantulan spektral bagi tiga obyek utama di bumi, yakni vegetasi
sehat berdaun hijau, tanah gundul, (lempung coklat kelabu), dan air danau
yang jernih. Berikut ini gambar kurva pantulan spektral yang mencirikan
untuk obyek vegetasi, tanah, dan air seperti terlihat pada gambar 1.1.
Panjang Gelombang (m)
Grafik 2.1 Kurva Pantulan spektral yang mencirikan untuk obyek
vegetasi tanah, dan air.
23 Lilliesand dan Kiefer, Penginderaan Jauh dan interpretasi citra, (Yogyakarta, Gajah Mada
University Press, 1990) hlm 687.
60
40
20
0 0,
4
0,
6
0,
8
1,
0
1,
2
1,
4
1,
6
1,
8
2,
0
2,
2
2,
4
2,
6
Tanah Kering terbuka (coklat abu-
abu)
Vegetasi (Hijau)
Air (jernih)
Pan
tula
n (
%)
17
Berdasarkan Gambar 1.1, Garis pada kurva tersebut menyajikan
kurva pantulan rata-rata yang dibuat dengan pengukuran sampel obyek
yang jumlahnya banyak. Perhatikan betapa jelasnya kurva tersebut bagi
tiap kenampakan pada umumnya konfigurasi kurva ini merupakan
indikator tentang jenis dan kondisi obyek yang berkaitan. Walaupun
pantulan obyek secara individual akan berbeda besar diatas dan dibawah
nilai rata-rata, tetapi kurva tersebut menunjukkan beberapa titik
fondamental yang berkaitan dengan nilai spektral.
Sebagai contoh, kurva pantulan spektral untuk vegetasi sehat
berdaun hijau hampir selalu membentuk konfigurasi puncak dari lembah.
Lembah pada spektrum tampak dipengaruhi oleh pigmen daun di dalam
daun tetumbuhan. Klorofil misalnya banyak menyerap energi panjang
pada gelombang yang terpusat pada sekitar 0,45μm dan 0,65μm.
Berdasarkan hal itu mata kita menangkap vegetasi sehat berwarna hijau
disebabkan oleh besarnya penyerapan energi pada spektrum hijau. Apabila
suatu tetumbuuhan mengalami beberapa bentuk gangguan, yang
mempengaruhi proses pertumbuhan dan produksinya yang normal maka
hal itu dapat mengurangi atau mematikan produksi klorofil. Akibatnya
berupa kurangnya serapan oleh klorofil pada saluran biru dan merah.
Sering pantulan pada spektrum merah bertambah hingga kita lihat
tetumbuhan tampak berwarna kuning (gabungan antara hijau dan merah).24
5. Analisis Normalized Difference Vegetation Index (NDVI)
Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) merupakan
indikator kehijauan yang sering digunakan dalam menduga vegetasi atau
bahkan biomass, dari citra satelit dengan menggunakan kanal Infra Merah
Dekat (NIR) dan band Merah (VIS).25
Indeks vegetasi adalah besaran nilai kehijauan vegetasi yang
diperoleh dari pengolahan sinyal digital data nilai kecerahan (brightness)
beberapa kanal data sensor satelit. Untuk pemantauan vegetasi, dilakukan
24 Lilliesand dan Kiefer, Penginderaan Jauh dan interpretasi citra, (Yogyakarta, Gajah Mada
University Press, 1990) hlm 20-21. 25 Modul, Sodikin, Petunjuk Teknis Pengolahan Citra Landsat dengan Er Mapper. hlm 134.
18
proses pembandingan antara tingkat kecerahan kanal cahaya merah (red) dan
kanal cahaya inframerah dekat (near infrared). Fenomena penyerapan
cahaya merah oleh klorofil dan pemantulan cahaya inframerah dekat oleh
jaringan mesofil yang terdapat pada daun akan membuat nilai kecerahan
yang diterima sensor satelit pada kanal-kanal tersebut akan jauh berbeda.
Pada daratan non-vegetasi, termasuk diantaranya wilayah perairan,
pemukiman penduduk, tanah kosong terbuka, dan wilayah dengan kondisi
vegetasi yang rusak, tidak akan menunjukkan nilai rasio yang tinggi
(minimum). Sebaliknya pada wilayah bervegetasi sangat rapat, dengan
kondisi sehat, perbandingan kedua kanal tersebut akan sangat tinggi
(maksimum). Nilai perbandingan kecerahan kanal cahaya merah dengan
cahaya inframerah dekat atau NIR/RED, adalah nilai suatu indeks vegetasi
(yang sering disebut ”simple ratio”) yang sudah tidak dipakai lagi. Hal ini
disebabkan karena nilai dari rasio NIR/RED akan memberikan nilai yang
sangat besar untuk tumbuhan yang sehat. Oleh karena itu, dikembangkanlah
suatu algoritma indeks vegetasi yang baru dengan normalisasi, klasifikasi
untuk vegetasi di DKI Jakarta menurut Novianti Lufilah dkk dibagi menjadi
3 yaitu klasifikasi jarang dengan nilai spektral 0,2343-0,2813 dan yang
kedua yaitu klasifikasi sedang dengan nilai spekral yaitu 0,2814-0,3143 dan
klasifikasi lebat dengan kelas 0,3144-0,6294. Rumus NDVI (Normalized
Difference Vegetation Index) seperti berikut ini26:
)VISNIR(
VIS)(NIRNDVI
Dalam hal ini NDVI = Normalized Difference Vegetation Index, NIR =
Near Infra Red, VIS = Visible Red.
6. Pengertian Mangrove
Beberapa ahli mendefinisikan istilah “mangrove” berbeda-beda,
tetapi pada dasarnya merujuk pada pengertian yang sama. Menurut Darsidi
hutan pasang surut atau hutan payau lebih dikenal dengan nama hutan
mangrove merupakan vegetasi yang tumbuh dipengaruhi oleh kadar garam
26 Jurnal, Dodi Sudiana dan Elfa Diasmara, “Analisis Indeks Vegetasi Menggunakan Data Satelit
NOAA/AVHRR dan TERRA AQUA-MODIS hlm 425.
19
serta adanya aliran sungai yang berair tawar, sehingga pada umumnya
hutan mangrove berada di muara-muara sungai di tepi pantai yang cukup
terlindungi oleh hempasan gelombang dan angin laut yang deras.
Definisi lain menurut Nybakken yaitu hutan mangrove merupakan
komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis
pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut
pantai berlumpur. Hutan mangrove umumnya tumbuh pada daerah interdal
dengan genangan air secara berkala dan menerima pasokan air tawar yang
cukup. Hutan mangrove sering juga disebut sebagai hutan pantai, hutan
pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau. Akan tetapi, mangrove sudah
ditetapkan sebagaimana baku untuk hutan pantai.27
Hutan mangrove merupakan salah satu tipe hutan hujan tropis yang
terdapat di sepanjang garis pantai perairan tropis dan mempunyai ciri-ciri
tersendiri yang sangat unik. Hutan ini meskipun termasuk dalam golongan
besar hutan hujan tropis namun mungkin karena letaknya di daerah
pantai/wilayah interdital sehingga tanaman mangrove digolongkan sebagai
halophytes (saline plants). Hutan ini merupakan peralihan habitat
lingkungan darat dan lingkungan laut, maka sifat-sifat yang dimiliki tidak
sama seperti sifat-sifat yang dimiliki hutan hujan tropis di daratan.
Keberadaan komunitas mangrove juga biasanya tumbuh selain di
wilayah pantai tropis juga bisa ditemui di wilayah subtropis yakni sampai
pada lintang geografis 25oLU dan 25oLS. Bahkan di pantai timur Afrika,
pantai Australia dan Selandia Baru, sebaran mangrove masih bisa tumbuh
sampai pada posisi lintang antara 35o-40oLS. Areal tumbuh bagi hutan
mangrove umumnya terletak di sekitar muara sungai (estuaria), pantai
karang, teluk tenang dan pulau-pulau di dalam anak teluk tersebut28.
Jadi menurut pendapat saya mangrove yaitu tanaman pepohonan
yang hidup di antara lautan dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang
surut air laut vegetasi yang tumbuh dipengaruhi oleh kadar garam serta
27 Amran Saru, Potensi Biologis dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Wilayah Pesisir.
(Bogor: IPB Press, 2014) 11 28 M.S Wibisono, Pengantar Ilmu Kelautan, (Jakarta: UI Press, 2010) 202-203.
20
adanya aliran sungai yang berair tawar, sehingga pada umumnya hutan
mangrove berada di muara-muara sungai di tepi pantai yang cukup
terlindungi oleh hempasan gelombang dan angin laut yang deras.
7. Jenis-Jenis Mangrove
a. Avicennia Marina
Avicennia marina merupakan pelopor dari spesies mangrove,
yang mungkin paling luas dari semua mangrove, mulai luas di seluruh
indo-pasifik bagian Barat. berupa belukar atau pohon yang tumbuh
tegak atau menyebar, dengan ketinggian pohon mencapai 30m dan
tumbuh di atas lumpur berpasir, pada bagian tepi menjorok ke laut.
Avicennia marina memiliki sistem perakaran horizontal yang rumit
dan berbentuk pensil (atau berbentuk asparagus), akar nafas tegak
dengan sejumlah lentisel. Kulit kayu halus dengan burik-burik hijau-
abu dan terkelupas dalam bagian-bagian kecil. Ranting muda dan
tangkai daun berwarna kuning, tidak berbulu.
Avicennia marina memiliki daun-daun tunggal, bertangkai,
berhadapan, bertepi rata, berujung runcing atau membulat helai daun
seperti kulit, hijau mengkilap di atas, abu-abu atau keputihan di sisi
bawahnya, sering dengan kristal garam yang terasa asin (Ini adalah
kelebihan garam yang dibuang oleh tumbuhan tersebut) pertulangan
daun umumnya tak begitu jelas terlihat. Kuncup daun terletak pada
lekuk pasangan tangkai daun teratas. Bentuk daun elliptical-
lanceolata atau ovate-elliptica pj= 7 cm, l=4 cm.
Avicenia kayunya dapat dipakai untuk bangunan rumah (pilar,
atap dll.), selain itu juga digunakan untuk membuat mebel, perahu.
21
Kayunya juga digunakan untuk membuat kayu bakar, dan juga pulp.
Kayunya yang keras sangat tahan terhadap serangan rayap. Pohon
Avicennia Marina mempunyai kemampuan mengakumulasi logam
berat yang tinggi. Pohon ini memiliki system penanggulangan materi
toksik dengan cara melamahkan efek racun melalui pengenceran
(dilusi) yaitu dengan menyimpan banyak air untuk mengencerkan
konsentrasi logam berat dalam jaringan tubuhnya sehingga mengurangi
toksisitas logam tersebut.
Daun api-api (Avicennia marina) merupakan salah satu
tumbuhan yang dimanfaatkan sebagaibahan pakan ternak dan dipakai
sebagai obat anti fertilitas tradisional oleh masyarakat pantai.
b. Rhizophora Mucronata
Rhizophora mucronata adalah salah satu jenis tanaman bakau.
Juga disebut dengan nama-nama lain seperti bakau betul, bakau hitam
dan lain-lain. Kulit batang hitam, memecah datar. Tanaman ini biasa
ditemukan dalam hutan bakau atau hutan mangrove, yaitu hutan adalah
hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada
garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Tanaman ini
memiliki bunga berkelompok, 4-8 kuntum. Daun mahkotanya putih,
berambut panjang hingga 9 mm. Buahnya bentuk telur, hijau
kecoklatan, 5 – 7 cm. Mempunyai hipokotil besar, kasar dan berbintil,
dengan panjang 36 – 70 cm. Leher kotiledon kuning jika matang.
Tanaman ini sering bercampur dengan bakau minyak, namun lebih
toleran terhadap substrat yang lebih keras dan berpasir. Lebih
22
menyukai substrat yang tergenang dalam dan kaya humus, jarang
sekali didapati di tempat yang jauh dari pasang surut. Menyebar luas
mulai dari Afrika timur, Madagaskar, Mauritania, Asia tenggara,
kepulauan Nusantara, Melanesia dan Mikronesia. Diintroduksi ke
Hawaii. Rhizophora mucronata tumbuh di atas tanah lumpur. Lumpur
tanah liat bercampur bahan organik merupakan tempat tumbuh yang
paling umum bagi hutan bakau, selain tanah bergambut, lumpur
dengan kandungan pasir yang tinggi, ahkan dominan pecahan karang,
di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang.
c. Rhizophora Apriculata
Rhizophora Apiculata Hidup diantara pertemuan laut dan
daratan yang umumnya dikenal sebagai daerah ekoton atau disebut
pula sebagai zonasi proksimal, yaitu terdekat dengan laut. Kondisi
yang demikian cukup sulit dalam pengumpulan benihnya, karena benih
umumnya terbawa oleh arus laut, sehingga pengumpulan benih
dilakukan dengan cara memanjat pohon induk dan mengunduhnya.
Tanaman berumur 8 tahun sudah dapat dijadikan pohon induk. Ciri
buah matang adalah ditandai dengan perubahan, serta keadaan dimana
hampir lepasnya buah dari bonggolnya. Buah matang ditandai dengan
warna kotiledon merah dengan hijau kecoklatan. Benih yang sudah
diunduh dikumpulkan, kemudian dilakukan seleksi dan sortasi yaitu
memilah benih yang sehat dan masak yang ditandai oleh warna
kotiledon coklat kemerahan atau kekuningan, kokoh serta bebas dari
23
hama penyakit maupun luka mekanis. Ukuran benih bakau ini cukup
besar sehingga dalam 1 kg benih terdapat ± 46 benih.
d. Sonneratia Alba
Perepat atau pidada putih (Sonneratia alba) adalah sejenis
pohon penyusun hutan bakau. Pohon berbatang besar ini sering
didapati di bagian hutan yang dasarnya berbatu karang atau berpasir,
langsung berhadapan dengan laut terbuka. Nama "perepat" juga sering
dipakai untuk pohon pantai lain yang agak serupa yang dikenal sebagai
pidada. Pohon yang selalu hijau, gundul (tak berambut), bertajuk
melebar, tinggi 3-15 m, jarang hingga 20 m. buah bentuk bola agak
gepeng, 3 × 4 cm, berbiji banyak, dengan pangkal terlindung kelopak
yang tidak rontok dan bermahkota bekas tangkai putik taju kelopak
umumnya tertekuk ke belakang, namun ada kalanya mendatar
menyamping. Buah berbau tak enak jika masak. Jenis yang berubah-
ubah Pepagan (kulit batang) berwarna krem hingga cokelat, dengan
retak-retak halus mendatar. Akar napas tebal, muncul berupa kerucut-
kerucut runcing agak tebal, hingga 25 cm tingginya. Termasuk jenis
pionir di hutan bakau, perepat acap ditemukan tumbuh berhadapan
dengan laut namun di bagian yang terlindung dari gempuran ombak
secara langsung. Substrat yang disukai adalah campuran lumpur dan
pasir; kadang-kadang juga di pantai berbatu, berkarang atau di atas
tanah liat. Perepat tidak tahan penggenangan oleh air tawar dalam
jangka panjang.
24
e. Nypa Fruiticans
Nipah atau Nypa fruticans adalah salah satu pohon anggota
famili Arecaceae (palem) yang umumnya tumbuh di di daerah rawa
yang berair payau atau daerah pasang surut di dekat pantai. Pohon
nipah tumbuh di lingkungan hutan bakau. Batang nipah menjalar di
tanah membentuk rimpang yang terendam oleh lumpur. Hanya
daunnya yang muncul di atas tanah, sehingga nipah nampak seolah-
olah tak berbatang. Akarnya serabut yang panjangnya bisa mencapai
belasan meter. Dari rimpangnya tumbuh daun majemuk (seperti pada
jenis palem lainnya) hingga setinggi 9 meter dengan tangkai daun
sekitar 1-1,5 m. Daun nipah yang sudah muda berwarna kuning
sedangkan yang tua berwarna hijau.
Bunga nipah majemuk muncul dari ketiak daun dengan
bunga betina terkumpul di ujung membentuk bola dan bunga jantan
tersusun dalam malai serupa untai, merah, jingga atau kuning pada
cabang di bawahnya. Tandan bunga inilah yang dapat disadap untuk
diambil niranya. Buah nipah bulat telur dan gepeng dengan 2-3 rusuk,
berwarna coklat kemerahan. Panjangnya sekitar 13 cm dengan lebar 11
cm. Buah berkelompok membentuk bola berdiameter sekitar 30 cm.
Dalam satu tandan, dapat terdiri antara 30-50 butir buah. Berbagai
bagian tumbuhan nipah (Nypa fruticans) telah dimanfaatkan manusia
sejak lama. Daun nipah dapat dimanfaatkan untuk membuat atap
rumah, anyaman dinding rumah, dan berbagai kerajinan seperti tikar,
25
topi dan tas keranjang. Pada zaman dulu, daun nipah juga
dimanfaatkan sebagai media tulis di samping daun lontar. Batang, dan
tangkai daun nipah dapat digunakan sebagai kayu bakar. Lidinya
dimanfaatkan sebagai sapu lidi, dan berbagai anyaman. Tandan bunga
yang belum mekar dapat disadap untuk diambil air niranya. Air nira ini
dapat dijadikan gula, difermentasi menjadi cuka dan tuak, juga sebagai
bahan baku etanol yang dapat dijadikan bahan bakar nabati pengganti
bahan bakar minyak bumi. Tunas nipah dapat dimakan dan buah nipah
yang masih muda dapat dijadikan semacam kolang-kaling untuk
campuran minuman, kolak, maupun dijadikan manisan. Sedangkan
bijinya yang telah tua dapat ditumbuk untuk diambil tepungnya. Pohon
nipah (Nypa fruticans) ternyata mempunyai manfaat yang tidak sedikit.
Namun sayangnya pemanfaatan tumbuhan ini masih sangat sedikit.
Bahkan tidak jarang tumbuhan ini harus musnah seiring dengan
musnahnya hutan mangrove dan kerusakan pantai yang terjadi akibat
ulah manusia.
f. Avicennia Alba
Avicennia alba adalah spesies dari mangrove tropis di
keluarga Acanthaceae. Tumbuhan ini merupakan jenis pionir pada
habitat rawa mangrove di lokasi pantai yang terlindung, juga di
bagian yang lebih asin di sepanjang pinggiran sungai yang
dipengaruhi pasang surut, serta di sepanjang garis pantai. Pada
umumnya tumbuhan mangrove ini menyukai bagian muka teluk.
Akarnya dilaporkan dapat membantu pengikatan sedimen dan
26
mempercepat proses pembentukan daratan. Perbungaan terjadi
sepanjang tahun. Genus ini berbiak ketika masih menempel di pohon.
Avicennia alba merupakan belukar atau pohon yang tumbuh
menyebar dengan ketinggian mencapai 25 m. Kumpulan pohon
membentuk sistem perakaran horizontal dan akar nafas yang rumit.
Ciri-Ciri daunnya memiliki permukaan halus, bagian atas hijau
mengkilat, bawahnya pucat. Bunganya seperti trisula dengan
gerombolan bunga (kuning) hampir di sepanjang ruas tandan dan
buahnya seperti kerucut/cabe/mente dengan warna hijau muda
kekuningan. Kulit kayu luar berwarna keabu-abuan atau gelap
kecoklatan, beberapa ditumbuhi tonjolan kecil, sementara yang lain
kadang-kadang memiliki permukaan yang halus. Pada bagian batang
yang tua, kadang-kadang ditemukan serbuk tipis.
g. Tirminalia Cattapa
Pohon ketapang atau Terminalia catappa bukan termasuk
tumbuhan langka. Pohon ketapang kerap ditanam sebagai pohon
peneduh di taman ataupun pinggir jalan. Pohon ketapang mempunyai
bentuk cabang dan tajuk yang khas. Cabangnya mendatar dan tajuknya
bertingkat-tingkat mirip struktur pagoda. Ciri-ciri Pohon ketapang
(Terminalia catappa) bertajuk rindang dengan cabang-cabang yang
tumbuh mendatar dan bertingkat-tingkat; pohon yang muda sering
nampak seperti pagoda. Tingginya dapat mencapai 35m. Daun
ketapang lebar berbentuk bulat telur dengan pangkal daun runcing dan
ujung daun lebih tumpul. Pertulangan daun sejajar dengan tepi daun
27
berombak. Daunnya meluruh (meranggas) dua kali dalam setahun.
Bunga ketapang berukuran kecil dan terkumpul dalam bulir dekat
ujung ranting berwarna kuning kehijauan dengan panjang sekitar 8–25
cm. Buahnya batu berbentuk bulat telur agak gepeng dan bersegi. Saat
muda buah ketapang berwarna hijau kekuningan dan berubah menjadi
ungu kemerahan saat matang. Habitat yang disukai oleh pohon
ketapang adalah daerah dataran rendah termasuk daerah pantai hingga
ketinggian 500 meter dpl. Pohon ini menggugurkan daunnya hingga
dua kali dalam setahun sehingga tanaman ini mampu bertahan
menghadapi bulan-bulan yang kering.
Manfaat Ketapang telah menjadi pohon multiguna sejak
dahulu. Pepagan (kulit luar) dan daunnya berguna untuk menyamak
kulit, pewarna alami, dan sebagai tinta. Kayunya mempunyai kualitas
cukup baik meskipun rentan rayap. Biji ketapang bisa dimakan dan
mengandung minyak (mirip minyak almond) sehingga sering dipakai
sebagai pengganti minyak almond yang berkhasiat meredakan radang
rongga perut. Jika dimasak bersama daunnya, dalam menyembuhkan
lepra, kudis dan penyakit kulit yang lain. Daging buahnya dapat
dimakan, tetapi berserat dan tidak enak walaupun harum. Daunnya
digunakan untuk rematik pada sendi. Tanin dari pepagan dan daunnya
digunakan sebagai astringen pada disentri dan sariawan. Juga sebagai
diuretik, kardiotonik dan dipakai sebagai obat luar pada erupsi kulit.
Ketapang (Terminalia catappa) merupakan tumbuhan asli dari Asia
Tenggara, dan tersebar hampir di seluruh daerah di Asia Tenggara
termasuk di Indonesia. Tumbuhan ini juga biasa ditanam di Australia,
India, Madagaskar hingga Amerika Tengah dan Amerika Selatan.
28
h. Brugueira Gymnorrhiza
Brugueira Gymnorrhiza adalah Pohon yang selalu hijau
dengan ketinggian kadang-kadang mencapai 30 m. Kulit kayu
memiliki lentisel, permukaannya halus hingga kasar, berwarna abu-abu
tua sampai coklat (warna berubah-ubah). Akarnya seperti papan
melebar ke samping di bagian pangkal pohon, juga memiliki sejumlah
akar lutut. Daun berkulit, berwarna hijau pada lapisan atas dan hijau
kekuningan pada bagian bawahnya dengan bercak-bercak hitam (ada
juga yang tidak) warna merah muda hingga merah panjang 30-50.
Merupakan jenis yang dominan pada hutan mangrove yang tinggi dan
merupakan ciri dari perkembangan tahap akhir dari hutan pantai, serta
tahap awal dalam transisi menjadi tipe vegetasi daratan. Tumbuh di
areal dengan salinitas rendah dan kering, serta tanah yang memiliki
aerasi yang baik. Jenis ini toleran terhadap daerah terlindung maupun
yang mendapat sinar matahari langsung. Mereka juga tumbuh pada
tepi daratan dari mangrove, sepanjang tambak serta sungai pasang
surut dan payau. Ditemukan di tepi pantai hanya jika terjadi erosi pada
lahan di hadapannya. Substrat-nya terdiri dari lumpur, pasir dan
kadang-kadang tanah gambut hitam. Kadang-kadang juga ditemukan
di pinggir sungai yang kurang terpengaruh air laut, hal tersebut
dimungkinkan karena buahnya terbawa arus air atau gelombang
pasang. Regenerasinya seringkali hanya dalam jumlah terbatas. Bunga
dan buah terdapat sepanjang tahun. Bunga relatif besar, memiliki
29
kelopak bunga berwarna kemerahan, tergantung, dan mengundang
burung untuk melakukan penyerbukan.
