arsip ichal

  • Upload
    faizal

  • View
    230

  • Download
    10

Embed Size (px)

Citation preview

A. Pengertian Pengawasan Istilah pengawasan dalam bahasa Inggris disebut controlling, yang oleh Dale (dalam Winardi, 2000:224) dikatakan bahwa: the modern concept of control provides a historical record of what has happened and provides date the enable the executive to take corrective steps . Hal ini berarti bahwa pengawasan tidak hanya melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan mengawasi, tetapi juga mengandung arti memperbaiki dan meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang direncanakan. More (dalam Winardi, 2000:226) menyatakan bahwa: theres many a slip between giving works, assignments to men and carrying them out. Get reports of what is being done, compare it with what ought to be done, and do something about it if the two arent the same. Dengan demikian pengawasan pada hakekatnya merupakan tindakan membandingkan antara hasil dalam kenyataan (dassein) dengan hasil yang diinginkan (das sollen). Hal ini disebabkan karena antara kedua hal tersebut sering terjadi penyimpangan?penyimpangan, maka tugas pengawasan adalah melakukan koreksi atas penyimpangan?penyimpangan tersebut. Pengawasan merupakan fungsi manajerial yang keempat setelah perencanaan, pengorganisasian, dan pengarahan. Sebagai salah satu fungsi manajemen, mekanisme pengawasan di dalam suatu organisasi memang mutlak diperlukan. Pelaksanaan suatu rencana atau program tanpa diiringi dengan suatu sistem pengawasan yang baik dan berkesinambungan, jelas akan mengakibatkan lambatnya atau bahkan tidak tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditentukan. Pengertian tentang pengawasan sangat beragam dan banyak sekali pendapat para ahli yang mengemukakannya, namun demikian pada prinsipnya kesemua pendapat yang dikemukan oleh para ahli adalah sama, yaitu merupakan tindakan membandingkan antara hasil dalam kenyataan (dassein) dengan hasil yang diinginkan (das sollen), yang dilakukan dalam rangka melakukan koreksi atas penyimpangan?penyimpangan yang terjadi dalam kegiatan manajemen. Berikut beberapa pengertian tentang pengawasan dari para ahli: Mockler (dalam Certo dan Certo, 2006:480) menyebutkan pengawasan sebagai : Controlling is a systematic effort by business management to compare performance to predetermined standard, plans, or objectives to determine whether performance is in line with theses standards and presumably to take any remedial action required to see that human and other corporate resources are being used in the most effective and efficient way possible in achieving corporate objectives. Konsep pengawasan dari Mockler di atas, menekankan pada tiga hal, yaitu (1) harus adanya rencana, standard atau tujuan sebagai tolak ukur yang ingin dicapai, (2) adanya proses pelaksanaan kerja untuk mencapai tujuan yang diinginkan, (3) adanya usaha membandingkan mengenai apa yang telah dicapai dengan standard, rencana, atau tujuan yang telah ditetapkan, dan (4) melakukan tindakan perbaikan yang diperlukan. Dengan demikian konsep pengawasan dari Mockler ini terlihat bahwa ada kegiatan yang perlu direncanakan dengan tolak ukur berupa kriteria, norma-norma dan standar, kemudian dibandingkan, mana yang membutuhkan koreksi ataupun perbaikan-perbaikan.

Hal senada juga diungkapkan oleh Admosudirdjo (dalam Febriani, 2005:11) yang mengatakan bahwa: Pada pokoknya controlling atau pengawasan adalah keseluruhan daripada kegiatan yang membandingkan atau mengukur apa yang sedang atau sudah dilaksanakan dengan kriteria, norma?norma, standar atau rencana?rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Sementara Mockler (dikutip Stoner & Freeman dalam Wilhelmus dan Molan 1994:241) mengatakan bahwa: Pengendalian adalah suatu upaya yang sistematis untuk menetapkan standard kinerja dengan sasaran perencanaan, merancang sistem umpan?balik informasi, membandingkan kinerja sesungguhnya dengan standard yang terlebih dahulu ditetapkan itu, menentukan apakah ada penyimpangan dan mengukur signifikansi penyimpangan tersebut, dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan tengah digunakan sedapat mungkin dengan cara yang paling efektif dan efisien guna tercapainya sasaran perusahaan. Siagian (1990:107) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pengawasan adalah: Proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Ciri terpenting dari konsep yang dikemukan oleh Siagian ini adalah bahwa pengawasan hanya dapat diterapkan bagi pekerjaan?pekerjaan yang sedang berjalan dan tidak dapat diterapkan untuk pekerjaan?pekerjaan yang sudah selesai dilaksanakan Terry (dalam Winardi, 1986:395) juga berpendapat tentang pengertian pengawasan ini, ia mengatakan bahwa: Pengawasan berarti mendeterminasi apa yang dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana?rencana. Jadi pengawasan dapat dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan dan mengoreksi penyimpangan?penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas?aktivitas yang direncanakan. Koontz, et. al. (dalam Hutauruk, 1986:195) menyatakan bahwa: Pengendalian adalah mengukur dan mengoreksi prestasi kerja bawahan guna memastikan, bahwa tujuan organisasi di semua tingkat dan rencana yang didesain untuk mencapainya, sedang dilaksanakan. Sujamto (dikutip Silalahi, 2002:177) lebih tegas mengatakan: Pengendalian adalah segala usaha atau kegiatan untuk menjamin dan mengarahkan agar pekerjaan yang sedang dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki serta sesuai pula dengan segala ketentuan dan kebijakan yang berlaku. Sementara Lembaga Administrasi Negara (1996:159) mengungkapkan bahwa: Pengawasan adalah salah satu fungsi organik manajemen, yang merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan dan sasaran serta tugas?tugas organisasi akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana, kebijakan, instruksi, dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku. Pengawasan sebagai fungsi manajemen sepenuhnya adalah tanggung jawab setiap pimpinan pada tingkat mana pun. Hakikat pengawasan adalah untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran serta pelaksanaan tugas?tugas organisasi.

Berdasarkan pendapat dari LAN di atas, tampak bahwa subjek yang melakukan pengawasan adalah pimpinan. Hal senada juga ditegaskan oleh Koontz, et. al. (dalam Hutauruk, 1986:195) bahwa :Fungsi pengendalian harus dilaksanakan oleh tiap-tiap manajer, mulai dari direktur sampai pengawas. Sementara Sarwoto (dalam Febriani, 2005:12) mengatakan bahwa: Pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki. Dari pendapat Sarwoto ini secara implisit dapat terlihat tujuan dari pengawasan yaitu mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana. Seluruh pekerjaan yang dimaksud adalah pekerjaan yang sedang dalam pelaksanaan dan bukan pekerjaan-pekerjaan yang telah selesai dikerjakan. Berkaitan dengan arti pengawasan sebagai suatu proses seperti diungkapkan oleh LAN di atas, Soekarno (dalam Situmorang dan Juhir, 1994:20) menyatakan bahwa: Pengawasan adalah suatu proses yang menentukan tentang apa yang harus dikerjakan, agar apa yang dikerjakan sejalan dengan rencana. Certo (dalam Maman Ukas, 2004:337) mengatakan bahwa : Controlling is the process managers go trough to control. Sementara Maman Ukas (2004:337) menyatakan bahwa: Pengawasan adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan untuk memantau, mengukur dan bila perlu melakukan perbaikan atas pelaksanaan pekerjaan sehingga apa yang telah direncanakan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Hal senada dikemukakan oleh Manullang (1977:136) bahwa: Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula. Pada hakekatnya, pandangan Manullang di atas juga menekankan bahwa pengawasan merupakan suatu proses dimana pekerjaan itu telah dilaksanakan kemudian diadakan penilaian apakah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan ataukah terjadi penyimpangan?penyimpangan, dan tidak hanya sampai pada penemuan penyimpangan tetapi juga bagaimana mengambil langkah?langkah perubahan dan perbaikan sehingga organisasi tetap dalam kondisi yang sehat. Bertitik tolak dari pengertian para ahli tentang pengawasan sebagai mana diungkapkan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pengawasan adalah sebagai suatu proses kegiatan pimpinan yang sistematis untuk membandingkan (memastikan dan menjamin) bahwa tujuan dan sasaran serta tugas?tugas organisasi yang akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan standard, rencana, kebijakan, instruksi, dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku, serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan, guna pemanfaatan manusia dan sumber daya lain yang paling efektif dan efisien dalam mencapai tujuan perusahaan B. Maksud dan Tujuan Pengawasan Terwujudnya tujuan yang dikehendaki oleh organisasi sebenarnya tidak lain merupakan tujuan dari pengawasan. Sebab setiap kegiatan pada dasarnya selalu mempunyai tujuan tertentu. Oleh

karena itu pengawasan mutlak diperlukan dalam usaha pencapaian suatu tujuan. Menurut Situmorang dan Juhir (1994:22) maksud pengawasan adalah untuk : 1. Mengetahui jalannya pekerjaan, apakah lancar atau tidak 2. Memperbaiki kesalahan?kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan mengadakan pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan-kesalahan yang sama atau timbulnya kesalahan yang baru. 3. Mengetahui apakah penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam rencana terarah kepada sasarannya dan sesuai dengan yang telah direncanakan. 4. Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program (fase tingkat pelaksanaan) seperti yang telah ditentukan dalam planning atau tidak. 5. Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan dalam planning, yaitu standard. Rachman (dalam Situmorang dan Juhir, 1994:22) juga mengemukakan tentang maksud pengawasan, yaitu: 1. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan 2. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu telah berjalan sesuai dengan instruksi serta prinsip?prinsip yang telah ditetapkan 3. Untuk mengetahui apakah kelemahan?kelemahan serta kesulitan-kesulitan dan kegagalan?kegagalannya, sehingga dapat diadakan perubahan? perubahan untuk memperbaiki serta. mencegah pengulangan kegiatan?kegiatan yang salah. 4. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan efisien dan apakah dapat diadakan perbaikan?perbaikan lebih lanjut, sehingga mendapat efisiensi yang lebih benar. Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa maksud pengawasan adalah untuk mengetahui pelaksanaan kerja, hasil kerja, dan segala sesuatunya apakah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak, serta mengukur tingkat kesalahan yang terjadi sehingga mampu diperbaiki ke arah yang lebih baik. Sementara berkaitan dengan tujuan pengawasan, Maman Ukas (2004:337) mengemukakan: 1. Mensuplai pegawai?pegawai manajemen dengan informasi?informasi yang tepat, teliti dan lengkap tentang apa yang akan dilaksanakan. 2. Memberi kesempatan pada pegawai dalam meramalkan rintangan-rintangan yang akan mengganggu produktivitas kerja secara teliti dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menghapuskan atau mengurangi gangguan-gangguan yang terjadi. 3. Setelah kedua hal di atas telah dilaksanakan, kemudian para pegawai dapat membawa kepada langkah terakhir dalam mencapai produktivitas kerja yang maksimum dan pencapaian yang memuaskan dari pada hasil?hasil yang diharapkan. Situmorang dan Juhir (1994:26) mengatakan bahwa tujuan pengawasan adalah :

