18
Mengenal Atresia Biliaris Maraknya sorotan publik terhadap atresia biliaris sekiranya mengundang pertanyaan bagi para orang tua mengenai penyakit yang menyerang hati dan empedu pada bayi baru lahir ini. Seperti apakah penyakit atresia biliaris itu? Simaklah artikel berikut ini untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mungkin ingin Anda ketahui jawabannya. 1. Apa itu atresia biliaris? Atresia biliaris adalah kondisi tidak adanya saluran empedu di luar hati (ekstrahepatik). Saluran empedu ini berfungsi untuk mengeluarkan empedu yang diproduksi di hati menuju ke usus. Empedu sendiri merupakan zat untuk mencerna lemak dan kolesterol. Posisi saluran empedu normal dapat dilihat pada bagan berikut, yaitu saluran yang digambarkan dengan warna hijau. Tidak adanya saluran empedu mengakibatkan empedu berakumulasi pada hati dan menyebabkan kerusakan sel-sel hati. Proses ini dapat menyebabkan kerusakan total dan pembentukan jaringan parut pada hati sehingga hati tidak berfungsi dan mengeras (cirrhosis) apabila dibiarkan berkepanjangan. Dan jika hal ini sudah terjadi, transplantasi hati mutlak diperlukan untuk mempertahankan hidup. Pada bayi atau anak, kerusakan jaringan hati dapat terjadi dalam 1-2 tahun pertama kehidupan. 2. Adakah klasifikasi untuk atresia biliaris? Ada, yaitu klasifikasi menurut anatomi (bentuk saluran) dan menurut periode terjadinya.

Askep Atresia Biliaris

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Askep Atresia Biliaris

Mengenal Atresia Biliaris

Maraknya sorotan publik terhadap atresia biliaris sekiranya mengundang pertanyaan bagi para orang tua mengenai penyakit yang menyerang hati dan empedu pada bayi baru lahir ini. Seperti apakah penyakit atresia biliaris itu? Simaklah artikel berikut ini untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mungkin ingin Anda ketahui jawabannya.

 

 

1. Apa itu atresia biliaris?

Atresia biliaris adalah kondisi tidak adanya saluran empedu di luar hati (ekstrahepatik). Saluran empedu ini berfungsi untuk mengeluarkan empedu yang diproduksi di hati menuju ke usus. Empedu sendiri merupakan zat untuk mencerna lemak dan kolesterol. Posisi saluran empedu normal dapat dilihat pada bagan berikut, yaitu saluran yang digambarkan dengan warna hijau.

 

 

Tidak adanya saluran empedu mengakibatkan empedu berakumulasi pada hati dan menyebabkan kerusakan sel-sel hati. Proses ini dapat menyebabkan kerusakan total dan pembentukan jaringan parut pada hati sehingga hati tidak berfungsi dan mengeras (cirrhosis) apabila dibiarkan berkepanjangan. Dan jika hal ini sudah terjadi, transplantasi hati mutlak diperlukan untuk mempertahankan hidup. Pada bayi atau anak, kerusakan jaringan hati dapat terjadi dalam 1-2 tahun pertama kehidupan.

2. Adakah klasifikasi untuk atresia biliaris?

Ada, yaitu klasifikasi menurut anatomi (bentuk saluran) dan menurut periode terjadinya.

Variasi atresia biliaris menurut anatomi tergantung bagian saluran empedu yang abnormal. Menurut klasifikasi dari Prancis (Chardot, 2001) terdapat empat macam variasi atresia biliaris; yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Page 2: Askep Atresia Biliaris

 

 

1. Atresia tipe 1 : Bagian ujung saluran empedu tidak terbentuk. Ditemukan pada 3% kasus.2. Atresia tipe 2 : Saluran empedu pada hati menyempit dan terdapat kista. Ditemukan pada 6%

kasus.3. Atresia tipe 3 : Bagian pangkal saluran empedu tidak terbentuk. Ditemukan pada 19% kasus.4. Atresia tipe 4 : Seluruh saluran empedu tidak terbentuk dan kandung empedu tidak ada.