8. Fungsi Hutan Mangrove
Menurut Kusmana fungsi hutan mangrove dibagi menjadi atas tiga.
yaitu yang pertama, fungsi fisik yang dapat melindungi lingkungan dari
pengaruh oseanografi (pasang surut, arus, angin topan, dan gelombang),
mengendalikan abrasi, dan mencegah intrusi air laut ke darat. yang kedua
adalah fungsi biologi sangat berkaitan dengan perikanan sebagai daerah
asuhan (nursery ground), daerah mencari makan (feeding ground), dan
daerah pamijahan (spawning ground) dari beberapa jenis ikan, udang, dan
merupakan penyuplai unsur-unsur hara utama di pantai, khususnya daerah
lamun dan terumbu karang. Yang ketiga yaitu fungsi ekonomis sebagai
sumber kayu kelas satu, bubur kayu, bahan kertas, chips, dan arang.29
Fungsi hutan mangrove menurut M.S Wibisono yaitu:
1) Sebagai tempat peralihan dan penghubung antara lingkungan darat dan
lingkungan marin. Karena sifat-sifat biota yang hidup di dalamnya
mempunyai ciri-ciri khas yang merupakan pertemuan antara biota yang
sepenuhnya hidup di darat dengan biota yang sepenuhnya hidup di
perairan laut misalnya berbagai jenis ketam, kepiting (Scylla
serata/Crustacea), yang semuanya hewan pemakan serasah.
2) Sebagai penahan erosi pantai karena hempasan ombak dan angin serta
sebagai pembentuk daratan baru. Hal ini dimungkinkan mengingat
sistem perakaran vegetasi hutan bakau yang begitu rumit tersebar
dibawah permukaan tanah. Dengan demikian pantai bisa tertahan dari
bahaya erosi. Selain itu gambaran sistem perakaran tersebut juga
mampu sebagai penampung sedimentasi baik yang berasal dari aliran
sungai maupun dari dasar perairan laut/pantai yang tersapu ombak
sehingga membentuk daratan baru.
3) Merupakan tempat ideal untuk berpijah (nursery ground) dari berbagai
jenis larva ikan dan udang yang bernilai ekonomi penting seperti
29 Amran Saru, Potensi Biologis dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Wilayah Pesisir.
(Bogor: IPB Press, 2014) hlm 19.
30
misalnya larva ikan julung-julung (hemiramphus far), larva ikan
belanak (mungil cephalus), dll. Mengingat hutan bakau terletak di
daerah interdal maka sebagian lain tergenang penuh hanya pada waktu
air pasang. Sedangkan pada waktu air surut meninggalkan genangan
air di beberapa tempat berbentuk seperti kolam air, mengingat disitu
terdapat sumber unsur hara terlarut yang diduga berbentuk sebagai
ikatan fosfat, nitrogen organik dan karbon terlarut. Substansi nutrien
tersebut berasal dari daun-daun yang gugur.
4) Sebagai cadangan sumber alam (bahan mentah) untuk dapat diolah
kembali menjadi komoditi perdagangan yang bisa menambah
kesejahteraan penduduk setempat. Pemanfaatan tersebut tetap harus
mengacu kepada keseimbangan/kelestarian daya dukung lingkungan
hutan bakau. 30
Secara ekologis hutan mangrove telah dikenal mempunyai banyak
fungsi dalam kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak
langsung. Ekosistem mangrove bagi bermacam biota perairan (ikan,
udang, dan kerang-kerangan) berfungsi sebagai tempat mencari makan,
memijah, memelihara juvenil, dan berkembang biak. Hutan mangrove
merupakan habitat berbagai jenis satwa, baik sebagai habitat pokok
maupun habitat sementara, penghasil sejumlah deritrus, dan perangkap
sedimen. Dari segi ekonomis, vegetasi ini dapat dimanfaatkan sebagai
sumber penghasil kayu bangunan, bahan baku pulp dan kertas, kayu bakar,
bahan arang dan alat tangkap ikan dan sumber bahan lain, seperti
pelindung pantai dari hempasan gelombang air laut serta penyerap logam
berat dan pestisida yang mencemari laut.
Akar mangrove, jenis avicennia marina (biasa disebut dengan
pohon api-api), dapat digunakan sebagai indikator biologis pada
lingkungan yang tersemar logam berat terutama tembaga (Cu), timbal
(Pb), dan seng (Zn).31
Sehingga untuk melindungi organisme laut dan manusia sendiri
dari pencemaran logam berat yang semakin mengkhwatirkan, pemeliharan
30 M.S Wibisono, Pengantar Ilmu Kelautan, (Jakarta, UI-Press,2010). 205-208 31 Mukhtasor, Pencemaran Pesisir dan Laut. (Jakarta: PT Pradnya Paramita. 2007). Hlm 36.
31
mangrove sangat penting dilakukan. Apalagi potensi hutan mangrove saat ini
dikhawatirkan sangat rusak. Apabila kecenderungan ini tidak segera
memperoleh perhatian dan penanganan yang memadai, maka dikhawatirkan
hutan mangrove akan semakin mengecil dan semakin berat tingkat
kerusakannya sehingga dapat mempengaruhi tingkat produktivitas
perikanan dan menganggu fungsi-fungsi lain dari hutan mangrove.32
9. Manfaat Hutan Mangrove
Menurut Rahman dan Sudarto hutan mangrove merupakan daerah
yang sangat penting bagi masyarakat yang hidup disekitarnya, karena
secara langsung mangrove dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan
hidup mereka, misalnya untuk kayu bakar, kayu bangunan, arang bahkan
dapat juga di manfaatkan sebagai obat-obatan dan khusus dari jenis Nypa
fruitcans dapat dimanfaatkan sebagau sumber gula, alkohol maupun cuka.
Secara tidak langsung hutan mangrove juga bermanfaat bagi kehidupan
mereka, karena daerah ini dapat berperan sebagai habitat beberapa jenis
ikan, udang dan kepiting yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Secara
ekologis, hutan mangrove mempunyai berbagai macam peranan yang
cukup besar.33 Selain itu menurut Lasibani dan Eni manfaat ekosistem
mangrove yang berhubungan dengan fungsi fisik adalah sebagai mitigasi
bencana seperti peredam gelombang dan angin badai bagi daerah yang ada
di belakangnya. Pelindung pntai dari abrasi, gelombang air pasang (rob),
tsunami, penahan lumpur dan perangkap sedimen yang diangkut oleh
aliran air permukaan, pencegah intrusi air laut ke daratan, serta dapat
menjadi penetralisir pencemaran perairan pada batasan tertentu.
Menurut Sudiarta manfaat lain dari ekosistem mangrove juga
sebagai obyek daya tarik wisata alam dan atraksi ekowisata.34
32 Ibid., hlm 37. 33 Jurnal, Pramudji, Hutan Mangrove di Indonesia: Peranan Permasalahan dan Pengolahannya,
Oseana Volume XXV ISSN 0216-1877, hlm 15. 34 Jurnal, Gunggung Senoaji dkk, Peranan Ekosistem Mangrove di Pesisir Kota Bengkulu Dalam
Mitigasi Pemanasan Global Melalui Penyimpianan Karbon, J. Manusia dan Lingkungan Vol
23, September 2016: 327-333 hlm 328.
32
10. Karakteristik Habitat Mangrove
Menurut Nirarita dkk vegetasi mangrove biasanya tumbuh di
habitat mangrove membentuk zonasi mulai dari derah yang paling dekat
dengan laut sampai dengan derah yang dekat dengan daratan. Pada
kawasan delta atau muara sungai, biasanya vegetasi mangrove tumbuh
subur pada areal yang luas dan membentuk zonasi vegetasi yang jelas.
Sedangkan pada daerah pantai yang lurus, biasanya vegetasi mangrove
tumbuh membentuk sabuk hijau/green belt dengan komposisi yang hampir
seragam.
Sedangkan tempat hidup hutan mangove merupakan habitat yang unik dan
memiliki ciri-ciri khusus diantaranya adalah:
1. Tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya
tergenang pada saat pasang pertama
2. Tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat
3. Daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut
yang kuat
4. Airnya berkadar garam (bersalinitas payau (2-22 o/oo) hingga asin35
11. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kerusakan Mangrove
Purwoko dan Onrizal mengatakan bahwa Dasawarsa ini terjadi
penurunan luasan dan kualitas hutan mangrove secara drastis. Ironisnya,
sampai sekarang tidak ada data aktual yang pasti mengenai luasan hutan
mangrove, baik yang kondisinya baik, rusak, maupun telah berubah
bentang alamnya. Mangrove memiliki tingkat keterbukaan wilayah yang
tinggi dan relatif dekat dengan sentra-sentra kegiatan perekonomian
masyarakat. Kondisi ini membuat hutan mangrove di Kawasan Pantai
Indah Kapuk memiliki interaksi sosio-ekosistem yang tinggi.
Interaksi yang tinggi antara masyarakat dengan kawasan hutan
biasanya membawa dampak yang cukup serius terhadap ekosistem
kawasan maupun terhadap fungsi dan keunikannya. Dari satu sisi, hal ini
mengindikasikan bahwa keterlibatan sektor kehutanan dalam perekonomian
35 Hansen Marcello, Skripsi: “Perubahan Mangrove di Wilayah Pesisir Indramayu” (Depok:
Universitas Indonesia, 2012) hlm 5.
33
dan kontribusinya terhadap perekonomian rakyat sudah cukup intensif.
Namun di sisi lain, dampak degradasi ekosistem mangrove terhadap
perekonomian wilayah pesisir secara keseluruhan jauh lebih serius.
Padahal kelestarian ekosistem mangrove mutlak harus tetap dipelihara
sebagai satu-satunya cara untuk mempertahankan peran, fungsi, serta
keseimbangan ekosistem kehidupan di sekitar kawasan pesisir.36
Menurut Kepmeneg LH No.201 Tahun 2004, penetapan kriteria
baku kerusakan mangrove diterapkan untuk sempadan pantai mangrove
dan sempadan sungai mangrove di luas kawasan konservasi. Kriteria baku
kerusakan mangrove di tetapkan berdasarkan persentase luas tutupan dan
kerapatan mangrove yang hidup. Kriteria baku kerusakan mangrove
merupakan cara untuk menentukan status kondisi mangrove yang
diklasifikasikan sebagai berikut: 1). Baik (tutupan tumbuhan mangrove
sangat padat); 2). Baik (tutupan tumbuhan mangrove sedang); 3). Rusak
(tutupan tumbuhan mangrove jarang). Kriteria baku kerusakan mangrove
dapat dilihat pada Tabel 2.237 :
Tabel 2.2 Kriteria baku kerusakan mangrove
Kriteria Penutupan (%) Kerapatan
(Pohon/ha)
Baik Sangat Padat 75 1500
Sedang 50-75 1000-1500
Rusak Jarang <50 < 1.000
Sumber: KEPMENEG LH. No 201 Tahun 2004 dalam Amran Saru.
a. Penyebab Kerusakan Mangrove
Menurut Bengen dan Adrianto terdapat dua jenis tekanan
utama yang menjadi penyebab terjadinya degradasi hutan mangrove,
yaitu tekanan eksternal dan tekanan internal. Tekanan eksternal adalah
tekanan yang datang dari luar ekosistem mangrove itu sendiri, seperti
konversi hutan mangrove menjadi pemukiman, tambak udang, industri
atau rekreasi. Tekanan internal adalah tekanan mangrove yang
36 Amran Saru, Potensi Ekologis dan pengelolaan Ekosistem mangrove di wilayah pesisir, hlm
55. 37 Kepmeneg Penetapan Kriteria baku Kerusakan Mangrove, dalam Amran Saru, Ibid., hlm 57.
34
bersumber dari masyarakat sekitar hutan mangrove untuk memanfaatkan
ekosistem.38
Terkait dengan faktor-faktor penyebab kerusakan ekosistem
mangrove menurut Kusmana ada tiga faktor utama penyebab
kerusakan mangrove: 1. Pencemaran, 2. Konversi hutan mangrove
yang kurang memerhatikan faktor lingkungan, dan 3. Penebangan yang
berlebihan. Pencemaran bisa terjadi akibat tumpahan minyak atau
logam berat. Konvensi lahan hutan mangrove biasanya untuk budi
daya perikanan (tambak), pertanian (tambak, perkebunan), jalan raya,
industri, produksi garam, pemukiman, pertambangan, dan penggalian
pasir.
Menurut Bengen kerusakan mangrove disebabkan adanya fakta
bahwa sebagian manusia memenuhi keperluan hidupnya dengan cara
mengintervensi ekosistem mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya
alih fungsi lahan mangrove menjadi tambak, pemukiman, industri, dan
sebagainya maupun penebangan oleh masyarakat keperluan. Pada
dasarnya, hutan mangrove memiliki fungsi ekonomi sebagai penghasil
keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil
bibit. Akan tetapi, dampak ekologis mengakibatkannya berkurangnya
dan rusaknya ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai spesies
flora dan fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove.39
Selain oleh faktor-faktor fisik lingkungan, kerusakan hutan
mangrove juga bisa disebabkan faktor sosial ekonomi masyarakat
setempat. Parameter sosial ekonomi mangrove adalah jumlah penduduk,
tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan persepsi masyarakat terhadap
hutan mangrove. Oleh karena itu, pendekatan kelembagaan masyarakat
juga perlu diperhatikan dalam penanggulangan kerusakan ekosistem
mangrove. Keberadaan kelompok swadaya masyarakat dan lembaga
swadaya masyarakat sangat diperlukan dalam pengelolaan pesisir secara
38 Jurnal Meivy Arizona & Sunarto. (2009). Kerusakan Hutan Mangrove Akibat Konvensi Lahan
di Kampung Tobati dan kampong Nafri Jayapura, Fakultas Gerografi UGM, ISSN 0125-1790
MGI Vol . 23, hlm 20. 39 Amran Saru, Potensi Ekologis dan pengelolaan Ekosistem mangrove di wilayah pesisir, hlm
56.
35
terpadu. Selanjutnya pengelolaan diserahkan pada kelembagaan
pengelolaan yang melibatkan semua steakholder sehingga bisa
mencegah terjadinya kerusakan mangrove.
Pertumbuhan populasi (population growth) juga merupakan
salah satu hal yang tidak bisa dihindari, menurut Marfa’i semakin
bertambah jumlah manusia maka semakin tinggi pula kebutuhan akan
tempat tinggal. Hal ini mengindikasikan terjadinya perkembangan
wilayah yang meliputi pemukiman penduduk.40
Semakin banyak jumlah penduduk maka semakin tinggi
kebutuhan tempat tinggal hal ini juga didukung oleh teori
pembangunan yang digagas oleh Bryant & White pembangunan adalah
salah satu diantara konsep-konsep paling mendesak di zaman kita
sekarang ini. Menurutnya, pembangunan memancing pertanyaan-
pertanyaan sulit tentang nilai-nilai, Teknik-teknik dan pilihan-pilihan.
Pembangunan memunculkan kembali pertanyaan klasik tentang
hakikat “masyarakat yang baik.”41
b. Dampak yang ditimbulkan dari kerusakan mangrove
Potensi manfaat ekonomi, sosial, dan kemasyarakatan dari
kawasan tersebut akan terus menurun atau bahkan hilang baik ada
tingkat spesies maupun tingkat ekosistem apabila bentuk pengelolaan
dann relasi sosial ekonomi yang dibangun antara ekosistem dengan
masyarakat sekitar kawasan tidak mengalami perubahan. Ditambah
lagi dengan fenomena bahwa sampai dengan saat ini belum terbentuk
sistem pengelolaan kawasan hutan bakau yang efektif dan efisien di
Kabupaten Baru yang berbasis pada potensi kawasan yang ada
fenomena tersebut secara langsung menimbulkan akibat berupa sumber
daya alam yang terus menurun, polusi meningkat hingga ketingkat
sulit dikendalikan jumlah petani dan nelayan miskin terus meningkat,
40 Muh Aris Marfai dkk, Peran Kearifan Lokal dan Modal Sosial Dalam Penguranan Risiko
Bencana dan Pembangunan Pesisir (Integrasi Kajian Lingkungan, Kebencanaan, dan Sosial
Budaya, (Yogyakarta: UGM PRESS, 2015) hlm 19. 41 Nia K Pontoh, Iwan Kustiwan, Pengantar Perencanaan Perkotaan, (Bandung, ITB, 2008),
hlm. 162
36
tingkat kesehatan masyarakat terus menurun dan tingkat hubungan
antara kriminal.
Beberapa aktivitas yang mempegaruhi kehidupan mangrove
secara luas adalah konversi habitat kepertambakan, penebangan pohon,
sedimentasi dan pencemaran lingkungan. Akibat yang ditimbulkann
dari kerusakan ekosistem mangrove adalah:
a. Intrusi air laut
b. Penurunan kualitas perairan
c. Peningkatan abrasi pantai
d. Penurunan produktivitas perikanan (tambak)
e. Berkurangnya fauna makrozooentos.42
Kerusakan hutan mangrove terbukti telah memberikan dampak
yang fatal terhadap lingkungan, seperti kasus berikut
1) Dampak nyata pemanfaatan hutan mangrove yang tidak terkendali
adalah tenggelamnya pulau Tapak Kuda, Kecamatan Tanjungpura,
Kabupaten Langkap, Sumatera Utara. Sebelum tenggelam pantai
pulau seluas 200 ha ini ditumbuhi oleh hutan mangrove dan dihuni
oleh 115 KK nelayan. Industri arang kayu yang marak pada tahun
1980an mengakibatkan penduduk memanfaatkan kayu hutan
mangrove menjadi arang. Akhirnya pada tahun 1991 hutan
mangrove habis dan berubah menjadi hamparan lumpur dan pasir
sehingga penduduknya terpaksa meninggalkan pulau tersebut.
Secara perlahan tapi pasti, Pulau Tapak Kuda tenggelam akibat
abrasi gelombang laut Selat Malaka dan pasang surut air laut.
2) Dipantai timur provinsi lampung kurang lebih seluas 2000 ha hutan
mangrove telah berubah fungsi menjadi tembak udang. Pada
awalnnya sekitar tahun 1980-an perusakan hutan mangrove dimulai
dengan pemafaatan kayunya menjadi arang oleh penduduk.
Selanjutnya, sejak tahun 1985 hutan mangrove tersebut berubah
menjadi tambak tradisional atau semi modern karena harga udang
yang cukup menggiurkan. Pemanfaatkan hutan mangrove menjadi
42 Amran Saru, Potensi Ekologis dan pengelolaan Ekosistem mangrove di wilayah pesisir 69.
37
tambak udang ini tanpa upaya meninggalkan sebagian hutan
mangrove sebagai jalur hijau (green belt). Dengann kondisi ini,
sejak tahun 1990 penduduk mulai merasakan dampak perusakan
hutan mangrove tersebut. Tambak udang yang berbatasan dengan
laut dengan mudah tenggelam atau hilang oleh abrasi gelombang
laut, pemukiman penduduk dan fasilitas sosial sudah ada yang
tenggelam oleh gelombang laut, serta intrusi air laut yang telah
terjadi sampai sejauh 300 m ke arah daratan.43
12. Rehabilitasi Hutan Mangrove
Bentuk tekanan terhadap kawasan mangrove yang paling besar
adalah pengalih fungsian (konversi) lahan mangrove menjadi tambak
udang/ikan, sekaligus pemanfaatan kayunya untuk diperdagangkan. Selain
itu, juga tumbuhnya berbagai konflik akibat berbagai kepentingan antar
hutan instansi sektoral maupun antar lintas wilayah administratif.
Secara ideal pemanfaatan kawasan mangrove harus dapat
mempertimbangkan kebutuhan masyarakat tetapi tidak sampai
mengakibatkan kerusakan terhadap keberadaan mangrove. Selain itu, yang
menjadi pertimbangan paling mendasar adalah pengembangan kegiatan
yang menguntungkan bagi masyarakat dengan tetap mempertahankan
kelestarian fungsi mangrove secara ekologis (fisik-kimia dan biologis).
Perlu juga mempertimbangkan mata pencaharian alternatif bagi
masyarakat sekitar mangrove dengan mengandalkan bahan baku non-kayu
dan diversifikasi bahan baku industri kehutanan danaarang seperti yang
terjadi di Nipah Panjang, Batu Ampar, Pontianak. Dengan
mengembangkan mata pencaharian bagi masyarakat setempat, secara tidak
langsung dapat menjaga area mangrove dari peralihan fungsi menjadi
penggunaan lahan lain.44
43 http://dera1792.blogspot.com/2013/01/hutan-di-indonesia-sebagai-komunitas.htmldiakses pada
20 Juli 2018 pada pukul 11.00. 44 Hansen Marcello, Skripsi: “Perubahan Mangrove di Wilayah Pesisir Indramayu” (Depok:
Universitas Indonesia, 2012) hlm 10.
38
B. Penelitian yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Hansel Marcello dalam skripsinya yang
berjudul “Perubahan Mangrove di Wilayah Pesisir Indramayu” dengan
hasil penelitian:
Hutan mangrove di wilayah pesisir Kabupaten Indramayu terindikasi terus
mengalami perubahan dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2010.
Perubahan yang terjadi adalah pengurangan luasan mangrove dan
penurunan jumlah spesies mangrove yang hidup di wilayah pesisir
Kabupaten Indramayu. Pengurangan luasan mangrove pada periode waktu
1989-2002 sebesar 26,6% dan pada periode waktu 2002-2010 sebesar
22,1% selama 21 tahun, total pengurangan luasan mangrove terbesar
terjadi pada Kecamatan Losarang yaitu sebesar 29,9% dari seluruh luasan
pengurangan luasan mangrove yang terjadi di wilayah pesisir kabupaten
Indramayu diakibatkan karena peralihan fungsi menjadi tambak. Dari
tahun 1989-2010 terdapat 7 spesies mangrove yang masih tersebar di
wilayah pesisir Kabupaten Indramayu yaitu Rhizopora mucronata,
Rhizopora stylosa, Rhizophora apiculata, Avicennia alba, Avicennia
marina, Ceriops decandra, Aegiceras corniculatum dan tercatat 1
spesiesmangrove yang hilang di wilayah pesisir Indramayu yaitu Ceriops
candolleana.
Berkurangnya luasan mangrove yang beralih fungsi menjadi tambak di
wilayah pesisir Kabupaten Indramayu dikaitkan dengan peningkatan
produksi perikanan budidaya di wilayah pesisir Kabupaten Indramayu
terdapat asosiasi diantara keduanya. Asosiasi tersebut merupakan
hubungan yang sejalan atau linier. Namun peralihan mangrove menjadi
tambak bukanlah satu-satunya faktor yang menyebabkan peningkatan
produksi perikanan budidaya di wilayah pesisir Kabupaten Indramayu.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Satria Meidian Saputra dalam skripsinya
yang berjudul “Analisis Spasial dalam Rekonstruksi untuk Ekosistem
Mangrove Melalui Perancangan Model Spasial Dinamis” dengan hasil
penelitian:
39
Penelitian ini berfokus pada analisis terbentuknya ruang baru pada muara
sungai yang dijadikan sebagai objek yang diteliti. Berdasarkan hasil
pembahasan proses dinamika terbentuknya ruang/daratan baru memiliki
pola pembentukan yang berbeda antara objek penelitian bagian barat
(Cengkareng Drain dan Banjir Kanal Barat) dengan objek penelitian
bagian timur (Cengkareng Drain dan Banjir Kanal Timur) yang dimana
pola pembentukan daratan baru pada bagian barat membentuk pola
runcing yang persebarannya memanjang ke arah utara dan mengendap
pada areal yang berdekatan dengan sungai dan pada titik kedalaman
terendah.
Ruang/daratan yang terbentuk pada muara sungai sangat dipengaruhi dari
jumlah sedimen yang terbawa oleh arus sungai. selain itu, juga
dipengaruhi dari jumlah hari hujan semakin tinggi insensitas hujan maka
semakin tinggi jumlah angkut sedimen dan juga dipengaruhi oleh musim
barat dan musim timur yang dimana kedua musim ini memiliki arah dan
kekuatan arus permukaan yang berbeda sehingga dapat mempengaruhi
pengendapan sedimen.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Syarah dalam skripsinya yang berjudul
“Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis Dalam Mengkaji
Perubahan Penggunaan Lahan Di Kecamatan Sawangan Depok
Tahun 2000-2015” dengan hasil penelitian:
Pemanfaatan sistem informasi geografis dalam perubahan penggunaan
lahan di Kecamatan Sawangan dapat membantu dan mempermudah dalam
menganalisis ruang lingkup dari penggunaan lahan, perubahan yang terjadi
pada periode 15 tahun peningkatan yang dominan yaitu dari tahun 2000-
2015 peningkatan permukiman dengan luas 403,209 ha menjadi 1.302,47
ha selisih 899,18 ha 34,3%, perubahan yang lainnya mengalami
penurunaan diantaranya lahan kosong dari 378, 63 ha menjadi 24,57 ha
selisih 354,06 ha, vegetasi dari 599,58 ha menurun menjadi 316,68 ha.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Fachriani dalam skripsinya yang
berjudul “Analisis Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau dengan
40
Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) di
Kecamatan Palmerah Jakarta Barat” dengan hasil penelitian:
Laju perubahan ruang terbuka hijau di Kecamatan Palmerah Jakarta Barat
pada tahun 2010 sebesar 310,92 ha sedangkan luas Ruang Terbuka Hijau
pada tahun 2015 sebesar 147,04 ha terjadi penurunan luas terbuka hijau di
Kecamatan Palmerah selama 5 tahun yaitu sebesar 163,88 ha penurunan
ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk, sehingga lahan-lahan
RTH terutama lahan kebun campuran milik warga digunakan untuk
pembangunan perumahan.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Nana Suwargana dalam jurnalnya yang
berjudul “Analisis Perubahan Hutan Mangrove Menggunakan Data
Penginderaan Jauh Di Pantai Muara Gembong, Bekasi” dengan hasil
penelitian:
Pola pertumbuhan hutan mangrove nampak terdistribusi di sekitar
pinggiran garis pantai dan sedikit menyebar ke arah daratan dengan
populasi jarang-jarang. Distribusi hutan mangrove mengalami perubahan
dari 34,89 hektar dan selama 17 tahun kemudian turun menjadi 33,23
hektar. Hasil tumpang tindih antara garis pantai citra terklasifikasi tahun
2007 dengan citra terklasifikasi tahun 1990 dapat memperlihatkan
perubahan-perubahan yang terjadi pada kondisi hutan mangrove dan
kondisi garis pantainya. Dimana dijumpai adanya pengikisan (abrasi)
pengrusakan terhadap hutan mangrove dan pendangkalan yang
menyebabkan terjadi penambahan daratan (akresi).
