12
HUBUNGAN FAKTOR GENETIK DAN LAMANYA BEKERJA JARAK DEKAT DENGAN KEJADIAN MIOPIA PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG ANGKATAN 2009 TAHUN 2013 Pengarang : YUSNIAR Pembimbing I : dr. Rita Agustina Pembimbing II : dr. Eka Silvia ABSTRAK Latar Belakang : Miopia merupakan salah satu gangguan mata yang mempunyai prevalensi yang tinggi. Kejadian miopia semakin lama semakin meningkat dan diestimasikan bahwa separuh dari penduduk dunia menderita miopia pada tahun 2020. Tujuan Penelitian : Mengetahui hubungan faktor genetik dan lamanya bekerja jarak dekat dengan kejadian miopia pada mahasiswa kedokteran universitas malahayati angkatan 2009. Metode Penelitian: Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 78 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan data sekunder, sedangkan analisa data univariat dan bivariat menggunakan uji chi-square. Hasil Penelitian : Hasil uji chi-square pada derajat kepercayaan 90% (p < 0,1), menunjukan ada hubungan yang signifikan antara faktor genetik (p = 0,001), menonton (p = 0,001), bermain video games/komputer (p = 0,059). Tidak ada hubungan membaca (p = 0,423) dengan kejadian miopia pada mahasiswa fakultas kedokteran universitas malahayati angkatan 2009. Kesimpulan : Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara faktor genetik, menonton televisi, bermain video games/komputer, dan tidak terdapat hubungan membaca dengan kejadian miopia pada mahasiswa fakultas

Artikel Skripsi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

artikel skripsi terbaru 2013

Citation preview

Page 1: Artikel Skripsi

HUBUNGAN FAKTOR GENETIK DAN LAMANYA BEKERJA JARAK DEKAT DENGAN KEJADIAN MIOPIA PADA MAHASISWA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG ANGKATAN 2009 TAHUN 2013

Pengarang : YUSNIARPembimbing I : dr. Rita AgustinaPembimbing II : dr. Eka Silvia

ABSTRAK

Latar Belakang : Miopia merupakan salah satu gangguan mata yang mempunyai prevalensi yang tinggi. Kejadian miopia semakin lama semakin meningkat dan diestimasikan bahwa separuh dari penduduk dunia menderita miopia pada tahun 2020.Tujuan Penelitian : Mengetahui hubungan faktor genetik dan lamanya bekerja jarak dekat dengan kejadian miopia pada mahasiswa kedokteran universitas malahayati angkatan 2009.Metode Penelitian: Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 78 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan data sekunder, sedangkan analisa data univariat dan bivariat menggunakan uji chi-square. Hasil Penelitian : Hasil uji chi-square pada derajat kepercayaan 90% (p < 0,1), menunjukan ada hubungan yang signifikan antara faktor genetik (p = 0,001), menonton (p = 0,001), bermain video games/komputer (p = 0,059). Tidak ada hubungan membaca (p = 0,423) dengan kejadian miopia pada mahasiswa fakultas kedokteran

universitas malahayati angkatan 2009.Kesimpulan : Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara faktor genetik, menonton televisi, bermain video games/komputer, dan tidak terdapat hubungan membaca dengan kejadian miopia pada mahasiswa fakultas kedokteran universitas malahayati angkatan 2009. Kata Kunci : Genetik, lamanya bekerja jarak dekat, miopia, mahasiswa

ABSTRACT

Background : Myopia is one of the disorders of the eye which has a high prevalence. Incidence of myopia has increased and the longer diestimasikan that half of the world population suffering from myopia by 2020.Objective : This research aims to know the relationship of genetic factors and duration of working close with myopia in medical students force 2009 of the Malahayati University.Methods : This type of research is qualitative research. in this study of 75 people. in this study of 75 people. Data collection techniques using secondary data, while data analysis Univariate and bivariat use chi-square test.

Page 2: Artikel Skripsi

Results : The chi-square test results on the degree of confidence 90% (p < 0.1), indicates there is a significant relationship between genetic factors (p = 0.001), watch (p = 0.001), play video games/computer (p = 0,059). There is no link between using reading (p = 0,423) with myopia in students force 2009 faculty of medicine Malahayati University. Conclusion : From the results of the study it can be concluded that there is a relationship between genetic factors, watching television, playing video games/computer, using there is no relationship of reading with myopia in students force 2009 faculty of medicine Malahayati University.Keywords : Genetic, Working at close range, Myopia, Student.

