19
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ASMA BRONKHIALE DISUSUN OLEH S U B H A N NIM : 010030170B DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DOKUMEN : SUBHAN PSIK FK UNAIR SURABAYA ANGKATAN III 0

Askep Asma b

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Askep Asma b

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

ASMA BRONKHIALE

DISUSUN OLEH

S U B H A N

NIM : 010030170B

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2001

DOKUMEN : SUBHAN PSIK FK UNAIR SURABAYA ANGKATAN

III

0

Page 2: Askep Asma b

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

ASMA BRONKHIALE

1 LATAR BELAKANG

Asma merupakan suatu penyakit yang dapat mengenai pada anak-anak

hingga dewasa dengan serangan yang sangat menakutkan tanpa mengenal waktu

yang selalu membawa penderitaan bagi pasien dan asma dapat timbul karena

kecemasan, kegiatan aktivitas yang berat, kelelahan, kurang tidur, infeksi

pernafasan, obat-obatan dan alergen.

Di negara-negara yang telah maju penelitiannya, diperkirakan 5% - 20%

bayi dan anak-anak menderita asma. Sedangkan pada orang dewasa dan orang tua

rata-rata berkisar antara 2% - 10%.(Sundaru H., hal-6, 1995). Penelitian yang

pernah dilakukan dibeberapa tempat diperkirakan 2-5 % menderita asma.

Insiden penyakit asma dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain : umur

pasien, jenis kelamin, bakat alergi, bunga, keturunan, lingkungan dan faktor

psikologi. Berbagai masalah yang ditimbulkan pada penyakit asma tergantung

pada usia, pekerjaan dan fungsi klien dalam keluarga tersebut.

Tingginya angka kekambuhan pada penderita asma sering memberikan

dampak pada psikologis dan biologis pasien. Tingkat emosi yang labil dan adanya

kecenderungan untuk menolak saran-saran dalam upaya mengeliminasi perilaku

yang mendukung kesehatannya, merupakan salah satu respon psikologis pasien

asma. Pada serangan asma pasien mengalami keterbatasan fungsi dalam

memenuhi segala kebutuhan dasarnya. Dengan demikian perlu kiranya difikirkan

tentang pola asuhan keperawatan yang mampu memenuhi keterbatasan fungsi

tersebut tanpa menambah beban emosional klien akibat tindakan perawat baik

selama serangan, maupun setelah serangan sehingga klien terhindar dari

kekambuhan dan dapat berfungsi secara optiman.

2 DEFINISI ASMA BRONKHIALE

Menurut Crocket (1997), Asma Bronkhiale didefinisikan sebagai suatu

penyakit dari sistem pernafasan yang meliputi peradangan dari jalan nafas dan

gejala-gejala bronkhospasme yang bersifat reversibel.

Asma bronchiale menurut American’s Thoracic Society dikutip dari

Barata Wijaya (1990) adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons

trakhea dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya

penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik

DOKUMEN : SUBHAN PSIK FK UNAIR SURABAYA ANGKATAN

III

1

Page 3: Askep Asma b

secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan.

3 PATOFISIOLOGI

3.1 Patofisiologi Asma Bronkhiale Alergenik

Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan Alergen.

Alergen yang masuk ke tubuh melalui saluran pernapasan, kulit, saluran

pencernaan dan lain-lain akan ditangkp oleh makrofaq yang bekerja sebagai

Antigen Presenting Cells (APC). Setelah Alergrn diproses dalam sel APC,

kemudian oleh sel tersebut alergen dipresentasikan ke sel TH. Sel APC

melalui penglepasan Interleukin I (IL-1) mengaktifkan sel TH, melalui

penglepasan IL-2 oleh sel TH yang diaktifkan, kepada sel B diberikan signal

untuk berproliferasi menjadi sel plasma dan membentuk Ig-E.

