Aplikasi Tekno. Air Payau Dengan Flash Matahari

Embed Size (px)

Citation preview

AIR SIAP MINUM HASIL TEKNOLOGI FLASH EVAPORA770N AIR PAYAU OLEH ENERGI SURYA DENGAN SISTEM BATCH Setyo PurwotoFakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas PGRI Adi Buana Surabaya

ABSTRACT

Brackish water has high salt content so it cannot be used as clean water and even be consumed as drinking water. The maximum chloride content that can be consumed for drinking water is 250 mg/l, meanwhile brackish water has more than 1000 mg/l. It can be converted into drinking water by batch flash evaporation in closed glass room using sun energy in which its roof is made of prism transparent glassnand blackglass is for evaporation basin. The research is conducted in Sidoarjo in which the geographical position is 7'23 South Longitude (SL) and 112O47'EL. The intensity of sun radiation is from 391 to 480 w/m2. Rate of flow of the resulted evaporation product is averagely 395 ml/m2.h. Based on iaboratorium analysis, anion cation removal is very big, even.ali parameters are under the maximum level permitted by rhe 'permenkes" of 90712002. I n order to have the sufficient mineral as the criteria of drinking water, it is necessary to add some cation - anion such as NaC, ci-, cat+, ~ 0 4 ~ - * MgC+ the from of salt compound inKata kunci: air payau, penguapan, radiasi matahari, air minum

PENDAHULUANKadar garam air payau sangat tinggi. Salinitas atau kadar garam air payau dapat dinyatakan dari besaran klorinitasnya (Heitmann HG, 1990). Pra-penelitian menunjukkan hasil analisa beberapa parameter kandungan kation-anion untuk sampel air payau yang diambil dari pesisir Lamongan, sebagai berikut : kandungan CI= 3000 ppm, Na+ = 2000 ppm, Mg++ = 278 ppm, Ca++ = 407 ppm, Fe (tot) = 0,088 ppm, dan TDS = 3600 ppm. Penelitian yang dilakukan Narmasari A (2005) menunjukkan hasil : CI- berkisar antara 1.200 - 6.200 mg/L, sedangkan kandungan kesadahan totalnya antara 500 - 3.700 mg/L (untuk lokasi Kenjeran, Surabaya). Penelitian pendahuluan menurut Punvoto S (2006) untuk sampel pesisir Sidoarjo menunjukkan hasil : kadar klorida a'ntara 2.500 - 6.500 mg/L sedang TDS berkisar dari 4.600 12.000 mg/L. Dari ketiga contoh di atas semuanya tidak memenuhi syarat sebagai air bersih apalagi sebagai air minum. Sebab kriteria air minum, untuk kandungan CI- maksimum

250 mg/L, Na+ = 200 mg/L, TDS = 1000 mg/L, dan kesadahan total sebesar 500 mg1L (PerMenKes No. 907129 Juli 2002). Evaporasi dapat dilakukan dengan memanfaatkan sinar matahari yang ditangkap air di dalam ruang kaca. Selain mudah didapat juga tidak menimbulkan radiasi (Dinata UGS, 1998). Didukung oleh Haryudo SI (2003), bahwa energi matahari telah tersedia secara alamiah hingga sangat ekonomis dalam pemanfaatan kebutuhan pemanasan. Terutama di Indonesia yang merupakan daerah lintasan equator, matahari dapat dimanfaatkan setiap hari (Soedarto, 2004). Transfer kalor yang dikenakan pada air akan dilanjutkan dengan transfer massa dalam wujud uap. Uap yang bergerak ke atas ditangkap dinding kaca yang kemudian terjadi kondensasi (pengembunan). merambat Hasil pengembunan mengikuti dinding kaca turun ke bawah dan ditangkap dalam suatu wadah yang merupakan air destilat (Potter M, 2004). Destilasi air laut atau air payau dapat dilakukan dengan cara evaporasi menggunakan kolektor surya yang berasal dari

SAINTEK, Vol. 10, No. 2, Desember 2006: 161-169

matahari (Dinata UGS dan Henmaidi, 1996). Destilasi air payau pada penelitian ini dilakukan dengan rnenggunakan cara flash evaporasidalam ruang kaca tertutup rapat. Tujuan dari penelitian ini adalah : 1). Menentukan debit produk destilasi hasil evaporasi air payau menggunakan radiasi sinar matahari dalarn sistem batch. 2). Menentukan jenis serta kuantitas kationanion yang perlu ditarnbahkan pada produk evaporasi untuk dijadikan air siap minurn yang mengikuti standard kualitas air minurn rnenurut DEPKES RI No: 907129 Juli 2002.

