Upload
evangeline-hutabarat
View
106
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN KASUS RESIDENSI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BY S.S.DENGAN RESPIRATORY FAILURE DIAKIBATKAN: SEPSIS + DIARE AKUT
DEHIDRASI BERAT + ANEMIA DEFISIENSI BESI + SYNDROMA HEMOLITIK UREMIC + ELECTROLYTE INBALANCE (HYPOKALEMIA)
DI RUANG PICU RSHS BANDUNGTANGGAL 22 NOPEMBER 2010
Dosen Pembimbing : Juva Manurung, SKp
Oleh :
Dewi Rosmawarsari
131420090020
Program Pasca Sarjana Peminatan Keperawatan Kritis
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung
2010
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PASIEN BY S.S.DENGAN RESPIRATORY FAILURE DIAKIBATKAN: SEPSIS + SYNDROMA
HEMOLITIK UREMIC + CEREBRAL PALSY SPASTIS QUADRIPLEGI+CANDIDIASIS INTERTRIGINOSA
DI RUANG PICU RSHS BANDUNGTANGGAL 22-24 NOPEMBER 2010
I. PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien
Nama : S.S
Umur : 1 tahun
Pekerjaan : -
Pendidikan : -
Alamat : Situ Gunting RT 04 RW 09 Babakan Ciparay Kab. Bandung
Status Bayar : Jamkesmas
Tanggal Masuk RS : 27 Oktober 2010
Tanggal Pengkajian : 22 Nopember 2010 jam 08.00
Diagnosa Medis SMRS : Respiratory Failure ec sepsis+diare akut, dehidrasi
berat+anemia defisiensi besi+ synd. Hemolitik
uremik+hypokalemi
Diagnosa Medis saat dikaji : RF ec severe sepsis+HUS+CP spastis quadriplegi+
Candidiasis intertriginosa
b. Identitas Penanggungjawab
Nama : Tn. A.S
Umur : 45 tahun
Pekerjaan : Buruh Bangunan
Pendidikan : SD (tamat)
Alamat : Situ Gunting RT 04 RW 09 Babakan Ciparay Kabupaten Bandung
PRIMARY SURVEY
1. AIRWAY
Jalan nafas via ETT no. 4 kedalaman 12 cm
Terdapat banyak secret di ETT dan dirongga mulut, warna putih berbusa
Terdengar bunyi gargling
2. BREATHING
RR 21 x/mnt
SaO2 90%
Terpasang ventilator (Mode SIMV+ PS, IPL 10 cm H2O, PEEP 4 cm H2O,
FiO2 45%, I:E= 1:1,9, RR=28, RR SIMV 20, MV= 1,6 l/mnt).
Pergerakan dada simetris kiri dan kanan
Penggunaan otot bantu napas (+), Retraksi IC (+), Supra sternal (+)
Terdengar bunyi rales di area lapang paru
3. CIRCULATION
TD 104/72 mmHg
HR 150 x/mnt, S 37,1 0 C
CRT < 3 “
Akral dingin
Diuresis
4. DISABILITY
GCS E2 M4 VT
Rangsang cahaya (-)
Pupil isokor, ka/ki 3/3 mm
Parese kedua ekstremitas bawah
5. EXPOSURE AND EKG
Terpasang monitoring : EKG dengan irama sinus takikardi ( ST ).
Pakaian pasien dilepas dan diselimuti dengan kain.
Tidak terdapat tanda-tanda trauma (fraktur, excoriasi, vulnus laceratum,
hematom, atau jejas).
Terdapat kemerahan dilipatan leher, ketiak, dan skrotum bagian depan.
Terdapat luka lecet melingkar diujung bibir bagian kanan, ukuran 2x1cm,
warna merah, pus (-), bau(-).
6. FREEZING AND FLUID
Tanggal 22 Nov 2010 jam 08.00
o S : 35 0 C.
o Terpasang infus RL di tangan kanan
o Kebutuhan cairan untuk umur 1 tahun 110-120 ml/kg/hr
Kebutuhan minimal 110 x 9 = 990 ml/hr
Kebutuhan maksinal 120 x 9 = 1080 ml/hr
SECONDARY SURVEI
1. Anamnese
Keluhan utama Penurunan kesadaran ( Sopor ) dengan GCS E2 M4 VT
Riwayat Penyakit
Sekarang
Riwayat Kesehatan
Masa Lalu
Pada tanggal 27 Oktober 2010 pasien dibawa berobat
dengan keluhan mengalami batuk-batuk dan diare.
Diare 4x-5x/hari tiap mencret ¼-1/2 gelas kopi namun
tidak disertai darah dan lendir. Kemudian orangtua
membawa berobat ke IGD RSHS, setelah dilakukan
pengkajian pasien didiagnosa Diare akut dan
mengalami dehidrasi berat serta dirawat di ruang A1.
Pada tanggal 1 november By. S mengalami sesak
napas berat dan panas tinggi. Saat itu dokter
menganjurkan supaya By. S di rawat di ruang PICU
untuk dilakukan perawatan lebih intensif. Keluarga
menyetujui keputusan ini, sehingga pasien dipindahkan
ke ruang PICU.
Bapak By. S mengatakan bahwa pada umur 9 bulan
pasien pernah dirawat sebelumnya di RSHS pada
sekitar bulan agustus – september dengan kondisi
tidak sadarkan diri. Riwayat dari catatan medis yaitu
dengan sepsis dan Cerebral Palsy quadriplegia.
Selama iniorangtua membawa pasien kontrol setiap
bulan ke poliklinik neuro pediatrik RSHS.
Riwayat Kehamilan
dan Persalinan
Riwayat Tumbuh
Kembang
Pemeriksaan Head to
Toe
Terapi
Riwayat kehamilan
o Menurut ibu klien: kehamilan cukup bulan,
pemeriksaan kehamilan di puskesmas, imunisasi saat
hamil lengkap.