Ig-E yang terbentuk diikat mastoit. yang ada dalam jaringan dan

basofil yang ada dalam sirkulasi.Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel

tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk.Ig-E.Sel eosinofil,

makrofaq dan trombosit juga memiliki reseptor untuk Ig-E tetapi dengan

afinitas yang lemah. Orang yang sudah memiliki sel-sel mastoit dan basofil

dengan Ig-E pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala .Orang

tersebut sudah dianggap desentisisasi atau baru menjadi rentan.

Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan

alergen yang sama, alergen yang masuk ke tubuh akan diikat oleh Ig-E yang

sudah ada pada permukaan mastoit dan basofil. Ikatan tersebut akan

menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang

menurunkan kadar cAMP.

Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel.

Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah

mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam

sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil,

Chemotactic Faktor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF),

Trypase dan Kinin.Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah

obstruksi bronkhus oleh histamin.

Menurut konsep masa kini asma adalah suatu penyakit peradangan

(inflamasi) saluran nafas (Samsuridjal & Bharatawidjaja, 1994; Sundaru,

1996) yang disertai kepekaan saluran napas terhadap rangsangan atau hiper

reaksi bronkhus (Bronchial Hiper Responsivnees / BHR). Sifat peradangan

pada asma khas yaitu adanya tanda-tanda peradangan saluran nafas disertai

infiltrasi sel eosinofil.

DOKUMEN : SUBHAN PSIK FK UNAIR SURABAYA ANGKATAN

III

2

Page 4: Askep Asma b

Hipereaktifitas bronkhus yaitu bronkhus yang mudah sekali mengkerut

(Konstriksi) bila terpapar dengan bahan / faktor dengan kadar yang rendah

yang pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya

alergen (inhalan, kontaktan), polusi, asap rokok/dapur, bau-bauan yang tajan

dan lainnya baik yang berupa irutan maupun yang bukan irutan (Sundaru, H.

hal. 27,1996).Dewasa ini telah diketahui bahwa hiper reaktifitas bronkhus

disebabkan oleh inflamasi bronkhus yang kronik. Sel-sel inflamasi terutama

eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilas bronkhus pasien

asma bronkhiale sebagai bronkhitis kronik eosinofilik Hiper reaktifitas

berhubungan dengan derajat berat penyakit.Di klinik adanya hiper reaktifitas

bronkhus dapat dibuktikan dengan uji provokasi yang menggunakan

metakolin atau histamin.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas saat ini penyakit asma dianggap

secara klinik sebagai penyakir bronkhospasme yang reversibel, secara

patofisiologik sebagai suatu hiper reaksi bronkhus dan secara patologik

sebagai suatu peradangan saluran napas.

Bronkhus pada pasien asma mengalami odema di mukosa dan

dindingnya, infiltrasi sel radang terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia

yang menyebabkan getaran silia dan mukus di atasnya sehingga salah satu

daya pertahanan saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi. Ditemukan pula

pada pasien asma bronkhiale adanya penyumbatan saluran nafas oleh mukus

terutama pada cabang-cabang bronkhus.

Akibat dari bronkhospasme, oedema mukosa dan dinding bronkhus

serta hipersekresi mukus maka terjadi penyempitan bronkhus dan

percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa sesak, nafas berbunyi

(whezzing) dan batuk yang produktif.

3.2 Patofisiologi Asma Bronkhiale Non Alergenik

Asma Bronkhiale Non Alergenik (Asma Intrinsik) terjadi bukan

karena pemaparan alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus

seperti infeksi saluran nafas atas, olahraga atau kegiatan jasmani yang berat,

serta stress psikologik. Serangan asma terjadi akibat gangguan saraf otonom

terutama gangguan saraf simpatis yaitu blokade adrenergik beta dan

hiperreaktifitas adrenergik alfa. Dalam keadaan normal aktifitas adrenergik

beta lebih dominan dari pada adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma

aktifitas adrenergik alfa diduga meningkat yang mengakibatkan bronkho

konstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas.

