Upload
silmifah
View
327
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
1
ANALISIS ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA PEDAGANG DI
PASAR BARU BANDUNG
Penulis:
Puji Lestari
Silmi Kaffah
Winda Nurkomala Dewi
Hajra Indrayati
Dini Nurhayati
Moch. Bayu Sadewa
Aen Nurfalah.
Abstract
The purpose of this research is to investigate the use of code switching and
mixing in Pasar Baru Bandung, especially Bandung souvenirs traders. This research
examines thet ypes of code switching and mixing that occurs in the dialogue by the
traders to the visitors, the reason why they switch or mix their dialogue, and the
context of code switching and mixing in the dialog. Data were collected by writing
dialogues of code mixing and switching and then mark the words or phrases or
sentences in the dialogue. Data were analyzed by using the theory of Hudson about
the types of code switching and code mixing. Moreover, the theory of Suwito and
Mutmainnah about the reason of code switching and mixing is used in this research.
In this study calculated how much frequency traders use code switching and mixing.
The results showed that most of them use the conversational code switching and inner
code mixing in workings of their conversation because there are many Regional and
English languages that are familiar to them, so they can use in their sentences easily.
The results showed that most of them use code switching and mixing in their dialogue
as express their group identity.
Keywords: Code Mixing, Code Switching.
2
Abstrak
Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui
penggunaan alih kode dan campur kode pada para pedagang di Pasar Baru Bandung,
khususnya pada para pedagang oleh-oleh khas Bandung. Studi ini mengkaji tentang
jenis alih kode dan campur kode yang terjadi dalam dialog yang diucapkan oleh para
pedagang kepada para pengunjung, alasan mengapa mereka beralih atau mencampur
dialog mereka, dan konteks alih kode dan campur kode dalam dialog kode. Data
dikumpulkan dengan menulis dialog berisi campur kode dan alih kode dalam catatan
lapangan dan kemudian menandai kata-kata atau frasa campuran atau kalimat dalam
dialog. Data dianalisis menggunakan teori Hudson mengenai jenis alih kode dan
campur kode. Selain itu, teori Suwito dan Mutmainnah tentang alasan alih kode dan
campur kode juga digunakan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini dihitung
seberapa banyak frekuensi para pedagang menggunakan alih kode dan campur kode.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar mereka menggunakan
conversational code switching dan inner code mixing dalam percakapan mereka
karena ada banyak istilah bahasa daerah dan Inggris yang akrab bagi mereka sehingga
dapat mereka gunakan dalam kalimat mereka dengan mudah. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka menggunakan alih kode dan campur
kode dalam dialog mereka karena mengekspresikan identitas kelompok mereka.
Kata Kunci: Campur Kode, Alih Kode.
3
1. Pendahuluan
Alih kode (code switching) merupakan salah satu wujud penggunaan bahasa
oleh seorang dwibahasawan, yaitu penggunaan lebih dari satu bahasa oleh seorang
dwibahasawan yang bertutur dengan cara memilih salah satu kode bahasa disesuaikan
dengan keadaan (Hudson 1996:51-53). Terdapat dua jenis alih kode, yaitu Situational
code-switching dan Metaphorical codeswitching (Hudson, 1996:52-53; Wardhaugh,
1986: 102-103; Istiati. S, 1985). Situational code-switching adalah adanya perubahan
bahasa yang terjadi karena adanya perubahan situasi. Seorang dwibahasawan
menggunakan satu bahasa dalam satu situasi tutur dan menggunakan bahasa yang lain
pada situasi tutur yang lain (Hudson 1996:52; Wardhaugh 1986:102-103). Menurut
Hudson (1996), alih kode jenis ini dinamakan situational code-switching karena
perubahan bahasa-bahasa oleh seorang dwibahasawan selalu bersamaan dengan
perubahan dari satu situasi eksternal (misalnya berbicara kepada anggota keluarga) ke
situasi eksternal lainnya (misalnya berbicara dengan tetangga).
