Upload
tessa-septian-anugrah
View
42
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tht
Citation preview
PERBEDAAN WAKTU BERSIHAN MUKOSA SILIAR HIDUNG
PADA PEROKOK JENIS FILTER DAN NON-PEROKOK
Tessa Septian A*, Anton BudhiDarmawan, Indah Rahmawati
Jurusan Kedokteran, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas
Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah, Indonesia
(*Alamat E-mail: [email protected])
ABSTRAK
Sistem transpor mukosilia merupakan sebuah mekanisme pertahanan yang penting
dalam sistem pernapasan. Hal ini tergantung pada interaksi silia dan mukus. Pajanan
asap rokok yang bersifat kompleks dan dipengaruhi oleh, kuantitas rokok yang dihisap,
usia mulai merokok, serta lama merokok yang menentukan derajat merokok seseorang
melalui indeks brinkman, dapat menyebabkan kerusakan sistem transpor mukosilia.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan perbedaan kecepatan waktu bersihan
mukosiliar hidung pada kelompok perokok jenis filter dibanding kelompok tidak
merokok. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian epidemiologi analitik non-
eksperimental dengan rancangan cross sectional. Teknik pengambilan sampel dengan
consecutive sampling sebanyak 60 orang, yaitu 30 orang adalah para perokok berjenis
filter yang berkunjung ke Klinik THT dan Paru RSUD Margono, sedangkan 30 orang
tidak memiliki riwayat merokok. Analisis data yang digunakan adalah uji T-tidak
berpasangan. Didapatkan hasil p<0,05 (p= 0,027), terdapat perbedaan yang signifikan
terhadap rerata waktu bersihan mukosiliar hidung antara para perokok jenis filter
(12,54 ± 3,88) dibanding yang tidak merokok (8,79 ± 2,3). Terdapat perbedaan
kecepatan waktu bersihan mukosilia hidung antara perokok dibanding yang non
perokok.
Kata kunci: sistem bersihan mukosiliar, waktu bersihan mukosilia, perokok, jenis
filter, derajat merokok, indeks brinkman
2
ABSTRACT
The mucocilliary transport system is an important defence mechanism of the
respiratory tract. It depends on the interaction between cilia and mucus. Exposure to
cigarette smoke is complex and influenced by, the quantity of cigarettes smoked, age
started smoking, and smoking a long time to determine the degree of a person smoking
through Brinkman index, it can cause the damage of the mucociliary transport system.
To determine the difference between nasal mucociliary clearance time at the filter
smokers and non-smokers. The study is observational, cross sectional study. It uses the
consecutive sampling method. sixty respondents, of which 30 visitor at clinic Lung, and
ENT at RSUD Margono, were actively exposed to smoke, whereas 30 others were
unexposed control respondents. T-independent test was employed to analyze the data. a
result p-value < 0,05 (p=0,027), There was significantly difference in average nasal
mucociliary clearance time between a filter smokers (12,54 ± 3,88) and non-smokers
respondents (8,79 ± 2,3). There was nasal mucocilliary clearance time differenciation
between filter smokers and non-smokers.
