9

Click here to load reader

askep spritual

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kkkjkj

Citation preview

Page 1: askep spritual

Pentingnya Spiritual bagi Perawat MuslimOleh : Ibn Ghifarie | 03-Mar-2010, 17:23:54 WIB

KabarIndonesia - Sekitar enam perwakilan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) se-Jawa Barat mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Perawat Rohani Islam Tingkat Provinsi Jawa Barat bertajuk "Diklat Warois sebagai wahana silaturahmi dan upaya meningkatkan profesionalitas Warois di Jawa Barat" yang digelar Himpunan Mahasiswa Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (HMJ BPI) Periode 2009-2010 di Auditorium Utama UiN SGD Bandung, Rabu (3/3).

Menurut Romi, Ketua Pelaksana Diklat Warois menuturkan "Peserta yang mengikuti Diklat Warois ini berasal dari 6 RSUD. Ada delegasi dari Sumedang, Cianjur, Tasikmalaya, Bandung, Banjar, Ciamis, Purwakarta" katanya.

Meski kita mengundang semua RSUD yang ada di Jawa Barat, tapi yang berhasil datang cuma beberapa daerah. Diklat ini juga diikuti oleh seluruh mahasiswa Civitas Akademika UIN SGD Bandung dan undangan Perawat se-Jawa Barat.

"Kehadiran Diklat ini diharapkan menjadi ajang silaturahmi antar perawat dan menindaklanjuti kesepakatan antara propinsi Jawa Barat dengan jurusan BPI dalam meningkatkan profesionalitas Warois" tegasnya.

Bagi Aep Kusnawan, Dosen BPI menjelaskan Keberadaan Warois ini sudah dari 2002, tapi pergantian kepemimpinan menjadi kendala estapeta program Warois ini.

Saat R Nuriana menjadi Gubernur Jawa Barat dan menyaksikan keberadaan pasen antara hidup, sembuh penyakit dan meninggal dunia tidak dideteksi secara medis spiritual, melainkan medis saja. "Upaya menjawab kegelisahan Nuriana) ini, maka lahirlah gagasan Perawat Rohani Islam yang diprakarsai Syukriadi Sambas dari Fakultas Dakwah UIN SGD Bandung" jelasnya.

Hal ini dibenarkan oleh Syukriadi Sambas dalam pemaparan sejarah berdirinya Warois, hingga terbentuknya Forum Warois Se-Jawa Barat, ungkapnya.

"Model Warois ini sekarang sudah ditiru dan dilaksanakan pemerintahan Sumatra Barat, sampai ke negara Malayasia. Kita perlu berbangga" tambahnya.

Namun, pergantian kepemimpinan menjadi kendala dalam menumbuhkan warois ini. Mudah-mudahan dengan diadakannya Diklat Warois ini menberikan semangat lebih dalam menyebarkan pentingnya Warois, tegasnya.

Kebutuhan spititual merupaakn kebutuhan yang sering ditemukan oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasainya. Tidak semua perawan mampu merespon kebutuhan tersebut karena kurangnya pengetahuan dan kemampuan perawat dalam memenuhu kebutuhan spiritual, kata Inggiane Puspita Dewi.

Pengkajian aspek spiritual ini harus meliputi empat konsep klien tentang Tuhan, sumber kekuatan (harapan), praktek religius dan hubungan antara keyakinan spititual dengan status kesehatan, ujarnya.

Lilis Satriah menambahkan pentingnya Warios ini melalui tahapan pengkajian, diantranya; Menyapa pasien, Memperkenalkan diri, Menanyakan identitas Pasien, Mengintervensi ruhan pasien, Mencatat semua temuan, memberikan layanan dasar"

Tindak lanjut perawat saat bimbingan doa, akhlak dam ibadah. Untuk konseling pada pasien, keluarga pasien. Terakhir evaluasi perkembangan pasien, jelasnya.

Dimata Isep Zaenal Arifin asuhan keperawatan spiritual harus bersifat; Pertama, Intuitif, Interpersonal. Kedua, Berpihak kepada kepentingan pasien. Ketiga, Ekspresi spiritual pasien, Perwat, Bidan. Keempat, Kesadaran tertinggi perawat terhadap realitas pasien. Kelima, Memenuhi kebutuhan spiritual pasien dan khas. Keenam, Tidak dapat tergantikan oleh askep apa pun.