Riwayat persalinan
o Persalinan ditolong oleh dokter, lahir normal dengan
BB 3000 gr
Riwayat imunisasi
o Bayinya mendapat imunisasi: BCG, DPT lengkap,
Polio lengkap, Hepatitis lengkap
Pola pemberian makanan: umur 0-6 bln ASI, 6-9 bln
ASI + bubur saring, 9-10 bln susu formula + bubur
saring, 10- sekarang susu formula bubur tim
Menurut ibunya: anaknya sudah bisa merangkap pada
umur 8 bulan berjalan dengan pegang pada umur 9
bulan.
Kepala: odema palpebra -/-, konjunctiva anemis
mukosa mulut kering dan terdapat luka disudut bibir
kanan. Kulit lipatan leher tampak kemerahan (Jamur).
Thoraks: bentuk simetris, kulit disela ketiak tampak
kemerahan (jamur).
Abdomen: perut cembung, lingkar perut 48 cm , hepar 3
cm tepi tajam
Extremitas: akral hangat, terpasang infus di extremitas
atas kanan.
Genitalia : kulit skrotum tampak merah (jamur)
Tanggal 22 Nop 2010 sampai 24 Nopember 2010
Infus RL 30 cc/kgBB dalam ½ jam lanjut 70
cc/kgBB dalam 2 ½ jam
Meronem 3 x 350 mg IV jam 10-18-02
Gentamycin 3 x 22 mg IV jam 09-17-01
Flucanozol 1 x 100 mg Ps jam 09
Diazepam 3 x 1 mg PS jam 09-17-01
Paracetamol syrup 3 x 3/4 cth bila suhu > 38
derajat celcius
KCL 3 x 225 mg PS jam 13-21-05
Diit Pediasure 4 x 120 cc melalui sonde
Pemeriksaan Diagnostik
o Pemeriksaan Darah Lengkap
Item Standar 22/11 23/11 24/11
Hb
HT
Leuko
Tr
MCV
MCH
MCHC
11,5-13,5
34-40
5-14 x 103
150-140
75- 87 PL
24- 30 pg
31 -37 %
13,2
39
107000
291.000
82,1
28,1
34,2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Interpretasi : dalam batas normal
Perkembangan hasil kimia klinik
Item Standar 22/11 23/11 24/11
5-20
0,4-1,2
135-145
3,6-5,5
98-108
0-6 mg/l
20
0.14
-
-
-
-
-
-
132
4,84
-
4,4
Perkembangan hasil AGD
Item Standar 22/11 23/11 24/11
PH
PCO2
PO2
HCO3
TCO2
BE
SatO2
7,35-7,45
35- 45
80-100
22-26
22-29
-2 - +2
95-100
7,447
43,6
48,5
30,1
31,4
6,1
83,1
7,465
41
232,9
29,6
30,8
5,8
99,6
7,420
41,1
91,5
26,1
27,3
2.1
96,9
Kesan: tgl 22/11- asidosis metabolik
Tgl 23/11- alkalosis metabolik
Tgl 24/11- normal
o Foto Rontgen
Tanggal 3 Nop 2010: Bronkhopeumonia kanan
Tanggal 9 Nop 2010: Kardiomegali suspect odema paru
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan perjalanan penyakit
2. Lakukan manajemen nutrisi, cairan dan elektrolit terkait dengan pemenuhan
kebutuhan nutrisi.
Tujuan:
Kebutuhan nutrisi, cairan dan elektrolit terpenuhi.
Kriteria:
BB mencapai ideal
Kulit dan mukosa lembab, turgor baik, tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
Lakukan perhitungan kebutuhan nutrisi:
Primary survey Tanggal : 22 November 2010 jam 08.00
Pengkajian Masalah Rencana tindakan Tindakan Evaluasi
AIRWAY
Jalan nafas via ETT
no. 4 kedalaman 12
cm, Terdapat banyak
secret di ETT dan
dirongga mulut, warna
putih berbusa,
Terdengar bunyi
gargling
BREATHING
RR 21 x/mnt
SaO2 90%
Terpasang ventilator
(Mode SIMV+ PS,
Bersihan jalan napas tidak efektif.
Gangguan pemenuh an oksigen.
Kaji kepatenan jalan
napas (bersihan dan
posisi jalan napas).
Lakukan pengisapan
lendir dengan
menggunakan dengan
tehnik steril, dan lakukan
penghisapan sekret di
daerah mulut dengan
kateter suction yang
berbeda.
Pantau kesesuaian mode
setting ventilator dengan
kondisi klinis serta hasil
AGD.
Monitor SaO2 setiap saat
Mengkaji kepatenan jalan
napas (bersihan dan posisi
jalan napas).
Melakukan pengisapan
lendir dengan menggunakan
kateter no. 10 pada ETT
dengan tehnik steril, dan
melakukan penghisapan
sekret di daerah mulut
dengan kateter suction yang
berbeda.
Memantau kesesuaian
mode setting ventilator
ventilator dengan kondisi
klinis dan hasil AGD setiap
Tgl 22 nov 2010 Jam
08.00-14.00.
Setelah dilakukan suction
setiap ada secret jalan
napas bersih, suara
gargling tidak ada.
8
IPL 10 cm H2O,
PEEP 4 cm H2O,
FiO2 45%, I:E= 1:1,9,
RR=28, RR SIMV 20,
MV= 1,6 l/mnt).
Pergerakan dada
simetris kiri dan
kanan.
Penggunaan otot bantu
napas (+), Retraksi IC
(+), Supra sternal (+).
Terdengar bunyi rales
di area lapang paru.
Asidosis metabolik.
melakukan tindakan
suctioning, apabila terjadi
penurunan < dari 90 %.
hentikan sementara
tindakan suctioning.