Key words: mucociliary clearance system, nasal mucociliary clearance time, a filter
smoke, the degree of smoking, Index Brinkman
3
PENDAHULUAN
Asean Tobacco Control Report Card, melaporkan Indonesia sebagai
penyumbang perokok terbesar di ASEAN dengan prevalensi merokok sebanyak 57,56
juta (46,16%) perokok.18
Prevalensi merokok pada laki-laki (65,6%) lebih tinggi
dibandingkan pada perempuan (5,2%), dan semakin mengalami peningkatan.13
Peningkatan jumlah perokok aktif di Indonesia dari tahun ke tahun, disebabkan karena
ketergantungan akibat bahan-bahan berbahaya yang terkandung dalam rokok, dan
turunnya tingkat kesadaran penduduk Indonesia akan seriusnya efek yang dapat
ditimbulkan oleh rokok, seperti penyakit, menurunya produktifitas, kecacatan, dan
kematian.14
Sistem mukosiliar merupakan barier pertama sistem pertahanan tubuh yang
akan menjaga saluran nafas selalu bersih dan sehat. Sistem ini bekerja dengan
membersihkan udara inspirasi dari debu, bakteri, virus, dan partikel asing lainya oleh
silia dan palut lendir. Sistem bersihan mukosiliar fungsinya harus baik untuk mencegah
aggregator atau bahan berbahaya rokok masuk ke dalam tubuh dalam jumlah banyak,
yang efek lanjutnya dapat menyebabkan berbagai komplikasi serius.1 Kerusakan sistem
bersihan mukosiliar dapat menyebabkan peningkatan resiko penyakit lokal sistem
pernafasan seperti; rhinosinusitis, sinusitis kronik, bronkhitis kronik, bronkhiektasis,
dan berbagai penyakit sistem pernafasan lainya.12
Jumlah batang rokok dan lama paparan diperkirakan ikut menentukan tingkat
kerusakan mukosa siliar. Derajat merokok menurut Indeks Brinkman adalah yaitu
perkalian antara jumlah batang rokok yang dihisap dalam sehari dikalikan dengan lama
merokok dalam tahun.11
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan
waktu bersihan mukosiliar hidung pada perokok jenis filter dan non-perokok , dengan
tinjauan derajat merokok menurut Indeks Brinkman.
METODE PENELITIAN
Sampel Penelitian
Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 60
pengunjung Klinik Paru dan THT RSUD Margono Soekarjo. Didapatkan 30 sampel
tidak merokok, dan 30 sampel merupakan perokok jenis filter. Sampel ini diperoleh
dari perhitungan sampel estimasi proporsi suatu populasi. Teknik pengambilan sampel
dengan Consecutive Sampling digunakan pada penelitian ini untuk mengambil sampel
4
dari pengunjung klinik yang datang sesuai dengan urutan dan memenuhi kriteria
inklusi dan ekslusi serta bersedia menjadi responden penelitian.
Kriteria inklusi penelitian ini diantaranya; Pengunjung Klinik Paru, THT,
RSUD Margono Soekarjo bulan Januari 2013, Berumur lebih dari 17 tahun, merupakan
perokok jenis filter, dan non-perokok. Tidak memiliki penyakit lain : polip, sinusitis,
influenza, rhinitis alergi. Tidak memiliki riwayat operasi hidung dan riwayat trauma
pada hidung. Serta bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed
consent. Sedangkan responden penelitian ini akan diekslusi jika memiliki gangguan
pengecapan serta tidak kooperatif.
Desain dan rancangan penelitian
Desain penelitian merupakan penelitian analitik observasional Rancangan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional.2 Setiap responden dianamnesis
dan menjalani pemeriksaan waktu bersihan mukosa siliar hidung menggunakan partikel
sakarin dan stopwacth. Anamnesis yang dilakukan pada responden terkait dengan
gejala-gejala keluhan yang ada pada kriteria inklusi-ekslusi. Setelah itu diperiksa
menggunakan rhinoskopi anterior oleh spesialis THT untuk menentukan apakah pasien
telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Derajat merokok responden juga
ditentukan berdasarkan kuesioner derajat merokok, yang akan membagi responden
perokok ke dalam kelompok perokok ringan, perokok sedang, dan perokok berat.
Pengukuran waktu bersihan mukosa siliar dilakukan pada salah satu hidung
dengan menggunakan pinset bayonet, dan spekulum, partikel sakarin dimasukan
kedalam batas konka inferior untuk selanjutnya dihitung waktunya dengan satuan
menit dan detik, sampai responden merasakan manis. Responden diminta untuk
menelan secara periodik tiap 30 detik. Waktu bersihan mukosiliar dihitung dari jarak
awal mukosa sampai dinding belakang faring yang ditandai dengan sensai rasa manis.8
Analisis Data
Analisis univariat untuk menentukan frekuensi dan persentasi variabel
penelitian, sedangkan analisis bivariat untuk mengetahui perbedaan antara dua
variabel. Analisis bivariat digunakan uji parametrik T tidak berpasangan. Analisis
untuk meninjau derajat merokok terhadap waktu bersihan mukosasiliar digunakan uji
One-way ANOVA.2
5
HASIL
Analisis univariat
Analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran karakteristik populasi.