Potensi hutan mangrove di Muara Gembong sudang berkurang karena
pengembangan lahan tambak sudah meluas, hutan mangrove nyaris habis
berubah fungsi selain menjadi lahan pertambakan banyak hutan mangrove
rusak karena abrasi. Hal tersebut menyebabkan fungsi hutan mangrove
sebagai perlindungan hewan sudah tidak berdaya lagi, sehingga
menyebabkan penurunan hasil penangkapan ikan bagi nelayan tangkap.
Maka kondisi keberadaan hutan mangrove di Pantai Bahagia dengan
populasi yang semakin berkurang telah berpengaruh terhadap pendapatan
wilayah.
41
Berikut ini merupakan ringkasan dari penelitian terdahulu.
Tabel 2.3
Penelitian Terdahulu
No Nama
Peneliti/Tahun Judul Penelitian Persamaan dan Perbedaan
1. Hansen
Marcello (2012)
“Perubahan
Mangrove di
Wilayah Pesisir
Indramayu”
Persamaan: Perubahan mangrove
Perbedaan : Tempat penelitian
dan metode penelitian
2.
Satria Meidian
Saputra (2016)
“Analisis Spasial
dalam Rekonstruksi
untuk Ekosistem
Mangrove Melalui
Perancangan Model
Spasial Dinamis”
Persamaan : Ekosistem mangrove
Perbedaan : penggunaan aplikasi
dalam menganalisis mangrove
3. Siti Syarah
(2017)
“Pemanfaatan Sistem
Informasi Geografis
Dalam Mengkaji
Perubahan
Penggunaan Lahan
Di Kecamatan
Sawangan Depok
Tahun 2000-2015”
Persamaan : menggunakan
aplikasi sistem informasi geografi
Perbedaan : lokasi penelitian dan
perubahan lahan
4. Nur Fachriani
(2017)
“Analisis
Ketersediaan Ruang
Terbuka Hijau
dengan
Menggunakan
Aplikasi Sistem
Informasi Geografi
(SIG) di Kecamatan
Palmerah Jakarta
Barat”
Persamaan: menggunakan
aplikasi sistem informasi geografi
(SIG)
Perbedaan: lokasi penelitian dan
Ruang Terbuka Hijau
5. Nana
Suwarganda
(2010)
“Analisis Perubahan
Hutan Mangrove
Menggunakan Data
Penginderaan Jauh
Di Pantai Muara
Gembong, Bekasi”
Persamaan : perubahan hutan
mangrove
Perbedaan : Lokasi penelitian
42
C. Kerangka Berfikir
Penginderaan Jauh dalam penelitian ini sesuai yang dikatakan oleh
Lillisand dan Kiefer adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang
diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau
fenomena yang dikaji. Komponen penginderaan jauh menurut Sutanto adalah
terdapat sumber tenaga yang diperlukan untuk menyinari objek yang ada di
permukaan bumi kemudian memantulkannya ke sensor, salah satu tenaga yang
digunakan dalam penginderaan jauh adalah tenaga matahari. Sedangkan
Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) menurut Sodikin adalah
indikator kehijauan yang sering digunakan dalam menduga vegetasi atau
biomass dari citra satelit, dengan menggunakan Kanal Infra Merah Dekat
(NIR) dan band Merah (VIS).
Mangrove merupakan objek yang akan di olah di dalam aplikasi
penginderaan jauh menurut Nybakken hutan mangrove merupakan komunitas
vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu
tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Terdapat
banyak jenis mangrove yaitu Avicennia Marina, Rhizophora Mucronata,
Rhizophora Apriculata, Sonneratia Alba, Nypa Fruiticans, Avicennia Alba,
Tirminalia Cattapa, Brugueira Gymnorrhiza, kerusakan mangrove menurut
Bengen adalah kerusakan yang disebabkan adanya fakta bahwa sebaagian
manusia memenuhi keperluan hidupnya dengan cara mengintervensi
ekosistem mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih fungsi lahan
mangrove menjadi tambak, pemukiman, industri, maupun penebangan oleh
masyarakat.
43
Bagan 2.1
Bagan Kerangka Berfikir
Penginderaan Jauh
(Lillisand dan Kiefer)
Komponen Penginderaan
Jauh (Sutanto)
Analisis Normalized
Difference Vegetation
Index (NDVI) (Sodikin)
Perubahan Luasan Mangrove
Mangrove (Nybakken)
Jenis-Jenis Mangrove
Kerusakan Mangrove
(Bengen)
44
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kawasan Mangrove pesisir Pantai Indah
Kapuk (PIK), Kotamadya Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta. Yang
terletak pada koordinat 106o 73’ 51’’ BT dan 6o10’ 34’’ LS. Berbatasan
dengan Laut Jawa dan Kepulauan Seribu di sebelah utara, Kosambi di
sebelah barat, Pademangan di sebelah timur, dan Kalideres di sebelah
selatan.45 Seperti terlihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1
Peta Lokasi Penelitian
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini membutuhkan waktu lima bulan mulai dari
perencanaan penelitian, observasi awal, sampai pengelolaan hasil
penelitian dimulai dari bulan Desember 2017 sampai bulan September
2018.
45 https://id.wikipedia.org/wiki/Penjaringan,_Jakarta_Utara diakses pada 13 November 2017 pada
pukul 07.00
LOKASI PENELITIAN
45
Tabel 3.1
Tahap dan Waktu Penelitian
No Tahap
Penelitian
Waktu Penelitian
Des Jan Feb Mar April Mei Juni Ags Sept Okt
1 Seminar
Proposal
2 Revisi
Proposal
3 Menyusun
Bab I-III
4 Penyusunan
Instrumen
Penelitian
5 Pelaksanaan
Penelitian
6 Pengolahan
hasil
penelitian
7 Menyusun
Bab IV-V
8. Sidang
Skripsi
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam pemanfaatan sistem informasi geografis
dan perubahan mangrove yang terjadi yaitu deskriptif kuantitatif.
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata, penelitian deskriptif adalah suatu
bentuk penelitian yang paling dasar ditujukan untuk mendeskripsikan
atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena
yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia. Penelitian ini
mengkaji bentuk, aktivitas karakteristik, perubahan, hubungan,
kesamaan, dan perbedaannya dengan fenomena lain.46
46 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian, Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2012), hlm 72.
46
Menurut Kasiram dan Kuntjojo “penelitian kuantitatif adalah “suatu
proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka
sebagai alat menganalisis keterangan mengenai apa yang ingin diketahui”.47
Maka dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan menggunakan
metode deskriptif kuantitatif menurut Nanang Martono yaitu suatu bentuk
penelitian yang berdasarkan data yang dikumpulkan selama penelitian secara
sistematis mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat dari obyek yang diteliti,
kemudian diinterpretasikan berdasarkan teori-teori.48
C. Jenis Data dan Sumber Data
Sumber data dimasukkan semua informasi baik yang merupakan benda
nyata, sesuatu yang abstrak, peristiwa/gejala baik secara kualitatif maupun
kuantitatif.49 Adapun untuk menganalisis perubahan mangrove di Pantai Indah
Kapuk (PIK), maka data yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Data Primer
Menurut Suryani “Sumber data primer adalah data yang
dikumpulkan secara langsung oleh peneliti”.50 Data primer didapat dari
hasil groundcheck dan interpretasi di lapangan baik secara fisik tentang
perubahan mangrove yang telah terjadi dengan mendokumentasikan, dan
hasil dari wawancara51 masyarakat di sekitar Pantai Indah Kapuk.
2. Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh atau
dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber
yang telah ada.52 Sumber data sekunder diperoleh dari sumber lain seperti
Badan Pusat Statistik, buku, jurnal dan skripsi.
47 Kuntjojo, Metodologi Penelitian, (Kediri: T.P,2009),hlm 11. 48 Nanang Martono, Metode Penelitian Kuantitatif analisis Isi dan Data Sekunder. (Purwokerto:
Original Segel Penerbit, 2010), hlm 36. 49 Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press), hlm. 44. 50 Suryani dan Hendriyadi, Metode Riset Kuantitatif Teori dan Aplikasi pada bidang Manajemen
dan Ekonomi Islam (Jakarta: Prenamedia Grup, 2015), hlm 173. 51 Siti Syarah, Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis Dalam Mengkaji Perubahan Penggunaan
Lahan di Kecamatan Sawangan Depok Tahun 2000-2015, Skripsi pada Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah, 2017, hlm 37. 52 Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian & Aplikasinya, (Bandung: Ghalia
Indonesia,2002) hlm 82.
47
D. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan Penelitian
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini dilihat pada
Tabel 3.2
Tabel 3.2
Bahan Yang Digunakan Dalam Penelitian
No Data Sumber Fungsi
1. Citra landsat 5
ETM+ tahun
2000,2005, 2010.
www.earthexplorer.usgs,
dan www.glovis .usgs
Interpretasi
pada masing-
masing tahun
2. Citra landsat 8
tahun 2016
www.earthexplorer.usgs,
dan www.glovis .usgs
Interpretasi
pada tahun
ini, dan
pedoman
groundcheck.
3. Peta Penggunaan
Lahan Kecamatan
Penjaringan Jakarta
Utara
Bappeda Jakarta Peta dasar
yang
digunakan
sebagai
penelitian
Sumber: Siti Syarah, 2017
2. Alat Penelitian
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini terdapat pada
Tabel 3.3
Tabel 3.3
Alat Yang Digunakan Dalam Penelitian
No Alat Fungsi
1. ArcGis 10.4 Registrasi peta dasar,
digitasi, layout, overlay
2. Global Mapper 11 Untuk di convert atau
mengexport file yang telah
dibuat di ArcGIS 10.1
48
Tabel 3.3 (Lanjutan)
3. GPS (Global Positioning
System)
Alat penentu lokasi di
lapangan
4. Kamera Untuk dokumentasi hasil
groundcheck
5. Alat Tulis Mencatat hasil penting saat
di lapangan
6. Pedoman Wawancara Sebagai pengarahan dalam
mewawancara narasumber
di daerah sekitar penelitian
yang mencakup perubahan
lahan mangrove.
Sumber: Siti Syarah, 2017
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi dan Ground Check Lapangan
Pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung ke lokasi
penelitian dengan mengunjungi daerah yang menjadi objek penelitian dan
survey langsung kondisi lingkungan serta melakukan pertemuan dengan
masyarakat setempat.
Menurut Sutrisno Hadi observasi merupakan suatu proses yang
kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis
dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses
pengamatan.53
Menurut Creswell observasi sebagai sebuah proses penggalian data
yang dilakukan langsung oleh peneliti sendiri (bukan oleh asisten
peneliti atau oleh orang lain) dengan cara melakukan pengamatan
mendetail terhadap manusia sebagai objek observasi dan
lingkungannya.54
Observasi dilakukan di Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara untuk
mengamati perubahan mangrove yang terjadi, kemudian dicatat sebagai
data penelitian.
53 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, hlm. 145 54 Haris Herdiansyah, Observasi, dan Focus Groups: Sebagai Iinstrumen Penggalian Data
Kualitatif, (Jakarta: Rajawali Press, 2015.) hlm 131.
49
Ground Check lapangan bertujuan menelaah kembali hasil
intepretasi obyek penggunaan lahan, pengecekan lapangan dilaukan pada
titik sampel yang telah di tetapkan dipeta yang mengikuti kondisi lapangan
selanjutnya dilakukan penentuan titik geografis dengan GPS (Global
Position System) di lapangan.55
2. Wawancara
Wawancara menurut Setyadin, “wawancara adalah suatu percakapan
yang diarahkan pada suatu masalah tertentu dan merupakan proses tanya
jawab lisan dimana dua orang atau lebih berhadapan secara fisik”
wawancara dilakukan untuk memperoleh data atau informasi sebanyak
mungkin dan sejelas mungkin kepada subjek penelitian. Wawancara
penelitian lebih dari sekedar percakapan dan berkisar secara informal dan
formal. Tidak seperti percakapan biasa wawancara penelitian ditujukan
untuk mendapatkan informasi dari satu sisi saja sehingga hubungan
asimetris harus tampak56
Menurut Sugiyono wawancara digunakan sebagai teknik
pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti
ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah
respondennya sedikit/kecil.57
Wawancara ini akan dilakukan dengan pendekatan tidak
berstruktur serta dilakukan secara mendalam, dilakukan kepada warga
sekitar, dan kepada instansi terkait di Kecamatan Penjaringan Jakarta
Utara.
3. Dokumentasi
Menurut Gottschalk “dokumentsi dalam pengertiannya yang lebih
luas berupa setiap proses pembuktian yang didasarkan atas jenis sumber
55 Siti Syarah, Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis Dalam Mengkaji Perubahan Penggunaan
Lahan di Kecamatan Sawangan Depok tahun 2000-2015. Skripsi, Uin Jakarta, 2017., hlm 44-
45. 56 Imam Gunawan, “metode penelitian kualitatif teori & praktek” (Jakarta, Bumi Aksara 2013).
hlm 160 57 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&b),
(Bandung: Alfabeta, 2016), hlm 137.
50
apapun, baik itu yang bersifat tulisan, gambar, atau arkeologis”.58
Dokumentasi ini berupa foto pada keadaan lokasi penelitian dan
dokumentasi dilakukan untuk mendukung penelitian.
Serta dokumen secara langsung yang di dapat dari Instansi
Pemerintahan Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara.
F. Teknik Analisis Data
1. Teknik Analisis yang pertama
Dilakukan untuk menjawab perubahan mangrove di Kecamatan
Penjaringan Jakarta Utara dari Tahun 2000-2016. Teknik analisis data
dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS 10.4 dan Er-Mapper 7.0.
Pengolahan citra landsat dilakukan dengan perangkat lunak Er Mapper 7.0
baik secara digital maupun visual, yang dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Proses Pengunduhan Citra
Pengunduhan citra dilakukan dari web http://earthexplorer.usgs.gov
dan http://glovis.usgs citra yang mencakup Kota Jakarta, dengan
mendownload menggunakan landsat 5 ETM+ pada tahun 2000,
2005,2010, 2016. Pemilihan citra dilakukan bersih dari awan.
b. Pemotongan citra (cropping)
Pemotongan citra atau (cropping) dilakukan karena citra awal yang
didapat memiliki cakupan area yang terlalu luas. Proses ini dilakukan
bertujuan agar pengolahan data menjadi lebih mudah, efektif, dan
efisien karena cakupan area citra menjadi lebih kecil.
c. Pemulihan citra
Proses pemulihan citra terdiri dari koreksi geometrik dan koreksi
radiometrik. Hal ini dilakukan agar citra yang akan diolah sesuai
dengan keadaan sebenarnya.
1. Koreksi geometrik
Koreksi geometrik bertujuan untuk memperbaiki kesalahan
posisi atau letak objek yang terekam pada citra, yang disebabkan
58 Imam Gunawan, “metode penelitian kualitatif teori & praktek” (Jakarta, Bumi Aksara 2013).
hlm 175.
51
adanya distorsi geometrik. Citra setelit biasanya mengandung
distorsi geometrik. Salah satu cara untuk mengkoreksi distorsi
geometrik ini adalah dengan menggunakan titik-titik kontrol
lapangan (Ground Control Point/GCP) adalah suatu titik yang
diketahui koordinatnya.
2. Koreksi radiometrik
Koreksi radiometrik dilakukan untuk memperbaiki nilai-
nilai piksel yang tidak sesuai dengan nilai pantulan atau pancaran
spektral objek yang sebenarnya.59
d. Komposisi Band
Setalah melakukan cropping citra dan Enchancement, maka
langkah selanjutnya adalah menampilkan komposisi band pada citra
landsat. Sesuai dengan kajian yang diambil, untuk penggunaan lahan,
maka komposisi band yang digunakan yaitu RGB 4, 5, 3.60
Saluran 5 sensitif akan varasi kandungan air, vegetasi berdaun
banyak dan kelembapan tanah. Saluran ini mencirikan tingkat
penyerapan air yang tinggi, sehingga memungkinkan deteksi lapisan
air yang tipis (kurang dari 1 cm). variasi dari kandungan Fe2O3 pada
batuan dan tanah dapat dideteksi, pantulan yang tinggi berarti
kandungan yang banyak. Pada kombinasi ini, vegetasi berwarna
kemerahan, ketika tanaman mempunyai kondisi kelembapan yang
sedikit rendah, tingkat pantulan saluran 5 relatif tinggi, yang berarti
semakin banyak warna hijau, sehingga menghasilkan warna orange,
hijau akan semakin mendominasi ketika pantulan vegetasi semakin
rendah di VNR dan meninggi di SWR. Tanah tanpa vegetasi dan area
permukiman akan nampak biru kecoklatan.61
e. Unsupervised classification (Klasifikasi tak terbimbing)
Kegiatan ini merupakan pengolahan citra guna mengelompokan
ke dalam kelas-kelas tertentu. Data tersebut akan dikaji berdasarkan
59 Sodikin, dalam jurnal ”Analisis Abrasi dengan Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh
(Studi Kasus di Desa Pantai Bahagia Kecamatan Muara Gembong Bekasi Regency) hlm 3. 60 Sodikin, Petunjuk Teknis Pengolahan Citra Landsat dengan Er. Mapper 7.0, hlm 90. 61 Sodikin, Ibid,. hlm 95.
52
kenampakannya dalam tampilan citra, seperti halnya mengidentifikasi
laut, mangrove, daratan, dst. Klasifikasi tak terbimbing merupakan
metode yang memberikan mandat sepenuhnya kepada komputer untuk
mengelompokkan data raster berdasarkan nilai digitalnya masing-
masing, intervensi pengguna dalam hal ini diminimalisasi. Jenis metode
ini digunakan bila kualitas citra sangat tinggi dengan distorsi atmosferik
dan tutupan awan yang rendah.62
f. Ground Check Lapangan
Dalam rangka mengetahui kondisi dan perubahan penutupan
lahan, perlu dilakukan pemantauan penutupan lahan secara periodik yang
ditunjang dengan kegiatan pengecekan lapangan yang dimaksudkan
untuk memberikan masukan kepada penafsir tentang obyek yang ada di
lapangan atau mengkoreksi hasil penafsiran yang telah dilakukan
berdasarkan kenyataan di lapangan. Untuk itu diperlukan alat bantu
berupa citra yang digunakan dalam kegiatan penafsiran tersebut, dalam
hal ini yaitu citra LANDSAT 7 ETM+, yang diharapkan dapat
menghasilkan informasi lebih detail. Pengecekan lapangan
(Groundcheck) merupakan kegiatan untuk membandingkan antara
kenampakan obyek pada citra dan kenampakan obyek yang sama di
lapangan sesuai karakteristiknya. Hasil dari Pengecekan lapangan
(Groundcheck) ini digunakan untuk melakukan revisi hasil penafsiran
survei lapangan bertujuan untuk pengecekan kebenaran klasifikasi
penggunaan lahan dan mengetahui bentuk-bentuk perubahan fungsi
lahan kawasan ekosistem mangrove di kawasan Pantai Indah Kapuk
(PIK). Pengecekan dilakukan dengan bantuan Global Position System
(GPS). Titik pengamatan ditentukan dengan metode purposive sampling.
Masing-masing kelas tutupan lahan diwakili dengan minimal empat titik
observasi. Setiap titik didatangi kemudian dilakukan pendataan,
pengamatan serta pencatatan informasi penting. Data yang diambil
adalah data rekam koordinat titik pengamatan lapangan dari GPS,
kondisi tutupan lahan sekitar titik lapangan yang dilengkapi gambar.
62 Sodikin, Modul “Petunjuk Teknis Pengolahan Citra Landsat dengan Er Mapper 7.0” hlm 106.
53
Adapun tujuan dari kegiatan pengecekan lapangan
(Groundcheck) ini yaitu:
a. Mengetahui penutupan lahan yang Up to date dari masing-masing
kelas penutupan lahan yang ada.
b. Menghitung tingkat akurasi dari kesesuaian antara hasil penafsiran
dengan pengecekan lapangan (Groundcheck).
g. Supervised Classification (Klasifikasi Terbimbing)
Klasifikasi terbimbing merupakan metode yang dipandu dan
dikendalikan sebagian besar atau sepenuhnya oleh pengguna dalam
proses pengklasifikasiannya. Intervensi pengguna dimulai sejak
penentuan training area hingga tahap pengklasterannya. Klasifikasi
terbimbing dalam hal ini mensyaratkan kemampuan pengguna dalam
penguasaan informasi terhadap areal kajian.63
2. Teknik Analisis Kedua
i. Analisis overlay
Overlay merupakan metode yang dikenal lama dalam metode
spasial. Overlay merupakan penampalan baik suatu gambar atau peta
untuk berbagai keperluan. Selain itu, untuk software Pengolahan data
spasial seperti Er Mapper 7.0 metode overlay ini juga dapat dipakai
untuk menampalkan dua atau lebih.
Penelitian ini menggunakan metode overlay yang menggunakan
software Er Mapper 7.0 untuk mendapatkan hasil perubahan luasan
mangrove yang terjadi di wilayah Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta
Utara pada tahun 2000-2005, 2006-2010, 2011-2016. Penghitungan
perubahan luas lahan mangrove dilakukan dengan membandingkan
garis pantai dari citra landsat antara tahun 2000, 2005, 2010 dan 2016.
Proses ini dilakukan dengan teknik overlay, sehingga diketahui
perubahannya.
Dengan memanggil tema persebaran mangrove di wilayah pesisir
Pantai Indah Kapuk (PIK) tahun 2000 yang di tampalkan pada tema
63 Sodikin, Modul “Petunjuk Teknis Pengolahan Citra Landsat dengan Er Mapper 7.0” hlm 116.
54
persebaran mangrove di wilayah pesisir Pantai Indah Kapuk (PIK) tahun
2005, dapat di ketahui perubahan luasan dan persebaran mangrove yang
terjadi di wilayah pesisir Pantai Indah Kapuk (PIK) tahun 2000-2005.
Hal tersebut juga dilakukan untuk tahun berikutnya yaitu 2006-2010,
2011-2016.
j. Analisis Perubahan Luasan Mangrove
Analisis ini terutama untuk mengamati perubahan lahan
mangrove dengan menggunakan data multitemporal dimana
membandingkan dua citra/data hasil klasifikasi, dengan penggabungan
antara klasifikasi penutup lahan tahun 2000, 2005, 2010 dan 2016 akan
dapat diketahui perubahan penutup lahan. Untuk mengetahui
perubahan luasan mangrove di perlukan rumus sebagai berikut:
ΔL = Lt2 – Lt1
Δt
ΔL = Laju perubahan luas
Lt2 = Luas pada tahun pengamatan berikutnya (ha)
Lt1 = Luas pada tahun pengamatan tahun sebelumnya (ha)
Δt = Selisih waktu pengamatan awal tahun dan akhir tahun64
k. Analisis Normalized Difference Vegetation Index (NDVI)
Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) merupakan
indikator kehijauan yang sering digunakan dalam menduga vegetasi
atau bahkan biomass, dari citra satelit dengan menggunakan kanal
Infra Merah Dekat (NIR) dan band Merah (VIS). Formula NDVI
adalah sebagai berikut65. )VISNIR(
VIS)(NIRNDVI
NDVI = Normalized Difference Vegetation Index
NIR = Near Infra Red
VIS = Visible Red
64 Sutanto, Penginderaan Jauh. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.1992) hlm. 13. 65 Sodikin, Op.Cit,. hlm 134.
