Upload
raka
View
100
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK DENGAN PNEUMONIA
OLEH :
D-IV KEPERAWATAN TINGKAT II, SEMESTER III
NI KOMANG AYU RISNA MULIANTINI
PO7120214011
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
TAHUN 2015
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK DENGAN PNEUMONIA
I. KONSEP DASAR PENYAKIT
A. DEFINISI
Pneumonia adalah merupakan infeksi akut yang secara anatomi mengenai
lobus paru. Pneumonia adalah suatu peradangan alveoli atau pada parenchyma paru
yang terjadi pada anak. (Suriani, 2006).
Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengensi jaringan paru
(alveoli). (DEPKES. 2006)
Pneumonia adalah peradangan paru di mana asinus terisi dengan cairan,
dengan atau tanpa disertai infiltrasi sel radang ke dalam dinding alveoli dan rongga
interstisium. (H. Nabiel Ridha,2014.)
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai
oleh gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun
tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan
Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk pneumonia baik pneumonia
maupun bronchopneumonia disebut pneumonia (Depkes RI, 2002).
Pneumonia merupakan penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau
napas cepat. Napas sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam,
sedangkan napas cepat diketahui dengan menghitung tarikan napas dalam satu
menit. Untuk balita umur 2 tahun sampai 5 tahun tarikan napasnya 40 kali atau
lebih dalam satu menit, balita umur 2 bulan sampai 2 tahun tarikan napasnya 50
kali atau lebih per menit, dan umur kurang dari 2 bulan tarikan napasnya 60 kali
atau lebih per menit. (Depkes, 1991).
B. ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti : bakteri,
virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa.
a. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum
adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat.
Bakteri Streptococcus pneumoniae, S.pyogenes, dan Staphylococcus aureus
yang lazim terjadi pada anak normal. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh
sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan
menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia akan panas
tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut jantungnya meningkat
cepat (Misnadiarly, 2008).
b. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.
Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus
(RSV). Virus pernapasan yang paling sering lazim yaitu micoplasma pneumonia
yang terjadi pada usia beberapa tahun pertama dan anak sekolah dan anak yang
lebih tua. Virus penyebab pneumonia yang paling lazim adalah virus sinsitial
pernapasan, parainfluenzae, influenzae dan adenovirus. Virus non respirasik,
bakteri enterik gram negatif, mikobakteria, coxiella, pneumocytis carinii dan
sejumlah jamur. Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran
pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia.
Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan
sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan
virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian
(Misnadiarly, 2008)
c. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan
penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai
virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia
yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma
menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja dan
usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak
diobati (Misnadiarly, 2008).
d. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut
pneumonia pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis
Carinii Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada
bayi yang prematur. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa
minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari.
Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau
spesimen yang berasal dari paru (Djojodibroto, 2009)
e. Menghirup udara asing
Menghirup udara asing dapat mengalami pneumonia seperti cairan
amnion, bahan makanan, seng stearat, debu, hidrokarbon, zat – zat lipid, dan
asam rokok.
f. Faktor yang berisiko untuk terjadinya pneumonia yaitu :
Penderita yang sakit berat di rumah sakit, penderita yang mengalami
supresi sistem imun, keadaan malnutrisi, kontaminasi peralatan rumah sakit
C. KLASIFIKASI
Menurut Perhimpunan Dokter paru Indonesia (2003) pneumonia dapat
diklasifikasikan berdasarkan klinis, penyebab dan predileksi infeksi.
a) Berdasarkan Klinis dan Epidemiologis
Berdasarkan klinis dan epidemiologis, pneumonia terdiri dari :
1. Pneumonia komuniti (comunity aquired pneumonia)
Community acquired pneumonia(CAP) adalah pneumonia infeksius pada
seseorang yang tidak menjalani rawat inap di rumah sakit baru-baru ini.CAP
adalah tipe pneumonia yang paling sering. Penyebab paling sering dari CAP
berbeda tergantung usia seseorang,tetapi mereka termasuk Streptococcus
pneumoniae,virus,bakteri atipikal dan Haemophilus influenzae.Di atas
semuanya itu , Streptococcus pneumoniae adalah penyebab paling umum dari
CAP seluruh dunia.Bakteri gram negatif menyebabkab CAP pada populasi
beresiko tertentu.
2. Pneumonia nosokomial (hospital aquired pneumonia / sosicomial pneumonia)
Pneumonia yang didapat di rumah sakit cenderung bersifat lebihserius
karena pada saat menjalani perawatan di rumah sakit, sistem pertahanan
tubuh penderita untuk melawan infeksi seringkali terganggu. Selain
itu, kemungkinannya terjadinya infeksi oleh bakteri yang resisten terhadap
antibiotik adalah lebih besar.
3. Pneumonia aspirasi
4. Pneumonia pada penderita immunocompromised
b) Berdasarkan Bakteri Penyebab
Berdasarkan bakteri penyebab, pneumonia terdiri atas :
1. Pneumonia bakterial / tipikal
Pneumonia bakterial meliputi pneumokokus, stafilokokus, dan pneumonia
streptokokus, manifestasi klinis berbeda dari tipe pneumonia lain, mikro-
organisme individual menghasilkan gambaran klinis yang berbeda.