Lakukan hiperventilasi
sebelum dan sesudah
suctioning apabila ada
penurunan SaO2 < 90 %.
Kolaborasi untuk pemerik
saan AGD.
jam.
Memonitor SaO2 setiap saat
melakukan tindakan
suctioning, apabila terjadi
penurunan < dari 90 %,
hentikan sementara tindakan
suctioning.
Melakukan hiperventilasi
sebelum dan sesudah
suctioning apabila ada
penurunan SaO2 < 90 %.
Melakukan Kolaborasi untuk
pemeriksaan AGD.
Mengambil darah untuk
sample AGD 1 cc melalui
arteri radialis.
Mengirim sampel AGD ke
SaO2 antara 90%-100%
9
CIRCULATION
TD : 104/72 mmHg
HR : 150 x/mnt,
S : 37,1 0 C
CRT < 3 “
Akral dingin
Diuresis
K : 3,3 meq/l
Melakukan manajemen
nutrisi, cairan dan
elektrolit terkait dengan
pemenuhan kebutuhan
nutrisi.
Hitung pemenuhan cairan
dan elektrolit sesuai yang
sudah diprogramkan.
Catat intake output setiap
jam.
Pantau hasil laboratorium
yang berhubungan
dengan cairan dan
elektrolit.
laboratorium.
menghitung pemenuhan
cairan dan elektrolit sesuai
yang sudah diprogramkan.
mencatat intake output setiap
jam.
memantau hasil laboratorium
yang berhubungan dengan
cairan dan elektrolit.
10
DISABILITY
GCS E2 M4 VT.
Rangsang cahaya
negatif.
Pupil isokor, ka/ki 3/3
mm.
Parese ekstrimitas.
EXPOSURE
Terdapat kemerahan
dilipatan leher, ketiak,
dan skrotum bagian
depan.
Terdapat luka lecet
melingkar diujung
bibir bagian kanan,
ukuran 2x1x0,3 cm,
Gangguan perfusi
jaring an cerebral.
Gangguan
integritas kulit
Pantau gambaran EKG
bila terjadi kelainan
elektrolit.
Observasi TTV dan GCS
tiap jam.
Kaji tanda-tanda infeksi.
Berikan terapi sesuai
program
Obat jamur.
memantau gambaran EKG
bila terjadi kelainan
elektrolit.
Observasi TTV dan GCS
tiap jam.
Mengkaji tanda-tanda
infeksi.
Memberikan terapi sesuai
program
Obat jamur.
11
warna merah, pus (-),
bau(-). Lakukan tindakan
pembersihan luka dengan
tehnik steril setiap 3x per
hari.
Melakukan tindakan
pembersihan luka dengan
tehnik steri. Dan
memberikan salep kulit
dengan cara di oles pada
kulit yang kemerahan akibat
jamur.
12
Primary survey Tanggal : 23 November 2010 jam 09.00
Pengkajian Masalah Rencana tindakan Tindakan Evaluasi
AIRWAY
Jalan nafas via ETT
no. 4 kedalaman 12
cm, Terdapat banyak
secret di ETT dan
dirongga mulut, warna
putih berbusa,
Terdengar bunyi
gargling.
BREATHING
RR 21 x/mnt
SaO2 90%
Terpasang ventilator
(Mode SIMV+ PS,
Bersihan jalan
napas tidak efektif.
Gangguan pemenuh an oksigen.
Kaji kepatenan jalan
napas (bersihan dan
posisi jalan napas).
Lakukan pengisapan
lendir dengan
menggunakan dengan
tehnik steril, dan
lakukan penghisapan
sekret di daerah mulut
dengan kateter suction
yang berbeda.
Pantau kesesuaian
mode setting ventilator
dengan kondisi klinis
Mengkaji kepatenan jalan
napas (bersihan dan posisi
jalan napas).
Melakukan pengisapan
lendir dengan menggunakan
kateter no. 10 pada ETT
dengan tehnik steril, dan
melakukan penghisapan
sekret di daerah mulut
dengan kateter suction yang
berbeda.
Memantau kesesuaian
mode setting ventilator
ventilator dengan kondisi
Tgl 23 nov 2010 Jam 08.00-
14.00.
Setelah dilakukan suction
setiap ada secret jalan napas
bersih, suara gargling tidak
ada. Sekret berwarna putih
berbusa.
13
IPL 10 cm H2O,
PEEP 4 cm H2O,
FiO2 45%, I:E= 1:1,9,
RR=28, RR SIMV 20,
MV= 1,6 l/mnt).
Pergerakan dada
simetris kiri dan
kanan.
Penggunaan otot bantu
napas (+), Retraksi IC
(+), Supra sternal (+).
Terdengar bunyi rales
di area lapang paru.
Asidosis metabolik.
serta hasil AGD.
Monitor SaO2 setiap
saat melakukan
tindakan suctioning,
apabila terjadi
penurunan < dari 90 %.
hentikan sementara
tindakan suctioning.
Lakukan hiperventilasi
sebelum dan sesudah
suctioning apabila ada
penurunan SaO2< 90
%.
Kolaborasi untuk
pemerik saan AGD.
klinis dan hasil AGD setiap
jam.
Memonitor SaO2 setiap saat
melakukan tindakan
suctioning, apabila terjadi
penurunan < dari 90 %,
hentikan sementara tindakan
suctioning.
Melakukan hiperventilasi
sebelum dan sesudah
suctioning apabila ada
penurunan SaO2 < 90 %.
Melakukan Kolaborasi
untuk pemeriksaan AGD.
Mengambil darah untuk
sample AGD 1 cc melalui
14
CIRCULATION
TD : 104/72 mmHg
HR : 150 x/mnt,
S : 37,1 0 C
CRT < 3 “
Akral dingin
Diuresis
K : 3,3 meq/l
Hitung pemenuhan
cairan dan elektrolit
sesuai yang sudah
diprogramkan.