A. Latar BelakangMiopia merupakan salah satu

gangguan mata yang mempunyai prevalensi yang tinggi. Kejadian miopia semakin lama semakin meningkat dan diestimasikan bahwa separuh dari penduduk dunia menderita miopia pada tahun 2020.1

Angka kejadian miopia di dunia terus meningkat, data WHO pada tahun 2008 menunjukkan angka kejadian 10% dari 66 juta anak usia sekolah menderita kelainan refraksi yaitu miopia. Puncak terjadinya miopia adalah pada usia remaja dan paling banyak terjadi pada anak perempuan dari pada laki-laki dengan perbandingan 1,4 : 1.1

Di Amerika Serikat, berdasarkan data yang di kumpulkan dari 7.401 orang berumur 12-54 tahun oleh National Health and Nutrition Examination Survey diperkirakan prevalensi miopia sebanyak 25%. Dibandingkan Amerika Serikat, Asia merupakan daerah yang

memiliki prevalensi miopia yang lebih tinggi. Di Indonesia, dari seluruh kelompok usia, kelainan refraksi 12,9% merupakan penyebab low vision/pengelihatan terbatas terbanyak kedua setelah katarak 61,3%.2

Di provinsi Lampung berdasarkan data yang dikumpulkan dari 200 orang berumur 5 - >70 tahun oleh Dinas Kesehatan Provinsi Lampung berdasarkan data absolut laporan data kesakitan ICD X (LB-1) SP2TP total provinsi tahun 2011 dilaporkan bahwa angka kejadian miopia di provinsi Lampung usia 5-9 tahun sebanyak 3%, usia 10-14 tahun sebanyak 6,5%, usia 15-19 tahun sebanyak 4,5%, usia 20-44 tahun sebanyak 31,5%, usia 45-54 tahun sebanyak 32,5%, usia 55-59 tahun sebanyak 13,5%, usia 60-69 tahun sebanyak 7% dan usia >70 tahun sebanyak 1,5%.3

Banyak kasus yang dapat digunakan untuk memperlihatkan bahwa kelainan refraksi ditentukan secara genetik. Anak dengan orang tua yang miopia cenderung mengalami miopia (P=0,001). Hal ini cenderung mengikuti pola Dose-Dependent Pattern. Prevalensi anak dengan kedua orang tua miopia adalah 32,9% berkurang sampai 18,2% pada anak dengan salah satu orang tua miopia dan kurang dari 6,3% pada anak dengan orang tua tanpa miopia.4

Penelitian lain menggungkapkan bahwa prevalensi miopia sekarang ini secara dominan karena perbedaan lingkungan, bukan karena genetik. Meningkatnya lama bekerja dalam jarak dekat sebagai suatu komplikasi lanjutan menunjukan asosiasi antara miopia dan abilitas intelektual. Orang dengan miopia cenderung mempunyai IQ non verbal yang lebih tinggi.5

Page 3: Artikel Skripsi

Berdasarkan data diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang hubungan faktor keturunan dan lamanya bekerja jarak dekat dengan kejadian miopia pada mahasiswa kedokteran Universitas Malahayati Bandar Lampung angkatan 2009 tahun 2013.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan UmumMengetahui hubungan faktor genetik dan bekerja jarak dekat dengan kejadian miopia pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Bandar Lampung angkatan 2009 tahun 2013.

2. Tujuan khususa. Mengetahui angkat kejadian

miopiab. Mengetahui hubungan faktor

genetik terhadap kejadian miopia c. Mengetahui hubungan membaca

buku terhadap kejadian miopiad. Mengetahui hubungan menonton

televise terhadap kejadian miopiae. Mengetahui hubungan bermain

video games/komputer terhadap kejadian miopia.

C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Bagi Institusi

Sebagai kesesuaian terhadap penerapan teori di pendidikan dengan di lahan praktek guna meningkatan mutu pendidikan

2. Manfaat Bagi Fakultas KedokteranHasil penelitian ini sebagai tambahan referensi dalam masalah kejadian miopia yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun.

