42
BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma. (Medlinux, 2008) Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama, sering menjadi problem tersendiri. (Medlinux, 2008) Peran dokter dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Dokter sebagai pintu pertama yang akan diketuk oleh penderita dalam menolong penderita asma, harus selalu meningkatkan pelayanan, salah satunya yang sering diabaikan adalah memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan kepada penderita dan keluarganya akan sangat berarti bagi penderita, terutama bagaimana sikap dan

Asma Bronchiale

  • Upload
    drroonz

  • View
    15

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ASMA BRONKHIALE

Citation preview

Page 1: Asma Bronchiale

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan

perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada

di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah

penyakit asma. (Medlinux, 2008)

Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara

total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan

terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan

lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor

alergen yang menjadi penyebab serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu

serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita atau keluarganya, tetapi pengobatan

profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama, sering menjadi problem tersendiri.

(Medlinux, 2008)

Peran dokter dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Dokter sebagai

pintu pertama yang akan diketuk oleh penderita dalam menolong penderita asma, harus

selalu meningkatkan pelayanan, salah satunya yang sering diabaikan adalah memberikan

edukasi atau pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan kepada penderita dan

keluarganya akan sangat berarti bagi penderita, terutama bagaimana sikap dan tindakan

yang bisa dikerjakan pada waktu menghadapi serangan, dan bagaimana caranya mencegah

terjadinya serangan asma. (Medlinux, 2008)

Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan

penyakit) asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di Asia seperti

Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus asma meningkat

insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun, baik di negara berkembang

maupun di negara maju. Beban global untuk penyakit ini semakin meningkat. Dampak

buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas yang menurun,

Page 2: Asma Bronchiale

ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit

dan bahkan kematian. (Muchid dkk,2007)

Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia,

hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai

propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan

asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama

dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan

emfisema sebagai penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995,

prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik

11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan

menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood

(ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2 %

yang 64 % diantaranya mempunyai gejala klasik. (Muchid dkk,2007).

Page 3: Asma Bronchiale

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan

dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala pernapasan.

Asma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam kelompok penyakit

paru alergi dan imunologi yang merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap

reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan

dengan manifestasi berupa kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang

menyeluruh dari saluran napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat penyempitan

dapat berubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat.

Penyakit asma bronkial di masyarakat sering disebut sebagai bengek, asma,

mengi, ampek, sasak angok, dan berbagai istilah lokal lainnya. Asma merupakan suatu

penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai

dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap

berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas. (Medicafarma,2008)

Dari definisi di atas, maka dapat diambil poin penting mengenai asma, yaitu :

- Asma merupakan penyakit gangguan jalan nafas

- Ditandai dengan hipersensitifitas bronkus dan bronkokostriksi

- Diakibatkan oleh proses inflamasi kronik

- Bersifat reversibel

Status asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma yang

berat atau bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang

lazim diberikan. Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau perbaikan yang sifatnya

hanya singkat, dengan pengamatan 1-2 jam. (Medlinux,2008)

Page 4: Asma Bronchiale

Gambaran klinis Status Asmatikus :

- Penderita tampak sakit berat dan sianosis.

- Sesak nafas, bicara terputus-putus.

- Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab penderita

sudah jatuh dalam dehidrasi berat.

- Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih cukup baik, tetapi

lambat laun dapat memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisah

kemudian jatuh ke dalam koma. (Medlinux,2008)

II. EPIDEMIOLOGI

Asma dapat ditemukan pada laki – laki dan perempuan di segala usia, terutama

pada usia dini. Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan

pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa.

Laki-laki lebih memungkinkan mengalami penurunan gejala di akhir usia remaja

dibandingkan dengan perempuan.

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah

penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini

akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.

Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in Childhood

(ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi penyakit asma

meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5% dari

seluruh penduduk Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia.

Penelitian yang dilakukan oleh Anggia D pada tahun 2005 di RSUD Arifin

Achmad Pekanbaru didapatkan kelompok umur terbanyak yang menderita asma adalah

25 – 34 tahun sebanyak 17 orang (24,29%) dari 70 orang, dan perempuan lebih banyak

dari pada laki – laki (52,86%).

