4
Pertanggungjawaban APBD 2007: Apa yang Perlu Diperhatikan DPRD? JULI 5, 2008 by syukriy Bulan Juli merupakan bulan sibuk bagi Eksekutif dan Legislatif di Daerah. Selain menyiapkan perubahan APBD (APBD-P), juga sudah mulai mendiskusikan Rancangan KUA dan PPAS tahun 2009. Nah, tak boleh ditinggalkan juga: pertanggungjawaban APBD 2007 yang sudah diperiksa oleh BPK akan dibahas oleh DPRD. Di antara dokumen-dokumen tersebut, manakah yang paling prioritas untuk menjadi fokus perhatian para anggota DPRD? Idealnya, semua dokumen (APBD-P, KUA-PPAS 2009, dan Pertanggungawaban APBD 2007) dipandang sama penting dan urgennya. Perbedaannya barangkali hanya pada fokus diskusi dalam pembahasan: masa lalu, yang sedang berjalan, atau yang akan dilakukan. Ketiga dimensi waktu ini membutuhkan data dan informasi berbeda. Dalam tulisan ini, kali ini, akan diskusi difokuskan pada pertanggungjawaban APBD 2007 dengan alasan: (a) sudah harus diselesaikan; (b) berkaitan erat dengan APBD-P 2008; dan (c) secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap KUA-PPAS 2009. Pertanggungjawaban APBD Pasal 101 PP No.58/2005 menyatakan bahwa paling lambat 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir, kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD. Artinya, secara normatif sesuai aturan main, di Juli ini laporan keuangan daerah (terdiri dari Laporan Realsiasi Anggaran/LRA, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan Atas Laporan Keuangan) sudah ada di tangan DPRD. Makna pertanggungjawaban APBD melalui penyampaian laporan keuangan (seperti dimaksud dalam pasal 101 PP No.58/2005) adalah: 1. Yang dipertanggungjawabkan adalah APBD yang telah dilaksanakan selama satu tahun. Artinya, yang wajib disampaikan dan dijelaskan oleh kepala daerah kepada DPRD adalah komponen-komponen APBD semata, yakni Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan. Di luar ketiga komponen tersebut tidak wajib dipertanggungjawabkan. Bagaimana jika Pemda menerima donasi atau hibah dari pihak ketiga?

Artikel Keuangan Terbaru

Embed Size (px)

Citation preview

N O T A - D I N A S

Pertanggungjawaban APBD 2007: Apa yang Perlu DiperhatikanDPRD?

JULI 5, 2008

bysyukriyBulan Juli merupakan bulan sibuk bagi Eksekutif dan Legislatif di Daerah. Selain menyiapkan perubahan APBD (APBD-P), juga sudah mulai mendiskusikan Rancangan KUA dan PPAS tahun 2009. Nah, tak boleh ditinggalkan juga: pertanggungjawaban APBD 2007 yang sudah diperiksa oleh BPK akan dibahas oleh DPRD. Di antara dokumen-dokumen tersebut, manakah yang paling prioritas untuk menjadi fokus perhatian para anggota DPRD?

Idealnya, semua dokumen (APBD-P, KUA-PPAS 2009, dan Pertanggungawaban APBD 2007) dipandang sama penting dan urgennya. Perbedaannya barangkali hanya pada fokus diskusi dalam pembahasan:masa lalu,yang sedang berjalan, atauyang akan dilakukan. Ketiga dimensi waktu ini membutuhkan data dan informasi berbeda. Dalam tulisan ini, kali ini, akan diskusi difokuskan pada pertanggungjawaban APBD 2007 dengan alasan: (a) sudah harus diselesaikan; (b) berkaitan erat dengan APBD-P 2008; dan (c) secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap KUA-PPAS 2009.

Pertanggungjawaban APBDPasal 101 PPNo.58/2005menyatakan bahwa paling lambat 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir, kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD. Artinya, secara normatif sesuai aturan main, di Juli ini laporan keuangan daerah (terdiri dari Laporan Realsiasi Anggaran/LRA, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan Atas Laporan Keuangan) sudah ada di tangan DPRD.

Makna pertanggungjawaban APBD melalui penyampaian laporan keuangan (seperti dimaksud dalam pasal 101 PPNo.58/2005) adalah:

1. Yang dipertanggungjawabkan adalah APBD yang telah dilaksanakan selama satu tahun. Artinya, yang wajib disampaikan dan dijelaskan oleh kepala daerah kepada DPRD adalah komponen-komponen APBD semata, yakni Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan. Di luar ketiga komponen tersebut tidak wajib dipertanggungjawabkan. Bagaimana jika Pemda menerima donasi atau hibah dari pihak ketiga?

2. Neraca bekaitan dengan APBD karena kepala SKPD juga disebut sebagai pengguna barang, selain sebagai pengguna anggaran. Neraca yang memuat aset atau barang daerah secara tidak langsung menggambarkan bagaimana posisi dan perubahan komponen aset daerah sebagai implikasi pelaksanaan APBD selama satu tahun. Agregasi dari pertanggungjawaban kepala SKPD selaku pengguna barang dalam bentuk Neraca sebagai Neraca Daerah menunjukkan bahwa kewenangan selaku pengguna anggaran melekat dengan pengguna barang.