Dalam disertasinya, Istiati (dalam Mutmainnah 2008:44-45) menyatakan
bahwa alih bahasa jenis ini terjadi terutama disebabkan oleh latar dan topik. Selain
itu, umur, seks, pengetahuan penutur, status, sosial, dan kesukuan menentukan pula
terjadinya alih kode. Dengan demikian, kaidah-kaidah sosial budaya merupakan
faktor yang dominan. Jenis alih kode yang kedua ialah Metaphorical code-switching,
yaitu ketika sebuah perubahan topik membutuhkan sebuah perubahan bahasa yang
digunakan. Alih kode ini terjadi apabila penutur merasa bahwa dengan beberapa kata
atau kalimat yang diucapkan dalam bahasa lain, maka ia dapat menekankan apa yang
diinginkan sehingga akan mendapat perhatian dari pendengarnya.
Suwito (dalam Oktora 2012) membagi alih kode menjadi dua, yaitu alih kode
ekstern bila alih bahasa, seperti dari bahasa Indonesia beralih ke bahasa Inggris atau
sebaliknya, dan alih kode intern, yaitu bila alih kode berupa alih varian, seperti dari
bahasa Jawa ngoko merubah ke krama.
Beberapa faktor yang menyebabkan alih kode sebagai yaitu; penutur, seorang
penutur kadang dengan sengaja beralih kode terhadap mitra tutur karena suatu tujuan.
Misalnya mengubah situasi dari resmi menjadi tidak resmi atau sebaliknya. Mitra
tutur, yang latar belakang kebahasaannya sama dengan penutur biasanya beralih kode
dalam wujud alih varian dan bila mitra tutur berlatar belakang kebahasaan berbeda
4
cenderung alih kode berupa alih bahasa. Hadirnya penutur ketiga, untuk menetralisasi
situasi dan menghormati kehadiran mitra tutur ketiga, biasanya penutur dan mitra
tutur beralih kode, apalagi bila latar belakang kebahasaan mereka berbeda. Pokok
pembicaraan atau topik merupakan faktor yang dominan dalam menentukan
terjadinya alih kode. Pokok pembicaraan yang bersifat formal biasanya diungkapkan
dengan ragam baku, dengan gaya netral dan serius dan pokok pembicaraan yang
bersifat informal disampaikan dengan bahasa tak baku, gaya sedikit emosional, dan
serba seenaknya. Untuk membangkitkan rasa humor biasanya dilakukan dengan alih
varian, alih ragam, atau alih gaya bicara.
Untuk sekadar bergengsi walaupun faktor situasi, lawan bicara, topik, dan
faktor sosio-situasional tidak mengharapkan adanya alih kode, terjadi alih kode,
sehingga tampak adanya pemaksaan, tidak wajar, dan cenderung tidak komunikatif.
Campur kode (code-mixing) merupakan wujud penggunaan bahasa lainnya
pada seorang dwibahasawan. Berbeda dengan alih kode, dimana perubahan bahasa
oleh seorang dwibahasawan disebabkan karena adanya perubahan situasi, pada
campur kode perubahan bahasa tidak disertai dengan adanya perubahan situasi
(Hudson, 1996:53). Menurut Istiati (dalam Mutmainnah 2008:46), campur kode
dilakukan oleh penutur bukan semata-mata karena alasan situasi pada saat terjadinya
interaksi verbal, melainkan oleh sebab-sebab yang bersifat kebahasaan. Sumber dari
campur kode bisa datang dari kemampuan berbahasa, bisa pula datang dari
kemampuan berkomunikasi, yakni tingkah laku. Jika gejala itu hadir karena penutur
telah terbiasa menggunakan bahasa campur demi kemudahan belaka sebagai hasil dari
sistem budaya, sistem sosial atau sistem kepribadian secara terus menerus, maka
gejala itu datang dari sistem tingkah laku. Artinya, gejala ini bersumber dari
kemampuan berkomunikasi.
Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan
suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa
lainnya. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristk penutur, seperti latar
belakang sosial, tingkat pendidikan, dan rasa keagamaan. Biasanya ciri menonjolnya
berupa kesantaian atau situasi informal. Namun bisa terjadi karena keterbatasan
bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya, sehingga ada
5
keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung satu fungsi.
