Upload
winda-k
View
71
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pemasangan infuse
Citation preview
ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM PERSYARAFAN
KELOMPOK IV
Maria Kristiani S. (201211071)
Montania D.F (201211077)
Nuliti ( )
Putri Istiqomah (201211090)
Ria Enes A. (201211096)
Riska Anggraini (201211102)
Sara Kurniasari (201211108)
Srisutarmini Mali G.W (201211114)
Winda Kusumawati (201211120)
Yohana Rambu P.J (201211126)
Yuliani (201211132)
STIKES ST. ELISABETH SEMARANG
2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem saraf pusat bukan hanya bertanggung jawab terhadap pengaturan
sistem-sistem tubuh,kapasitas adaptif, tetapi juga berkenaan dengan aspek
kesadaran diri .Untuk dapat menerapkan proses keperawatan pada pasien dengan
gangguan neurologi membutuhkan pengetahuan tentang struktur dan fungsi dari
sistem persyarafan. Sistem persyarafan bekerja sebagai sistem elektrik dan
konduksi yang berkerja mengatur dan mengendalikan semua kegiatan tubuh.
Sebagai mahasiswa keperawatan penting untuk mempelajari asuhan keperawatan
pada pasien dengan keterbatasan fungsi persarafan untuk membantu
membangkitkan respon adaptifnya,intervensi keperawatan dilakukan untuk
melindungi dan membantu pasien yang dalam keadaan keterbatasan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini untuk :
1. Pemenuhan tugas mata kuliah sistem persarafan
2. Mengetahui mengenai patofisiologi dan gangguan sistem persarafan
3. Pembelajaran asuhan keperawatan yang akan diberikan pada pasien
dengan gangguan persarafan.
1.3 Manfaat
2. Mampu menggunakan proses keperawatan dalam menangani pasien
dengan gangguan persarafan.
3. Mendalami pemahaman mengenai patofisiologi dan gangguan sistem
persarafan
4. Mendalami pemahaman mengenai asuhan keperawatan yang akan
diberikan pada pasien dengan gangguan persarafan.
5. Mampu mengkolaborasikan pelayanan keperawatan pada pasien
dengan gangguan persarafan.
BAB II
ISI
2.1 Pengkajian secara umum
1. Identitas Klien
Identitas klien meliputi : nama, usia (pada masalah disfungsi neurologis
kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, MRS, nomer rekam medis, dan diagnosis medis.
2. Keluhan utama
Keluhan utama klien biasanya akan segera terlihat bila sudah terjadi disfungsi
neurologis. Keluhan yang sering muncul adalah : kelemahan ekstremitas sebelah
badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, kejang (konvusi), sakit kepala
hebat, nyeri otot, kaku kuduk, sakit punggung, tingkat kesadaran menurun (GCS
kurang dari 15) akral dingin, dan ekspresi takut.
3. Riwayat Penyakit dahulu
Ketahui riwayat penyakit masa lalu klien. Beberapa pertanyaan yang megarah
pada riwayat penyakit dahulu dalam pengkajian neurologis adalah
Apakah klien menggunakan obat-obat seperti : analgesik, sedatif, hipnotis,
antipsikotik,antidepresi, atau perangsang sistem syaraf.
Apakah klien pernah mengeluhkan gejala sakit kepala, kejang, tremor,
pusing, vertigo, kebasatau kesemutan pada bagian tubuh, kelemahan,
nyeri, atau perubahan dalam bicara di masa lalu.
Bila klien telah mengalami gejala dia tas, gali lebih detail. Contoh bila
klien mengalami kejang tentukan rangkaian peristiwa (aura, jatuh ke tanah,
menangis, aktivitas motorik, fase transisi, hilangnya kesadaran,
inkontinensia, lamanya kejang). Pada kasus vertigo atau pusing, tentukan
serangan, sensasi, dan gejala yang berhubungan.
Perawat sebaiknya bertanya tentang riwayat perubahan penglihatan,
pendengaran, penghidu,pengecapan, dan perabaan.
Riwayat trauma kepala atau batang spinal, meningitis, kelainan konginetal,
penyakit neurologis, atau konseling psikiatri
Riwayat peningkatan kadar gula dan tekanan darah tinggi
Riwayat tumor pada sistem persarafan dan akibat yang diderita sekarang.
4.Riwayat Penyakit Sekarang
Pada gangguan neurologis, riwayat penyakit sekarang yang mungkin muncul
adalah adanya riwayat trauma, riwayat jatuh, keluhan mendadak lumpuh saat
klien melakukan aktivitas, keluhan pada gastrointestinal seperti mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separuh badan,
gelisah, letargis, lelah apatis, perubahan pupil, dll.
5.Riwayat penyakit keluarga
Kaji riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan sistem persarapan.
6.Pengkajian Psikososial
Pengkajian ini meliputi : status emosi, kognitif, dan perilaku klien.
7.Kemampuan Koping normal
Pengkajian ini untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga serta masyarakat dan
respon serta pengaruhnya pada kehidupan sehari-hari. Amati apakah ada dampak
seperti : ketakutan, kecemasan, ketidakmampuan, kecacatan, gangguan citra diri.
8.Pengkajian Sosioekonomispiritual
Kaji status ekonomi karena klien rawat inap atau pengobatan jalan yang mahal.
Lakukan fungsi advokasi bila ada permasalahan. Perspektif keperawatan mengkaji
dua hal, keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit neurologis dalam hubungan
dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi
pada gangguan neurologis di dalam sistem dukungan individu.
Pemeriksaan Fisik Neurologis
Secara umum, pemeriksaan fisik pada sistem persarafan ditujukan terhadap area
fungsi utama, sebagai berikut :
1. Pengkajian Tingkat Kesadaran
2. Pengkajian Fungsi Serebral
3. Pengkajian Saraf Kranial
4. Pengkajian Sistem Motorik
5. Pengkajian respon reflek
6. Pengkajian Sistem Sensorik
Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan
pengintegrasian impuls eferen dan aferen. Semua impuls aferen disebut input
susunan saraf pusat dan semua impuls eferen disebut output susunan saraf pusat
(Priguna Sidaria, 1985).
Kewaspadaan adalah kesadaran yang sehat dan adekuat, yaitu aksi dan
reaksi terhadap apa yang diserap (dilihat, dicium, didengar, dihidu,
dikecap, dll) bersifat sesuai dan tepat.
Koma adalah keadaan saat suatu aksi sama sekali tidak dibalas dengan
reaksi.
Koma kortikal bihemisferik adalah gangguan sehingga tingkat kesadaran
menurun sampai tingkat terendah akibatneuron pengemban kewaspadaan
sama sekali tidak berfungsi.
Koma diensefalik adalah gangguan sehingga tingkat kesadaran menurun
sampai tingkat terendah akibat neuron pembangkit kewasapadaan tidak
berdaya untuk mengaktifkan neuron pengemban kewaspadaanKoma
keduanya bisa bersifat supratentorial atau infratentorial.
Kualitas kesadaran adalah parameter paling mendasar dan penting yang
membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem
persarafan.
Pengkajian Fungsi Serebral
Pemeriksaan fungsi serebral secara ringkas terdiri dari pemeriksaan status mental,
fungsi intelek tual, daya pikir, status emosional, dan kemampuan bahasa.
Status Mental
Yang dilakukan adalah
1. Observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, dengan melihat cara
berpakaian klien, kerapian, dan kebersihan diri
2. Observasi postur, sikap, gerak-gerakan tubuh, ekspresi wajah, dan aktivitas
motorik
3. Observasi gaya bicara klien dan tingkat kesadaran
4. Apakah gaya bicara klien jelas atau masuk akal?
5. Apakah klien sadar dan berespon atau mengantuk dan stupor?
Fungsi Intelektual
Pengkajian ini mencakup kemampuan untuk berpikir secara abstrak dan
mamanfaatkan pengalaman. Lesi serebral yang bersifat bilateral dan difusi sangat
menentukan pelaksanaan intelektual umum. Sedangkan Lesi yang bersifat lokal
dapat menimbulkan aktivitas intelektual yang khusus. Klien yang mengalami
kerusakan otak tidak mampu untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang
kecil (rumit/kompleks) dan mengalami kesulitan menangkap makna suatu
stimulus.
