Upload
inayaah-abdullah-hasny
View
195
Download
24
Embed Size (px)
Citation preview
Aspek Aplikasi dengan Pendekatan Taksonomi Numerik
Disusun oleh :
Arum Asri T. M0410007
Irviana Chalifatul ‘Azmi M0410035
Ahmad Faisal Musthofa M0411002
Diagal Wisnu Pamungkas M0411013
Inayah M0411026
M. Arif Romadhon M0411043
Syarafina Hanifah M0411073
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Identifikasi dan klasifikasi suatu jenis tumbuhan, hewan, ataupun mikroorganisme
yang belum dikenal dari suatu spesimen merupakan hal utama yang harus dilakukan dalam
ilmu taksonomi. Taksonomi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang
penyusunan dan pengelompokkan suatu organisme dalam satu golongan yang disebut taxa
berdasarkan kriteria-kriteria tertentu sebagai pembeda yang digunakan dalam penggolongan
organisme. Ilmu taksonomi memiliki beberapa cabang ilmu, salah satunya adalah taksonomi
numerik yang berdasarkan pada konsep fenetik. Praktek taksonomi numerik-fenetik
merupakan proses penataan organisme ke dalam suatu kelompok (takson) berdasarkan
hubungan kemiripan (nilai similaritas) secara kuantitatif. Aplikasi bidang ini memegang
peran penting sebagai suatu dasar dalam menyusun sistem identifikasi makhluk hidup. Oleh
karena itu, kita perlu mengetahui aplikasi-aplikasi tersebut agar dapat menggunakannya
secara jelas dan pasti dalam pengembangan ilmu taksonomi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja aplikasi yang dapat dilakukan dengan pendekatan taksonomi numerik?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui aplikasi-aplikasi yang dapat dilakukan dengan pendekatan taksonomi
numerik.
D. Manfaat Penulisan
1. Memberikan informasi terkait aplikasi yang dapat dilakukan dengan pendekatan
taksonomi numerik agar kita dapat menggunakannya secara jelas dan pasti dalam
pengembangan ilmu taksonomi.
BAB II
ISI
Taksonomi merupakan ilmu yang mempelajari tentang penyusunan dan pengelompokkan
suatu organisme dalam satu golongan yang disebut taxa berdasarkan kriteria-kriteria tertentu
sebagai pembeda yang digunakan dalam penggolongan organisme. Praktek taksonomi numerik-
fenetik merupakan proses penataan organisme ke dalam suatu kelompok (takson) berdasarkan
hubungan kemiripan (nilai similaritas) secara kuantitatif. Aplikasi bidang ini memegang peran
penting sebagai suatu dasar dalam menyusun sistem identifikasi. Sneath dan Sokal (1973)
mendefinisikan taksonomi numerik sebagai pengelompokkan dengan menggunakan metode
numerik dari unit taksonomik ke dalam suatu taksa berdasarkan karakteristik-karakteristik yang
dimiliki. Prinsip dasar dalam taksonomi numerik adalah taksonomi yang menggunakan
sebanyak-banyaknya karakter biologis suatu organisme yang disebut Operational Taxonomic
Units (OTU). Semakin banyak informasi (karakter) yang ada maka akan dihasilkan
pengelompokkan yang bersifat teliti, reprodusibel serta padat informasi (Utami, 2012).
Studi kekerabatan merupakan salah satu aspek yang dipelajari dalam taksonomi atau
pengelompokan makhluk hidup yang menggambarkan hubungan organisme satu dengan yang
lain. Kekerabatan mencakup dua pengertian yaitu kekerabatan filogenetik dan kekerabatan
fenetik. Kekerabatan filogenetik adalah kekerabatan yang didasarkan pada hubungan filogeni
antara takson yang satu dan takson yang lain, sedangkan kekerabatan fenetik adalah kekerabatan
yang didasarkan pada persamaan dan perbedaan ciri yang tampak pada takson (Utami,2012).
Kemudian dalam studi kekerabatan fenetik yang menggunakan taksonomi numerik ini,
didapatkan hasil perbandingan antara ciri-ciri yang mirip dengan semua ciri-ciri yang digunakan
berupa nilai rata-rata kemiripan ciri. Hal ini sekaligus menunjukkan tingkat hubungan
kekerabatan antara taksa yang dibandingkan. Nilai rata-rata kemiripan ciri selanjutnya digunakan
untuk menggambar fenogram. Agar didapatkan nilai untuk membuat fenogram maka sebaiknya
data bersifat kuantitatif yang ditulis dalam bentuk angka atau numerik dengan menggunakan
skala tertentu sesuai dengan ciri yang diamati (Utami, 2012).
Contoh aplikasi dari taksonomi numerik adalah:
1. Mengamati Hubungan Kekerabatan pada Strain-strain Mikroba
Database yang berisi informasi mikroba ini berfungsi memberikan informasi yang tepat sehingga
bila penelitian tersebut diulangi oleh peneliti lain akan menunjukkan hasil yang sama. Untuk
menyusun database ini diperlukan hadirnya ilmu taksonomi. Dalam sistematika mikrobia, unit
taksonomi terkecil adalah spesies. Pada sistem taksonomi numerik ini digunakan sebanyak-
banyaknya sifat dari organisme-organisme yang akan dikelompokkan kemudian dicari index
similaritas (IS) dari satu organisme terhadap organisme lain dalam daftar organisme yang akan
dikelompokkan (disebut OTUs). Ada dua macam Koefisien Asosiasi yaitu Simple Matching
Coefisient (SSM) dan Jaccard Coeficient (SJ). Pada SJ tidak memperhatikan sifat-sifat yang sama
dan sifat yang tidak dimiliki (negatif). Sedangkan pada SSM semua sifat yang ada dilihat dan
digunakan. Adapun dalam pengklasifikasian suatu khamir misalnya, kriteria yang dipakai antara
lain karakter morfologi yang meliputi ukuran, bentuk, sifat pengecatan dan lain-lain. Karakter
kultur dan karakter koloni, meliputi bentuk koloni, elevasi, translucency dan warna. Karakteristik
biokimia, meliputi fermentasi, hidrolisis, produksi indol, reduksi dan produksi enzym spesifik.