Campur kode termasuk juga konvergense kebahasaan (linguistic convergence).
Campur kode dibagi menjadi dua, yaitu: campur kode ke dalam (innercode-
mixing), merupakan campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala
variasinya dan campur kode ke luar (outer code-mixing), merupakan campur kode
yang berasal dari bahasa asing. Adapun latar belakang terjadinya campur kode dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu sikap (attitudinal type), merupakan latar belakang
sikap penutur dan kebahasaan (linguistik type) merupakan latar belakang keterbatasan
bahasa, sehingga ada alasan identifikasi peranan, identifikasi ragam, dan keinginan
untuk menjelaskan atau menafsirkan. Dengan demikian campur kode terjadi karena
adanya hubungan timbal balik antaraperanan penutur, bentuk bahasa, dan fungsi
bahasa. Beberapa wujud campur kode antara lain berupa penyisipan kata, frasa,
klausa, ungkapan atau idiom, dan penyisipan bentuk baster (gabungan pembentukan
asli dan asing).
Berdasarkan teori-teori tersebut perlu adanya penelitian mengenai pemilihan
kode tersebut untuk mengetahui apakah benar bahwa masyarakat pada umumnya
menggunakan Alih Kode dan Campur Kode, dalam penelitian ini diambil sample
yaitu para pedagang oleh-oleh. Dalam penelitian ini dapat diketahui seberapa sering
para pedagang oleh-oleh di Pasar Baru menggunakan Alih Kode dan Campur Kode
dalam perdagangan.
2. Metode Penelitian
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas maka perlu diuraikan lebih
lanjut tentang metode-metode yang digunakan dalam penelitian ini. Bagian metode
penelitian ini dibagi menjadi dua pokok bahasan, yaitu objek penelitian dan metode
penelitian. Objek kajian bisa diteliti berdasarkan tiga langkah-langkah yang penting,
yaitu langkah penyediaan data, langkah analisis data, dan langkah penyajian hasil
analisis. Satu hal yang harus diperhatikan dalam penelitian sosiolinguistik, yaitu
bahwa aspek luar bahasa sangat signifikan menjelaskan atau dijelaskan oleh bahasa
itu sendiri. Dengan kata lain, konsep dasar kajian sosiolinguistik adalah konsep
korelasi. Yang dilakukan peneliti di bidang ini adalah mengkorelasikan bahasa
dengan aspek sosial.
6
3. Objek Penelitian
Penelitian ini merupakan sebuah penelitian pemakaian alih kode dan campur
kode pada pedagang dalam sosialisasi bahasa dalam konteks multikultural di Pasar
Baru Bandung. Pasar Baru Bandung merupakan sebuah pasar yang dihuni mahasiswa
yang heterogen atau multikultural, baik asal daerah, suku, bahasa, agama, pendidikan,
dan adat-istiadat. Pasar Baru Bandungberalamat di Jl. Otto Iskandardinata No. 99,
Pasar Baru, Kota Bandung 40181, Indonesia
Pemilihan Pasar Baru Bandung sebagai lokasi penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan data sesuai dengan topik penelitian. Data dalam penelitian ini
bersumber dari penggunaan campur kode dalam sosialisasi bahasa pedagang yang
terjadi Pasar Baru Bandung. Penggunaan bahasa itu terjadi secara alami dari peristiwa
tutur yang wajar dalam komunikasi sehari-hari di pasar.
Setiap penelitian ilmiah tentu berhubungan dengan masalah sumber data.
Pemilihan dan penentuan sumber data pada suatu penelitian tergantung pada
permasalahan yang akan diselidiki dan hipotesis yang hendak diuji kebenaran atau
ketidakbenarannya. Populasi pada penelitian ini adalah populasi heterogen, yaitu
pemakaian campur kode dalam sosialisasi bahasa hanya pada suatu masyarakat
bahasa tertentu, yakni pedagang. Selain itu, populasi pada penelitian ini merupakan
populasi teoritis, artinya ialah sejumlah sumber data yang batas-batasnya ditetapkan
secara kualitatif, sehingga dari segi jumlah, secara kuantitatif tidak dapat ditetapkan
secara tegas (Nawawi 1993).
Sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu untuk mendeskripsikan bentuk
penggunaan alih kode dan campur kode dalam sosialisasi bahasa pada pedagang
dengan konteks multikultural di Pasar Baru Bandung dan mendeskripsikan faktor-
faktor yang mempengaruhi bentuk sosialisasi bahasa sehari-hari pedagang di Pasar
Baru Bandung, maka sampel pada penelitian ini adalah tuturan pedagang di Pasar
Baru Bandung yang ditemukan pada ranah-ranah penelitian yang mengandung unsur-
unsur campur kode dalam sosialisasi bahasa sehari-hari. Penentuan sampel pada
penelitian ini menggunakan jenis purposive sample, yaitu salah satu jenis sample yang
pemilihan subyeknya didasarkan atasciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah
7
diketahui sebelumnya, yaitu tuturanpada pedagangoleh-oleh di Pasar Baru Bandung
yang ditemui.
1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu metode penelitian
yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi
objek yang alamiah dan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik
pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data
menggunakan instrumen penelitian, dan analisis data bersifat kualitatif dengan tujuan
untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan Metode ini disebut juga metode
penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah
(natural setting) (Sugiyono 2010:14). Objek kajian pada penelitian ini diteliti
berdasarkan tiga langkah penting, yaitu: (1) pengumpulan data, (2) analisis data, dan
(3) penyajian hasil analisis data.
1.1 Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah suatu cara yang dilakukan seorang peneliti
untuk mendapatkan data yang diperlukan. Dengan metode pengumpulan data yang
tepat dalam suatu penelitian akan memungkinkan pencapaian pemecahan masalah
secara valid dan terpercaya yang akhirnya akan memungkinkan dirumuskannya
generalisasi yang obyektif (Nawawi 1991:13).
Penelitian ini menggunakan metode observasi Menurut Gunarwan (2001a:44),
metode wawancara mirip dengan metode survei, yakni menggunakan sejumlah
pertanyaan untuk menjaring informasi atau data dari responden. Peneliti terlibat
langsung selama proses pengumpulan data. Data dikumpulkan selama kurang lebih
satu minggu baik secara langsung maupun tidak langsung selama ada tuturan dari
sampel terkait penggunaan alih kode dan campur kode dalam perdagangan. Teknik
yang digunakan adalah dengan mencatat tuturan sampel untuk mendapatkan data yang
valid dan lengkap. Tuturan yang menjadi data penelitian ini terealisasi di dalam
penggalan tuturan pedagang.
8
Setelah data diperoleh, tugas peneliti selanjutnya adalah menganalisis data
tersebut. Langkah analisis data ini adalah langkah terpenting untuk mendapatkan
jawaban dari masalah yang ingin dipecahkan. Kaidah dan simpulan aspek-aspek alih
kode dan campur kode dalam sosialisasi bahasa pada pedagang dengan konteks
multikultural di Pasar Baru Bandung dianalisis dengan menggunakan metode analisis
kontekstual.
Dalam kaitannya dengan penelitian Sosiolinguistik, bahasa dipandang sebagai
variabel dependen atau varibel terikat, sedangkan unsur luar bahasa dalam hal ini
konteks situasi dan konteks sosial budaya dipandang sebagai variabel independen atau
variabel bebas (Arimi dalam Mutmainnah 2008:61).
Analisis data pada penelitian ini dilakukan melalui empat langkah, yaitu 1)
reduksi data, 2) transkripsi data, 3) pengelompokan kategori data dari catatan, dan 4)
penyimpulan pola penggunaan alih kode dan campur kode dalam sosialisasi bahasa
pada pedagang oleh-oleh di Pasar Baru.
1.2 Hasil Analisis Data
Pada penelitian ini, hasil analisis data disajikan dengan menggunakan metode
informal. Penerapan metode informal dalam penelitian ini tampak pada pemaparan
hasil analisis tentang penggunaan alih kode dan campur kode dalam sosialisasi
bahasa. Dengan metode informal ini, penyajian hasil analisis data dilakukan dengan
menyajikan diskripsi khas verbal dengan kata-kata.