Pengkajian yang dilakukan adalah
1. Mengingat atau memori
2. Pengetahuan umum
3. Menghitung atau kalkulasi
4. Mengenal persamaan dan perbedaan
5. Mempertimbangkan
Daya Pikir
Priguna Sudharta (1985) dalam Muttqin (2008) menjelaskan alam pikiran atau
jalan pikiran hanya dapat dinilai dari ucapan-ucapannya. Pengkajiannya adalah
Apakah klien bersifat spontan, alamiah, jernih, relevan, dan masuk akal?
Apakah klien mempunyai kesulitan berpikir, khayalan, dan keasyikan
sendiri?
Apa yang menjadi pikiran klien?
Status Emosional
Pengkajian emosional bisa dilihat dari :
1. Apakah tingkah laku klien alamiah, datar, peka, pemarah, cemas, apatis,
atau euforia..?
2. Apakah alam perasaan klien berubah-ubah secara normal atau iramanya
tidak dapat di duga dari gembira menjadi sedih selama wawancara?
3. Apakah tingkah laku klien sesuai dengan kata-kata atau isi dari
pikirannya?
4. Apakah komunikasi verbal klien sesuai dengan tampilan komunikasi
nonverbal?
Penilaian harus dilakukan secara pengertian melihat latar belakang klien
seperti pendidikan, agama, dan faktor lain. Kecemasan dan ketegangan dapat
terlihat dari sikap dan tingkah laku klien. Mata yang tidak tenang, warna wajah
kemerahan, berkeringat, serta gemetar bisa mengungkapkan kecemasan dan
ketegangan.
Kemampuan Bahasa
Pada pengkajian ini mungkin perawat menemukan
1. Disfasia/afasia
Yaitu defisiensi fungsi bahasa akibat lesi atau kelainan korteks serebri.
macam-macam
Disfasia reseptif (posterior) : klien tidak bisa memahami bahasa lisan /
tertulis. Bila klien tidak dapat memahami setiap perintah atau pertanyaan
yang diajukan. Biasanya lancar tapi tidak teratur. Terjadi karena adanya
lesi (infark, pendarahan, tumor) pada hemisfer yang dominan pada bagian
posterior girus temporalis superior.
Disfasia Ekspresif (anterior) : klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat. Bicaranya tidak lancar. Dikarenakan karena ada
lesi pada bagian posterior girus frontalis inferior.
Disfasia nominal : klien tidak mampu menyebutkan benda tetapi aspek-
aspek lain dari fungsi bicara klien normal. Disebabkan oleh lesi pada
daerah temporoparietal posterior kiri.
Disfasia konduktif : Klien tidak dapat mengulangi kalimat-kalimat dan
sulit menyebutkan nama benda, tetapi dapat mengiuti perintah. disebabkan
oleh lesi pada fasikulus arkuatus.
2. Disartia yaitu kesulitan artikulasi. Penyebab tersering adalah intoksikasi
alkohol, penyekit serebelum kehilangan koordinasi (bicara pelo)
3. Disfonia yaitu kualitas suara berubah (parau) dengan volume kecil akibat
penyakit pada pita suara.
Penatalaksanaan Medis
a) Kraneotomi Prosedur ini dilakukan untuk menghilangkan tumor,
mengurangi TIK, mengevakuasi bekuan darah dan mengontrol
hemoragi
b) Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke
secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik
oklusi/ ruptur.
c) Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya
ada thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia
Attack) atau serangan iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat
dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya
hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar
protein total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan
adanya proses inflamasi.
d) Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
e) EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit
didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan
daerah lesi yang spesifik.
f) Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi
karotis interna terdapat pada thrombosis serebral.
g) MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang
mengalami infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena
h) CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan
adanya infark
Penatalaksanaan Farmakologi
Cephalosporin (ceftriaxone atau cefotaxime)
Vancomycin dan Carbapenem (meropenem), Chloramphenicol atau
Ceftriaxone.
Diuretic untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat
maksimum 3 sampai 5 setelah infark serebral
Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari
tempat lain dalam system kardiovaskuler
Anti trombosit karena trombosit memainkan peran sangat dalam
pembentukan thrombus dan embolisasi
Antikolinergik untuk mengurangi transmisi kolinergik yang berlebihan
ketika kekurangan dopamin.
Levodopa, merupakan prekursor dopamine, dikombinasi dengan
karbidopa, inhibitor dekarboksilat, untuk membantu pengurangan L-dopa
di dalam darah dan memperbaiki otak.
Bromokiptin, agonis dopamine yang mengaktifkan respons dopamine di
dalam otak.
Amantidin yang dapat meningkatkan pecahan dopamine di dalam otak.
Menggunakan monoamine oksidase inhibitor seperti deprenil untuk
menunda serangan ketidakmampuan dan kebutuhan terapi levodopa.
Antihistamin, yang memiliki efek sedatif dan antikolinergik pusat ringan,
dan dapat membantu menghilangkan tremor. (Brunner & suddarth, 2001 )
Terapi antikolinergik, agens-agens antikolinergik ( triheksifenidil,
prosiklidin, dan benztropin mesilat )efektif untuk mengontrol tremor dan
kekakuan parkinson. Obat – obatan ini dapat digunakan dalam kombinasi
dengan levodopa. Agens ini meniadakan aksi asetikolin pada sistem saraf
pusat.
BAB III
ASKEP
3.1 KASUS 1Kasus 1Tn. Fauzi (43 th) dirawat di RS karena mengalami stroke in ivolution,
kesadaran somnolen, mata membuka jika dipanggil dan langsung tidur
kembali ,mulut tidak simetris miring kearah kiri, afasia
motorik,mengalami hemiparase sinistra. Mengalami anosmia, disfagia,
parastesia facial. Klien lupa alamat rumahnya. Klien memiliki hipertensi
tak terkontrol, senang mengkonsumsi alcohol dan mudah stress. Klien
direncanakan untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit. Saat ini
posisi pasien adalah head up 30o ,babinski positif pada kaki
kanan ,kekuatan otot ektremitas atas dan bawah kiri 3.wkstremitas bawah
kanan 5. Hasil CT scan terdapat iskemik/infrak hemisfer kanan.
3.1.1 Pengkajian Format Pengkajian Klinik
Nama perawat yang mengkaji:
Unit :
Kamar/ruang :
Tgl/waktu masuk RS :
Tgl/waktu pengkajian :
Cara pengkajian :
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. Fauzi
Jenis Kelamin : laki - laki
Umur : 43th
TTL :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Status Perkawinan :
Agama :
Suku :
Alamat :
II. Identitas Penanggungjawab
Nama :
Alamat :
Hub.dengan pasien :
III. Riwayat Keperwatan Masa Lalu
• Riwayat klien yang diderita
- Hipertensi yang tak terkontrol
• Riwayat imunisasi
• Kebiasaan buruk
- merokok, minum alkohol
• Riwayat penyakit keturunan
• Riwayat alergi
IV. Riwayat Keperawatan saat ini
1. Alasan masuk RS
• Pre :
• Post :
• Keluhan Penyerta :
2. Tindakan/ terapi yang sudah diterima
V. Kebutuhan
a. Oksigen
sebelum sakit : sesudah sakit :
b. Cairan
sebelum sakit : sesudah sakit :
c. Nutrisi
sebelum sakit : sesudah sakit :
d. Eliminasi Fekal
sebelum sakit : sesudah sakit :
e. Eliminasi urine
sebelum sakit : sesudah sakit :
f. Aktifitas
sebelum sakit : sesudah sakit :
g. Tidur
sebelum sakit : sesudah sakit :
h. Seksualitas
sebelum sakit : sesudah sakit :
i. Privasi dan interaksi social
sebelum sakit : sesudah sakit :
j. Pencegahan Masalah kesehatan
sebelum sakit :
sesudah sakit :
k. Promosi kesehatan
sebelum sakit : sesudah sakit :
VI. PF ( Pemeriksaan Fisik )
• TTV
- TD :
- SUHU :-
- RR :
- HR :
- SATURASI :
• Kesadaran umum : Somnolen
• Head To Toe
a) Kepala :
• Inspeksi :
- Kepala :
- Rambut :
- Kulit kepala :
b) Wajah
• Inspeksi :
• Palpasi :
c) Mata
• Inspeksi :
• Palpasi :
d) Hidung
• Ispeksi :
• Palpasi :
e) Mulut
• Ispeksi : mulut tidak simetris miring kearah kiri.