55
l. Diagram Alur Penelitian
Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian
Landsat 2000,2005,2010,2016
Cropping Citra
Koreksi Geometrik Koreksi Radiometrik
Ground Check Lapangan
Supervised Clasification
Overlay
Komposisi Band
Unsupervised
Clasification
Analisis Normalized
Difference Vegetation
Index (NDVI)
Peta Sebaran Mangrove
Tahun
2000,2005,2010,2016
Perubahan Mangrove di Pantai Indah Kapuk
(PIK) tahun 2000-2016
80 %
YA
TIDAK
Wawancara
56
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian
1. Sejarah Kawasan Hutan Mangrove Jakarta Utara
Kawasan hutan mangrove dikukuhkan sebagai Cagar Alam sejak
tahun 1939 seluas 1,114 ha pada masa pemerintahan kolonial Belanda.
Pada masa itu Kawasan ini sudah di rancang sebagai daerah penyangga
lahan basah untuk menampung masa air pada saat pasang besar dan banjir.
Namun dalam perkembangannya Kawasan hutan mangrove angke kapuk
banyak dikonversi menjadi peruntukkan lain seperti: pemukiman, tambak
terbuka, jalut jalan tol cengkareng dan lapangan golf pantai indah kapuk.
Hutan mangrove diprovinsi DKI Jakarta terbesar dikawasan hutan
mangrove tegal alur angke kapuk di pantai utara kota Jakarta dan disekitar
kepulauan seribu. Berdasarkan SK Mentri Pertanian Nomor 16/UM/6/1977
tanggal 10 Juni 1977 peruntukkan Kawasan angke kapuk ditetapkan sebagai
Hutan Lindung, Cagar Alam, Hutan Wisata, dan lapangan, dengan tujuan
istimewa. Berdasarkan SK Mentri Kehutanan Nomor 667/Kpts-II/1995.
Kawasan Hutan Angke Kapuk ditetapkan seluas 327,70 ha. Luas Kawasan
hutan masing-masing:
a. Hutan Lindung Angke Kapuk : + 44,70 ha
b. Suaka Margasatwa Muara Angke : + 25,02 ha
c. Taman Wisata Alam (TWA) : + 99,82 ha
d. Kawasan Mangrove Tol Sedyatmo : + 95,50 ha
e. Kebun Pembibitan Arboretum : + 10,51 ha
f. Cengkareng Drain : + 28,39 ha
g. Transmisi PLN : + 23,70 ha
Sementara yang dikelola Pemda DKI seluas +202,68 ha yakni
meliputi Hutan Lindung Angke Kapuk, Kawasan Mangrove Tol
57
Sedyatmo, Kebun Pembibitan Arboretum. Cengkareng Drain, dan
Transmisi PLN. 66
2. Letak Geografis
Kecamatan Penjaringan merupakan salah satu kecamatan yang
berada di Jakarta Utara. Secara geografis Kecamatan Penjaringan terletak
antara 1060 20’ 00” Bujur Timur dan 060 10’ 00’’ Lintang Selatan serta
berada 0 sampai dengan 20 meter di atas permukaan laut.
Luas wilayah Kecamatan Penjaringan adalah sebesar 45,41 ha,
terbagi menjadi 5 kelurahan, 72 RW (Rukun Warga) dan 863 RT (Rukun
Tetangga), memiliki jumlah penduduk sebanyak 108.189 jiwa yang terdiri
dari 57.404 penduduk laki-laki dan 50.785 penduduk perempuan.
Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Penjaringan meliputi:
a. Sebelah Selatan Berbatasan dengan wilayah Jakarta Barat, Jakarta
Pusat dan Jakarta Timur
b. Sebelah Timur Berbatasan dengan wilayah Jakarta Timur dan
Kabupaten Bekasi
c. Sebelah Barat Berbatasan dengan Kabupaten Tanggerang dan Jakarta
Barat
d. Sebelah Utara Berbatasan dengan Laut Jawa67
Kecamatan Penjaringan memiliki 5 Kelurahan Nama dan Luas
Kelurahan yang ada di Kecamatan Penjaringan dapat dilihat pada Tabel
4.1. Wilayah penelitian ini berada di Daerah Pantai Indah Kapuk (PIK)
Kecamatan Penjaringan, Pantai Indah Kapuk terdapat 3 kelurahan yang
berbeda yaitu kelurahan Kamal Muara yang terletak sebelah kiri, Kapuk
Muara yang terletak di sebelah Kelurahan Pejagalan dan Kelurahan
Penjaringan. Sedangkan kelurahan dan pluit juga sangat dekat dan
berbatasan dengan Pantai Indah Kapuk (PIK). Peta Administrasi
Kecamatan Penjaringan dapat dilihat pada Gambar 4.1.
66 Dinas Kehutanan DKI Jakarta dalam angka 2018 67 Kecamatan Penjaringan dalam angka 2016 (BPS.go.id)
58
Gam
bar
4.1
.
Pet
a A
dm
inis
trasi
Kec
am
ata
n P
enja
rin
gan
59
Tabel 4.1
Luas Kelurahan Di Kecamatan Penjaringan
No Kelurahan Luas Wilayah (km2)
1. Kamal Muara 10,53
2. Kapuk Muara 10,06
3. Pejagalan 3,23
4. Penjaringan 3,95
5. Pluit 7,71
Total Luas Wilayah 45,41
Sumber: Badan Pusat Statistik Kecamatan Penjaringan Tahun 2014
3. Kondisi Fisik
a. Topografi
Wilayah Jakarta merupakan dataran rendah yang sebagian
besar terdiri dari lapisan batu endapan zaman Pleitosen yang batas
lapisan atasnya berada 50 meter di bawah permukaan tanah. Bagian
selatan merupakan bagian aleuvial Bogor yang terdiri atas lapisan
alluvial, sedangkan dataran rendah pantai merentang ke bagian
pedalaman sekitar 10 km dan di bawahnya terdapat lapisan endapan
yang lebih tua yang tidak tampak pada permukaan tanah karena
seluruhnya merupakan endapan alluvium. Di bawah bagian utara,
permukaan keras baru terdapat pada kedalaman 10–25 m, makin ke
selatan permukaan keras semakin dangkal pada kedalaman 8–15 m,
pada bagian kota tertentu, lapisan permukaan tanah yang keras terdapat
pada kedalaman 40m.
b. Klimatologi
Jakarta beriklim tropis sebagaimana di Indonesia pada
umumnya, dengan karakteristik musim penghujan rata-rata pada bulan
Oktober hingga Maret dan musim kemarau pada bulan April hingga
September. Cuaca di kawasan Jakarta dipengaruhi oleh angin laut dan
darat yang bertiup secara bergantian antara siang dan malam. Suhu
udara harian rata-rata di daerah pantai umumnya relatif tidak berubah,
baik pada siang maupun malam hari. Suhu harian rata-rata berkisar
antara 26 – 28° C. Perbedaan suhu antara musim hujan dan musim
60
kemarau relatif kecil. Hal tersebut dapat dipahami oleh karena
perubahan suhu udara di kawasan Jakarta seperti halnya wilayah
lainnya di Indonesia tidak dipengaruhi oleh musim, melainkan oleh
perbedaan ketinggian wilayah.
c. Suhu Udara
Suhu udara di Jakarta Utara mengalami musim kemarau paling
tinggi terjadi pada bulan Oktober dengan suhu mencapai 35,80oC,
sedangkan suhu udara terendah terjadi pada bulan Februari dengan
suhu 23,20oC. Hal ini terlihat pada Tabel 4.268
Tabel 4.2
Suhu Udara Di Jakarta Utara
Suhu Udara/Temperatur oC
No Bulan Maksimum Minimum Rata-Rata
1. Januari 34,80 23,50 27,40
2. Februari 32,40 23,20 27
3. Maret 33,60 24 28,10
4. April 33,50 24,60 28,60
5. Mei 34 25,20 29,40
6. Juni 34,80 24,80 28,80
7. Juli 34 24,80 28,60
8. Agustus 33,40 24 28,50
9. September 34,60 25 29
10. Oktober 35,80 26,20 29,60
11. November 34,80 23,80 29,70
12. Desember 34,20 23,50 28,70
Sumber: Badan Pusat Statistik Jakarta Utara 2015
d. Kelembapan Udara
Adapun kelembapan udara di Jakarta Utara mencapai tingkat
maksimum tertinggi pada bulan Januari mencapai 96%, sedangkan
68 Badan Pusat Statistik Suhu Udara di Jakarta Utara dalam angka 2015 (BPS.go.id).
61
kelembaban minimum terendah terjadi pada bulan Mei yaitu 62%.
Seperti terlihat pada Tabel 4.3.69
Tabel 4.3
Kelembaban Udara di Jakarta Utara
Kelembaban Udara/Relative Humadity (%)
No Bulan Maksimum Minimum Rata-Rata
1. Januari 96 77 84
2. Februari 88 71 80
3. Maret 83 69 76
4. April 92 67 79
5. Mei 88 62 78
6. Juni 94 68 80
7. Juli 94 68 80
8. Agustus 85 63 72
9. September 82 63 73
10. Oktober 87 65 72
11. November 89 66 76
12. Desember 89 68 79
Sumber: Data Kelembaban Udara Jakarta Menurut Bulan Tahun 2015
e. Cuaca Udara
Cuaca udara di DKI Jakarta terdiri dari tekanan udara,
kecepatan angin, dan penyinaran matahari. Adapun cuaca di DKI
Jakarta mengalami tekanan udara tertinggi pada bulan September dan
terendah pada bulan juni dan desember. Cuaca udara yang meliputi
kecepatan angin mencapai tingkat tertinggi dengan angka 4 pada bulan
januari, dan terendah dengan angka 2 pada bulan februari, maret, dan
juni. Sedangkan penyinaran matahari mengalami tingkat pemanasan
tertinggi pada bulan September dan terendah pada bulan Februari. Hal
ini bisa terlihat pada Tabel 4.4.70
69 http://data.jakarta.go.id/dataset/data-kelembaban-udara-di-dki-jakarta-menurut-bulan (Dikutip
pada tanggal 29 Agustus 2018, pukul 08.15 WIB) 70 http://data.jakarta.go.id/fr/dataset/data-rata-rata-cuaca-di-provinsi-dki-jakarta-menurut-bulan
Dikutip pada tanggal 29 Agustus 2018, pukul 08.33 WIB)
62
Tabel 4.4
Rata-Rata Cuaca Di Jakarta Utara
Rata-Rata Cuaca Menurut Bulan
No Bulan Tekanan
Udara (mbs)
Kecepatan
Angin
(M/SE)
Penyinaran
Matahari
(%)
1. Januari 1010,90 4 34,30
2. Februari 1010,00 2 22,20
3. Maret 1010,50 2 44,60
4. April 1010,00 3 55,90
5. Mei 1009,90 3 42,60
6. Juni 1009,50 2 27,50
7. Juli 1010,80 3 29,10
8. Agustus 1011,20 3 79,20
9. September 1011,40 3 91,10
10. Oktober 1010,70 3 77,10
11 November 1009,80 3 56,40
12. Desember 1009,50 3 37,00
Sumber: Data Rata-Rata Cuaca di Jakarta Menurut Bulan Tahun 2015
4. Kondisi Sosial
a. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kecamatan
Penjaringan tertinggi yaitu di kelurahan penjaringan total jumlah
penduduk laki-laki dan perempuan mencapai 118.010 sedangkan
jumlah penduduk laki-laki dan perempuan terendah yaitu di kelurahan
Kamal Muara dengan angka 12.953.71
Hal ini terlihat pada Tabel 4.5 yang menunjukan angka jumlah
penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Penjaringan pada
Tahun 2015.72
71 Badan Pusat Statistik Kecamatan Penjaringan. 72 Badan Pusat Statistik Jumlah Demografi Menurut Kecamatan.
63
Tabel 4.5
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No Kelurahan Penduduk
Laki-Laki
Penduduk
Perempuan
Jumlah
Total
1. Kamal Muara 6.603 6.350 12.953
2. Kapuk Muara 18.664 17.914 36.578
3. Pejagalan 44.629 43.621 88.250
4. Penjaringan 62.485 55.525 118.010
5. Pluit 24.481 24.849 49.330
Jumlah 156.862 148.259 305.121
Sumber: Badan Pusat Statistik Kecamatan Penjaringan Tahun 2015
b. Jumlah Demografi
Demografi meliputi ukuran, struktur, dan distribusi penduduk,
serta bagaimana jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat
kelahiran, kematian, migrasi, serta penuaan. Analisis kependudukan
dapat merujuk masyarakat secara keseluruhan atau kelompok tertentu
yang didasarkan kriteria seperti pendidikan, kewarganegaraan, agama,
atau etnisitas tertentu.73
Jumlah keadaan demografi di Kecamatan Penjaringan
berkembang sangat pesat pada tahun 2015 yaitu pada bulan September
kelahiran tertinggi mencapai 6.537 dan terendah yaitu pada bulan April
yaitu sebanyak 3.421. sedangkan kematian tertinggi yaitu pada bulan
Desember mencapai angka 182 dan terendah yaitu pada bulan Juli
sebesar 127. Angka perkawinan tertinggi yaitu pada bulan Oktober
yaitu 275 dan yang terendah yaitu pada bulan Juli hanya 75. Perceraian
yang terjadi di Penjaringan terbesar pada bulan Februari, Maret dan
Desember yang mencapai angka 7 dan terendah pada bulan April yang
hanya mencapai angka 2. Hal ini terlihat pada Tabel 4.6 yang
menunjukan angka demografi di Kecamatan Penjaringan pada Tahun
2015.74
73 https://id.wikipedia.org/wiki/Demografi diakses pada tanggal 20 Agustus 2018. 74 Badan Pusat Statistik Jumlah Demografi Menurut Kecamatan.
64
Tabel 4.6
Jumlah Penduduk Berdasarkan Demografi Tahun 2015
No Bulan Kematian Kelahiran Perkawinan Perceraian
1. Januari 178 3.995 173 3
2. Februari 134 4.634 168 7
3. Maret 180 3.710 221 7
4. April 141 3.421 111 2
5. Mei 151 3.593 191 2
6. Juni 159 3.759 123 6
7. Juli 127 2.908 75 5
8. Agustus 155 5.540 181 6
9. September 153 6.537 221 6
10. Oktober 170 6.059 275 4
11. November 165 5.115 247 4
12. Desember 182 6.484 161 7
Sumber: Badan Pusat Statistik Kecamatan Penjaringan Tahun 2015
B. Hasil Penelitian
1. Hasil Ground Check Lapangan
Berdasarkan hasil analisis citra yang dilakukan melalui sistem
informasi geografis, dilakukan ground check terhadap penggunaan lahan
yang ada ground check dilakukan sebagai pedoman dalam melakukan
klasifikasi terbimbing. Ground check dilakukan pada landsat 8 Tahun
2016 yang bertujuan untuk pengecekan kebenaran klasifikasi penggunaan
lahan dan mengetahui bentuk-bentuk perubahan fungsi lahan di Kawasan
Pantai Indah Kapuk (PIK), pengecekan dilakukan dengan bantuan Global
Position System (GPS). Masing-masing kelas tutupan lahan diwakili
dengan minimal lima titik observasi. Setiap titik didatangi kemudian
dilakukan pendataan, pengamatan serta pencatatan informasi penting. Data
yang diambil adalah data rekam koordinat titik pengamatan lapangan dari
GPS, kondisi tutupan lahan sekitar titik lapangan yang dilengkapi gambar.
Adapun hasil ground check lapangan berdasarkan interpretasi citra
dapat dilihat pada Tabel 4.7.
65
Tabel 4.7
Hasil Ground Check Lapangan Berdasarkan Interpretasi Citra
No Citra Koordinat Hasil
Interpretasi
Hasil
Groundcheck
Lapangan
Kesesuaian
1. S 060 07.309’
E 106045.446
Badan Air
Sesuai
2.
S 060 07.329’
E 106045.454
Badan Air
Sesuai
3.
S 060 07.359’
E 106045.464’
Badan Air
Sesuai
4.
S 060 07.329’
E 106045.456’
Badan Air
Sesuai
5.
S 060 07.323’
E 106045.458’
Badan Air
Sesuai
6. S 060 07.329’
E 106045.298’
Pemukiman
Sesuai
7.
S 060 07.325’
E 106045.276’
Pemukiman
Sesuai
66
Tabel 4.7 (Lanjutan)
8. S 060 07.321’
E 106045.285’
Pemukiman
Sesuai
9.
S 060 07.320’
E 106045.283’
Pemukiman
Sesuai
10
S 060 07.327’
E 106045.302’
Pemukiman
Sesuai
11.
S 060 07.323’
E 106045.356’
Jalan
Sesuai
12.
S 060 07.330’
E 106045.378’
Jalan
Sesuai
13.
S 060 07.321’
E 106045.396’
Jalan
Sesuai
14.
S 060 07.332’
E 106045.358’
Jalan
Sesuai
15.
S 060 07.345’
E 106045.355’
Mangrove
Sesuai
16.
S 060 07.387’
E 106045.415’
Mangrove
Sesuai
67
Tabel 4.8 (Lanjutan)
17. S 060 07.326’
E 106045.425’
Mangrove
Sesuai
18.
S 060 07.349’
E 106045.430’
Mangrove
Sesuai
19.
S 060 07.321’
E 106045.554’
Mangrove
Sesuai
20.
S 060 07.350’
E 106045.597’
Mangrove
Sesuai
Sumber: Pengambilan Data Tahun 2018
2. Hasil Interpretasi Kappa
Berdasarkan hasil ground check pada Tabel 4.8, maka dapat dilihat
hasil interpretasi kappa yaitu jumlah sampel 100 titik yaitu dengan benar
88 titik dan salah 12 titik hasil interpretasi ini dapat dilihat dalam
Lampiran 7. Sedangkan untuk melakukan groundcheck hanya 20 titik.
Tabel 4.8
Hasil Uji Interpretasi Kappa
Hasil Interpretasi Jumlah Sampel Kondisi Lapangan Tingkat
Akurasi Benar Salah
Penggunaan Lahan
100 88 12 88%
Sumber: Hasil Perhitungan setelah Ground Check Lapangan, Tahun 2018.
Tingkat Kebenaran Interpretasi = 100%
= 88/100 x 100% =88 %
68
Setelah melakukan klasifikasi perubahan lahan di Pantai Indah Kapuk
(PIK) maka dilakukan hasil interpretasi citra yang sudah diketahui titik
koordinatnya kemudian melakukan pengecekan dengan ground check
lapangan setelah itu datanya dianalisis keabsahan atau ketelitian hasil
interpretasi citra. Menurut CP. Lo dalam Surdaryanto bahwa suatu hasil
interpretasi tingkat ketelitiannya harus mencapai minimal >85%. Pada
Tabel 4.8 hasil uji interpretasi kappa yaitu melebihi 85% dimana yaitu
88% jadi hasil interpretasi citra sudah sesuai.75
3. Sebaran dan Luas Kawasan Mangrove Tahun 2000-2016
a. Sebaran dan Luas Kawasan Mangrove tahun 2000
Pada tahun 2000, berdasarkan pengolahan data dari citra
landsat 5 tahun 2000 di wilayah pesisir Pantai Indah Kapuk (PIK)
Jakarta Utara terdapat luas mangrove yang tercatat yaitu seluas
452,141 ha. Di wilayah pesisir Jakarta Utara, mangrove hanya tersebar
di empat kelurahan yaitu Kelurahan Kamal Muara, Kelurahan Kapuk
Muara dan Kelurahan Pluit dan Kelurahan Pejagalan.
Dibawah ini adalah gambar persebaran mangrove di wilayah pesisir
Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara tahun 2000.
Gambar 4. 2 Peta perubahan mangrove di wilayah pesisir Pantai
Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara tahun 2000 75 Surdayanto dan Melania Swetika Rini, Pemanfaatan Citra Penginderaan Jauh dan Sistem
Informasi Geografis Untuk Kajian Perubahan Penggunaan Lahan Di Kecamatan Umbulharjo Kota
Yogyakarta, Jurnal Megistra, Vol. XXVI, 2014, h.60.
69
Luasan mangrove di daerah Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta
Utara tahun 2000 seperti disajikan pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9.
Luasan mangrove di daerah Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta
Utara tahun 2000
No Kelurahan Luas (ha) Presentase
(%)
1. Kamal Muara 44,122 10
2. Kapuk Muara 273,715 60
3. Pluit 112,502 24
4. Pejagalan 21,802 6
Total 452,141 100 Sumber: Pengolahan Citra Satelit Landsat Tahun 2000
Dari Tabel 4.9 bisa dilihat luasan mangrove terbanyak berada
di kelurahan kapuk muara sebesar 60% atau seluas 273,715 ha. Luasan
mangrove yang terkecil berada di kelurahan Pejagalan hanya sebesar
6% atau seluas 21,802 ha.
b. Sebaran dan Luas Kawasan Mangrove Tahun 2005
Pada tahun 2005, berdasarkan pengolahan data dari citra
landsat 5 tahun 2005 di wilayah pesisir Pantai Indah Kapuk (PIK)
Jakarta Utara terdapat luas mangrove yang tercatat yaitu seluas 356,02
ha. Berbeda dengan tahun 2000 di wilayah pesisir Jakarta Utara,
mangrove hanya tersebar di tiga kelurahan saja yaitu Kelurahan Kamal
Muara, Kelurahan Kapuk Muara dan Kelurahan Pluit mulai tahun 2005
kelurahan pejagalan lahan mangrove menghilang dikarenakan karena
adanya lahan terbangun untuk pemukiman, jalan.
Gambar 4.3 persebaran mangrove di wilayah pesisir Pantai
Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara tahun 2010.
70
Gambar 4. 3 Peta persebaran mangrove di wilayah pesisir Pantai
Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara tahun 2005.
Luasan mangrove di daerah Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara
tahun 2005 seperti disajikan pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10
Luasan mangrove di daerah Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta
Utara tahun 2005
No Kelurahan Luas (ha) Presentase
(%)
1. Kamal Muara 61,314 17
2. Kapuk Muara 209,560 58
3. Pluit 85,146 25
4. Pejagalan - -
Total 356,02 100
Sumber: Pengolahan Citra Satelit Landsat Tahun 2005
Dari Tabel 4.10 bisa dilihat luasan mangrove terbanyak berada
di kelurahan kapuk muara sebesar 58 % atau seluas 209,560 ha.
Luasan mangrove yang terkecil berada di kelurahan pluit hanya
sebesar 25 % atau seluas 85,146 ha sedangkan pada kelurahan
pejagalan luasan mangrove menjadi hilang karena adanya lahan
terbangun untuk pemukiman dan jalan.
71
c. Sebaran dan Luas Kawasan Mangrove Tahun 2010
Pada tahun 2010, berdasarkan pengolahan data dari citra
landsat 5 tahun 2010 di wilayah pesisir Pantai Indah Kapuk (PIK)
Jakarta Utara terdapat luas mangrove yang tercatat yaitu seluas
328.000 ha. Sama dengan tahun 2005 di wilayah pesisir Jakarta Utara
persebaran mangrove hanya tersebar di tiga kelurahan saja yaitu
Kelurahan Kamal Muara, Kelurahan Kapuk Muara dan Kelurahan
Pluit. Menurut interpretasi citra satelit perubahan luasan mangrove dari
tahun 2005-2010 berkurang karena adanya lahan terbangun untuk
pemukiman dan jalan.
Gambar 4.4 persebaran mangrove di wilayah pesisir Pantai
Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara tahun 2010.
Gambar 4. 4 Peta persebaran mangrove di wilayah pesisir Pantai
Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara Tahun 2010
Luasan mangrove di daerah Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta
Utara tahun 2010 seperti disajikan pada Tabel 4.11.
72
Tabel 4.11.
Luasan mangrove di daerah Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta
Utara tahun 2010
No Kelurahan Luas (ha) Presentase
(%)
1. Kamal Muara 41,953 13
2. Kapuk Muara 197,263 60
3. Puit 88,784 27
4. Pejagalan - -
Total 328.000 100 Sumber : Pengolahan Citra Satelit Landsat Tahun 2010
Dari Tabel 4.11 bisa dilihat luasan mangrove terbanyak berada
di kelurahan kapuk muara sebesar 60% atau seluas 197,263 ha. Luasan
mangrove yang terkecil berada di kelurahan Pluit hanya sebesar 27 %
seluas 88,784 ha sedangkan pada kelurahan pejagalan luasan mangrove
menjadi hilang karena adanya lahan terbangun untuk pemukiman dan
jalan.