Ditemukan pada 72% kasus (paling sering).

Sedangkan menurut periode terjadinya, atresia biliaris dapat dibagi menjadi tipe fetal dan tipe perinatal. Tipe perinatal lebih sering ditemukan (80% vs 20%). Anak dengan atresia biliaris tipe fetal umumnya sudah mengalami gejala kuning seluruh tubuh sejak lahir, dan sering pula disertai dengan kelainan bawaan lainnya (seperti penyakit jantung, kelainan usus, dan sebagainya). Sedangkan anak dengan atresia biliaris tipe perinatal umumnya lahir normal dan baru kemudian menjadi kuning (sekitar 2-8 minggu setelah lahir).

3. Apakah atresia biliaris dapat diturunkan?

Tidak. Pernah dilaporkan bahwa dari anak yang dilahirkan kembar, hanya satu di antaranya yang mengalami atresia biliaris. Hal ini menguatkan dugaan bahwa atresia biliaris hanya disebabkan oleh faktor-faktor di masa kehamilan. Termasuk pada atresia biliaris tipe fetal yang juga diduga lebih mungkin disebabkan oleh mutasi genetik pada masa kehamilan.

Page 3: Askep Atresia Biliaris

4. Seberapa seringkah atresia biliaris itu ditemukan?

Di Amerika Serikat, satu kasus atresia biliaris ditemukan setiap 10.000/15.000 kelahiran hidup. Di antara berbagai ras, atresia biliaris paling banyak ditemukan pada ras Asia (China). Kasus ini lebih banyak ditemukan pada bayi perempuan.

 

5. Apakah penyebab atresia biliaris itu?

Secara umum, penyebab pasti atresia biliaris belum diketahui.

Karena pada atresia biliaris tipe fetal sering ditemukan pula kelainan organ dalam lainnya, diperkirakan faktor mutasi genetik berperan di sini. Secara teori hilangnya gen atau mutasi faktor-faktor pembelahan sel yang terkait dengan pertumbuhan jaringan hepatobiliar dapat mengakibatkan tidak terbentuknya sebagian atau seluruh saluran hepatobiliar, namun hal ini masih diteliti terus.

Berdasarkan penelitian mikroskopis terhadap jaringan hati penderita atresia biliaris tipe perinatal, diduga bahwa penyakit ini merupakan suatu proses inflamasi atau peradangan pada saluran empedu yang menyempit. Umumnya saluran empedu hanya tersisa sedikit, namun tetap ada. Hal ini menunjukkan saluran empedu yang tadinya ada namun mengalami kerusakan oleh karena suatu hal. Oleh karena itu, infeksi atau keracunan zat tertentu pada janin dianggap sebagai faktor yang paling mungkin berperan terhadap kejadian atresia biliaris. Diduga infeksi virus termasuk di dalamnya; dengan virus penyebab antara lain reovirus tipe 3, rotavirus, dan cytomegalovirus (CMV).

6. Gejala seperti apakah pada anak yang patut dicurigai sebagai atresia biliaris?

Gejala atresia biliaris seringkali baru tampak beberapa hari sampai dengan beberapa minggu setelah lahir, karena umumnya bayi lahir sehat dan cukup bulan. Ada tiga gejala klasik yang dialami, yaitu: kuning seluruh tubuh (ikterus atau jaundice), urin yang gelap seperti teh, dan tinja yang berwarna pucat seperti dempul. Warna urin dan tinja penting untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh

Page 4: Askep Atresia Biliaris

atresia biliaris dan ikterus neonatorum yang merupakan keadaan normal. Selain itu, ikterus neonatorum tidak lagi terjadi pada bayi berumur di atas 14 hari (2 minggu), sehingga bayi yang masih kuning pada umur di atas 2 minggu pun dapat dicurigai menderita atresia biliaris.