4. Diskusi dan Temuan:
Sesuai dengan tujuan penelitian ini maka pembahasan dibagi menjadi tiga
bagian. Secara lengkap pembahasan tersebut sebagai berikut.
1. Penggunaan Alih Kode
Penggunaan alih kode pada para pedagang oleh-olehdi Pasar Baru Bandung dapat
dilihat dari dialog berikut:
Percakapan 1
Tempat : Kios oleh-oleh 1
Waktu : ± 11.30 WIB
9
Konteks: Pedagang sedang menunggu pembeli
Penutur : Hajra (ingin menukarkan uang)
Petutur : Pedagang Keripik Tempe
Pedagang kios 1 : “Sok Neng mangga cobian kiripikna!”
Hajra :“Aduh Bu maaf saya mau nuker uang sama sepuluh ribuan
lima.”
Pedagang kios 1 : “Aduh Ibu gak punya uang kecil.”
Pada percakapan di atas umumnya menggunakan Bahasa Indonesia (BI) untuk
bersosialisasi dalam kehidupan sehari-hari. Kemultikulturalan yang ada di Pasar Baru
mengharuskan para pedagang menggunakan BI karena pembeli berasal dari daerah
yang berbeda. Di antara penggunaan bahasa dalam percakapan di atas terdapat alih
kode ke dalam Bahasa Indonesia dari Bahasa Sunda. Berdasarkan dialog di atas alih
kode yang terjadi disebabkan oleh situsasi yang memaksa pedagang tersebut beralih
dari Bahasa Sunda ke Bahasa Indonesia karena Hajra tidak mengerti Bahasa Sunda.
Pecakapan 2
Tempat : Kios oleh-oleh 5
Waktu : ± 11.45 WIB
Konteks : Pedagang sedang menunggu pembeli sambil berbincang-bincang
dengan pedagang yang lain.
Penutur : Pedagang Kios 6
Petutur : Pedagang Kios 5
Pedagang kios 5 sedang menunggu pembeli sambil berbincang-bincang
dengan pedagang kios 6.
Pedagang kios 5: ”Iyo tukang ojeg nan dakek rumah ambo bacarito ado panumpang
nan lupo bayia ongkos.”
Pedagang kios 6: “Oiyo? Manga bisa coitu?”
10
Tiba-tiba ada pembeli datang ke kios 5, dan secara spontan pedagang kios 5
mengalihkan bahasanya menjadi bahasa Indonesia.
Pedagang kios 5: “Mari-mari, silahkan dipilih oleh-olehnya.”
Dalam percakapan tersebut, terjadi alih kode dari Bahasa Padang ke Bahasa
Indonesia. Alih kode tersebut terjadi karena adanya perubahan situasi dimana ada
pembeli yang datang saat mereka berbincang-bincang, pedagang tersebut tidak
mengetahui bahasa apa yang digunakan oleh pembeli itu. Jadi, pedagang itu
mensiasati hal tersebut dengan mengalihkan ke bahasa Indonesia.
2. Penggunaan Campur Kode
Percakapan 1
Tempat : Kios oleh-oleh 7
Waktu : ± 12.15 WIB
Konteks : Pedagang sedang menawarkan oleh-oleh kepada pembeli di
depan tokonya
Penutur : Pedagang Kios 7
Petutur : Winda
Pedagang kios 7 : “Sok teh, mau apa oleh-olehnya sok dicoba dulu?”
Winda : “Teh, upami dodol sekilonya berapa?”
Pedagang kios 7 : “Sekilonya 12 ribu neng.”
Dari percakapan diatas, para pedagang secara tidak sadar mencampur-
campurkan atau menyisipkan bahasa Sunda ke Bahasa Indonesia maupun sebaliknya.
Hal tersebut terjadi karena kebiasaan bahasa mereka yang digunakan sehari-hari.
Pecakapan 2
Tempat : Kios oleh-oleh 12
Waktu : ± 13.00 WIB
Konteks: Pedagang sedang sibuk melayani pembeli.
