11
PERBEDAAN WAKTU BERSIHAN MUKOSA SILIAR HIDUNG PADA PEROKOK JENIS FILTER DAN NON-PEROKOK Tessa Septian A * , Anton BudhiDarmawan, Indah Rahmawati Jurusan Kedokteran, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah, Indonesia (*Alamat E-mail: [email protected]) ABSTRAK Sistem transpor mukosilia merupakan sebuah mekanisme pertahanan yang penting dalam sistem pernapasan. Hal ini tergantung pada interaksi silia dan mukus. Pajanan asap rokok yang bersifat kompleks dan dipengaruhi oleh, kuantitas rokok yang dihisap, usia mulai merokok, serta lama merokok yang menentukan derajat merokok seseorang melalui indeks brinkman, dapat menyebabkan kerusakan sistem transpor mukosilia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan perbedaan kecepatan waktu bersihan mukosiliar hidung pada kelompok perokok jenis filter dibanding kelompok tidak merokok. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian epidemiologi analitik non- eksperimental dengan rancangan cross sectional. Teknik pengambilan sampel dengan consecutive sampling sebanyak 60 orang, yaitu 30 orang adalah para perokok berjenis filter yang berkunjung ke Klinik THT dan Paru RSUD Margono, sedangkan 30 orang tidak memiliki riwayat merokok. Analisis data yang digunakan adalah uji T-tidak berpasangan. Didapatkan hasil p<0,05 (p= 0,027), terdapat perbedaan yang signifikan terhadap rerata waktu bersihan mukosiliar hidung antara para perokok jenis filter (12,54 ± 3,88) dibanding yang tidak merokok (8,79 ± 2,3). Terdapat perbedaan kecepatan waktu bersihan mukosilia hidung antara perokok dibanding yang non perokok. Kata kunci: sistem bersihan mukosiliar, waktu bersihan mukosilia, perokok, jenis filter, derajat merokok, indeks brinkman

Artikel Ilmiah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tht

Citation preview

Page 1: Artikel Ilmiah

PERBEDAAN WAKTU BERSIHAN MUKOSA SILIAR HIDUNG

PADA PEROKOK JENIS FILTER DAN NON-PEROKOK

Tessa Septian A*, Anton BudhiDarmawan, Indah Rahmawati

Jurusan Kedokteran, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas

Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah, Indonesia

(*Alamat E-mail: [email protected])

ABSTRAK

Sistem transpor mukosilia merupakan sebuah mekanisme pertahanan yang penting

dalam sistem pernapasan. Hal ini tergantung pada interaksi silia dan mukus. Pajanan

asap rokok yang bersifat kompleks dan dipengaruhi oleh, kuantitas rokok yang dihisap,

usia mulai merokok, serta lama merokok yang menentukan derajat merokok seseorang

melalui indeks brinkman, dapat menyebabkan kerusakan sistem transpor mukosilia.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan perbedaan kecepatan waktu bersihan

mukosiliar hidung pada kelompok perokok jenis filter dibanding kelompok tidak

merokok. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian epidemiologi analitik non-

eksperimental dengan rancangan cross sectional. Teknik pengambilan sampel dengan

consecutive sampling sebanyak 60 orang, yaitu 30 orang adalah para perokok berjenis

filter yang berkunjung ke Klinik THT dan Paru RSUD Margono, sedangkan 30 orang

tidak memiliki riwayat merokok. Analisis data yang digunakan adalah uji T-tidak

berpasangan. Didapatkan hasil p<0,05 (p= 0,027), terdapat perbedaan yang signifikan

terhadap rerata waktu bersihan mukosiliar hidung antara para perokok jenis filter

(12,54 ± 3,88) dibanding yang tidak merokok (8,79 ± 2,3). Terdapat perbedaan

kecepatan waktu bersihan mukosilia hidung antara perokok dibanding yang non

perokok.

Kata kunci: sistem bersihan mukosiliar, waktu bersihan mukosilia, perokok, jenis

filter, derajat merokok, indeks brinkman

Page 2: Artikel Ilmiah

2

ABSTRACT

The mucocilliary transport system is an important defence mechanism of the

respiratory tract. It depends on the interaction between cilia and mucus. Exposure to

cigarette smoke is complex and influenced by, the quantity of cigarettes smoked, age

started smoking, and smoking a long time to determine the degree of a person smoking

through Brinkman index, it can cause the damage of the mucociliary transport system.