Mengacu pada 6 rumusan itu, maka pesien beragama islam akan lebih tepat diberi asuhan keperawatan spiritual berbasis agama islam. yaitu Asuhan keperawatan Spiritual Muslim. "Dengan diberikannya asuhan keperawatan muslim ini maka kebutuhan spiritual dan out come spitual pasien akan terpenuhi" harapnya.

Page 2: askep spritual

Inilah pentingnya spiritual bagi perawat muslim, kata Aep Kusnawan [Ibn Ghifarie]

Blog: http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/Alamat ratron (surat elektronik): [email protected] Berita besar hari ini...!!! Kunjungi segera: http://www.kabarindonesia.com//

 

Pemahaman Perawat Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Klien pada Pasien lansia di RSU Mardi Lestari kabupaten SragenInaniyah, - (2008) Pemahaman Perawat Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Klien pada Pasien lansia di RSU Mardi Lestari kabupaten Sragen. Undergraduate thesis, Universitas Diponegoro.

Abstract

Latar belakang & Tujuan: Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional mempunyai kesempatan paling besar untuk memberikan pelayanan/asuhan keperawatan yang komprehensif dengan membantu klien memenuhi kebutuhan dasar holistik. Perawat memandang klien sebagai mahluk bio-psiko-sosiocultural dan spiritual. Ada suatu fenomena bahwa perawat dalam perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung kepada pasien lansia di rumah sakit nampaknya kuranng memperhatikan aspek spiritual. Tujuan penelitian ini antara lain untuk mengetahui pemahaman perawat tentang pengertian kebutuhan spiritual pada pasien lansia, mengetahui tentang intervensi asuhan keperawatan spiritual yang diberikan, mengetahui tentang bagaimana seharusnya memberi perlakuan terhadap lansia. Metode : Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, data diperoleh dengan cara diskusi kelompok terarah. Hasil : Hasil penelitian, kebutuhan spiritual adalah suatu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Kebutuhan spiritual mengandung arti suatu keyakinan, pendekatan, harapan dan kepercayaan pada Tuhan serta kebutuhan untuk menjalankan agama yang dianut, kebutuhan untuk dicintai dan diampuni oleh Tuhan yang seluruhnya dimiliki dan harus dipertahankan oleh seseorang sampai kapanpun agar memperoleh pertolongan, ketenangan, keselamatan, kekuatan, penghiburan serta kesembuhan. Dalam memberikan intervensi asuhan keperawatan spiritual ternyata kurang optimal karena ada faktor penghambat. Perbedaan pelaksanaan ritual pasien lansia di rumah sakit dipengaruhi oleh faktor agama yang dianut. Perlakuan terhadap lansia ditunjukkan dalam sikap dengan dasar alasan: kesadaran diri terhadap lansia, ajaran agama dan teori Maslow. Kesimpulan & saran : Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pemahaman perawat terhadap pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien lansia di RSU Mardi Lestari Kabupaten Sragen kurang optimal. Perawat diharapkan memperhatikan dan berusaha memenuhi kebutuhan spiritual pasien lansia agar mutu pelyanan perawatan meningkat.

Page 3: askep spritual

http://eprints.undip.ac.id/10288/

TREND / ISU DIMENSI SPRITUAL DALAM ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

 

Kecepatan informasi dan mobilitas manusia di era modernisasi saat ini begitu tinggi sehingga terjadi hubungan social dan budaya. Hubungan social antar manusia dirasakan menurun akhir – akhir ini, bahkan kadang- kadang hanya sebatas imitasi saja. Padahal bangsa Indonesia yang mempunyai / menjunjung tinggi  adat ketimuran sangat memperhatikan hubungan social ini. Dengan demikian kita patut waspada dari kehilangan identitas diri tersebut. Perubahan yang terjadi tadi dapat membuat rasa bingung karena muncul rasa tidak pasti antara moral, norma,nilai – nilai dan etika bahkan juga hokum. Menurut Dadang Hawari ( 1996 ) hal – hal tersebut dapat menyebabkan perubahan psikososial, antara lain : pola hidup social religious menjadi materialistis dan sekuler. Nilai agama dan tradisional diera modern menjadi serba boleh dan seterusnya.