1. Agar terciptanya aparat yang bersih dan berwibawa yang didukung oleh suatu sistem manajemen pemerintah yang berdaya guna (dan berhasil guna serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang konstruksi dan terkendali dalam wujud pengawasan masyarakat (kontrol sosial) yang obyektif, sehat dan bertanggung jawab. 2. Agar terselenggaranya tertib administrasi di lingkungan aparat pemerintah, tumbuhnya disiplin kerja yang sehat. 3. Agar adanya keluasan dalam melaksanakan tugas, fungsi atau kegiatan, tumbuhnya budaya malu dalam diri masing?masing aparat, rasa bersalah dan rasa berdosa yang lebih mendalam untuk berbuat hal?hal yang tercela terhadap masyarakat dan ajaran agama. Lebih lanjut Situmorang dan Juhir (1994:26) mengemukakan bahwa secara langsung tujuan pengawasan adalah untuk: 1. 2. 3. 4. 5. Menjamin ketetapan pelaksanaan sesuai dengan rencana, kebijaksanaan dan perintah. Menertibkan koordinasi kegiatan?kegiatan Mencegah pemborosan dan penyelewengan Menjamin terwujudnya kepuasan masyarakat atas barang atau jasa yang dihasilkan Membina kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan organisasi

Sementara tujuan pengawasan menurut Soekarno (dalam Safrudin, 1965:36) adalah : Untuk mengetahui apakah sesuatu berjalan sesuai dengan rencana, yang digariskan, mengetahui apakah sesuatu dilaksanakan sesuai dengan instruksi serta asas yang ditentukan, mengetahui kesulitan?kesulitan dan kelemahan?kelemahan dalam bekerja, mengetahui apakah sesuatu berjalan efisien atau tidak, dan mencari jalan keluar jika ternyata dijumpai kesulitan?kesulitan, kelemahan?kelemahan, atau kegagalan ke arah perbaikan. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diketahui bahwa pada pokoknya tujuan pengawasan adalah: 1. Membandingkan antara pelaksanaan dengan rencana serta instruksi-instruksi yang telah dibuat. 2. Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan?kesulitan, kelemahan-kelemahan atau kegagalan?kegagalan serta efisiensi dan efektivitas kerja. 3. Untuk mencari jalan keluar apabila ada kesulitan, kelemahan dan kegagalan, atau dengan kata lain disebut tindakan korektif. C. Tipe Pengawasan Donnelly, et al. (dalam Zuhad, 1996:302) mengelompokkan pengawasan menjadi tiga tipe dasar, yaitu preliminary control, concurrent control dan feedback control. Ketiga hal tersebut digambarkan sebagai berikut: Gambar 1 Tipe Pengawasan

Sumber: Donnelly, et. al. (dalam Zuhad, 1996:302) Pengawasan pendahuluan (preliminary control). Memusatkan perhatian pada masalah mencegah timbulnya deviasi?deviasi pada kualitas serta kuantitas sumber?sumber daya yang digunakan pada organisasi?organisasi. Sumber?sumber daya ini harus memenuhi syarat?syarat pekerjaan yang ditetapkan oleh struktur organisasi yang bersangkutan. Para pegawai atau karyawan perlu memiliki kemampuan, baik kemampuan fisik ataupun kemampuan intelektual untuk melaksanakan tugas?tugas yang dibebankan kepada mereka. Bahan?bahan yang akan digunakan harus memenuhi kualitas tertentu dan mereka harus tersedia pada waktu dan tempat yang tepat. Di samping itu, modal harus pula tersedia agar dapat dicapai suplai peralatan serta mesin?mesin yang diperlukan. Akhirnya sumber-sumber daya finansial harus pula tersedia dalam jumlah dan waktu yang tepat. Pengawasan pada saat pekerjaan berlangsung (concurrent control). Memonitor pekerjaan yang berlangsung guna memastikan bahwa sasaran?sasaran telah dicapai. Alat prinsip dengan apa pengawasan dapat dilaksanakan adalah aktivitas para manajer yang memberikan pengarahan atau yang melaksanakan supervisi. Pengawasan feedback (feedback control). Memusatkan perhatian pada hasil?hasil akhir. Tindakan korektif ditujukan ke arah proses pembelian sumber daya atau operasi?operasi aktual. Tipe pengawasan ini mencapai namanya dari fakta bahwa hasil?hasil historikal mempengaruhi tindakan?tindakan masa mendatang. Senada dengan pendapat Donnelly, et. al. di atas, Certo & Certo (2006:487) menyebutkan ada tiga tipe pengawasan, antara lain: 1. Pre control. Control that takes place before work is performed is called pre control, or feed?forward control. Managers using this type of control create policies, procedures, and rules aimed at eliminating behavior that will cause undesirable work results In sum, pre control focuses on eliminating predicted problems. 2. Concurrent Control. Control that takes place as work is being performed is called concurrent control. It relates not only to employee performance, but also to such non human areas as equipment performance and department appearance

3. Feedback Control. Control that concentrates on past organizational performance is called feedback control. Managers exercising this type of control are attempting to take corrective action by looking at organizational history over a specified time period Begitu pula dengan Maman Ukas (2004:343) yang menyebutkan ada tiga fase pengawasan, yaitu (1) pengawasan awal, (2) pengawasan tengah berjalan, dan (3) pengawasan akhir. Lebih lanjut Maman Ukas memperjelas bahwa: Maksud dari pada pengawasan awal yang mendahului tindakan adalah tiada lain untuk mencegah serta membatasi sedini mungkin kesalahan-kesalahan yang tidak diinginkan sebelum terjadi. Dengan kata lain tindakan berjaga-jaga sebelum memulai suatu aktivitas. Sedangkan pengawasan tengah berjalan dilakukan untuk memantau kegiatan yang sedang dilaksanakan. Dengan cara membandingkan standar dengan hasil kerja, sehingga perlu ada tindakan-tindakan korektif untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan. Bukan hanya manajer yang bertindak, tetapi bawahan pun dapat melakukannya untuk dapat memberikan masukan pada organisasi bagi tindakan-tindakan perencanaan yang akan berulang di masa yang akan datang. Sebenarnya pengawasan akhir tidak berdiri sendiri tetapi merupakan hasil kombinasi pada pengawasan awal dan tengah. Gambar 2 Lingkup Waktu Pengawasan

Sumber : Maman Ukas (2004:343) Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diketahui bahwa pelaksanaan pengawasan terhadap suatu aktivitas kerja dapat dilakukan sebelumnya, sedang berjalan dan sesudah proses kegiatan berakhir. Dengan demikian, maka sistem pengawasan harus dirancang sesuai dengan kegiatankegiatan tepat pada waktunya. D. Macam Teknik Pengawasan Disarikan dari pendapat Koontz, et. al. (dalam Hutauruk, 1986:298-331) tentang teknik pengawasan, terdapat dua cara untuk memastikan pegawai merubah tindakan/sikapnya yang telah mereka lakukan dalam bekerja, yaitu dengan dilakukannya pengawasan langsung (direct control) dan pengawasan tidak langsung (indirect control). Pengawasan langsung diartikan

sebagai teknik pengawasan yang dirancang bangun untuk mengidentifikasi dan memperbaiki penyimpangan rencana. Dengan demikian pada pengawasan langsung ini, pimpinan organisasi mengadakan pengawasan secara langsung terhadap kegiatan yang sedang dijalankan, yaitu dengan cara mengamati, meneliti, memeriksa dan mengecek sendiri semua kegiatan yang sedang dijalankan tadi. Tujuannya adalah agar penyimpangan-penyimpangan terhadap rencana yang terjadi dapat diidentifikasi dan diperbaiki. Menurut Koontz, et. al, pengawasan langsung sangat mungkin dilakukan apabila tingkat kualitas para pimpinan dan bawahannya rendah. Sementara pengawasan tidak langsung diartikan sebagai teknik pengawasan yang dilakukan dengan menguji dan meneliti laporan-laporan pelaksanaan kerja. Tujuan dari pengawasan tidak langsung ini adalah untuk melihat dan mengantisipasi serta dapat mengambil tindakan yang tepat untuk menghindarkan atau memperbaiki penyimpangan. Menurut Koontz, et. al, pengawasan tidak langsung sangat mungkin dilakukan apabila tingkat kualitas para pimpinan dan bawahannya tinggi. Dari pendapat Koontz, et. al di atas, Situmorang dan Juhir (1994:27) mengklasifikasikan teknik pengawasan berdasarkan berbagai hal, yaitu : 1. Pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung 1. Pengawasan langsung, adalah pengawasan yang dilakukan secara pribadi oleh pimpinan atau pengawas dengan mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek sendiri secara on the spot di tempat pekerjaan, dan menerima laporan?laporan secara langsung pula dari pelaksana. Hal ini dilakukan dengan inspeksi. 2. Pengawasan tidak langsung, diadakan dengan mempelajari laporan?laporan yang diterima dari pelaksana baik lisan maupun tertulis, mempelajari pendapat?pendapat masyarakat dan sebagainya tanpa pengawasan on the spot. 2. Pengawasan preventif dan represif 1. Pengawasan preventif, dilakukan melalui pre audit sebelum pekerjaan dimulai. Misalnya dengan mengadakan pengawasan terhadap persiapan?persiapan, rencana kerja, rencana anggaran, rencana penggunaan tenaga dan sumber?sumber lain. 2. Pengawasan represif, dilakukan melalui post?audit, dengan pemeriksaan terhadap pelaksanaan di tempat (inspeksi), meminta laporan pelaksanaan dan sebagainya. 3. Pengawasan intern dan pengawasan ekstern 1. Pengawasan intern, adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dalam organisasi itu sendiri. Pada dasarnya pengawasan harus dilakukan oleh pucuk pimpinan sendiri. Setiap pimpinan unit dalam organisasi pada dasarnya berkewajiban membantu pucuk pimpinan mengadakan pengawasan secara fungsional sesuai dengan bidang tugasnya masing?masing. 2. Pengawasan ekstern, adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dari luar organisasi sendiri, seperti halnya pengawasan dibidang keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sepanjang meliputi seluruh Aparatur Negara dan Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara terhadap departemen dan instansi pemerintah lain. Senada dengan pendapat Situmorang dan Juhir, Siagian (1989:139-140) mengungkapkan bahwa:

