22
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan pada dasarnya adalah proses komunikasi yang didalamnya mengandung transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan ketrampilan-ketrampilan, di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung sepanjang hayat, dari generasi ke generasi (Dwi Siswoyo, 2008: 25). Dari pengertian di atas dapat diartikan bahwa hampir dari seluruh kegiatan manusia mulai dari lahir, hingga akhir hayat, dengan menggunakan komunikasi antar manusia untuk menciptakan dan saling menukar pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan, sejatinya adalah juga sebuah pendidikan. Pendidikan dapat pula diartikan dari berbagai sudut pandang yaitu: 1. Pendidikan berwujud sebagai suatu sistem, yaitu pendidikan dipandang sebagai keseluruhan gagasan terpadu yang mengatur usaha-usaha sadar untuk membina seseorang mencapai harkat kemanusiaannya secara utuh. 2. Pendidikan berwujud sebagai suatu proses, yaitu pendidikan dipandang sebagai pelaksana usaha-usaha untuk mencapai tujuan tertentu dalam rangka mencapai harkat kemanusiaannya secara utuh. 3. Pendidikan berwujud sebagai hasil, yaitu pendidikan dipandang sebagai sesuatu yang telah dicapai atau dimiliki seseorang setelah proses pendidikan berlangsung. Tujuan pendidikan secara luas antara lain adalah untuk meningkatkan kecerdasan, membentuk manusia yang berkualitas, terampil, mandiri, inovatif, dan dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Oleh karena itu, pendidikan sangat diperlukan oleh manusia untuk dapat melangsungkan kehidupan sebagai makhluk individu, sosial dan beragama. Di sinilah peran lembaga pendidikan baik formal maupun non formal untuk membantu masyarakat dalam mewujudukan tujuan pendidikan yang telah disampaikan di atas, melalui pendidikan sepanjang hayat, manusia diharapkan mampu menjadi manusia yang terdidik. Agar terwujudnya tujuan pendidikan diatas, diperlukan patokan dan kerangka agar dalam pelaksanaannya, proses pendidikan berjalan lurus sesuai dengan tujuan dan tidak melenceng dari

Asas - Asas Pendidikan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Menjelaskan tentang asas-asas pendidikan yang berlaku di Indonesia, dalam mata kuliah pengantar pendidikan.

Citation preview

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan pada dasarnya adalah proses komunikasi yang didalamnya mengandung

    transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan ketrampilan-ketrampilan, di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung sepanjang hayat, dari generasi ke generasi (Dwi Siswoyo, 2008: 25). Dari pengertian di atas dapat diartikan bahwa hampir dari seluruh kegiatan manusia mulai dari lahir, hingga akhir hayat, dengan menggunakan komunikasi antar manusia untuk menciptakan dan saling menukar pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan, sejatinya adalah juga sebuah pendidikan.

    Pendidikan dapat pula diartikan dari berbagai sudut pandang yaitu:

    1. Pendidikan berwujud sebagai suatu sistem, yaitu pendidikan dipandang sebagai keseluruhan gagasan terpadu yang mengatur usaha-usaha sadar untuk membina seseorang mencapai harkat kemanusiaannya secara utuh.

    2. Pendidikan berwujud sebagai suatu proses, yaitu pendidikan dipandang sebagai pelaksana usaha-usaha untuk mencapai tujuan tertentu dalam rangka mencapai harkat kemanusiaannya secara utuh.

    3. Pendidikan berwujud sebagai hasil, yaitu pendidikan dipandang sebagai sesuatu yang telah dicapai atau dimiliki seseorang setelah proses pendidikan berlangsung.

    Tujuan pendidikan secara luas antara lain adalah untuk meningkatkan kecerdasan, membentuk manusia yang berkualitas, terampil, mandiri, inovatif, dan dapat meningkatkan

    keimanan dan ketakwaan. Oleh karena itu, pendidikan sangat diperlukan oleh manusia untuk dapat melangsungkan kehidupan sebagai makhluk individu, sosial dan beragama.

    Di sinilah peran lembaga pendidikan baik formal maupun non formal untuk membantu masyarakat dalam mewujudukan tujuan pendidikan yang telah disampaikan di atas, melalui pendidikan sepanjang hayat, manusia diharapkan mampu menjadi manusia yang terdidik.

    Agar terwujudnya tujuan pendidikan diatas, diperlukan patokan dan kerangka agar dalam pelaksanaannya, proses pendidikan berjalan lurus sesuai dengan tujuan dan tidak melenceng dari

  • 2

    apa yang telah ditetapkan. Untuk itulah diperlukan landasan dan asas-asas pendidikan nasional yang dapat dijadikan patokan bagi semua lembaga pendidikan formal maupun non formal dalam memberikan pendidikan dan pengajaran bagi para siswanya.

    Landasan dan Asas pendidikan sangat penting, karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap pengembangan manusia dan masyarakat suatu bangsa tertentu. Landasan pendidikan akan memberi pijakan dan arah terhadap pembentukan manusia Indonesia. Sedangkan asas asas pokok pendidikan akan memberi corak khusus dalam penyelenggaraan pendidikan dan pada gilirannya memberi corak pada hasil-hasil pendidikan itu yakni manusia

    dan masyarakat Indonesia yang terdidik dan beradab.

