Upload
m-ilham-harahap
View
130
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit Tuberculosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi
masalah kesehatan di Indonesia maupun di berbagai belahan dunia. Penyakit
Tuberculosis adalah suatu penyakit menular yang angka kejadiannya paling tinggi.
Tuberculosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk
batang (basil) yang di kenal dengan nama mikrobakterium tuberculosis, Penularan
penyakit ini melalui perantaran ludah/dahak yang mengandunq basil Tuberculosis
paru, pada waktu penderita batuk butir-butir air ludah beterbangan di udara dan
terhisap oleh orang yang sehat dan masuk ke dalam paru-parunya yang kemudian
menyebabkan penyakit Tuberculosis Paru.
Terjadinya peningkatan kasus ini disebabkan oleh daya tahan tubuh, status
gizi dan kebersihan diri individu dan kepadatan hunian tempat tinggal apabila
seseorang sudah terpapar dengan bakteri penyebab Tuberculosis berakibat buruk
seperti menurunkan daya kerja atau produktivitas kerja, menularkan kepada orang
lain terutama pada keluarga yang bertempat tinggal serumah dan menyebabkan
kematian. Penyakit Tubercolosis, jaringan yang paling sering di serang adalah
paru-paru (96,9%).
Adapun masa tunas (masa inkubasi) penyakit TB Paru adalah mulai dari
terinfeksi sampai pada tesiprimer muncul. Sedangkan waktunya antara 4-12
minggu, Kepekaan untuk terinfeksi penyakit ini adalah semua penduduk, tidak ada
perbedaan antara laki-laki dan perempuan tua dan muda, bayi dan balita, kepekaan
tertinggi pada anak kurang dari 3 tahun. Terendah pada anak akhir usia 12-13
tahun, dan dapat meningkat lagi pada umur remaja dan tua muda.
Dalam catatan WHO pada 2006, Indonesia masuk pada urutan ketiga tertinggi
setelah di India dan Tiongkok. Jumlah kasus tercatat 539.000 TB paru, dan jumlah
kematian 101.000 pertahun.
1
Pemerintahan Propinsi DKI terus melakukan berbagai upaya untuk menekan
jumlah penderita TBC di Ibukota pasalnya berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI
Jakarta jumlah penderita TBC hingga 31 Desember 2007 mencapai 14.416 orang.
Dari jumlah tersebut rinciannya meliputi 5.784 pasien baru, pasien kambuhan 437
orang, BTA negatif/rontgen positif kasus 8.982 pasien, dan TB Paru yang biasanya
disertai dengan komplikasi tulang atau kelenjar 302 orang.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis
yang hamper
seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah
paru-paru (IPD, FK, UI).
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi ( Mansjoer , 1999).
Tuberculosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
basilMycobacterium tuberculosis tipe humanus, sejenis kuman berbentuk batang
dengan panjang 1-4 mm dan tebal 0,3-0,6 mm. (M.Ardiansyah, 2012)
Penyakit tuberculosis disebabkan oleh kuman Mycobacterium
Tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien TBC
batuk dan percikan ludah yang mngandung bakteri tersebut terhirup oleh orang
lain saat bernafas. (Widoyono, 2008).
Tuberculosis adalah suatu infeksi kronik jaringan paru yang
disebabkan Mycobacterium tuberculosae (Herdin, 2009).
TB Paru (Tuberculosis) adalah penyakit menular yang langsung disebabkan
oleh kuman TB (Mycobaterium tuberculosa). Sebagian besar kuman TBC ini
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya ( Depkes RI,
2011 ).
B. ETIOLOGI
Penyebab penyakit Tuberculosis adalah bakteri Mycobacterium Tuberculosis
dan Mycobacterium Bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5–4 mikron x
0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular
3
atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri
dari lipoid (terutama asam mikolat).
Bakteri ini mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan terhadap
pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut Basil Tahan
Asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Kuman Tuberculosis juga
tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan aerob.
Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 100°C selama 5-10 menit atau
pada pemanasan 60°C selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95% selama 15-30
detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama di tempat yang lembab
dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran
udara (Widoyono, 2008).
C. PENULARAN
Penyakit tuberculosis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
Tuberculosisditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien
tuberculosis batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup
oleh orang lain saat bernafas. Bila penderita batuk, bersin, atau berbicara saat
berhadapan dengan orang lain, basil tuberculosis tersembur dan terhisap ke dalam
paru orang sehat. Masa inkubasinya selama 3-6 bulan.
