Upload
opixloveucil2674
View
1.950
Download
127
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN
DENGAN KANKER TESTIS
I. DEFINISI
Kanker Testis adalah pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis (buah zakar), yang
bisa menyebabkan testis membesar atau menyebabkan adanya benjolan di dalam
skrotum (kantung zakar).
Kanker testikuler, yang menempati peringkat pertama dalam kematian akibat kanker
diantara pria dalam kelompok umur 20 sampai 35 tahun, adalah kanker yang paling
umum pada pria yang berusia 15 tahun hingga 35 tahun dan merupakan malignansi
yang paling umum kedua pada kelompok usia 35 tahun hingga 39 tahun.
Kanker yang demikian diklasifikasikan sebagai germinal atau nongerminal. Tumor
germinal timbul dari sel-sel germinal testis (seminoma, terakokarsinoma, dan
karsinoma embrional); tumor germinal timbul dari epithelium.
Klasifikasi patologik tumor testis menurut WHO:
1. Tumor sel bening:
a. Tumor dengan satu pola histologik:
1) Seminoma
Seminoma spermatositik
Karsinoma embrional
Yolk sac tumor (Karsinoma embrional tipe
infantile)
2) Teratoma:
Matur
Imatur
Dengan transformasi maligna
b. Tumor dengan lebih dari satu pola histoligik:
1) Karsinoma embrional plus teratoma (teratokarsinoma)
2) Kariokarsinoma dan tipe lain apapun (perinci tipe-
tipenya)
3) Kombinasi lain (perinci)
2. Tumor stromal-Tali kelamin:
a. Bentuk berdiferensiasi baik:
1) Tumor sel leydig
2) Tumor sel sertoli
3) Tumor sel granulosa
b. Bentuk campuran (perinci)
c. Bentuk berdiferensiasi tidak lengkap
Sebagian besar neoplasma adalah germinal, dengan sekitar 40% adalah seminoma.
Seminoma cenderung untuk tetap setempat, sementara tumor nonseminomas tumbuh
cepat. Penyebab tumor testikuler tidak diketahui, tetapi kriptokhidisme, infeksi, dan
faktor-faktor genetic dan endokrin tampak berperan dalam terjadinya tumor tersebut.
Risiko kanker testikuler adalah 35 kali lebih tinggi pada pria dengan segala tipe testis
yang tidak turun ke dalam skrotum dibanding dengan populasi umum. Tumor testis
biasanya malignan dan cenderung untuk bermetastasis lebih dini, menyebar dari testis
ke dalam nodus limfe dalam retroperineum dan ke paru-paru.
II. ETIOLOGI
Kebanyakan kanker testis terjadi pada usia di bawah 40 tahun. Penyebabnya yang
pasti tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang menunjang terjadinya kanker
testis:
1. Testis undesensus (testis yang tidak turun ke dalam skrotum)
2. Perkembangan testis yang abnormal
3. Sindroma Klinefelter (suatu kelainan kromosom seksual yang ditandai dengan
rendahnya kadar hormon pria, kemandulan, pembesaran payudara (ginekomastia)
dan testis yang kecil).
Faktor lainnya yang kemungkinan menjadi penyebab dari kanker testis tetapi masih
dalam taraf penelitian adalah pemaparan bahan kimia tertentu dan infeksi oleh HIV.
Jika di dalam keluarga ada riwayat kanker testis, maka resikonya akan meningkat. 1%
dari semua kanker pada pria merupakan kanker testis. Kanker testis merupakan kanker
yang paling sering ditemukan pada pria berusia 15-40 tahun. Kanker testis
dikelompokkan menjadi:
1. Seminoma : 30-40% dari semua jenis tumor testis.
Biasanya ditemukan pada pria berusia 30-40 tahun dan terbatas pada testis.