    1.2 TUJUAN PENULISAN Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah:

    1. Mengetahui asas-asas pendidikan yang diterapkan di Indonesia 2. Mengetahui landasan pendidikan Indonesia 3. Membahas satu per satu asas-asas pendidikan di Indonesia

    1.3 RUMUSAN MASALAH 1. Apa sajakah asas-asas pendidikan di Indonesia? 2. Apa sajakah landasan pendidikan di Indonesia? 3. Apa yang dimaksud dengan asas Tut Wuri Handayani?

    4. Apa yang dimaksud dengan asas belajar sepanjang hayat? 5. Apa yang dimaksud dengan asas kemandirian?

  • 3

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1 PENGERTIAN DAN MACAM-MACAM ASAS ASAS PENDIDIKAN

    Sebelum kita membicarakan tentang asas-asas pendidikan yang berlaku di Indonesia, terlebih dahulu kita memiliki kesatuan pendapat tentang arti asas pendidikan. Asas pendidikan

    merupakan sesuatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan.

    Khusus di Indonesia, terdapat beberapa asas pendidikan yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan itu. Diantara asas tersebut adalah Asas Tut Wuri Handayani, Asas Belajar Sepanjang Hayat, dan asas Kemandirian dalam belajar.

    1. Asas Tut wuri Handayani Asas tut wuri handayani, yang kini menjadi semboyan Diknas pada awalnya merupakan

    salah satu dari asas 1922 yakni : tujuh buah asas dari Perguruan Nasional Taman Siswa (didirikan 3 Juli 1922).. Asas atau semboyan ini dikumandangkan oleh Ki Hadjar Dewantara. dan mendapat dukungan dari positif dari Drs. RMP Sosrokartono dengan menambahkan dua semboyan yaitu : Ing Ngarso Sung Tuladha dan Ing Madya Mangun Karsa. Ketiga semboyan itu

    telah menyatu menjadi satu kesatuan asas. Sebagai asas pertama, tut wuri handayani merupakan inti dari sitem Among perguruan.

    Gagasan yang mula-mula dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara seorang perintis kemerdekaan dan pendidikan nasional. Asas yang dikumandangkan oleh Ki Hajar Dewantara ini kemudian dikembangkan oleh Drs. R.M.P. Sostrokartono dengan menambahkan dua semboyan lagi, yaitu Ing Ngarso Sung Sung Tulodo dan Ing Madyo Mangun Karso.

    Tut Wuri Handayani mengandung arti pendidik dengan kewibawaan yang dimiliki mengikuti dari belakang dan memberi pengaruh, tidak menarik-narik dari depan, membiarkan

    anak mencari jalan sendiri, dan bila anak melakukan kesalahan baru pendidik membantunya . Gagasan tersebut dikembangkan Ki Hajar Dewantara pada masa penjajahan dan masa perjuangan kemerdekaan.

  • 4

    Dalam era kemerdekaan gagasan tersebut serta merta diterima sebagai salah satu asas pendidikan nasional Indonesia. Asas Tut Wuri Handayani memberi kesempatan anak didik untuk melakukan usaha sendiri, dan ada kemungkinan mengalami berbuat kesalahan, tanpa ada tindakan (hukuman) pendidik. Hal itu tidak menjadikan masalah, karena menurut Ki Hajar Dewantara, setiap kesalahan yang dilakukan anak didik akan membawa pidananya sendiri, kalau tidak ada pendidik sebagai pemimpin yang mendorong datangnya hukuman tersebut. Dengan demikian, setiap kesalahan yang dialami anak tersebut bersifat mendidik.

    Sistem Among berkeyakinan bahwa guru adalah pamong. Sesuai dengan semboyan Tut

    Wuri Handayani di atas, maka pamong atau guru di sini lebih cenderung menjadi navigator peserta didik yang diberi kesempatan untuk berjalan sendiri, dan tidak terus menerus dicampuri, diperintah atau dipaksa (Tirtarahardja, 1994: 120).

    Jika menilik Sistem Pendidikan Nasional Indonesia, seperti apa yang tercantum dalam Undang-undang Nomer 23 Tahun 2003, maka konsep Tut Wuri Handayani termanifestasi ke dalam sistem KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Peran guru dalam sistem KTSP lebih cenderung sebagai pemberi dorongan karena adanya pergeseran paradigma pengajaran dan pembelajaran, dari teacher oriented kepada student oriented. Dalam KTSP, guru bukan lagi sekedar penceramah melainkan pemberi dorongan, pengawas, dan pengarah kinerja para peserta didik.

    Dengan sistem kurikulum yang terbaru ini, para pendidik (guru) diharapkan mampu melejitkan semangat atau motivasi peserta didiknya. Hal ini lantaran proses pengajaran dan pembelajaran hanya akan berjalan lancar, efektif dan efisien manakala ada semangat yang kuat dari para peserta didik untuk mengembangkan dirinya melalui pendidikan. Maka bukan tidak mungkin, jika KTSP juga merupakan wujud manifestasi dari asas pendidikan Indonesia Kemandirian dalam Belajar.

    Asas tut wuri handayani merupakan inti dari asas 1922 yang menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya dengan mengingat tertibnya persatuan dalam peri kehidupan umum. Keadaan yang dapat ditemukan dalam pendidikan berkaitan dengan asas ini antara lain :

  • 5

    a. Peserta didik mendapat kebebasan dalam memilih pendidikan dan keterampilan yang diminati di semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan yang disediakan sesuai potensi, bakat, dan kemampuan yang dimiliki.

    b. Peserta didik mendapat kebebasan memilih pendidikan kejuruan yang diminati agar mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan kerja dan bidang yang diinginkan.

    c. Peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa mendapat kesempatan untuk memasuki program pendidikan dan keterampilan yang diminati sesuai dengan gaya dan irama belajarnya.

    d. Peserta didik yang memiliki keistimewaan atau kekurangan dalam fisik dan mental memperoleh kesempatan untuk memilih pendidikan dan keterampilan yang sesuai dengan

    keadaanya. e. Peserta didik di daerah terpencil mendapat kesempatan memperoleh pendidikan

    keterampilan yang sesuai dengan kondisi daerahnya. f. Peserta didik dari keluarga tidak mampu mendapatkan kesempatan memperoleh

    pendidikan dan keterampilan sesuai dengan minat dan kemampuanya dengan bantuan dan dari pemerintah masyarakat.