Karakter fisiologi meliputi range suhu, pH dan lain-lain (Sembiring, 2003).
Setelah IS dari masing-masing OTU diketahui, disusun matriks IS antar OTUs dengan
menyusun IS dari yang terbesar hingga yang terkecil. Kemudian dari matriks IS tersebut, akan
diperoleh dendogram. Metode yang umum dalam pembuatan dendogram adalah average linkage
clustering (UPGMA : Unwieghted Pair-Group Method using Arithmetic Averages) yaitu suatu
cluster akan menggabung ke cluster tertentu pada suatu nilai yang dihitung tersendiri, yaitu rerata
nilai-nilai IS anggota cluster tersebut. Dari hasil yang diperoleh ini dapat dilihat kedekatan antar
khamir. Namun hubungan kekerabatan ini bersifat fenetis, sehingga khamir-khamir yang
memiliki tingkat similaritas tinggi belum tentu memiliki hubungan filogenetis yang dekat
(Sembiring, 2003).
Contoh penelitian yang pernah dilakukan adalah :
1. Menentukan keanekaragaman bakteri secara fenotipik
Dalam penelitian yang berjudul “Keanekaragaman Spesies Bakteri Pada Kultur Darah
Widal Positif Asal Kota Semarang Berdasarkan Karakter Fenotipik” dengan tujuan penelitian
menentukan keanekaragaman spesies bakteri pada kultur darah Widal positif Asal kota
Semarang berdasrkan karakter fenotipik. Sampel darah yang dikultur sebanyak 136 sampel
berasal dari pasien rawat inap dan rawat jalan di 4 rumah sakit serta 2 puskesmas di kota
Semarang (RSUD Kota Semarang, RSUD Tugurejo, RS. Islam Sultan Agung, dan 2 Puskesmas
yaitu Kedungmundu dan Bangetayu. Kultur darah digunakan medium BacT/Alert FAN blood
culture bottles (Biomerieux), subkultur digunakan medium Blood Agar Plate (BAP, OXOID)
dan Mac Conkey (MC, OXOID), dilanjutkan uji biokimia digunakan medium API 20E dan API
50CHB/E untuk identifikasi strain anggota familia Enterobacteriaceae serta APIStap
(Biomerieux) untuk identifikasi spesies anggota Staphylococcus. Kultur darah positif sebanyak
59 sampel (43.4%) terdiri dari 44 sampel (32,4%) positif Staphylococcus sp. (S. aureus, S.
saprophyticus, S. xylosus, S. warnei, S. hominis, S. cohnii) dan 15 sampel (11%) positif bakteri
batang gram negatif anggota familia Enterobacteriaceae yaitu Enterobacter cloacae, S. typhi,
Serratia marcescens, Escherichia coli, Salmonella ssp., Klebsiella pneumoniae ssp. Ozanae.
Berdasarkan karakter fenotipik bakteri batang gram negatif dapat dikelompokkan menjadi 4
kluster, kluster pertama beranggotakan S. typhi , kluster kedua beranggotakan E. coli dan
Salmonella ssp., kluster ketiga beranggotakan Ser. Marcescens dan kluster keempat
beranggotakan Enterobacter cloacae dan Kleb. pneumoniae ssp. Ozaenae. Bakteri kokus gram
positif berdasarkan karakter fenotipiknya dapat dikelompokkan menjadi 6 kluster yang tampak
sangat bervariasi. Dalam penelitian ini dilakukan identifikasi bakteri yaitu suatu proses
penentuan apakah strain bakteri yang diteliti identik dengan strain bakteri yang telah ditemukan
sebelumnya. Proses identifikasi bakteri dilakukan dengan pendekatan sistematika numeric
fenetik berdasarkan karakter fenotipik
Klasifikasi Numerik
Koleksi Data
Ditentukan Operational Taxonomical Units (OTU) yaitu 14 strain bakteri
batang gram negatif anggota familia Enterobacteriaceae dengan 1 strain acuan S. typhi
NCTC 786 (n=15) dan 14 strain Staphylococcus sp. dengan 1 strain acuan
Staphylococcus xylosus BLKS. (n=15), kemudian ditentukan 76 unit karakter (t=76)
untuk batang gram negatif, dan 30 unit karakter (t=30) untuk kokus gram positif. Data
tersebut selanjutnya disusun dalam matriks n x t dengan menggunakan program MS
Excell 2007.
Pengkodean Data
Pengkodean unit karakter dilakukan dengan cara diberi skor, unit karakter
yang positif (+) diberi skor 1, sedangkan unit karakter yang negatif (-) diberi skor 0.
Pemberian skor unit karakter menggunakan program PFE (Programmer’s File Editor).
Analisis Data
Data yang telah diolah menggunakan program PFE kemudian dianalisis
dengan program MVSP (Multi Variate Statistical Package). Untuk mengetahui hubungan
similaritas antara strain satu dan strain yang lainnya digunakan SSM (Simple Matching
Coefficients) versi 3,1. Kemudian pengklusteran dilakukan dengan menggunakan
algoritma UPGMA (unweighted pair group methode with averages). Setelah itu hasil
analisisnya dipresentasikan dalam bentuk dendogram menggunakan program Paint Shop
Pro dan diedit dengan program Adhop photo Shop (Sembiring, 2002 dan Suharjono et al.,
2007).
Berdasarkan hasil isolasi dan identifikasi bakteri pada kultur darah Widal
positif asal kota Semarang menunjukkan adanya keanekaragaman spesies bakteri baik
batang gram negatif maupun kokus gram positif (Tabel 1 dan 2).