Karakteristik sampel pada penelitian ―Perbedaan rerata waktu bersihan mukosiliar pada
perokok jenis filter dan tidak merokok,‖ adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1 Karakteristik Umum Subyek Penelitian (n=60)
Hasil penelitian didapatkan sampel dengan derajat merokok (Indeks Brinkman)
ringan sebanyak 13 orang (43,33%), derajat sedang sebanyak 11 orang (36,67%) dan
derajat berat sebanyak 6 orang (20%) dapat dilihat pada gambar 1.1.
Gambar 1.1 Karakteristik Derajat Merokok (n=30)
Analisis bivariat Chi-Square
Hasil uji T-independent perbedaan rerata waktu bersihan mukosa siliar pada
perokok jenis filter dan non perokok memiliki hasil yang bermakna (p value = 0,027 ,
p<0,05). Pada tabel 1.2 terdapat perbandingan rerata waktu bersihan mukosa siliar pada
perokok jenis filter dan non perokok. Didapatkan bahwa rerata waktu bersihan
mukosiliar pada perokok jenis filter sebesar 12,54 ± 3,88 menit, lebih panjang
dibandingkan yang tidak merokok sebesar 8,79 ± 2,3 menit.
Keterangan Frekuensi
(%)
Perokok Nonperokok
Umur 17-22 tahun 8 (13,33%) 1 (1,67%) 7 (11,67%)
23-40 tahun 31 (51,67%) 17 (28,33%) 14 (23,33%)
41-60 tahun 16 (26,67%) 10 (16,67%) 6 (10%)
>60 tahun 5 (8,33%) 2 (3,33%) 3 (5%)
Rata-rata umur
pasien
(Mean ± SD)
Tahun 39,5 ± 14,37 41,47 ± 12,48 37,5 ± 16,01
Jenis Kelamin Laki-Laki 40 (66,67%) 30 (50%) 10 (16,67%)
Perempuan 20 (33,33 %) 0 20 (33,33%)
6
Tabel 1.2 Perbandingan waktu bersihan mukosa siliar dengan Riwayat Merokok
Riwayat
Merokok
Rerata waktu
TMS
∆ Perbedaan
Rerata
95 % CI Nilai P
Merokok 12,54 ± 3,88
3,749 2,099 –
5,398 0,027 Tidak
Merokok
8,79 ± 2,3
Untuk mengetahui pengaruh derajat merokok menurut Indeks Brinkman
terhadap waktu bersihan mukosa siliar pada kelompok perokok ringan, sedang, dan
berat dilakukan analisis dengan menggunakan uji one-way Anova. Hasil uji one way
ANOVA pada ketiga kelompok perokok ini p=0,063 (p>0,05), menunjukkan bahwa
tidak terdapat perbedaan bermakna waktu bersihan mukosa siliar pada kelompok
perokok ringan, sedang, berat. Pada tabel 1.3 terdapat perbandingan rerata waktu
bersihan mukosa siliar pada perokok berdasarkan derajat merokoknya.
Tabel 1.3 Perbandingan waktu bersihan mukosa siliar Perokok Ringan dengan
Perokok Sedang
Riwayat
Merokok
Rerata waktu
TMS
∆ Perbedaan
Rerata 95 % CI Nilai P
Perokok
Ringan 10,77 ± 2,68
2,552 (-5,606)-
0,501 0,098
Perokok
Sedang 13,33 ± 4,58
Hasil analisis lanjutan menggunakan Post Hoc pada ketiga kelompok perokok
ini didapatkan bahwa hanya pada kelompok perokok berat dan perokok ringan yang
memiliki perbedaan rerata bersihan mukosiliar yang bermakna (p=0,029, p<0,05).
Tabel 1.4 merupakan tabel hasil analisis lanjutan pada ketiga kelompok perokok
berdasarkan derajat merokoknya.