Proses pengawasan pada dasarnya dilaksanakan oleh administrasi dan manajemen dengan mempergunakan dua macam teknik, yakni : 1. Pengawasan langsung (direct control) ialah apabila pimpinan organisasi mengadakan sendiri pengawasan terhadap kegiatan yang sedang dijalankan. Pengawasan langsung ini dapat berbentuk: (a) inspeksi langsung, (b) on the spot observation, (c) on the spot report, yang sekaligus berarti pengambilan keputusan on the spot pula jika diperlukan. Akan tetapi karena banyaknya dan kompleksnya tugas-tugas seorang pimpinan ?terutama dalam organisasi yang besar? seorang pimpinan tidak mungkin dapat selalu menjalankan pengawasan langsung itu. Karena itu sering pula ia harus melakukan pengawasan yang bersifat tidak langsung. 2. Pengawasan tidak langsung (indirect control) ialah pengawasan jarak jauh. Pengawasan ini dilakukan melalui laporan yang disampaikan oleh para bawahan. Laporan itu dapat berbentuk: (a) tertulis, (b) lisan. Kelemahan dari pada pengawasan tidak langsung itu ialah bahwa sering para bawahan hanya melaporkan hal?hal yang positif saja. Dengan perkataan lain, para bawahan itu mempunyai kecenderungan hanya melaporkan hal?hal yang diduganya akan menyenangkan pimpinan. Sementara Bohari (1992:25) membagi macam teknik pengawasan sebagai berikut : 1. Pengawasan preventif, dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penyimpangan?penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan. Pengawasan preventif ini biasanya berbentuk prosedur?prosedur yang harus ditempuh dalam pelaksanaan kegiatan. Pengawasan preventif ini bertujuan: 1. Mencegah terjadinya tindakan?tindakan yang menyimpang dari dasar yang telah ditentukan. 2. Memberi pedoman bagi terselenggaranya pelaksanaan kegiatan secara efisien dan efektif. 3. Menentukan saran dan tujuan yang akan dicapai. 4. Menentukan kewenangan dan tanggung jawab sebagai instansi sehubungan dengan tugas yang harus dilaksanakan. 2. Pengawasan represif, ini dilakukan setelah suatu tindakan dilakukan dengan membandingkan apa yang telah terjadi dengan apa yang seharusnya terjadi. Dengan pengawasan represif dimaksud untuk mengetahui apakah kegiatan dan pembiayaan yang telah dilakukan itu telah mengikuti kebijakan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Pengawasan represif ini biasa dilakukan dalam bentuk: 1. Pengawasan dari jauh, adalah pengawasan yang dilakukan dengan cara pengujian dan penelitian terhadap surat?surat pertanggungan jawab disertai bukti?buktinya mengenai kegiatan?kegiatan yang dilaksanakan. 2. Pengawasan dari dekat, adalah pengawasan yang dilakukan di tempat kegiatan atau tempat penyelenggaraan administrasi. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka teknik pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik, semuanya tergantung pada berbagai kondisi dan situasi yang akan terjadi, maupun yang sedang terjadi/berkembang pada masing-masing organisasi. Penentuan salah satu teknik pengawasan ini adalah agar dapat dilakukan perbaikan-

perbaikan pada tindakan yang telah dilakukan atau agar penyimpangan yang telah terjadi tidak berdampak yang lebih buruk, selain itu agar dapat ditentukan tindakan-tindakan masa depan yang harus dilakukan oleh organisasi. E. Proses Pengawasan Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi terhadap setiap pegawai yang berada dalam organisasi adalah merupakan wujud dari pelaksanaan fungsi administrasi dari pimpinan organisasi terhadap para bawahan. Oleh karena itu, sebagai suatu fungsi maka proses pelaksanaan pengawasan oleh pimpinan dilakukan melalui beberapa tahap, seperti yang diungkapkan Tanri Abeng (dikutip Harahap, 2000:11) bahwa: Manajemen kontrol adalah pekerjaan yang harus dilakukan oleh seorang pimpinan untuk meneliti dan mengatur pekerjaan yang sedang berlangsung maupun yang telah selesai. Fungsi ini dapat dilakukan melalui kegiatankegiatan antara lain: establishing performance standard, measuring performance, evaluating performance, and correcting performance. Berdasarkan pendapat yang diungkapkan oleh Tanri Abeng di atas, dapat diungkapkan bahwa pengawasan yang dilakukan harus melalui tahapan?tahapan sebagai bentuk dari suatu proses kegiatan pengawasan. Bersamaan dengan pendapat tersebut, terdapat banyak pendapat yang mengungkapkan beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pengawasan. Hal tersebut diungkapkan dalam bentuk langkah umum mengenai proses pengawasan, seperti yang diungkapkan oleh Terry (dalam Winardi, 1986:397) bahwa: Pengawasan terdiri daripada suatu proses yang dibentuk oleh tiga macam langkah?langkah yang bersifat universal yakni: (1) mengukur hasil pekerjaan, (2) membandingkan hasil pekerjaan dengan standard dan memastikan perbedaan (apabila ada perbedaan), dan (3) mengoreksi penyimpangan yang tidak dikehendaki melalui tindakan perbaikan. Sementara Koontz, et. al (dalam Hutauruk, 1986:197) menyebutkan: Proses dasar pengendalian, di manapun penerapannya atau apa saja yang diawasi, meliputi tiga langkah: (1) menetapkan standar, (2) mengukur prestasi kerja atau standar ini, dan (3) memperbaiki dan mengoreksi penyimpangan yang tak dikehendaki dari standar dan perencanaan. Maman Ukas (2004:338) menyebutkan tiga unsur pokok atau tahapan?tahapan yang selalu terdapat dalam proses pengawasan, yaitu: 1. Ukuran?ukuran yang menyajikan bentuk?bentuk yang diminta. Standar ukuran ini bisa nyata, mungkin juga tidak nyata, umum ataupun khusus, tetapi selama seorang masih menganggap bahwa hasilnya adalah seperti yang diharapkan. 2. Perbandingan antara hasil yang nyata dengan ukuran tadi. Evaluasi ini harus dilaporkan kepada khalayak ramai yang dapat berbuat sesuatu akan hal ini. 3. Kegiatan mengadakan koreksi. Pengukuran?pengukuran laporan dalam suatu pengawasan tidak akan berarti tanpa adanya koreksi, jikalau dalam hal ini diketahui bahwa aktivitas umum tidak mengarah ke hasil?hasil yang diinginkan.

Ketiga langkah proses pengawasan oleh Maman Ukas diragakan dalam gambar 2.3 berikut: Gambar 3 Proses Pengawasan

Sumber : Maman Ukas (2004:338) Sementara Certo dan Certo (2006:481) secara lebih lengkap menyebutkan tiga langkah utama dalam proses pengawasan, antara lain: 1. Measuring Performance. Before managers can determine what must be done to make organization more effective and efficient, they must measure current organizational performance. However, before they can take such a measurement, they must establish some it of measure that gauges performance and observe the quantity of this unit as generated the item whose performance is being measured. 2. Comparing Measured Performance To Standards. Once managers have taken a measure of organizational performance, their next step in controlling is to compare this measure against some standard. A standard is the level of activity established to serve as a model for evaluating organizational performance. The performance evaluated can be for the organization as a whole or for some individuals working within the organization. In essence, standards are the yardsticks that determine whether organizational performance is adequate or inadequate. 3. Taking Corrective Action. After actual performance has been measured and compared with established performance standards, the next step in the controlling process is to take corrective action if necessary. Corrective action is managerial activity aimed at bringing

organizational mistakes that are hindering organizational performance. Before taking any corrective action, however, managers should make sure that standards they are using were properly established and that their measurements of organizational performance are valid and reliable. Berkaitan dengan langkah membandingkan hasil pekerjaan dengan standard (comparing measured performance to standards), Certo dan Certo (2006:482-484) menyebutkan beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai suatu standar, yaitu: (1) Profitability Standards. Secara umum, standard ini menekankan kepada berapa banyak keuntungan (uang) yang dapat diperoleh perusahaan dalam suatu periode tertentu atas investasi yang sudah ditanamkannya. (2) Market Position Standards. Standard ini menekankan kepada bagaimana produk yang dihasilkan oleh perusahaan dapat mencapai penguasaan pasar paling tinggi jika dibandingkan dengan produk serupa yang ditawarkan oleh pesaing. (3) Productivity Standards. Standard ini, fokus kepada produksi dari unit-unit organisasi yang dapat meningkatkan produktivitas perusahaan. (4) Product Leadership Standards. Standard ini berkaitan dengan tujuan perusahaan untuk mencapai posisi tertinggi dibandingkan dengan produk sejenis yang dihasilkan oleh pesaing. Dengan kata lain produk yang dihasilkan oleh perusahaan, menjadi pemimpin produk sejenis yang dihasilkan oleh pesaing. (5) Personnel Development Standards. Standard ini berkaitan dengan kesungguhan perusahaan/memiliki komitmen yang baik untuk mengembangkan pegawai, melalui berbagai pelatihan dan lain sebagainya. (6) Employee Attitudes Standards. Standard ini menekankan pada perlunya para pemimpin untuk membangun sikap positif para pegawainya untuk meningkatkan mutu produk yang dihasilkan oleh perusahaan, dan (7) Social Responsibility Standard. Standard ini merupakan salah satu bentuk perhatian/kepedulian perusahaan terhadap masyarakat, sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sosial berkaitan dengan kondisi yang dihadapi masyarakat/dalam rangka menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan. Hal senada diungkapkan Koontz, et. al (dalam Hutauruk, 1986:215) menyebutkan standar untuk titik-titik kritis pada pengawasan meliputi: (1) standar fisik, (2) standar biaya, (3) standar modal, (4) standar penghasilan, (5) standar program, (6) standar intangibles (yang tak dapat diraba) dan (7) tujuan yang dapat diverisifikasi. Sementara berkaitan dengan mengoreksi penyimpangan melalui tindakan perbaikan (Taking Corrective Action), Certo dan Certo (2006:484-485) lebih lanjut mengemukakan tentang perlunya dua hal yang harus diperhatikan sebelum dilakukan tindakan perbaikan atas penyimpangan yang terjadi, antara lain: 1. Recognizing Problems. At first glance, it seems a fairly simple proposition that managers should take corrective action to eliminate problems?factors within an organization that we barriers to organizational goal attainment. In practice, however, it often proves difficult to pinpoint the problem causing some undesirable organizational effect. Let us suppose that a performance measurement indicates a certain worker is not adequately passing on critical information to fellow workers. If the manager is satisfied that the communication standards are appropriate and that the performance measurement

information is both valid and reliable, the manager should take corrective action to eliminate the problem causing this substandard performance. 2. Recognizing Symptoms. What exactly is the problem causing substandard communication in this situation? Is it that the worker is not communicating adequately simply because he or she doesnt want to communicate? Is it that the job makes communication difficult? Is it that the worker does not have the necessary training to communicate in an appropriate manner? Before attempting to take corrective action, the manager must determine whether the .workers failure to communicate is a problem in it self or a symptom ? a sign that a problem exists. For example, the workers failure to communicate adequately could be a symptom of inappropriate job design or a cumbersome organizational structure. Masih menurut Certo dan Certo (2006:485), setelah pemimpin mengenali dengan baik masalah dan gejala-gejalanya, tindakan korektif dapat dilakukan dengan memusatkan pada tiga fungsi manajemen, yaitu planning, organizing, dan influencing. Tindakan korektifnya menurut Certo & Certo dapat meliputi seperti: (1) memodifikasi rencana lama dengan rencana baru yang lebih tepat, (2) membuat suatu struktur organisasi yang tepat sesuai dengan rencana dan kondisi objektif, dan (3) merestrukturisasi suatu program yang dapat merangsang pegawai untuk meningkatkan kinerjanya dan memastikan pegawai yang memiliki kinerja tinggi diberikan penghargaan yang lebih dibandingkan pegawai yang memiliki kinerja rendah. Selanjutnya uraian dari Certo & Certo tentang proses pengawasan tersebut diragakan pada gambar berikut Gambar 4 The Controlling Subsystem