Air Payau Air alami mengandung garam terlarut di dalamnya dengan kadar yang bervariasi. Hanya air hujan yang kernungkinan berkadar gararn kecil, tergantung dari asal udaranya. Adapun tipe air menurut kadar gararn (dalam ha1 ini ditinjau dari kandungan CI-) dapat dilihat pada Tabel 1 . Di daerah pesisir kandungan garam relatif lebih tinggi dibanding dengan dataran tinggi. Hal tersebut disebabkan adanya intrusi air laut. Menurut Barus A (2001), salinitas air payau antara 0,5 hingga 30/oo. Ukuran kelarutan garam dapat dinyatakan dalam TDS, unfuk rentang 1000 hingga 10.000 mg/L merupakan tipe air payau (Montgomery JM, 1985).Tabel 1. Klasifikasi Air Berdasarkan Kadar CfKriferia Air Kadar C r (mg/L)

Desalinasi Air Kandungan garam terlarut menyebabkan air menjadi payau. Desalinasi merupakan proses penurunan kadar garam terlarut dari air payau. Menurut Heitrnann HG (1990), proses reduksi kepekatan garam dapat dilakukan dengan cara : 1). Reverse Osmosis (R O), 2). Elektrodialisis, 3). Destilasi transfer mernbran, 4). Ion Exchange, dan 5). Penguapan. ~enguapan merupakan cara menghilangkan kandungan garam dengan menggunakan pemanasan. Cara ini dapat dilakukan dengan pemanas api, menggunakan alat pernanas (heated, dan pemanfaatan sinar matahari. Ketika air dipanaskan oleh sinar matahari, permukaan rnolekul-rnolekul air merniliki cukup energi untuk rnelepaskan ikatan rnolekul air tersebut dan kemudian terlepas yang akhirnya rnengernbang sebagai uap air yang tidak terlihat di atmosfir (Holman IP, 1988). Desalinasi secara penguapan dapat rnenggunakan energi surya dalarn sebuah tanki flash evaporation (Dinata UGS dkk., 2006). Heat Transfer Menurut Triatmodjo B (1996), jika zat cair berada dalam ruang tertutup, maka molekul molekul zat cair rnempunyai energi tinggi yang akan dapat meninggalkan zat cair dan berubah dalarn kondisi uap yang bergabung dengan udara di atasnya. Sedangkan Harto S (1993), menambahkan bahwa penguapan akan terjadi karena adanya perbedaan tekanan uap air antara permukaan dan udara di atasnya. Penguapan akan berlangsung sampai tekanan di atas zat cair di bawah tekanan uap jenuh zat cair tersebut pada temperatur yang diberikan. Jika kelembaban telah mencapai 100% maka penguapan akan terhenti. Faktor faktor yang mempengaruhi penguapan : 1). Temperatur: Untuk dapat berlangsungnya penguapan diperlukan sumber panas. Kalor yang diperlukan untuk penguapan 1 gram air sebesar 540 kalori (Daryanto, 2000). Sedangkan untuk menaikkan suhu 1C air yang massanya 1 gram dibutuhkan energi sebesar 1 kalori

Air Tawar

1000 - 10.000

I Air Hipersalin 1 > 20.000 (Surnbqr : Stuyzand, cit Narmasari A, 2005)Heitmann HG (1990) memberikan contoh komposisi air payau sebagai berikut : Naf = 900 rngIL, CI- = 1.450 mgjL, TDS = 3.475 rng/L dan kesadahan totalnya 912 rng/L.