DOKUMEN : SUBHAN PSIK FK UNAIR SURABAYA ANGKATAN

III

3

Page 5: Askep Asma b

Reseptor adrenergik beta diperkirakan terdapat pada enzim yang

berada dalam membran sel yang dikenal dengan adenyl-cyclase dan disebut

juga massenger kedua. Bila reseptor ini dirangsang, maka enzim adenyl-

cyclase tersebut diaktifkan dan akan menghasilkan ATP dalam sel menjadi

3’5’ cyccyclic AMP. cAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi otot-otot

polos bronkhus, menghambat pelepasan mediator dari mastosit/basofil dan

menghambat sekresi kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor adrenergik beta

maka fungsi reseptor adrenergik alfa lebih dominan akibatnya terjadi bronkho

konstriksi, hiper sekresi kelenjar mukus dan oedema kelenjar mukus bronkhus

sehingga menimbulkan sesak nafas. Hal ini dikenal dengan teori blokade

adrenergik beta. (Baratawidjaja, 1990).

4 FAKTOR PENCETUS SERANGAN ASMA BRONKHIALE

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma bronkhiale atau

sering disebut sebagai faktor pencetus adalah :

4.1 Alergen

Alergen adalah zat-zat tertentu bila dihisap atau dimakan dapat

menimbulkan serangan asma, misalnya debu rumah, tungau debu rumah

(Dermatophagoides pteronissynus), spora jamur, serpih kulit kucing, bulu

binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya

4.2 Infeksi saluran nafas

Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influensa merupakan

salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma bronkhiale.

Diperkirakan dua pertiga pasien asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan

oleh infeksi saluran nafas.(Sundaru, 1991).

4.3 Stress psikologik

Stress psikologik bukan sebagai penyebab asma tetapi sebagai

pencetus asma, karena banyak orang yang mendapat Stress psikologik tetapi

tidak menjadi penderita asma bronkhiale. Faktor ini berperan mencetuskan

serangan asma terutama pada orang yang agak labil kepribadiannya. Hal ini

lebih menonjol pada wanita dan anak-anak (Yunus, 1994).

4.4 Olah raga / kegiatan jasmani yang berat

Sebagian penderita asma bronkhiale akan mendapatkan serangan asma

DOKUMEN : SUBHAN PSIK FK UNAIR SURABAYA ANGKATAN

III

4

Page 6: Askep Asma b

bila melakukan olahraga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan

bersepeda paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena

kegiatan jasmani (Exercise Induced Asthma / EIA) terjadi setelah olah raga

atau aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam

setelah olahraga.

4.5 Obat-obatan

Beberapapasien asma bronkhiale sensitif atau alergi terhadap obat

tertentu seperti penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.

4.6 Polusi udara

Pasien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap

pabrik/kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran

sulfur dioksida dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.

4.7 Lingkungan kerja

Diperkirakan 2 – 15% pasien asma bronkhiale pencetusnya adalah

lingkungan kerja (Sundaru H., 1991). Beberapa zat yang didapat di tempat

pekerjaan yang dapat mencetuskan serangan asma seperti pada tabel berikut :

PENCETUS LOKASI

1). Bulu dan serpih kulit binatang

2). Enzim bakteri subtilis

3). Debu kopi dan teh

4). Debu kapas

5). Toluen diisosianat

6). Debu gandum dan padi-padian

7). Amoniak, sulfur dioksida, asam klorida,

klorin

8). Garam platina

9). Ampisiln, spiramisin, piperasin.

1). Laboratorium hewan dan peternakan

2). Industri detergen

3). Pengolahan kopi dan teh

4). Industri tekstil

5). Industri plastik

6). Pabrik roti dan bongkar muat di

gudang gandum dan padi-padian

7). Industri kimia dan perminyakan

8). Pemurnian Platina

9). Industri Obat-obatan

4.8 Lain-lain

Selain faktor-faktor tersebut di atas masih terdapat faktor-faktor yang

mencetuskan serangan asma seperti lingkungan dan cuaca yang terlalu

lembab, terlalu panas, terlalu dingin, bumbu masak (monosodium glutamat),

bahan pengawet makanan (asam benzoat), zat pewarna kuning (tartarazin).