Awitannya tiba-tiba, biasanya didahului dengan infeksi virus, toksik, tampilan
menderita sakit yang akut , demam, malaise, pernafasan cepat dan dangkal,
batuk, nyeri dada sering diperberat dengan nafas dalam, nyeri dapat menyebar
ke abdomen, menggigil, meningismus.
2. Pneumonia atipikal disebabkan mycoplasma, legionella dan chlamydia
Agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi terutama di musim gugur dan
musim dingin, lebih menonjol di tempat dengan konsidi hidup yang padat
penduduk. Mungkin tiba-tiba atau berat. Gejala sistemik umum seperti
demam, mengigil (pada anak yang lebih besar), sakit kepala, malaise,
anoreksia, mialgia. Yang diikuti dengan rinitis, sakit tenggorokan, batuk
kering, keras. Pada awalnya batuk bersifat tidak produktif, kemudian
bersputum seromukoid, sampai mukopurulen atau bercak darah. Krekels
krepitasi halus di berbagai area paru.
3. Pneumonia virus
Lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia bakterial. Terlihat pada anak
dari semua kelompok umur, sering dikaitkan dengan ISPA virus, dan jumlah
RSV untuk persentase terbesar. Dapat akut atau berat. Gejalanya bervariasi,
dari ringan seperti demam ringan, batuk sedikit, dan malaise. Berat dapat
berupa demam tinggi, batuk parah, prostasi. Batuk biasanya bersifat tidak
produktif pada awal penyakit. Sedikit mengi atau krekels terdengar
auskultasi.
4. Pneumonia jamur
Pneumonia juga bisa terjadi setelah pembedahan (terutama pembedahan
perut) atau cedera (terutama cedera dada), sebagai akibat dari dangkalnya
pernafasan, gangguan terhadap kemampuan batuk dan lendir yang tertahan.
Yang sering menjadi penyebabnya adalah Staphylococcus aureus,
pneumokokus, Hemophilus influenzae atau kombinasi ketiganya.
Pneumonia pada orang dewasa paling sering disebabkan oleh bakteri, yang
tersering yaitu bakteri Streptococcus pneumoniae pneumococcus. Pneumonia
pada anak-anak paling sering disebabkan oleh virus pernafasan, dan
puncaknya terjadi pada umur 2-3 tahun. Pada usia sekolah, pneumonia paling
sering disebabkan oleh bakteri Mycoplasma pneumoniae
(www.sehatgroup.we.id) sering disertai infeksi sekunder terutama pada orang
dengan daya tahan lemah dan pengobatannya lebih sulit.
c) Berdasarkan Predileksi Infeksi
Berdasarkan predileksi infeksi pneumonia terdiri atas :
1. Pneumonia lobaris
Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan
sekunder oleh obstruksi bronkus. Bila kedua paru terkena, maka dikenal
sebagai pneumonia bilateral atau “ganda”.
2. Bronkopneumonia
Ditandai dengan bercak – bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat
disebabkan oleh bakteri maupun virus. Terjadi pada ujung akhir bronkiolus,
yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak
konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya.
3. Pneumonia interstitialis
Proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding alveolar (interstisium) dan
jaringan peribronkial serta interlobular.
d) Pneumonia Berdasarkan Umur
1. Kelompok umur < 2 bulan
a. Pneumonia berat
Bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti menyusu (jika
sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk yang tidak wajar
atau sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi, demam (38ºC
atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5 ºC), pernapasan
cepat 60 kali atau lebih per menit, penarikan dinding dada berat,
sianosis sentral (pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan
abdomen tegang.
b. Bukan pneumonia
Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit dan
tidak terdapat tanda pneumonia seperti di atas.
2. Kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun
a. Pneumonia sangat berat
Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis sentral,
tidak dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang
dan sulit dibangunkan.
b. Pneumonia berat
Batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada, tetapi tidak
disertai sianosis sentral dan dapat minum.
c. Pneumonia
Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa penarikan
dinding dada.
d. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa)
Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau penarikan
dinding dada.
e. Pneumonia persisten
Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati
selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang kuat dan antibiotik
yang sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding dada, frekuensi
pernapasan yang tinggi, dan demam ringan (WHO, 2003). Pneumonia
resisten tidak mengalami perbaikan dalam dua minggu walaupun sudah
diberi pengobatan yang cukup. Biasanya anak tetap kelihatan sesak dengan
pernafasan cepat, tetap terlihat retraksi tetapi biasanya dengan demam
ringan.
D. CARA PENULARAN
Pneumonia ditularkan melalui percikan air ludah. Air ludah bisa berasal dari
anak atau orang dewasa sehat yang membawa organisme penyebab pneumonia itu
dalam saluran pernafasan mereka. Bisa juga tertular dari lendir hidung atau
tenggorokan orang yang sedang sakit. Penular biasanya lebih sering dari orang
serumah, teman sepermainan, atau teman di sekolah. Faktor risiko penularan
makin besar ketika bayi atau balita menderita kekurangan gizi dan tidak
mendapatkan ASI. Disamping itu tidak mendapatkan imunisasi, kurang vitamin
A, bayi terpapar asap rokok, asap dapur dan polusi lingkungan juga meningkatkan
faktor risiko menderita pneumonia. Bayi dan balita bisa dilindungi dari
pneumonia lewat imunisasi DPT, campak dan pneumokokus.
E. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada
beberapa mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi.
Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh
mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai
paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga
dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama
kehidupan juga memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat
melindunginya dari pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya.
Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah
mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi
imun didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan anak
mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel saluran
napas. Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat
mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang
normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian atas. Virus
tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan menyebabkan
pneumonia virus.
Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme
pertahan yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran
napas bagian bawah. Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan
normal berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari
satu orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang
pneumonia bakterialis dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus
Epstein-Barr, virus herpes simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen
baik dari sumber terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata. Setelah
mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang
meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di
alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan
konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia
menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur
submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam
saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis.
G. MANIFESTASI KLINIS
1. Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas. Suhu dapat naik
secara mendadak (38 – 40 ºC), dapat disertai kejang (karena demam tinggi).
2. Batuk, mula-mula kering (non produktif) sampai produktif.
3. Nafas : sesak, pernafasan cepat dangkal,
4. Penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi interkosta, cuping hidung kadang-
kadang terdapat nasal discharge (ingus).
5. Suara nafas : lemah, mendengkur, Rales (ronki), Wheezing.
6. Gelisah
7. Pernafasan cuping hidung
8. Rewel
9. Frekuensi napas :
a. Umur 1 - 5 tahun 40 x/mnt atau lebih.
b. Umur 2 bulan – 1 tahun 50 x/mnt atau lebih.
c. Umur < 2 bulan 60 x/mnt.
10. Nadi cepat dan bersambung.
11. Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk.
12. Kadang-kadang terasa nyeri kepala dan abdomen.
13. Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia dan perut kembung.
14. Mulut, hidung dan kuku biasanya sianosis.
15. Malaise, gelisah, cepat lelah.
16. Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar.
17. Pemeriksaan laboratorium = lekositosis.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial);
dapat juga menyatakan abses)
2. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi
semua organisme yang ada.
3. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme
khusus.
4. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat
penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
5. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
6. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
7. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing
I. KOMPLIKASI
Bila tidak ditangani secara tepat maka kemungkinan akan terjadi komplikasi
sebagai berikut :
1. Otitis media akut (OMA) à terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang
berlebihan akan masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi
masuknya udara ke telinga tengah dan mengakibatkan hampa udara, kemudian
gendang telinga akan tertarik ke dalam dan timbul efusi.
2. Efusi pleura.
3. Emfisema.
4. Meningitis.
5. Abses otak.
6. Endokarditis.
7. Osteomielitis
J. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien pneumonia meliputi :
1. Penatalaksanaan Medis
Menurut Ngastiyah (2005) pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji
resistensi, akan tetapi hal itu perlu waktu dan pasien perlu terapi secepatnya
maka biasanya diberikan :
a. Penisilin 50.000 u/kg BB/hari ditambah dengan kloramfenikol 50 – 70
mg/kg BB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas
seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4 – 5 hari.
b. Pemberian oksigen dengan cairan intravena biasanya diperlukan campuran
glukosa 5% dan NaCL 0,9% dalm perbandingan 3 : 1 ditambah larutan KCL
10 meq/500 ml/botol infus
c. Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asrdosis metabolik akibat
kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan
hasail analisi gas darah arteri.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan dalm hal ini yang dilakukan adalah :
a. Menjaga kelancaran pernafasan
Klien pneumonia berada dalam keadaan dispnea dan sianosis karena adanya
radang paru dan banyaknya lendir di dalam bronkus atau paru. Agar klien
dapat bernafas secara lancar, lendir tersebut harus dikeluarkan dan untuk
memenuhi kebutuhan oksigen perlu dibantu dengan memberikan oksigen 2
– 1/menit secara rumat.
Pada anak yang agak besar dapat dilakukan :
1. Berikan sikap berbaring setengah duduk
2. Longgarkan pakaian yang dapat menyekat seperti ikat pinggang, kaos
baju yang agak sempit
3. Ajarkan bila batuk, lendirnya dikeluarkan dan katakan kalau lendir
tersebut tidak dikeluarkan sesak nafasnya tidak akan segera hilang
4. Beritahukan pada anak agar ia tidak selalu berbaring ke arah dada yang
sakit, boleh duduk / miring ke bagian dada yang lain.
Pada bayi dapat dilakukan :
1. Baringkan dengan letak kepala ekstensi dengan memberikan ganjang
dibawah bahunya
2. Bukalah pakaian yang ketat seperti gurita/celana yang ada karetnya
3. Isaplah lendiri dan berikan oksigen rumat sampai 2 – 1 l/menit.
Pengisapan lendir harus sering yaitu pada saat terlihat lendiri di dalam
mulut, pada waktu akan memberikan minum, mngubah sikap baring/
tindakan yang lain.
