48
Askep Jiwa : Gangguan Konsep Diri; Harga Diri Rendah LAPORAN PENDAHULUAN II I. Kasus ( Masalah Utama ) Gangguan konsep diri; harga diri rendah II. Proses Terjadinya Masalah A. Core Problem 1. Definisi Harga diri adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. ( Keliat B.A , 1992 ) Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif, dapat secara langsung atau tidak langsung di ekspresikan. 2. Tanda dan gejala a. Perasaan negatif terhadap diri sendiri b. Hilang kepercayaan diri c. Merasa gagal mencapai keingginan d. Menyatakan diri tidak berharga, tidak berguna dan tidak mampu e. Mengeluh tidak mampu melakukan peran dan fungsi sebagai mana mestinya f. Menarik diri dari kehidupan sosial g. Banyak diam dan sulit berkomunikasi B. Penyebab Koping individu tidak efektif Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif, koping merupakan respon pertahanan individu terhadap suatu masalah. Jika koping itu tidak efektif maka individu tidak bisa mencapai harga dirinya dalam mencapai suatu perilaku. C. Akibat Menarik diri Mekanisme terjadinya masalah : Harga diri merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya, individu dengan harga diri rendah akan merasa tidak mampu , tidak

Askep Jiwa

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Askep Jiwa

Askep Jiwa : Gangguan Konsep Diri; Harga Diri Rendah

LAPORAN PENDAHULUAN II

I. Kasus ( Masalah Utama )Gangguan konsep diri; harga diri rendahII. Proses Terjadinya MasalahA. Core Problem1. DefinisiHarga diri adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. ( Keliat B.A , 1992 )Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif, dapat secara langsung atau tidak langsung di ekspresikan.2. Tanda dan gejalaa. Perasaan negatif terhadap diri sendirib. Hilang kepercayaan diric. Merasa gagal mencapai keingginand. Menyatakan diri tidak berharga, tidak berguna dan tidak mampue. Mengeluh tidak mampu melakukan peran dan fungsi sebagai mana mestinyaf. Menarik diri dari kehidupan sosialg. Banyak diam dan sulit berkomunikasi

B. PenyebabKoping individu tidak efektifHarga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif, koping merupakan respon pertahanan individu terhadap suatu masalah. Jika koping itu tidak efektif maka individu tidak bisa mencapai harga dirinya dalam mencapai suatu perilaku.

C. AkibatMenarik diriMekanisme terjadinya masalah :Harga diri merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya, individu dengan harga diri rendah akan merasa tidak mampu , tidak berdaya, pesimis dapat menghadapi kehidupan, dan tidak percaya pada diri sendiri. Untuk menutup rasa tidak mampu individu akan banyak diam, menyendiri, tidak berkomunikasi dan menarik diri dari kehidupan sosial.

III. A. Pohon MasalahGangguan isolasi sosial : menarik diriGangguan konsep diri : harga diri rendahKoping individu tidak efektif

B. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu di Kaji1. Isolasi sosial : menarik diriData yang perlu dikaji

Page 2: Askep Jiwa

a. Lebih banyak diamb. Lebih suka menyendiri/ hubungan interpersonal kurangc. Personal hygiene kurangd. Merasa tidak nyaman diantara orange. Tidak cukupnya ketrampilan sosialf. Berkurangnya frekwensi, jumlah dan spontanitas dalam berkomunikasi2. Gangguan konsep diri harga diri rendahData yang perlu dikajia. Perasaan rendah dirib. Pikiran mengarahc. Mengkritik diri sendirid. Kurang terlibat dalam hubungan sosiale. Meremehkan kekuatan/ kemampuan dirif. Menyalahkan diri sendirig. Perasaan putus asa dan tidak berdaya.3. Koping individu tidak efektifa. Masalah yang di hadapi pasien (sumber koping)b. Strategi dalam menghadapi masalahc. Status emosi pasien

IV. Diagnosa Keperawatan1. Gangguan interaksi sosial ; menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.2. Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif.

V. Rencana Tindakan KeperawatanDiagnosa 2 : Gangguan interaksi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.TUM : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.TUK 2 : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang dimiliki.a. Kriteria hasil :2.1. Klien mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki- kemampuan yang dimiliki- aspek positif keluarga- aspek positif lingkungan yang di miliki klien.b. Intervensi2.1.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.2.1.2. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif.2.1.3. Utamakan memberi pujian yang realistik.TUK 3 : Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.a. Kriteria evaluasi3.1. Klien menilai kemampuan yang dapat digunakan.b. Intervensi3.1.1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit.3.1.2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.TUK 4 : Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

Page 3: Askep Jiwa

a. Kriteria evaluasi4.1. Klien membuat rencana kegiatan harian.b. Intervensi4.1.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.- kegiatan mandiri- kegiatan dengan bantuan sebagian- kegiatan yang membutuhkan bantuan total.4.1.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.4.1.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.TUK 5 : Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.a. Kriteria evaluasi5.1. Klien melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.b. Intervensi5.1.1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.5.1.2. Beri pujian atas keberhasilan klien.5.1.3. Diskusikan kemungkinan, pelaksanaan di rumah.TUK 6 : Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada :a. Kriteria evaluasi6.1. Klien memanfaatkan sistem pendukung yang ada di keluarga.b. Intervensi6.1.1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.6.1.2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.6.1.3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN I

A. Proses Keperawatan1. Kondisi KlienKlien lebih suka menyendiri, banyak diam sulit berkomunikasi dengan teman-temannya, pandangan mata kosong.2. Diagnosa KeperawatanGangguan isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.3. Tujuan KhususTuk :1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.2. klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.4. Tindakan Keperawatan1. Bina hubungan saling percayaa. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbalb. Perkenalkan diri dengan sopanc. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai kliend. Jelaskan tujuan pertemuane. Jujur dan menepati janji