2. Non-seminoma: merupakan 60% dari semua jenis tumor testis. Dibagi menjadi
subkategori:
a. Karsinoma embrional: sekitar 20% dari kanker testis, terjadi pada usia 20-30
tahun dan sangat ganas. Pertumbuhannya sangat cepat dan menyebar ke paru-
paru dan hati.
b. Tumor yolk sac: sekitar 60% dari semua jenis kanker testis pada anak laki-laki.
c. Teratoma: sekitar 7% dari kanker testis pada pria dewasa dan 40% pada anak
laki-laki. - Koriokarsinoma.
d. Tumor sel stroma: tumor yang terdiri dari sel-sel Leydig, sel sertoli dan sel
granulosa. Tumor ini merupakan 3-4% dari seluruh jenis tumor testis. Tumor
bisa menghasilkan hormon estradiol, yang bisa menyebabkan salah satu gejala
kanker testis, yaitu ginekomastia.
III. MANIFESTASI KLINIS
Gejala kanker testis berupa :
1. Testis membesar atau teraba aneh (tidak seperti biasanya)
2. Benjolan atau pembengkakan pada salah satu atau kedua testis
3. Nyeri tumpul di punggung atau perut bagian bawah - Ginekomastia
4. Rasa tidak nyaman/rasa nyeri di testis atau skrotum terasa berat.
Tetapi mungkin juga tidak ditemukan gejala sama sekali. Gejala timbul dengan sangat
bertahap dengan massa atau benjolan pada testis yang tidak nyeri. Pasien dapat
mengeluh rasa sesak pada skrotum, area inguinal, atau abdomen dalam. Sakit
pinggang (akibat perluasan nodus retroperineal), nyeri pada abdomen, penurunan
berat badan, dan kelemahan umum dapat diakibatkan oleh metastasis. Pembesaran
testis tanpa nyeri adalah temuan diagnostik yang signifikan.
Satu-satunya metode deteksi dini yang efektif adalah pemeriksaan testis mandiri.
Suatu bagian penting dari promosi kesehatan untuk pria harus mencakup pameriksaan
mandiri. Pengajaran tentang pemeriksaan mandiri adalah intervensi penting untuk
deteksi dini penyakit ini.
IV. PATOFISIOLOGI
Tumor testis pada mulanya berupa lesi intratestikuler yang akhinya mengenai seluruh
parenkim testis. Sel-sel tumor kemudian menyebar ke rate testis, epididimis, funikulus
spermatikus, atau bahkan ke kulit scrotum. Tunika albugenia merupakan barrier yang
sangat kuat bagi penjalaran tumor testis ke organ sekitarnya, sehingga kerusakan
tunika albugenia oleh invasi tumor membuka peluang sel-sel tumor untuk menyebar
keluar testis.
Kecuali kariokarsinoma, tumor testis menyebar melalui pembuluh limfe menuju ke
kelenjar limfe retroperitoneal (para aorta) sebagai stasiun pertama, kemudian menuju
ke kelenjar mediastinal dan supraclavikula, sedangkan kariokarsinoma menyebar
secara hematogen ke paru, hepar, dan otak.
V. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
lainnya yang biasa dilakukan:
1. USG skrotum
2. Pemeriksaan darah untuk petanda tumor AFP (alfa fetoprotein), HCG (human
chorionic gonadotrophin) dan LDH (lactic dehydrogenase).
Hampir 85% kanker non-seminoma menunjukkan peningkatan kadar AFP atau beta
HCG.
1. Rontgen dada (untuk mengetahui penyebaran kanker ke paru-paru)
2. CT scan perut (untuk mengetahui penyebaran kanker ke organ perut)
3. Biopsi jaringan.
Human chorionic gonadotropin dan a-fetoprotein adalah penanda tumor yang
mungkin meningkat pada pasien kanker testis. (Penanda tumor adalah substansi yang
disintesis oleh sel-sel tumor dan dilepaskan ke dalam sirkulasi dalam jumlah yang
abnormal).
Tehnik imunositokimia yang terbaru dapat membantu mengidentifikasi sel-sel yang
tampaknya menghasilkan penanda ini. Kadar penanda tumor dalam darah digunakan
untuk mendiagnosis, menggolongkan, dan memantau respon terhadap pengobatan. Uji
diagnostic lainnya mencakup urografi intravena untuk mendeteksi segala bentuk
penyimpangan uretral yang disebabkan oleh massa tumor; limfangiografi untuk
mengkaji keluasan penyebaran tumor ke sistem limfatik; dan pemindai CT dada dan
abdomen untuk menentukan keluasan penyakit dalam paru-paru dan retroperineum.
