Upload
peter-prast
View
184
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
ASMA BRONKIAL PADA KEHAMILAN
I. Pendahuluan
Asma termasuk ke dalam kelainan alergi-imunologi. Asma
merupakan gangguan inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan
berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus
dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan nafas, dan gejala pernafasan (mengi dan
sesak) yang bersifat non-reversible. Wanita hamil yang menderita kelainan
pernafasan, salah satunya adalah asma, harus berhati-hati, karena
kehamilan itu sendiri akan menimbulkan perubahan yang luas terhadap
fisiologi pernafasan.
Penderita asma di Amerika Serikat berkisar antara 6-8 juta. Prevalensi
asma dipengaruhi oleh banyak status atopi, faktor keturunan, serta faktor
lingkungan. Pada masa kanak-kanak ditemukan prevalensi anak laki berbanding
anak perempuan,tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang
sama dan pada masa menopouse perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Di
Hongkong prevalensi asma pada anak-anak kelompok umur 13-14 tahun pada
tahun 1980 baru mencapai 2% untuk meningkat menjadi 4,8% pada tahun1989
dan pada tahun 1995 mencapai 11%. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara
5-7%.
Insidensi asma dalam kehamilan adalah sekitar 0,5 – 1 % dari seluruh
kehamilan, dimana serangan asma biasanya timbul pada usia kehamilan 24 – 36
minggu, jarang pada akhir kehamilan. Dalam pengamatan dr. Iris Rengganis dari
RS Ciptomangunkusumo-FKUI, Jakarta, asma ditemukan pada 4-7% ibu hamil
dan komplikasi terjadi pada 1 % kehamilan. Sementara selama masa kehamilan
kondisi asma seseorang bisa berubah. Dari 1.087 pasien, dilaporkan 36% asmanya
membaik, 23% memburuk, dan 41% tidak berubah. Laporan lain menunjukan
perbaikan asma antara 18-69% dan memburuk pada 6-42%. Tapi secara umum
disepakati bahwa derajat asma pada ibu hamil, sepertiga membaik, sepertiga
memburuk, dan sepertiga sisanya tetap.
Kondisi asma yang memburuk umumnya muncul pada minggu ke 29-36
masa kehamilan. Sementara pada 4 minggu terakhir masa kehamilan, keadaan
justru membaik. Bahkan, selama proses persalinan dan kelahiran hanya 10% ibu
hamil penderita asma yang menunjukkan gejala asma, hal ini diduga disebabkan
oleh membaiknya fungsi paru. Asma yang memburuk selama kehamilan biasanya
kembali membaik dalam waktu 3 bulan setelah partus. Asma yang terjadi pada
kehamilan sebelumnya, pada 60% penderitanya akan terulang lagi pada kehamilan
berikutnya.
II. Patofisiologi Asma
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot
bronkus, sumbat bronkus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Adanya
wheezing pada ekspirasi karena secara fisiologis saluran nafas menyempit pada
fase tersebut. Hal ini menyebabkan udara distal tempat terjadinya obstruksi
terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu,
kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien akan bernafas pada volume yang
tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini betujuan
agar saluran nafas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk
mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu nafas.
Penyempitan saluran nafas dapat terjadi baik pada saluran nafas yang
besar, sedang maupun kecil. Gejala mengi menandakan adanya penyempitan
disaluran nafas besar, sedangkan pada saluran nafas yang kecil gejala batuk dan
sesak lebih dominan dibanding mengi. Gangguan yang berupa obstruksi saluran
nafas dapat dinilai secara obyektif dengan VEP1.
Penyempitan saluran nafas ternyata tidak merata di seluruh bagian paru.
Ada daerah-daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang
melalui daerah tersebut mengalami hipoksemia. Penurunan PaO2 mungkin
merupakan kelainan pada asma subklinis. Untuk mengatasi kekurangan oksigen,
tubuh melakukan hiperventilasi. Tetapi akibatnya pengeluaran CO2 menjadi
berlebihan sehingga PaCO2 menurun yang kemudian menimbulkan alkalosis
respiratorik. Pada serangan asma yang lebih berat lagi banyak saluran nafas dan
alveolus yang tertutup oleh mukus sehingga tidak memungkinkan lagi terjadinya
pertukaran gas. Hal ini menyebabkan hipoksemia dan kerja otot-otot pernafasan
bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi CO2.