Perubahan – perubahan yang dirasakan dapat mempengaruhi tidak hanya fisik tapi juga mental, seperti yang menjadi standar WHO ( 1984 ) yang dikatakan sehat tidak hanya fisik tetapi juga mental,social dan spiritual. Standar sehat yang disampaikan oleh WHO tersebut dapat menjadi peluang besar bagi perawat untuk berbuat banyak, karena perawat mempunyai kesempatan kontak dengan klien selama 24 jam sehari. Olehnya itu dalam tulisan ini kami bermaksud mebahas tentang dimensi spiritual, dimensi spiritual dalam kesehatan, konsep dalam memberikan asuhan keperawatan spiritual dan proses keperawatan dalam dimensi spiritual.

Pengertian Dimensi Spritual

Spritual menurut New Webster’s Dictionary ( 1981, hal. 1467 ) : spirit berasal dari bahasa latin yaitu spirare. Spirare berarti hembus atau nafas. Spirit ini merupakan bagian yang sangat prinsip dalam hidup manusia. Ia berada dalam jasmani manusia, sebagai jiwa, dan terpisah dari tubuh saat manusia meniggal. Hal tersebut sesuai dengan pengertian spirit dalam kamus bahasa Indonesia ( Dep Dik Bud 1990 ) yang berarti jiwa, sukma atau roh sedangkan spiritual berarti kejiwaan, rohani, mental atau moral.

Spritual oleh Taylor, 1997 adalah segala sesuatu yang digunakan manusia untuk berhubungan dengan sesuatu yang bukan bersifat materi yang memberi kekuatan kehidupan dan kekuatan yang lebih besar. Spiritual digambarkan sebagai bagian dari sesuatu yang datang untuk diketahui, dicintai, dan pelayanan kepada Tuhan, dengan kata lain hubungan tanpa batas, dan pengalaman yang mempunyai kekuatan yang menyeluruh.

Menurut Fish dan Shelly, 1978 ( dari Taylor, dkk,1997 ) kebutuhan spiritual membawahi semua tradisi agama dan bersifat biasa pada semua orang, meliputi kebutuhan akan arti dan tujuan, cinta dan saling berhubungan, saling memaafkan.

Dari semua pengertian diatas spiritual merupakan kebutuhan dari setiap individu, sehingga individu akan puas jika kebutuhan spritualnya terpenuhi. Sebaliknya jika tidak terpenuhi, individu tersebut tidak terpenuhi kebutuhannya secara menyeluruh.

Page 4: askep spritual

Dimensi spritual dalam kesehatan

Pada prakteknya ilmu pengetahuan dan agama tidak lagi bersifat dikotomis melainkan antara keduanya sudah terintegrasi ( saling menunjang ). Seperti yang dikatakan oleh Albert Einstein, ilmuwan penemu atom, ilmu pengetahuan tanpa agama bagaikan orang buta, tetapi agama tanpa ilmu pengetahuan bagaikan orang lumpuh.

Merujuk dari pentingnya pengetahuan dan agama tersebut untuk jiwa yang sehat banyak penelitian dilakukan di antaranya sebuah penelitian yang mengatakan kelompok yang tidak terganggu jiwanya adalah yang mempunyai agama yang bagus dan sebaliknya. Karl Jung telah menyimpulkan dari analisanya bahwa mereka yang menderita penyakit mental mengalami suatu kekosongan rohani. Terapinya terletak pada siraman keimanan yang kuat.

http://akperkaltara.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=116:isu&catid=3:askep&Itemid=18

PERSEPSI PERAWAT TENTANG KONSEP SPIRITUALITAS DAN ASUHAN SPIRITUAL, SEBUAH RENUNGAN

Oleh Rohman Azzam (PSIK FKK UMJ, [email protected])