Air Payau Minurn Hasii Teknologi Flash Evaporation Air Payau oieh Energi Suva dengan Sistem Batch (Setyo purioto)

(Holman JP, 1988). 2). Angin: Tiupan angin akan membantu bergesernya molekul air untuk berpindah tempat hingga tekanan udara berubah. Hal ini akan membuat berlangsungnya penguapan terus menerus. 3). Konsentrasi zat: Salinitas air menyebabkan menurunnya laju penguapan yang sebanding dengan kadar salinitas tersebut. Air payau yang mengandung garam xO/o akan mempunyai potensi menurunkan laju penguapan sebesar x% pula (Harto S 1993). Laju perpindahan , kalor yang terjadi pada peristiwa tersebut mengantarkan dalam perhitungan aliran massa kondensat sebagai berikut :

Energi surya dan konveksi yang diterima dalam sistem batch berlangsung menurut-

JP, 1988)

m=hfE2

.(Holman JP, 1988)................(1)

..............................................(4) Dimana : 9 -1, =Juks kalor pada permukaan 1 A = kalor intensitas = has permukaan = tetapan konveksi = jarak antar kaca atap dengan bak evaporasi = suhu kaca permukaan (kaca bening) = suhu kaca bak penampung (kaca hitam) = fluks kalor sistem

Untuk plat kaca yang dibuat miring maka dalam menentukan angka kondensasi h terdapat nilai sin@sebagaimana rumusan berikut :

(1) kaca hitarn

MATERI DAN METODE Kriteria Disain 1 Dimensi Bak Evaporasi . Berdasarkan pada heat transfer dan mass transfer fasa uap, dapat diprediksi hasil penguapan akibat penyinaran matahari yang didasarkan atas intensitas radiasi matahari pada lokasi dimana penelitian dilakukan. Adapun besarnya intensitas matahari berdasarkan insolasi pada posisi geografis setempat. Karena penelitian dilakukan di Sidoarjo yang posisi geografisnya dan 112'47'~~,maka mendekati 7 ' 2 3 ' ~ ~ besaran intensitas radiasi matahari dapat menggunakan data yang diambil oieh BMG stasiun Juanda. Menurut data BMG Juanda Surabaya, tanggal 3 Mei 2006 intensitas radiasi rata-rata = 380 w/m2. Jika kaca bening diasumsikan meneruskan radiasi

(Holman JP, 1988)................(3) dimana : m =aliran massa kondensat hfg = enthalpy penguapan A = has permukaan pr = densitas uap jenuh kf = konduktivitas thermal Tg = suhu uap jenuh g = gravitasi L = panjang lintasan q = laju perpindahan kalor h = koefisien perpindahan kalor C = konstanta p, = densitas zat cair jenuh @ = sudut kemiringan bidang T = suhu plat kaca , p = viskositas

SAINTEK,Vol. 10, No. 2, Desember 2006: 161-169

kalor 80% akan diperoleh hasil penguapan air sebanyak : 0,s X 380 w/m2 = 304 w/m2 = 304 X 860 kal/jam.m2 = 261.440 kal/jam.m2 (1W = 860 kal/jam) Karena penguapan 1,gram air diperlukan energi kurang lebih 586 kalori (Soewarno, 2000) maka air diperkirakan teruapkan sebanyak : 261.440 k a l l jam.m2 =446gr /m2jam 586kallgr Untuk durasi pemanasan selama 7 jam (dari jam 08.00 hingga jam 15.00) maka volume air yang berhasil diuapkan sebanyak : 7 X 446 gr/m2 = 3.123 gr/m2 Jika bak penguap berdimensi has (60 X 60) cm2 didapatkan volume air sebanyak : (0,6 X 0,6) m2x3.123 gr/m2 = 1.124 gr = 1.124ml Dengan demikian air baku yang berhasil diuapkan diperlukan ketebalan : 1.124 cm3/(60 X 60) cm2 = 0,3 cm Bak evaporasi dirancang dengan dimensi : panjang = 60 cm, lebar = 60 cm, tinggi = 5 cm seperti gambar berikut :

model ini dibutuhkan 2 buah64 cm10cm

(plat segi empat sebanyak 2 buah)

lembaran ini sebanyak 2 buah Plat aluminium letter U dimensi (1 cm X 1 cm X 1 cm) dipotong potong dengan panjang 64 cm sebanyak 3 buah (untuk keliling 3 sisi), dan 70 cm sebanyak 1 buah sebagai talang outlet. Talang air dipasang dengan cara direkatkan pada dinding kaca yang tegak menggunakan lem kaca silicone glass sealant di bagian dalarn rumah kaca dengan posisi di antara pgrmukaan atas bak evaporasi dengan sisi miring rumah kaca. Kemiringan (slope) taiang diusahakan cukup untuk pengaliran hasil pengembinan. Bahan bahan tersebut dipadukan menjadi bentuk prisma sebagaimana gambar berikut:

Gambar 1. Bak Evaporasi

2. Dimensi Atap Rumah Kaca Rumah kaca yang digunakan sebagai penutup bak evaporasi berbentuk prisma menggunakan bahan kaca bening berketebalan 5 mm. Untuk membuat rumah kaca diperlukan bahan bahan sebagai berikut :

Air Payau Minum Hasil Teknologi Flash Evaporation Air Payau oleh Energi Surya dengan Sistem Batch (Setyo Purwoto)

kaian eksperimen ini telah selesai pemasangan sebelum jam 08.00. Kemudian produk (hasil penguapan) diukur volumenya pada pukul 15.00 dengan menggunakan botol ukur yang telah distandarisasi volumenya menggunakan gelas ukur. Eksperimen dilakukan pada kondisi cuaca sepenuhnya tak berawan.

Garnbar2. Atap Rumah Kaca dengan Bahan Kaca Bening

Garnbar 3. Flash Evaporation Sistem Batch

Pengoperasian Alat Bak evaporasi diletakkan di atas meja dengan diberi penyekat sterofoam setebal 2 cm sebagai isolator panas. Meja atau panggung digunakan untuk memudahkan penampungan produk, juga kemudahan saat penyetelan permukaan air baku agar bisa rata, serta menjaga keamanan rumah kaca. Ketinggian meja sekitar 50 cm di atas tanah. Posisi rneja dibuat bebas dari keteduhan sejak pukul 07.30 hingga 16.00. Bak penguap diisi air baku yaitu air payau, dan diatur muka air menjadi sejajar terhadap dasar bak. Di sekeliling bak dipasang gabus (sterofoam) setebal 2 cm yang berfungsi sebagai isolator panas. Kemudian atap kaca dipasang (ditutupkan) dengan posisi atap kaca yang miring sebagai bentuk prisma di sebelah utara dan selatan. Untuk rnenampung produk, pada talang outlet dipasang selang yang disalurkan ke botol sebagai penarnpungan. Botol penampung produk diletakkan di bagian bawah dari bak penampung dan diternpatkan pada tempat yang teduh untuk rnenghindari adanya kemungkinan tejadinya penguapan. Rang-

Variabel Penelitian : 1). Sudut atap rumah kaca, 2). Bahan bak evaporasi, 3). Ketebalan air sample yang diuapkan. Dari ketiga variable disimpulkan yang paling optimum adalah : Sudut atap 60, bahan bak evaporasi kaca hitarn rayban 70%, sedangkan ketebalan air baku setinggi 0,42 cm (Purwoto S, 2006). Teknik Pengumpulan Data 1 Air destilat yang dilewatkan talang . penarnpung air dalam rumah kaca ditampung dalam botol steril, kemudian dilakukan pengukuran pada pukul 15.00. 2. Analisis parameter kation-anion yang terkandung di dalam air produk evaporasi dilakukan di laboratorium Teknik Lingkungan ITS Surabaya. Teknik Analisis Data 1. Untuk menentukan laju produk evaporasi dilakukan pendekatan grafik, yang kemudian menentukan mean dari beberapa replikan percobaan (Berthouex PM and Brown LC, 1994).165

SAINIEK, Vol. 1 , No. 2, Desember 2006: 161-169 0

2. Penentuan jenis dan kuantitas kationanion yang diperiukan pada pembubuhan air produk evaporasi dengan cara pendekatan perhitungan konsentrasi garam yang mengacu pada nilai Ksp masing masing (Vogel, 1979).HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 2. Volume Produk Evaporasi Menurut Intensitas Radiasi Sinar Matahari