f) Telinga
• Inspeksi :
g) Leher
• Inspeksi :
• Palpasi :
h) Dada
• Inspeksi :
• Palpasi :
i) Paru-paru
• Palpasi :
• Perkusi :
• Auskultasi :
j) Jantung
• Inspeksi :
• Palpasi :
• Perkusi :
k) Abdomen
• Inspeksi :
• Auskultasi :
• Palpasi :
• Perkusi :
VII. Pemeriksaan Diagnostik
- Foto thorak
- EEG ( Elektro Encephalografi)
- Myelografi
- Lumbal Pungsi
- CT Scan
- MRI ( Magnetic Resonance Imaging)
VIII. Terapi
- Infuse
- obat
3.1.2 Asuhan Keperawatan
ANALISA DATA MASALAH KEPERAWATAN
ETIOLOGI DIAGNOSA KEPERAWATAN
DO :
-kesadaran somnolen
-pendengaran klien berkurang
-Hasil CT Scan terdapat
iskemik atau infark hemisfer
kanan.
-mulut tidak simetris miring ke
arah kiri
-afasia motorik
-mengalami hemiparese
sinistra
-Mengalami anosmia
-Disfagia
-parastesia fasial
-babinski positif pada kaki
kanan
-kekuatan otot ekstremitas
atas dan bawah kiri 3
-ektremitas atas bawah
kanan 5
Ketidakaktifan perfusi jaringan perifer (serebral,perifer)
hipertensi Ketidakaktifan perfusi
jaringan perifer berhubungan dengan
hipertensi ditandai dengan
kesadaran somnolen
pendengaran klien
berkurang Hasil CT Scan
terdapat iskemik atau infark
hemisfer kanan ,mulut tidak
simetris miring ke arah
kiri,afasia motorik,
mengalami hemiparese
sinistra,Mengalami
anosmia,
Disfagia ,parastesia fasial
,babinski positif pada
kaki kanan,kekuatan otot
ekstremitas atas dan
bawah kiri 3,ektremitas
atas bawah kanan 5
INTERVENSI
NO Dp Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi Rasional
1 Ketidakefektifan perfusi jaringan dapat teratasi setelah dilakukan tindakan selama 7 x24 jam dengan kriteria hasil:
1. Kesadara membaik (composmetis)
2. Tidak ada gangguan bicara,
3. Tidak ada anosmia
4. Tidak ada disfagia
5. Tidak ada parastesia facial
6. GCS menunjukan kebaikan ekstremitas kiri menjadi 5, kanan menjadi 7
1.monitor TTV
(TD,HR,RR,S)
2.monitor AGD, PCO2.
3.Pantau adanya tanda-
tanda penurunan
perfusi serebral :GCS,
memori,
4. Pertahankan kepala
tempat tidur 30-450
dengan posisi leher
tidak menekuk
5. Kolaborasi
pemeriksaan diagnostik
untuk diagnosa dan
monitoring
6. Ubah posisi klien
tiap 2 jam (alih baring)
7. Evaluasi keadaan
motorik dan sensori
pasien
1. Adanya perubahan tanda vital respirasi menunjukkan kerusakan pada batang otak.
2. Karbondioksida menimbulkan vasodilatasi, adekuatnya oksigen sangat penting dalam mempertahankan metabolisme otak.
3. Tingkat kesadaran merupakan indikator terbaik adanya perubahan neurologi.
4. Memfasilitasi drainasi vena dari otak
5. Pasien stroke perlu pemeriksaan lanjutan untuk menentukan tindakan lebih lanjut.
6. Dengan dilakukannya alih baring selama 2jam sekali untuk menghindari decubitus.
7. Gangguan motorik dan sensori dapat terjadi akibat edema otak.
3.1.3 PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Penatalaksaan Umuma. Pada fase akut- Pertahankan jalan nafas, pemberian oksigen, penggunaan ventilator.- Monitor peningkatan tekanan intrakranial- Monitor fungsi pernafasan: Analisa Gas Darah- Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG.- Evaluasi status cairan dan elektrolit- Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikolvusan, dan cegah
resiko injuri- Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi lambung dan
pemberian makanan- Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan- Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan
pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervus kranial dan refleks
b. Pada fase rehabilitasi- Pertahankan nutrisi yang adekuat- Program managemen bladder dan bowel- Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi
(ROM)- Pertahankan integritas kulit- Pertahankan komunikasi yang efektif- Pemenuhan kebutuhan sehari-hari- Persiapan pasien pulang
2. PembedahanDilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-peritoneal bila ada hidrosefalus obstruktif akut.
3. Terapi obat-obatana. Stroke Iskemika- Pemberian trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue-
plasminogen)- Pemberian obat-obatan jantung seperti digoksin pada aritmia jantung
atau alfa beta, kapatopril, antagonis kalsium pada pasien dengan hipertensi.
3.2 KASUS 2
kasus 2
Ny. Kayla (35 tahun) mengalami kecelakaan saat mengendarai mobil.
kepala pasien membentur setir dan mengalami cedera kepala. pada saat
datang kesadaran klien menurun, muntah dan mengalami insomnia, ketika
diberi rangsangan nyeri klien menggumam , mata terbuka dan tangan klien
berusaha untuk menepis tangan pemeriksa. Hasil CT scan klien mengalami
epidural hematoma. Pasien saat ini post kraniotomi hari 1, GCS = 9, klien
terpasang NGT , kateter , oksigen 2 liter / nasal kanul, klien berusaha
melepaskan selang NGT.
3.2.1 PENGKAJIAN KLINIK PADA PASIEN EPIDURAL HEMATOMA
Nama perawat yang mengkaji :
Unit :-
Kamar/ ruang :-
Tanggal/ waktu masuk RS :-
Tanggal/ waktu pengkajian :-
Cara pengkajian :-
I. Identitas Klien
Nama : Ny. Kayla
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur :35 th
Tempat/tgl lahir :-
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Status Perkawinan :-
Agama :-
Suku :-
Alamat :-
Dx : Epidural Hematoma
II. Identitas penanggung jawab
Nama :
Alamat :-
Hubungan dengan klien :-
-
III. Alasan masuk rumah sakit : mengalami kecelakaan saat
mengendarai mobil kepala pasien membentur setir dan mengalami
cedera kepala.
IV. Keluhan Utama : kesadaran menurun dan muntah
V. Kebutuhan
a. Oksigen
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : terpasang oksigen 2 L/nasal kanul
b. Cairan
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : cairan dalam tubuh kurang karena klien
mengalami muntah
c. Nutrisi
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : nutrisi kurang, karena pasien muntah
d. Eliminasi Fekal
Sebelum Sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : tidak terkaji
e. Eliminasi Urin
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat sakit : tidak terkaji
f. Aktivitas
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : aktivitas terganggu
g. Tidur
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : tidak terkaji
h. Sexualitas
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat sakit : tidak terkaji
i. Privasi dan Interaksi Sosial
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : tidak terkaji
j. Pencegahan masalah kesehatan
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : tidak terkaji
k. Promosi Kesehatan
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : tidak terkaji
VI. Pemeriksaan Fisik
A. keadaan sakit
pasien tampak sakit sedang
alasan : pasien mengalami cidera kepala hasil CT scan mengalami
epidural hematoma, klien muntah , kesadaran menurun dan insomnia.
GCS = 9, terpasang NGT dan kateter
B. Tanda-tanda Vital
tidak terkaji
C. Permeriksaan Sistematik
1) kesadaran menurun
2) diberi rangsangan nyeri klien mengumam, mata terbuka dan
beusaha untuk menepis tangan pemeriksa
3) GCS=9 ( cidera kepala sedang)
VII. Pemeriksaan Diagnostik
Hasil Pemeriksaan LAB
(tidak terkaji)
Pemeriksaan penunjang
Terdapat epidural hematoma
VIII. Terapi
( tidak terkaji)
PENGKAJIAN UNTUK PASIEN EPIDURAL HEMATOMA
1. Data biografi
identitas pasien seperti nama, umur , jenis kelamin, alamat, agama,
penanggung jawab, status perkawinan.