Risiko terinfeksi berhubungan dengan lama dan kualitas paparan dengan
sumber infeksi dan tidak berhubungan dengan faktor genetik dan faktor pejamu
lainnya. Risiko tertinggi berkembangnya penyakit yaitu pada anak berusia
dibawah 3 tahun, risiko rendah pada masa kanak-kanak, dan meningkat lagi pada
masa remaja, dewasa muda, dan usia lanjut. Bakteri masuk ke dalam tubuh
manusia melalui saluran pernafasan dan bisa menyebar ke bagian tubuh lain
melalui peredaran darah, pembuluh limfe, atau langsung ke organ terdekatnya.
Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya,
sehingga kemungkinan setiap kontak untuk tertular TBC adalah 17%.hasil studi
4
lainnya melaporkan bahwa kontak terdekat (misalnya keluarga serumah)akan 2
kali lebih berisiko dibandingkan kontak biasa(tidak serumah).
Seseorang penderita dengan BTA (+) yang derajat positifnya tinggi berpotensi
menularkan penyakit ini. Sebaliknya, penderita dengan BTA (-) dianggap tidak
menularkan. Angka risiko penularan infeksi TBC di Amerika Serikat adalah
sekitar 10/100.000 populasi. Di Indonesia angka ini sebesar 1-3% yang berarti di
antara 100 penduduk terdapat 1-3 warga yang akan terinfeksi TBC. Setengah dari
mereka BTA-nya akan positif (0,5%). (Widoyono, 2008)
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala umum TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa
sputum, malaise, gejala flu, demam ringan, nyeri dada, batuk darah.
Keluhan yang dirasakan penderita tuberculosis dapat bermacam-macam atau
malah tanpa keluhan sama sekali. Keluhan yang paling banyak terjadi yaitu :
a. Demam
Serangan demam pertama dapat sembuh kembali, tetapi kadang-kadang panas
badan mencapai 40-410C. Demam biasanya menyerupai
demam influenza sehingga penderita biasanya tidak pernah terbebas dari serangan
demam influenza.
b. Batuk
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk biasanya dialami ± 4
minggu dan bahkan berbulan-bulan. Sifat batuk dimulai dari batuk non produktif.
Keadaan ini biasanya akan berlanjut menjadi batuk darah. Kebanyakan batuk
darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus
dinding bronkus.
c. Sesak napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak
napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah
meliputi bagian paru-paru.
5
d. Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkanpleuritis.
e. Malaise
Tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (BB menurun), sakit
kepala, meriang, nyeri otot, dan berkeringat malam. Gejala malaise ini makin lama
makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur (Ari Sandi, 2012)
E. PATOFISIOLOGI
Port de’entri kuman Mycobacterium tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi terjadi
melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-
kuman basil tuberkel yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai alveolus dan di inhalasi biasanya terdiri atas
satu sampai tiga gumpalan. Basil yang lebih besar cenderung bertahan di saluran
hidung dan cabang besar bronkus, sehingga tidak menyebabkan penyakit. Setelah
berada dalam ruang alveolus, kuman akan mulai mengakibatkan peradangan.
Leukosit polimorfonuklear tampak memfagosit bakteri di tempat ini, namun tidak
membunuh organisme tersebut.
Sesudah hari pertama, maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa
yang tertinggal atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau
berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju
getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu, sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit yang
dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10-20
jam. ( Ardiansyah, 2012).
6
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
a. Pemeriksaan Rontgen Toraks
Pada hasil pemeriksaan rontgen toraks, sering didapatkan adanya suatu lesi
sebelum ditemukan gejala subjektif awal. Sebelum pemeriksaan fisik, dokter juga
menemukan suatu kelainan paru. Pemeriksaan rontgen toraks ini sangat berguna
untuk mengevaluasi hasil pengobatan, di mana hal ini bergantung pada tipe
keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap OAT. Penyembuhan total
sering kali terjadi di beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat muncul
pada sebuah proses penyembuhan yang lengkap.
b. Pemeriksaan CT-scan
Pemeriksaan CT-scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB
inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik
ireguler, pita parenkimal, klasifikasi nodul dan adenopati, perubahan
kelengkungan berkas bronkhovaskuler, bronkhiektasis, serta emfisema
perisikatrisial. Pemeriksaan CT-scan sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya
pembentukan kavitas dan lebih dapat diandalkan daripada pemeriksaan rontgen
biasa.