III. ETIOLOGI

Page 5: Asma Bronchiale

Penelitian yang dilakukan oleh pakar di bidang penyakit asma sudah sedemikian

jauh, tetapi sampai sekarang belum menemukan penyebab yang pasti. Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa saluran pernapasan penderita asma mempunyai sifat

sangat peka terhadap rangsangan dari luar yang erat kaitannya dengan proses inflamasi.

Proses inflamasi akan meningkat bila penderita terpajan oleh alergen tertentu.

Penyempitan saluran pernapasan pada penderita asma disebabkan oleh reaksi

inflamasi kronik yang didahului oleh faktor pencetus. Beberapa faktor pencetus yang

sering menjadi pencetus serangan asma adalah :

1. Faktor Lingkungan

a. Alergen dalam rumah

b. Alergen luar rumah

2. Faktor Lain

a. Alergen makanan

b. Alergen obat – obat tertentu

c. Bahan yang mengiritasi

d. Ekspresi emosi berlebih

e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif

f. Polusi udara dari dalam dan luar ruangan

IV. FAKTOR RISIKO

Faktor resiko asma dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

a. Atopi

Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana

cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga

dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah

terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus.

b. Hiperreaktivitas bronkus

Saluran pernapasan sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan.

c. Jenis Kelamin

Page 6: Asma Bronchiale

Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia

remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa.

d. Ras

e. Obesitas

Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan faktor resiko asma.

Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran pernapasan dan

meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas,

penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat mempengaruhi gejala

fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.

IV. PATOFISIOLOGI

Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang

menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus

terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga

terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk

membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini

menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. (Tanjung, 2003)

Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada

interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila

seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen

bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan

mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi

lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek

gabungan dari semua faktor- faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding

bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan

spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi

sangat meningkat. (Tanjung, 2003)

Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama

inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian

luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya

adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama

Page 7: Asma Bronchiale

Asma : Inflamasi kronis Saluran Napas

pemicu

ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan

adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas

residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma

akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel

chest. (Tanjung, 2003)

Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas dan disebabkan oleh

hiperreaktivitas saluran napas yang melibatkan beberapa sel inflamasi terutama sel mast,

eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel yang menyebabkan pelepasan

mediator seperti histamin dan leukotrin yang dapat mengaktivasi target saluran napas

sehingga terjadi bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskular, edema dan hipersekresi

mukus. Inflamasi saluran napas pada asma merupakan proses yang sangat kompleks

melibatkan faktor genetik, antigen dan berbagai sel inflamasi, interaksi antara sel dan

mediator yang membentuk proses inflamasi kronik.

Proses inflamasi kronik ini berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran

napas sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas, batuk terutama pada

malam hari. Hiperresponsivitas saluran napas adalah respon bronkus berlebihan yaitu

penyempitan bronkus akibat berbagai rangsangan spesifik dan non-spesifik.

Page 8: Asma Bronchiale

Gambar 1. Patogenesis Asma

Tabel 3. Mediator Sel Mast dan Pengaruhnya terhadap Asma

Page 9: Asma Bronchiale

Mediator Pengaruh terhadap asma

Histamin LTC4, D4,E4 Prostaglandin dan Thromboksan A2 Bradikinin Platelet-activating factor (PAF)

Kontruksi otot polos

Histamin LTC4, D4,E4 Prostaglandin dan Thromboksan E2 Bradikinin Platelet-activating factor (PAF)

Chymase Radikal oksigen

Udema mukosa

Histamin LTC4, D4,E4 Prostaglandin Hidroxyeicosatetraenoic acid

Sekresi mukus

Radikal oksigen Enzim proteolitik Faktor inflamasi dan sitokin

Deskuamasi epitel bronkial

Page 10: Asma Bronchiale

V. GAMBARAN KLINIS

Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi

yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi

(wheezing), batuk yang disertai serangn napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa

penderita asma, keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak napas penderita

timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih

berat. (Medicafarma,2008)

Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing tergantung

cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan

atau kelelahan otot pernapasan, wheezing akan terdengar lebih lemah atau tidak terdengar

sama sekali. Batuk hamper selalu ada, bahkan seringkali diikuti dengan dahak putih

berbuih. Selain itu, makin kental dahak, maka keluhan sesak akan semakin berat.