VI. PENATALAKSANAAN
Pengobatan tergantung kepada jenis, stadium dan beratnya penyakit. Setelah kanker
ditemukan, langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan jenis sel kankernya,
selanjutnya ditentukan stadiumnya:
1. Stadium I: kanker belum menyebar ke luar testis
2. Stadium II: kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di perut
3. Stadium III: kanker telah menyebar ke luar kelenjar getah bening, bisa sampai ke
hati atau paru-paru.
Ada 4 macam pengobatan yang bisa digunakan:
1. Pembedahan: pengangkatan testis (orkiektomi) dan pengangkatan kelenjar getah
bening (limfadenektomi).
2. Terapi penyinaran: menggunakan sinar X dosis tinggi atau sinar energi tinggi
lainnya, seringkali dilakukan setelah limfadenektomi pada tumor non-seminoma.
Juga digunakan sebagai pengobatan utama pada seminoma, terutama pada stadium
awal.
3. Kemoterapi: digunakan obat-obatan (misalnya cisplastin, bleomycin dan etoposid)
untuk membunuh sel-sel kanker. Kemoterapi telah meningkatkan angka harapan
hidup penderita tumor non-seminoma.
4. Pencangkokan sumsum tulang: dilakukan jika kemoterapi telah menyebabkan
kerusakan pada sumsum tulang penderita.
Tumor seminoma
1. Stadium I diobati dengan orkiektomi dan penyinaran kelenjar getah bening perut
2. Stadium II diobati dengan orkiektomi, penyinaran kelenjar getah bening dan
kemoterapi dengan sisplastin
3. Stadium III diobati dengan orkiektomi dan kemoterapi multi-obat.
Tumor non-seminoma:
1. Stadium I diobati dengan orkiektomi dan kemungkinan dilakukan limfadenektomi
perut
2. Stadium II diobati dengan orkiektomi dan limfadenektomi perut, kemungkinan
diikuti dengan kemoterapi
3. Stadium III diobati dengan kemoterapi dan orkiektomi.
Jika kankernya merupakan kekambuhan dari kanker testis sebelumnya, diberikan
kemoterapi beberapa obat (ifosfamide, cisplastin dan etoposid atau vinblastin).
Kanker testikuler adalah salah satu tumor padat yang dapat disembuhkan. Tujuan
penatalaksanaan adalah untuk menyingkirkan penyakit dan mencapai penyembuhan.
Pemilihan pengobatan tergantung pada tipe sel dan keluasan anatomi penyakit.
.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN KANKER TESTIS
I. PENGKAJIAN
Aktivitas/istirahat
Gejala:
Kelemahan dan/atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat dan
jam kebiasaan tidur pada malam hari; adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi tidur, misalnya nyeri, ansietas, berkeringat
malam.
Keterbatasan partisipasi dalam hobby, latihan.
Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan,
tingkat stress tinggi.
Sirkulasi
Gejala:
Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja.
Kebiasaan:
Perubahan pada tekanan darah.
Integritas ego
Gejala:
Faktor stress (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara
mengatasi stress (misalnya merokok, minum alkohol, menunda
mencari pengobatan, keyakinan religious/spiritual).
Masalah tentang perubahan dalam penampilan, misalnya
alopesia, lesi cacat, pembedahan. Menyangkal diagnosis,
perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna,
rasa bersalah, kehilangan control, depresi.
Tanda:
Menyangkal, menarik diri, marah.
Eliminasi Gejala:
Perubahan pada pola defekasi, misalnya darah pada feses, nyeri
pada defekasi.
Perubahan eliminasi urinarius, misalnya nyeri atau rasa terbakar
pada saat berkemih, hematuri, sering berkemih.
Tanda:
Perubahan pada bising usus, distensi abdomen.
Makanan/cairan
Gejala:
Kebiasaan diet buruk (misalnya rendah serat, tinggi lemak,
adiktif, bahan pengawet). Anoreksia, mual/muntah. Intoleransi
makanan. Perubahan pada berat badan; penurunan berat badan,
kakeksia, berkurangnya massa otot.
