Upload
tri-tahayu-adhaningrum
View
117
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
gerontik
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Proses menua (aging) merupakan suatu perubahan progresif pada
organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel
serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu. Proses alami yang
disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial akan
saling berinteraksi satu sama lain . Proses menua yang terjadi pada lansia secara
linier dapat digambarkan melalui tiga tahap yaitu, kelemahan (impairment),
keterbatasan fungsional (functional limitations), ketidakmampuan (disability), dan
keterhambatan (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses
kemunduran (Bondan, 2009).
Keperawatan gerontik berkisar pada pengkajian kesehatan dan status
fungsional lansia, diagnosa, perencanaan dan implementasi perawatan dan
pelayanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan yang teridentifikasi; dan
mengevaluasi kekefektivan perawatan tersebut (Potter & Perry, 2005).
Keperawatan gerontik secara holistik menggabungkan aspek pengetahuan
dan ketrampilan dari berbagai macam disiplin ilmu dalam mempertahankan
kondisi kesehatan fisik, mental, sosial, dan spiritual lansia. Hal ini diupayakan
untuk memfasilitasi lansia ke arah perkembangan kesehatan yang lebih optimum,
dengan pendekatan pada pemulihan kesehatan, memaksimalkan kualitas hidup
lansia baik dalam kondisi sehat, sakit maupun kelemahan serta memberikan rasa
aman, nyaman, terutama dalam menghadapi kematian (Bondan, 2009)
Hal yang pertama perawat lakukan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada lansia adalah pengkajian. Menurut Potter & Perry, (2005),
pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi dan
komunikasi data tentang klien. Proses keperawatan ini mencakup dua langkah
yaitu pengumpulan data dari sumber primer (klien) dan sumber skunder (keluarga,
tenaga kesehatan), dan analisis data sebagai dasar untuk diagnosa keperawatan.
1
Tujuan dari pengkajian adalah menetapkan dasar data tentang kebutuhan,
masalah kesehatan, pengalaman yang berkaitan, praktik kesehatan, tujuan, nilai
dan gaya hidup yang dilakukan klien. Pengumpulan data harus berhubungan
dengan masalah kesehatan terutama dengan masalah kesehatan utama yang
dimiliki pasien, sehingga data yang didapatkan relevan dengan asuhan
keperawatan yang akan dijalankan pada pasien tersebut. Penggunaan format
pengkajian standarisasi dianjurkan, karena dapat memberikan tanggung gugat
minimal dari profesi keperawatan. Penggunaan format pun memastikan
pengkajian pada tingkat yang komprehensif (Potter & Perry, 2005).
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah Definisi Dari Menua?
2. Bagaimanakah Teori Penuaan?
3. Bagaimanakah Perubahan Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia?
4. Apa Saja Tugas-Tugas Perawat Dalam Setiap Teori Penuaan?
2
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 PENGERTIAN
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita (Nugroho, 2000). Proses menua merupakan suatu yang
fisiologis, yang akan dialami oleh setiap orang. Batasan orang dikatakan lanjut
usia berdasarkan UU No 13 tahun 1998 adalah 60 tahun.
Proses penuaan dipandang sebagai sebuah proses total dan sudah dimulai
saat masa konsepsi. Meskipun penuaan adalah sebuah proses berkelanjutan, belum
tentu seseorang meninggal hanya karena usia tua. Sebab individu memiliki
perbedaan yang unik terhadap genetik, sosial, psikologik, dan faktor-faktor
ekonomi yang saling terjalin dalam kehidupannya menyebabkan peristiwa menua
berbeda pada setiap orang. Dalam sepanjang kehidupannya, seseorang mengalami
pengalaman traumatik baik fisik maupun emosional yang bisa melemahkan
kemampuan seseorang untuk memperbaiki atau mempertahankan dirinya.
Akhirnya periode akhir dari hidup yang disebut senescence terjadi saat organisme
biologik tidak dapat menyeimbangkan lagi mekanisme “Pengrusakan dan
Perbaikan”.
Batas-Batas Lanjut Usia.
1. Batasan usia menurut WHO meliputi :
a. usia pertenghaan (middle age), yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun
b. lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun
c. lanjut usia tua (old), antara 75 sampai 90 tahun
d. usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun
2. Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1 dinyatakan sebagai berikut :
“Seorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah
yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya
mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima
nafkah dari orang lain”. Saat ini berlaku UU No. 13 tahun 1998 tentang
3
kesejahteraan lansia yang berbunyi sebagai berikut: lansia adalah seseorang yang
mencapai usia 60 tahun keatas.
2.2 TEORI PENUAAN
a. Teori Biologik
Menurut Mary Ann Christ et al. (1993), penuaan merupakan proses
yang secara berangsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif dan
mengakibatkan perubahan di dalam yang berakhir dengan kematian.
Penuaan juga menyangkut perubahan sel, akibat interaksi sel dengan
lingkungannya, yang pada akhirnya menimbulkan perubahan degeneratif.
Teori biologis tentang proses penuaan dapat dibagi menjadi teori
intrinsik dan ekstrinsik. Intrinsik berarti perubahan yang berkaitan dengan
usia, timbul akibat penyebab di dalam sel sendiri, sedangkan teori
ekstrinsik menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi diakibatkan oleh
pengaruh lingkungan.
Faktor intrinsik, peranan enzym seperti DNA polymerase yang
berperan besar pada penggandaan dan perbaikan DNA, serta enzym
proteolytik yang dapat menemukan sel yang mengalami degradasi protein
sangat penting. Sedangkan pada faktor ekstrinsik yang penting
dikemukakan adalah radikal bebas, fungsi kekebalan seluler dan humoral,
oksidasi stress, cross link serta mekanisme “dipakai dan aus” sangat
menentukan dalam proses penuaan yang terjadi .
Adanya faktor pengaruh intrinsik dan ekstrinsik tadi pada
akhirnya akan mempengaruhi tingkat perubahan pada sel , sel otak dan
saraf, gangguan otak , serta jaringan tubuh lainnya.
1. Teori Genetik dan Mutasi, Genetic Clock
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang
diprogram oleh molekul /DNA dan setiap sel pada saatnya akan
mengalami mutasi.Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi
akibat adanya program jam genetik didalam nuklei. Jam ini akan
berputar dalam jangka waktu tertentu dan jika jam ini sudah habis
putarannya maka, akan menyebabkan berhentinya proses mitosis. Hal
4
ini ditunjukkan oleh hasil penelitian Haiflick, (1980) dikutif Darmojo
dan Martono (1999) dari teori itu dinyatakan adanya hubungan antara
kemampuan membelah sel dalam kultur dengan umur spesies
Mutasisomatik (teori error catastrophe) hal penting lainnya yang perlu
diperhatikan dalam menganalisis faktor-aktor penyebab terjadinya
proses menua adalah faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya
mutasi somatik. Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan
zat kimia dapat memperpendek umur. Menurut teori ini terjadinya
mutasi yang progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan
terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.
2. Teori ERROR
Salah satu hipotesis yang berhubungan dengan mutasi sel somatik
adalah hipotesis "Error Castastrophe" (Darmojo dan Martono, 1999).
Menurut teori tersebut menua diakibatkan oleh menumpuknya
berbagai macam kesalahan sepanjang kehidupan manusia. Akibat
kesalahan tersebut akan berakibat kesalahan metabolisme yang dapat
mengakibatkan kerusakan sel dan fungsi sel secara perlahan.
3. Pemakaian dan Rusak, wear and tear theory
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
4. Autoimune
Pada proses metabolisme tubuh , suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Saat jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan mati.
Proses menua dapat terjadi akibat perubahan protein pasca
tranlasi yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan sistem
imun tubuh mengenali dirinya sendiri (Self recognition). Jika mutasi
somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada permukaan sel, maka
hal ini akan mengakibatkan sistem imun tubuh menganggap sel yang
mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan
menghancurkannya Goldstein(1989) dikutip dari Azis (1994). Hal ini
dibuktikan dengan makin bertambahnya prevalensi auto antibodi pada
lansia (Brocklehurst,1987 dikutif dari Darmojo dan Martono, 1999).