    Berdasarkan asas Tut Wuri Handayani pula, dapat diambil poin-poin berikut: a. Pendidikan dilaksanakan tidak menggunakan syarat paksaan.

    b. Pendidikan adalah penggulowenthah yang mengandung makna: momong, among, ngemong. Among mengandung arti mengembangkan kodrat alam anak dengan tuntutan

    agar anak didik dapat mengembangkan hidup batin menjadi subur dan selamat. Momong mempunyai arti mengamat-amati anak agar dapat tumbuh menurut kodratnya. Ngemong berarti kita harus mengikuti apa yang ingin diusahakan anak sendiri dan memberi bantuan pada saat anak membutuhkan.

    c. Pendidikan menciptakan tertib dan damai (orde en vrede). d. Pendidikan tidak ngujo (memanjakan anak). e. Pendidikan menciptakan iklim, tidak terperintah, memerintah diri sendiri dan berdiri di

    atas kaki sendiri (mandiri dalam diri anak didik), Metode ini secara teknik pengajaran meliputi: kepala, hati, dan panca indera (educate the head, the heart, and the hand)

  • 6

    2. Asas Belajar sepanjang hayat Pendidikan sepanjang hayat (life-long education) adalah sebuah sistem pendidikan yang

    dilakukan oleh manusia ketika lahir sampai meninggal dunia. Peserta didik belajar melalui suatu proses belajar yang berlangsung secara bertahap dimulai dari timbulnya motivasi, dilanjutkan perhatian pada pelajaran, menerima dan mengingat, reproduksi, generalisasi, diakhiri dengan melaksanakan tugas belajar dan memberikan umpan balik atas hasil belajar. Proses belajar akan mampu membuat manusia tumbuh dan berkembang sehingga berkemampuan, menjadi dewasa dan mandiri. Dalam pengembangan sikap dan perilaku mandiri, pendidikan non formal dapat

    berperan untuk membantu peserta didik sehingga ia dapat menyadari dan mengakui potensi dan kemampuan dirinya.

    Istilah belajar sepanjang hayat erat kaitannya dengan istilah pendidikan seumur hidup. UNESCO Institute for Education menetapkan suatu definisi kerja yakni pendidikan seumur hidup adalah pendidikan yang harus :

    a. Meliputi seluruh hidup setiap individu. b. Mengarah kepada pembentukan, pembaharuan, peningkatan dan penyempurnaan secara

    sistematis pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat meningkatkan kondisi hidupnya.

    c. Tujuan akhirnya adalah mengembangkan penyadaran diri (self fulfilment) setiap individu. d. Meningkatkan kemampuan dan motivasi utnuk belajar mandiri. e. Mengakui kontribusi dari semua pengaruh pendidikan yang mungkin terjadi, termasuk

    yang formal, non formal dan informal.

    Belajar sepanjang hayat (life-long learning) dan pendidikan sepanjang hayat di dalam kehidupan manusia disebabkan oleh munculnya kebutuhan belajar (learning needs) dan kebutuhan pendidikan (educational needs) yang terus tumbuh dan berkembang sepanjang alur kehidupan manusia.

    Pendidikan sepanjang hayat memberikan arah sehingga pendidikan luar sekolah dikembangkan di atas prinsip-prinsip pendidikan di bawah ini :

    a. Pendidikan berakhir apabila manusia telah meninggalkan dunia fana.

  • 7

    b. Pendidikan sepanjang hayat merupakan motivasi yang kuat bagi peserta didik untuk merencanakan dan melakukan kegiatan belajar.

    c. Kegiatan belajar ditujukan untuk memperoleh, memperbaharui, dan meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang telah dimiliki.

    d. Pendidikan memiliki tujuan dalam mengembangkan kepuasan diri setiap insan yang melakukan kegiatan belajar.

    e. Perolehan pendidikan merupakan prasyarat bagi perkembangan kehidupan manusia. f. Pendidikan luar sekolah mengakui eksistensi dan pentingnya pendidikan sekolah serta

    dapat menerima pengaruh dari pendidikan sekolah. Tujuan pendidikan sepanjang hayat adalah untuk perubahan dan tercapainya kepuasan

    setiap orang yang melakukannya. Fungsi pendidikan sepanjang hayat adalah sebagai kekuatan motivasi bagi peserta didik agar dapat melakukan kegiatan belajar berdasarkan dorongan dari dirinya sendiridengan cara berpikir dan berbuat di dalam dan terhadap dunia kehidupannya.

    Delker (Dalam Sudjana, 2001 : 218) mengemukakan bahwa belajar sepanjang hayat adalah perbuatan secara wajar dan alamiah yang prosesnya tidak selalu memerlukan kehadiran pendidik. Proses belajar seperti itu idak disadari oleh seseorang bahwa ia atau mereka telah atau sedang terlibat di dalam kegiatan belajar. Kegiatan belajar sepanjang hayat adalah untuk menyiapkan diri guna mencapai kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang.