Tanda:
Perubahan pada kelembaban/turgor kulit; edema.
NeurosensoriGejala:
Pusing; sinkope.
Nyeri/
kenyamanan
Gejala:
Tidak ada nyeri, atau derajat bervariasi, misalnya
ketidaknyamanan ringan sampai nyeri berat (dihubungkan dengan
proses penyakit).
Pernapasan
Gejala:
Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang
merokok) Pemajanan asbes
Keamanan
Gajala:
Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen.
Pemajanan matahari lama/berlebihan.
Tanda:
Demam. Ruam kulit, ulserasi.
Seksualitas
Gejala:
Masalah seksualitas, misalnya dampak pada hubungan,
perubahan pada tingkat kepuasan.
Nuligravida lebih besar dari usia 30 tahun.
Multigravida, pasangan seks multiple, aktivitas seksual dini.
Herpes genital.
Interaksi sosial Gejala:
Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung.
Riwayat perkawinan (berkenaan dengan kepuasan di rumah,
dukungan, atau bantuan).
Masalah rentang fungsi/tanggung jawab peran.
Penyuluhan/
pembelajaran
Gejala:
Riwayat kanker pada keluarga, misalnya ibu atau bibi dengan
kanker payudara. Sisi primer: penyakit primer dalam rumah
tangga ditemukan/didiagnosis.
Penyakit metastatik: sisi tambahan yang terlibat; bila tidak ada,
riwayat alamiah dari primer akan memberikan informasi penting
untuk mencari metastatik.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Cemas/takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker), perubahan kesehatan,
sosio ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan kematian, pemisahan
dengan keluarga.
2. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan
syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek
samping terapi kanker.
3. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan
hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker, konsekuensi kemotherapi,
radiasi, pembedahan (anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa kecap, nausea),
emotional distress, fatigue, ketidakmampuan mengontrol nyeri.
4. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif.
5. Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek
samping kemoterapi dan radiasi/radiotherapi.
6. Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output yang tidak
normal (vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake.
7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh
sekunder dan sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur invasif.
8. Resiko tinggi gangguan fungsi seksual berhubungan dengan defisit
pengetahuan/keterampilan tentang alternatif respon terhadap transisi kesehatan,
penurunan fungsi/struktur tubuh, dampak pengobatan.
9. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi dan
kemotherapi, defisit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia.
III. PERENCANAAN
1. Dx 1
Tujuan:
1. Pasien dapat mengurangi rasa cemasnya
2. Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif.
3. Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam pengobatan.
Intervensi Keperawatan:
Tentukan pengalaman pasien sebelumnya terhadap penyakit yang dideritanya.
Berikan informasi tentang prognosis secara akurat.
Beri kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan rasa marah, takut,
konfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai.
Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping. Bantu pasien mempersiapkan diri
dalam pengobatan.
Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial, ketidak berdayaan.
Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan support system.
Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Pertahankan kontak dengan pasien, bicara dan sentuhlah dengan wajar.
Rasional:
Data-data mengenai pengalaman pasien sebelumnya akan memberikan dasar
untuk penyuluhan dan menghindari adanya duplikasi.
Pemberian informasi dapat membantu pasien dalam memahami proses
penyakitnya.
Dapat menurunkan kecemasan pasien.
Membantu pasien dalam memahami kebutuhan untuk pengobatan dan efek
sampingnya.
Mengetahui dan menggali pola koping pasien serta mengatasinya/memberikan
solusi dalam upaya meningkatkan kekuatan dalam mengatasi kecemasan.
Agar pasien memperoleh dukungan dari orang yang terdekat/keluarga.
Memberikan kesempatan pada pasien untuk berpikir/merenung/istirahat.
Pasien mendapatkan kepercayaan diri dan keyakinan bahwa dia benar-benar di
tolong.
2. Dx 2
Tujuan:
1. Pasien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas
2. Melaporkan nyeri yang dialaminya
3. Mengikuti program pengobatan
4. Mendemontrasikan teknik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui
aktivitas yang mungkin
Intervensi Keperawatan:
Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas
Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan pasien
dan keluarga tentang cara menghadapinya
Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti
mendengarkan musik atau nonton TV
Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi,
bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan therapeutik.
Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu.
Kolaboratif:
Disusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan pasien.
Berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narcotik dll
Rasional:
Memberikan informasi yang diperlukan untuk merencanakan asuhan.
Untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau malah
menyebabkan komplikasi.
Untuk meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian pasien dari rasa
nyeri.
Meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan menurunkan stress dan
ansietas.
Untuk mengetahui efektifitas penanganan nyeri, tingkat nyeri dan sampai
sejauhmana pasien mampu menahannya serta untuk mengetahui kebutuhan pasien
akan obat-obatan anti nyeri.
Agar terapi yang diberikan tepat sasaran.
Untuk mengatasi nyeri.
3. Dx 3
Tujuan:
1. Pasien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan
tidak ada tanda malnutrisi
2. Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat
3. Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan
penyakitnya
Intervensi Keperawatan:
Monitor intake makanan setiap hari, apakah pasien makan sesuai dengan
kebutuhannya.
Timbang dan ukur berat badan, ukuran triceps serta amati penurunan berat badan.
Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan pembesaran kelenjar parotis.
Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dengan intake
cairan yang adekuat. Anjurkan pula makanan kecil untuk pasien.
Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. Hindarkan makanan
yang terlalu manis, berlemak dan pedas.
Ciptakan suasana makan yang menyenangkan misalnya makan bersama teman
atau keluarga.
Anjurkan tehnik relaksasi, visualisasi, latihan moderate sebelum makan.
Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem anoreksia yang dialami pasien.
Kolaboratif:
Amati studi laboraturium seperti total limposit, serum transferin dan albumin
Berikan pengobatan sesuai indikasi Phenotiazine, antidopaminergik,
corticosteroids, vitamin khususnya A, D, E dan B6, antacida
Pasang pipa nasogastrik untuk memberikan makanan secara enteral, imbangi
dengan infus.
Rasional:
Memberikan informasi tentang status gizi pasien.
Memberikan informasi tentang penambahan dan penurunan berat badan pasien.
Menunjukkan keadaan gizi pasien sangat buruk.
Kalori merupakan sumber energi.
Mencegah mual muntah, distensi berlebihan, dispepsia yang menyebabkan
penurunan nafsu makan serta mengurangi stimulus berbahaya yang dapat
meningkatkan ansietas.
Agar pasien merasa seperti berada dirumah sendiri.
Untuk menimbulkan perasaan ingin makan/membangkitkan selera makan.
Agar dapat diatasi secara bersama-sama (dengan ahli gizi, perawat dan pasien).
Untuk mengetahui/menegakkan terjadinya gangguan nutrisi sebagi akibat
perjalanan penyakit, pengobatan dan perawatan terhadap pasien.
Membantu menghilangkan gejala penyakit, efek samping, meningkatkan status
kesehatan pasien.
Mempermudah intake makanan/minuman dengan hasil yang maksimal dan sesuai
kebutuhan.
4. Dx 4
Tujuan:
1. Pasien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan
pengobatan pada tingkatan siap.
2. Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan
mengikuti prosedur tersebut.
3. Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi
dalam pengobatan.
4. Bekerjasama dengan pemberi informasi.
Intervensi Keperawatan:
Review pengertian pasien dan keluarga tentang diagnosa, pengobatan dan
akibatnya.
Tentukan persepsi pasien tentang kanker dan pengobatannya, ceritakan pada
pasien tentang pengalaman pasien lain yang menderita kanker.
Beri informasi yang akurat dan faktual. Jawab pertanyaan secara spesifik,
hindarkan informasi yang tidak diperlukan.
Berikan bimbingan kepada pasien/keluarga sebelum mengikuti prosedur
pengobatan, therapy yang lama, komplikasi. Jujurlah pada pasien.
Anjurkan pasien untuk memberikan umpan balik verbal dan mengkoreksi
miskonsepsi tentang penyakitnya.
Review pasien /keluarga tentang pentingnya status nutrisi yang optimal.
Anjurkan pasien untuk mengkaji membran mukosa mulutnya secara rutin,
perhatikan adanya eritema, ulcerasi.
