astigmatisme

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tinjauan pustaka

Citation preview

Tutorial Klinik

ILMU PENYAKIT MATAASTIGMAT

Oleh:

Stephanie Indrawati SG99141007Zefania Yonisa

G99141008Arum Alfiyah FahmiG99141009Rifni Arneswari F

G99141010Okti Rahmawati

G99141011Pembimbing :dr. Djoko Susianto, Sp. MKEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2015

BAB I

PENDAHULUAN

Mata sebagai organ penglihatan terdiri atas beberapa bagian yang berfungsi sebagai media pembiasan sehingga cahaya yang masuk ke dalam mata dapat dibiaskan tepat di makula lutea. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan dapat dibiaskan tepat di makula lutea.

Keseimbangan dalam pembiasan ditentukan oleh dataran depan dan kelengkungan kornea serta panjangnya bola mata. Apabila terdapat kelainan pada pembiasan sinar oleh kornea atau adanya perubahan panjang bola mata, maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula dan keadaan ini disebut sebagai ametropia. Ametropia dapat berupa miopi, hipermetropi, atau astigmat.

Astigmat merupakan suatu keadaan di mana berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam pada retina tapi pada 2 garis titik api yang saling tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan adanya astigmat yaitu pemeriksaan dengan juring atau kipas astigmat ataupun dengan plasidoskopi.BAB II

STATUS PASIEN

I. IDENTITASNama

: Sdri. FUmur

: 14 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Suku

: Jawa

Kewarganegaraan: Indonesia

Agama

: Islam

Pekerjaan

: PelajarAlamat

: KaranganyarTgl pemeriksaan : 20 Juni 2014

No. RM

: 01305178II. ANAMNESIS

A. Keluhan utama: kabur saat melihat dekatB. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke poli mata dengan keluhan pandangannya kabur sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan dirasakan terutama saat melihat dekat dan saat melihat tulisan seperti membayang. Keluhan juga dirasakan lebih berat pada mata sebelah kanan Pandangan kabur (+), pandangan dobel (+), mual-muntah (-), mata silau (-), mata merah (-), nyeri mata (-), demam (-), nrocos (-), blobok (-), gatal (-), pusing (+).

Riwayat Penyakit Dahulu1. Riwayat hipertensi: (-)2. Riwayat kencing manis: (-)3. Riwayat alergi obat dan makanan : alergi ikan asin4. Riwayat kacamata: (-)5. Riwayat trauma: (+) pada mata sebelah kanan saat pasien masih kecilC. Riwayat Penyakit Keluarga

1. Riwayat hipertensi: disangkal2. Riwayat kencing manis: disangkal3. Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal4. Riwayat kacamata: disangkalD. Kesimpulan Anamnesis