To determine the difference between nasal mucociliary clearance time at the filter

smokers and non-smokers. The study is observational, cross sectional study. It uses the

consecutive sampling method. sixty respondents, of which 30 visitor at clinic Lung, and

ENT at RSUD Margono, were actively exposed to smoke, whereas 30 others were

unexposed control respondents. T-independent test was employed to analyze the data. a

result p-value < 0,05 (p=0,027), There was significantly difference in average nasal

mucociliary clearance time between a filter smokers (12,54 ± 3,88) and non-smokers

respondents (8,79 ± 2,3). There was nasal mucocilliary clearance time differenciation

between filter smokers and non-smokers.

Key words: mucociliary clearance system, nasal mucociliary clearance time, a filter

smoke, the degree of smoking, Index Brinkman

Page 3: Artikel Ilmiah

3

PENDAHULUAN

Asean Tobacco Control Report Card, melaporkan Indonesia sebagai

penyumbang perokok terbesar di ASEAN dengan prevalensi merokok sebanyak 57,56

juta (46,16%) perokok.18

Prevalensi merokok pada laki-laki (65,6%) lebih tinggi

dibandingkan pada perempuan (5,2%), dan semakin mengalami peningkatan.13

Peningkatan jumlah perokok aktif di Indonesia dari tahun ke tahun, disebabkan karena

ketergantungan akibat bahan-bahan berbahaya yang terkandung dalam rokok, dan

turunnya tingkat kesadaran penduduk Indonesia akan seriusnya efek yang dapat

ditimbulkan oleh rokok, seperti penyakit, menurunya produktifitas, kecacatan, dan

kematian.14

Sistem mukosiliar merupakan barier pertama sistem pertahanan tubuh yang

akan menjaga saluran nafas selalu bersih dan sehat. Sistem ini bekerja dengan

membersihkan udara inspirasi dari debu, bakteri, virus, dan partikel asing lainya oleh

silia dan palut lendir. Sistem bersihan mukosiliar fungsinya harus baik untuk mencegah

aggregator atau bahan berbahaya rokok masuk ke dalam tubuh dalam jumlah banyak,

yang efek lanjutnya dapat menyebabkan berbagai komplikasi serius.1 Kerusakan sistem

bersihan mukosiliar dapat menyebabkan peningkatan resiko penyakit lokal sistem

pernafasan seperti; rhinosinusitis, sinusitis kronik, bronkhitis kronik, bronkhiektasis,

dan berbagai penyakit sistem pernafasan lainya.12

Jumlah batang rokok dan lama paparan diperkirakan ikut menentukan tingkat

kerusakan mukosa siliar. Derajat merokok menurut Indeks Brinkman adalah yaitu

perkalian antara jumlah batang rokok yang dihisap dalam sehari dikalikan dengan lama

merokok dalam tahun.11

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan

waktu bersihan mukosiliar hidung pada perokok jenis filter dan non-perokok , dengan

tinjauan derajat merokok menurut Indeks Brinkman.

METODE PENELITIAN

Sampel Penelitian

Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 60

pengunjung Klinik Paru dan THT RSUD Margono Soekarjo. Didapatkan 30 sampel

tidak merokok, dan 30 sampel merupakan perokok jenis filter. Sampel ini diperoleh

dari perhitungan sampel estimasi proporsi suatu populasi. Teknik pengambilan sampel

dengan Consecutive Sampling digunakan pada penelitian ini untuk mengambil sampel

Page 4: Artikel Ilmiah

4

dari pengunjung klinik yang datang sesuai dengan urutan dan memenuhi kriteria

inklusi dan ekslusi serta bersedia menjadi responden penelitian.

Kriteria inklusi penelitian ini diantaranya; Pengunjung Klinik Paru, THT,

RSUD Margono Soekarjo bulan Januari 2013, Berumur lebih dari 17 tahun, merupakan

perokok jenis filter, dan non-perokok. Tidak memiliki penyakit lain : polip, sinusitis,

influenza, rhinitis alergi. Tidak memiliki riwayat operasi hidung dan riwayat trauma

pada hidung. Serta bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed

consent. Sedangkan responden penelitian ini akan diekslusi jika memiliki gangguan

pengecapan serta tidak kooperatif.