    Program pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah yang menerapkan prinsip belajar sepanjang hayat ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :

    a. Pembelajaran lebih ditekankan untuk menumbuhkan belajar secara individual berdasarkan negosiasi pendidik dengan peserta didik.

    b. Program pembelajarannya fleksibel. c. Rekrutmen peserta didik tidak menggunakan proses seleksi. d. Kendala dapat diatasi melalui pendekatan kolaborasi. e. Kelangsungan proses belajar berdasarkan kepentingan individu dan komunitas. f. Pendidikan luar sekolah memberikan kesempatan belajar secara wajar dan luas kepada

    setiap orang sesuai dengan perbedaan minat, usia, dan kebutuhan belajar masing-masing.

  • 8

    g. Pendidikan luar sekolah diselenggarakan dengan melibatkan warga belajar dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan, penilaian proses, dan dampak program kegiatan belajar.

    h. Pendidikan luar sekolah memiliki tujuan-tujuan ideal yang terkandung dalam proses pendidikannya. Pendidikan luar sekolah yang berasaskan pendidikan sepanjang hayat berorientasi pada

    terjadinya proses perubahan sikap dan perilaku peserta didik ke arah mendewasa. Orang mendewasa ialah orang yang senantiasa mengembangkan potensi diri dan berupaya mencapai

    kepuasan diri dalam kehidupan yang baik dan bermakna bagi diri dan lingkungannya. Menurut Hary Overstreet (Dalam Sudjana, 2001 : 225), orang mendewasa adalah orang yang mampu mengembangkan kemampuan yang telah dimiliki dan selalu berusaha menghubungkan, menyerasikan dan menyenafaskan kemampuannya dengan kepentingan hidupnya.

    Dimensi dan sikap mendewasa yang dikemukakan oleh Overstreet yang kemudian dikembangkan Knowles dapat dipaparkan sebagai berikut :

    1. Menggantungkan diri kepada orang lain M a n d i r i 2. P a s i f A k t i f

    3. S u b j e k t i f O b j e k t i f 4. Menerima informasi Memberikan informasi

    5. Memiliki kecakapan yang terbatas Memiliki kecakapan lebih luas 6. Mempunyai tanggung jawab terbatas Mempunyai tanggungjawab lebih luas 7. Memiliki minat terbatas Memiliki minat beragam 8. Mementingkan diri sendiri Memperhatikan orang lain 9. Menolak kenyataan diri Menerima kenyataan diri 10. Memiliki identitas diri beragam Memiliki integritas diri 11. Berpikir teknis Berpikir prinsip

    12. Berpandangan mendatar Berpandangan mendalam 13. Suka meniru Gemar berinovasi 14. Terikat oleh sikap dan perilaku seragam Tenggang rasa terhadap perbedaan

    15. Emosional dan mengandalkan kekuatan kematangan emosi dan bertindak fisik rasional

  • 9

    Ada 2 misi yang diemban dalam proses belajar mengajar berdasarkan latar pendidikan seumur hidup yaitu membelajarkan peserta didik dengan efisien dan efektif dan serentak dengan itu, meningkatkan kemauan dan kemampuan belajar mandiri sebagai basis belajar sepanjang hayat.

    Adapun kurikulum yang dapat mendukung terwujudnya belajar sepanjang hayat harus dirancang dan diimplementasikan dengan memperhatikan dua dimensi sebagai berikut:

    1) Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah yang meliputi: Disamping keterkaitan dan kesinambungan antar tingkatan persekolahan, harus pula terkait dengan kehidupan peserta didik di masa depan. Termasuk dalam dimensi vertikal itu antara lain pengkajian tentang:

    a) Keterkaitan antara kurikulum dengan masa depan didik

    b) Kurikulum dan perubahan sosial-kebudayaan

    c) The forecasting curriculum

    d) Keterpaduan bahan ajaran dan pengorganisasian pengetahuan

    e) Penyiapan untuk memikul tanggung jawab

    f) Pengintegrasian dengan pengalaman yang telah dimiliki peserta didik

    g) Untuk mempertahankan motivasi belajar secara permanen

    2) Dimensi horizontal dari kurikulum sekolah yakni keterkaitan antara pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah.

    Termasuk dalam dimensi horizontal antara lain :

    a) Kurikulum sekolah merefleksikan kehidupan diluar sekolah

    b) Memperluas kegiatan belajar ke luar sekolah

    c) Melibatkan orang tua dan masyarakat dalam kegiatan belajar-mengajar

  • 10

    3. Asas Kemandirian dalam Belajar Asas ini tidak dapat dipisahkan dari asas tut wuri handayani dan belajar sepanjang hayat.

    Implikasi dari asas ini adalah pendidik harus menjalankan peran komunikator, fasiltator, organisator, dsb. Pendidik diharapkan dapat menyediakan dan mengatur berbagai sumber belajar sedemikian rupa sehingga memudahkan peserta didik berinteraksi dengan sumber belajar tersebut.

    Keberadaan Asas Kemandirian dalam Belajar memang satu jalur dengan apa yang menjadi agenda besar dari Asas Tut Wuri Handayani, yakni memberikan para peserta didik kesempatan untuk berjalan sendiri. Inti dari istilah berjalan sendiri tentunya sama dengan konsep dari mandiri yang dalam Asas Kemandirian dalam Belajar bermakna menghindari campur tangan guru namun (guru juga harus) selalu siap untuk ulur tangan apabila diperlukan. (Tirtarahardja, 1994: 123).

