29
STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH PERBATASAN ANTARNEGARA: MEMACU PERTUMBUHAN EKONOMI DI ENTIKONG KABUPATEN SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT Dendy Kurniadi 1 , Sunarti 2 ABSTRACT Border region is now entering a new paradigm of regional development. As the region posed by globalization and the decentralization policy, the security paradigm shifts toward prosperity and identity. Different characteristics from other regions (immobility factors of production, transaction costs and delay, a different economic system, institutional issues, the establishment of zoning and the role of the informal sector) encourage economic function in the region internally and externally. Economic perspective in the border regions tend to increase as the paradigm change. From the previous background, Entikong is a border area with the highest economic activity along the land border (West Kalimantan-Sarawak). Formal access of this area opened since 1991, with the dynamics of economic activity indicated by the increased of flow movement (people and goods). From literature perspective, this region has a chance in the economic growths, but so far, it has not shown any developments in the context of developing an inter-state border region from an economic perspective that supported Entikong functions as a growth center. The main question is therefore: “How is the border development strategy in spurring economic growth in Entikong?” in the way of answering it, the paper proposes a review of spatial and economic aspects of the region as well as a best practice development of border areas that can help resolving the problem in Entikong. Concurrent triangulation method is used to complete the results of the study in qualitative and quantitative approach, on inter and intraregional analysis. The analyses in this study are spatial region, economic structure, development of border area, and formulation of development strategy. The findings of this study indicate the economic growth that occurred in Entikong. Economic growth that occurred have opportunities in the development of border area, because this area has significant equity capital in the development of border areas, i.e. cultural, institutional framework, private sector interest, infrastructure approaches, and policies approaches. The border development strategy is base on the problems arising from the above analysis. These strategies are encouraging a conducive and operational regulatory, organizing road map of effective spatial planning and operations, improvising on hard & soft infrastructure development that responds to the needs of development, increasing the role of leading sector and encouraging other sectors in growth, increasing attention to the sustainability of development and human resource development, facilitating of internal and external trade. KEYWORDS: border regions, economic growth, development strategy 1 Staf Subdit Peningkatan Permukiman Wilayah II, Direktorat Pengembangan Permukiman, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, alamat kantor: Jl. Pattimura No. 20 Kebayoran Baru - Jakarta Selatan, telepon: 081310108082, e-mail: [email protected] ; [email protected] 2 Staf pengajar MTPWK UNDIP 1

Artikel-DendyKurniadi-2003

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Artikel-DendyKurniadi-2003

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH PERBATASAN ANTARNEGARA: MEMACU PERTUMBUHAN EKONOMI

DI ENTIKONG KABUPATEN SANGGAU PROVINSIKALIMANTAN BARAT

Dendy Kurniadi1, Sunarti2

ABSTRACTBorder region is now entering a new paradigm of regional development. As the region posed by globalization and the decentralization policy, the security paradigm shifts toward prosperity and identity. Different characteristics from other regions (immobility factors of production, transaction costs and delay, a different economic system, institutional issues, the establishment of zoning and the role of the informal sector) encourage economic function in the region internally and externally. Economic perspective in the border regions tend to increase as the paradigm change. From the previous background, Entikong is a border area with the highest economic activity along the land border (West Kalimantan-Sarawak). Formal access of this area opened since 1991, with the dynamics of economic activity indicated by the increased of flow movement (people and goods). From literature perspective, this region has a chance in the economic growths, but so far, it has not shown any developments in the context of developing an inter-state border region from an economic perspective that supported Entikong functions as a growth center.

The main question is therefore: “How is the border development strategy in spurring economic growth in Entikong?” in the way of answering it, the paper proposes a review of spatial and economic aspects of the region as well as a best practice development of border areas that can help resolving the problem in Entikong.

Concurrent triangulation method is used to complete the results of the study in qualitative and quantitative approach, on inter and intraregional analysis. The analyses in this study are spatial region, economic structure, development of border area, and formulation of development strategy.

The findings of this study indicate the economic growth that occurred in Entikong. Economic growth that occurred have opportunities in the development of border area, because this area has significant equity capital in the development of border areas, i.e. cultural, institutional framework, private sector interest, infrastructure approaches, and policies approaches. The border development strategy is base on the problems arising from the above analysis. These strategies are encouraging a conducive and operational regulatory, organizing road map of effective spatial planning and operations, improvising on hard & soft infrastructure development that responds to the needs of development, increasing the role of leading sector and encouraging other sectors in growth, increasing attention to the sustainability of development and human resource development, facilitating of internal and external trade.

KEYWORDS: border regions, economic growth, development strategy

PENDAHULUANPerhatian terhadap wilayah perbatasan antarnegara dan implikasinya terhadap pertumbuhan ekonomi cenderung meningkat seiring dengan fungsi wilayah ini sebagai batas sumber daya. Kesempatan ekonomi tersebut muncul karena adanya pemanfaatan sumber daya di kedua wilayah yang berbatasan dan kedekatannya

1 Staf Subdit Peningkatan Permukiman Wilayah II, Direktorat Pengembangan Permukiman, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, alamat kantor: Jl. Pattimura No. 20 Kebayoran Baru - Jakarta Selatan, telepon: 081310108082, e-mail: [email protected]; [email protected] 2 Staf pengajar MTPWK UNDIP

1

Page 2: Artikel-DendyKurniadi-2003

2

secara spasial3 (Van Well, 2006; Niebuhr dan Stiller, 2001). Selain itu, meningkatnya peluang pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh perubahan kondisi kedua negara ke arah kerjasama yang cenderung meningkatkan potensi pergerakan dengan motif kesempatan ekonomi (perusahaan maupun individual) karena tingginya potensi pasar dalam mengakomodasikan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh kedua wilayah (Akaha dan Vassilieva, 2005: 1).

Peluang pertumbuhan ekonomi di wilayah perbatasan dimiliki oleh Entikong. Kawasan ini merupakan kawasan perbatasan yang paling tinggi aktivitas ekonominya di sepanjang Kalimantan Barat – Sarawak (Kompas, 2003). Aktivitas ekonomi tersebut sebagian besar adalah sektor perdagangan yang tumbuh akibat terbukanya pintu lintas batas formal Entikong – Tebeddu (Sarawak) sejak tahun 1991. Sebagai pintu lintas batas, kawasan ini menjadi pintu masuk dan pintu keluar bagi arus perdagangan yang terjadi antar wilayah, serta menjadi lokasi yang strategis bagi kegiatan perekonomian.

Dalam konteks pertumbuhan ekonomi pada kawasan perbatasan darat antarnegara, Wu (2001), memberikan beberapa contoh kawasan perbatasan darat antarnegara seperti Polandia - Jerman dan China - Vietnam. Di perbatasan Jerman – Polandia, fenomena konflik demokrasi dan politik yang terjadi di wilayah tersebut menyebabkan menjamurnya kegiatan sektor informal dalam perekonomian di kawasan perbatasan Polandia. Hal ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi di sisi Polandia, karena tingginya harga barang yang ada di Jerman membuat warga Jerman tertarik untuk berbelanja. Namun di sisi lain, Jerman menangkap peluang kerjasama dalam pengembangan industri manufaktur dengan peluang tenaga kerja dari Polandia, meskipun dalam konteks ini diperlukan institusi dan kebijakan dalam pengembangannya.

Kawasan perbatasan lain yang berbasis pada perdagangan terdapat juga di perbatasan antara China dan Vietnam (Guang Xi – Quan Ninh). Adanya zona industri khusus di sisi China untuk menarik investasi menyebabkan tingginya arus perdagangan dan menarik investasi asing dalam pengembangan kawasan, begitu pula dari sisi Vietnam, besarnya daya tarik wisata menyebabkan arus masuk wisatawan di perlintasan. Kondisi demikian mendorong adanya pengembangan di kawasan perbatasan karena adaya komplementaritas kegiatan ekonomi dan adanya instrumen kebijakan pendukung.

Peran dari terbukanya akses formal Entikong – Tebedu (Sarawak) sejak tahun 1991, merupakan langkah penting dalam pertumbuhan ekonomi di perbatasan. Diresmikannya Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) dari semula Pos Lintas Batas (PLB), menjadikan Entikong sebagai pintu keluar masuk antar negara (Indonesia-Malaysia) yang berlaku secara internasional. Kondisi tersebut mengubah peran sebuah kawasan perbatasan Entikong sebagai pintu utama dalam koneksitas dengan negara tetangga4.

Kondisi dari perubahan status perbatasan tersebut berimbas pada munculnya aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat khusus perbatasan maupun yang berada di luar perbatasan. Dalam hal pertumbuhan ekonomi, perubahan tersebut terjadi di Entikong, namun sangat lambat dan cenderung tidak berkontribusi terhadap perkembangan sebuah kawasan perbatasan (Yanuarif, 2009). Kontras dengan pihak Sarawak yang mampu membangun kawasan 3 Fungsi kawasan perbatasan sebagai batas sumber daya berakibat pada timbulnya kesempatan ekonomi dan politis dalam pemanfaatan sumber daya di kedua wilayah yang berbatasan (Van Well, 2006), kajian ini dilakukan pada efek sosial ekonomi di Uni Eropa dalam konteks wilayah perbatasan dengan temuan: perbedaan dampak sosial dan ekonomi di negara tertentu, terjadinya proses konvergensi dan divergensi ekonomi, dan koneksitas antar wilayah yang semakin baik.4 Berubahnya status ini menyebabkan seluruh kegiatan yang berkaitan dengan negara tetangga harus melalui pintu perlintasan resmi yang diatur menurut hukum internasional, sehingga kegiatan yang berada di kawasan perbatasan di sekitar Entikong harus melalui PPLB resmi meskipun akses infrastruktur belum mendukung (Yusuf, 2009).

