5
SiLPA DAN SILPA 18 Mei 2014 Yusran Lapananda Catatan Pojok apbd , APBD-P , dppkad , Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah , SH. MH. , SiLPA , Sisa Lebih Perhitungan Anggaran , Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya , yusran lapananda Meninggalkan komentar Catatan Pojok YUSRAN LAPANANDA, SH. MH Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan & Aset Daerah Kab. Gorontalo. Jika anda membaca dan menelaah judul catatan ini maka anda dapat menyimpulkan bahwa keduanya “serupa tapi tak sama”. Benar memang yang satunya “SiLPA” dengan huruf “i” kecil dan yang lainnya “SILPA” dengan huruf “I” besar/kapital. Akan tetapi jika dibaca bersama-sama, maka SiLPA dan SILPA merupakan akronim dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran . Tentunya lebih lanjut anda berpikir dan bertanya apa maksud saya membahas topik ini. Pembahasan atas catatan ini lebih pada arti dan pengertian, penggunaan SiLPA dan SILPA, serta nilai SiLPA dan SILPA dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dengan pendekatan penafsiran/interpretasi gramatikal atas regulasi atau ketentuan peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan dimaksud antara lain: (1) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011; dan (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014. Pada ketiga regulasi diatas, maka antara SiLPA dan SILPA telah diberi arti/pengertian/batasan sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 31 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan pasal 1 angka 55 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011, “Sisa Lebih Perhitungan Anggaran atau SiLPA adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran”. Misalnya realisasi penerimaan daerah tahun anggaran 2012 adalah Rp. 825 milyar, dan realisasi pengeluaran daerah tahun anggaran 2012 adalah Rp. 775 milyar, maka SiLPA-nya adalah Rp. 50 milyar. Arti

ARTIKRL KEUANGAN.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ARTIKRL KEUANGAN.doc

SiLPA DAN SILPA 18 Mei 2014

Yusran Lapananda Catatan Pojok apbd, APBD-P, dppkad, Pedoman Pengelolaan Keuangan

Daerah, SH. MH., SiLPA, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran

Tahun Sebelumnya, yusran lapananda Meninggalkan komentarCatatan Pojok

YUSRAN  LAPANANDA, SH. MH

Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan & Aset Daerah Kab. Gorontalo.

Jika anda membaca dan menelaah judul catatan ini maka anda dapat menyimpulkan bahwa keduanya “serupa tapi tak sama”. Benar memang yang satunya “SiLPA” dengan huruf “i” kecil dan yang lainnya “SILPA” dengan huruf “I” besar/kapital. Akan tetapi jika dibaca bersama-sama, maka SiLPA dan SILPA merupakan akronim dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran. Tentunya lebih lanjut anda berpikir dan bertanya apa maksud saya membahas topik ini. Pembahasan atas catatan ini lebih pada arti dan pengertian, penggunaan SiLPA dan SILPA, serta nilai SiLPA dan SILPA dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dengan pendekatan penafsiran/interpretasi gramatikal atas regulasi atau ketentuan peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan dimaksud antara lain: (1) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011; dan (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014.

Pada ketiga regulasi diatas, maka antara SiLPA dan SILPA telah diberi arti/pengertian/batasan sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 31 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan pasal 1 angka 55 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011, “Sisa Lebih Perhitungan Anggaran atau SiLPA adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran”. Misalnya realisasi penerimaan daerah tahun anggaran 2012 adalah Rp. 825 milyar, dan realisasi pengeluaran daerah tahun anggaran 2012 adalah Rp. 775 milyar, maka SiLPA-nya adalah Rp. 50 milyar. Arti SiLPA lainnya sebagaimana diatur dalam pasal 60 ayat (1) huruf a, dan paragraf 1 pasal 62, serta paragraf 1 pasal 137 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011, “Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya”.

Dari kedua ketentuan peraturan perundang-undangan ini, maka yang diberi arti dan pengertian hanyalah SiLPA, sedangkan SILPA tidak diberi arti dan pengertian apapun. Arti dari SILPA hanya saya temukan pada Lampiran III Kebijakan Penyusunan APBD, angka 3 Pembiayaan Daerah, huruf c Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014, SILPA disamakan dengan Sisa Lebih Pembiayaan Tahun Berjalan.

Page 2: ARTIKRL KEUANGAN.doc

Demikian pula dalam beberapa literatur, SILPA diartikan sebagai Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan. Serta SILPA diberi batasan sebagai selisih antara surplus/defisit anggaran dengan pembiayaan netto. Dalam pasal 161 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011, ditemukan bahwa, “………..saldo anggaran lebih tahun sebelumnya “SILPA” harus digunakan dalam tahun anggaran berjalan……..”.

Dari arti dan pengertian ini,makaSiLPA digunakan pada periode Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Perubahan), sedangkan SILPA digunakan pada periode Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Induk). Namun jika kita menelaah melalui struktur atau anatomi penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011, maka SiLPA merupakan bagian dari perode Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Induk), sedangkan SILPA merupakan bagian dari perode Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Perubahan).