    Prof. Dr. Umar Tirtarahardja (1994) lebih lanjut mengemukakan bahwa dalam Asas Kemandirian dalam Belajar, guru tidak hanya sebagai pemberi dorongan, namun juga fasilitator, penyampai informasi, dan organisator (Tirtarahardja, 1994: 123). Oleh karena itu, wujud manifestasi Asas Kemandirian dalam Belajar bukan hanya dalam berbentuk Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), namun juga dalam bentuk ko-kurikuler dan ekstra kurikuler sedang dalam lingkup perguruan tinggi terwujud dalam kegiatan tatap muka dan kegiatan terstruktur dan mandiri.

    Dalam bukunya Contextual Teaching and Learning Elanie B. Johnson (2009) berpendapat bahwa dalam Pembelajaran Mandiri, seorang guru yang berfaham Pembalajaran dan Pengajaran Kontekstual dituntut untuk mampu menjadi mentor dan guru privat (Johnson, 2009: 177). Sebagai mentor, guru yang hendak mewujudkan kemandirian peserta didik diharapkan mampu memberikan pengalaman yang membantu kepada siswa mandiri untuk menemukan cara menghubungkan sekolah dengan pengalaman dan pengetahuan mereka sebelumnya. Sebagai seorang guru privat, seorang guru biasanya akan memantau siswa dalam belajar dan sesekali menyela proses belajar mereka untuk membenarkan, menuntun, dan member instruksi mendalam (Johnson, 2009).

    Lebih lanjut Johnson mengungkapkan bahwa kelak jika proses belajar mandiri berjalan dengan baik, maka para peserta didik akan mampu membuat pilihan-pilihan positif tentang

  • 11

    bagaimana mereka akan mengatasi kegelisahan dan kekacauan dalam kehidupan sehari-hari (Johnson, 2009: 179). Dengan kata lain, proses belajar mandiri atau Asas Kemandirian dalam Belajar akan mampu menggiring manusia untuk tetap Belajar sepanjang Hayatnya.

    Konsep Belajar Mandiri (Self-directed Learning) sebenarnya berakar dari konsep pendidikan orang dewasa. Namun demikian berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli seperti Garrison tahun 1997, Schillereff tahun 2001, dan Scheidet tahun 2003 ternyata belajar mandiri juga cocok untuk semua tingkatan usia. Dengan kata lain, belajar mandiri sesuai untuk semua jenjang sekolah baik untuk sekolah menengah maupun sekolah dasar dalam rangka meningkatkan prestasi dan kemampuan siswa.

    Dibawah ini adalah beberapa variasi pengertian belajar mandiri yang diutarakan oleh para ahli seperti dipaparkan Abdullah (2001:1-4) sebagai berikut:

    a. Belajar Mandiri memandang siswa sebagai para manajer dan pemilik tanggung jawab dari proses pelajaran mereka sendiri. Belajar Mandiri mengintegrasikan self-management ( manajemen konteks, menentukan setting, sumber daya, dan tindakan) dengan self-monitoring (siswa memonitor, mengevaluasi dan mengatur strategi belajarnya) (Bolhuis; Garrison).

    b. Peran kemauan dan motivasi dalam Belajar Mandiri sangat penting di dalam memulai dan memelihara usaha siswa. Motivasi memandu dalam mengambil keputusan, dan

    kemauan menopang kehendak untuk menyelami suatu tugas sedemikian sehingga tujuan dapat dicapai (Corno; Garrison).

    c. Di dalam belajar mandiri, kendali secara berangsur-angsur bergeser dari para guru ke siswa. Siswa mempunyai banyak kebebasan untuk memutuskan pelajaran apa dan tujuan apa yang hendak dicapai dan bermanfaat baginya (Lyman; Morrow, Sharkey, & Firestone).

    d. Belajar Mandiri ironisnya justru sangat kolaboratif. Siswa bekerja sama dengan para guru dan siswa lainnya di dalam kelas (Bolhuis; Corno; Leal).

    e. Belajar Mandiri mengembangkan pengetahuan yang lebih spesifik seperti halnya kemampuan untuk mentransfer pengetahuan konseptual ke situasi baru. Upaya untuk

    menghilangkan pemisah antara pengetahuan di sekolah dengan permasalahan hidup sehari-hari di dunia nyata (Bolhuis; Temple & Rodero).

  • 12

    Jika para ahli di atas memberi makna tentang belajar mandiri secara sepotong-sepotong, maka Haris Mujiman (2005:1) mencoba memberikan pengertian belajar mandiri dengan lebih lengkap. Menurutnya belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai suatu kompetensi guna mengatasi suatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang dimiliki. Penetapan kompetensi sebagai tujuan belajar, dan cara pencapaiannya baik penetapan waktu belajar, tempat belajar, irama belajar, tempo belajar, cara belajar, maupun evaluasi belajar dilakukan oleh siswa sendiri. Di sini belajar mandiri lebih dimaknai sebagai usaha siswa untuk melakukan kegiatan belajar yang didasari oleh niatnya untuk menguasai suatu kompetensi tertentu.