7. Bagaimanakah dokter mendiagnosis anak yang menderita atresia biliaris?

Pertama-tama dokter akan memeriksa anak yang bersangkutan. Hati teraba membesar dan mengeras. Limpa juga sering teraba membesar. Kadang dapat ditemukan juga kelainan bawaan lainnya; misalnya letak jantung yang abnormal, bunyi jantung abnormal, atau jumlah limpa yang lebih dari satu. Dari pemeriksaan laboratorium rutin, ditemukan bilirubin yang tinggi pada urin dan rendah pada tinja. Sedangkan dari pemeriksaan fungsi hati, ditemukan bilirubin direk yang meningkat.

Setelah dirujuk, kasus ini kemudian ditangani oleh dokter spesialis anak; bekerja sama dengan ahli gastroenterologi anak, ahli hepatologi anak, dan ahli bedah anak. Dokter akan memeriksa ultrasonografi abdomen (USG), pemindaian (scanning) hati, dan biopsi jaringan hati. USG abdomen hanya dapat mendeteksi pembesaran hati atau saluran empedu bagian pangkal tanpa mendeteksi penyebab, sehingga perannya praktis hanya untuk menyingkirkan penyebab ikterus lain. Scanning (hepatobiliary scintiscanning) berfungsi untuk melihat fungsi saluran empedu, sehingga dapat mendeteksi adanya hambatan pada aliran empedu. Jika kedua pemeriksaan ini gagal memastikan diagnosis, diharapkan biopsi hati dapat membantu menegakkan diagnosis menurut pemeriksaan mikroskopis jaringan.

8. Jika anak sudah terdiagnosis atresia biliaris, apa yang harus dilakukan?

Atresia biliaris mutlak memerlukan pembedahan. Secara garis besar ada dua prosedur bedah yang dapat dipilih:

1. Operasi Kasai (hepatoportoenterostomy procedure)2. Transplantasi hati

Operasi Kasai diperlukan untuk mengalirkan empedu keluar dari hati, dengan menyambungkan usus halus langsung dari hati untuk menggantikan saluran empedu (lihat gambar di bawah). Untuk

Page 5: Askep Atresia Biliaris

mencegah terjadinya komplikasi cirrhosis, prosedur ini dianjurkan untuk dilakukan sesegera mungkin, diupayakan sebelum anak berumur 90 hari. Penelitian dari Serinet dkk (2009) menunjukkan bahwa jumlah anak yang bertahan hidup dalam 2 tahun, 5 tahun, dan 10 tahun setelah dioperasi Kasai lebih banyak pada kelompok anak yang dioperasi pada umur kurang dari 30 hari (66.2%, 58.1%, dan 42.5%) dibandingkan anak yang dioperasi pada umur 76-90 hari (52.4%, 26.4%, dan 19.5%). Perlu diketahui bahwa operasi Kasai bukanlah tatalaksana definitif dari atresia biliaris, namun setidaknya tindakan ini dapat memperbaiki prognosis anak dan memperlambat perjalanan menuju kerusakan hati.

 

 

Operasi Kasai tidak selalu berhasil pada setiap anak. Untuk itulah transplantasi hati diperlukan agar anak dapat tetap bertahan hidup. Transplantasi hendaknya dilakukan sebelum anak berumur 2 tahun. Bahkan pada anak dengan kerusakan saluran empedu yang berat, mungkin transplantasi hati dibutuhkan lebih dini. Transplantasi hati ini merupakan tatalaksana definitif dengan angka keberhasilan cukup tinggi.

9. Bagaimanakah perawatan anak dengan atresia biliaris?

Sebelum operasi Kasai, ASI tetap dianjurkan karena mengandung lipase dan garam empedu yang dapat membantu pencernaan lemak dalam tubuh anak. Setelah penyapihan anak membutuhkan formula khusus untuk membantu pencernaan lemak, yang umumnya mengandung trigliserida rantai sedang.

Page 6: Askep Atresia Biliaris

Sedangkan setelah operasi Kasai, umumnya anak diberi ursodiol (asam ursodeoksikolat, UDCA) untuk memperbaiki ekskresi empedunya dan mencegah pengerasan (pembentukan batu empedu). Untuk mencegah inflamasi terkait operasi, umumnya diberikan metilprednisolon. Antibiotik profilaksis jangka panjang (dengan trimetoprim-sulfametoksazol) dibutuhkan pula untuk mencegah kolangitis (infeksi pada saluran empedu yang tersisa). Untuk kecukupan gizi, anak juga perlu diberi suplemen vitamin-vitamin larut lemak (vitamin A, D, E, dan K).