Page 3: Artikel-DendyKurniadi-2003

3

perbatasan dengan baik, keberadaan Entikong sebagai sebuah kawasan perbatasan terlihat belum siap dalam mengantisipasi dinamika sebuah kawasan perbatasan dengan potensi ekonomi dan kedekatan spasial yang seharusnya dapat dimanfaatkan.

Kawasan perbatasan Entikong memiliki potensi perekonomian, lokasi strategis, dan dukungan akses formal yang seharusnya dapat berkembang seperti beberapa kawasan perbatasan lain yang dicontohkan diatas. Berkembangnya sebuah kawasan perbatasan dengan basis potensi tersebut dapat dilakukan dalam konteks pertumbuhan ekonomi dalam pengembangan kawasan perbatasan yang menguntungkan bagi kedua pihak (Wu, 2001). Dengan melihat pada urgensi penanganan sebuah kawasan perbatasan yang memiliki berbagai potensi ekonomi, pertumbuhan ekonomi di perbatasan sangat diperlukan dalam merumuskan strategi yang efektif dalam mencapai fungsi kawasan perbatasan yang salah satunya adalah menciptakan kesejahteraan.

PERUMUSAN MASALAHDalam rentang waktu sekitar 18 tahun sejak terbuka akses formal dengan Sarawak, peran terbukanya kawasan perbatasan terhadap pertumbuhan ekonomi terlihat dari berkembangnya sektor riil perekonomian di kawasan ini (Ditjen Cipta Karya, 2007). Tetapi pertumbuhan tersebut berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan, penyediaan infrastruktur dan koneksitas wilayah perbatasan tidak banyak perubahan dan tidak mendorong terhadap pengembangan kawasan (Yamri, 2009; Yohanes, 2009; Yusuf, 2009). Posisi Entikong sebagai pintu gerbang internasional dan pusat pertumbuhan5, seharusnya mampu mendorong kawasan ini sebagai motor pertumbuhan wilayah sekitarnya.

Berdasarkan fenomena tersebut, problem statement yang muncul adalah perlunya tinjauan terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan Entikong dalam rangka pengembangan kawasan perbatasan. Bertitik tolak dari problem statement, maka pertanyaan penelitian/research question yang muncul adalah: “Bagaimanakah strategi pengembangan kawasan perbatasan dalam memacu pertumbuhan ekonomi di Entikong?” Berdasarkan pertanyaan penelitian tersebut, penelitian ini bermaksud untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dan aspek spasial terkait, dalam pengembangan kawasan perbatasan di Entikong dan selanjutnya dirumuskan strategi sebagai masukan dalam upaya pengembangan kawasan perbatasan Entikong dengan pertimbangan terhadap kebijakan/ regulasi yang ada pada wilayah perbatasan.

Beberapa sasaran yang ingin dicapai untuk mencapai tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Identifikasi dan analisis spasial kawasan perbatasan Entikong ditinjau dari penggunaan lahan, struktur ruang dan kependudukan; 2) Identifikasi dan analisis perekonomian wilayah perbatasan Entikong; 3) Analisis pertumbuhan ekonomi dan pengembangan wilayah perbatasan; 4) Perumusan strategi pengembangan kawasan perbatasan berbasis pada perspektif ekonomi.

METODE PENELITIANMetode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode triangulasi/campuran metode kuantitatif dan kualitatif (Cresswell, 2003). Metode penelitian campuran yang digunakan adalah concurrent triangulation strategy. Metode kuantitatif dan kuantitatif dilakukan pada tinjauan secara intra dan interregional, dalam pengembangan wilayah perbatasan Entikong. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

5 Sebagai Pusat Kegiatan Strategis Nasional (RTRWN) dan sebagai Pusat Pembangunan Perbatasan/Border Development Centre (RTRWP).

Page 4: Artikel-DendyKurniadi-2003

4

Tabel 1 Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif dalam Concurent Triangulation Strategy

KUANTITATIF KUALITATIFINTRAREGION

AL Komposisi ekonomi wilayah (regional economy)Kecamatan Entikong-Kabupaten Sanggau

Regulasi Institusi Elemen best

practiceINTERREGIONA

L Aspek spasial wilayah perbatasan

Entikong Aspek kependudukan Aspek ekonomi

Regulasi Institusi Elemen best

practice. Sumber: Diadopsi dari Bendavid-Val, 1991; Hasil analisis, 2009

Metode concurrent triangulation tersebut digunakan untuk saling melengkapi hasil analisis yang dilakukan. Pendekatan atas aspek ekonomi dan aspek spasial (perubahan guna lahan, kependudukan, struktur ruang) yang dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif, akan dilengkapi aspek kualitatif untuk melengkapinya (wawancara, observasi, tinjauan literatur dan best practice). Pendekatan ini akan menjelaskan lebih baik tentang temuan yang akan dirumuskan dalam strategi pengembangan wilayah perbatasan entikong dalam memacu pertumbuhan ekonomi.

TINJAUAN WILAYAH PERBATASAN ENTIKONGKecamatan Entikong merupakan salah satu dari 22 kecamatan yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kabupaten Sanggau dengan batas-batas sebagai berikut (Gambar 1):- Sebelah Utara berbatasan dengan Sarawak (Malaysia Timur)- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Landak - Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sekayam- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Seluas Kabupaten Bengkayang

Sumber: Bappeda kabupaten Sanggau, 2006

Gambar 1 Wilayah Studi Kecamatan Entikong Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat

Kecamatan Entikong secara administratif terdiri dari 5 desa dan 18 dusun (Tabel 2). Dari 5 desa di Kecamatan Entikong, hampir seluruh desa berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia, kecuali Desa Nekan. Menurut Camat Entikong, dari 4 desa atau 9 dusun yang berbatasan langsung, pada umumnya dapat dengan mudah diakses oleh warga setempat untuk berinteraksi dengan masyarakat di

Page 5: Artikel-DendyKurniadi-2003

5

kawasan Sarawak Malaysia. Hal ini disebabkan karena di desa/dusun diatas sudah sejak lama terbina hubungan (ikatan sosial) baik antar kampung di Sarawak yang terhubungkan melalui jalan setapak dan ojek. Kondisi demikian berperan bagi terjadinya aliran perekonomian dari Indonesia-Malaysia melalui pintu non resmi, dan resiko kebocoran terhadap pemanfaatan sumber daya menjadi isu yang kental di kawasan tersebut.

Tabel 2 Luas Wilayah Administrasi Kota Entikong Kabupaten Sanggau

No. Nama Desa Dusun Luas (km2) Persentase1. Entikong 4 110.98 21.892. Semanget 3 62.54 12.343. Nekan 4 100.40 19.814. Pela Pasang 3 85.15 16.805. Suruh Tembawang 4 148.82 29.36

Jumlah 18 506.89 100 Sumber: BP2KKP, 2006

Berbagai kegiatan perdagangan (ekspor-impor) yang terjadi di PPLB Entikong sangat dinamis dan mengalami peningkatan. Begitu pula arus keluar masuk orang dengan berbagai tujuan. Sampai dengan saat ini tercatat bahwa PPLB Entikong merupakan formal cross borders facility yang ada di sepanjang perbatasan Kalimantan. Selengkapnya, milestone perkembangan pintu perlintasan Entikong ini dapat dilihat di Gambar 2 berikut.

Sumber: BP2KKP, 2006

Gambar 2 Milestone Perkembangan Status Pintu Lintas Batas Entikong dan Perkembangan Paradigma Wilayah Perbatasan

PERSPEKTIF PENGEMBANGAN KAWASAN PERBATASAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

Karakteristik Wilayah PerbatasanFokus perhatian dalam wilayah perbatasan adalah meningkatnya perhatian terhadap jaringan, mobilitas, arus globalisasi dan kosmopolitanisasi yang berperan dalam mewarnai sifat sebuah kawasan perbatasan. Dalam teori sosial, secara umum digunakan sebuah pendekatan, yaitu perbatasan dengan konteks ide

Pendekatan Security Pendekatan Security dan Prosperity Pendekatan Security, Prosperity, Identity

Page 6: Artikel-DendyKurniadi-2003

6

jaringan yang terdiri atas beberapa komponen penting, yaitu: mobilitas, pergerakan, kondisi yang berubah-ubah, dan karakter fisiknya. Beberapa hal tersebut di atas merupakan kunci penting dalam memahami konteks wilayah perbatasan (Rumford, 2006: 3).

Wilayah perbatasan memiliki dimensi manusia dan pengalaman di dalamnya, hal tersebut menandakan dimensi yang penting tentang identitas komunitas yang berujung pada manajemen dan regulasi khusus masyarakat yang berada di kawasan perbatasan. Mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh negara seharusnya lebih intensif pada kawasan perbatasan, meskipun mungkin secara geografis berada pada wilayah yang terpencil (remote area) dan berada di tapal batas kewenangan teritorial. Secara tradisional, perbatasan memiliki aspek dinamis dari sebuah negara, termasuk manusia dan pengalamannya, serta sebagai indikator dalam mengukur kekuatan sebuah negara (Giddens, 1985: 49).