Sumber : Certo & Certo (2004:483) Sementara itu, William H. Newman (dalam Handoko, 1995:367) mengemukakan lima langkah dasar yang dapat diterapkan untuk memahami pengawasan sebagai suatu proses atau mekanisme kontrol dari suatu kegiatan, yaitu: (1) Merumuskan hasil yang diinginkan, (2) Menetapkan petunjuk/prediktor hasil, (3) Menetapkan standar petunjuk dan hasil, (4) Menetapkan jaringan informasi dan umpan balik, dan (5) Menilai informasi dan mengambil tindakan koreksi. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil satu kesimpulan bahwa proses pengawasan merupakan hal penting dalam menjalankan kegiatan organisasi, oleh karena itu setiap pimpinan harus dapat menjalankan fungsi pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh The Liang Gie (1972:90) bahwa: Controlling?pengontrolan adalah aktivitas dalam manajemen berupa pekerjaan memeriksa, mencocokkan dan mengusahakan agar pekerjaan?pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana serta hasil yang dikehendaki. Pengontrolan ini merupakan salah satu fungsi manajer, di samping fungsi?fungsi lainnya: perencanaan, pembuatan keputusan, pembimbingan, pengkoordinasian dan penyempurnaan. Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi akan memberikan implikasi terhadap pelaksanaan rencana, sehingga pelaksanaan rencana akan baik jika pengawasan dilakukan secara baik, dan tujuan baru dapat diketahui tercapai dengan baik atau tidak setelah proses pengawasan

dilakukan. Dengan demikian peranan pengawasan sangat menentukan baik buruknya pelaksanaan suatu rencana. Mengenai pentingnya pelaksanaan pengawasan untuk mensukseskan rencana, Winardi (2000:172) mengungkapkan bahwa: pengawasan berarti membuat sesuatu terjadi, sesuai dengan apa yang menurut rencana akan terjadi. Perencanaan dan pengawasan boleh dikatakan tidak dapat kita pisahkan satu sama lain, dan mereka ibarat: kembar siam dalam bidang manajemen. Demikian halnya Tjokroamidjojo (1984:195) yang mengemukakan bahwa: Salah satu aspek yang penting dalam pelaksanaan rencana sebagai bagian dari proses perencanaan yang menyeluruh adalah pengawasan. Pengawasan ini seperti telah dikemukakan terdahulu dimaksudkan untuk mengusahakan pelaksanaan berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Apabila terdapat penyimpangan?penyimpangan atau persoalan?persoalan dapat diketahui sampai berapa jauh penyimpangan atau masalah tersebut dibanding dengan perkiraan semula. Lebih penting daripada itu ialah mengetahui apa sebabnya. Kemudian perlu diambil langkah?langkah kebijakan korektif. Arti dari pendapat Tjokroamidjojo di atas adalah bagaimanapun matangnya perencanaan tanpa dibarengi dengan pelaksanaan pengawasan yang baik maka akan sukar menentukan dengan jelas seberapa besar penyimpangan ataupun permasalahan yang ada, serta seberapa besar pekerjaan yang dilaksanakan telah sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan, seperti halnya menurut Siagian (1989:135) bahwa, pengawasan ialah proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Handayaningrat (1995:21) bahwa: pengawasan dimaksudkan untuk mengetahui hasil pelaksanaan pekerjaan sedapat mungkin sesuai dengan rencana. Sedangkan Syafie, dkk (1999:82?83) menyebutkan mengenai betapa pentingnya pengawasan bagi pelaksanaan manajemen dan pekerjaan, dengan mengungkapkan bahwa: Pengawasan adalah salah satu fungsi dalam manajemen untuk menjamin agar pelaksanaan kerja berjalan sesuai dengan. standar yang telah ditetapkan dalam perencanaan. Dengan demikian melalui pengawasan dapat diawasi sejauh mana penyimpangan, penyalahgunaan, kebocoran, kekurangan, pemborosan, kemubaziran, penyelewengan. dan lain?lain kendala di masa yang akan datang. Jadi keseluruhan pengawasan adalah aktivitas membandingkan apa yang sedang atau sudah dikerjakan dengan apa yang direncanakan sebelumnya. Karena diperlukan. kriteria, norma, standar dan ukuran. Berdasarkan pendapat tentang pengawasan dari para ahli sebagai mana diuraikan di atas, dapat diketahui bahwa pengawasan yang dilakukan seorang pimpinan organisasi adalah untuk mewujudkan peningkatan efektivitas, efisiensi, rasionalitas dan ketertiban dalam pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas organisasi, dengan demikian pimpinan organisasi dapat mengambil sikap apabila ditemukan suatu penyimpangan. Hasil dari pelaksanaan pengawasan dapat dijadikan sebagai masukan bagi pimpinan organisasi untuk melakukan suatu tindakan, seperti yang disampaikan oleh Lembaga Administrasi Negara (1996:159) bahwa: Hasil pengawasan harus dijadikan masukan oleh pimpinan dalam pengambilan keputusan, untuk:

1. Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidaktertiban. 2. Mencegah terulangnya kembali kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidaktertiban tersebut. 3. Mencari cara?cara yang lebih baik atau membina yang telah baik untuk mencapai tujuan dan melaksanakan tugas?tugas organisasi. Daftar Pustaka Agus Dharma. 1998, Perencanaan Pelatihan, Jakarta : Pusdiklat Pegawai Depdikbud. Amstrong, Michael. 1994. Performance Management. London: Kogan Page Ltd. Buchari Zainun. 1989. Manajemen dan Motivasi. Jakarta : Balai Aksara. Bernardin, H. John & Joyce E. A. Russell, 1993, Human Resource Management. Singapore : McGraw Hill Inc. Bohari. 1992. Pengawasan Keuangan Negara. Jakarta : Rajawali Press. Casio, Wayne F. (1992). Managing Human Resources: Productivity, Quality of Work Life, Profit. Singapore: McGraw-Hill International Editors Certo, Samuel C. & S. Travis Certo. 2006. Modern Management, Pearson Prentice Hall. Davis, K & J. W. Newstrom, 1990, Perilaku dalam Organisasi. Terjemahan. Jakarta. Erlangga. Donnelly, James H., Gibson, James L., and Ivancevich, John, 1994, Fundamental of Management. Texas: Business Publication. Fattah, Nanang. 1999. Landasan Manajemen. Bandung : Rosda Karya Gibson, Ivancevich & Donnelly, 1997, Organisasi Jilid I, Terjemahan Darkasih. Jakarta : Erlangga. Donnelly, Gibson, dan Ivancevich. 1996. Manajemen Edisi Sembilan Jilid 1. Alih Bahasa: Zuhad Ichyaudin. Jakarta : Erlangga. Gomes, Faustino Cardoso, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi Offset. Gordon, Thomas. 1994. Menjadi Pemimpin Efektif: Dasar untuk Manajemen Partisipatif dan Keterlibatan Karyawan. Terjemahan Alex Tri Kantjono Widodo. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Griffin, Ricky W., 1987, Management. Boston: Houghton Miffin.

Handoko, T. Hani. 1995. Manajemen. Edisi 2. Yogyakarta: BPFE. Harahap, Sofyan Syafri. 2000. Sistem Pengawasan Manajemen. Jakarta: Pustaka Quantum. Husein Umar. 2003. Evaluasi Kinerja Perusahaan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Isaac, S & Michael, WB., 1983, Hand Book in Research and Evaluation. 2nd Edition. California, USA: Edit Publishers Jones, Pam. 2002. Buku Pintar Manajemen Kinerja. Terjemahan Anthony R. Indra. Jakarta : Metalexia Publishing & PT Qreator Tata Qarakter. Kerlinger F.N., 1990, Foundation of Behavioral Research (terjemahan) Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press. Koontz, Harold & Cyril ODonnel & Heinz Weihrich. 1986. Manajemen. Jilid 2. Terjemahan: Gunawan Hutauruk. Jakarta: Penerbit Erlangga. Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia. 1996. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia. Jilid II/Edisi Ketiga. Jakarta: Toko Gunung Agung. Luthans, Fred, 1985. Organizational Behavior, 5th ed, Singapore, Mc Graw-Hill Book Co. M. Manullang, 1977. Dasar-dasar Manajemen. Medan: Monara. M. Situmorang, Viktor dan Jusuf Juhir. 1994. Aspek Hukum Pengawasan Melekat dalam Lingkungan Aparatur Pemerintah. Jakarta: PT Rineka Cipta. Maman Ukas. 2004. Manajemen: Konsep, Prinsip dan Aplikasi. Bandung : Penerbit Agnini. Mathis, Robert R. & John H. Jackson, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia Jilid I dan II, Jakarta, Penerbit Salemba Empat. OLeary, Elizabeth. 2001. Kepemimpinan : Menguasai Keahlian yang Anda Perlukan dalam 10 menit. Trejemahan Deddy Jacobus. Yogyakarta: Andi Copyright. Prawirosentono, Suryadi. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta: BPFE. Rivai, Veithzal. 2005. Performance Appraisal. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Rusli Syarif. I991. Teknik Manajemen Latihan dan pembinaan, Bandung : Angkasa S. Ruky. A. 2001. Sistem Manajemen Kinerja: Performance Management System, Panduan Praktis untuk Merancang dan Meraih Kinerja Prima. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama S.P. Hasibuan, M. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Sadili Samsudin. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung Pustaka Setia. Safrudin, Ateng. 1965. Pemerintah Daerah dan Pembangunan. Bandung: Sumur. Sedarmayanti. 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar Maju. Schermerhorn, John R., Hunt, James G., and Osborn, Richard N., 1983, Managing Organizational Behavior. New York: John Willey & Son Siagian, Sondang P., 1989. Filsafat Administrasi. Jakarta: Haji Mas Agung. Silalahi, Ulbert. 2002. Studi Tentang Ilmu Administrasi: Konsep, Teori dan Dimensi. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Simamora, Henry. 2004 Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: YKPN Supranto John. 1997, Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Menaikan Pangsa Pasar. Jakarta : Rineka Cipta. Stolovitch, Harold D., and Keeps, Erica J., 1992, Handbook of Human Performance Technology A Comprehensive Guide for Analysis and Solving Performance Problem in Organizations. San Francisco: Jersey-Bass Publisher Stoner, James A. F. and Edward R. Freeman. 1994. Manajemen. Jilid 2, Edisi Kelima. Alih Bahasa: Wilhelmus W. Bakowatun dan Benyamin Molan. Editor: Heru Sutejo. Jakarta : Intermedia Syafie, Inu Kencana, Djamaluddin Tandjung dan Supardan Modeong. 1999. Ilmu Administrasi Publik. Jakarta: Rineka Cipta. Terry, George R. 1986. Asas-asas Manajemen Alih Bahasa; Winardi. Bandung: Penerbit Alumni. The Liang Gie. 1972. Kamus Administrasi. Djakarta: Gunung Agung. Tjokroamidjojo, Bintoro. 1984. Perencanaan Pembangunan. Jakarta: Gunung Agung. Winardi, 2000, Manajer dan Manajemen. Bandung: Citra Aditya Bakti. Wood, Jack & Joseph Wallace & Rachid M. Zeffane, 2001. Organizational Behavior a Global Perspectives. Australia : John Willey & Sons. Zulian Yamit, 2001, Manajemen Kualitas Produk dan Jasa. Yogyakarta: Penerbit Ekonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam suatu instansi pemerintah maupun swasta sangat diperlukan adanya produktivitas kerja untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Produktivitas kerja merupakan suatu akibat dari persyaratan kerja yang harus dipenuhi oleh pegawai untuk memperoleh hasil maksimal dimana dalam pelaksanaannya, produktivitas kerja terletak pada faktor manusia sebagai pelaksana kegiatan pekerjaan. Jadi faktor manusia memegang peranan penting dalam mencapai hasil agar sesuai dengan tujuan instansi tersebut, karena betapapun sempurnanya peralatan kerja tanpa adanya tenaga manusia tidak akan berhasil memproduksi barang atau jasa sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai (Saksono, 1995:114). Dalam usaha pencapaian tujuan tersebut, maka perlu adanya peningkatan produktivitas kerja pegawai. Produktivitas kerja pada hakekatnya meliputi sikap yang senantiasa mempunyai pandangan bahwa metode kerja hari ini harus lebih baik dari pada metode kerja hari kemarin, dan hasil yang dapat diraih esok hari harus lebih banyak atau lebih bermutu daripada hasil yang diraih hari ini (Sinungan, 2000:1). Produktivitas kerja sering diartikan sebagai kemampuan seseorang atau kelompok orang untuk menghasilkan barang atau jasa. Tujuan utama dari peningkatan produktivitas kerja pegawai adalah agar pegawai baik ditingkat bawah maupun ditingkat atas mampu menjadi pegawai yang efisien, efektif dan produktif. Universitas Sumatera Utara Seorang pegawai yang produktif adalah pegawai yang cekatan dan mampu menghasilkan barang atau jasa sesuai mutu yang ditetapkan dan waktu yang lebih singkat, sehingga akhirnya dapat tercapai tingkat produktivitas kerja pegawai yang tinggi. Dengan demikian penting bagi seorang manajer berusaha untuk meningkatkan produktivitas kerja pegawai, agar instansi dapat berkembang dan dapat mempertahankan usahanya. Untuk mendapatkan suatu hasil pekerjaan yang baik dan bermutu tinggi maka diperlukan pengawasan yang baik. Pengawasan adalah kegiatan manajer/pimpinan yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki (Lubis, 1985:154). Pada setiap instansi pemerintah maupun swasta memerlukan pengawasan dari pihak manajer. Pengawasan ini dilakukan oleh manajer sebagai suatu usaha membandingkan apakah yang dilakukan sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Hal ini berarti juga pengawasan merupakan tindakan atau kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil kerja yang dikehendaki. Pengawasan merupakan hal yang sangat penting dalam setiap pekerjaan baik dalam instansi pemerintah maupun swasta. Sebab dengan adanya pengawasan yang baik maka sesuatu pekerjaan akan dapat berjalan lancar dan dapat menghasilkan suatu hasil kerja yang optimal. Semakin lancar kerja dan disertai pengawasan yang baik maka pekerjaan itu akan berhasil dengan baik. Dengan pengawasan yang baik akan mendorong pegawai lebih giat dalam bekerja dan menghasilkan kerja yang baik pula terlebih apabila menyelesaikan pekerjaannya dengan semangat yang baik. Pada instansi pemerintah Direktorat Jenderal Bina Marga dibawah Departemen Pekerjaan Umum yang menangani pembangunan jalan dan jembatan metropolitan Medan, Universitas Sumatera Utara

