27
UJI KLINIS

ATT_1433932152522_UJI KLINIS

Embed Size (px)

DESCRIPTION

uji klinis

Citation preview

Page 1: ATT_1433932152522_UJI KLINIS

UJI KLINIS

Page 2: ATT_1433932152522_UJI KLINIS

PENDAHULUAN• Uji Klinis merupakan penelitian eksperimental

terencana yang dilakukan pada manusia. • Pada uji klinis peneliti memberikan perlakuan

atau intervensi pada subyek penelitian, kemudian efek perlakuan tersebut diukur dan dianalisis.

• Uji klinis sering dilaksanakan untuk membandingkan satu jenis pengobatan dengan pengobatan yang lainnya

Page 3: ATT_1433932152522_UJI KLINIS

JENIS UJI KLINIS Tahapan 1 • Pada tahapan ini dilakukan penelitian

laboratorium (uji pre-klinis),• Dikerjakan in vitro dengan menggunakan

binatang percobaan. • Tujuannya untuk mengumpulkan informasi

farmakologi dan toksikologi dalam rangka untuk mempersiapkan penelitian selanjutnya yakni dengan menggunakan manusia sebagai subyek peneltian .

Page 4: ATT_1433932152522_UJI KLINIS

Tahapan 2Pada uji klinis tahapan 2, digunakan manusia sebagai subyek penelitian. Berdasarkan tujuannya tahapan ini dapat dibagi menjadi 4 fase, yaitu:

Fase IBertujuan untuk meneliti keamanan serta toleransi pengobatan dengan mengikut sertakan 20 – 100 orang subyek penelitian.

Fase IIBertujuan untuk meneliti sistem atau dosis pengobatan yang paling efektif, biasanya dilaksanakan dengan mengikut sertakan sebanyak 100 – 200 subyek penelitian

Page 5: ATT_1433932152522_UJI KLINIS

Fase IIIBertujuan mengevaluasi obat atau cara pengobatan baru dibandingkan dengan pengobatan yang telah ada (Pengobatan standar). Uji klinis yang banyak dilakukan termasuk dalam fase ini. Baku emas uji klinis fase III adalah uji klinis acak terkontrol.

Fase IVBertujuan mengevaluasi obat baru yang telah dipakai di masyarakat dalam jangka waktu yang relatif lama (5 tahun atau lebih). Fase ini penting karena terdapat kemungkinan efek samping obat timbul setelah lebih banyak pemakai. Fase ini disebut juga sebagai uji klinis pascapasar (post marketing)

Page 6: ATT_1433932152522_UJI KLINIS

DESAIN UJI KLINIS

1. Desain paralel, merupakan perbandingan antar kelompok (group comparison) . dapat bersifat pasangan serasi (matched pairs) atau bukan.

2. Desain menyilang ( Cross-over design)

Page 7: ATT_1433932152522_UJI KLINIS

Adl.1 DESAIN PARALEL Jenis desain ini paling banyak digunakan. Desain ini dibagi 2 kelompok (atau lebih),

sedangkan pengobatan pada kelompok-kelompok tersebut dilakukan secara paralel atau simultan.

Yang paling banyak dilakukan adalah desain paralel dengan 2 kelompok; kelompok pertama memperoleh pengobatan baru, sedangkan kelompok lainnya menerima pengobatan standar dan berlaku sebagai control.

Page 8: ATT_1433932152522_UJI KLINIS

SUBYEKPENELITIAN R

KELOMPOK PERLAKUAN

EFEK ?

EFEK ?KELOMPOK KONTROL

Gambar 1 : Skema dasar desain paralel untuk untuk uji klinis dengan 2 kelompok. Subyek yang memenuhi kriteria penelitian dilakukan randomisasi (R). Kelompok perlakuan diberi obat yang diteliti, kelompok B diberi obat standar. Efek pengobatan dibandingkan.

Page 9: ATT_1433932152522_UJI KLINIS

Adl.2 DESAIN MENYILANG (CROSS-OVER DESIGN) Dalam desain ini tiap subyek menjadi control

bagi dirinya. Bentuk yang paling sederhana dengan subyek

sebagai control bagi dirinya sendiri ini disebut sebagai desain before and after. Sekelompok subyek diberikan perlakuan, hasil perlakuan dibandingkan dengan keadaan sebelumnya.

Page 10: ATT_1433932152522_UJI KLINIS

R

KELOMPOKPERLAKUAN

KELOMPOKKONTROL

KELOMPOKPERLAKUAN

EFEK?

EFEK? EFEK?KELOMPOKKONTROL

SUBYEK

EFEK?

Gambar 2 : Skema desain uji klinis menyilang (cross-over). Subyek yang terpilih dilakukan randomisasi (R)Kelompok A diberikan obat yang diteliti & kelompok B menjadi control. Setelah waktu yang ditentukan, perlakuan dihentikan selama beberapa waktu ( periode wash out ), dilakukan silang. Subyek pada kelompok A menjadi perlakuan (A’), sedangkan kelompok B menjadi kelompok control (B’).