Sebelumnya dijelaskan bahwa SiLPA dan SILPA diperoleh dari salah satu penerimaan pembiayaan. Berdasarkan pasal 60 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011, penerimaan pembiayaan mencakup: pelampauan penerimaan PAD, pelampauan penerimaan dana perimbangan, pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban kepada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan, dan sisa dana kegiatan lainnya. Hal ini sejalan dengan ketentuan penjelasan pasal 28 ayat (2) huruf a, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, “SiLPA tahun anggaran sebelumnya mencakup sisa dana untuk mendanai kegiatan lanjutan, uang pihak ketiga yang belum diselesaikan, dan pelampauan target pendapatan daerah”.

Catatan saya kali ini merupakan bagian kedua atau terakhir dari tulisan “SiLPA dan SILPA”, yang terakhir membahas cakupan penerimaan pembiayaan dari SiLPA dan SILPA, dan berikut ini lanjutannya.Dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011, kita juga dapat membahas penggunaan SiLPA dan penggunaan SILPA. Pasal 137 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 telah menetapkan bahwa “SiLPA tahun sebelumnya yang merupakan penerimaan pembiayaan digunakan untuk: (a) menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja; (b) mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja langsung; (c) mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum diselesaikan”.

Page 3: ARTIKRL KEUANGAN.doc

Sedangkan untuk penggunaan SILPA digunakan sebagaimana yang diatur dalam pasal 161 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerahsebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011, “Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud dalam 154 ayat (1) huruf c dapat berupa: a. membayar bunga dan pokok utang dan/atau obligasi daerah yang melampaui anggaran yang tersedia mendahului perubahan APBD; (b) melunasi seluruh kewajiban bunga dan pokok utang; (c) mendanai kenaikan gaji dan tunjangan PNS akibat adanya kebijakan pemerintah; (d) mendanai kegiatan lanjutan; (e) mendanai program dan kegiatan baru dengan kriteria harus diselesaikan sampai dengan batas akhir penyelesaian pembayaran dalam tahun anggaran berjalan; dan (f) mendanai kegiatan-kegiatan yang capaian target kinerjanya ditingkatkan dari yang telah ditetapkan semula dalam DPA-SKPD tahun anggaran berjalan yang dapat diselesaikan sampai dengan batas akhir penyelesaian pembayaran dalam tahun anggaran berjalan”.

Dari ketentuan pasal 161 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011, SILPA digunakan dalam tahun anggaran berjalan yang merujuk pada pasal 145 ayat (2) huruf c memperkuat argumentasi bahwa penggunaan SILPA untuk satu periode anggaran digunakan pada periode APBD (Perubahan), termasuk pasal 81 ayat (1) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang dimaksud dengan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya adalah sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya.

Terakhir adalah berapa nilai SiLPA dan SILPA yang dianggarkan pada APBD maupun APBD Perubahan. Lampiran III Kebijakan Penyusunan APBD, angka 3 Pembiayaan Daerah, huruf c Sisa Lebih Pembiayaan (SILPA) Tahun Berjalan, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2014, telah memberi pedoman kepada pemerintah daerah melaui TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) maupun Badan Anggaran DPRD, bahwa SiLPA maupun SILPA ditetapkan sebagai berikut: (1) Pemerintah daerah menetapkan Sisa Lebih Pembiayaan (SILPA) Tahun Anggaran 2014 bersaldo nihil; (2) Dalam hal perhitungan penyusunan Rancangan APBD menghasilkan SILPA Tahun Berjalan positif, pemerintah daerah harus memanfaatkannya untuk penambahan program dan kegiatan prioritas yang dibutuhkan, volume program dan kegiatan yang telah dianggarkan, dan/atau pengeluaran pembiayaan (vide pasal 28 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, jo pasal 60 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011, pembentukan dana cadangan; penyertaan modal pemerintah daerah; pembayaran pokok utang; dan pemberian pinjaman); (3) Dalam hal perhitungan SILPA Tahun Berjalan negatif, pemerintah daerah melakukan pengurangan bahkan penghapusan pengeluaran pembiayaan yang bukan merupakan kewajiban daerah, pengurangan program dan kegiatan yang kurang prioritas dan/atau pengurangan volume program dan kegiatannya”.

Page 4: ARTIKRL KEUANGAN.doc

Dari pembahasan tersebut di atas, banyaklah pemerintah daerah dalam membentuk APBD (Induk) menganggarkan SiLPA/SILPA (Induk) bernilai 0 (nol) atau nihil (tanpa nilai rupiah), dengan alasan dan pertimbangan dalam APBD (Induk) tidak merencanakan terjadinya selisih antara realisasi penerimaan dengan realisasi pengeluaran, dan menetapakan antara anggaran dan belanja dalam anggaran berimbang. Demikian pula alasan dan pertimbangan beberapa pemerintah daerah bahwa nilai SiLPA/SILPA (Induk) masih dalam besaran sementara, dan masih menunggu nilai riil (SiLPA/SILPA) hasil pemeriksaan Tim BPK-RI atas LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah Daerah), dan selanjutnya menetapkannya dalam APBD (Perubahan).