Hubungan di Kawasan PerbatasanHubungan yang terjadi di wilayah perbatasan terkait dengan nilai ekonomi secara umum (general economic value) yang dapat dianalogikan dengan dunia fisika. Analogi tersebut dapat dijabarkan sebagai larutan yang dipisahkan oleh semi-permeable membrane, membran merepresentasikan sebuah garis perbatasan dan larutan merepresentasikan nilai ekonomi yang bergerak dipengaruhi oleh migrasi (pergerakan penduduk) dari wilayah yang bernilai ekonomi rendah ke tinggi. Kondisi tersebut berakibat pada banyaknya pekerja migran pada daerah lebih maju yang sangat produktif di wilayah itu, namun secara remunerasi memiliki nilai yang lebih rendah jika dibandingkan dengan warga negara resmi. Selengkapnya teori osmosis yang dijelaskan oleh Kearney (2004) dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.

Sumber: Kearney, 2004

Gambar 3 Konsep Osmosis dalam Semi-Permeable Membran (Perbatasan)

Kondisi tersebut terjadi di perbatasan Amerika Serikat-Mexico. Kondisi Amerika Serikat yang memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi (cenderung semakin maju karena kondisi tersebut) menyebabkan imigran Mexico bergerak melintasi perbatasan untuk mendapatkan kesempatan ekonomi lebih tinggi, meskipun dengan upah gaji lebih rendah dalam standar Amerika Serikat.

Tipologi Pengembangan Wilayah PerbatasanFokus dalam membuat tipologi ini menyoroti sisi hubungan ekonomi dan institusi, jaringan infrastruktur, biaya tenaga kerja dan migrasi. Tipologi tersebut menggambarkan satu kesatuan dengan menggunakan terminologi Ratti (1993), yang bergerak dari frontier (wilayah terdepan) menjadi barrier (pembatas),

Page 7: Artikel-DendyKurniadi-2003

7

kemudian menuju border (perbatasan) sebagai filter kemudian menjadi border region (wilayah perbatasan) sebagai zona kontak dimana kerjasama pembangunan lebih terlihat.

Kebijakan Pengembangan Wilayah PerbatasanDalam kaitannya terhadap konsep kebijakan pengembangan wilayah perbatasan, menurut Wu (2001), terdapat lima elemen kunci kebijakan yaitu komplementaritas ekonomi, ketertarikan sektor swasta, intervensi pemerintah, kemampuan kerangka kerja institusi, dan faktor budaya yang berimplikasi pada pengembangan perbatasan. Seperti dijelaskan dalam Tabel 3 berikut.

Tabel 3 Elemen Kunci dalam Kebijakan Pengembangan Perbatasan

ELEMEN PENTING

IMPLIKASI

Economic Complementarity

Sifat dari komplementaritas, atau saling melengkapi dalam faktor produksi, terbukti mampu meningkatkan keuntungan dari kedua belah pihak, contoh sukses dari sisi ini adalah perbatasan Hong Kong –Shenzen dan SIJORI (Singapore – Johor – Riau).

Private Sektor Interest

Seperti halnya dengan pengembangan bidang lain, pengembangan cross border bergantung pada faktor lokasi yang menjanjikan, seringkali posisinya tidak sama dengan persepsi pemerintah, sebagai contoh adalah Shenzen yang relatif berkembang oleh faktor kedekatan, kemudahan transportasi, kerjasama pemerintah. Namun dari beberapa hal tersebut yang terpenting adalah lokasi dan komplementaritas untuk menarik sektor swasta berinvestasi.

Government Intervention

Tidak banyak pemerintah yang memiliki sumber daya dan ideology untuk membangun kawasan perbatasan tanpa melibatkan sektor swasta, meskipun dalam banyak kasus, keterlibatan sektor swasta berperan penting dalam kesuksesan pembangunan. Namun dalam hal investasi yang besar seperti di bidang infrastruktur perlu adanya intervensi pemerintah, dimana perannya sebagai penyedia kerangka kerja dan mengorganisasi kegiatan untuk merangsang sektor swasta ikut berpartisipasi.

Institutional Framework

Hal ini sangat penting ketika pembangunan secara spontan terjadi, institusi ini berguna sebagai transisi menuju fungsi formal dari cross-border development, dan mepromosikan serta mengkolaborasikan pembangunan dengan melihat faktor social dan lingkungan sebagai bagian dari sustainabilitas pembangunan.

Cultural Beberapa penelitian mengindikasikan pentingnya elemen budaya dalam meminimasi jarak psikis dan kognitif. Sebagai contoh antara Jerman dan Belanda, meskipun perbedaan ekonomi sangat kecil, namun perbedaan budaya tetap menjadi batas dalam perlakuan transaksi. Kebijakan yang berasumsi bahwa pengembangan kawasan perbatasan akan lebih cepat bila berfokus pada aspek ekonomi tidak selalu tepat, program dan kebijakan yang relevan dengan budaya/kultur yang ada memungkinkan berhasilnya pengembangan kawasan perbatasan.

Sumber: Wu, 2001 (33:36)

Pendekatan dalam Pengembangan Wilayah PerbatasanMenurut Wu (2001), terdapat banyak pendekatan dalam pengembangan wilayah perbatasan, namun terdapat tiga faktor penting dalam kaitannya dengan pengembangan kawasan lebih lanjut, yaitu: pengembangan yang didahului oleh perencanaan dan pengembangan infrastruktur (sebelum kegiatan pengembangan ekonomi), pengembangan investasi di sektor swasta, dan pengembangan program kebijakan.

a. Pengembangan dengan Basis Infrastruktur (Infrastructure - Led Development)Pendekatan ini biasanya melibatkan pemerintah dan agen perencanaan agar pembangunan dapat memberikan dampak ekonomi yang signifikan, pendekatan ini biasa dilakukan dengan alasan lokasi yang terpencil (remote area), politik maupun alasan keamanan. Sebagai contohnya adalah The Tumen River

Page 8: Artikel-DendyKurniadi-2003

8

Development Zone dan Hong Kong – Shenzhen Special Economic Zone (SEZ) development.

Tabel 4 Best Practice Infrastructure-Led Development

Tumen River Development ZoneHong Kong – Shenzen Special Economic Zone

(SEZ) Dipromosikan oleh UNDP, dimana kawasan ini

dikenal akan sumber daya alam dan pelabuhan laut yang cukup dalam. UNDP membangun inisiasi kerjasama dalam mendapatkan momentum project.

Project tersebut terdiri dari zona tiga negara (Korut, Rusia dan Mongolia) yang berbatasan yang berfungsi sebagai kawasan industry, pusat transportasi, dan kawasan yang dinamis bagi 10 juta penduduk di dalamnya.

Terdapat kendala dalam perspektif Rusia dan Korea Utara dimana terdapat intens/ perhatian yang berbeda terhadap pengembangan perbatasan Tumen.

Project ini merepresentasikan tipe top down planning yang digerakan oleh agen internasional (UNDP), dimana faktor penting yang terkait dalam hal ini adalah: perhatian dan interest yang berbeda antar negara, rendahnya komplementaritas ekonomi, konflik cultural dan etnik.

Wilayah ini merupakan kawasan yang sanggat menarik selama de-kade, dengan focus ada pertum-buhan yang pesat di Shenzen dan di sepanjang delta Zhujiang.

Pembangunan ini dimulai sejak tahun 1979 dengan fokus pada pengembangan ekonomi dengan industri di Shenzen dan Hongkong dengan sektor manufaktur.

Studi kasus ini merupakan contoh yang cukup baik dimana kebijakan top down dapat membawa pada pengembangan yang cukup lama dan signifikan.

Prasyarat kedekatan komplementaritas ekonomi adalah yang utama, eksistesi dari pusat pertumbuhan Hongkong dalam transformasi ekonomi sangat penting dalam pengembangan wilayah.

Meskipun konsep ini sukses dari sisi ekonomi, namun kawasan ini masih bermasalah dengan kelembagaan yang berperan dalam mengatasi isu-isu di kawasan perbatasan.