Catat intake output
setiap jam.
Pantau hasil
laboratorium yang
berhubungan dengan
cairan dan elektrolit.
Pantau gambaran EKG
bila terjadi kelainan
arteri radialis.
Mengirim sampel AGD ke
laboratorium.
15
elektrolit.
Primary survey Tanggal : 24 November 2010 jam 09.00
Pengkajian Masalah Rencana tindakan Tindakan Evaluasi
16
AIRWAY
Jalan nafas via ETT
no. 4 kedalaman 12
cm, Terdapat banyak
secret di ETT dan
dirongga mulut, warna
putih berbusa,
Terdengar bunyi
gargling.
BREATHING
RR 21 x/mnt
SaO2 90%
Terpasang ventilator
(Mode SIMV+ PS,
IPL 10 cm H2O,
PEEP 4 cm H2O,
Bersihan jalan
napas tidak efektif.
Gangguan pemenuh an oksigen.
Kaji kepatenan jalan
napas (bersihan dan
posisi jalan napas).
Lakukan pengisapan
lendir dengan
menggunakan dengan
tehnik steril, dan
lakukan penghisapan
sekret di daerah mulut
dengan kateter suction
yang berbeda.
Pantau kesesuaian
mode setting ventilator
dengan kondisi klinis
serta hasil AGD.
Monitor SaO2 setiap
saat melakukan
Mengkaji kepatenan jalan
napas (bersihan dan posisi
jalan napas).
Melakukan pengisapan
lendir dengan menggunakan
kateter no. 10 pada ETT
dengan tehnik steril, dan
melakukan penghisapan
sekret di daerah mulut
dengan kateter suction yang
berbeda.
Memantau kesesuaian
mode setting ventilator
ventilator dengan kondisi
klinis dan hasil AGD setiap
Tgl 24 nov 2010 Jam 08.00-
14.00.
Setelah dilakukan suction
setiap ada secret jalan napas
bersih, suara gargling tidak
ada. Sekret berwarna putih
berbusa.
17
FiO2 45%, I:E= 1:1,9,
RR=28, RR SIMV 20,
MV= 1,6 l/mnt).
Pergerakan dada
simetris kiri dan
kanan.
Penggunaan otot bantu
napas (+), Retraksi IC
(+), Supra sternal (+).
Terdengar bunyi rales
di area lapang paru.
Asidosis metabolik.
tindakan suctioning,
apabila terjadi
penurunan < dari 90 %.
hentikan sementara
tindakan suctioning.
Lakukan hiperventilasi
sebelum dan sesudah
suctioning apabila ada
penurunan SaO2< 90
%.
Kolaborasi untuk
pemerik saan AGD.
jam.
Memonitor SaO2 setiap saat
melakukan tindakan
suctioning, apabila terjadi
penurunan < dari 90 %,
hentikan sementara tindakan
suctioning.
Melakukan hiperventilasi
sebelum dan sesudah
suctioning apabila ada
penurunan SaO2 < 90 %.
Melakukan Kolaborasi
untuk pemeriksaan AGD.
Mengambil darah untuk
sample AGD 1 cc melalui
arteri radialis.
18
CIRCULATION
TD : 104/72 mmHg
HR : 150 x/mnt,
S : 37,1 0 C
CRT < 3 “
Akral dingin
Diuresis
K : 3,3 meq/l
Hitung pemenuhan
cairan dan elektrolit
sesuai yang sudah
diprogramkan.
Catat intake output
setiap jam.
Pantau hasil
laboratorium yang
berhubungan dengan
cairan dan elektrolit.
Pantau gambaran EKG
bila terjadi kelainan
elektrolit.
Mengirim sampel AGD ke
laboratorium.
19
20
ANALISA KASUS
Klien masuk rumah sakit dengan riwayat diare akut dan dehidrasi berat. Diare akut
yang disertai dengan dehidrasi berat menyebabkan asidosis metabolic, sehingga
terjadi depresi pengaturan napas dan terjadi gagal napas. Hal ini membutuhkan alat
bantu napas yaitu ventilator mekanik. Kondisi klien diperberat dengan adanya
komplikasi pada ginjal yang disertai dengan anemia hemolitik sehingga klien
terdiagnosa Syndroma Hemilitik Uremia. Disamping itu hasil foto thorak
menunjukkan adanya Bronkhopnemonia, hal ini sangat berdampak terhadap proses
penyembuhan. Walaupun selama perawatan, klien telah mendapatkan kombinasi
antibiotika, hal ini memerlukan pemeriksaan kultur untuk melihat jenis antibiotika
yang tepat untuk mengatasi masalah infeksi saluran napas.
LAKUKAN PERHITUNGAN KEBUTUHAN NUTRISI
Kebutuhan energy anak umur 1 tahun adalah 75-90 kkal/kg/hari
Berat anak 8,9 kg, maka kebutuhan kalori adalah:
Kebutuhan minimal : 75 x 8,9 = 667,5 kkal
Kebutuhan maksimal: 90 x 8,9 = 801 kkal
Ditambah 40-50% karena sedang mengalami sepsis: 45% x 801= 360,45.
Jadi nutrisi yang dibutuhkan adalah 801 + 360,45 = 1161,45 kkal/hari.
Atau diperkirakan antara 1161 kkal/hari.
Kebutuhan protein untuk anak umur 1 tahun 1-2 gr x BB.