Page 4: Askep Jiwa

f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanyag. Beri peerhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimilikia. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klienb. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatifc. Utamakan memberikan pujian yang realistis

B. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan1. Fase Orientasia. Salam tarapeutik"Selamat pagi mbak, perkenalkan nama saya Sri Sundari, saya biasa dipanggil Ndari, nama mbak siapa ? dan panggilan apa yang mbak sukai ? Baiklah mbak, di sini saya akan menemani mbak, saya akan duduk di samping mbak, jika mbak akan mengatakan sesuatu saya siap mendengarkan."b. Evaluasi/ validasi"Bagaimana perasaan mbak hari ini, saya ingin sekali ingin membantu menyelesaikan masalah mbak dan saya harap mbak mau bekerja sama dengan saya, kalau boleh saya tahu apa yang terjaadi di rumah sehingga mbak sampai dibawa kemari ?"c. Kontrak"Mbak bagaimana kalau hari ini kita bincang-bincang tentang kemampuan yang mbak miliki, di mana kita ngobrol mbak ? berapa lama ? baiklah bagaimana kalau kta nanti ngobrol di taman selama + 15 menit.3. Fase Kerja"Nah, coba mbak cari kemampuan yang bisa mbak lakukan selama sebelum sakit. Baik, apalagi mbak ?""Bagus sekali ternyata mbak memiliki kemampuan yang banyak sekali."4. Fase Terminasia. Evaluasi"Apa yang mbak rasakan setelah kita bincang-bincang selama 15 menit tadi ?""Bisa mbak ulangi lagi apa yang telah kita bicarakan tadi ?"b. Rencana tindak lanjut"Setelah ini kita akan berbicara mengenai kemampuan yang masih bisa mbak gunakan selama sakit."c. Kontrak"Baiklah mbak, waktu kita sudah habis bagaimana kalau kita cukupkan sampai di sini, kira-kira jam berapa kita bertemu lagi ? tempatnya di mana ?""Baiklah mbak bagaimana kalau kita bertemu lagi jam 11 selama + 20 menit."

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN II

A. Proses Keperawatan1. Kondisi KlienKlien lebih suka menyendiri, banyak diam, kurang berkomunikasi dengan teman-temannya.2. Diagnosa KeperawatanGangguan interaksi sosial menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.3. Tujuan Khusus

Page 5: Askep Jiwa

Tuk 3 : klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.Tuk 4 : klien dapat ( menetapkan ) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.Tuk 5 : klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.4. Tindakan Keperawatan1. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakana. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit.b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya2. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.- Kegiatan mandiri- Kegiatan dengan bantuan sebagian- Kegiatan yang membutuhkan bantuan totalb. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.c. Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan .3. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannyaa. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.b. Beri pujian atas keberhasilan klienc. Diskusikan tentang kemungkinan melaksanakan di rumah

B. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan1. Fase Orientasia. Salam terapeutik"Selamat pagi mbak, mbak masih ingat dengan saya. Coba sebutkan nama saya, bagus ternyata mbak masih ingat."b. Evaluasi/ validasi"Mbak kelihatan cantik dan segar hari ini, bagaimana perasaan mbak hari ini ?"c. Kontrak"Kemarin kita sudah berbicaara mengenai kemampuan yang mbak miliki selama sebelum sakit, nah sekarang sesuai dengan janji kita, bagaimana kalau kita mulai pembicaraan kita mengenai kemampuan yang bisa mbak lakukan selama sakit atau di rumah sakit ini, di mana kita bicara nanti mbak ? Bagaimana kalau kita bicara di ruang tamu + 30 menit.2. Fase Kerja"Sekarang coba mbak ssebutkan kegiatan yang bisa mbak lakukan selama sakit.""Baik, apalagi mbak ?""Mbak punya hobi apa ? memasak atau mungkin membuat ketrampilan ?""Nah… ya itu tadi bisa mbak lakukan di rumah sakit ini, di sini tersedia fasilitas untuk mbak bisa menggali kemampuan mbak .""Masih banyak kegiatan yang bisa mbak lakukan di sini sesuai dengan bakat dan kemampuan mbak."3. Fase Terminasia. Evaluasi"Apa yang mbak rasakan setelah kita bincang-bincang selama 30 menit tadi ?""Bisa mbak ulangi lagi apa yang elah kita bicarakan tadi ?"b. Rencana tindak lanjut

Page 6: Askep Jiwa

"Mulai saat ini coba mbak lakukan sedikit demi sedikit apa yang telah kita bicarakan tadi."

ASKEP   HALUSINASI Posted on April 16, 2008 by harnawatiaj

Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran

Pengertian

Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu disadari dan dimengerti oleh penginderaan atau sensasi: proses penerimaan rangsang (Stuart, 2007).Persepsi merupakan tanggapan indera terhadap rangsangan yang datang dari luar, dimana rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecapan dan perabaan. Interpretasi (tafsir) terhadap rangsangan yang datang dari luar itu dapat mengalami gangguan sehingga terjadilah salah tafsir (missinterpretation). Salah tafsir tersebut terjadi antara lain karena adanya keadaan afek yang luar biasa, seperti marah, takut, excited (tercengang), sedih dan nafsu yang memuncak sehingga terjadi gangguan atau perubahan persepsi (Triwahono, 2004).Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls dan stimulus eksternal. Dengan maksud bahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam membandingkan dan mengenal mana yang merupakan respon dari luar dirinya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara fantasi dan kenyataaan. Mereka dalam menggunakan proses pikir yang logis, membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003).Perubahan persepsi sensori ditandai oleh adanya halusinasi. Beberapa pengertian mengenai halusinasi di bawah ini dikemukakan oleh beberapa ahli:

Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001).Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002).Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003).Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005).