Indonesia adalah negara yang menganut dan mengakui faham Ketuhanan. Sikap ini tercermin dari rumusan konstitusi dasar negara Pancasila, dalam pernyataan sila pertamanya, Ketuhanan yang Maha Esa. Telah dipahami bersama bahwa Dasar Negara Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di Indonesia. Pernyataan tersebut mengandung arti, semua peraturan perundangan yang ada di Indonesia harus merujuk dan tidak boleh bertentangan dengannya. Konsekwensi dari sikap konstitusional itu diantaranya adalah semua penduduk di Indonesia wajib berketuhanan dan dilarang berkembangnya ateisme. Klien adalah anggota masyarakat yang merupakan bagian dari penduduk baik dalam skala nasional (klien sebagai bagian dari penduduk suatu negara) maupun dalam skala global (klien sebagai bagian dari penduduk dunia).

Klien dalam perspektif keperawatan seperti dikemukakan Henderson (2006) merupakan individu, keluarga atau masyarakat yang memiliki masalah kesehatan dan membutuhkan bantuan untuk dapat memelihara, mempertahankan dan meningkatkan status kesehatannya. Sebagai manusia, klien selain sebagai mahluk individu, juga merupakan mahkuk sosial dan mahluk Tuhan. Berdasarkan hakikat manusia itu, maka keperawatan memandang manusia sebagai mahluk yang holistik yang terdiri atas aspek biologis (fisiologis), psikologis, sosiologis, kultural dan spiritual. Hal ini seperti di nyatakan Xiaohan (2005) bahwa manusia merupakan satu kesatuan yang utuh yang terdiri atas fisiologis (physiological), psikologis (psychological), sosial (social), spiritual (spiritual), dan kultural (cultural). Hal serupa dikemukakan Dossey & Dossey (1998), Govier (2000), dan Stoter (1995) dalam Govier (2000) yang menyatakan bahwa manusia merupakan mahluk unik dan kompleks yang terdiri atas berbagai dimensi. Dimensi yang komprehensif pada manusia itu meliputi dimensi biologis (fisik), psikologis, sosial, kultural dan spiritual. Dalam kata lain, Makhija (2002) mendeskripsikan bahwa tiap individu manusia adalah mahluk yang holistik yang tersusun atas body, main dan spirit. Beberapa pandangan pakar di atas, sesungguhnya memiliki esensi yang sama bahwa manusia adalah mahluk unik yang utuh menyeluruh, yang tidak saja terdiri atas aspek fisik, melainkan juga psikologis, sosial, kultural dan spiritual.

Page 5: askep spritual

Tidak terpenuhinya kebutuhan manusia pada salah satu saja diantara dimensi di atas akan menyebabkan ketidaksejahteraan atau keadaan tidak sehat. Kondisi tersebut dapat dipahami mengingat dimensi fisik, psikologis, sosial, spiritual, dan kultural atau dimensi body, main dan spirit merupakan satu kesatuan yang utuh. Tiap bagian dari individu tersebut tidaklah akan mencapai kesejahteraan tanpa keseluruhan bagian tersebut sejahtera. Terkait konsep ini, Plato dalam Makhija (2002) mengungkapkan bahwa tidak sepatutnya berusaha mengobati dan menyembuhkan mata tanpa kepala, atau mengobati kepala tanpa badan, demikian juga badan tanpa jiwa, karena bagian-bagian tersebut tidak akan pernah sejahtera kecuali keseluruhannya sejahtera. Kesadaran akan konsep ini melahirkan keyakinan dalam keperawatan bahwa pemberian asuhan keperawatan hendaknya bersifat komprehensif atau holistik, yang tidak saja memenuhi kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan kultural tetapi juga kebutuhan spiritual klien.

Dimensi spiritual merupakan salah satu dimensi penting yang perlu diperhatikan oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada semua klien. Bahkan, Makhija (2002) menyatakan bahwa keimanan atau keyakinan religius adalah sangat penting dalam kehidupan personal individu. Lebih lanjut dikatakannya, keimanan diketahui sebagai suatu faktor yang sangat kuat (powerful) dalam penyembuhan dan pemulihan fisik. Mengingat pentingnya peranan spiritual dalam penyembuhan dan pemulihan kesehatan maka penting bagi perawat untuk meningkatkan pemahaman tentang konsep spiritual agar dapat memberikan asuhan spiritual dengan baik kepada semua klien.