Page 11: ATT_1433932152522_UJI KLINIS

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada desain cross-over.

Terdapatnya efek carry over Efek obat pertama belum hilang pada saat dimulai pengobatan kedua

Terdapatnya efek orderTerjadi perubahan derajat berat penyakit, keadaan lingkungan selama penelitian berlangsung.

Terdapatnya periode wash outwaktu untuk menghilangkan efek obat awal, sebelum pengobatan kedua dimulai.

Page 12: ATT_1433932152522_UJI KLINIS

LANGKAH – LANGKAH PELAKSANAAN DALAM UJI KLINIS

Terdapat 8 langkah dalam uji klinis, yaitu :1. Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis2. Menentukan desain uji klinis yang sesuai3. Menetapkan subyek penelitian4. Mengukur variabel data dasar5. Melakukan randomisasi6. Melaksanakan perlakuan7. Mengukur variabel efek8. Menganalisa data

Page 13: ATT_1433932152522_UJI KLINIS

1. Menetapkan pertanyaan penelitian dan hipotesis

Menuangkan desain uji klinis yang samar-samar menjadi menjadi rencana kegiatan yang nyata tidak mudah, bahkan sangat kompleks. Konsep awal yang berisi skema umum, memerlukan penjabaran lebih spesifik. Rumusan masalah serta hipotesis yang sesuai harus dituliskan, dengan memperlihatkan hubungan antar variabel yang diteliti.

Page 14: ATT_1433932152522_UJI KLINIS

2. Menentukan Desain Berdasarkan hipotesis yang dibangun dari pertanyaan penelitian, maka dapat ditetapkan jenis desain yang akan dipakai (desain paralel, menyilang ataukah desain yang lain yang lebih kompleks).

Dalam praktek, bilamana mungkin desain yang dipilih adalah desain yang paling sederhana yang dapat menjawab pertanyaan penelitian, karena biasanya desain yang sederhana memberikan hasil yang lebih langsung dan mudah diinterpertasi, sedangkan desain yang lebih kompleks sering memberikan hasil yang tidak mudah diinterpertasi oleh sebagian besar klinikus.

Page 15: ATT_1433932152522_UJI KLINIS

3. Menetapkan Subyek Penelitian

a. Menetapkan Populasi terjangkauPopulasi terjangkau adalah bagian dari populasi target yang merupakan sumber subyek yang akan diteliti. Karakteristik subyek harus sesuai dengan pertanyaan penelitian dan efek yang diamati.

b. Menentukan Kriteria Pemilihan = Elegibility CriteriaKriteria ini harus dijelaskan secara rinci sejak awal perencanaan., oleh karena penting untuk menyusun desain penelitian, pemilihan subyek, dan untuk generalisasi ke dalam populasi. Kriteria pemilihan terdiri dari kriteria inklusi dan kriteria eksklusi .

Page 16: ATT_1433932152522_UJI KLINIS

Kriteria Inklusi (Kriteria Penerimaan)

Merupakan persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh subyek agar dapat diikutsertakan ke dalam penelitian.

Persyaratan pada kriteria inklusi biasanya mencakup karakteristik klinis, demografis, geografis dan periode waktu. Yang sering dipakai sebagai kriteria inklusi adalah diagnosis, jenis kelamin, kelompok umur, serta pasien yang dating dalam periode waktu tertentu .

Page 17: ATT_1433932152522_UJI KLINIS

Kriteria Eksklusi (Kriteria Penolakan)

Merupakan keadaan yang menyebabkan subyek memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikut sertakan dalam penelitian.

Di dalam kriteria eksklusi termasuk kontraindikasi, terdapatnya penyakit lain yang mempengaruhi variabel yang diteliti, kepatuhan pasien, pasien menolak diteliti, dan masalah etik. Seperti halnya kriteria inklusi, kriteria eksklusi harus dinyatakan dengan jelas, dan logis.

Page 18: ATT_1433932152522_UJI KLINIS

c. Menetapkan Besar Sampel

Suatu hal yang sangat penting dalam uji klinis adalah menentukan besar sampel. Sampel harus cukup besar untuk mewakili populasi terjangkau, tetapi di lain sisi harus harus sesuai dengan dana dan waktu yang tersedia.

Pada umumnya variabel yang diteliti dalam uji klinis adalah variabel nominal (misalnya proporsi kesembuhan) atau numerik (misalnya penurunan tekanan darah).

Page 19: ATT_1433932152522_UJI KLINIS

4. Melakukan Pengukuran Variabel Data Dasar

Selain identitas pasien, sebelum dilakukan randomisasi perlu pula dicatat data demografis, klinis, dan laboratorium yang relevan dengan pertanyaan penelitian. Data klinis seperti umur, jenis kelamin, diagnosis, dan lain-lain yang relevan dengan prognosis harus dicatat, antara lain untuk melihat kesetaraan pelbagai variabel di antara kelompok setelah dlakukan randomisasi.