Page 7: Askep Jiwa

Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan atau mesin, barang, kejadian alamiah dan musik dalam keadaan sadar tanpa adanya rangsang apapun (Maramis, 2005).Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007).Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya suara–suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

Etiologi

Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:Faktor predisposisi1). BiologisAbnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:a). Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.b). Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.c). Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

2). PsikologisKeluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

3). Sosial BudayaKondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

Faktor PresipitasiSecara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:1). Biologis

Page 8: Askep Jiwa

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.2). Stress lingkunganAmbang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.3). Sumber kopingSumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

Gejala Halusinasi

Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut:

Bicara sendiri.Senyum sendiri.Ketawa sendiri.Menggerakkan bibir tanpa suara.Pergerakan mata yang cepatRespon verbal yang lambatMenarik diri dari orang lain.Berusaha untuk menghindari orang lain.Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.Sulit berhubungan dengan orang lain.Ekspresi muka tegang.Mudah tersinggung, jengkel dan marah.Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.Tampak tremor dan berkeringat.Perilaku panik.Agitasi dan kataton.Curiga dan bermusuhan.Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.Ketakutan.Tidak dapat mengurus diri.Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003), seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu:

Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.Gerakan mata abnormal.Respon verbal yang lambat.Diam.

Page 9: Askep Jiwa

Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.Penyempitan kemampuan konsenstrasi.Dipenuhi dengan pengalaman sensori.Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada menolaknya.Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.Berkeringat banyak.Tremor.Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.Perilaku menyerang teror seperti panik.Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.Menarik diri atau katatonik.Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

Jenis-Jenis Halusinasi

Menurut Stuart (2007) halusinasi terdiri dari tujuh jenis. Penjelasan secara detail mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi terdapat pada tabel 1.

Jenis Halusinasi

PendengaranMendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.

PenglihatanStimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.

PenghiduMembaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.

PengecapanMerasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

Page 10: Askep Jiwa

PerabaanMengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

CenestetikMerasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine.

KinistetikMerasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

Tahapan halusinasi

Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:

Fase I : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.Fase II : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.Fase III : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.Fase IV : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

Rentang respon halusinasi.

Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi. Rentang respon tersebut digambarkan pada gambar 2 di bawah ini.

Rentang respon neurobiologi pada gambar 2 dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.

Page 11: Askep Jiwa

Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang.Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma – norma social atau budaya umum yang berlaku.Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.

Berdasarkan gambar diketahui bahwa halusinasi merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada.

Konsep Dasar Keperawatan

Menurut Carpenito (1996) dikutip oleh Keliat (2006), pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Asuhan keperawatan juga menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian menentukan masalah atau diagnosa, menyusun rencana tindakan keperawatan, implementasi dan evaluasi.

Pengkajian

Menurut Stuart dan Laraia (2001), pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkam menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien.

Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman pengkajian umum, pada formulir pengkajian proses keperawatan. Pengkajian menurut Keliat (2006) meliputi beberapa faktor antara lain:

Page 12: Askep Jiwa

Identitas klien dan penanggungYang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.

Alasan masuk rumah sakitUmumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.

Faktor predisposisi

1). Faktor perkembangan terlambata). Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.b). Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.c ). Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.2). Faktor komunikasi dalam keluargaa). Komunikasi peran ganda.b). Tidak ada komunikasi.c). Tidak ada kehangatan.d). Komunikasi dengan emosi berlebihan.e) . Komunikasi tertutup.f). Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang tua yang otoritas dan komplik orang tua.

3). Faktor sosial budayaIsolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.

4). Faktor psikologisMudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.5). Faktor biologisAdanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.6). Faktor genetikTelah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.

Faktor presipitasiFaktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:1).Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses informasi

Page 13: Askep Jiwa

di thalamus dan frontal otak.2).Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme penerimaan abnormal).3). Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.

Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif adalah kesehatan, lingkungan dan perilaku seperti yang tercantum pada tabel 2 di dibawah ini:

Tabel 2. Faktor pemicu gejala respon neurobiologis halusinasi (Stuart, 2007).

Faktor pemicuRespon neurobiologisKesehatanNutrisi dan tidur kurang, ketidaksiembangan irama sirkardian, kelelahan dan infeksi, obat-obatan system syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.Lingkungan

Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan orang lain, isoalsi social, kurangnya dukungan social, tekanan kerja (kurang terampil dalam bekerja), stigmasasi, kemiskinan, kurangnya alat transportasi dan ketidakmamapuan mendapat pekerjaan.SikapMerasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya diri), merasa gagal (kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri), kehilangan kendali diri (demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang (tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual), bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan dan ketidak adekuatan penanganan gejala.

3). PerilakuRespon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata.Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi:a). Isi halusinasiIni dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.b). Waktu dan frekuensi.Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu

Page 14: Askep Jiwa

perhatian saat mengalami halusinasi.c). Situasi pencetus halusinasi.Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.d). Respon KlienUntuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.

a.Pemeriksaan fisikYang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.

Status MentalPengkajian pada status mental meliputi:1).Penampilan: tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian.2). Pembicaraan: terorganisir atau berbelit-belit.3).Aktivitas motorik: meningkat atau menurun.4).Alam perasaan: suasana hati dan emosi.5).Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan ambivalen6).Interaksi selama wawancara: respon verbal dan nonverbal.7).Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai dengan informasi.8).Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat mempengaruhi proses pikir.9).Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis.10).Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang.11). Memoria). Memori jangka panjang: mengingat peristiwa setelah lebih setahun berlalu.b). Memori jangka pendek: mengingat peristiwa seminggu yang lalu dan pada saat dikaji.12). Kemampuan konsentrasi dan berhitung: kemampuan menyelesaikan tugas dan berhitung sederhana.13). Kemampuan penilaian: apakah terdapay masalah ringan sampai berat.14). Daya tilik diri: kemampuan dalam mengambil keputusan tentang diri.Kebutuhan persiapan pulang: yaitu pola aktifitas sehari-hari termasuk makan dan minum, BAB dan BAK, istirahat tidur, perawatan diri, pengobatan dan pemeliharaan kesehatan sera aktifitas dalam dan luar ruangan.