    Pengertian belajar mandiri yang lebih terinci lagi disampaikan oleh Hiemstra (1994:1) yang mendeskripsikan belajar mandiri sebagai berikut:

    a. Setiap individu siswa berusaha meningkatkan tanggung jawab untuk mengambil berbagai keputusan dalam usaha belajarnya.

    b. Belajar mandiri dipandang sebagai suatu sifat yang sudah ada pada setiap orang dan situasi pembelajaran.

    c. Belajar mandiri bukan berarti memisahkan diri dengan orang lain; d. Dengan belajar mandiri, siswa dapat mentransfer hasil belajarnya yang berupa

    pengetahuan dan keterampilan ke dalam situasi yang lain. e. Siswa yang melakukan belajar mandiri dapat melibatkan berbagai sumber daya dan

    aktivitas, seperti: membaca sendiri, belajar kelompok, latihan-latihan, dialog elektronik, dan kegiatan korespondensi.

    f. Peran efektif guru dalam belajar mandiri masih dimungkinkan, seperti dialog dengan siswa, pencarian sumber, mengevaluasi hasil, dan memberi gagasan-gagasan kreatif.

    g. Beberapa institusi pendidikan sedang mengembangkan belajar mandiri menjadi program yang lebih terbuka (seperti Universitas Terbuka) sebagai alternatif pembelajaran yang bersifat individual dan program-program inovatif lainnya.

    Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dan beberapa pertimbangan di atas, maka belajar mandiri dapat diartikan sebagai usaha individu untuk melakukan kegiatan belajar secara

  • 13

    sendirian maupun dengan bantuan orang lain berdasarkan motivasinya sendiri untuk menguasai suatu materi dan atau kompetensi tertentu sehingga dapat digunakannya untuk memecahkan masalah yang dijumpainya di dunia nyata.

    Self-directed learning adalah kegiatan belajar mandiri, sedangkan orang yang melakukan kegiatan belajar mandiri sering disebut siswa mandiri (self-directed learners). Abdullah, M.H (2001) dalam ERIC digest No. 169 mengatakan self-directed learners adalah sebagai para manajer dan pemilik tanggung jawab dari proses pembelajaran yang mereka lakukan sendiri. Individu seperti itu mempunyai keterampilan untuk mengakses dan memproses informasi yang

    mereka perlukan untuk suatu tujuan tertentu. Dalam belajar mandiri mengintegrasikan self-management ( manajemen konteks termasuk latar belakang social, menentukan, sumber daya dan tindakan) dengan yang self-monitoring ( proses siswa dalam memonitor, mengevaluasi, dan mengatur strategi belajarnya).

    Belajar mandiri dan siswa mandiri seperti sekeping mata uang yang mempunyai dua muka yang berbeda tetapi merupakan satu kesatuan yang mempunyai suatu fungsi yang saling mendukung. Lebih jelasnya persamaan dan perbedaan antara belajar mandiri dengan siswa mandiri digambarkan dalam bagan sebagai berikut:

    Gambar 1: Model Personal Responsibility Orientation (PRO)

    (Sumber: Roger Hiemstra:1998:25)

  • 14

    Belajar Mandiri (Self-directed learning) yang ada di sisi sebelah kiri dari model, mengacu pada karakteristik proses belajar mengajar, atau apa yang kita dikenal sebagai faktor eksternal dari si siswa. Di sini mengacu pada bagaimana proses pembelajaran itu dilaksanakan. Siswa mandiri (LearnerSelf-Direction) yang ada di sebelah kanan dari model, mengacu pada individu yang melakukan kegiatan belajar. Termasuk di dalamnya yaitu karakteristik kepribadian siswa, atau sering kita kenal dengan faktor internal dari individu yang bersangkutan. Jika kedua hal tersebut (Self-directed learning dan Learner Self-Direction) dapat tercipta dalam proses pembelajaran, maka individu dapat memiliki kemandirian dalam belajar (self-direction in learning). Dengan demikian Kemandirian belajar (self-direction in learning) dapat diartikan sebagai sifat dan sikap serta kemampuan yang dimiliki siswa untuk melakukan kegiatan belajar secara sendirian maupun dengan bantuan orang lain berdasarkan motivasinya sendiri untuk menguasai suatu kompetensi tertentu sehingga dapat digunakannya untuk memecahkan masalah yang dijumpainya di dunia nyata.

    Burt Sisco dalam Hiemstra (1998: membuat sebuah model yang membantu individu untuk menjadi lebih mandiri dalam belajar. Menurut Sisco ada 6 langkah kegiatan untuk membantu individu menjadi lebih mandiri dalam belajar, yaitu:

    a. preplanning (aktivitas sebelum proses pembelajaran), b. menciptakan lingkungan belajar yang positif, c. mengembangkan rencana pembelajaran, d. mengidentifikasi aktivitas pembelajaran yang sesuai, e. melaksanakan kegiatan pembelajaran dan monitoring, dan f. mengevaluasi hasil pembelajar individu.

    Sisco menggambarkan model tersebut di atas dalam bagan sebagai berikut:

  • 15

    Gambar 2

    Model Pembelajaran individual (Sumber: Hiemstra. 1998)

    Dengan menerapkan enam langkah di atas, maka seseorang dapat menjadi individu yang lebih mandiri dan terarah dalam menempuh pendidikannya.

  • 16

    2.2 PENGERTIAN DAN MACAM MACAM LANDASAN PENDIDIKAN

    Landasan pendidikan adalah seperangkat asumsi yang dijadikan titik tolak dalam rangka pendidikan. Macam-macam landasan pendidikan di Indonesia antara lain:

    1. Landasan Filosofis Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat (falsafah).

    Driyakara (1987) menyatakakan bahwa filsafat adalah perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab ada dan berbuat. Filsafat menelaah secara radikal dan menyeluruh dan konseptual yang menghasilkan konsepsi-konsepsi mengenai kehidupan dan dunia.

