Upload
reza-alan
View
51
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
sebuah artikel penelitian sebagai pedoman untuk membuat sebuah artikel penelitian
Citation preview
PENGGUNAAN OBAT ANTI-INFLAMASI NONSTEROID ORAL DAN
TIMBULNYA DISPEPSIA PADA PENDERITA OSTEOARTRITIS DI RSUD
dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
Reza1, Fauzi Yusuf
2, Zulkarnaini
3.
1) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala 2) Bagian Ilmu Kesehatan
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Unsyiah 3) Bagian Ilmu Kesehatan Ortopedi Fakultas
Kedokteran Unsyiah
Obat anti-inflamasi non steroid (OAINS) merupakan salah satu pengobatan pada
osteoartritis yang terdiri dari sekelompok obat yang heterogen akan tetapi mempunyai banyak
kesamaan baik efek terapeutik maupun efek samping. Obat ini bekerja terutama dengan cara
menghambat pembentukan mediator inflamasi sehingga dapat mencegah dan mengurangi
terjadinya inflamasi. Salah satu efek samping yang ditimbulkan oleh OAINS adalah
gangguan pada lambung seperti dispepsia. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh
penggunaan obat anti-inflamasi nonsteroid oral terhadap timbulnya dispepsia pada penderita
osteoarthritis. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan cross
sectional. Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien osteoartritis di Poliklinik Penyakit
Dalam dan Poliklinik Orthopedi RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Teknik pengambilan
sampel yang digunakan adalah accidental sampling dengan jumlah sampel 46 orang
penderita osteoartritis yang menggunakan OAINS. Hasil penelitian didapatkan 29 orang
(63%) mengalami dispepsia dan 17 orang (37%) tidak dispepsia dengan yang terbanyak
mengkonsumsi OAINS jenis meloxicam yaitu 14 orang (48,3%).
Kata kunci: osteoartritis, OAINS, dispepsia.
ABSTRACT
Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs (NSAIDs) is one treatment in osteoarthritis is
composed of a heterogeneous group of drugs but have much in common both the therapeutic
effects and side effects . These drugs work primarily by inhibiting the formation of
inflammatory mediators that can prevent and reduce inflammation. One of the side effects
caused by NSAIDs is stomach disorders like dyspepsia . This research aimed to examine the
effect of the use of oral nonsteroidal anti-inflammatory drugs on the incidence of dyspepsia in
patients with osteoarthritis . This research used descriptive method with cross-sectional
approach. The population in this research were all patients of osteoartrhitis in Internal
Medicine and Orthopaedic poly RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh . The sampling
technique used accidental sampling with sample amounted to 46 people with osteoarthritis
who used NSAIDs . The results showed 29 people (63%) were detected dyspepsia and 17
people (37%) did not show dyspepsia, with the most consumed type of NSAID meloxicam is
14 people (48,3%).