2. Riwayat Keperawatan
- Riwayat medis dan kejadian yang lalu
- riwayat kejadian cedera kepala
- penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang
3. Pemeriksaan Fisik
- frakur tengkorang : jenis fraktur, luka terbuka, pendarahan
konjungtiva, rihinorrea, otorhea, ekhimosis periorbital, gangguan
pendengaran
- tingkat kesadaran : adanya perubahan mental seperti lebih sensitif,
gelisah, stupor, koma
- saraf kranial : adanya anosmia, agnosia, kelemahan gerakan otot mata,
vertigo
- kognitif : amnesia postrauma, disorientasi, amnesia retrograt,
gangguan bahasa dan kemampuan matematika
- rangsangan meningeal : kaku kuduk, kernig, brudzinskhi
- jantung : disritmia jantung
- respirasi : roles, rhonki, nafas cepat dan pendek, takhipnea, gangguan
pola nafas.
- fungsi sensori : lapang pandang, dipiopia, gangguan persepsi,
gangguan pendengaran, gangguan sensasi raba.
4. Test Diagnostik
- Radiologi : CT scan, MRI ditemukan adanya edema serebri, hematoma
serebral, herniasi otak.
- Pemeriksaan darah : Hb, Ht, trombosit dan elektrolit
- Pemeriksaan urine : Penggunaan obat-obatan .
3.2.2 Asuhan Keperawatan
Analisa data 1 :
Tgl/Jam Data Etiologi Masalah kep.
DS: mengalami
kecelakaan saat
mengendarai mobil.
kepala pasien
membentur setir dan
mengalami cedera
kepala.
DO: datang kesadaran
klien menurun, muntah,
Hasil CT scan klien
mengalami epidural
hematoma, GCS = 9
Trauma kepala Risiko
ketidakefektifan
perfusi jaringan
otak
Diagnosa keperawatan:
Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d Trauma
Intervensi 1:
Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisai
Ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral tidak
terjadi setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24jam dengan
kriteria hasil :
- tingkat kesadaran
compos mentis
- tidak muntah
- tidak terjadi
epidural
hematoma
- hasil GCS
- evaluasi hasil
GCS
- monitor TTV tiap
4 jam sekali
- pertahankan
kepala tempat
tidur 30-45
derajat dengan
posisi leher tidak
menekuk (posisi
head up 30
derajat)
- anjurkan pasien
untuk tidak batuk/
bersin terlalu
keras dan
mengejan saat
BAB
- lakukan aktivitas
- dengan
mengevaluasi
GCS dapat
melihat
perkembangan
penyakit pasien
- adanya perubahan
tanda vital seperti
pernafasan yang
lemah
menunjukkan
kerusakan pada
batang otak
- dengan diberikan
posisi tidur 30-45
derajat dapat
memfasilitasi
drainasi vena dari
otak
- dengan
batuk/bersin keras
dan mengejan saat
BAB dapat
meningkatkan
tekanan
intrakranial
- Dengan
keperawatan dan
aktivitas pasien
seminimal
mungkin
- kolaborasi dengan
dokter untuk
pemberian obat
manitol
- kolaborasi dengan
dokter untuk
pemberian cairan
kristaloid
mengurangi
aktivitas perawat
atau pasien dapat
mengurangi
stimulus yang
akan menurunkan
TIK
- dengan diberikan
obat manitol akan
menurunkan TIK
dan memperbaiki
sirkulasi darah ke
otak.
- dengan diberikan
cairan kristaloid
dapat
mempertahankan
tekanan darah
sistolik tidak
kurang dari 90
mmHg
Analisa Data 2 :
Tgl/ Jam Data Etiologi Masalah kep.
DS: -
DO:
post kraniotomi
hari 1, klien
terpasang NGT
dan kateter
Kerusakan
integritas kulit
(pemasangan
kateter), Trauma
Jaringan
Resiko Infeksi
Diagnosa Keperawatan :
Resiko Infeksi b.d Kerusakan integritas kulit (pemasangan kateter), Trauma
Jaringan
Intervensi 2 :
Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Infeksi tidak terjadi
setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2x24 jam dengan
kriteria hasil :
- tidak ada tanda-
tanda infeksi
- monitor TTV tiap
2 jam sekali
- pantau tanda-
tanda infeksi
- lakukan rawat
luka bersih
dengan teknik
septik dan
antiseptik sesuai
dengan program
- lakukan rawat
kateter dengan
- dengan suhu
tubuh yang tinggi
dapat
menandakan
terjadinya infeksi
- karena pasien
menjalani post
kraniotomi hari
pertama maka
akan
mengakibatkan
pasien beresiko
untuk terkena
infeksi karena
luka belum
tertutup sempurna
- karena pasien
menjalani post
kraniotomi hari
pertama maka
perlu dilakukan
rawat luka supaya
mengurangi
resiko infeksi
- karena pasien
terpasang kateter
teknik septik dan
antiseptik sesuai
dengan program
- lakukan
perawatan post op
kraniotomi
- kolaborasi dengan
dokter pemberian
obat antibiotik
- kolaborasi dengan
ahli gizi
pemberiam
makanan TKTP
maka perlu
dilakukan rawat
keteter untuk
mengurangi
resiko infeksi
- pasien post
kraniotomi hari 1
masih beresiko
terkena infeksi
pada lukanya
karna luka masih
belum menutup
sempurna
sehingga perlu
dirawat
- dengan
memberikan
antibiotik dapat
mencegah
terjadinya infeksi
- protein yang
tinggi dapat
membantu
mempercepat
proses
penyembuhan
luka
- berikan Penkes
tentang cara
perawatan cidera
keapala saat
dirumah
- dengan
memberikan
penkes tentang
cara
penyembuhan
luka kepada
pasien dapat
membantu
mengurangi
resiko infeksi
3.2.3 Penatalaksanaan Epidural hematoma
1. medisa. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
b. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
c. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
d. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
e. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial.
2. farmakologiGunakan Etonamid sebagai sedasi untuk induksi cepat, untuk
mempertahankan tekanan darah sistolik, dan menurunkan tekanan intrakranial dan metabolisme otak. Pemakaian tiophental tidak dianjurkan, karena dapat menurunkan tekanan darah sistolik. Manitol dapat digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial dan memperbaiki sirkulasi darah. Phenitoin digunakan sebagai obat propilaksis untuk kejang – kejang pada awal post trauma. Pada beberapa pasien diperlukan terapi cairan yang cukup adekuat yaitu pada keadaan tekanan vena sentral (CVP) > 6 cmH2O, dapat digunakan norephinephrin untuk mempertahankan tekanan darah sistoliknya diatas 90 mmHg. Berikut adalah obat – obatan yang digunakan untuk terapi pada epidural hematom:
a. Diuretik Osmotik
Misalnya Manitol : Dosis 0,25 – 1 gr/ kg BB iv.
Kontraindikasi pada penderita yang hipersensitiv, anuria, kongesti paru, dehidrasi, perdarahan intrakranial yang progreasiv dan gagal jantung yang progresiv.
Fungsi : Untuk mengurangi edema pada otak, peningkatan tekanan intrakranial,
dan mengurangi viskositas darah, memperbaiki sirkulasi darah otak dan kebutuhan oksigen.
b. Antiepilepsi
Misalnya Phenitoin : Dosis 17 mg/ kgBB iv, tetesan tidak boleh lebihn dari 50 (Dilantin) mg/menit.
Kontraindikasi: pada penderita hipersensitiv, pada penyakit dengan blok sinoatrial,
sinus bradikardi, dan sindrom Adam-Stokes.
Fungsi : Untuk mencegah terjadinya kejang pada awal post trauma.
3.3 Kasus 3
An. Christine ( 5 bulan ) di rawat dengan diagnose medik meningitis
hidrochepalus dengan alasan masuk kejang dan sudah 5 hari panas tinggi di
rumah. Pasien riwayat kejang tonik, dari pemeriksaan fisik Bruzinki (+) tanda
kernig (+), photopobia dan macrocepall, ubun-ubun cembung, sunset eye, muntah,
malas minum, lethargy, peningkatan diameter pupil (dilatasi). Hasil lab.
didapatkan LED meningkat dan leukositosis.