Peningkatan produksi CO2 yang disertai dengan penurunan ventilasi
alveolus menyebabkan retensi CO-2 (hiperkapnea) dan terjadi asidosis
respiratorik atau gagal nafas. Hipoksemia yang berlangsung lama menyebabkan
asidosis metabolik dan konstriksi pembuluh darah paru yang kemudian
menyebabkan shunting yaitu peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas
yang baik. Dengan demikian penyempitan saluran nafas pada asma akan
menimbulkan:
a. gangguan ventilasi berupoa hipoventilasi
b. ketidakseimbangan ventilasi perfusi dimana distribisu ventilasi tidak setara
dengan sirkulasi darah paru.
c. gangguan difusi gas di tingkat alveoli.
Ketiga faktor tersebut akan mengakibatkan:
a. hipoksemia b. hiperkapneac. asidosis respiratorik pada tahap yang lebih lanjut.
Perubahan-perubahan asam-basa pada asidosis dan alkalosis tampak pada
tabel berikut ini:
III. Pengaruh Patofisiologi pada Asma
Pengaruh fisiologi asma akibat obstruksi saluran nafas adalah penurunan
faal (yang diukur FEV1) paru dan perubahan gas darah (yang dianalisa pH, PaO2,
PaCO2). Dari nilai kedua variabel-variabel ini dapat diketahui berat ringannya
serangan asma. Salah satu tujuan pengobatan asma adalah mengembalikan ke arah
normal kedua variabel tersebut.
IV. Hubungan Kehamilan dan Fungsi Pernafasan
Ada empat faktor penting yang terjadi dalam kehamilan yang erat
hubungannya dengan fungsi pernafasan, yaitu:
1. Rahim yang membesar.
Rahim yang membesar karena kehamilan akan mendorong diafragma ke atas
sehingga rongga dada menjadi sempit, gerakan paru akan terbatas untuk
mengambil oksigen selama pernafasan, dan untuk mengatasi kekurangan O2
ini pernafasan menjadi cepat (hiperventilasi).
2. Perubahan hormonal
Perubahan hormonal terutama hormon progesteron yang meningkat selama
kehamilan, membuat otot-otot saluran pernafasan menjadi kendor, dan ini juga
akan mendorong terjadinya hiperventilasi.
3. Peningkatan volume darah dan cardiac out put.
Meningkatnya volume darah dan cardiac out put dalam usaha menyelamatkan
janin serta memenuhi kebutuhan metabolik ibu yang meninggi.
4. Perubahan imunologik.
Faktor daya tahan ibu sangat erat hubungannya dengan timbulnya penyakit
saluran nafas selama kehamilan. Kadar imunoglobulin E (IgE) mungkin
menaik atau menurun pada seorang wanita hamil. Bila kadar IgE pada
penderita asma yang hamil meningkat, ternyata hal ini menyebabkan penderita
lebih rentan dan lebih sering dapat serangan asma atau lebih berat
V. Gambaran Klinik Asma
Asma merupakan keadaan klinik yang ditandai adanya kepekaan yang
tinggi dari percabangan saluran pernafasan terhadap berbagai rangsangan yang
ditandai dengan obtruksi spasme bronkus yang reversibel, kesembaban (edema),
dan peradangan (inflamasi) dinding bronkus. Pengaruh kehamilan terhadap
timbulnya serangan asma tidaklah sama pada setiap penderita, bahkan pada
seorang penderita asma, serangannya tak sama pada kehamilan pertama dan
berikutnya. Perjalanan asma pada ibu hamil dipengaruhi oleh hormon estrogen
dan progesteron yang terus meningkat. Padahal berbagai teori justru menunjukkan
kedua hormon tersebut mestinya dapat memperbaiki kondisi asma, karena
mempunyai efek melemaskan otot polos dan merilekskan bronkus. Selain itu
meningkatnya kadar hormon prostasiklin (PGI2) ditambah prostaglandin (PGE)
juga dapat memperbaiki asma. Namun di sisi lain, bertambahnya hormon lain
seperti PGF2 saat kehamilan bisa memperburuk asma. Faktor peningkatan
histamin selama kehamilan yang berasal dari jaringan janin pun mempunyai efek
asmogenik. Demikian juga protein dasar mayor (MBP=mayor basic protein) yang
banyak ditemukan dalam plasenta, bila sampai masuk ke paru-paru. Yang penting
mengoptimalkan kesehatan ibu dan janin sehingga dokter perlu mengetahui
pengaruh kehamilan pada asma, asma terhadap kehamilan serta pengaruh obat
asma terhadap kehamilan terhadap individu. Resiko terbesar yang ditakutkan bila
sampai terjadi hipoksia (kekurangan oksigen) lantaran asma berat yang tidak
terkontrol. Frekuensi dan beratnya serangan akan mempengaruhi hipoksia pada
ibu dan janin.