Sementara itu, jika kita lakukan analisis situasi saat ini, termasuk di Indonesia, kenyataannya menunjukan bahwa asuhan spiritual (spiritual care) belum diberikan oleh perawat secara kompeten. Setidaknya fakta tersebut, didasarkan oleh beberapa data yang didapat penulis dari hasil penelusuran terhadap berbagai sumber di beberapa negara maupun pengalaman dan observasi klinis penulis di beberapa institusi atau lembaga pelayanan kesehatan dimana penulis pernah melaksanakan praktik klinik. Fakta tersebut antara lain seperti yang di kemukakan oleh: 1) Rankin dan DeLashmutt (2006) dalam penelitiannya yang menemukan bahwa banyak perawat mengakui belum memahami secara jelas dan mengalami kebingungan antara konsep spiritualitas dan religius, 2) kesimpulan Rieg, Mason dan Preston, (2006) dalam studinya juga memperlihatkan terdapat banyak perawat yang mengakui bahwa mereka tidak dapat memberikan asuhan spiritual secara kompeten karena selama masa pendidikannya mereka kurang mendapatkan panduan tentang bagaimana memberikan asuhan spiritual secara kompeten, 3) Makhija (2002) melihat bahwa praktik asuhan spiritual menjadi sulit ditemukan akibat terjadinya pergeseran budaya dalam pelayanan kesehatan dan kedokteran yang lebih berespon terhadap kepentingan bisnis yang berorientasi material, dan 4) kesimpulan sementara penulis dari hasil observasi penulis selama melaksanakan praktik di tatanan pelayanan kesehatan yang menyimpulkan bahwa asuhan spiritual belum dilakukan oleh perawat dalam praktik profesionalnya sehari-hari dengan dibuktikan oleh sulitnya menemukan dokumen dalam catatan keperawatan yang memperlihatkan bukti bahwa asuhan spiritual telah dilakukan dengan baik.

Disamping itu merujuk pada hasil riset yang dilakukan di negara lain seperti oleh Oswald (2004) dalam disertasinya berjudul Nurses’s Perception of Spirituality and Spiritual Care di Drake University Amerika, yang merekomendasikan empat hal untuk dilakukakn penelitian lebih lanjut meliputi 1) perlunya penelitian lanjutan yang serupa pada populasi dan lokasi (termasuk negara) berbeda, yang mempunyai latar belakang sosiobudaya berbeda, 2) penelitian dilakukan dalam kerangka waktu yang lebih panjang, 3) perlunya memperluas data demografi meliputi tiga area antara lain lokasi dimana perawat melakukan praktik

Page 6: askep spritual

profesionalnya (location of practice), tingkat pendidikan perawat (educational level of the nurse), dan lamanya bekerja (years of service in the profession); dan 4) penelitian spiritualitas dan asuhan spiritual dalam kurikulum pendidikan keperawatan. Hasil studi tersebut kiranya menjadi fenomena penting yang perlu dilakukan studi lebih lanjut.

Berdasarkan uraian di atas tampak adanya dua pertentangan antara pentingnya asuhan spiritual di satu sisi dan fakta permasalahan aplikasi asuhan spiritual oleh perawat di sisi lainnya, sekaligus juga peluang dan tantangan untuka melakukan studi lebih lanjut terkait dengan spiritualitas dan asuhan spiritual. Untuk itu perlu direnungkan dan dilakukan pengkajian lebih lanjut bagaimana persepsi perawat tentang konsep spiritualitas dan asuhan spiritual, sebagai langkah awal untuk mulai memfokuskan dan mendudukan sama pentingnya aspek spiritual, seperti juga aspek lainnya (fisik, psiko, dll). Setelah itu perlu pula studi lanjutan tentang faktor-faktor apa yang mempengaruhi implementasi asuhan spiritual, baik faktor pendukung maupun penghambatnya.

http://rohmanpsikfkkumj.wordpress.com/2009/01/28/persepsi-perawat-tentang-konsep-spiritualitas-dan-asuhan-spiritual-sebuah-renungan/