Menurut data Dinas Kehutanan Kawasan hutan lindung angke
kapuk yang berhadapan sebelah barat mengalami degradasi akibat
proses alam yaitu abrasi sehingga luasannya menjadi berkurang. Posisi
hutan lindung yang terabrasi berhadapan persis dengan pulau
reklamasi yang akan dibangun oleh PT. Kapuk Naga Indah sebagai
pengembang pulau reklamasi di daerah pantai utara Provinsi DKI
Jakarta. PT KNI melakukan restorasi tahap 1 kawasan hutan lindung
angke kapuk yang rusak sebagai program CSR perusahaan akan
kelestarian lingkungan. Tahap 2 restorasi Kawasan hutan lindung
angke kapuk dilaksanakan pada tahun 2009 dan terakhir dilaksanakan
pada tahun 2016. Kegiatan restorasi yang terus dilakukan oleh PT.KNI
sampai dengan tahap 3 tahun 2016 seluas ±16,15 ha dalam
mengembalikan fungsi hutan lindung yang rusak sebagai salah satu
akibat kegiatan pembangunan infrastruktur jembatan penghubung atas
ijin pinjam pakai kawasan hutan. Izin pinjam pakai kawasan oleh
PT.KNI yang berbatasan dengan Kawasan hutan lindung yang rusak
sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Nomor: SK.782/Menhut-II/2014 Tanggal 22 September 2014 “tentang
izin pinjam pakai Kawasan hutan untuk pembangunan prasarana
73
infrastruktur jembatan penghubung dari daratan ke pulau reklamasi
kapuk naga indah (pulau 2a) atas nama PT. Kapuk Naga Indah pada
Kawasan hutan lindung, di Kota Adminstrasi Jakarta Utara, Provinsi
DKI Jakarta seluas 0,8517 (delapan ribu lima ratus tujuh belas
persepuluh ribu hektar)”76
d. Sebaran dan Luas Kawasan Mangrove Tahun 2016
Pada tahun 2016, berdasarkan pengolahan data dari citra
landsat 8 tahun 2016 di wilayah pesisir Pantai Indah Kapuk (PIK)
Jakarta Utara terdapat luas mangrove yang tercatat yaitu seluas
252,344 ha. Sama dengan tahun 2005,2010 di wilayah pesisir Jakarta
Utara persebaran mangrove hanya tersebar di tiga kelurahan saja yaitu
Kelurahan Kamal Muara, Kelurahan Kapuk Muara dan Kelurahan
Pluit. Menurut interpretasi citra satelit perubahan luasan mangrove dari
tahun 2010-2016 berkurang karena adanya lahan terbangun untuk
pemukiman dan jalan, selain itu pada tahun 2016 juga sedang
maraknya pembangunan reklamasi, pembuatan perumahan elite,
restaurant, mall, rumah sakit, waterboom.
Menurut hasil wawancara yang telah dilakukan dengan bapak
Budi Rahardjo selaku warga yang sudah lama tinggal di daerah Pantai
Indah Kapuk (PIK) Menurut pendapatnya yaitu:
“kayanya yaaa pembangunan rumah tinggal aja gitu,,,
perumahan rumah elite, rumah sakit PIK, dan dulu sih udah ada
tapi belum begitu bagus, mall, golf, waterboom, restaurant,
banyak dehh pokonya PIK modern”77
Menurut Ibu Umiati selaku penduduk yang berdagang di daerah
mangrove seharusnya daerah pantai indah kapuk (PIK) tidak
diperuntukkan untuk pembangunan lahan terbangun tetapi yang baik
adalah untuk penenaman mangrove supaya bisa menahan abrasi dan
sehingga daratan tetap terjaga kelestariannya. Adapun menurut Ibu Umiati
yang diwawancarai pada tanggal 24 Agustus 2018 pada pukul 14:30
76 Risalah Pengolahan Data (RPD) Kawasan Hutan Provinsi DKI Jakarta, Dinas Kehutanan
Provinsi DKI Jakarta. 77 Hasil Wawancara Oleh Bapak Budi Rahardjo Pada Tanggal 24 Agustus Pukul 11.00
74
“yaa menurut saya bagusnya di pinggir laut daerah sini ya
adanya mangrove bukan perumahan, perumahan elite ini tahun
2001 mulai ramai. Wilayah ini dikelola oleh PT Mandara
permai, tahun 2001 agung sedayu group.”
Tetapi pada kenyataannya wilayah pesisir Jakarta tidak banyak
diperuntukkan untuk penanaman mangrove tetapi sebaliknya dibangun
lahan terbangun seperti pemukiman, jalan, mall, rumah sakit. Gambar
4.5 Peta persebaran mangrove di wilayah pesisir Pantai Indah Kapuk
(PIK) Jakarta Utara Tahun 2016.
Gambar 4.5 Peta persebaran mangrove di wilayah pesisir Pantai
Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara tahun 2016.
Luasan mangrove di daerah Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta
Utara tahun 2016 seperti disajikan pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12.
Luasan mangrove di daerah Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara
tahun 2016
No Kelurahan Luas (ha) Presentase
(%)
1. Kamal Muara 35,939 14
2. Kapuk Muara 144,161 57
3. Pluit 72,244 29
4. Pejagalan - -
Total 252,344 100 Sumber : Pengolahan Citra Satelit Landsat Tahun 2016
75
Dari Tabel 4.13 bisa dilihat luasan mangrove terbanyak berada di
kelurahan kapuk muara sebesar 57 % atau seluas 144,161 ha. Luasan
mangrove yang terkecil berada di kelurahan pluit hanya sebesar 29 % atau
seluas 72,244 ha. Menurut Data Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Republik Indonesia Nomor: SK.452/Menhlk-Setjen/2015 Tanggal 21
Oktober 2015 tentang penunjukkan Kawasan hutan produksi tetap yang
berasal dari lahan kompensasi dalam rangka pinjam pakai Kawasan hutan
atas nama PT. Kapuk Naga Indah, di kota Administratif Jakarta Utara,
Provinsi DKI Jakarta ±17.347 (Tujuh Belas Ribu Tiga Ratus Empat Puluh
Tujuh) Meter Persegi. Pelepasan Kawasan hutan atas nama PT. Mandara
Permai seluas 1,11846 ha untuk pembangunan simpang susun penjaringan
tahap II pada ruas jalan tol prof. sedyatmo sesuai SK Menteri Kehutanan
RI No: SK 784/Menhut-II/2014 Tanggal 22 September 2014.78
4. Perubahan Luasan Mangrove per Kelurahan di Jakarta Utara
Perubahan mangrove di Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara
pada tahun 2000 sampai dengan 2016 terjadi hampir di seluruh kelurahan
yang berbatasan dengan laut pesisir Jakarta Utara. Wilayah Pantai Indah
Kapuk (PIK) Jakarta Utara terdapat 4 kelurahan yang berbeda pada tahun
2000 yakni kelurahan kamal muara, kelurahan kapuk muara dan kelurahan
pluit, kelurahan pejagalan. sedangkan pada tahun 2005-2016 wilayah
pejagalan tidak lagi terdapat mangrove karena adanya pembuatan lahan
terbangun. Wilayah ini berbatasan dengan teluk Jakarta yang merupakan
lokasinya di pesisir pantai.
Perubahan yang terjadi kebanyakan merupakan berkurangnya
mangrove menjadi lahan terbangun dibandingkan dengan pertambahan
mangrove. Selain menjadi lahan terbangun menurut Data Dinas Kehutanan
juga mangrove hutan lindung angke kapuk yang berhadapan sebelah barat
mengalami degradasi akibat proses alam yaitu yang dinamakan abrasi
sehingga luasan mangrove menjadi berkurang.
78 Risalah Pengolahan Data (RPD) Kawasan Hutan Provinsi DKI Jakarta, Dinas Kehutanan
Provinsi DKI Jakarta.
76
Posisi hutan lindung yang terabrasi berhadapan persis dengan
pulau reklamasi yang akan dibangun oleh PT. Kapuk Naga Indah sebagai
pengembang pulau reklamasi di pantau utara Provinsi DKI Jakarta. Hal ini
juga di dukung oleh hasil wawancara dengan Bapak Hanafi selaku
Pengelola di ekowisata mangrove yang mengemukakan bahwa:
“Luas mangrove terdiri dari beberapa tanah daratan yang ada cuma
luas keseluruhannya 320,27 ha, awal pertamanya termasuk TWA,
arboretum. kemudian diambil oleh pengembang, sutet, aliran
listrik, memang katanya ini lahan di tukar guling dan dipindahkan
ke daerah jawa barat, disana nanti di buat lagi. Jadi lahan yang ada
untuk penanaman mangrove sampai sekarang kemungkinan juga
akan terus berkurang dan berkurang karena perkembangan zaman
dan semakin banyak pembangunan”79
Selain itu di dukung juga oleh pendapat dari Bapak Ade Djuhana
selaku Pengelola ekowisata mangrove yaitu:
”Perubahan luasan lahan mangrove berubah bukan makin luas ada
beberapa kali perubahan untuk membuat tol sedyatmo tetapi maaf
masalah angka kami tidak ada. dulu Jalur Tol Sedyatmo yang ke
bandara kan banjir dan juga diperluas jalurnya nya dan mengurangi
mengambil luasan hutan mangrove tapi ada konvensasinya dari
wilayah lain. Jadi mengurangi dari tahun 2000-2016 setalah
keambil jalan tol dan aslinya ini sebelum ada perumahan luas
banget lahan mangrovenya”80
Menurut masyarakat setempat yang asli Kecamatan Penjaringan
dan bertempat tinggal di Penjaringan sejak tahun 1986 mengatakan bahwa
perkembangan mangrove semakin tahun semakin meningkat mulai dari
tadinya tidak terurus dan sekarang menjadi terjaga kebersihannya dan juga
menjadi terawat tetapi dulu ini hutan mangrove dan perumahan baru ada
sekitar tahun 1996 dan masih sedikit, menurut Bapak Budi Yaitu:
“yaa setau saya perkembangan sih bagus semakin kesini semakin
meningkat, kalau dulu kan ini hutan belantara dan tidak terlalu
terurus oleh pemerintah, dan sehingga dikelola hingga sekarang
menjadi tempat ekowisata mangrove. Dulunya ini hutan mangrove
79 Hasil Wawancara oleh Bapak Hanafi selaku pengelola di Ekowisata Mangrove wawancara
ppada tanggal 8 Agustus 2018 pada pukul 16:00. 80 Hasil Wawancara dengan Bapak Ade Djuhana selaku pengelola di Ekowisata Mangrove pada
wawancara tanggal 8 Agustus 2018 pada pukul 14:30.
77
dan belum ada perumahan dan mulai ada pada tahun 1996 tetapi
masih sedikit”81
Gambar 4.10 Peta Perubahan mangrove di daerah Pantai Indah
Kapuk (PIK) Jakarta Utara dari tahun 2000 sampai 2016.
Gambar 4.6 Overlay Peta Perubahan Mangrove di Jakarta Utara
tahun 2000-2016
Berdasarkan Gambar 4.6 terlihat bahwa perubahan mangrove di
Pesisir Jakarta Utara di Kecamatan Penjaringan ada 4 kelurahan yang
terdapat mangrove yaitu kelurahan kamal muara, kelurahan kapuk muara,
kelurahan pluit dan terakhir kelurahan pejagalan. Rincian luasan perubahan
mangrove per kelurahan di kecamatan penjaringan yang terdapat mangrove
periode 2000 sampai dengan 2016 terlihat pada Tabel 4.13. Berikut ini
Tabel 4.13 luasan perubahan mangrove di kecamatan Penjaringan yang
terdapat mangrove.
81 Hasil Wawancara dengan Bapak Budi Raharjo selaku penduduk yang asli daerah Penjaringan
Jakarta Utara, wawancara pada tanggal 24 Agustus 2018 pada pukul 11:00.
78
Tabel 4.13
Rincian luasan perubahan mangrove per kelurahan di kecamatan
penjaringan yang terdapat mangrove tahun 2000-2016
No Kelurahan
Luas perubahan mangrove (ha)
Tahun 2000-
2005
Tahun 2005-
2010 Tahun 2010-2016
1. Kamal
Muara
+ 17,192 -19,361 -6.014
2. Kapuk
Muara
-64,155 -12,297 -53,102
3. Pluit -27,356 -3.638 -16,54
4. Pejagalan -21,802 0 0
Keterangan : + Bertambah - Berkurang
Berdasarkan Tabel 4.13 luas lahan yang deforestasi adalah pada
periode 2000-2005 menurut hasil wawancara pada tahun ini mulai
penggalakan untuk membuat pemukiman di daerah Pantai Indah Kapuk
(PIK) karena adanya jumlah penduduk yang meningkat sehingga berubah
alih fungsi lahan mengurangi luasan mangrove seluas -64,155, selain itu
deforestasi juga terjadi lagi pada tahun 2010-2016 hal ini di dukung oleh
data dari Dinas Kehutanan yaitu pada tahun 2010 hutan lindung mangrove
mengalami pengurangan luasan akibat degradasi akibat proses alam yaitu
abrasi sehingga luasannya menjadi berkurang. Selain itu juga posisi hutan
lindung berhadapan dengan pulau reklamasi hutan lindung mangrove
inilah sebagian lahannya dipakai untuk pulau reklamasi tersebut.
5. Analisis Perubahan Luasan Mangrove tahun 2000-2016
Analisis ini dilakukan untuk mengamati perubahan lahan
mangrove dengan menggunakan data multitemporal dimana
membandingkan dua citra/data hasil klasifikasi, dengan penggabungan
antara klasifikasi penutup lahan tahun 2000, 20005,2010 dan 2016 akan
dapat diketahui perubahan penutup lahan.
79
Tabel 4.14
Total luasan mangrove tahun 2000,2005,2010, dan 2016.
No Tahun Luas Perubahan (ha)
1. 2000 452,141
2. 2005 356,02
3. 2010 328.000
4. 2016 252,344
Sumber: Hasil Pengolahan Citra tahun 2000,2005,2010 dan 2016
252,344
328,000356,02
452,141
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
2000 2005 2010 2016
Grafik 4.1
Total luasan mangrove tahun 2000,2005,2010, dan 2016.
Berdasarkan hasil pengolahan citra perubahan luasan mangrove
tahun 2000 sampai 2005 mengalami penurunan sebesar 30% yaitu seluas
452,141 ha, perubahan tahun 2005 sampai tahun 2010 penurunan luas
mangrove mencapai 25% yaitu mencapai 356,02 dan tahun 2010 sampai
tahun 2016 luas mangrove mengalami penurunan yang sedikit yaitu seluas
328,000 ha dengan presentase mencapai 23%, pada tahun 2016 penurunan
mangrove sangat drastis yaitu mencapai 252,344 ha dengan presentase 22%.
a. Perubahan Luasan mangrove tahun 2000-2005
Setelah diketahui total luasan mangrove tahun 2000 dan 2005
kemudian dimasukkan rumus untuk mengetahui berapa perubahan
luasan mangrove selama 5 tahun terakhir. Sehingga jika dimasukkan
angka luasan tahun 2000 dan 2005 yaitu menjadi:
80
ΔL = 356,02-452,141
5
= -96,121
5
= -19,2 ha
Jadi perubahan luasan yang terjadi pada tahun 2000-2005 yaitu seluas
-19,2 ha dan terjadinya pengurangan mangrove.
Setelah mengetahui luasan perubahan mangrove dari tahun 2000-2005
seluas -19,2 ha. Sehingga dapat diasumsikan perubahan mangrove
pertahunnya yaitu : = -19,2
5
= -3,84 ha.
Jadi perubahan mangrove pertahunnya adalah mengurang seluas -3,84
ha.
b. Perubahan Luasan mangrove dari tahun 2005-2010
Dari Tabel 4.15 diketahui total luasan mangrove tahun 2005
dan 2010 kemudian dimasukkan rumus untuk mengetahui berapa
perubahan luasan mangrove selama 5 tahun terakhir berikut ini adalah
perhitungan luas perubahan mangrove tahun 2000-2005.
Sehingga jika dimasukkan angka luasan tahun 2005 dan 2010
yaitu menjadi:
ΔL = 328.-356,02
5
= -28,02
5
= -5,60 ha
Jadi perubahan luasan yang terjadi pada tahun 2005-2010 yaitu seluas
-5,60 ha dan terjadinya pengurangan mangrove.
Setelah mengetahui luasan perubahan mangrove dari tahun 2005-2010
seluas -5,60 ha sehingga dapat diasumsikan perubahan mangrove
pertahunnya yaitu : = -5,60
5
= -1,12 ha
81
Jadi perubahan mangrove pertahunnya adalah mengurang seluas -1,12
ha.
c. Perubahan Luasan mangrove tahun 2010-2016
Dari Tabel 4.15 diketahui total luasan mangrove tahun 2010
dan 2016 kemudian dimasukkan rumus untuk mengetahui berapa
perubahan luasan mangrove selama 5 tahun terakhir.
Sehingga jika dimasukkan angka luasan tahun 2005 dan 2010
yaitu menjadi:
ΔL = 252,344-328.
5
= -75,656
5
= -15,131 ha
Jadi perubahan luasan yang terjadi pada tahun 2010-2016 yaitu seluas
-15,131 sehingga terjadinya pengurangan mangrove.
Setelah mengetahui luasan perubahan mangrove dari tahun 2010-2016
seluas -15,131 ha sehingga dapat diasumsikan perubahan mangrove
pertahunnya yaitu : = -15,131
6
= -2,52 ha
Jadi perubahan mangrove pertahunnya adalah mengurang seluas -2,52
ha.
d. Perubahan luasan Mangrove Tahun 2000-2016
Setelah melakukan penghitungan perubahan luasan mangrove
tahun 2000-2005, 2005-2010, 2010-2016 kita dapat mengetahui berapa
luasan mangrove yang terjadi selama kurun waktu 16 tahun
perhitungan yang diperoleh adalah sebagai berikut. Perubahan luasan
mangrove tahun 2000-2016 terlihat pada Tabel 4.15.
82
Tabel 4.15
Perubahan Luasan mangrove yang terjadi selama kurun waktu 16
tahun
No Tahun Perubahan
luas (ha)
Perubahan
luas
pertahun
Presentase
(%)
1. 2000-2005 -19,2 -3,84 48%
2. 2005-2010 -5,60 -1,12 15%
3. 2010-2016 -15,131 -2,52 37%
Jumlah -39,931 -7,48 100 Sumber: Pengolahan Data Tahun 2000, 2005, 2010, 2016
Menurut interpretasi citra setiap lima tahun mangrove di pesisir
Jakarta Utara mengalami perubahan yaitu berkurangnya habitat
mangrove pada tahun 2000-2005 pengurangan mangrove seluas -19,2
ha dan pada tahun 2005-2010 pengurangan juga terjadi tetapi lebih
sedikit yaitu -5,60 ha dan yang terakhir pada tahun 2016 pengurangan
yang terbesar karena untuk lahan terbangun yaitu seluas -15,131 ha
jadi selama kurun waktu 16 pengurangan mangrove yaitu seluas
-39,931 ha. setelah mengetahui perubahan luasan mangrove perlima
tahun kemudian dapat diketahui perubahan tiap tahunnya yaitu pada
tahun 2000-2005 perubahan terjadi seluas -3,84 ha dan pada tahun
2005-2010 perubahan tiap tahunnya terjadi yaitu -1,12 ha dan pada
tahun 2010-2016 perubahan tiap tahunnya yaitu -7,48 ha. jadi total
perubahan setiap tahunnya yaitu -7,48 ha.
6. Analisis Kerapatan Vegetasi Berdasarkan Nilai NDVI
Sebaran nilai kerapatan vegetasi di DKI Jakarta diperoleh dengan
menggunakan metode Normalized Difference Vegetation Index (NDVI).
NDVI sensitif terhadap aktivitas fotosintesis oleh klorofil sehingga nilai
NDVI dapat digunakan untuk membuat klasifikasi vegetasi. Semakin
banyak daun dan semakin tebal daun pada tumbuhan maka akan sangat
berpengaruh pada hasil pantulannya. Jika terdapat lebih banyak
dipantulkan dari radiasi panjang gelombang NIR daripada RED, maka
tumbuhan pada area tersebut dapat dikatakan padat dan mungkin berupa
hutan. Jika terdapat perbedaan yang sangat kecil antara kecerahan panjang
gelombang RED dan NIR yang dipantulkan, maka tumbuhan mungkin
jarang atau tipis dapat berupa padang rumput atau sawah masa vegetasi
83
berdasarkan dominasi tumbuhan. Untuk melihat Ilustrasi perubahan NDVI
tahun 2000, 2005, 2010 dan 2016 dapat dilihat pada Gambar 4.7.
NDVI Tahun 2000 NDVI Tahun 2005
n
NDVI tahun 2010 NDVI tahun 2016
NDVI Tahun 2010 NDVI Tahun 2016
Gambar 4.7
Ilustrasi perubahan NDVI tahun 2000,2005,2010 dan 2016.
Berdasarkan hasil transformasi NDVI yang bersumber pada citra
landsat 8 OLI/TRS perekaman pada tanggal 1 Agustus 2016 yang
ditunjukkan gambar 4.3 menghasilkan nilai spektral antara -0,0632 sampai
dengan 0,4958. Nilai negatif memperlihatkan objek yang berada pada
piksel tersebut memiliki nilai pantulan yang lebih tinggi pada band 3
(merah) jika dibandingkan dengan pantulan pada band 4 (inframerah
dekat), hal ini mengindikasikan kerapatan vegetasi yang rendah karena
pada dasarnya terjadi penyerapan cahaya merah oleh pigmen tanaman.
Tingkat kerapatan vegetasi berdasarkan nilai NDVI dapat dijadikan
sebagai dasar pengklasan sesuai dengan dominasi tumbuhan. Menurut
beberapa penelitian, permukaan vegetasi yang memiliki rentang nilai
NDVI 0,1 menunjukkan padang rumput dan semak belukar, dan nilai lebih
Lebat
Sedan
Jarang
Lebat
Sedang
Jarang
Lebat
Sedang
Jarang
Lebat
Sedang
Jarang
84
tinggi hingga 0,8 menunjukkan hutan hujan tropis atau tutupan vegetasi
lebat cenderung mempunyai nilai NDVI mendekati +1.
Indeks vegetasi tahun 2016 dapat dilihat pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8 Peta NDVI Kecamatan Penjaringan Tahun 2016
Berdasarkan Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa nilai NDVI yang
dimiliki oleh kecamatan Penjaringan sangat beragam. Indeks kerapatan
vegetasi di Penjaringan diklasifikasikan menjadi tiga kelas yaitu, kerapatan
jarang, kerapatan sedang dan kerapatan lebat.
Adapun luasan masing-masing kelasan indeks kerapatan vegetasi
dapat dilihat pada Tabel 4.16
85
Tabel 4.16
Luas kelas NDVI
No Interval Nilai
Spektral Klasifikasi
Luas
(km2)
Presentase
(%)
1. -0,0632-0,1034 Kerapatan Vegetasi
Jarang
55,94 41,48
2. 0,1034-0,2261 Kerapatan Vegetasi
Sedang
228,41 46,98
3. 0,2261-0,4958 Kerapatan Vegetasi
Lebat
201,65 11,54
Total 4.860 100 Sumber: Analisis data berdasarkan Citra tahun 2016
Jadi luas kelas NDVI yang tertinggi yaitu pada klasifikasi sedang
dengan luas 228,41 interval nilai spekral yaitu 0,1034-0,2261 dan
presentase yaitu 46,98 %. Sedangkan pada luas terendah yaitu
pada klasifikasi jarang dengan luas yaitu 55,94 dan nilai spektral yaitu
-0,0632-0,1034 dan presentasenya yaitu 41,48. Jadi kesimpulannya yaitu
NDVI di daerah Kecamatan Penjaringan memiliki tingkat indeks vegetasi
yang berkategori sedang dan lebat.
C. Pembahasan Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian perubahan lahan mangrove yaitu berkurangnya
habitat mangrove pada tahun 2000-2005 pengurangan mangrove terbesar yaitu
seluas -19,2 ha terjadi karena adanya lahan terbangun seperti pemukiman dan
jalan tol Prof Sedyatmo. Pada tahun 2005-2010 pengurangan juga terjadi
tetapi lebih sedikit yaitu -5,60 ha terjadi karena adanya pembangunan
restaurant, lapangan golf, dan pemukiman. Pada tahun 2016 pengurangan
luasan mangrove yaitu seluas -15,131 ha pengurangan ini dikarenakan karena
adanya pembangunan untuk perumahan elite, pembangunan mall, dan juga
adanya perluasan jalur untuk jalan tol Prof Sedyatmo jadi selama kurun waktu
16 tahun pengurangan mangrove yaitu seluas -39,931 ha. berkurangnya habitat
mangrove menjadi lahan pembangunan perumahan elite, pembangunan mall,
lapangan golf, restaurant, Jalan Tol Prof Sedyatmo di Pantai Indah Kapuk
(PIK) Jakarta Utara didukung oleh teori pembangunan yang digagas oleh
Bryant & White pembangunan adalah salah satu diantara konsep-konsep
paling mendesak di zaman kita sekarang ini. Menurutnya, pembangunan
86
memancing pertanyaan-pertanyaan sulit tentang nilai-nilai, Teknik-teknik dan
pilihan-pilihan. Pembangunan memunculkan kembali pertanyaan klasik
tentang hakikat “masyarakat yang baik”.82
Perubahan lahan yang terjadi terhadap jalur hijau (green belt) berupa
mangrove menjadi lahan terbangun berupa perumahan elite, merupakan hal
yang tidak asing lagi di zaman kita saat ini, meskipun lahan mangrove sangat
penting yaitu untuk menahan abrasi, tetapi pembangunan perumahan juga
penting bagi masyarakat untuk mendapatkan tempat tinggal, banyaknya
masyarakat yang membutuhkan tempat tinggal dipengaruhi oleh pertumbuhan
penduduk setiap tahunnya salah satunya di Kecamatan Penjaringan Jakarta
Utara. Menurut Muh Aris Marfa’i tekanan penduduk terhadap kawasan hutan
mangrove semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk.