4. Perhatian dengan cermat pemberian infus, perhatikan apakah infus
lancar atau tidak.
b. Kebutuhan Istirahat
Klien penumonia adalah klien payah, suhu tubuhnya tinggi, sering
hiperpireksia maka klien perlu cukup istirahat, semua kebutuhan klien harus
ditolong di tempat tidur. Usahakan pemberian obat secara tepat, usahakan
keadaan tenang dan nyman agar pasien dapat istirahat sebaik – baiknya.
c. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Pasien pneumonia hampr selalu megalami masukan makanan yang kurang.
Suhu tubuh tinggi selama beberapaha hari dan masukan cairan yang kurang
dapat menyebabkan dehidrasi. Utnuk mencegah dehidrasi dan kekurangan
kalori dipasang infus dengan cairan glukosa 5% dan NaCL 0,9% dalam
perbandingan 3 : 1 ditambahkan KCL 10 mEq/500 ml/botol infus.
Pada bayi yang masih munum ASI, bila tidak terlalu sesak iya boleh
menetek selain memperoleh innfus beritahukan ibunya agar pada waktu bayi
menetek puting susunya harus sering – sering dikeluarkan untuk
memberikan kesempatan bayi bernafas.
d. Mengontrol Suhu Tubuh
Pada pasien dengan pneumonia sewaktu – waktu dapat mengalami
hiperpireksia. Untuk ini maka harus dikontrol suhu tiap jam. Dan dilakukan
kompres serta obat – obatan satu jam setelah dikompres dicek kembali
apakah suhu tubuh telah turun.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Usia
a. Anak-anak cenderung mengalami infeksi virus dibanding dewasa.
b. Mycoplasma terjadi pada anak yang relatif besar.
c. Sering terjadi pada bayi & anak
d. Banyak < 3 tahun
e. Kematian terbanyak bayi < 2 bulan
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Sesak napas.
b. Riwayat Keperawatan Sekarang
Didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas selama beberapa hari,
kemudian mendadak timbul panas tinggi, sakit kepala / dada ( anak besar )
kadang-kadang pada anak kecil dan bayi dapat timbul kejang, distensi
addomen dan kaku kuduk. Timbul batuk, sesak, nafsu makan menurun.
Anak biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis
atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi. Kesadaran kadang sudah
menurun apabila anak masuk dengan disertai riwayat kejang demam
(seizure).
c. Riwayat Keperawatan Sebelumnya
Anak sering menderita penyakit saluran pernapasan atas. Predileksi
penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam
rentang waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya penyakit Pneumonia.
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat memperberat
klinis klien.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tempat tinggal: Lingkungan dengan sanitasi buruk beresiko lebih besar
e. Pengkajian riwayat keperawatan berdasarkan pola kesehtan fungsional
menurut Gordon:
1. Pola persepsi sehat – penatalaksanaan sehat
Data yang muncul sering orangtua berpersi meskipun anaknya batuk
masih menganggap belum terjadi gangguan serius, biasanya orang tua
mengganggap anaknya benar – benar sakit apabila sudah mengalami
sesak nafas.
2. Pola metabolik nutrisi
Anak dengan bronkopneumunia sering muncul anoreksi (akibat respon
sistemik melalui kontrol saraf pusat), mual dan muntah (karena
peningkatan rangsangan gaster sebagai dampak peningkatan rangsangan
gaster sebagai dampak peningkatan toksik mikroorganisme)
3. Pola eliminasi
Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat perpindahan
cairan melalui proses evaporasi karena demam.
4. Pola tidur – istirahat
Data yang sering muncul adalah anak mengalami kesulitan tidur karena
sesak nafas. Penampilan anak terlihat lemah, sering menguap, mata
merah, anak juga sering menangis, pada malam hari karena
ketidaknyamanan tersebut.
5. Pola aktivitas – latihan
Anak tampak menurun aktifitas dan latihannya sebagai dampak
kelemahan fsik. Anak tampak lebih banyak minta digendong orang tua
atau bedrest.
6. Pola kognitif – persepsi
Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah disampaikan
biasanya sesaat akibat penurunan asupan nutrisi dan oksigen pada otak.
Pada saat di rawat anak tampak bingung kalau ditanya tentang hal – hal
baru disampaikan.
7. Pola persepsi diri – konsep diri
Tampak gambaran orang tua terhadap anak diam kuraf bersahabat, tidak
suka bermain, ketakutan terhadap orang lain meningkat.
8. Pola peran – hubungan
Anak tampak malas kalau diajak bicara baik dengan teman sebaya
maupun yang lebih besar, anak lebih banyak diam dan selalu bersama
denganorang terdekat orangtua.
9. Pola seksualitas – reproduktif
Pada kondisi sakit dan anak kecil masih sulit terkaji. Pada anak yang
sudah mengalami pubertas mungkin terjadi gangguan menstruasi pada
wanita tetapi bersifat sementara dan biasanya penundaaan.
10. Pola toleransi stress – koping
Aktifitas yang sering tampak saat menghadapi stres adalah anak sering
menangis, kalau sudah remaja saat sakit yang dominan adalah mudah
tersinggung dan suka marah.