Meskipun peluangnya tidak begitu besar, namun dengan diagnosis dini serta penanganan yang tepat waktu, anak dengan atresia biliaris dapat diupayakan untuk hidup normal, setidaknya sampai usia remaja atau dewasa muda.

Referensi:

A-Kader HH, Balistreri WF. Cholestasis; in Kliegman et al. Nelson Textbook of Pediatrics, 18th ed. Saunders-Elsevier 2007, chapter 53.

Chardot C. Biliary Atresia. Pediatric Surgery Unit / Centre Hospitalier Universitaire de Bicetre (France), last updated September 02, 2001.

National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases/National Digestive Diseases Information Clearinghouse. Biliary Atresia. U.S. Department of Health and Human Services, NIH Publication No. 06–5289, July 2006.

Schwarz SM. Biliary Atresia. eMedicine Specialties / Pediatrics: General Medicine / Gastroenterology. Last updated: April 28, 2009.

Serinet MO, Wildhaber BE, Broue P, Lachaux A, Sarles J, Jacquemin E, et al. Impact of Age at Kasai Operation on Its Results in Late Childhood and Adolescence: A Rational Basis for Biliary Atresia Screening. Pediatrics 2009; 123:1280-1286.

02 Februari 2010

Bilqis: Atresia Bilier Berujung Sirosis <p>Your browser does not support iframes.</p> Beberapa hari terakhir, media ramai memberitakan mengenai Bilqis, bayi yang mengalami kerusakan hati dan membutuhkan transplantasi segera.

Page 7: Askep Atresia Biliaris

Oleh dokter, bayi mungil tersebut didiagnosis terkena sirosis hepatis (hati rusak total) akibat adanya kelainan bawaan yaitu atresia bilier.

Antara hati dan usus halus terdapat saluran yang berfungsi sebagai tempat mengalirnya empedu yang diproduksi hati menuju usus. Jika saluran ini buntu, misalnya karena kelainan bawaan sejak lahir, disebut sebagai atresia bilier.

Empedu adalah cairan yang mengandung kolesterol, garam empedu, dan sampah metabolisme seperti bilirubin. Garam empedu berfungsi untuk memecah lemak yang kita konsumsi.

Empedu akan dilepaskan dari jaringan hati dan untuk sementara mengalir dan ditampung oleh kandung empedu. Baru pada saat makan, cairan empedu dipompa masuk ke dalam usus halus.

Jika saluran empedu buntu, maka empedu akan menumpuk di hati. Selain itu akan timbul warna kuning di kulit dan mata (ikterus/jaundice) akibat tingginya kadar bilirubin dalam darah.

Gejala-gejala atresia bilier adalah nyeri perut kanan atas, air kencing berwarna gelap, demam, gatal, ikterus, mual muntah, dan tinja berwarna pucat.

Tujuan utama pengobatan atresia biliaris adalah menghilangkan ke'buntu'an. Pada kasus Bilqis, dilakukan operasi bypass, yaitu menghubungkan saluran yang tidak buntu langsung ke usus halus. Dengan demikian empedu dapat mengalir tanpa hambatan. Tetapi sayangnya, penumpukan cairan empedu yang berlangsung hampir 50 hari telah merusak jaringan hatinya secara permanen (sirosis). Untuk mengatasinya, pencangkokan hati (transplantasi) merupakan jalan terbaik.