Secara klinik, penampilan penderita asma ada beberapa macam bentuk
asma. Yang sangat umum klasifikasinya didasarkan pada faktor-faktor etiologi
tetapi juga dapat atas dasar variasi klinik dan implikasi pengobatan.
1. Extrinsic Asthma (asma ekstrinsik = asma alergi)
Pada umumnya nampak pada usia anak-anak dan dewasa muda. Ciri
yang khas adalah adanya serangan yang mendadak bronkospasme yang dapat
pulih kembali, dengan adanya sesak nafas dan nafas berbunyi dan adanya
gangguan pernafasan setelah terjadinya paparan dengan bahan alergen
penyebab. Pada anmnesa serangan asmanya sering didahului infeksi influensa,
pada masa kanak-kanak menderita eksim (atopi) dan ada riwayat keturunan.
Reaksi kulit terhadap alergen pencetus amat menyolok (tepung sari, sea food,
milk, obat-obatan), kadar IgE dan sel radang eosinofil dalam darah tepi tinggi.
Uji kulit (skin test) positif. Respon terhadap pengobatan baik, umumnya
menunjukkan reaksi alergi terhadap obat utamanya aspirin.
2. Instrinsic Asthma (asma instrinsik = infective asthma = idiophaticasthma)
Asma ini timbul pada usia pertengahan atau dewasa. Faktor infeksi
saluran pernafasan sering sebagai penyebab. Kadang-kadang mempunyai
sejarah atopi. Pada serangan akut secara klinik sukar dibedakan dengan asma
ekstrinsik, meskipun terbentuknya dahak (purulen) dan batuk yang berat lebih
sering dijumpai pada asma infektif. Tes kulit negatif, IgE dan jumlah eosinofil
darah tepinormal
3. Asma bentuk lainnya.
a. Mixed asthma (asma campuran)
Diduga ada campuran asma alergi dan asma infektif, ada dua
subtipe yaitu chronic astmatic bronchitis (keberadaan asma bersamaan
dengan bronchitis menahun) dan subtype asthma aspirin sensitivity and
nasal polyposis (serangan asma timbul setelah 20 menit mengkonsumsi
aspirin, tanpa atau dengan polip. Kebanyakan penderita menunjukkan
instrinsik asma dengan keluhan yang menetap.
b. Exercise-Induced Asthma
Varian asma ini sebagai faktor pencetusnya adalah akibat latihan
sedang sampai berat, utamanya pada penderita atopi muda, timbul setelah
latihan tersebut. Pengobatannya hindari olah raga berat atau mengkonsumsi
bronkodilator atau kombinasi bronkodilator dengan steroid. Etiologinya
adalah perubahan panas dan kelembaban pada saluran pernafasan.
c. Dual type I and III Allergic Reaction.