11. Pola nilai – keyakinan
Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring dengan kebutuhan untuk
mendapat sumber kesembuhan dari Tuhan.
f. Pemeriksaan Fisik
1. Status penampilan kesehatan : lemah
2. Tingkat kesadaran kesehatan : kesadaran normal, letragi, strupor, koma,
apatis tergantung tingkat penyebaran penyakit.
3. Tanda – tanda vital
a. Frekuensi nadi dan tekanan darah : takikardia, hipertensi
b. Frekuensi pernafasan :
Takipnea, dispnea progesif, pernafasan dangkal, penggunaan otot
bantu pernafasan, pelebaran nasal
c. Suhu tubuh
Hipertermi akibat penyebaran toksik mikroorganisme yang direspon
oleh hipotalamus.
4. Berat badan dan tinggi badan
Kecenderungan berat badan anak mengalami penurunan
5. Integumen
Kulit :
a. Warna : Pucat sampai sianosis
b. Suhu
Pada hipertermi kulit terbakar panas akan tetapi setelah hipertermi
terasa kulit anak akan teraba dingin
Turgor : menurun pada dehidrasi
6. Kepala dan mata
Kepala :
a. Perhatikan bentuk dan kesimetrisan
b. Palpasi tengkorak akan adanya nodus atau pembengkakakn yang nyata
c. Periksa higiene kulit kepala, ada tidaknya lesi, kehilangan rambut,
perubahan warna.
Data yang paling menonjol pada pemeriksaan fisik adalah pada Thorax dan
paru – paru
1. Inspeksi : Frekuensi irama, kedalaman dan upaya bernafas antara lain :
takipnea, dispnea progesif, pernafasan dangkal, pektus ekskavatum (dada
corong), paktus karinatum (dada burung), barrel chest.
2. Palpasi : adanya nyeri tekan, massa, peningkatan vokal fremitus pada
daerah yang terkena.
3. Perkusi : pekak terjadi bila terisi cairan pada paru, normalnya timpani
(terisi udara) resonansi.
4. Auskultasi : suara pernafasan yang meningkat intensitasnya :
- Suara bronkovesikuler atau bronkial pada daerah yang terkena
- Suara pernafasan tambahan – ronki inspiratoir pada sepertiga akhir
inspirasi
g. Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan diagnostic dan laboratorium
1) Pemeriksaan sputum gram dan kultur sputum dengan sampel adekuat.
2) Pemeriksaan darah, leukositosis, led, kultur darah.
3) Radiologi, abnormalitas yang disebabkan adanya radang atau cairan
ditandai dengan konsolidasi dan kelainan bisa satu lobus atau lebih dan
atau sebagian dari lobus.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d inflamasi dan obstruksi jalan nafas
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d sindrom hipoventilasi, penurunan transfer
oksigen ke paru
3. Hipertermi b.d proses penyakit
4. Risiko jatuh b.d usia kurang dari dua tahun
5. Defisiensi pengetahuan b.d perawatan anak pulang
C. INTERVENSI
DxDiagnosa
KeperawatanTujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Ketidakefektifan
bersihan jalan
napas
NOC
a. Respiratory Status :
Ventilation
b. Respiratory Status : Airway
Patency
Kriteria Hasil :
a. Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara napas
yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernapas
dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
b. Menunjukkan jalan napas
yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama
NIC
Airway suction
a. Pastikan kebutuhan
oral/ tracheal
suctioning
b. Auskultasi suara nafas
sebelum dan sesudah
suctioning
c. Informasikan pada
klien dan keluarga
tentang suctioning
d. Minta klien nafas
dalam sebelum suction
dilakukan
e. Berikan O2 dengan
menggunakan nasal
untuk memfasilitasi
napas, frekuensi
pernapasan dalam rentang
normal, tidak ada suara
napas abnormal)
c. Mampu mengidentifikasi
dan mencegah faktor yang
dapat menghambat jalan
nafas
suction nasotrakeal
f. Gunakan alat yang
steril setiap melakukan
tindakan
g. Anjurkan pasien untuk
istirahat dan napas
dalam setelah kateter
dikeluarkan dari
nasotrakeal
h. Monitor status oksigen
pasien
i. Ajarkan keluarga
bagaimana cara
melakukan suction
j. Hentikan suction dan
berikan oksigen
apabila pasien
menunjukkan
bradikardi,
peningkatan saturasi
O2, dll.