Mekanisme koping1). Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.2). Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.3). Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.

Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi, pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau pemukiman.

Page 15: Askep Jiwa

Aspek medik: diagnosa medik dan terapi medik.

Masalah Keperawatan

Menurut Keliat (2006) masalah keperawatan yang sering terjadi pada klien halusinasi adalah:

Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan.Isolasi sosial : menarik diri.Gangguan konsep diri : harga diri rendah.Intoleransi aktifitas.Defisit perawatan diri.

Pohon masalah

Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai pada fase empat, dimana klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Masalah yang menyebabkan halusinasi itu adalah harga diri rendah dan isolasi sosial, akibat rendah diri dan kurangnya berhubungan sosial maka klien menjadi menarik diri dari lingkungan (Keliat, 2006).Berdasarkan masalah-masalah tersebut, maka dapat disusun pohon masalah sebagai berikut:

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian teknik mengenai respon individu, keluarga, komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual maupun potensial (NANDA, 2001 dikutip oleh Keliat, 2006).

Rumusan diagnosis menurut Keliat (2006) dapat berupa:

Problem (masalah): nama atau label diagnosa.Etiology (penyebab): alasan yang dicurigai dari respon yang telah diidentifikasi dari pengkajian.Sign dan sympton (tanda dan gejala): manifesitasi yang diidentifikasi dalam pengkajian yang menyokong diagnosa keperawatan.

Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien dengan halusinasi menurut Keliat (2006) yaitu:Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran.Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri.Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktifitas.

Perencanaan

Page 16: Askep Jiwa

Perencanaan tindakan keperawatan menurut Keliat (2006 ) terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan intervensi keperawatan. Rencana tindakan keperawatan pada klien dengan masalah utama perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran adalah sebagai berikut:

Diagnosa 1: Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran.

Tujuan umum:Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungan.Tujuan khusus:TUK 1:Klien dapat membina hubungan saling percayaEkspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.Intervensi:1.1.1Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.Rasional:Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.1.1.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.Rasional:Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.1.1.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.Rasional:Agar klien merasa diperhatikan.TUK 2:Klien dapat mengenal halusinasinya.2.1Klien dapat membedakan antara nyata dan tidak nyata.

Intervensi:2.1.1 Adakan kontak sering dan singkat.Rasional:Menghindari waktu kosong yang dapat menyebabkan timbulnya halusinasi.2.1.2 Observasi segala perilaku klien verbal dan non verbal yang berhubungan dengan halusinasi.Rasional:Halusinasi harus kenal terlebih dahulu agar intervensi efektif2.1.3 Terima halusinasi klien sebagai hal yang nyata bagi klien, tapi tidak nyata bagi perawat.Rasional:Meningkatkan realita klien dan rasa percaya klien.2.2Klien dapat menyebutkan situasi yg dapat menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi.2.2.1 Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan situasi.Rasional:

Page 17: Askep Jiwa

Peran serta aktif klien membantu dalam melakukan intervensi keperawatan.2.2.2Diskusikan dengan klien faktor predisposisi terjadinya halusinasi.Rasional :Dengan diketahuinya faktor predisposisi membantu dalam mengontrol halusinasi.TUK 3:Klien dapat mengontrol halusinasi.3.1 Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan apabila halusinasinya timbul.Intervensi:Diskusikan dengan klien tentang tindakan yang dilakukan bila halusinasinya timbul.Rasional:Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam mengontrol halusinasinya.3.2 Klien akan dapat menyebutkan cara memutuskan halusinasi yaitu dengan melawan suara itu dengan mengatakan tidak mau mendengar, lakukan kegiatan : menyapu/mengepel, minum obat secara teratur, dan lapor pada perawat pada saat timbul halusinasi.3.2.1Diskusikan dengan klien tentang cara memutuskan halusinasinya.Rasional:Meningkatkan pengetahuan klien tentang cara memutuskan halusinasi.3.2.2.Dorong klien menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasi.Rasional:hasil diskusi sebagai bukti dari perhatian klien atas apa yg dijelaskan.3.2.3.Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasinya.Rasional:Meningkatkan harga diri klien.TUK 4:Klien dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusinanya.4.1Klien mau minum obat dengan teratur.Intervensi :4.1.1Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengontrol halusinasinya.Rasional:Meningkatkan pengetahuan klien tentang fungsi obat yang diminum agar klien mau minum obat secara teratur.TUK 5:Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol halusinasinya.5.1Klien mendapat sistem pendukung keluarga.Intervensi:5.1.1Kaji kemampuan keluarga tentang tindakan yg dilakukan dalam merawat klien bila halusinasinya timbul.Rasional :Mengetahui tindakan yang dilakukan oleh keluarga dalam merawat klien.5.1.2Diskusikan juga dengan keluarga tentang cara merawat klien yaitu jangan biarkan klien menyendiri, selalu berinteraksi dengan klien, anjurkan kepada klien untuk rajin minum obat, setelah pulang kontrol 1 x dalam sebulan.Rasional:Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien.