    Tinjauan filosofis tentang sesuatu, termasuk pendidikan. Filsafat dan pendidikan mempunyai kaitan yang erat satu dengan yang lainnya. Filasaf mencoba merumuskan citra tentang manusia dan masyarakat. Sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra itu. Landasan filsafat pendidikan merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok, seperti : apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan itu diperlukan, apa yang seharusnya menjadi tujuan, dan sebagainya. Peranan filsafat pendidikan dalam bidang pendidikan yang berkaitan dengan hasil kajian antara lain :

    a. Keberadaan dan kedudukan manusia sebagai makhluk di dunia ini, seperti sebagai zoon politicon, homo sapiens, animal educandum dan sebagainya. b. Masyarakat dan kebudayaannya c. Keterbatasan manusia sebagai makhluk hidup yang banyak menghadapi tantangan. d. Perlunya landasan pemikiran dalam pekerjaan pendidikan utamnya filsafat pendidikan.

    Wayan Ardhana, dkk (dalam Tirtarahardja, 2000) mengemukakan bahwa aliran-aliran filsafat bukan hanya mempengaruhi pendidikan, tetapi juga melahirkan aliran filsafat pendidikan, seperti :

    a. Idealisme b. Realisme c. Perenialisme d. Esensialisme e. Pragmatisme f. Eksistensialisme

    2. Landasan Sosiologis Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu, bahkan dua

    generasi, yang memungkinkan generasi muda memperkembangkan diri. Kegiatan pendidikan

  • 17

    yang sistematis terjadi di lembaga sekolah yang sengaja dibentuk oleh masyarakat. Dengan meningkatkan perhatian sosiologi pada kegaitan pendidikan tersebut, maka lahirlah cabang sosiologi pendidikan.

    Sosiologi pendidikan merupakan analisa ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi 4 bidang :

    1. Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain, yang mempelajari : a. Fungsi pendidikan dalam kebudayaan b. Hubungan sistem pendidikan dan proses kontrol sosial dan sistem kekuasaan c. Fungsi sistem pendidikan dalam memeliharan dan mendorong proses sosial dan

    perubahan kebudayaan. d. Hubungan pendidikan dan kelas sosial. e. Fungsionalisasi sitem pendidikan formal dalam hubungannya dengan ras, kebudayaan

    atau kelompok-kelompok dalam masyarakat. 2. Hubungan kemanusiaan di sekolah :

    a. Sifat kebudayaaan sekolah khususnya yang berbeda dengan kebudayaan di luar sekolah. b. Pola interaksi sosial atau struktur masyarakat sekolah.

    3. Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya, yang mempelajari : a. Peranan sosial guru b. Sifat kepribadian guru c. Pengaruh kepribadian guru terhadap tingkah laku siswa. d. Fungsi sekolah dalam sosialisasi anak-anak.

    4. Sekolah dalam komunitas, yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan kelompok sosial lain di dalam komunitasnya, yang meliputi :

    a. Pelukisan tentang komunitas seperti tampak dalam pengaruhnya terhadap organisasi sekolah. b. Analisis tentang proses pendidikan seperti tampak terjadi pada sistem sosial komunitas kaum tidak terpelajar. c. Hubungan antara sekolah dan komunitas dalam fungsi kependidikannya. d. Faktor-faktor demografi dan ekologi dalam hubungannya dengan organisasi sekolah.

    Kajian sosiologi tentang pendidikan pada prinsipnya mencakup semua jalur pendidikan, baik pendidikan sekolah, maupun luar sekolah. Khusus untuk jalur pendidikan luar sekolah, terutama bila ditinjau dari sosiologi maka pendidikan keluarga sangat penting.

  • 18

    3. Landasan Kultural Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedang setiap manusia selalu menjadi anggota

    masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab kebudayaan dapat dilestarikan /dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara formal maupun informal. Sebaliknya bentuk, ciri-ciri dan pelaksanaan pendidikan itu ikut ditentukan oleh kebudyaaan di tempat proses pendidikan berlangsung.

    4. Landasan Psikologis Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga landasaan psikologi merupakan salah satu landasan penting dalam bidang pendidikan .Pada umumnya landasan psikologi dari pendidikan tersebut terutama tertuju pada pemahaman manusia, khususnya proses perkembangan manusia dan proses belajar.

    5. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Pendidikan dan Ilmu pengetahuan dan teknologi sangat erat kaitannya, seiring dengan

    kemajuan IPTEK maka pendidikan juga akan mengalami kemajuan yang sangat pesat, begitu juga kemajuan cabang-cabang ilmu akan menyebabkan tersedianya informasi empiris yang cepat dan tepat yang akan bermuara pada kemajuan teknologi pendidikan.

    Dengan adanya perkembangan IPTEK dan kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks, maka pendidikan mau tidak mau harus mengakomodasi perkembangan , yaitu : dengan cara memperbanyak teknologi dari berbagai bidang ilmu dan mengadopsinya untu penyelenggaraan pendidikan sehingga akan terjadi kemajuan pendidikan.

    Langkah-langkah pengembangan dan pemanfaatan IPTEK antara lain : penelitian dasar, penelitian terapan, pengembangan dan penerapan teknologi serta akhirnya diikuti evaluasi .

    Manfaat IPTEK yang melandasi pendidikan menurut Dosen FIP (1995) harus mampu : a. Memberikan kesejahteraan lahir dan batin b. Mendorong pemanfaatan pengembangan sesuai tuntutan zaman. c. Menjamin penggunaannya secara bertanggung jawab. d. Memberi dukungan nilai-nilai agama dan nilai luhur budaya bangsa. e. Mencerdaskan kehidupan bangsa. f. Meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efektifitas sumber daya manusia.