Airway Management
a. Buka jalan napas,
gunakan teknik chin
lift atau jaw thrust bila
perlu
b. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan
ventilasi
c. Identifikasi pasien
perlunya pemasangan
alat jalan napas buatan
d. Lakukan fisioterapi
dada jika perlu
e. Keluarkan secret
dengan batuk atau
suction
f. Auskultasi suara napas,
catat adanya suara
tambahan
g. Berikan bronkodilator
bila perlu
h. Atur intake untuk
cairan mengoptimalkan
keseimbangan
i. Monitor respirasi dan
status O2
2 Ketidakefektifan
pola napas
NOC
a. Respiratory Status :
Ventilation
b. Respiratory Status : Airway
Patency
c. Vital Sign Status
Kriteria Hasil :
a. Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara napas
yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspnea
(mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernapas
NIC
Airway Management
a. Buka jalan napas,
gunakan teknik chin
lift atau jaw thrust
bila perlu
b. Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
c. Identifikasi pasien
perlunya pemasangan
alat jalan napas
dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
b. Menunjukkan jalan napas
yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama
napas, frekuensi pernapasan
dalam rentang normal, tidak
ada suara napas abnormal)
c. Tanda-tanda vital dalam
rentang normal (tekanan
darah, nadi, pernapasan)
buatan
d. Lakukan fisioterapi
dada jika perlu
e. Keluarkan secret
dengan batuk atau
suction
f. Auskultasi suara
napas, catat adanya
suara tambahan
g. Berikan bronkodilator
bila perlu
h. Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
i. Monitor respirasi dan
status O2 Oxygen
Therapy
j. Bersihkan mulut,
hidung dan secret
trakea
k. Pertahankan jalan
napas yang paten
l. Atur peralatan
oksigenasi
m. Monitor aliran
oksigen
n. Observasi adanya
tanda-tanda
hipoventilasi
o. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Vital SignMonitoring
a. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
b. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
c. Monitor TD, nadi,
RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
d. Monitor frekuensi
dan irama pernapasan
e. Monitor suara paru
f. Monitor pola
pernapasan abnormal
g. Monitor suhu, warna
dan kelembaban kulit
h. Monitor sianosis
perifer
i. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign
3 Hipertermi NOC NIC
Thermoregulation
Kriteria Hasil :
a. Suhu tubuh dalam rentang
normal
b. Nadi dan RR dalam rentang
normal
c. Tidak ada perubahan warna
kulit dan tidak ada pusing
Fever treatment
a. Monitor suhu sesering
mungkin
b. Monitor IWL
c. Monitor warna dan
suhu kulit
d. Monitor tekanan
darah, nadi dan RR
e. Monitor penurunan
tingkat kesadaran
f. Monitor WBC, Hb,
dan Hct
g. Monitor intake dan
output
h. Berikan anti piretik
i. Berikan pengobatan
untuk mengatasi
penyebab demam
j. Selimuti pasien
k. Lakukan tapid sponge
l. Kolaborasi pemberian
cairan intravena
m. Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
n. Tingkatkan sirkulasi
udara
o. Berikan pengobatan
untuk mencegah
terjadinya menggigil
Temperature regulation
a. Monitor suhu
minimal tiap 2 jam
b. Rencanakan monitor
suhu secara kontiyu
c. Monitor TD, nadi dan
RR
d. Monitor warna dan
suhu kulit
e. Monitor tanda- tanda
hipertermi dan
hipotermi
f. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
g. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
h. Ajarkan pada pasien
cara mencegah
keletihan akibat panas
i. Diskusikan tentang
pentingnya
pengaturan suhu
tubuh dan
kemungkinan efek
negatif dari
kedinginan
j. Beritahukan tentang
indikasi terjadinya
keletihan dan
penanganan
emergency yang
diperlukan
k. Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan
penanganan yang
diperlukan
l. Berikan anti piretik
jika perlu
Vital sign monitoring
a. Monitor TD, nadi,
suhu dan RR
b. Catat adanya
flukturasi tekanan
darah
c. Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
d. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
e. Monitor TD, nadi,
RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
f. Monitor kualitas dari
nadi
g. Monitor frekuensi
dan irama pernafasan
h. Monitor suara paru
i. Monitor pola
pernafasan abnormal
j. Monitor suhu, warna,
dan kelembapan kulit
k. Monitor sianosis
perifer
l. Monitor adanya
cushing triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
m. Identifikasi penyebab
dari perubahan
4 Risiko Jatuh NOC :
a. Trauma Risk For
b. Injury Risk For
Kriteria Hasil :
a. Keseimbangan : kemampuan
untuk mempertahankan
ekuilibrium
b. Gerakan terkoordinasi :
kemampuan otot untuk
bekerja sama secara volunter
untuk melakukan gerakan
yang bertujuan
c. Perilaku pencegahanjatuh :
tindakan individu atau
pemberi asuhan untuk
meminimalkan faktor risiko
yang dapat memicu jatuh
dilingkungan individu
d. Kejadian jatuh : tidak ada
kejadian jatuh
NIC :
Fall Prevention
a. Mengidentifikasi
defisit kognitif atau
fisik pasien yang dapat
meningkatkan potensi
jatuh dalam lingkungan
tertentu
b. Mengidentifikasi
perilaku dan faktor
yang mempengaruhi