Page 18: Askep Jiwa

a.Diagnosa 2: perubahan persepsi sensori; halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri.1).Tujuan umum:Klien dapat berhubungan dengan orang lain untuk mencegah timbulnya halusinasi.Tujuan khusus:TUK 1:Klien dapat membina hubungan saling percaya.1.1Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.Intervensi:1.1.1Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.Rasional:Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.1.1.2Dorong klien mengungkapkan perasaannya.Rasional:Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.1.1.3Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empatiRasional :Agar klien merasa diperhatikan.TUK 2:Klien dapat mengenal penyebab menarik diri.2.1 Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri pada dirinya.Intervensi:2.1.1Kaji Pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri.

Rasional:Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang menarik diri.2.1.2Dorong klien untuk menyebutkan kembali penyebab menarik diri.Rasional:Membantu mengetahui penyebab menarik diri sehingga membantu dlm melaksanakan intervensi selanjutnya.2.1.3Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien dalam mengungkapkan penyebab menarik diri.Rasional:Meningkatkan harga diri klien.TUK 3:Klien dapat mengetahui manfaat berhubungan dengan orang lain.3.1Klien dapat mengungkapkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.Intervensi:Diskusikan bersama klien manfaat berhubungan dengan orang lain.Rasional:Meningkatkan pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.3.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain.

Page 19: Askep Jiwa

Rasional:Mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi yg diberikan.3.1.3 Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain.Rasional:Meningkatkan harga diri klien.TUK 4:Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.4.1Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap.Intervensi:4.1.1 Dorong klien untuk berhubungan dengan orang lain.Rasional:Mencegah timbulnya halusinasi.4.1.2 Diskusikan dengan klien cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap.Rasional:Meningkatkan pengetahuan klien cara yang yg dilakukan dalam berhubungan dengan orang lain.4.1.3 Beri reinforcement atas keberhasilan yg dilakukan.Rasional:Meningkatkan harga diri klien.TUK 5 :Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.5..1Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.Intervensi :5.1.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya berhubungan dengan orang lain.Rasional:Untuk mengetahui perasaan klien setelah berhubungan dengan orang lain.5.1.2 Diskusikan dengan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.Rasional:Mengetahui pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.5.1.3 Berikan reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan orang lain.Rasional:Meningkatkan harga diri klien.TUK 6:Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga.6.1 Keluarga dapat menjelaskan cara merawat klien yang menarik diri.Intervensi:6.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga.Rasional:Agar terbina rasa percaya keluarga kepada perawat.6.1.2 Diskusikan dengan anggota keluarga perilaku menarik diri, penyebab perilaku menarik diri dab cara keluarga menghadapi klien.Rasional:Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang menarik diri dan cara merawatnya.6.1.3 Anjurkan kepada keluarga secara rutin dan bergantian datang menjenguk klien (1 x seminggu).

Page 20: Askep Jiwa

Rasional:Agar klien merasa diperhatikan.

b.Diagnosa 3: isolasi sosial; menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.

1) Tujuan umum:Klien dapat berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.2). Tujuan khusus:TUK 1:Klien dapat membina hubungan saling percaya.1.2Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.Intervensi:1.2.1Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.Rasional:Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.1.2.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.Rasional:Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.1.2.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.Rasional:Agar klien merasa diperhatikan.TUK 2 :Klien dapat mengidenfikasi kemampuan dan sisi positif yang dimiliki.2.1 Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan sesuai dengan kemampuannya.

Intervensi:2.1.1Diskusikan dengan klien tentang ideal dirinya : apa harapan klien bila pulang nanti dan apa yg menjadi cita-citanya.Rasional:Untuk mengetahui sampai dimana realitas dari harapan klien.2.1.2Bantu klien mengembangkan antara keinginan dengan kemampuan yang dimilikinya.Rasional:Membantu klien membentuk harapan yang realitas.TUK 3:Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialaminya.3.1 Klien dapat mengevaluasi dirinya.Intervensi:Diskusikan dengan klien keberhasilan yg pernah dialaminya.Rasional:Mengingatkan klien bahwa tidak selamanya dia gagal.3.2 Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya3.2.1 Diskusikan dengan klien kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya.

Page 21: Askep Jiwa

Rasional:Mengetahui sejauh mana kegagalan yg dialami oleh klien.3.2.2 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien menyebutkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialaminya.Rasional:Meningkatkan harga diri klien.TUK 4:Klien dapat membuat rencana yang realistis.4.1 Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai.

Intervensi:4.1.1 Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin di capai.Rasional:Agar klien tetap realistis dengan kemampuan yang dimilikinya.4.2 Klien dapat membuat keputusan dalam mencapai tujuan.4.2.1 Motivasi klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih.Rasional:Menghargai keputusan yang dipilih oleh klien.4.2.2 Berikan pujian atas keberhasilan yang telah dilakukan.Rasional:Meningkatkan harga diri.TUK 5:Klien dapat memanfaatkan system pendukung keluarga.5.1 Keluarga memberi dukungan dan ujian.Intervensi:5.1.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentan cara merawat klien dengan harga diri rendah.Rasional:Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.5.1.2 Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.Rasional :Support system keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat penyembuhan klien.5.2 Keluarga memahami jadwal kegiatan harian klien.5.2.1 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.Rasional:Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah.5.2.2 Jelaskan cara pelaksanaan jadwal kegiatan klien di rumah.Rasional:Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang perawatan klien di rumah.5.2.3 Anjurkan memberi pujian pada klien setiap berhasil.Rasional:Meningkatkan harga diri klien.

c.Diagnosa 4: defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktifitas.1). Tujuan umum:

Page 22: Askep Jiwa

Klien dapat meningkatkan motivasi dalam mempertahankan kebersihan diri.2). Tujuan khusus:

TUK 1:Klien dapat membina hubungan saling percaya.1.1.Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.Intervensi:1.1.1.Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.Rasional:Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.1.1.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.Rasional:Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.1.1.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.Rasional:Agar klien merasa diperhatikan.TUK 2 :Klien dapat mengenal pentingnya perawatan diri.2.1 Klien dapat menyebutkan tanda kebersihan diri yaitu badan tidak bau, rambut rapi, bersih dan tidak bau, gigi bersih dan tidak bau, baju rapi tidak bau, kuku pendek.Intervensi:2.1.1 Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan pengertian tentang aarti bersih dan tanda-tanda bersih.Rasional:Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri.2.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali tanda-tanda kebersihan diri.Rasional:Mengetahui pemahaman klien ttg kebersihan diri.2.1.3 Berikan pujian atas kemampuan klien menyebutkan kembali tanda-tanda kebersihan diri.Rasional:Meningkatkan harga diri klien.2.2 Klien dapat menyebutkan tentang pentingnya dalam perawatan diri, memberi rasa segar, mencegah penyakit mulut dan memberikan rasa nyaman.2.2.1 Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya dalam melakukan perawatan diri.Rasional:Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri.2.2.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat dalam melakukan perawatan diri.Rasional:Mengetahui pemahaman informasi yang telah diberikan.2.2.3 Berikan pujian atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat perawatan diri.Rasional:Meningkatkan harga diri klien.

Page 23: Askep Jiwa

2.3 Klien dapat menjelaskan cara merawat diri yaitu mandi 2 x sehari, pakai sabun , gosok gigi minimal 2 x sehari , cuci rambut 2- 3 x sehari dan ganti pakaian 1 x sehari.

TUK 3:Klien dapat melakukan kebersihan diri secara mandiri maupun bantuan perawat.3.1 Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri.Intervensi:3.1.1 Motivasi dan bimbingan klien untuk memelihara kebersihan diri.Rasional:Agar klien melaksanakan kebersihan diri.3.1.2 Anjurkan untuk mengganti baju.Rasional:Memberikan kesegaran.TUK 4:Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.4.1 Klien selalu rapi dan bersih.Intervensi:4.1.1 Beri Reinforcement positif jika klien berhasil melakukan kebersihan diri.Rasional:Meningkatkan harga diri sendiri.TUK 5:Klien mendapat dukungan keluarga dalam melakukan kebersihan diri5.1 Keluarga selalu mengingat hal-hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.Intervensi:5.1.1 Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan diri.Rasional:Untuk memberi penjelasan kepada keluarga tentang penyebab kurangnya kebersihan pada klien.5.1.2 Diskusikan bersama keluarga tentang tindakan yang dilakukan klien selama di RS dalam menjaga kebersihan.Rasional:Klien dapat mengetahui tentang tindakan perawatan diri yang mampu dilakukan oleh klien.

Implementasi

Menurut Keliat (2006), implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan mengancam integritas klien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat ini (here and now). Hubungan saling percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.

Evaluasi

Evaluasi menurut Keliat (2006) adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan kepada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien

Page 24: Askep Jiwa

terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan tiap selesai melakukan tindakan keperawatan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respons klien dengan tujuan yang telah ditentukan.

Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP dengan penjelasan sebagai berikut:

S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan. Dapat diukur dengan menanyakan pertanyaan sederhana terkait dengan tindakan keperawatan seperti “coba bapak sebutkan kembali bagaimana cara mengontrol atau memutuskan halusinasi yang benar?”.O : Respon objektif dari klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku klien pada saat tindakan dilakukan.A : Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada. Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien yang terdiri dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut perawat. Rencana tindak lanjut dapat berupa:

a.Rencana diteruskan, jika masalah tidak berubah.b.Rencana dimodifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan tetapi hasil belum memuaskan.c.Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang ada serta diagnosa lama diberikan.

Hasil yang diharapkan pada asuhan keperawatan klien dengan halusinasi adalah:

a.Klien mampu memutuskan halusinasi dengan berbagai cara yang telah diajarkan.b.Klien mampu mengetahui tentang halusinasinya.c.Meminta bantuan atau partisipasi keluarga.d.Mampu berhubungan dengan orang lain.e.Menggunakan obat dengan benar.f.Keluarga mampu mengidentifikasi gejala halusinasi.g.Keluarga mampu merawat klien di rumah dan mengetahui tentang cara mengatasi halusinasi serta dapat mendukung kegiatan-kegiatan klien.

Sumber:1.Hamid, Achir Yani. (2000). Buku Pedoman Askep Jiwa-1 Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2.Hawari, Dadang. (2001). Pendekatan Holistik pada gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.3.Isaacs, Ann. (2005). Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.4.Keliat, Budi Anna. (2006) Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.5.Maramis, W. F. (2005). Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 9. Surabaya: Airlangga University Press.

Page 25: Askep Jiwa

6.Townsend, Mary. C. (2000). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts Of Care. Edisi 3. Philadelphia: F. A. Davis Company7.Stuart dan Laraia. (2001). Principle and Practice Of Psychiatric Nursing. edisi 6. St. Louis: Mosby Year Book.

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN SKIZOFRENIA

Pengertian

Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Rusdi Maslim, 1997; 46).

Penyebab

1. Keturunan

Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8 %, bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 % (Maramis, 1998; 215 ).

2. Endokrin

Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium., tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.

3. Metabolisme

Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.

4. Susunan saraf pusat

Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.

Page 26: Askep Jiwa

5. Teori Adolf Meyer

Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).

6. Teori Sigmund Freud

Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik (2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yang berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme dan (3) kehilangan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.

7. Eugen Bleuler

Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).

8. Teori lain

Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.

9. Ringkasan

Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab Skizofrenia. Dapat dikatakan bahwa faktor keturunan mempunyai pengaruh. Faktor yang mempercepat, yang menjadikan manifest atau faktor pencetus (presipitating factors) seperti penyakit badaniah atau stress psikologis, biasanya tidak menyebabkan Skizofrenia, walaupun pengaruhnya terhadap suatu penyakit Skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal.( Maramis, 1998;218 ).