faktor pengawasan merupakan faktor yang penting bagi instansi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu manajer harus melakukan pengawasan yang efektif sehingga pegawai bisa mencapai prestasi kerja yang optimal dalam bentuk produktivitas kerja. Dengan melihat adanya kecenderungan kurangnya pengawasan dari manajer sehingga disiplin pegawaipun kurang, maka keadaan ini tidak boleh dibiarkan terus menerus karena akan mempengaruhi tingkat produktivitas kerja pegawai. Pengaruh pengawasan terhadap produktivitas kerja pegawai menjadi sangat penting untuk dibahas. Hal ini dimaksud untuk melihat apakah dengan diadakannya pengawasan maka dapat berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas kerja pegawai pada instansi ini. Pada instansi pemerintah ini perlu ditingkatkan pengawasan yang efektif sehingga disiplin atau etos kerja pegawai dapat ditingkatkan untuk memacu produktivitas kerja pegawai yang tinggi. Apabila ada pengawasan yang efektif dari manajer maka semangat kerja akan timbul dan para pegawai akan bekerja dengan rajin dengan disiplin yang tinggi dan bertanggung jawab sehingga produktivitas kerja dapat meningkat dengan sendirinya. Fakta yang ada di Direktorat Jenderal Bina Marga SNVT Preservasi dan Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Medan menunjukkan adanya gejala-gejala kecenderungan penurunan produktivitas kerja para pegawai seperti kurangnya minat menyelesaikan kerja tepat waktu, kurangnya koordinasi antar pegawai dan munculnya kebosanan kerja karena rutinitas yang berlanjut. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengawasan yang efektif dari manajer/pimpinan serta kurangnya disiplin kerja pegawai. Untuk itu dalam meningkatkan produktivitas kerja, manajer harus melakukan pengawasan yang baik sehingga disiplin kerja dalam diri pegawai akan meningkat. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan adanya masalah dan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: PENGARUH PENGAWASAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PEGAWAI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM (Studi pada Direktorat Jenderal Bina Marga SNVT Preservasi dan Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Medan). 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu Seberapa besar pengaruh pengawasan terhadap produktivitas kerja pegawai Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga SNVT Preservasi dan Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Medan ?. 1.3 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengawasan pada Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga SNVT Preservasi dan Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Medan. 2. Untuk mengetahui produktivitas kerja pegawai pada Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga SNVT Preservasi dan Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Medan.

Universitas Sumatera Utara

3. Untuk mengetahui pengaruh pengawasan terhadap produktivitas kerja pegawai Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga SNVT Preservasi dan Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Medan. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berpikir dan menulis melalui karya ilmiah, sesuai dengan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama kuliah di FISIP USU. 2. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan khususnya bagi Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga SNVT Preservasi dan Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Medan. 3. Bagi FISIP USU, penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan tambahan referensi untuk digunakan dalam penelitian selanjutnya. 1.5 Kerangka Teori Dalam penelitian ini diperlukan adanya kumpulan teori-teori yang akan menjadi landasan teoritis yang akan menjadi pedoman dalam melaksanakan penelitian. Setelah masalah penelitian dirumuskan, maka langkah selanjutnya adalah mencari teori-teori, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk pelaksanaan penelitian (Sugiyono, 2005:55). Universitas Sumatera Utara 1.5.1 Pengawasan 1.5.1.1 Pengertian Pengawasan Dalam pengertian awam, pengawasan dapat diartikan sebagai perbuatan untuk melihat dan memonitor terhadap orang agar ia berbuat sesuai dengan kehendak yang telah ditentukan sebelumnya. Sedangkan dalam ilmu manajemen, pengawasan adalah merupakan salah satu fungsi manajemen yang merupakan faktor penentu bagi kelangsungan hidup suatu organisasi. Pengawasan mempunyai arti penting bagi setiap perusahaan. Pengawasan bertujuan agar hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif), sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki (Lubis, 1985:154). Menurut Harahap (2001:10), menyatakan bahwa pengawasan mencakup upaya memeriksa apakah semua terjadi sesuai dengan rencana yang ditetapkan, perintah yang dikeluarkan, prinsip yang dianut dan juga dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan dan kesalahan agar dapat dihindari kejadiannya dikemudian hari. Menurut Manullang (1990:173), pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana-rencana semula. Pendapat ahli lain, pengawasan adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan kerja dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan serta mengambil tindakan

koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan (Handoko, 1995:360-361). Dari beberapa pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pengawasan merupakan suatu kegiatan yang mengusahakan agar pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana dan standar yang telah ditetapkan serta hasil kerja yang dikehendaki. 1.5.1.2 Maksud dan Tujuan Pengawasan Adapun maksud dari pengawasan adalah untuk mencegah atau untuk memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidaksesuaian dan lainnya yang tidak sesuai dengan tugas dan wewenang yang telah ditentukan. Jadi maksud pengawasan bukan mencari kesalahan terhadap orangnya, tetapi mencari kebenaran terhadap hasil pelaksanaan pekerjaan. Sedangkan tujuan dari pengawasan adalah agar hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif) sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya (Simbolon, 2004:62). Adapun tujuan pengawasan menurut Kadarman dan Udaya (2001:159) adalah menemukan kelemahan dan kesalahan untuk kemudian dikoreksi dan mencegah pengulangannya. Menurut Manullang (2002:74), tujuan utama dari pengawasan adalah agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan. 1.5.1.3 Tipe-tipe Pengawasan Menurut Handoko (2003:361-362), ada tiga tipe dasar pengawasan yaitu : 1. Pengawasan Pendahuluan (Feedfoward Control) Pengawasan yang dirancang untuk mengantisipasi masalah-masalah atau penyimpanganpenyimpangan standar atau tujuan dan memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan tertentu diselesaikan. 2. Pengawasan Concurrent Pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan. Tipe pengawasan seperti ini merupakan proses dimana aspek tertentu dari suatu prosedur harus disetujui dulu, atau syarat tertentu harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum kegiatan tersebut dilakukan untuk mencapai suatu ketepatan dari pelaksanaan tujuan. 3. Pengawasan umpan balik (Feedback Control) Pengawasan yang dilakukan untuk mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan. Ketiga bentuk pengawasan tersebut sangat berguna bagi manajemen, khususnya pengawasan pendahuluan dan pengawasan concurrent, dimana memungkinkan manajemen untuk membuat tindakan koreksi dan tetap mencapai tujuan. Akan tetapi perlu dipertimbangkan disamping kegunaan dua bentuk pengawasan yaitu : a. Biaya keduanya mahal. b. Banyaknya kegiatan tidak memungkinkan dirinya dimonitor secara terus menerus. c. Pengawasan yang berlebihan akan menjadikan produktivitas berkurang.

1.5.1.4 Proses Pengawasan Proses pengawasan terdiri dari beberapa tindakan (langkah pokok) tertentu yang bersifat fundamental bagi semua pengawasan manajerial. Adapun langkah-langkah pokok ini meliputi : a. Penentuan ukuran atau pedoman baku (standar). Standar terlebih dahulu harus ditetapkan. Ini tidak lain suatu model atau suatu ketentuan yang telah diterima bersama atau yang telah ditentukan oleh pihak yang berwenang. Standar berguna antara lain sebagai alat pembanding di dalam pengawasan, alat pengukur untuk menjawab pertanyaan berapa suatu kegiatan atau sesuatu hasil telah dilaksanakan, sebagai alat untuk membantu pengertian yang lebih cepat antara pengawasan dengan yang diawasi, sebagai cara untuk memperbaiki uniformitas. b. Penilaian atau pengukuran terhadap pekerjaan yang sudah atau senyatanya dikerjakan. Ini dapat dilakukan dengan melalui antara lain : laporan (lisan atau tertulis), buku catatan harian tentang itu tentang bagan jadwal atau grafik produksi, inspeksi atau pengawasan langsung, pertemuan/konperensi dengan petugas-petugas yang bersangkutan, survei yang dilakukan oleh tenaga staf atas badan tertentu. c. Perbandingan antara pelaksanaan pekerjaan dengan ukuran atau standar yang telah ditetapkan untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Ini dilakukan untuk pembandingan antara hasil pengukuran tadi dengan standar, dengan maksud untuk mengetahui apakah diantaranya terdapat suatu perbedaan dan jika ada seberapa besarnya perbedaan itu, kemudian untuk menentukan perbedaan itu perlu diperbaiki atau tidak. d. Perbaikan atau pembetulan terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi sehingga pekerjaan tadi sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Bila hasil analisa menunjukkan adanya tindakan koreksi, tindakan ini harus diambil. Tindakan koreksi dapat diambil dalam berbagai bentuk. Standar mungkin diubah, pelaksanaan diperbaiki, atau keduanya dilakukan bersamaan. (Lubis, 1985:160). 1.5.1.5 Teknik Pengawasan Pengawasan dapat dilakukan dengan mempergunakan cara-cara sebagai berikut : 1. Pengawasan langsung Pengawasan dilakukan oleh manajer pada waktu kegiatan-kegiatan sedang berjalan. Pengawasan langsung dapat berbentuk : a. Inspeksi langsung b. Observasi ditempat (on the spot observation) c.Laporan ditempat (on the spot report), berarti penyampaian keputusan ditempat bila diperlukan. 2. Pengawasan tidak langsung Pengawasan dari jarak jauh melalui laporan yang disampaikan oleh para bawahan. Laporan ini dapat berbentuk : 1. Laporan tertulis 2. Laporan lisan. (Lubis, 1985: 163) Universitas Sumatera Utara

