Upload
helmiyati-asmoredjo
View
605
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH KIMIA DASAR
ARGENTOMETRI DAN KSP
Disusun Oleh :
- Adieztyana Luki P.- Arina Astuti D.
- Fiqih Dyah P.
- Lisa Stiawati
- Lukman Hakim
- Mela Dwi K.
- Meylisa Rahayu
- Moty Retmaesti Z.
- Prien Yenni Putri A.
- Rizkia Dara F.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi, Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Salah satu cara untuk menentukan kadar asam-basa dalam suatu larutan adalah dengan volumetri (titrasi). Volumetri (titrasi) merupakan cara penentuan kadar suatu zat dalam larutannya didasarkan pada pengukuran volumenya.
Kesetimbangan kimia adalah suatu keadaan dimana suatu reaksi bolak balik berlangsung terus-menerus tetapi tadak ada perubahan yang dapt diamati. Susunan kesetimbangan tidak berubah terhadap waktu karena kecepatan terbentuk dan menghilangnya masing-masing komponennya sama besar.Sedangkan titrasi hasil kali kelarutan (Ksp) merupakan hasil kali konsentrasi ion-ion yang masing-masing dipangkatkan koefisien reaksi dalam larutan yang jenuh pada suhu tertentu. Semakin besar konsentrasi zat yang ditambahkan untuk membentuk endapan, maka kalor yang dibutuhkan untuk melarutkan endapan juga semakin besar. Nilai Ksp berguna untuk menentukan keadaan senyawa ion dalam larutan, apakah belum jenuh, tepat jenuh, atau lewat jenuh, yaitu dengan membandingkan hasil kali ion dengan hasil kali kelarutan. Jika kita menambahkan sedikit demi sedikit kristal natrium klorida kedalam sejumlah tertentu air. Mula-mula kristal itu larut tapi pada suatu saat larutan akan jenuh, krital natrium klorida tiak dapat larut lebih banyak lagi. Istilah kelarutan digunakan untuk menyatakan jumlah maksimum zat yang dsapat larut di dalam pelarut atau larutan, kelarutan bergantung pada jenis zat terlarut, ada yang mudah larut tetapi banyak juga yang sedikit larut.Dalam larutan jenuh yang mengandung Kristal zat padat tak larut terdapat kesetimbangan antara zat padat dan larutannya. Khusus untuk elektrolit (garam atau basa), kesetimbangan terjadi antara zat padat an ion-ionnya.
Keduanya dipelajari untuk menunjang pemahaman yang lebih luas khususnya tentang ilmu kimia.
1.2. Rumusan Masalah
Makalah ini terfokuskan pada empat masalah yang akan dibahas penulis yaitu :
1.2.1 Apakah pengertian Argentometri
1.2.2 Pengertian KSP ?
1.2.3 Apa saja metode yang digunakan dalam titrasi Argentometri ?
1.2.4 Bagaimana cara menentukan nilai KSP ?
1.3. Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun dengan tujuan :
1.3.1. Mengetahui Argentometri serta metode apa saja yang digunakan dalam
Argentometri.
1.3.2. Mengetahui KSP dan bagaimana cara mennetukan KSP suatu larutan.
BAB II
ARGENTOMETRI
2.1. Pengertian Argentometri
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi, Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Salah satu cara untuk menentukan kadar asam-basa dalam suatu larutan adalah dengan volumetri (titrasi). Volumetri (titrasi) merupakan cara penentuan kadar suatu zat dalam larutannya didasarkan pada pengukuran volumenya. Argentometri merupakan titrasi pengendapan sample yang dianalisis dengan menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini adalah ion halida (Cl-, Br-, I-).
Berdasarkan pada jenis reaksinya, volumetri dibedakan atas :
1. Asidimetri dan alkalimetri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi netralisasi asam-basa.
2. Oksidimetri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi oksidasi-reduksi.
3. Argentometri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi kresipilasi (pengendapan dari ion Ag+).
Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur
dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar
yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan
pemeriksaan dapat ditentukan. (Al.Underwood,1992)
2.2. Tipe Titik Akhir
Tipe Titik Akhir yang Digunakan Titrasi dengan AgNO3 Ada tiga tipe yaitu :
1. Indikator
2. Amperometri
3. Indikator kimia
Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit. Sedangkan titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi,yaitu :
1. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen /analit.
2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit. (skogg,1965)
2.3. Metode Titrasi Argentometri
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi, antara lain:
1. Metode Fajans ( Indikator Absorpsi )
Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah zat yang
dapat diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna.
Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen, antara lain dengan memilih
macam indikator yang dipakai dan pH.
Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut: indikator ini ialah asam lemah
atau basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya
fluoresein yang digunakan dalam titrasi ion klorida. Dalam larutan, fluoresein akan
mengion (untuk mudahnya ditulis HFl saja).
HFl(aq) ↔ H+(aq) +Fl-
(aq)
Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan
berwarna merah muda. Karena penyerapan terjadi pada permukaan, dalam titrasi ini
diusahakan agar permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang
tampak sejelas mungkin, maka endapan harus berukuran koloid. Penyerapan terjadi
apabila endapan yang koloid itu bermuatan positif, dengan perkataan lain setelah sedikit
kelebihan titrant (ion Ag+).
Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi, endapan terdapat dalam lingkungan
dimana masih ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag+; maka endapan menyerap ion-
ion X- sehingga butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif. Karena muatan Fl- juga
negatif, maka Fl- tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid tersebut.
Makin lanjut titrasi dilakukan, makin kurang kelebihan ion X -; menjelang titik ekivalen,
ion X- yang terserap endapan akan lepas kembali karena bereaksi dengan titrant yang
ditambah saat itu, sehingga muatan koloid makin berkurang negatif. Pada titik ekivalen
tidak ada kelebihan X- maupun Ag+; jadi koloid menjadi netral. Setetes titrant kemudian
menyebabkan kelebihan Ag+. Ion-ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi positif dan
selanjutnya dapat menarik ion Fl- dan menyebabkan warna endapan berubah mendadak
menjadi merah muda. Pada waktu bersamaan sering juga terjadi penggumpalan koloid,
maka larutan yang tadinya berwarna keruh juga menjadi jernih atau lebih jernih.
Fluoresein sendiri dalam larutan berwarna hijau kuning, sehingga titik akhir dalam titrasi
ini diketahui berdasar ketiga macam perubahan diatas, yakni :
i. Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan
menggumpal
ii. Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih
iii. Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi.
Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah, bahwa banyak
diantara zat warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya
(fotosensifitasi) dan menyebabkan endapan terurai.
Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat, akurat dan terpercaya.
Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan berbentuk koloid
yang juga harus dengan cepat.
2. Metode Volhard ( penentu zat warna yang mudah larut )
Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan larutan
Fe3+ sebagai indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan
Ag, membentuk endapan putih.
Ag+(aq) + SCN-
(aq) ↔ AgSCN(s)↓ (putih)
Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion
kompleks yang sangat kuat warnanya (merah)
SCN-(aq) + Fe3+
(aq) ↔ FeSCN2+(aq)
Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna.
Karena titrantny SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara
Volhard, titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN- sedang
untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali: pada larutan X- ditambahkan
Ag+ berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu dititrasi untuk menentukan
kelebihan Ag+. Maka titrant selain bereaksi dengan Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula
dengan endapan AgX:
Ag+(aq) (berlebih) + X- (aq) ↔ AgX(s) ↓
Ag+(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) ↔ AgSCN(s) ↓
SCN-(aq) + AgX (s) ↔ X-
(aq) + AgSCN(aq) ↓
Bila hal ini terjadi, tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga
titik akhirnya melemah (warna berkurang).
Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang, karena
titrant bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator, sehingga kedua reaksi itu saling
mempengaruhi.
Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak langsung
ion-ion halogenida: perak nitrat standar berlebih yang diketahui jumlahnya ditambahkan
sebagai contoh, dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi kembali dengan tiosianat baku.
Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan keuntungan
dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion halogenida karena ion-ion karbonat,
oksalat, dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya larut dalam keadaan asam.
3. Metode Mohr ( pembentukan endapan berwarna )
Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl,
dengan AgNO3 sebagai titran dan K2CrO4 sebagai indikator. Titik akhir titrasi ditandai
dengan adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat. Perubahan
warna tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4, saat hamper mencapai titik ekivalen,
semua ion Cl- hamper berikatan menjadi AgCl. Larutan standar yang digunakan dalam
metode ini, yaitu AgNO3, memiliki normalitas 0,1 N atau 0,05 N.
(Alexeyev,V,1969)
Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran, sehingga terbentuk
endapan yang berwarna merah-bata, yang menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda
dari warna endapan analat dengan Ag+.
Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi:
Ag+(aq) + Cl-
(aq) ↔ AgCl(s)↓
Sedang pada titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi:
2Ag+(aq) + CrO4(aq) ↔ Ag2CrO4(s)↓
Pengaturan pH sangat perlu, agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi. Bila terlalu
tinggi, dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga
titran terlalu banyak terpakai.
2Ag+(aq) + 2OH-
(aq) ↔ 2AgOH(s)↓ ↔ Ag2O(s)↓ + H2O(l)
Bila pH terlalu rendah, ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O7
2- karena reaksi
2H+(aq) + 2CrO42-
(aq) ↔ Cr2O72- +H2O(l)
Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya atau
sangat terlambat.
Selama titrasi Mohr, larutan harus diaduk dengan baik. Bila tidak, maka secara
lokal akan terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum titik
ekivalen tercapai, dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian; akibatnya
ialah, bahwa titik akhir menjadi tidak tajam.
BAB III
KSP
3.1. Pengertian KSP
Mengetahui bahwa suatu proses kimia tidak mungkin terjadi dalam kondisi-
kondisi tertentu, dapat menghemat banyak waktu yang terbuang percuma untuk
membuatnya terjadi dengan adanya termodinamika. Termodinamika merupakan alat
bantu untuk menetukan sifat-sifat makroskopik tertentu tetapi tidak dapat menjelaskan
mengapa suatu zat itu mempunyai sifat-sifat tertentu. Termodinamika juga dapat
menetukan apakah suatu proses dapat berjalan, tetapi tidak dapat mengatakan seberapa
cepat proses tersebut akan berlangsung. Dalam mempelajari suatu peristiwa, kita harus
memperhatikan suatu bagian yang disebut sistem, sistem adalah bagian dari alam semesta
yang menjadi pusat perhatian langsung dalam suatu eksperimen tertentu yang dikontrol
eksperimen itu. Termodinamika berhubungan dengan sifat-sifat makroskopik sistem dan
bagaimana sistem tersebut berubah. Sifat-sifat tersebut ada dua macam yaitu ekstensif
dan intensif. Sifat ekstensif sistem adalah sifat yang ditulis sebagai jumlah dari masing-
masing sifat subsistem. Sifat intensif sistem adalah sifat yang sama dengan sifat-sifat
yang bersesuaian dengan masing-masing subsistem tersebut. Suatu proses termodinamika
menyebabkan perubahan keadaan termodinamika suatu sistem. Proses seperti ini bisa
sebuah proses fisika atau suatu proses kimia dimana terjadi perubahan dalam distribusi
materi diantara senyawa-senyawa yang berbeda (Oxtoby, dkk, 2001).
3.2. Cara Menentukan Nilai KSP
Nilai Ksp berguna untuk menentukan keadaan senyawa ion dalam larutan, apakah
belum jenuh, tepat jenuh, atau lewat jenuh, yaitu dengan membandingkan hasil kali ion
dengan hasil kali kelarutan, kriterianya adalah sebagai berikut :
1. Apabila hasil kali ion-ion yang dipangkatkan dengan koefisiennya masing- masing
kurang dari nilai Ksp maka larutan belum jenuh dan tidak terjadi endapan.
2. Apabila hasil kali ion-ion yang dipangkatkan koefisiennya masing-masing sama
dengan nilai Ksp maka kelarutannya tepat jenuhnamun tidak terjadi endapan.
3. Apabila hasil kali ion-ion yang dipangkatkan koefisiennya lebih dari nilai Ksp,
maka larutan disebut lewat jenuh dan terbentuk endapan
(Syukri,1999).
3.3. Contoh hasil Kali Kelarutan Garam
Hasil kali kelarutan jenuh suatu garam, yang juga mengandung garam tersebut
yang tak terlarut dengan berlebihan merupakan suatu sistem kesetimbangan terhadap
hukum kegiatan massa dapat diberlakukan. Misalnya, jika endapan perak klorida ada
dalam kesetimbangan dengan larutan jenuhnya, maka kesetimbangan berikut terjadi:
AgCl –> Ag+ + Cl-
Dalam hal ini kesetimbangan adalah kompromi dinamik dimana kecepatan
keluarnya partikel dari fase pekat sama dengan kecepatan baliknya (Oxtoby, 1986).