(Medicafarma,2008)

Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk

membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Posisi ini didapati juga

pada pasien dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Tanda lain yang

menyertai sesak napas adalah pernapasan cuping hidung yang sesuai dengan irama

pernapasan. Frekuensi pernapasan terlihat meningkat (takipneu), otot Bantu pernapasan

ikut aktif, dan penderita tampak gelisah. Pada fase permulaan, sesak napas akan diikuti

dengan penurunan PaO2 dan PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit naik. Hipoventilasi

yang terjadi kemudian akan memperberat sesak napas, karena menyebabkan penurunan

PaO2 dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan darah

dan denyut nadi sampai 110-130/menit, karena peningkatan konsentrasi katekolamin dalam

darah akibat respons hipoksemia. (Medicafarma,2008)

Page 11: Asma Bronchiale

V. KLASIFIKASI ASMA

A. Berdasarkan Etiologi

a. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang

spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan

aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya

suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor

pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma

ekstrinsik. (Medicafarma,2008)

Asma Ekstrinsik dibagi menjadi :

(i) Asma ekstrinsik atopik

Sifat-sifatnya adalah sebagai berikut:

- Penyebabnya adalah rangsangan allergen eksternal spesifik dan dapat

diperlihatkan dengan reaksi kulit tipe 1

- Gejala klinik dan keluhan cenderung timbul pada awal kehdupan, 85% kasus

timbul sebelum usia 30 tahun

- Sebagian besar mengalami perubahan dengan tiba-tiba pada masa puber,

dengan serangan asma yang berbeda-beda

- Prognosis tergantung pada serangan pertama dan berat ringannya gejala yang

timbul. Jika serangan pertama pada usia muda disertai dengan gejala yang

lebih berat, maka prognosis menjadi jelek.

- Perubahan alamiah terjadi karena adanya kelainan dari kekebalan tubuh pada

IgE yang timbul terutama pada awal kehidupan dan cenderung berkurang di

kemudian hari

- Asma bentuk ini memberikan tes kulit yang positif

- Dalam darah menunjukkan kenaikan kadar IgE spesifik

- Ada riwayat keluarga yang menderita asma

- Terhadap pengobatan memberikan respon yang cepat

(Medicafarma,2008)

Page 12: Asma Bronchiale

(ii) Asma ekstrinsik non atopik

Memiliki sifat-sifat antara lain :

- Serangan asma timbul berhubungan dengan bermacam-macam alergen yang

spesifik

- Tes kulit memberi reaksi tipe segera, tipe lambat dan ganda terhadap alergi

yang tersensitasi dapat menjadi positif

- Dalam serum didapatkan IgE dan IgG yang spesifik

- Timbulnya gejala cenderung pada saat akhir kehidupan atau di kemudian hari

(Medicafarma,2008)

b. Intrinsik/idiopatik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang

tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan

oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi

lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang

menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma

gabungan. (Medicafarma,2008)

Sifat dari asma intrinsik :

- Alergen pencetus sukar ditentukan

- Tidak ada alergen ekstrinsik sebagai penyebab dan tes kulit memberi hasil

negatif

- Merupakan kelompok yang heterogen, respons untuk terjadi asma dicetuskan

oleh penyebab dan melalui mekanisme yang berbeda-beda

- Sering ditemukan pada penderita dewasa, dimulai pada umur di atas 30 tahun

dan disebut juga late onset asma

- Serangan sesak pada asma tipe ini dapat berlangsung lama dan seringkali

menimbulkan kematian bila pengobatan tanpa disertai kortikosteroid.

- Perubahan patologi yang terjadi sama dengan asma ekstrinsik, namun tidak

dapat dibuktikan dengan keterlibatan IgE

- Kadar IgE serum normal, tetapi eosinofil dapat meningkat jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan asma ekstrinsik

Page 13: Asma Bronchiale

- Selain itu tes serologi dapat menunjukkan adanya faktor rematoid, misalnya sel

LE

- Riwayat keluarga jauh lebih sedikit, sekitar 12-48%

- Polip hidung dan sensitivitas terhadap aspirin sering dijumpai

(Medicafarma,2008)

c. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk

alergik dan non-alergik. (Medicafarma,2008)