Lebih dari satu mekanisme imun mengakibatkan asma. Penderita
dengan reaksi ganda, umumnya episode sesak dan wheezing akut timbul
setelah 10-30 menit paparan alergen ditandai dengan penurunan FEV1 dan
kemudian setelah 2-6 jam ada serangan ulang (relaps). Reaksi yang kedua
ini berjalan perlahan dan ditandai secara khas adanya gambaran obstruksi
yang progresif sangat memberat, sesak dan sering pada beberapa penderita
disertai dengan adanya infiltrat peradangan paru. Reaksi ganda ini dapat
terjadi pada respon benda asing berupa bulu burung (avian allergen), debu
rumah, tungau, dan debu hutan. Sodium kromoglikat dapat mencegah
timbulnya serangan, namun pengobatan yang efektif adalah menjauhi
paparan bahan-bahan terebut. Namun bila kedua usaha tersebut gagal baru
menggunakan steroid.
VI. Diagnosis dan Kategori Asma
Penegakan diagnosis serupa dengan asma di luar kehamilan. Umumnya
penderita mengeluh sesak nafas kumat-kumatan, dada rasa berat, sukar bernafas
disertai batuk tanpa atau dengan dahak. Kategori ringan, bila gejala kambuh
sampai terjadinya serangan maksimal dua kali/ minggu ditambah batuk dan mengi
sehabis berlatih olah raga. Kondisi sedang, bila gejala timbul lebih dari duakali/
minggu, kadang disertai gejala sering kencing malam hari. Sementara asma
dikatakan berat, kalau gejala terjadi terus-menerus selama seminggu penuh.
Bentuk dada dapat normal, atau cembung bila serangan sering kambuh dan
serangan belangsung lama. Perabaan dada normal, ruang antar iga normal, perkusi
normal.auskultasi terdengar wheezing ekspirasi dan kadang-kadang ada ronkhi.
Gambaran radiologi umumnya normal, bila ada infeksi dapat dijumpai gambaran
konsolidasi.
Pada saat serangan suara nafas berbunyi, posisi penderita duduk
membungkuk ke depan dengan kedua tapak tangan bertumpu pada kursi, wajah
berkeringat dan pergerakan cuping hidung, dan bibir dan ujung jari kebiruan
(cyanosis). Tekanan darah dapat bervariasi, bila tekanan darah meningkat
menandakan adanya penurunan pH tanda adanya gagal nafas disertai penurunan
PaO2 kurang dari 60 mmHg dan kenaikan PaCO2 melebihi 50mmHg.
Pada pemeriksaan darah tepi, LED normal, eosinofil meningkat lebih 3%
pada hitung jenis, IgE meningkat (bila asma instrinsik bisa normal yang
meningkat kemungkinan IgG). Pada pemeriksaan dahak (sputum) secara
makroskopis suatu mukus jernih atau kekuningan dan mikroskopis nampak
adanya sel radang eosinofil, neutrofil, makrofag, sel epitel mukosa saluran nafas,
spiral dari crhusman dan gerombolan sel radang (Charote-Lyden body).
Klasifikasi derajat beratnya asma adalah sebagai berikut:
VII. Penyebab Asma
Faktor penyebab terjadi asma pada umumnya ada beberapa faktor antara
lain:
1. Rangsangan alergi
Pada penderita asma alergi timbul dapat akibat menghirup bahan alergen
atausetelah mengkonsumsi bahan alergik tersebut. Airborne allergen
meliputidebu rumah, bulu hewan, bagian-bagian tubuh serangga, cat, plitur,
spora jamur dan macam-macam tepung sari. Dan bahan alergen yang
dikonsumsi meliputi susu, ikan, telur, kacang-kacangan, coklat, kerang dan
golongan tomat. Namun kadang-kadang sukar diketahui.
2. Rangsangan bahan toksik dan iritan
Kelompok ini meliputi asap rokok, polutan pembuangan pabrik, asap obat
nyamuk, uap cat, bahan kimiadan logam platina atau nikel.
3. Infeks
Pada umumnya infeksi virus, bakteri dan jamur memicu timbulnya serangan
asma namun dapat pula bertindak sebagai bahan alergen.