Anjurkan pasien memelihara kebersihan kulit dan rambut.
Rasional:
Menghindari adanya duplikasi dan pengulangan terhadap pengetahuan pasien.
Memungkinkan dilakukan pembenaran terhadap kesalahan persepsi dan konsepsi
serta kesalahan pengertian.
Membantu pasien dalam memahami proses penyakit.
Membantu pasien dan keluarga dalam membuat keputusan pengobatan.
Mengetahui sampai sejauhmana pemahaman pasien dan keluarga mengenai
penyakit pasien.
Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga mengenai nutrisi yang adekuat.
Mengkaji perkembangan proses-proses penyembuhan dan tanda-tanda infeksi
serta masalah dengan kesehatan mulut yang dapat mempengaruhi intake makanan
dan minuman.
Meningkatkan integritas kulit dan kepala.
5. Dx 5
Tujuan:
1. Membran mukosa tidak menunjukkan kerusakan, terbebas dari
inflamasi dan ulcerasi
2. Pasien mengungkapkan faktor penyebab secara verbal.
3. Pasien mampu mendemontrasikan tehnik mempertahankan/menjaga
kebersihan rongga mulut.
Intervensi Keperawatan:
Kaji kesehatan gigi dan mulut pada saat pertemuan dengan pasien dan secara
periodik.
Kaji rongga mulut setiap hari, amati perubahan mukosa membran. Amati tanda
terbakar di mulut, perubahan suara, rasa kecap, kekentalan ludah.
Diskusikan dengan pasien tentang metode pemeliharan oral hygiene.
Intruksikan perubahan pola diet misalnya hindari makanan panas, pedas, asam,
makanan keras.
Amati dan jelaskan pada pasien tentang tanda superinfeksi oral.
Kolaboratif:
Konsultasi dengan dokter gigi sebelum kemotherapi
Berikan obat sesuai indikasi, analgetik, topikal lidocaine, antimikrobial
mouthwash preparation.
Kultur lesi oral.
Rasional:
Mengkaji perkembangan proses penyembuhan dan tanda-tanda infeksi
memberikan informasi penting untuk mengembangkan rencana keperawatan.
Masalah dengan kesehatan mulut dapat mempengaruhi pemasukan makanan dan
minuman.
Mencari alternatif lain mengenai pemeliharaan mulut dan gigi.
Mencegah rasa tidak nyaman dan iritasi lanjut pada membran mukosa.
Agar pasien mengetahui dan segera memberitahu bila ada tanda-tanda tersebut.
Meningkatkan kebersihan dan kesehatan gigi dan gusi.
Tindakan/terapi yang dapat menghilangkan nyeri, menangani infeksi dalam
rongga mulut/infeksi sistemik.
Untuk mengetahui jenis kuman sehingga dapat diberikan terapi antibiotik yang
tepat.
6. Dx 6
Tujuan:
1. Pasien menunjukkan keseimbangan cairan dengan tanda vital normal,
membran mukosa normal, turgor kulit bagus, capilary refill normal, urine output
normal.
Intervensi Keperawatan:
Monitor intake dan output termasuk keluaran yang tidak normal seperti emesis,
diare, drainase luka. Hitung keseimbangan selama 24 jam.
Timbang berat badan jika diperlukan.
Monitor vital sign. Evaluasi pulse peripheral, capilary refill.
Kaji turgor kulit dan keadaan membran mukosa. Catat keadaan kehausan pada
pasien.
Anjurkan intake cairan samapi 3000 ml per hari sesuai kebutuhan individu.
Observasi kemungkinan perdarahan seperti perlukaan pada membran mukosa,
luka bedah, adanya ekimosis dan petekie.
Hindarkan trauma dan tekanan yang berlebihan pada luka bedah.
Kolaboratif:
Berikan cairan IV bila diperlukan.
Berikan therapy antiemetik.
Monitor hasil laboratorium: Hb, elektrolit, albumin.
Rasional:
Pemasukan oral yang tidak adekuat dapat menyebabkan hipovolemia.
Dengan memonitor berat badan dapat diketahui bila ada ketidakseimbangan
cairan.