c. Radiologis TB Paru Milier
TB milier akut diikuti oleh invasi pembuluh darah secara masif/menyeluruh
serta mengakibatkan penyakit akut yang berat dan sering disertai akibat fatal
sebelum penggunaan OAT. Hasil pemeriksaan rontgen toraks bergantung pada
ukuran dan jumlah tuberkel milier. Pada beberapa pasien TB milier, tidak ada lesi
yang terlihat pada hasil rontgen toraks, tetapi ada beberapa kasus dimana bentuk
milier klasik berkembang seiring dengan perjalanan penyakitnya.
d. Pemeriksaan
Laboratorium
Diagnosis terbaik dari penyakit Tuberculosis diperoleh dengan pemeriksaan
mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan species Mycobacterium
yang satu dengan lainnya harus dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat
7
biokimia pada berbagai media, perbedaan kepekaan terhadap OAT dan percobaan,
serta perbedaan kepekaan kulit terhadap berbagai jenis antigen Mycobacterium.
Bahan untuk pemeriksaan isolasi Mycobacterium Tuberculosis adalah sputum
pasien, urine, dan cairan kumbah lambung. Selain itu, ada juga bahan-bahan lain
yang dapat digunakan, yaitu cairan serebrospinal (sum-sum tulang belakang),
cairan pleura, jaringan tubuh, feses, dan swab tenggorokan. Pemeriksaan darah
yang dapat menunjang diagnosis Tuberculosis Paru, walaupun kurang sensitif,
adalah pemeriksaan laju endap darah (LED). Adanya peningkatan LED biasanya
disebabkan peningkatan immunoglobulin, terutama IgG dan IgA.
G. KOMPLIKASI
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi
lanjut :
A. Komplikasi dini
1) Pleuritis
2) Efusi pleura
3) Empiema
4) Laringitis
Menjalar ke organ lain : Usus
Poncet’s arthropathy
B. Komplikasi lanjut
1) Obstruksi jalan napas : SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberculosis)
2) Kerusakan parenkim berat : SOPT/Fibrosis paru, kor pulmonal
3) Amiloidosis
4) Karsinoma paru
5) Sindrom gagal napas dewasa (ARDS)
8
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian dengan TB Paru pada klien dewasa, meliputi :
a. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan
penanggung biaya.
b. Riwayat Sakit dan Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru meminta
pertolongan dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
1) Keluhan respiratoris, meliputi:
- Batuk, nonproduktif/ produktif atau sputum bercampur darah
- Batuk darah, seberapa banyak darah yang keluar atau hanya
berupablood streak, berupa garis, atau bercak-bercak darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
Tabrani Rab (1998) mengklasifikasikan batuk darah berdasarkan jumlah darah
yang dikeluarkan:
- Batuk darah masif, darah yang dikeluarkan lebih dari 600 cc/24 jam.
- Batuk darah sedang, darah yang dikeluarkan 250-600 cc/24 jam.
- Batuk darah ringan. Darah yang dikeluarkan kurang dari 250 cc/24
jam.
2) Keluhan sistematis, meliputi:
- Demam, timbul pada sore atau malam hari mirip demam influenza,
hilang timbul, dan semakin lama semakin panjang serangannya, sedangkan masa
bebas serangan semakin pendek
9
- Keluhan sistemis lain: keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan, dan malaise
c. Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat lebih memudahkan perawat dalam
melengkapi pengkajian.
Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab sesak
napas, apakah sesak napas berkurang apabila beristirahat?
Quality of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau digambarkan
klien, apakah rasa sesaknya seperti tercekik atau susah dalam melakukan inspirasi
atau kesulitan dalam mencari posisi yang enak dalam melakukan pernapasan?
Region: di mana rasa berat dalam melakukan pernapasan?
Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien?
Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari, apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan atau
seketika itu juga, apakah timbul gejala secara terus-menerus atau hilang timbul
(intermitten), apa yang sedang dilakukan klien saat gejala timbul, lama timbulnya
(durasi), kapan gejala tersebut pertama kali timbul (onset).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya
klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, tuberkulosis
dari organ lain, pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang memperberat TB
paru seperti diabetes mellitus. Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum
oleh klien pada masa lalu yang relevan, obat-obat ini meliputi obat OAT dan
antitusif. Catat adanya efek samping yang terjai di masa lalu. Kaji lebih dalam
tentang seberapa jauh penurunan berat badan (BB) dalam enam bulan terakhir.
Penurunan BB pada klien dengan TB paru berhubungan erat dengan proses
penyembuhan penyakit serta adanya anoreksia dan mual yang sering disebabkan
karena meminum OAT.