4. Obat
Banyak obat yang dikonsumsi dapat menimbulkan serangan asma. Golongan
terbanyak adalah penisilin. Penderita yang sensitif terhadap aspirin umumnya
20 menit setelah konsumsi timbul serangan
5. Penyebab lain dan faktor lainnya
Faktor fisik dan psikologi ikut juga dalam timbulnya serangan asma. Misalnya
akibat kelelahan (ketawa yang berlebihan, nafas udara dingin, perubahan
suhuyang ekstrim, atau perubahan kelembaban) atau kesedihan (kematian,
kegagalan, perceraian, takut, keraguan)
VIII. Komplikasi
Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering dan
beratnya serangan, karena ibu dan janinakan kekurangan oksigen (O2) atau
hipoksia. Keadaan hipoksia bila tidak segera diatasi tentu akan berpengaruh pada
janin, dan sering terjadi keguguran, persalinan prematur, atau berat janin tidak
sesuai dengan masa kehamilan (gangguan pertumbuhan janin). Penderita selama
kehamilan perlu mendapat pengawasan yang baik, biasanya penderita mengeluh
nafas pendek, berbunyi, sesak dan batuk-batuk. Asma yang tidak terkontrol
pengobatannya dapat membahayakan kesehatan ibu dan janin. Komplikasi akan
menjadi lebih berat.
IX. Penatalaksanaan
Untuk mencegah terjadinya serangan hebat selama hamil hendaknnya
asma diperiksa dan dipantau sejak awal, termasuk derajat berat-ringannya asma.
Yang penting ibu hamil penderita asma sebaiknya rajin memeriksakan janinnya
sejak awal. Pemeriksaan dengan USG dapat dilakukan sejak usia kehamilan 12-20
minggu untuk mengetahui pertumbuhan janin. USG dapat diulang pada trimester
ke-2 dan ke-3 terutama bila derajat asmanya berada pada tingkat sedang- berat.
Pemeriksaan janin juga dapat dilakukan dengan electronic fetal heart rate
monitoring untuk memeriksa detak jantung janin.
Selain pemeriksaan teratur, ibu hamil juga perlu mencermati alergen
penyebab tercetusnya asma seperti binatang piaraan, kasur kapuk, termasuk
tempat yang lembab karena tempat yang lembab mudah ditumbuhi jamur. Alergen
pencetus itu merupakan alergen poten yang merangsang pembentukan zat
antibodiIgE. Zat antibodi ini dibentuk untuk menjaga kesehatan tubuh, tetapi
adakalanyamerugikan. Pencetus lain bisa berasal dari latihan olah raga yang
terlalu dipaksakan, infeksi saluran pernafasan, perubahan cuaca dan emosi.
Kebiasaan merokok juga dapat memperburuk asma, karena memudahkan
terjadinya komplikasi bronkitis serta sinusitis.
Pada serangan asma akut, penanganan sama dengan wanita tidak hamil.
Pengobatan harus diberikan optimal dan sebaiknya perinhalasi. Pada umumnya
pasien dianjurkan menggunakan obat yang memberikan pengaruh pada kadar
dalam darah sesedikit mungkin, seperti obat suntikan, bukan oral. Pada asma yang
ringan dapat digunakan obat-obat lokal yang berbentuk inhaler yang digunakan
satu-dua semprotan tiap beberapa menit. Penggunaan inhaler harus dipelajari dan
dipraktekkan dengan benar agar bila kumat sewaktu-waktu dapat mengatasi
sendiri.
Secara garis besar penaganan asma saat serangan adalah sebagai berikut:
1. Obat pelega (quick-relieve medication, or reliever, or rescuer)
a. Golongan adrenergik Temasuk golongan ini adalah adrenalin dan efedrin
yang saat ini jarangdigunakan karena efek sampingnya banyak termasuk
tidak dapatdigunakan pada penderita asma yang mempunyai kelainan
jantung Adrenalin juga berpengaruh negatif terhadap janin yaitu
berpengaruh terhadap pertumbuhan janin akibat penyempitan pembuluh
darah ke janin yang dapat mengganggu oksigenasi pada janin tersebut.
b. Golongan antikolinergik, diberikan secara injeksi ataupun dengan
nebulizer.
c. Golongan xantinergic, yakni aminofilin oral atau injeksi. Namun, harus
diingat aminofilin dapat menyebabkan penurunan kontraksi uterus. Dan
bagi ibu menyusui obat asma yang mengandung teofilin sebaiknya
dihindari karena masuk ke ASI sehingga bisa menimbulkan kegelisahan
pada bayi, gangguan pencernaan, dan gangguan tidur
d. Golongan anti-inflamasi.