Tanda-tanda hipovolemia segera diketahui dengan adanya takikardi, hipotensi
dan suhu tubuh yang meningkat berhubungan dengan dehidrasi.
Dengan mengetahui tanda-tanda dehidrasi dapat mencegah terjadinya
hipovolemia.
Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang.
Segera diketahui adanya perubahan keseimbangan volume cairan.
Mencegah terjadinya perdarahan.
Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang.
Mencegah/menghilangkan mual muntah.
Mengetahui perubahan yang terjadi.
7. Dx 7
Tujuan:
1. Pasien mampu mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam tindakan
pencegahan infeksi.
2. Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dan penyembuhan luka
berlangsung normal.
Intervensi Keperawatan:
Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan. Batasi pengunjung.
Jaga personal hygine pasien dengan baik.
Monitor temperatur.
Kaji semua sistem untuk melihat tanda-tanda infeksi.
Hindarkan/batasi prosedur invasif dan jaga aseptik prosedur.
Kolaboratif:
Monitor CBC, WBC, granulosit, platelets.
Berikan antibiotik bila diindikasikan.
Rasional:
Mencegah terjadinya infeksi silang.
Menurunkan/mengurangi adanya organisme hidup.
Peningkatan suhu merupakan tanda terjadinya infeksi.
Mencegah/mengurangi terjadinya resiko infeksi.
Mencegah terjadinya infeksi.
Segera dapat diketahui apabila terjadi infeksi.
Adanya indikasi yang jelas sehingga antibiotik yang diberikan dapat mengatasi
organisme penyebab infeksi.
8. Dx 8
Tujuan:
1. Pasien dapat mengungkapkan pengertiannya terhadap efek kanker dan terapi
terhadap seksualitas
2. Mempertahankan aktivitas seksual dalam batas kemampuan
Intervensi:
Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang proses seksualitas dan reaksi serta
hubungannya dengan penyakitnya.
Berikan advis tentang akibat pengobatan terhadap seksualitasnya.
Berikan privacy kepada pasien dan pasangannya. Ketuk pintu sebelum masuk.
Rasional:
Meningkatkan ekspresi seksual dan meningkatkan komunikasi terbuka antara
pasien dengan pasangannya.
Membantu pasien dalam mengatasi masalah seksual yang dihadapinya.
Memberikan kesempatan bagi pasien dan pasangannya untuk mengekspresikan
perasaan dan keinginan secara wajar.
9. Dx 9
Tujuan:
1. Pasien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan
kondisi spesifik
2. Berpartisipasi dalam pencegahan komplikasi dan percepatan
penyembuhan
Intervensi Keperawatan:
Kaji integritas kulit untuk melihat adanya efek samping therapi kanker, amati
penyembuhan luka.
Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal.
Ubah posisi pasien secara teratur.
Berikan advise pada pasien untuk menghindari pemakaian cream kulit, minyak,
bedak tanpa rekomendasi dokter.
Rasional:
Memberikan informasi untuk perencanaan asuhan dan mengembangkan
identifikasi awal terhadap perubahan integritas kulit.
Menghindari perlukaan yang dapat menimbulkan infeksi.
Menghindari penekanan yang terus menerus pada suatu daerah tertentu.
Mencegah trauma berlanjut pada kulit dan produk yang kontra indikatif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Basuki B Purnomo, Dasar-dasar Urologi.Edisi kedua, cetakan ketiga, CV. Sagung
Seto: Jakarta 2007.
2. Carpenito Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta, 2001.
3. Danielle Gale & Jane Charette, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Penerbit
Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 2000.
4. Doenges E. Marilynn, Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta, 1999.
5. Gallo & Hudak, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Edisi VI, Volume II,
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 1996.
6. Long Barbara C. Perawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa: Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung, Edisi 1, Yayasan IAPK Pajajaran,
Bandung, 1996
7. Price A. Sylvia & Wilson M. Lorraine, Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit,
Edisi 4, Buku II, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 1995.
8. Robbins Stanley L, Buku Saku Dasar Patologi Penyakit, Edisi 5, Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta, 1996.
9. Suzanne. C. Smeltzer & Brenda.G.Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Edisi 8, volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2001.