3. Kemungkinan terjadinya selisih (variance) antara anggaran dan realisasi. Selisih terjadi karena target yang direncanakan tidaksama dengan yang benar-benar dicapai. Umumnya, realisasi pendapatan lebih tinggi daripada targetnya, sementara realisasi belanja ebih rendah dari targetnya. Hal ini berkaitan dengan perilaku oportunis pelaksana anggaran karena dilibatkan dalam penentuan target anggaran dimaksud (pendekatan ini dikenal dengan sebutan penganggaran partisipatif atauparticipatory budgeting).

4. Variansi atau selisih di atas (no.3) bisa terjadi untuk program/kegiatan yang telah diselesaikan sepenuhnya (realisasi 100%) atau belum selesai (sering disebut dengan program/kegiatan luncuran atau lanjutan). Jika untuk kegiatan yang telah 100% selesai tapi dana yang tersedia belum terpakai seluruhnya, maka akan terjadi SILPA. Jika belum program/kegiatan belum selesai dilaksanakan, maka secara otomatis akan menyisakan SILPA. SILPA akan muncul juga di Neraca.

5. SILPA harus dipertanggungjawabkan secara transparan. SILPA bisa terdiri dari (a)free cash flowatau dana yang bebas untuk dialokasikan kembali. Dana ini bersumber daripenghematanatauefisiensianggaran belanja atauprestasipelampauan target pendapatan; (b) ketertundaan penyelesaian kegiatan sehingga dananya belum dicairkan seluruhnya atau akan digunakan pada tahun anggaran berikutnya; dan (c) dana yang bersumber dari program/kegiatan yang tidak jadi/batal dilaksanakan. Besaran SILPA tahun 2007 ini akan menentukan kebijakanrebudgetingdalam APBD-P 2008.

6. Laporan Arus Kas sesungguhnya menjelaskan aliran kas masuk dan keluar selama satu tahun, baik arus kas APBD maupun non-APBD. SKPD tidak menyusun Laporan Arus Kas karena kepala SKPD bukan pengguna kas/uang. Yang menyusun laporan keuangan ini adalah bendahara daerah yang disebut Bendahara Umum Daerah (BUD). Karena APBD disusun dengan menggunakan basis kas, maka setelah dikurangi dengan arus kas dari dan untuk komponen non APBD (misalnya: potongan-potongan atas nama pihak ketiga), maka besaran arus kas sama dengan SILPA.

Hal-hal Penting bagi DPRDMasalah keagenan selalu muncul ketika seseorang yang diberikan kewenangan mempertanggungjawabkan kewenangan tersebut kepada pemberi kewenangan. Begitu juga ketika APBD realisasian dipertanggungjawabkan oleh kepala daerah selaku pelaksana (Eksekutif) kepada DPRD selaku pemberi kewenangan (Legislatif). Beberapa kecenderungan perilaku oportunistik yang dilakukan eksekutif adalah:

1. Selisih realisasi dengan target pendapatan cukup besar. Hal ini terjadi mungkin karena Eksekutif membuat target pendapatan terlalu rendah atau jauh di bawah potensi yang sebenarnya (moral hazard). Oleh karena itu, Legislatif mestinya memiliki data pembanding tentang potensi pendapatan tsb.

2. Selisih realisasi dengan target belanja cukup besar. Eksekutif tidak bisa dinilai efisien semata-mata karena berhasil menyelesaikan kegiatan dengan biaya di bawah anggaran. Bisa saja anggaran ditetapkan terlalu tinggi karena (a) standar harga barang dan jasa tidak wajar atau dimark-up; (b) Volume input terlalu besar; dan (c) jadwal pelaksanaan terlalu lama.

3. Realisasi belanja tidak paralel. Alokasi dana untuk sebuah kegiatan bisa mencakup komponen belanja langsung dengan mekanisme LS dan non-LS (UP/GU/TU). Karenanya, jika pekerjaan belum selesai 100%, maka komponen biaya yang belum terealisasi mestinya paralel antara LS dan UP/GU/TU. Sering terjadi bahwa dana UP/GU/TU terealisasi 100%, sedangkan LS tidak. Selain itu, ada kalanya Pemda dibebani Dana Pendamping oleh Pemerintah Pusat ketika Daerah melaksanakan kegiatan yang didanai dari DAK. Ketika pada akhir tahun kegiatan DAK tsb belum selesai 100%, sehingga dana DAK juga belum semuanya dicairkan, ternyata dana pendamping yang disediakan dalam APBD sudah habis 100%.

4. Komponen Pengeluaran Pembiayaan harus diperhatikan, khususnya SILPA. SILPA bisa memuat program/kegiatan yang diluncurkan/dilanjutkan pada tahun berikutnya. Oleh karena itu, SILPA harus dijelaskan secara rinci dalam Catatan Atas Laporan Keuangan. Berapa SILPA yang akan digunakan untuk kegiatan luncuran?

Ini sebagian kecil dari hal-hal yang penting didiskusikan terkait pertanggungjawaban APBD oleh kepala daerah kepada DPRD. Masih banyak persoalan, kasus, atau gagasan yang belum termasuk di sini. Oleh karena itu, saya mengharapkan tanggapan dari pembaca untuk melengkapinya.

Terima kasih.

About these ads