Tabel 1.4 Analisis lanjutan (Post Hoc) waktu TMS dengan Derajat Merokok
Riwayat Merokok Nilai P Riwayat
Merokok Nilai P
Perokok Ringan
Perokok Sedang 0,098
Perokok Sedang
Perokok Berat 0,399
Perokok Ringan
Perokok Berat 0,029
7
PEMBAHASAN
Menurut Ho et al. (2001), usia tidak memberikan pengaruh yang bermakna
terhadap nilai rerata waktu transpor mukosilia hidung, fungsi silia akan menurun pada
usia di atas 40 tahun. Penurunan fungsi silia terjadi karena proses penuaan, sehingga
menyebabkan peningkatan anomali ultrastruktur silia yang mengakibatkan waktu
transpor mukosilia menjadi lambat dan mempermudah terjadinya infeksi.5 Hasil yang
tidak bermakna pada penelitian ini dapat disebabkan karena 70% subjek penelitian
berada pada rentang usia <40 tahun, sehingga belum terjadi perubahan struktur silia
karena proses penuaan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Soedarjatni
(1993), yang didapatkan dari pemeriksaan dengan mikroskop elektron tidak didapat
perbedaan transportasi mukosiliar berdasarkan umur, jenis kelamin atau posisi saat
tes.15
Hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda antara perokok dan non
perokok. Menurut Proenca (2011), menyatakan bahwa perpanjangan waktu bersihan
mukosiliar hidung akibat paparan asap rokok, dimediasi utama oleh sel-sel inflamasi
seperti NK1, makrofag, neutrofil, yang akan merangsang peningkatan denyut silia, dan
akan merangsang saraf otonom untuk bekerja.12
Pada respon akut, nikotin beredar di
metabolisme hanya dalam dua jam, menunjukkan bahwa setelah periode ini efek
stimulasi nikotin akan berhenti, dan respon hidung akan kembali ke normal. Sedangkan
pada perokok jangka waktu lama, efek nikotin ini akan meningkat dan dapat
menyebabkan hipersekresi kelenjar serta vasodilatasi, dan akhirnya meningkatkan
waktu bersihan mukosiliar.12,19
Ketika terjadi penurunan fungsi barrier lini pertama hidung, seseorang menjadi
lebih beresiko menderita infeksi berulang. Disfungsi mukosiliar, akan menyebabkan
gerakan silia tidak terkoordinasi baik, sehingga tidak terjadi gumpalan lendir mukus
yang seharusnya didorong ke arah nasofaring, menyebabkan stagnansi mukus. Kondisi
inilah yang memicu infeksi bakteri pada mukosa hidung dan dapat menyebabkan
akumulasi netrofil atau migrasi sel-sel radang lainnya dan menstimulir sekresi cairan
atau bahkan merusak lapisan mukosa.4,19
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rachmad
Dermawan (2010) di Medan, didapatkan hasil rata-rata waktu transportasi mukosiliar
hidung pada kelompok perokok adalah 17,81 (SD ± 1,37) menit dan pada kelompok
bukan perokok adalah 10,23 (SD ± 0,69) menit. Berdasarkan uji t-tidak berpasangan
didapatkan perbedaan bermakna dari rata-rata waktu transportasitasi mukosiliar antara
8
kelompok perokok dengan kelompok bukan perokok, dimana waktu transportasi
mukosiliar pada kelompok perokok lebih lama dibanding kelompok bukan perokok (
p<0,05 ).3 Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Stanley et al.,
(1986) pada penelitian efek merokok terhadap pembersihan mukosiliar hidung,
mendapatkan bahwa perokok memiliki waktu pembersihan mukosiliar hidung yang
lebih panjang (20,8 menit) dibandingkan pada bukan perokok (11,1 menit).17
Pada
perokok akan menunjukkan transportasi mukosa siliar yang abnormal.3,17,9
Hoffman menyatakan bahwa bersihan mukosiliar hidung dan sinus paranasal
didasarkan pada struktur anatomi yang normal, komposisi fisiologis lendir, dan sel
bersilia yang sehat dengan Frekuensi Denyut Silia atau CBF (Cilliary Beat Frequency)