ATRESIA BILIER

Frederick M. Karrer dan Jeffrey C. Pence

Sejarah

Satu dari deskripsi paling awal tentang atresia bilier dipublikasikan oleh Thomson dalam sebuah seri dari tiga tulisan pada 1891 dan 1892. Lebih dari 20 tahun kemudian, Holmes pertama kali menggunakan istilah atresia bilier dalam sebuah seri autopsi. Dia mengamati bahwa 16% dari anak-anak ini dapat dikoreksi secara bedah karena kehadiran duktus empedu proksimal paten atau kista didalam hilus hati. Rekonstruksi sukses pertama pada satu dari lesi-lesi yang dapat dikoreksi ini dilaporkan oleh Ladd pada tahun 1928. Selama beberapa dekade berikutnya, beberapa kesuksesan dilaporkan, namun hanya pada kelompok ‘yang dapat dikoreksi’ ini saja. Karena mayoritas bayi memiliki anatomi ‘tidak dapat terkoreksi’, operasi ditunda selama mungkin. Akibatnya, bahkan bayi dengan lesi yang dapat diperbaiki, terlambat dioperasi sampai kerusakan hati menjadi ireversibel. Pada 1959, Kasai dan Suzuki melaporkan sebuah operasi baru, portoenterostomi hepatik, yang mencapai drainase bilier

Page 8: Askep Atresia Biliaris

bahkan pada bayi dengan atresia bilier ‘yang tidak dapat dikoreksi’. Namun, penerimaan terhadap prosedur ini datangnya lambat. Bahkan baru tahun 1975, Schubert dalam Schiff’s Diseases of the Liver, berpendapat bahwa “potensi operabilitas atresia bilier ekstrahepatik adalah 12%, namun angka kesembuhan aktual adalah sebesar 2% sampai 5%”. Prosedur Kasai diperjuangkan di Amerika Utara oleh Lily dan Altman, dan saat ini prosedur tersebut diterima diseluruh dunia sebagai modalitas bedah awal pada atresia bilier.

Patofisiologi

Secara embriologi, percabangan bilier berkembang dari divertikulum hepatik dari embrio foregut. Duktus bilier intrahepatik berkembang dari hepatosit janin, sel-sel asal bipotensial mengelilingi percabangan vena porta. Sel-sel duktus bilier primitif ini membentuk sebuah cincin, piringan duktal, yang berubah bentuk menjadi struktur duktus bilier matang. Proses perkembangan duktus biliaris intrahepatik dinamis selama embriogenesis dan berlanjut sampai beberapa waktu setelah lahir. Duktus biliaris ekstrahepatik muncul dari aspek kaudal divertikulum hepatik. Selama stadium pemanjangan, duktus ekstrahepatik nantinya akan menjadi, seperti duodenum, sebuah jalinan sel-sel padat. Pembentukan kembali lumen dimulai dengan duktus komunis dan berkembang secara distal seringkali mengakibatkan 2 atau 3 lumen untuk sementara, yang nantinya akan bersatu. Komponen intrahepatik selanjutnya bergabung dengan sistem duktus ekstrahepatik dalam daerah hilus.

Patogenesis atresia bilier tetap tidak jelas meskipun terdapat beberapa teori etiologi dan investigasi. Telah diusulkan bahwa penyakit ini disebabkan oleh: (a) kegagalan rekanalisasi, (b) faktor genetik, (c) iskemia, (d) virus, atau (e) toksin. Saat ini, teori yang paling membangkitkan minat adalah bahwa atresia bilier merupakan hasil akhir satu atau beberapa dari cemooh-cemooh ini yang nantinya menyebabkan epitel bilier menjadi ‘peningkatan susunan’ untuk mengekspresikan antigen pada permukaan sel (Dillon). Pengenalan oleh sel T yang beredar kemudian memulai respon imun dimediasi-sel, mengakibatkan cedera fibrosklerotik yang terlihat pada atresia bilier. Tampaknya terdapat dua kelompok terpisaah pasien dengan atresia bilier: bentuk embrionik awal dihubungkan dengan kemunculan berbagai anomali lainnya dan bentuk janin kelak/perinatal yang biasanya terlihat terisolasi. Etiologi masing-masingnya mungkin berbeda.

Temuan patologis pada atresia bilier ditandai dengan sklerotik inflamasi yang kehilangan semua atau sebagian percabangan bilier ekstrahepatik juga sistem bilier intrahepatik. Tidak seperti atresia traktus gastrointestinal lainnya yang memiliki batasan tempat obstruksi jelas dengan dilatasi proksimal, dalam varian atresia bilier yang paling umum, duktus biliaris diwakili oleh jalinan fibrosa tanpa dilatasi apapun di proksimalnya. Sedangkan varian lainnya memiliki sisa nyata – distal, dari kandung empedu, duktus sistikus dan duktus komunis, atau proksimal, dengan hilus kista (Gambar 69.1).