DOKUMEN : SUBHAN PSIK FK UNAIR SURABAYA ANGKATAN

III

5

Page 7: Askep Asma b

Dan beberapa keadaan dapat memperberat serangan asma seperti sinusitis,

rinitis dan regurgitasi asam lambung.

5 MANIFESTASI KLINIS

Selama serangan asma, klien mengalami dispnea dan tanda-tanda

kesulitan pernapasan. Permulaan tanda-tanda serangan terdapat sensasi konstriksi

dada (dada terasa berat), whezing, batuk non produktif, takhikardi dan takipnea.

Beratnya asma dapat diklasifikasikan dalam : ringan, sedang dan berat

tergantung gejala-gejala. Sistem skoring diberikan untuk mengklasifikasikan

tersebut.

Tabel Penilaian Keperahan Asma (Skoring)

Gejala Penggunaan

Bronkhodilator

Variabilitas PEFR

(APE)

Terjaga malam hari 4

Gejala tiap hari 3

Gejala < tiap hariperminggu 2

< tiap minggu atau waktu olah raga 1

Tidak ada serangan selama 3 bulan 0

> 4 x / hari

1 – 4 x / hari

< tiap hari

< per minggu

tidak selama 3 bulan

> 25 % 4

15 – 25 % 3

10 – 15 % 2

6 – 10 % 1

< 6 % 0

Dikutip dari Assagaf H & Mukty A, 1995

Skore maksimum : 12

Asma ringan : 1 – 5

Asma sedang : 6 – 8

Asma berat : 9 – 12

Variabilitas PEFR : Harga PEFR tertinggi – harga PEFR terendah X 100

%

Harga PEFR tertinggi

PEFR : Peak Expiratory Flow Rate

APE : Arus Puncak Ekspirasi

6. MANAGEMEN MEDIS

Episode asma akut (serangan asma) dapat termasuk kedaruratan medis.

Intervensi medis untuk episode ini secara primer bertujuan :

1. Memelihara kepatenan jalan nafas dengan menurunkan

bronkhospasme atau membersihkan sekret yang berlebihan

atau yang tertahan.

DOKUMEN : SUBHAN PSIK FK UNAIR SURABAYA ANGKATAN

III

6

Page 8: Askep Asma b

2. Memelihara keefektifan pertukaran gas

3. Mencegah komplikasi seperti gagal nafas akut dan status

asmatikus

Obat-obatan yang dipakai meliputi bronkhodilator dan anti inflamasi

atau keduanya.

Obat anti inflamasi meliputi :

Kortikosteroid

Sodium kromolin

Anti inflamasi lainnya

Obat bronkhodilator :

a. Adrenergik :

Epinefrin

Efedrin

Isoproterenol

Beta adrenergik agonis selektif

b. Non Adrenergik :

Teofilin

Aminofilin

Perlu juga dibeirkan oksigen 2 – 4 liter/menit.

7 MANAGEMEN KEPERAWATAN

Pengkajian :

1. Riwayat Keperawatan

Perlu dikaji riwayat adanya pemaparan (pemajanan) faktor-faktor yang

biasanya mencetuskan serangan asma bronkhiale. Dan perlu ditanyakan

bagaimana kemampuan klien untuk menghindari faktor pencetus tersebut,

ataukah klien sudah mengetahui beberapa faktor pencetus tersebut.

2. Keluhan Utama

Keluhan utama klien adalah sesak napas, setelah terpapar oleh alergen atau

faktor lain yang mencetuskan serangan asma bronkhiale.

3. Pemeriksaan Fisik :

a. Sistem pernafasan

Peningkatan frekuensi pernafasan, susah bernafas, perpendekan

periode inspirasi.

Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi sternum,

pengangkatan bahu waktu bernafas).

Pernafasan cuping hidung.

DOKUMEN : SUBHAN PSIK FK UNAIR SURABAYA ANGKATAN

III

7

Page 9: Askep Asma b

Adanya mengi yang terdengar tanpa stetoskop.