10
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan
apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor
predisposisi di dalam rumah.
f. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif,
dan perilaku klien. Perawat mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal klien
tentang kapasitas fisik dan intelektual saat ini. Data ini penting untuk menentukan
tingkat perlunya pengkajian psiko-sosio-spiritual yang seksama. Pada kondisi,
klien dengan TB paru sering mengalami kecemasan bertingkat sesuiai dengan
keluhan yang dialaminya.
g. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru meliputi pemerikasaan fisik
umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital,
B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone)
serta pemeriksaan yang focus pada B2 dengan pemeriksaan menyeluruh system
pernapasan.
h. Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital
Keadaan umum pada klien dengan TB paru dapat dilakukan secara selintas
pandang dengan menilai keadaaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu di nilai
secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri atas compos mentis, apatis,
somnolen, sopor, soporokoma, atau koma.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru biasanya
didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat
apabila disertai sesak napas, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan
11
peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan, dan tekanan darah biasanya
sesuai dengan adanya penyulit seperti hipertensi.
B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru merupakan pemeriksaan fokus
yang terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Inspeksi
Bentuk dada dan pergerakan pernapasan. Sekilas pandang klien dengan TB
paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi diameter
bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila ada
penyulit dari TB paru seperti adanya efusi pleura yang masif, maka terlihat adanya
ketidaksimetrian rongga dada, pelebar intercostals space (ICS) pada sisi yang
sakit. TB paru yang disertai atelektasis paru membuat bentuk dada menjadi tidak
simetris, yang membuat penderitanya mengalami penyempitan intercostals space
(ICS) pada sisi yang sakit. Pada klien dengan TB paru minimal dan tanpa
komplikasi, biasanya gerakan pernapasan tidak mengalami perubahan. Meskipun
demikian, jika terdapat komplikasi yang melibatkan kerusakan luas pada parenkim
paru biasanya klien akan terlihat mengalami sesak napas, peningkatan frekuensi
napas, dan menggunakan otot bantu napas.
Batuk dan sputum. Saat melakukan pengkajian batuk pada klien dengan TB
paru, biasanya didapatkan batuk produktif yang disertai adanya peningkatan
produksi secret dan sekresi sputum yang purulen. Periksa jumlah produksi sputum,
terutama apabila TB paru disertai adanya brokhiektasis yang membuat klien akan
mengalami peningkatan produksi sputum yang sangat banyak. Perawat perlu
mengukur jumlah produksi sputum per hari sebagai penunjang evaluasi terhadap
intervensi keperawatan yang telah diberikan.
Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB paru tanpa
komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernapas biasanya
normal seimbang antara bagian kanan dan kiri. Adanya penurunan gerakan
12
dinding pernapasan biasanya ditemukan pada klien TB paru dengan kerusakan
parenkim paru yang luas.
Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat
meletakkan tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi yang
dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon bronchial
untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan, teerutama pada bunyi
konsonan. Kapasitas untuk merasakan bunyi pada dinding dada disebut taktil
fremitus.
Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan
didapatkan resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB
paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup
sampai pekak pada sisi yang sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura.
Apabila disertai pneumothoraks, maka didapatkan bunyi hiperresonan terutama
jika pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru ke sisi yang sehat.
Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi) pada
sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil
auskultasi di daerah mana didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar
melalui stetoskop ketika klien berbica disebut sebagai resonan vokal. Klien dengan
TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura dan pneumopthoraks akan
didapatkan penurunan resonan vocal pada sisi yang sakit.
B2 (Blood)
Pada klien dengan TB paru pengkajian yang didapat meliputi:
Inspeksi : Inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan
fisik.
Palpasi : Denyut nadi perifer melemah.
Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan
efusi pleura masif mendorong ke sisi sehat.
13
Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapatkan.
B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer
apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien tampak
dengan meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan
pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya kengjungtiva anemispada TB
paru dengan gangguan fungsi hati.
B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut
merupakan tanda awal dari syok. Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine
yang berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih
normal sebagai ekskresi karena meminum OAT terutama fifampisin.
B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, penurunan nafsu makan, dan penurunan
berat badan.
B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala
yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap,
jadwal olahraga menjadi tak teratur.
2. DIAGNOSA
Beberapa diagnosa yang bisa diangkat :
1. Bersihan jalan nafas tak efektif, berhubungkan dengan sekret kental / sekret
darah, upaya batuk buruk, dapat ditandai dengan:
- Frekuensi pernafasan, irama, kedalaman tak normal.