Sumber: Wu, 2001(28:30)

b. Pengembangan dengan Basis Investasi (Investment-led Development)Konsep pengembangan dengan basis investasi ini banyak dilakukan di wilayah perbatasan, meskipun biasanya konsep ini didahului dengan dominasi sektor swasta kecil menengah (UKM), beberapa best practice dari pengembangan dengan basis ini terdapat di Polandia – Jerman Timur, Thai-China-Burma dan Laos (TCBL) dan China- Vietnam di Donxing dan Mong Cai, seperti dijelaskan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Best Practice Investment - Led Development

Poland – East GermanyThailand China Burma Laos

(TCBL)China – Vietnam

Dengan fenomena kawasan perbatasan yang diwarnai konflik demokrasi dan politik di Eropa, pada kawasan perbatasan Polandia–Jerman, peranan dari sektor informal dalam pengembangan perbatasan sangat signifikan.Kecenderungan sektor ini berlokasi di sedikit tempat terutama di tempat lintas batas (border crossings). Keberadaan mereka menjamur, seiring dengan masyarakat Jerman Timur yang lebih suka berbelanja ke Polandia karena high-cost item barang produksi Jerman.Upaya pengembangan ini

Meskipun Thailand telah berhasil dalam membangun kawasan perbatasannya dengan China, Burma dan Laos, namun keterlibatan negara-negara tersebut hampir belum ada. Beberapa insiatif yang ada seperti: special economic zones, diregulasi free trade zones, master plan pariwisata, dan rencana fisik kota dibangun di kawasan tersebut, namun faktanya para investor mengabaikan beberapa stimulant tersebut dan secara mengejutkan, pertumbuhan terjadi pada area yang tidak direncanakan, seperti di

Kawasan perbatasan yang berbasis pada perdagangan (Guang Xi–Quang Ninh), deng-an intensitas pembentukan zona industri guna menarik investasi. Demikian juga di Doangxing kota di Provinsi Guangxi yang menjadi border zone dengan Mong Cai (Vietnam).Hampir 50 % perdagangan di Provinsi tersebut melewati wilayah ini, sejak tahun 1990 perbatasan ini mengalami booming trade dan berhasil menarik investor asing dalam pengembangan industri. Begitupun dari sisi Mong Cai (Vietnam), besarnya daya tarik

Page 9: Artikel-DendyKurniadi-2003

9

Poland – East GermanyThailand China Burma Laos

(TCBL)China – Vietnam

menarik oleh pihak Jerman dikarenakan pengalaman ma-nufaktur dan murahnya tenaga kerja yang didapatkan dari Polandia, namun demikian adanya institusi diperlukan un-tuk keterpaduan pembangunan.

selatan perbatasan Sodao dekat dengan Malaysia, terjadi 50 % perdagangan (trade) di wilayah tersebut

wisata mengakibatkan besar-nya arus perlintasan orang me-nuju Vietnam, hal ini berdam-pak pada munculnya rencana investasi di berbagai bidang (industry, processing, residenti-al, tourism) dalam pengemba-ngan China–Vietnam borders.

Sumber: Wu, 2001 (30-33)

c. Pengembangan dengan Basis Kebijakan (Policy-led Development) Dalam kaitannya dengan hal ini, kasus Uni Eropa merupakan pengembangan dengan basis pada kebijakan moneter dan kebijakan tanpa batas di Eropa (borderless). Dua kebijakan tersebut didukung oleh program yang spesifik dan bantuan financial, beberapa zona eksisting industri besar yang berkembang seperti the Upper Rhine, Baden Wuttenberg dan Emilia-Romagna dibangun di kawasan perbatasan dalam rangka pengembangan yang terpadu.

Konsep Pertumbuhan Ekonomi di Kawasan PerbatasanSecara teoritis pertumbuhan ekonomi berimbas pada efek integrasi ekonomi yang diikuti oleh perubahan spasial atau penggunaan lahan. Kondisi tersebut terjadi dengan syarat adanya iklim yang sesuai antara model ekonomi, dampak keruangan dan kebijakan untuk menunjang hal tersebut. Model lokasi tradisional dan model baru geografi ekonomi mengindikasikan bahwa perdagangan eksternal dapat mengubah pola spasial penggunaan lahan di wilayah perbatasan (Niebuhr & Stiller, 2001).

Berkaitan dengan perkembangan wilayah, menurut Branch (1998), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan wilayah, antara lain adalah: bentuk fisik (guna lahan dan struktur ruang), fungsi wilayah (fungsi ekonomi, perdagangan dan industri) yang dipengaruhi aktivitas penduduk, sifat masyarakat (kultur dan kepercayaan, sosial dan gaya hidup), ketersediaan unsur umum (jaringan jalan, air bersih, dan lain-lain). Beberapa faktor tersebut berperan penting dalam perkembangan wilayah perbatasan. Tumbuhnya aktivitas ekonomi dapat dicirikan dengan terjadinya perubahan pada aspek spasial, sosial dan infrastruktur yang berkembang.

Berkembangnya aktivitas ekonomi di perbatasan tidak terlepas dari potensi pasar yang dimilikinya. Dengan meninjau model lokasi dan pertimbangan area pemasaran pada sebuah wilayah, wilayah perbatasan dapat saja dipandang sebagai sebuah area yang kurang menguntungkan bagi berkembangnya potensi pasar. Pertimbangan tersebut didasarkan pada beberapa rintangan yang biasanya terjadi (tarif, kebijakan, dan hambatan lain) pada wilayah perbatasan yang menyebabkan potensi tumbuhnya perekonomian tidak terjadi secara optimal karena area jangkauan pemasaran yang berkurang (Niebuhr & Stiller, 2001). Secara lebih jelas kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.

Page 10: Artikel-DendyKurniadi-2003

10

Sumber: Diadopsi dari Niebuhr & Stiller, 2001

Gambar 4 Distorsi Area Pasar Akibat Berbagai Rintangan di Wilayah Perbatasan

Teori Basis Ekonomi WilayahTeori basis ekonomi (economic base theory) mendasarkan pendangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut (Tarigan, 2006). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi di suatu daerah terkait dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Dalam menentukan basis dari suatu wilayah, Daldjoeni (1998) membedakan adanya dua jenis kegiatan ekonomi: 1) Kegiatan ekonomi dasar, merupakan kegiatan yang dialokasikan untuk kegiatan ekspor; 2) Kegiatan ekonomi bukan dasar, kegiatan yang dialokasikan untuk kebutuhan lokal.

Hanya sektor basis yang kemudian akan dapat mendorong perekonomian wilayah, ekspor adalah menjual barang/jasa ke luar wilayah, dan termasuk juga di dalamnya adalah tenaga kerja. Sedangkan untuk sector non basis, masuk dalam sektor servis atau pelayanan, hal tersebut dikarenakan sector non basis hanya melayani kebutuhan lokal saja. (Tarigan, 2006). Teori basis ekonomi sangat berperan dalam menentukan kegiatan perekonomian yang ada pada suatu wilayah, sector basis yang ada di suatu wilayah menunjukkan dominasi kegiatan ekonomi yang ada di wilayah tersebut.

Kinerja Perekonomian WilayahUntuk mengetahui pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah, analisis shift share merupakan analisis yang membantu menganalisis perubahan struktur perekonomian dibandingkan dengan perekonomian yang lebih luas. Tujuan analisis ini adalah menentukan kinerja atu produktifitas perekonomian (Arsyad, 2005). Analisis ini memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam 3 bidang yang berhubungan satu dengan yang lain (Bendavid- Val, 1991) yaitu pertumbuhan ekonomi, pergeseran proporsional (proporsional shift) dan pergeseran diferensial (differensial shift). Hasil analisis ini adalah untuk mengetahui bagaimana perkembangan sektor di suatu daerah/wilayah dibandingkan secara relatif dengan sektor lainnya, apakah tumbuh cepat atau lambat.

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH PERBATASAN ENTIKONGBerdasarkan analisis spasial yang dilakukan. Temuan studi menunjukkan adanya perubahan penggunaan lahan, struktur ruang dan kependudukan dalam periode tertentu. Hal tersebut mengindikasikan tumbuhnya aktivitas ekonomi di Kecamatan Entikong (Niebuhr dan Stiller; 2001; Soekanto, 2003; Branch, 1995). Perubahan spasial tersebut terlihat dari kecenderungan perubahan guna lahan bagi permukiman (0,15%), polarisasi penduduk yang terletak pada Desa Entikong (kepadatan yang paling tinggi) dan terbentuknya pola linier dalam perkembangan kawasan mengikuti jalan arteri (ribbon development). Berdasarkan tinjauan secara teoritis dan empiris, maka kondisi diatas menunjukan adanya pertumbuhan ekonomi kawasan, sesuai dengan fungsi kawasan sebagai kawasan perbatasan.

Page 11: Artikel-DendyKurniadi-2003

11

Sumber: Hasil analisis, 2009

Gambar 5 Analisis Spasial Wilayah Kecamatan Entikong

Pertumbuhan ekonomi dapat pula diketahui dari besarnya laju pertumbuhan ekonomi rata-rata dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk (Arsyad, 2005). Dari hasil analisis yang dilakukan, laju pertumbuhan ekonomi rata-rata Entikong mencapai angka 5,88 %, lebih tinggi dari angka laju pertumbuhan penduduk rata-rata, yaitu 1,18 %. Kondisi tersebut mencerminkan adanya pertumbuhan ekonomi, karena laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari laju pertumbuhan penduduk.

Kontribusi ekonomi Entikong terhadap Kabupaten Sanggau rata-rata sebesar 2,32% (Tahun 2003-2007), dengan kondisi yang relatif menurun sejak tahun 2004. Menurunnya kontribusi Entikong dalam mendukung perekonomian Kabupaten Sanggau cenderung menunjukkan stagnasi fungsi kawasan perbatasan Entikong, yang seharusnya mampu menjadi pusat pertumbuhan bagi kawasan sekitarnya (Yamri, 2009; Yanuarif, 2009). Kondisi tersebut perlu dicermati dalam perkembangannya karena Entikong menjadi Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) yang berperan penting, baik secara internal kawasan perbatasan ataupun eksternal (Kabupaten Sanggau dan Kota Pontianak).

Kondisi pertumbuhan ekonomi di Kecamatan Entikong tidak terlepas dari sektor basis yang berperan penting dalam perkembangan perekonomian. Sektor pertambangan (LQ = 9,56) dan sektor pengangkutan komunikasi (LQ = 6,63) menjadi sektor yang berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi. Lain halnya dengan sektor pertanian yang menyumbang kontribusi terbesar terhadap PDRB kecamatan, sektor ini memiliki LQ = 0,91 (bukan merupakan sektor basis). Apabila dilihat dari konteks pertumbuhan ekonomi, menurut Hamberg (1971) berkurangnya peran sektor pertanian yang mengarah pada sektor pendukung lain seperti perangkutan, transportasi dan komunikasi menunjukkan adanya pertumbuhan dalam suatu wilayah.