3. Manfaat Bagi PenulisPenelitian ini sebagai pembelajaran nyata dan berharga untuk memahami dan mengkaji masalah kesehatan yang ada di masyarakat dan sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu kedokteran.

.Hipotesis1. Ho : Tidak ada hubungan yang

bermakna antara faktor genetik, membaca buku, menonton televisi dan bermain video games/komputer dengan kejadian miopia pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Bandar Lampung Angkatan 2009 Tahun 2013.

2. Ha : Ada hubungan yang bermakna antara faktor genetik, membaca buku, menonton televisi dan bermain video games/komputer dengan kejadian miopia pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Bandar Lampung Angkatan 2009 Tahun 2013.

METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan RancanganPenelitianJenis penelitian merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach).11

B. Tempat dan Waktu 1. Tempat Penelitian

Page 4: Artikel Skripsi

Tempat penelitian di Universitas Malahayati Bandar Lampung.

2. Waktu PenelitianPenelitian ini dilakukan pada bulanMeret Tahun 2013

C. Subjek Penelitian1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Malahayati Bandar Lampung angkatan 2009 sejumlah 340 mahasiswa.

2. SampelSampel pada penelitian ini sejumlah 78 mahasiswa.

3. Cara Pengambilan SampelTeknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode Simple Random Sampling (SRS) yaitu metode mengambil sampel secara acak dimana masing-masing subjek atau unit dari populasi memiliki peluang yang sama dan independen (tidak tergantung) untuk terpilih ke dalam sampel.12

D. Variabel PenelitianVariabel dalam penelitian ini

terbagi menjadi 2 variabel, yaitu;1. Variabel Bebas : Faktor genetik,

Membaca buku, Menonton TV dan Bermain video games /komputer

2. Variabel Terikat : Kejadian miopia

E. Pengumpulan DataJenis data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dengan melakukan wawancara oleh peneliti kepada responden. Dengan menggunakan

kuesioner yang telah disiapkan peneliti.

F. Pengolahan DataTahap pengolahan data dimulai dengan melakukan cek kelengkapan terhadap seluruh isian dari kuesioner. Kemudian, data yang diperoleh diolah dengan tahapan sebagai berikut :1. Editing2. Coding 3. Entering4. Tabulating

G. Analisis DataData yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan program SPSS 16. Analisis data meliputi :13

1. Analisis UnivariatAnalisis univariat digunakan persentase, hasil dari setiap variabel ditampilkan dalam bentuk distribusi frekuensi.

2. Analisis BivariatAnalisis bivariat dilakukan untuk menguji hipotesis hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, dengan uji Continuity Correction dengan tingkat kemaknaan 90% dengan program komputer SPSS. Dasar pengambilan keputusan berdasarkan tingkat signifikan (nilai p) adalah :a. Jika nilai p > 0,1 maka hipotesis

penelitian ditolakb. Jika nilai p ≤ 0,1 maka hipotesis

penelitian diterima.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Perbedaan frekuensi diare pada bayi yang diberi ASI eksklusif dengan bayi yang diberi susu formula di Wilayah

Page 5: Artikel Skripsi

Kerja Puskesmas Rawat Inap Kemiling Bandar Lampung Bulan Mei 2013 adalah sebesar 1,5500 kali. Pada bayi yang diberi ASI eksklusif frekuensi rata-rata diare sebanyak 1,2250 kali sedangkan pada bayi yang diberi susu formula frekuensi rata-rata diare sebanyak 2,7750 kali.

Hasil uji statistik dengan uji t independent didapatkan p-value = 0,036 (p-value < α = 0,05), yang berarti ada perbedaan yang signifikan antara frekuensi diare pada bayi yang diberi ASI eksklusif dengan bayi yang diberi susu formula di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Kemiling Bandar Lampung Bulan Mei 2013.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa diketahui bahwa perbedaan frekuensi diare pada bayi yang diberi ASI eksklusif dengan bayi yang diberi susu formula di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Kemiling Bandar Lampung Bulan Mei 2013 adalah sebesar 1,5500 kali. Pada bayi yang diberi ASI eksklusif frekuensi rata-rata diare sebanyak 1,2250 kali sedangkan pada bayi yang diberi susu formula frekuensi rata-rata diare sebanyak 2,7750 kali.