Penutur : Pedagang Kios 12
11
Petutur : Ibu-ibu
Pedagang kios 12: “Sok kripikna-kripikna 12 ribu sekilo-sekilo!”
Ibu-ibu: “ Naha mang awis-awis teuing, biasana oge 10 sakilona.”
Dari percakapan diatas, pedagang kios 12 menyisipkan kata “Sekilo” dalamkalimat
Sunda yang secara tidak langsung itu merupakan campur kode.
Percakapan-percakapan di atas merupakan beberapa contoh dari hasil
pengamatan pada para pedagang oleh-oleh di Pasar Baru Bandung. Setelah
menganalisis 30 sample penggunaan Alih Kode dan Campur Kode yang telah
dilampirkan, maka diperoleh data sebagai berikut :
3 dari 30 sample menggunakan Situational Code Switching.
7 dari 30 sample menggunakan Conversational Code Switching.
16 dari 30 sample menggunakan Inner Code Mixing
1 dari 30 sample menggunakan Outer Code Mixing.
Dan 3 dari 30 sample tidak menggunakan Code Switching maupun Code
Mixing.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar dari mereka
menggunakan Inner Code Mixing dan Conversational Code Mixing.
5. Simpulan
Dari hasil penelitian di atas dapat di simpulkan bahwa sebagian besar
Pedagang oleh-oleh di Pasar Baru Bandung menggunakan Inner Code Mixing dan
Conversational Code Switching, hal tersebut di pengaruhi oleh keberagaman bahasa
serta perbedaan budaya yang ada antara pedagang dan pembeli di Pasar tersebut.
Hasil penelitian ini menggambarkan dan memberi penjelasan tentang
penggunaan campur kode pada pedagang dalam sosialisasi bahasa dengan konteks
multikultural di Pasar Baru Bandung. Meskipun demikian, hasil penelitian ini
bukanlah sebuah generalisasi penggunaan alih kode dan campur kode di Pasar Baru
Bandung. Hal tersebut dikarenakan masing-masing daerah memiliki adat yang
berbeda-beda walaupun masih satu wilayah. Oleh karena itu, penelitian berikutnya
dapat dilakukan di wilayah yang lebih luas untuk mendeskripsikan lebih jauh
12
penggunaan campur kode dalam sosialisasi bahasa. Selanjutnya, dalam upaya
memperdalam dan memperluas pemahaman tentang alih kode, campur kode, dan
sosialisasi bahasa perlu dilakukan kajian yang lebih mendetail.
6. Daftar Pustaka
Arsanti, Meilan. 2012. Alih Kode dan Campur Kode. (Diunduh 11 April 2013)
Hudson, Richard A. 1996. Sociolinguistics. Second edition. Cambridge: Cambridge
University Press. http://books.google.co.id/books/about/Sociolinguistics.html?
hl=id&id=B2kST7BcVtwC (Diunduh 19 Juni 2012).
Mutmainnah, Yulia (2008) Pemilihan Kode dalam Masyarakat Dwibahasa: Kajian
Sosiolinguistik pada Masyarakat Jawa di Kota Bontang Kalimantan Timur.
Masters thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
http://eprints.undip.ac.id/17680/(Diunduh 19 Juni 2012).
Rokhman, Fathur. 2003. Pemilihan Bahasa pada Masyarakat Dwibahasa: Kajian
Sosiolinguistik di Banyumas. Disertasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.
Rokhman, Fatur. 2009. Fenomena Pemilihan Bahasa dalam Masyarakat Multilingual:
Paradigma Sosiolinguistik
http://fathurrokhmancenter.wordpress.com/2009/06/04/fenomena-pemilihan-
bahasa-dalam-masyarakat-multilingual-paradigma-sosiolinguistik/?
blogsub=confirming#subscribe-blog (Diunduh 6 Juni 2012).
Wardhaugh, Ronald. 1986. An Introduction to Sociolinguistics. Oxford: Basil
Blackwell.http://books.google.co.id/books/about/An_Introduction_to_Sociolin
guistics.html?id=0J2VOzNYtKQC&redir_esc=y (Diunduh 19 Juni 2012).