- Bunyi nafas tak normal, ( ronchi, mengi ) stridor.
- Dispnoe.
14
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan
efektif, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret kental, tebal, dan
edema bronchial.
3. Resiko tinggi infeksi ( penyebaran / aktivitas ulang ) berhubungan dengan
pertahanan primer tak adekuat, penurunan kerja silia / statis sekret, penurunan
pertahanan / penekanan proses imflamasi, malnutrisi, kurang pengetahuan untuk
menghindari pemajanan patogen.
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan proses peradangan ditandai
dengan peningkatan suhu tubuh (hypertermi).
5. Resiko regimen terapi berhubungan dengan banyaknya kombinasi obat
yang harus diminum.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tak efektif, berhubungkan dengan sekret kental /
sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema tracheal / faringeal
dapat ditandai dengan:
- Frekuensi pernafasan, irama, kedalaman tak normal.
- Bunyi nafas tak normal, ( ronchi, mengi ) stridor.
- Dispnoe.
Rencana jangka pendek :
- Membersihkan nafas pasien.
- Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
Rencana jangka panjang : Menunjukan perilaku untuk memperbaiki /
mempertahankan bersihan jalan nafas.
Rencana keperawatan :
Berikan pasien posisi semi atau fowler tinggi, bantu pasien untuk latihan nafas
dalam.
Bersihkan sekret dari mulut dan trakea ; pengisapan sesuai dengan keperluan.
15
Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif, catat karakter,
jumlah sputum dan adanya hemoptisis.
Kaji fungsi pernafasan, contoh bunyi nafas, kecepatan, irama dan kedalaman
serta penggunaan otot aksesori.
Rasionalisasi:
Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya
pernafasan, ventilasi meksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan
gerakan sekret kedalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan.
Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal ( misalnya ; efek infeksi dan atau
tidak adekuat hydrasi ) sputum berdarah kental atau darah cerah diakibatkan oleh
kerusakan ( kapitasi ) paru atau luka bronkial, dan dapat memerlukan evaluasi /
intervensi lanjut.
Mencegah obstruksi / aspirasi, penghisapan dapat diperlukan bila pasien tidak
mampu mengeluarkan sekret.
Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis, ronchi, mengi,
menunjukan akumulasi sekret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas
yang dapat menimbulkan pengguanaan otot aksesori pernafasan dan peningkatan
kerja pernafasan.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan
permukaan efektif, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret
kental, tebal, dan edema bronchial.
Rencana jangka pendek : Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi
jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.
Rencana jangka panjang : Bebas dari gejala distres pernafasan.
Rencana tindakan.
Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri
sesuai dengan keperluan.
Tunjukan / dorong bernafas bibir selama ekhalasi, khususnya untuk pasien
dengan fibrosis atau kerusakan parenkhim.
16
Kaji diespnoe, tachipnoe, tak normal / menurunnya bunyi nafas, peningkatan
upaya pernapasan, terbatasnya ekspansi dinding dada & kelemahan.
Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sianosis dan / atau
perubahan pada warna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku.
Rasionalisasi:
Menurunkan konsumsi O2 / kebutuhan selama periode penurunan pernafasan
dapat menurunkan beratnya gejala.
Membuat tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps / penyempitan
jalan nafas, sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan
menghilangkan / menurunkan nafas pendek.
TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari bagian kecil
bronchopneomonia sampai inflamasi difus luas, necrosis, effusi pleural dan
fibrosis luas, efek pernafasan dapat dari ringan sampai diespnoe berat sampai
diestres pernafasan.
Akumulasi sekret / pengaruh jalan nafas dapat mengganggu oksigenisasi
organ vital dan jaringan.
3. Resiko tinggi infeksi ( penyebaran / aktivitas ulang ) berhubungan
dengan pertahanan primer tak adekuat, penurunan kerja silia / statis sekret,
penurunan pertahanan / penekanan proses imflamasi, malnutrisi, kurang
pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen.
Tujuan jangka pendek : Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah /
menurunkan resiko penyebaran infeksi.
Tujuan jangka panjang : Menunjukan tehnik / melakukan perubahan pola
hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Rencana tindakan.
Anjurkan pasien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tissue &
menghindari meludah di tempat umum serta tehnik mencuci tangan yang tepat.
17
Kaji patologi / penyakit ( aktif / tak aktif diseminasi infeksi melalui bronchus
untuk membatasi jaringan atau melalui aliran darah / sistem limfatik ) dan
potensial penyebaran melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah,bicara,
dll.
Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, anggota, sahabat
karib / teman.