Page 9: Askep Atresia Biliaris

Kandung empedu biasanya kecil namun kemungkinan masih memiliki lumen berkerut yang berisi cairan jernih (“empedu putih”). Secara mikroskopis, sisa bilier diwakili oleh jaringan fibrosa padat, distal. Proksimal, duktus biliaris dikelilingi oleh fibrosis konsentris dan infiltrat peradangan disekitar struktur seperti-duktus yang kecil sekali, duktus koledokus dan kelenjar bilier. Oklusi sclerosing duktus bilier menjadi lebih luas seiring dengan pertambahan usia. Kasai dan rekan-rekannya memperlihatkan bahwa duktus intrahepatik berhubungan dengan hepatis porta melalui kanal yang kecil sekali, setidaknya diawal masa bayi. Rekonstruksi bedah berdasarkan pada pedoman ini.

Dalam 2 bulan pertama setelah kelahiran, perubahan histologis hati memperlihatkan pemeliharaan arsitektur hepatik dasar dengan proliferasi duktulus empedu, sumbatan empedu dan fibrosis periportal ringan pada bayi dengan atresia bilier. Nantinya, fibrosis membentang kedalam lobulus hepatikus, akhirnya menghasilkan gambaran sirosis. Seperempat bayi yang memiliki infiltrat inflamasi portal dan transformasi sel-raksasa yang tak dapat dibedakan dari temuan patologis hepatitis neonatorum.

Diagnosis

Ikterus pada bayi yang menetap > 2 minggu seharusnya tidak dianggap fisiologis, khususnya jika fraksi utama adalah bilirubin terkonjugasi. Pentingnya diagnosis dini dalam mencapai keberhasilan maksimal pada portoenterostomi Kasai telah ditegaskan berulangkali. Karena banyak sekali penyebab kolestasis pada bayi, sebuah evaluasi menyeluruh untuk menyingkirkan setiap kemungkinan dapat memakan waktu berminggu-minggu dan tidak seharusnya dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengesampingkan obstruksi mekanis yang menyebabkan ikterus, dan kerja yang cepat itu penting. Bayi dengan atresia bilier biasanya kelihatan normal pada saat lahir, menjadi ikterus klinis pada usia 3-6 minggu. Warna feses mungkin saja normal atau awalnya kuning, namun berubah menjadi kuning pucat atau warna tanah liat seiring berjalannya waktu.

Tes biokimia pada atresia bilier memperlihatkan hiperbilirubinemia, biasanya 6-12 mg/dL, dengan 50% terkonjugasi. Transaminase dan alkali fosfatase meningkat 2-3 kali nilai normal. γ-glutamil transeptidase biasanya tinggi dengan nyata sekali. Biasanya, fungsi sintetik hepar mendekati normal dengan level serum albumin normal. Peningkatan ringan PT biasanya sebagai respon terhadap asupan vitamin K parenteral. Tes serologis harus dilaksanakan untuk mengecualikan etiologi infeksi (hepatitis A, B, C dan titer TORCH). Defisiensi α1-antitripsin dapat menyerupai atresia bilier dan diasingkan dengan menentukan level AAT dan fenotip. Hitung darah lengkap standar dengan pemeriksaan apusan perifer secara luas mengecualikan penyebab hematologis pada kolestasis.

Ultrasonografi cepat, aman dan non-invasif bermakna pada evaluasi bayi dengan ikterik. Pada atresia bilier, kandung empedu kecil atau tidak terlihat. Duktus bilier tidak terlihat dan hepar mungkin mengalami peningkatan echogenicity. Sebagai tambahan, munculnya anomali polisplenia (limpa multipel, vena porta pre-duodenal, situs inversus, dan absensia vena cava infrahepatik) memberi kesan diagnosis.