Keywords : osteoarthritis , NSAIDs , dyspepsia
PENDAHULUAN
Osteoartritis (OA) yang juga
dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif
merupakan penyakit sendi yang bersifat
kronik, berjalan progresif lambat,
seringkali tidak meradang atau hanya
menyebabkan inflamasi ringan, dan
ditandai dengan adanya deteriorasi dan
abrasi rawan sendi serta pembentukan
tulang baru pada permukaan sendi, hal ini
yang paling umum dan seringkali
menyebabkan ketidakmampuan pada
pasien.(1,2) Osteoartritis didefinisikan
sebagai kumpulan gejala pada sendi yang
berhubungan dengan kerusakan kartilago
artikular selain perubahan pada tulang
yang mendasarinya.(3) Sendi yang sering
terkena adalah sendi interfalang (50%),
sendi karpometakarpal ibu jari tangan
(30%), vertebrae servikalis (40%),
vertebrae lumbalis (40%). (4)
Osteoartritis merupakan penyakit
persendian yang kasusnya paling umum
dijumpai secara global dan mengenai
populasi yang cukup banyak. Diketahui
bahwa penderita OA mencapai 151 juta
jiwa di seluruh dunia dan diderita oleh 24
juta jiwa di kawasan Asia Tenggara. (5) Di
Indonesia, prevalensi OA mencapai 5%
pada usia 61 tahun. (6)
Terapi OA pada umumnya
simptomatik, misalnya dengan
pengendalian faktor-faktor resiko, latihan,
intervensi fisioterapi, dan terapi
farmakologi, dan pada OA fase lanjut
sering diperlukan pembedahan. Saat ini
pengobatan OA dengan mengurangi nyeri
dan faktor inflamasi menggunakan
analgetik atau obat anti-inflamasi
nonsteroid (OAINS). OAINS merupakan
salah satu kelompok obat yang banyak
diresepkan dan juga digunakan tanpa resep
dokter. Prototip dari obat golongan ini
adalah aspirin, karena itu obat golongan ini
sering disebut juga sebagai obat mirip
aspirin (aspirin-like drugs). (7) Karena
keluhan nyeri pada OA yang kronik dan
progresif, penggunaan OAINS biasanya
berlangsung lama sehingga tidak jarang
menimbulkan masalah. (6) Efek samping
OAINS sering terjadi pada saluran cerna,
ginjal, kardiovaskular, dan hematologi.
Salah satu efek OAINS pada saluran cerna
adalah dispepsia. (7)
Dispepsia merupakan kumpulan rasa
ketidaknyamanan bahkan hingga nyeri
pada saluran pencernaan atas. (8) Kata
dispepsia itu sendiri berasal dari bahasa
Yunani yang berarti pencernaan yang
jelek. Dispepsia adalah istilah yang
menunjukkan keadaan rasa nyeri atau tidak
menyenangkan pada bagian atas perut.
(9)
Menurut Rome III Criteria dispepsia
didefinisikan sebagai salah satu atau lebih
gejala dari rasa penuh setelah makan, rasa
cepat kenyang atau rasa penuh setelah
makan, rasa nyeri epigastrik atau seperti
rasa terbakar. (10) Dispepsia disebabkan
oleh banyak faktor, diantaranya adalah
konsumsi obat-obatan seperti anti-
inflamasi nonsteroid, teofilin, digitalis, dan
antibiotik.(11)
Dari data pustaka Negara
Barat didapatkan angka prevalensi
dispepsia berkisar 7-41%.(11) Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh
Departemen Kesehatan RI pada populasi
umum didapatkan bahwa 15-30% orang
dewasa pernah mengalami dispepsia. Di
Indonesia, dispepsia menempati urutan
ke-15 dari 50 penyakit yang dengan pasien
rawat inap terbanyak. (12) Berdasarkan
data profil RSUD dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh pada tahun 2011/2012 jumlah
kasus dispepsia secara keseluruhan adalah
61 kasus.
Di kota Banda Aceh sendiri belum
ada yang melakukan penelitian dengan
judul Penggunaan Obat Anti-Inflamasi
Nonsteroid Oral Dan Timbulnya Dispepsia
Pada Penderita Osteoartritis Di RSUD dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh, sedangkan
jumlah penderita osteoartritis semakin
banyak dengan terapi utama menggunakan
OAINS yang memiliki efek samping
utama pada saluran pencernaan. Oleh
karena itu peneliti tertarik untuk membuat
penelitian tentang gambaran penggunaan
obat anti-inflamasi nonsteroid oral
terhadap timbulnya dispepsia pada
penderita osteoartritis di RSUD dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif dengan menggunakan metode
cross sectional, yaitu penelitian yang
dilakukan melalui observasi atau
pengumpulan data pada suatu saat untuk
mengetahui gambaran suatu variabel.(13)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran penggunaan obat anti-inflamasi
nonsteroid terhadap timbulnya dispepsia
pada penderita osteoartritis.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi Penelitian ini dilakukan di
Poliklinik Penyakit Dalam dan Poliklinik
Ortopedi RSUD dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh.
Waktu Penelitian dilakukan pada
bulan Januari-Februari 2014.