B. Berdasarkan Keparahan Penyakit

1. Asma intermiten

Gejala muncul < 1 kali dalam 1 minggu, eksaserbasi ringan dalam beberapa jam

atau hari, gejala asma malam hari terjadi < 2 kali dalam 1 bulan, fungsi paru normal

dan asimtomatik di antara waktu serangan, Peak Expiratory Folw (PEF) dan Forced

Expiratory Value in 1 second (PEV1) > 80%

2. Asma ringan

Gejala muncul > 1 kali dalam 1 minggu tetapi < 1 kali dalam 1 hari, eksaserbasi

mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi > 2 kali dalam 1

bulan, PEF dan PEV1 > 80%

3. Asma sedang (moderate)

Gejala muncul tiap hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma

malam hari terjadi >1 kali dalam 1 minggu, menggunakan inhalasi beta 2 agonis

kerja cepat dalam keseharian, PEF dan PEV1 >60% dan < 80%

4. Asma parah (severe)

Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi sering terjadi, gejala asma malam hari

sering terjadi, aktifitas fisik terganggu oleh gejala asma, PEF dan PEV1 < 60%

(Muchid dkk, 2007)

Page 14: Asma Bronchiale

Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa

Page 15: Asma Bronchiale

Klasifikasi asma menurut derajat serangan

Page 16: Asma Bronchiale

C. Berdasarkan terkontrol atau tidaknya Asma

Dibagi menjadi 3 yaitu asma terkontrol, asma terkontrol sebagian (partial), dan asma

tak terkontrol.

Page 17: Asma Bronchiale

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis

Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk, sesak napas,

mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Faktor –

faktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran napas.

Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan denyut nadi juga

meningkat, ekspirasi memanjang diserta ronki kering, mengi.

Pemeriksaan Laboratorium

Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal

Charcot Leyden).

Pemeriksaan Penunjang

o Spirometri

Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru.

Reversibilitas penyempitan saluran napas yang merupakan ciri khas asma dapat

dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan

atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian

bronkodilator.

o Uji Provokasi Bronkus

Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita

dengan gejala sma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi

bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus merupakan cara untuk

membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran napas pada orang yang

diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi

dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik

seperti metakolin dan histamin.

Page 18: Asma Bronchiale

o Foto Toraks

Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang

memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas,

pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan,

gambaran radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan.

Page 19: Asma Bronchiale

VII. DIAGNOSIS BANDING

Bronkitis kronik

Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan

dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disertai sputum dan

perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan

menurunkan kemampuan jasmani.

Emfisema paru

Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang

menyertainya.

Gagal jantung kiri

Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada malam hari

disebut paroxysmal nocturnal dispnea. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari

karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan

fisik ditemukan kardiomegali dan edema paru.

Emboli paru

Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung. Disamping gejala

sesak napas, pasien batuk dengan disertai darah (haemoptoe).

IX. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan

kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan

aktiviti sehari-hari.

 Tujuan penatalaksanaan asma.

Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

Mencegah eksaserbasi akut

Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise

Page 20: Asma Bronchiale

Menghindari efek samping obat

Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel

Mencegah kematian karena asma

Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma

terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.

Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan non-medikamentosa dan

pengobatan medikamentosa :

Pengobatan non-medikamentosa

Penyuluhan

Menghindari faktor pencetus

Pengendali emosi

Pemakaian oksigen

Pengobatan medikamentosa

Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan

napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.

Pengontrol (Controllers)

Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,

diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada

asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol :

Kortikosteroid inhalasi

Kortikosteroid sistemik

Sodium kromoglikat

Nedokromil sodium

Metilsantin

Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi

Page 21: Asma Bronchiale

Agonis beta-2 kerja lama, oral

Leukotrien modifiers

Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)

Lain-lain

Glukokortikosteroid inhalasi

Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma.

Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan

hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan

dan memperbaiki kualiti hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma

persisten (ringan sampai berat).

Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan potensi

Dewasa Dosis rendah Dosis medium Dosis

tinggi

Obat

Beklometason dipropionat

Budesonid

Flunisolid

Flutikason

Triamsinolon asetonid

 

200-500 ug

200-400 ug

500-1000 ug

100-250 ug

400-1000 ug

 

500-1000 ug

400-800 ug

1000-2000 ug

250-500 ug

1000-2000 ug

 

>1000 ug

>800 ug

>2000 ug

>500 ug

>2000 ug

Anak Dosis rendah Dosis medium Dosis

tinggi

Obat

Beklometason dipropionat

Budesonid

Flunisolid

Flutikason

Triamsinolon asetonid

 

100-400 ug

100-200 ug

500-750 ug

100-200 ug

400-800 ug

 

400-800 ug

200-400 ug

1000-1250 ug

200-500 ug

800-1200 ug

 

>800 ug

>400 ug

>1250 ug

>500 ug

>1200 ug

 

Glukokortikosteroid sistemik

Page 22: Asma Bronchiale

Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi

(efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral

jangka panjang.

 Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)

Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten

ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini

bermanfaat atau tidak.

Metilsantin

Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti

antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai obat

pengontrol, berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol

gejala dan memperbaiki faal paru.

  Agonis beta-2 kerja lama

Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan

formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-

2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier,

menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel

mast dan basofil.

Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-2

Page 23: Asma Bronchiale

Onset Durasi (Lama kerja)

  Singkat Lama

Cepat Fenoterol

Prokaterol

Salbutamol/ Albuterol

Terbutalin

Pirbuterol

Formoterol

Lambat   Salmeterol

  Leukotriene modifiers

Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.

Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan

bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat

bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah

preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan. Saat ini yang beredar

di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien sisteinil).

Pelega ( Reliever )

Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki

dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa

berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan

hiperesponsif jalan napas. Termasuk pelega adalah 13:

Agonis beta2 kerja singkat

Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila

penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai,

penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain).

Antikolinergik

Page 24: Asma Bronchiale

Aminofillin

Adrenalin

Agonis beta-2 kerja singkat

Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol

yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat.

Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas,

meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan

modulasi penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan

akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-induced asthma

Metilsantin

Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah

dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat.

Antikolinergik

Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan

asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan

menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks

bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium

bromide dan tiotropium bromide.

  Adrenalin

Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat. Pemberian

secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan

gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi

harus dengan pengawasan ketat (bedside monitoring).

Cara pemberian pengobatan

Page 25: Asma Bronchiale

Pengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral dan

parenteral (subkutan, intramuskular, intravena). Kelebihan pemberian pengobatan

langsung ke jalan napas (inhalasi) adalah:

lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas

efek sistemik minimal atau dihindarkan

beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak terabsorpsi

pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu kerja bronkodilator

adalah lebih cepat bila diberikan inhalasi daripada oral.

Pengobatan sesuai berat asma

Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari.

Berat Asma Medikasi pengontrol

harian

Alternatif / Pilihan lain Alternatif lain

Asma Intermiten Tidak perlu -------- -------Asma Persisten Ringan

Glukokortikosteroid inhalasi (200-400 ug

BD/hari atau ekivalennya)

Teofilin lepas lambat Kromolin Leukotriene modifiers

------

Asma Persisten Sedang

 

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid

(400-800 ug BD/hari atau ekivalennya) dan

agonis beta-2 kerja lama

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah Teofilin lepas lambat ,atau

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau

Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800 ug BD atau ekivalennya) atau

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah leukotriene modifiers

Ditamba h agonis beta-2 kerja lama oral, atau

Ditamba h teofilin lepas lambat

Asma Persisten Berat

Kombinasi inhalasi glukokortikoster

Prednisolon/ metilprednisolon oral selang sehari 10 mg

Page 26: Asma Bronchiale

 oid (> 800 ug BD atau ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama, ditambah ³ 1 di bawah ini:

teofilin lepas lambat

leukotriene modifiers

glukokortikosteroid oral

ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, ditambah teofilin lepas lambat

X. PENGOBATAN PROFILAKSIS

Pengobatan profilaksis dianggap merupakan cara pengobatan yang paling rasional,

karena sasaran obat-obat tersebut langsung pada faktor-faktor yang menyebabkan

bronkospasme. Pada umumnya pengobatan profilaksis berlangsung dalam jangka

panjang, dengan cara kerja obat sebagai berikut :

a. Menghambat pelepasan mediator.

b. Menekan hiperaktivitas bronkus.