yang terkoordinasi dan konstan, kepadatan jumlah epitel silia, panjang silia, dan
kualitas lendir.6 Beberapa faktor yang dapat menyebabkan disfungsi mukosiliar antara
lain: kelainan kongenital, faktor genetik, faktor iatrogenik (obat-obatan), setelah
operasi, infeksi, suhu, PH, dan kelainan struktur anatomi.6,7
Derajat merokok tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap rerata
ketiga kelompok perokok ringan, sedang, dan berat. Hal ini tidak sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Mosenifar (2011), yang menyatakan bahwa Hubungan
merokok dengan gangguan kesehatan merupakan hubungan dose response.10
Lebih
lama kebiasaan merokok dijalani, lebih banyak batang rokok setiap harinya, lebih
dalam menghisap asap rokoknya, maka lebih tinggi risiko kerusakan sistem mukosa
siliar yang ditandai perpanjangan waktu bersihan mukosiliarnya.Umur pertama kali
merokok, jumlah batang rokok yang dihisap dalam setahun, serta status perokok
memprediksikan asupan atau paparan asap rokok yang dihirup tiap harinya oleh
individu yang seharusnya akan ikut mempengaruhi nilai waktu bersihan mukosiliar.10,16
Berdasarkan penelitian sebelumnya besar kecilnya intensitas dan waktu paparan
bahan-bahan iritan dalam asap rokok akan berpengaruh terhadap kondisi saluran
pernapasan, semakin besar intensitas dan dosis rokok akan mempercepat terjadinya
kerusakan atau ketidaknormalan pada saluran pernapasan, terutama kerusakan lokal
mukosa saluran pernafasan, antara lain hilangnya fungsi silia untuk menghalau benda
asing, sehingga debu / bahan-bahan polutan yang lain akan lebih mudah masuk ke
paru.4 Lama kebiasaan merokok juga akan mempengaruhi waktu bersihan mukosa
siliar karena semakin lama kebiasaan merokok yang dijalani menyebabkan
terkumpulnya partikel berbahaya di lokal mukosa yang bisa menyebakan kerusakan/
ketidaknormalnya barrier pertahanan sistem mukosasiliar.16
9
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak memperhatikan perbedaan
variasi anatomi saluran hidung-tenggorokan masing-masing individu, dan tidak
memperhatikan berbagai keadaan lain terutama pengaruh faktor lingkungan yang
mungkin dapat mempengaruhi waktu bersihan mukosa siliar hidung.
KESIMPULAN
1. Rerata waktu bersihan mukosa siliar hidung pada kelompok perokok yang
menggunakan jenis filter adalah 12,54 (SD ± 3,88) menit. Sedangkan rerata
waktu bersihan mukosa siliar hidung pada kelompok perokok ringan adalah
10,77 (SD ± 2,68) menit , perokok sedang adalah 13,33 (SD ± 4,58) menit, dan
kelompok perokok berat adalah 14,91 (SD ±3,45 )menit.
2. Rerata waktu bersihan mukosa siliar hidung pada kelompok yang tidak merokok
adalah 8,79 (SD ± 2,3) menit.
3. Terdapat perbedaan signifikan waktu bersihan mukosa siliar hidung pada
kelompok perokok dan kelompok yang tidak merokok. Dan berdasarkan hasil uji
T tidak berpasangan didapatkan nilai p<0,05 dengan nilai bermakna secara
statistic adalah 3,75 menit.
4. Derajat merokok, tidak memberikan perbedaan yang signifikan pada rerata
waktu bersihan mukosa siliar hidung pada kelompok perokok ringan, sedang,
dan berat. Dan berdasarkan hasil uji one way ANOVA didapatkan nilai p>0,05
dengan nilai tidak bermakna secara statistik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ballenger JJ. Hidung dan Sinus Paranasal, Aplikasi klinis Anatomi dan Fisiologi
Hidung dan Sinus Paranasal. Dalam : Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok dan
Leher. Edisi 16. Jilid satu. 2003. Hal.563-576.