Desain dan rancangan penelitian

Desain penelitian merupakan penelitian analitik observasional Rancangan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional.2 Setiap responden dianamnesis

dan menjalani pemeriksaan waktu bersihan mukosa siliar hidung menggunakan partikel

sakarin dan stopwacth. Anamnesis yang dilakukan pada responden terkait dengan

gejala-gejala keluhan yang ada pada kriteria inklusi-ekslusi. Setelah itu diperiksa

menggunakan rhinoskopi anterior oleh spesialis THT untuk menentukan apakah pasien

telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Derajat merokok responden juga

ditentukan berdasarkan kuesioner derajat merokok, yang akan membagi responden

perokok ke dalam kelompok perokok ringan, perokok sedang, dan perokok berat.

Pengukuran waktu bersihan mukosa siliar dilakukan pada salah satu hidung

dengan menggunakan pinset bayonet, dan spekulum, partikel sakarin dimasukan

kedalam batas konka inferior untuk selanjutnya dihitung waktunya dengan satuan

menit dan detik, sampai responden merasakan manis. Responden diminta untuk

menelan secara periodik tiap 30 detik. Waktu bersihan mukosiliar dihitung dari jarak

awal mukosa sampai dinding belakang faring yang ditandai dengan sensai rasa manis.8

Analisis Data

Analisis univariat untuk menentukan frekuensi dan persentasi variabel

penelitian, sedangkan analisis bivariat untuk mengetahui perbedaan antara dua

variabel. Analisis bivariat digunakan uji parametrik T tidak berpasangan. Analisis

untuk meninjau derajat merokok terhadap waktu bersihan mukosasiliar digunakan uji

One-way ANOVA.2

Page 5: Artikel Ilmiah

5

HASIL

Analisis univariat

Analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran karakteristik populasi.

Karakteristik sampel pada penelitian ―Perbedaan rerata waktu bersihan mukosiliar pada

perokok jenis filter dan tidak merokok,‖ adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1 Karakteristik Umum Subyek Penelitian (n=60)

Hasil penelitian didapatkan sampel dengan derajat merokok (Indeks Brinkman)

ringan sebanyak 13 orang (43,33%), derajat sedang sebanyak 11 orang (36,67%) dan

derajat berat sebanyak 6 orang (20%) dapat dilihat pada gambar 1.1.

Gambar 1.1 Karakteristik Derajat Merokok (n=30)

Analisis bivariat Chi-Square

Hasil uji T-independent perbedaan rerata waktu bersihan mukosa siliar pada

perokok jenis filter dan non perokok memiliki hasil yang bermakna (p value = 0,027 ,

p<0,05). Pada tabel 1.2 terdapat perbandingan rerata waktu bersihan mukosa siliar pada

perokok jenis filter dan non perokok. Didapatkan bahwa rerata waktu bersihan

mukosiliar pada perokok jenis filter sebesar 12,54 ± 3,88 menit, lebih panjang

dibandingkan yang tidak merokok sebesar 8,79 ± 2,3 menit.

Keterangan Frekuensi

(%)

Perokok Nonperokok

Umur 17-22 tahun 8 (13,33%) 1 (1,67%) 7 (11,67%)

23-40 tahun 31 (51,67%) 17 (28,33%) 14 (23,33%)

41-60 tahun 16 (26,67%) 10 (16,67%) 6 (10%)

>60 tahun 5 (8,33%) 2 (3,33%) 3 (5%)

Rata-rata umur

pasien

(Mean ± SD)

Tahun 39,5 ± 14,37 41,47 ± 12,48 37,5 ± 16,01

Jenis Kelamin Laki-Laki 40 (66,67%) 30 (50%) 10 (16,67%)

Perempuan 20 (33,33 %) 0 20 (33,33%)

Page 6: Artikel Ilmiah

6

Tabel 1.2 Perbandingan waktu bersihan mukosa siliar dengan Riwayat Merokok

Riwayat

Merokok

Rerata waktu

TMS

∆ Perbedaan

Rerata

95 % CI Nilai P

Merokok 12,54 ± 3,88

3,749 2,099 –

5,398 0,027 Tidak

Merokok

8,79 ± 2,3

Untuk mengetahui pengaruh derajat merokok menurut Indeks Brinkman

terhadap waktu bersihan mukosa siliar pada kelompok perokok ringan, sedang, dan

berat dilakukan analisis dengan menggunakan uji one-way Anova. Hasil uji one way

ANOVA pada ketiga kelompok perokok ini p=0,063 (p>0,05), menunjukkan bahwa

tidak terdapat perbedaan bermakna waktu bersihan mukosa siliar pada kelompok

perokok ringan, sedang, berat. Pada tabel 1.3 terdapat perbandingan rerata waktu

bersihan mukosa siliar pada perokok berdasarkan derajat merokoknya.