Bunyi nafas : whezzing, pemanjangan ekspirasi.

Batuk keras, kering dan akhirnya batuk produktif.

b. Sistem Kardiovaskuler

Takhikardia

Tensi meningkat

Pulsus paradoksus (penurunan tekanan darah > 10 mmHg pada waktu

inspirasi)

Sianosis

Dehidrasi

Diaforesis

c. Psikososial

Peningkatan ansietas : takut mati, takut menderita, panik, gelisah

4. Pemeriksaan penunjang :

a. Darah : Kadar IgE meningkat dan eosinophil meningkat

b. Gas darah arteri : Penurunan PaO2 dan PaCO2 namun selanjutnya PaCO2

meningkat sesuai dengan meningkatnya tekanan jalan nafas

c. Faal Paru : Menurunnya FEV1

d. Tes kulit : Untuk menentukan jenis alergen.

Diagnose Keperawatan dan Rencana Intervensi :

1. Ketidak efektifan pola napas sehubungan dengan gangguan ekspirasi dan

ansietas

Tujuan :

Klien mampu menunjukkan pola pernafasan yang normal

Ditandai :

a. Penurunan frekuensi pernapasan sampai kebatas normal

b. Penurunan tanda dari sesak nafas, dan penurunan otot bantu

nafas.

c. Analisa gas darah dalam batas normal

d. Vital capacity dalam batas normal

Rencana Intervensi :

a. Kaji kembali dan observasi frekuensi pernafasan, kedalaman pernapasan

dan adanya tanda-tanda sesak nafas.

b. Monitor nilai analisa gas darah untuk mengetahui keefektifan pengobatan

c. Baringkan pasien dalam posisi fowler’s untuk meminimalkan kerja

ekspansi dada.

DOKUMEN : SUBHAN PSIK FK UNAIR SURABAYA ANGKATAN

III

8

Page 10: Askep Asma b

d. Berikan Oksigen pernasal sesuai order dokter.

e. Lakukan kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat-obatan :

Kortikosteroid

Bronkhodilator

Antihistamin

2. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas sehubungan dengan peningkatan

produksi sekret.

Tujuan :

Klien akan menunjkkan keefektifan jalan nafas/klien mampu

mempertahankan jalan napas yang paten.

Ditandai :

a. Penurunan whezzing dan ronchi

b. Kecepatan dan kedalaman pernafasan normal

c. Tak ada dispenia, sianosis

d. Analisa gas darah dalam batas normal

e. Penurunan batuk kering/non produktif

Rencana intervensi :

a. Kaji suara nafas tiap jam selama episode akut untuk menilai keadekuatan

pertukaran gas.

b. Jika memungkinkan lakukan suction

c. Monitor warna dan konsistensi sputum karena asma sering sebagai akibat

infeksi saluran nafas atas.

d. Kaji keefektifan batuk klien, anjurkan untuk batuk efektif.

e. Tingkatkan intake cairan untuk mencegah sekret yang kental, untuk

mengembalikan cairan yang hilang akibat respirasi yang cepat.

f. Berikan humidifier untuk mengencerkan dahak.

g. Jika sekret kental dan sulit dikeluarkan, lakukan fisioterapi dada : Perkusi

dan vibrasi.

h. Berikan perawatan mulut, setiap 2 – 4 jam, untuk menghilangkan rasa

tidak enak akibat dari sekret.

i. Lakukan order dokter dalam pemberian expectoran.

3. Ansietas sehubungan dengan kesulitan bernafas, takut menderita, dan atau

takut serangan berulang.