2. Dahlan, S.M. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi ke-2. Jakarta :
Salemba Medika. 2009. Hal 122-125
3. Dermawan,R. Pengaruh waktu transportasi mukosiliar hidung pada perokok dan
bukan perokok. Skripsi : FKUSU. 2010. Medan.
10
4. Hanslavina. Efek Akut Asap Rokok Kretek terhadap Hyperplasia Sel Globet pada
Saluran Napas Tikus Galus Swiss Webster. Tesis. 2003. Jakarta: Program
Pascasarjana. Universitas Indonesia
5. Ho JC, Chan KN, Hu WH, Lam WK, Zheng L, Tipoe GL, et al. The effect of aging
on nasal mucociliary clearence, beat frequency and ultrastructure of respiratory
cilia. Am J Respir Crit Care Med. 2001. Volume 163:pp.1-6.
6. Hofmann T, Gugatschga M, Koidl B, Wolf G. Influence of Preservatives and
Topical Steroids on Ciliary Beat Frequency In Vitro. Arch Otolaryngol Head Neck
Surg. 2004. Vol 130: pp440-44
7. Jang YJ, Myong NH, Park KH, Koo TW, Kim HG. Mucociliary Transport and
Histologic Characteristics of the Mucosa of Deviated Nasal Septum. Arch
Otolaryngol Head Neck Surg. 2002. Vol 128: pp. 421-424
8. Jorissen M, Willems T, Boeck KD. Diagnostic Evaluation of Mucociliary
Transportasit: From Symptoms to Coordinated Ciliary Activity after Ciliogenesis
in Culture. Am J Rhinol. 2000. Vol. 14: pp.345-52
9. Mahakit P. The Study of Mucociliary Clearance in Smoker, Sinusitis and Allergic
Rhinitis. Am J Rhino. 1994. Vol.5: p.320
10. Mosenifar,Zab. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Internal Medicine: 2011.
Volume 58 No. 9. Pp : 62-67.
11. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). PPOK (Penyakit Paru Obstruktif
Kronik) Diagnosis & Penatalaksanaan. Jakarta. 2011. 1-30 hal.
12. Proenca, Xavier RF, Ramos D, Cavalheri V, Pitta F. Immediate and short term
effects of smoking on nasal mucociliary clearance in smokers. Rev Port Pneumol.
2011. Vol. 17(4): pp. 172—176
13. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta. 2010. 399-
410 hal.
14. Sajinadiyasa IGK, Bagiada IM, Ngurah IB. Prevalensi Dan Risiko Merokok
Terhadap Penyakit Paru di Poliklinik Paru Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar. J Peny Dalam. 2010. Vol. 11; pp. 91-95
15. Soedarjatni, Djoko SS. Nasal mucociliary clearance (NMC) dan nasal pH pada 30
penderita Diabetes Melitus (NIDDM tipe II WHO). Dalam: Kumpulan naskah
ilmiah PIT Perhati. Bukittinggi: 1993. hal.760-6.
11
16. Solak ZA, Kabaroglu C, Cok g, et al,. Effect of Different Levels of Cigarette
Smoking on Lipid Peroxidation, Glutathione Enzyme Paraoxonase 1 Activity in
Health People. Clin Exp Med. 2005.vol.5. pp: 99-105
17. Stanley et al,. Effect Of Cigarette Smoking On Nasal Mucociliary Clearance And
Ciliary Beat Frequency, Depaartement of Medicine, Cardiothoracic Institute,
Brompton Hospital,London. 1986. P: 519-23.
18. World Health Organization (WHO). Global Tobacco Treaty Enters into Force with
57 Countries Committed. In World Health Organization. Geneva, World Health
Organization Framework Convention. 2005.
19. Yuna AJ, Bazarb AK, Leec PY, Gerber A, Daniel SM. The smoking gun: many
conditions associated with tobacco exposure may be attributable to paradoxical
compensatory autonomic responses to nicotine. Medical Hypotheses. 2005.Vol. 64:
pp. 1073—9