Lampiran
13
Berikut merupakan pengelompokan Alih Kode dan Campur Kode dari hasil
pengamatan pada para pedagang oleh-oleh di Pasar Baru Bandung:
No Kalimat UjaranAlih Kode
Campur Kode
Keteragan
1 Sok neng barade? Sayang mau apa oleh-olehnya? √Conversational Code Switching
2 Sok teh mau apa oleh-olehnya say? √ Inner Code Mixing
3 Hayu neng makanan pedesnya dua belas ribu. √ Inner Code Mixing
4 Mangga, silahkan teh cobian dulu. √ Inner Code Mixing
5 Ayo teh cobain dorokdokna. √ Inner Code Mixing
6 Ayo Ibu belanja, mau yang mana? - - -
7Sok neng mau dodolnya lima belas ribu, darimana neng?
√ Inner Code Mixing
8 De belanja dulu oleh-olehnya. - - -
9 Dua limaan weh bu, sok teh mangga. - - -
10 Ini semua pasna sabarahaeun bu? √ Inner Code Mixing
11 Aya artos alit teu? Ibu belum dapet penglaris. √Conversational Code Switching
12Ibu ieu kiripik sabarahaan? Boleh nyobain dulu engga?
√Conversational Code Switching
13 Pa, aya kiripik Maicih teu? Sekilonya berapa? √Conversational Code Switching
14Mang mahal banget. Biasana oge sapuluh rebu sakilo.
√Conversational Code Switching
15 Sok neng sini, cobian heula. Nyobian mah gratis da. √ Inner Code Mixing
16 Semprong sekilo ne piro mas? √ Inner Code Mixing
17
Pedagang kios 1 : “Sok Neng manga cobiankiripikna!”Hajra : “Aduh Bu maaf saya mau nuker uang sama sepuluh ribuan lima.”Pedagang kios 1 : “Aduh Ibu gak punya uang kecil.”
√Situational Code
Switching
18 Pedagang kios 5: ” Iyo tukang ojeg nan dakek rumah ambo bacarito ado panumpang nan lupo bayia ongkos.”Pedagang kios 6: “Oiyo? Manga bisa coitu?”
Situational Code Swiitching
14
Tiba-tiba ada pembeli datang ke kios 5, dan secara spontan pedagang kios 5 mengalihkan bahasanya menjadi bahasa Indonesia.Pedagang kios 5: “ Mari-mari, silahkan dipilih oleh-olehnya.”
19
Pedagang kios 7: “ Sok teh, mau apa oleh-olehnya sok dicoba dulu?”Winda: “ Teh, upami dodol sekilonya berapa?”Pedagang kios 7: “Sekilonya 12 ribu neng.”
√ Inner Code Mixing
20
Pedagang kios 12: “Sok kripikna-kripikna 12 ribu sekilo-sekilo!”Ibu-ibu: “Naha mang awis-awis teuing, biasana oge 10 sakilona.”
√ Inner Code Mixing
22Hoyong kue anu mana bu? Boleh nyobain dulu kok silahkan.
√Conversational Code Switching
23 Oleh-olehna Bos buat di rumah. √ Inner Code Mixing
24Kurupukna, Kiripikna, Dodolna, sok manga kesini dulu.
√ Inner Code Mixing
25 Sok dicobain dulu Bu peuyeumna, diical mirah kok. √ Inner Code Mixing
26 Ibu Bapak kerupuk seblaknya dijual murah. √ Inner Code Mixing
27
Pedagang : “sepuluh ribu tiga bungkus, siapa lagi ayo-ayo.Pembeli :“ari nu ieu sami wae sapuluh tilu?”Pedagang : “muhun bu sadayana oge sapuluh tilu.”
√Situational Code
Switching
28Pedagang : “Colenak colenak aneka rasa, sapuluh rebu sabungkus.”Pembeli : “Didiscount ya Bu?”
√ Outer Code Mixing
29Pisang sale asli ti Bandung, mangga mangga dua belas rebu sakilo.
- - -
30 Bapak, Ibu, Teteh sok mangga wajitnya diborong. √ Inner Code Mixing