Pencitraan hepatobilier menggunakan technetium-99m asam iminodiacetic (IDA) bermanfaat untuk memisahkan obstruktif dari ikterus parenkimal. Pada atresia bilier, khususnya yang dini, pengambilan nukleotida cepat, namun ekskresi kedalam usus tidak ada, bahkan pada gambar yang tertunda. Pada ikterus hepatoseluler, pengambilan isotop tertunda oleh penyakit parenkim dan ekskresi kedalam usus mungkin tertunda atau tidak terlihat. Karenanya,

Page 10: Askep Atresia Biliaris

visualisasi isotop didalam usus mengecualikan atresia bilier, namun kegagalan menunjukkan ekskresi usus adalah non-diagnostik. Fenobarbital, karena ia meningkatkan konjugasi dan ekskresi  bilirubin, dapat digunakan untuk meningkatkan pembedaan dengan pencitraan IDA.

Kolangiografi adalah manuver diagnostik akhir, biasanya dilakukan sebagai langkah pendahuluan, sebelum melanjutkan ke portoenterostomi. Melalui insisi kecil kuadran-atas-kanan, kandung empedu yang berkerut ditampakkan. Biasanya kandung empedu tidak memiliki lumen sama sekali, atau hanya berupa lumen mungil yang mengandung beberapa tetes cairan bening. Bila lumen ada, kolangiogram diperoleh dengan injeksi bahan kontras (Gambar 69.2)

Demonstrasi kontras dalam duodenum dan kontinuitas dengan duktus bilier intrahepatik meniadakan atresia bilier (Gambar 69.3). Dalam persoalan ini, biopsi iris murah (dan jarum) pada hati harus dilakukan sebelum menutup insisi. Jika kolangiografi tidak memungkinkan (lumen kandung empedu tidak ada atau tersumbat), kemudian insisi diperbesar menjadi laparotomi subkosta bilateral dalam persiapan untuk portoenterostomi Kasai.

Page 11: Askep Atresia Biliaris

Pengobatan

Satu-satunya terapi yang memberikan harapan kesembuhan bagi atresia bilier adalah pembedahan. Secara historis, berbagai operasi telah disusun, termasuk reseksi hepatik parsial dengan drainase luka permukaan, penusukan hepar dengan tabung hampa, dan pengalihan duktus limfatik torasikus kedalam rongga mulut. Prosedur satu-satunya yang memberikan keberhasilan jangka-panjang adalah portoenterostomi dan transplantasi hati.

Portoenterostomi hepatik

Prosedur portoenterostomi diawali dengan mobilisasi kandung empedu dari hati dan diseksi duktus sistikus ke sisa serabut duktus biliaris komunis (Gambar 69.4). Peritoneum superfisial diatas ligamentum hepatoduodenal dibuka untuk memperlihatkan arteri hepatika dan struktur biliaris. Alat pembesar dan pencahayaan sempurna tidak memiliki arti. Duktus komunis fibrosa secara hati-hati dipotong dan dibelah di distal pada batas atas duodenum. Sisa duktal digunakan untuk traksi dan diseksi berlanjut ke proksimal. Arteri sistikus diligasi. (berhati-hatilah untuk menghindari kesalahan a. hepatika kanan untuk kistik). Duktus biliaris fibrosa meluas menjadi massa berbentuk kerucut dan memasuki hepar diantara bifurkasi dan vena porta (Gambar 69.5). Vena kecil bercabang harus dibagi dengan cermat. Kerucut fibrosa dipotong sama persis dengan substansi hepar (Gambar 69.6). Tidak ada kauter yang digunakan pada pemotongan hilus. Pembalutan dengan kasa ketika Roux-en-Y tersumbat akan memberikan hemostasis yang cukup.

Page 12: Askep Atresia Biliaris

Meskipun berbagai rekonstruksi intestinal telah dijelaskan, Roux-en-Y tradisional saat ini lebih disukai. Kebanyakan pilihan lainnya berasal dari usaha untuk mengurangi frekuensi kolangitis. Umumnya, tak satupun dari eksteriorisasi atau teknik katup yang secara bermakna mempengaruhi insiden kolangitis atau hasil akhir jangka-panjang.