Sampel Penelitian
Sampel pada penelitian ini adalah
pasien osteoartritis yang menggunakan
OAINS yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi penelitian di Poliklinik
Penyakit Dalam dan Poliklinik Orthopedi
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Metode pengambilan sampel yang
digunakan adalah accidental sampling
dengan besar sampel 46 orang.
Definisi Operasional
Untuk memudahkan memahami
pengertian dari variabel-variabel dalam
penelitian ini, akan dijelaskan dalam
definisi operasional sebagai berikut:
1. Penggunaan OAINS
Obat anti-inflamasi nonsteroid
(OAINS) merupakan sekelompok obat
yang heterogen, akan tetapi mempunyai
banyak persamaan, baik efek teurapetik
maupun efek samping. OAINS bekerja
terutama dengan cara menghambat
pembentukan prostaglandin dan leukotrien
sehingga dapat mencegah/mengurangi
terjadinya inflamasi.
2. Dispepsia
Definisi dispepsia menurut kriteria
Rome III adalah kumpulan gejala berupa
rasa penuh setelah makan yang
diistilahkan dengan postprandial distress
syndrome, rasa cepat kenyang yang berarti
ketidakmampuan untuk menghabiskan
ukuran makan normal atau rasa penuh
setelah makan, rasa nyeri epigastrik atau
seperti rasa terbakar yang diistilahkan
dengan epigastric pain syndrome.(14)
Keluhan ini berlangsung sedikitnya dalam
3 bulan terakhir, dengan awal mula gejala
sedikitnya timbul 6 bulan sebelum
diagnosis.
Teknik / Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan pada pasien
yang telah didiagnosa menderita
osteoartritis oleh dokter spesialis penyakit
dalam dan orthopedi di Poliklinik Penyakit
Dalam dan Poliklinik Orthopedi RSUD dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh. Pasien
osteoartritis yang telah memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi diminta persetujuan
dengan menandatangani lembar
persetujuan untuk menjadi responden
penelitian. Kemudian dibagikan kuesioner
untuk menilai gejala dispepsia yang
timbul. Kuesioner yang telah diisi
kemudian dikumpulkan untuk dapat
diolah datanya. Seluruh data dimasukkan
dalam tabel untuk kemudian dilakukan
analisis data.
Analisa Data
Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisa univariat
untuk mengambarkan distribusi frekuensi
dari masing-masing variabel dan
karakteristik responden.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Pengumpulan sampel pada penelitian
ini telah dilakukan dari bulan Januari-
Februari 2014 dengan jumlah sampel
sebanyak 46 orang.
Karakteristik Umum Subjek Penelitian
Karakteristik umum subjek
penelitian dapat dilihat pada tabel 4.1 di
bawah ini.
Tabel 4.1 Karakteristik Umum Subjek
Penelitian
Karekteristik Jumlah
(n)
Persentase
( %)
Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
9
37
19,6
80,4
Umur
a. 26-35 tahun
b. 36-45 tahun
c. 46-55 tahun
d. 56-65 tahun
e. 65- ke atas
2
3
16
16
9
4,3
6,5
34,8
34,8
19,6
Tabel 4.1 di atas menunjukkan
bahwa dari 46 sampel jenis kelamin
terbanyak adalah perempuan dengan
jumlah 37 orang (80,4%), berdasarkan
umur terbanyak adalah sampel dengan
umur 46-55 dan 56-65 tahun dengan
masing-masing jumlah 16 orang (34,8%).
Gambaran Penggunaan Jenis Obat
Anti-Inflamasi Nonsteroid Oral Pada
Penderita Osteoartritis.
Data penggunaan jenis obat anti-
inflamasi nonsteroid oral diperoleh dari
sampel dengan cara melihat rekam medik.
Distribusi penggunaan jenis obat anti-
inflamasi nonsteroid oral pada sampel
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.2 Gambaran Jenis Obat Anti-
Inflamasi Nonsteroid Oral
Pada Penderita Osteoartritis
OAINS Jumlah (n) Persentase
(%)
Ibuprofen
Meloxicam
Natrium-
diklofenak
Parasetamol-
Tramadol
4
21
7
14
8,7
45,7
15,2
30,4
Total 46 100
Tabel 4.2 di atas menunjukkan
bahwa dari 46 sampel yang terbanyak
adalah sampel dengan penggunaan obat
anti-inflamasi nonsteroid oral jenis
meloxicam yaitu sebanyak 21 orang
(45,7%).