Hasil yang diharapkan dari pengobatan profilaksis adalah :

a. Bila mungkin bisa menghentikan obat simptomatik.

b. Menghentikan atau mengurangi pemakaian steroid.

c. Mengurangi banyaknya jenis obat dan dosis yang dipakai.

d. Mengurangi tingkat keparahan penyakit, mengurangi frekwensi serangan dan

meringankan beratnya serangan.

Obat profilaksis yang biasanya digunakan adalah :

a. Steroid dalam bentuk aerosol.

b. Disodium Cromolyn.

c. Ketotifen.

d. Tranilast. (Medlinux,2008)

TATALAKSANA ASMA AKUT INTERMITEN

Page 27: Asma Bronchiale

1. Aminofilin : 3 X 3-5 mg/kg BB atau

2. Salbutamol : 3 X 0,05-0,1 mg/kg BB

3. Bila ada batuk berikan ekspectoran

4. Bila ada tanda infeksi (demam) berikan antibiotika (Medlinux,2008)

TATALAKSANA ASMA BERAT DAN STATUS ASMATIKUS

1. Adrenalin 0,3 mg-0,5 mg SK, dapat diulang 15-30 menit kemudian, atau Aminofilin

bolus 5-6 mg/kg BB IV pelan-pelan. Catatan : pemberian Adrenalin pada orang tua

harus hati-hati, dan tidak boleh diberikan pada penderita hipertensi dan penyakit

jantung.

2. Dexametason 5 mg IV.

3. Bila ada berikan Oksigen : 2-4 lt/menit.

4. Bila tidak ada respon dianggap sebagai Status Asmatikus : – Pasang infus Glukosa 5%

atau NaCl 0,9% : 2-3 lt/24 jam. – Rujuk segera ke Rumah Sakit. (Medlinux,2008)

XI. KOMPLIKASI

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :

1. Status asmatikus

2. Atelektasis

3. Hipoksemia

4. Pneumothoraks

5. Emfisema

XII. PROGNOSIS

Page 28: Asma Bronchiale

Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir

menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang

berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka

kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga kenyataan bahwa

angka kematian pada serangan asma dengan usia tua lebih banyak, kalau serangan asma

diketahui dan dimulai sejak kanak – kanak dan mendapat pengawasan yang cukup kira-

kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan di dalam pengawasan tersebut

kalau sering mengalami serangan common cold 29% akan mengalami serangan ulang.

Pada penderita yang mengalami serangan intermitten angka kematiannya 2%,

sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus menerus angka

kematiannya 9%.

DAFTAR PUSTAKA

1. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Dalam : Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke - 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FKUI. 2006. h 978 – 87.

2. Alsagaff H, Mukty A. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi ke – 2. Surabaya :

Airlangga University Press. 2002. h 263 – 300.

3. Morris MJ. Asthma. [ updated 2011 June 13; cited 2011 June 29]. Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#showall

Page 29: Asma Bronchiale

4. Partridge MD. Examining The Unmet Need In Adults With Severe Asthma. Eur Respir

Rev 2007; 16: 104, 67–72

5. Dewan Asma Indonesia. You Can Control Your Asthma : ACT NOW!. Jakarta. 2009 May

4th. Available from:

http://indonesianasthmacouncil.org/index.php?

option=com_content&task=view&id=13&Itemid=5

6. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD Arifin

Achmad Pekanbaru Periode Januari – Desember 2005. Pekanbaru : Fakultas Kedokteran

Universitas Riau. 2006.

7. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma.

Jakarta. 3 Nopember 2008.

8. Rahmawati I, Yunus F, Wiyono WH. Patogenesis dan Patofisiologi Asma. Jurnal Cermin

Kedokteran. 2003; 141. 5 – 6.

9. Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003. Surakarta : Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2003. h 27.

10. Noorcahyati S. Pemantauan Kadar Imunoglobulin M (Igm) dan Imunoglobulin G (Igg)

Chlamydia pneumoniae pada Penderita Asma di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik

Medan. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2002.

11. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran.

Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2001. h 477 – 82.

12. Rengganis I. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah Kedokteran Indonesia.

Nopember 2008; 58(11), 444-51.

13. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.

2003. h 73-5

14. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam.

Isselbacher KJ et al, editor. Jakrta : EGC. 2000. 1311-18.

Page 30: Asma Bronchiale