5
Dipihak lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya
mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap
antigen menjadi menurun, sehingga sel-sel patologis meningkat sesuai
dengan menigkatnya umur (Suhana,1994 dikutif dari Nuryati, 1994)
5. Teori Stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
dipakai.
6. Teori Radikal Bebas
Tidak stabilnya redikal bebas mengakibatkan oksidasi-oksidasi
bahan bahan organik seperti karbohidrat dan protein . radikal ini
menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
Penuaan dapat terjadi akibat interaksi dari komponen radikal
bebas dalam tubuh manusia. Radikal bebas dapat berupa :
superoksida (O2), Radikal Hidroksil (OH) dan Peroksida Hidrogen
(H2O2). Radikal bebas sangat merusak karena sangat reaktif ,
sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, dan asam lemak tak
jenuh. Menurut Oen (1993) yang dikutif dari Darmojo dan Martono
(1999) menyatakan bahwa makin tua umur makin banyak terbentuk
radikal bebas, sehingga poses pengrusakan terus terjadi , kerusakan
organel sel makin banyak akhirnya sel mati.
7. Teori Kolagen
Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan menyebabkan
kecepatan kerusakan jaringan dan melambatnya perbaikan sel
jaringan.
b. Teori Sosial
1. Teori Aktifitas
Lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak
dalam kegiatan social
6
2. Teori Pembebasan
Dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur angsur mulai
melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan
interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kwalitas maupun
kwantitas. Sehingga terjadi kehilangan ganda yakni :
a) Kehilangan peran
b) Hambatan kontrol sosial
c) Berkurangnya komitmen
3. Teori Kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus
kehidupan lansia. Dengan demikian pengalaman hidup seseorang pada
usatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat ini menjadi lansia.
Pokok-pokok dari teori kesinambungan adalah :
a) Lansia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif
dalam proses penuaan, akan tetapi didasarkan pada
pengalamannya di masa lalu, dipilih peran apa yang harus
dipertahankan atau dihilangkan
b) Peran lansia yang hilang tak perlu diganti
c) Lansia dimungkinkan untuk memilih berbagai cara adaptasi.
4. Teori Interaksi Sosial (Social Exchange Theory).
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada
suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai
masyarakat. Mauss (1954), Homans (1961) dan Blau (1964)
mengemukakan bahwa interaksi sosial didasarkan atas hukum
pertukaran barang dan jasa, sedangkan pakar lain Simmons (1945)
mengemukakan bahwa kemampuan lansia untuk terus menjalin
interaksi sosial merupakan kunci untuk mempertahankan status
sosialnya untuk melakukan tukar menukar.
Pokok-pokok Social Exchanger Theory sebagai berikut :
a) Masyarakat terdiri atas aktor-aktor sosial yang berupaya mencapai
tujuannya masing-masing.
7
b) Dalam upaya tersebut terjadi interaksi sosial yang memerlukan
biaya dan waktu.
c) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai seorang aktor akan
mengeluarkan biaya.
d) Aktor senantiasa berusaha mencari keuntungan dan mencegah
terjadinya kerugian.
e) Hanya interaksi yang ekonomis saja yang dipertahankan
olehnya.
5. Teori Penarikan Diri (Disengagament Theory)
Cumming dan Henry ( 1961) mengemukakan bahwa kemiskinan
yang diderita lansia dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan
seseorang lansia secara perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan
sekitarnya. Selain hal tersebut, dari pihak masyarakat juga
mempersiapkan kondisi agar para lansia menarik diri. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lansia menurun baik secara kualitas
maupun secara kuantitas.
Pokok-pokok disenggagement theory adalah :
a) Pada pria, kehilangan peran utama hidup terjadi pada masa
pensiun. Pada wanita terjadi pada masa peran dalam keluarga
berkurang misalnya saat anak menginjak dewasa dan
meninggalkan rumah untukbelajar dan menikah.
b) Lansia dan masyarakat menarik manfaat dari hal ini, karena lansia
dapat merasakan bahwa tekanan sosial berkurang sedangkan
kaum muda memperoleh kerja yang lebih luas.
c) Tiga aspek utama dalam teori ini adalah :
1) Proses menarik diri terjadi sepanjang hidup
2) Proses tak dapat dihindari
3) Hal ini diterima lansia dan masyarakat.
6. Teori Aktivitas (Activity theory)
Teori ini dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon et al.
(1972) yang mengatakan bahwa penuaan yang sukses tergantung dari
bagaimana lansia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas dan
8
mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin. Pokok-pokok
teori aktivitas adalah :
a) Moral dan kepuasan berkaitan dengan interaksi sosial dan
keterlibatan sepenuhnya dari lansia di masyarakat.
b) Kehilangan peran akan menghilangkan kepuasan seorang lansia.
7. Teori Perkembangan (Development Theory)
Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah
dialami oleh lansia pada saat muda hingga dewasa, dengan demikian
perlu dipahami teori Freud, Buhler, Jung dan Erikson. Sigmund Freud
meneliti tentang psikoanalisa dan perubahan psikososial anak dan
balita . Erikson (1930) membagi kehidupan menjadi 8 fase dan lansia
perlu menemukan integritas diri melawan keputusasaan (ego integrity
versus despair).
Havighurst dan Duvall menguraikan tujuh jenis tugas
perkembangan (development tasks) selama hidup yang harus
dilaksanakan oleh lansia yaitu;
a) Penyesuaian terhadap penurunan fisik dan psikis
b) Penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan pendapatan
c) Menemukan makna kehidupan
d) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
e) Menemukan kepuasan dalam hidup berkeluarga
f) Penyesuaian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia
g) Menerima dirinya sebagai calon lansia
Joan Birchenall RN, Med dan Mary E Streight RN (1973)
menekankan perlunya mempelajari psikologi perkembangan guna
mengerti perubahan emosi dan sosial seseorang selama fase
kehidupannya.
Pokok-pokok dalam development theory adalah :
a) Masa tua merupakan saat lansia merumuskan seluruh masa
kehidupannya.
b) Masa tua merupakan masa penyesuaian diri terhadap kenyataan
sosial yang baru yaitu pensiun dan atau menduda atau menjanda.
9
c) Lansia harus menyesuaaikan diri akibat perannya yang berakhir
dalam keluarga, kehilangan identitas dan hubungan sosialnya
akibat pensiun, ditinggal mati oleh pasangan hidup dan teman-
temannya.
8. Teori Stratifikasi Usia (Age Stratification Theory)
Wiley (1971), menyusun stratifikasi lansia berdasarkan usia
kronologis yang menggambarkan serta membentuk adanya perbedaan
kapasitas peran, kewajiban, serta hak mereka berdasarkan usia. Dua
elemen penting dari model stratifikasi usia tersebut adalah struktur dan
prosesnya.
Pokok-pokok dari teori ini adalah :
a) Arti usia dan posisi kelompok usia bagi masyarakat
b) Terdapatnya transisi yang dialami oleh kelompok
c) Terdapatnya mekanisme pengalokasian peran di antara penduduk.
c. Teori Psikologi
1) Teori Kebutuhan Manusia menurut Hirarki Maslow
Menurut teori ini, setiap individu memiliki hirarki dari dalam diri,
kebutuhan yang memotivasi seluruh perilaku manusia (Maslow,
1954). Kebutuhan ini memiliki urutan prioritas yang berbeda. Ketika
kebutuhan dasar manusia sudah terpenuhi, mereka berusaha
menemukannya pada tingkat selanjutnya sampai urutan yang paling
tinggi dari kebutuhan terbsebut tercapai. Semua kebutuhan ini sering
digambarkan seperti sebuah segitiga dimana kebutuhan dasar terletak
paling bawah/di dasar.