Pembagian Skizofrenia

Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara lain :

1. Skizofrenia Simplek

Page 27: Askep Jiwa

Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan.

2. Skizofrenia Hebefrenia

Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersenalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti manerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinasi banyak sekali.

3. Skizofrenia Katatonia

Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.

4. Skizofrenia Paranoid

Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi dan kemauan.

5. Episode Skizofrenia akut

Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya.

6. Skizofrenia Residual

Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan Skizofrenia.

7. Skizofrenia Skizo Afektif

Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaaan juga gejala-gejala depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.

Konsep Dasar Skizofrenia Hebefrenik

1. Batasan : Salah satu tipe skizofrenia yang mempunyai ciri ;

Inkoherensi yang jelas dan bentuk pikiran yang kacau (disorganized).

Page 28: Askep Jiwa

Tidak terdapat waham yang sistemik Efek yang datar dan tak serasi / ketolol – tololan.

2. Gejala Klinik : Gambaran utama skizofrenia tipe hebefrenik berupa :

Inkoherensi yang jelas Afek datar tak serasi atau ketolol – tololan. Sering disertai tertawa kecil (gigling) atau senyum tak wajar. Waham / halusinasi yang terpecah – pecah isi temanya tidak terorganisasi sebagai suatu

kesadaran, tidak ada waham sistemik yang jelas gambaran penyerta yang sering di jumpai. Menyertai pelanggaran (mennerism) berkelakar. Kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrem dari hubungan sosial. Berbagai perilaku tanpa tujuan.

Gambaran klinik ini di mulai dalam usia muda (15-25 th) berlangsung pelan – pelan menahan tanpa remisi yang berarti peterroasi kepribadian dan sosial terjadi paling hebat di banding tipe yang lain.

Konsep Dasar Halusinasi

Pengertian

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal pikiran dan rangsang eksternal (dunia luar) klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada obyek atau rangsangan yang nyata, misalnya : klien menyatakan mendengar suara. Padahal tidak ada orang yang bicara.

Proses terjadinya halusinasi

1. Fase pertama

Klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, kesepian yang memuncak dan tidak dapat di selesaikan, klien mulai melamun dan memikirkan hal – hal yang menyenangkan cara ini hanya menolong sementara.

2. Fase kedua

Kecemasan meningkatkan, menurun dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas, klien tidak ingin orang lain tahu ia tetap dapat mengontrol.

Page 29: Askep Jiwa

3. Fase ketiga.

Bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengotrol klien, Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.

4. Fase keempat

Halusinasi berubah menjadi mengancam memerintah dan memarahi klien, klien menjadi takut, tidak berdaya hilang kontrol dan tidak berdaya, hilang dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan

Tanda – tanda halusinasi

Menurut diri, tersenyum sendiri duduk terpaku, bicara sendiri memandang satu arah, menyerang tiba – tiba, arah gelisah.

Jenis halusinasi

1. Halusinasi dengar

Dengar suatu membicarakan, mengejek, menertawakan, mengancam tetapi tidak ada sumbernya disekitarnya.

2. Halusinasi terlihat

Melihat pemandangan, orang, binatang atau sesuatu yang tidak ada tetapi klien yakin ada.

3. Halusinasi penciuman

Menyatakan mencium bau bunga kemenyan yang tidak dirasa orang lain dan ada sumber.

4. Halusinasi kecap

Merasa mengecap sesuatu rasa di mulut tetapi tidak ada.

5. Halusinasi raba

Merasa ada binatang merayap pada kulit tetapi tidak ada.

Pengkajian

Page 30: Askep Jiwa

Pengkajian merupakan awal dan dasar utama dari proses keperawatan tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien.

Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokan data pada pengakajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien (stuart dan Sunden, 1998). Cara pengkajian lain berfokus pada 5 (lima) dimensi : fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Isi pengkajian meliputi :

Identitas klien Keluhan utama/alasan masuk Faktor predisposisi Dimensi fisik / biologis Dimensi psikososial Status mental Kebutuhan persiapan pulang Mekanisme koping Masalah psikososial dan lingkungan Aspek medik

Data yang didapat melalui observasi atau pemeriksaan langsung di sebut data obyektif, sedangkan data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga melalui wawancara perawatan disebut data subyektif.

Dari data yang dikumpulkan, perawatan langsung merumuskan masalah keperawatan pada setiap kelompok data yang terkumpul. Umumnya sejumlah masalah klien saling berhubungan dan dapat digambarkan sebagai pohon masalah (Fasio, 1983 dan INJF, 1996). Agar penentuan pohon masalah dapat di pahami dengan jelas, penting untuk diperhatikan yang terdapat pada pohon masalah : Penyebab (kausa), masalah utama (core problem) dan effect (akibat). Masalah utama adalah prioritas masalah klien dari beberapa masalah yang dimiliki oleh klien. Umumnya masalah utama berkaitan erat dengan alasan masuk atau keluhan utama. Penyebab adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang menyebabkan masalah utama. Akibat adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang merupakan efek / akibat dari masalah utama. Pohon masalah ini diharapkan dapat memudahkan perawat dalam menyusun diagnosa keperawatan

Diagnosa Dan Intervensi Keperawatan

1. Diagnosa 1 : Resiko mencederai diri sendiri dan atau orang lain/lingkungan berhubungan dengan perubahan persepsi sensori/halusinasi

Page 31: Askep Jiwa

Tujuan Umum :

Klien tidak mencederai diri sendiri dan atau orang lain / lingkungan.