Hasil uji statistik dengan uji t independent didapatkan p-value = 0,036 (p-value < α = 0,05), yang berarti ada perbedaan yang signifikan antara frekuensi diare pada bayi yang diberi ASI eksklusif dengan bayi yang diberi susu formula di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Kemiling Bandar Lampung Bulan Mei 2013.

Pada waktu bayi baru lahir secara alamiah mendapat zat kekebalan tubuh dari ibunya melalui plasenta, tetapi kadar zat tersebut akan cepat turun setelah kelahiran bayi, padahal dari waktu bayi lahir sampai bayi berusia beberapa

bulan, bayi belum dapat membentuk kekebalan sendiri secara sempurna. Sehingga kemampuan bayi membantu daya tahan tubuhnya sendiri menjadi lambat selanjutnya akan terjadi kesenjangan daya tahan tubuh. Kesenjangan daya tahan tersebut dapat diatasi apabila bayi diberi ASI.8

Pemberian makanan berupa ASI sampai bayi mencapai usia 4-6 bulan, akan memberikan kekebalan pada bayi terhadap berbagai macam penyakit karena ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi. Ada perbedaan yang signifikan antara bayi yang mendapat ASI ekslusif minimal 4 bulan dengan bayi yang hanya diberi susu formula. Bayi yang diberikan susu formula biasanya mudah sakit dan sering mengalami masalah kesehatan seperti diare dan lain-lain yang memerlukan perawatan..

Pemberian susu formula harus dilakukan dengan tepat. Masalah kesehatan dapat timbul apabila orang tua tidak membaca petunjuk yang tertulis pada kemasan, misalnya agar susu kaleng lebih irit. Bila susu diberikan dalam keadaan encer, maka bayi akan mengalami kekurangan gizi, namun bila pemberian berlebihan maka akan menyebkan obesitas serta beban kerja ginjal dan pencernaan.

Pemberian susu formula pada bayi baru lahir bersiko tinggi bagi kesehatannya. Diketahui pencampuran dengan tingkat pengenceran yang salah dan kebersihan air pencampur yang buruk menyebabkan bayi mudah terserang penyakit.18

Frekuensi pemberian susu formula tidak disarankan berlebihan dan sebaiknya diimbangi oleh pemberian

Page 6: Artikel Skripsi

ASI. Hal ini diberikan agar meminimalkan terjadinya infeksi pada saluran pencernaan anak usia 0-6 bulan seperti intoleransi laktosa.18

Perilaku yang kurang sehat sangat beresiko bagi bayi untuk terkena diare karena pencernaan bayi belum mampu mencerna makanan selain ASI, perilaku ibu dalam pemberian susu formula yang tidak benar. Hal ini disebabkan karena susu formula merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri, sehingga kontaminasi mudah terjadi terutama jika perilaku ibu dalam pemberian susu formula yang tidak benar dan dapat menyebabkan diare pada anak.5

KESIMPULANBerdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:a. Frekuensi diare pada bayi yang

diberi ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Kemiling Bandar Lampung Bulan Mei 2013 adalah rata-rata sebanyak 1,2250 kali, dengan standar deviasi (simpangan baku) 0,80024 dan standar error (tingkat kesalahan) 0,12653.

b. Frekuensi diare pada bayi yang diberi susu formula di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Kemiling Bandar Lampung Bulan Mei 2013 adalah rata-rata sebanyak 2,7750 kali, dengan standar deviasi (simpangan baku) 0,73336 dan standar error (tingkat kesalahan) 0,11595.

c. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ratio frekuensi diare pada bayi yang diberi ASI Eksklusif dengan bayi yang diberi susu formula adalah 1:3.

d. Ada perbedaan frekuensi diare pada bayi yang diberi ASI Eksklusif dengan bayi yang diberi susu

formula di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Kemiling Bandar Lampung Bulan Mei 2013 (p-value = 0,036). Nilai p-value = 0,036 < α = 0,05 yang menunjukkan ada perbedaan yang signifikan frekuensi diare pada bayi yang diberi ASI Eksklusif dengan bayi yang diberi susu formula.