Pertumbuhan populasi juga merupakan salah satu yang tidak bisa dihindari.
Semakin bertambah jumlah manusia, semakin tinggi pula kebutuhan akan
tempat tinggal.
Menurut Bengen kerusakan hutan mangrove disebabkan adanya fakta
bahwa sebagian manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya dengan cara
mengintervensi ekosistem mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih
fungsi lahan (mangrove) menjadi tambak, pemukiman, industri, dan
sebagainya maupun penebangan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan
Kelestarian ekosistem mangrove mutlak harus tetap dipelihara sebagai satu-
satunya cara untuk mempertahankan peran, fungsi, serta keseimbangan
ekosistem kehidupan di wilayah pesisir.
Hutan mangrove terindikasi terus mengalami perubahan dari tahun ke
tahunnya untuk peralihan fungsi lahan seperti penelitian yang telah dilakukan
oleh Hansen Marcello dalam Skripsinya yaitu hutan mangrove di pesisir
kebupaten Indramayu mengalami perubahan dari tahun 1989 sampai tahun
2015. Perubahan yang terjadi adalah pengurangan luasan mangrove dan
penurunan jumlah spesies mangrove pada periode tahun 1989-2015 sebesar
26,6% dan pada periode 2002-2010 sebesar 22,1%. Selama 21 tahun, total
pengurangan luasan mangrove terbesar di kecamatan losarang yaitu 29,9% 82 Nia K Pontoh, Iwan Kustiwan, Pengantar Perencanaan Perkotaan, (Bandung, ITB, 2008),
hlm. 162
87
dari seluruh pengurangan mangrove yang terjadi di wilayah pesisir Kabupaten
Indramayu sebesar 99,2% pengurangan ini terjadi karena peralihan fungsi
menjadi tambak.83
Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Sodikin dalam disertasinya
yaitu perubahan mangrove di Kabupaten Indramayu pada tahin 1989 sampai
dengan 2015 terjadi hampir di seluruh Kecamatan yang berbatasan langsung
dengan laut Kabupaten Indramayu. Perubahan yang terjadi kebanyakan
merupakan kerusakan atau berkurangnya mangrove dibandingkan dengan
pertambahan mangrove, deforestasi terparah rentang waktu tahun 1989 sampai
dengan 2002 adalah kecamatan losarang yang mengalami deforestasi
mangrove seluas 32,8 ha selama kurun waktu 13 tahun. Adapun deforestasi
terkecil yaitu di Kecamatan Karangampel yaitu seluas 4,94 ha.84
Penelitian tentang perubahan luasan mangrove juga dilakukan oleh
Nana Suwargana dalam jurnalnya yang berjudul Analisis Perubahan Hutan
Mangrove Menggunakan Data Penginderaan Jauh Di Pantai Muara Gembong,
Bekasi dengan hasil penelitian yaitu potensi hutan mangrove di Muara
Gembong sudang berkurang karena pengembangan lahan tambak sudah
meluas, hutan mangrove nyaris habis berubah fungsi selain menjadi lahan
pertambakan banyak hutan mangrove rusak karena abrasi. Hal tersebut
menyebabkan fungsi hutan mangrove sebagai perlindungan hewan sudah tidak
berdaya lagi, sehingga menyebabkan penurunan hasil penangkapan ikan bagi
nelayan tangkap. Maka kondisi keberadaan hutan mangrove di Pantai Bahagia
dengan populasi yang semakin berkurang telah berpengaruh terhadap
pendapatan wilayah.
83 Hansen Marcello, Skripsi: “Perubahan Mangrove di Wilayah Pesisir Indramayu” (Depok:
Universitas Indonesia, 2012) hlm 67. 84 Sodikin, Disertasi:”Pemodelan Spasial dan Dinamis Perubahan Hutan Mangrove Dan
Strategi Rehabilitasnya Di Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat.” Institut Pertanian
Bogor.2018.
88
D. Keterbatasan Penelitian
Peneliti memiliki berbagai keterbatasan dalam melakukan penelitian.
Diantaranya dalam proses pembuatan peta perubahan mangrove lahan Kecamatan
Penjaringan, dimana bahan citra landsat 7 ETM+ tahun 2005 terdapat banyak gap
seperti garis potongan-potongan pada citra, jadi peneliti menggunakan citra
landsat 5 ETM+ untuk penggunaan peta perubahan mangrove. Peneliti juga
membutuhkan waktu yang lama untuk mendownload citra landsat 5 dan 8 di usgs
explore.
Peneliti juga mengalami keterbatasan dalam hal pembuatan peta
penggunaan lahan di Kecamatan Penjaringan karena membutuhkan waktu yang
lama jadi peneliti langsung menentukan peta perubahan mangrove tidak
menggunakan peta perubahan lahan terlebih dahulu. Tetapi peneliti memperkuat
hasil peta perubahan mangrove tersebut dengan melakukan groundcheck yang
mana hasilnya menunjukkan bahwa yang pinggir pantai adalah mangrove.
89
BAB V
KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian perubahan lahan mangrove yaitu
berkurangnya habitat mangrove pada tahun 2000-2005 pengurangan mangrove
terbesar yaitu seluas -19,2 ha terjadi karena adanya lahan terbangun seperti
pemukiman dan jalan tol Prof Sedyatmo. Pada tahun 2005-2010 pengurangan
juga terjadi tetapi lebih sedikit yaitu -5,60 ha terjadi karena adanya
pembangunan restaurant, lapangan golf, dan pemukiman. Pada tahun 2016
pengurangan luasan mangrove yaitu seluas -15,131 ha pengurangan ini
dikarenakan karena adanya pembangunan untuk perumahan elite,
pembangunan mall, dan juga adanya perluasan jalur untuk jalan tol Prof
Sedyatmo jadi selama kurun waktu 16 tahun pengurangan mangrove yaitu
seluas -39,931 ha. Tingkat kerapatan vegetasi berdasarkan nilai NDVI dibagi
menjadi 3 klasifikasi yaitu Jarang, Sedang dan Lebat interval nilai spektral
jarang yaitu -0,0632-0,1034 dengan luas 55,94 ha dan sebesar 41,48%
sedangkan kerapatan vegetasi sedang yaitu dengan nilai spektral 0,1034-
0,2261 dengan luas 228,41 dan 46,98% sedangkan klasifikasi lebat yaitu
dengan nilai spectral 0,2261-0,4958 dan luas 201,65 ha. sebesar 22,54%. Jadi
total seluruh klasifikasi yaitu 4,860.
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat diberikan implikasi
sebagai berikut:
1. Pengurangan luasan mangrove selama beberapa tahun dapat berpengaruh
pada abrasi di wilayah pesisir Jakarta Utara sehingga dapat mengancam
keberadaan wilayah pesisir.
2. Luas mangrove berkurang juga dapat mempengaruhi kualitas perairan di
sekitar wilayah pesisir pantai
90
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat diberikan saran
sebagai berikut:
1. Bagi Masyarakat Kecamatan Penjaringan
a. Perlu adanya penanaman mangrove yang berkelanjutan supaya
ekosistem mangrove terus berkembang.
b. Perlu meningkatkan kelestarian mangrove yang sudah ada supaya tidak
terjadi kerusakan dan tetap terjaga.
2. Bagi Lembaga Pemerintah
a. Perlu meningkatkan kegiatan sosialisasi pemahaman akan dampak
kerusakan hutan mangrove pada wilayah pesisir kepada masyarakat
setempat dan masyarakat luas
b. Meningkatkan kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya
keberadaan hutan mangrove.
c. Perlu dibangun area perlindungan laut di pesisir Jakarta Utara sebagai
wilayah buffer (penyangga) bagi keberlanjutan eksositem mangrove
d. Perlu adanya aturan dan regulasi yang jelas dalam hal pemanfaatan dan
pengelolaan hutan mangrove di Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara
3. Bagi peneliti lain
a. Hendaknya menggunakan citra yang lebih beresolusi tinggi yang
ukuran pikselnya besar sehingga akurat dalam menggambarkan
perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu.
b. Perlu juga pengambilan data untuk survey lapangan yang lebih banyak
dan merata pada lokasi survey.
91
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Amran, Saru. 2014.Potensi Biologis dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove di
Wilayah Pesisir. Bogor: IPB Press.
Bungin, Burhan, 2009.Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi,
dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.
Dahuri, Rokhmin, dkk, 2008.Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan
Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT Pradnya Paramita
Herdiansyah, Haris, Wawancara, Observasi, Dan Focus group: Sebagai
Instrumen Penggalian Data Kualitatif, (Jakarta: Rajawali:Press,2015)
Lillisand and Kiefer diterjemahkan oleh Dulbahri dkk,1990. Penginderaan Jauh
dan Interpretasi Citra. Yogyakarta, Gajah Mada University Press.
Gunawan, Imam, “Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktek” Jakarta: Bumi `
Aksara 2013).
Kuntjojo, Metodologi Penelitian. Kediri: T.P,2009)
Manik, Karren Eddy Sontang, 2009.Pengelolaan lingkungan hidup. Jakarta:
Djambatan.
Marfai, Muh Aris dkk, 2015.Peran Kearifan Lokal dan Modal Sosial Dalam
Penguranan Risiko Bencana dan Pembangunan Pesisir (Integrasi Kajian
Lingkungan, Kebencanaan, dan Sosial Budaya). Yogyakarta: UGM
PRESS.
Mukhtasor, 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia. Indonesia.
Sugiyono, 2011.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sutanto, Penginderaan Jauh Jilid I, Yogyakarta:Gajah Mada University
Press,1994.
Suryani dan Hendriyadi, 2015.Metode Riset Kuantitatif Teori dan Aplikasi pada
bidang Manajemen dan Ekonomi Islam. Jakarta : Prenamedia Grup.
92
Soenarmo, Sri Hartati, 2009. Penginderaan Jauh dan Pengenalan Sistem
Informasi Geografis untuk Bidang Ilmu Kebumian. Bandung : ITB.
Wibisono, M.S, 2010.Pengantar llmu kelautan.Jakarta:Universitas Indonesia UI-
Press.
Jurnal
Sodikin, 2016. ”Analisis Abrasi dengan Menggunakan Teknologi Penginderaan
Jauh (Studi Kasus di Desa Pantai Bahagia Kecamatan Muara Gembong
Bekasi Regency)”. Seminar Nasional Peran Geospasial dalam membingkai
NKRI.
Nana Suwaganda. 2008. “Analisis Perubahan Mangrove Menggunakan Data
Penginderaan Jauh di Pantai Bahagia, Muara Gembong, Bekasi”. Jurnal
Penginderaan Jauh Vol 5.
Rohana Megawati Sirait, dkk. “Analisis Perubahan Penutupan Kawasan Hutan
Mangrove di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2011 dan 2014”.
Pramudji, Hutan Mangrove di Indonesia: Peranan Permasalahan dan
Pengelahannya, Oseana Volume XXV ISSN 0216-1877.
Gunggung Senoaji, Peranan Ekosistem Mangrove Di Pesisir Kota Bengkulu
Dalam Mitigasi Pemanasan Global Melalui Penyimpanan Karbon, J.
Manusia dan Lingkungan Vol 23, September 2016: 327-333.
Meivy Arizona 7 Sunarto, Kerusakan Hutan Mangrove Akibat Konvensi Lahan
Di Kampung Tobati dan Kampung Nafri Jayapura, Fakultas Geografi
UGM, ISSN 0125-1790 MGI Vol.23.
Skripsi/Tesis/Disertasi
Hansel Marcello. 2012. “Perubahan Mangrove di Wilayah Pesisir Indramayu”.
Skripsi. Universitas Indonesia.
Satria Meidian Saputra. 2016. “Analisis Spasial dalam Rekonstruksi untuk
Ekosistem Mangrove Melalui Perancangan Model Spasial Dinamis”.
Skripsi. Universitas Esa Unggul.
Sodikin, 2018. “Permodelan Spasial Dan Dinamis Perubahan Hutan Mangrove
dan Strategi Rehabilitasnya Di Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa
Barat.” Disertasi. Institut Pertanian Bogor.
93
Lampiran 1
PEDOMAN OBSERVASI
Setiap kegiatan observasi di mulai dengan membaca Basmallah. Observasi ini
dilakukan pada tanggal 08 Agustus 2018 pada pukul 13.00, secara menyeluruh di
Kecamatan Penjaringan khususnya di daerah Pantai Indah Kapuk (PIK), dengan
judul penelitian: “Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Mendeteksi Perubahan
Kawasan Mangrove Di Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta Utara Tahun 2000-
2016”.
Adapun aspek yang diamati sebagai berikut:
1. Jenis Flora di mangrove Pantai Indah Kapuk (PIK)
2. Jenis Fauna di mangrove Pantai Indah Kapuk (PIK)
3. Pembangunan yang terdapat di sekitar hutan mangrove Pantai Indah Kapuk
(PIK)
4. Kegiatan masyarakat di sekitar hutan mangrove Pantai Indah Kapuk (PIK)
94
Lampiran 2
PEDOMAN WAWANCARA
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bapak/Ibu perkenalkan saya Siti Hajar Daraintan mahasiswi Pendidikan
IPS, Konsentrasi Geografi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, yang melakukan penelitian skripsi tentang “Aplikasi Penginderaan
Jauh Untuk Mendeteksi Perubahan Kawasan Mangrove Di Pantai Indah
Kapuk (PIK) Jakarta Utara Tahun 2000-2016”.
Saat ini saya sedang mencari beberapa informasi data untuk melengkapi
penelitian yang sedang dilakukan, salah satunya dengan menggunakan teknik
wawancara.
Wawancara dilakukan dengan tujuan penelitian, dijawab sesuai
kemampuan dan informasi yang Bapak/Ibu miliki, untuk itu saya mohon atas
kesediaan Bapak/Ibu dari Pemerintah (Kecamatan, RT/RW), penduduk asli, dan
instasi terkait, dalam wawancara penelitian yang berlangsung.
95
Data Responden
Wawancara ke :
Narasumber :
Waktu :
Tempat :
A. Daftar Pertanyaan Bagi Pemerintah
No Indikator Pertanyaan
1.
Pemerintah 1. Pembangunan apa yang berkembang di PIK tahun
2000-2016?
2. Bagaimana sejarah berdirinya hutan mangrove di
PIK?
3. Bagaimana perubahan luas lahan mangrove di PIK
pada tahun 2000-2016?
4. Apakah yang menjadi daya tarik daerah PIK bagi
penduduk dari luar daerah dan pengusaha?
5. Kebijakan apa saja yang dilakukan dalam alih fungsi
lahan mangrove di PIK?
B. Daftar Pertanyaan Bagi Pengelola Mangrove
No Indikator Pertanyaan
1. Pengelola
Mangrove
1. Bagaimana sejarah hutan mangrove di Pantai Indah
Kapuk (PIK) yang bapak ketahui?
2. Bagaimana luas lahan mangrove di PIK pada tahun
2000-2016?
3. Apakah pertumbuhan penduduk di PIK semakin
meningkat, baik dari penduduk asli/pendatang?
4. Bagaimana pertumbuhan pembangunan di PIK dari
tahun 2000-2016?
5. Perbandingan apakah yang dirasakan sekitar tahun
2000-2016, tentang perubahan lahan mangrove di
PIK?
6. Adakah kebijakan pemerintah dalam mengatasi
perubahan lahan mangrove?
7. Siapa saja yang pernah berkontribusi untuk
penanaman mangrove di PIK?
96
C. Daftar Pertanyaan untuk Penduduk Asli
No Wawancara Pertanyaan
1. Penduduk
Asli
1. Sejak Kapan Bapak/Ibu tinggal di Pantai Indah
Kapuk (PIK) Jakarta Utara
2. Daya Tarik apa yang menyebabkan Bapak/Ibu
tinggal di Pantai Indah Kapuk (PIK)?
3. Apakah setiap tahun di daerah Bapak/Ibu terdapat
pendatang baru?
4. Perbandingan apakah yang dirasakan sekitar tahun
2000-2016 tentang perubahan lahan mangrove di
PIK?
5. Kebiasaan apa saja yang berubah pada masyarakat
saat terjadinya perubahan lahan mangrove?
6. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang banyaknya
pembangunan perumahan, yang meyebabkan
perubahan lahan mangrove di PIK?
7. Pembangunan apa saja yang berkembang pada tahun
2000-2016 di PIK?
Sekian pertanyaan dari saya, terimakasih atas kesediaan Bapak/Ibu, mohon maaf
apabila ada salah kata.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
97
Lampiran 3
Lembar Hasil Hasil Observasi Jenis Flora Di Pantai Indah
Kapuk (PIK)
No Lokasi Dokumentasi Koordinat Flora
1.
Kawasan
Ekowisata
Mangrove
Pantai
Indah
Kapuk
(PIK)
S 06o
07.309’
E106o
45.302’
- Avicenia Marina
- Avicenia Alba
2.
S06o 07.313’
E106o
45.298’
- Bruguiera
- Rhizophora
Mukronata
3.
S06o 07.326’
E106o
45.302’
- Avicenia Marina
- Sonneratia
98
4.
S06o 07.323’
E106o 45.
355’
- Nypa Fruiticans
(Palem-Paleman)
- Pohon Kelapa
5.
S06o 07.
345’
E106o
45.410’
- Bruguiera
- Cilocarpusgymnoriza
(Apel Laut)
6.
S06o 07.
344’
E106o 45.
415’
- Tirminalia catappa
(Ketapang)
7.
S06o 07.343’
E106o
45.430’
- Rhizophora Mangle
- Pohon Ceri
99
8.
S06o 07.
321’
E106o 45
554’
- Rhizophora
Apriculata
9.
S06o 07.
315’
E106o 45
430’
- Petai Cina atau
Flamboyan
100
Lembar Hasil Observasi Jenis Fauna di Mangrove Pantai Indah
Kapuk (PIK)
No
Lokasi Dokumentasi Koordinat Fauna
1.
Ekowisata
Mangrove
Pantai
Indah
Kapuk
(PIK)
S06o 07.309’
E106o 45.302’
-Kera
Macaca
(Kera Ekor
Panjang)
2.
S06o 07.313’
E106o 45.298’
-Kera
Macaca
(Kera Ekor
Panjang)
3.
S06o 07.326’
E106o 45.302’
-Ulat Bulu
4.
S06o 07.323’
E106o 45.
355’
-Ular
101
5.
S06o 07. 345’
E106o 45.410’
-Buaya
6.
S06o 07. 344’
E106o 45.
415’
-Biawak
102
Lembar Observasi Keadaan Sosial di Mangrove Pantai Indah
Kapuk (PIK)
Aspek yang diamati adalah sebagai berikut :
a. Pembangunan yang terdapat di sekitar hutan mangrove Pantai Indah Kapuk
(PIK)
b. Kegiatan masyarakat di sekitar hutan mangrove Pantai Indah Kapuk (PIK)
No Hasil Pengamatan
1. Saat memasuki Kawasan ekowisata mangrove di Pantai Indah Kapuk
terlihat sekali para pedagang berjualan dan para pedagang tersebut juga
merupakan kelompok tani mangrove yang melakukan mata pencaharian
sampingan dengan berdagang.
2. Tepat pada sebelah utara Kawasan ekowisata mangrove terdapat jalan tol
yang menghubungkan Pantai Indah Kapuk ke Bandara Soekarno Hatta
sehingga ketika kita sedang berjalan untuk mengelilingi mangrove di
jembatan biru sangat terdengar sekali kebisingan kendaraan yang lewat.
3. Di sebelah kanan sebrang Kawasan ekowisata mangrove terlihat ada danau
yang dimanfaatkan warga sekitar untuk memancing.
4. Di Pantai Indah Kapuk banyak pembangunan perumahan milik swasta,
salah satunya di samping Kawasan ekowisata mangrove terdapat
perumahan pinisi indah dan perumahan mayang yang sangat ketat dijaga
oleh satpam. Saat akan memasuki perumahan tersebut harus meninggalkan
jaminan KTP jadi tidak sembarangan orang bisa masuk.
5. Di dalam Kawasan ekowisata mangrove terdapat limbah dari perumahan
elite yang di manfaatkan warga untuk memancing. Tetapi limbah tersebut
tanah milik swasta bukan milik dinas kehutanan DKI Jakarta. Padahal
lokasinya sangat berdekatan dan juga di dalam kawasan mangrove.
6. Tidak jauh dari Kawasan mangrove terdapat mall PIK Avenue, waterboom
Jakarta, RS PIK, sekolah budha Tzu Chi, restaurant siap saji, perumahan
elite, Sekolah International Singapore, Gokart, dan akses jalan menuju
Kawasan mangrove sangatlah mudah jika di jangkau dengan kendaraan
pribadi karena dengan adanya akses tol PIK-Bandara Soekarno Hatta.
103
Lampiran 4
Hasil Wawancara
Pengelola Ekowisata Mangrove
Wawancara ke : 1 (Satu)
Narasumber : Bapak Ade Djuhana
Tanggal/Waktu : 8 Agustus 2018/14:30 WIB
Tempat : Kawasan Ekowisata Mangrove Penjaringan Jakarta Utara
P : Bagaimana sejarah hutan mangrove di Pantai Indah Kapuk (PIK) yang
bapak ketahui?
N : Sejarah hutan mangrove terbesar di Jakarta yaitu ada di Jakarta utara. Hutan
mangrove di Jakarta memiliki luas 327,70 ha tetapi Kawasan hutan tersebut
dibagi-bagi yaitu menjadi hutan lindung angke kapuk, suaka margasatwa
muara angke, hutan wisata kamal muara/taman wisata alam, kawasan
mangrove Tol Sedyatmo, kebun pembibitan arboretum, cengkareng drain
dan transmisi PLN tetapi yang di kelola oleh Dinas Pendidikan hanya ada 4.
Sebelum adanya mangrove disini banyak tambak-tambak dan pada tahun
1985 pembebasan lahan. Pada tahun 2007 memulai penanaman melalui
nanam metode guludan dari bambu-bambu dan pakai karung, tanah, yang
menemukan metode guludan dan Prof Cecep dan beliau juga sangat
berkontribusi dalam sejarah hutan mangrove disini. Pada tahun 2010
ekowisata di resmikan di kelola khusus pengembangan mangrove jadi
mangrove center.
P : Bagaimana luas lahan mangrove di PIK pada tahun 2000-2016?
N : Perubahan luasan lahan mangrove berubah bukan makin luas ada beberapa
kali perubahan untuk membuat tol sedyatmo tetapi maaf masalah angka
kami tidak ada. dulu Jalur Tol Sedyatmo yang ke bandara kan banjir dan
juga diperluas jalurnya dan mengurangi mengambil luasan hutan mangrove
tapi ada konvensasinya dari wilayah lain. Jadi mengurangi dari tahun 2000-
104
2016 setalah keambil jalan tol dan aslinya ini sebelum ada perumahan luas
banget lahan mangrovenya.
P : Apakah pertumbuhan penduduk di PIK semakin meningkat, baik dari
penduduk asli/pendatang?
N : pasti semakin meningkat dari tahun ke tahunnya karena kan pasti ada
pendatang baru datang dari luar kesini. Tapi saya kurang tahu berapa
jumlahnya..
P : Bagaimana pertumbuhan pembangunan di PIK dari tahun 2000-2016?
N : pertumbuhan pembangunan di PIK juga sangat berkembang banyak sekali
contohnya yaitu sekali perumahan elite, cafe-cafe dll.
P : Perbandingan apakah yang dirasakan sekitar tahun 2000-2016, tentang
perubahan lahan mangrove di PIK?
N : perbandingannya sangat signifikan tentang perubahan lahan yang dulunya
disini tambak, hutan mangrove, dan sekarang juga banyak sekali perumahan
elite dan pembangunan yang modern.
P : Adakah kebijakan pemerintah dalam mengatasi perubahan lahan
mangrove?