Tabel 1.3 Perbandingan waktu bersihan mukosa siliar Perokok Ringan dengan

Perokok Sedang

Riwayat

Merokok

Rerata waktu

TMS

∆ Perbedaan

Rerata 95 % CI Nilai P

Perokok

Ringan 10,77 ± 2,68

2,552 (-5,606)-

0,501 0,098

Perokok

Sedang 13,33 ± 4,58

Hasil analisis lanjutan menggunakan Post Hoc pada ketiga kelompok perokok

ini didapatkan bahwa hanya pada kelompok perokok berat dan perokok ringan yang

memiliki perbedaan rerata bersihan mukosiliar yang bermakna (p=0,029, p<0,05).

Tabel 1.4 merupakan tabel hasil analisis lanjutan pada ketiga kelompok perokok

berdasarkan derajat merokoknya.

Tabel 1.4 Analisis lanjutan (Post Hoc) waktu TMS dengan Derajat Merokok

Riwayat Merokok Nilai P Riwayat

Merokok Nilai P

Perokok Ringan

Perokok Sedang 0,098

Perokok Sedang

Perokok Berat 0,399

Perokok Ringan

Perokok Berat 0,029

Page 7: Artikel Ilmiah

7

PEMBAHASAN

Menurut Ho et al. (2001), usia tidak memberikan pengaruh yang bermakna

terhadap nilai rerata waktu transpor mukosilia hidung, fungsi silia akan menurun pada

usia di atas 40 tahun. Penurunan fungsi silia terjadi karena proses penuaan, sehingga

menyebabkan peningkatan anomali ultrastruktur silia yang mengakibatkan waktu

transpor mukosilia menjadi lambat dan mempermudah terjadinya infeksi.5 Hasil yang

tidak bermakna pada penelitian ini dapat disebabkan karena 70% subjek penelitian

berada pada rentang usia <40 tahun, sehingga belum terjadi perubahan struktur silia

karena proses penuaan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Soedarjatni

(1993), yang didapatkan dari pemeriksaan dengan mikroskop elektron tidak didapat

perbedaan transportasi mukosiliar berdasarkan umur, jenis kelamin atau posisi saat

tes.15

Hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda antara perokok dan non

perokok. Menurut Proenca (2011), menyatakan bahwa perpanjangan waktu bersihan

mukosiliar hidung akibat paparan asap rokok, dimediasi utama oleh sel-sel inflamasi

seperti NK1, makrofag, neutrofil, yang akan merangsang peningkatan denyut silia, dan

akan merangsang saraf otonom untuk bekerja.12

Pada respon akut, nikotin beredar di

metabolisme hanya dalam dua jam, menunjukkan bahwa setelah periode ini efek

stimulasi nikotin akan berhenti, dan respon hidung akan kembali ke normal. Sedangkan

pada perokok jangka waktu lama, efek nikotin ini akan meningkat dan dapat

menyebabkan hipersekresi kelenjar serta vasodilatasi, dan akhirnya meningkatkan

waktu bersihan mukosiliar.12,19

Ketika terjadi penurunan fungsi barrier lini pertama hidung, seseorang menjadi

lebih beresiko menderita infeksi berulang. Disfungsi mukosiliar, akan menyebabkan

gerakan silia tidak terkoordinasi baik, sehingga tidak terjadi gumpalan lendir mukus

yang seharusnya didorong ke arah nasofaring, menyebabkan stagnansi mukus. Kondisi

inilah yang memicu infeksi bakteri pada mukosa hidung dan dapat menyebabkan

akumulasi netrofil atau migrasi sel-sel radang lainnya dan menstimulir sekresi cairan

atau bahkan merusak lapisan mukosa.4,19

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rachmad

Dermawan (2010) di Medan, didapatkan hasil rata-rata waktu transportasi mukosiliar

hidung pada kelompok perokok adalah 17,81 (SD ± 1,37) menit dan pada kelompok

bukan perokok adalah 10,23 (SD ± 0,69) menit. Berdasarkan uji t-tidak berpasangan

didapatkan perbedaan bermakna dari rata-rata waktu transportasitasi mukosiliar antara