Tabel 1. Strain bakteri batang gram negatif hasil isolasi dari sampel darah Widal positif pada
pasien gejala klinis demam tifoid asal Kota semarang
No. Kode Strain Nama Strain Asal
1. NCTC 786 Salmonella typhi Strain Acuan
2. BA 07.4 Salmonella typhi Pusk. Bangetayu
3. BA 30.1 Escherichia coli Pusk. Bangetayu
4. BA 30.2 Escherichia coli Pusk. Bangetayu
5. BA 30.5 Salmonella ssp. Pusk. Bangetayu
6. BA 45.4.1 Enterobacter cloacae Pusk. Bangetayu
7. KD 30.3 Salmonella typhi Pusk. Kedungmundu
8. KD 30.4 Salmonella typhi Pusk. Kedungmundu
9. KD 08.4 Serratia marcescens Pusk. Kedungmundu
10. KD 08.5 Serratia marcescens Pusk. Kedungmundu
11. KD 58.4 K. pneumoniae ssp. Ozaenae Pusk. Kedungmundu
12. SA 02.1 Enterobacter cloacae RSI. Sultan Agung
13. SA 02.2 Salmonella typhi RSI. Sultan Agung
14. TG 03.5 Enterobacter cloacae RSUD. Tugurejo
15. KT 16 Enterobacter cloacae RSUD. Kota Semarang
Tabel 2. Strain bakteri kokus gram positif hasil isolasi dari sampel darah Widal positif pada
pasien gejala klinis demam tifoid asal Kota semarang
No. Kode Strain Nama Strain Asal
1. Aur BLK Staphylococcus xylosus Strain Acuan
2. KT 29.2 Staphylococcus hominis RSUD Kota Semarang
3. KT 30.5 Staphylococcus capitis RSUD Kota Semarang
4. TG 04.1 Staphylococcus cohnii RSUD Tugurejo
5. TG 06.1 Staphylococcus warnei RSUD Tugurejo
6. TG 01.3 Staphylococcus warnei RSUD Tugurejo
7. TG 09.1 Staphylococcus xylosus RSUD Tugurejo
8. BA 19.2 Staphylococcus saprophyticus Pusk. Bangetayu
9. BA 22.4 Staphylococcus aureus Pusk. Bangetayu
10. BA 47.4 Staphylococcus warnei Pusk. Bangetayu
11. BA 15.5 Staphylococcus saprophyticus Pusk. Bangetayu
12. KD 19.5 Staphylococcus xylosus Pusk. Kedungmundu
13. KD 61.5 Staphylococcus hominis Pusk. Kedungmundu
14. KD 29.5 Staphylococcus saprophyticus Pusk. Kedungmundu
15. KD 35.1 Staphylococcus hominis Pusk. Kedungmundu
Selain itu, pada penentuan hubungan kekerabatan pada 5 strain jamur, data yang
diperoleh dari karakterisasi tersebut dianalisis lebih lanjut untuk mencari Indeks Similaritas (IS)
antara kelima strain jamur tersebut. Digunakan dua macam koefisien indeks similaritas yaitu
Simple Matching Coeficient (SSM) dan Jaccard Coeficient (SJ). Pada SSM semua sifat baik
bernilai double positif, berbeda, maupun double negative digunakan. Sedangkan pada SJ nilai
double negative pada kedua strain yang dibandingkan tidak digunakan. Pada SJ tidak
memperhatikan sifat-sifat yang sama dan sifat yang tidak dimiliki (negatif). Sedangkan pada
SSM semua sifat yang ada dilihat dan digunakan.
Hasil perhitungan SSM dan SJ hanya mendekati kebenaran, hal ini karena terdapat
kemungkinan bahwa pada saat melakukan pengamatan karakter diperoleh data yang tidak akurat
dikarenakan adanya ketidaktelitian atau ketidakakuratan dalam pengamatan ataupun memang
karena batasan untuk memberikan nilai positif atau negative pada suatu karakter untuk suatu
strain bakteri sangatlah tipis dan hanya mengandalkan pengamatan visual saja, sehingga
kemungkinan terdapat kekeliruan dalam memutuskan sifat positif atau negative dari karakter
yang diamati. Perbedaan perhitungan SSM dan SJ dari awal hingga akhir ini menunjukkan
bahwa sifat double negative, memberikan efek besar pada keseluruhan metode taksonomi
numerik fenetik. Hal ini karena sifat double negative tersebut dianggap membingungkan karena
karakter menjadi tidak pasti hasilnya, yang kemudian dapat mengacaukan hasil klasifikasi bila
digunakan untuk perhitungan indeks similaritas. Percobaan menggunakan taksonomi numerik
fenetik maka kekerabatan tidak dapat disimpulkan dari nilai indeks similaritas. Nilai indeks
similaritas yang tinggi belum tentu strain-strain tersebut mempunyai hubungan kekerabatan yang
dekat. Metode Jaccard Coefficient (SJ) dianggap lebih cocok digunakan karena mayoritas
karakter yang digunakan dalam klasifikasi jamur dengan metode taksonomi numerik fenetik
adalah sifat double negative.
Indeks similaritas SSM dan SJ memiliki perbedaan dalam penggunaan sifat, sehingga
dapat mempengaruhi keakuratan hasil klasifikasi yang diperoleh serta keduanya memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Indeks similaritas SSM memiliki kelebihan yaitu
kemudahan menghitung nilai pembagi dalam pecahan karena nilai pembaginya adalah sebanyak
karakter yang digunakan sehingga lebih praktis jika dilakukan perhitungan secara manual.
Namun kekurangannya adalah kurang akurat, sebab sifat yang double negative juga dihitung.
Sedangkan sifat tersebut adalah sifat yang ‘sama-sama tidak dimiliki oleh kedua strain yang
dibandingkan’, sehingga hubungan antara keduanya menjadi tidak jelas. Berbeda dengan indeks
similaritas SJ, yang memiliki kekurangan dalam menentukan nilai pembaginya kerena dihitung
dari karakter yang double positive, positif-negatif, dan negatif-positif. Tiap dua strain yang
diperbandingkan akan menghasilkan nilai pembagi yang berbeda, dan untuk penghitungan secara
manual akan menyulitkan prosesnya. Kelebihan dari indeks similaritas SJ adalah lebih akurat
karena hubungan sifat double negative tidak digunakan sehingga menghindari sifat yang ‘sama-
sama tidak dimiliki oleh kedua strain yang dibandingkan’, sehingga hubungan strain jamur yang
dibandingkan menjadi lebih jelas.
2. Mengetahui Hubungan Kekerabatan Tumbuhan
Hubungan kekerabatan tumbuhan dapat dicari dengan menggunakan taksonomi numerik
dimana semua bentuk fakta-fakta secara bersama-sama dari semua karakter baik morfologi,
anatomi atau biokimia mempunyai ukuran yang sama dalam proses pembuatan kepastian.