2) Teori Individual Jung
Carl Jung (1960) menyusun sebuah teori perkembangan
kepribadian dari seluruh fase kehidupan yaitu mulai dari masa kanak-
kanak, masa muda dan masa dewasa muda, usia pertengahan sampai
lansia. Kepribadian individu terdiri dari Ego, ketidaksadaran
seseorang dan ketidaksadaran bersama. Menurut teori ini kepribadian
digambarkan/diorientasikan terhadap dunia luar (ekstroverted) atau ke
10
arah subyektif, pengalaman-pengalaman dari dalam diri (introvert).
Keseimbangan antara kekuatan ini dapat dilihat pada setiap individu,
dan merupakan hal yang paling penting bagi kesehatan mental.
3) Teori Proses Kehidupan Manusia
Charlotte Buhler (1968) menyusun sebuah teori yang
menggambarkan perkembangan manusia yang didasarkan pada
penelitian ektensif dengan menggunakan biografi dan melalui
wawancara. Fokus dari teori ini adalah mengidentifikasi dan mencapai
tujuan hidup manusia yang melewati klima fase proses perkembangan.
Menurutnya, pemenuhan kebutuhan diri sendiri merupakan kunci
perkembangan yang sehat dan itu membahagiakan, dengan kata lain
orang yang tidak dapat menyesuaikan diri berarti dia tidak dapat
memenuhi kebutuhannya dengan beberapa cara.
Pada tahun 1968 Buhler mengembangkan awal pemikirannya yang
secara jelas mengidentifikasi lima fase yang terpisah dalam
pencapaian tujuan kehidupan yang dilewati manusia. Pada masa
kanak-kanak belum terbentuk tujuan hudup yang spesifik dan pada
masa depan pengakhiran kehidupan juga tidak jelas. Masa remaja dan
masa dewasa muda dicapai hanya sekali dalam kehidupan. Seseorang
mulai mengkonsep tujuan-tujuan hidup yang spesifik dan
memperokleh pengertian terhadap kemampuan individu. Saat berumur
25 tahun seseorang menjadi lebih konkrit mengenai tujuan hidupnya
dan secara aktif diterapkan dalam diri mereka. Buhler melihat fase
akhir dari lansia (usia 65 atau 70 tahun) sebagai usia untuk mengakhiri
cita-citanya yang muluk untuk mencapai tujuan hidup.
2.3 PERUBAHAN PERUBAHAN YANG TERJADI PADA LANSIA
a. Perubahan fisik
Sel : jumlahnya lebih sedikit tetapi ukurannya lebih besar,
berkurangnya cairan intra dan extra seluler
Persarafan : cepatnya menurun hubungan persarapan, lambat dalam
respon waktu untuk meraksi, mengecilnya saraf panca indra sistem
11
pendengaran, presbiakusis, atrofi membran timpani, terjadinya
pengumpulan serum karena meningkatnya keratin
Sistem penglihatan : spnkter pupil timbul sklerosis dan hlangnya
respon terhadap sinaps, kornea lebih berbentuk speris, lensa keruh,
meningkatny ambang pengamatan sinar, hilangnya daya akomodasi,
menurunnya lapang pandang.
Sistem Kardivaskuler. : katup jantung menebal dan menjadi kaku ,
kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % setiap tahun
setelah berumur 20 tahun sehingga menyebabkanmenurunnya
kontraksi dan volume, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan
darah meningg.
Sistem respirasi : otot-otot pernafasan menjadi kaku sehingga
menyebabkan menurunnya aktifitas silia. Paru kehilangan
elastisitasnya sehingga kapasitas residu meingkat, nafas berat.
Kedalaman pernafasan menurun.
Sistem gastrointestinal : kehilangan gigi,sehingga menyebkan gizi
buruk , indera pengecap menurun krena adanya iritasi selaput lendir
dan atropi indera pengecap sampai 80 %, kemudian hilangnya
sensitifitas saraf pengecap untuk rasa manis dan asin
Sistem genitourinaria : ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi
sehingga aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, GFR menurun
sampai 50 %. Nilai ambang ginjal terhadap glukosa menjadi
meningkat. Vesika urinaria, otot-ototnya menjadi melemah,
kapasitasnya menurun sampai 200 cc sehingga vesika urinaria sulit
diturunkan pada pria lansia yang akan berakibat retensia urine.
Pembesaran prostat, 75 % doalami oleh pria diatas 55 tahun. Pada
vulva terjadi atropi sedang vagina terjadi selaput lendir kering,
elastisitas jaringan menurun, sekresi berkurang dan menjadi alkali.
Sistem endokrin : pada sistem endokrin hampir semua produksi
hormon menurun, sedangkan fungsi paratiroid dan sekresinya tidak
berubah, aktifitas tiroid menurun sehingga menurunkan basal
12
metabolisme rate (BMR). Porduksi sel kelamin menurun seperti :
progesteron, estrogen dan testosteron.
Sistem integumen : pada kulit menjadi keriput akibat kehilangan
jaringan lemak, kulit kepala dan rambut menuipis menjadi kelabu,
sedangkan rambut dalam telinga dan hidung menebal. Kuku menjadi
keras dan rapuh.
sistem muskuloskeletal : tulang kehilangan densitasnya dan makin
rapuh menjadi kiposis, tinggi badan menjadi berkurang yang disebut
discusine vertebralis menipis, tendon mengkerut dan atropi serabut
erabit otot , sehingga lansia menjadi lamban bergerak, otot kram dan
tremor.
b. Perubahan Mental
faktor-faktyor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :
Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
Kehatan umum
Tingkat pendidikan
Keturunan
Lingkungan
c. Perubahan Perubahan Psikososial
Pensiun : nilai seorang dukur oleh produktifitasnya, identits dikaitkan
dengan peranan dalam pekerjaan
Merasakan atau sadar akan kematian
Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan
bergerak lebih sempit.
2.4 TUGAS-TUGAS PERAWAT DALAM SETIAP TEORI PENUAAN
a. Tugas Perawat dalam Teori Biologi
Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian-
kejadian yang dialami klien lansia semasa hidupnya, perubahan fisik pada
organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dikembangkan,
penyakit yang dapat dicegah atau ditekan progresifitasnya.
13
Perawatan fisik secara umum bagi klien lansia dapat dibagi atas 2 bagian
yakni :
1. Klien lansia yang masih aktif, dimana keadaan fisiknya masih mampu
bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannnya sehari-
hari masih mampu melakukan sendiri.
2. Klien lansia yang pasif atau tidak dapat bangun, dimana keadaan fisiknya
mengalami kelumpuhan atau sakit.
Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lansia ini terutama hal-
hal yang berhubungan dengan kebersihan perorangan untuk mempertahankan
kesehatannya. Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah
timbulnya penyakit/peradangan mengingat sumber infeksi dapat timbul bila
kebersihan kurang mendapat perhatian. Disamping itu kemunduran kondisi
fidik akibat proses penuaan dapat mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap
gangguan atau serangan infeksi dari luar.
Untuk klien lansia yang aktif dapat diberikan bimbingan mengenai
kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan kuku dan
rambut, kebersihan temopat tidur serta posisinya, hal makan, cara memakan
obat, dan cara pindah dari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya.