Kebutuhan minimal protein: 1 x 9= 9 gr = 36 kkal
Kebutuhan maksimal protein: 2 x 9 = 18 gr = 72 kkal
Jadi pemberian nutrisi terdiri dari:
Milk cream (PASI) : 100 cc PASI 70 kkal, klien membutuhkan 1161 kkal, maka
1161 x (100/70) = 1500 cc. Diberikan 8 x 60 cc personde
Kebutuhan cairan untuk umur 1 tahun 110-120 ml/kg/hr
Kebutuhan minimal 110 x 9 = 990 ml/hr
Kebutuhan maksinal 120 x 9 = 1080 ml/hr
21
KAJIAN TEORITIS : SINDROM HEMOLITIK UREMIK
Sindrom hemolitik uremik (SHU) adalah sekelompok gangguan heterogen dengan
gejala klinis yang beragam dan berat. Sindrom ini pertama kali dikenalkan oleh Gesser
dkk pada tahun 1955 dan merupakan penyebab gagal ginjal akut tersering pada anak.
Sindrom ini ditandai dengan tiga gejala klinis yaitu : anemia hemolitik mikroangiopati,
trombositopeni dan gagal ginjal akut. Pada fase akut merupakan penyakit yang serius dan
memerlukan penanganan yang intensif guna mencegah penderita terhindar dari bahaya
kematian atau kerusakan fungsi ginjal.
SHU biasanya berhubungan dengan epidemi dan penyakit gastroenteritis (GE)
diare berdarah yang disebabkan oleh Shigella dysentriae sebagai penghasil toksin shiga
dan E.coli terutama yang tergolong jenis STEC, VTEC atau EHEC yang dapat
menghasilkan verotoksin atau shiga-like toksin. Di Amerika serikat sendiri, E.coli
0157:H7 adalah penghasil shiga-like toksin yang paling dikenal, bahkan paling penting
sebagai penyebab SHU.
Organisme tersebut hidup dalam usus hewan ternak tanpa menimbulkan gejala.
Penularan antara manusia terjadi secara fekal – oral bila menyantap daging yang tidak
dimasak, air minum, buah buahan dan sayuran yang terkontaminasi, susu yang tidak
dipasteurisasi. Dalam saluran cerna toksin bakteri menghancurkan usus dan menghasilkan
diare lendir darah. Toksin dapat menyebar melalui pembuluh darah dan menyerang ginjal
sehingga menyebabkan kerusakan pada glomerulus dan menyebabkan gagal ginjal akut.
22
EPIDEMIOLOGI
SHU ditemukan di banyak negara, SHU dengan diare biasanya menyerang anak di
bawah usia lima tahun dengan insidensi yang sama pada kedua jenis kelamin dan semua
ras. Di Argentina, ditemukan kejadian SHU sekitar 30 kasus per 100.000 anak, sedang di
Amerika Serikat berkisar antara 0,3 – 10 kasus per 100.000 anak. Di Kanada rata rata
insiden SHU pada anak di bawah usia 5 tahun adalah 3 per 100.000 anak.
Variasi musim dan pengelompokan geografis juga memegang peranan dalam
prevalensi SHU. Prevalensi SHU mencapai puncaknya pada musim panas atau musim
gugur. Sedang SHU tanpa diare dapat menyerang anak yang lebih besar, tanpa ada
hubungan dengan musim atau epidemi diare di negara tersebut.
Di Indonesia sendiri penyakit gastroenteritis akut dengan diare tanpa atau darah
merupakan penyakit infeksi yang biasa dijumpai pada anak anak dan merupakan masalah
penting di masyarakat karena berhubungan dengan kurangnya kebersihan dalam
lingkungan dan penyediaan makanan. Sehingga penularan pada manusia melalui kontak
fekal – oral mudah terjadi.
23
KLASIFIKASI
SHU berdasarkan etiologinya diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok :
1. SHU Klasik (SHU D+)
Pada jenis ini terdapat fase prodromal gastroenteritis akut dengan diare tanpa atau
berdarah. Merupakan bentuk SHU yang paling sering dijumpai dan hampir 90 % SHU
didahului dengan fase prodromal gastroenteritis akut. SHU D+ berkaitan dengan infeksi
Shigella dysentriae yang menghasilkan toksin shiga atau E.coli serotype O157:H7 jenis
STEC, VTEC atau EHEC yang menghasilkan verotoksin atau shiga – like toksin. Jenis ini
biasanya mempunyai prognosis yang cukup baik dengan perbaikan fungsi ginjal dan
biasanya jarang terjadi relaps.
2. SHU Atipikal (SHU D-)
Pada jenis ini tidak terdapat fase prodromal gastroenteritis akut dan dapat menyerang
anak yang lebih besar, jenis ini jarang terjadi dan mempunyai pronosis yang lebih jelek.
Beberapa etiologi yang berkaitan dengan SHU ada di bawah ini :
Etiologi SHU : Etiologi SHU D+ :
• Tipikal : E. Coli O157:H7 (penghasil VT-1, VT-2)
• Shigella dysentriae (penghasil toksin shiga)
• Agen infeksi lain penyebab diare (Tabel II)
• Idiopatik
Etiologi SHU D- :
• Infeksi Streptokokus pneumoniae
• Agen infeksi lain :
• Faktor keturunan :
? Autosomal dominan
? Autosomal resesif
• Kehamilan
• Obat : Cyclosporin A, kontrasepsi oral, kemoterapi, mitomycin
• Post transplantasi
• Keganasan
• Idiopatik
24
Agen infeksi lain :
• Salmonella typhii• Campylobacter jejuni
• Yersinia sp• Pseudomonas sp
• Portillo, virus Coxsachie, virus Influenza, virus Epstein Barr, Rota virus, HIV
• Aeromonas hydrophila, Microtabiotes
PATOFISIOLOGI
Dalam saluran cerna toksin bakteri menghancurkan sel usus dan menyebabkan
diare lendir darah. Toksin kemudian menyebar melalui pembuluh darah dan menyerang
endotel glomerulus ginjal sehingga terjadi penumpukan fibrin dan trombosit di tempat
kerusakan. Kapiler glomerulus menjadi sempit mengakibatkan sel darah merah yang
melewati kapiler glomerulus menjadi lisis dan rusak sehinga terjadi anemia hemolitik
mikroangiopati dan penurunan laju filtrasi glomerulus serta insufisiensi ginjal.