Dalam keadaan mendesak, dapat digunakan obat steroid yang sangat
efektif sebagai anti peradangan, baik secara oral maupun suntikan.
2. Obat pengendali jangka panjang, diantaranya adalah long-acting β2-agonist,
xantinergic, hormon steroid.
3. Kombinasi bronkodilator dengan anti-inflamasi sering diberikan secarainhaler
atau nebulizer.
4. Persalinan biasanya diupayakan spontan akan tetapi bila penderita berada
dalam serangan dapat diberi pertolongan dengan tindakan seperti dengan
ekstraksi vakum atau forceps. Seksio sesaria atas indikasi asma jarang atau tak
pernah dilakukan . pengobatan reguler asma selam proses kelahiranditeruskan.
Jangan diberikan analgesik yang mengandng histamin, tapi dapatdipilih
morfin atau analgesik epidural.
Mengingat karena pengaruh asma, ibu yang sedang hamil acap kali lebih
sensitif dan emosional, pendekatan psikologis diperlukan. Fisioterapi adakalanya
juga perlu untuk membuang dahak yang berlebihan. Stamina tubuh merupakan
faktor utama lain yang perlu dipertahankan selama hamil. Jalan kaki santai
diudara yang bersih dan segar sangat dianjurkan. Makanan dengan gizi yang
cukup dan sehat jelas akan menambah kebugaran. Penderita asma yang hamil
masih tetap bisa bekerja dikantor, namun hindarilah ruangan berpolusi tinggi.
X. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari tulisan di atas adalah:
1. Asma merupakan suatu keadaan obtruksi spasme bronkus, kesembaban
(edema), dan peradangan (inflamasi) dinding bronkus yang bersifat reversibel.
2. Pada asma akan terjadi hiperinflasi yang betujuan agar salurannafas tetap
terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar dengan bantuan otot-otot bantu
nafas
3. Penyempitan saluran nafas pada asma akan menimbulkan hipoventilasi,
ketidakseimbangan ventilasi perfusi dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli
yang akan mengakibatkan hipoksemia, hiperkapnea danasidosis respiratorik
pada tahap yang lebih lanjut
4. Asma terdiri atas extrinsic asthma (asma ekstrinsik = asmaalergi), instrinsic
asthma (asma instrinsik = infective asthma =idiophaticasthma) dan asma
bentuk lain.
5. Penegakan diagnosis serupa dengan asma di luar kehamilan yaitu dari gejala
klinik, pemeriksaan fisik dan dari radiologis dan pemeriksaan darah tepi serta
pemeriksaan dahak (sputum) secara makroskopis dan mikroskopis.
6. Penyebab terjadi asma pada umumnya adalah rangsang analergi, rangsangan
bahan toksik dan iritan, infeksi, obat, faktor fisik dan psikis
7. Empat faktor penting yang terjadi dalam kehamilan yang erat hubungannya
dengan fungsi pernafasan, yaitu rahim yang membesar, perubahan hormonal,
peningkatan volume darah dan cardiac out put, dan perubahan imunologik.
8. Komplikasi yang sering terjadi keguguran, persalinan prematur, atau berat
janin tidak sesuai dengan masa kehamilan (gangguan pertumbuhan janin).
9. Penaganan asma saat serangan dengan obat pelega (quick-relieve medication,
or reliever, or rescuer), obat pengendali jangka panjang, kombinasi
bronkodilator dengan anti-inflamasi.
10. Persalinan diupayakan spontan, tetapi bila penderita beradadalam serangan
diberi pertolongan dengan tindakan seperti dengan ekstraksi vakum atau
forceps.
11. Seksio sesaria atas indikasi asma jarang atau tak pernah dilakukan
12. .Jalan kaki santai di udara yang bersih dan segar sangat dianjurkan. Makanan
dengan gizi yang cukup dan sehat jelas akan menambah kebugaran.
13. Penderita asma yang hamil masih tetap bisa bekerja dikantor, namun
hindarilah ruangan berpolusi tinggi.