ODOS

Proses--

LokalisasiMedia refrakta-

SebabKelainan refraksi-

PerjalananKronis-

Komplikasi--

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Kesan umum

Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup

B. Vital Sign

TD:110/70 mmHg

HR:70 x/menit

RR:18 x/menit

T:36.50CC. Pemeriksaan subyektif ODOS

A. Visus Sentralis

1. Visus sentralis jauh6/206/6

a. Pinhole(+) maju 6/6Tidak dilakukan

b. KoreksiDilakukan, C -0.75 axis 0oTidak dilakukan

2. Visus sentralis dekatTidak dilakukanTidak dilakukan

B. Visus Perifer

1. Konfrontasi tes Tidak dilakukanTidak dilakukan

2. Proyeksi sinarNormalNormal

3. Persepsi warnaTidak dilakukanTidak dilakukan

D. Pemeriksaan Obyektif

1. Sekitar mataODOS

a. Tanda radangTidak AdaTidak Ada

b. LukaTidak AdaTidak Ada

c. ParutTidak AdaTidak Ada

d. Kelainan warnaTidak AdaTidak Ada

e. Kelainan bentukTidak AdaTidak Ada

2. Supercilia

a. WarnaHitamHitam

b. TumbuhnyaNormalNormal

c. KulitSawo matangSawo matang

d. GerakanDalam batas normalDalam batas normal

3. Pasangan bola mata dalam orbita

a. HeteroforiaTidak AdaTidak Ada

b. StrabismusTidak AdaTidak Ada

c. PseudostrabismusTidak AdaTidak Ada

d. ExophtalmusTidak AdaTidak Ada

e. EnophtalmusTidak AdaTidak Ada

4. Ukuran bola mata

a. MikroftalmusTidak AdaTidak Ada

b. MakroftalmusTidak AdaTidak Ada

c. Ptisis bulbiTidak AdaTidak Ada

d. Atrofi bulbiTidak AdaTidak Ada

5. Gerakan bola mata

a. TemporalTidak terhambatTidak terhambat

b. Temporal superiorTidak terhambatTidak terhambat

c. Temporal inferiorTidak terhambatTidak terhambat

d. NasalTidak terhambatTidak terhambat

e. Nasal superiorTidak terhambatTidak terhambat

f. Nasal inferiorTidak terhambatTidak terhambat

6. Kelopak mata

a. Pasangannya

1.) Edema Tidak AdaTidak Ada

2.) Hiperemi Tidak AdaTidak Ada

3.) BlefaroptosisTidak AdaTidak Ada

4.) BlefarospasmeTidak AdaTidak Ada

5.) BenjolanTidak AdaTidak Ada

b. Gerakannya

1.) Membuka Tidak tertinggalTidak tertinggal

2.) MenutupTidak tertinggalTidak tertinggal

c. Rima

1.) Lebar 13 mm13 mm

2.) AnkiloblefaronTidak AdaTidak Ada

3.) Blefarofimosis Tidak AdaTidak Ada

d. Kulit

1.) Tanda radangTidak AdaTidak Ada

2.) WarnaNormalNormal

3.) Epiblepharon Tidak AdaTidak Ada

4.) BlepharochalasisTidak Ada Tidak Ada

5.) VulnusTidak AdaTidak Ada

e. Tepi kelopak mata

1.) Enteropion Tidak AdaTidak Ada

2.) EkteropionTidak AdaTidak Ada

3.) KolobomaTidak AdaTidak Ada

4.) Bulu mataDalam batas normalDalam batas normal

7. Sekitar glandula lakrimalis

a. Tanda radangTidak AdaTidak Ada

b. BenjolanTidak AdaTidak Ada

c. Tulang margo tarsalisTidak Ada kelainanTidak Ada kelainan

8. Sekitar saccus lakrimalis

a. Tanda radang

Tidak AdaTidak Ada

b. BenjolanTidak AdaTidak Ada

9. Tekanan intraocular

a. PalpasiKesan normalKesan normal

b. Tonometri schiotzTidak dilakukanTidak dilakukan

10. Konjungtiva

a. Konjungtiva palpebra superior

1.) EdemaTidak AdaTidak Ada

2.) Hiperemi Tidak AdaTidak Ada

3.) SekretTidak AdaTidak Ada

4.) SikatrikTidak AdaTidak Ada

5). BenjolanTidak AdaTidak Ada

b. Konjungtiva palpebra inferior

1.) EdemaTidak AdaTidak Ada

2.) Hiperemi Tidak AdaTidak Ada

3.) SekretTidak AdaTidak Ada

4.) SikatrikTidak AdaTidak Ada

5). BenjolanTidak AdaTidak Ada

c. Konjungtiva forniks

1.) EdemaTidak AdaTidak Ada

2.) Hiperemi Tidak AdaTidak Ada

3.) SekretTidak AdaTidak Ada

4.) Benjolan Tidak AdaTidak Ada

5.) HematomTidak AdaTidak Ada

d. Konjungtiva bulbi

1.) EdemaTidak AdaTidak Ada

2.) HiperemisTidak AdaTidak Ada

3.) SekretTidak AdaTidak Ada

4.) Injeksi konjungtivaTidak AdaTidak Ada

5.) Injeksi siliarTidak AdaTidak Ada