Tujuan khusus :

1. Klien dapat hubungan saling percaya :

a. Bina hubungan saling percaya

Salam terapeutik Perkenalan diri Jelaskan tujuan interaksi Ciptakan lingkungan yang tenang Buat kontrak yang jelas pada setiap pertemuan (topik, waktu dan tempat berbicara).

b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.

c. Dengarkan ungkapan klien dengan empati.

2. Klien dapat mengenal halusinasinya

a. Lakukan kontak sering dan singkat. Rasional : untuk mengurangi kontak klien dengan halusinasinya.

b. Obeservasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya; bicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang kesekitarnya seolah – olah ada teman bicara.

c. Bantu klien untuk mengenal halusinasinya ;

Bila klien menjawab ada, lanjutkan ; apa yang dikatakan ? Katakan bahwa perawat percaya klien mendengarnya. Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti klien. Katakan bahwa perawatan akan membantu klien.

d. Diskusikan dengan klien tentang ;

Page 32: Askep Jiwa

Situasi yang dapat menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasi. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang sore, malam atau bila sendiri atau bila

jengkel / sedih).

e. Diskusikan dengan klien tentang apa yang dirasakan bila terjadi halusinasi (marah / takut / sedih / senang) dan berkesempatan mengungkapkan perasaan.

3. Klien dapat mengontrol halusinasinya

a. Identifikasi bersama klien cara / tindakan yang dilakukan bila terjadi halusinasi (tidur/marah/menyibukkan diri)

b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, bila bermanfaat beri pujian.

c. Diskusi cara baru untuk memutus / mengontrol timbulnya halusinasi :

Katakan “saya tidak mau dengan kamu” (pada halusinasi). Menemui orang lain (perawat / teman / anggota keluarga untuk bercakap – cakap . mengatakan

halusinasinya. Membuat jadwal kegiatan sehari – hari agar halusinasi tidak sempat muncul. Meminta orang lain (perawat / teman anggota keluarga) menyapa bila tampak bicara sendiri.

d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus / mengontrol halusinasi secara bertahap.

e. Berikan kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih, evaluasi hasilnya dan pujian bila berhasil.

f. Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok (orientasi realisasi dan stimulasi persepsi).

4. Klien dapat dukungan keluarga dalam mengotrol halusinasinya :

a. Anjurkan klien memberitahu keluarga bila mengalami halusinasi.

Page 33: Askep Jiwa

b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung / pada saat kunjungan rumah)

Gejala halusinasinya yang dialami klien Cara yang dapat dilakukan klien dan ke-luarga untuk memutus halusinasi Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah : Beri kegiatan, jangan biarkan sendiri,

makan bersama, berpergian bersama Berikan informasi waktu follow up atau kapan perlu mandapat bantuan; halusinasi tak

terkontrol dan resiko mencederai orang lain.

5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik :

Diskusi dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat. Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat merasakan manfaatnya. Anjurkan klien bicara dengan dokter / perawat tentang efek dan efek samping obat yang

dirasakan. Diskusikan akibat berhenti obat tanpa kon-sultasi. Bantu klien menggunakan obat, dengan prinsip 5 (lima) benar (benar dosis, benar cara, benar

waktu)

2. Diagnosa 2 : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir (waham).

Tujuan Umum :

Klien dapat melakukan komunikasi verbal

Tujuan Khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

a. Bina hubungan saling percaya dengan klien.

b. Jangan membantah dan mendukung waham klien.

Katakan perawat menerima : saya menerima keyakinan anda, disertai ekspresi menerima. Katakan perawat tidak mendukung : sadar bagi saya untuk mempercayainya disertai ekspresi

ragu dan empati. Tidak membicarakan isi waham klien.

c. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindung.

Gunakan keterbukaan dan kejujuran

Page 34: Askep Jiwa

Jangan tinggalkan klien sendirian Klien diyakinkan berada di tempat aman, tidak sendirian.

2. Klien dapat mengindentifikasi kemampuan yang dimilki

Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realitas. Diskusikan dengan klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang realistis. Tanyakan apa yang bisa dilakukan (aktiviotas sehari – hari) Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai waham tidak ada.

3. Klien dapat mengindentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi :

Observasi kebutuhan klien sehari – hari. Diskusi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah / di RS. Hubungan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien (buat jadwal aktivitas klien).

4. Klien dapat berhubungan dengan realitas :

Berbicara dengan klien dalam kontek realita (diri orang lain, tempat, waktu) Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok: orientasi realitas Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien.

5. Klien dapat dukungan keluarga :

Gejala waham. Cara merawatnya. Lingkungan keluarga.

6. Klien dapat menggunakan obat dengan benar

Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang obat, dosis, frekuensi, efek samping obat, akibat penghentian.

Diskusikan perasaan klien setelah minum obat Berikan obat dengan prinsip 5 tepat

3. Doagnosa 3 : Difisit perawatan diri berhubungan dengan koping individu tidak efektif

Tujuan Umum :

Klien mampu merawat diri sehingga penampilan diri menjadi adekuat

Tujuan Khusus :

Page 35: Askep Jiwa

1. klien dapat mengindentifikasi kebersihan diri

Dorong klien mengungkapkan perasaan tentang keadaan dan kebersihan dirinya. Dengan ungkapan klien dengan penuh perhatian dan empati. Beri pujian atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan tentang kebersihan dirinya. Diskusi dengan klien tentang arti kebersihan diri Diskusikan dengan klien tujuan kebersihan diri.

2. Klien mendapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan dirinya.

Kaji tentang tingkat pengetahuan keluarga tentang kebutuhan perawatan diri klien Diskusikan dengan keluarga Motivasi keluarga dalam berperan aktif memenuhi kebutuhan perawatan diri klien. Beri pujian atas tindakan positif yang telah dilakukan keluarga