1.5.2 Produktivitas Kerja 1.5.2.1 Pengertian Produktivitas Kerja Menurut Simanjuntak (1998:26), produktivitas kerja pegawai mengandung pengertian adanya kemampuan pegawai untuk dapat menghasilkan barang atau jasa yang dilandaasi sikap mental bahwa hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, hari esok harus lebih baik dari hari ini. Sikap kerja yang demikian ini akan tetap melekat dalam diri pegawai yang memiliki produktivitas kerja yang tinggi. Penilaian terhadap produktivitas kerja pegawai dapat diukir melalui pelaksanaan kerja yang relatif baik, sikap kerja, tingkat keahlian dan disiplin kerja. Dan untuk mengukur produktivitas kerja pegawai itu sendiri harus mencakup aspek kuantitas dan kualitas pekerjaannya. Menurut Siagian (1992:54), produktivitas kerja merupakan kemampuan memperoleh manfaat dari sarana dan prasarana yang tersedia dengan menghasilkan kerja yang optimal bahkan kalau mungkin maksimal. Kemampuan yang dimaksud dalam defenisi tersebut tidak hanya berhubungan dengan sarana dan prasarana, tetapi juga berhubungan dengan pemanfaatan waktu dan sumber daya manusia. Menurut (Nawawi, 1990:108), produktivitas kerja lebih ditekankan pada ukuran daya guna dalam melaksanakan pekerjaan, yang menyentuh aspek ketepatan, kecermatan dan sikap terhadap pekerjaan. Ketepatan dan kecermatan dihubungkan dengan keterampilan dan keahlian dalam mempergunakan metode atau cara bekerja dan peralatan yang tersedia. Sehubungan dengan itu produktivitas kerja dikatakan tinggi jika prosesnya berlangsung menurut prosedur dan mekanisme yang tepat dan cermat atau yang dinilai terbaik dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Hasil kerja personel secara kuantitatif tidak segera dapat diamati, namun ketepatan dan kecermatan mempergunakan metode atau alat sebagai indikator yang dapat menjamin kualitas hasil yang akan tercapai selalu dapat diamati. Dalam keadaan seperti itu berarti daya guna (efisiensi) kerja, dapat juga berarti produktivitas kerja. Dengan kata lain pekerjaan yang dilaksanakan secara berdaya guna, merupakan juga pekerjaan yang produktif. Produktivitas erat terkait dengan hasil kerja yang dicapai oleh pegawai. Hasil kerja pegawai tersebut merupakan produktivitas kerja sebagai target yang didapat melalui kualitas kerjanya dengan melaksanakan tugas yang sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh organisasi. Kemudian dalam hal ini dikemukakan beberapa faktor sebagaimana yang dinyatakan sebagai indikator dari produktivitas kerja (Agus, 1995:476) antara lain: a. Kualitas pekerjaan Kualitas pekerjaan menyangkut mutu yang dihasilkan. Seorang pegawai dituntut untuk mengutamakan kualitas dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Kualitas bagi hampir semua orang tampaknya berarti kualitas tinggi. Kualitas semakin tinggi berarti semakin baik. Lalu timbul pertanyaan, apakah orang-orang sesungguhnya menginginkan segala sesuatu berkualitas setinggi mungkin. Seorang pegawai sebagai sumber daya yang menjalankan dan melaksanakan manajemen di suatu organisasi harus memiliki kehidupan kerja yang berkualitas. Kehidupan kerja yang berkualitas yaitu keadaan dimana para pegawai dapat memenuhi kebutuhannya dengan bekerja di dalam organisasi. Dan kemampuan untuk hasil tersebut menurut Garry Desler yang dikutip oleh Agus Dharma bergantung apakah terdapat adanya : 1. Perlakuan yang fair, adil dan sportif terhadap pegawai. 2. Kesempatan bagi pegawai untuk menggunakan kemampuan secara penuh dan kesempatan untuk mewujudkan diri yaitu untuk menjadi orang yang mereka rasa mampu mewujudkannya. 3. Komunikasi terbuka dan saling mempercayai diantara sesama pegawai. 4. Kesempatn bagi semua pegawai untuk berperan secara aktif dalam pengambilan keputusankeputusan penting yang melibatkan pekerjaan-pekerjaan mereka.

5. Kompensasi yang cukup fair. 6. Lingkungan yang aman dan sehat. b. Kuantitas pekerjaan

Perkembangan organisasi menuntut adanya kuantitas pekerjaan. Kuantitas pekerjaan menyangkut pencapaian target, hasil kerja yang sesuai dengan rencana organisasi. Rasio kuantitas pegawai harus seimbang dengan kuantitas pekerjaan sehingga dengan perimbangan tersebut dapat menjadi tenaga kerja yang produktif untuk meningkatkan produktivitas kerja di dalam organisasi tersebut. c. Ketepatan waktu Masyarakat berbeda-beda dalam menilai waktu. Misalnya budaya barat menganggap waktu sebagai suatu sumber daya yang langka, waktu adalah uang dan harus digunakan secara efisien. Beberapa budaya lain mengambil suatu pendekatan yang lain lagi terhadap waktu. Mereka memfokuskan pada masa lalu misalnya mengikuti tradisi mereka dan berusaha melestarikan praktek-praktek historisnya. Pengetahuan akan orientasi waktu yang berlainan dari budaya-budaya tersebut dapat memberikan wawasan ke dalam pentingnya tenggang waktu, apakah perencanaan jangka panjang dan dipraktekkan secara meluas, pentingnya pengawasan kerja dan apakah yang menyebabkan keterlambatan-keterlambatan. Berangkat dari hal diatas, seorang pegawai harus memiliki paham tersebut yang memandang waktu sebagai sumber daya yang harus benar-benar dipergunakan dengan tepat dan mempraktekkan pada tugas-tugasnya yaitu menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan orang tepat pada waktu yang ditentukan serta mengutamakan prinsip efisien. Disini peran pimpinan melakukan pengawasan dan mengkoordinasi pegawainya ketika dalam melaksanakan tugas serta harus peka terhadap penyebab kendala-kendala jika pegawainya melaksanakan tugas tidak tepat pada waktu yang telah ditentukan (Agus, 1995:477). d. Semangat kerja Moekijat (1997:31) menyatakan bahwa semangat kerja menggambarkan perasaan berhubungan dengan jiwa, semangat kelompok, kegembiraan, dan kegiatan. Apabila pekerja tampak merasa senang, optimis mengenai kegiatan dan tugas, serta ramah satu sama lain, maka pegawai itu dikatakan mempunyai semangat yang tinggi. Sebaliknya, apabila pegawai tampak tidak puas, lekas marah, sering sakit, suka membantah, gelisah, dan pesimis, maka reaksi ini dikatakan sebagai bukti semangat yang rendah. Semangat kerja sangat penting bagi organisasi karena (1) semangat kerja yang tinggi tentu dapat mengurangi angka absensi atau tidak bekerja karena malas, (2) dengan semangat kerja yang tinggi maka pekerjaan yang diberikan atau ditugaskan kepadanya akan akan dapat diselesaikan dengan waktu yang lebih singkat atau lebih cepat, (3) semangat kerja yang tinggi otomatis membuat pegawai akan merasa senang Universitas Sumatera Utara

bekerja sehingga kecil kemungkinan pegawai akan pindah bekerja ke tempat lain, (4) semangat kerja yang tinggi dapat mengurangi angka kecelakaan karena pegawai yang mempunyai semangat kerja tinggi cenderung bekerja dengan hati-hati dan teliti sehingga bekerja sesuai dengan prosedur yang ada (Tohardi, 2002:55). e. Disiplin kerja Dalam melaksanakan disiplin kerja, disiplin yang baik dapat diukur dalam wujud: 1. Pimpinan atau pegawai datang dan pulang kantor tepat pada waktu yang ditentukan. 2. Menghasilkan pekerjaan baik kuantitas maupun kualitas yang memuaskan. 3. Melaksanakan tugas penuh dengan semangat. 4. Mematuhi semua peraturan yang ada. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sinungan yang menyatakan disiplin adalah sikap kewajiban dari seseorang/kelompok orang senantiasa berkehendak untuk mengikuti/mematuhi segala aturan keputusan yang telah ditetapkan dan disiplin juga dapat dikembangkan melalui suatu latihan antara lain dengan bekerja, menghargai waktu dan biaya (Sinungan, 1991:115). Dari teori tersebut selain mematuhi peraturan-peraturan yang ada, disiplin juga dapat diwujudkan dengan menghargai waktu yaitu dengan mendisiplinkan diri untuk selalu tepat waktu, tenaga yaitu adanya usaha yang optimal dalam melaksanakan tugas, serta biaya seefisien mugkin sesuai dengan kuantitas pekerjaan yang ada. Universitas Sumatera Utara