3.3.1 Pengkajian pada pasien dengan gangguan sistem persyarafan
FORMAT PENGKAJIAN KLINIK
Nama perawat yang mengkaji : Montania Dearumantik, Riska Anggraini
Unit : -
Kamar/ ruang : -
Tanggal/ waktu masuk RS : -
Tanggal/ waktu pengkajian : -
Cara pengkajian : Alloanamnesa, Autoanamnesa
I. Identitas Klien
Nama : An. C
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 5 bulan
Tempat/tgl lahir : -
Pendidikan : -
Pekerjaan : -
Status Perkawinan : -
Agama : -
Suku : -
Alamat : -
II. Identitas penanggung jawab
Nama : -
Alamat : -
Hubungan dengan klien : -
III. Diagnosa Medis : Meningitis Hidrochepalus
IV. Alasan masuk rumah sakit : Kejang dan sudah 5 hari panas tinggi di
rumah.
V. Keluhan Utama : Muntah
VI. Kebutuhan
a. Oksigen
Sebelum sakit :
Saat sakit :
b. Cairan
Sebelum sakit :
Saatsakit : Malas minum
c. Nutrisi
Sebelum sakit :
Saat sakit : Muntah
d. Eliminasi Fekal
Sebelum Sakit :
Saat sakit :
e. Eliminasi Urin
Sebelum sakit :
Saat sakit :
f. Aktivitas
Sebelum sakit :
Saat sakit :
g. Tidur
Sebelum sakit :
Saat sakit :
h. Seksualitas
Sebelum sakit :
Saat sakit :
i. Privasi dan Interaksi Sosial
Sebelum sakit :
Saat sakit :
j. Pencegahan masalah kesehatan
Sebelum sakit :
Saat sakit :
k. Promosi Kesehatan
Sebelum sakit :
Saat sakit :
VII. Pemeriksaan Fisik
Bruzinki (+), tanda kernig (+), photophobia dan macrocepall Sunst eye, peningkatan diameter pupil (dilatasi) Lethargy Kaji adanya pembesaran kepala pada bayi , vena kulit kepala
terlihat jelas, bunyi cracked – pot pada perkusi , tanda setting – sun , penurunan kesadaran, ophistotonus , dan spastic pada ekstrimitas bawah , tanda peningkatan TIK.
Kaji lingkar kepala Kaji ukuran ubun-ubun , bila menangis ubun-ubun menonjol Kaji perubahan tanda vital khususnya pernafasan Kaji perilaku , pola tidur dan interaksi
VIII. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Lab. LED dan Leukosit Pengukuran lingkar kepala pada bayi CT scan dan MRL : menunjukkan pembesaran ventrikel ,
membantu membedakan antara hidrosefalus dan lesi intrakranial lainnya.
Transiluminasi tengkorak bayi menunjukkan pengumpulan cairan yang abnormal
Perkusi tengkorak dapat menghasilkan bunyi cracked-pot yang khusus ( mace wen sign )
IX. Terapi : -
3.3.2 ASUHAN KEPERAWATAN
Analisa Data 1
Data Masalah
Keperawatan
Etiologi Diagnosa
Keperawatan
Ds : -
Do :
Pasien riwayat
kejang tonik, dari
pemeriksaan fisik
Bruzinki (+) tanda
kernig (+),
photopobia dan
macrocepall,
ubun-ubun
cembung, sunset
eye, lethargy,
peningkatan
diameter pupil
(dilatasi). Hasil
lab. didapatkan
LED meningkat
dan leukositosis.
Penurunan
kapasitas adaptif
intrakranial
Peningkatan TIK
secara continue
10-15 mmHg
Penurunan
kapasitas adaptif
intrakranial
berhubungan
dengan
Peningkatan TIK
secara continue
10-15 mmHg
ditandai pasien
riwayat kejang
tonik, dari
pemeriksaan fisik
Bruzinki (+) tanda
kernig (+),
photopobia dan
macrocepall,
ubun-ubun
cembung, sunset
eye, lethargy,
peningkatan
diameter pupil
(dilatasi). Hasil
lab. didapatkan
LED meningkat
dan leukositosis.
Perencanaan Keperawatan 1
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisasi
Penurunan kapasitas
adaptif intrakranial dapat
teratasi setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 6x24 jam dengan
kriteria hasil :
1. Tekanan
intrakranial
terkontrol ,
2. Tanda peningkatan
tekanan berkurang
1. Monitor TTV tiap
4 jam.
2. Monitor diameter
pupil.
3. Monitor
peningkatan TIK
4. Monitor hasil
Lab. (LED dan
Leukositosis).
5. Pertahankan
kepala atau leher
pada posisi yang
netral, usahakan
dengan sedikit
bantal.
6. Berikan periode
istirahat yang
cukup.
7. Kolaborasi dalam
pemberian obat
dioretik osmotik.
8. Berikan penkes
kepada keluarga
tentang penyakit
1. Suatu keadaan
normal bila
sirkulasi cerebri
terpelihara dengan
baik atau fluktuasi
ditandai dengan
tekanan darah
iskemik,
penurunan dari
auto regulator
kebanyakan
merupakan tanda
penurunan difusi
lokal faskularisasi
darah cerebri.
2. Cairan yang
meningkat
mempengaruhi
besar pupil
sehingga perlu
dipantau
3. Terjadinya
peningkatan TIK
perlu dipantau
perubahannya
4. Mebantu
memberikan
informasi tentang
meningitis
hidrosefalus dan
perawatannya.
efektifitas
pemberian obat.
5. Perubahan kepala
pada suatu sisi
dapat
menimbulkan
penekanan pada
vena jugularis dan
menghambat
aliran darah ke
otak untuk itu
dapat
meningkatkan
TIK.
6. Tindakan yang
terus menerus
dapat
meningkatkan
TIK oleh reflek
rangsangan
humulatif.
7. Diodetik
digunakan pada
fase akut untuk
mengalirkan air
dari kerusakan sel
dan mengurangi
edema serebri dan
TIK.
8. Keluarga dapat
melakukan
perawatan
mandiri kepada
anak yang baik
dan benar yang
mengalami
meningitis
hidrosefalus.
Analisa Data 2
Data Masalah
Keperawatan
Etiologi Diagnosa
Keperawatan
Ds : -
Do : klien mual
muntah dan malas
minum
Nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh.
Mual muntah Nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan Mual
muntah ditandai
dengan.
klien mual muntah
dan malas minum.
Perencanaan Keperawatan 2
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Intervensi Rasionalisasi
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh dapat
teratasi setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama kurang lebih
2x24 jam dengan kriteria
hasil :
1. Pasien tidak
1. Monitor TTV.
2. Timbang Berat
badan klien
3. Jaga kebersihan
mulut.
1. Memonitor status
hemodinamik klien
yang fluktuatif.
2. Untuk memantau
berkurang/bertamba
hnya BB karena
pasien mengeluh
merasa mual dan
muntah lagi.
2. Pasien mau
minum.
4. Hitung intake
makanan.
5. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian obat
vitamin anti
emetik.
6. Kolaborasi dengan
keluarga untuk
distraksi.
7. Berikan lingkungan
yang nyaman bagi
pasien.
8. Berikan penkes
pada ibu pasien
tentang pemberian
ASI.
tidak nafsu
makansehinggaasupa
n nutrisi di dalam
tubuhtentu akan
berkurang.
3. Mulut yang bersih
meningkatkan nafsu
makan.
4. Pola makan dan
minum yang
berkurang akan
mengganggu
perkembangan
nutrisi dalam tubuh.
5. Untuk mengurangi
mual dan membantu
dalam proses
penyembuhan.
6. Keluarga dapat
membantu pasien
mengalihkan rasa
mual.
7. Lingkungan yang
nyaman dapat
meningkatkan rasa
nyaman si pasien
dan dapat
mengalihkan rasa
mual.
8. Meningkatkan
pengetahuan pada
ibu tentang
pemberian ASI
untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi
pada anak.
3.3.3 Penatalaksanaan medik
1. Isolasi :
Anak ditempatkan dalam ruang isolasi sedikitnya selama 24-48 jam setelah
mendapatkan antibiotik IV yang sensitif terhadap organisme penyebab.