Page 8: Artikel Ilmiah

8

kelompok perokok dengan kelompok bukan perokok, dimana waktu transportasi

mukosiliar pada kelompok perokok lebih lama dibanding kelompok bukan perokok (

p<0,05 ).3 Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Stanley et al.,

(1986) pada penelitian efek merokok terhadap pembersihan mukosiliar hidung,

mendapatkan bahwa perokok memiliki waktu pembersihan mukosiliar hidung yang

lebih panjang (20,8 menit) dibandingkan pada bukan perokok (11,1 menit).17

Pada

perokok akan menunjukkan transportasi mukosa siliar yang abnormal.3,17,9

Hoffman menyatakan bahwa bersihan mukosiliar hidung dan sinus paranasal

didasarkan pada struktur anatomi yang normal, komposisi fisiologis lendir, dan sel

bersilia yang sehat dengan Frekuensi Denyut Silia atau CBF (Cilliary Beat Frequency)

yang terkoordinasi dan konstan, kepadatan jumlah epitel silia, panjang silia, dan

kualitas lendir.6 Beberapa faktor yang dapat menyebabkan disfungsi mukosiliar antara

lain: kelainan kongenital, faktor genetik, faktor iatrogenik (obat-obatan), setelah

operasi, infeksi, suhu, PH, dan kelainan struktur anatomi.6,7

Derajat merokok tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap rerata

ketiga kelompok perokok ringan, sedang, dan berat. Hal ini tidak sesuai dengan

penelitian yang dilakukan Mosenifar (2011), yang menyatakan bahwa Hubungan

merokok dengan gangguan kesehatan merupakan hubungan dose response.10

Lebih

lama kebiasaan merokok dijalani, lebih banyak batang rokok setiap harinya, lebih

dalam menghisap asap rokoknya, maka lebih tinggi risiko kerusakan sistem mukosa

siliar yang ditandai perpanjangan waktu bersihan mukosiliarnya.Umur pertama kali

merokok, jumlah batang rokok yang dihisap dalam setahun, serta status perokok

memprediksikan asupan atau paparan asap rokok yang dihirup tiap harinya oleh

individu yang seharusnya akan ikut mempengaruhi nilai waktu bersihan mukosiliar.10,16

Berdasarkan penelitian sebelumnya besar kecilnya intensitas dan waktu paparan

bahan-bahan iritan dalam asap rokok akan berpengaruh terhadap kondisi saluran

pernapasan, semakin besar intensitas dan dosis rokok akan mempercepat terjadinya

kerusakan atau ketidaknormalan pada saluran pernapasan, terutama kerusakan lokal

mukosa saluran pernafasan, antara lain hilangnya fungsi silia untuk menghalau benda

asing, sehingga debu / bahan-bahan polutan yang lain akan lebih mudah masuk ke

paru.4 Lama kebiasaan merokok juga akan mempengaruhi waktu bersihan mukosa

siliar karena semakin lama kebiasaan merokok yang dijalani menyebabkan

terkumpulnya partikel berbahaya di lokal mukosa yang bisa menyebakan kerusakan/

ketidaknormalnya barrier pertahanan sistem mukosasiliar.16

Page 9: Artikel Ilmiah

9

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak memperhatikan perbedaan

variasi anatomi saluran hidung-tenggorokan masing-masing individu, dan tidak

memperhatikan berbagai keadaan lain terutama pengaruh faktor lingkungan yang

mungkin dapat mempengaruhi waktu bersihan mukosa siliar hidung.

KESIMPULAN

1. Rerata waktu bersihan mukosa siliar hidung pada kelompok perokok yang

menggunakan jenis filter adalah 12,54 (SD ± 3,88) menit. Sedangkan rerata

waktu bersihan mukosa siliar hidung pada kelompok perokok ringan adalah

10,77 (SD ± 2,68) menit , perokok sedang adalah 13,33 (SD ± 4,58) menit, dan

kelompok perokok berat adalah 14,91 (SD ±3,45 )menit.

2. Rerata waktu bersihan mukosa siliar hidung pada kelompok yang tidak merokok

adalah 8,79 (SD ± 2,3) menit.

3. Terdapat perbedaan signifikan waktu bersihan mukosa siliar hidung pada

kelompok perokok dan kelompok yang tidak merokok. Dan berdasarkan hasil uji

T tidak berpasangan didapatkan nilai p<0,05 dengan nilai bermakna secara

statistic adalah 3,75 menit.