Pendekatan ini bertumpu pada sejumlah metode-metode statistik yang multivariasi. Kesamaan
atau kemiripan sifat antar golongan tumbuhan yang akan dicari kekerabatannya, dilakukan
penataan ke dalam golongan-golongan itu melalui suatu analisis yang dikenal sebagai “analisis
kelompok” (cluster analysis) ke dalam kategori takson yang lebih tinggi atas dasar kesamaan-
kesamaan tadi.
Analisis taksonomi numerik harus diputuskan dari unit-unit taksonomi tingkat terendah
yang dikaji dalam OTU’s (Opertional Taxonomic Unit). OTU’s dapat merupakan tumbuhan
individual, pemisahan populasi dari jenis yang sama, pemisahan jenis dalam satu genus,
pemisahan genus dan sebagainya. Selain hal tersebut, karakteristik yang tepat harus diseleksi
untuk menunjukkan perbandingan OTU’s. Karakter-karakter tersebut diperoleh dari berbagai alat
morfologis yang ada.
Contoh penelitian yang pernah dilakukan adalah :
1. Menentukan Karyotipe Kromosom pada Tanaman Bawang Budidaya (Genus Allium;
Familia Amaryllidaceae)
Dalam penelitian yang berjudul “Karyotipe Kromosom pada Tanaman Bawang
Budidaya (Genus Allium; Familia Amaryllidaceae)” yang bertujuan untuk: (1) mengetahui
jumlah, bentuk dan ukuran kromosom anggota-anggota genus Allium, (2) mengetahui rumus
dan peta karyotipe anggota- anggota genus Allium dan (3) mengetahui hubungan
kekerabatan antar anggota-anggota genus Allium.
Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu: penanaman sediaan (Radford dkk.,
1974), pembuatan kemikalia (Berlyn dan Miksche, 1976; Mc Lean dan Cook, 1965), studi
pendahuluan, pembuatan preparat (Darnaedi, 1991; Okada, 1981; Robert dan Short, 1979;
Soerodikoesoemo, 1989), pembuatan karyotipe (Robert dan Short, 1979; Ahmad dkk., 1993;
Levan dkk., 1964) dan penyusunan dendrogram (Sokal dan Sneath, 1963; Pielou, 1984).
Objek penelitian berupa enam spesies Allium yang dibudidayakan di Indonesia:
bawang merah (Allium ascalonicum L.), bawang bombay (Allium cepa L.), bawang merah
besar (Allium sp.), bawang putih (Allium sativum L.), bawang luncang (Allium fistulosum L.)
dan bawang prei (Allium porrum L.). Sedangkan bawang kucai (Allium odorum L) dan
bawang langkio (Allium schaenoprasum L.), keduanya tidak ditemukan di Surakarta dan
sekitarnya. Menurut Rismunandar (1989), keduanya jarang dibudidayakan dalam jumlah
besar. Sebelum diteliti, setiap spesies diidentifikasi kembali dengan pustaka Backer dan
Bakhuizen van den Brink (1968).
Analisa Hasil
Pembuatan karyotipe
Karyotipe dibuat sekurang-kurangnya dari dua foto kromosom prometafase
dengan fokus berbeda-beda. Kedua foto tersebut dijiplak (diblat) pada plastik
transparansi, lalu digunting dan diatur sesuai dengan bentuknya. Kemudian jumlah
kromosom dan panjang kedua lengannya diukur (Ruas dkk., 1995; Davina dan
Vernandes, 1989; Robert dan Short, 1979), setelah itu dipasang-pasangkan sesuai
homolognya (Ahmad dkk., 1993). Data morfometri diperoleh dari 10 kromosom
prometafase. Sifat yang diamati meliputi; panjang absolut (μm), indeks sentromer relatif
(centromeric index = Ci), panjang keseluruhan kromosom haploid (haploid chromosome
length = HCL), indeks asimetri relatif (asimetry index = AsI%), perbandingan pasangan
kromosom terpanjang dan terpendek (ratio = R), serta perbandingan lengan panjang dan
pendek (L/S).
a. Panjang absolut (μm), Ukuran absolut kromosom ditentukan secara langsung (Ruas
dkk., 1995).
b. Indeks sentromer relatif (centromeric index = Ci), Bentuk kromosom ditentukan
berdasarkan posisi relatif sentromer (Levan dkk., 1964).
panjang lengan pendek kromosom
Ci = ---------------------------------------------- X 100
total panjang lengan kromosom
c. Perbandingan lengan panjang dan pendek (L/S).
kromosom terpanjang
Nilai L/S = ----------------------------------
kromosom terpendek
d. Panjang keseluruhan kromosom haploid (haploid chromosome length = HCL). Nilai
HCL dihitung dengan menjumlahkan seluruh panjang pasangan kromosom.
e. Indeks asimetri relatif (asimetry index = AsI%) (Ruas dkk., 1995):
Total lengan panjang kromosom set
AsI % = ------------------------------------------- X 100
total panjang kromosom set
f. Perbandingan pasangan kromosom terpanjang dan terpendek (ratio = R) (Ruas dkk.,
1995):
pasangan kromosom terpanjang
R = -------------------------------------------------
pasangan kromosom terpendek
Pembuatan dendrogram filogeni
a. Hubungan kekerabatan fenetik ditentukan dengan metoda pengelompokan koefisien
asosiasi. Indek similaritas ditentukan dengan rumus (Sokal dan Sneath, 1963):
sifat berpasangan (++/--)
Indeks similaritas = ----------------------------- X 100
seluruh sifat (++/--/+-/-+)
b. Tingkatan persamaan harga-harga koefisien assosiasi ditentukan dengan analisis
klaster (Pielou, 1984).
Hasil dan Pembahasan
Analisis Karyotipe
Indeks sentromer (Ci)
Dalam penelitian ini keenam spesies yang diamati memiliki jumlah kromosom sama,
2n = 16. Hampir semua pasangan kromosom berbentuk metasentris, kecuali pasangan
kromosom pertama Allium sp. Pasangan ini berbentuk submetasentris (Sm), dengan indeks
sentromer 34,0, sehingga rumus karyotipe 2n = 14m + 2 sm, sedang kelima spesies lain
rumus karyotipenya 2n = 16 m. Hal ini menunjukkan tingginya tingkat kesamaan genetik
pada keluarga Allium.