2. Terapi antimikroba
Terapi anti mikroba pada meningitis bakteri terdiri dari ampisilin dan
sefotaksim atau ampisilin dan gentamisin. antibiotik yang diberikan
didasarkan pada hasil kultur dan diberikan dengan dosis tinggi.
3. Mempertahankan hidrasi optimum
Mengatasi kekurangan cairan dan mencegah kelebihan cairan yang dapat
menyebabkan edema serebral (pembengkakan otak). Pemberian plasma
perinfus mungkin diperlukan untuk rejatan dan untuk memperbaiki hidrasinya
(short,J Rendle,1994)
4. Mencegah dan mengobati komplikasi.
Aspirasi efusi subdural dan terapi heparin
5. Mengontrol kejang
Pemberian anti epilepsy atau anti konvulsan untuk anak yang kejang-kejang.
Diazepam = 0,5 mg/kg BB/ iv
Fenobarbital = 5-6 mg/kg BB/hari secara oral
Difenilhidantoin = 5-9 mg/kgBB/hari secara oral
Penatalaksanaan Farmakologis:
Acetazolamide (ACZ) dan furosemid (FUR) mengobati hidrosefalus
posthemorrhagic pada neonatus. Keduanya adalah diuretik untuk mengurangi
sekresi dari CSF pada tingkat koroid pleksus. ACZ dapat digunakan sendiri atau
bersama dengan FUR. Kombinasi ini meningkatkan efektivitas ACZ dalam
menurunkan sekresi CSF oleh koroid pleksus.
Jika ACZ digunakan sendiri, tampaknya menurunkan risiko nefrokalsinosis secara
signifikan. Obat untuk pengobatan hidrosefalus adalah kontroversial. Terapi
tersebut harus digunakan hanya sebagai tindakan sementara untuk hidrosefalus
posthemorrhagic pada neonatus.
Karbonat anhidrase inhibitor
Obat ini untuk menghambat enzim yang ditemukan dalam banyak jaringan
tubuh yang mengkatalisis reaksi reversibel di mana karbon dioksida menjadi
terhidrasi dan asam karbonat dehidrasi. Perubahan ini dapat mengakibatkan
penurunan produksi CSF oleh koroid pleksus.
Acetazolamide (Diamox) Kompetitif reversibel penghambat karbonat anhidrase
enzim, yang mengkatalisis reaksi antara air dan karbon dioksida, sehingga proton
dan karbonat. Hal ini memberikan kontribusi untuk penurunan sekresi CSF oleh
koroid pleksus. Mengurangi volume cairan serebrospinalis: Acetazolamide 25
mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3 dosis. Dosis dapat dinaikkan 25 mg/KgBB/hari
(Maksimal 100 mg/KgBB/hari)
Diuretik loop
Obat ini untuk meningkatkan ekskresi air dengan mengganggu sistem
cotransport klorida-mengikat, yang hasil dari penghambatan reabsorpsi natrium
dan klorida di ascending loop dari Henle tubulus ginjal dan distal.
Furosemide (Lasix) Mekanisme yang diusulkan untuk menurunkan ICP meliputi
turunnya penyerapan natrium otak, mempengaruhi transportasi air ke dalam sel
astroglial oleh pompa menghambat selular kation-klorida membran, dan
penurunan produksi CSF oleh anhydrase karbonat menghambat. Digunakan
sebagai terapi tambahan dengan ACZ dalam pengobatan hidrosefalus sementara
posthemorrhagic pada neonatus. Furosemide 1 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3-
4 dosis Lakukan pemeriksaan serum elektrolit secara berkala untuk mencegah
terjadinya efek samping. Bila ada tanda-tanda infeksi, beri antibiotika sesuai
kuman penyebab.
Penatalaksanaan Gizi :
Jenis Diet Makanan
Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwa pada dasarnya tidak ada diet khusus
untuk pasien meningitis namun umumnya diit TKTP untuk memenuhi kebuthan
kalori dan protein untuk meningkatkan daya tahan tubuh merupakan diit yang
tepat terutama pada kasus- kasus penyakit infeksi akut termasuk meningitis.
Nutrisi parentral merupakan alternatif terakhir bila dinilai dari makanan cair tidak
mampu kebutuhan nutrisi enteral pasien.
Tabel 2.9 Bahan Makanan yang Boleh Diberikan
Sumber
Energi
Sumber Zat
Pembangun
Sumber Zat
Pengatur
Maizena, tepung beras, tepung terigu, tepung sagu, hunkwe,
tepung kanji, gula, margarin, minyak kelapa, dan minyak
kacang.
Susu sapi, sari dele, telur dicampur dalam makanan, bubur
kacang hijau saring.
Sari buah dari jeruk, tomat, pepaya, sirsak, apel, sari sayur dari
bayam, labu kuning, dan wortel.
Cara memesan makanan : Makanan cair (MC) dengan atau tanpa susu
….. kkal…. X …. ml/hari
Tabel 2.10 Bahan Makanan yang Diberikan Sehari : Makanan Cair Tanpa Susu
Kkal
Bahan makanan
1000 2000
urt g urt g
tepung beras
telur
kacang hijau
wortel
air jeruk
gula pasir
minyak kacang
11/2 sdm 10
1 btr 60
10 sdm 100
1/2 gls 50
1/4 gls 50
10 sdm 100
1 sdm 10
3 sdm 20
2 btr 120
20 sdm 200
1 gls 100
1/2 gls 100
20 sdm 200
2 sdm 20
Jumlah isi 5 gls 1000 ml 10 gls 2000 ml
Nilai Gizi
Energi (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Hidrat arang (g)
Kalsium (g)
Besi (mg)
Vitamin A (SI)
Vitamin B (mg)
Vitamin C (mg)
Natrium (mg)
Kalium (mg)
1000
32
18
172
1.9
9
6777
0.9
34
137
1441
2000
63
37
344
3.9
19
13555
1.8
67
274
2883
3.4 KASUS 4
KASUS 5
Tn. Boy (66 tahun) dirawat di rumah sakit dengan diagnosa medis
Parkinson. Dari hasil pengkajian didapatkan data Tn. Boy sering kaku otot
dan gemetar pada wajah, ekstermitas, sulit menelan, keluar air liur pada
mulut, keseimbangan tubuh berkurang, bisa bangun tapi sempoyongan. Tn.
Boy mengeluh mual, sulit makan, sudah 3 hari belum BAB, mulutnya
tampak kering. TTV: T 370 C, N 82 x/menit, TD 120/80 mmHg, RR 16
x/menit. Tn. Boy mendapat terapi levodopa, benztropin, dulcolac supp, diit
lunak.
FORMAT PENGKAJIAN KLINIK
Nama perawat yang mengkaji : Putri Istiqomah
Nuliti
Unit : Rawat Inap
I. Identitas Klien
Nama : Tn. B
Jenis Kelamin : L
Umur : 66th
Dx. Medic : Parkinson
II. Alasan masuk rumah sakit :
III. Keluhan Utama :
Klien mengeluh mual, sulit makan, sudah 3hari belum BAB
IV. Kebutuhan
a. kebutuhan Oksigen
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : tidak menggunakan oksigen
b. kebutuhan Cairan
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : tidak terkaji
c. kebutuhan Nutrisi
Sebelum sakit : ABCD tidak terkaji
Saat Sakit : A : tidak terkaji
B : tidak terkaji
C : Mulut klien tampak kering, sering kaku otot dan gemeteran
pada wajah, ekstremitas, sulit menelan, keluar air liur pada mulut,
keseimbangan tubuh berkurang, bias bangun tetapi sempoyongan.
D : diit lunak
d. kebutuhan Eliminasi Fekal
Sebelum Sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : sudah 3 hari belum BAB
e. kebutuhan Eliminasi Urin
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat sakit : tidak terkaji
f. Aktivitas
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : dibantu sebagian
g. kebutuhan Tidur
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : tidak terkaji
h. kebutuhan Sexualitas
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat sakit : tidak terkaji
i. Privasi dan Interaksi Sosial
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : tidak terkaji
j. Pencegahan masalah kesehatan
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : tidak terkaji
k. Promosi Kesehatan
Sebelum sakit : tidak terkaji
Saat Sakit : tidak terkaji
V. Pemeriksaan Fisik
TTV : TD :120/80 mmHg, N 82 x/menit, RR 16 x/menit, T 370 C
Mulut klien tampak kering, sering kaku otot dan gemeteran pada wajah,
ekstremitas, sulit menelan, keluar air liur pada mulut, keseimbangan tubuh
berkurang, bias bangun tetapi sempoyongan.