Gambar I
Patofisologi SHU :
A. Kapiler glomerulus normal yang dilapisi sel endotel
B. Gambaran sel endotel normal yang terdiri dari kutub negatif dan PGI2 dalam jumlah
normal di endotel sehingga trombosit yang bersirkulasi di lumen kapiler tidak menempel
ke endotel.
C. Setelah kerusakan endotel terjadi, sel menjadi bengkak dan terjadi kehilangan kutub
negatif serta PGI2, menyebabkan penempelan trombosit dan fibrin ke dinding endotel
serta terjadi pemisahan sel endotel dari dinding pembuluh darah
D. Akibat penyempitan kapiler glomerulus oleh penumpukan fibrin dan trombus, maka
eritrosit yang melewati kapiler menjadi lisis dan rusak dan terjadi anemia hemolitik
mikroangiopati, penurunan laju filtrasi glomerulus, insufisiensi ginjal dan trombositopeni.
25
Beberapa serotype E. Coli yang berhubungan dengan SHU telah dapat diidentifikasi.
Karmali et al menemukan toksin E. Coli pada 75% pasien dengan SHU. Toksin dari
E.coli ini menyebabkan kematian terhadap sel Vero yaitu sel epitel ginjal monyet hijau
sehingga kemudian dinamai sebagai verotoksin. Salah satu dari verotoksin ini (VT-1)
secara struktural identik dengan toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella dysentriae dan
jenis toksin lain VT-2 mempunyai 55% - 60% asam amino yang mirip dengan toksin
shiga. Verotoksin yang dihasilkan oleh E.coli O157:H7 juga menyebabkan diare
berdarah.
Verotoksin terdiri dari sub unit sentral (A) dan lima sub unit perifer (B). Sub unit
perifer (B) membawa reseptor glikoprotein permukaan sel. Ketika verotoksin berikatan
dengan permukaan sel, terbentuk endositosis dan subunit sentral (A) dilepaskan ke dalam
sitosol, yang kemudian larut dalam bentuk fragmen (A1). Sub unit A1 berikatan dengan
ribosom 60S, menghambat transkripsi RNA sehingga menyebabkan kematian sel.
Gambar 2 : Verotoksin sub unit B melekat di permukaan sel dan verotoksin masuk ke
dalam sel melalui endositosis . Sub unit A kemudian dilepaskan ke dalam sel dan
terpecah menjadi fragmen A1. Sub unit A1 berikatan dengan ribosom 60S menghambat
transkripsi RNA dan mengganggu pembentukan sintesis protein menyebabkan kematian
sel.
Berdasarkan patofisologi ini, hipotesis perkembangan SHU klasik dapat disusun
sebagai berikut :
1. Infeksi verotoksin dari E. Coli menghasilkan diare berdarah2. Penyebaran toksin
melalui pembuluh darah dan perlekatan verotoksin ke endotel sel glomerulus.
2. Pembentukan endositosis dan pelepasan fragmen sub unit sentral dari verotoksin
mengakibatkan gangguan sintesis protein sehingga menyebabkan kematian dan
kerusakan sel endotel
26
3. Penempelan fibrin dan mikrotrombus ke sel endotel yang rusak menghasilkan
koagulasi intravaskular lokal dan mikroangiopati
4. Penyempitan kapiler glomerulus oleh trombus dan fibrin menyebabkan lisis dan
kerusakan sel darah merah yang melewati kapiler. Sehingga menyebabkan anemia
hemolitik mikroangiopati, penurunan laju filtrasi glomerulus dan insufisiensi
renal.
V. HISTOPATOLOGI
Tempat utama di ginjal yang menunjukkan perubahan patologik pada fase akut SHU
adalah kapiler glomerulus, arteriol dan arteri interlobular. Kerusakan glomerulus pada
pasien SHU bervariasi mulai dari ringan sampai sedang dengan sumbatan dan lisis dari
struktur glomerulus. Temuan yang khas secara mikroskopis meliputi edema, degenerasi
dan destruksi endotel glomerulus, penebalan dinding kapiler glomerulus, intra lumen
yang terisi tumpukan trombosit, fibrin dan fragmen sel darah merah. (Gambar 4,5)
Gambar 4 : Pewarnaan HE : penebalan difus dinding kapiler glomerulus dan
pembengkakan sel endotel. Penumpukan fibrin dan trombus serta sel darah merah tampak
di lumen (anak panah)
Gambar 5 : Pewarnaan PAS : menunjukkan penebalan difus dinding kapiler glomerulus
dan pembengkakan sel endotel
27
GAMBARAN KLINIS
Bentuk klasik SHU pada bayi atau anak biasanya didahului oleh masa prodromal
muntah dan diare, dengan atau tanpa darah. Biasanya dapat disertai nyeri abdomen atau
kram hebat sehingga sering didiagnosis sebagai kolitis atau kegawatan abdomen. Fase
prodromal biasanya berlangsung 4 sampai 15 hari dengan rata rata 7 hari, kemudian
muncul trias SHU.
Ketika gejala SHU muncul, anak tampak pucat, ikterik kadang dapa timbul kejang
atau penurunan kesadaran. Edema, oligouria, hipertensi, kongesti vaskular dapat dijumpai
oleh karena beratnya proses penyakit atau kelebihan cairan akibat kurangnya pengawasan
terhadap balans cairan sedang anak biasanya menderita oligouria.
Hepar dan limpa dapat teraba membesar. Pada kulit dapat dijumpai petekiae dan purpura.
Perdarahan kulit berupa hematom dan ekimosis sering juga dijumpai di tempat bekas
suntikan.