risiko jatuh
c. Mengidentifikasi
karakteristik
lingkungan yang dapat
meningkatkan potensi
untuk jatuh (misalnya,
lantai yang licin dan
tangga terbuka)
d. Sarankan perubahan
e. Pengetahuan : pemahaman
pencegahan jatuh
Pengetahuan : keselamatan
anak fisik
f. Pengetahuan : keamanan
pribadi
g. Pelanggaran perlindungan
tingkat kebingungan akut
h. Tingkat agitasi
i. Komunitas pengendalian
infeksi
j. Kekerasan
k. Komunitas tingkat kekerasan
l. Gerakan terkoordinasi
m. Kecenderungan risiko
pelarian untuk kawin
n. Kejadian terjun
o. Mengasuh keselamatan fisik
remaja
p. Mengasuh : bayi atau balita
keselamatan fisik
q. Perilaku keselamatan pribadi
r. Keparahan cedera fisik
s. Pengendalian risiko
t. Pengendalian risiko :
penggunaan alkohol, narkoba
u. Pengendalian risiko :
pencahayaan sinar matari
v. Deteksi risiko
w. Lingkungan rumah aman
dalam gaya berjalan
kepada pasien
e. Mendorong pasien
untuk menggunakan
tongkat atau alat
pembantu berjalan
f. Kunci roda dari kursi
roda, tempat tidur atau
brankar selama transfer
pasien
g. Tempat artikel mudah
dijangkau dari pasien
h. Ajarkan pasien
bagaimana jatuh untuk
meminimalkan cedera
i. Memantau kemampuan
untuk mentransfer dari
tempat tidur ke kursi
dan demikian pila
sebaliknya
j. Gunakan teknik yang
tepat untuk
menstransfer pasien ke
dan dari kursi roda,
tempat tidur, toilet dan
sebagainya
k. Menyediakan toilet
ditinggikan untuk
memudahkan transfer
l. Menyediakan kursi dari
ketinggian yang tepat,
x. Aman berkeliaran
y. Zat penarikan keparahan
z. Integritas jaringan : kulit dan
membran mukosa
aa.Perilaku kepatuhan visi
dengan sandaran dan
sandaran tangan untuk
memudahkan transfer
m. Menyediakan tempat
tidur kasur dengan tepi
yang erat untuk
memudahkan transfer
n. Gunakan rel sisi
panjang yang sesuai
dan tinggi untuk
mencegah jatuh dari
tempat tidur, sesuai
kebutuhan
o. Memberikan pasien
tergantung dengan
sarana bantuan
pemanggilan
(misalnya, bel atau
cahaya panggilan)
ketika pengasuh tidak
hadir
p. Membantu ketoilet
sering kali, interval
dijadwalkan
q. Menandai ambang
pintu dan tepi langkah,
sesuai kebutuhan
r. Hapus dataran rendah
perabotan (misalnya,
tumpuan dan label)
yang menimbulkan
bahaya tersandung
s. Hindari kekacauan
pada permukaan lantai
t. Memberikan
pencahayaan yang
memadai untuk
meningkatkan
visibilitas
u. Menyediakan lampu
malam disamping
tempat tidur
v. Menyediakan pegangan
tangan terlihat dan
memegang tiang
w. Menyediakan lajur anti
tergelincir, permukaan
lantai nontrip/tidak
tersandung
x. Menyediakan
permukaan nonslip/anti
tergelincir di bak mandi
atau pancuran
y. Menyediakan kokoh,
tinja curam non
slip/anti tergelincir
untuk memfasilitasi
jangkauan mudah
z. Pastikan pasien untuk
memakai sepatu yang
pas, kencangan aman,
dan memiliko sol tidak
mudah tergelincir
aa.Anjurkan pasien untuk
memakai kacamata,
sesuai, ketika keluar
dari tempat tidur
bb.Mendidik anggota
keluarga tentang faktor
risiko yang
berkontribusi terhadap
jatuh dan bagaimana
mereka dapat
menurunkan risiko
tersebut
cc.Sarankan adaptasi
rumah untuk
meningkatkan
keselamatan
dd.Instruksikan keluarga
pada pentingnya
pegangan tangan untuk
kamar mandi tangga,
dan trotoar
ee.Sarankan alas kaki
yang aman
ff. Mengembangkan cara
untuk pasien untuk
berpartisipasi
keselamatan dalam
kegiatan rekreasi
gg.Lembaga program
lathan rutin fisik yang
meliputi berjalan
hh.Tanda – tanda posting
untuk mengingatkan
staf bahwa pasien yang
berisiko tinggi untuk
jatuh
ii. Berkolaborasi degan
anggoa tim kesehatan
lain untuk
meminimalkan efek
samping dari obat
yang berkontribusi
terhadap jatuh
(misalnya, hipotensi
ortostatik dan kiprah
goyah)
jj. Memberikan
pengawasan yang ketat
dan atau perangkat
menahan (misalnya,
bayi kursi dengan
sabuk pengaman)
ketika menempatkan
bayi/anak – anak muda
pada permukaan
ditinggikan (misalknya,
meja dan kursi tinggi)
5 Defisiensi
Pengetahuan
NOC
a. Knowledge : disease process
NIC
Teaching : disease
b. Knowledge : health behavior
Kriteria Hasil :
a. Pasien dan keluarga
menyatakan pemahaman
tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program
pengobatan
b. Pasien dan keluarga mampu
melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
c. Pasien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa
yang dijelaskan perawatn/tim
kesehatan lainnya
Process
a. Berikan penilaian
tentang tingkat
pengetahuan pasien dan
keluarga tentang proses
penyakit yang spesifik
b. Jelaskan patofisiologi
dari penyait dan
bagaimana hal ini
berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi,
dengan cara yang tepat
c. Gambarkan tanda dan
gejala yang biasa
muncul pada penyakit,
dengan cara yang tepat
d. Gambarkan proses
penyakit, dengan cara
yang tepat
e. Identifikasi
kemungkinan
penyebab, dengan cara
yang tepat
f. Sediakan informasi
pada pasien dan
keluarga tentang
kondisi, dengan cara
tepat
g. Hindari jaminan yang
kosong
h. Sediakan bagi keluarga
atau SO informasi
tentang kemajuan
pasien dengan cara
yang tepat
i. Diskusikan bersama
anggota keluarga dan