1.5.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas kerja. Ravianto (1986:20) merinci faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja secara umum yaitu: 1. Motivasi Motivasi merupakan kekuatan atau motor pendorong kegiatan seseorang kearah pencapaian tujuan tertentu dan melibatkan segala kemampuan yang dimiliki untuk mencapainya. Pegawai sebagai manusia (individu) sudah barang tentu memiliki identifikasi tersendiri antara lain sebagai berikut: a. Tabiat/watak b. Sikap/tingkah laku/penampilan c. Kebutuhan d. Keinginan e. Cita-cita/kepentingan-kepentingan lainnya f. Kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk oleh keadaan aslinya g. Keadaan lingkungan dan pengalaman pegawai itu sendiri Karena setiap pegawai memiliki identifikasi yang berlainan sebagai akibat dari latar belakang pendidikan, pengalaman dan lingkungan masyarakat yang beranekan ragam, maka ini akan terbawa juga dalam hubungan kerjanya sehingga akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku pegawai tersebut dalam melaksanakan pekerjaannya. Demikian pula pimpinan juga mempunyai latar belakang budaya dan pandangan falsafah serta pengalaman Universitas Sumatera Utara

dalam menjalankan pekerjaan yang berlain-lainan sehingga berpengaruh di dalam melaksanakan pola hubungan kerja dengan pegawai. Pada hakikatnya motivasi pegawai dan pimpinan berbeda karena adanya perbedaan kepentingan maka perlu diciptakan motivasi yang searah untuk mencapai tujuan bersama dalam rangka kelangsungan usaha dan ketenagakerjaan, sehingga apa yang menjadi kehendak dan cita-cita kedua belah pihak dapat diwujudkan. Dengan demikian pegawai akan mengetahui fungsi, peranan dan tanggung jawab dilingkungan kerjanya dan dilain pihak pimpinan perlu menumbuhkan iklim kerja yang sehat dimana hak dan kewajiban pegawai diatur sedemikian rupa selaras dengan fungsi, peranan dan tanggung jawab pegawai. 2. Kedisiplinan Disiplin merupakan sikap mental yang tecermin dalam perbuatan tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan, ketentuan, etika, norma dan kaidah yang berlaku. Disiplin kerja adalah sikap kejiwaan seseorang atau kelompok yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi segala peraturan yang telah ditentukan. Kedisiplinan dapat dilakukan dengan latihan antara lain dengan bekerja menghargai waktu dan biaya akan memberikan pengaruh yang positif terhadap produktivitas kerja pegawai. Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan bahwa disiplin mengacu pada pola tingkah laku dengan ciri-ciri sebagai berikut: a. Adanya hasrat yang kuat untuk melaksanakan sepenuhnya apa yang sudah menjadi norma, etik, dan kaidah yang berlaku dalam masyarakat. Universitas Sumatera Utara

b. Adanya prilaku yang dikendalikan. c. Adanya ketaatan (obedience) Dari ciri-ciri pola tingkah laku pribadi disiplin, jelaslah bahwa disiplin membutuhkan pengorbanan, baik itu perasaan, waktu, kenikmatan dan lain-lain. Disiplin bukanlah tujuan, melainkan sarana yang ikut memainkan peranan dalam pencapaian tujuan. Manusia sukses adalah manusia yang mampu mengatur, mengendalikan diri yang menyangkut pengaturan cara hidup dan mengatur cara kerja. Maka erat hubungannya antara manusia sukses dengan pribadi disiplin. Mengingat eratnya hubungan disiplin dengan produktivitas kerja maka disiplin mempunyai peran sentral dalam membentuk pola kerja dan etos kerja produktif. 3. Etos Kerja Etos kerja merupakan salah satu faktor penentu produktivitas kerja, karena etos kerja merupakan pandangan untuk menilai sejauh mana kita melakukan suatu pekerjaan dan terus berupaya untuk mencapai hasil yang terbaik dalam setiap pekerjaan yang kita lakukan. Usaha untuk mengembangkan etos kerja yang produktif pada dasarnya mengarah pada peningkatan produktivitas kerja. Untuk itu dapat ditempuh berbagai langkah seperti: a. Peningkatan produktivitas kerja melalui penumbuhan etos kerja, dapat dilakukan lewat pendidikan yang terarah. Pendidikan harus mengarah kepada pembentukan sikap mental pembangunan, sikap atau watak positif sebagai manusia pemabangunan bercirikan inisiatif, kreatif, berani mengambil resiko, sistematis dan skeptis. b. Sistem pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan yang memerlukan berbagai keahlian dan keterampilan serta sekaligus dapat meningkatkan Universitas Sumatera Utara

kreativitas, produktivitas, kualitas dan efisiensi kerja. c. Menumbuhkan motivasi kerja, dari sudut pandang pekerja, kerja berarti pengorbanan baik untuk pengorbanan waktu senggang dan kenikmatan hidup lainnya, sementara itu upah/gaji merupakan ganti rugi dari segala pengorbanannya itu. Usaha-usaha diatas harus terus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan untuk mendapatkan hasil seperti yang diharapkan langkah ini perlu direalisasikan apabila tujuan-tujuan yang diharapkan untuk membentuk sikap mental dan etos kerja yang produktif. 4. Keterampilan Faktor keterampilan baik keterampilan teknis maupun manajerial sangat menentukan tingkat pencapaian produktivitas kerja. Dengan demikian setiap individu selalu dituntut untuk terampil dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) terutama dalam perubahan teknologi mutakhir. Seseorang dinyatakan terampil dan produktif apabila yang bersangkutan dalam satuan waktu tertentu dapat menyelesaikan sejumlah hasil tertentu. Dengan demikian menjadi faktor penentu suatu keberhasilan dan produktivitas kerja, karena dari waktu itulah dapat dimunculkan kecepatan dan percepatan yang akan sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan kehidupan. Haruslah disadari sedalam-dalamnya bahwa kita dapat mewujudkannya bila kita benar-benar memiliki konsep waktu yang tepat serta mampu menguasai dan memanfaatkan waktu, dan dengan demikian dapat meningkatkan produktivitas kerja. Pada aspek tertentu apabila pegawai semakin terampil, maka akan lebih mampu bekerja serta menggunakan fasilitas kerja dengan baik. Pegawai akan lebih menjadi terampil apabila mempunyai Universitas Sumatera Utara

kecakapan (ability) dan pengalaman (experience) yang cukup. 5. Pendidikan Tingkat pendidikan harus selalu dikembangkan baik melalui jalur pendidikan formal maupun informal. Karena setiap penggunaan teknologi hanya akan dapat kita kuasai dengan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang handal. Faktor alat, cara dan lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap produktivitas yang tinggi, maka faktor tersebut harus betul-betul serasi terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia pekerja. 6. Lingkungan dan iklim kerja Lingkungan dan iklim kerja yang baik akan mendorong pegawai agar senang bekerja dan meningkatkan rasa tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik. Iklim kerja yang sehat dapat mendorong sikap keterbukaan baik dari pihak pegawai maupun dari pihak pimpinan sehingga mampu menumbuhkan motivasi kerja yang searah antara pegawai dan pimpinan dalam rangka menciptakan ketentraman kerja dan kelangsungan usaha kearah peningkatan produktivitas kerja. Universitas Sumatera Utara

1.5.3 Pengaruh Pengawasan terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Arouf dalam Sedarmayanti (2000:185) menyatakan bahwa produktivitas kerja memiliki dua dimensi yakni efektivitas dan efisiensi penggunaan sumber masukan yaitu dimensi pertama berkaitan dengan pencapaian unjuk kerja yang maksimal, dalam arti pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Sedangkan dimensi kedua berkaitan dengan upaya membandingkan masukan dengan realisasi penggunaannya, atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. Produktivitas kerja merupakan kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk menghasilkan barang dan jasa dalam jangka waktu tertentu yang telah ditentukan atau sesuai dengan rencana. Untuk dapat meningkatkan produktivitas kerja pegawai, pelaksanaan pengawasan sangat diperlukan. Pengawasan dimaksudkan sebagai upaya yang sistematik untuk mengamati dan memantau apakah berbagai fungsi, aktivitas, dan kegiatan yang terjadi dalam organisasi sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya atau tidak. Berarti inti fungsi ini menyoroti apa yang sedang terjadi pada waktu pelaksanaan kegiatan operasional sedang berlangsung. Jika penyimpangan ditemukan, tindakan korektif dapat saja diambil sehingga dengan demikian organisasi kembali ke rel yang sebenarnya. Dengan kata lain sorotan perhatian menajemen dalam menyelenggarakan fungsi pengawasan ialah membandingkan isi rencana dengan kinerja nyata (actual performance). Perlu ditekankan bahwa pengawasan dimaksudkan juga sebagai instrument untuk mengubah perilaku disfungsional atau menyimpang, bukan untuk serta merta mengenakan sanksi atau hukuman, tetapi untuk mambantu yang bersangkutan mengubah atau meluruskan perilakunya. Kiatnya ialah bahwa teknik apa pun yang digunakan dalam melakukan pengawasan, sasaran utamanya adalah untuk menemukan apa yang tidak beres Universitas Sumatera Utara

dalam pelaksanaan berbagai kegiatan operasional dalam organisasi dan bukan serta merta mencari siapa yang salah. Dengan demikian secara implisit terlihat bahwa pengawasan merupakan alat yang ampuh untuk meningkatkan produktivitas kerja. Dengan adanya pengawasan yang baik, maka tujuan yang telah direncanakan akan tercapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya dengan adanya pengawasan juga akan memberikan suatu peningkatan pada produktivitas kerja pegawai. 1.6 Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. ( Sugiyono, 2005:70 ). Berdasarkan uraian pada kerangka teori dan pengertian-pengertian yang telah dikemukakan maka hipotesis yang diajukan penulis adalah sebagai berikut : 1. Hipotesis Nol (Ho) : Tidak ada pengaruh positif antara pengawasan terhadap produktivitas kerja pegawai Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga SNVT Preservasi dan Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Medan. 2. Hipotesis Kerja (Ha) : Ada pengaruh positif antara pengawasan terhadap produktivitas kerja pegawai Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga SNVT Preservasi dan Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Medan. Universitas Sumatera Utara

1.7 Defenisi Konsep Menurut Singarimbun (1995:33), konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu yang menjadi pusat perhatian. Untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang diteliti, maka dalam hal ini penulis mengemukakan defenisi dari konsep yang dipergunakan, yaitu: 1. Pengawasan adalah proses pemeriksaan dan penilaian dengan berpedoman kepada standar kinerja yang telah ditetapkan serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk dapat menjamin bahwa pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan agar tujuan organisasi dapat dicapai. 2. Produktivitas kerja adalah segala hasil kerja yang diperoleh pegawai selama ia bekerja dengan menggunakan keterampilan dan kemampuan serta disiplin yang dimilikinya dan didukung dengan semangat kerja yang tinggi sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. 1.8 Defenisi Operasional Defenisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel. Sehingga dengan pengukuran ini dapat diketahui indikator-indikator apa saja sebagai pendukung untuk dianalisa dari variabel-variabel tersebut (Singarimbun, 1995:46). Universitas Sumatera Utara

Dalam hal ini sehubungan dengan judul terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Masing-masing variabel tersebut akan dijelaskan satu persatu sebagai berikut: 1. Pengawasan sebagai variabel bebas (X), dengan indikator sebagai berikut : a. Penetapan standar kerja. - Adanya penentuan waktu, pada saat kapan dimulainya kegiatan dan kapan harus selesai (jadwal kerja). - Adanya pelaksanaan tugas yang sudah ditentukan (job description). b. Pengukuran hasil kerja. - Memeriksa hasil-hasil kerja yang dilaksanakan oleh seluruh pegawai. - Tingkat kepatuhan terhadap instruksi yang diberikan. - Tingkat kesesuaian waktu yang diberikan untuk mengerjakan pekerjaan. c. Tindakan koreksi/perbaikan. - Adanya solusi yang diberikan pimpinan apabila terjadi kesalahan atau kendala pada saat pelaksanaan kegiatan. - Menegur pihak yang melakukan penyimpangan. - Adanya sanksi yang diberikan pimpinan apabila terjadi kesalahan seperti datang terlambat, tugas tidak selesai pada waktunya, tidak hadir tanpa alasan, dsb. d. Umpan balik. - Monitoring pelaksanaan kerja. - Menyampaikan umpan balik dengan cara yang tepat. 2. Produktivitas kerja sebagai variabel terikat (Y), dengan indikator sebagai berikut : a. Efektifitas kerja meliputi : Universitas Sumatera Utara

- Kualitas kerja yaitu mutu dari pekerjaan yang dihasilkan/ baik atau tidaknya mutu yang dihasilkan. - Kuantitas kerja yaitu menyangkut pencapaian target, hasil kerja yang sesuai dengan rencana organisasi. - Ketepatan waktu yaitu penyelesaian kerja yang harus sesuai dengan target waktu yang telah ditentukan. b. Efisiensi kerja. - Banyak atau sedikitnya kesalahan yang dilakukan dalam bekerja. - Penggunaan sarana dan prasarana yang tersedia dengan baik. - Penghematan dalam melaksanakan tugas/pekerjaan. c. Semangat kerja. - Kecenderungan pegawai untuk bekerja lebih keras. - Adanya pemberian penghargaan untuk memotivasi pegawai. d. Disiplin kerja. - Kepatuhan terhadap peraturan yang telah ditetapkan. - Adanya pemberian sanksi kepada pegawai yang melanggar peraturan.