Menurunnya peran sektor pertanian terlihat juga pada analisis shift share yang mengindikasikan kinerja sektor dalam perekonomian wilayah dan identifikasi sektor prioritas dari gabungan antara LQ dan Shift Share. Sektor pertanian tergolong mundur dengan nilai pergeseran yang minus (KPP dan KPPW). Sejalan dengan analisis LQ, ternyata dalam analisis kinerja perekonomian, sektor perangkutan dan komunikasi, litrik, gas dan air minum, jasa-jasa memiliki kinerja perekonomian yang maju. Kondisi ini menunjukan perkembangan kegiatan di sektor non primer, khususnya di sektor perangkutan dan komunikasi, Kecamatan Entikong yang berperan sebagai kawasan perbatasan menunjukkan potensi peningkatan kegiatan akibat terbukanya akses yang tercermin dari kontribusi sektor perangkutan dan telekomunikasi yang kinerja ekonominya relatif maju.

Dari analisis kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan, mengindikasikan terjadinya pertumbuhan ekonomi di Kecamatan Entikong. Dengan mempertimbangkan kawasan perbatasan yang menjadi Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) yang memiliki fasilitas PPLB, pengelolaan di kawasan ini menjadi wewenang dari

Page 12: Artikel-DendyKurniadi-2003

12

pemerintah pusat dan daerah. Terkait dengan kecilnya kontribusi Entikong relatif terhadap wilayah yang diatasnya (pengukuran secara agregat), hal tersebut terjadi karena kontribusi yang ada di Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) tidak masuk dalam pendapatan daerah, melainkan ke pemerintah pusat (Yusuf, 2009; Yanuarif, 2009). Pendapatan yang mencapai ± Rp. 15 Milyar/ bulan (sebelum diterapkannya kebijakan Menteri Perdagangan No. 60 Tahun 2008 mengenai ekspor-impor) praktis tidak berkontribusi terhadap pendapatan daerah.

Sumber: Hasil analisis, 2009

Gambar 6 Analisis Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Kecamatan Entikong

Peran kebijakan yang sangat sensitif bagi pertumbuhan ekonomi di perbatasan Entikong merupakan barrier yang membatasi pertumbuhan itu sendiri. Pertumbuhan ekonomi Kawasan perbatasan Entikong sangat tergantung pada kebijakan pusat dan kebijakan bilateral (tanpa melibatkan pusat) yaitu adanya forum Sosek Malindo. Dengan demikian diperlukan adanya iklim yang kondusif dalam pertumbuhan ekonomi, termasuk penyiapan kebijakan yang fit dengan kondisi perbatasan dan pengembangannya.

Menurut Niebuhr dan Stiller (2001), sebuah kawasan perbatasan memiliki suatu keunikan dalam melihat potensi pasar yang dimiliki, jangkauan pemasaran sangat mungkin terdistorsi akibat adanya kebijakan dan regulasi di garis perbatasan (seperti terlihat pada Gambar 7). Kondisi Entikong yang termasuk dalam tipologi border region6, mencirikan kondisi yang belum mengarah pada kondisi kawasan perbatasan dengan hubungan ekonomi yang menguntungkan dan minimnya distorsi pasar terhadap wilayah yang berbatasan. Untuk itu, kebijakan yang ada sebaiknya menunjang kedua belah pihak, khususnya Entikong dengan potensi koneksitas yang tinggi dengan Sarawak (ditunjukkan dengan berkembangnya sektor tersier sebagai sektor prioritas: perangkutan dan komunikasi, jasa-jasa) untuk mengembangkan perekonomiannya dan mampu mengembangkan dirinya sebagai pusat pertumbuhan.

6 Menurut Terminologi Wu (2001: 23), Entikong terlihat secara hubungan ekonomi dikontrol dengan ketat, infrastruktur yang bottleneck, dan perbedaan kondisi sosial dan ekonomi antar wilayah yang berbatasan, sehingga masuk dalam kategori tipologi border region.

Page 13: Artikel-DendyKurniadi-2003

13

Potensi kebocoran ekonomi (leakage) yang menyebabkan terganggunya pertumbuhan ekonomi dipengaruhi pula oleh kondisi infrastruktur yang belum menjangkau menjangkau hinterland kawasan perbatasan (Yohanes, 2009; Yamri, 2009). Kondisi ini sangat memungkinkan bagi mengalirnya sumber daya secara informal (illegal) di wilayah yang perbatasan karena sulitnya menjangkau PPLB Entikong. Menurut Kearney (2004), perbedaan kondisi ekonomi (seperti Malaysia-Indonesia) memungkinkan terjadinya aliran sumber daya dari wilayah yang lebih rendah secara ekonomi, menuju ke wilayah yang lebih maju melalui semi permeable membrane yaitu batas wilayah yang ada (Gambar 8). Kondisi tersebut terjadi di perbatasan Entikong, perbedaan kondisi yang ada menyebabkan Malaysia menikmati semua keuntungan, karena praktis dari segala aspek lebih maju dan mampu menyediakan supply bagi masyarakat Entikong (Yanuarif, 2009; Yamri, 2009).

Sumber: Niebuhr dan Stiller, 2001; Hasil Analisis, 2009

Gambar 7 Distorsi Pasar pada Kawasan Perbatasan Entikong yang Menjadi Barrier dalam Pertumbuhan Ekonomi

Page 14: Artikel-DendyKurniadi-2003

14

Sumber: Kearney, 2004; RDTR Entikong & Sekayam, 2003; Yanuarif, 2009; Yamri, 2009; Hasil Analisis, 2009

Gambar 8 Konsep Osmosis dalam Pergerakan Aliran Perekonomian di Perbatasan

Berbagai kondisi diatas menjelaskan adanya limitasi dalam pertumbuhan ekonomi di kawasan perbatasan Entikong. Peran kebijakan pusat di kawasan perbatasan sangat penting dalam kontribusinya terhadap pengembangan kawasan perbatasan, khususnya di sisi ekonomi. Upaya pembangunan Entikong sebagai PKSN (Pusat Kegiatan Strategis Nasional) dan dukungan Kebijakan Regional (RTRW) sebagai Border Development Centre, atau sebagi pusat pertumbuhan akan menghadapi kesulitan apabila dihadapkan pada Peraturan Menteri Perdagangan No. 60 Tahun 2008, karena Entikong tidak lagi menjadi pelabuhan ekspor-impor. Dengan adanya peraturan tersebut, praktis hanya perdagangan oleh masyarakat perbatasan yang dapat dilakukan7, dan berbagai fasilitas yang sudah dirintis pemerintah (Free Trade Zone, Dry Port, Balai Latihan Kerja, Rusunawa) diperkirakan tidak optimal karena adanya kebijakan tersebut (Yanuarif, 2009; Yohannes, 2009; Yusuf, 2009; Yamri, 2009).

Peran kawasan perbatasan Entikong sebagai PKSN (sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional) merupakan kawasan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara dan kawasan sekitarnya. Kriteria penetapan Entikong sebagai PKSN tersebut antara lain karena Entikong dianggap mampu menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong perkembangan kawasan di sekitarnya. Keberadaan PPLB di wilayah tersebut berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang menghubungkan dengan negara tetangga, dan kawasan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan wilayah sekitarnya.

Dari hasil analisis yang dilakukan, pertumbuhan ekonomi yang terjadi di kawasan ini belum menunjukan peran kawasan dalam mendorong kawasan sekitarnya. Hal ini tercermin dari minimnya infrastruktur yang menghubungkan antar kawasan dan konsentrasi pembangunan hanya terdapat pada lokasi tertentu (Desa Entikong) yang merupakan lokasi PPLB (Pos Pemeriksaan Lintas Batas). Dari 5 desa di Kecamatan Entikong, 4 diantarnya berbatasan langsung dengan Sarawak, namun koneksitas antarwilayah tesebut relatif belum baik (akses infrastruktur jalan masih jalan tanah) dan kebutuhan energi listrik yang masih menjadi masalah pengembangan kawasan ini (Yohanes, 2009).

Pengembangan Wilayah Perbatasan Entikong Tinjauan terhadap analisis komparasi Entikong-Tebedu yang dikaitkan best practice dan sintesa teoritis dalam pengembangan kawasan perbatasan darat antarnegara diharapkan akan menunjukkan adanya embrio penting bagi pengembangan Kawasan Perbatasan Entikong lebih lanjut. Elemen yang tersintesa dari best practice dan teoritis tersebut adalah komplementaritas ekonomi, ketertarikan sektor swasta, intervensi pemerintah, kerangka kerja institusi, budaya, pendekatan berbasis pada infrastruktur, investasi dan kebijakan. Untuk lebih jelasnya dapat terlihat pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6 Analisis Pertumbuhan Ekonomi Terkait Elemen Best Practice Pengembangan Perbatasan Darat Antarnegara

NO.

ANALISIS DALAM

TUJUAN ELEMEN BEST PRACTICE

IMPLIKASI ENTIKONG-TEBEDU

7 Kegiatan perdagangan masyarakat tradisional dilakukan sejak Border Trade Agreement (BTA) tahun 1970, sebesar 600 RM/bulan/orang, saat ini Forum Kerjasama Sosek Malindo sedang mengupayakan kenaikan sebesar 1500 RM/bulan/orang karena pertimbangan kurs dan kebutuhan masyarakat perbatasan (Yusuf, 2009).