6.) HematomTidak AdaTidak Ada

e. Caruncula dan plika

semilunaris

1.) EdemaTidak AdaTidak Ada

2.) HiperemisTidak AdaTidak Ada

3.) SikatrikTidak AdaTidak Ada

11. Sclera

a. WarnaPutihPutih

b. Tanda radangTidak AdaTidak Ada

c. PenonjolanTidak AdaTidak Ada

d. VulnusTidak AdaTidak Ada

12. Kornea

a. Ukuran12 mm12 mm

b. LimbusJernihJernih

c. Permukaan Rata, mengkilapRata, mengkilap

d. SensibilitasTidak dilakukanTidak dilakukan

e. Keratoskop ( placido )Tidak dilakukanTidak dilakukan

f. Fluorecsin tesTidak dilakukanTidak dilakukan

g. Arcus senilisTidak AdaTidak Ada

13. Kamera okuli anterior

a. KejernihanJernihJernih

b. KedalamanDalamDalam

14. Iris

a. WarnaHitamHitam

b. BentukTampak lempenganTampak lempengan

c. Sinekia anteriorTidak tampakTidak tampak

d. Sinekia posteriorTidak tampakTidak tampak

15. Pupil

a. Ukuran 3 mm3 mm

b. BentukBulat Bulat

c. LetakSentralSentral

d. Reaksi cahaya langsungPositif Positif

16. Lensa

a. Ada/tidakAdaAda

b. KejernihanAgak keruhAgak keruh

c. Letak SentralSentral

e. Shadow testTidak dilakukanTidak dilakukan

17. Corpus vitreum

a. Kejernihan

b. Reflek fundusTidak dilakukanTidak dilakukanTidak dilakukanTidak dilakukan

IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN

ODOS

A. Visus sentralis jauh6/206/6

B. Visus perifer

Konfrontasi tesTidak dilakukanTidak dilakukan

Proyeksi sinarBaikBaik

Persepsi warnaTidak dilakukanTidak dilakukan

C. Sekitar mataDalam batas normalDalam batas normal

D. SuperciliumDalam batas normalDalam batas normal

E. Pasangan bola mata dalam orbitaDalam batas normalDalam batas normal

F. Ukuran bola mataDalam batas normalDalam batas normal

G. Gerakan bola mataDalam batas normalDalam batas normal

H. Kelopak mataDalam batas normalDalam batas normal

I. Sekitar saccus lakrimalisDalam batas normalDalam batas normal

J. Sekitar glandula lakrimalisDalam batas normalDalam batas normal

K. Tekanan intarokularDalam batas normalDalam batas normal

L. Konjungtiva palpebraDalam batas normalDalam batas normal

M. Konjungtiva bulbiDalam batas normalDalam batas normal

N. Konjungtiva fornixDalam batas normalDalam batas normal

O. SkleraDalam batas normalDalam batas normal

P. KorneaDalam batas normalDalam batas normal

Q. Camera okuli anteriorDalam batas normalDalam batas normal

R. IrisBulat, warna hitamBulat, warna hitam

S. PupilDiameter 3 mm, bulat, sentralDiameter 3 mm, bulat, sentral

T. LensaKesan normalKesan normal

Dokumentasi foto pasien:

V. DIAGNOSIS BANDINGOD astigmatisme

OD miopi

VI. DIAGNOSIS OD astigmatisme miopi simplex

VII. TERAPI Non Medikamentosa

Penggunaan kacamata OD C -0.75 axis 0oVIII. PROGNOSIS

ODOS

1. Ad vitamDubia et bonamDubia et bonam

2. Ad fungsionamDubia et bonamDubia et bonam

3. Ad sanamDubia et bonamDubia et bonam

4. Ad kosmetikumDubia et bonamDubia et bonam

BAB IIITINJAUAN PUSTAKAA. DefinisiAstigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari satu titik.1B. Anatomi Dan FisiologiGambar 1. Anatomi bola mata.Bola mata bentuknya merupai kistik yang dipertahankan oleh adanya tekanan didalamnya. Walaupun secara umum bola mata dikatakan bentuknya bulat atau globe namun bentuknya tidak bulat sempurna. Orbita adalah tulang-tulang rongga mata yang didalamnya terdapat bola mata, otot-otot ekstraokular, nervus, lemak dan pembuluh darah. Tiap-tiap tulang orbita berbentuk menyerupai buah pear, yang bagian posteriornya meruncing pada daerah apeks dan optik kanal.2C. Media Refraksi

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca). Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.1,3D. Fisiologi Refraksi