Posted by starawaji pada April 19, 2009 Pengertian Kedisiplinan Disiplin berasal dari bahasa latin Discere yang berarti belajar. Dari kata ini timbul kata Disciplina yang berarti pengajaran atau pelatihan. Dan sekarang kata disiplin mengalami perkembangan makna dalam beberapa pengertian. Pertama, disiplin diartikan sebagai kepatuhan terhadap peratuaran atau tunduk pada pengawasan, dan pengendalian. Kedua disiplin sebagai latihan yang bertujuan mengembangkan diri agar dapat berperilaku tertib. Sedangkan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik dan mengevaluasi peserta didik, pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Sementara pegawai dunia pendidikan merupakan bagian dari tenaga kependidikan, yaitu anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Dalam informasi tentang wawasan Wiyatamandala, kedisiplinan guru diartikan sebagai sikap mental yang mengandung kerelaan mematuhi semua ketentuan, peraturan dan norma yang berlaku dalam menunaikan tugas dan taggung jawab. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan. Kedisiplinan guru dan pegawai adalah sikap penuh kerelaan dalam mematuhi semua aturan dan norma yang ada dalam menjalankan tugasnya sebagai bentuk tanggung jawabnya terhadap pendidikan anak didiknya. Karena bagaimana pun seorang guru atau tenaga kependidikan (pegawai), merupakan cermin bagi anak didiknya dalam sikap atau teladan, dan sikap disiplin guru dan tenaga kependidikan (pegawai) akan memberikan warna terhadap hasil pendidikan yang jauh lebih baik.

1. 17 Macam Macam Kedisiplinan a. Disiplin dalam Menggunakan Waktu Maksudnya bisa menggunakan dan membagi waktu dengan baik. Karena waktu amat berharga dan salah satu kunci kesuksesan adalah dengan bisa menggunakan waktu dengan baik b. Disiplin dalam Beribadah Maksudnya ialah senantiasa beribadah dengan peraturan-peratuaran yang terdapat didalamnya. Kedisiplinan dalam beribadah amat dibutuhkan, Allah SWT senantiasa menganjurkan manusia untuk Disiplin, sebagai contoh firman Allah SWT.

.

.

Artinya: Maka kecelakaanlah bagai orang-orang yang salta, (situ) orang-orang yang lalai dari shalatnya ( QS. Al-Ma`un:4-5 ) c. d. Disiplin dalam Masyarakat Disiplin dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Kedisiplinan merupakan hal yang amat menentukan dalam proses pencapaian tujuan pendidikan, sampai terjadi erosi disiplin maka pencapaian tujuan pendidikan akan terhambat, diantara faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah :

1) Faktor tuntutan materi lebih banyak sehingga bagaimana pun jalannya, banyak ditempuh untuk menutupi tuntutan hidup 2) Munculnya selera beberapa manusia yang ingin terlepas dari ikatan dan aturan serta ingin sebebas-bebasnya 3) 4) Pola dan sistem pendidikan yang sering berubah Motivasi belajar para peserta didik dan para pendidik menurun

5) Longgarnya peraturan yang ada

Pada dasarnya disiplin muncul dari kebiasaan hidup dan kehidupan belajar dan mengajar yang teratur serta mencintai dan menghargai pekerjaannya. Disiplin merupakan proses pendidikan dan pelatihan yang memadai, untuk itu guru memerlukan pemahaman tentang landasan Ilmu kependidikan akan keguruan sebab saat ini banyak terjadi erosi sopan santun dan erosi disiplin. Macam-macam bentuk disiplin selain seperti yang disebutkan diatas, disiplin juga terbagi menjadi: a. Disiplin Diri Pribadi Apabila dianalisi maka disiplin menganung beberapa unsur yaitu adanya sesuatu yang harus ditaati atau ditinggalkan dan adanya proses sikap seseorang terhadap hal tersebut. Disiplin diri merupakan kunci bagi kedisiplinan pada lingkungan yang lebih luas lagi. Contoh disiplin diri pribadi yaitu tidak pernah meninggalkan Ibadan lepada Tuhan Yang Maha Kuasa b. Disiplin Sosial

Pada hakekatnya disiplin sosial adalah Disiplin dari dalam kaitannya dengan masyarakat atau dalam hubunganya dengan. Contoh prilaku disiplin social hdala melaksanakan siskaling verja bakti. Senantiasa menjaga nama baik masyarakat dan sebagaiannya. c. Disiplin Nasional Berdasarkan hasil perumusan lembaga pertahanan nasional, yang diuraikan dalam disiplin nasional untuk mendukung pembangunan nasional. Disiplin nasional diartikan sebagai status mental bangsa yang tercemin dalam perbuatan berupa keputusan dan ketaatan. Baik secara sadar maupun melalui pembinaan terhadap norma-norma kehidupan yang berlaku. Disiplin Nasional pada hakekatnya mencakup hal-hal : a) Terbitnya kesadaran masyarakat dan aparat penyelenggaraan terhadap arti pentingnya disiplin negara. b) Tertibnya ketaatan bangsa kepada aturan hukum c) Terbentuk sistem perilaku demokrasi Konstitusi yang efektif dan efisien Faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin nasional 1) Menerima pancasila sebagai satu-satunya asas dalam berbangsa, bermasyarakat dan bernegara. 2) 3) 4) Kita telah memiliki berbagai peraturan yang kita yakini kebenarannya Kita telah memahami. menghayati dan mengamalkan Pancasila Partisipasi masyarakat terhadap pembangunan

Faktor-faktor penghambat terhadap disiplin nasional

1)

Banyaknya pengaruh liberalisme, sosialisme, komunisme, panatisme yang berlebihan

2) 3)

Teladan pemimpinan yang tidak memuaskan Banyaknya aspirasi masyarakat yang tidak terpenuhi.

Upaya menumbuhkan disiplin nasional 1) 2) 3) Keteladanan Teguran Sanksi yang tepat

Contoh pelaksanaan disiplin nasional dalam kehidupan sehari-hari: 1) 2) 3) Masuk dan keluar kantor sesuai waktunya Menindak pelanggaran peraturan lalu lintas Mengenakan sanksi bagi wajib pajak yang tidak patuh.

Pada dasarnya ada dua dorongan yang mempengaruhi disiplin : 1) Dorongan yang datang dari dalam diri manusia yaitu dikarenakan adanya pengetahuan, kesadaran, keamanan untuk berbuat disiplin 2) Dorongan yang datangnya dari luar yaitu dikarenakan adanya perintah, larangan, pengawasan, pujian, ancaman, hukuman dan sebagainya. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan Guru Menurut Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyam dalam Bukunya kemampuan Dasar Guru Dalam Proses belajar Mengajar, mengemukakan bahwa ada beberapa indikator agar

disiplin dapat membina dan dilaksanakan dalam proses pendidikan sehingga waktu pendidikan dapat ditingkatkan yaitu sebagai berikut : a. Melaksanakan tata tertib dengan baik, baik bagi guru maupun baik bagi siswa, karena tata tetib yang berlaku merupakan aturan dalam ketentuan yang harus ditaati oleh siapa pun demi kelancaran proses pendidikan itu, yaitu: 1) 2) Patut terhadap aturan sekolah atau lembaga pendidikan. Mengindahkan petunjuk-petunjuk yang berlaku disekolah atau lembaga pendidikan tertentu. Contohnya menggunakan kurikulum yang berlaku atau membuat satuan pelajaran. 3) Tidak membangkang pada peraturan yang berlaku, baik bagi para pendidik maupun bagi peserta didik. Contohnya membuat PR bagi peserta didik. 4) 5) 6) 7) Tidak suka membohong. Bertingkahlaku yang menyenangkan. Rajin dalam belajar mengajar. Tidak suka malas dalam belajar mengajar. Tidak menyuruh orang untuk bekerja demi sendiri. 9) 10) 11) Tepat waktu dalam belajar mengajar. Tidak pernah keluar saat belajar mengajar. Tidak pernah membolos saat belajar mengajar.

b. Tata terhadap kebijakan dan kebijaksanaan yang berlaku, meliputi : 1) 2) 3) Menerima menganalisa dan mengkaji berbagai pembaruan pendidik. berusaha menyesuaikan dengan situai dan kondisi pendidikan yang ada. Tidak membuat keributan didalam kelas.

4) 5) c.

Mengerjakan tugas sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Membantu kelancaran proses belajar mengajar.

Menguasai diri dan intropeksi. Dengan melaksanakan indikator indikator yang dikemukakan diatas sudah barang tentu disiplin dalam proses pendidikan dapat telaksana dan kedisiplinan dalam proses belajar mengajar dapat terlaksana dan kedisiplinan guru dapat ditigkatkan. Selain beberapa indikator supaya disiplin dapat terlaksana, adapun hal yang perlu diperhatikan yakni langkah-langkah untuk menanamkan kedisiplinan guru disekolah yang meliputi : 1) Dengan Pembiasaan Guru dan para pegawai (staf) untuk melakukan hal-hal dengan tertib, keluar dan teratur. Kebiasaan-kebiasaan ini akan berpengaruh besar terhadap ketertiban dan keteraturan dalam hal-hal lain 2) Dengan contoh dan teladan Dalam hal ini guru, kepala sekolah beserta staf maupun orang tua sekalipun harus menjadi contoh dan teladan bagi anak-anaknya. Jangan membiasakan sesuatu kepada anak tetapi dirinya sendiri tidak melaksanakan hal tersebut. Hal tersebut akan menimbulkan rasa tidak adil dihati anak, rasa tidak senang dan tidak ikhlas melakukan sesuatu yang dibiasakan, akan berakibat bawha pembiasaan itu sebagai pembiasaan yang dipaksakan dan sulit sekali menjadi disiplin yang tumbuh secara alami dari dalam diri atau dari dalam lubuk hati nurani sebagai pembiasaan lingkunganya 3) Dengan Penyadaran

Guru pegawai (staf) harus diberikan penjelasan-penjelasan tentang pentingnya nilai dan fungsi dari peraturan-peraturan itu dan apabila kesadaran itu lebih timbul berarti pada guru telah timbul disiplin

4)

Dengan Pengawasan Pengawasan bertujuan untuk menjaga atau mencegah agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Pengawasan harus terus-menerus dilakukan, terlebih lagi dalam situasi-situasi yang sangat memungkinkan bagi guru dan para staf untuk berbuat sesuatu yang melanggar tata tertib sekolah.

Menurut Aim Abdul Karim dalam Buku PPKN 2 untuk SMU kelas 2 menyebutkan bahwa ada beberapa indikator untuk menanamkan Disiplin dalam kehidupan yaitu : a. b. c. d. e. Pembiasaan Pengawasaan Perintah Larangan Ganjaran hukuman

Langkah-langkah tersebut umumnya dilaku