4. Derajat merokok, tidak memberikan perbedaan yang signifikan pada rerata

waktu bersihan mukosa siliar hidung pada kelompok perokok ringan, sedang,

dan berat. Dan berdasarkan hasil uji one way ANOVA didapatkan nilai p>0,05

dengan nilai tidak bermakna secara statistik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ballenger JJ. Hidung dan Sinus Paranasal, Aplikasi klinis Anatomi dan Fisiologi

Hidung dan Sinus Paranasal. Dalam : Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok dan

Leher. Edisi 16. Jilid satu. 2003. Hal.563-576.

2. Dahlan, S.M. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi ke-2. Jakarta :

Salemba Medika. 2009. Hal 122-125

3. Dermawan,R. Pengaruh waktu transportasi mukosiliar hidung pada perokok dan

bukan perokok. Skripsi : FKUSU. 2010. Medan.

Page 10: Artikel Ilmiah

10

4. Hanslavina. Efek Akut Asap Rokok Kretek terhadap Hyperplasia Sel Globet pada

Saluran Napas Tikus Galus Swiss Webster. Tesis. 2003. Jakarta: Program

Pascasarjana. Universitas Indonesia

5. Ho JC, Chan KN, Hu WH, Lam WK, Zheng L, Tipoe GL, et al. The effect of aging

on nasal mucociliary clearence, beat frequency and ultrastructure of respiratory

cilia. Am J Respir Crit Care Med. 2001. Volume 163:pp.1-6.

6. Hofmann T, Gugatschga M, Koidl B, Wolf G. Influence of Preservatives and

Topical Steroids on Ciliary Beat Frequency In Vitro. Arch Otolaryngol Head Neck

Surg. 2004. Vol 130: pp440-44

7. Jang YJ, Myong NH, Park KH, Koo TW, Kim HG. Mucociliary Transport and

Histologic Characteristics of the Mucosa of Deviated Nasal Septum. Arch

Otolaryngol Head Neck Surg. 2002. Vol 128: pp. 421-424

8. Jorissen M, Willems T, Boeck KD. Diagnostic Evaluation of Mucociliary

Transportasit: From Symptoms to Coordinated Ciliary Activity after Ciliogenesis

in Culture. Am J Rhinol. 2000. Vol. 14: pp.345-52

9. Mahakit P. The Study of Mucociliary Clearance in Smoker, Sinusitis and Allergic

Rhinitis. Am J Rhino. 1994. Vol.5: p.320

10. Mosenifar,Zab. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Internal Medicine: 2011.

Volume 58 No. 9. Pp : 62-67.

11. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). PPOK (Penyakit Paru Obstruktif

Kronik) Diagnosis & Penatalaksanaan. Jakarta. 2011. 1-30 hal.

12. Proenca, Xavier RF, Ramos D, Cavalheri V, Pitta F. Immediate and short term

effects of smoking on nasal mucociliary clearance in smokers. Rev Port Pneumol.

2011. Vol. 17(4): pp. 172—176

13. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta. 2010. 399-

410 hal.

14. Sajinadiyasa IGK, Bagiada IM, Ngurah IB. Prevalensi Dan Risiko Merokok

Terhadap Penyakit Paru di Poliklinik Paru Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah

Denpasar. J Peny Dalam. 2010. Vol. 11; pp. 91-95

15. Soedarjatni, Djoko SS. Nasal mucociliary clearance (NMC) dan nasal pH pada 30

penderita Diabetes Melitus (NIDDM tipe II WHO). Dalam: Kumpulan naskah

ilmiah PIT Perhati. Bukittinggi: 1993. hal.760-6.

Page 11: Artikel Ilmiah

11

16. Solak ZA, Kabaroglu C, Cok g, et al,. Effect of Different Levels of Cigarette

Smoking on Lipid Peroxidation, Glutathione Enzyme Paraoxonase 1 Activity in

Health People. Clin Exp Med. 2005.vol.5. pp: 99-105

17. Stanley et al,. Effect Of Cigarette Smoking On Nasal Mucociliary Clearance And

Ciliary Beat Frequency, Depaartement of Medicine, Cardiothoracic Institute,

Brompton Hospital,London. 1986. P: 519-23.

18. World Health Organization (WHO). Global Tobacco Treaty Enters into Force with

57 Countries Committed. In World Health Organization. Geneva, World Health

Organization Framework Convention. 2005.

19. Yuna AJ, Bazarb AK, Leec PY, Gerber A, Daniel SM. The smoking gun: many

conditions associated with tobacco exposure may be attributable to paradoxical

compensatory autonomic responses to nicotine. Medical Hypotheses. 2005.Vol. 64:

pp. 1073—9