Perbandingan lengan panjang dan pendek (L/S)
Nilai L/S ini memiliki kegunaan sama dengan indeks sentromer dari Levan dkk.
(1964). Indeks sentromer tersebut dapat dikonversi menjadi nilai L/S sebagai berikut:
• Bentuk kromosom metasentris: nilai CI = 50-37,5 atau nilai L/S = 1,00-1,67
• Bentuk kromosom sub-metasentris: nilai CI = 37,5- 25 atau nilai L/S = 1,67-3,00
• Bentuk kromosom sub-telosentris: nilai CI = 25- 12,5 atau nilai L/S = 3,00-7,00
Dalam penelitian ini, keenam spesies yang masing- masing memiliki 8 pasangan
kromosom hampir semuanya memiliki nilai L/S antara 1,00-1,67, sehingga kromosom
berbentuk metasentris. Kecuali pasangan pertama kromosom Allium sp., dimana nilai
L/S-nya adalah 1,92, sehingga kromosomnya berbentuk submetasentris.
Panjang keseluruhan kromosom haploid (HCL)
Nilai HCL tertinggi diperoleh A.sativum, yaitu 196,34, disusul A.porrum 137,27
μm, Allium sp. 132,69 μm, A.ascalonicum 124,71 μm, A.cepa 116,8 μm dan A.fistulosum
113,6 μm. HCL dapat digunakan untuk menduga perbedaan fenotip, perbedaan panjang
HCL mengindikasikan perbedaan jumlah gen yang mengontrol sifat fenotip tersebut. Dari
nilai HCL di atas terlihat bahwa A.sativum memiliki HCL yang jauh berbeda dengan
kelima spesies lain. Hal ini berkaitan dengan hubungan kekerabatannya yang jauh
berbeda dengan kelima spesies lainnya.
Indeks asimetri relatif (AsI%)
Indeks ini menunjukkan simetri rata-rata antara lengan panjang dan pendek dalam
kromosom set. Dalam penelitian ini, nilai AsI% keenam spesies sedikit di atas 50,
sehingga cenderung berbentuk simetris (metasentris). Secara berturut-turut nilai AsI%
keenam spesies adalah A.cepa 53,79, A.porrum 54,88, A.sativum 55,45, Allium sp. 56,26,
A.ascalonicum 57,30 dan A.fistulosum 57,70. Tingkat simetri kromosom A.cepa paling
tinggi sedang tingkat simetri A.fistulosum palilng rendah. Perbandingan pasangan
kromosom terpanjang dan terpendek (R). Nilai R digunakan untuk mendeteksi
keseragaman panjang kromosom dalam satu spesies (satu kromosom set).
Dalam penelitian ini panjang kromosom A.ascalonicum dan A.sativum relatif
sama dalam kromosom set-nya, masing-masing dengan nilai R 1,6 untuk A.ascalonicum
dan 1,7 untuk A.sativum. Sedang keempat spesies lainnya memiliki nilai R lebih
bervariasi. Allium sp. dengan nilai R 2,71, A.porrum 2,67, A.fistulosum 2,28 dan A.cepa
2,25.
Hubungan Kekerabatan Allium
Dalam penelitian ini hubungan kekerabatan ditentukan berdasarkan 19 sifat
sitologi dan satu sifat morfologi yang sangat khas untuk tumbuhan bawang. Ke-19 sifat
sitologi tersebut meliputi ukuran absolut pasangan kromosom sebanyak 8 buah,
perbandingan lengan panjang dan pendek (L/S) sebanyak 8 buah, serta panjang
keseluruhan kromosom haploid (HCL), indeks asimetri relatif (AsI%), perbandingan
pasangan kromosom terpanjang dan terpendek (R), masing-masing satu buah. Sifat khas
morfologi yang ditambahkan adalah terbentuk-tidaknya umbi lapis. Dendrogram filogeni
yang disajikan pada gambar 8 menunjukkan bahwa spesies-spesies yang memiliki
kekerabatan paling dekat adalah A.ascalonicum dan A.fistulosum , dengan indek
similaritas mencapai 80. Hal ini agak mengherankan apabila ditinjau dari terbentuk
tidaknya umbi, mengingat umbi lapis A.fistulosum sangat kecil, hanya berupa tonjolan,
sehingga sering dianggap tidak membentuk umbi. Namun hal ini juga mengindikasikan
bahwa umbi lapis A.fistulosum yang kecil tersebut pada dasarnya memiliki struktur sama
dengan umbi lapis A.ascalonicum, yakni terdiri dari pelepah-pelepah daun yang tersusun
berseling. Secara morfologi keduanya cenderung memiliki kesamaan bentuk daun, bunga
dan bau minyak atsiri. Varitas A.fistulosum tertentu juga mampu hidup di daratan rendah
sebagaimana A.ascalonicum. Kedekatan hubungan kekerabatan kedua spesies di atas
disusul oleh A.cepa dan Allium sp., dimana indeks similaritas di antara keduanya
mencapai 75. Selama ini di pasaran, Allium sp. sering diasosiasikan dengan
A.ascalonicum biasa, karena teksturnya menyerupai A.ascalonicum biasa, meskipun
ukuran, karakter daun, bunga dan tempat tumbuhnya lebih cenderung serupa dengan
A.cepa.
Berdasarkan dendrogram anggapan ini dapat dibantah, Allium sp. lebih dekat
hubungan kekerabatannya dengan A.cepa. Allium sp. kemungkinan merupakan salah satu
kultivar A.cepa yang telah mengalami mutasi, sehingga berbeda dengan induknya atau
mungkin pula merupakan hasil persilangan antara A.cepa dengan A.ascalonicum biasa,
karena dalam praktek di lapangan persilangan kedua spesies ini dapat menghasilkan
anakan yang fertil. Persilangan ini dapat terjadi secara alamiah dengan bantuan serangga
atau disengaja. Data morfometri menunjukkan pasangan pertama kromosom Allium sp.
berbentuk sub-metasentris, berbeda dengan kromosom lain yang berbentuk metasentris,
sehingga dapat diduga perbedaan-perbedaan yang terjadi dikontrol oleh gen-gen di dalam
pasangan kromosom ini. Gabungan A.ascalonicum dan A.fistulosum dengan gabungan
A.cepa dan Allium sp. bertemu pada indeks similaritas 65, bersamaan dengan A.porrum.