Hemolisis dengan fragmentasi sel darah merah ditemukan pada pasien SHU, pemeriksaan
darah tepi perlu dilakukan untuk melihat adanya proses mikroangiopati. Gambaran darah
tepi pada pasien dengan SHU dijumpai schystocytes, sel helmet dan sel burr. Hemolisis
dapat cepat terjadi ditandai oleh menurunnya kadar hemoglobin dan hematokrit secara
drastis. Trombositopenia dibawah 40.000/mm3 biasanya berlangsung sekitar 7 – 14 hari
disusul dengan munculnya gejala klinis berupa petekiae, purpura dan hematom di tempat
bekas suntikan. Meningkatnya nilai trombosit menunjukkan pemulihan proses
mikroangiopati.
Gagal ginjal akut dengan peningkatan serum urea nitrogen dan kreatinin serta penurunan
jumlah urin muncul seiring dengan terjadinya proses hemolisis dan anemia, derajat
insufisiensi ginjal bervariasi secara luas. Penyulit yang berhubungan dengan gagal ginjal
akut adalah gangguan elektrolit, hipertensi, edema, kongesti vaskular, asidosis metabolik
dan hiperurisemia.
Gangguan sistem saraf pusat dapat terjadi berupa iritabilitas, letargi, kejang atau
koma. Keterlibatan SSP disebabkan proses multifaktorial dan berhubungan dengan
mikroangiopati yang terjadi di pembuluh darah otak. Dimana terjadi pembentukan fibrin
dan mikrotrombus yang menyebabkan iskemi serebral. Keterlibatan SSP lebih sering
terjadi pada Atipikal SHU (SHU D- ).
28
Gejala klinis SHU
Masa prodromal diare
• Antara 4 – 15 hari
• Dengan atau tanpa darah
• Dapat disertai nyeri perut
Anemia
• Muncul setelah fase prodromal diare mulai hilang
• Berhubungan dengan penurunan hematokrit dan trombosit
Insufisiensi renal
• Oligouria dapat muncul selama 4 – 12 hari
• Sering terjadi edema, hipertensi dan edema pulmo bila balans cairan tidak dilakukan
Pemulihan
• Peningkatan angka trombosit• Peningkatan urin output
• Peningkatan hematokrit
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan kadar hemoglobin menurun berkisar
antara 3 -10 gram% dan terdapat gambaran anemia hemolitik mikroangiopati (Coombs
test negatif), Gambaran apusan darah tepi menunjukkan bentuk abnormal dari sel eritrosit
berupa schystocytes, fragmentosit, sel topi, tear drops, burr sel (Gambar 6). Jumlah
leukosit dapat meningkat sampai 20.000/ mm3. Jumlah retikulosit dapat normal atau
meningkat, jumlah trombosit menurun berkisar antara 20.000 – 100.000/ mm3. Pada
beberapa pasien nilai PT / PTT biasanya normal dan terdapat peningkatan FDP
Gambar 6 : Gambaran darah tepi terdapat: schystocytes / sel helmet dan trombositopeni
29
Kadar elektrolit bervariasi, biasanya kadar kalium rendah oleh karena adanya
kehilangan melalui gastrointestinal yang mengikuti prodromal diare. Tetapi bisa juga
meningkat oleh karena adanya penurunan laju filtrasi glomerulus dan gejala gagal ginjal
akut. Kadar natrium, kalsium, bikarbonat dan albumin serum dapat rendah. Kadar
trigliserida, kolesterol dan fosfolipid dapat meningkat, tetapi patogenesisnya belum
diketahui. Kelainan kimia darah yang sering dijumpai adalah peningkatan kadar ureum
dan kreatinin serum. Peningkatan kedua kadar ini dapat dimungkinkan oleh adanya gagal
ginjal akut intrinsik atau hipovolemi yang mengikuti prodromal diare.
Pada pemeriksaan urin dijumpai oligouria, hematuria dan proteinuria ringan
sampai sedang. Secara mikroskopis urin dijumpai adanya dismorfik sel darah merah dan
adanya cast (seluler, granular, hyaline)
Kultur feses perlu dilakukan pada setiap penderita dengan diare berdarah untuk
mencari penyebabnya. Biasanya kultur untuk E.coli O157:H7 ditumbuhkan dalam media
agar Mac Conkey Sorbitol.
Pemeriksaan Laboratorium SHU
Hematologi
• Trombositopenia
• Anemia hemolitik (coombs test negatif)
• Leukosit meningkat
• Retikulosit normal atau meningkat
• PT/PPT biasanya normal
• FDP biasanya menurun
Kimia darah
• Peningkatan BUN
• Peningkatan creatinin
• Hipokalemi, Hiponatremi, Hiperurisemia
• Penurunan serum protein
• Peningkatan fungsi hati
• Peningkatan asam urat
30
Urine
• Proteinuria
• Hematuria
• Leukosit esterase positif
• Bilirubin positif
• Dijumpai cast atau granul
PENANGANAN
Semua penderita SHU sebaiknya dirawat di rumah sakit. Pengobatan lazimnya
bersifat suportif dan ditujukan untuk penaggulangan gagal ginjal akut, penyulit penyulit
yang timbul dan gangguan hamatologik yang terjadi.
Pengobatan suportif terdiri dari :
Terapi cairan dan elektrolit
Bayi atau anak dengan SHU sering mengalami dehidrasi oleh karena diare dan
muntah. Penderita ini perlu mendapatkan terapi cairan dan elektrolit sesuai protokol yang
ada. Jumlah cairan harus diawasi secara ketat untuk menghindari hidrasi. Bila tidak ada
tanda dehidrasi jumlah cairan yang diberi, harus dibatasi yaitu IWL + OGL. Jenis cairan
tergantung ada tidaknya oligouria, bila penderita mengalami oligouria komposisi cairan
yang diberikan adalah larutan glukosa NaCl 3 banding 1, sedang bila penderita dalam
keadaan anuria cairan yang diberi hanya Glukosa 10% melalui infus. Balans cairan harus
diawasi, balans cairan yang baik bila berat badan turun 0,5 – 1 % / hari.