Rasionalisasi:
Perilaku yng diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi dapat membantu
menurunkan rasa terisolir pasien & membuang stigma sosial sehubungan dengan
penyakit menular.
Membantu pasien menyadari / menerima perlunya mematuhi program
pengobatan untuk mencegah pengaktifan berulang / komplikasi. pemahaman
begaiman penyakit disebarkan & kesadaran kemungkinan tranmisi membantu
pasien / orang terdekat mengambil langkah untuk mencegah infeksi ke orang lain.
Orang – orang yang terpajan ini perlu program therapy obat untuk mencegah
penyebaran infeksi.
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan proses peradangan
ditandai dengan peningkatan suhu tubuh (hypertermi).
Tujuan jangka pendek : Mengidentifikasi intervensi untuk menurunkan
suhu tubuh.
Tujuan jangka panjang : Meminimalisir proses peradangan untuk
meningkatkan kenyamanan.
Rencana tindakan :
Mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh dengan pemasangan infus
Monitoring perubahan suhu tubuh
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik guna mengurangi
proses peradangan (inflamasi)
18
Anjurkan pada pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang optimal
sehingga metabolisme dalam tubuh dapat berjalan lancar
Rasionalisasi :
Cairan dalam tubuh sangat penting guna menjaga homeostasis
(keseimbangan) tubuh. Apabila suhu tubuh meningkat maka tubuh akan
kehilangan cairan lebih banyak.
Suhu tubuh harus dipantau secara efektif guna mengetahui perkembangan dan
kemajuan dari pasien.
Antibiotik berperan penting dalam mengatasi proses peradangan (inflamasi)
Jika metabolisme dalam tubuh berjalan sempurna maka tingkat kekebalan/
sistem imun bisa melawan semua benda asing (antigen) yang masuk.
5. Resiko regimen terapi berhubungan dengan banyaknya kombinasi
obat yang harus diminum
Tujuan jangka pendek : memperbaiki gejala, mengurangi resiko infeksi.
Tujuan jangka panjang : terapi regimen obat
Rencana tindakan :
Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian kombinasi obat.
Kaji dari efek penggunaan regimen terapi.
Berikan penyuluhan dan pendidikan kesehatan tentang ketidakteraturan
berobat akan menyebabkan resistensi.
Rasionalisasi :
Pengobatan terhadap penyakit TBC memerlukan kombinasi berbagai obat
(obat antituberkulosis/ OAT) yang diberikan selama 6 bulan atau lebih untuk
dinyatakan sembuh.
Efek dari penggunaan regimen terapi dapat menyebabkan berbagai
komplikasi.
Kombinasi obat yang telah diberikan telah disesuaikan dengan fase TB paru.
Sehingga ketidakteraturan akan menyebabkan resiko resistensi.
19
4. EVALUASI
Mengevaluasi semua tindakan yang telah diberikan pada pasien. Jika dengan
tindakan yang diberikan pasien mengalami perubahan menjadi lebih baik. Maka
tindakan dapat dihentikan. Jika sebaliknya keadaan pasien menjadi lebih buruk,
kemungkinan besar tindakan harus mengalami perubahan atau perbaikan.
20
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
TB paru dapat terjadi dengan peristiwa sebagai berikut:
Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak
sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya.
Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuklei tadi
menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin
akan membuat bakteri tuberkolosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang
ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi
terkena infeksi bakteri tuberkolosis.
B. SARAN
Hendaknya mewaspadai terhadap droplet yang dikeluarkan oleh klien dengan
TB paru karena merupakan media penularan bakteri tuberculosis
Memeriksakan dengan segera apabila terjadi tanda-tanda dan gejala adanya
TB paru.
Sebagai perawat hendaknya mampu memberikan asuhan keperawatan sesuai
dengan rencana keperawatan pada penderita TB Paru.
21
DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo, Aruw. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 Edisi IV. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Soeparman dan sarwono Waspadji. 1990. Ilmu Penyakit Dalam jilid 2. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.
Doengoes Marilynn E ,Rencana Asuhan Keperawatan ,EGC, Jakarta , 2000.
Lynda Juall Carpenito, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan , edisi 2 ,
EGC, Jakarta
,1999.Mansjoer dkk , Kapita Selekta Kedokteran ,edisi 3 , FK UI , Jakarta 1999.
Price,Sylvia Anderson , Patofisologi : Konsep Klinis Proses – Proses penyakit ,
alih bahasa Peter
Anugrah, edisi 4 , Jakarta , EGC, 1999
22