SARANBerdasarkan kesimpulan di atas,

maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut:1. Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam meningkatkan promosi pentingnya pemberian ASI serta mengurangi dan menghilangkan promosi susu formula dalam bentuk famplet dan lain-lain di tempat-tempat pelayanan kesehatan dan di tempat-tempat umum.

2. Bagi Objek PenelitianHasil penelitian ini diharapkan

dapat menjadi masukan informasi bagi ibu yang mempunyai bayi untuk memberikan ASI Eksklusif melalui penyuluhan tentang praktik menyusui yang benar serta perawatan payudara sehingga produksi ASI berlimpah yang dapat memberikan asupan gizi yang banyak bagi bayi.

3. Bagi PenelitiHasil penelitian ini diharapkan

untuk dapat memberikan informasi kepada ibu agar pemberian ASI dan produksi ASI bagi bayi cukup.

DAFTAR PUSTAKA

Page 7: Artikel Skripsi

1. Suririnah. Penting beri ASI Ekslusif pada bayi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 2008

2. Hubertin, Sri Purwanti.2006. Pemberian ASI Ekslusif. Yogyakarta. Nailil Printika

3. Matondang. C.S, Munatsir Z, Sumadiono.Aspek Imunologi Air Susu Ibu. In: Akib A.A.P,.Munatsir Z,.Kurniawati N (Eds). Buku Ajar Alergi-Immunologi Anak Edisi II. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.pp:189-202

4. Markum, A.H. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Jakarta: FKUI. 2002

5. Depkes,2001. Strategi Nasional Peningkatan Pemberian ASI Tahun 2001-2005. Makalah Disampaikan Pada Workshop Peningkatan Pemberian ASI. Jakarta.

6. Latief, A., dkk.,Hassan, R., Alatas, H. Bagian Ilmu Kesehatan Anak jilid 1 FK UI. INFOMEDIKA. Jakarta. 2005. ( 283-286 )

7. Depkes.RI.2009. Profil Kesehatan Indonesia. http//:www.depkes.go.id

8. Roesli. Mengenal ASI Ekslusif. Jakarta:Trubus Agiwidya.2005;pp:3-35

9. Soetjiningsih. ASI: Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta : EGC. 1999

10. Depkes RI, 2007. Tabel 10 HIV/AIDS, Infeksi Menular Seksual, DBD, dan Diare pada Balita Ditangani Menurut Kabupaten /Kota Propinsi lampung Tahun 2007. Availabelfrom : http://www.depkes.go.id/downloads/profil/prov%20lampung%202007.pdf.

11. Munasir dan Kurniasi. Air Susu Ibu dan Kekebalan Tubuh. In: IDAI.Bedah ASI : Kajian Dari Berbagai Sudut Pandang Ilmiah. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008; pp :69-79

12. Purwanti, S.H. Konsep Penerapan ASI Ekslusif. Jakarta. 2004. Nailil Printika

13. Depkes. 1997. Keputusan Menkes RI No.237/Menkes/SK/IV/1997. Departemen Kesehatan RI. Jakarta

14. Soekarto, P. Jalan Panjang Menyukseskan Program ASI Ekslusif 6 bulan. Majalah Warta Konsumen. Ed.Februari. 2009. Halaman 10-14

15. Muchtadi, D. Gizi untuk bayi:ASI, Susu Formula dan Makanan Tambahan. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. 2005

16. Depkes.1999. Buku Pedoman Penggunaan Pengganti Air Susu Ibu

17. Sulistiyani,D.A & Herliyanty, M.P. Menjaga Kesehatan Bayi dan Balita. Jakarta : Puspa Sawara. 2003

18. Depkes, RI. 2007. Buku Pedoman Makanan Pendamping ASI. Jakarta: Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat & Direktorat Bina Gizi Masyarakat

19. IDAI. Gastroenterologi. Jakarta : Sagung Seto. 2012

20. Lebenthal, Emanuel, Texbook of Gastroenterology and Nutrition in Infancy Second Edition, Raven Press,1185 Avenue of the Americas, New York 10036, 1989, chapter 27, 76, 77

21. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Buku Saku Petugas

Page 8: Artikel Skripsi

Kesehatan : LINTAS DIARE lima langkah Tuntaskan Diare 2009.

22. Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan (edisi revisi). Rineka Cipta. Jakarta. 2010