Komponen pendekatan fisik yang lebih mendasar adalah memperhatikan
dan membantu para klien lansia untuk bernafas dengan lancar, makan
(termasuk memilih dan menentukan makanan), minum melakukan eliminasi,
tidur, menjaga sikap tutbuh waktu berjalan, duduk, merubah posisi tiduran,
beristrahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar pakaian,
mempertahankan suhu badan, melindungi kulit dari kecelakaan. Dari hasil
rangkuman Pertemuan Kesehatan persiapan Usia Lanjut oleh Depkes (1995)
ditetapkan Penjaringan Kesehatan Lansia dengan cara sebagai berikut :
GIZI
a. Pengamatan
D = disease
E = eating poorly
T = tooth loss
E = economic hardship
14
R = reduced social contact
M = Multiple medicine
I = involuntary weight loss and gains
N = need assistance in self care
E = elder years
b. Pendidikan gizi dan konseling diet
c. Prinsip gizi yang harus diikuti oleh lansia :
1) Kecukupan kalori 5 – 10 % kurang dari usia 20 – 25 tahun
2) Kecukupan lemak maksimak 25 % diutamakan lemak tak jenuh
3) Protein normal 10 – 12 % dari kecukupan energi, 10 % berasal dari
hewani
4) Hidrat arang, gula murni dikurangi
5) Vitamin dan mineral harus cukup terutama vitamin B, Vitamin C,
asam folat, kalsium dan Fe
PRINSIP :
Sayur dan buah > protein, ikan, ayam, kacang-kacangan dan telur > nasi,
jagung, kentang > lemak > gula, garam
OLAHRAGA
Latihan olahraga yang baik dan benar serta teratur harus memenuhi
komponan sebagai berikut:
1. Peregangan dan pemanasan 10 – 15 menit
2. Latihan initi 15 – 60 menit
3. Pendinginan 10 – 15 menit
Faktor yang diperhatikan :
1. Intensitas latihan ………………pra usia lanjut 60 % - 80 % DNM
2. DNM (Denyut Nadi Maksimal ) : 220 – usia x menit
3. Contoh : Bila usia 40 tahun DNM = 220 – 40 = 180 x / mnt
i. Batas atas 85 % = 85 % -x 180 x/mnt = 153 x/mnt
ii. Batas bawah 60 % = 60 % x 180 x/mnt = 108 x/mnt
4. Frekuensi latihan --------------------3 – 5 x seminggu
15
5. Lamanya latihan -------------------- 30 – 45 menit, tidak termasuk waktu
pemanasan dan pendinginan.
Toleransi terhadap kekurangan O2 sangat menurun pada klien lansia,
untuk itu kekurangan O2 yang mendadak harus dicegah dengan cara posisi
bersandar pada beberapa bantal, jangan makan terlalu banyak, jangan
melakukan gerak badan yang berlebihan dan sebagainya.
Seorang perawat harus dapat memotivasi para klien lansia agar mau dan
menerima makanan yang disajikan. Kurangnya kemampuan mengunyah
sering dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan. Untuk mengatasi masalah
ini adalah dengan menghidangkan makanan lunak atau memakai gigi palsu.
Waktu makan yang teratur, menu bervariasi dan bergizi, makanan yang serasi,
serta suasana yang menyenangkan dapat menambah selera makan, bila ada
penyakit tertentu perawat harus mengatur makanan sesuai diet yang
dianjurkan.
Perawat perlu mengadakan pemeriksaan kesehatan terutama pada klien
lansia yang diduga menderita penyakit tertentu atau secara berkala dilakukan
bila terdapat kelainan tertentu misalnya batuk-batuk, pilek, (terutama klien
lansia yang tinggal di panti Werda ).
Perawat perlu memberikan penjelasan dan penyuluhan kesehatan,
mengkaji penyebab keluhan, kemudian mengkomunikasikan dengan klien
tentang cara pemecahannya.
Perawat harus mendekatkan diri dengan klien lansia, membimbing dengan
sabar dan ramah, sambil bertanya apa yang dirasakan, bagaimana tentang
tidur, makan, apakah obat sudah diminum, apakah mereka bisa melaksanakan
ibadah dan sebagainya. Sentuhan ( misalnya genggaman tangan ) terkadang
sangat berarti bagi mereka.
b. Tugas Perawat Dalam Teori Sosial
Perawat sebaiknya memfasilitasi sosialisasi antar lansia dengan
mengadakan diskusi dan tukar pikiran serta bercerita sebagai salah satu upaya
pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama berarti
menciptakan sosialisasi antar manusia, yang menjadi pegangan bagi perawat
bahwa orang yang dihadapinya adalah mahluk sosial yang membutuhkan
16
orang lain. Hubungan yang tercipta adalah hubungan sosial antara werda
dengan werda maupun werda dengan perawat sendiri.
Perawat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para werda
untuk mengadakan komunikasi, melakukan rekreasi seperti jalan pagi,
menonton film atau hiburan-hiburan lain karena mereka perlu diransang untuk
mengetahui dunia luar. Dapat disadari bahwa pendekatan komunikasi dalam
perawatan tidak kalah pentingnya dengan upaya pengobatan medis dalam
proses penyembuhan atau ketenangan para klien lansia.
Menurut Drs H. Mannan dalam bukunya Komunikasi dalam Perawatan
mengatakan : tidak sedikit klien tidak bisa tidur karena stres. Stres
memikirkan penyakitnya, biaya hidup, keluarga yang dirumah, sehingga
menimbulkan kekecewaan, rasa ketakutan atau kekhawatiran, rasa kecemasan
dan sebagainya. Untuk menghilangkan rasa jemu dan menimbulkan perhatian
terhadap sekelilingnya perlu diberikan kesempatan kepada mereka untuk
antara lain ikut menikmati keadaan diluar, agar mereka merasa masih ada
hubungan dengan dunia luar.
Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian di antara mereka (terutama
bagi yang tinggal di panti werda ), hal ini dapat diatasi dengan berbagai usaha,
antara lain selalu mengadakan kontak sesama mereka, makan dan duduk
nbersama, menanamkan rasa kesatuan dan persatuan, senasib dan
sepenanggungan, mengenai hak dan kewajiban bersama. Dengan demikian
perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun
terhadap petugas yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan klien
lansia di panti werda.
c. Tugas Perawat dalam Teori Psikologi
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan
edukatif pada klien lansia, perawat dapat berperan sebagai supporter,
interpreter terhadap segala sesuatu yang asing sebagai penampung rahasia
yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiki
kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang
cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar mereka merasa
puas.
17
Pada dasarnya klien lansia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih dari
lingkungannya termasuk perawat yang memberikan perawatan. Untuk itu
perawat harus menciptakan suasana yang aman, tidak gaduh, membiarkan
mereka melakukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobby yang
dimilikinya.
Perawat harus dapat membangkitkan semangat dan kreasi klien lansia
dalam memecahkan dan mengurangi rasa putus asa, rasa rendah diri, rasa
keterbatasan, sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik dan kelainan yang
dideritanya, hal ini perlu dilakukan karena : perubahan psikologi terjadi
bersama dengan makin lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi
gejala-gejala seperti menurunnya dayaingat untuk peristiwa yang baru terjadi,
berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan kewaspadaan,
perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran di waktu
siang dan pergeseran libido.
Perawat harus sabar mendengarkan cerita-cerita yang membosankan,
jangan mentertawakan atau memarahi bila klien lansia lupa atau bila
melakukan kesalahan. Harus diingat, kemunduran ingatan akan mewarnai
tingkah laku mereka dan kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk
tujuan-tujuan tertentu.
Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap
kesehatan, perawatbisa melakukannya secara perlahan-lahan dan bertahap,
perawat harus dapat mendukung mental mereka ke arah pemuasan pribadi
sehingga pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu
diusahakan agar di masa lansia ini mereka tetap merasa puas dan bahagia.
18
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
A. PENGERTIAN
Gerontologi adalah cabang ilmu yang mempelajari proses menua dan
masalahyang mungkin terjadi pada lanjut usia. Geriatri nursing adalah spesiali
keperawatan lanjut usia yang dapat menjalankan perannya pada tiap peranan
pelayanan dengan menggunakan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan
merawat untuk meningkatkan fungsioptimal lanjut usia secara
komprehensif. Karena itu, perawatan lansia yangmenderita penyakit dan
dirawat di RS merupakan bagian dari gerontic nursing.
19
B. PENDEKATAN PERAWATAN LANJUT USIA
1. pendekatan fisik
Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia ada 2 bagian yaitu :
a. K l i en l an ju t u s i a yang mas ih ak t i f , yang mas ih mampu
be rge rak t anpa bantuan orang lain.
b. Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun yang
mengalamikelumpuhan atau sakit.
2. Pendekatan psikis
Perawatan mempunyai peranan yang panjang untuk
mengadakan pendekatan edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat
berperan sebagaisupporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang asing,
sebagai penampung rahasia pribadi dan sebagai sahabat yang akrab.