Saat ini, kita menciptakan Roux-en-Y 40-cm dengan transeksi yeyunum 10-cm distal terhadap ligamen Trietz. Cabang Roux melewati retro-kolik dan prosedur dilengkapi dengan anastomosis yang berakhir-pada-satu-lapisan ke hepatik porta yang ditranseksi menggunakan jahitan berturut-turut yang dapat diserap (Gambar 69.7). Harus berhati-hati untuk tidak menempatkan jahitan melalui jaringan yang ditranseksi dimana terdapat duktus bilier yang sangat kecil, khususnya di lateral dan posterior. Sebuah saluran kecil ditempatkan di posterior dari hepatik porta pada ruang subhepatik sebelum penutupan insisi.

Portokolesistotomi

Pada kira-kira 20% pasien, kenyataan kandung empedu, duktus sistikus, dan duktus biliaris komunis distal membolehkan penggunaan untuk rekonstruksi. Pemotongan proksimal berada pada tingkat identik. Kandung empedu harus dimobilisasi dengan hati-hati untuk melindungi pasokan darah dari arteri sistikus. Kandung empedu dibuka secara longitudinal dan secara langsung di-anastomosis-kan ke porta yang ditranseksi (Gambar 69.8). Duktus sistikus hipoplastik dan duktus biliaris komunis mungkin tidak mampu menerima volume penuh drainase bilier pada awalnya. Oleh karena itu, dekompresi sementara dengan sebuah tabung

Page 13: Askep Atresia Biliaris

silastic yang ditempatkan melalui fundus kandung empedu membiarkan penyembuhan anastomotik dan dilatasi bertahap duktus distal. Jika kandung empedu berhasil digunakan untuk drainase, resiko kolangitis paska operasi hampir dihilangkan.

Transplantasi Hati

Kemajuan dalam teknik dan imunosupresi pada tahun 1980 menambahkan transplantasi hati ke pilihan yang tersedia untuk mengobati anak dengan atresia bilier. Meskipun telah diusulkan bahwa transplantasi hati menggantikan portoenterostomi sebagai terapi primer, beberapa argumen yang bertentangan dapat dibuat. Persentase pasien yang signifikan mencapai kelangsungan hidup jangka panjang dengan hanya portoenterostomi (50% kelangsungan hidup 5 tahun dan 25% kelangsungan hidup ke masa remaja). Imunosupresi pada bayi mengekspos anak pada resiko infeksi dan malignansi yang lebih besar. Biaya operasi, pemeliharaan imunosupresi, pemantauan, dan tindakan lanjutan jauh lebih besar pada penerima transplantasi. Lambat laun, beberapa telah menyatakan bahwa operasi Kasai berpengaruh negatif pada hasil dari prosedur transplantasi; namun studi banding tidak mampu memperlihatkan efek. Karenanya, kita meyakini bahwa transplantasi tidak seharusnya menggantikan operasi Kasai namun harus berfungsi sebagai jaringan pengaman bagi kegagalan awal atau nantinya penurunan fungsi sintetis atau komplikasi hipertensi portal.

Hasil

Tujuan paska operasi awal bayi setelah rekonstruksi bilier adalah ciri khas dari laparotomi utama lainnya. Ketika aktivitas usus kembali, dekompresi nasogastrik dapat dikeluarkan dan diet dikenalkan kembali dengan formula yang terdiri dari trigliserida rantai-sedang sebagai sumber lemak. Dengan rujukan waktu tepat untuk rekonstruksi bedah (usia < 10 minggu), keberhasilan drainase empedu dapat dicapai pada > 80% bayi dengan atresia bilier. Karena aliran empedu selalu lambat dalam beberapa minggu pertama, perbaikan berarti pada tes fungsi hati mungkin belum terjadi dalam 3-4 minggu setelah pembedahan. Komplikasi utama yang terjadi setelah operasi Kasai adalah kolangitis, malabsorpsi lemak, dan hipertensi portal.

(sumber: Operative Pediatric Surgery )