Page 20: ATT_1433932152522_UJI KLINIS

5. Melakukan Randomisasi

Randomisasi adalah alokasi acak (random allocation), untuk menentukan subyek penelitian mana yang akan mendapat perlakuan dan mana yang menjadi kontrol.

Tujuan utama randomisasi untuk mengurangi bias seleksi dan perancu (confounding), yakni dengan terbaginya variabel-variabel yang tidak diteliti secara seimbang pada kelompok yang ada.

Page 21: ATT_1433932152522_UJI KLINIS

Randomisasi Sederhana (Simple Randomization)

Untuk uji klinis untuk dua kelompok subyek, cara acak dengan melemparkan dengan mata uang logam dapat dipakai. Tetapi cara ini terasa kaku, memakan waktu, dan tidak andal, maka para peneliti lebih menganjurkan penggunaan tabel random.

Keuntungan randomisasi sederhana ini adalah tiap subyek tidak dapat diduga akan memperoleh perlakuan apa dan bila jumlah subyek cukup banyak maka jumlah kelompok akan sebanding.

Page 22: ATT_1433932152522_UJI KLINIS

Randomisasi BlokUntuk menghindari ketidak seimbangan, dapat dilakukan cara rando,isasi blok. Cara ini bertujuan untuk membuat setiap kelompok mempunyai jumlah subyek yang sebanding pada suatu saaat.

Randomisasi dalam Strata (Stratified Randomization)Bila pada uji klinis terdapat faktor prognosis penting yang akan mempengaruhi hasil penelitian, maka perlu dilakukan stratifikasi prognosis. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh sub kelompok (strata) yang lebih homogen. Randomisasi dilakukan pada setiap strata secara terpisah, kemudian subyek terpilih digabungkan kembali dalam kelompok yang sesuai. Cara melakukan randomisasi harus ditulis baik pada usulan maupun pada laporan penelitian.

Page 23: ATT_1433932152522_UJI KLINIS

6. Melakukan Intervensi Ketersamaran (Masking Blinding)

Ketersamaran bertujuan untuk menghindarkan bias, baik yang berasal dari peneliti, subyek, ataupun evaluator penelitian. Oleh karena bias dapat terjadi di berbagai bagian uji klinis, maka ketersamaran juga harus diupayakan pada pelbagai bagian uji klinis, seperti pada saat randomisasi, alokasi subyek, pelaksanaan uji klinis, pengukuran, dan evaluasi hasil.

Page 24: ATT_1433932152522_UJI KLINIS

Jenis Ketersamaran Uji klinis terbuka (openTrial).

Desain ini seringkali dilakukan untuk penelitian pendahuluan, yang akan dilanjutkan dengan desain acak tersama berganda, atau apabila secara teknis ketersamaran tidak mungkin dilaksanakan (misal studi untuk membandingkan mastektomi sederhana plus radiasi dengan mastektomi radial pada pengobatan kanker payudara).

Page 25: ATT_1433932152522_UJI KLINIS

Tersamar Tunggal (Single mask). Pada desain ini subyek tidak tahu pengobatan yang diberikan, sedangkan peneliti mengetahuinya. Secara teoritis hal yang sebaliknya juga dapat dilakukan.

Tersamar ganda (Double mask). Pada Desain ini baik peneliti maupun subyek tidak mengobatan yang diberikan; hal ini akan mengurangi terjadinya pelbagai bias, dan dianggap sebagai baku emas untuk uji klinis.

Triple Mask. Pada desain baik subyek, peneliti, maupun evaluator tidak tahu obat apa yang diberikan. Sebagian ahli tidak tidak mempergunakan istilah; meski terdapat 3 komponen ketersamaran, cukup disebut sebagai tersamar ganda saja.

Page 26: ATT_1433932152522_UJI KLINIS

7. Mengukur Variabel EfekVariabel tergantung (efek) yang akan diukur harus sudah direncanakan sejak awal. Kriteria penilaian juga sudah harus dengan jelas dituliskan pada protocol penelitian.

Contoh.Pada Uji klinis terhadap obat X untuk pengobatan meningitis tuberkulosa, efek yang dinilai adalah kesembuhan. Dalam hal ini skala variabel tergantung adalah nominal di kolom (sembuh atau tidak sembuh). Pada penelitian obat Y untuk menurunkan tekanan darah, variabel yang dinilai adalah berskala numerik (tekanan darah diastolik, dalam mmHg).

Page 27: ATT_1433932152522_UJI KLINIS

8. Menganalisis Data

Analisis data uji klinis harus dilaksanakan dengan menggunakan uji statistik yang sesuai, yang sudah ditulis dalam usulan penelitian. Uji hipotesis yang akan digunakan harus pula ditetapkan sewaktu merencanakan uji klinis.

Hal-hal yang perlu dipikirkan untuk uji hipotesis adalah skala pengukuran, distribusi sampel, besar sampel, jumlah kelompok, serta jumlah variabel.