134

1

Pengoperasian alat destilasi dilakukan pada saat musim kemarau. Data penelitian diambil jika dalam rentang waktu pukul 08.00 hingga 15.00 tidak ada gangguan awan sama sekali. Hal ini dilakukan agar intensitas sinar matahari berlangsung penuh dalam durasi hari itu. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan sampel alamiah (bukan sampel buatan), diambil dari wilayah pesisir Sidoarjo. Penelitian dilaksanakan di perumahan Magersari Sidoarjo. Kondisi penelitian sebagai berikut :

5 6 7

2006 17 Mei 2006 18 Mei 2006 19 Mei 2006 21 Mei 2006 31 Mei

1

I

1.010 1.000 980 975 1.005

1

468.3 425,6 402 391 404.8

Surnber : + = hasil ~enaukuran ~enelitian # = Data 'BMG Stasiun'luanda

1

2006

1

I

Ukuran bak evaporasi Bahan bak evaporasi Durasi penyinaran Rentang Intensitas cahaya rnatahari Sudut atap rurnah kaca Geomebis rurnah kaca Ketebalan air baku Rentang waktu pelaksanaan penelitian Lokasi penelitian Posisi geografis Kondisl cuaca Posisi bidang miring prima

: 60 cm X 60 cm (luas = 3.600 : kaca hitam (rayban) 70 : 08.00 -15.00 (7 jam): (391 - 480) Wjml

m4

: 60': prlsma : 0.42 cm (volume 1.500 ml) : 16 Mei hingga 4 Iuni 2006

: Perurnahan Magenari PermaiSidoarjo

Garnbar 4. Posisi Pemasangan Rumah Kaca Mass transfer molekul air akan berlangsung secara kontinyu di dalam rumah kaca yang tertutup rapat. Volume ruangan mempengaruhi tinggi rendahnya suhu yang tejadi di dalam ruangan itu sendiri. Semakin pendek ruangan atau semakin kecil volume ruangan menyebabkan suhu ruang menjadi lebih besar sehingga mengakibatkan selisih suhu antara air dengan ruangan makin kecil. Hal ini dapat menyebabkan gagalnya proses kondensasi, karena rnolekul air yang ada dalam ruang tidak segera atau bahkan tidak berhasil menempel pada dinding atap kaca. Mass transfer

: P 23' LS dan 112'47' BT : tidak berawan: membujur ke timurlbarat (mata angin)

Atap rumah kaca yang berbentuk prisma dipasang dengan posisi bidang miring di sebelah utaralselatan atau membujur ke baratltimur menurut mata angin, dengan tujuan radiasi sinar matahari lebih optimal, tetapi tidak mengganggu proses pengaliran tetes air kondensasi. Sedang hubungan produk evaporasi dan intensitas matahari dapat dilihat pada Tabel 2.

Air Payau Minum Hasil Teknologi Flash Evaporation Air Payau oieh Energi Surya dengan Sistern Batch (Setyo Purwoto)

molekul air dalam ha1 ini dibutuhkan selisih kelembaban yang cukup untuk terus naik menuju dinding kaca. Temperatur ruang yang tinggi dapat menyebabkan beda suhu antara air dengan ruang menjadi kecil, yang akhirnya terjadi mass balance di dalam ruangan, bahkan molekul air kembali ke bak evaporasi. Untuk menghindari ha1 tersebut, maka produk kondensasi harus dikeluarkan dari sistem sebagai hasil destilasi. Selain ketebalan air baku, sudut atap rumah kaca, dan bahan bak evaporasi, laju evaporasi juga dipengaruhi oleh besar kecilnya intensitas radiasi cahaya matahari yang diterima. Gambar 5 menunjukkan adanya perbedaan atau selisih produk evaporasi yang diteliti untuk 7 (tujuh) pengulangan dengan intensitas radiasi matahari yang berbeda. Tampak bahwa perbedaan intensitas radiasi cahaya matahari menunjukkan adanya perbedaan produk evaporasi (Purwoto, 2006).