VI. Terapi
Pemberian obat Levodopa, Benztropin, Dulcolax sup, dan Diit lunak
VII. Pemeriksaan Diagnostik
Observasi gejala klinis dilakukan dengan mempelajari hasil foto untuk
mengetahui gangguan.
Tes kemampuan sensorik motorik (menggambar lingkaran)
Pemeriksaan lab urin dan darah ada/ tdknya pengaruh obat
MRI
Analisa Data
Data Problem Etiologi
Ds: -
Do: - pasien sering kaku
otot dan gemeteran
pada wajah dan
ekstermitas
- Pasien mengalami
sulita menelan
- Keluar air liur pada
mulut
- Keseimbangan
tubuh berkurang
- Bisa bangun tapi
sempoyongan
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
serebral
Aliran arteri
terhambat
Data Problem Etiologi
Ds: - pasien
mengeluh
mual, sulit
makan,
mulut
tampak
kering.
Do: - pasien
mengalami
kesulitan
menelan
- keluar air
liur pada
mulut
Resiko
ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
- Ketidakmampuan
untuk mencerna
makanan
- Kesulitan menelan
Data Problem Etilogi
Ds: - pasien
mengeluh sudah
3 hari tidak
BAB
Do: -
Konstipasi - Kelemahan otot
abdomen
- Asupan serat tidak
cukup
Diagnosa Kperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan Aliran
arteri terhambat yang ditandai dengan pasien sering kaku otot dan
gemeteran pada wajah dan ekstermitas Pasien mengalami sulita menelan,
keluar air liur pada mulut, keseimbangan tubuh berkurang, bisa bangun
tapi sempoyongan.
2. Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhungan
dengan Ketidakmampuan untuk mencerna makanan dan Kesulitan
menelan yang ditandai dengan pasien mengeluh mual, sulit makan, mulut
tampak kering, pasien mengalami kesulitan menelan, keluar air liur pada
mulut.
3. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen dan asupan
serat tidaj cukup yang ditandai dengan pasien mengeluh sudah 3 hari tidak
BAB.
Intervensi
Tgl/jam No. Tujuan dan criteria
hasil
Intervensi Rasional
10-12-
2012
08.00
1. Ketidakefektifan
perfusi jaringan dapat
teratasi setelah
dilakukan perawatan
selama 4x24 jam,
dengan criteria hasil:
1. Gemetar pada
ekstermitas dan
wajah berkurang
sampai hilang
2. Pasien tidak
mengalami sulit
menelan
3. Tidak Keluar
sampai berkurang
air liur yang keluar
pada mulut
4. Keseimbangan
tubuh meningkat
5. Bisa bangun dan
tidak sempoyongan
1. Monitor TTV
pasien (TD
dan Nadi)
2. Pantau
kesadaran
pasien
3. Pantau
kemampuan
mobilitas
pasien
4. Pasang
bedrail
1. Nilai TD dan
Nadi dapat
menunjukkan
aliran darah
pasien lancer
atau tidak
2. Kesadaran
pasien dapat
menurun
akibat
berkurangnya
suplai darah,
O2 dan nutrisi
ke otak
3. Pasien dapat
mengalami
penurunan
kemampuan
mobilitas
akibat
kekuatan otot
pasien
menurun
4. Bedrail dapat
mencegah
pasien dari
5. Bantu ADL
pasien
6. Lakukan
terapi
modalitas
7. Beri penkes
kepada
keluarga
mengenai
perawatan
pasien di
rumah
resiko cidera
akibat
terjatuh
5. Karena
pasien
mengalami
penurunan
fungsi
persyarafan
yang
mengakibatk
an
kemampuan
mobilitas
pasien juga
menurun
sehingga
perlu di
bantu.
6. Terapi
madalitas
adalah
7. Dengan
memberi
penkes pada
keluarga
mengenai
perawatan
pasien,
keluarga
dapat
8. Lanjutkan
terapi
levodopa,
benztropin
membantu
pasien dalam
memenuhi
perawatan
diri pasien
8. Terapi
levodopa dan
benztropin
dapat
2. Ketidakseimbangan
nutrisi: kuarang dari
kebutuhan tubuh dapat
teratasi setelah
dilakukan perawatan
selama 3x24 jam,
dengan criteria hasil:
1. Pasien tidak mual,
2. Tidak mengalami
kesulitan makan
3. mulut tampak
lembap
4. kesulitan menelan
berkurang sampai
dapat menelan
5. tidak keluar air liur
pada mulut
1. Pantau
kemampuan
makan pasien
2. Pantau
keluhan mual
pasien
3. Pantau
apakah
pasien
muntah atau
tidak
1. Pasien
dengan
gangguan
persyarafan
dapat
mengalami
kemampuan
makan atau
menelan
pasien
2. Dari
gangguan
menelan,
psien juga
dapat
mengalami
mual
3. Mual dapat
mengakibatk
an pasien
muntah saat
makan
4. Panatau pola
makan pasien
5. Kolaborasi
dengan
dokter untuk
pemasangan
NGT
6. Hitung BC
pasien
7. Lakukan
4. Pola makan
yang tepat
dapat
membantu
pasien dalam
memenuhi
nutrisi pasien
5. Karena
pasien
mengalami
kesulitan
menelan,
sehingga
perlu
dipasang
NGT agar
nutrisi tetap
bias masuk
ke tubuh
pasien
6. Dengan
menghitung
BC pasien,
kita dapat
mngetahui
apakah cairan
dan nutrisi
pasien sudah
normal atau
belum
7. Perawatan
perawatan
NGT
8. Kolaborasi
dengan ahli
gizi untuk
pemberian
diit lunak
NGT dapat
menghindari
pasien dari
infeksi pada
lambung
8. Diit lunak
dapat
membantu
pasien tetap
memperoleh
nutrisi yang
baik lewat
NGT
3. Konstipasi dapat
teratasi setelah
dilakukan perawatan
selama 2x24 jam,
dengan criteria hasil:
1. Pasien dapat BAB
secara rutin (1
kali sehari)
1. Pantau pola
eliminasi
pasien
2. Pantau
adanya
skibala
3. Pantau bising
usus pasien
1. Pola eliminasi
yang teratur
menandakan
tidak adanya
konstipasi
2. Skibala
menandakan
adanya
penumpuka
feses pada
colon pasien
3. Bising usus
yang tidak
normal dapat
menjadi salah
satu penyebab
konstipasi
4. Lanjutkan
terapi
dulcolac supp
5. Berikan obat
pencahar
6. Kolborasi
dengan ahli
gizi untuk
pemberian
diit tinggi
serat
4. Dulcolac dapat
membantu
melunakkan
feses
5. Obat pencahar
dapat
melunakkan
feses, obat ini
di masukkan
lewat rectum
6. Makanan
tiinggi serat
dapat
menambah
cairan pada
colon sehingga
feeses dapat
menjadi lunak.
Penatalaksanaan Medis Parkinson
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan
penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada
terapi untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat
mengatasi gejala yang timbul.Pengobatan penyakit parkinson bersifat
individual dan simtomatik, obat-obatan yang biasa diberikan adalah untuk
pengobatan penyakit atau menggantikan atau meniru dopamin yang akan
memperbaiki tremor, rigiditas, dan slawness.Perawatan pada penderita
penyakit parkinson bertujuan untuk memperlambat dan menghambat
perkembangan dari penyakit itu. Perawatan ini dapat dilakukan dengan
pemberian obat dan terapi fisik seperti terapi berjalan, terapi suara/berbicara
dan pasien diharapkan tetap melakukan kegiatan sehari-hari.
1. Deep Brain Stimulation (DBS)
Pada tahun 1987, diperkenalkan pengobatan dengan cara
memasukkan elektroda yang memancarkan impuls listrik frekuensi tinggi
terus-menerus ke dalam otak. Terapi ini disebut deep brain stimulation
(DBS). DBS adalah tindakan minimal invasif yang dioperasikan melalui
panduan komputer dengan tingkat kerusakan minimal untuk
mencangkokkan alat medis yang disebut neurostimulator untuk
menghasilkan stimulasi elektrik pada wilayah target di dalam otak yang
terlibat dalam pengendalian gerakan.