Gambaran Penggunaan Jenis OAINS
Oral dan Timbulnya Dispepsia
Gambaran dispepsia pada sampel
penelitian ini dikelompokkan berdasarkan
interpretasi hasil kuesioner Kriteria Rome
III yaitu dispepsia dan tidak dispepsia.
Distribusi jumlah dan persentase dari
interpretasi tersebut dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel 4.3 Gambaran Dispepsia
Gambaran
Dispepsia
Jumlah (n) Persentase
(%)
Dispepsia
Tidak-
dispepsia
29
17
63
37
Total 46 100
Tabel 4.3 di atas menunjukkan
bahwa dari 46 sampel penderita
osteoartritis yang mengkonsumsi OAINS,
didapatkan 29 orang (63%) mengalami
dispepsia.
Tabel 4.4 Gambaran Penggunaan Jenis
OAINS dan Timbulnya
Dispepsia
OAINS Dispepsia Persentase
Ibuprofen
Meloxicam
Natrium diklofenak
Paracetamol-
Tramadol
1
14
5
9
3,4
48,3
17,2
31
Total 29 100
Tabel 4.4 di atas menunjukkan
bahwa dari 46 sampel penderita
osteoartritis yang mengkonsumsi OAINS,
29 orang (63%) mengalami dispepsia
dengan yang terbanyak mengkonsumsi
OAINS jenis meloxicam yaitu 14 orang
(48,3%).
Gambaran Dispepsia Berdasarkan Jenis
Kelamin dan Umur
Gambaran dispepsia pada sampel
penelitian juga dikelompokkan
berdasarkan jenis kelamin dan umur.
Distribusi jumlah dan persentase dari
interpretasi tersebut dapat dilihat pada
grafik dibawah ini.
Tabel 4.5 Gambaran Dispepsia
Berdasarkan Jenis
Kelamin dan Umur
Karekteristik Dispepsia
n (%)
Tidak
Dispepsia
n (%)
Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
5 (55,6)
24 (64,9)
4 (44,4)
13 (35,1)
Umur
a. 26-35 tahun
b. 36-45 tahun
c. 46-55 tahun
d. 56-65 tahun
e. 65- ke atas
1 (50)
1 (33,3)
12 (75)
11 (68,8)
4 (44,4)
1 (50)
2 (66,7)
4 (25)
5 (31,2)
5 (55,6)
Tabel 4.5 di atas menunjukkan
bahwa dari 46 sampel penderita
osteoartritis yang mengkonsumsi OAINS,
yang terbanyak mengalami dispepsia
adalah jenis kelamin perempuan dengan
jumlah 24 orang (64,9%), berdasarkan
umur terbanyak adalah sampel dengan
umur 46-55 tahun dengan jumlah 12 orang
(75%).
Gambaran Keluhan Dispepsia
Gambaran keluhan dispepsia pada
sampel penelitian berdasarkan kuesioner
Kriteria Roma III terdiri dari tujuh
keluhan. Distribusi jumlah dan persentase
dari keluhan dispepsia tersebut dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.6 Gambaran Keluhan Dispepsia
Gambaran
Keluhan
Jumlah (n) Persentase
(%)
Nyeri ulu hati 17 37
Panas di dada
Kembung-
setelah makan
Cepat kenyang
Mual
Muntah
Sendawa
15
8
9
18
1
29
32,6
17,2
19,6
39,1
2,2
63
Tabel 4.6 di atas menunjukkan
bahwa dari tujuh keluhan dispepsia
berdasarkan kuesioner Kriteria Roma III,
keluhan yang terbanyak yang disampaikan
pasien adalah sendawa sebanyak 29 orang
(63%).