Tujuan :

Klien mendemonstrasikan penurunan rasa takut dan ansietas

DOKUMEN : SUBHAN PSIK FK UNAIR SURABAYA ANGKATAN

III

9

Page 11: Askep Asma b

Ditandai :

a. Ekspresi wajah relaks

b. Mengungkapkan perasaan cemas berkurang

c. Tanda vital dalam batas normal

Rencana intervensi :

a. Kaji tingkat ansietas (ringan, sedang, berat)

b. Kaji kebiasaan ketrampilan koping

c. Berikan dukungan emosional :

Tetap berada di dekat pasien selama serangan akut

Antisipasi kebutuhan pasien

Berikan keyakinan yang menenangkan

d. Implementasikan teknik relaksasi

e. Kegiatan sehari-hari yang ringan dan sederhana

f. Jangan berbicara bila sedang dispnea berat

4 Potensial terjadi kekambuhan serangan asma

Tujuan :

Mencegah terjadinya kekambuhan

Rencana intervensi

Berikan penyuluhan tentang usaha pencegahan serangan asma,yaitu :

a. Menjaga kesehatan dengan cara makan makanan yang bergizi, istirahat

cukup, minum banyak, rekreasi dan olahraga yang sesuai.

b. Menjaga kesehatan lingkungan, dengan cara membersihkan rumah,

ruangan, kamar tidur dan menghindari tempat lembab.

c. Menghindari faktor pencetus.

d. Menggunakan obat-obatan anti asma.

Peran peraat di sini yaitu mengajarkan cara menggunakan obat anti asma

sesuai dengan aturan pakai.

e. Lain-lain (Meditasi).

Evaluasi :

Tujuan yang telah direncanakan harus dievaluasi. Revisi dari rencana

keperawatan mungkin diperlukan. Pada asma bronkhiale dapat kembali

(sembuh) dengan mudah jika tidak terdapat masalah lain seperti infeksi.

8 KERANGKA KONSEPTUAL

DOKUMEN : SUBHAN PSIK FK UNAIR SURABAYA ANGKATAN

III

10

Page 12: Askep Asma b

8 KESIMPULAN

Asma timbul karena beberapa faktor pencetus dengan serangan yang

sangat menakutkan dan cenderung mengakibatkan kekambuhan.Keadaan ini

menimbulkan beberapa dampak antara lain :

1. Emosi yang labil.

2. Perilaku sehat yang menurun.

3. Keterbatasan fungsi tubuh.

Dalam hal ini perawat mempunyai peranan yang sangat penting untuk

mengatasi dan mencegah timbulnya serangan asma.

Asuhan keperawatan yang diberikan akan membantu klien memenuhi

kebutuhan dasarnya dan menghindarkan diri dari kekambuhan sehingga dapat

berfungsi secara optimal.

DOKUMEN : SUBHAN PSIK FK UNAIR SURABAYA ANGKATAN

III

11

Faktor Pencetus Perawat / keperawatan

Klien Asma

- Emosi yang

labil.

- Perilaku sehat

yang menurun.

- Keterbatasan

- Adaptasi.

- Terpenuhi

kebutuhan

dasarnya.

- Perubahan

perilaku

Pola Asuhan Keperawatan

Stressor -

Stressor +

Page 13: Askep Asma b

DAFTAR PUSTAKA

Anes, SW. (1998). Essentials of Adult Health Nursing. Menlo Park. California.

Baratawidjaja, G. K. (1990). Asma Bronkhiale.Dalam Soeparman, Ilmu Penyakit

Dalam jilid II. FKUI. Jakarta.

Black. JM and Ester MJ (1997). Medical Surgical Nursing.Vol. 2, W. B. Saunders

Company. Philadelphia.

Engram,B. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan medical bedah. Vol 1. EGC.

Jakarta.

Fax ,SI and Graw ,M (1999). Human Physiology. Hill Companies. Nort America.

Gibson, JM. (1998). Mikrobiologi dan Patologi Modern untuk perawat. EGC.

Jakarta.

Kaliner, MA. (1991). Astma its Pathology and Treatment. Vol. 49, National Institutes

of Health Bethesda, Maryland.

Kontaraf, J. (1992). Olah Raga Sumber Kesehatan. Advent. Bandung.

Sundaru H. (1995). Asma : Apa dan Bagaimana Pengobatannya. FKUI. Jakarta.

DOKUMEN : SUBHAN PSIK FK UNAIR SURABAYA ANGKATAN

III

12