Page 15: Artikel-DendyKurniadi-2003

15

PENELITIAN TERKAIT1. Kondisi

spasial Kawasan Perbatasan Entikong (Penggunaan Lahan, Struktur Ruang, Kependudukan)

Mengetahui pertumbuhan ekonomi bagi pengembangan kawasan perbatasan dari aspek spasial kawasan perbatasan

Pendekatan berbasis infrastruktur

Pendekatan ini telah dilakukan baik di sisi Entikong maupun di Tebedu, namun ketertinggalan infrastruktur di pihak Entikong dan kebijakan yang tidak sinkron (pusat-daerah) menyebabkan pertumbuhan dan pengembangan perbatasan yang terjadi berjalan lambat (Yusuf, 2009). Selain itu diperlukan adanya kerjasama dalam pengembangan infrastruktur kawasan perbatasan antara Indonesia dan Malaysia (khususnya wilayah yang terisolir).

Pendekatan berbasis kebijakan

Kebijakan merupakan kendala yang cukup berperan dalam pengembangan kawasan perbatasan. Posisi Entikong sebagai PKSN (Pusat Kawasan Strategis Nasional) yang memiliki keuntungan dari sisi perdagangan, melalui Kepmen Perdagangan No. 80 Tahun 2008 yang tidak menjadikan Entikong sebagai pelabuhan darat, berdampak pada pengurangan aktivitas ekonomi di perbatasan. Hal ini bertolak belakang dengan rencana pengembangan infrastruktur dan perekonomian yang seharusnya dapat berkembang, namun terhambat oleh kebijakan perdagangan tersebut. Berbeda dengan Kebijakan Pemerintah Sarawak yang responsif terhadap pengembangan kawasan perbatasan dari sisi kebijakan pengembangan kawasan.

2. Ekonomi Wilayah (pertumbuhan ekonomi melalui sektor-sektor)

Mengetahui pertumbuhan ekonomi melalui penilaian atas indikator-indikator pertumbuhan ekonomi dalam struktur ekonomi

Ketertarikan Sektor Swasta

Lingkungan investasi yang kondusif sangat berperan dalam elemen ini, dari komparasi kondisi yang dilakukan, terlihat bahwa pihak Tebedu sudah sangat baik dalam menyiapkan berbagai fasilitas dan infrastruktur bagi investasi yang akan masuk, berbeda dengan kondisi Entikong yang pembangunan-nya masih terkendala berbagai masalah alokasi dana pembangunan dan wewenang pengelolaan. Elemen ini sangat dipengaruhi oleh kebijakan dan infrastruktur. Besarnya minat investasi cukup tinggi di kawasan perbatasan Entikong, namun mereka menunggu kebijakan dan infrastruktur yang kondusif bagi iklim usahanya (Yanuarif, 2009).

Intervensi Pemerintah

Kedua wilayah perbatasan tersebut terlihat memerlukan adanya intervensi pemerintah menyangkut pengembangan berbagai potensi yang mutlak diperlukan, dalam komparasi ini, pihak Malaysia (Pemerintah Federal) terlihat sangat serius dalam mengatasi masalah kebutuhan infrastruktur dibandingkan dengan di Entikong.

Kerangka Kerja Institusi

Hadirnya lembaga kerjasama seperti SOSEK MALINDO (wujud kerjasama pemerintah daerah dengan pihak Malaysia) memberikan peluang

lanjutan

Page 16: Artikel-DendyKurniadi-2003

16

ekonomi yang cukup baik bagi kedua wilayah, bagi peningkatan kerjasama di perbatasan, berbagai kebijakan penting diolah dalam forum tersebut. Elemen ini dapat dimanfaatkan secara optimal, khususnya dalam melengkapi kebijakan pusat dalam pengembangan wilayah perbatasan. selain itu adanya Badan Persiapan Pengembangan Kawasan Khusus Perbatasan (BP2KKP) di provinsi, berperan sebagai arranger dalam kerangka kerja institusi di perbatasan.

Budaya Komponen ini merupakan salah satu keuntungan yang dimiliki oleh perbatasan Entikong-Tebedu, kesamaan rumpun dan pertalian keluarga di kedua wilayah merupakan modal sosial yang sangat kuat bagi pengembangan kawasan perbatasan, sekaligus menjadi penghambat bagi penegakan aturan hukum yang berlaku secara internasional karena cenderung mengabaikan aturan hukum, akibat kedekatan secara sosial.

Komplementaritas Ekonomi

Kegiatan saling melengkapi terutama dalam faktor produksi dapat dilakukan dalam mengembangkan perkonomian baik di Entikong-Tebedu. Penggunaan sumber daya bersama sangat memungkinkan dalam melengkapi faktor produksi. Hal ini dapat menunjang terjadinya pertumbuhan ekonomi sektor-sektor yang belum menjadi basis dan kinerja ekonominya mundur. Namun perbedaan kondisi perekonomian Indonesia-Malaysia cenderung bukan komplementaritas namun tertariknya sumber daya lokal ke luar daerah tanpa peningkatan nilai tambah sektor tersebut.

Pendekatan berbasis investasi

Seperti yang terjadi di Polandia-Jerman, Thailand-China-Burma-Laos, dan China-Vietnam, berkembangnya aktifitas sektor informal merupakan motor bagi pengembangan wilayah perbatasan. Dalam konteks ini perbatasan Entikong-Tebedu terkait dengan Border Trade Agreement (BTA) yang terkesan stagnan dan tidak memberikan dampak signifikan bagi pengembangan kawasan perbatasan Entikong (Yusuf, 2009), upaya pengembangan terkendala oleh kebijakan dan peraturan yang ada dan sulitnya iklim investasi berkembang karena tidak jelasnya regulasi (Yanuarif, 2009; Yamri, 2009; Yusuf, 2009).

Pendekatan berbasis kebijakan

Kebijakan yang mendorong bagi iklim perekonomian dan menggerakan berbagai sektor dalam pertumbuhan di perbatasan diperlukan di Entikong. Berbeda dengan Kebijakan Pemerintah Sarawak yang sangat responsif terhadap pengembangan kawasan perbatasan (penyediaan infrastruktur dan kebijakan yang menunjang).

lanjutan

Page 17: Artikel-DendyKurniadi-2003

17

Sumber: Wu, 2001, Hasil analisis, 2009

Berdasarkan analisis terhadap elemen-elemen best practice yang terkait dengan analisis dalam penelitian. Dapat disimpulkan bahwa kawasan perbatasan Entikong memiliki potensi pengembangan sebuah kawasan perbatasan. Potensi tersebut ada karena Entikong memiliki sebagian besar elemen-elemen tersebut, kecuali komplementaritas ekonomi dan pendekatan investasi pada kawasan.

Strategi Pengembangan Kawasan Perbatasan Entikong Strategi pengembangan kawasan perbatasan ini dihasilkan dari berbagai temuan analisis yang telah dilakukan sebelumnya. Fokus strategi pada pengembangan perbatasan dalam perspektif ekonomi dilakukan untuk memberikan makna pada permasalahan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di kawasan yang belum menunjukan peran kawasan dalam mendorong kawasan sekitarnya. Hal ini tercermin dari minimnya infrastruktur yang menghubungkan antar kawasan dan konsentrasi pembangunan hanya pada lokasi tertentu (Desa Entikong) yang merupakan lokasi Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB). Strategi pengembangan dalam perspektif ekonomi tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.

Strategi pengembangan ini disusun dengan pertimbangan melengkapi strategi eksisting yang ada di wilayah perbatasan Entikong (strategi yang disusun berdasarkan Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur). Jangka waktu perencanaan dari strategi tersebut lebih mengarah pada strategi jangka menengah dan panjang. Pertimbangan tersebut dilakukan atas dasar peran wilayah perbatasan yang sangat bergantung dari kebijakan pusat dan berbagai kompleksitas dalam penanganannya.

Tabel 7 Strategi Pengembangan Kawasan Perbatasan Entikong dalam Perspektif Ekonomi

NO.

MASALAH ANALISIS STRATEGI

1. Kendala dalam pengembangan kawasan perbatasan (lebih dari 80% terdiri atas kawasan lindung dan hutan produksi), dan topografi yang bergelombang

- Kondisi topografi menyebabkan terbatasnya lahan bagi pengembangan aktivitas ekonomi;

- Diperlukan koneksitas wilayah yang lebih baik dalam rangka mendorong pengembangan wilayah perbatasan (akses menuju wilayah-wilayah perbatasan di Kecamatan Entikong yang selama ini masih berupa jalan tanah).

Menyusun road map perencanaan tata ruang yang efektif (sesuai kondisi spasial kawasan) dan operasional (memiliki legalitas dan mampu dilaksanakan) dalam memanfaatkan fungsi kawasan budidaya (mempertimbangkan prospek kegiatan dan diversivikasinya),

2. Kondisi dilematis fungsi Entikong sebagai kawasan perbatasan (sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional) - Ekonomi, Sosial, Lingkungan.

Kawasan perbatasan Entikong sebagai kawasan strategis nasional memiliki kepentingan dalam menjaga fungsi dan daya dukung lingkungan, antara lain aset nasional berupa kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem dan menuntut prioritas tinggi dalam peningkatan kualitas lingkungan hidup. Di sisi lain, Entikong diharapkan dapat mendorong pengembangan kawasan perbatasan dimana saat ini pertumbuhan ekonomi kawasan masih belum merata dan masih terpusat di sepanjang jalur utama.