Ini merupakan kesetimbangan heterogen, karena AgCl ada dalam fase padat,
sedang ion-ion Ag+ dan Cl- ada dalam fase terlarut. Tetapan kesetimbangan dapat ditulis
sebagai:
K = [Ag + ] [Cl - ]
[AgCl]
Konsentrasi perak klorida dalam fase padat tak berubah, dan karenanya dapat
dimasukkan ke dalam suatu tetapan baru, yang dinamakan hasil kali kelarutan (Ksp):
Ksp = [Ag+] [Cl-]
Jadi dalam larutam jenuh perak klorida, pada suhu konstan (dan tekanan konstan),
hasil kali ion perak dan ion klorida adalah konstan. Untuk larutan jenuh suatu elektrolit
AvA dan BvB, yang terion menjadi ion-ion vA Am+ dan vB Bn-:
Hasil kali kelarutan (Ksp) dapat dinyatakan sebagai:
Ksp = [Am+]vA x [Bn-]vB
Jadi dapat dinyatakan bahwa dalam larutan jenuh suatu elektrolit yang sangat
sedikit larut, hasil kali konsentrasinya untk setiap ion-ion tertentu adalah konstan, dengan
konsentrasi ion dipangkatkan dengan bilangan yang sama dengan jumlah masing-masing
ion bersangkutan yang dihasilkan oleh disosiasi dari satu molekul elektrolit. Nilai hasil
kali kelarutan ditentukan dengan berbagai metode. Tetapi, berbagai metode itu tidak
selalu memberi hasil yang konsisten (Vogel, 1990)
3.4. Hubungan Antara Kelarutan dengan KSP
Hubungan antara kelarutan dengan Ksp yaitu Ksp dapat menentukan kelarutan
dan kelarutan dapat pula dihitung dari tabel Ksp. Pengaruh ion senama, sejak ini larutan
jenuh yang mengandung ion-ion yang berasal dari satu sumber padatan murni. Kelarutan
senyawa ion yang sedikit larut semakin rendah kelarutannya dengan kehadiran yang
memberikan ion senama. Pengaruh ion senama dalam kesetimbangan kelarutan adalah
misalnya larutan yang jernih dengan penambahan sedikit larutan yang mengandung ion
senama akan menurunkan kelarutan zat, dan kelebihan terlarut mengendap. Pengaruh ion
senama lebih dikenal dengan istilah pengaruh garam. Kelarutan meningkat apabila terjadi
pembentukan pasangan ion dalam larutan. Faktor yang lebih nyata dari pasangan ion
adalah jika ion yang berperan serta dalam kesetimbangan kelarutan secara bersamaan
terlibat dalam kesetimbangan asam basa atau ion kompleks. Maka nilai Ksp tergantung
pada suhu (Underwood, 1998).
BAB IV
KESIMPULAN
Argentometri merupakan titrasi pengendapan dengan larutan standart AgNO3. Dan
dalam argentometri ini metode yang digunakan ada tiga, yaitu : metode Fajans(Indikator
Arbsorpsi), metode Mohr (pembentukan endapan warna), metode Volhard (penentuan zat
warna yang mudah larut). Metode Mohr, ion kromat bertindak sebagai indikator yang banyak
digunakan untuk titrasi argentometri ion klorida dan bromida. Titik akhir titrasi dalam metode
ini ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata dari perak kromat. Metode Volhard
menggunakan larutan standar ion tiosianat untuk mentitrasi ion perak: Ion besi(III) bertindak
sebagai indikator yang menyebabkan larutan berwarna merah dengan sedikit kelebihan ion
tiosianat. Metode Fajans menggunakan indikator suatu senyawa organik yang dapat diserap
pada permukaan endapan yang terbentuk selama titrasi argentometri berlangsung.
Sedangkan KSP ialah hasil kali kelarutan (Ksp) merupakan hasil kali konsentrasi ion-ion
yang masing-masing dipangkatkan koefisien reaksi dalam larutan yang jenuh pada suhu
tertentu. Semakin besar konsentrasi zat yang ditambahkan untuk membentuk endapan, maka
kalor yang dibutuhkan untuk melarutkan endapan juga semakin besar.
DAFTAR PUSTAKA
Alexeyev, V. 1969. Quantitative Analysis. Moscow: MIR Publishers
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Ilmu Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia
A. L. Underwood, (1989), Analisa Kuantitatif Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta
Harjadi W, (1993), Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT Gramedia, Jakarta.
Khopkar, (1990), Konsep Dasar Kimia Analitik, Universitas Indonesia,
Hastuti, Sri, M.Si, dkk. 2007. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I.
Dr.Ginting, AB., dkk. 1989. Buku Penuntun Praktikum Kimia Dasar.
http://pustaka.ut.ac.id/puslata/online.php?menu=bmpshort_detail2&ID=456