3. Pendekatan social
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan
upaya perawatan dalam pendekatan sosial. Memberi kesempatan
berkumpul bersama dengan sesama klien lanjut usia untuk menciptakan
sosialisasimereka.
4. Pendekatan spiritual
Pe rawa t ha rus b i s a member ikan ke t enangan dan kepuasan
ba t i n da l am hubungannya dengan tuhan atau agama yang dianutnya,
terutama jika kliendalam keadaan sakit atau mendekati kematian.
20
C. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN LANJUT USIA
1. Agar lanjut usia dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara
mandiri
2. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan lansia melalui perawatan
dengan pencegahan.
a. Memban tu memper t ahankan s e r t a membesa rkan daya
h idup / s emanga t hidup lansia.
b. Menolong dan merawat klien yang menderita sakit
c. Merangsang pe tugas ke seha t an aga r dapa t mengena l dan
menegakkan diagnosa secara dini.
d. Mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu
pertolongan pada lansia.
D. FOKUS ASUHAN KEPERAWATAN LANJUT USIA
1 . Pen ingka t an ke seha t an (hea l t h p romot ion )
2 . Pencegahan penyak i t ( p r even t i f )
3 . Mengop t ima lkan fungs i men t a l .
4 . Menga t a s i gangguan ke seha t an yang umum.
E. TAHAP-TAHAP ASUHAN KEERAWATAN LANJUT USIA
1. Pengkajian:
Proses pengumpulan data untuk mengidentifikasi masalah keprawatan
meliputi aspek:
a. Fisik : wawancara
b. Pemeriksaan fisik : Head to tea, sistem tubuh
c. Psikologi
d. Social ekonomi
e. Spiritual
Pengkajian dasar meliputi : Temperatur, nadi, pernafasan, tekanan
darah, berat badan, tingkat orientasi, memori, pola tidur,
penyesuaian psikososial.
21
Sistem tubuh: sistem persyarafan, kardiovaskuler,gastrointestinal,
genitovrinarius, sistem kulit, sistem musculoskeletal.
2. Perencanaan
Untuk menentukan apa yang dapat dilakukan perawat terhadap
pasien dan pemilihan intervensi keperawatan yang tepat
3. Pelaksanaan
Tahap d imana pe rawa t me l akukan t i ndakan kepe rawa tan
s e sua i dengan intervensi / perencanaan yang telah ditentukan.
4. Evaluasi
Penilaian terhadap tindakan keperawatan yang diberikan /
dilakukan danmengetahui apakah tujuan asuhan keperawatan dapat
tercapai sesuai yangtelah ditetapkan
22
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KELOMPOK GERONTIK
3.1 DATA UMUM
Identitas panti werda
a. Nama : Panti Griya Asih Lawang
b. Alamat : Jl. Pramuka RT 06 RW 07 Ds.Ngamarto kec. lawang
3.2 DATA INTI
3.2.1 Sejarah berdirinya Panti Werda
Yayasan diakonia GPIB RAAL Griya Asih Lawang merupakan kegiatan
di bidang usaha kesejahteraan sosial , yang melaksanakan tugas dalam menerima
para lansia dan anak-anak dengan mengutamakan yang benar-benar
membutuhkan, mengusahakan atau meningkatkan pendampingan dalam segala
hal (komperhensif) sesuai dengan kebutuhan para lansia dan anak-anak,
memelihara kebersihan dan kerapiam lingkungan, menciptakan suasana aman,
damai diantara para lansia dan anak-anak, penghijauan lingkungan untuk
mendapatkan udara yang bersih.
Yayasan diakonia GPIB RAAL Griya Asih Lawang berdiri sejak 5 juli
tahun 1994 dengan sistem rumah asuh/pendampingan. Sumber pembiayaan yang
diperoleh dari sumbangan gereja/jemaat, donutur tidak tetap / lembaga / privat,
sumbangan pemerintahan, usaha pertanian. Dengan susunan organisasi sebagai
berikut:
1. Ketua RAAL
2. Wakil ketua RAAL
3. Sekertaris
4. Bendahara
5. Unit pendampingan
6. Urusan umum logistik
7. Unit pendamping anak
3.2.2 Data Demografi (Distribusi Lansia)
a. Jumlah penghuni Griya Asih Lawang
23
Jumlah penghuni griya asih lawang seanyak 24 orang
b. Tabel distribusi lansia
Tabel Frekuensi Lansia Berdasarkan Jenis Kelamin
di RAAL Griya Asih Lawang
Sumber : Mahasiswa D III Keperawatan Malang terhadap 24 lansia di
Griya Asih Lawang.
Interpretasi : Kelompok lansia di UPT PSLU Blitar berdasarkan jenis kelamin
diketahui bahwa distribusi responden wanita sejumlah 100% atau 24 lansia.
Tabel Frekuensi Lansia Berdasarkan Agama
di RAAL Griya Asih Lawang
Sumber : Mahasiswa D III Keperawatan
Malang terhadap 24 lansia di
RAAL Griya Asih Lawang
Interpretsi : Kelompok lansia di RAAL Griya Asih Lawang berdasarkan
agama diketahui bahwa distribusi responden terbanyak adalah
beragama Kristen sebanyak 95% atau sejumlah 23 lansia
Tabel Frekuensi Lansia Berdasarkan Usia
24
No Kategori Frekuensi %
1 Islam 1 4
2 Kristen 23 95
Total 24 100
di RAAL Griya Asih Lawang
Sumber : Mahasiswa D III Keperawatan Malang terhadap 24 lansia di
Griya Asih Lawang
Interpretsi : Kelompok lansia di Griya Asih Lawang berdasarkan umur
diketahui bahwa distribusi responden terbanyak adalah umur 75-90 tahun
sebanyak 70,8% atau sejumlah 17 lansia.
Tabel Frekuensi Lansia Berdasarkan Riwayat Pendidikan
di RAAL Griya Asih Lawang
No Kategori Frekuensi %
1 Tamat SD 10 41,7
2 Tamat SMP 8 33,3
3 Tamat SMA 6 25
Total 24 100
25
No Umur Frekuensi %
1 60-74 6 25
2 75-90 17 70,8
3 >90 1 4
Total 24 100
Sumber : Mahasiswa D III Keperawatan Malang terhadap 24 lansia di
RAAL Griya Asih Lawang
Interpretasi : Kelompok lansia dinRAAL Griya Asih Lawang berdasarkan
riwayat pendidikan diketahui bahwa distribusi responden terbanyak
adalah SD sebanyak 41,7% atau sebanyak 10 lansia
Tabel Frekuensi Lansia Berdasarkan Status Perkawinan
Di RAAL Griya Asih Lawang
N
o
Status
perkawinan
Freku
ensi%
1 Tidak menikah 6 25%
2 menikah 15 62,5%
3 Tidak Terkaji 3 12,5%
Total 24 100%
Sumber : Mahasiswa D III Keperawatan Malang terhadap 24 lansia di
Griya Asih Lawang
Interpretasi :Kelompok lansia di Griya Asih Lawang berdasarkan status
perkawinan diketahui bahwa distribusi responden terbanyak
berstatus menikah sebanyak 62,5% atau 15 lansia.
Tabel Frekuensi Lansia Berdasarkan Riwayat Pekerjaan
di RAAL Griya Asih Lawang
No Kategori Frekuensi %
1 Tak Kerja 16 66,7
3 Mengajar 1 4,17
4 Swasta 3 12,5
5 Wiraswata 2 8,3
6 Buruh Pabrik 1 4,17
7 PRT 1 4,17
TOTAL 24 100
Sumber : Mahasiswa D III Keperawatan Malang terhadap 24 lansia di
RAAL Griya Asih Lawang
Interpretsi : Kelompok lansia di RAAL Griya Asih Lawang berdasarkan
riwayat pekerjaan diketahui bahwa distribusi responden terbanyak
adalah tidak bekerja sebanyak 66,7% atau sejumlah 16 lansia.