Pembahasan
Penelitian ini dilakukan pada 46
orang sampel yang dikelompokkan
berdasarkan jenis kelamin dan umur. Pada
kategori jenis kelamin didapatkan jenis
kelamin perempuan lebih banyak
dibandingkan laki-laki yaitu berjumlah 37
orang (80,4%). Hasil ini sesuai dengan
penelitian Nyoman Kertia dkk, didapatkan
bahwa 66,25% pasien osteoartritis adalah
perempuan.(15) Osteoartritis sering
dialami oleh perempuan dibandingkan
dengan laki-laki. Hal ini berhubungan
dengan keadaan menopause. Pada masa
ini, hormon estrogen yang salah satunya
berfungsi menjaga massa tulang tidak
berfungsi lagi.(16)
Pada kategori umur didapatkan
paling banyak pada usia 46-55 dan 56-65
tahun yaitu masing-masing berjumlah 16
orang (34,8%). Hasil ini sesuai dengan
penelitian Eka Pratiwi Maharani, yang
menunjukkan terdapat 77% sampel
penelitian yang mengalami osteoartritis
adalah yang berusia >50 tahun.(17) Proses
penuaan dianggap sebagai penyebab
peningkatan kelemahan di sekitar sendi,
penurunan kelenturan sendi, kalsifikasi
tulang rawan dan menurunkan fungsi
kondrosit, yang semuanya mendukung
terjadinya OA. Studi Framingham
menunjukkan bahwa 27% orang berusia
6370 tahun memiliki bukti radiografik
menderita OA lutut, yang meningkat
mencapai 40% pada usia 80 tahun atau
lebih. Studi lain membuktikan bahwa
risiko seseorang mengalami gejala
timbulnya OA lutut adalah mulai usia 50
tahun.(17) Proses penuaan dimulai pada
usia lanjut, terlihat perubahan permukaan
sendi yang baik pada usia muda menjadi
permukaan granular mengalami keruakan
pada usia tua. Ditambah lagi bahwa tulang
rawan memiliki keterbatasan dalam proses
regenerasi, perubahan - perubahan
degeneratif ini tidak dapat kembali
kekeadaan semula dan bersifat
progresif.(18)
Dalam penelitian ini dilakukan
dilakukan perhitungan distribusi frekuensi
dispepsia. Dari hasil perhitungan,
diperoleh jumlah sampel osteoartritis
yang mengkonsumsi OAINS mengalami
dispepsia adalah 29 orang (63%). Hasil ini
juga tidak jauh berbeda dengan penelitian
yang dilakukan oleh Marcillus Simadibrata
didapatkan 71,1% mengalami dispepsia
dari seluruh sampel.(19) Hasil ini sesuai
dengan penelitian Yoga Waranugraha dkk,
didapatkan sebanyak 55% pasien
osteoartritis dengan pengobatan OAINS
mengalami gejala gastropati.(20) Laporan
dari Inggris dan Wales mengemukakan
lebih dari 45% perdarahan ulkus peptikum
dengan penyebab terbanyak sekitar 80%
berupa faktor predisposisi pemakaian
OAINS dan aspirin.(21)
Penggunaan
OAINS jangka panjang menyebabkan
penghambatan COX-1 yang berfungsi
secara fisiologis dalam waktu yang lama.