Terapi ini memberikan stimulasi elektrik rendah pada thalamus.
Stimulasi ini digerakkan oleh alat medis implant yang menekan tremor.
Terapi ini memberikan kemungkinan penekanan pada semua gejala dan
efek samping, dokter menargetkan wilayah subthalamic nucleus (STN)
dan globus pallidus (GP) sebagai wilayah stimulasi elektris. Pilihan
wilayah target tergantung pada penilaian klinis.
DBS kini menawarkan harapan baru bagi hidup yang lebih baik
dengan kemajuan pembedahan terkini kepada para pasien dengan
penyakit parkinson. DBS direkomendasikan bagi pasien dengan penyakit
parkinson tahap lanjut (stadium 3 atau 4) yang masih memberikan respon
terhadap levodopa.
Pengendalian parkinson dengan terapi DBS menunjukkan
keberhasilan 90%. Berdasarkan penelitian, sebanyak 8 atau 9 dari 10
orang yang menggunakan terapi DBS mencapai peningkatan kemampuan
untuk melakukan akltivitas normal sehari-hari.
Selain terapi obat yang diberikan, pemberian makanan harus
benar-benar diperhatikan, karena kekakuan otot bisa menyebabkan
penderita mengalami kesulitan untuk menelan sehingga bisa terjadi
kekurangan gizi (malnutrisi) pada penderita. Makanan berserat akan
membantu mengurangi ganguan pencernaan yang disebabkan kurangnya
aktivitas, cairan dan beberapa obat.
2. Terapi Fisik
Sebagian terbesar penderita Parkinson akan merasa efek baik dari
terapi fisik. Pasien akan termotifasi sehingga terapi ini bisa dilakukan di
rumah, dengan diberikan petunjuk atau latihan contoh diklinik terapi
fisik. Program terapi fisik pada penyakit Parkinson merupakan program
jangka panjang dan jenis terapi disesuaikan dengan perkembangan atau
perburukan penyakit, misalnya perubahan pada rigiditas, tremor dan
hambatan lainnya.
Latihan fisik yang teratur, termasuk yoga, taichi, ataupun tari
dapat bermanfaat dalam menjaga dan meningkatkan mobilitas,
fleksibilitas, keseimbangan, dan range of motion. Latihan dasar selalu
dianjurkan, seperti membawa tas, memakai dasi, mengunyah keras, dan
memindahkan makanan di dalam mulut.
kasus 6
Tn. Michael (68 tahun) dirawat di Rumah sakit dengan diagnosa medis Cidera Medula Spinalis. Dari hasil pengkajian di dapatkan data bahwa Tn.Michael riwayat jatuh dari kamar mandi dan terduduk di kamar mandi. Saat ini klien di rencanakan untuk melakukan foto rontgen. Klien mengeluh nyeri dengan skala 6 menjalar sampai kedua lengan teraba distensi pada kandung kencing. TD 120/80mmHg, nadi 84x/mmenit, RR 12x/menit, sPo2 96%.
Pengkajian
Tanggal/ waktu pengkajian :
Tanggal/ waktu masuk RS :
Nama perawat yang mengkaji :
I. Identitas Klien
Nama : Tn. Michael
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 68 tahun
Tempat/tgl lahir :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Status Perkawinan :
Agama :
Suku :
Alamat :
II. Identitas penanggung jawab
Nama :
Alamat :
Hubungan dengan klien :
III. Alasan masuk rumah sakit : Cidera Medula spinalis
IV. Keluhan Utama : Nyeri
V. Kebutuhan
a. Oksigen
Sebelum sakit :
Saat Sakit :
b. Cairan
Sebelum sakit :
Saat Sakit :
c. Nutrisi
Sebelum sakit :
Saat Sakit :
d. Eliminasi Fekal
Sebelum Sakit :
Saat Sakit :
e. Eliminasi Urin
Sebelum sakit : pola berkemih
Saat sakit : pola berkemih?
f. Aktivitas
Sebelum sakit :
Saat Sakit :
g. Tidur
Sebelum sakit :
Saat Sakit :
h. Sexualitas
Sebelum sakit :
Saat sakit :
i. Privasi dan Interaksi Sosial
Sebelum sakit :
Saat Sakit :
j. Pencegahan masalah kesehatan
Sebelum sakit :
Saat Sakit :
k. Promosi Kesehatan
Sebelum sakit :
Saat Sakit :
VI. Pemeriksaan Fisik :
TTV :
- TD : 120/80 mmHg
- T :
- HR : 84 X/menit
- RR : 12 X/menit
- Spo2 : 96%
Kepala dan leher :
Dada :
Abdomen :
- Inspeksi :
- Auskultai : -
- Palpasi : kandung kemih teraba distensi
- Perkusi : -
VII. Pemeriksaan Diagnostik : -
VIII. Terapi Farmakologi :-
IX. Masalah Keperawatan :
Nyeri Akut
Analisa Data
Data Masalah keperawatan
Etiologi Diagnosa keperawatan
P : - Q : -R : -S : skala 6 menjalar sampai di kedua lenganT : -
DO : -
Nyeri akut Agens cidera fisik Nyerin akut berhubungan dengan agens cidera fisik ditandai dengan skala 6 menjalar sampai kedua lengan
Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil
Intervensi Rasional
Nyeri akut dapat teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil : 1. nyeri klien berkurang menjadi skala 3-1
1. monitor TTV (TD, HR, RR, T)
2. monitor keadaan umum
1. nyeri akan mempengaruhi peningkatan tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu dikarenakan nyeri akan merangsang mediator kimia yang menyebabkan adanya panas, dan nyeri
2. nyeri akan mempengaruhi kenyamanan pasien, dengan ekpresi wajah yang merintih
3. anjurkan pasien untuk
tidak melakukan aktivitas yang berat
4. ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
5. anjurkan pasien untuk melakukan hobby atau kesenangan pasien
6. berikan posisi yang nyaman senyaman pasien
7. ciptakan lingkungan yang tenang
8. kolaborasi dengan dokter pemberian obat analgetik
kesakitan akan memberitahukan keadaan pasien yang kesakitan
3. aktivitas yang berat akan menambah rasa nyeri pasien
4. teknik relakssasi akan mengalihkan pikiran pasien dan akan mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien
5. dengan melakukan hobby pasien maka akan mebantu pasien mengalihkan rasa nyeri
6. posisi yang nyaman akan membantu mengurangi rasa nyeri pasien
7. lingkungan yang tenang akan memberi rasa nyaman pasien sehinggan akan membantu mengalihkan rasa nyeri pasien
8. analgetik akan membantu mengurangi rasa nyeri pasien
PENUTUP
KESIMPULAN
Sistem syaraf merupakan sistem koordinasi (pengaturan tubuh) berupa
penghantaran impul syaraf ke susunan syaraf pusat, pemrosesan impul syaraf dan
perintah untuk memberi tanggapan rangsangan. Unit terkecil pelaksanaan kerja
sistem syaraf adalah sel syaraf atau neuron. Berdasarkan peranannya, sistem
syaraf manusia dibedakan menjadi 2, yaitu, sistem syaraf sadar dan sistem syaraf
tak sadar. Sistem syaraf sadar berfungsi, mengatur semua aktivitas tubuh yang
kita sadari. sedangkan, sistem syaraf tak sadar berfungsi, mengatur semua
aktiivitas tubuh yang tidak kita sadari.
SARAN
Untuk dapat memahami sistem saraf, selain membaca dan memahami materi-
materi dari sumber keilmuan yang ada (buku, internet, dan lain-lain) kita harus
dapat mengkaitkan materi-materi tersebut dengan kehidupan kita sehari-hari, agar
lebih mudah untuk paham dan akan selalu diingat.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.scribd.com/doc/75989112/Susunan-Saraf-Tepi
http://kamuskesehatan.com/arti/sistem-saraf-perifer/
http://www.scribd.com/doc/6578595/Sistem-Saraf
http://www.slideshare.net/irwanto/sistem-sara1-f-presentation