Hal ini sesuai dengan struktur umbi lapis kelimanya yang pada dasarnya sama, terdiri dari
pelepah-pelepah daun yang tumpuk menumpuk secara berseling dan bagian panggalnya
menonjol, meskipun pada A.fistulosum dan A.porrum ukuran tonjolan ini sangat kecil,
sehingga sering dikatakan tidak memiliki umbi. A.sativum merupakan spesies terakhir
yang bergabung dalam rumpun Allium ini. A.sativum bergabung pada indeks similaritas
35. Dalam pengamatan morfologi, struktur umbi A.sativum sangat berbeda dengan
kelima bawang lainnya. Umbi lapis A.sativum berupa segmensegmen siung (clove) yang
diselubungi dan disatukan oleh sisik-sisik pelepah daun sangat tipis, sehingga
membentuk rumpun umbi lapis agak pipih. Siung berfungsi untuk menyimpan cadangan
makanan dan setiap siung mengandung satu buah mata tunas. Dalam satu rumpun dapat
dijumpai 3-13 buah siung, sedang umbi lapis kelima spesies lainnya berupa pangkal
pelepah daun menebal, tersusun berseling dan berfungsi sebagai organ cadangan
makanan. Di dalamnya terdapat 1-3 mata tunas yang menyisip di antara sela-sela pelepah.
Di samping itu umbi lapis A.sativum berbau sangat tajam, berbeda dengan kelima spesies
lainnya yang baunya antara moderat hingga netral.
2. Menentukan Hubungan Kekerabatan antara Anggrek Spesies berdasarkan Sifat Morfologi
Tanaman dan Bunga
Salah satu bentuk aplikasi Taksonomi Numerik adalah menentukan hubungan
kekerabatan antara anggrek spesies berdasarkan sifat morfologi tanaman dan bunga yang
dilakukan oleh Aziz Purwantoro, Erlina Ambarwati dan Fitria Setyaningsih tahun 2005.
Kekerabatan diantara anggrek spesies perlu diketahui untuk melakukan persilangan dalam
program pemuliaan. Persilangan antara anggrek-anggrek spesies yang berkerabat dekat akan
meningkatkan peluang keberhasilan persilangan. Tujuan penelitiannya adalah untuk
mengetahui hubungan kekerabatan enam belas jenis anggrek spesies berdasarkan karakter
morfologinya. Karakter morfologi tanaman anggrek yang diamati meliputi tinggi tanaman
(cm), panjang daun (cm), lebar daun (cm), perbandingan panjang dengan lebar daun, jumlah
kuntum bunga, panjang tangkai bunga (cm), diameter bunga (cm), panjang kelopak bunga
(sepala) (cm), warna daun, tipe pertumbuhan batang dan aroma bunga. Data yang bersifat
deskriptif seperti tingkat kehijauan warna daun, aroma bunga dan tipe pertumbuhan batang
(pseudobulb) dinilai secara numerik dengan memberikan skoring yang menggambarkan
perbedaan. Hubungan kekerabatan keenam belas anggrek spesies dianalisis dengan
menggunakan Analisis Cluster metode Agglomerative (Everitt, 1993).
Hasil analisis cluster menunjukkan bahwa Phalaenopsis membentuk satu cluster,
berdasarkan kesamaan tipe pertumbuhan batang, keragaan tanaman, daun, jumlah kuntum
bunga, panjang tangkai bunga, diameter bunga dan panjang kelopak bunga.. Dendrobium
membentuk empat cluster, hal ini disebakan oleh perbedaan karakteristik bunganya,
sedangkan B. Lobii, A. Miniatum, Vanda tricolor dan G. Scriptum masing-masing
membentuk cluster tersendiri dan terpisah dari Phalaenopsis dan Dendrobium.
Bahan yang digunakan berupa 16 anggrek spesies hutan yang sedang berbunga, yaitu
Dendrobium anosmum, D. bracteosum, D.capra, D. johannis, D. macrophyllum, D.
phalaenopsis, D. scundum, D. stratiotes, D. undulatum, D. veratrifolium, Phalaenopsis
amboinensis, P. violaceae, Vanda tricolor, Ascocentrum miniatum (Vanda mini),
Bulnophyllum lobii dan Grammatophyllum scriptum, milik beberapa pengusaha anggrek di
Kabupaten Sleman dan Kotamadya Yogyakarta. Setiap jenis anggrek spesies yang digunakan
terdiri atas 4 ulangan dengan setiap ulangan terdiri atas satu unit tanaman.
Pengamatan dilakukan terhadap sifat morfologi tanaman yang meliputi tinggi
tanaman (cm), panjang dan lebar daun (cm), jumlah kuntum bunga dalam setiap tangkai
bunga, panjang tangkai bunga (cm), diameter bunga (cm), panjang kelopak bunga (sepala)
(cm), tingkat kehijauan warna daun (berdasarkan buku Munshell colour chart), aroma bunga
dan tipe pertumbuhan batang (pseudobulb).
Data yang bersifat kuantitatif, seperti tinggi tanaman, panjang dan lebar daun, jumlah
kuntum bunga dalam setiap tangkai bunga, garis tengah bunga, serta panjang sepala
diperoleh dari pengukuran secara langsung. Analisis data kuantitatif yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah analisis varian menurut model rancangan acak lengkap dengan
empat ulangan pada tingkat signifikansi 5%. Apabila pada sumber ragam genotipe terdapat
perbedaan pengaruh yang nyata dilakukan uji lanjut dengan uji jarak berganda Duncan pada
tingkat signifikansi 5% (Gomez dan Gomez, 1995). Data yang bersifat deskriptif seperti
tingkat kehijauan warna daun, aroma bunga dan tipe pertumbuhan batang (pseudobulb)
dinilai secara numerik dengan memberikan skoring yang menggambarkan perbedaan, seperti
tercantum dalam tabel 1.