tim medis mengenai
peubahan gaya hidup
yang mungkin
diperlukan untuk
mencegah komplikasi
di masa yang akan
datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
j. Diskusikan pilihan
terapi atau penanganan
k. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara
yang tepat atau
diindikasikan
k. Rujuk pasien pada grup
atau agresi di
komunitas lokal,
dengan cara yang tepat
l. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala untuk
melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat
D. IMPLEMENTASI
1. Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana
tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai
setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan perawatan merupakan tindakan
pemberian asuhan keperawatan yang dilakukan secara nyata untuk membantu
klien mencapai tujuan pada rencana tindakan yang telah dibuat. (Nursalam,
2001 ; 63, dikutip dari Lyer, et.al, 1996)
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah
intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi,
penguasaan keterampilan inter personal, intelektual dan teknikal, intervensi
harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan
fisik dan psikologi dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan
dan pelaporan. (Gaffar, 1999 ; 65)
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping”. (Nursalam, 2001 ;
63).
Dalam pelaksanaan tindakan ada tiga tahapan yang harus dilalui yaitu
persiapan, perencanaan dan dokumentasi.
a. Fase persiapan, meliputi:
1) Review tindakan keperawatan
2) Menganalisa pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
3) Mengetahui komplikasi yang mungkin timbul
4) Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan
5) Persiapan lingkungan yang kondusif
6) Mengidentifikasi aspek hukum dan etik
b. Fase intervensi:
1) Independen: Tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau
perintah dokter atau tim kesehatan lain.
2) Interdependen: Tindakan perawat yang melakukan kerjasama dengan
tim kesehatan lain (gizi, dokter, laboratorium dll).
3) Dependen: Berhubungan dengan tindakan medis atau menandakan
dimana tindakan medis dilaksanakan
c. Fase dokumentasi
Merupakan suatu pencatatan lengkap dan akurat dari tindakan yang telah
dilaksanakan yang terdiri dari tiga tipe yaitu:
1) Sources Oriented Records (SOR)
2) Problem Oriented Records (POR)
3) Computer Assisted Records (CAR)
(Nursalam, 2001; 53, dikutip dari Griffith, 1986)
E. EVALUASI
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat
untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa,
perencanaan, dan pelaksanaan tindakan. (Nursalam, 2001 ; 71, dikutip dari
Ignatavicius & Bayne, 1994).
Evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang
sistematik pada status kesehatan klien. (Nursalam, 2001 ; 71, dikutip dari Griffith
dan Christensen, 1986)
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien mencapai tujuan.
Hal ini bisa dilaksanakan dengan melaksanakan hubungan dengan klien
berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga
perawat dapat mengambil keputusan :
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang
ditetapkan).
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan
untuk mencapai tujuan).
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu yang
lebih lama untuk mencapai tujuan).(Nursalam, 2001 ; 71, dikutip dari Iyer et.
al, 1996)
Ada 2 komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan yaitu :
a. Proses (Formatif)
Adalah evaluasi yang dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan
dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan.
b. Hasil (Sumatif)
Adalah evaluasi yang dapat dilihat pada perubahan perilaku atau status
kesehatan klien pada akhir tindakan perawatan klien.
(Nursalam, 2001 ; 74, dikutip dari Iyer et. al, 1996)
Komponen evaluasi dapat dibagi menjadi 5 yaitu:
a. Menentukan kriteria, standar dan pertanyaan evaluasi.
b. Mengumpulkan data mengenai keadaan klien terbaru.
c. Menganalisa dan membandingkan data terhadap kriteria dan standar.
d. Merangkum hasil dan membuat kesimpulan.
e. Melaksanakan tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan.
( Nursalam, 2001 ; 74, dikutip dari Pinnell & Meneses, 1986 )
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Bab II Tinjauan Pustaka. (Online). Available.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27273/4/Chapter%20II.pdf. Diakses
pada tanggal 4 Oktober 2015 pukul 16.45 WITA
Anonim. 2012. Bab II Konsep Dasar. (Online). Available :
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-mardiyanig-5185-2-
bab2.pdf Diakses pada tanggal 27 Oktober 2015 pukul 23.15 WITA
Amin HN, Hardhi K. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan NANDA NIC-NOC Jilid 3. Yogyakarta : Mediaction
Nursalam, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba medika
Riyadi, Sujono. 2009. Asuhan Keperawatan pada Anak. Yogyakarta : Graha Ilmu
Ridha, H. Nabiel. 2014. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta : Pustaka Pelaja
1