Mendorong adanya komplementaritas ekonomi dengan wilayah lain (misalnya: faktor tanah dan tenaga kerja yang murah - melalui fasilitasi yang baik kedua hal tersebut dapat menguntungkan kedua belah pihak). Sehingga optimasi nilai tambah tersebut mampu meningkatkan perekonomian dan menjaga sustainabilitas pembangunan di perbatasan.

Mengembangkan sektor-sektor sekunder dan tersier

Page 18: Artikel-DendyKurniadi-2003

18

NO.

MASALAH ANALISIS STRATEGI

(perangkutan dan komunikasi, jasa-jasa) dalam mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan (mengurangi ekstensifikasi lahan)

Mengembangkan budidaya sektor pertanian intensif dalam mendukung daya saing produksi dan nilai tambah sektor dengan menggunakan prinsip sustainable development.

Mendorong peran wisata alam (ecotourism) terkait dengan potensi alam Entikong, dan potensi wisatawan yang dapat meningkatkan pendapatan daerah, sekaligus melindungi kelestarian alam.

3. Kecenderungan perkembangan struktur ruang dengan pola linier/ ribbon development (sehingga terjadinya inefisiensi dalam pemanfaatan ruang)

- Perlunya pengaturan arah perkembangan struktur ruang kawasan yang terintegrasi agar pertumbuhan wilayah optimal;

- Hal ini dapat juga disebabkan oleh kondisi topografi kawasan yang memungkinkan terjadinya pola tersebut (Yunus, 2000).

Melakukan improvisasi pengembangan infrastruktur yang responsif terhadap kebutuhan untuk pengembangan ekonomi sesuai dengan potensi dan kondisi kawasan (topografi/limitasi sebagai PKSN).

4. Polarisasi penduduk dalam satu wilayah (Desa Entikong)

Perlunya pengaturan dalam alokasi fasilitas dan infrastruktur pendukung, sehingga pemanfaatan potensi ekonomi diluar Desa Entikong dapat dilihat, menurut Swinburn et. al (2006), kualitas dan kuantitas infrastruktur merupakan landasan bagi suskesnya pengembangan ekonomi. Infrastruktur terbagi atas dua komponen lokal, yaitu hard infrastructure (roads, rail, water, sewerage and drainage systems, and energy and telecommunications networks) dan soft infrastructure (social, cultural and community facilities and capacity that enhance the quality of life and encourage industry and business development).

Membentuk keterkaitan fisik dan ekonomi kawasan melalui stimulasi pembangunan infrastruktur baik berupa soft (peningkatan kapasitas masyarakat, pembangunan institusi lokal dalam pengembangan perbatasan, aliansi stakeholder dengan aktor-aktor pengembangan perbatasan) maupun hard infrastruktur (pembangunan jalan, listrik dan telekomunikasi);

Page 19: Artikel-DendyKurniadi-2003

19

NO.

MASALAH ANALISIS STRATEGI

5. Kontribusi ekonomi yang rendah dan fluktuatif (Entikong terhadap Sanggau), kebocoran/leakage dalam sumber daya, distorsi pasar di wilayah perbatasan.

Perlunya peningkatan terhadap kontribusi sektoral khususnya dalam melihat potensi lokasi strategis perbatasan dan potensi lainnya (pariwisata, pertanian), selain itu diperlukan adanya peningkatan atas nilai tambah produk.Potensi strategis bagi pengembangan pariwisata sangat penting untuk dikembangkan, tingginya arus masuk bagi wisatawan tercermin dari peningkatan permohonan atas visa on arrival di PPLB.

Mendorong regulasi yang kondusif dan operasional terhadap pengembangan kawasan perbatasan. (Pembentukan Badan Nasional Perbatasan, Payung hukum pengembangan perbatasan, sharing pendapatan pemerintah pusat-daerah);

Mendorong sektor industri pengolahan dan pariwisata yang potensial untuk dikembangkan, dalam upaya menciptakan kegiatan ekonomi yang mampu menciptakan nilai tambah kawasan sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi sektoral. (industri yang mengolah hasil SDA: karet, kakao, lada, sawit; pariwisata alam);

Memantapkan kinerja dan produktivitas sektor yang sudah unggul (perangkutan dan komunikasi) dan mendorong sektor lainnya untuk peningkatan produksi dan nilai tambah;

Fasilitasi perdagangan yang sifatnya internal dan eksternal melalui pembangunan centre point untuk mengintegrasikan kegiatan perekonomian di Entikong.

Peningkatan kualitas SDM pada sektor-sektor non primer.

6. Sektor pertanian yang bukan lagi menjadi basis dan cenderung tidak potensial/kinerjanya terus menurun, padahal Entikong memiliki potensi dalam menghasilkan produk pertanian dan menjadi motor penggerak sektor lainnya.

Perlunya kerangka keterkaitan ekonomi dalam meningkatkan daya saing pertanian (diharapkan dapat membelikan multiplier efek dengan keterkaitan tersebut) dan peningkatan kualitas pertanian melalui sumber daya manusianya.

Meningkatkan produksi di sektor hulu dan membangun industri pengolahan hasil produk unggulan daerah di sektor hilir untuk memberikan nilai tambah produk pertanian (keterkaitan ekonomi);

Peningkatan kualitas SDM bidang pertanian dalam rangka peningkatan produktivitas dan daya saing produk pertanian.

7. Kebijakan yang tidak sinkron dengan pengembangan kawasan perbatasan.

- Perlunya kajian atas kebijakan yang menghambat pertumbuhan ekonomi di kawasan perbatasan;

- Perlunya kajian atas sharing penerimaan pemerintah daerah terkait dengan tingginya penerimaan pendapatan di PPLB, sehingga pengembangan perbatasan tidak hanya

Mendorong regulasi yang kondusif dan operasional terhadap pengembangan kawasan perbatasan – kerangka kerja institusi. (Pembentukan Badan Nasional Perbatasan, adanya payung hukum pengembangan perbatasan,

lanjutan

Page 20: Artikel-DendyKurniadi-2003

STRATEGI 4Menigkatkan peran sektor unggulan dan mendorong sektor

lainnya dalam pertumbuhan

STRATEGI 6Fasilitasi perdagangan yang sifatnya internal dan eksternal

STRATEGI 1Mendorong regulasi yang kondusif dan operasional bideng

pengembangan perekonomian kawasan perbatasan.

STRATEGI 3Melakukan improvisasi pengembangan infrastruktur yang

responsif terhadap kebutuhan (hard & soft)

STRATEGI 5Meningkatkan perhatian pada sustainabilitas pembangunan

dan pengembangan SDM

STRATEGI 2Menyusun road map penataan ruang yang efektif dan

operasional

20

NO.

MASALAH ANALISIS STRATEGI

bertumpu pada pemerintah pusat.

sharing pendapatan pemerintah pusat-daerah)

Sumber: Hasil analisis, 2009

Berdasarkan analisis atas permasalahan yang muncul dari kajian sebelumnya maka strategi pengembangan kawasan perbatasan Entikong dalam perspektif ekonomi secara umum dapat diurutkan dengan prioritas sebagai berikut (Gambar 9).

Sumber: Hasil Analisis, 2009

Gambar 9 Prioritas Strategi Pengembangan Kawasan Perbatasan Entikong dari Perspektif Ekonomi

KESIMPULAN 1. Wilayah perbatasan Entikong merupakan fase awal dalam perkembangan sebuah

kawasan perbatasan. Hal ini tercermin dari tipologi border region yang memiliki ciri-ciri sedikitnya hubungan ekonomi yang terjadi, infrastruktur yang bottleneck, perkembangan sektor non primer, dan kerangka kebijakan yang belum terpadu. Sebagai fase awal perkembangan kawasan perbatasan, masalah yang muncul adalah pertumbuhan ekonomi yang terjadi belum mendorong pada pengembangan kawasan perbatasan. Temuan tersebut menunjukkan adanya urgensi dari strategi pengembangan kawasan yang berbasis pada ekonomi, dengan mempertimbangkan strategi eksisting yang ada di wilayah penelitian.

2. Tinjauan terhadap aspek spasial menunjukkan perubahan yang relatif kecil dari sisi penggunaan lahan bagi pertumbuhan aktivitas ekonomi. Polarisasi penduduk dan struktur ruang yang terbentuk lebih disebabkan oleh kondisi topografi dan infrastruktur jalan yang terbangun, khususnya jalan utama menuju pintu perbatasan. Kondisi ini memerlukan perhatian, terkait dengan peran Entikong sebagai PKSN (Pusat Kegiatan Strategis Nasional) yang berfungsi ekonomi sekaligus menjaga fungsi lindung yang ada di kawasan perbatasan.

3. Pertumbuhan ekonomi dapat terlihat dari besarnya laju pertumbuhan ekonomi rata-rata (5.88%), dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk (1.18%). Selain itu, secara basis ekonomi, hampir seluruh sektor adalah sektor basis kecuali sektor pertanian, industri pengolahan dan perdagangan. Tinjauan secara basis ekonomi tersebut menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi, karena sektor basis dapat mendorong majunya perekonomian wilayah perbatasan.