Analisis data awal digunakan cluster data yang bersifat kuantitatif maupun deskriptif
dengan metode Agglomerative untuk mengidentifikasi sekelompok obyek yang mempunyai
kemiripan karakteristik tertentu yang dapat dilihat dengan jelas. Selanjutnya, klasifikasi
bertingkat hasil analisis awal dapat disajikan dalam diagram dua dimensi, yang dikenal
dengan dendrogram, yang menggambarkan penggabungan yang dibuat bertahap.
Dari keenambelas anggrek spesies yang dipergunakan dalam penelitian ini, masing-
masing jenis memperlihatkan karakter yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan
tersebut dikarenakan perbedaan habitat asal diambilnya tanaman anggrek yang bersangkutan.
Habitat asal tanaman anggrek memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan anggrek melalui
pengaruh sinar matahari, cuaca atau keadaan iklim, suhu udara, kelembaban udara serta
tersedianya unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman anggrek untuk mendukung
pertumbuhan tanaman anggrek, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kualitas dan
kuantitas bunga yang dihasilkannya. Meskipun terdapat keragaman karakter dari masing-
masing jenis anggrek yang diuji, terdapat pula kesamaan karakter seperti terlihat pada tabel
berikutnya (tabel 2).
Hasil P engamatan
Kesamaan karakter yang dimiliki oleh beberapa anggrek spesies yang diuji dapat
menunjukkan kedekatan dalam hubungan kekerabatan yang dimiliki oleh anggrek-anggrek
tersebut. Oleh karena itu dilakukan pengujian kedekatan dalam hubungan kekerabatan yang
dimiliki oleh keenam belas anggrek yang diuji dengan menggunakan dendrogram, seperti terlihat
dalam Gambar 1.
Dendrogram hubungan kekerabatan yang terlihat dalam gambar 1. merupakan gambaran
kedekatan kekerabatan pada 16 jenis anggrek spesies. Hasil analisis cluster dengan metode
Agglomerative memperlihatkan bahwa anggrek yang berasal dari satu genus yang sama belum
tentu memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat. Hubungan kekerabatan yang dekat dapat
pula terdapat di antara anggrek-anggrek yang berbeda genusnya. Hal ini dapat saja terjadi karena
yang dijadikan dasar pengamatan adalah karakter fenotipe sehinga faktor lingkungan ikut
berperan.
Kesimpulan dari pengamatan dilakukan oleh Aziz Purwantoro, Erlina Ambarwati dan
Fitria Setyaningsih tahun 2005, hHubungan kekerabatan berdasarkan sifat morfologi enam
belas anggrek spesies memberikan hasil bahwa Phalaenopsis membentuk satu cluster,
berdasarkan atas kesamaan tipe pertumbuhan batang, karakteristik tanaman dan daun, jumlah
kuntum bunga, panjang tangkai bunga, diameter bunga dan panjang kelopak bunga.
Dendrobium membentuk empat cluster yang berbeda, hal ini dikarenakan banyaknya
perbedaan karakter bunga yang terlihat pada diameter bunga, panjang kelopak bunga, aroma
bunga dan ada tidaknya sifat nobel. B.lobii, A. miniatum, Vanda tricolor, dan G. scriptum
masing-masing membentuk cluster tersendiri dan terpisah dari cluster Phalaenopsis dan
Dendrobium.
Intinya dalam setiap pengklasifikasian organisme dan mencari hubungan
kekerabatannya digunakan prinsip-prinsip kerja taksonomi numerik yang didasarkan pada
prinsip Adansonian, prinsip-prinsip tersebut yaitu :
a. Semakin banyak informasi yang terdapat dalam taksa dan semakin banyak karakter yang
mendasarinya, maka semakin baik klasifikasi yang dihasilkan
b. Bersifat apriori, artinya setiap karakter memiliki nilai atau bobot yang sama dalam
membentuk taksa alami
c. Semua persamaan antar dua taksa merupakan fungsi dari persamaan individual pada
semua karakter di mana keduanya dibandingkan
d. Taksa yang berbeda dapat terjadi karena korelasi karakter yang berbeda-beda dalam
kelompok yang dipelajari
e. Taksonomi merupakan ilmu empiris
f. Klasifikasi didasarkan pada persamaan fenetik
Indonesia yang memiliki aneka ragam tanaman yang cukup banyak, dengan penelitian-
penelitian mengenali berbagai macam kultivar tanaman tertentu menggunakan taksonomi
numerik yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia akan membantu memberikan
pemahaman pada penelitian selanjutnya mengenai eksplorasi dan pemanfaatannya serta
konservasinya.
3. Logika Fuzzy
Dalam kehidupan sehari-hari adakalanya suatu proses hanya dapat berjalan dengan baik
dan menghasilkan output yang diharapkan jika beroperasi pada range suhu yang sempit. Maka
usaha untuk mempertahankan suhu proses menjadi sesuatu yang harus dilakukan. Salah satu
metode penunjang taksonomi numeris dalam proses klasifikasi adalah dengan adanya pendekatan
logika fuzzy. Logika fuzzy adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan ruang input kedalam
suatu ruang output (Kusumadewi, 2003). Konsep ini diperkenalkan dan dipublikasikan pertama
kali oleh Lotfi A. Zadeh, seorang profesor dari University of California di Berkeley pada tahun
1965. Logika fuzzy menggunakan ungkapan bahasa untuk menggambarkan nilai variabel.
Logika fuzzy bekerja dengan menggunakan derajat keanggotaan dari sebuah nilai yang
kemudian digunakan untuk menentukan hasil yang diinginkan berdasarkan atas spesifikasi yang
telah ditentukan.
Telah disebutkan sebelumnya bahwa logika fuzzy memetakan ruang input ke ruang
output. Antara input dan output ada suatu kotak hitam yang harus memetakan input ke output
yang sesuai. Dimana akhir-akhir ini logika fuzzy tersebut digunakan dalam aplikasi metode
numerik terhadap pengklasifikasian. Sebuah jurnal teknologi menyatakan bahwa, “logika fuzzy
pada masa-masa mendatang akan memainkan peranan penting dalam sistem kendali digital“
(Bartos, 1992). Oleh karena itu, perlu adanya logika fuzzy sebagai penunjang metode numeris
agar memudahkan dalam objek studi klasifikasi mikroba di masa depan, dan dapat memberikan
gagasan bagi penelitian selanjutnya.