N : banyak sekali kebijakan pemerintah dalam mengatasi perubahan mangrove
misalnya pada tahun 1985 adanya pembebasan Kawasan tambak menjadi
mangrove dan sekarang juga pemerintah sangat berkontribusi dalam
pembangunan mangrove juga misalnya memperbaiki jembatan,
memperbaiki jalan dll.
P : Siapa saja yang pernah berkontribusi untuk penanaman mangrove di
PIK?
N : banyak sekali yang pernah berkontribusi untuk penanaman mangrove
contohnya CSR, aktivis lingkungan, mahasiswa, perusahaan swasta, bank,
sekolah-sekolah dll.
105
Lampiran 4
Hasil Wawancara
Pengelola Ekowisata Mangrove
Wawancara ke : 2 (Dua)
Narasumber : Bapak Ujang
Tanggal/Waktu : 8 Agustus 2018/ 15:34 WIB.
Tempat : Kawasan Ekowisata Mangrove Penjaringan Jakarta Utara
P : Bagaimana sejarah hutan mangrove di Pantai Iindah Kapuk (PIK)
yang bapak ketahui?
N : kalau menurut sejarah udah dari zaman kolonial belanda daerah ini sudah di
canangkan untuk daerah resapan air/daerah penghijauan namun sekitar
tahun 2000 banyak sekali penggarap liar yang memiliki empang-empang,
dan setelah di bebaskan oleh polhut baru kita menggalakan penanaman
mangrove. dan mulai tahun 2008 sudah banyak berkembang dan sampai
sekarang. Sebelumnya disini banyak empang dan mangrovenya sedikit dan
yang ada pohon mangrovenya di pinggiran empangnya saja.
P : Bagaimana luas lahan mangrove di PIK pada tahun 2000-2016?
N : luas ini tidak begitu banyak berubah setau saya dari dulu tuh luas Kawasan
jalur hijau tol sedyatmo yaitu 95,50 ha, saya juga kurang tahu apakah luas
itu bersih setelah kepotong tol sedyatmo bersih/kotor dan itu masih simpang
siur dan masih dipertanyakan? Luas wilayah yang dikelola oleh Pemda DKI
yaitu 202,68 ha terbagi 5 blok yaitu hutan lindung muara angke, Kawasan
mangrove Tol Sedyatmo, arboretum, transmisi PLN, Cengkareng Drain.
Karena terpotong oleh jalan tol dan akses jalan perumahan jadi 4 blok yaitu
menjadi ekowisata, galatama, elang laut dan golf timur.
P : Apakah pertumbuhan penduduk di PIK semakin meningkat, baik dari
penduduk asli/pendatang?
106
N : kalau masalah pendatang baru yang memukim disini saya kurang tahu tuh,
kalau pengunjung saya sedikit tahu.. karena ini di alam bebas kadang rame
kadang sepi beda sama di mall yang rame terus.
P : Bagaimana pertumbuhan pembangunan di PIK dari tahun 2000-2016?
N : kalau selama ini pembangunan-pembangunan yang dari pemerintahan ada
yaitu 1 gazebo dan 1 pos itu tahun 2016 dibangun oleh pemerintah. Tadinya
pos ada 4 dan sekarang ada 5 pos. fungsinya untuk mengontrol dan pos
penjagaan. Tahun 2013 ada penambahan jembatan dan jalan ponblok kurang
lebih 500 meter. Tadinya sampai tengah dan sekarang sampai ujung.
P : Perbandingan apakah yang dirasakan sekitar tahun 2000-2016, tentang
perubahan lahan mangrove di PIK?
N : kalau perubahan dalam artian penyempitan atau pelebaran selama ini sih
belum saya rasakan tetap segini saja cuma yang itu tadi yang terpisah jalan
tol dan jalan akses perumahan mungkin kalau tidak terpisah masih tetap luas
dan besar.
P : Adakah kebijakan pemerintah dalam mengatasi perubahan lahan
mangrove?
N : kalau masalah itu saya kurang tahu soalnya itu masalah pemerintah karna
kan kami Cuma bertugas di lapangan. Kalau dari pemerintah sih paling
menangani renovasi jalan, jembatan.
P : Siapa saja yang pernah berkontribusi untuk penanaman mangrove di
PIK?
N : banyak diantaranya dari AEON jepang, bank mandiri, sekolah SD, SMP,
SMA, dan perkuliahan, instansi pemerintah dan pemerintah swasta.
107
Lampiran 4
Hasil Wawancara
Pengelola Ekowisata Mangrove
Wawancara ke : 3 (Tiga)
Narasumber : Bapak Hanafi
Tanggal/Waktu : 8 Agustus 2018/16:00
Tempat : Kawasan Ekowisata Mangrove Penjaringan Jakarta Utara
P : Bagaimana sejarah hutan mangrove di Pantai Iindah Kapuk (PIK)
yang bapak ketahui?
N : ooh begini ya dulunya memang ini luas terdiri dari beberapa tanah daratan
yang ada cuma luas keseluruhannya 320,27 ha sekitar tahun 1980 awal
pertamanya termasuk TWA, arboretum. kemudian diambil oleh
pengembang, sutet, aliran listrik, memang katanya ini lahan di tukar guling
dan dipindahkan ke daerah jawa barat, disana nanti di buat lagi. Jadi lahan
yang ada untuk penanaman mangrove sampai sekarang kemungkinan juga
akan terus berkurang dan berkurang karena perkembangan zaman dan
semakin banyak pembangunan padahal mangrove ini sangat penting untuk
menahan abrasi, menahan air laut, dan menurut saya harus tetap dijaga
kelestariannya supaya tumbuh semakin berkembang.
P : Bagaimana luas lahan mangrove di PIK pada tahun 2000-2016?
N : sekitar tahun 1980 yaitu 320, 27 ha sekarang semakin menurun tahun 2000-
an sekitar tahun 200 ha. Ada rencana lagi Kurang lebih satu bulan kemarin
ada pengukuran dari jasamarga akan di buat untuk perluasan jalan tol
rencananya dari flyover Tomang sampai Bandara Soekarno Hatta lahannya
butuh sekitar 20 meter, nanti banyak sekali sekitar ada ribuan tanaman dan
mangrove di tebang untuk perluasan jalan tol.
P : Apakah pertumbuhan penduduk di PIK semakin meningkat, baik dari
penduduk asli/pendatang?
108
N : menurut saya pertumbuhan penduduknya semakin meningkat sehingga luasan
lahan mangrove berkurang jadi perumahan, apartemen, dan tempat tinggal.
P : Bagaimana pertumbuhan pembangunan di PIK dari tahun 2000-2016?
N : menurut saya semakin berkembang tadinya di dekat elang laut itu mangrove
dan disamping ekowisata ini perumahan tadinya mangrovejuga . Dan
sekarang akan di buat PIK 2 yang tadinya mangrove sekarang jadi pasar
modern, bioskop perumahan modern. yang tadinya perumahan dulunya
mangrove ditebang dan diuruk dikomersilkan oleh pihak swasta. Seiring
dengan berkembangnya zaman pembangunan semakin meningkat.
P : Perbandingan apakah yang dirasakan sekitar tahun 2000-2016, tentang
perubahan lahan mangrove di PIK?
N : perbandingannya alam jadi dulu tidak bising seperti ini sekarang banyak
suara suara mobil, motor dulu mah suara alam saja dan cuacanya juga dulu
mah enak dan sejuk sekarang banyak polusi.
P : Adakah kebijakan pemerintah dalam mengatasi perubahan lahan
mangrove?
N : semua ditentukan oleh pimpinan, kebijakan itu tidak mungkin diambil oleh
pemerintah jika tidak di musyawarahkan karena lahan ini kan milik
kementrian kehutanan apabila ada kebijakan dengan adanya proyek pasti
diputuskan oleh tingkat dewan dan mungkin manfaatnya lebih besar ke
masyarakat misalnya yaitu akses jalan, infrastruktur, supaya mempermudah
pemerintah untuk mencari lahan juga.
P : Siapa saja yang pernah berkontribusi untuk penanaman mangrove di
PIK?
N : masyarakat, dari perusahaan swasta, dan ada komunitas mangrove dan
persetujuan dari dinas kehutanan, ada komunitas kemanter, dan komunitas
pecinta mangrove dia mencari perusahaan-perusahaan untuk menanam
mangrove dan sebagai mitra kerja kita sebagai penengah, dan kita juga
punya perkumpulan petani mangrove, di elang laut juga mau ada
penanaman besar-besaran yaitu dari AEON.
109
Lampiran 4
Hasil Wawancara
Pengelola Ekowisata Mangrove
Wawancara ke : 4 (Empat)
Narasumber : Bapak Sucita
Waktu : 24 Agustus 2018/14:30
Tempat : Kawasan Hutan Lindung Mangrove
P : Bagaimana sejarah hutan mangrove di Pantai Indah Kapuk (PIK) yang
bapak ketahui?
N : dulu pada tahun 1988an ini dulunya mangrove semua tetapi pada tahun
1993an mulailah masyarakat membuat tambak dan mencoba membuat
pemukiman juga tetapi dulu masih banyak sekali mangrovenya sekarang
malah sudah menjadi pemukiman elite
P : Bagaimana luas lahan mangrove di PIK pada tahun 2000-2016?
N : yaa dulu kan banyak yahh Cuma ya karena kan sekarang sudah terpecah
pecah yah seperti arboretum, Kawasan ekowisata, Kawasan hutan lindung,
galatama, lebih dari 360 ha sekarang di Kawasan hutan lindung hanya
sisanya 45 ha. Dulu tidak terpecah pecah seperti ini
P : Apakah pertumbuhan penduduk di PIK semakin meningkat, baik dari
penduduk asli/pendatang?
N : kalau penduduk yah sudah pasti meningkat setiap tahunnya kadang kala ya
dari pertumbuhan penduduknya ini pasti bertambah.
P : Bagaimana pertumbuhan pembangunan di PIK dari tahun 2000-2016?
N : yaa menambah tambah banyak, karena kan kita kerjanya bukan di
pengembang cuma ya kita melihat setiap tahunnya setiap tahun
110
pembangunan pertambah, dan sekarang lagi mau lagi dibangun perumahan
PIK 2.
P : Perbandingan apakah yang dirasakan sekitar tahun 2000-2016, tentang
perubahan lahan mangrove di PIK?
N : yahh banyak yaaa istilahanya ya banyak mengurangin, dari lautnya abrasi
dari daratnya habis, banjir, dan perumahan di PIK belum pernah tenggelam
tetapi di pantai mutiara pernah hampir mau tenggelam
P : Adakah kebijakan pemerintah dalam mengatasi perubahan lahan
mangrove?
N : banyak sih ya dari dinas sendiri juga ada peanaman, pemeliharaan, Cuma ya
posisinya pinggir laut jadi banyak sampah setiap harinya sampah itu dibawa
dari pantai dan mendarat di daratan. Dari Dinas sangat memperhatikan
dalam penanaman ini sekarang lagi buat bibit mangrove
P : Siapa saja yang pernah berkontribusi untuk penanaman mangrove di
PIK?
N : banyak, dari pihak sekolah, perusahaan swasta, dari kedutaan, dari kampus-
kampus dan masih banyak lagi yang sangat berkontribusi dalam penanaman
mangrove.
111
Lampiran 4
Hasil Wawancara
Pengelola Ekowisata Mangrove
Wawancara ke : 5 (Lima)
Narasumber : Bapak Ayat
Waktu : 24 Agustus 2018/14:15
Tempat : Kawasan Ekowisata Mangrove Penjaringan Jakarta Utara
P : Bagaimana sejarah hutan mangrove di Pantai Iindah Kapuk (PIK)
yang bapak ketahui?
N : Tahun 2000 itu dulu ada penggarap jadi itu ada wacana dari alm pak
Soeharto pergunakanlah lahan tidur, jadi masyarakat tuh jor-joran buka
lahan, tadinya dulunya ini hutan jadi di garap dibikin empang jadi
masyarakat berlomba-lomba membuka lahan ini supaya jadi tambak.
Tadinya hutannya lebat tahun 1996 sekarang pada menghilang karena
abrasi.
P : Bagaimana luas lahan mangrove di PIK pada tahun 2000-2016?
N : kayanya berkurang yahh, soalnya kan banyak abrasi, tadinya daratan itu,
sekarang jadi di air, 1998 dulu mengukur diameter pohon itu dan sekarang
sudah di air.
P : Apakah pertumbuhan penduduk di PIK semakin meningkat, baik dari
penduduk asli/pendatang?
N : banyakan yang pendatang pribuminya pada di singkirin gatau kemana.
P : Bagaimana pertumbuhan pembangunan di PIK dari tahun 2000-2016?
N : waah kayanya lebih maju pesat dah, ya itu pembangunan perumahan elite,
dulu tempatnya monyet main sekarang jadi perumahan.
112
P : Perbandingan apakah yang dirasakan sekitar tahun 2000-2016, tentang
perubahan lahan mangrove di PIK?
N : perbandingannya gak ada sih ya tapi mangrovenya semakin habis.
P : Adakah kebijakan pemerintah dalam mengatasi perubahan lahan
mangrove?
N : untuk selama ini kebanyakan dari CSR, perusahaan swasta, paling
pemerintah mah merawat jembatan, jalan dll.
P : Siapa saja yang pernah berkontribusi untuk penanaman mangrove di
PIK?
N : banyakk dari pihak swasta, dari unit trektor, dari UT, dari sekolah sekolah
ada al-azhar ada iqro Cuma sayang maunya saya kalau ada acara penanaman
seperti itu maunya saya di kontrol atau di pelihara sebulan sekali dan
berkesinambungan.
113
Lampiran 4
HASIL WAWANCARA
Keterangan:
P : Peneliti
N : Narasumber
Penduduk Asli Kecamatan Penjaringan
Wawancara ke : 6 (Enam)
Narasumber : Pak Budi Raharjo
Tanggal/Waktu : 24 Agustus 2018/11:00
Tempat : Kawasan Ekowisata Mangrove Penjaringan Jakarta Utara
P : Sejak Kapan Bapak/Ibu tinggal di Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta
Utara?
N : saya tinggal disini udah bukan lama-lama lagi sudah sejak tahun 1986 saya
tinggal di daerah sini, rumah saya di kampung gusti kebon pala dekat dari
sini.
P : Daya Tarik apa yang menyebabkan Bapak/Ibu tinggal di Pantai Indah
Kapuk (PIK)?
N : karena saya dekat dengan tempat kerja makannya saya tinggal di daerah sini
supaya tidak jauh dan dekat dari tempat kerja.
P : Apakah setiap tahun di daerah Bapak/Ibu terdapat pendatang baru?
N : saya rasa si nambah yah, walaupun berapa persen, tapi saya kurang tahu tuh
berapa jumlah pendatang baru yang datang.
P : Perbandingan apakah yang dirasakan sekitar tahun 2000-2016 tentang
perubahan lahan mangrove di PIK?
N : yaa setau saya perkembangan sih bagus semakin kesini semakin meningkat,
kalau dulu kan ini hutan belantara dan tidak terlalu terurus oleh pemerintah,
dan sehingga dikelola hingga sekarang menjadi tempat ekowisata mangrove.
114
dulunya ini hutan dan baru sedikit ada mangrovenya dan belum ada
perumahan dan mulai ada pada tahun 1996 tetapi masih sedikit.
P : Kebiasaan apa saja yang berubah pada masyarakat saat terjadinya
perubahan lahan mangrove?
N : yaa satu kan kebersihan jadi lebih terawat sampai sekarang itu kan ditambah
papan pengumuman padahal tahun-tahun kemarin tidak ada dan sekarang
mah jadi lebih terurus dan lebih bagus kebersihannya. Bahkan kan setiap
sabtu/ minggu disini kan ramai, terutama keamanannya lebih ketat dan lebih
disiplin.
P : Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang banyaknya pembangunan
perumahan, yang meyebabkan perubahan lahan mangrove di PIK?
N : yaaa,, bagaimana yahh… bagus sih kan komplek ini juga membantu dalam
pembangunan mangrove dari mulai lampu ditambah untuk menambah
penerangan ketika malam hari. Tembok pagar batas untuk perumahan.
P : Pembangunan apa saja yang berkembang pada tahun 2000-2016 di
PIK?
N : kayanya yaaa pembangunan rumah tinggal aja gitu,,, perumahan rumah
elite, rumah sakit PIK, dan dulu sih udah ada tapi belum begitu bagus, mall,
golf , waterboom, restaurant, banyak dehh pokonya PIK modern.
115
Penduduk Asli Kecamatan Penjaringan
Wawancara ke : 7 (Tujuh)
Narasumber : Lian
Tanggal/Waktu : 24 Agustus 2018/11:10
Tempat : Kawasan Ekowisata Mangrove Penjaringan Jakarta Utara
P : Sejak Kapan Bapak/Ibu tinggal di Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta
Utara
N : saya tinggal di daerah kapuk sejak tahun 2005 jadi sudah sekitar 8 tahun-an.
P : Daya Tarik apa yang menyebabkan Bapak/Ibu tinggal di Pantai Indah
Kapuk (PIK)?
N : yaaa karna murah bayarnya cuma 5.000 bisa dapat ikan dibawa pulang.
P : Apakah setiap tahun di daerah Bapak/Ibu terdapat pendatang baru?
N : kalau penduduk di daerah sini menurut saya bertambah.
P : Perbandingan apakah yang dirasakan sekitar tahun 2000-2016 tentang
perubahan lahan mangrove di PIK?
N : perbandingannya menurut saya jadi boleh mancing, semakin ramai
pengunjung, dibolehkan memancing kan jadi ramai
P : Kebiasaan apa saja yang berubah pada masyarakat saat terjadinya
perubahan lahan mangrove?
N : yaa perubahannya jadi suka mancing karna murah dan kedua keakraban
keluarga semakin terasa meningkat.
P : Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang banyaknya pembangunan
perumahan, yang meyebabkan perubahan lahan mangrove di PIK?
N : sebenarnya sih ya karna ini perumahan yaa mau dibilang apa bagi mereka
yang punya duit ga masalah tapi makin keliatan yang kaya makin kaya yang
miskin makin miskin. Jadi memang populasi orang Chinese yang dikurangi
sehingga kita orang pribumi bisa merasakan
P : Pembangunan apa saja yang berkembang pada tahun 2000-2016 di
PIK?
N : itu toilet umum baru, jembatan, saya kira kalau di mangrove itu kalau di luar
mangrove jalan diperlebar, ruko-ruko, mall, cafe-cafe, hotel, sekolah-
sekolah,
116
Penduduk Asli Kecamatan Penjaringan
Wawancara ke : 8 (Delapan)
Narasumber : misnadi
Tanggal/Waktu : 24 Agustus 2018/11:20
Tempat : Kawasan Ekowisata Mangrove Penjaringan Jakarta Utara
P : Sejak Kapan Bapak/Ibu tinggal di Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta
Utara
N : saya tinggal disini sejak tahun 1973 rumah saya di kapuk pulo.
P : Daya Tarik apa yang menyebabkan Bapak/Ibu tinggal di Pantai Indah
Kapuk (PIK)?
N : yaa karena dekat aja kemana mana jadi enak..
P : Apakah setiap tahun di daerah Bapak/Ibu terdapat pendatang baru?
N : bertambah banyak banget setiap tahun.
P : Perbandingan apakah yang dirasakan sekitar tahun 2000-2016 tentang
perubahan lahan mangrove di PIK?
N : perbandingannya semakin maju ya sekarang cuma ya gimana ya kalau orang
kaya kita kan curigai dulu mah tidak kaya gitu sekarang-sekarang aja.
P : Kebiasaan apa saja yang berubah pada masyarakat saat terjadinya
perubahan lahan mangrove?
N : banyak yahhh, yang berubah satu yang biasa dia punya empang-empang
tidak ada penghasilan
P : Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang banyaknya pembangunan
perumahan, yang meyebabkan perubahan lahan mangrove di PIK?
N : menurut saya sih baguss
P : Pembangunan apa saja yang berkembang pada tahun 2000-2016 di
PIK?
N : pembangunan yang berkembang ya gitu ajaa kuliner, restaurant,
apartement, rumah sakit, hotel,
117
Penduduk Asli Kecamatan Penjaringan
Wawancara ke : 9 (Sembilan)
Narasumber : Lukman
Tanggal/Waktu : 24 Agustus 2018/11:30
Tempat : Kawasan Ekowisata Mangrove Penjaringan Jakarta Utara
P : Sejak Kapan Bapak/Ibu tinggal di Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta
Utara
N : saya tinggal di dekat pasar darurat sejak tahun 1986.
P : Daya Tarik apa yang menyebabkan Bapak/Ibu tinggal di Pantai Indah
Kapuk (PIK)?
N : yaa karena kan tanahnya murah dan kalau yang lain kan gak kejangkau.
P : Apakah setiap tahun di daerah Bapak/Ibu terdapat pendatang baru?
N : penduduk yaa semakin bertambah banyak.
P : Perbandingan apakah yang dirasakan sekitar tahun 2000-2016 tentang
perubahan lahan mangrove di PIK?
N : yaa kalau kaya kita-kita mah biasa aja yang perubahan ya yang orang kaya
yang kaya kit amah tidak ada perubahan.
P : Kebiasaan apa saja yang berubah pada masyarakat saat terjadinya
perubahan lahan mangrove?
N : yang tadinya orang-orang tidak tahu mangrove jadi tahu dan bisa
berkunjung ke edukasi mangrove.
P : Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang banyaknya pembangunan
perumahan, yang meyebabkan perubahan lahan mangrove di PIK?
N : tidakk ngaruh sih menurut saya, karna yang kaya makin kaya yang miskin
makin miskin.
P : Pembangunan apa saja yang berkembang pada tahun 2000-2016 di
PIK?
N : banyak pembangunan yang berkembang misalnya perumahan tambah
banyak, restaurant, mall, rumah sakit dll.
118
Penduduk Asli Kecamatan Penjaringan
Wawancara ke : 10 (Sepuluh)
Narasumber : Heru
Tanggal/Waktu : 24 Agustus 2018/11:40
Tempat : Kawasan Ekowisata Mangrove Penjaringan Jakarta Utara
P : Sejak Kapan Bapak/Ibu tinggal di Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta
Utara
N : saya tinggal di jalan manga ubi sejak tahun 2001
P : Daya Tarik apa yang menyebabkan Bapak/Ibu tinggal di Pantai Indah
Kapuk (PIK)?
N : ya soalnya kan rumahnya dekat dari tempat kerja
P : Apakah setiap tahun di daerah Bapak/Ibu terdapat pendatang baru?
N : yaa kalau masalah gitu saya kurang tahu tapi pasti bertambah yaahh
P : Perbandingan apakah yang dirasakan sekitar tahun 2000-2016 tentang
perubahan lahan mangrove di PIK?
N : yaa kan kalau dulu bebas tidak bayar sekarang bayar 5.000
P : Kebiasaan apa saja yang berubah pada masyarakat saat terjadinya
perubahan lahan mangrove?
N : ya tidak ada si kebiasaan kalau senang mancing ya mancing aja
P : Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang banyaknya pembangunan
perumahan, yang meyebabkan perubahan lahan mangrove di PIK?
N : ya pembangunan perumahan di PIK semakin banyak dan meningkat
menurut saya dari tahun ke tahunnya
P : Pembangunan apa saja yang berkembang pada tahun 2000-2016 di
PIK?
N : setahu saya sih banyak yah kan ada perumahan, mall, hotel dan ruko-ruko.
119
Penduduk Asli Kecamatan Penjaringan
Wawancara ke : 11 (Sebelas)
Narasumber : Dirjo
Tanggal/Waktu : 24 Agustus 2018/11:50
Tempat : Kawasan Ekowisata Mangrove Penjaringan Jakarta Utara
P : Sejak Kapan Bapak/Ibu tinggal di Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta
Utara
N : rumah saya dekatan dengan pak Heru dan sampingan dan kerjanya sama
jadi rumah saya di mangga ubi sejak tahun 2001.
P : Daya Tarik apa yang menyebabkan Bapak/Ibu tinggal di Pantai Indah
Kapuk (PIK)?
N : yaa tadi karna dekat dengan tempat kerja
P : Apakah setiap tahun di daerah Bapak/Ibu terdapat pendatang baru?
N : kalau bertambah sih ya pasti menurut saya
P : Perbandingan apakah yang dirasakan sekitar tahun 2000-2016 tentang
perubahan lahan mangrove di PIK?
N : menurut saya ya lebih enak dikit daripada tahun yang lalu ya de
P : Kebiasaan apa saja yang berubah pada masyarakat saat terjadinya
perubahan lahan mangrove?
N : tidak ada kebiasaan yang berubah menurut saya
P : Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang banyaknya pembangunan
perumahan, yang meyebabkan perubahan lahan mangrove di PIK?