Koreksi elektrolit secara medis dilakukan bila terdapat gangguan elektrolit seperti
hiponatremia, hiperkalemia, hipokalsemia, hiperfosfatemia, hiperurisemia dan asidosis
metabolik. Bila gagal, terapi dialisis merupakan indikasi.
Tunjangan Nutrisi
Pemberian kalori yang adekuat dan asam amino esensial diperlukan untuk
mengurangi katabolisme protein dan lemak untuk mencegah balans nitrogen negatif.
Kebutuhan kalori minimal adalah sebanyak 400 kcl/m2/hari.
31
Transfusi darah
Bila proses hemolisis masih aktif dan hemoglobin turun dibawah 6 g/dl maka
perlu diberikan transfusi PRC, transfusi rombosit dilakukan bila terdapat perdarahan aktif
atau trombositopenia berat. Pemberian transfusi plama/ plasmafaresis menunjukkan hasil
yang baik pada SHU D- yang berhubungan dengan faktor herediter atau SHU rekuren.
Tetapi tidak dianjurkan diberikan untuk SHU paska pneumococcal yang disebabkan oleh
neuraminidase sebab plasma normal mengandung antibodi yang menimbulkan terjadinya
komplek antigen – antibodi TF yang dapat memperberat hemolisis.
Antibiotika
Diberikan bila SHU berhubungan dengan infeksi streptokokus pneumonia atau
nosokomial. Pada SHU D+ yang berhubungan dengan diare, pemberian antibiotika masih
kontroversial oleh karena antibiotik tidak mempengaruhi lama gejala dan tidak merubah
resiko terhadap SHU. Oleh karena munculnya SHU diperantarai oleh shiga – like toksin,
maka pemberian antibiotik tertentu secara teoritis tidak menyebabkan dinding bakteri lisis
sehingga toksin yang lepas ke dalam lumen usus meningkat dan merupakan faktor resiko
dalam memperberat proses penyakit.
Antikonvulsan
Kejang merupakan salah satu manifestasi gangguan SSP yang dapat dijumpai pada pasien
SHU D-. Untuk mengatasinya dapat diberikan obat anti kejang yang lazim digunakan dan
perlu dicari faktor resiko lain yang menjadi penyebab kejang seperti gangguan elektrolit
serta dilakukan koreksi.
Pemulihan
Perbaikan gejala SHU ditandai dengan membaiknya fungsi ginjal dan gangguan
hematologi pada fase akut SHU. Pada kebanyakan kasus LFG menjadi normal kembali
antara 7 sampai 13 bulan dan rata rata 3 bulan. Kadar hemoglobin menjadi normal
kembai setelah 3 bulan dari saat munculnya penyakit. Trombositopeni dan gangguan
faktor pembekuan lain tidak tampak lagi pada masa pemulihan. Gejala sisa yang muncul
berhubungan dengan derajat penyakit. Gejala sisa berupa kelainan urinalisis yang
menetap., hipertensi persisten, gagal ginjal kronik dan sekuele neurologik.
32
Penanganan SHU Penegakan Diagnosis
• Pemerikaan klinis yang tepat
• Pemeriksaan laboratorium yang tepat
• Eksklusi penyebab lain
Penanganan Insufisiensi ginjal
• Restriksi cairan (IWL + OGL)
• Balans cairan ketat
• Terapi konservatif
• Hemodialisa bila perlu
Penganan kelainan Hematologi
• Pertahankan Hb > 8 g/dl
• Transfusi PRC atau trombosit bila perlu
• Transfusi plasma / plasmafaresis pada SHU D- yang berhubungan dengan faktor
herediter.
Penanganan nutrisi
• Pemberian kalori yang adekuat
PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis SHU baik dan mortalitas pada fase akut turun secara
drastis dari 34% pada dekade terakhir menjadi 2,5% pada tiga dekade terakhir. Hal ini
disebabkan oleh fasilitas pengobatan yang lebih baik dan fasilitas ICU yang memadai.
Prognosis SHU akan lebih buruk pada beberapa keadaan tertentu. Kematian pada fase
akut biasanya berhubungan dengan gangguan metabolik yang terkait dengan gagal ginjal
akut, hipertensi berat, miokarditis dan gangguan sistem saraf pusat. Angka kematian lebih
tinggi terjadi pada SHU Atipikal.
33
Prognosis SHU buruk pada :
• SHU D- (Atipikal SHU)
• Usia <> 5 tahun
• Anuria persisten
• Hipertensi berat
• Kelainan SSP (koma, kejang, hemiparesis/ stroke)
• Leukositosis > 20.000/mm3
Referensi :
Fiorini K Elizabeth, Raffaeli M Ryan, Hemolytic Uremic Syndrome. Pediarics in Review 2006; 27; 398 – 99.
Bahrun Dahler, Sindrom Hemolitik Uremik. Dalam Buku Ajar Nefrologi Anak ; FK UI, Jakarta, 2002
Kaplan BS, The Hemolytic Uremic Syndrome. Journal Pediatric Clinical North America 1976; 23; 761 – 77.
Palmar S Malvinder, Hemolytic Uremic Syndrome dalam http:// www.emedicine.com / med/ topic980.html
Remuzzi G, Noris Marina. Hemolytic Uremic Syndrome; J American Society of Nephrology. Journal America Social Nephrology 2005; 16; 1035-1050.
Stewart C, Leticia U, Hemolytic Uremic Syndrome. Pediatrics in Review 1993; 14; 218 – 24.
34