Dampak dari penghambatan COX-1
tersebut adalah berkurangnya sintesis
prostaglandin fisiologis sehingga
regenerasi mukosa lambung menjadi
terhambat. Selain itu, penggunaan OAINS
jangka panjang menyebabkan iritasi lokal
mukosa lambung menjadi lebih lama dan
lebih hebat. Sehingga mukosa lambung
yang semula masih baik dapat
mengalami kerusakan atau mukosa
lambung yang sudah rusak dapat
menjadi semakin rusak.(20)
Dalam penelitan ini didapatkan 4
jenis OAINS yang dikonsumsi oleh pasien
osteoartritis yaitu ibuprofen, meloxicam,
natrium diclofenak, dan kombinasi
paracetamol-tramadol. Dalam penelitiian
ini didapatkan dari 46 sampel penderita
osteoartritis yang mengkonsumsi OAINS,
29 orang (63%) mengalami dispepsia
dengan yang terbanyak mengkonsumsi
OAINS jenis meloxicam yaitu 14 orang
(48,3%). Hasil ini sesuai dengan penelitian
Yoga Waranugraha dkk, didapatkan 11
orang (47,8%) pasien osteoartritis yang
mengkonsumsi OAINS jenis meloxicam
mengalami gangguan gastropati.(20) Pada
penelitian ini tidak dijumpai adanya
penggunaan OAINS jenis COX-2 selektif
karena mahalnya harga OAINS jenis
COX-2 selektif. OAINS yang paling
banyak dipakai adalah meloxicam karena
memiliki efek samping terhadap saluran
cerna paling minimal. Literatur
menyebutkan bahwa meloxicam mampu
menghambat COX-2 sepuluh kali lipat
daripada COX-1 pada percobaan ex
vivo. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Burke dkk, natrium
diklofenak memberikan efek samping
(pada umumnya saluran pencernaan) pada
20% pasien dan sebanyak 5% sampai 15%
pasien mengalami efek samping
gastrointestinal setelah pemberian
ibuprofen. Menurut literatur Natrium
diklofenak merupakan OAINS yang
memiliki durasi efek terapeutik di cairan
sinovial lebih lama daripada waktu paruh
di plasma.(22,23) Pernyataan di atas
menunjukkan jika masing-masing jenis
OAINS memiliki kemampuan yang
berbeda-beda untuk menimbulkan efek
samping pada saluran pencernaan. Masing-
masing OAINS memiliki kemampuan
yang berbeda dalam menimbulkan efek
samping pada saluran pencernaan.
Keluhan dispepsia yang terbanyak adalah
sendawa (63%) dan diikuti oleh mual
(39,1%). Keluhan yang paling jarang
dijumpai adalah muntah (2,2%). Hal ini
sedikit berbeda dengan penelitian Yoga
Wanugraha dkk yang mendapatkan
keluhan terbanyak adalah nyeri ulu hati
(55%). Hal tersebut terjadi karena dalam
kurun waktu tertentu seorang pasien bisa
saja menjalani terapi dengan OAINS yang
berbeda jenis dan keluhan yang muncul
bisa saja bukan efek dari satu jenis
OAINS saja. Tingkat keparahan keluhan
yang timbul juga dipengaruhi oleh
lamanya penggunaan OAINS.(20)
Selain dilakukan perhitungan
terhadap distribusi frekuensi dispepsia
berdasarkan penggunaan OAINS, juga
dilakukan perhitungan distribusi frekuensi
dispepsia berdasarkan jenis kelamin dan
umur. Berdasarkan jenis kelamin dari 29
sampel yang mengalami dispepsia
didapatkan jenis kelamin perempuan 24
orang (64,9%). Hasil ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh
Susilawati dkk dimana didapatkan 76%
yang mengalami dispepsia adalah
perempuan.(24) Hal ini juga sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Joko
Sutyono di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto mendapatkan 61,9%
yang mengalami dispepsia adalah
perempuan.(25) Menurut Krause dkk,
perempuan lebih mudah mengalami
dispepsia dikarenakan struktur tubuh yang
kurang ideal. Krause juga menambahkan
bahwa masalah kehamilan pada ibu hamil
merupakan penyebab tingginya prevalensi
dispepsia. Hal ini terjadi karena
disebabkan oleh tekanan dari bawah ke
arah lambung sehingga produksi asam
lambung menjadi meningkat.(26)
Perhitungan distribusi dispepsia
berdasarkan umur, dari 29 orang sampel
yang mengalami dispepsia paling banyak
adalah sampel dengan umur 46-55 tahun
yaitu 12 orang (75%). Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Yuriko Andre dkk yang menunjukkan
58,8% sampel penelitian yang mengalami
dispepsia adalah yang berusia >45
tahun.(27) Bertambahnya usia
menyebabkan menurunnya fungsi organ
terutama hati dan ginjal yang memiliki
peranan penting dalam metabolisme dan
ekskresi obat. Proses penuaan akan
menyebabkan efek samping obat lebih
dominan daripada efek terapeutik obat.