N : kalau itu mah saya tidak begitu paham, dan hanya bagi orang yang mampu
saja.
P : Pembangunan apa saja yang berkembang pada tahun 2000-2016 di
PIK?
N : sekarang banyak perumahan elite, restaurant, mall, dll
120
Penduduk Asli Kecamatan Penjaringan
Wawancara ke : 12 (Dua Belas)
Narasumber : Ahmad
Tanggal/Waktu : 24 Agustus 2018/13:00
Tempat : Kawasan Ekowisata Mangrove Penjaringan Jakarta Utara
P : Sejak Kapan Bapak/Ibu tinggal di Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta
Utara
N : saya tinggal di cengkareng pedongkelan dan sudah hampir 6 tahun
P : Daya Tarik apa yang menyebabkan Bapak/Ibu tinggal di Pantai Indah
Kapuk (PIK)?
N : karena faktor pekerjaan saja jadi dekat
P : Apakah setiap tahun di daerah Bapak/Ibu terdapat pendatang baru?
N : setiap tahun sih perubahan pendatang baru pasti ada bertambah
P : Perbandingan apakah yang dirasakan sekitar tahun 2000-2016 tentang
perubahan lahan mangrove di PIK?
N : tadinya tidak bisa memancing jadi bisa mancing.
P : Kebiasaan apa saja yang berubah pada masyarakat saat terjadinya
perubahan lahan mangrove?
N : menurut saya tidak ada yang berubah secara signifikan.
P : Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang banyaknya pembangunan
perumahan, yang meyebabkan perubahan lahan mangrove di PIK?
N : menurut saya ya jadi lebih bagus tapi ya tidak mempengaruhi orang-orang
kita.
P : Pembangunan apa saja yang berkembang pada tahun 2000-2016 di
PIK?
N : banyak sekali pembangunan yang berkembang yaitu mall PIK Avenue,
perumahan elite, dll.
121
Penduduk Asli Kecamatan Penjaringan
Wawancara ke : 13 (Tiga Belas)
Narasumber : Ibu Lulu
Tanggal/Waktu : 24 Agustus 2018/13:20
Tempat : Kawasan Ekowisata Mangrove Penjaringan Jakarta Utara
P : Sejak Kapan Bapak/Ibu tinggal di Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta
Utara
N : saya berdagang di daerah mangrove sini dari tahun 2010 saya tinggal di
kapuk.
P : Daya Tarik apa yang menyebabkan Bapak/Ibu tinggal di Pantai Indah
Kapuk (PIK)?
N : ya karna ramai saja jadi saya berdagang di sini terus cuacanya enak dan
adem banyak pohon-pohon.
P : Apakah setiap tahun di daerah Bapak/Ibu terdapat pendatang baru?
N : ya pengunjung si paling kalau pendatang saya kurang tahu
P : Perbandingan apakah yang dirasakan sekitar tahun 2000-2016 tentang
perubahan lahan mangrove di PIK?
N : ada lah pasti jadi makin maju sekarang
P : Kebiasaan apa saja yang berubah pada masyarakat saat terjadinya
perubahan lahan mangrove?
N : yaa orangnya jadi bertambah juga pengunjungnya makin banyak
P : Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang banyaknya pembangunan
perumahan, yang meyebabkan perubahan lahan mangrove di PIK?
N : saya kurang tahu kalau tentang pembangunan itu.
P : Pembangunan apa saja yang berkembang pada tahun 2000-2016 di
PIK?
N : kalau sekitar sini ya kayanya banyak ya ada mall, restaurant, perumahan
elite, rumah sakit.
122
Penduduk Asli Kecamatan Penjaringan
Wawancara ke : 14 (Empat Belas)
Narasumber : Ibu Umiati
Tanggal/Waktu : 24 Agustus 2018/13:40
Tempat : Kawasan Ekowisata Mangrove Penjaringan Jakarta Utara
P : Sejak Kapan Bapak/Ibu tinggal di Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta
Utara
N : saya berjulan disini sudah lama sekitar tahun 2007 dan rumah saya di kapuk
dari sejak kecil. Sejarah mangrove dulunya kan tambak yang dikelola oleh
perorangan dan diresmikan pada tahun 2007.
P : Daya Tarik apa yang menyebabkan Bapak/Ibu tinggal di Pantai Indah
Kapuk (PIK)?
N : karena adem dan cuacanya sejuk bebas polusi
P : Apakah setiap tahun di daerah Bapak/Ibu terdapat pendatang baru?
N : ya pastinya setiap tahunnya bertambah.
P : Perbandingan apakah yang dirasakan sekitar tahun 2000-2016 tentang
perubahan lahan mangrove di PIK?
N : ya itu aja ini mangrovenya semakin banyak banyak yang menanam dulu kan
ini air dan tambak.
P : Kebiasaan apa saja yang berubah pada masyarakat saat terjadinya
perubahan lahan mangrove?
N : tadinya tidak tahu mangrove jadi tahu mangrove
P : Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang banyaknya pembangunan
perumahan, yang meyebabkan perubahan lahan mangrove di PIK?
123
N : yaa menurut saya bagusnya di pinggir laut daerah sini ya adanya mangrove
bukan perumahan, perumahan elite ini tahun 2001 mulai ramai. Wilayah ini
dikelola oleh PT Mandara Permai, tahun 2001 agung sedayu group.
P : Pembangunan apa saja yang berkembang pada tahun 2000-2016 di
PIK?
N : perumahan elite, ruko, restaurant, mall, rumah sakit
124
Lampiran 4
Hasil Wawancara
Pemerintah yaitu Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta
Keterangan:
P : Peneliti
N : Narasumber
Wawancara ke : 15 (Enam)
Narasumber : Jaja Suarja
Tanggal/Waktu : 24 September 2018 /11:00
Tempat : Kawasan Ekowisata Mangrove Penjaringan Jakarta Utara
P : Bagaimana sejarah hutan mangrove di Pantai Indah Kapuk (PIK) yang
bapak ketahui?
N : hutan mangrove itu dulu 1984 sampai tahun 1996 kawasan hutan itu berupa
hutan mangrove tetapi di garap oleh warga masyarakat dengan izin dari
kehutanan naah kecuali kawasan yang diperuntukkan untuk hutan lindung
kawasan konservasi dan untuk jalur hijau itu sampai tahun 1984, setelah 84
sebagian kawasan itu diserahterimakan dengan pihak ketiga, itu seluas kalau
dulunya itu 1.154 ha. Yaa sekarang setelah tahun 1984 sampai sekarang
dilakukan pembangunan naah jadi Kawasan Property dan Kawasan
perumahan
P : Pembangunan apa yang berkembang di PIK tahun 2000-2016?
N : perumahan mewah, cafe-cafe, waterboom, golf dll.
P : Bagaimana Perubahan Luas lahan mangrove di PIK tahun 2000-2016?
N : luas lahan mangrove yaa tetap saja luasnya 327 ha itu tidak bertambah.
P : apakah yang menjadi Daya Tarik daerah PIK?
125
N : yahh karena aksesnya kan dekat tol, bandara dekat ke laut dekat, orang-
orang Chinese kan mereka senang dekat laut.
P : kebijakan apa saja yang dilakukan dalam alih fungsi lahan mangrove?
N : kebijakan yaa ini meningkatkan nilai lahan tadinya kan rawa-rawa sekarang
dijadikan pemukiman jadi mungkin pemerintah berfikir daripada rawa-rawa
yang tdak keurus mendingan dbangun untuk kehidupan manusia walaupun
yang menikmati orang-orang menengah keatas.
126
Hasil Wawancara
Keterangan:
P : Peneliti
N : Narasumber
Wawancara dengan pemerintah yaitu Dinas Kehutanan Provinsi DKI
Jakarta
Wawancara ke : 16 (Enam Belas)
Narasumber : Bapak Dani
Tanggal/Waktu : 24 September 2018 /08:00
Tempat : Kawasan Ekowisata Mangrove Penjaringan Jakarta Utara
P : Bagaimana sejarah hutan mangrove di Pantai Iindah Kapuk (PIK)
yang bapak ketahui?
N : Sejarah hutan mangrove di PIK itu yaa sesuai dengan RPD yang sudah ada
jadi dulunya bekas tambak jadi banyak petani tambak disana dan merugikan
ekosistem mangrove akhirnya dari gubernur pada tahun 2000-an ada
komitmen untuk menghijaukan kembali Jakarta jadi green belt (jalur hijau).
dulu hutan rawa jadi di tebang-tebangin dan ada keinginan untuk Jakarta
dihijaukan dengan pohon mangrove karena mengalami penurunan muka air,
abrasi yang semakin tingi, makanya perlu penahan supaya Jakarta utara
tidak terendam banjir rob.
P : Pembangunan apa saja yang berkembang di PIK tahun 2000-2016?
N : Kalau paling tinggi itu tipe pemukiman, karena kebutuhan akan masyarakat
dengan pemukiman semakin cepat apalagi dengan Jakarta Utara sangat
strategis bagi jalur perdagangan dan dekat juga dengan bandara, terutama
dengan orang-orang yang penghasilannya menengah keatas.
P : Bagaimana Perubahan Luas lahan mangrove di PIK tahun 2000-2016?
127
N : kalau perubahan sih tidak ada perubahan cuma memang dari tahun 2000
sampai sekarang semakin bertambah itu bisa dilihat tutupan lahan terutama
yang dekat pinggir pantai. Makannya mangrovenya tuh sampai sekarang
cenderung bertambah
P : Apakah yang menjadi daya Tarik daerah Pantai Indah Kapuk (PIK)
bagi penduduk luar dan pengusaha?
N : kalau yang menarik itu pemanfaatan jasa lingkungan seperti keindahan alam
disana, suasananya, kulinernya, cafe-cafenya. Jadi mereka rata-rata setelah
berkunjung ke mangrove di deretannya kan banyak tempat makan.
P : kebijakan apa yang dilakukan pemerintah dalam alih fungsi lahan?
N : kalau kebijakan alih fungsi lahan si kami cenderung selama dia melakukan
peraturan UUD kaya alih fungsi lahan, seperti jalan tol, jalan ke pemukiman
ke pulau G. Jadi untuk melindungi alih fungsi lahan dilakukan 1:2 dan kami
juga merundingkan ke kementrian. Peruntukannya saja berkurang.
128
HASIL WAWANCARA
Keterangan:
P : Peneliti
N : Narasumber
Wawancara dengan pemerintah yaitu Dinas Kehutanan Provinsi DKI
Jakarta
Wawancara ke : 17 (Tujuh belas)
Narasumber : Bapak Sugeng
Tanggal/Waktu : 24 September 2018/11:00
Tempat : Kawasan Ekowisata Mangrove Penjaringan Jakarta Utara
P : Bagaimana sejarah hutan mangrove di Pantai Iindah Kapuk (PIK)
yang bapak ketahui?
N : waduhhh sejarahnya panjang dulunya kan kawasan hutan karena itu
statusnya hutan produksi dan hutan lindung makannya sesuai BP 38 itu
pengelolaannya dilakukan oleh Dinas Provinsi tetapi kepemilikannya itu ada
di kementrian kehutanan menjadi UU 23 tahun 2014 yang masalah hutan
itu. Sekitar tahun 2000 tetap statusnya itu Kawasan hutan hanya dulu kan
saat diserahkan ke Dinas Kehutanan dalam kondisinya itu kan tambak jadi
pengelolaannya itu oleh masyarakat awal tahun 2004-2005 kita melakukan
patrol, operasi dan dilakukan surat peringatan untuk penggarap tambak.
Sampai akhirnya 2009 itu sudah mulai bagus kondisinya sudah tidak ada
lagi penggarap maupun dari sekolah-sekolah instansi pemerintan untuk
penanaman mangrove. Tapi kalau awalnya dulu tambak. Dibawah 2005 itu
tambak.
P : Pembangunan apa yang berkembang di PIK tahun 2000-2016 ?
N : kalau pembangunan di mangrove lebih banyak kita ke sarpras seperti jalan
kontrol, pos-pos jaga, ya paling banyak itu karena paradigma kelingkungan
untuk keamanan itu, untuk kalau di PIK paling banyak properti.
129
P : Bagaimana perubahan luas mangrove di PIK pada tahun 2000-2016?
N : kalau perubahan luasan bisa dibilang tidak menambah yah seharusnya bisa
nambah karena kan ada izin pinjam pakai, tetapi kenyataannya sampai
sekarang dia kan tidak melakukan kewajibannya. Kalau luasannya ya pasti
berkurang
P : Apakah yang menjadi daya Tarik daerah di PIK bagi penduduk dari
luar daerah dan pengusaha?
N : Terutama kondisi mangrovenya untuk di Jakarta kan hanya di daerah Jakarta
Utara karena hanya distu aja
P : Adakah kebijakan pemerintah dalam mengatasi perubahan lahan
mangrove?
N : Kebijakan ya kita tetap siapapun yang minjem pakai harus melakukan harus
ditetapi kewajibannya kalau untuk kepentingan komersil seperti jalan tol,
perumahan itu 1:1.
130
LAMPIRAN 5
FOTO HASIL OBSERVASI LAPANGAN
Kawasan Ekowisata Mangrove
Kawasan Ekowisata mangrove dari
depan gerbang
Kawasan ekowisata tempat parkir dan
loket
Sebelum memasuki jembatan hijau
Jembatan hijau di Kawasan ekowisata
mangrove
Tampak sebelah kanan dari
jembatan biru terlihat jalan tol prof
sedyatmo
Terdengar suara polusi kendaraan
dari jalan tol prof sedyatmo
131
Larangan memberi makan kepada
monyet
Larangan untuk memelihara hutan
mangrove supaya tetap terjaga
132
LAMPIRAN 6
FOTO NARASUMBER
Foto Bersama dengan Bapak Ade
Djuhana Pengelola Kawasan
Ekowisata Mangrove
Foto Bersama dengan Bapak Ujang
Ketua PHL (pemeliharaan hutan kota
dan hutan mangrove)
Foto Bersama Bapak Hanafi selaku
Pengelola Mangrove
Wawancara Bersama Bapak Ayat
pengelola PHL mangrove
133
Foto Bersama Bapak Budi Raharjo
Penduduk Asli Kecamatan
Penjaringan Jakarta Utara
Foto Bersama dengan Bapak Lian
Penduduk asli Kecamatan Penjaringan
Jakarta Utara
Foto Bersama dengan
Bapakmisnadi penduduk asli di
kecamatan Penjaringan
Foto Bersama dengan Bapak
Lukman penduduk asli kecamatan
Penjaringan
134
Foto Bersama dengan Bapak
Heru merupakan penduduk asli
Kecamatan Penjaringan
Foto Bersama dengan Bapak Dirjo
yang sedang memancing di ekowisata
mangrove
Foto bersama dengan Ibu Lulu
selaku pedagang makanan di
mangrove PIK
Foto Bersama dengan Ibu Umiati
pedagang es di depan gerbang
mangrove dan juga mengikuti
kelompok tani flora mangrove
135
Foto Bersama dengan Bapak Cita
selaku pengelola hutan lindung
angke kapuk
Bersama Bapak Dani selaku
Pemerintah Dinas Kehutanan DKI
Jakarta
Foto Bersama dengan Bapak Jaja
Suarja selaku Pemerintah di Dinas
Kehutanan DKI Jakarta
Wawancara Bersama dengan Bapak
Sugeng selaku Pemerintah di Dinas
Kehutanan DKI Jakarta
136
Lampiran 7 Perbandingan Titik Uji (Groundtruth) Hasil Klasifikasi
Penggunaan Lahan Di Kecamatan Penjaringan Dengan Data Referensi
Point Koordinat X Koordinat Y Hasil
Interpretasi Data Referensi Kesesuaian
1. 106o742’780” -6.102’041” Mangrove Mangrove Sesuai
2. 106o742’426” -6.109’797” Pemukiman Pemukiman Sesuai
3. 106o733’875” -6.112’539” Mangrove Mangrove Sesuai
4. 106o736’825” -6.118’609” Jalan Jalan Sesuai
5. 106o747’854” -6.123’036” Badan Air Badan Air Sesuai
6. 106o750’159” -6.118’169” Mangrove Lapangan Golf
Pemukiman
Tidak Sesuai
7. 106o753’578” -6.110’878” Pemukiman Pemukiman Sesuai
8. 106o751’325” -6.103’890” Mangrove Mangrove Sesuai
9. 106o767’248” -6.103’229” Badan Air Badan Air Sesuai
10. 106o757’237” -6.104’259” Mangrove Mangrove Sesuai
12. 106o767’492” -6.115’577” Mangrove Mangrove Sesuai
13. 106o757’843” -6.121’195” Mangrove Mangrove Sesuai
14. 106o759’768” -6.113’849” Pemukiman Pemukiman Sesuai
15. 106o759’768” -6.113’849” Pemukiman Pemukiman Sesuai
16. 106o733’286” -6.108’440” Tambak Jalan Tidak Sesuai
17. 106o738’612” -6.108’959” Jalan Jalan Sesuai
18. 106o755’984” -6.122’710” Jalan Jalan Sesuai
19. 106o757’181” -6.105’559” Pemukiman Pemukiman Sesuai
20. 106o778’840” -6.105’891” Badan Air Badan Air Sesuai
21. 106o770’263” -6.104’259” Badan Air Mangrove Tidak Sesuai
22. 106o748’951” -6.121’609” Mangrove Mangrove Sesuai
23. 106o741’268” -6.114’996” Pemukiman Pemukiman Sesuai
24. 106o759’735” -6.122’610” Jalan Jalan Sesuai
25. 106o751’517” -6.105’029” Pemukiman Sekolah Tidak Sesuai
26. 106o777’010” -6.113’818” Pemukiman Pemukiman Sesuai
27. 106o798’564” -6.116’506” Badan Air Badan Air Sesuai
28. 106o754’941” -6.106’003” Pemukiman Pemukiman Sesuai
29. 106o742’024” -6.101’617” Mangrove Mangrove Sesuai
30. 106o737’506” -6.107’014” Mangrove Taman Tidak Sesuai
31. 106o748’877” -6.122’394” Jalan Jalan Sesuai
32. 106o751’753” -6.099’289” Badan Air Badan Air Sesuai
33. 106o755’133” -6.106’266” Pemukiman Pemukiman Sesuai
34. 106o762’428” -6.126’323” Pemukiman Pemukiman Sesuai
35. 106o762’097” -6.104’120” Mangrove Mangrove Sesuai
36. 106o764’747” -6.106’229” Badan Air Badan Air Sesuai
37. 106o760’159” -6.108’279” Pemukiman Pemukiman Sesuai
38. 106o759’719” -6.122’937” Jalan Jalan Sesuai
39. 106o728’765” -6.100’053” Tambak Badan Air Tidak Sesuai
40. 106o742’492” -6.121’189” Jalan Jalan Sesuai
137
Lampiran 7 (Lanjutan)
Point Koordinat X Koordinat Y
Hasil
Interpretasi Data Referensi Kesesuaian
41. 106o743’179” -6.105’433” Pemukiman Pemukiman Sesuai
42. 106o756’189” -6.120’748” Mangrove Mangrove Sesuai
43. 106o749’294” -6.122’363” Jalan Jalan Sesuai
44. 106o751’502” -6.101’749” Mangrove Mangrove Sesuai
45. 106o738’066” -6.099’529” Mangrove Mangrove Sesuai
46. 106o739’436” -6.079’368” Badan Air Badan Air Sesuai
47. 106o742’051” -6.083’562” Badan Air Badan Air Sesuai
48. 106o744’701” -6.091’254” Mangrove Ring Park
SVE 27
Tidak Sesuai
49 106o742’941” -6.108’136” Pemukiman Pemukiman Sesuai
50. 106o753’917” -6.115’822” Pemukiman Pemukiman Sesuai
51. 106o761’776” -6.126’986” Jalan Jalan Sesuai
52 106o807’296” -6.131’102” Mangrove Mangrove Sesuai
53. 106o755’260” -6.122’821” Jalan Jalan Sesuai
54. 106o775’949” -6.123’575” Jalan Jalan Sesuai
55. 106o779’039” -6.096’342” Badan Air Parkiran Pelabuhan
MuaraAngke
Tidak Sesuai
56. 106o773’232” -6.099’617” Badan Air Badan Air Sesuai
57. 106o770’260” -6.109’997” Pemukiman Pemukiman Sesuai
58. 106o768’500” -6.092’469” Badan Air Badan Air Sesuai
59. 106o771’409” -6.114’216” Pemukiman Pemukiman Sesuai
60. 106o777’814” -6.126’719” Jalan Jalan Sesuai
61. 106o781’784” -6.101’362” Pemukiman Pemukiman Sesuai
62. 106o785’670” -6.112’303” Jalan Badan Air Tidak Sesuai
63. 106o781’429” -6.121’163” Mangrove Mangrove Sesuai
64. 106o777’738” -6.119’744” Pemukiman Pemukiman Sesuai
65. 106o774’015” -6.119’925” Badan Air Mangrove Tidak Sesuai
66. 106o772’168” -6.127’869” Pemukiman Pemukiman Sesuai
67. 106o762’308” -6.119’506” Pemukiman Jalan Tidak Sesuai
68. 106o772’339” -6.131’560” Mangrove Mangrove Sesuai
69. 106o768’042” -6.115’590” Mangrove Mangrove Sesuai
70. 106o763’203” -6.112’976” Pemukiman Pemukiman Sesuai
71. 106o759’469” -6.091’555” Badan Air Badan Air
Sesuai
72. 106o766’762” -6.122’121” Jalan Jalan Sesuai
73. 106o778’186” -6.127’081” Jalan Jalan Sesuai
74. 106o781’537” -6.091’173” Badan Air Badan Air Sesuai
75. 106o787’284” -6.113’350” Pemukiman Pemukiman Sesuai
76. 106o796’725” -6.087’309” Badan Air Badan Air Sesuai
138
Lampiran 7 (Lanjutan)
Point Koordinat X Koordinat Y Hasil
Interpretasi Data Referensi Kesesuaian
77. 106o595’181” -6.121’014” Pemukiman Pemukiman Sesuai
78. 106o793’261” -6.085’447” Badan Air Badan Air Sesuai
79. 106o772’228” -6.109’865” Pemukiman Pemukiman Sesuai
80. 106o769’728” -6.122’048” Jalan Jalan Sesuai
81. 106o748’313” -6.101’160” Mangrove Mangrove Sesuai
82. 106o743’517” -6.101’918” Mangrove Mangrove Sesuai
83. 106o752’212” -6.122’624” Jalan Jalan Sesuai
84. 106o746’160” -6.105’606” Pemukiman Pemukiman Sesuai
85. 106o742’329” -6.078’921” Badan Air Badan Air Sesuai
86. 106o749’808” -6.100’175” Mangrove Mangrove Sesuai
87. 106o749’476” -6.106’184” Pemukiman Pemukiman Sesuai
88. 106o758’555” -6.122’929” Jalan Jalan Sesuai
89. 106o745’820” -6.122’406” Jalan Jalan Sesuai
90. 106o759’645” -6.121’854” Mangrove Mangrove Sesuai
91. 106o764’704” -6.102’487” Mangrove Mangrove Sesuai
92. 106o761’067” -6.099’788” Badan Air Badan Air Sesuai
93. 106o758’041” -6.113’512” Pemukiman Pemukiman Sesuai
94. 106o771’232” -6.106’073” Pemukiman Lahan Kosong Tidak Sesuai
95. 106o771’940” -6.113’542” Pemukiman Pemukiman Sesuai
96. 106o775’673” -6.123’051” Jalan Jalan Sesuai
97. 106o781’788” -6.097’437” Badan Air Badan Air Sesuai
98. 106o790’886” -6.109’738” Pemukiman Pemukiman Sesuai
99. 106o767’319” -6.106’495” Mangrove Mangrove Sesuai
100. 106o765’871” -6.100’393” Mangrove Mangrove Sesuai
Sesuai : 88
Tidak Sesuai : 12
Jumlah : 100
139
140
141
142
143
144
145
BIODATA PENULIS
Siti Hajar Daraintan, (11140150000045), Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial (Geografi), Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.Penulis
Lahir di Kuningan Jawa Barat 19 Agustus 1996. Bertempat
tinggal di Jalan D Teluk Gong Kecamatan Penjaringan
Jakarta Utara. Penulis merupakan anak kedua dari dua
bersaudara, Ayahanda penulis bernama Ikin dan Ibunda Penulis bernama Karsah.
Riwayat Pendidikan SDN 07 Pejagalan Jakarta Utara, SMPN 112 Jakarta Utara
dan Sekolah Menengah Atas 19 (SMAN 19 Jakarta).
Skripsi ini didedikasikan untuk orangtua tercinta semoga dapat memberikan
manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bagi sesama.
Email: [email protected]