3.2.3. Vital Statistik Lansia di RAAL Griya Asih Lawang
o Masalah kesehatan yang di alami saat ini
Tabel frekuensi lansia berdasarkan keluhan atau penyakit
sekarang di RAAL Griya Asih Lawang pada bulan Oktober 2015
NO KATEGORI FREKUENSI
1. Diabetes militus 5
2. Hipertensi 5
3. Osteoporosis 6
4. Dimensia 1
5. Stroke 2
6. Asam urat 2
7. Katarak 3
Sumber : Mahasiswa D III Keperawatan Malang terhadap 24 lansia
di RAAL Griya Asih Lawang
Interpretasi : Berdasarkan tabel diketahui bahwa penyakit terbanyak
yang dialami oleh lansia adalah osteoporosis sejumlah 6 orang.
o Kegiatan Hidup Sehari hari
No. Kegiatan Jumlah/Hari
1. Makan 3x sehari
2. Minum 3-5 gelas @ 120 ml
3. Istirahat tidur 8-9 jam
4. Eliminasi BAK 5-6x/hari
BAB 1-2x/hari
5. Kebersihan diri Mandi 2x/hari
6. Kemandirian/ADL Aktivitas terbatas
Kelompok lansia mulai bangun pagi pukul 03.30 WIB, setelah itu mandi,
dan siap-siap untuk menunggu kegiatan senam pagi, sambil menikmati snack
kue dan segelas teh hangat. Setelah semua selesai mandi pukul 05.00 WIB
sekelompok lansia bergegas menuju aula untuk melakukan senam pagi. Setelah
selesai senam pukul 06.00 WIB lansia diantar untuk menuju ruang makan sambil
menunggu bel sarapan pagi dimulai. Pada jam 07.00 WIB lansia sarapan
bersama di ruang makan dan tak lupa untuk berdoa bersama. Bagi Lansia yang
tingkat kemandirian rendah atau bedrest biasanya dibantu perawat dalam hal
makan dan minum. Setelah makan, lansia melakukan ibadah bersama sampai
pukul 08.00. Setelah itu lansia keluar ruangan untuk berjemur sambil diukur
tanda-tanda vital oleh perawat . Pada jam 09.00 WIB setelah kegiatan berjemur ,
lansia biasanya duduk-duduk di teras ataupun bercengkrama dengan teman
sebaya. Setelah itu, pada jam 11.30 WIB lansia bersiap-siap untuk berkumpul di
ruang makan sambil menunggu bel makan siang berbunyi . Kemudian, setelah
selesai makan, lansia tidur siang sampai jam 15.30 WIB. Pukul 16.00 lansia
melakukan aktivitas mandi. Setelah mandi selesai, kira-kira pukul 17.00 WIB
saatnya lansia makan sore sampai jam 17.30. Setelah itu lansia kembali ke
kamar masing-masing untuk melakukan aktivitas ataupun istirahat.
o Perilaku terhadap kesehatan
Tabel Distribusi Lansia Berdasarkan Kebiasaan
Di RAAL Griya Asih Lawang
Bulan Oktober 2015
Sumber : Mahasiswa D III Keperawatan Malang terhadap 24 lansia di
RAAL Griya asih Lawang
Interpretasi : kelompok lansia berdasarkan perilaku terhadap kesehatan
sejumlah 6 orang senang mengkonsumsi gula, 2 orang senang
No Kebiasaan Frek %
1. Gula 6 25%
2. Garam 2 8%
3. Tidak ada
kebiasaan
tidak sehat
16 67%
Jumlah 24 100%
mengkonsumsi garam, dan sebagian besar perilaku lansia terhadap
kesehatan sudah baik.
3.3. DATA SUB SISTEM
3.3.1. Lingkungan fisik
3.3.1.1. Sarana perumahan
Luas tanah 26,185 m2
Luas seluruh bangunan 6000 m2
Lantai terbuat dari keramik dengan keadaan bersih dan tidak
licin.
Penerangan pada siang hari dengan cahaya matahari yang
cukup. Pada malam hari menggunakan lampu dengan
pencahayaan yang cukup juga.
Ventilasi cukup.
Kebersihan panti baik. Setiap pagi siang dan sore petugas
kebersihan selalu mengepel lantai dan menyapu.
Panti Griya Asih memiliki 5 bangunan yang terdiri dari :
1) Bangunan asrama panti wreda lansia
2) Terdiri dari 16 ruangan tidur, 6 kamar mandi, 1dapur, 2
ruang makan
3) Bangunan asrama anak yatim
4) Terdiri dari 12 ruang tidur, 6 kamar mandi, 1 dapur, 1 ruang
makan.
5) Bangunan aula atau tempat ibadah
6) Bangunan perkantoran
7) Bangunan rumah dinas.
3.3.1.2. Pekarangan
Luas pekarangan kurang lebih 20.000 m2
Pemanfaatan : taman, lapangan, lahan kebun sayur dan
buah.
3.3.1.3. Sarana sumber air bersih
Sumber air dari PDAM.
3.3.1.4. Sarana pembuangan sampah
Sampah dikumpulkan di tempat pembuangan sampah yang
terletak di belakang bangunan kemudian di bakar.
3.3.1.5. Sarana pembuangan kotoran manusia
Septictank berada di belakang bangunan kurang lebih
berjarak 9 m.
3.3.1.6. Sarana mandi
Air bersih untuk mandi berasal dari air PDAM. Keadaan
kamar mandi bersih dan tidak licin. Terdapat pegangan
untuk mandi lansia. Setiap lansia mempunyai alat mandi
sendiri.
3.3.1.7. Sarana SPAL
Air limbah dialirkan melewati selokan yang dibuang juga
ke septictank.
3.3.2. Pelayanan kesehatan dan social
3.3.2.1. Jumlah petugas : 21 orang yang terdiri dari
Pengurus dan penanggung jawab 4 orang
Pramu lansia 7 orang
Security 3 orang
Kebersihan / laundry 2 orang
Tukang kebun 2 orang
Juru masak 3 orang
3.3.2.2. Pengalaman petugas mengikuti pelatihan kesehatan
Pernah : 11 orang
Belum : 10 orang
Jenis pelatihan : evakuasi bencana, perawatan pada lansia.
3.3.3. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan :
- Posyandu lansia: -
- Kegiatan kelompok : ibadah bersama
3.3.4. Pendidikan
Status pendidikan anggota kelompok
3.3.5. Transportasi, Keamanan dan keselamatan
3.3.5.1. Sarana jalan dan transportasi di lingkungan kelompok
lansia : sarana jalan dari rumah ke lapangan tempat berjemur
menanjak. Transportasi milik panti berupa mobil dan sepeda
motor yang dapat digunakan untuk membawa lansia berobat.
3.3.5.2. Keamanan lingkungan: tempat lansia dijaga oleh satpam
dan beberapa anjing untuk membantu keamanan lingkungan.
3.3.5.3. Keselamatan : terdapat pegangan di dinding dinding dalam
panti untuk para lansia. Panti juga mempunyai 1 buah APAR.
Alat bantu jalan juga sudah dimiliki oleh masing masing lansia
yang mempunyai masalah keterbatasan jalan.
3.3.6 Politik dan pemerintahan
3.3.6.1. Struktur Organisasi Panti Werda
Organogram
No Kategori Frekuensi %
1 Tamat SD 10 41,7
2 Tamat SMP 8 33,3
3 Tamat SMA 6 25
Total 24 100
Majelis Sinode
GPIR
Badan Pembina Dan
Badan Pengawas
JEMAAT GPIB
YADIA GPIB PERWAKILAN JATIM
MASYARAKATRUMAH ASUH ANAK DAN LANSIA “GRIYA ASIH” (RAAL) LAWANG
YADIA GPIB BPPG
: Garis tanggung jawab
: Garis Pelayanan
: Garis Koordinasi
: Garis Periksa
3.3.6.2. Struktur RAAL “Griya Asih”
3.3.6.3. Program – Program Panti Werda :
YADIA GPIBPERWAKILAN JATIM
URUSAN UMUM/ LOGISTIK
UNIT PENDAMPING LANSIA
BENDAHARAWAKIL KETUA RAALSEKRETARIS
UNIT PENDAMPING ANAK
PENGASUH LANSIA
BAG. DAPUR
KETUA RAAL
TUKANG KEBUN
KEBERSIHAN
SECURITY
TUKANG CUCI
PENGASUH ANAK
3.3.6.1. Program jangka pendek : kegiatan pelayanan dan
pendampingan lansia.
a. Pelayanan fisik dan psikis.