Selain itu, efek toksik obat akan lebih
sering muncul.(28)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Jenis kelamin dari 46 sampel penderita
osteoartritis yang mengkonsumsi
OAINS oral didapatkan yang terbanyak
adalah perempuan dengan jumlah 37
orang (80,4%), berdasarkan umur yang
terbanyak adalah sampel dengan umur
46-55 dan 56-65 tahun dengan masing-
masing jumlah 16 orang (34,8%).
2. Penggunaan jenis OAINS oral dari 46
sampel yang terbanyak adalah sampel
dengan penggunaan OAINS jenis
meloxicam yaitu sebanyak 21 orang
(45,7%).
3. Penggunaan OAINS oral dari 46 sampel
osteoartritis, didapatkan 29 orang (63%)
mengalami dispepsia dengan yang
terbanyak mengkonsumsi OAINS jenis
meloxicam yaitu 14 orang (48,3%).
4. Jenis kelamin dari 46 sampel yang
mengalami dispepsia didapatkan yang
terbanyak adalah perempuan dengan
jumlah 24 orang (64,9%), dan
berdasarkan umur yang terbanyak
adalah sampel dengan umur 46-55
tahun dengan jumlah 12 orang (75%).
5. Dari tujuh keluhan dispepsia
berdasarkan kuesioner Kriteria Roma
III, keluhan yang terbanyak yang
disampaikan pasien adalah sendawa
sebanyak 29 orang (63%).
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini,
dapat disampaikan saran-saran sebagai
berikut:
1. Bagi instansi terkait dan tenaga
kesehatan khususnya di RSUD dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh diharapkan
dapat meningkatkan pelayanan dan
perawatan terhadap pasien osteoartritis
yang menggunakan OAINS oral dengan
tidak melupakan aspek efek
sampingnya.
2. Bagi para petugas kesehatan, harus
lebih selektif dalam penggunaan
OAINS dan sebaiknya lebih
menggunakan OAINS selektif untuk
COX-2.
3. Bagi masyarakat luas agar mengetahui
efek samping dari penggunaan OAINS
oral dan dapat mengenali gejala
dispepsia serta segera konsultasi ke
dokter bila mengalaminya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Baughman DC, Hackly JC.
Keperawatan Medikal Bedah Ester M,
editor. Jakarta: EGC; 2000.
2. Carter MA. Osteoartritis. In Hartanto
H, Susi N, Wulansari P, Mahanani DA,
editors. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC;
2005.
3. Brashers VL. Aplilkasi Klinis
Patofisiologi : pemeriksaan &
manajemen. 2nd ed. Yulianti D, editor.
Jakarta: EGC; 2007.
4. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J.
Kedokteran Klinis. 6th ed. Safitri A,
editor. Jakarta: Erlangga; 2007.
5. WHO. The Global Burden of Disease
2004 Update. Switzerland: WHO
Press; 2004.
6. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto
R, Pramudiyo R. Osteoartritis. In
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K
S, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing; 2009.
7. Wilmana PF, Gan S. Analgesik-
Antipiretik, Analgesik Anti-Inflamasi
Nonsteroid, dan Obat Gangguan Sendi
Lainnya. In Setiabudy R, Nafrialdi ,
editors. Farmakologi dan Terapi.
Jakarta: FKUI; 2009.
8. Almatsier S. Penuntun Diet. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama; 2004.
9. Setyono J, Prastowo A, Saryono.
Karakteristik Penderita Dispepsia di
RSUD Prof.DR.Margono Soekarjo
Purwokerto. Jurnal Keperawatan
Soedirman (The Soedirman Journal of
Nursing). 2006 Juli; 1(1).
10. Chang L. The Rome III Criteria for the
Functional GI Disorders. Medscape.
2006.
11. Djojoningrat D. Dispepsia Fungsional.
In FKUI : Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta:
Interna Publishing; 2009.