  • 19

    BAB III

    PENUTUP

    3.1 KESIMPULAN

    Pendidikan selalu berkaitan dengan manusia, dan hasilnya tidak segera tampak. Oleh

    karena itu pendidikan harus dirancang dan dilaksanakan secermat mungkin dengan memperhatikan sejumlah asas pendidikan. Pendidikan di Indonesia tidak lepas dari kiprah Ki Hajar Dewantara sang pelopor pendidikan yang mempopulerkan tiga asas penting dalam kegiatan pendidikan yang masih dijadikan teladan sampai sekarang yaitu asas tut wuri handayani, asas ing ngarso sungtolodo, dan asas ing madyo mangunkarso.

    Ketiga asas ini saling berhubungan hendaknya menjadi acuan untuk menerapkan sistem pendidikan yang tepat bagi bangsa ini dan terus menjunjung tinggi kebudayaan nasional daripada kebudayaan asing. Semangat untuk terus melestarikan Tut Wuri Handayani dalam dunia pendidikan dirasa begitu penting, mengingat makna dari semboyan Ki Hadjar tersebut yaitu membuat orang menjadi pribadi yang mandiri.

    Perbedaan masing-masing asas dalam kegiatan pendidikan

    a. Asas Tut Wuri Handayani

    Asas Tut Wuri Handayani mempunyai prinsip pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam menyampaikan ide-idenya ketika dalam proses pembelajaran. Pendidik hanya mendorong dan mempengaruhi peserta didik dari belakang, jika peserta didik mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan idenya, barulah pendidik turut membantunya.

    b. Asas Ing Ngarso Sungtolodo (Asas Belajar Sepanjang Hayat) Asas ini lebih menekankan bahwa setiap manusia itu berhak mendapatkan pendidikan

  • 20

    yang layak dan sistematis untuk mendapatkan pengajaran, studi dan belajar kapan pun sepanjang hidupnya (long life education). Lingkungan juga turut mempengaruhi dalam belajar sepanjang hayat dari mulai lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.

    c. Asas Ing Madyo Mangunkarso (Asas kemandirian dalam belajar) Asas ini lebih menekankan bahwa siswa dituntut untuk aktif sendiri dalam kegiatan belajar tanpa ada bimbingan lagi dari seorang guru. Dalam asas ini peran guru hanyalah sebagai fasitilator. Namun namun guru selalu siap untuk ulur tangan apabila diperlukan

    3.2 SARAN

    Untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas dan mandiri sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat dirinya serta dapat

    memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa, maka diperlukan sistem pendidikan yang terarah. Oleh karena itulah dibutuhkan landasan dan asas-asas pendidikan nasional.

    Asas-asas pendidikan nasional yaitu asas tut wuri handayani, asas belajar sepanjang hayat dan asas kemandirian, pada dasarnya menuntut kesadaran setiap individu di Indonesia untuk terus mengembangkan diri dan tidak pernah berhenti belajar, baik di lembaga formal, lembaga non formal, maupun belajar dari lingkungan dan kehidupan sehari-hari serta kemampuan untuk menerapkannya dalam kehidupan dan pembangunan nasional demi terwujudnya bangsa Indonesia yang madani.

  • 21

    DAFTAR PUSTAKA

    Hill, Lilian H.2005. Community Education, Lifelong Learning, and Social Inclusion. Adult Education Quarterly, volume 5 nomor 2, February 2005: 151-153.

    http://banjarnegarambs.wordpress.com/

    http://dhesiana.wordpress.com/2009/01/16/kemandirian-dalam-belajar/

    http://fatamorghana.wordpress.com/2008/07/12/bab-iii-landasan-dan-asas-asas-pendidikan-serta-penerapannya/

    http://hikmah-nurbaeti.blogspot.com/2011/06/pengaruh-asas-pendidikan-sepanjang.html

    http://id.shvoong.com/law-and-politics/international-relations/2116885-perbedaan-asas-ius-soli-dengan/

    http://informasilive.blogspot.com/2013/04/landasan-dan-asas-asas-pendidikan-serta.html

    http://peelesupi.blogspot.com/2013/03/asas-pendidikan-sepanjang-hayat_4720.html

    http://pumpingindonesia.com/component/content/article/38-artikel/154-refleksi-motivasi-pendidikan-ki-hajar-dewantara-guru-teladan-yang-profesional-sebagai-motivator-yang-mengajar-dengan-kekuatan-cahaya-hati.html

    http://qym7882.blogspot.com/2009/03/asas-asas-pendidikan-dan-penerapannya.html

    http://www.melodramaticmind.com/2009/10/asas-asas-pendidikan-indonesia-dan.html http://www.nwrel.org/planing/reports/self-direct/index.php

    Munib, Achmad. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: Unnes Press

    Johnson, Elanie B. PH. D., (2009): Contextual Teaching and Learning; Mizan Media Utama, Bandung.

    Siswoyo, Dwi, Dkk. 2008. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

  • 22

    Sudjana. 2001. Pendidikan Luar Sekolah.Bandung: Falah Production.

    Suprijanto. 2007. Pendidikan Orang Dewasa Dari Teori Hingga Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara.

    Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. (2005): Pengantar Pendidikan. Rineka Cipta, Jakarta.

    Wahyujati, Bertha Bintari. 2006. Strategi Pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah. Jurnal Ilmiah VISI PTK-PNF, Volume 1 Nomor 1: 91-98.