Dengan pemahaman untuk memberikan
pelayanan yang terbaik bagi para klien dengan
mengupayakan hal-hal sebagai berikut :
Menyediakan akomodasi dengan fasilitas kamar
yang cukup memadai (2 – 3) orang dalam satu
kamar.
Menyediakan fasilitas hiburan yang cukup ( TV,
CD Player, dll)
Menyediakan konsumsi/ ekstra fooding dengan
menu makanan yang selalu dikoordinasikan
dengan puskesmas atau ahli gizi.
Perawatan kesehatan secara rutin 2 minggu
sekali oleh dokter dari Rumah Sakit GKJW
Singosari, bekerjasama dengan Universitas Tri
Buana Tungga Dewi Malang, Poltekkes Malang
dalam bentuk praktik Kerja Lapangan (PKL)
mahasiswa.
Konsultasi psikologi bekerjasama dengan
Fakultas Psikologi Universitas Merdeka Malang
dan Universitas Muhammadiyah Malang.
Menydiakan atau menyiapkan fasilitas
pemakaman bekerja sama dengan PGL
(Persekutuan Gereja Lawang)
Pembinaan keterampilan bekerjasama dengan
masyarakat sekitar.
Pembinaan olahraga senam bekerjasama dengan
masyarakat sekitar.
Fasilitas laundry untuk semua pakaian dengan
menyiapkan 2 orang tenaga tukang cuci.
Pelayanan kebutuhan pribadi bagi yang tidak
mandiri dilakukan oleh 7 perawat pramu lansia
yang disiagakan setiap hari secara bergiliran.
Memfasilitasi kunjungan keluarga atau kerabat
sesuai waktu yang diinginkan oleh keluarga atau
kerabat.
Menyusun jadwal waktu kegiata rutin secara
teratur.
b. Pelayanan rohani.
Pembinaan rohani secara kristiani (agama
Kristen) dilakukan setiap hari oleh pengurus
dalam bentuk kebaktian pagi dan kebaktian
malam.
Kebaktian minggu dilayani oleh GPIB jemaat
“Pelangi Kasih” lawang.
Kebaktian keluarga dan pelkat PKP sesuai
jadwal yang disusun oleh GPIB jemaat “Pelangi
Kasih” Lawang.
Kunjungan Gereja-gereja sesuai jadwal gereja
tersebut.
3.3.6.2. Program jangka menengah
a. Mengupayakan penambahan fasilitas alat tidur,
lemari dll.
b. Mengupayakan perbaikan perbaikan gedung
asrama.
c. Memperbarui peralatan pendukung lainnya.
3.3.6.3. Program jangka panjang
a. Menambah bangun asrama agar dapat
menampung lebih banyak lansia dan anak anak
yang perlu mendapat pertolongan.
b. Mengupayakan pemanfaatan lahan guna
menunjang kehidupan para lansia dan anak
anak.
c. Mengupayakan atau meningkatkan keamanana
lingkungan dengan membuat pagar keliling.
3.3.6.4. Sistem pendanaan panti
a. Sumbangan Gereja / jemaat
b. Donator tidak tetap/lembaga/ privat
c. Sumbangan pemerintah
d. Usaha pertanian
3.3.7. Komunikasi
Sarana komunikasi yang digunakan
Sarana Komunikasi langsung menggunakan lonceng sebagai sarana
pengingat atau tanda waktu makan dan minum.
Pola komunikasi antar anggota kelompok
Diantara lansia memiliki pola komunikasi yang baik antar sesama
anggota PSLU Griya Asih Lawang. Karena PSLU Griya Asih Lawang
telah melakukan kegiatan yang dapat membangun komunikasi yang
baik bagi para lansia, seperti bimbingan sosial.
3.3.8. Ekonomi
Klien yang terdapat di Griya Asih Lawang seluruhnya tidak
memiliki pekerjaan tetap, akan tetapi beberapa klien yang dapat membuat
rajutan seperti syal biasanya dijual kepada pengunjung. Dan sumber
pendanaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan klien berasal dari
dana bantuan dan swadya pribadi.
3.3.9. Rekreasi
Di Griya Asih Lawang tersedia sarana hiburan seperti alat musik,
televisi, peralatan olahraga.
3.4 DATA FOKUS
Faktor-faktor yang berhubungan
Korelasi dengan Masalah
Data fokus
Usia diatas 70 tahun
Riwayat keluarga
Aktivitas fisik yang
kurang
Kerusakan tulang
akibat kelelahan
fisik
Jenis kelamin
wanita
Kekurangan protein
dan kalsium
Obat kortikosteroid
Proses Penuaan (Aging
Proscess) menoupuse
Defisiensi vit D
penurunan aktivitas
Reabsorbsi tulang
meningkat
fraktur vertebrae
pergeseran fraktur
tulang
NYERI AKUT
DS:
Kelompok lansia
sebanyak 25% di RAAL
Griya Asih Lawang
mengatakan nyeri pada
bagian punggung tulang
belakang pinggang
setelah pasien bangun
tidur.
DO:
- Rata-rata skala nyeri
yang dirasakan lansia
adalah skala 4.
- Kualitas nyeri sangat
terasa nyeri dan dalam
- 25% tulang
belakangnya kifosis
- Grimace (+) tampak
meringgis kesakitan
Nama Kelompok Lansia : RAAL Griya Asih Lawang
Nama masalah : Nyeri Akut
Intoleransi
aktivitas
Penurunan
kekuatan otot
Keterbatasan
Kerusakan
integritas struktur
tulang
Gangguan
muskuloskeletal
Penurunan massa
otot
Proses Penuaan (Aging
Process)
Atrofi dan penurunan
jumlah serabut otot
(berangsur-angsur
digantikan jaringan
fibrosa)
Penurunan masa otot
kekuatan dan
pergerakan secara
keseluruhan.
Kelemahan secara
umum
HAMBATAN
MOBILITAS FISIK
DS :
kelompok lansia
sebanyak 25% lansia di
RAAL Griya Asih
Lawang mengatakan
kemampuan gerak cepat
menurun dan badan
terasa lemah.
DO :
lansia tampak
lemah
kekuatan otot
lemah dengan
skala ekstremitas
atas dan bawah 4
dapat melawan
tetapi dengan
hambatan ringan
sampai dengan
sedang.
lansia
menggunakan
alat bantu
berjalan walker,
tongkat
Nama Kelompok Lansia : RAAL Griya Asih Lawang
Nama masalah : Hambatan Mobilitas Fisik
usia diatas 65
tahun
riwayat jatuh
penggunaan alat
bantu (mis.,
walker, tongkat)
Penurunan
kekuatan
ekstremitas bawah
Kesulitan gaya
berjalan
Gangguan
keseimbangan
Gangguan
mobilitas fisik
Proses Penuaan (Aging
Process)
Osteoporosis
Gangguan
keseimbangan,
penurunan aktivitas dan
kekuatan otot
RESIKO JATUH
DS :
kelompok lansia
sebanyak 25% lansia di
RAAL Griya Asih
Lawang mengatakan
kalau berdiri
sempoyongan,
kemampuan gerak cepat
menurun.