Gambar 2. Fisiologi refraksi.Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokkan ke arah dalam untuk difokuskan kembali ke sebuah titik peka-cahaya di retina agar dihasilkan suatu bayangan yang akurat mengenai sumber cahaya. Pembelokan suatu berkas cahaya (refraksi) terjadi ketika berkas berpindah dari satu medium dengan kepadatan (densitas) tertentu ke medium dengan kepadatan yang berbeda.Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan lainnya misalnya : kaca, air. Ketika suatu berkascahaya masuk ke medium dengan densitas yang lebih tinggi, cahaya tersebut melambat (sebaliknya juga berlaku). Berkas cahaya mengubah arah perjalanannya jika mengenai medium baru pada tiap sudut selain tegak lurus. Dua faktor penting dalam refraksi : densitas komparatif antara 2 media (semakin besar perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan sudut jatuhnya berkas cahaya di medium kedua (semakin besar sudut, semakin besarpembiasan). Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea, struktur pertama yang dilalui cahaya sewaktu masuk mata, yang melengkung berperan besar dalam reftraktif total karena perbedaan densitas pertemuan udara/kornea jauh lebih besar dari pada perbedaan densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya. Kemampuan refraksi kornea seseorang tetap konstan karena kelengkungan kornea tidak pernah berubah. Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan dengan mengubah kelengkungannya sesuai keperluan untuk melihat dekat/jauh.3Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya terfokus diretina agara penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus sebelum bayangan mencapai retina atau belum terfokus sebelum mencapai retina ,bayangan tersebut tampak kabur. Berkas-berkas cahaya yang berasal dari benda dekat lebih divergen sewaktu mencapai mata daripada berkas-berkas dari sumber jauh. Berkas dari sumber cahaya yang terletak lebih dari 6 meter (20 kaki) dianggap sejajar saat mencapai mata. Untuk kekuatan refraktif mata tertentu, sumber cahaya dekat memerlukan jarak yang lebih besar di belakang lensa agar dapat memfokuskan daripada sumber cahaya jauh, karena berkas dari sumber cahaya dekat masih berdivergensi sewaktu mencapai mata. Untuk mata tertentu, jarak antara lensa dan retina selalu sama. Untuk membawa sumber cahaya jauhdan dekat terfokus di retina (dalam jarak yang sama), harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuks umber dekat. Kekuatan lensa dapat disesuaikanmelalui proses akomodasi.1E. EtiologiEtiologi kelainan astigmatisme adalah sebagai berikut:4

1. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur. Media refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea, yaitu mencapai 80% s/d 90% dari astigmatismus, sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter antero-posterior bola mata. Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan kongenital, kecelakaan, luka atau parut di kornea, peradangan kornea serta akibat pembedahan kornea.2. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin juga semakin berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatismus. 3. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty 4. Trauma pada kornea 5. Tumor F. KlasifikasiBerdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai berikut:

1. Astigmatisme Reguler Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang memiliki daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain. Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa cylindris yang tepat, akan bisa menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai dengan adanya kelainan penglihatan yang lain.Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:a. Astigmatisme With the Rule Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang horizontal.b. Astigmatisme Against the Rule Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang vertikal. 2. Astigmatisme Irreguler Dimana titik bias didapatkan tidak teratur. Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi sebagai berikut:

1. Astigmatisme Miopia Simpleks Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada tepat pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias terkuat sedangkan titik B adalah titik fokus dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y memiliki angka yang sama.Gambar 3. Astigmatisme Miopia Simpleks2. Astigmatisme Hiperopia Simpleks Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B berada di belakang retina.

Gambar 4. Astigmatisme Hiperopia Simpleks3. Astigmatisme Miopia KompositusAstigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph -X Cyl -Y.

Gambar 5. Astigmatisme Miopia Kompositus4. Astigmatisme Hiperopia Kompositus Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A berada di antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl +Y.

Gambar 6. Astigmatisme Hiperopia Kompositus5. Astigmatisme Mixtus

Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl -Y, atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi sama - sama + atau -.Gambar 7. Astigmatisme MixtusBerdasarkan tingkat kekuatan Dioptri :1. Astigmatismus RendahAstigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya astigmatis-mus rendah tidak perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan tetapi jika timbul keluhan pada penderita maka koreksi kacamata sangat perlu diberikan.2. Astigmatismus SedangAstigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75 Dioptri. Pada astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.3. Astigmatismus TinggiAstigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus ini sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.G. Tanda Dan Gejala

Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan gejala-gejala sebagai berikut :1. Memiringkan kepala atau disebut dengan titling his head, pada umunya keluhan ini sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.2. Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.3. Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.4. Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati mata, seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar bayangan, meskipun bayangan di retina tampak buram.

Sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejala gejala sebagai berikut :

5. Sakit kepala pada bagian frontal.6. Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya penderita akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek-ucek mata.H. Diagnosis1. Pemeriksaan pin holeUji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan, atau kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan pin hole berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media penglihatan atau pun retina yang menggangu penglihatan.52. Uji refraksi

a. SubjektifOptotipe dari Snellen & Trial lensMetode yang digunakan adalah dengan Metoda trial and error Jarak pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata. Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila dengan lensa sferis positif tajam penglihatan membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita hipermetropia, apabila dengan pemberian lensa sferis positif menambah kabur penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis negatif memberikan tajam penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita miopia. Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada keadaan ini lakukan uji pengaburan (fogging technique).5,6b. Objektif

AutorefraktometerYaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan komputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan oleh alat dan respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan refraksi yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik. Keratometri Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius kelengkungan kornea.10 Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat berharga namun mempunyai keterbatasan.c. Uji pengaburanSetelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris pada kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta melihat kisi-kisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis juring pada 90 yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180. Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi astigmat vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen dan perlahan-lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien melihat jelas.7

Gambar 8. Kipas Astigmat.d. KeratoskopKeratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme. Pemeriksa memerhatikan imej ring pada kornea pasien. Pada astigmatisme regular, ring tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme irregular, imej tersebut tidak terbentuk sempurna.7,8 e. Javal ophtalmometerBoleh digunakan untuk mengukur kelengkungan sentral dari kornea, diaman akan menentukan kekuatan refraktif dari kornea.7,8I. Terapi1. Koreksi lensaAstigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder. Karena dengan koreksi lensa cylinder penderita astigmatismus akan dapat membiaskan sinar sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan akan bertambah jelas.2. OrthokeratologyOrthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan menurunkan myopia. Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan standar. Pada astigmatismus irregular dimana terjadi pemantulan dan pembiasan sinar yang tidak teratur pada dataran permukaan depan kornea maka dapat dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan memakai lensa kontak maka permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air mata.3. Bedah refraksiMethode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:8,9a. Radial keratotomy (RK)Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral. Bagian yang lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung pada ukuran zona optik, angka dan kedalaman dari insisi. b. Photorefractive keratectomy (PRK)Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat kornea. Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah photorefractive keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien tanpa bantuan koreksi kadang-kadang menyatakan penglihatannya lebih baik pada waktu sebelum operasi. DAFTAR PUSTAKA1. James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Ophtalmology. New York: Blackwell Publishing, 2003; 20-26.2. Despopoulos A. and Silbernagi S, Color Atlas of Physiology 3rd Edition. London: Thieme, 2003; 344-346.

3. Olver J and Cassidy L, Basic Optics and Refraction. In Olver J and Cassidy L, Ophtalmology at a Glance. New York: Blackwell Science, 2005; 22-23.

4. Whitcher J P and Eva P R, Low Vision. In Whitcher J P and Eva P R, Vaughan & Asburys General Ophtalmology. New York: Mc Graw Hill, 2007.

5. Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R dan Simarmata M, 2003. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-2. Jakarta.6. A. K. Khurana, Comprehensive Ophtalmology Fourth Edition: Optics and Refraction, New Age International (P) limited Publishers, 12: 36-38, 2007.7. Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook :Optics and Refractive Errors, Thieme, p. 127-136, 2000.

8. Deborah, Pavan-Langston,Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, 6th Edition:Refractive Surgery, Lippincott Williams and Wilkins, 5:73-100,2008.9. Roque M., 2009. Astigmatism, PRK. Diunduh dari:http://emedicine.medscape.com/article/1220845-overview#a0101[Diakses tanggal 28 Juni 2011]10. Choi H. Y., Jung J. H. and Kim. M. N., 2010. The Effect of Epiblepharon Surgery on Visual Acuity and With-the-Rule Astigmatism in Children. Korean J Ophthalmol 2010; 24(6) : 325-330. Diunduh dari:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3016080/pdf/1545-6110_v108_p077.pdf??tool=pmcentrez

EMBED Word.Picture.8

3

_1496917458.doc