Pembahasan tentang Parameter Air Minum untuk Air Produk Evaporasi Dari hasil analisa laborat tentang parameter air minum ,untuk produk evaporasi menunjukkan bahwa : seluruh parameter fisika dan kimia yang terdeteksi di bawah kadar maksimum yang diperbolehkan menurut Kep.Men.Kes. No. 907 Tanggal 29 luli 2002 tentang syarat syarat dan pengawasan kualitas air minum. Kandungan mineral tersebut menjadikan kriteria air produk evaporasi merupakan air dengan kualitas low minerals. Air dengan kualitas semacam ini jika diminum manusia dapat menyebabkan gangguan pada sistem metabolisme, karena mineral yang ada dalam tubuh bisq diserap olehnya (Winarno FG, 1988).

1,020 -. .--

500.

-- 480

1,010 -1,000 -990

--.N

5 9V1

m

2

--

%

980 -9707

rI 6 Mei

380

I 7 Mei

I 8 Mei

21 Mei Pengulangan eksperimen

19 Mei

31 Mei

4 Juni

+prod. Garnbar 5.

Evaporasi (ml)

- * - inkradiasi matahari (Wlrn2)

Produk Evaporasi untuk Tujuh Kali Pengulangan

SAINTEK, Vol. 10, No. 2, Desernber 2006: 161-169

Dengan dernikian perlu adanya penambahan kation-anion untuk menjadikan air produk evaporasi menjadi kecukupan kandungan mineralnya. Secara teoritis alternatip penambahannya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kation-anion yang Perlu dan Mernungkinkan untuk Ditarnbahkan pada Air Minurn

Ca2+S01'Fe3+ Mg2+ /P sbg /HPO?

I0,O 4,7 0,O

I

500 sebagai C~CO, 250 0,3-

4 5 - 0.7 gr

52,8 196 0,l 24 2

1

1 I I

0,O 0,o 0,O 0.0

C? / O. cu2+Zn2+Mn2+

I

1 I

1

0,s - 2 rnq 350 rng 1 0,7 gr 1 / dalarn I 1 bentuk 1 hipofosfat

1. NaCl = 254 mg/L (Na' = 100 mg dan CI= 154 rng) 2. Na2C03 = 115 mg/L (Na+ = 50 rng dan CO?. = 65 mg) 3. MgS04 = 120 mg/L (Mg+* = 24 mg dan S: O . = 96 mg) 4. K2S04 = 174 mg/L (K+ = 78 rng dan S02- = 96 mg) 5. CaC03 = 7 rng/L &a++ = 2,8 mg dan ~ 0 4,2 rng) = ~ ~ 6. CuS04 = 1,27 mg/L (Cu" = 0,s mg dan S: O = 0,77 mg) 7. MnS04 = 0,14 mg/L (Mn" = 0,05 rng dan SO? = 0,09 mg) 8. ZnSO, = 4,8 'mg/~-.(2n++ = 2 mg dan S: O = 2,s mg) 9. F e ~ ( s 0 ~ ) 0,36 mg/L ( ~ e + ~ mg = ~ = 0,l dan S; O = 0,26 mg) 10. Na2HPOq= 2,95 mg/L (Na' = 0,95 mg =2 dan ~ ~ 0 2 mg) 11. CaC12 = 140 mg/L ( Ca" = 50 mg dan CI- = 90 rng)KESIMPULANAir payau yang diuapkan secara flash radiasi sinar matahari berkisar antara (391 - 480) w/m2 secara batch dalam ruang kaca tertutup untuk kondisi eksperimen : bak evaporasi bahan kaca hitam rayban 70 %, ketebalan air baku 0,42 cm, sudut atap rumah kaca 60' didapatkan laju (debit) hasil evaporasi sebesar 395 ml/m2.jam. Air hasil destilat merupakan lowUntuk menjadikan kriteria air siap mine& minum perlu suplemen garam garam seperti : NaCI, Na2C03, MgS04, CaC03, CaCI2, K2S04.evaporation menggunakan

--

/500C~C& 1

1

I

1 1 I

69.2

I

I

3 0,l

I

1

2 rnq 15 rng 1,s- 3,34 rnq 2-6gr

I

0,s 2 0,0578

I

Keterangan : (*I Kep.Men.Kes. No.907 Tgl. 29 Juli ZOO2 (yang = merupakan kadar maksimum) = Winarno FG, (1988). = konsentrasi tidak harus rnaksirnai sebagaimana angka pada kolom bertanda (*)