Beberapa aplikasi logika fuzzy, antara lain:
1. Pada tahun 1990 pertama kali dibuat mesin cuci dengan logika fuzzy di Jepang
(Matsushita Electric Industrial Company). Sistem fuzzy digunakan untuk menentukan
putaran yang tepat secara otomatis berdasarkan jenis dan banyaknya kotoran serta jumlah
yang akan dicuci. Input yang digunakan adalah: seberapa kotor, jenis kotoran, dan
banyaknya yang dicuci. Mesin ini menggunakan sensor optik , mengeluarkan cahaya ke
air dan mengukur bagaimana cahaya tersebut sampai ke ujung lainnya. Makin kotor,
maka sinar yang sampai makin redup. Disamping itu, sistem juga dapat menentukan jenis
kotoran (daki atau minyak).
2. Transmisi otomatis pada mobil. Mobil Nissan telah menggunakan sistem fuzzy pada
transmisi otomatis, dan mampu menghemat bensin 12 – 17%.
3. Kereta bawah tanah Sendai mengontrol pemberhentian otomatis pada area tertentu.
4. Ilmu kedokteran dan biologi, seperti sistem diagnosis yang didasarkan pada logika fuzzy,
penelitian kanker, manipulasi peralatan prostetik yang didasarkan pada logika fuzzy, dll.
5. Manajemen dan pengambilan keputusan, seperti manajemen basisdata yang didasarkan
pada logika fuzzy, tata letak pabrik yang didasarkan pada logika fuzzy, sistem pembuat
keputusan di militer yang didasarkan pada logika fuzzy, pembuatan games yang
didasarkan pada logika fuzzy, dll.
6. Ekonomi, seperti pemodelan fuzzy pada sistem pemasaran yang kompleks,dll.
7. Klasifikasi dan pencocokan pola.
8. Psikologi, seperti logika fuzzy untuk menganalisis kelakuan masyarakat, pencegahan dan
investigasi kriminal, dll.
9. Ilmu-ilmu sosial, terutam untuk pemodelan informasi yang tidak pasti.
10. Ilmu lingkungan, seperti kendali kualitas air, prediksi cuaca, dll.
11. Teknik, seperti perancangan jaringan komputer, prediksi adanya gempa bumi,dll.
12. Riset operasi, seperti penjadwalan dan pemodelan, pengalokasian, dll.
13. Peningkatan kepercayaan, seperti kegagalan diagnosis, inspeksi dan monitoring produksi.
Di bawah ini salah satu contoh grafik yang akan ditunjukkan oleh logika fuzzy pada
temperature :
Sedangkan alasan mengapa orang menggunakan logika fuzzy, yaitu :
1. Konsep logika fuzzy mudah dimengerti. Konsep matematis yang mendasari penalaran
fuzzy sangat sederhana dan mudah dimengerti.
2. Logika fuzzy sangat fleksibel.
3. Logika fuzzy memiliki toleransi terhadap data-data yang tidak tepat.
4. Logika fuzzy mampu memodelkan fungsi-fungsi nonlinier yang sangat kompleks.
5. Logika fuzzy dapat membangun dan mengaplikasikan pengalaman-pengalaman para
pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan.
6. Logika fuzzy dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara konvensional.
7. Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami (Kusumadewi, 2003).
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Taksonomi numerik merupakan proses penataan organisme ke dalam suatu
kelompok (takson) berdasarkan hubungan kemiripan (nilai similaritas) secara kuantitatif.
Taksonomi numerik dapat diaplikasikan dalam hal mengamati hubungan kekerabatan
pada strain-strain mikroba, mengetahui hubungan kekerabatan tumbuhan, dan penerapan
metode logika fuzzy sebagai kendali digital. Intinya dalam setiap pengklasifikasian
organisme dan mencari hubungan kekerabatannya digunakan prinsip-prinsip kerja
taksonomi numerik yang didasarkan pada prinsip Adansonian.
B. Saran
Perlu dilakukan pembelajaran lebih lanjut agar dapat mengaplikasikan ilmu
taksonomi numerik dalam kehidupan sehari-hari, tidak terbatas pada aplikasi hubungan
kekerabatan saja.
DAFTAR PUSTAKA
Anggarwulan, E., N. Etikawati, A.D. Setyawan. 1999. Karyotipe Kromosom pada Tanaman
Bawang Budidaya (Genus Allium; Familia Amaryllidaceae). B i o SMART 1 (2) : 13-19
Bartos, F.J. 1992. Fuzzy Logic is Clearly Here to Stay. McGraw-Hill Pub : Control Engineering
Darmawati, S., L. Sembiring, W. Asmara, T. Wayan, Artama. 2001. Keanekaragaman Spesies
Bakteri Pada Kultur Darah Widal Positif Asal Kota Semarang Berdasarkan Karakter
Fenotipik. Surakarta : Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS
Everitt, B.S. 1993. Cluster Analysis. Third Edition. Halsted Press an Imprint of John Wiley and
Sons Inc. New York.
Kusumadewi, S. 2003. Artificial Intelligence: Teknik dan Aplikasinya. Yogyakarta : Graha Ilmu
Purwantoro, Aziz; Erlina Ambarwati; dan Fitria Setyaningsih. 2005. Kekerabatan Antar Anggrek
Spesies Berdasarkan Sifat Morfologi Tanaman Dan Bunga (Phylogenetic Of Orchids
Based On Morphological Characters). Ilmu Pertanian 12 (1) : 1 – 11.
Rolliawati. 2012. Logika Fuzzy. Surabaya : Universitas Narotama
Sembiring, L. 2003. Petunjuk Praktikum Sistematik Mikrobia. Yogyakarta : Laboratorium
Mikrobiologi UGM
Utami, N.S. 2012. Variasi Morfologi dan Hubungan Fenetik Populasi Sukun (Artocarpus altilis
(Parkinson) Fosberg) di Hutan Penelitian Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan
Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH) Playen, Gunung Kidul. Yogyakarta : Universitas
Negeri Yogyakarta