12. Departemen Kesehatan RI. Profil
Kesehatan RI 2005. Jakarta; 2006.
13. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-
dasar Metodologi Penelitian Klinis.
3rd ed. Jakarta: Sagung Seto; 2010.
14. Abdullah M, Gunawan J. Dispepsia.
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
2012; 39(9).
15. Kertia N, Asdie AH, Rochmah W,
Marsetyawar. Berbagai Keluhan Fisik
Yang Dialami Pasien Osteoartritis
Akibat Terapi Natrium Diklofenak
Dibandingkan Kurkuminoid Ekstrak
Rimpang Kunyit. Buletin Penelitian
Kesehatan. 2011; 39 (3): p. 145 153.
16. Paradowski PT, Bergman S, Sundn-
Lundius A, Lohmander LS, Roos EM.
Knee complaints vary with age and
gender in the adult population.
Population-based reference data for
the Knee injury and Osteoarthritis
Outcome Score (KOOS). BMC
Musculoskelet Disord. 2006 May ; 2
(7) : p. 38.
17. Maharani EP. Faktor-faktor Risiko
Osteoartritis Lutut. Universitas
Diponegoro. 2007.
18. American College Of Rheumatology.
Osteoarthritis. 2012.
19. Simadibrata M, Tytgat, Lesmana LA,
Daldiyono, Ariawan I. Endoscopical
appearances of nonsteroidal anti
inflammatory drug (NSAID)-
enteropathy. Endoscopical appearances
of NSAID-enteropathy. 2005 Oktober-
Desember ; 14 (4) : p. 225-229.
20. Waranugraha Y, Suryana BPP,
Pratomo B. Hubungan Pola
Penggunaan OAINS dengan Gejala
Klinis Gastropati pada Pasien
Reumatik. Malang : Jurnal Kedokteran
Brawijaya. 2010 Agustus ; 26 (2).
21. Weil J, Langman MJS, Wainwright P,
Lawson DH, Rawlin M, Logan RFA,
Brown TP, Vessey MP, Murphy M,
Colin-Jones DG. Peptic ulcer
bleeding: accessory risk factors and
interaction with non-steroidal anti-
inflammatory drugs. Gut 2000:46:27-
31.
22. Burke A, Smyth E, and Fitz Gerald
GA. Analgesic-Antipyretic Agent,
Pharmacotherapy of Gout S. In:
Brunton LL, Lazo JS, and Parker KL.
Goodman and Gillman's the
Pharmacological Basis of Therapeutics
11th edition. USA: The McGraw-
Hill Companies; 2006.
23. Wagner W, Khanna P, and Furst D.
Nonsteroidal Anti inf lamatory Drugs,
Disease Modi fying Antirheumatic
Drugs, Nonopioid Analgesics, and
Drugs Uses in Gout. In: Katzung BG.
Basic & Clinical Pharmacology 9th
edition. San Francisco, USA: The
McGraw-Hill Companies; 2004; p.
576-603.
24. Susilawati, Palar S, Bradley J.
Waleleng. Hubungan Pola Makan
Dengan Kejadian Sindroma Dispepsia
Fungsional Pada Remaja Di
Madrasah Aliyah Negeri Model
Manado. Departemen Interna Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado. 2013.
25. Setyono J, Prastowo A, Saryono.
Karakteristik Penderita Dispepsia Di
Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto. Jurnal Keperawatan
Soedirman (The Soedirman Journal of
Nursing). 2006 Juli ; 1(1).
26. Krause M. Food, Nutrition, & Diet
Therapy. W.B. Saunders Company.
Philadelpia 2002.
27. Andre Y, Machmud R, Murni AM.
Hubungan Pola Makan Dengan
Kejadian Depresi Pada Penderita
Dispepsia Fungsional. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2013; 2(2).
28. Capped MS, Schein JR. Diagnosis and
treatment of nonsteroidal anti-
inflammatory drug-associated upper
gastrointestinal toxicity. Gatroenterol
Clin North Am. 2000; 29: p. 97-124.