'+" '"

Menurut Vogel (1979), garam dengan harga Ksp rendah seperti CaC03 (Ksp = 5.10.') akan mudah mengendap dalam air. Untuk itu, penarnbahan kation-anion menggunakan senyawaan yang harga Ksp-nya tinggi, guna menghindari adanya suspensi dalam air. Garam yang termasuk elektrolit kuat seperti NaCl akan terion sempurna dalam air bersih, termasuk garam garam dengan Ksp tinggi yang lain (Fair GM et al., 1981). Secara teoritis, alternatif garam yang ditambahkan adalah sebagai berikut:

DAFTAR RUJUKAN

Barus .A. 2001. Pengantar Lirnunologi. Jakarta: Dikti. Berthoux PM and Brown LC. 1994. Statistics for Enviromental Engineering. Tokyo: Lewis Publishers. Daryanto. 2000. Hsika Teknik Jakarta: Rineka CIpta.

Air Payau Minurn Hasil Teknologi Flash EvaporationAir Payau oleh Energi ~ u r y a dengan Sistem Batch (Setyo Purwoto)

Departemen Kesehatan RI. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/MENKES/S/slYZZ/2002 tentang Syaratsyarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Dinata UGS dan Henmaidi. 1996. Sistem Destiiasi Air Laut dengan Evaporator Semprot dan Kolektor Su~ya.6Thn. 1 1 1, DO. 18-22. ISSN : 0845-8471. www.FDIB, cAm Dinata UGS. 1998. Teknoloai Distiiasi Air Laut Flash Evaporation ~&ggunskan Energi Matahari untuk Penvediaan Air Tawar. Padang: Lab. ~ o n v e 4 Energi, Universitas Andalas. dww.FDZB.com. Dinata UGS. Kurniawan J. dan Havendri A. 2006. ~~x~eiirnental a i i s i s ~ l a s h ~n of Evaporation Desalinations. Mechaniml Engineering Development Energy Conversion Laboratory. Andalas University. www.FDZB.com. uvuna@amx. de Fair GM, Geyer JC, and Okun DA. 1981. Water and Watewater Engineering. Singapore: Toppan Printing Co. Harto S.1993. Analisis Hidrologi Jakarta: Gramedia. Haryudo SI. 2003. Penggunaan Tenaga Surya Pada Penerangan Perahu Nelayan. Jurnal Sain dan Teknoiogi, ISSN : 1693-0851. Voi 1No 2 Agustus 2003. Heitrnann HG. 1990. Saline Water Processing. New York: VCH Publishing.

..

~

Holman JP. 1988. Heat Transfer. Sixth Edition. New York: McGraw-Hill Publishing. Montogomery JM. 1985. Water Treatment Principles and Design. Singapore: A WileyInterscience Publishing. Narrnasari A. 2005. Proses Penyulingan Air Payau dengan Metode Desalinasi Sederhana. TugasAkhir. Surabaya: ITS. Potter M. 2004. New Technology for Point of Use Desalination. Solar Dew. New York City (28/Apri1/2004). www.solardew.com. Purwoto S. 2006. Desalinasi Air Payau Secara Penguapan dalam Ruang Kaca. Tesis. Surabaya: Teknik Lingkungan TS. Soedarto. 2004. Penyediaan Air Tawar Menggunakan Teknologi Distilasi Air Laut Flash Evaporation Bertenaga Surya. Jurnal Sain dan Teknologi, ISSN : 1693-0851. Vol 2 No 2 Agustus 2004. Soewarno. 2000. Hidrologi Operasional Jild I. Bandung: Citra Aditya Bakti. Triatmodjo B. 1996. Hidraulika I. Beta Offset. Vogel. 1979. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi Mikro (Bagian I). Edisi Ke-ha. Diterjernahkan oieh Setiono L Hadyana A , , dan Pudjaatmaka. Jakarta: Kalman Media Pusaka. Winarno FG. 1988. Kima Pangan dan Gizi. Jakarta: Grarnedia.