DO :
Lansia tampak
membungkuk
(kifosis)
Lansia
menggunakan
alat bantu
(tongkat, walker)
untuk
beraktivitas
sehari-hari
kekuaran
Nama Kelompok Lansia : RAAL Griya Asih Lawang
Nama masalah : Resiko Jatuh
3.5 FORMAT RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KELOMPOK
LANSIA
No. Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
1. Nyeri akut bd
fraktur vertebrae
(osteoporosis)
Setelah
diberikan
tindakan
keperawatan
selama 3x24
jam nyeri
klien
berkurang
a. Skala nyeri
berkurang
menjadi 0-1`
b. Grimace –
c.Mampu
mengontrol
nyeri
d. TTV
dalam batas
normal
TD:
systol:
100-130
Diastole:
60-90
Nadi=
80-100
RR= 16-
20
S= 36,5-
37,5
1. Monitor TTV
2. Lakukan pengkajian
nyeri padapada
punggung atau
menyebar pada
abdomen dan
pinggang,
karakteristik nyeri
dan kualitas nyeri
3. Observasi reaksi non
verbal dari
ketidaknyamanasn
4. Ajarkan pada klien
teknik nafas dalam
dan distraksi
5. Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu
ruangan,
pencahayaan, dan
kebisingan
6. Tingkatkan istirahat
yang adekuat
2. Hambatan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan
Setelah
diberikan
tindakan
keperawatan
a. Cara
berjalan
tidak
sempoyon
1. Monitor TTV
sebelum dan
sesudah latihan.
Lihat respon pasien
penurunan
kekuatan otot
selama 3x24
jam
diharapkan
klien mampu
melakukan
mobilitas
fisik sehari-
hari sesuai
dengan
kemampuann
ya dan secara
mandiri
gan
b. Meningkat
dalam
aktivitas
fisik
c. Memperg
unakan
alat bantu
mobilisasi
d. Mamapu
melakuka
n aktivitas
fisik
sehari-hari
e. TTV
dalam
batas
normal
saat latihan
2. Kaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi
3. Latih pasien dalam
pemenuhan
kebutuhan ADLs
secara mandiri
sesuai kemampuan
4. Dampingi dan bantu
pasien saat
mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan
ADLs
5. Bantu klien untuk
menggunakan
tongkat saat berjalan
dan cegah terhadap
cedera
6. Ajarkan pasien
bagaimana
mengubah posisi
No. Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
3. Resiko jatuh
b/d penurunan
aktivitas dan
kekuatan otot
Setelah
diakukan asuhan
keperawatan
selama 24 jam
klien terhindar
dari jatuh/tidak
jatuh.
1. Dapat
meminimalkan
factor resiko
yang dapat
memicu jatuh
2. Keseimbangan
: kemampuan
Manajemen Lingkungan
a. ciptakan lingkungan
yang aman bagi
pasien
b. identifilasi kebutuhan
rasa aman bagi pasien
berdasarkan tingkat
untuk
mempertahank
an ekuilibrum.
fungsi fisik dan
kognitif dan riwayat
perilaku masa lalu
c. jauhkan lingkungan
yang mengancam
d. jauhkan objek yang
berbahaya dari
lingkungan
Mencegah Jatuh :
a. Kaji penyebab defisit
fisik pasien
b. Kaji karakteristik
lingkungan yang dapat
menyebabkan jatuh
c. Monitor gaya jalan
pasien, keseimbangan,
tingkat kelelahan
d. Berikan penerangan
yang cukup
3.6 FORMAT CATATAN PERKEMBANGAN
No
Diagnosa
Tanggal Implementasi Tanda Tangan
1 16 Oktober
2015
1. Memonitor TTV
TD : 120/90 mmHg
N : 85x/m
S : 36,5°c
RR : 23x/m
2. Melakukan pengkajian nyeri pada
punggung atau pada abdomen dan
pinggang, karakteristik nyeri dan
kualitas nyeri
3. Mengobservasi reaksi non verbal dari
ketidaknyamanan
4. Mengajarkan klien teknik nafas dalam
dan distraksi
5. Mengontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri, seperti suhu
ruangan, pencahayaan, dan kebisingan
6. Menganjurkan untuk istirahat yang
cukup
17 Oktober 1. Memonitor TTV
TD : 110/70 mmHg
N : 88x/m
S : 36,8°c
RR : 20x/m
2. Melakukan pengkajian nyeri pada
punggung atau pada abdomen dan
pinggang, karakteristik nyeri dan
kualitas nyeri
3. Mengobservasi reaksi non verbal
4. Mengajarkan klien teknik nafas
dalam dan distraksi
5. Mengontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri, seperti suhu
ruangan, pencahayaan, dan
kebisingan
18 oktober
2015
1. Memonitor TTV
TD : 110/70 mmHg
N : 88x/m
S : 36,8°c
RR : 20x/m
2. Melakukan pengkajian nyeri pada
punggung atau pada abdomen dan
pinggang, karakteristik nyeri dan
kualitas nyeri
3. Mengontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri, seperti suhu
ruangan, pencahayaan, dan
kebisingan
No
Diagnosa
Tanggal Implementasi Tanda Tangan
2 16 Oktober
2015
1. Memonitor TTV
TD : 120/90 mmHg
N : 85x/m
S : 36,5°c
RR : 23x/m
2. Mengobservasi kemampuan pasien
dalam mobilisasi
3. Melatih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
4. Mendampingi dan membantu pasien
saat mobilisasi dan memenuhi
kebutuhan ADLs
5. Membantu klien untuk menggunakan
tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
6. Mengajarkan pasien bagaimana
mengubah posisi
17 oktober
2015
1. Memonitor TTV
TD : 110/70 mmHg
N : 88x/m
S : 36,8°c
RR : 20x/m
2. Mengobservasi kemampuan pasien
dalam mobilisasi
3. Melatih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
4. Mendampingi dan membantu pasien
saat mobilisasi dan memenuhi
kebutuhan ADLs
Membantu klien untuk menggunakan
tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
18 Oktober
2015
1. Memonitor TTV
TD : 110/70 mmHg
N : 88x/m
S : 36,8°c
RR : 20x/m
2. Melatih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
3. Mendampingi dan membantu pasien
saat mobilisasi dan memenuhi
kebutuhan ADLs
Membantu klien untuk menggunakan
tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
No
Diagnosa
Tanggal Implementasi Tanda Tangan
3. 16 Oktober
2015
Manajemen Lingkungan
a. menciptakan lingkungan yang aman bagi
pasien
b. mengidentifilasi kebutuhan rasa aman
bagi pasien berdasarkan tingkat fungsi
fisik dan kognitif dan riwayat perilaku
masa lalu
c. menjauhkan lingkungan yang
mengancam
d. menjauhkan objek yang berbahaya dari
lingkungan
Mencegah Jatuh :
a. mengkaji penyebab defisit fisik pasien
b. mengkaji karakteristik lingkungan yang
dapat menyebabkan jatuh
c. memonitor gaya jalan pasien,
keseimbangan, tingkat kelelahan
d. memberikan penerangan yang cukup
17 oktober
2015
Manajemen Lingkungan
a. menciptakan lingkungan yang aman
bagi pasien
b. mengidentifilasi kebutuhan rasa aman
bagi pasien berdasarkan tingkat fungsi
fisik dan kognitif dan riwayat perilaku
masa lalu
c. menjauhkan objek yang berbahaya dari
lingkungan
Mencegah Jatuh :
a. mengkaji karakteristik lingkungan yang
dapat menyebabkan jatuh
b. memonitor gaya jalan pasien,
keseimbangan, tingkat kelelahan
c. memberikan penerangan yang cukup
18 oktober
2015
Manajemen Lingkungan
a. menciptakan lingkungan yang aman
bagi pasien
b. mengidentifilasi kebutuhan rasa aman
bagi pasien berdasarkan tingkat fungsi
fisik dan kognitif dan riwayat perilaku
masa lalu
c. menjauhkan objek yang berbahaya dari
lingkungan
Mencegah Jatuh :
a. memonitor gaya jalan pasien,
keseimbangan, tingkat kelelahan
b. memberikan penerangan yang cukup
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. 2000 . Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis,Edisi
ke-6. Jakarta:EGC
Gunawan S, Nardho, Dr, MPH. 1995. Upaya Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta:
Dep Kes
Nugroho, Wahjudi. Keperawatan Gerontik. Edisi ke-2. Jakarta:EGC
Leeckenotte, Annete Glesler. 1997. Pengkajian Gerontologi. Edisi ke-2.
Jakarta:EGC.
Watson, Roger. 2003. Perawatan Lansia, Edisi ke-3. Jakarta:EGC.