Page 21: Artikel-DendyKurniadi-2003

21

4. Tinjauan terhadap kinerja perekonomian menunjukkan sektor listrik, gas dan air minum, sektor perangkutan dan komunikasi, dan sektor jasa-jasa merupakan sektor-sektor yang berkinerja maju. Hal ini terkait dengan fungsi kawasan perbatasan dengan aktivitas ekonomi yang mulai menggeser peran pertanian dalam perekonomian wilayah.

5. Aspek penting yang perlu diperhatikan adalah kondisi wilayah perbatasan yang memungkinkan terjadinya distorsi pasar dan fenomena osmosis dalam aliran ekonomi. Secara distorsi pasar, Entikong terbentur oleh kebijakan yang membatasi perdagangan yang terjadi sehingga jangkauan pasar tidak optimal. Sedangkan jika dilihat dari fenomena osmosis, Entikong dengan berbagai keterbatasan infrastruktur menyebabkan aliran produk barang mengalir ke Malaysia melalui jalan yang non formal, hal ini berimbas pada disparitas perekonomian antara Entikong dengan Sarawak, karena nilai tambah dari produk tersebut didapatkan oleh Sarawak.

6. Entikong memiliki peluang dalam pengembangan kawasan perbatasan darat antarnegara. Hal ini terlihat dari adanya beberapa elemen penting dalam pengembangan kawasan perbatasan antara Entikong-Sarawak. Elemen tersebut antara lain adalah budaya, kerangka kerja institusi, ketertarikan sektor swasta, pendekatan infrastruktur dan kebijakan.

7. Strategi pengembangan kawasan perbatasan Entikong terkait dengan upaya dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Strategi tersebut bersifat mendukung kebijakan eksisting dan termasuk strategi perencanaan dalam jangka menengah dan panjang. Strategi tersebut antara lain adalah: mendorong regulasi yang kondusif dan operasional bideng pengembangan perekonomian kawasan perbatasan, menyusun road map penataan ruang yang efektif dan operasional, melakukan improvisasi pengembangan infrastruktur yang responsif terhadap kebutuhan (hard & soft), menigkatkan peran sektor unggulan dan mendorong sektor lainnya dalam pertumbuhan, meningkatkan perhatian pada sustainabilitas pembangunan dan pengembangan SDM, fasilitasi perdagangan yang sifatnya internal dan eksternal. Beberapa strategi tersebut diharapkan dapat menjadi arahan dalam pengembangan kawasan perbatasan Entikong dengan ciri khas perbatasan yang aktivitas ekonominya menjadi perhatian utama.

REKOMENDASI a. Rekomendasi terhadap pihak-pihak terkait

1. Kebijakan yang integratif dengan mengkolaborasikan unsur pusat-daerah dan lintas sektoral. Karena fungsi kawasan ini sebagai kawasan yang strategis dan menyangkut berbagai aspek yang berperan baik secara nasional, regional maupun internasional. Kebijakan tersebut seharusnya dalam posisi yang saling mendukung dan menunjang percepatan pembangunan di kawasan perbatasan.

2. Kerjasama berbagai pihak dalam upaya mendukung pertumbuhan sektor-sektor dalam perekonomian kawasan. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui peningkatan nilai produksi dengan menghasilkan nilai tambah bagi produksi yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif pada berbagai sektor yang prioritas. Serta mendorong sektor non prioritas lainnya sebagai pendukung. Hal ini akan memunculkan adanya komplementaritas ekonomi yang saling menguntungkan bagi sebuah kawasan perbatasan.

3. Penguatan fungsi aparatur yang berwenang dalam pengendalian pemanfaatan ruang, fungsi manajerial yang koordinatif, terkait dengan potensi kawasan. Kerangka kerja institusi ini sangat penting dalam tahap Entikong dalam tipologi border region (tahapan awal sebuah kemajuan kawasan perbatasan).

4. Mendorong diversivikasi potensi pasar, terkait dengan adanya distorsi di kawasan perbatasan, potensi ekonomi yang dimiliki dapat dimanfaatkan dalam

Page 22: Artikel-DendyKurniadi-2003

22

konteks regional dan nasional dengan didukung infrastruktur dan regulasi yang mendukung,

5. Menciptakan iklim kondusif terhadap investasi sektor swasta melalui kebijakan yang mendukung bagi masuknya investasi di perbatasan. Banyaknya minat investasi di kawasan ini seringkali menunggu adanya kejelasan pemerintah dan kondisi birokrasi dalam operasionalnya.

b. Rekomendasi studi lanjut1. Studi mengenai pola produksi dan konsumsi masyarakat perbatasan yang

ditinjau dari sisi Entikong – Sarawak. Melalui input kajian ekonomi yang bersumber dari household/ rumah tangga, akurasi penilaian terhadap aliran orang dan barang yang terjadi secara internal maupun eksternal dan dampak keruangannya dapat dijelaskan secara detail dalam studi ini.

2. Studi komparasi mengenai kawasan perbatasan darat antarnegara dengan fokus perekonomian (contoh: Malaysia-Thailand, Jerman-Polandia, China-Vietnam). Tujuan dari studi ini untuk membandingkan elemen-elemen best practice bagi pengembangan perbatasan Entikong-Sarawak.

3. Studi mengenai pengembangan kawasan perbatasan dalam dimensi pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Fenomena menurunnya aspek lingkungan akibat maksimalisasi pertumbuhan ekonomi cenderung terjadi di perbatasan. Studi ini bertujuan mengetahui tingkat sustainabilitas yang dikaitkan dengan pengembangan kawasan perbatasan dan fungsi kawasan ini sebagai Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) yang ditetapkan oleh Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

DAFTAR PUSTAKAAkaha, T. dan Vassilieva, A. (eds). 2005. Crossing National Borders: Human

Migration Issues in Northeast Asia. Japan: United Nations University Press.Arsyad, L. 2005. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: STIE YKPNBendavid - Val, A. 1991. Regional and Local Economic Analysis for Practicioners.

Fourth Edition. New York: Preager.Branch, M. C. 1998. Comprehensive Planning for the 21st Century General, Theory

& Principles. Preager: London.Creswell, J. W and Clark V. L. P. 2007. Designing and Conducting Mixed Methods

Research. Sage Publications. Daljoeni, N. 1998. Geografi Kota dan Desa. Bandung: Alumni.Giddens, A. 1985. The Nation-state and Violence. Vol. 2 of Contemporary History of

Historical Materialism. Cambridge: Polity Press.Kearney, M. 2004. The Classifying and Value-Filtering Missions of Borders.

Anthropological Theory; 4; 131. Downloaded from http://ant.sagepub. on [May 30, 2008]

Kompas. 2003. Indonesia Bangsaku, Ringgit Uangku. 21 Maret 2003.Laporan Akhir Identifikasi Penyusunan Program PSD Kawasan Perbatasan

Kalimantan Barat. SNVT Pengembangan Kawasan Perbatasan. 2007. Direktorat Jenderal Cipta Karya.

Niebuhr, A and Stiller, S. 2001. Integration Effect in Border Regions – A Survey of Economic Theory and Empirical Studies. HWWA Discussion Paper. Hamburg.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 2008. Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

Potensi dan Permasalahan Kawasan Perbatasan Antarnegara di Kabupaten Sanggau – Kalimantan Barat. 2006. Badan Persiapan Pengembangan Kawasan Khusus Perbatasan (BP2KKP) Provinsi Kalimantan Barat.

Page 23: Artikel-DendyKurniadi-2003

23

Ratti, R. 1993. How Can Existing Barrier and Burdens Effect of Borders: A Theoretical Approach. in Cappellin, R. and Batey, P. J. W. (eds). Regional Network, Border Region and European Integration. pp. 60-69. London: Pion

Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perbatasan Entikong dan Sekayam. Badan Perencana Pembangunan Daerah Kabupaten Sanggau, 2003.

Rencana Tata Ruang Wilayah Ibukota Kecamatan Entikong. Badan Perencana Pembangunan Daerah Pemerintah Kabupaten Sanggau, 2006.

Rumford, C. 2006. ‘Borders and bordering’, in G. Delanty (ed.) Europe and Asia Beyond East and West: Towards a New Cosmopolitanism. London: Routledge.

_________. 2006. Theorizing Borders. European Journal of Social Theory. 9(2): 155–169. Sage Publications.

Soekanto, S. 2003. Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Swinburn, G. et al. 2006. Local Economic Development: A Primer Developing and Implementing Local Economic Development Strategies and Action Plans. Washington DC: The World Bank

Tarigan, R. 2004. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara.Van Well, L. 2006. Cross-Border Typologies in the Enlargement Area. Results from

the ESPON 1.1.3 Report. Enlargement of the European Union and its Polycentric Spatial Structure. Royal Institute of Technology.

Wu, C. T. 2001. Cross-Border Development in a Changing World: Redefining Regional Development Policies. In Edgington, D.W., Fernandez, A. L. and Hoshino, C. (eds). New Regional Development Paradigm. Vol. 2. London: Greenwood Press.

Wawancara dengan Ari Yanuarif (41 tahun), Pontianak, 18 Agustus 2009Wawancara dengan Arkan Yamri (41 tahun), Pontianak, 22 Agustus 2009Wawancara dengan R. Gun (40 tahun), Entikong Kabupaten Sanggau, 21 Agustus

2009Wawancara dengan Yohanes (54 tahun), Entikong, Kabupaten Sanggau, 18 Agustus

2009Wawancara dengan Muhamad Yusuf (50 tahun), Pontianak 18 Agustus 2009